SCIENTIA VOL. 1 NO. 1, 2011 ISSN : 2087-5045
ISSN : 2087-5045
Volume 3, Nomor 1, Februari 2013
Sc ien tia, Vo l. 1, No . 1, 2011 ; h alaman 1 – 58 IS S N : 2087-5045 Seko lah Tingg i Farmasi Indonesia (S TIFI) Pe rin tis Padan g
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
SCIENTIA JURNAL FARMAS I DAN KES EHATAN T E RBIT D UA KALI S ET AHUN S E T IAP BULAN FE BR UARI D AN AG UST US
D E W AN R E D A KS I Penanggung Jawab : Prof. H. Syahriar Harun, Apt Pemimpin Umum : DR.H.M. Husni Mukhtar,MS, DEA, Apt Redaktur Pelaksana : Verawati, M.Farm, Ap t Eka Fitrianda, M.Farm, Ap t Sekretariat : Afdhil Arel, S.Farm, Ap t Khairul
Dewan Penyunting : Prof.H. Syahriar Harun,Apt Prof.DR.H. Amri Bakhtiar,MS,DESS,Apt Prof.DR.H. Almahdy, MS, Apt DR.H.M. Husni Mukhtar, MS, DEA, Apt DR. H. Yufri Aldi, MSi, Apt Drs. B.A. Martinus , MSi Hj. Fifi Harmely, M.Farm ,Ap t Farida Rahim, M.Farm, Ap t Revi Yenti, M.Si, Apt Verawati, M.Farm, Ap t Ria Afrianti, M.Farm ,Ap t Eka Fitrianda, M.Farm, Ap t
Penerbit : Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) Perintis Padang ISSN : 2087-5045 Gambar Cover : blogmahkotadewa.blogspot.com Alamat Redaksi/Tata Usaha : STIFI Perintis Jl. Adinegoro Km. 17 Simp. Kalumpang Lubuk Buaya Padang Telp. (0751)482171, Fax. (0751)484522 e-mail :
[email protected] website : www.stifi-padang.ac.id
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
SALAM REDAKSI
Jurnal Scientia kembali terbi t dengan tetap memua t artikel-artikel penelitian yang mengeksplorasi kekayaan aktivitas tumbuhan oba t di Indonesia. Salah satu aktivitas yang banyak digali dalam edisi ini adalah aktivitas antioksidan. Pengaruh radikal bebas dalam tu buh sejatinya telah lama diketahui. Keadaan stress oksidatif yang berlangsung lama dalam tubuh dapat mencetuskan sejumlah penyakit degeneratif. Karena itu, penelitian mengenai antioksidan, bahan yang dapat menghamba t reaksi radikal bebas, tampaknya terus dilakukan. Dalam Scientia edisi ini misalnya, dimuat beberapa artikel yang memaparkan hasil penelitian aktivitas antioksidan baik secara in vitro maupun in vivo dari berbagai tumbuhan seperti ja mbu biji, ubi jalar, gambir dan toma t. Masih dalam semangat eksplorasi tumbuhan obat Indonesia, dimuat pula artikel penelitian mengenai aktivitas an tiinflamasi daun kembang bulan, antipiretika ta mpa badak, dan aktivitas penyembuhan luka daun kirinyuh. Di samping itu, terdapat pula artikel mengenai pemanfaatan pigmen pada buah kesumba dalam formulasi perona bibir. Semoga kehadiran jurnal Scientia ini dapat memperkaya khazanah keilmuan para pembaca sekalian di bidang farmasi dan kesehatan. Padang, Februari 2013 Salam Sehat
a/n Redaksi Scientia
ISSN : 2087-5045
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
DAF TAR I S I
AKTIFITAS ANTI INFLAMASI FRAKSI-FRAKSI DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia. A. Gray) TERHADAP MENCIT PUTIH BETINA Verawati, Mimi Aria, Mira Yunimel
1--5
IN VIVO ANTIO XIDANT ACTIVITY O F ETHANO LIC EXTRACT O F GUAVA (Psidium guajava L.) LEAVES BASED ON DECREASING LEVEL O F SERUM MALO NEDIALDEHYDE (MDA) IN MICE Eka Fitrianda, Ria Afrianti, Fifi Nofita
6--1 0
UJI EFEKTIVITAS KRIM EKS TRAK ETANO L Eupatorium odoratum L. TERHADAP KERAPATAN SERABUT KO LAGEN PADA PROSES PEYEMBUHAN LUKA Revi Yenti, Ria Afrianti, Meri Sandi
11--1 6
PENGARUH WAKTU SIMPAN KULIT UBI JALAR (Ipomea batatas L.) TERHADAP KADAR FENO LAT DAN AKTIVITAS ANTIO KSIDANNYA SECARA SPEKTRO FO TO METRI UV-VIS Dedi Nofiandi, Farida Rahim, Rika Puspita
1 7 -2 3
EFEK ANTIPIRETIK EKS TRAK ETANO L DAUN TUMBUHAN TAMPA BADAK 24--2 8 (Voacanga foetida (Bl.) K. Schum) TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN Adriani Susanty, Emma Susanti, Yenni Ratna Sari FO RMULASI SEDIAAN PEWARNA BIBIR DARI EKSTRAK ETANO L BIJI BUAH KESUMBA (Bixa orellana L) Enda Mora, Deni Anggraini, Pipin Suknayani
29--3 4
AKTIVITAS ANTIO KSIDAN EKSTRAK ETIL ASETAT GAMBIR (Uncaria gambir (Hunte r). Roxb) ASAL MUARA TAKUS RIAU Noveri Rahmawati, Musyirna Rahmah Nst, Winna Rahmaini
3 5 -3 9
PENGARUH PEMB ERIAN JUS TO MAT TERHADAP UKURAN LESI KIS TA DAN STATUS ANTIO KSIDAN LIKO PEN PLASMA PENDERITA KISTA PAYUDARA DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA Putri Aulia Arza, Evy Damayanthi
40--4 5
ISSN : 2087-5045
Halaman 1- 45
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
AKTIFITAS ANTI INFLAMAS I FRAKS I-FRAKS I DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia. A. Gray) TERHADAP MENCIT PUTIH BETINA Verawati, Mimi Aria, Mira Yunimel STIFI Pe rintis Padang
ABSTRACT The topical anti-inflammatory effect of Tithonia diversifolia A. Gray leaves fractions on female albino mice had been done using edema induction and granuloma pouch method. Edema induction was done by injection of 2% b/v carragenin in NaCl physiologic subcutaneously. T he fractions, each of 5% concentration, was given topically in ointment base for 4 days. The parameters of inflammation were observed, include edema volume, and total number of leucocyte cells on edema and blood. Reduction in the volume of edema exudate resulted by fractions of Tithonia diversifolia A. Gray leaves were not significantly different (p> 0.05) compared to hydrocortisone acetate 2,5%b/v but significantly different (p <0.05) compared to positive control. Fractions of T. diversifolia leaves affected the number leucocytes of cells in the inflammatory exudates but not in the blood (p<0.05). Keywords : Tithonia diversifolia, anti-inflammatory, edema
PENDAHULUAN Tithonia diversifolia A. Gray merupakan tumbuhan asli dari Meksiko dan Amerika T engah. T umbuhan ini telah dimanfaatkan di berbagai negara-negara tropis dan dapat tumbuh alami di Indonesia dan negara lain di Asia T enggara. Tithonia diversifolia A. Gray (Famili : Asteraceae) memiliki beberapa nama seperti kembang bulan (Indonesia), Rondosemoyo (Jawa), Harsaga (Jawa), Mary Gold (Inggris) (Sulistijowati, 1999). Secara tradisional tumbuhan ini digunakan sebagai obat sakit perut, kembung, diare, obat luka dan bisul (Dalimartha, 2000). Beberapa penelitian menyebutkan ekstrak daun T. diversifolia memiliki aktivitas sebagai antimalaria, antidiare, antiinflamasi, antibakteri dan antiproliferasi (Oyewole et al., 2008). Daun T. diversifolia kaya akan kandungan metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan tannin. Beberapa terpenoid telah diisolasi dari daun yaitu T agitinin C, T agitinin A, tirotundin dan lain sebagainya (Gu JQ et al., 2002). Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan uji aktivitas antiinflamasi dari ekstrak etanol daun T. diversifolia pada konsentrasi 1; 2,5 dan 5%. Ekstrak etanol daun pada konsentrasi 5% memberikan penurunan volume eksudat yang ISSN : 2087-5045
lebih baik dibandingkan hidrokortison asetat 2,5% (Verawati, 2011). Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kemampuan antiinflamasi dari fraksi-fraksi daun T. diversifolia. Fraksi-fraksi dimaksud masing-masing adalah fraksi heksan, etil asetat dan metanol. Aktivitas antiinflamasi diuji secara topikal menggunakan metode edema buatan dengan “ granuloma pouch” (Gryglewsky, 1997; Domer, 1971). Parameternya adalah pengukuran volume udem buatan pada bagian punggung mencit putih dan penentuan jumlah sel leukosit pada eksudat inflamasi dan dalam darah (Winter, 1962).
METO DE P ENELITIAN Alat Alat- alat yang digunakan yaitu rotary evaporator, botol maserasi, jarum suntik 5 ml, jarum suntik 1 ml, gunting bedah, timbangan hewan, lumpang dan stamfer, gelas ukur, alat cukur, spidol, kandang hewan, dan lain- lain.
1
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 Bahan Bahan yang digunakan yaitu daun T. diversifolia, etanol 70%, air suling, vaselin flava, NaCl fisiologis, karagen, krim perontok bulu dan hidrokortison asetat (serbuk). Hewan yang digunakan adalah mencit putih betina dengan berat 20-30 g sebanyak 25 ekor, dimana masing–masingnya dibagi menjadi 5 kelompok Fraksinasi Daun T. diversifolia Se banyak 2 kg daun segar T. diversifolia dikeringanginkan selama lebih kurang 1 minggu. Daun kering tersebut diserbukkan dengan grinder dan diayak dengan ayakan 100. Serbuk daun kering ini ditimbang 200 gram kemudian dimaserasi dengan pelarut heksan selama 3x3 hari. Hasil maserasi disaring dan uapkan pelarutnya dengan rotary evaporator pada suhu 40 o C hingga diperoleh fraksi kental heksan. Ampas daun dimaserasi kembali dengan etil asetat selama 3x3 hari. Hasil maserasi disaring dan filtrat diuapkan pelarutnya secara vakum sehingga diperoleh fraksi kental etil asetat. Ampas daun sisa maserasi etil asetat ini kembali dimaserasi dengan metanol, dan dengan cara yang sama seperti sebelumnya diperoleh pula fraksi kental metanol.
dipotong dengan gunting, selanjutnya untuk menghilangkan bulu yang masih tersisa dioleskan krim perontok bulu, sehingga bulunya betul-betul hilang dan dibiarkan selama 24 jam. Pada bagian punggung yang dicukur disuntikkan udara sebanyak 5 ml secara subkutan sehingga terbentuk kantong udara. Setelah 24 jam kantong udara terbentuk, udara yang ada di dalamnya dihisap dengan jarum suntik 5 ml sehingga kantong udara tersebut jadi kempes. Selanjutnya ditambahkan larutan karagen 2% dalam NaCl fisiologis sebanyak 0,2 ml ke dalam kantong udara tersebut. Pemberian Sediaan Uji Se diaan uji diberikan dengan cara dioleskan secara merata pada daerah terbentuknya kantong udara (daerah yang dicukur) sebanyak 200 mg (dalam bentuk salep) dengan diameter ± 3 cm segera setelah penyuntikan karagen 2%. Selanjutnya obat diberikan lagi setiap hari selama 3 hari setelah pemberian pertama (obat diberikan selama 4 hari). Pada kelompok kontrol hanya diberikan vaselin flava saja.
Pengukuran Paramete r
Pembuatan Sediaan Uji
Pengukuran volume radang
Fraksi daun T. diversifolia ditimbang sebanyak 250 mg lalu digerus halus dalam lumpang, kemudian tambahkan vaselin flava sebanyak 4,75 g sedikit demi sedikit sambil digerus sehingga didapatkan massa yang homogen, dengan konsentrasi 5% b/b. Pembanding yang digunakan adalah hidrokortison asetat dengan konsentrasi 2,5% b/b.
Pada hari ke lima eksudat diambil dengan jarum suntik lalu diukur volumenya.
Pembuatan Larutan Penginduksi Karagen ditimbang sebanyak 1 gram, lalu digerus halus dalam lumpang kemudian sedikit demi sedikit ditambah NaCl fisiologis 50 ml sambil digerus homogen, hingga diperoleh konsentrasi karagen 2% . Penginduksian Udem
Penghitungan jumlah sel leukosit dalam hapusan darah dan cairan eksudat Darah atau cairan eksudat segar diteteskan satu tetes pada gelas objek dan diratakan dengan gelas objek yang lain sehingga diperoleh lapisan darah yang homogen (hapusan darah), lalu dikeringkan. Setelah kering ditetesi dengan metanol, sehingga melapisi seluruh lapisan darah, dan dibiarkan 5 menit. Larutan Giemsa yang telah diencerkan dengan air suling (1:20) ditambahkan satu tetes dan dibiarkan selama 20 menit, dicuci dengan air suling, dikeringkan dan dilihat dibawah mikroskop. Selanjutnya dihitung jumlah sel neutrofil, eusinofil, limfosit, dan sel monosit.
Mencit dicukur bulu bagian punggungnya dengan diameter ± 3 cm. Mulanya ISSN : 2087-5045
2
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 Analisa Data
bertingkat langsung terhadap serbuk daun keringnya bukan secara fraksinasi cair-cair (FCC). Fraksi etil asetat memberikan persentase rendemen paling tinggi dibanding fraksi lain. Fraksi heksan memiliki persentase susut pengeringan paling tinggi, hal ini menunjukkan adanya kandungan senyawa menguap seperti monoterpen, seskuiterpen, dan komponen minyak atsiri lainnya.
Data hasil penelitian yang diperoleh dari semua parameter dianalisa menggunakan analisa variansi (ANOVA) satu arah. HASIL DAN PEMBAHASAN Fraksinasi daun T. dilakukan dengan fraksinasi
diversifolia (ekstraksi)
Tabe l I. Rendemen fraksi-fraksi daun T. diversifolia No
Sampel
B obot f raksi (g)
% rendemen terhadap berat daun kering
% susut pengeringan
1
Fx. Heksan
4,34
2,17
13,68
2
Fx. Etil asetat
9,72
4,86
5,20
3
Fx. metanol
8,9
4,45
1,26
Aktivitas antiinflamasi ekstrak daun T. diversifolia sebelumnya telah diuji pada beberapa konsentrasi dan memberikan hasil yang maksimal pada konsentrasi 5% dimana aktivitasnya lebih baik dibanding hidrokortison asetat 2,5% (Verawati, 2011). Pada penelitian lanjutan ini digunakan fraksi-fraksi pada konsentrasi yang sama yaitu 5%b/v. Fraksi etil asetat memberikan hasil inhibisi volume udem paling tinggi dibandingkan fraksi lain yaitu
sebesar 89,44 % dimana volume udem paling rendah yaitu 0,0567 ml. Hasil analisa statistik ANOVA satu arah memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05) dari volume udem pada tiap kelompok perlakuan. Analisis lanjut dengan uji Duncan menunjukkan bahwa penurunan volume udem dari fraksi-fraksi daun T. diversifolia berbeda nyata dengan kontrol negatif, dan tidak berbeda nyata (dengan hidrokortison asetat.
Tabe l II. Hasil pengukuran volume eksudat dari radang punggung mencit putih betina setelah pemberian fraksi-fraksi daun T. diversifolia A.Gray secara topikal No
Sampel
Konsentrasi (%)
Volume udem (ml) ± SD, n=5
% inhibisi volume udem
1
Kontrol positif
0
0,5367 ± 0,08145
-
2
Fraksi heksan
5
0,06± 0,01732
88,82
3
Fraksi etil asetat
5
0,0567 ± 0,01528
89,44
4
Fraksi metanol
5
0,0833 ± 0,02082
84,48
5
Hidrokortison asetat
2,5
0,08 ± 0,01732
85,09
ISSN : 2087-5045
3
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
Hasil perhitungan jumlah sel leukosit dan uji statistik dengan analisa varian dari mencit menunjukkkan bahwa pemberian fraksi daun T. diversifolia mempengaruhi persentase jumlah sel leukosit dalam cairan eksudat. Sel neutrofil segmen pada kelompok fraksi daun T. diversifolia meningkat dibandingkan kontrol positif yang hanya diberi vaselin flava saja. Peningkatan jumlah sel neutrofil segmen
dibandingkan dengan kontrol positif bisa saja diseba bkan karena pada saat pengambilan sampel eksudat, sel ini sedang aktif melakukan fungsinya sebagai sel fagosit sehingga kadarnya tinggi pada daerah radang. Sedangkan pada jumlah monosit mengalami penurunan diseba bkan karena adanya perubahan monosit menjadi makrofag sehingga jumlahnya menjadi berkurang.
Tabe l III. Hasil perhitungan sel leukosit dari eksudat punggung mencit betina setelah pemberian ekstrak daun Tithonia diversifolia A.Gray. secara topikal Jumlah Sel Leukosit ( x ±SD, n = 5 ) Sampel Neutrofil segmen
Neutrofil batang
Monosit
Limposit
Eosinof il
41 ± 6,083
0,67 ± 1,155
13 ± 3,000
48 ± 9,644
0,67 ± 0,577
Fx. Heksan
57,67 ± 0,577
1 ± 1,000
7,67 ± 0,577
33,33 ± 1,528
0,33 ± 0,577
Fx. Etil asetat
50,67 ± 6,110
1,67 ± 0,577
5,67 ± 1,528
41,67 ± 8,622
0,33 ± 0,577
Fx. metanol
45,33 ± 7,371
0,67 ± 0,577
8 ± 2,646
45,33 ± 10,066
0,67 ± 0,577
Hidrokortison asetat 2,5%
56,67 ± 1,155
0,67 ± 0,577
7 ± 2,646
35,33 ± 3,055
0,33 ± 0,577
Kontrol positif
Persentase jumlah sel leukosit dalam darah tidak dipengaruhi oleh pemberian fraksi daun T. diversifolia karena pemberian fraksi
dilakukan secara topikal dan tidak melewati pembuluh darah sehingga jumlah sel leukosit dalam darah tidak berbeda jauh.
Tabe l IV. Hasil perhitungan sel leukosit dari darah mencit betina setelah pemberian ekstrak daun Tithonia diversifolia A.Gray. secara topikal Jumlah Sel Leukosit ( x ±SD, n = 5 ) Sampel Neutrofil segmen
Neutrofil batang
Monosit
Limposit
Eosinof il
Kontrol positif
75 ± 4,359
1 ± 1,000
3,67 ± 2,082
20 ± 2,646
0,33 ± 0,577
Fx. Heksan
77 ± 1,735
0,67 ± 0,577
2 ± 1,000
20,33 ± 1,528
0± 0,000
Fx. Etil asetat
77,67 ± 1,528
0,67 ± 0,577
2,33 ± 0,577
19,33 ± 2,082
0 ± 0,000
Fx. metanol
76,67 ± 1,528
0,33 ± 0,577
3,33 ± 1,528
19,33 ± 0,577
0,33 ± 0,577
Hidrokortison asetat 2,5%
76,33 ± 1, 55
1,33 ± 0,577
3,33 ± 2,082
16,67 ± 1,528
0,33 ± 0,577
ISSN : 2087-5045
4
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fraksi-fraksi daun T. diversifolia memiliki aktivitas antiinflamasi yamg ditunjukkan dengan kemampuan menurunkan volume eksudat radang pada punggung mencit betina secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol positif. Penghambatan volume radang paling besar diperlihatkan oleh fraksi etil asetat dengan persentase inhibisi volumne eksudat sebesar 89,44%.
DAFTAR PUSTAKA Dalimartha, S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Trubus Agriwidya, Jakarta. Domer, F.R., 1971, Animal Experiment in Pharmacological Basis of Therapeutic, Charles C. Thomas Publiser, Springfield, IIIonis, USA. Gryglewsky, J.R., 1997, Some Experimental Models for the Study of Inflamation and Anti Inflam atory Drugs, Departemen of Pharmacology, Copernicus Academy of Medicine, Cracow, Poland Gu JQ, Gills JJ, Park EJ, Mata-Greenwood E, Hawthorne ME, Axelrod F, Chavez PI,
ISSN : 2087-5045
Fong HH, Mehta RG, Pezzuto JM, Kinghorn AD, 2002, Sesquiterpenoids from T ithonia diversifolia With Potential Cancer Chemopreventive Activity, J. Nat. Prod., Vol 65(4) : 532-6 OyewoleI.O., Ibidapo, C.A., Moronkola, D.O., Adeoye G.O., Anyasor G. N. and Obansa J. A., 2008, Anti-malarial and Repellent Activities of Tithonia diversifolia (Hemsl.) Leaf Extracts, Academic Journals, Vol. 2(8), pp 171-175 Sulistijowati, A. dan Didik Guna wan, 1999, Efek Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray) T erhadap Candida albicans Serta Profil Kromatografinya, Media Litbangkes Edisi Khusus “Obat Asli Indonesia”, Vol 8(4). Verawati, Mimi Aria, N. Maulida, 2011, Aktivitas Antiinflamasi T opikal Ekstrak Etanol Daun T ithonia diversifolia A. Gray, Jurnal Scientia, Vol 1(1) Winter, C.A., Risley, E.A and G.W Nuss, 1962, Carragenin-Induced Edema in Hind Paw of Rat Asam Assay For anti Inflamantory Days, Proceding A Society For Experimental Biology and Medicine III, p.544-547.
5
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
IN VIVO ANTIOXID ANT ACTIVITY OF ETHANOLIC EXTRACT OF GUAVA (Psidium guajava L.) LEAVES BAS ED ON DECREAS ING LEVEL OF S ERUM MALONEDIALD EHYDE (MDA) IN MIC E Eka Fitrianda, Ria Afrianti, Fifi Nofita STIFI Pe rintis Padang
ABSTRACT A research had been done to observe in vivo antioxidant activity of the ethanolic extract of guava leaves (Psidium guajava L.) on male albino mice. The parameter measured was level of serum malondialdehyde (MDA) in mice which were given maximum physical activity. Mice were divided into 4 groups: group I wa s the positive control which did not receive ethanolic extract, meanwhile group II, III and IV received suspension of ethanolic extract in doses: 50 mg/kgBW, 100 mg/kgBW and 200 mg/kgBW respectively. T he entire group of mice were allowed to swim until almost drowned and then given dose of ethanolic extract once a day for 7 days. On the 8 th day, the level of serum malondialdehyde was measured by using Northwest Life Science Specialties (NWLSST M) method. As result, the level of serum malondialdehyde in group I-IV was 17,42 μM, 16,05 μM, 15,45 μM and 14,51 μM respectively. These results showed that the ethanolic extract of guava leaves (Psidium guajava L.) could reduce levels of serum malondialdehyde in mice given maximum physical activity significantly (p <0.05). Increasing of ethanolic extract dose in range 50-200 mg/kgBW could significantly reduce levels of malondialdehyde. Keywords : Psidium guajava L., malondialdehyde (MDA), in vivo antioxidant activity
INTRO DUCTIO N Every day, the human body faces exposure to oxidants or free radicals either from inside or outside the body. Free radicals are atoms or molecules that have unpaired electron. Unpaired electron in this compound has a tendency to find its partner from other compounds that may lead to the destruction of the latter compound and formation of new compounds (Winarsi, 2007). The reaction of these free radicals inside the body can cause cancer, atherosclerosis, diabetes mellitus, coronary heart disease, kidney disease, cataracts and the aging process (Kumalaningsih, 2008; Setati, 2003). Under normal circumstances, a number of radicals can be intercepted by the body's natural antioxidants such as superoxide dismutase (SOD), catalase (CAT ), glutation peroksidase (GPx), glutation reduktase (GR) dan seruloplasmin. However, in certain circumstances, the amount of free radicals can be so large that they can not be overcame by the natural antioxidants in the body. Such a situation is known as oxidative stress. ISSN : 2087-5045
Oxidative stress can occurs due to increased production of free radicals in the body, one of which can be caused by maximum physical activity experienced by the body. When the body is undergoing maximum activity, the body consumes oxygen 100-200 fold because of increased metabolism in the body. Increased oxygen consumption will lead to increased production of free radicals. Free radicals (hydroxyl radicals) formed will react with the poly unsaturated fatty acids (PUFA) which is a component of cell membranes. T his reaction is a chain reaction, resulting in the formation of hydrogen peroxide compounds and damage of the cell membrane. Hydrogen peroxide can cause decomposition of cell membrane’s structure and decomposition of some aldehyde products which are different in long chain and toxic to cells, such as malone dialdehyde (MDA) (Winarsi, 2007). Malondialdehyde (MDA) is the end result of lipid peroxides as well as can be used a s an indicator of the presence of free radicals (Aruna,1996). Effects of free radicals in the body can be reduced by consuming a variety of 6
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 ingredients that contain antioxidants. Antioxidants are compounds that can counteract or reduce the negative impact of oxidants in the body. Antioxidants work by donating an electron to the oxidant such as free radicals, so free radicals will become stable and non-toxic (Setati, 2003; Winarsi, 2007). Antioxidants can be obtained from variety of plants or animals. One of the plants that contain antioxidants is the guava (Psidium guajava L.). Research on the antioxidant activity of guava leaves in vitro was performed by Dwijanarko (2005) using DPPH radical method. T he result of his research showed that IC50 of guava leaves extract extracted with various ethanol concentrations (0%, 70%, and 96%) were 8.628 ppm, 8.372 ppm and 11.280 ppm respectively. This result indicate that guava leaf which is extracted with 70% ethanol has a very strong antioxidant activity due to the smallest IC50 value (50 ppm). Based on the result of in vitro antioxidant activity mentioned above, this research was conducted to investigate the in vivo antioxidant activity of guava leaves extracted using 70% ethanol by using Northwest Life Science Specialties (NWLSST M) method measuring the levels of serum MDA. Decreased levels of MDA shows the decreasing of poly unsaturated fatty acids oxidation by free radicals triggered by physical maximum activity, which further shows the antioxidant activity of the tested materials (ethanolic extract of guava leaves).
RES EARCH METHO D Equipment and Mate rials Laboratory standard glass equipment, funnels, rotary evaporator, analytical scales, centrifuge equipment, vortex mixer, waterbath, spectrophotometer MICROLAB 300, guava leaves, 70% ethanol, distilled water, chloroform, concentrated sulfuric acid, magnesium powders, concentrated hydrochloric acid, norit, anhydride acetic, chloroform, 0.05 N ammonia, 2N H2SO4, mayer reagent, Na CMC, Standard MDA and NWLSST M Assay Kit. Pre paration of animal expe riments Animals used in this study were healthy male albino mice aged 2-3 months which ISSN : 2087-5045
weighing 20-30 grams from Swiss strain. Before treating, mice were acclimatized with laboratory environment for 7 days, with enough fed and watered. Mice used were healthy mice and visually showed normal behavior. Mice were randomly divided into 4 groups, each group consisting of 5 individuals. Sampling and identification of sample Guava (Psidium guajava L.) samples were taken in T anjung Baru, T anah Datar, West Sumatera. Identification of sample was done in Herbarium of Biology Department, Andalas University Padang. Pre paration of ethanolic extract of guava leaves Guava leaves were weighed 1 kg and cleaned to eliminate foreign organic materials and other impurities by washing it with water. Drying proccess was performed at room temperature without direct sunlight. Dried guava leave was pounded and then macerated in 70% ethanol for five days with occasional stirring, and then filtered. This maceration was repeated for three times. The extract was evaporated by using a rotary evaporator to obtain viscous extract (Voight, 1995). Examination of ethanolic e xtract of guava leaves Organoleptic examination Observation was done visually by observing the form, color, smell and taste of ethanolic extract. Phytochemical examination Extract (0.5 g) was added with 5 mL of distilled water and 5 mL of chloroform, this mixture was shaken strongly and allowed for a few moments until it formed two layers: water and chloroform layer. Identification of flavonoids (Sianidin test method) was done by putting 1-2 drops of water layer into the plate and adding single drop of Magnesium powder and a few drops of concenrated HCl, formation of the red color indicates the presence of flavonoids. Identification of terpenoids and steroids (Simes Methods) was done by adding 7
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
norit to the chloroform layer, this mixture was then filtered. The filtrate was added with 1 drop of concentrated H2SO4 and 2 drops of anhydride acetic acid, the formation of a blue violet color indicates indicates the presence steroids, wheares the formation of red color indicates indicates the presence terpenoid. Identification of saponin was done by taking water layer, then shaken vigorously in a test tube, a permanent foam formation (± 10 min) showed a saponin. Identification of alkaloids (Method Culvenore-Fritzgerald) was done by taking chloroform layer. T his layer was added with 10 ml of 0.05 N ammonia chloroform, stirred gently, added with a few drops of 2 N H2SO4 and then shaken gently. This mixture was allowed to separate. Acid layer is then added with few drops of mayer reagent, alkaloid is characterized by formation of white haze or sediment.
Pre paring of e thanolic extract suspension Extracts suspension was made using NaCMC 0.5%. as the suspending agent. Na CMC (50 mg) was added with 1 ml hot water, and allowed for 15 minutes. Ethanolic extract was then added with an appropriate weight for each of the desired concentration which are 50 mg/kg, 100 mg/kg and 200 mg/kg. Animals tre atments protocol Mice were divided into 4 groups, each consisting of 5 individual mice, namely: Group I: which was given maximum physical activity but not given ethanolic extract (positive control) Group II: which was given maximum physical activity and 50 mg/kg ethanolic extract. Group III: which was given maximum physical activity and 100 mg/kg ethanolic extract. Group IV: group which was given maximum physical activity and 200 mg/kg ethanolic extract. ISSN : 2087-5045
Maximum load of physical activity in mice was achieved by allowing mice to swim until almost getting drown. This state was achieved when the mice head was under the water for 7 seconds and there was no significant movement of mice legs. This was due to reducing of muscle strength, decreasing of motion frequency and decreasing of reflexes (Binekada, 2002). Mice were then dried with a towel and sunlight for 10 minutes. Suspension of ethanolic extract was given orally once a day. This treatment was done for 7 days. On 8 th day, blood from all animals of all groups was taken by cutting the blood vessels in the neck and placed in a test tube as much as 3 ml. Measurement of se rum malondialdehyde (MDA) le vel by using NWLSSTM method Ingredients of NWLSST M reagent kit: BHT (Butylated hydroxytoluene) Acid Phosphate T BA (thiobarbituric acid) Blood was allo wed for 15-20 minutes to forming a clot and then centrifuged at 3000 rpm for 20 minutes until two layers were formed. The upper layer was a clear fluid called serum. This serum was then separated from the sediment in order to be reacted with NWLSST kit and be measured its MDA level. T ubes were prepared according this following procedure:
Table I. Composition of the tubes Substance
Blank tube
Standard tube
Samples tube (I,II,III,IV)
BHT Reagent
10 μL
10 μL
10 μL
Aquades
250 μL
-
-
MDA Standard
-
250 μL
-
Serum sample
-
-
250 μL
Into each tube was then added: 250 μL phosphoric acid and 250 μL T BA, mixed by using a vortex mixer and incubated in a waterbath for 60 min at 60°C, and then allowed cooling. After getting cool, this mixture was 8
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 centrifugated at 10,000 rpm for 3 minutes. The filtrate obtained was separated, and the absorbtion of this filtrate was measured using spectrophotometer Microlab 300 at λmax 532 nm. T he absorbtion of each sample was then converted automatically into serum MDA level by software of the spectrophotometer. ANALYSIS O F DATA The data were processed statistically by one way ANOVA, and then proceed using the Duncan New Multiple Range T est by statistical software SPSS17.0 for Windows.
RESULTS AND DISCUSSIO N From 1 kg fresh guava leaves, we obtained 53.53 g viscous ethanolic extract (5.35%). The extract seems blackish brown, and has specific odor and taste. Phytochemical identification showed that extract contains flavonoids, terpenoids and saponins. Levels of malondialdehyde (MDA) in group I-IV were: 17.42 μM, 16.05 μM, 15.45 μM and 14.56 μM respectively. In this research, ethanolic extract of guava leaves was tested for its in vivo antioxidant activity based on its in vitro antioxidant activity reported earlier by Dwijanarko (2005). Guava leaves are expected to have a strong antioxidant efficacy in preventing various diseases such as cancer, atherosclerosis, diabetes mellitus, coronary heart disease, kidney disease, cataracts and the aging process (Kumalaningsih, 2008; Setati, 2003). Guava leaves were taken in the morning during the maximum process of photosynthesis (Kartasapoetra, 2011). Guava leaves was extracted by maceration using 70% ethanol because the sample tested was dried samples. The presence of water in the solvent can activate cells in the leaves so the solvent more quickly penetrate into the cells and the extraction process goes more efficiently. Maceration method was chosen because its implementation is simple and it avoids the possibility of decomposition of the active substances contained in the sample due to the influence of temperature. Experimental animals used in this study were male albino mice aged 2-3 months with an average weight 20-30 grams. To avoid distortion ISSN : 2087-5045
of research results, mice were selected from same strain (Swiss strain), same sex, relatively same age and weight (Thompson, 1990). Before the treatment, mice were acclimatized for 1 week so that mice could adapt to the experimental environment, and avoid the stress that can affect the research results. Animal that meets the requirements for use in the research was healthy animal that visually show no symptoms of illness. To induce a state of oxidative stress in experimental animals, animals were loaded with maximum activity. This maximum activity is achieved by allowing mice to swim almost drowned, which is characterized by the sinking of mice head under water for 7 seconds and no movement of mice feet. Maximum activity can trigger a state of oxidative stress because when the body face a maximal activity, it will consumes oxygen 100-200 fold higher than normal for the purpose of respiration and metabolism. This results in an increased byproduct of respiration and metabolism in the form of free radicals. Excessive free radicals that amount is greater than the natural antioxidants in the body is calle d the state of oxidative stress. Free radicals which can not be intercepted by the natural antioxidants in the body will result in a chain reaction of lipid peroxidation of cell membranes components which include producing a compound called malonedialdehyde (MDA), thus increasing of MDA levels in serum can be a marker that a stress oxidative has occurred within the body (Youngson, 2005). Conversely, the decreasing of serum MDA levels after the administration of a substance in individuals who experience oxidative stress may also be a marker of antioxidant property of that substance. Table II. MDA levels in each group a Group
MDA (μM)
Control
17.4280±.84248
50 mg/kg dose
16.0500±.32156 *
100 mg/kg dose
15.4460±.61443 *
200 mg/kg dose
14.5640±.47684 *
aValues are mean±SD, *p<0.05 From the research that had been done, it can be seen that the extract of guava leaves 9
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 could reduce levels of serum malondialdehyde (MDA) in mice which were loaded with maximum physical activity for 7 days. On 8 th day, the average levels of serum MDA in the control group were 17.42 μM, 16.05 μM, 15.45 μM dan 14.56 μM respectively. Statistical analysis of the data using one way ANOVA showed a probability < 0.05. T his result showed that administration of guava leaves extract for 7 days could significantly affected serum MDA levels in mice which given maximum activity. Post Hoc analysis using Duncan test showed that the average levels of MDA in all groups receiving ethanolic extract of guava leaves were significantly lower than the control group which was not given the extract (positive control). Furthermore, levels of MDA in 50 mg/kg dose group was not significantly different from 100 mg/kg dose group, but MDA level in 200 mg/kg dose group wa s significantly lower than another group. Based on the result obtained and statistical analysis, it can be seen that the ethanolic extract of guava leaves can reduce levels of serum MDA in mice induced by maximum physical activity, so it also can be concluded that this extract has an in vivo antioxidant activity in mice. This result supports previous research result that had been reported by Dwijanarko (2005) that the ethanolic extract of guava leaves have an in vitro anti-oxidant activity against DPPH radical.
CONCLUSIO N Ethanolic extract of guava (Psidium guajava L.) leaves has an in vivo antioxidant activity based on its ability to reduce levels of
ISSN : 2087-5045
serum MDA in mice induced by maximum physical activity
BIBLIO GRAPHY Aruna, P., 1996, Antioxidant determinations by the use of a stable free radical, Nature, 181 : 1199-1200. Binekada, M. C., 2002, Pelatihan Fisik Berlebih Menurunkan Konsentrasi dan Motilitas Spermatozoa Mencit, T esis Universitas Udayana, Denpasar. Dwijanarko, F., 2005, Uji Aktivitas Antioksidan ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium guajava L.) secara Spektrofotometri dan KLT-Bioautografi terhadap DPPH, Skripsi Universitas Airlangga, Surabaya. Kartasapoetra, G., 2011, Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat, Penerbit Rineka Cipta, Bandung. Kumalaningsih, S., 2008, Antioksidan Alami, Penangkal Radikal Bebas, Penerbit Trubus Agri Sarana, Surabaya. Setati, S., 2003, Radikal Bebas, Antioksidan dan Proses Menua, Majalah Medika, no 6 : 366-369. Thompson, E. P., 1990, Bioscreening of drug, evaluation technique & pharmacology, Weinheim Basel Cambrige, New York. Winarsi, H., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas Potensi dan Aplikasinya dalam Kesehatan, Cet 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Youngson, R., 2005, Antioksidan, Manfaat Vitamin C dan E bagi Kesehatan, Arcan, Jakarta.
10
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
UJI EFEKTIVITAS KRIM EKS TRAK ETANOL Eupatorium odoratum L. TERHAD AP KERAPATAN S ERABUT KOLAGEN PADA PROS ES PEYEMBUHAN LUKA Revi Yenti, Ria Afrianti, Meri Sandi STIFI Pe rintis Padang
ABSTRACT The test of activity cream formula of ethanolic extract of the leaf of Eupatorium odoratum L. to formation of collagen fibers in the wound healing process has been studied. T he type of cream formula is water in the oil (w/o) with 10% concentration of ethanolic extract of the leaf of kirinyuh. T he test of wound healing process have been done to the mice were divided into three groups. The first group was the negative control group was treatment by cream bases. The second group was the treatment group was treatment by cream formula of ethanolic extract of the leaf of kirinyuh (Eupatorium odoratum L). The third group was compared group was treatment by cream“ Lanakeloid-E”. Each of the groups divided again into four sub groups based on the period of the termination 5 th, 7 th . 14 th , and 21 th day after wounded. Histological evaluation was done to investigate proliferation phase by valuing the density of collagen fibers. T he result of histological evaluation showed that the compact of formation of collagen happened between 7 th day and 14 th day. T he data were analyzed by two way Anova SPSS17 program. T he result showed that there was significant difference of density of collagen fibers between treatment groups with control negative and compared group (p<0,05). Keywords : Eupatorium odoratum L., cream, wound healing PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai sumber daya alam melimpah yang dapat digali seba gi sumber obat-obatan alami. Salah satunya adalah Eupatorium odoratum L. dari family Asteraceae sebagai obat penyembuhan luka (wound healing). Eupatorium odoratum L mengandung beberapa senyawa utama seperti tannin, flavonoid, saponin, dan steroid. Essential oil dari daun kirinyuh memiliki kandungan α pinene, cadinene, camphora, limonene, β-caryophyllene dan candinol isomer (Benjamin, 1987). Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan pengujian terhadap ekstrak etanol Eupatorium odoratum L. konsentrasi 2,5 %, 5 % dan 10 % untuk penyembuhan luka pada mencit putih jantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol Eupatorium odoratum L. konsentrasi 10% memberikan efek penyembuhan luka lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi lain (Afrianti, dkk, 2010). Selanjutnya ekstrak tersebut diformulasi dalam bentuk sediaan krim tipe m/a dan a/m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa krim tipe a/m dengan konsentrasi 10 % menunjukkan aktivitas ISSN : 2087-5045
penyembuhan luka yang maksimal dengan parameter yang diamati adalah persentase penyembuhan luka dengan mengukur rata-rata diameter luka (Yenti, dkk, 2012). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yang masing-masing saling berkaitan, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Segera setelah injuri, paparan kolagen fibriler ke darah akan menyebabkan agregasi dan aktivasi trombosit dan melepaskan faktorfaktor kemotaksis yang memulai proses penyembuhan luka. Fragmen-fragmen kolagen melepaskan kolagenase leukositik untuk menarik fibroblas ke daerah injuri. Selanjutnya kolagen menjadi pondasi untuk matrik ekstraseluler yang baru. Semakin rapat penampilan serabut kolagen pada daerah luka berarti akan mempercepat proses penyembuhan luka. Se baliknya semakin jarang serabut kolagen, maka akan memperlambat proses penyembuhan luka (Mercandetti, 2002). Sehingga pembentukan serabut kolagen penting untuk diteliti karena kolagen merupakan komponen kunci pada fase penyembuhan luka yang dihasilkan pada fase proliferasi. Pada penelitian ini akan dilakukan uji efektivitas pemberian krim tipe a/m konsentrasi 11
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 10 % terhadap pembentukan serabut kolagen pada kulit punggung mencit putih jantan, karena kolagen merupakan komponen kunci pada fase dari penyembuhan luka. Proses ekstraksi daun kirinyuh dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Ekstrak dibuat dalam bentuk krim konsentrasi 10% dengan tipe a/m. Kerapatan serabut kolagen hewan percobaan ditentukan dengan menggunakan pewarnaan hematosiklin eosin pada preparat histologisnya.
Peme riksaan Pendahuluan Bahan Baku Ekstrak Etanol Eupatorium odoratum L.
METO DE
Tabe l I. Formula basis krim dan krim ekstrak etanol daun kirinyuh tipe a/m
Bahan Daun Eupatorium odoratum L., etanol 96%, reagen identifikasi ekstrak, paraffin liquidum, cetaceum, cera alba, natrium tetraborat, aquadest, krim perontok bulu, krim pembanding, eter, formalin, toluene, paraffin murni, dan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE). Alat Alat – alat gelas standar Laboratorium, timbangan digital, mortir, stamper, waterbath, lemari pendingin, botol maserasi, rotary evaporator, gunting bedah, pH meter inolab, desikator, furnace, krus porselin, microtome, dan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x.
He wan Pe rcobaan Hewan percobaan yang digunakan mencit putih jantan sebanyak 36 ekor yang berumur kira-kira 3 bulan dengan berat rata-rata 20-30 gram. Mencit diaklimatisasi dengan cara dibiarkan dalam kandang selama satu minggu. Pengolahan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Euphatorium odoratom L. yang diambil di daerah Bypass KM.17 Padang. Sampel dibersihkan, ditimbang sebanyak 1 Kg lalu dirajang kemudian dimaserasi dengan etanol 96% selama lima hari. Maserat disaring, lakukan sebanyak 3 kali, kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental (Voight, 1995). ISSN : 2087-5045
Ekstrak etanol Eupatorium odoratum L. dilakukan pemeriksaan organoleptis, kadar abu, pH, susut pengeringan, kelarutan dan kandungan kimia yang meliputi : fenolik, flavonoid, saponin, terpenoid/steroid, alkaloid dan tannin. Formulasi Basis Krim dan Krim Ekstrak Etanol Daun Kirinyuh Tipe a/m
Nama Bahan
F0
F1
Ekstrak Eupatorium odoratum L.
-
10%
Cetaceum
12,5 g
12,5 g
Cera alba
12 g
12 g
Boraks
0,5 g
0,5 g
P arafin Liquidum
50 g
50 g
Nipagin
0,1 g
0,1 g
Nipasol
0,05 g
0,05 g
Aqua dest ad
100 g
100 g
Keterangan: F0 = Basis Krim F1 = Krim ekstrak etanol Eupatorium odoratum L. 10% Pembuatan basis krim dan krim ekstrak e tanol Eupatorium odoratum L. tipe a/m Pembuatan basis krim tipe a/m dilakukan sesuai dengan komposisi formula yang tertera pada tabel I. Masing-masing bahan basis krim ditimbang terlebih dahulu yang penimbangannya dilebihkan 10%. Selanjutnya dilakukan pembuatan basis krim dengan cara : fase minyak (cetaceum, cera alba, paraffin liquidum) dipindahkan ke dalam cawan penguap, tutup dengan kaca arloji, panaskan pada suhu 150°C selama 1 jam dalam oven. Fase air (nipagin, nipasol, boraks, dan aqua dest) dimasukkan ke dalam botol penutup, dan disterilkan dengan otoklaf selama 30 menit. Fase minyak dipindahkan ke dalam lumpang panas steril dan tambahkan fase air, lalu gerus sampai dingin sampai terbentuk masa basis krim yang homogen. Masukkan ekstrak etanol Eupatorium 12
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 odoratum L. ke dalam lumpang, tambahkan basis krim yang telah terbentuk sedikit demi sedikit kemudian digerus hingga homogen. Lalu sediaan disimpan dalam wadah krim. Peme riksaan Basis dan Krim Ekstrak Etanol Eupatorium odoratum L. Pemeriksaan basis krim dan krim ekstrak etanol Eupatorium odoratum L. meliputi : pemeriksaan organoleptis, homogenitas, tipe krim, pH krim, daya tercuci krim, stabilitas terhadap suhu, distribusi ukuran partikel dan uji iritasi. Pembuatan luka iris. Mencit dianastesi dengan eter kemudian rambut pada daerah punggung dicukur bersih seluas 4x4 cm. Luka di eksisi pada kulit punggung mencit putih jantan dengan diameter 1 cm. Masing-masing mencit diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya. Pembagian kelompok dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : Kelompok I (kontrol negatif) merupakan kelompok mencit yang akan diberi basis krim setelah dilukai. Kelompok II (perlakuan) merupakan kelompok mencit yang dioleskan krim ekstrak etanol Eupatorium odoratum L. pada bagian yang luka 2 kali sehari. Kelompok III (pembanding) yang diberikan sediaan krim yang beredar, yaitu ”Lanakeloid-E” yang mengandung ekstrak Centella asiatica dan vitamin E. Masing-masingnya dioleskan sebanyak 20 miligram. Masing-masing kelompok dibagi lagi menjadi empat sub kelompok yang terdiri dari 3 (tiga) ekor mencit sesuai periode pengamatan kerapatan serabut kolagen, yaitu hari ke-5, 7, 14 dan 21. Pengambilan jaringan pada masingmasing kelompok dilakukan dengan cara mengambil jaringan luka 0,3 cm dari tepi luka awal dan dibuat sediaan histologis.
Pe warnaan dengan He matoksilin-Eosin (HE) Deparafinisasi menggunakan xylol 2 kali masing-masing selama 5 menit dan rehidrasi dengan alkohol 95%, 90%, 80% dan 70%. Kemudian irisan dicuci dengan air mengalir lalu dibilas dengan aqua dest dan dikeringkan dengan lap. Perendaman dalam pewarnaan Hematoksilin (dalam aquadest) selama 5 menit di dalam inkubator dengan suhu 25 0 C (ruangan), kemudian dicuci dengan tap aquadest. Setelah dicuci dengan aquadest sebanyak 2 kali, apabila terlalu hitam, dekolorisasi dengan HCl 1% lalu cuci dengan aquadest. Kemudian celupkan dalam Eosin selama 1 menit lalu cuci dengan aquadest. Keringkan dengan kertas saring. Lakukan dehidrasi dengan alkohol 70%, 80%, 90% dan 95% masing-masing 5 menit. Masukkan ke dalam xylol lagi, kemudian ditetesi dengan balsem Canada dan ditutup dengan gelas penutup. Sediaan diamati dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x dan menggunakan kriteria berdasarkan penelitian: (-) atau 0 : tidak tampak serabut kolagen (+) atau 1 : serabut kolagen terlihat sangat tipis atau sedikit (++) atau 2 : serabut kolagen menyebar sedang (+++) atau 3 : serabut kolagen menyebar padat atau tebal
ANALSIS DATA Data kelompok perlakuan yang diperoleh diolah secara statistik dengan analisa variasi dua arah (ANOVA) dengan program SPSS 17. Hasil akan berarti bila perbandingan dengan kelompok kontrol dan kelompok pembanding memberikan perbedaan yang nyata dan bermakna secara statistik (P<0,05)
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan se diaan histologist Pembuatan sediaan histologis dilakukan dengan beberapa tahap yaitu tahap fiksasi, tahap dehidrasi, tahap clearing, tahap embedding, dan tahap pemotongan
ISSN : 2087-5045
Ekstraksi 1 Kg daun Eupatorium odoratum L. dengan pelarut etanol 96% menghasilkan rendemen 8,43%. Pemeriksaan organoleptis, kadar abu, pH, susut pengeringan, dan kelarutan berturut-turut adalah sebagai berikut : ekstrak berwarna hijau tua, berbau aromatis, berbentuk kental dan berasa pahit, kadar abu 5,79%, pH 6,35, susut pengeringan 4,59%, ekstrak sangat sukar larut dalam air dan 13
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
Skor kerapatn serabut kolagen
mudah larut dalam etanol. Hasil pemeriksaan kandungan kimia Eupatorium odoratum L. positif terhadap flavonoid, saponin, steroid , fenolik dan tannin. Hasil pemeriksaan evaluasi basis krim dan krim esktrak etanol Eupatorium odoratum L. menunjukkan hasil yang stabil secara fisik selama 8 minggu penyimpanan. Hasil pemeriksaan uji efek krim ekstrak etanol Eupatorium odoratum L. terhadap kerapatan serabut kolagen pada proses
penyembuhan luka mencit putih jantan diperoleh hasil bahwa serabut kolegen baru terlihat pada hari ke-14 pada kelompok I, sedangkan pada kelompok II sudah terlihat pada hari ke-7. Kelompok III serabut kolagen mulai terlihat pada hari ke-14. Hasil pengamatan kerapatan kolagen pada hari ke-5, 7, 14 dan 21 terhadap kelompok Kontrol, perlakuan dan pembanding dapat dilihat pada gambar 1.
2,5 2 1,5 Kelompok I
1
Kelompok II
0,5
Kelompok III
0 hari ke-5
hari ke-7
hari ke-14
hari ke-21
Hari pengamatan kerapatn serabut kolagen
Gambar 1. Hasil pemeriksaan kerapatan serabut kolagen pada hewan percobaan Keterangan : Kelompok I = kelompok mencit yang diberi basis krim (F0) Kelompok II = kelompok mencit yang diberi krim ekstrak etanol daun Eupatorium odoratum L. 10% (F1) Kelompok III = kelompok mencit yang diberi krim pembanding Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa a da perbedaan kerapatan serabut kolagen yang berbeda nyata antara kelompok II dengan kelompok I tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok III (p<0,05). Sedangkan hasil analisis statistic dari pengaruh hari terhadap kerapatan serabut kolagen menunjukkan bahwa setiap kelompok perlakuan berbeda nyata pada hari ke5 dan ke-7, tetapi tidak berbeda nyata kerapatan serabut kolagennya setiap kelompok perlakuan pada hari ke-14 dan ke-21. Semua kelompok perlakuan menunjukkan bahwa pada hari ke-5 jaringan luka dipenuhi dengan sel radang. Pada kelompok II jumlah sel radang lebih banyak jika ISSN : 2087-5045
dibandingkan dengan kelompok I. Pada hari ke7 jumlah sel radang pada kelompok I semakin banyak tetapi epitel dan kolagen masih belum terbentuk, sedangkan kelompok II sel radang sudah mulai berkurang, bahkan sudah mulai menghilang. Sementara epitel sudah mulai terbentuk dan kolagen sudah mulai terlihat menyebar tipis (skor +). Hal ini disebabkan karena pada kelompok I fase inflamasi telah diperpanjang. Menurut Ambarwati, 2009 fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-5. Pada hari ke-14 kelompok I, kolagen dan epitel mulai terlihat, walaupun skornya +, sementara sel radang sudah menghilang. Pada hari ke-21 kulit sudah mulai normal, hal ini ditandai dengan mulai tumbuhnya folikel rambut dan jaringan epidermis sudah terbentuk kembali, dapat dilihat pada gambar 2. Pengamatan pada kelompok I ini tidak terlihat gambaran serabut kolagen yang padat, disebabkan oleh interval pengambilan jaringan yang terlalu jauh. T api dari gambar jaringan yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kerapatan serabut kolagen
14
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 yang padat terjadi di antara hari ke-14 dan ke21.
Fol ikel R ambut
kolagen terlihat menyebar sedang. Pada hari ke21 kulit sudah kembali normal, hal ini ditandai dengan terbentuknya folikel rambut dan pembentukan serabut kolagen yang sudah mulai berkurang. Penyebaran serabut kolagen yang padat pada kelompok III ini diperkirakan terjadi di antara hari ke 14 dan 21. Namun pada kelompok III lebih cepat pembentukan serabut kolagen dibandingkan dengan kelompok I karena pada hari ke-14 skor kerapatan serabut kolagennya kelompok III ++ dibandingkan dengan kelompok kontrol yang masih + , dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 2. Gambar jaringan kelompok kontrol hari ke-21 Pada hari ke-14 kelompok II, epitel telah terbentuk sempurna. Kulit sudah kembali normal, hal ini ditandai dengan telah terbentuknya folikel rambut dan epidermis. Se dangkan kolagen terlihat menyebar sedang bahkan terlihat semakin tipis, dapat dilihat pada gambar 3. Hal ini menandakan bahwa luka sudah mulai sembuh dan jaringan sudah normal, sehingga akan terjadi pengurangan pembentukan serabut kolagen. Pada kelompok II juga tidak terlihat adanya penyebaran serabut kolagen yang padat. Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa penyebaran serabut kolagen yang padat terjadi di antara hari ke 7 dan 14. Hal ini sesuai dengan pengamatan dari penelitian sebelumnya secara visual persentase penyembuhan luka yang maksimal terjadi pada hari ke 10 (Yenti, 2012).
Fol ikel Ra mbut
Gambar 3. Gambar jaringan kelompok perlakuan pada hari ke-14 Hasil pengamatan pada kelompok III terlihat bahwa pada hari ke-5 dan ke-7 serabut kolagen dan epitel belum terlihat. Pada hari ke14 sel epitel mulai terbentuk dan serabut ISSN : 2087-5045
Folike l rambut
Kolagen
Gambar 4. Gambar jaringan kelompok pembanding hari ke-14 Proses penyembuhan luka yang lambat pada kelompok I dapat diakibatkan oleh faktor lokal seperti infeksi bakteri sehingga dapat memperpanjang fase inflamasi dan fase proliferasi (Ama, 2011). Fase proliferasi berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ke-3. Fase proliferasi disebutkan juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglikosida, prolin yang merupakan bahan dasar serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka (Ambarwati, 2009). Kolagen adalah protein utama yang menyusun komponen matrik ekstraseluler dan merupakan protein yang paling banyak ditemukan di dalam tubuh manusia. Kolagen tersusun atas triple helix dari tiga rantai α polipeptida. Kolagen memegang peranan yang sangat penting pada setiap tahap proses penyembuhan luka. Kolagen mempunyai kemampuan antara lain homeostasis, interaksi dengan trombosit, interaksi dengan fibronektin, meningkatkan eksudasi cairan, meningkatkan komponen seluler, meningkatkan faktor 15
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 pertumbuhan dan mendorong proses fibroplasia dan terkadang pada proliferasi epidermis (Robins dan Kumar, 1995). Adanya perbedaan skor kerapatan serabut kolagen kelompok I dengan kelompok II diseba bkan kandungan kimia dari ekstrak daun Eupatorium odoratum L. yang mengandung senyawa fenolik, flavanoid, saponin, terpenoid, steroid dan tannin. Flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri antara lain menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom sebagai hasil dari interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri. Flavonoid juga mampu melepaskan energi tranduksi terhadap membran sitoplasma bakteri selain itu juga menghambat motilitas bakteri (Robinson, 1995). T annin adalah golongan senyawa polifenol tumbuhan yang mampu mengubah kulit hewan menjadi kulit samak karena kemampuannya menyambung silang protein. T annin bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap, yang tidak larut dalam air. Dalam tumbuhan letak tannin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak akan terjadi reaksi penyamakan (Simes, 1959). Tannin juga berfungsi sebagai adstringen yang dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan, sehingga mampu menutupi luka dan mencegah pendarahan yang biasa timbul pada luka (Robinson, 1995). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba, saponin memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang berfungsi membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi yang berat (Harbone, 1987). KESIMPULAN DAN SARAN Formula krim yang mengandung ekstrak etanol Eupatorium odoratum L. dapat mempercepat pembentukan serabut kolagen pada proses penyembuhan luka dan kerapatan serabut kolagen terjadi di antara hari ke-7 dan hari ke-14. Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk mengamati struktur histologi lainnya ISSN : 2087-5045
secara mikroskopis di daerah epidermis, dermis dan hipodermis dengan mengidentifikasi keberadaan sel-sel radang, fibroblast, epitel squomus komplek, folikel rambut, jaringan ikat dengan pembuluh darah arteri dan vena, jaringan lemak dan otot skelet yang berperan dalam penyembuhan luka. DAFTAR PUSTAKA Afrianti, R., R. Yenti, L. Afriani, 2010, Studi Pendahuluan Ekstrak Etanol Daun Kirinyuh Terhadap Penyembuhan Luka, Laporan Penelitian ST IFI, Padang Ama, F., 2011, Potensi Stimulasi Elektrik dalam Penyembuhan Luka Kulit marmot (Cavia cobaya) melalui pemeriksaan Histopatologi dan Analisa Image [T esis], Fakultas T eknologi Industri, IT S, Surabaya Ambarwati, R, 2009, KDPK Kebidanan, Nuha Medika, Yogyakarta Benjamin, V.T ., A, Sofowora., et al, 1987, Phytochemical and Antibacterial Studies on The Essential Oil of Eupatorium Odoratum, Available online at http://www.Pharmaceutical Biology.htm, [24 Februari 2010] Harbone, J.B., 1987, Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Manganalisa Tumbuhan, Diterjemahkan oleh Kosasi Padmawinata, Terbitan IT B, Bandung Mercandetti M., Cohen A, 2002, Wound Healing, Healing and Repair. http://www.eMedicine .com.Inc [08 Agustus 2010] Robins dan Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi, Edisi 4, Alih Bahasa : Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta Simes, J.J.H., J. G. T racy, L.J. Dunston, 1995, An Australian Phychem Common Wealth Scientific and Industrial Research Organization, Australia, Melbourne, Bulletin No. 281, 5-9 Yenti, R., Ria A., dan Linda A, 2012, Formula Krim Ekstrak Etanol Daun Kirinyuh (Eupatorium odoratum L.) Tipe A/M untuk Penyembuhan Luka, J. Ipteks Terapan, Vol 6 (2)
16
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
PENGARUH WAKTU S IMPAN KULIT UBI JALAR (Ipomea batatas L.) TERHAD AP KADAR FENOLAT DAN AKTIVITAS ANTIOKS IDANNYA S ECARA S PEKTROFOTOMETRI UV-VIS Dedi Nofiandi, Farida Rahim, Rika Puspita STIFI Pe rintis Padang
ABSTRACT Research to investigate the effect of storing time on the level of phenolic and antioxidant activity of sweet potato skin had been conducted. T he sweet potatoes tested in this research are yellow and purple sweet potatoes which were stored for 0, 2, 4, and 6 days in a container without any special treatment at room temperature. At all storing times, the skin of yellow and purple sweet potatoes was macerated and concentrated by using rotary evaporator. As a result, concentrated extract of sweet potato skin was produced. T hen the level of phenolic and antioxidant activity of concentrated extract were measured by using UV- Vis spectrophotometry method. The result shows that phenolic content of the purple sweet potato skin stored for 0 day is 0,6497%, 2 days is 0,6371 %, 4 days is 0,5594 %, 6 days is 0,4779 %, with IC50 for each storing day respectively were 31,83 µg/ml, 55,87 µg/ml, 465,40, and 118,47 µg/ml. Fenolat content of the yellow sweet potato skin stored for 0 day is 0,6128 %, 2 days is 0,5443 %, 4 days is 0,5304 %, 6 days is 0,335 with IC50 for each storing day respectively were 44,28µg/ml, 50,18 µg/ml, 57,27 µg/ml, and 97,13 µg/ml. T he data were processed by using two ways ANOVA with SPSS 17 application. The result of the research shows that there is a significant difference of phenolic level between concentrated extract of sweet potato toward the storing time (p>0,05), the level of phenolic and antioxidant activity decrease during the storing time. Overall, the purple sweet potato skin showed higher phenolic content and antioxidant activity than yellow sweet potato skin in all storing day. Keywords : Storing time, Skin of yellow and purple sweet potato, Antioxidant
PENDAHULUAN Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) sebagai salah satu komoditas pertanian penghasil karbohidrat sudah tidak diragukan manfaatnya bagi masyarakat Indonesia. Bahkan, ubi jalar memiliki peran yang penting sebagai cadangan pangan yang bila produksi padi dan jagung tidak mencukupi lagi. Di daerah pedesaan yang sangat miskin, ubi jalar dapat dijadikan bahan pangan alternatif untuk menggantikan beras dan jagung (Juanda, 2000). Setiap 100 g ubi jalar mengandung sekitar 8,4 g gula, 2 g protein, 20,7 g karbohidrat, 3,3 g serat, dan 90 g kalori (Subroto, 2008). Selain itu ubi jalar mengandung karotenoid vitamin A terutama yang berdaging umbi jingga, akan tetapi kandungan karoten bervariasi dari 0-8000 IU/100g atau 0-22 mg/100 g berat umbi segar. Ubi jalar juga mengandung vitamin C (20-30 mg/100 g), ISSN : 2087-5045
Kalium (200-300 mg/ g), Besi (0.8 mgl/100 g), Kalsium (11 mg/ 100 g) (Novita, 1996). Varietas ubi jalar ada yang berwarna putih, kuning dan ungu. Kulit umbinya juga bervariasi, yaitu putih, kuning, merah dan ungu. Semakin gelap warnanya akan semakin baik, karena menunjukkan bahwa kandungan senyawa karotennya juga lebih tinggi (Subroto, 2008). Karotenoid merupakan sekelompok pigmen merah, oranye, dan kuning yang dapat ditemukan baik pada buah, umbi, maupun daun tanaman, juga dalam daging hewan yang mengkonsumsi tanaman yang mengandung karoten. Senyawa karoten memiliki aktivitas antioksidan, dan berfungsi sebagai prekursor vitamin A (Munifah, 2011.) Ubi jalar merupakan salah satu makanan yang kaya akan serat alami, vitamin, mineral, dan antioksidan seperti: asam fenolat, antosianin, tokoferol (vitamin E) , dan β- karoten. 17
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 Antioksidan adalah senyawa yang menetralkan radikal bebas. T erdapat tiga macam antioksidan, yaitu: antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida dismutase, glutathione peroxidase, dan katalas, antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman, yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid, dan senyawa fenolik, serta antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi T oluen (BHT), Tersier Butil Hidrokuinon (T BHQ) (Kumalaningsih, 2006). Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan sehat maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga mulai naik diakibatkan oleh pengetahuan akan fungsi fisiologis senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada ubi jalar. Hal ini tentunya membuat pemanfaatan ubi jalar semakin meningkat. Dalam pengolahannya, bagian ubi jalar yang sangat sering digunakan adalah bagian da ging ubi jalar. Namun, kulit ubi jalar masih hanya terbuang begitu saja yang mungkin menjadi sampah organik secara alami yang biasanya baru dibuang setelah beberapa hari. Dari studi pendahuluan, kulit umbi ubi jalar mengandung senyawa flavonoid dan fenolik, yang apabila dimakan bersama umbinya tentu akan meningkatkan asupan gizi. Selain itu, kulit ubi jalar juga bisa diolah tersendiri dari umbinya menjadi berbagai formulasi produk makanan, minuman, sediaan farmasi dan kosmetika. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin mengetahui kadar fenolat dan aktivitas antioksidan kulit ubi jalar, serta mengamati bagaimana pengaruh waktu simpan terhadap kadar fenolat dan aktivitas antioksidan kulit ubi jalar tersebut.
METO DE P ENELITIAN Bahan-Bahan Ubi jalar warna kuning, dan ungu, etanol 96%, FeCl3 , serbuk Mg, HCl(p), asam asetat anhidrat, kloroform, H2 SO4(P), Na2 CO3, asam galat, reagen DPPH, reagen Folin Ciocalteu, metanol p.a, aquadest.
ISSN : 2087-5045
Alat-Alat Potato peeler, rotary evaporator, tabung reaksi, labu ukur, gelas ukur, pipet tetes, pipet volume, beaker glas, plat tetes, spektrofotometer UV-Vis. PROSEDUR PENELITIAN Pengambilan Sampel Sampel ubi jalar ungu dan kuning diambil dari daerah Padang Panjang, Sumatera Barat Penyimpanan Sampel Ubi jalar dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih, kemudian dikupas kulitnya tipis-tipis. Kulit tersebut kemudian dikelompokkan sesuai dengan waktu simpannya (0, 2, 4, dan 6 hari) masing-masing sebanyak 200 gram. Kulit ubi jalar disimpan pada suhu kamar tanpa perlakuan khusus
Ekstraksi Sampel Kulit ubi jalar ungu dan kuning yang sudah disimpan selama waktu yang telah ditentukan dirajang dan dimaserasi dengan etanol 96% selama 30 menit. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 60 C ̊ , hingga diperoleh ekstrak kental. Penetapan Susut Pengeringan Ekstrak kulit ubi jalar ditimbang 1 gram, dimasukkan kedalam krus yang telah ditara, lalu dipanaskan dalam oven dengan temperatur 105 C ̊ selama 1 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang, diulangi sampai diperoleh berat konstan. Susut pengeringan ditentukan dalam persen terhadap bobot sampel yang digunakan. Peme riksaan Me tabolit Sekunde r Ekstrak kental kulit ubi jalar (Ipomea batatas. L) dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml aquadest dan 5 ml kloroform, dikocok, dan dibiarkan sampai terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air dan lapisan kloroform. Lapisan air digunakan untuk pemeriksaan 18
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 fenolik, flavonoid, dan saponin, dan lapisan kloroform digunakan untuk pemeriksaan alkaloid, terpenoid, dan steroid. Uji Fenolik Lapisan air diteteskan satu sampai dua tetes ke dalam plat tetes kemudian ditambahkan pereaksi FeCl3 terbentuknya warna biru menandakan adanya kandungan senyawa fenolik. Uji Flavonoid (Metoda Sianidin test) Lapisan air diteteskan satu sampai dua tetes ke dalam plat tetes, ditambahkan serbuk Mg dan HClp , terbentuknya warna merah menandakan adanya flavonoid. Uji saponin Lapisan air dikocok kuat-kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang permanen selama ± 15 menit menunjukkan adanya saponin. Uji Terpenoid dan Steroid (Metoda Simes) Lapisan kloroform ditambahkan norit, lalu disaring. Filtrat ditambahkan asam sulfat (p), apabila terbentuk warna merah berarti menunjukkan adanya terpenoid, dan warna hijau-biru menunjukkan adanya steroid. Penentuan Kadar Fenolat Total Dengan Me toda Folin Ciocalteu (Pourmorad, 2006) Penentuan panjang gelombang asam galat Larutan standar 100 µg/ml dalam campuran metanol p.a : aquadest (1:1) dipipet 0,5 ml lalu dicampur dengan 5 ml pereaksi Folin Ciocalteu yang sudah diencerkan 1:10 dengan aquadest, ditambahkan 4 ml larutan Natrium karbonat 1M dibiarkan selama 15 menit. Serapan diukur pada panjang gelombang 400800 dengan spektrofotometer UV-Vis dan didapatkan panjang gelombang serapan maksimum. Pembuatan kurva kalibrasi asam galat Larutan standar asam galat dibuat dengan konsentrasi 125 µg/ml dalam campuran metanol p.a : aquadest (1:1). Dari larutan induk asam galat dipipet 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ml dan diencerkan dengan campuran metanol p.a : aquadest (1:1) dalam labu ukur 100 ml sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi 25; 50; 75; 100; 125 µg/ml. Dari masing-masing ISSN : 2087-5045
konsentrasi larutan dipipet 0,5 ml kemudian dicampur dengan 5 ml pereaksi Folin Ciocalteu yang sudah diencerkan 1:10 dengan aquadest, ditambahkan 4 ml natrium karbonat 1M. Campuran ini dibiarkan selama 15 menit. Serapan diukur dengan spektrofotometer UVVis pada panjang gelombang maksimum. Penentuan kadar senyawa fenolat total dengan metoda Folin Ciocalteu Ekstrak ditimbang 50 mg kemudian dilarutkan dalam labu ukur 50 ml dengan metanol p.a : aquadest (1:1) sampai tanda batas. Larutan dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml kemudian ditambahkan pelarut sampai tanda batas. Larutan ini dipipet 0,5 ml dan dimasukkan ke dalam vial kemudian ditambahkan 5 ml pereaksi Folin Ciocalteu yang sudah diencerkan dengan aquadest 1:10 dan ditambahkan 4 ml larutan Na2 CO3 1M, dikocok homogen, dan dibiarkan selama 15 menit. Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum dengan spektrofotometer UV-Vis. Pengulangan dilakukan 3 kali dan dihitung kadar fenolat dalam 200 g kulit ubi dengan rumus persamaan regresi. Nilai ini dikonversikan hingga didapat nilai ekivalen dengan asam galat per gram ekstrak kulit ubi jalar dengan rumus : Kfs = Ĉ x Fp x w W Dimana: Ksf : Konsentrasi fenolat sampel Ĉ : Konsentrasi rata-rata fenolat sampel Fp : Faktor pengenceran sampel W : Berat total ekstrak kental (mg) W : Berat total sampel segar (g) Peme riksaan Aktivitas (Mosque ra, 2007)
Antioksidan
Penetuan panjang gelombang serapan maksimum DPPH Larutan DPPH 35 µg/ml yang baru dibuat dipipet sebanyak 4 ml, dimasukkan ke dalam vial dan tambahkan 2 ml campuran aquadest dan metanol p.a (1:1). Campuran ini lalu didiamkan selama 30 menit ditempat gelap. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang serapan maksimum.
19
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 Penentuan aktivitas antioksidan asam galat Larutan induk asam galat (5000 µg/ml) dipipet 1 ml yang kemudian dilarutkan dengan campuran metanol p.a dan aquadest (1:1) dalam labu ukur 100 ml sampai tanda batas, sehingga didapat larutan asam galat dengan konsentrasi 50 µg/ml. Dari larutan ini masing-masing dipipet 0,4 ; 0,6; 0,8 ; 1; 1,2 ml dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml, ditambahkan campuran metanol p.a dan aquadest (1:1) hingga tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi 2, 3, 4, 5, dan 6 µg/ml. Larutan pada masing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 2 ml masing-masing lalu dimasukkan ke dalam vial, ditambahkan 4 ml DPPH 35 µg/ml dan didiamkan selama 30 menit ditempat gelap. Serapan lalu diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Persentase inhibisi masing-masingnya dihitung lalu dibuat kurva antara konsentrasi larutan pembanding asam galat dan % inhibisi sehingga diperoleh persamaan regresi liniernya. IC50 asam galat adalah konsentrasi larutan pembanding asam galat yang memberikan inhibisi sebesar 50% yang dapat dihitung menggunakan persamaan regresi linier yang telah diperoleh. Penentuan aktivitas antioksidan sampel Sampel ditimbang 50 mg, kemudian dilarutkan sampai 50 ml dalam metanol p.a dan aquadest (1:1). Larutan ini dipipet 0,2: 0,4: 0,6: 0,8: 1 ml dan diencerkan dengan metanol p.a : aquadest (1:1) sampai volume 10 ml sehingga dihasilkan konsentrasi 20: 40: 60: 80: 100 µg/ml. Larutan masing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 2 ml lalu dimasukkan ke dalam vial dan ditambahkan 4 ml larutan DPPH 35µg/ml. Campuran ini didiamkan selama 30 menit ditempat gelap. Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Persentase inhibisi masing-masing larutan dihitung dengan dengan menggunakan rumus: % Inhibisi = Absorban kontrol–Absorban sampel x100% Absorban kontrol
Keterangan: Absorban control Absorban sampel
:Serapan larutan radikal bebas DPPH 35 µg/ml pada panjang gelombang maksimum :Serapan larutan sampel ditambah larutan radikal bebas DPPH 35µg/ml dikurangi
ISSN : 2087-5045
serapan larutan s ampel tanpa DPPH pada panjang gelombang maksimum.
Kurva antara konsentrasi sampel dan % inhibisi dibuat sehingga diperoleh persamaan regresi liniernya. IC50 larutan sampel adalah konsentrasi larutan sampel yang memberikan inhibisi sebesar 50% yang dapat dihitung menggunakan persamaan regresi linier yang diperoleh.
ANALISA DATA Data dianalisa dengan ANOVA dua arah, dengan variabel pertama varietas ubi jalar (kuning dan ungu) dan variabel yang kedua waktu simpan ubi jalar (0, 2, 4, dan 6 hari). Apabila setelah di uji secara varian terdapat beda nyata analisa dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test . HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Dari 200 gram sampel kulit ubi jalar segar dan yang disimpan didapatkan ekstrak kental masing-masing ekstrak sebanyak: Kulit ubi jalar kuning Pada waktu 0 hari: 2,21 gram (1,10% b/b) Pada waktu 2 hari: 2,06 gram (1,03% b/b) Pada waktu 4 hari: 1,92 gram (0,95% b/b) Pada waktu 6 hari: 1,20 gram (0,6 % b/b) Kulit ubi jalar ungu Pada waktu 0 hari: 2,38 gram (1,19% b/b) Pada waktu 2 hari: 2,30 gram (1,15% b/b) Pada waktu 4 hari: 2,02 gram (1,01% b/b) Pada waktu 6 hari: 1,73 gram (0,86%b/b) 2. Hasil persentase susut pengeringan Ekstrak kental ubi jalar kuning : 11,52 % Ekstrak kental ubi jalar ungu: 12,28 % 3. Panjang gelombang serapan maksimum larutan standar asam galat 125 µg/ml yang 20
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 direaksikan dengan reagen Folin –Ciocalteu: 752 nm, dengan serapan 0,680 4. Persamaan regresi yang didapat dari kurva kalibrasi larutan standar asam galat yang direaksikan dengan reagen Folin-Ciocalteu: y= 0,018 + 0,005024 x, dengan r = 0,9923 5. Hasil penetapan kadar fenolat total dari ekstrak kental kulit ubi jalar : Waktu Simpan (Hari)
Kadar (%b/b)
Kulit Ubi jalar Kuning
0 2 4 6
0,6128 0,5443 0,5304 0, 3335
Kulit Ubi jalar Ungu
0 2 4 6
0,6497 0,6371 0,5594 0,4779
No
Sampel
1.
2.
6. Panjang gelombang serapan maksimum larutan DPPH 35 µg/ml 518,50 nm dengan serapan sebesar 0,637 7. IC50 larutan asam galat sebagai pembanding pada penentuan aktivitas antioksidan: 5,26 µg/ml 8. Hasil perhitungan IC50 dari masing-masing ekstrak kental kulit ubi jalar: No.
Sampel
1.
Kulit ubi jalar kuning
2.
Kulit ubi jalar ungu
Waktu (Hari) 0 2 4 6 0 2 4 6
IC50 (µg/ml) 44,28 50,18 57,27 97,13 31,83 55,87 65,40 118,47
9. Kesetaraan aktivitas antioksidan masingmasing ekstrak kental kulit ubi jalar dengan pembanding asam galat: Waktu penyimpanan 0 hari 1 mg asam galat setara dengan 8,41 mg ekstrak kulit ubi jalar kuning 1 mg asam galat setara dengan 6,05 mg ekstrak kulit ubi jalar ungu Waktu penyimpanan 2 hari 1 mg asam galat setara dengan 9,53 mg ekstrak kulit ubi jalar kuning 1 mg asam galat setara dengan 10,62mg ekstrak kulit ubi jalar ungu ISSN : 2087-5045
Waktu penyimpanan 4 hari 1 mg asam galat setara dengan 10,88 mg ekstrak kulit ubi jalar kuning 1 mg asam galat setara dengan 12,43 mg ekstrak kulit ubi jalar ungu Waktu penyimpanan 6 hari 1 mg asam galat setara dengan 18,46 mg ekstrak kulit ubi jalar kuning 1 mg asam galat setara dengan 22,52 mg ekstrak kulit ubi jalar ungu
PEMBAHASAN Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah kulit ubi jalar kuning dan kulit ubi jalar ungu yang diambil dari daerah Padang Panjang, Sumatera Barat. Pengambilan sampel di daerah tersebut dikarenakan Padang Panjang merupakan salah satu daerah penghasil ubi jalar yang terbesar di Sumatera Barat. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Andalas Padang. Pada penelitan ini, peneliti ingin mengetahui pengaruh waktu simpan kulit ubi jalar kuning dan kulit ubi jalar ungu terhadap kadar fenolat dan aktivitas antioksidannya. Rentang waktu 0, 2, 4, dan 6 hari dipilih karena rentang waktu inilah kulit ubi jalar se bagai sampah rumah tangga dibuang. Ekstraksi dilakukan dengan metoda maserasi, metoda ini dipilih karena prosesnya sederhana, cukup efektif menarik zat-zat yang diinginkan, dan dilakukan pada suhu kamar sehingga kerusakan zat-zat pada suhu tinggi dapat dihindari. Sampel yang akan dimaserasi dicuci untuk membersihkan kotoran yang menempel pada kulit ubi jalar, kemudian dirajang dan diekstraksi dengan etanol 96%. Pelarut yang digunakan adalah etanol, karena etanol merupakan pelarut dengan daya ekstraktif yang tinggi, harganya murah, dan mudah didapat. Proses maserasi dilakukan selama 30 menit, maserat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental kulit ubi jalar (Ipomea batatas L.). Ekstrak kental yang diperoleh dari 200 gram 21
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 kulit ubi jalar berbeda dari setiap waktu penyimpanan. Dimana ekstrak pada hari 0 lebih banyak dari hari 2, 4, dan 6. Hal ini disebabkan karena sampel pada hari 0 lebih segar dari pada sampel pada hari 2, 4, dan 6. Untuk penetapan senyawa fenolat total digunakan pereaksi Folin-Ciocalteu. Metoda ini merupakan metoda yang spesifik dan sensitif untuk senyawa fenol dan reagen yang digunakan dalam jumlah sedikit. Reagen Folin-Ciocalteu berwarna hijau dan akan berubah menjadi biru tua jika direaksikan dengan larutan sampel, ini diseba bkan karena gugus fenolik hidroksil bereaksi dengan pereaksi folin ciocalteu membentuk kompleks fosfotungstatfosfomolibdat (Singleton dan Rossi, 1965) dengan reaksi sebagai berikut:
Larutan komplek biru tua inilah yang akan ditentukan nilai absorbannya dengan spektrofotometer sinar tampak dengan panjang gelombang 400-800 nm sehingga kadar fenolat dari masing-masing ekstrak kulit ubi jalar kuning dan ungu dapat diketahui. Asam galat digunakan sebagai larutan standar karena asam galat ini merupakan salah satu jenis golongan senyawa fenolat dan merupakan senyawa yang stabil, murni, lebih murah, dan mudah didapat. Sebelum dilakukan pengukuran absorban larutan asam galat, terlebih dahulu asam galat direaksikan dengan reagen Folin-Ciocalteu dan Natrium Karbonat. Pada penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan larutan asam galat 125 µg/ml dan didapatkan panjang gelombang maksimum 752 nm dengan absorban 0,680. Konsentrasi senyawa fenolat larutan sampel dapat ditentukan dengan dengan cara mengukur absorban sampel, kemudian digunakan persamaan regresi linier yang diperoleh dari kurva kalibrasi asam galat. Hasil penetapan kadar senyawa fenolat ubi kuning pada hari ke 0, 2, 4, 6 adalah 6,128 mg/gram; 5,443 mg/gram; 5,304 gram; 3,335 mg/gram. Se dangkan untuk ubi ungu pada hari ke 0, 2, 4, 6 adalah 6,497 mg/gram; 6,371 mg/gram; 5,594 mg/gram; dan 4,779 mg/gram. Berdasarkan ISSN : 2087-5045
analisa statistika dengan metoda ANOVA dua arah dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan program SPSS 17.00 diperoleh perbedaan yang nyata pada p<0,05 dari kadar fenolat masing-masing ekstrak terhadap waktu simpan kulit ubi jalar kuning dan ungu. Penurunan kadar fenolat ini disebabkan karena kulit ubi jalar disimpan pada suhu kamar tanpa perlakuan khusus sehingga menyebabkan senyawa fenol yang ada dalam kulit ubi jalar tersebut terurai atau terdegradasi. Uji aktivitas antioksidan masing-masing ekstrak kulit ubi jalar kuning dan ungu dilakukan dengan metode DPPH. DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan cepat teroksidasi karena udara dan cahaya. DPPH berwarna violet kehitaman. Metoda DPPH untuk aktivitas antioksidan dipilih karena sederhana, mudah, cepat, dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel. Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui mekanisme donor atom hidrogen dan menyebabkan terjadinya peluruhan warna DPPH dari warna ungu menjadi warna kuning. Aktivitas antioksidan dari larutan sampel dinyatakan dalam persen inhibisi. Persen inhibisi ini didapat dari perbedaan serapan antara absorban DPPH dengan absorban sampel yang diukur dengan spektrofotometer UVVisibel (Molyneux). Besarnya aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai IC50, yaitu konsentrasi sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50 % radikal bebas DPPH. Uji aktivitas antioksidan menggunakan metoda DPPH terhadap masing-masing ekstrak kulit ubi jalar kuning dan ungu sesuai waktu simpannya diperoleh IC50 yakni, ekstrak kulit ubi jalar kuning pada hari ke-0: 44,28 µg/ml, hari ke -2: 50,18µg/ml, hari ke-4: 57,27µg/ml, dan pada hari ke-6: 97,13 µg/ml. Dan untuk ekstrak kulit ubi jalar ungu pada hari ke-0 31,83 µg/ml, hari ke-2 55,87 µg/ml, hari ke-4 65,40 µg/ml, hari ke-6 118,47 µg/ml. Dari hasil kesetaraan aktivitas antioksidan masing-masing ekstrak pada waktu 0 hari dengan pembanding asam galat menunjukkan bahwa 1 mg asam galat setara dengan 8,41 mg ekstrak kulit ubi jalar kuning dan 6,05 mg ekstrak kulit ubi jalar ungu. Hal ini menunjukkan bahwa kulit ubi jalar kuning dan ungu yang telah disimpan pada waktu 0, 2, 4, dan 6 hari mempunyai aktivitas antioksidan yang berbeda-beda. Ekstrak kulit ubi jalar ungu mempunyai aktivitas antioksidan 22
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 lebih tinggi dibandingkan ekstrak kulit ubi jalar kuning. T etapi berdasarkan waktu simpannya (0, 2, 4, dan 6 hari), ekstrak yang diperoleh dari kulit ubi jalar ungu aktivitas antioksidannya lebih cepat menurun dibandingkan dengan ekstrak yang diperoleh dari kulit ubi jalar kuning. Hal ini disebabkan kulit ubi jalar ungu mengandung senyawa antosianin lebih banyak dibandingkan kulit ubi jalar kuning. Senyawa antosianin secara umum mempunyai stabilitas yang rendah dan mudah terurai. Kestabilan antosianin dipengaruhi oleh pH, suhu, cahaya, dan enzim (Rein, 2005). Hal ini dapat terlihat dari hasil maserasi, maserat kulit ubi jalar ungu pada hari 0 bewarna ungu, tetapi pada hari selanjutnya warnanya memudar hingga pada hari ke-6 maseratnya berwarna merah muda. Se dangkan hasil maserasi kulit ubi jalar kuning warnanya tidak terlalu berbeda dari hari ke-0 hingga hari ke-6. Dimana kadar fenolat yang tinggi mempunyai daya aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan kadar fenolat yang lebih rendah. T etapi, kulit ubi jalar ungu yang disimpan selama enam hari aktivitas antioksidannya mengalami penurunan yang diseba bkan terjadinya penguraian. Waktu simpan mempunyai pengaruh terhadap kadar fenolat dan aktivitas antioksidan kulit ubi jalar kuning dan ungu. Dimana semakin lama waktu penyimpanan, maka kadar fenolat dan aktivitas antioksidannya akan menurun KESIMPULAN Kadar Fenolat total dan aktivitas antioksidan dari ekstrak kulit ubi jalar ungu lebih tinggi dibanding ekstrak kulit ubi jalar kuning pada seluruh waktu penyimpanan. Kadar fenolat total dan aktivitas antioksidan dari kulit ubi jalar kuning dan ungu mengalami penurunan jumlah sesuai dengan waktu simpan (0, 2, 4, 6 hari).
DAFTAR PUSTAKA
Juanda, D., 2000, Ubi Jalar Budidaya dan analisis Usaha Tani, Kanisius, Yogyakarta Kumalaningsih, S., 2006, Antioksidan Alami Penangkal Radikal Bebas, T rubus Agrisarana, Surabaya Munifah I., T. Wikanta, 2011, Senyawa Antioksidan Karoten Bersumber dari Biota Laut, From http://www.scribd.com/doc/8875209/01 warta-astaxanthin. 30 Desember 2011 Mosquera, O. M,. M. Yaned, C. Diana, and J. Nino, 2007, Antioxidan Activity of twenty Five Plant from Colombian Biodiversity, Mem innst Oswaldo CMZ, 12 (5): 631-634 Novita, 1996, Keserasian Silang Beberapa Klon Ubi Jalar Berdaging Umbi Jingga, Hayati journal of Biosciences. 3 (2) : 37-42 Poumard, F., S.J. Hosselner, N. Shahabimajd, 2006, Antioxidan Activity Phenol and Flavonoid Content of Same Selected Iranian Medicinal Plant, African Journal of Biotechnology, vol (11), 1142-1145 Rein, M.., 2005, Copigmentation reaction and color stability of berry anthocyanins [disertasi].Helsinki: Faculty of Agriculture and Forestry, University of Helsinki Singelton, V., and J. A. Rossi, 1965, Colorimetry of Total Phenolic with Phosphomolybdic-Phosphotungstic Acid Reagen, Am. J. Enol. Vitic, 16,147 Subroto, A.M., 2008, Real Food True Health,. Agromedia, Jakarta Selatan Waterhouse, A.., 1999, Folin Ciocalteu Micro Method for Total Phenol In Wine. Departement of Viticultural and Enology University of California, Davis, 152-178
Harbone, J.B., 1987, Metoda Fitokimia Penentuan Cara Moderen Menganalisa Tumbuhan Cetakan ke-2, diterjemahkan oleh K. Padmawinata dan I. Soediro, IT B, Bandung
ISSN : 2087-5045
23
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
EFEK ANTIPIRETIK EKS TRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN TAMPA BADAK (Voacanga foetida (Bl.) K. S chum) TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN Adriani Susanty, Emma Susanti, Yenni Ratna Sari Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau
ABSTRACT T ests were conducted antipyretic effects of ethanol extract of leaves of plants tampa badak (Voacanga foetida (Bl) K.Schum) to white rats (Rattus norvegicus) males, using a Buller methodw with peptone fever. For comparison used aspirin 45 mg / kg body weight. T his study aimed to establish whether the leaves of plants tampa badak antipyretic effect. The results showed that administration of ethanol extract of leaves of plants tampa badak at doses of 250, 500, and 1000 mg /kg body weight have antipyretic effects as significantly different from the negative control (p<0.05). Ke ywords : antipyretic, tampa badak, aspirin, peptone
PENDAHULUAN Demam adalah meningkatnya suhu tubuh di atas 37 o C, demam hanya merupakan suatu gejala penyakit yang sering dihadapi masyarakat. Untuk mengatasi keluhan tersebut, tindakan pertama yang banyak dilakukan adalah pengobatan sendiri (Sudibyo dkk, 1999). Obat tradisional baik berupa jamu atau tanaman obat masih digunakan hingga saat ini, terutama oleh masyarakat menengah ke bawah. Pengetahuan tentang khasiat obat tradisional lebih banyak didasarkan pada pengalaman empiris yang kita peroleh secara turun-temurun, sehingga untuk menentukan efektifitas obat tradisional dalam penyembuhan penyakit masih tanda tanya besar. Menurut WHO, hampir 70% dari populasi dunia menggunakan obat dari tumbuh-tumbuhan terutama di negara-negara berkembang karena biayanya yang murah dan mudah didapat (Lestari, 2001). T umbuhan tampa badak sudah digunakan sebagai bahan obat secara tradisional dan banyak dikenal masyarakat awam. Penggunaan tampa badak sebagai obat tradisional telah banyak dilakukan, contohnya pada masyarakat Lombok yang telah menggunakan sebagai obat luka, nyeri, bengkak dan gatal-gatal.
ISSN : 2087-5045
Se dangkan efek farmakologi dari tumbuhan tampa badak berdasarkan penelitian adalah sebagai berikut: antifungi, antiamuba, dan antibakteri (Heyne, 1987; Le Grand et al, 1988), analgetik, antiinflamasi dan antikanker (Susanty dkk, 2010, Susanty dkk, 2011, Susanty et al, 2012). Karena daun tumbuhan tampa badak mempunyai efek sebagai analgetik dan antiinflamasi, maka perlu dilakukan uji antipiretik dari daun tumbuhan tampa badak karena antara efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi sejalan, maksudnya apabila suatu senyawa atau tumbuhan mempunyai efek analgetik dan antiinflamasi kemungkinan besar tumbuhan itu juga mempunyai efek sebagai antipiretik dan oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah tumbuhan tampa badak mempunyai efek antipiretik atau tidak.
24
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 Prose dur Kerja Uji Efek Antipire tik
Gambar 1. Bagian tumbuhan tampa badak
METO DO LO GI PENELITIAN Alat dan Bahan Botol kaca berwarna gelap, alat destilasi, rotary evaporator, vial, timbangan analitik, kertas saring, alumunium foil, termometer rektum, jarum suntik oral, timbangan, kandang dan kawat, lumpang dan stamfer, dan beker glass. Daun tumbuhan tampa badak sebanyak 1 kg, hewan percobaan, etanol 96%, asetosal 45 mg/kgBB, larutan pepton 5% 0,6 mL/200 gBB, NaCMC 1% dan aquadest. He wan Pe rcobaan Hewan percobaan adalah tikus putih jantan dengan berat badan 150-200 gram sebanyak 15 ekor. Sebelum dilakukan percobaan, hewan diaklimatisasi selama satu minggu. Hewan harus sehat, pertumbuhannya normal, deviasi bobot badan selama pemeliharaanya tidak lebih dari 10% dan secara visual menunjukkan prilaku normal (Anonim, 1979).
Penentuan Dosis Dosis untuk senyawa uji ekstrak etanol daun tampa badak dalam tiga variasi dosis, antara lain : 250, 500, dan 1000 mg/kgBB. Rute pemberian secara oral, di mana volume larutan yang diberikan pada hewan dihitung berdasarkan rumus :
1. T ikus diaklimatisasi dan dibagi menjadi 5 kelompok 2. Se belum dilakukan percobaan hewan dipuasakan selama 16 jam namun diberi minum secara ad libitum 3. Berat badan tikus ditimbang 4. Suhu normal rektal tikus diukur 5. Penyuntikan dimulai dengan pemberian larutan pepton 5%, 0,6 mL/200 gBB pada tiap tikus 6. Diikur suhu rektal setelah 30 menit penyuntikan pepton selama 4 jam 7. Untuk kelompok kontrol negatif (kelompok I) tikus putih jantan diberi larutan NaCMC 1% secara oral dengan penyuntikan 1% dari BB 8. Kelompok II diberi asetosal 45 mg/kg BB secara oral 9. Kelompok uji (III, IV, V) diberi ekstrak etanol daun tampa badak secara oral dengan dosis 250, 500 , dan 1000mg yang disuspensikan dengan NaCMC 1%. 10.Suhu mencit dicatat selang waktu 30 menit selama 5 jam 11.Diitung rata-rata suhu tubuh tikus 12.Dihitung persentase penurunan suhu tubuh tikus terhadap suhu kontrol. Persentasepenurunan suhu tubuh dihitung dengan cara (Anonim 2004) : % Penurunan Suhu Tubuh = Suhu Kontrol Negatif – Suhu Perlakuan x 100% Suhu Kontrol Negatif – Suhu Normal
ANALISA DATA Data disajikan dalam bentuk grafik dengan membandingkan antara penurunan suhu dan waktu yang telah ditentukan. Data penelitian diuji secara statistik dengan metoda analisa varian dua arah dan dilanjutkan dengan metoda jarak berganda Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian uji efek antipiretik ekstrak etanol daun tumbuhan (Voacanga foetida (Bl.) K. Schum) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan diperoleh :
VAO (mL) = Dosis (mg/kgBB) x Berat Badan (Kg) Konsentrasi Obat (mg/mL)
ISSN : 2087-5045
25
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 1. Ekstrak kental dari 1 kg sampel kering daun tumbuhan tampa badak (Voacanga foetida (Bl)K.Schum) sebanyak 44 g. 2. Data hasil persentase penurunan suhu tubuh tikus jantan setelah pemberian ekstrak etanol
daun tumbuhan tampa badak, dapat dilihat pada T abel 1 berikut ini: Persentase Penurunan Suhu Tubuh Masingmasing Hewan Uji Se telah Pe mberian Ekstrak Etanol Daun Tampa Badak
Tabel I. Persentase Rata-rata Penurunan Suhu Masing-masing Hewan Uji Kelompok
% Penurunan Suhu t 30
t 30
t 90
t 120
t 180
t 180
t 210
t 240
t 270
t 300
Kontrol -
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Kontrol +
27,3
31,8
36,4
44,0
53,0
67,2
66,2
78,2
80,9
88,2
Dosis 250
-0,2
2,7
11,2
19,7
38,8
50,5
51,2
58,5
57,0
53,2
Dosis 500
4,7
10,8
18,7
30,4
41,5
49,9
57,3
63,3
69,4
66,0
Dosis 1000
13,9
19,9
29,7
29,8
50,0
48,7
59,9
65,7
74,0
75,6
Pada penelitian ini telah dilakukan Uji efek antipiretik ekstrak etanol daun tumbuhan tampa badak (Voacanga foetida (Bl)K.Schum) pada tikus putih ( Rattus norvegicus) jantan. Sampel yang digunakan adalah daun tumbuhan tampa badak (Voacanga foetida (Bl)K.Schum) segar yang dikering anginkan tanpa pemanasan langsung oleh matahari yang bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga simplisia tersebut tidak mudah ditumbuhi oleh kapang dan jamur selain itu untuk menghilangkan aktifitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif ( Gunawan, 2007). Se belum diekstraksi daun tumbuhan tampa badak dirajang dengan tujuan agar memperbesar luas permukaan sampel sehingga kontak antara pelarut dan sampel lebih banyak terjadi dan diharapkan proses ekstraksi dapat terjadi secara maksimal. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol. Maserasi merupakan proses penyarian yang sederhana dengan cara merendam sampel dengan pelarut yang sesuai, maserasi ini diharapkan juga agar zat aktif termolabil (tidak tahan panas) tidak rusak. Maserasi dilakukan selama 5 hari dengan etanol. Hal ini dilakukan karena pelarut etanol kapang sulit tumbuh pada etanol diatas 20% dan absorpsinya baik sehingga aman untuk pemberian oral. Ampas dari penyaringan dimaserasi kembali dengan pelarut etanol dua kali pengulangan dengan tujuan hasil ekstrak yang didapat maksimal. Maserat yang ISSN : 2087-5045
telah dihasilkan kemudian dipekatkan dengan menggunakan alat rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak yang kental. Pada penelitian ini menggunakan metode Buller yaitu induksi demam dengan pepton. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan (Rattus norvegicus). T ikus putih digunakan karena pada umumnya tenang dan mudah ditangani, aktifitasnya tidak begitu terganggu dengan adanya manusia disekitarnya (Frank, 1995). Untuk keseragaman hewan uji digunakan tikus putih dengan jenis kelamin jantan, karena tikus jantan tidak mengalami masa kehamilan sehingga hormonhormon pada tikus jantan tetap stabil dan tidak mempengaruhi obat yang diujikan sehingga efek yang diinginkan bisa tercapai dengan maksimal. Se belum pengujian tikus diaklimatisasi selama tujuh hari yang bertujuan untuk melihat apakah hewan percobaan layak atau tidak digunakan sebagai hewan percobaan (Depkes, 1979). Suhu tubuh tikus normal berkisar antara 35,5-37,5 0 C sedangkan suhu tubuh tikus setelah pemberian pepton yaitu 38 0 C, pada suhu ini tes terhadap uji efek antipiretik bisa dilakukan. Efek penurunan suhu tubuh dihitung pada waktu ke 30 menit selama 5 jam. Se belum pengujian, ekstrak dan kontrol positif (asetosal) terlebih dahulu disuspensikan dengan NaCMC 1% karena ekstrak dan asetosal tidak larut di dalam air. NaCMC 1% digunakan sebagai bahan pensuspensi karena NaCMC 26
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 mempunyai kemampuan yang baik dalam mendispersikan zat dalam air, relatif aman dan mudah diperoleh (Raymond, 2003). Asetosal digunakan sebagai kontrol positif karena merupakan obat antipiretik kuat (T jay dan Rahardja, 2002). T ujuan menggunakan kontrol positif adalah sebagai pembanding apakah zat uji bisa berefek sama dengan obat antipiretik yang digunakan sebagai kontrol positif, sedangkan NaCMC sebagai kontrol negatif untuk mengetahui apakah pensuspensi yang digunakan mempunyai efek terhadap hewan uji. Dalam pengujian efek antipiretik, dosis yang digunakan dari ekstrak daun tumbuhan tampa badak yaitu 250, 500, dan 1000 mg/kg BB, dosis ini digunakan karena ekstrak masih
berupa ekstrak kasar jadi diperlukan dosis yang besar agar efeknya terlihat. Dosis asetosal untuk manusia 500 mg, selanjutnya dikonversikan untuk dosis tikus yaitu 500 mg x 0,018 = 9 mg/200 gramBB= 45 mg/kgBB. Rute pemberian obat diberikan secara oral. Pemberian ini diupayakan sesuai dengan cara penggunaan oleh masyarakat, selain itu pemberian secara oral juga mudah dan aman (Anonim, 2000). Dari hasil penelitian menunjukan bahwa persentase penurunan suhu dari ekstrak etanol daun tumbuhan tampa badak mempunyai efek sebagai antipiretik. Hal ini dapat dilihat dari grafik hubungan antara waktu dengan persentase penurunan suhu berikut ini:
kontrol (-)
Persen Penurunan Suhu (0 C)
100 80
kontrol (+)
60 dosis 250 mg/kg BB
40 20
dosis 500 mg/kg BB
0
-20
30
60
90
120
150 180 210 Waktu (menit)
240
270
300
dosis 1000 mg/kg BB
Gambar 2. Grafik Waktu (menit) T erhadap Persentase Penurunan Suhu T ubuh T ikus Setelah Pemberian Ekstrak Etanol Daun T umbuhan T ampa Badak Dimana pada dosis 250 mg/kg BB, pada menit ke 90 persen penurunan suhu tubuh tikus semakin meningkat, pada dosis 500 mg/kgBB dan dosis 1000 mg/kgBB pada menit ke 60 juga semakin meningkat dibandingkan dengan kontrol negatif. Persentase penurunan suhu tubuh yang paling kuat terlihat pada dosis 1000 mg/kgBB dengan persentase penurunan suhu tubuh tikus 75,6%, pada dosis 500 mg/kgBB dengan persentase 66% sedangkan pada dosis 250 mg/kgBB dengan persentase 53,2% hal ini karena semakin besar dosis yang diberikan maka semakin besar efek antipiretiknya seperti yang terlihat pada dosis 1000 mg/kgBB. Berdasarkan perhitungan stastistik ANOVA dua arah yang diperoleh dari analisa statistik uji lanjut menggunakan analisa Duncan terhadap variabel dosis, terlihat pada kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif
ISSN : 2087-5045
berbeda nyata (p<0,05), dan kelompok dosis ekstrak etanol daun tumbuhan tampa badak pada dosis 250, 500 dan 1000 mg/kgBB berbeda nyata dengan kontrol negatif (p<0,05), sedangkan kelompok kontrol positif berbeda nyata dengan ekstrak etanol daun tumbuhan tumbuhan tampa badak pada dosis 250, 500 dan 1000 mg/KgBB (p<0,05). Berdasarkan perhitungan stastistik ANOVA dua arah yang diperoleh dari analisa stastistik uji lanjut menggunakan analisa Duncan terhadap variabel waktu, terlihat di mana antara menit ke 30 dengan menit ke 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, dan 300 bebeda nyata (p<0,05), pada menit ke 60 dengan menit ke 120, 150, 180, 210, 240, 270, dan 300 berbeda nyata (p<0,05), menit ke 90 dengan menit 30, 150, 180, 210, 240, 270 dan 300 berbeda nyata (p<0,05), pada menit ke 120 dengan menit ke
27
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 30, 60, 150, 180, 210, 240, 270, dan 300 berbeda nyata (p<0,05), pada menit ke 150 dengan menit ke 30, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, dan 300 berbeda nyata (p<0,05), pada menit ke 180 dengan menit ke 30, 60, 90, 120, 150, 180, 240, 270, dan 300 berbeda nyata (p<0,05), menit ke 210 dengan menit ke 30, 60, 90, 120, 150, 270 dan 300 berbeda nyata (p<0,05), antara menit 240 dengan menit ke 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 berbeda nyata (p<0,05) antara menit ke 270 dengan menit ke 30, 60, 90, 120, 150, 180 dan 210 berbeda nyata (p<0,05) dan antara menit ke 300 dengan menit ke 30, 60, 90, 120, 150, 180, dan 210 berbeda nyata (p<0,05). Berdasarkan hasil penelitian dan sesuai dengan perhitungan statistik ANOVA dua arah, diperoleh hasil bahwa ekstrak etanol daun tumbuhan tampa badak memiliki efek sebagai antipiretik. Dengan demikian daun tumbuhan tampa badak dapat digunakan sebagai pengobatan antipiretik. KESIMPULAN Ekstrak etanol daun tumbuhan tampa badak (Voacanga foetida (Bl)K.Schum) yang diujikan kepada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dengan dosis 250, 500, dan 1000 mg/KgBB memiliki efek antipiretik (p<0,05). T etapi berbeda dengan kontrol positif yang artinya kontrol positif memberikan efek antipiretik yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak etanol daun tampa badak.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2000, Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik dbidang Obat Tradisional, CV Sa gung Seto, Jakarta Depkes, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Frank, C.L, 1995, Toksikologi Dasar, Asas Organ Sasaran dan Penelitian Resik, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Edi Nugroho, UI Press, Jakarta Guna wan, S. G, 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Departemen Farmakologi dan T erapeutik Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia, Jakarta Heyne, K, 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, Badan Penelitian dan Perkembangan Kehutanan, Jakarta
ISSN : 2087-5045
Leeuwenberg and Harbone, J. B, 1985, Voacanga,(Apocynaceae), a review of it's taxonomy, phytochemistry, ethnobotany and pharmacology, Agric, Univ, Wagenigen papers #85-3, 1985, http://www.erowid.org/plants/voacanga_ africana/voacanga_africana_info1.shtml. Diakses T anggal 23 April 2011 Le grand, A, Wondergem, P.A, Vervorte and R, Pousset, J.L, 1988, Antiinfection Phytotherapies of The Tree Savanah og Senegal (West Afrika), II, antimicrobial Activity of 33 Spesies Lestari, H, 2001, Pemanfaatan Obat Tradisional dalam Menangani Masalah Kesehatan, Majalah Kedokteran Indonesia, vol. 51, n0.4, hal: 139 Raymond, C.R, 2003, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fourth edition, Pharmaceutical Press, USA Sudibyo, S, Sarjaini, J, dan M. J. Herman, 1999, Peran Warung Dalam Penyediaan Obat dan Obat Tradisional untuk Pengobatan Sendiri di Kecamatan Tanjung bintang, Lampung Selatan. Buletin Penelitian Kesehatan 27(2), hal 254-55 Susanty, A., Dachriyanus dan H. Muchtar, 2010 (a), Daya Antikanker Etanol Daun Tampa Badak (Voacanga foetida (BI.)K. Schum), Prosiding Seminar dan Rapat T ahunan BKS-PT N Wilayah Barat ke21. Susanty, A., 2008, Uji Toksisitas dan Daya Antikanker Ekstrak Etanol Daun Tampa Badak (Voacanga foetida (Bl.) K.Schum), Universitas Andalas, Thesis, Padang. Susanty, A., Nurmeilis., N.P Sari dan D.M Sari, 2010(b), Potensi Daun Tumbuhan Tampa Badak (Voacanga foetida (BI.)K. Schum) sebagai Obat Leukimia, Kongres Ilmiah XVIII IAI dan RAKERNAS IAI. Susanty, A., Emrizal, Mora,E., Hasty, S., Misya, K.,Dewi,C.K., dan S.R. Sofia, 2012, Antiproliferation and Antilekukemia From Tampa Badak (Voacanga foetida (Bl.) K.Schum), Prosiding, Presented at 24 th Federation of Asian Pharmaceutical Association Congress (FAPA) in Bali T jay, T.H dan Rahardja, K, 2002, Obat-Obat Penting, Edisi V, Gramedia, Jakarta
28
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
FORMULAS I S EDIAAN PEWARNA BIBIR D ARI EKS TRAK ETANOL BIJI BUAH KES UMBA (Bixa orellana L)
Enda Mora, Deni Anggraini, Pipin Suknayani Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau
ABSTRACT A research had been done to formulate a lipstick preparation using natural dyes from fruit seeds of kesumba (Bixa orellana L) in various concentrations (10, 15, 20, 25 and 30%). Dye stability test showed that the dye is sufficiently stable in observation for 30 days and had a stable pH during the period of observation. T he results of the physical stability of lipstick made in various concentrations of dye included the observation changes the shape, color, smell, homogeneity, melting point, and the strength showed that the lipsticks could give a good coloring, is quite stable, preferably and safe to use.
Ke ywords : Bixa orellana, lipstik, pewarna bibir
PENDAHULUAN Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik menyatakan bahwa kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Anonim, 2004). Setiap wanita dimanapun berada mempunyai kecenderungan ingin terlihat cantik dan menyenangkan untuk dipandang, sehingga produk kosmetik merupakan kebut uhan mutlak bagi dirinya. Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (stick) yang dibentuk dari minyak, lilin dan lemak. Hakikat fungsi lipstik adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah, semerah delima merekah, yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat dan menarik. Lipstik yang terdapat di pasaran, tersedia dalam berbagai bentuk warna, sehingga corak warnanya sekarang sangat bervariasi mulai dari warna kemudaan hingga warna sangat tua dengan corak warna dari merah ISSN : 2087-5045
jambu, merah jingga, hingga merah biru, bahkan ungu (Depkes, 1985). Indonesia kaya akan sumber flora, Sumber flora dapat digunakan sebagai sumber bahan pewarna alami, diantara pewarna alami yang mempunyai potensi untuk dikembangkan antara lain berasal dari biji buah kesumba yang mengandung zat warna bixin yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami pengganti pewarna sintetik. Kesumba (Bixa orellana L) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili tumbuhan Bixaceae. Spesies ini seringkali digunakan sebagai tanaman hias pada daerah beriklim hangat. Selain berfungsi sebagai pe warna, biji Bixa orellana juga mempunyai fungsi yang lain yaitu sebagai antioksidan yang dapat menetralisir radikal bebas berlebihan, dan antibakteri. Selain untuk pewarna makanan, kesumba juga telah dilirik berbagai industri tekstil dan kosmetik (Kurniawati et al. 2007). Berdasarkan uraian di atas dilakukan penarikan zat warna dari biji buah Bixa orellana L sebagai pe warna untuk sediaan pewarna bibir. T ujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasi sediaan pewarna bibir dengan menggunakan zat warna alami dari ekstrak biji buah Bixa orellana L, untuk mengetahui kestabilan sediaan pewarna bibir dalam 29
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 penyimpanan pada suhu kamar dan untuk mengetahui keamanan sediaan pewarna bibir dengan menggunakan ekstrak dari biji buah Bixa orellana L .
METO DA PENELITIAN Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan yaitu ; alatalat gelas standar laboratorium, rotary evaporator (Buchi), seperangkat alat destilasi, penangas air, pH meter, spatula, kain kasa, sudip, kaca objek, pencetak suppositoria, pipet tetes, dan roll up lipstick. Bahan yang digunakan adalah biji buah Bixa orellana L. Bahan kimia yang digunakan: aquades, etanol 96%, oleum ricini, cera alba, vaselin alba, setil alkohol, cetaceum, lanolin, oleum rosae, dan nipagin. Cara Ke rja Ekstraksi Sampel Buah Bixa orellana L segar yang sudah masak berwarna merah kecoklatan sebanyak 3,5 kg diambil bijinya, kemudian ditimbang dan didapat biji seberat 1,5 kg lalu diekstraksi dengan 1 liter etanol 96%, ditutup dan dibiarkan selama 4 malam terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, disaring dengan kain kasa, filtrat ditampung lalu diuapkan dengan bantuan alat rotary evaporator pada temperatur kurang lebih 50 o C kemudian ditimbang berat ekstrak kental. Uji fitokimia ekstrak e tanol biji buah kesumba Masing-masing 5 ml air suling dan kloroform ditambahkan pada 5 ml ekstrak kental, lalu dikocok kuat dan dibiarkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan yaitu lapisan air dan kloroform. Lapisan air digunakan untuk uji senyawa saponin, fenolik dan flavanoid. Se dangkan lapisan kloroform digunakan untuk uji senyawa terpenoid dan steroid. Sedangkan untuk uji alkaloid memiliki prosedur tersendiri. Uji organole ptis ekstrak e tanol biji buah kesumba Pengujian organoleptis dengan mengamati bentuk, warna bau dan rasa.
ISSN : 2087-5045
Tabe l I. Rancangan formula lipstik dengan berbagai konsentrasi zat warna Jumlah (%) Kompo sisi Cera alba Lanolin
Kontrol
Vaselin
38,9
Setil alkohol Cetaceu m Oleum ricini Ekstrak biji buah Bixa orellana L Oleum rosae Nipagin Propilen glikol T ween 80
F1 F2
F3
F4
F5
33, 9 6 33, 9
31, 4 6 31, 4
28, 9 6 28, 9
26, 4 6 26, 4
23, 9 6 23, 9
5
5
5
5
5
5
4
4
4
4
4
4
7
7
7
7
7
7
0
10
15
20
25
30
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
5
5
5
5
5
5
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
38,9 6
Pembuatan Pe warna bibir Ekstrak biji buah Bixa orellana L dilarutkan dalam propilen glikol, dan oleum ricini (campuran A) . Cera alba, cetaceum, lanolin, vaselin alba, dan setil alkohol ditimbang, dimasukkan ke dalam cawan penguap, kemudian dileburkan di atas penangas air pada suhu 40 ºC selama 10 menit (campuran B). Campuran A dan B dicampurkan perlahanlahan, ditambahkan tween 80 dan diaduk hingga homogen, lalu ditambahkan nipagin dan oleum rosae. Selagi cair, dimasukkan ke dalam cetakan dan dibiarkan sampai membeku. Setelah membeku massa dikeluarkan dari cetakan dan dimasukkan dalam wadah (roll up lipstick). Pengerjaannya dilakukan dengan konsentrasi zat warna yang berbeda yaitu : 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%
30
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 Peme riksaan Mutu Fisik Se diaan Pe warna Bibir Pemeriksaan mutu fisik sediaan meliputi: pemeriksaan homogenitas, titik lebur, kekuatan pewarna bibir dan stabilitas sediaan yang mencakup pengamatan terhadap perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan, uji oles, dan pemeriksaan pH. Peme riksaan Homogenitas Masing-masing sediaan pewarna bibir yang dibuat dari ekstrak biji buah Bixa orellana L diperiksa homogenitasnya dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada kaca yang transparan. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar (Depkes, 1979). Peme riksaan Titik Le bur Dengan Pipa Kapile r Pengamatan dilakukan terhadap titik lebur pewarna bibir dengan cara melebur pewarna bibir yang dimasukan kedalam pipa kapiler lalu diamati dengan menggunakan alat Melting Point Apparatus. Sediaan pewarna bibir yang baik adalah sediaan pewarna bibir dengan titik lebur dengan suhu diatas 50 ºC. Peme riksaan Kekuatan pe warna bibir Pewarna bibir diletakkan horizontal pada kaca lalu tekan pada jarak kira-kira ½ inci dari tepi. T iap 30 detik berat penekan di tambah (misalnya 1 gram, 2 gram, 3 gram), dan seterusnya. Penambahan berat pada penekanan dilakukan terus sampai pewarna bibir patah (Vishwakarma et al. 2011). Peme riksaan Stabilitas Se diaan Pengamatan terhadap adanya perubahan bentuk, warna, dan bau dari se diaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5 hari hingga hari ke-30.
punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel dengan perlakuan 5 kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya kita menggunakan pewarna bibir terhadap 5 orang panelis. Se diaan pewarna bibir dikatakan mempunyai daya oles yang baik jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Se dangkan sediaan dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel sedikit dan tidak merata. Pemeriksaan dilakukan terhadap masing-masing sediaan yang dibuat dan dioleskan pada kulit punggung tangan dengan 5 kali pengolesan (Keithler, 1956). Uji Iritasi Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan pewarna bibir yang dibuat dari ekstrak biji buah Bixa orellana L dengan maksud untuk mengetahui apakah pewarna bibir yang dibuat dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. T eknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka (Patch Test) pada lengan bawah bagian dalam terhadap 10 orang panelis. Uji tempel terbuka dilakukan dengan menimbang pewarna bibir sebanyak 0,1 gram kemudian dioleskan pada lokasi lekatan dengan luas tertentu (2,5 x 2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati apa yang terjadi. Uji ini dilakukan sebanyak 1 kali sehari selama 5 jam dalam waktu tiga hari berturut-turut. Uji Kesukaan (Hedonic Test) Uji kesukaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap sediaan lipstik yang dibuat. Uji kesukaan ini dilakukan secara visual terhadap 30 orang panelis. Setiap panelis diminta untuk mengoleskan lipstik yang dibuat dengan berbagai konsentrasi ekstrak biji kesumba pada kulit punggung tangannya. Kemudian panelis memilih warna lipstik mana yang paling disukainya. Panelis menuliskan SS bila sangat suka, S bila suka, T S bila tidak suka dan ST S bila sangat tidak suka. Kemudian dihitung persentase kesukaan terhadap masing-masing sediaan.
Uji Oles Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan pewarna bibir pada kulit ISSN : 2087-5045
31
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan formula yang di buat divariasikan pada komposisi cera alba, vaselin, dan ekstrak Bixa orellana L, dimana ekstrak akan menjadi pewarna alami pada sediaan pewarna bibir. Formula pewarna bibir terdiri dari basis (minyak, lilin, dan lemak), zat warna dan zat tambahan. Berdasarkan hasil orientasi terhadap basis pewarna bibir menggunakan formula diatas didapat basis pewarna bibir yang baik. Uji homogenitas menunjukkan bahwa seluruh sediaan pewarna bibir tidak memperlihatkan adanya butir-butir kasar saat sediaan dioleskan pada kaca transparan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat mempunyai susunan yang homogen. (Depkes, 1979). Pemeriksaan titik lebur pewarna bibir menunjukkan bahwa sediaan pewarna bibir tanpa ekstrak biji buah Bixa orellana L dan sediaan dengan konsentrasi ekstrak biji buah Bixa orellana L 10%, 15%, dan 20% melebur pada suhu 63 ºC pada konsentrasi 25%, dan 30% melebur pada suhu 58 ºC. Se diaan pewarna bibir yang baik adalah sediaan pewarna bibir dengan titik lebur dengan suhu 55-75 ºC. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat memiliki titik lebur yang telah memenuhi persyaratan (Balsam, 1972). Tabe l II. Hasil Pemeriksaan T itik Lebur Formula Suhu (ºC) kontrol 65 1 2 3 4 5
63 63 63 58 58
Pemeriksaan kekuatan pewarna bibir menunjukkan bahwa sediaan pewarna bibir patah pada penekanan dengan penambahan berat 50-70 gram. Terjadi pebedaan kekuatan pewarna bibir dari 50-70 gram, Dikarenakan adanya variasi komposisi yang digunakan antara formula 1 - 5. Pada formula 4 dan 5 komposisi cera alba dan vaselin lebih kecil dan konsentrasi ekstrak lebih besar sehingga sediaan pewarna bibir yang dihasilkan lebih lunak atau mudah patah. Sebelumnya telah dilakukan pengujian kekuatan plipstik pada 3 merek ternama yang ISSN : 2087-5045
beredar di pasaran yang dijadikan pembanding kekuatan pada sediaan pewarna bibir yang dibuat dan diperoleh hasil 55-70 gram.
Tabe l III. Hasil Pemeriksaan Kekuatan Pewarna bibir Formula Penambahan Berat(gram) Control 70 1 70 2 70 3 60 4 50 5 50 6 55 7 60 8 70 Uji stabilitas sediaan pewarna bibir menunjukkan bahwa seluruh sediaan yang dibuat tetap stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar selama 30 hari pengamatan. Parameter yang diamati dalam uji kestabilan fisik ini meliputi perubahan bentuk, warna dan bau sediaan. Dari hasil pengamatan bentuk, didapatkan hasil bahwa seluruh sediaan pewarna bibir yang dibuat memiliki bentuk dan konsistensi yang baik, yaitu tidak keluar air dan tidak meleleh saat penyimpanan pada suhu kamar. Pewarna bibir dengan konsentrasi ekstrak biji buah Bixa orellana L 10% berwarna orange muda, konsentrasi 15% memberikan warna orange tua, konsentrasi 20% dan 25% memberikan warna orange kemerahan, sedangkan konsentrasi 30% memberikan warna merah bata. Bau yang dihasilkan dari seluruh sediaan pewarna bibir adalah bau khas dari ekstrak biji buah Bixa orellana L, oleum rosae yang digunakan sebagai parfum dengan konsentrasi 0,1% tidak mampu menutupi bau khas dari ekstrak biji buah Bixa orellana L yang sangat tajam, sehingga bau pe warna bibir lebih kuat kearah ekstrak biji buah Bixa orellana L.
32
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
Gambar 1. Foto sediaan Pewarna Bibir Dengan Ekstrak Biji Buah Bixa orellana Se diaan pewarna bibir menghasilkan pengolesan yang baik dengan memberikan warna yang intensif, merata dan homogen saat dioleskan pada kulit punggung tangan. Berdasarkan uji oles dengan 5 kali pengolesan diperoleh hasil bahwa sediaan yang menghasilkan pengolesan yang sangat baik adalah sediaan F5 yaitu pewarna bibir dengan konsentrasi ekstrak biji buah Bixa orellana L 30%, hal ini ditandai dengan satu kali pengolesan sediaan telah memberikan warna yang intensif, merata dan homogen saat dioleskan pada kulit punggung tangan. Se dangkan, sediaan F1 dan F2 memberikan warna yang intensif dan merata setelah pengolesan ke-5, karena warna sediaan terlalu muda sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan F1 dan F2 menghasilkan pengolesan yang kurang baik dibandingkan sediaan F5. Se diaan F3, dan F4 lebih mudah dioleskan dibandingkan sediaan F1 dan F2, karena pada pengolesan ke-3 sediaan telah memberikan warna yang intensif dan merata.
4, perbedaan pH antara kontrol dan formula 1, 2, 3, 4, dan 5 dikarenakan ekstrak biji buah Bixa orellana L bersifat asam dimana ekstrak biji buah Bixa orellana L mempunyai pH 3,5 Dengan demikian formula tersebut dapat digunakan untuk sediaan pewarna bibir (Balsam, 1972). Hasil uji iritasi yang dilakukan terhadap 10 panelis yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan pewarna bibir yang dibuat pada kulit lengan bawah bagian dalam selama tiga hari berturut-turut selama 5 jam satu kali sehari, menunjukkan bahwa semua panelis memberikan hasil negatif terhadap parameter reaksi iritasi yang diamati dengan adanya kulit merah, gatal-gatal, ataupun adanya pembengkakan. Dari hasil uji iritasi tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan pewarna bibir yang dibuat aman untuk digunakan. Uji kesukaan yang dilakukan terhadap 30 panelis, dimana sediaan formula pewarna bibir terdiri dari 5 formula dengan berbagai konsentrasi di niliai oleh 30 panelis. T iap sediaan dinilai warnanya, kemudian data yang didapat dihitung secara statistik dengan memakai analisa varian (ANOVA) satu arah. Dari perhitungan tersebut didapatkan bahwa F hitung > F tabel pada taraf 1%, yang berarti adanya perbedaan kesukaan pewarna bibir tehadap berbagai konsentrasi zat warna yang ditambahkan kedalam formula. Kemudian dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range T est). Berdasarkan tabel uji Duncan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap zat warna biji buah Bixa orellana L sangat menyukai F3 dengan konsentrasi 20% dan F5 dengan konsentrasi 30%.
KESIMPULAN
Gambar 2. Foto Hasil Uji Homogenitas Pemeriksaan pH menunjukkan bahwa sediaan kontrol tanpa ekstrak biji buah adalah 6,5 sedangkan sediaan yang dibuat dengan menggunakan ekstrak biji buah Bixa orellana L memiliki pH 4. pH fisiologis kulit bibir adalah ± ISSN : 2087-5045
Se diaan pewarna bibir yang dibuat dengan pewarna alami dari ekstrak biji buah Bixa orellana L stabil dalam penyimpanan 30 hari dan tidak menyebabkan iritasi atau alergi pada panelis, memiliki susunan yang homogen, memiliki titik lebur dan kekuatan lipstik yang baik, dan memiliki pH yang stabil. Formula yang sangat disukai oleh panelis adalah sediaan formula 3 dengan konsentrasi ekstrak 20% dan formula 5 dengan konsentrasi ekstrak 30%.
33
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 DAFTAR PUSTAKA Anonim,2004,.Peraturan PerundangUndangan di Bidang Kosmetik. Jakarta. Balsam, M.S.1972, Cosmetic Science and Technology Second Edition. Jhon Willy and Son, Inc. New York. Departemen Kesehatan RI., 1979, Farmakope Indonesia. Edisi 3, Jakarta Departemen Kesehatan RI, 1985, Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta Kurniawati, Pipin.T ., Soetipjo, H., dan Limantara, L., 2007, Antioxidant and Antibacteril Activities of Bixin Pigmen From Annato ( Bixa orellana L.) , Seeds, Indo. J. Chem Vol,. 7 (1) : 88-92. Keithler., 1956, Formulation of Cosmetic and Cosmetic Specialities. New York: Drug and Cosmetic Industry. Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh Soendani Noerono, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Vish wakarma, B., Dwivedi, S ., Dubey, K., and Joshi, H., 2011, Formulation and Evaluation of Herbal Lipstick, Int. J. of Drug Discovery & Herbal Research. Ujjain Institute of Pharmaceutical Sciences, Ujjain, (M.P.) – India.
ISSN : 2087-5045
34
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
AKTIVITAS ANTIOKS IDAN EKS TRAK ETIL AS ETAT GAMBIR (Uncaria gambir (Hunter). Roxb) AS AL MUARA TAKUS RIAU Noveri Rahmawati, Musyirna Rahmah Nst, Winna Rahmaini Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau
ABSTRAC T Extraction and determination of antioxidant activity of ethyl acetate extract of gambier (Uncaria gambier (Hunter). Roxb) obtained from Muara T akus Riau had been done. Dried gambier was extracted by maceration using ethyl acetate. The properties of the ethyl acetate extract were characterized which include microscopic form, T LC, drying shrinkage, and ash content. Characterization results indicate that the properties owned by the gambier meets the requirements stated in the Indonesian National Standard (SNI). DPPH method was used for determination of the antioxidant activity of the extract. Ethyl acetate extract of gambier has a potent antioxidant activity with IC50 value of 11.49 ppm. Keywords : Ekstraksi, antioksidan, gam bir
PENDAHULUAN Tumbuh-tumbuhan mengandung berbagai macam metabolit sekunder yang diantaranya berkhasiat sebagai obat. Salah satu tumbuhan yang berpotensi sabagai obat adalah gambir (T jitrosoepomo, 1994). Gambir merupakan hasil hutan bukan kayu yang sudah lama dimanfaatkan dan dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia. Di daerah Sumatera produksi utama gambir adalah di daerah Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Lima Puluh Kota (Gunung Malintang, Harau dan T anjung Gadang), Kabupaten Pesisir Selatan (Siguntur dan Barung Barung Belantai), Sumatera Selatan, Riau ( T abing, T anjung, Muara Takus, Gunung Bungsu, Gunung Malelo, T anjung Alai dan Balung) (Denian, 2000). Gambir mengandung be berapa komponen yaitu katekin, asam kateku, tannat, quersetin, cathechu merah, gambir flouresin, abu, lemak dan lilin. Katekin sebagian besar mengandung ikatan biokimia yang disebut polifenol. Polifenol merupakan suatu kelompok antioksidan yang secara alami terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan minuman seperti teh dan anggur. Polifenol ini mempunyai kemampuan untuk menghambat reaksi oksidasi ISSN : 2087-5045
dan menangkap radikal bebas. Selain itu, polifenol juga mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antiradikal (Pambudi, 2004). Aktivitas antioksidan dari ekstrak etil asetat gambir asal Muara Takus Riau belum dipublikasikan dan sangat diperlukan informasi mengenai hal tersebut mengingat Muara T akus merupakan salah satu daerah penghasil gambir dari Riau. Uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif menggunakan metode DPPH dipilih karena ujinya sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel (Hanani et al, 2005).
Gam bar 1. Strutur DPPH (Merck, 2000)
35
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 METO DE PEN ELITIAN Alat dan Bahan
saring dalam krush yang sama. Masukkan filt rat kedalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, 2000).
Alat Alat yang digunakan berupa seperangkat alat maserasi, rotary evaporator (BUCHI®), labu rotary, Erlenmeyer berbagai ukuran, Mikroskop, plat KLT, timbangan, , kaca arloji, kertas saring bebas abu, muffle furnance, Spektrofotometer UV-Vis. Bahan Sampel gambir diproduksi oleh pengrajin gambir di Muara T akus., HCl encer, aquades, asam asetat 15%, metanol, FeCl3 1%, DPPH. Pembuatan Ekstrak Etil Ase tat Gam bir Gambir dihaluskan hingga didapat serbuk gambir kemudian dilakukan ekstraksi dengan cara 100 mg serbuk gambir ditambah etil 500 ml dimaserasi selama lima hari dilakukan pengulangan yang sama sebanyak tiga kali. Setelah diperoleh filtrat dikentalkan dengan rotari evapator lalu keringkan, maka diperoleh ekstrak etil asetat gambir. Peme riksaan Mikroskopis Suspensi gambir dalam aquades kemudian dilihat fragmen kristal katekinnya. Identifikasi Senyawa Katekin dengan Kromatografi Lapis Tipis Identifikasi dilakukan dengan menggunakan Fasa gerak : metanol : etil asetat ( 1 : 1 ), Fasa diam : Silika. Larutan uji : Ekstrak etil asetat gambir dalam methanol. Larutan standar : 0,1% katekin dalam methanol Larutan pendeteksi : Larutan 1% FeCl3. (Rahmawati, 2011) Penetapan Kadar Abu Lebih kurang 2g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan kedalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas lalu, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas ISSN : 2087-5045
Susut Pengeringan T imbang 1-2 gram simplisia dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan 1050 C selama 30 menit dan ditara. Ratakan bahan dalam botol, timbang ( ketebalan lebih kurang 510 mm), masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup, dinginkan dalam desikator (Depkes, 2000).
Penentuan Aktivitas Antioksidan A. Pem buatan DPPH Pada tahap awal pengujian, terlebih dahulu dibuat kurva standar untuk larutan DPPH. Sebanyak 1mg DPPH dimasukkan kedalam labu ukur 25ml dan dilarutkan dalam pelarut metanol. Larutan DPPH yang dibuat memiliki konsentrasi 40 ppm selanjutnya diukur serapannya pada ƛ 400-800 nm. B. Penentuan Panjang Gelom bang Maksimum DPPH Pengujian antioksidan ekstrak etil asetat gambir diawali dengan penetuan panjang gelombang maksimum (ƛ maks) DPPH. Larutan DPPH dalam etanol ini digunakan sebagai kontrol dalam pengujian antio ksidan ekstrak etil asetat gambir menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Panjang gelombang serapan DPPH adalah 515 nm . C.
Peme riksaan aktivitas Antioksidan Sampel ditimbang dan dibuat larutan dibuat larutan 62,5 ppm dilakukan pengenceran 31,25 ppm 15.625 ppm dan 7,81 ppm. Masukkan dalam mikroplat 100µl, pada ba gian 1-3 adalah sampel dan bagian 4-6 dimasukkan vitamin C kemudian tambahkan DPPH sebanyak 150 µl dan dilarutkan dengan metanol, untuk kontrol digunakan DPPH 40 ppm sebanyak 150 µl. Inkubasi selama tiga puluh menit. Kemudian ukur absorbsinya, pada panjang 36
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 gelombang 517 nm menggunakan spektrofotometer UV-Visibel (Brand-Willian, dkk, 1995). Hitung nilai persentase inhibisi yang diwakili oleh nilai IC50. D. Penetapan IC50 Ekstrak Etil Asetat Gam bir Dengan Persam aan Re gre si Linier. Penetapan IC50 dilakukan dengan persamaan grafik linier antara persen inhibisi (x) terhadap konsentrasi sampel uji. IC50 yang diperoleh dibandingkan dengan IC50 asam askorbat (vitamin C). menurut literatur sampel yang mempunyai antioksidan kuat memiliki IC50 kurang dari 200µg/ml (Handayani,dkk, 2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan ekstrak dari gambir kering asal Muara T akus. dilakukan dengan metoda maserasi. Maserasi dilakukan dengan membiarkan serbuk terendam dalam suatu pelarut. Serbuk gambir kering yang telah dihaluskan kemudian direndam dengan etil asetat selama lima hari dalam botol gelap. Salah satu keuntungan metoda maserasi ini adalah proses pengerjaannya yang tidak memakan waktu lama. Meskip un demikian, metoda ini tidak selalu efektif dan efisien. Jumlah pelarut yang digunakan cukup besar berkisar antara 1020 kali jumlah sampel ( Kristanti, dkk, 2008). Setelah dilakukan maserasi, dari 100 gram serbuk gambir yang diekstraksi dengan 500 ml etil dan diperoleh ekstrak kering etil asetat gambir sebanyak 50 gram.
Gam bar 3. Kristal katekin Selanjutnya dilakukan identifikasi dengan menggunakan KLT. KLT dipilih karena cara pengerjaannya cukup mudah dan dengan biaya yang relatif murah. Identifikasi dengan KLT menggunakan dua fase, fase diam dengan silika dan fase gerak sebagai eluen, yang digunakan yaitu metanol : etil ( 1 : 1 ) (Rahmawati, 2011). Hasil yang diperoleh adalah Rf yaitu jarak noda dari titik awal penotolan. Rf yang diketahui dari indentifikasi ini adalah 0,72 . Sedangkan Rf pembanding adalah 0,73 (Anonim, 2008).
Gam bar 4. Profil KLT ekstrak etil asetat gambir Gam bar 2. Gambir dan ekstrak kering gambir Pemeriksaan kualitas ekstrak meliputi mikroskopis, profil KLT, kadar abu dan susut pengeringan. Ekstrak etil asetat gambir dalam air dilihat dibawah mikroskop dan akan terlihat kristal katekin memanjang seperti jarum. ISSN : 2087-5045
Hasil pengukuran kadar abu dan susut pengeringan ekstrak etil asetat gambir menunjukkan jumlah yang telah sesuai dengan persayaratn SNI, yaitu 9,16 % susut pengeringan dan 0,005 % kadar abu. Setelah ekstrak etil asetat ditentukan kualitasnya, maka dilakukan
37
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak et il asetat gambir. Penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak etil asetat gambir dengan metode DPPH pada konsentrasi larutan 62,5 ppm memberikan persen inhibisi sebesar 91,5 1 %, konsentrasi 31,25 ppm sebesar 73.42 %, konsentrasi 15.6 25 ppm sebesar 56,73 % dan konsentrasi 7,81 ppm persen inhibisinya 40,68 %. Dari hasil penentuan aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat gambir ini diperoleh persamaan garis dan ditentukan konsentrasi saat persen inhibisi 50 % atau IC50 . Menurut literatur, sampel yang
mempunyai antioksidan kuat memiliki IC50 kurang dari 200 µg/ml (Handayani,dkk, 2005), sedangkan ekstrak etil asetat gambir asal muara takus tersebut diketahui memiliki IC50 sebesar 11,49 ppm. IC50 dari pembanding yang digunakan yaitu vitamin C adalah sebesar 4.04 ppm. Ini menunjukkan kemampuan hambat ekstrak etil asetat gambir terhadap radikal bebas mencapai 50 % saat berada di konsentrasi 11,49 ppm.
Tabel I. Persen inhibisi Vitamin C terhadap DPPH Konsentrasi Abs abs Abs Rata-Rata abs (ppm )
Abs sam pel
% inhibisi
12,5 6,25
0,131 0,131 0,132 0,471 0,472 0,471
0,131 0,471
0,038 0,379
95,73 57,81
3,125
0,563 0,562 0,563
0,563
0,471
47,73
120
% inhibisi
100 80 60
y = 5,25x + 28,77 R² = 0,98
40 20 0 0
2
4
6
8
10
12
14
konsentrasi Gam bar 5. Kurva hubungan variasi konsentrasi vitamin C dengan persen inhibisi.
ISSN : 2087-5045
38
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 Tabel II. Persen inhibisi ekstrak etil asetat gambir terhadap DPPH Konsentrasi Rata-Rata abs Abs abs Abs (ppm) abs sampel 62,50 0,168 0,171 0,166 0,168 0,076 0,324
15,62 7,81
0,479 0,480
% inhibisi
31,25
0,343
% inhibisi 91,51
0,327
0,331
0,239
73,42
0,483 0,481 0,49 0,510
0,481 0,490
0,389 0,390
56,73 40,68
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
y = 0,873x + 40,00 R² = 0,93
0
10
20
30
40
50
60
70
konsentrasi Gam bar 6. Kurva hubungan variasi konsentrasi ekstrak etil asetat gambir dengan persen inhibisi KESIMPULAN Ekstrak etil asetat gambir asal Muara T akus memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan IC50 sebesar 11,49 ppm. DAFTAR PUSTAKA Depkes, 2000, Departemen Kesehatan, Param eter Standar Um um Ekstrak Tumbuhan Obat, Jakarta. Depkes, 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi 1, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Denian, Irfan, A.J.P, T amsin dan Burhaman, 2000, Teknologi Budidaya dan Pengolahan Gambir, Balai Pengkajian T eknologi Pertanian Sukarami. Handayani, D, Ranova, R, Hemriyanto, B, Farliyan, A, Almahdy dan Arneti, 2004, Pengujian Effek Anti Feedan dari Ekstrak dan Fraksi Daun Uncaria ISSN : 2087-5045
gambir (Hunter) Roxb Terhadap Hama Spedoptera Litura Fab, Prosiding Seminar Nasional XXVI T umbuhan Obat Indonesia. Kristanti, Alfinda, N., Nanik, S.A., Mulyadi, T ., dan Bambang, K., 2008, Buku Ajar Fitokimia, Airlangga University Press, Surabaya. Merck, 2000, The Merck Index of Chem ical and Drugs. New York : Merck and Co. Pambudi, J., 2004, Potensi Teh sebagai Sumber Zat Gizi dan Perannya dalam Kesehatan. Rahmawati, N., 2011, Optimasi Metoda Isolasi Katekin dari Gam bir (Uncaria gambir ((Hunter) Roxb) Untuk Bahan Baku Obat, Kosm etika dan Senyawa Marker, T esis Pasca Sarjana Universitas Andalas, Padang. T jitrosoepomo, G, 1994, Taksonom i Tumbuhan Obat, Gajah Mada Unit Press, Yogyakarta 39
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013
PENGARUH PEMB ERIAN JUS TOMAT TERHAD AP UKURAN LESI KIS TA DAN S TATUS ANTIOKS IDAN LIKOPEN PLASMA PENDERITA KIS TA PAYUDARA DI RUMAH S AKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA Putri Aulia Arza1 ,E vy Damayanthi2 1 Stike s Pe rintis Sum bar, 2Institut Pe rtanian Bogor
ABSTRAC T Breast cancer is the most comm on type of cancer in wom en. It is the second leading cause of death by cancer in women, following lung cancer. One way to reduce breast cancer is by preventing or treat breast cysts. The aim of this research was to study the effect of tomato juice to status of antioxidants. The study design was one group pre-post test study. Research was conducted in Dharm ais hospital, laboratory of Departm en Human Nutrition and Nutrition Research & Developm ent Center on June 2009April 2010. The tomato juice intervention in cluded a 2-week low antioxidant diet and a 2-week high tomato diet (480 m l tomato juice). 20 woman were participated in the study. Respondents were divided into two groups: one group of 10 norm al and 10 cysts. At the beginning and the end of tom ato juice intervention, antioxid ant status, including level of lycopene and antioxidant activity in plasma were analyzed. The result of the study showed that the m ean of lycopene content before tom ato juice intervention, in normal group and cyst group were 284.5 ng/l and 310.5 ng/l, respectively. After tomato juice intervention, lycopene content increased significantly, in normal group and cyst group were 716.1 and 671.9 ng/l (P<0.0 5); however antioxidant acitivity value did not change significantly. Keywords : Breast cyst, lycopene, tomato juice, nutrition promotion
PENDAHULUAN Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) T ahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (16,85%), disusul kanker leher rahim (11,78%). Adapun angka kejadian kanker payudara yang diderita wanita Indonesia yaitu 26 per 100.0 00 perempuan, disusul kanker leher rahim dengan 16 per 100.000 perempuan. Kanker payudara dapat disebabkan oleh inflamasi (peradangan) 6%, kista 25-30%, dan neoplasma lain sekitar 65% (Euhus 2008). Dari ketiga penyebab tersebut yang perlu mendapat perhatian khusus disamping dua penyebab lainnya yaitu kista karena gejala kista hampir tidak terdeteksi, sulit teraba sehingga umumnya bila terdiagnosis ukurannya sudah besar. T erdapat beberapa tipe kista, kista tipe 1 memiliki konsentrasi potassium tinggi dan konsentrasi sodium dan klor yang rendah, konsentrasi androgen dan estrogen konjugasi ISSN : 2087-5045
tinggi dan konsentrasi faktor pertumbuhan epidermal. Kista tip e 2 memiliki komposisi elektrolit yang menyerupai plasma (konsentrasi sodium dan klor tinggi dan konsentrasi potassium rendah) dan konsentrasi hormone seks dan faktor pertumbuhan epidermal lebih rendah. Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan kista payudara tipe 1 memiliki resiko lebih tinggi untuk berkembang menjadi kanker payudara (Bruzzi et al 1997). Oleh karena itu, penekanan angka insiden kanker payudara dapat dilakukan dengan upaya pencegahan dan penyembuhan kista sehingga kista tidak berkembang menjadi kanker. Salah satu upaya pencegahan dan penyembuhan kista yaitu dengan meningkatkan konsumsi pangan yang kaya antioksidan. Senyawa antioksidan dalam tomat yaitu likopen terbukti dapat meningkatkan kadar antioksidan di plasma (Riso & Rporrini 2000; Hadley et al 2003; Paetau et al 1998) dan menghambat oksidasi seluler (Hall 2001). Pada metabolisme estrogen, likopen berperan dalam mengurangi 40
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 oksidasi dari katekol estrogen (2-OH dan 4-OH) (Hall 2001), sehingga dapat mencegah terjadinya kista payudara karena faktor hormonal sangat berpengaruh terhadap kejadian kista. Selain itu, tersedianya antioksidan yang cukup didalam tubuh juga dapat mengimbangi radikal bebas sehingga mencegah terjadinya stress oksidatif yang merupakan faktor penyebab terjadinya penyakit kanker. Untuk meningkatkan pemanfaatan likopen didalam tubuh dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi tomat. Konsumsi likopen terbesar berasal dari tomat segar dan produk olahan tomat seperti jus, pasta, pure, dan saos tomat (Beecher 1998). Berdasarkan beberapa penelitian, tomat yang telah mengalami pengolahan memiliki ketersediaan biologi (bioavailability) yang lebih tinggi dibandingkan buah tomat segar (Agarwal et al 2001; Shi & Maguer 2000; Stahl & Sies 1992). Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk untuk mempelajari pengaruh pemberian jus tomat dan penyuluhan gizi terhadap gaya hidup dan status antioksidan yang meliputi kadar likopen dan aktivitas total antioksidan plasma pada penderita kista payudara. Tujuan khususnya adalah : (1) Mengidentifikasi status kista payudara responden, (2) Menganalisis pengaruh pemberian jus tomat terhadap perubahan ukuran lesi kista responden, (3) Menganalisis pengaruh pemberian jus tomat terhadap kadar likopen plasma responden, dan (4) Menganalisis pengaruh pemberian jus tomat terhadap aktivitas total antioksidan plasma.
METO DE PEN ELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian payung dengan judul ”Studi pengaruh pemberian bakatul dan jus tomat terhadap peningkatan kualitas hidup pasien wanita penderita kista payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais” yang diketuai oleh Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS. Desain dari penelitian ini adalah one group prepost test. Penelitian dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dari bulan Juni 2009 sampai April 2010. Pembuatan jus tomat dilakukan di Pilot Plant, SEAFAST , IPB. Analisis kadar likopen dilakukan di Pusat Penelitian dan ISSN : 2087-5045
Pengembangan Gizi, Bogor. Analisis aktivitas total antioksidan plasma di laboratorium gizi masyarakat IPB dan intervensi jus tomat, serta pemeriksaan ukuran lesi kista dilaksanakan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) Jakarta. Populasi adalah seluruh pasien wanita kista payudara yang berada di Jakarta. Populai target adalah pasien wanita kista payudara yang datang ke Instalasi Deteksi Dini dan Onkologi Sosial RS Kanker Dharmais, Jakarta yang berkunjung pada bulan juni 2008 hingga Juni 2009 dan bersedia mengikuti penelitian. Penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling. Contoh dipilih dari sejumlah populasi target yang telah didiagnosa oleh dokter di Instalasi Deteksi Dini dan Onkologi Sosial melalui beberapa tahap pemeriksaan. Apabila hasil pemeriksaan yang dilakukan memperkuat diagnosa awal bahwa subyek menderita kista payudara, memenuhi kriteria inklusi dan bersedia menandatangani inform ed consent, maka pasien ditetapkan sebagai contoh. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 orang, 10 orang termasuk ke dalam kelompok normal dan 10 orang merupakan kelompok kista payudara. Intervensi dilakukan selama 4 minggu terdiri dari 2 tahapan masing-masing 2 minggu, yaitu pada tahap ke-1 responden mengkonsumsi diet rendah antioksidan dan tahap ke-2 diet tinggi antioksidan (jus tomat). Mengacu pada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa konsumsi likopen sebanyak 35-40 mg dari tomat yang telah mengalami pengolahan selama 2 minggu, terbukti memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar likopen dalam plasma darah (Hadley et al 2003; Porrini & riso 2003; Bub et al 2000) dan Kandungan likopen dalam 1 gelas (240 mL) jus tomat adalah sekitar 22,9 mg (USDA-NCC Carotenoid Database for US Foods 1998) maka pada penelitian ini jumlah jus tomat yang diberikan sebanyak 2 gelas dalam sehari. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis Data, Frekuensi Pengumpulan dan Pengukuran Data dapat dilihat pada T abel 1.
41
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 Tabel I. Jenis Data, Frekuensi Pengumpulan dan Pengukuran Data Jenis Data 1. Kead aan Umum Lokasi 2. Karakt eristi k sosial Demografi 3. Tanda/ gejala klinis (data kesehatan) 4. Ukuran lesi jinak 5. Kadar Likopen plasma 6. Antioksidan
Frekuensi dan waktu Pengumpu lan 1x ; Awal
Metode Pengumpulan Data sekunder
1x ; Awal
Wawancara& kuesioner
1x ; Awal
Pemeriksaan klinis & Wawancara& Kuesioner Ultrasonografi
3x ; Minggu ke-0, 2,4 2x ; Minggu ke-2, 4 2x ; Minggu
plasma
ke-2, 4
Spektofotometer (Carrapei ro et al
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan program Microsoft excel 2007 dan SPSS 16.0 for windows. T ahapan pengolahan data yang dilakukan berupa editing, coding, cleaning, entry, dan analisis. Jenis dan cara pengolahan data disajikan pada Tabel 2.
HPLC (Carrapeiro et al 2007) DPPH ;
Tabel II. Jenis dan cara pengolahan data No 1.
Variab el Umur
2.
Pendidikan
3.
Peker jaan
Kategori berdasark an riwayat pekerjaan 1. Pegawai swasta 2. PNS 3. Wiraswata 4. Pensiunan 5. Ibu rumah tangga
Deskripti f
4.
Besar Keluarg a
Kategori berd asark an besar kelu arga 1. ≤ 4 orang 2. 5-7 orang 3. > 7 orang
Deskripti f
5.
Pengaruh konsumsi jus tomat terhadap ukuran lesi kista
Uji paired t test
6.
Pengaruh konsumsi jus tomat terhadap kadar likopen plasma Pengaruh konsumsi jus tomat terhadap aktivitas total antioksidan plasma
Uji paired t test
7.
ISSN : 2087-5045
Kategori Kategori umur berdas arkan AK G (2004) 1. 19-29 tahun 2. 29-49 tahun 3. >49 tahun Kategori berd asark an tingkat pendidikan 1. Tidak sekolah/tidak lulus SD 2. Lulus SD/sederajat 3. Lulus SMP/sedarajat 4. Lulus SMA/sederajat 5. Lulus diploma 6. Lulus sarjana (S1, S2, dan S3)
Analisis Deskripti f
Deskripti f
Uji pairedt test
42
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakte ristik Contoh Penelitian Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa usia, suku, riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan, agama dan besar keluarga tidak berbeda secara nyata pada kelompok kista maupun normal pada α=5%, tetapi pada α=10% usia dan riwayat pendidikan berbeda secara nyata antara kelompok normal dan kelompok kista. Tabe l III. Sebaran karakteristik contoh pada kelompok normal dan kista Karak Normal teristik n % Umur (th) 19-29 0 0 29-49 6 60 >49 4 40 Total 10 100 Riwayat pendidikan Tidak lulus 0 SD SD 0 SMP 1 SMA 9 Diploma 0 Sarjana 0 Total 10 Riwayat pekerjaan P egawai 1 swasta P NS 0
n
Kista %
n
Total %
1 9 0 10
10 90 0 100
1 15 4 20
5 75 20 100
0
1
10
1
5
0 10 90 0 0 100
0 2 3 1 3 10
0 20 30 10 30 100
0 3 12 1 3 20
0 15 60 5 15 100
10
0
0
1
5
0
2
20
2
10
Uji Beda
P= 0.06*
P= 0.08*
glandular yang lebih banyak diduga memproduksi estrogen lebih banyak, sehingga diduga hal ini memungkinkan kista lebih banyak ditemukan pada payudara kanan. T erdapat dua orang responden yang memiliki lebih dari satu buah lesi kista di payudara kanan dan 3 orang responden yang memiliki lebih dari satu buah lesi kista di payudara kiri. Setelah pemberian jus tomat terdapat 6 orang responden yang mengalami pengecilan ukuran lesi kista di payudara kanan dan salah satu responden yang memiliki dua lesi kista di payudara kanan, setelah intervensi hanya memiliki satu buah lesi kista saja, atau dengan kata lain salah satu lesi kista responden telah menghilang. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa ratarata ukuran lesi kista sebelum intervensi adalah sebesar 10.1 ± 4.4 mm, sedangkan rata-rata ukuran lesi kista payudara kiri sebesar 5.5 ± 6.0 mm. Setelah dilakukan intervensi jus tomat selama dua minggu untuk payudara kanan menjadi 11.4 ± 6.2 mm dan pada payudara kiri menjadi 6.6 ± 7.9 mm. Tabel rata-rata ukuran lesi kista sebelum dan setelah intervensi dapat dilihat pada T abel 4. Tabe l IV. Perbandingan ukuran lesi kista pada minggu ke-2 dan ke-4 Keterangan
Wiraswasta P ensiunan
0 0
0 0
1 0
10 0
1 0
5 0
Ibu Rumah Tangga
9
90
7
70
16
80
Total 10 B esar keluarga ≤ 4 orang 3
100
10
100
20
100
30
6
60
9
45
5 – 7 orang > 7 orang
5 2
50 20
4 0
40 0
9 2
45 10
Total
10
100
10
100
20
100
P= 0.24
P= 0.21
* berbeda nyata pada pada α=0.1 Pengaruh Pembe rian Jus Tomat Te rhadap Perubahan Ukuran Le si Kista Berdasarkan hasil USG, diketahui bahwa seba gian besar responden memiliki kista di payudara sebelah kanan, Menurut Ramsay 2005 payudara kanan memiliki jumlah jaringan glandular yang lebih banyak (65 ± 11%) dibandingkan payudara kiri (63 ± 9%). Jaringan ISSN : 2087-5045
Payudara Kanan Payudara Kiri
Ukuran rata-rata kista ± Std. Deviasi (mm) Sebelum Setelah Intervensi Intervensi 10.1 ± 4.4a 11.4 ± 6.2a 5.5 ± 6.0b
6.6 ± 7.9b
Keterangan : huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada p<0.05 Berdasarkan hasil uji beda Sig (2 tailed) untuk payudara kanan sebesar 0.246 dan untuk payudara kiri sebesar 0.215 (p>0.05) yang berarti Ho diterima, sehingga pemberian intervensi jus tomat tidak berpengaruh terhadap pengecilan ukuran lesi kista. T idak terdapatnya pengaruh intervensi jus tomat terhadap pengecilan ukuran lesi kista diduga karena likopen yang diperoleh dari jus tomat dimanfaatkan tubuh untuk memperbaiki tingkat stress oksidatif tubuh, sehingga belum berdampak langsung terhadap pengecilan ukuran lesi kista.
43
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 Pengaruh Pembe rian Jus tomat Te rhadap Kadar Likopen Plasma Uji statistik paired t-test digunakan untuk melihat pengaruh intervensi jus tomat terhadap kadar likopen plasma responden. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat perbandingan rata-rata kadar likopen pada plasma darah responden. Tabe l V. Perbandingan kadar likopen plasma pada minggu ke-2 dan ke-4 Kadar Lycopene ratarata ± std. deviasi sig (2Keterangan ngram/L tailed) Minggu Minggu ke-2 ke-4 Normal 284.5 ± 716.1 ± p= Intervensi 167.4 a 341.8b 0.001 Kista 310.5 ± 671.9 ± p= Intervensi 179.0 c 259.9d 0.001 Keterangan : huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada p<0.05 Berdasarkan hasil uji beda sig (2 tailed) menunjukkan bahwa pada kelompok normal kadar likopen pada minggu ke-4 lebih tinggi secara nyata (p<0.05) dibandingkan kadar likopen pada minggu ke-2 (p<0.05). Begitu juga dengan kelompok kista payudara, terjadi peningkatan kadar likopen plasma dari minggu ke-2 ke minggu ke-4. Berdasarkan hasil uji beda sig (2 tailed) kadar likopen plasma pada minggu ke-4 meningkat secara nyata dibandingkan dengan kadar likopen plasma pada minggu ke-2 (P<0.05). Peningkatan kadar likopen plasma setelah pemberian produk olahan tomat selama 2 minggu yang telah dilakukan pada penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh beberapa hasil penelitian (Porrini & Riso 2000 ; Hadley et al 2003) Senyawa antioksidan dalam tomat yaitu likopen terbukti dapat meningkatkan kadar antioksidan di plasma dan menghambat oksidasi seluler. Pengaruh Pembe rian Jus tomat Te rhadap Aktivitas total antioksidan plasma Aktivitas antioksidan yaitu kemampuan suatu bahan yang mengandung antioksidan untuk dapat meredam senyawa radikal bebas yang ada disekitarnya. Pada penelitian ini aktivitas total antioksidan plasma diukur dengan menggunakan metode DPPH (1,1-diphenyl-2ISSN : 2087-5045
pyscrilhydrazil). DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil. Prinsip kerja dari metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl) dalam mengukur aktivitas antioksidan ditandai dengan perubahan atau pemudaran warna larutan, yaitu warna ungu pekat (senyawa radikal bebas) menjadi warna agak kekuningan (senyawa radikal bebas yang tereduksi oleh antioksidan). Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak dari spectrophotometer, sehingga semakin rendah nilai absorbansi maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Menurut Nishizawa et al (2005) radikal bebas DPPH telah diketahui manfaatnya sebagai penentuan aktivitas antioksidan untuk menguji aktivitas antioksidan radikal dari vitamin yang bersifat antioksidatif dan komponen aromatic polyhydroxy. Peningkatan aktivitas total antioksidan plasma dengan menggunakan DPPH sebagai radikal beba s yang stabil mempunyai makna plasma darah yang mengandung antioksidan setelah konsumsi pangan yang mengandung antioksidan (jus tomat) mampu meredam radikal bebas DPPH yang setara dengan mg vitamin C yang digunakan sebagai standar untuk meredam radikal bebas DPPH. Uji statistik paired t-test digunakan untuk melihat pengaruh intervensi jus tomat terhadap aktivitas total antioksidan plasma. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat perbandingan rata-rata aktivitas antioksidan pada plasma darah responden. Berdasarkan hasil uji beda sig (2 tailed) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan pada minggu ke-4 cenderung lebih tinggi dibandingkan aktivitas antioksidan pada minggu ke-2, tetapi tidak nyata secara statistik (p>0.05) baik pada kelompok normal maupun kelompok kista.
Tabe l VI. Perbandingan aktivitas total antioksidan plasma pada minggu ke-2 dan ke-4 Aktivitas antioksidan ratarata ± std. deviasi Keterangan mg/100mL Minggu ke-2 Minggu ke-4 Normal 0.810 ± 0.906 ± Intervensi 0.775 a 0.307 a Kista 0.675 ± 0.962 ± Intervensi 0.366b 0.379b
44
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013 Keterangan : huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada p<0.05
KESIMPULAN Karakteristik responden penelitian berdasarkan usia menunjukkan pada kelompok kista maupun normal sebagian besar responden berusia 29-49 tahun. Secara umum, tingkat pendidikan responden pada kelompok kista lebih tinggi dibandingkan kelompok normal, pada kelompok kista riwayat pendidikan responden terbanyak adalah SMA (30%) dan Sarjana (30%), dan pada kelompok normal mayoritas merupakan lulusan SMA (90%). Sebagian besar responden merupakan ibu rumah tangga baik pada kelompok kista (70%) maupun kelompok normal (90%). Berdasarkan besar keluarga kelompok normal (70%) jumlah anggota keluarga 5-7 orang, sedangkan kelompok kista merupakan keluarga kecil (60%). Dilihat dari status gizi, lebih dari separuh responden berstatus gizi normal. Keseluruhan responden penelitian menderita kista simpleks yang tidak akan berkembang menjadi kanker payudara. Hasil intervensi jus tomat tidak memiliki pengaruh terhadap pengecilan ukuran lesi kista, tetapi meningkatkan kadar likopen plasma responden secara nyata. Dalam hubungannya dengan aktivitas total antioksidan plasma, konsumsi jus tomat meningkatkan aktivitas total antioksidan plasma tetapi tidak nyata secara statistik.
DAFTAR PUSTAKA Agarwal A, H Shen dan AV Rao. 2001. Lycopene content of tomato products: its stability, bioavailability and in vivo antioxidant properties. J.Med. Food,4:915 Beecher GR. 1998. Nutrient content of tomato products. Proc. Soc. Exp. Biol. Med. 218:98-100 Bruzzi et al. 1997. Cohort study of association of risk of breast cancer with cyst type in women with gross cystic disease of the breast. BMJ. 314 : 925 Carrapeiro MM et al. 2007. Effect of lycopene on biomarkers of oxidative stress in rats ISSN : 2087-5045
supplemented with ω-3 polyunsaturated fatty acids. Food Research International 40, 939-946 Hall DC. 2001. Nutritional influence on estrogen metabolism. Advanced Nutrition Publication 451:1. Hadley CW, Clinton SK dan Schwartz. 2003. The consumption of processed tomato products enhances plasma lycopene concentrations in association with a reduced lipoprotein sensitivity to oxidative damage. J. Nutr.133: 727– 732 Nishizawa et al. 2005. Non-reductive scavenging of 1,1-diphenyl-2picrylhidrazyl (DPPH) by peroxyradical : A useful method for quantitative Analysis of peroxyradical. Chem. Pharm. Bull, 53(6) 714-716 Paetau et al. 1998. Chronic ingestion of lycopene-rich tomato juice or lycopene supplements significantly increases plasma concentrations of lycopene and related tomato carotenoids in humans. Am J Clin Nutr 1998;68:1187–95. Ramsay DT, JC Kent, RA Hartmann dan PE Hartmann. 2005. Anatomy of the lactating human breast redefined with ultrasound imaging. J.Anat 206: 525534. Riso P dan Porrini M. T omatos And Health Promotion. 2000. Di dalam, Watson RR. Vegetable, Fruits And Herbs in Health Promotion. New York, CRC. Pr. Hlm. 45-72 Shi J dan ML Maguer. 2000. Lycopene in tomatoes : chemical and physical properties affected by food processing. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 40 : 1-42 Stahl W, Sies H. 1992.Uptake of Lycopene And Its Geometrical Isomers Is Greater From Heat Processed T han From Unprocessed Tomato Juice In Humans. J Nutr 122:2161–2166.
45
Petunjuk Penulisan Pada Jurnal Scientia 1. Naskah berupa hasil penelitian atau karya ilmiah dari bidang Ilmu Farmasi dan Kesehatan, baik berupa rev iew maupun sintesis. Naskah belum pernah dan tidak akan pernah dipublikasikan pada media lain. 2. Naskah ditulis dala m bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Bila naskah dala m bahasa Inggris, maka abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia, sebaliknya bila naskah dalam bahasa Indonesia, maka abstrak ditulis dala m bahasa Inggris. 3. Naskah diketik menggunakan komputer, dengan jumlah halaman maksimal 10 halaman kertas ukuran kuarto (A4) dengan spasi ganda. Abstrak tidak lebih dari 250 kata yang diketik dengan jarak 1 spasi. Naskah 1 rangkap beserta softcopy (dalam bentuk CD) dikirim ke redaksi. 4. Sistematika penulisan disusun sebagai berikut : a. Judul, nama lengkap penulis dan lembaga b. Abstrak c. Pendahuluan : berisi latar belakang masala h, ditambah literatur pendukung yang relev an d. Metoda Penelitian e. Hasil dan Pembahasan f. Kesimpulan atau saran g. Daftar Pustaka (kutip an dari buku dengan susunan : nama penulis, tahun, judul buku (tulis miring), penerbit, kota terbit; kutipan dari jurnal dengan susunan : nama penulis, tahun, judul artikel, judul jurnal (ditulis miring), volume, nomor halaman) 5. Tabel dan gambar harus dib eri judul dan keterangan yang jelas 6. Redaksi berhak merubah naskah tanpa mengurangi isi dan maksud naskah 7. Redaksi berhak menolak naskah yang kurang layak untuk dipublikasikan. Naskah akan dikembalikan jika dilengkapi perangko secukupnya 8. Nama penulis ditulis lengkap dengan gelar dan lembaga/instansi tempat penulis bekerja 9. Pada bagian akhir naskah dicantumkan riwayat hidup penulis 10. Naskah & softcopy dapat dikirimkan ke : Alamat : Jl. Adinegoro/Simp. Kalumpang Km. 17 Lubuk Buaya Padang-25173 e-mail :
[email protected] (khusus softcopy) Telp : (0751) 482 171
ISSN : 2087-5045
SCIENTIA VOL. 3 NO. 1, FEBRUARI 2013