PENERAPAN TINDAKAN AMBULASI DINI TERHADAP PENINGKATAN AKTIVASI PERISTALTIK USUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. M DENGAN POST OPERASI EKSTREMITAS ATAS MENGGUNAKAN ANESTESI UMUM DI RS. ORTHOPEDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH
:
FERRY HANNY REZABASTIAN NIM : P.12 026
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PENERAPAN TINDAKAN AMBULASI DINI TERHADAP PENINGKATAN AKTIVASI PERISTALTIK USUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. M DENGAN POST OPERASI EKSTREMITAS ATAS MENGGUNAKAN ANESTESI UMUM DI RS. ORTHOPEDI SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH
:
FERRY HANNY REZABASTIAN NIM : P.12 026
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Ferry Hanny Rezabastian
NIM
: P.12 026
Program studi
: D III Keperawatan
Judul Karya tulis ilmiah
: Penerapan
tindakan
ambulasi
dini
terhadap
peningkatan aktivasi peristaltik usus pada pasien post operasi ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umum.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar – benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan akademik yang berlaku.
Surakarta, Februari 2015 Yang membuat pernyataan
FERRY HANNY REZABASTIAN P.12 026
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Ferry Hanny Rezabastian
NIM
: P.12 026
Program studi
: D III Keperawatan
Judul Karya tulis ilmiah
: Penerapan
tindakan
ambulasi
dini
terhadap
peningkatan aktivasi peristaltik usus pada pasien post operasi ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umum.
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di
: Surakarta
Hari/ Tanggal
:Sabtu, 23 Mei 2015
Pembimbing : Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep NIK. 200680021
iii
(
)
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Kuasa Rahmat, dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Penerapan tindakan ambulasi dini terhadap peningkatan aktivasi peristaltik usus pada asuhan keperawatan An. M dengan post operasi ekstremitas atas menggunakan anestesi umum di RS. orthopedi Surakarta”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat : 1. Atiek Murhayati, S.Kep., Ns., M.Kep , selaku Kepala Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. Serta selaku pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan – masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah. 2. Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku selaku Sekretaris program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. Serta selaku dosen penguji I sidang KTI. 3. Diyah Ekarini, S.Kep., Ns, selaku dosen penguji 2 sidang KTI.
v
4. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakartayang memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yg bermanfaat. 5. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 6. Teman-teman mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual 7. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Amin.
Surakarta,
Februari 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
PERNYATAN TIDAK PLAGIATISME .......................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang .....................................................................................
1
B. Tujuan Penulisan .................................................................................
2
C. Manfaat Penulisan ..............................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan teori ......................................................................................
5
1. Konsep askep ................................................................................
5
2. Peristaltik usus ..............................................................................
14
3. Anbulasi dini .................................................................................
15
B. Kerangka Teori ....................................................................................
20
C. Kerangka Konsep ................................................................................
21
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek aplikasi riset ............................................................................
22
B. Waktu dan tempat ..............................................................................
22
C. Media yang digunakan ........................................................................
22
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ......................................
23
E. Alat ukur evaluasi ................................................................................
24
BAB IV LAPORAN KASUS A. Pengkajian ...........................................................................................
vii
25
B. Analisa data .........................................................................................
32
C. Perumusan diagnosa keperawatan .......................................................
33
D. Perencanaan .........................................................................................
34
E. Implementasi .......................................................................................
35
F. Evaluasi ...............................................................................................
37
BAB V PEMBAHASAN A. Pengkajian ...........................................................................................
42
B. Perumusan masalah keperawatan ........................................................
45
C. Perencanaan .........................................................................................
46
D. Implementasi .......................................................................................
49
E. Evaluasi ...............................................................................................
54
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .........................................................................................
59
B. Saran ....................................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Gambar 2.1 Kerangkat teori . ..............................................................
20
2. Gambar 2.2 Kerangkat konsep ...........................................................
21
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Jurnal keperawatan KesMaDaSka – Januari 2015 2. Lembar Konsultasi 3. Lembar Log Book 4. Format Pendelegasian 5. Fotocopy Laporan Asuhan Keperawatan 6. Fotcopy Judul Buku dan Referensi Materi Penulisan KTI 7. Daftar riwayat hidup
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Pada pasien yang melakukan tindakan pembiusan maka butuh waktu yang lama dalam pengaktifan peristaltik usus dikarenakan tidak dilakukan tindakan apapun untuk pengaktifan peristaltik ususnya. Dalam keadaan normal bunyi usus akan terdengar dengan frekwensi 5 – 35 kali per menit. Suaranya tidak teratur seperti orang berkumur. Pada pasien yang dilakukan tindakan operasi atau pembedahan, diberikan anestesi tertentu, misalnya anestesi umum anestesi spinal yang menyebabkan usus berhenti beraktivitas. Usus akan kembali beraktivitas dan berfungsi secara normal setelah hubungan obat anestesi hilang (Jurnal KesMaDaSka, Januari 2013). Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk disisi tempat tidur sampai pasien turun dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien. Beberapa literatur menyebutkan bahwa manfaat ambulasi dini adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan paska operasi (Jurnal KesMaDaSka, Januari 2013). Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian post operasi diketahui adanya hubungan ambulasi dini terhadap aktivasi peristaltik usus pada pasien
1
2
post operasi fraktur ekstermitas atas dengan anestesi umum. Fenomena secara umum yang terjadi di beberapa rumah sakit. Hasil study pendahuluan di RS. Orthopedi di ruang parang kusumo. Penulis menjumpai kurang lebih 50% pasien dengan kondisi post operasi menggunakan anestesi umum. Hasil wawancara dengan perawat diperoleh data bahwa pasien post operasi dengan menggunakan anestesi umum baru boleh dilakukan tindakan ambulasi dini apabila pasien tidak merasakan pusing, mual dan muntah. Akan tetapi apabila pasien merasakan pusing, mual dan muntah pasien hanya boleh dilakukan tindakan ambulasi dini setelah waktu 1 X 24 jam setelah operasi selesai. Untuk mengetahui peristaltik usus sudah baik saat pasien di Rumah Sakit cukup di observasi dengan adanya tanda bahwa pasien sudah flatus, dan tidak menggunakan tindakan auskultasi. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin menerapkan implemenasi keperawatan pemberian ambulasi dini pada pasien dengan kondisi Post Operasi fraktur ekstremitas atas dengan anastesi umum untuk meningkakan aktivasi peristaltik usus.
B. Tujuan penulisan 1.
Tujuan Umum Mengaplikasikan tindakan keperawatan ambulasi dini pada pasien post fraktur ekstremitas atas dengan anestesi umum untuk meningkatkan aktivasi peristaltik usus.
3
2. Tujuan Khusus Tujuan khusus merupakan penguraian secara lebih khusus dari tujuan umum dengan menggunakan beberapa domain : a.
Penulis mampu melakukan pengkajian pasien dengan post operasi fraktur ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umum.
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan post operasi fraktur ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umum
c.
Penulis mampu menyusun Asuhan Keperawatan pada pasien dengan post operasi fraktur ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umum
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan post operasi fraktur ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umum
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada Pasien dengan post operasi fraktur ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umum
f.
Penulis mampu menganalisa hasil Tindakan ambulasi dini terhadap aktivasi peristaltik usus pada pasien dengan post operasi fraktur ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umu.
4
C. Manfaat penulisan 1.
Bagi responden Meningkatkan
pengetahuan
responden
tentang
pentingnya
ambulasi dini yang berfungsi terhadap kembalinya aktivitas usus secara normal setelah hubungan obat anestesi umum hilang. 2.
Bagi tenaga kesehatan Bahan
masukan
untuk
tenaga
kesehatan
meningkatkan penyuluhan kesehatan dimasa
dalam
upaya
yang akan datang
khususnya bagi pasien post operasi fraktur ekstremitas atas dengan anestesi umum. 3.
Bagi penulis Pengalaman berharga dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan dapat mengaplikasikan serta menambah ilmu pengetahuan tentang keperawatan medical bedah.
4.
Bagi institusi Digunakan sebagai bahan referensi dalam mengembangkan keilmuan khususnya di STIKes Kusuma Husada Surakarta tentang ambulasi dini guna meningkatkan aktivasi peristaltik usus pada pasien post operasi fraktur ekstremitas atas dengan anestesi umum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Konsep askep a. Pengertian neglected dislok heat radius sinistra
Neglected dapat diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, dan sembrono (http://kamuskesehatan.com/arti/neglected/). Dislok / dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang tidak lagi berhubungan secara anatomis atau tulang lepas dari sendi (http://kamuskesehatan.com/arti/dislokasi/). Heat dapat diartikan panas atau kalor. Kalor dapat diartikan perubahan suhu
atau
peningkatan
suhu
dalam
anggota
tubuh
(http://kamuskesehatan.com/arti/heat/).
Radius adalah salah satu dari dua tulang lengan, yang lainnya adalah ulna. Radius memanjang dari sisi lateral siku ke sisi ibu jari pergelangan tangan (http://kamuskesehatan.com/arti/radius/). Sinistra
yaitu
berarti
bagian
kiri
atau
sebelah
kiri
(http://kamuskesehatan.com/arti/sinistra/). Neglected dislok head radius sinistra dapat diartikan keadaan dimana tulang-tulang yang tidak lagi berhubungan secara anatomis atau tulang lepas dari sendi pada salah satu dari dua tulang lengan yang 5
6
memanjang dari sisi lateral siku ke sisi ibu jari pergelangan tangan bagian kiri yang telah diabaikan (Arif Mansyur, dkk. 2005).
b. Klasifikasi Menurut (Arif Mansyur, dkk. 2005) klasifikasi berdasarkan penyebabnya dikelompokkan menjadi : 1). Dislokasi kongenital, yaitu dislokasi yang terjadi sejak lahir,akibat kesalahann pertumbuhan, paling sering terjadi pada sendi pinggul. 2). Dislokasi spontan atau patologik Yaitu dislokasi akibat penyakit struktur sendi dan jaringan sekitar sendi. 3). Dislokasi traumatik Yaitu dislokasi akibat cidera dimana sendi mengalami kerusakan akibat kekerasan atau trauma.
c. Etologi. 1). Cidera olah raga 2). Benturan benda keras 3). Terjatuh dari tangga d. Pemeriksaan penunjang 1). X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera. 2). CCT kalau banyak kerusakan otot.
7
3). Pemeriksaan Darah Lengkap
e. Patofisiologi Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya . Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur menurut (Potter & Perry, 2005).: 1). Faktor Ekstrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur. 2). Faktor Intrinsik Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
8
f. komplikasi 1). Kerusakan Arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 2). Kompartement Syndrom Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada
kompartemen, rasa sakit
dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna). 3). Fat Embolism Syndrom Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala
9
dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie. 4). Infeksi System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 5). Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
10
6). Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. 7). Osteomyelitis Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar.
g. Pengkajian Keperawatan
Menurut Bandman (2002), pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencangkup dua langkah yaitu, pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga / tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 2005).
Menurut Mitayani (2009), pengkajian pada pasien negleteed dislok heat radius sinistra meliputi :
11
1). Riwayat kesehatan dahulu a). Apakah adik pernah mengalami sakit kronis b). Apakah adik pernah menderita penyakit yang sama c). Apakah adik pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya 2). Riwayat kesehatan sekarang
Seorang anak jatuh saat bermain volly 2 bulan yang lalu. Semenjak 2 bulan yang lalu pasien tidak menghiraukan tentang penyakitnya saat ini.
3). Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga mempunyai penyakit menurun atau penyakit yang sama diderita klien.
a. Prioritas diagnosa keperawatan. 1). Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan. 2). Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan. 3). Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. 4) Gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op. b. Rencana keperawatan Perencanaan keperawatan adalah katagori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan, ditetapkan, dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry, 2005).
12
Menurut wong (2009), rencana keperawatan pada kasus negleteed dislok heat radius sinistra yaitu: 1). Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan. Tujuan : hambatan mobilitas fisik dapat teratasi. Kriteria hasil : tidak terbatas dalam pergerakan dan tidak terdapat kaku sendi. Intervensi : a). Atur posisi yang nyaman b). Ajarkan teknik ambulasi dini, dan c). Kolaborasi dengan petugas fisioterapi
2). Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan. Tujuan : nyeri akut dapat teratasi. Kriteria hasil : Ekspresi wajah rileks, skala nyeri 0 – 2. Intervensi : a). Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam b). Atur posisi tidur yang nyaman, dan c). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. 3). Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. Tujuan : kecemasan dapat teratasi. Kriteria hasil : mampu mengidentifikasi tingkat kecemasan, kaji faktor penyebab kecemasan, pasien memahami penkes yang diberikan. Intervensi :
13
a). Identifikasi tingkat kecemasan, b). Kaji faktor penyebab kecemasan. c). Berikan pendidikan kesehatan, dan d). Kolaborasi dengan dokter. 4). Gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op. Tujuan : gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan dapat teratasi. Kriteria hasil : jumlah jam tidur pasien 7 – 8 jam, klien tidur dengan nyenyak, tidak sering terbangun saat tidur, bangun terasa segar Intervensi : a). Kaji ulang pola tidur b). Hindari tindakan saat pasien tidur c). Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat d). Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda rasa nyeri 2. Peristaltik usus Peristaltik usus adalah gerakan yang terjadi pada otot-otot pada saluran pencernaan yang menimbulkan
gerakan semacam gelombang sehingga
menimbulkan efek menyedot/menelan makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Hal ini menjelaskan mengapa air yang kita minum tidak tumpah keluar kembali walaupun kita minum sambil menjungkirbalikan tubuh sekalipun (Old meadow et al, 2006). Peristaltik usus merupakan gerakan mendorong makanan agar dapat berjalan menuju bagian pencernaan selanjutnya, pada pasien yang mengalami anestesi atau pembiusan, secara tidak langsung juga aktivitas peristaltik usus juga mengalami fase pembiusan juga. Pada pasien yang dilakukan tindakan pembiusan
14
maka butuh waktu lama dalam pengaktifan peristaltik usus dikarenakan tidak dilakukan tindakan apapun untuk pengaktifan peristaltik ususnya (Old meadow et al, 2006 ). Peristaltik usus merupakan gerakan mendorong makanan agar dapat berjalan menuju bagian pencernaan selanjutnya. Dalam keadaan normal frekwensi usus akan terdengar 5 – 35 kali per menit, suaranya tidak teratur seperti orang berkumur. Pada pasien yang dilakukan tindakan operasi atau pembedahan, diberikan anestesi tertentu, misalnya anestesi umum atau anestesi spinal yang menyebabkan usus dapat berhenti beraktivitas. Usus akan kembali beraktivitas dan berfungsi kembali secara normal setelah hubungan obat anestesi hilang (Old meadow et al, 2006). 3. Ambulasi dini. Ambulasi dini adalah latihan berjalan pertama yang dilakukan pada pasien setelah menjalani proses pembedahan / operasi. Sebelum melakukan ambulasi dini, terlebih dulu lakukan dangling. Dangling adalah pasien duduk dengan kaki menjuntai di tepi tempat tidur (Old meadow et al, 2006). Ambulasi dini seharusnya dilakukan pada pasien dengan post op sesegera mungkin. Dikarenakan menurut (Old meadow et al, 2006) ambulasi dini dianjurkan segera pada 48 jam pada pasien paska operasi fraktur agar pasien dapat pulih dan yang terpenting adalah pengaktifan peristaltik usus agar pasien dapat menjalani dietnya seperti biasa tanpa harus menunggu lama. Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien
15
(Old meadow et al, 2006). Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan paska operasi fraktur karena jika pasien membatasi pergerakannya ditempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi, pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan , manfaatnya antara lain menurunkan insiden komplikasi immobilisasi paska operasi, mengurangi komplikasi respirasi dan sirkulasi, mempercepat proses pemulihan pasien paska operasi, mengurangi tekanan pada kulit/dekubitus, penurunan intensitas nyeri, frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal. Menurut (Old meadow et al, 2006) ambulasi dini 48 jam pada pasien paska paska operasi fraktur. Pasien dengan disfungsi ekstremitas atas biasanya dimulai dari duduk di tempat tidur. Aktivitas ini seharusnya dilakukan 2 atau 3 kali selama 10 menit sampai dengan 15 menit, kemudian dilatih untuk turun dari tempat tidur dengan bantuan perawat sesuai dengan kebutuhan pasien. Faktor-faktor yang mempengaruhi ambulasi dini (Old meadow et al, 2006): a.
Cidera Penyakit-penyakit
tertentu dan cidera
berpengaruh terhadap
mobilitas misalnya penderita multipe aklerosis dan cidera pada urat saraf tulang belakang. Demikian juga pada pasien post operasi atau yang mengalami nyeri, cenderung membatasi gerakan. b.
Energi Tingkat energi bervariasi pada setiap individu. Terkadang seseorang membatasi aktivitas tanpa mengetahui penyebabnya. Selain itu tingkat usia juga berpengaruh terhadap aktivitas. Misalnya orang pada usia pertengahan cenderung mengalami penurunan aktivitas yang berlanjut sampai usia tua.
16
c.
Keberadaan nyeri Nyeri merupakan sensasi yang rumit, universal dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. Nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan prilaku klien. Klien kadang-kadang diminta untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda. Tipe nyeri tersebut berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dapat mengevaluasi perubahan kondisi klien (Asmadi, 2008).
d. Faktor perkembangan Faktor
yang
mempengaruhi
adalah
umur
dan
paritas
(Potter, 2006 : 9). Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita dan umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. e.
Tingkat Kecemasan Yang mempengaruhi mobilisasi adalah cemas (ansietas) Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan.(Asmadi, 2008).
17
f.
Tingkat Pengetahuan Menurut (Brunner & Suddarth, 2002), pasien yang sudah diajarkan mengenai gangguan muskuloskeletal akan mengalami peningkatkan penanganan. Informasi mengenai apa yang diharapkan termasuk sensasi selama dan setelah penenganan dapat memberanikan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan dan penerapan penanganan. Informasi khusus mengenai antisipasi peralatan misalnya penanganan alat fiksasi eksternal, alat bantu ambulasi (trapeze, walker, tongkat), latihan dan medikasi harus didiskusikan dengan pasien. Informasi yang diberikan tentang prosedur perawatan dapat mengurangi ketakutan pasien.
18
B.
Kerangka Teori
Post operasi dengan anestesi umum
Hambatan mobilitas fisik
Ativitas usus berhenti
Kembung atau mual
Resiko gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ambulasi dini 48 jam pertama
Peristaltik usus 1. Untuk memgurangi komplikasi Aktif
2. Mempercepat pemulihan 3. Penurunan intensitas nyeri 4. Frekuensi suhu dan nadi normal
Imobilisasi
Nutrisi terpenuhi
Metabolisme sel menurun
Persedian protein menurun
19
BMR menurun
Oksigenasi sel menurun
Gangguan metabolisme
Konsentrasi protein semakin menurun
Gangguan keseimbangan nutrisi dan elektrolit
Edema
Sel
Gangguan metabolisme Sel
Gangguam pengubahan zat
Hasil makanan yang
Makanan tingkat sel
yang di cerna menurun
Gangguan perubahan zat gizi
Kembung dan mual
Gangguan eliminasi
Gambar 2.1. Kerangka Teori
20
C. Kerangka Konsep
Variable Independen
VariableDependen
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Ambulasi Dini
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Subjek dari penelitian ini adalah tindakan ambulasi dini setelah 30 menit pada pasien post operasi ekstremitas atas dengan diagnosa negleteed dislok heat radius sinistra. B. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus 1. Waktu Pengambilan kasus ini dilakukan mulai bulan 9 Maret 2015 – 21 Maret 2015. 2. Tempat Tempat yang digunakan untuk penelitian ini adalah RS. ORTHOPEDI Surakarta. C. Media dan Alat Yang Digunakan 1.
Media Auskultasi peristaltik usus pada pasien post operasi fraktur ekstremitas atas dengan anestesi umum.
2.
Alat Alat yang digunakan dalam tindakan ini menggunakan stetoskop.
21
22
D. Prosedur Tindakan 1.
2.
Fase orientasi : a.
Memperkenalan diri.
b.
Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan.
c.
Menjelaskan langkah dan prosedur.
d.
Menanyakan kesiapan pasien.
e.
Mencuci tangan.
Fase Kerja : a.
Menjaga privasi.
b.
Mengatur posisi pasien dimulai dari posisi supinasi menuju posisi miring, angkat tungkai kanan hingga mencapai fleksi knee dengan elbow. Sebagai tumpuhan, badan ikut dimiringkan.
c.
Duduk dengan cara tarik tangan kanan dan elbow, kekuatan berat badan sebagai tumpuhan.
d.
Saat klien sudah posisi duduk, agar rileks sebelum berdiri lakukan ongkang – ongkang kaki.
e.
Persiapan berdiri, tangan klien merangkul pundak perawat, badan dicondongkan ke depan.
f.
Jalan dimulai dari kaki kanan diikuti kaki kiri dan pandangan fokus kedepan.
g.
Mengembalikan klien ke posisi semula dan merapikan klien.
h.
Cuci tangan
23
3.
Fase Terminasi a.
Menympaikan hasil tindakan.
b.
Menyampaikan rencana tindak lanjut.
c.
Berpamitan.
d.
Dokumentasi.
E. Alat Ukur Evaluasi Peristaltik usus An. M kembali normal dengan frekwensi 5 – 35 kali permenit.
BAB IV LAPORAN KASUS
Bab IV ini merupakan pengelolaan asuhan keperawatan pada An. M dengan diagnosa negleteed dislok heat radius sinistra di bangsal parang kusumo kamar A2 Rumah Sakit Prof. Dr. Soeharso Orthopedi Surakarta pada tanggal 10 – 13 maret 2015. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian. Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 maret 2015 pukul 14.00 WIB. Pengkajian ini dilakukakan dengan metode alloanamnesa & autoanamnesa, mengadakan pengamatan atau observasi secara langsung, pemeriksaan fisik, serta melihat catatan medis dan catatan keperawatan sebelumnya. 1. Identitas klien. Nama klien An. M, umur12 tahun, agama islam, pendidikan SD, pekerjaan pelajar, alamat salaman magelang, diagnosa medis negleteed dislok heat radius sinistra, nomer registrasi 272194, nama dokter dr. Tito. Identitas penanggung jawab, Nama Ny M, umur 45 tahun, pendidikan SD, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat salaman magelang, hubungan dengan klien sebagai ibu.
24
25
2. Riwayat kesehatan. Pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Riwayat Penyakit sekarang, pasien mengatakan jatuh saat bermain volly 2 bulan yang lalu. Semenjak 2 bulan yang lalu pasien tidak menghiraukan tentang penyakitnya saat ini. Saat pasien merasakan linu pada daerah nyeri fraktur, pasien hanya berusaha mengoleskan minyak kayu putih pada daerah linu / fraktur tersebut. Pasien sebelum dibawa ke RS. Orthopedi Surakarta pernah memeriksakan penyakitnya pada RSUD Magelang. Namun pihak dari RSUD Magelang menyarankan untuk berobat ke RS. Orthopedi surakarta. Lalu pasien dibawa ke RS. Orthopedi surakarta. Di UGD pasien diperiksa dengan tekanan darah : 110 / 60 mmHg, Nadi : 84 kali / menit, Suhu : 36°C, Rr : 20 kali / menit. Kemudian pasien diberikan therapy program infus RL 20 TPM, injeksi Cefotaxim 1000mg / 12 jam, lalu pasien mendapatkan perawatan pada bangsal parang kusumo kamar A2. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak mengalami sakit yang cukup parah waktu masih kanak - kanak. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya. Keluarga pasien mengatakan pasien pernah dirawat di RSUD Magelang 5 tahun yang lalu karena jatuh dari pohon dan pergelangan tangan kanan retak. Keluarga pasien mengatakan
pasien belum pernah operasi. Keluarga pasien
mengatakan pasien tidak mempunyai alergi makanan atau alergi obat Keluarga pasien mengatakan pasien pernah di imunisasi. Campak, Polio, dan hepatitis. Dan keluarga pasien mengatakan pasien mempunyai
26
kebiasaan merokok . Genogram pasien, pasien mempunyai 3 saudara kandung yaitu : 1 laki – laki dan 2 perempuan. Pasien mempunyai saudara dari bapak 2 orang dan 1 saudara dari ibu. Kakek dan nenek dari ayah dan ibu sudsh meninggal dunia semua. Genogram
Keterangan : : Laki-laki
: Menikah
: Perempuan : Tinggal satu rumah
: Anak
: Pasien
: Meninggal
3. Pola kesehatan fungsional Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, sebelum sakit keluarga pasien mengatakan selalu menjaga kesehatannya dan apabila sakit, pasien selalu mengantisipasinya dengan cara minum obat–obatan dari warung. Selama sakit, pasien mengatakan setelah keluarga mengetahui tentang
27
penyakitnya, keluarga pasien langsung berkonsultasi ke RSUD Magelang. Setelah itu keluarga pasien membawa pasien ke RS Orthopedi Surakarta. Karena keluarga pasien tidak mengetahui tentang penyakit yang diderita pasien dan pasien menutupi penyakitnya sejak 2 bulan yang lalu. Selama pasien dirawat di RS Orthopedi Surakarta, pasien selalu mengikuti anjuran dari dokter dan pasien ingin cepat sembuh. Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari dengan nasi, lauk pauk, sayur, buah, teh dan air putih. Pasien mengatakan bisa habis 1 porsi. Selama sakit pasien makan 3 kali sehari dengan nasi lauk pauk, sayur, buah, susu, dan air putih. Pasien juga mengatakan bisa habis 1 porsi. Pola eliminasi dan BAK sebelum sakit adalah pasien mengatakan BAK sehari 5 – 6 kali, BAK ± 700 – 800 cc / hari, warna jernih, dan pasien mengatakan tidak ada keluhan saat BAK. Selama sakit pasien mengatakan BAK sehari 5 – 6 kali, BAK ± 700 – 800 cc / hari, warna kuning, dan pasien mengatakan tidak ada keluhan saat BAK. BAB sebelum sakit sehari 1 kali dengan tekstur lembek, berwarna kuning kecoklatan, berbau khas, dan pasien mengatakan tidak ada keluhan saat BAB. BAB selama sakit sehari 1 kali dengan tekstur lembek, berwarna kuning kecoklatan, berbau khas, dan pasien mengatakan tidak ada keluhan saat BAB. Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit, pasien mengatakan makan dan minum, toileting, berpakaian, mobilitas bertempat tidur, berpindah,
28
dan ambulasi / rom dapat dilakukan secara mandiri. Selama sakit, pasien mengatakan makan dan minum dapat dilakukan secara mandiri, toileting harus dibantu dengan orang lain, berpakaian dibantu dengan orang lain, mobilitas bertempat tidur dapat dilakukan secara mandiri, berpindah harus dibantu dengan orang lain, dan ambulasi / rom dibantu dengan orang lain Pola istirahat / tidur sebelum sakit, pasien mengatakan tidak pernah tidur pada siang hari. Jumlah jam tidur malam hari ± 6 – 8 jam. Pasien mengatakan tidak ada pengantar untuk tidur, pasien juga mengatakan tidak ada keluhan pada saat tidur. Pola istirahat / tidur selama sakit, pasien mengatakan tidur pada siang hari sekitar 30 menit. Jumlah jam tidur pada malam hari ± 5 jam. Pasien mengatakan tidak ada pengantar untuk tidur. Pasien juga mengatakan sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun karena terasa nyeri pada tangan kiri terutama pada luka bekas operasi. Pola kognitif – perseptual sebelum sakit, pasien
mengatakan tidak
gangguan pada indra penciuman, pendengaran, dan indra penglihatan. Pola kognitif – perseptual selama sakit pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Karena terdapat luka bekas operasi. Pasienjuga mengatakan takut lukanya tidak cepat kering. Nyeri pada luka bekas post op. Nyeri seperti disayat – sayat. Nyeri pada tangan kiri. Skala nyeri 4. Nyeri saat bergerak. Nyeri hilang timbul. 4. Pemeriksaan fisik Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 10 maret 2015 kepada An. M diperoleh hasil bahwa keadaan atau penampilan
29
umum sedang, kesadaran compos mentis, GCS : E: 4, V : 5, M : 6. Tandatanda vital didapat data sebagai berikut tekanan darah 110/80 mmHg, frekuensi nadi 80 kali/menit, irama teratur, pernafasan 20 kali/menit, suhu 36,6° C. Pada pemeriksaan kepala, bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih , tidak ada benjolan, rambut bersih, lurus, rambut berwarna hitam, dan tidak ada ketombe. Pada pemeriksaan mata diperoleh hasil palpebra normal, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil tidak isokor, diameter kanan / kiri simetris ± 2,5 mm, reflek terhadap cahaya baik dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Bentuk hidung simetris, tidak ada sekret dan tidak ada polip. Pada pemeriksaan mulut diperoleh hasil mukosa bibir kering, mulut bersih, tidak ada stomatitis, gigi bersih dan tidak berlubang. Pada pemeriksaan telinga siperoleh hasil
telinga kanan
dan kiri simetris, tidak ada serumen, tidak ada kelainan pendengaran. Pada pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid,tidak ada kaku kuduk. Pada pemeriksaan jantung diperoleh hasil inspeksi bentuk dada simetris, ictus cordis tidak tampak, tidak ada luka atau jejas. Palpasi ictus cordis teraba di SIC IV. Perkusi pekak. Auskultasi bunyi jantung 1 dan 2 normal (lup-dup). Pada pemeriksaan paru diperoleh hasil inspeksi bentuk dada simetris, tidak ada luka, ekspansi paru kanan dan kiri sama. Palpasi vocal fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru kanan dan kiri sama. Perkusi terdengar suara paru sonor. Auskultasi tidak ada suara tambahan. Pada pemeriksaan abdomen diperoleh hasil inspeksi perut simetris, tidak
30
ada jejas, berwarna kulit coklat, perut tidak buncit. Auskulatasi peristaltik usus 10 kali / menit. Perkusi kuadran 1 pekak, kuadran 2,3,4 tympani. Palpasi hati tidak teraba. Pada pemeriksaan genetalia diperoleh hasil tidak ada kelainan pada genetalia, genetalia bersih, alat kelamin laki - laki dan belum di sunat, dan rectum bersih, tidak ada luka, tidak ada hemoroid. Pada pemeriksaan ekstremitas atas, kekuatan otot tangan kanan 4, rom aktif, capilary refile kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, peraaan akral hangat. Kekuatan otot tangan kanan 2, rom pasif, capilary refile kurang dari 2 detik, terdapat perubahan bentuk tulang, peraaan akral hangat. Sedangkan ekstremitas bawah, kekuatan otot tangan kanan 5, rom aktif, capilary refile kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, peraaan akral hangat. 5. Pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 maret 2015 diperoleh hasil sebagai berikut HB 15,3 g/dl, HCT 44%, ∆L 8.900 /uL, ∆T 386.000 /uL, golongan darah B, PT 14,7 g/dl, INR 1,23 %, ∆PTT 23,6 fl, HbsAg negatif. 6. Terapy Terapi yang diberikan pada tanggal 10 maret 2015 adalah infus RL 20 tpm, fungsi dan farmakodinamik adalah sebagai resusitasi, sebagai suplai ion bikarbonat, sebagai asidosis metabolic dan sebagai pemberian nutrisi parental. Cefotaxim 3x1 atau 1 gr / 8 jam, atau 1000mg / 8 jam
31
dengan fungsi farmakologi infeksi saluran nafas, infeksi pada telinga, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi, infeksi abdominial. Mecobalamin / vit B12 dengan dosis 3 X 1. Novalgin 1000mg / 8 jam dengan fungsi farmakologi pegal–pegal, sakit kepala, nyeri pada luka, sakit otot, nyeri syaraf, nyeri setelah operasi, sakit gigi, dan demam.
B. Analisa Data Berdasarkan pengkajian diatas, penulis merumuskan masalah yang terjadi pada An. M yang pertama data subyektif pasien mengatakan makan dan minum dapat dilakukan secara mandiri, toileting harus dibantu dengan orang lain, berpakaian dibantu dengan orang lain, mobilitas bertempat tidur dapat dilakukan secara mandiri, berpindah harus dibantu dengan orang lain, dan ambulasi / rom dibantu dengan orang lain. Data obyektif, pasien tampak dibantu orang lain saat berpindah dan ambulasi / rom, terdapat bekas luka operasi pada tangan kiri. Hasil analisis diatas maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan. Perumusan masalah keperawatan yang kedua pada An. M dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Nyeri pada luka bekas post op. Nyeri seperti disayat – sayat. Nyeri pada tangan kiri. Skala nyeri 4. Nyeri saat bergerak. Nyeri hilang timbul. Data obyektif, tampak ada luka bekas operasi yang tertutup dengan tensocrep. Hasil analisis data tersebut
32
maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan. Perumusan masalah keperawatan yang ketiga pada An. M dengan data subyektif, pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat kering. Dan data obyektif pasien nampak bingung dan panik. Hasil perumusan masalah keperawatan tersebut maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. Perumusan masalah keperawatan yang keempat pada An. M dengan data subyektif, pasien mengatakan sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun pada malam hari karena terasa nyeri pada tangan kiri. Dan data obyektif, pasien tampak sering menguap. Hasil perumusan masalah keperawatan tersebut, maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op.
C. Prioritas diagnosa keperawatan Hasil analisa data diatas, maka penulis membuat prioritas diagnosa keperawatan yang pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan, kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan, ketiga kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, dan keempat gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op.
33
D. Perencanaan Berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama, penulis membuat tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil tidak terbatas dalam pergerakan dan tidak terdapat kaku sendi. Intervensi yang dibuat penulis meliputi atur posisi yang nyaman, ajarkan teknik ambulasi dini dan kolaborasi dengan petugas fisioterapi. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua, penulis membuat tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan masalah keperawatan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil ekspresi wajah rileks, skala nyeri 0 – 2. Intervensi yang dibuat penulis meliputi kaji status nyeri, anjurkan teknik relaksasi nafas dalam, atur posisi tidur yang nyaman, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga, penulis membuat tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan masalah kecemasan dapat teratasi dengan kriteria hasil mampu mengidentifikasi tingkat kecemasan, kaji faktor penyebab kecemasan, pasien memahami penkes yang diberikan. Intervensi yang dibuat penulis meliputi identifikasi tingkat kecemasan, kaji faktor penyebab kecemasan, berikan pendidikan kesehatan, kolaborasi dengan dokter. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang keempat, penulis membuat tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan dapat teratasi dengan
34
kriteria hasil jumlah jam tidur pasien 7 – 8 jam, klien tidur dengan nyenyak, tidak sering terbangun saat tidur, bangun terasa segar. Intervensi yang dibuat penulis meliputi kaji ulang pola tidur, hindari tindakan saat pasien tidur, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda rasa nyeri.
E. Implementasi Pada tanggal 10 maret 2015 dilakukan tindakan keperawatan pada pukul 21.15 WIB untuk diagnosa keperawatan pertama yaitu mengajarkan ambulasi dini. Data subyektif pasien mengatakan bersedia untuk dilakukan ambulasi dini. Data obyektif pasien nampak sedikit kaku dan masih takut saat dilakukan tindakan ambulasi dini. Pada tanggal 11 maret 2015 pukul 09.00 WIB untuk diagnosa yang pertama, mengajarkan ambulasi dini. Data subyektif, pasien mengatakan bersedia dilakukan tindakan ambulasi dini. Data obyektif, pasien nampak lebih tenang. Untuk diagnosa keperawatan yang kedua yaitu mengkaji status nyeri pasien. Data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Nyeri pada luka bekas post op. Nyeri seperti disayat – sayat. Nyeri pada tangan kiri. Skala nyeri 4. Nyeri saat bergerak. Nyeri hilang timbul. Data obyektif, tampak ada luka bekas operasi yang tertutup dengan tensocrep.Pada pukul 10.15 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Data subyektif pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Data obyektif pasien tampak rileks. Untuk diagnosa keperawatan pertama, kedua,ketiga,
35
dan keempat pada pukul 12.00 WIB dilakukan tindakan keperawatan mengkaji TTV. Data subyektif pasien mengatakan mau untuk di lakukan pengukuran TTV. Data objektif yang didapat pada saat mengkaji TTV adalah tekanan darah : 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 kali / menit, Suhu : 36°C, Rr : 20 kali / menit. Untuk diagnosa keperawatan keempat pada pukul 13.00 WIB dilakukan tindakan mengkaji pola tidur pasien. Data subyektif yang diperoleh, pasien mengatakan tidur hanya 6 jam pada malam hari. Data obyektif pasien nampak menguap. Pada tanggal 12 maret 2015 pukul 10.00 WIB untuk diagnosa yang pertama, mengajarkan ambulasi dini. Data subyektif, pasien mengatakan bersedia dilakukan tindakan ambulasi dini. Data obyektif, pasien nampak sudah terbiasa. Untuk diagnosa keperawatan yang kedua yaitu mengkaji status nyeri pasien. Data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Nyeri pada luka bekas post op. Nyeri seperti disayat – sayat. Nyeri pada tangan kiri. Skala nyeri 4. Nyeri saat bergerak. Nyeri hilang timbul. Data obyektif, tampak ada luka bekas operasi yang tertutup dengan tensocrep.Pada pukul 10.15 WIB mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Data subyektif pasien mengatakan bersedia diajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Data obyektif pasien tampak rileks. Untuk diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien pada pukul 11.00 WIB. Data subyektif diperoleh data pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat kering. Data obyektif, pasien nampak panik. Untuk diagnosa keperawatan pertama, kedua,ketiga, dan keempat pada pukul 12.00 WIB dilakukan tindakan
36
keperawatan mengkaji TTV. Data subyektif pasien mengatakan mau untuk di lakukan pengukuran TTV. Data objektif yang didapat pada saat mengkaji TTV adalah tekanan darah : 120 / 80 mmHg, Nadi : 82 kali / menit, Suhu : 36°C, Rr : 20 kali / menit. Untuk diagnosa keperawatan keempat pada pukul 13.00 WIB dilakukan tindakan mengkaji pola tidur pasien. Data subyektif yang diperoleh, pasien mengatakan tidur hanya 7 jam pada malam hari. Data obyektif pasien nampak menguap. Pada tanggal 13 maret 2015 dilakukan tindakan keperawatan pada pukul 09.00 WIB untuk diagnosa keperawatan pertama, kedua, dan ketiga yaitu medikasi atau perawatan luka. Dari tindakan keperawatan tersebut diperoleh data subyektif bahwa pasien mengatakan bersedia dilakukan tindakan keperawatan luka. Data obyektif pasien kooperatif. Pada pukul 09.30 WIB dilakukan tindakanmengidentifikasi tingkat kecemasan dan memberikan penkes. Data subyektif, pasien mengatakan sudah tidak cemas lagi karena luka bekan o[erasi sudah mulai kering. Data obyektif pasien nampak tenang dan pasien memahami penkes yang diberikan.
F. Evaluasi Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 10 maret 2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 21.30 WIB dengan data subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data obyektif, pasien nampak sedikit kaku dan masih takut. Analisa masalah
37
belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan mengajarkan ambulasi dini dan kolaborasi dengan petugas fisioterapi. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 11 maret 2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data obyektif, pasien nampak lebih tenang. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan mengajarkan ambulasi dini dan kolaborasi dengan petugas fisioterapi. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 12 maret 2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data obyektif, pasien nampak sudah terbiasa. Analisa masalah teratasi. Planning hentikan intervensi. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 11 maret 2015 pada diagnosa keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 4, nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi
38
dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 3, nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 2, nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah teratasi. Planning intervensi dihentikan. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pada tanggal 11 maret 2015 pada diagnosa keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak
39
panik dan bingung. Analisa masalah kecemasan belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji faktor penyebab kecemasan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak sedikit panik. Analisa masalah kecemasan teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa keperawatan kedua pukul 09.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak tenang. Analisa masalah kecemasan teratasi. Planning intervensi dihentikan. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal 11 maret 2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data subyektif pasien mengatakan tidur hanya 5 jam. Data obyektif pasien nampak menguap. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji ulang
40
pola tidur dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda rasa nyeri. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data subyektif pasien mengatakan tidur hanya 6 jam. Data obyektif pasien nampak menguap. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan
teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji
ulang pola tidur dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda rasa nyeri. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 09.00 WIB. Data subyektif pasien mengatakan tidur 7 jam. Data obyektif pasien nampak segar dan fresh. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan teratasi. Planning intervensi dihentikan.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas tentang tindakan ambulasi dini terhadap peningkatan aktivasi peristaltik usus pada pasien post operasi ekstremitas atas dengan menggunakan anestesi umum pada asuhan keperawatan An. M dengan negleteed dislok heat radius sinistra di bangsal Parang Kusumo kamar A2 rumah sakit ortopedi surakarta, yang dilakukan pada tanggal 10 – 13 maret 2015. A. Pengkajian Dari hasil pengkajian pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Tindakan operasi yang diberikan kepada An. M yaitu Open Reduction Internal Fixation (ORIF). ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Internal fiksasi ini merupakan intra medullary nail yang biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan type ftaktur tranvers (Lukman dan Ningsih, 2009 : 35). Nyeri setelah pembedahan adalah hal yang normal, nyeri yang dirasakan pasien bedah meningkat seiring berkurangnya pengaruh anestesi. Pasien lebih menyadari lingkungannya dan lebih sensitif terhadap rasa nyaman. Area insisi mungkin menjadi satu – satunya sumber nyeri (Perry & Potter, 2006).
Pola kognitif dan perseptual, pasien mengatakan tidak ada gangguan pada indra penciuman, pendengaran dan penglihatan, adalah pasien mengatakan tidak gangguan pada indra penciuman, pendengaran, dan indra penglihatan. Pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri. Karena terdapat luka
41
42
bekas operasi. Pasien juga mengatakan takut lukanya tidak cepat kering. Nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri. Skala nyeri 4, nyeri saat bergerak. Nyeri hilang timbul. Penulis belum mencantumkan tentang gangguan indra peraba, hal ini dikarenakan tidak terkaji oleh penulis. Menurut (Muttaqin, 2008) dan (Septiani, 2013 : 15). Pada kasus fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur dan timbul rasa nyeri akibat pembedahan, sedangkan pada indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selama sakit pasien mengatakan aktivitas pasien seperti makan, minum, mobilitas tempat tidur, maupun ambulasi pergerakannya terbatas karena pasien merasakan nyeri. Semua aktivitas pasien yang dilakukan secara mandiri dapat berkurang karena nyeri yang timbul. Sehingga pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk aktivitasnya (Muttaqin, 2008 dan septiani 2013). Sehingga penulis melakukan tindakan ambulasi dini untuk mengurangi rasa nyeri dan untuk membantu peningkatan aktivasi peristaltik usus. Hasil pemeriksaan fisik ekstremitas atas pada bagian tangan kiri kekuatan terdapat luka operasi yang tertutup dengan tensocrep. Kekuatan otot tangan kanan terbatas, karena terpasang infus RL 20 tpm. Penulis tidak menulis secara rinci bagaimana kondisi luka dan panjang jahitannya. Hal ini dikarenakan pengkajiaan dilakukan sebelum perawatan luka post operasi. Penurunan otot dapat disebabkan oleh karena nyeri yang dialami pasien,
43
selain itu bisa di sebabkan oleh berkurangnya ansietas dan hilangnya pengaruh anestesi (Brunner & Suddart, 2012 : 1606). Dalam pengisian data pada pemeriksaan laboratorium seharusnya penulis melengkapi satuan dan nilai normalnya. Akan tetepi saat pengambilan kasus, hasil pemeriksaan laboratorium belum jadi dan penulis akhirnya menulis sesuai data / data sementara yang ada pada status pasien. Pemeriksaan foto rontgen sebenarnya dilakukan pada pre operasi dan post operasi. Akan tetapi penulis tidak melampirkan hasil foto rontgen dikarenakan Standart Operasional Prosedur (SOP) dari rumah sakit tidak boleh mengcopy atau menggandakan data pada status pasien. Sehingga penulis tidak melampirkan hasil foto rontgen pasien.
Terapi yang diberikan tanggal 10 maret 2015 adalah infus RL 20 tpm, fungsi & farmakodinamik adalah sebagai resusitasi, suplai ion bikarbonat, asidosis metabolic, pemberian nutrisi parental. Cefotaxim 3x1 atau 1 gr / 8 jam atau1000mg / 8 jam dengan fungsi farmakologi infeksi saluran nafas, infeksi pada telinga, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi, infeksi abdominial. Mecobalamin / vit B12 dengan dosis 3 X 1. Novalgin 1000mg / 8 jam dengan fungsi farmakologinya sebagai berikut pegal – pegal, sakit kepala, nyeri pada luka, sakit otot, nyeri syaraf, nyeri setelah operasi, sakit gigi, dan demam.
44
B. Perumusan masalah keperawatan Masalah keperawatan yang terjadi pada An. M yang pertama yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan. Data subyektif pasien mengatakan makan dan minum dapat dilakukan secara mandiri, toileting harus dibantu dengan orang lain, berpakaian dibantu dengan orang lain, mobilitas bertempat tidur dapat dilakukan secara mandiri, berpindah harus dibantu dengan orang lain, dan ambulasi / rom dibantu dengan orang lain. Data obyektif, pasien tampak dibantu orang lain saat berpindah dan ambulasi / rom, terdapat bekas luka operasi pada tangan kiri. Berdasarkan teori dan buku (Nanda, 2013 : 143), batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik yaitu : kesulitan membolakbalikkan posisi, pergerakan bergetar, keterbatasan melakukan ketrampilan motorik
kasar,
keterbatasan
melakukan
ketrampilan
motorik
halus,
keterbatasan pergerakan sendi, tremor akibat pergerakan, pergerakan lambat, dan pergerakan tidak terkoordinasi. Sehingga diagnosa keperawatan yang ditegakkan oleh penulis sesuai dengan teori dan (Nanda, 2013 : 143). Masalah keperawatan yang terjadi pada An. M yang kedua nyeri akut, dengan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan. Data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 4, nyeri saat bergerak dan nyeri, hilang timbul. Data obyektif tampak ada luka bekas operasi yang tertutup dengan tensocrep. Berdasarkan teori dan buku (Nanda, 2013 : 410). Batasan karakteristik nyeri akut adalah
45
perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, diaforesis, perilaku berjaga–jaga (melindungi area nyeri), indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, gangguan tidur, dan melaporkan nyeri secara verbal. Sehingga diagnosa keperawatan yang ditegakkan oleh penulis dapat sesuai dengan teori dan (nanda,2013 : 410). Perumusan masalah keperawatan yang ketiga pada An. M dengan data subyektif pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat kering. Dan data obyektif pasien nampak bingung dan panik. Hasil perumusan masalah tersebut di maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. Perumusan masalah keperawatan yang keempat pada An. M dengan data subyektif pasien mengatakan sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun pada malam hari karena terasa nyeri pada tangan kiri. Dan data obyektif pasien tampak sering menguap. Hasil perumusan masalah tersebut di maka penulis menegakkan diagnosa keperawatan gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op.
C. Perencanaan Perencanaan atau intervensi di tulis berdasarkan NIC (Nursing Intervention Clasification). Intervensi yang dibuat penulis pada masalah keperawatan yang pertama adalah setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan masalah keperawatan 3 X 24 jam diharapkan masalah hambatan
46
mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil tidak terbatas dalam pergerakan dan tidak terdapat kaku sendi. Intervensi yang dibuat penulis meliputi atur posisi yang nyaman, ajarkan teknik ambulasi dini dan kolaborasi dengan petugas fisioterapi. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua, nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil ekspresi wajah rileks, dan skala nyeri 0 – 2. Intervensi yang dibuat penulis meliputi kaji status nyeri dengan rasional untuk mengetahui karakteristik nyeri. Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi rasa nyeri yang diderita pasien. merasa nyaman Atur posisi tidur yang nyaman dengan rasional klien bisa dengan posisi yang diberikan, kolaborasi pemberian obat analgetik dengan rasional membantuproses pengobatan. Pada diagnosa yang pertama, intervensi yang dibuat meliputi pantau karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T) dengan rasional untuk mengidentifikasi skala nyeri dan ketidaknyamanan pasien (Nanda, 2013 : 410).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga, penulis membuat tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan kecemasan dapat teratasi dengan kriteria hasil mampu mengidentifikasi tingkat kecemasan, mampu mengidentifikasi faktor penyebab kecemasan, pasien memahami penkes yang diberikan. Intervensi yang dibuat penulis meliputi identifikasi tingkat kecemasan dengan rasional untuk mengetahui seberapa besar tingkat kecemasan pasien. Kaji faktor penyebab kecemasan dengan rasional untuk mengetahui faktor penyebab kecemasan pasien. Berikan
pendidikan
kesehatan
dengan
rasional
Untuk
memberikan
pengetahuan bahwa luka post op tidak akan bahaya dan akan cepat kering bila
47
makan–makanan berprotein. Kolaborasi dengan dokter untuk proses penyembuhan. Kecemasan dapat mempengaruhi proses kesembuhan, dikarenakan pasien merasa cemas dan dan menambah beban fikiran. Sehingga cemas dapat mempengaruhi proses kesembuhan (Hidayat, 2005 : 127) Berdasarkan diagnosa keperawatan yang keempat, penulis membuat tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan dapat teratasi teratasi dengan kriteria hasil jumlah jam tidur pasien 7 – 8 jam, klien tidur nyenyak, tidak sering terbangun saat tidur, bangun tidur terasa segar. Intervensi yang dibuat penulis meliputi kaji ulang pola tidur dengan rasional untuk mengetahui pola tidur pasien. Hindari tindakan saat pasien tidur dengan agar pasien tidur nyaman. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat dengan rasional agar pasien dapat istirahat lebih optimal. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda rasa nyeri dengan rasional untuk proses penyembuhan. Perubahan tanda vital dapat sangat berpengaruh terhadap pola tidur. Tanda vital dapat mempengaruhi tubuh, bila tubuh dalam keadaan sakit dan hubungan itu merupakan indikator adanya sintem gangguan tubuh (Carpenito, 2006).
48
D. Implementasi Pada diagnosa keperawatan pertama, tindakan yang dilakukan yaitu mengajarkan ambulasi dini secara rutin pada tanggal 10 - 13 maret 2015. Sebelum melakukan ambulasi dini, terlebih dulu lakukan dangling. Dangling adalah pasien duduk dengan kaki menjuntai di tepi tempat tidur (Old meadow et al, 2006). Ambulasi dini seharusnya dilakukan pada pasien dengan post op sesegera mungkin. Dikarenakan menurut (Old meadow et al, 2006) ambulasi dini dianjurkan segera pada 48 jam pada pasien paska operasi fraktur agar pasien dapat pulih dan yang terpenting adalah pengaktifan peristaltik usus agar pasien dapat menjalani dietnya seperti biasa tanpa harus menunggu lama.
Ambulasi dini merupakan tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien paska operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Old meadow et al, 2006). Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan paska operasi fraktur karena jika pasien membatasi pergerakannya ditempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi, pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan, manfaatnya antara lain menurunkan insiden komplikasi immobilisasi paska operasi, mengurangi komplikasi respirasi dan sirkulasi, mempercepat proses pemulihan pasien paska operasi, mengurangi tekanan pada kulit/dekubitus, penurunan intensitas nyeri, frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal. Menurut (Old meadow et al, 2006) ambulasi dini 48 jam pada pasien paska paska operasi fraktur. Pasien dengan disfungsi ekstremitas atas biasanya dimulai dari duduk di
49
tempat tidur. Aktivitas ini seharusnya dilakukan 2 atau 3 kali selama 10 menit sampai dengan 15 menit, kemudian dilatih untuk turun dari tempat tidur dengan bantuan perawat sesuai dengan kebutuhan pasien. Untuk diagnosa keperawatan pertama, tindakan yang dilakukan yaitu mengukur peristaltik usus. Peristaltik usus adalah gerakan yang terjadi pada otot-otot pada saluran pencernaan yang menimbulkan gerakan semacam gelombang sehingga menimbulkan efek menyedot/menelan makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Hal ini menjelaskan mengapa air yang kita minum tidak tumpah keluar kembali walaupun kita minum sambil menjungkirbalikan tubuh sekalipun (Old meadow et al, 2006). Peristaltik usus merupakan gerakan mendorong makanan agar dapat berjalan menuju bagian pencernaan selanjutnya, pada pasien yang mengalami anestesi atau pembiusan, secara tidak langsung juga aktivitas peristaltik usus juga mengalami fase pembiusan juga. Pada pasien yang dilakukan tindakan pembiusan maka butuh waktu lama dalam pengaktifan peristaltik usus dikarenakan tidak dilakukan tindakan apapun untuk pengaktifan peristaltik ususnya.(Old meadow et al, 2006). Peristaltik usus merupakan gerakan mendorong makanan agar dapat berjalan menuju bagian pencernaan selanjutnya. Dalam keadaan normal frekwensi usus akan terdengar 5 – 35 kali per menit, suaranya tidak teratur seperti orang berkumur. Pada pasien yang dilakukan tindakan operasi atau pembedahan, diberikan anestesi tertentu, misalnya anestesi umum atau anestesi spinal yang menyebabkan usus dapat berhenti beraktivitas. Usus akan kembali beraktivitas dan berfungsi kembali secara normal setelah hubungan obat anestesi hilang.(Old meadow et al, 2006).
50
Pada diagnosa keperawatan kedua memantau karakteristik nyeri untuk mengkaji dan mengidentifikasi nyeri beserta gangguan kenyamanan. Pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri menggunakan metode (P,Q,R,S,T) dengan kepanjangan dari provoking incident (P), quality of paint (Q), region (R), Severity of pain (S), dan time (T). Provoking incident adalah faktor penyebab nyeri, quality of paint adalah seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan, region adalah tempat dimana merasakan nyeri, severity of paint yaitu seberapa jauh nyeri yang dirasakan pasien dan time adalah waktu kapan terjadi atau timbul rasa nyeri.(Saputra. Lyndon. 2013 : 87). Pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 10.00 WIB tindakan yang dilakukan penulis yaitu mengkaji status nyeri. Mengkaji status nyeri dilakukan selama 3 ( tiga ) hari dimulai dari tanggal 10 – 13 maret 2015. intervensi yang dibuat untuk memantau karakteristik nyeri meliputi (P,Q,R,S,T) dengan rasional untuk mengidentifikasi skala nyeri dan ketidaknyamanan pasien (Nanda, 2013 : 410). Tindakan yang dilakukan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Tindakan ini dilakukan oleh penulis diperuntukkan diagnosa yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan. Tindakan relaksasi nafas dalam Dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas.
tindakan yang dilakukan mengkaji tanda–tanda vital. Pengkajian tanda2 vital dilakukan selama penulis memberikan asuhan keperawatan dari tanggal 10 – 13 maret 2015. Tindakan pengukuran tanda – tanda vital bukan hanya dilakukan untuk diagnosa keperawatan yang pertama saja. Akan tetapi pengukuran tanda – tanda vital diperuntukkan untuk diagnosa keperawatan
51
kedua, ketiga, dan keempat. Pemeriksaan tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh. Tanda vital meliputi: Suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah. Tujuan dari pengukuran suhu tubuh dilakukan untuk mengetahui rentang suhu tubuh, mengetahui denyut nadi (irama, frekuensi, dan kekuatan), menilai kemampuan kardiovaskuler, mengetahui frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan, menilai kemampuan fungsi pernapasan, mengetahui nilai tekanan darah. Tanda-tanda vital adalah pengukuran tanda-tanda fungsi vital tubuh yang paling dasar. Tanda vital utama yaitu Tekanan darah. Tekanan darah adalah kekuatan yang mendorong darah terhadap dinding arteri, Tekanan ditentukan oleh kekuatan dan jumlah darah yang dipompa, dan ukuran serta fleksibilitas dari arteri, diukur dengan alat pengukur tekanan darah dan stetoskop. Tekanan darah terus-menerus berubah tergantung pada aktivitas, suhu, makanan, keadaan emosi, sikap, keadaan fisik, dan obat-obatan. Dua angka dicatat ketika mengukur tekanan darah. Angka yang lebih tinggi, adalah tekanan sistolik, mengacu pada tekanan di dalam arteri ketika jantung berkontraksi dan memompa darah ke seluruh tubuh. Angka yang lebih rendah, adalah tekanan diastolik, mengacu pada tekanan di dalam arteri ketika jantung beristirahat dan pengisian darah. Baik tekanan sistolik dan diastolik dicatat sebagai “mm Hg” (milimeter air raksa). Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan denyut. Di Indonesia, tekanan darah biasanya diukur dengan tensimeter air raksa. Untuk diagnosa keperawatan ketiga yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 10.00 WIB dilalukan tindakan mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien. . tindakan ini dilakukan penulis hanya untuk berlaku pada diagnosa yang
52
ketiga yaitu kecemasan berhubungan denga kurangnya pengetahuan. Tindakan ini dilakukan oleh penulis dari tanggal 11 – 13 maret 2015. Kecemasan dapat mempengaruhi proses kesembuhan, dikarenakan pasien merasa cemas dan dan menambah
beban
fikiran.
Sehingga
cemas
dapat
mempengaruhi
proses
kesembuhan.(Hidayat, 2005 : 127) Pada diagnosa keperawatan keempat, tindakan yang dilakukan pada tanggal 11 maret 2015 pukul 11.00 WIB. Penulis melakukan tindakan mengkaji pola tidur pasien. Dimana tindakan ini dilakukan penulis diperuntukkan pada diagnosa keperawatan ketiga yaitu gangguan pola tidur kurangdari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op. Pada tindakan ini penulis melakukan tindakan selama 3 hari dimulai dari tanggal 11 – 13 januari 2015 untuk mengetahui perkembangan pasien. Pola tidur yang baik untuk kesehatan tidur didefinisikan dengan sebuah proses fisiologis yang bersiklus bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan dan juga suatu keadaan di bawah sadar dimana seseorang itu masih dapat untuk dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Manusia normal seperti kita pada umumnya tentunya juga melakukan aktifitas ini. Pola tidur yang sehat tentunya dibutuhkan dalam kehidupan sehari hari. Baik itu dalam hal kualitas tidur yang baik atau pun kuantitas tidur yang baik pula. Dan semoga pula dengan mengenal akan pola tidur yang baik akan bisa bermanfaat bagi kita semuanya dan tentunya pula bagi kesehatan diri. Tindakan akhir yang dipentukkan untuk diagnosa keperawatan pertama, kedua, ketiga, dan keempat yang dilakukan pada tanggal 13 maret 2015 pukul 09.00 WIB penulis melakukan tindakan medikasi atau perawatan luka. Tindakan medikasi disini bisa diperuntukkan untuk diagnosa keperawatan pertama, kedua, maupun ketika. Karena tindakan perawatan luka masih ada kaitannya dengan tiga diagnosa
53
yang telah ditetapkan oleh penulis. Suatu penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka, mengangkat jahitan, menutup dan membalut luka sehinga dapat membantu proses penyembuhan luka.
E. Evaluasi Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 10 maret 2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 21.30 WIB dengan data subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data obyektif, pasien nampak sedikit kaku dan masih takut. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan mengajarkan ambulasi dini dan kolaborasi dengan petugas fisioterapi. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 11 maret 2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data obyektif, pasien nampak lebih tenang. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan mengajarkan ambulasi dini dan kolaborasi dengan petugas fisioterapi. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan pertama hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 12 maret 2015. Pada diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data subyektif, pasien mengatakan mau dilakukan tindakan ambulasi dini. Data
54
obyektif, pasien nampak sudah terbiasa. Analisa masalah teratasi. Planning hentikan intervensi. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 11 maret 2015 pada diagnosa keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 4, nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 3, nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan kedua nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 2, nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul.
55
Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah teratasi. Planning intervensi dihentikan.
Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pada tanggal 11 maret 2015 pada diagnosa keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak panik dan bingung. Analisa masalah kecemasan belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji faktor penyebab kecemasan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak sedikit panik. Analisa masalah kecemasan teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan ketiga kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa keperawatan kedua pukul 09.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak tenang. Analisa masalah kecemasan teratasi. Planning intervensi dihentikan. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal 11 maret
56
2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data subyektif pasien mengatakan tidur hanya 5 jam. Data obyektif pasien nampak menguap. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji ulang pola tidur dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda rasa nyeri. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data subyektif pasien mengatakan tidur hanya 6 jam. Data obyektif pasien nampak menguap. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji ulang pola tidur dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda rasa nyeri. Evaluasi hasil diagnosa keperawatan keempat gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 09.00 WIB. Data subyektif pasien mengatakan tidur 7 jam. Data obyektif pasien nampak segar dan fresh. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan teratasi. Planning intervensi dihentikan.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
F. Simpulan Berdasarkan hasil pengelolaan kasus pada An. M dalam perawatan sejak tanggal 10 – 13 maret 2015 di RS Orthopedi surakarta adalah penulis menggambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Pengkajian Pasien mengatakan nyeri padatangan kiri. Karena terdapat luka bekas operasi, pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat kering, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 4, nyeri saat bergerak, dan nyerihilang timbul.
2.
Prioritas diagnosa keperawatan Hasil
analisa
kasus
maka
penulis
menegakkan
diagnosa
keperawatan yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan, kedua resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan aktivasi peristaltik usus sekunder akibat pasca operasi. Diagnosa ketiga kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, diagnosa keempat gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri luka post op.
57
58
3.
Rencana keperawatan Perencanaan atau intervensi di tulis berdasarkan NIC (Nursing Intervention Clasification). Intervensi yang dibuat penulis pada masalah keperawatan yang pertama adalah setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan masalah keperawatan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil ekspresi wajah rileks, dan skala nyeri 0 – 2. Intervensi yang dibuat penulis meliputi kaji status nyeri, anjurkan teknik relaksasi nafas dalam, atur posisi tidur yang nyaman, kolaborasi pemberian obat analgetik. Pada diagnosa yang pertama, intervensi yang dibuat meliputi pantau karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T) dengan rasional untuk mengidentifikasi skala nyeri dan ketidaknyamanan pasien.(Nanda, 2013 : 314) Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua, penulis membuat tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan kecemasan dapat teratasi dengan kriteria hasil mampu mengidentifikasi tingkat kecemasan, mampu mengidentifikasifaktor penyebab kecemasan, pasien memahami penkes yang diberikan. Intervensi yang dibuat penulis meliputi identifikasi tingkat kecemasan, kaji faktor penyebab kecemasan, berikan pendidikan kesehatan, kolaborasi dengan dokter. Kecemasan dapat mempengaruhi proses kesembuhan, dikarenakan pasien merasa cemas dan dan menambah beban fikiran. Sehingga cemas dapat mempengaruhi proses kesembuhan. (Hidayat, 2005 : 127)
59
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ketiga, penulis membuat tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 X 24 jam diharapkan gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan dapat teratasi teratasi dengan kriteria hasil jumlah jam tidur pasien 7 – 8 jam, klien tidur nyenyak, tidak sering terbangun saat tidur, bangun tidur terasa segar. Intervensi yang dibuat penulis meliputi kaji ulang pola tidur, hindari tindakan saat pasien tidur, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda rasa nyeri. Perubahan tanda vital dapat sangat berpengaruh terhadap pola tidur. Tanda vital dapat mempengaruhi tubuh, bila tubuh dalam keadaan sakit dan hubungan itu merupakan indikator adanya sintem gangguan tubuh.(Carpenito, 2000) 4.
Implementasi Implementasi yang dilakukan kepada An. S oleh penulis sesuai dengan intervensi yang telah ditegakkan. Karena keterbatasan waktu yang diberikan penulis, sehinggaada beberapa tindakan keperawatan yang direncanakan penulis tetapi belum dilakukan.
5.
Evaluasi Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 10 maret 2015 pada diagnosa keperawatan pertama pukul 21.30 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 4,
60
nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 11 maret 2015 pada diagnosa keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 4, nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 11 maret 2015 pada diagnosa keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak panik dan bingung. Analisa masalah kecemasan belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji faktor penyebab kecemasan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat. Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 11 maret 2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data subyektif pasien mengatakan tidur hanya 5 jam. Data obyektif pasien nampak menguap. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji ulang pola tidur dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tidur.
61
Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa keperawatan pertama pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 3, nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi dengan menganjurkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik. Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa keperawatan kedua pukul 10.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak sedikit panik. Analisa masalah kecemasan teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik. Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 12 maret 2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 10.00 WIB. Data subyektif pasien mengatakan tidur hanya 6 jam. Data obyektif pasien nampak menguap. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan
teratasi
sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan kaji ulang pola tidur dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tidur.
Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa keperawatan pertama pukul 09.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada tangan kiri, nyeri pada luka bekas post op, nyeri seperti disayat – sayat, nyeri pada tangan kiri, skala nyeri 2,
62
nyeri saat bergerak, dan nyeri hilang timbul. Data obyektif pasien tampak meringis kesakitan. Analisa masalah teratasi. Planning intervensi dihentikan. Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa keperawatan kedua pukul 09.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan takut lukanya tidak cepat sembuh. Data obyektif pasien nampak tenang. Analisa masalah kecemasan teratasi. Planning intervensi dihentikan. Evaluasi hasil perkembangan pada tanggal 13 maret 2015 pada diagnosa keperawatan ketiga pukul 09.00 WIB. Data subyektif pasien mengatakan tidur 7 jam. Data obyektif pasien nampak segar dan fresh. Analisa masalah gangguan pola tidur kurang dari kebutuhan teratasi. Planning intervensi dihentikan. Pada evaluasi penulis memperoleh kriteria hasil sesuai target pada perencanaan secara tepat waktu, semua tindakan yang dilakukan penulis pada implementasi yang di rencanakan pada intervensi dapat berjalan sesuai dengan kriteria hasil yang di tetapkan.
6.
Analisa Analisa yang dihasilkan pada An. M dengan hambatan mobilitas fisik adalah peningkatan aktivasi peristaltik saat dilakukan tindakan ambulasi dini.
63
G. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang diharapkan bermanfaat, antara lain : 1.
Bagi responden
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan pengetahuan responden tentang pentingnya ambulasi dini yang berfungsi terhadap kembalinya aktivitas usus secara normal setelah hubungan obat anestesi umum hilang. 2.
Bagi tenaga kesehatan Diharapkan sebagai bahan masukan untuk tenaga kesehatan dalam upaya meningkatkan penyuluhan kesehatan dimasa yang akan datang khususnya bagi pasien post operasi fraktur ekstremitas atas dengan anestesi umum.
3.
Bagi penulis Pengalaman berharga dalam melakukan Asuhan Keperawatan dan dapat mengaplikasikan serta menambah ilmu pengetahuan tentang keperawatan medical bedah.
64
4.
Bagi institusi Digunakan sebagai bahan referensi dalam mengembangkan keilmuan khususnya di STIKes Kusuma Husada Surakarta tentang ambulasi dini guna meningkatkan aktivasi peristaltik usus pada pasien post operasi fraktur ekstremitas atas dengan anestesi umum.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2015), hubungan ambulasi dini terhadap aktivasi peristaltik usus pada pasien post operasi ekstremitas bawah dengan menggunakan anestesi umum, www.jurnaljamkesda.surakarta.ac.id, diperoleh tangal 22 februari 2015. R. Samsuhidayato, Wim de jong (1997). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta:EGC. Brunner & suddarrt (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta : EGC. Kuncara. H.Y. (2007). Aplikasi klinis : pemeriksaan dan management. Jakarta : EGC. Potter, Anne Grifin Perry ( 2004 ). Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta : EGC. Yasmin Asih. ( 1999 ). Kamus keperawatan – Edisi 17. Jakarta : EGC. MadeSumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tiar (2010) . Diagnosis keperawatan : Definisi dan kasifikasi 2009 – 2011. Jakarta :EGC. Notoatmojo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmojo, S.(2002).Metodologi penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2002) Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Syaifudin. (2006). Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: EGC.