PENERAPAN STUDENT-CENTERED LEARNING DARI TEACHER-CENTERED LEARNING MATA AJAR ILMU KESEHATAN PADA PROGRAM STUDI PENJASKES Fauziah Nuraini Kurdi*) Abstract: Topic in health sciences such as physiology, anatomy and myology make student in penjasokes study program less interested due to lack of knowledge or teaching methode that used in learning those materials. Nowaday learning system in almost every higher education in Indonesia still one-directional have character, namely lesson giving by lecturer. This learning system known as Teacher-Centered Learning (TCL) model, that unfortunately make passive student that only listening lecture so his creativity underdeveloped or even uncreative. Therefore, this system must be change with Students Centered Learning (SCL) or PBL (Problem-Based Learning) learning system model. In SCL learning system, student being demanded active doing assignment and discussed with lecture as facilitator. If student active, their creativity will develop and grow. This condition will encourage lecturer to advance their knowledge and lesson content, adjusting it with science and technology improvement. Keywords: learning system, higher education, Teacher Centered Learning, Students Centered Learning.Problem Based Learning
Mata ajar Ilmu Kesehatan seperti Ilmu Fisiologi/Faal, Anatomi dan Miologi pada prodi Penjasorkes nampaknya kurang diminati oleh mahasiswa . Penyebab kurang peminatan ini bisa disebabkan beberapa hal baik dari sisi mahasiswa maupun dari sisi dosen pengasuh mata ajar. Dari sisi mahasiswa kurangnya pemahaman mata ajar beberapa ilmu kesehatan di atas bisa disebabkan karena tidak mampu menyerap ilmunya atau kurangnya penjelasan mengenai kurikulum mengenai pentingnya matakuliah tersebut . Dari pihak dosen pengasuh mata ajar mungkin sistem yang dipakai perlu di modifikasi sehingga pengajaran yang diberikan bisa lebih menarik. Pada beberapa fakultas kedokteran di Indonesia penerapan sistem PBL(Problem Based Learning) atau KBK (kurikulum berbasis kompetensi) dengan pemusatan pada keaktifan mahasiswa telah membuktikan bahwa pemahaman mahasiswa menjadi lebih baik dan lebih mandiri (Gulo, 2002). Pada FKIP di Tadulako dan UNUD dan beberapa fakultas MIPA dan Teknik program KBK juga sudah mulai diterapkan walaupun hasilnya belum dilaporkan. (Najamudin, 2004;Norken,2004) Santoso (2007) dan Anwar (2007) mendapatkan peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran dengan menerapkan model
jigsaw dan KBK dalam pembelajaran ilmu biologi. Apakah tidak mungkin untuk menerapkan metode pengajaran baru kapada mahasiswa prodi Penjasorkes yang lebih berorientasi pada keaktifan mahasiswa bagi mata ajar yang kurang menarik menjadi lebih menarik?. Sistem Pembelajaran Di Indonesia Pada saat ini ada dua model pembelajaran pada perguruan tinggi yaitu Teacher Centered Learning (TCL) dan Student Centered Learning (SCL). Model pembelajaran yang dianut pada perguruan tinggi mulai mengalami perubahan yakni dari bentuk Teacher Centered Learning (TCL) ke Student Centered Learning (SCL). Faktor pertama yang mendukung perubahan model pembelajaran di perguruan tinggi tersebut dikarenakan adanya perubahan secara global meliputi persaingan yang semakin ketat diikuti dengan perubahan orientasi lembaga pendidikan,yakni perubahan persyaratan kerja. Faktor kedua karena adanya masalah yang semakin kompleks sehingga perlu disiapkanlulusan yang mempunyai kemampuan di luar bidang studinya. Faktor ketiga karena perubahan cepat di segala bidang kehidupan sehingga diperlukan kemampuan generik atau
*) Fauziah Nuraini Kurdi adalah dosen Program Studi Pendidikan Olah Raga dan Kesehatan FKIP Unsri 108
109 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 28, NOMOR 2, MARET 2009
tranferable skill sedangkan faktor keempat, kurikulum lamaberdasarkan SK. Mendikbud No. 056/U/1994 masih berbasis content. Keempat faktor di atas mendukung pengembangan perguruan tinggi dari model TCL ke SCL dan sesuai dengan empat pillar pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together (Dewayani,2006). Pengertian Teacher Centered Learning (TCL) Di Indonesia sistem pembelajaran pada hampir semua program studi perguruan tinggi masih bersifat satu arah, yaitu pemberian materi oleh dosen yang dikenal dengan model Teacher Centereded Learning (TCL), yang ternyata membuat mahasiswa pasif karena hanya mendengarkan kuliah sehingga kreativitas mereka kurang terpupuk atau bahkan cenderung tidak kreatif. Pada model TCL, dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan bentuk ceramah (lecturing)., sedangkan mahasiswa pada saat kuliah atau mendengarkan ceramah hanya sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang merasa memerlukannya. Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model ini memberikan informasi satu arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana dosen bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan. Modifikasi model pembelajaran TCL telah banyak dilakukan, antara lain mengkombinasikan lecturing dengan tanya jawab dan pemberian tugas namun hasil yang dihasilkan masih dianggap belum optimal. Pola pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini mempunyai efektivitas pembelajaran rendah paling tidak bisa dilihat pada dua hal yakni dosen sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi pembelajaran dan pada saat-saat mendekati ujian, di mana aktivitas mahasiswa “berburu” catatan maupun literatur kuliah, serta aktivitas belajar mereka mengalami kenaikan yang sangat signifikan, namun turun kembali secara signifikan pula setelah ujian selesai. Dampak lain dari sistem pembelajaran TCL adalah dosen kurang mengembangkan bahan kuliah dan cenderung seadanya (monoton), terutama jika mahasiswanya cenderung pasif dan hanya sebagai penerima transfer ilmu. Dosen
mulai tampak tergerak untuk mengembangkan bahan kuliah dengan banyak membaca jurnal atau download artikel hasil-hasil penelitian terbaru dari internet, jikamahasiswanya mempunyai kreativitas tinggi, banyak bertanya, atau sering mengajak diskusi (Dikti,2004; Sudjana, 2005). Pengertian Student Centered Learning (SCL) Pada sistem pembelajaran SCL mahasiswa dituntut aktif mengerjakan tugas dan mendiskusikannya dengan dosen sebagai fasilitator. Dengan aktifnya mahasiswa, maka kreativitas mahasiswa akan terpupuk. Kondisi tersebut akan mendorong dosen untuk selalu mengembangkan dan menyesuaikan materi kuliahnya dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang menyediakan banyak cara untuk mendapatkan informasi sumber belajar,memberikan peluang untuk mengembangkan metode-metode pembelajaran baru secara optimal sehingga mendukung upaya mewujudkan kompentensi yang diharapkan. Kemajuan tehnologi juga memungkinkan mahasiswa melakukan kegiatan belajar tidak hanya secara formal, tetapi belajar melalui berbagai media atau sumber. Dengan demikian dosen bukan lagi sebagai sumber belajar utama,melainkan sebagai “mitra pembelajaran”. Pada model pembelajaran SCL, berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri kemudian berupaya keras mencapai kompentensi yang diinginkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara banyak berdiskusi, maka mahasiswa berani mengemukakan pendapat, belajar memecahkan masalah yang dihadapi dan tidak takut pada dosen. Harapannya dengan diterapkan sistem pembelajaran SCL adalah mahasiswa aktif dan kreatif, menyelesaikan tugas akhir dengan lancar/cepat,karena konsultasi pada dosen tidak punya rasa takut, dengan harapan mahasiswa dapat menyelesaikan studi dengan lancar dan tepat waktu sesuai dengan target atau bahkan bisa lebih cepat dari standar waktu masa studi. Selanjutnya mahasiswa setelah lulus diharapkan mampu berkompetisi di dunia kerja (Hadi,2007). SCL atau Student Centered Learning merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang memfasilitasi pembelajar untuk terlibat dalam proses experiential learnig. Bila pembelajar itu
Kurdi, Penerapan Student-Centered Learning dari 110
dapat dikategorikan ke dalam tipe-tipe activist, reflector, theorist, dan pragmatist, berarti pendekatan SCL tersebut merupakan metode yang dapat memfasilitasi pembelajar, dalam hal ini mahasiswa sehingga secara langsung ataupun tidak dapat terlibat dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran SCL, pada saat ini diusulkan menjadi model pembelajaran yang sebaiknyadigunakan karena memiliki beberapa keunggulan yaitu (1) mahasiswa atau peserta didik akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi; (2) mahasiswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran; (3) tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajara sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara mahasiswa; dan (4) dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi dosen atau pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan mahasiswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh dosen. Keunggulankeunggulan yang dimiliki model pembelajaran SCL tersebut akan mampu mendukung upaya ke arah pembelajaran yang efektif dan efisien (Harsono, 2009; Sudjana, 2005). Penerapan SCL pada Perguruan Tinggi Penerapan SCL di perguruan tinggi dapat diartikan sebagai kegiatan yang terprogram dalam desain FEE (facilitating, empowering, enabling), untuk mahasiswa belajar secara aktif yang menekankan pada sumber belajar. Dengan demikian, pembelajaran merupakan proses pengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa, serta dapat meningkatkan danmengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan dan pengembangan yang baik terhadap materi perkulihan (Dikti,2004). SCL adalah pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar mahasiswa, bukan hanya pada aktivitas dosen mengajar. Hal ini sesuai dengan model pembelajaran yang terprogram dalam desain FEE. Situasi pembelajaran dalam SCL di antaranya bercirikan (1) mahasiswa belajar baik secara individu maupun berkelompok untuk membangun pengetahuan, dengan cara mencari dan menggali sendiri informasi dan teknologi yang dibutuhkan secara aktif daripada sekadar menjadi penerima pengetahuan secara pasif, (2) dosen lebih berperan sebagai FEE dan guides on
the sides daripada sebagai mentor in the centered, yaitu membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan mentransfernya guna menemukan solusi terhadap permasalahan nyata sehari-hari, daripada sekadar sebagai gatekeeper of information, (3) mahasiswa tidak sekadar kompeten dalam bidang ilmunya, tetapi juga kompeten dalam belajar. Artinya, mahasiswa tidak hanya menguasai isi matakuliahnya, tetapi mereka juga belajar tentang bagaimana belajar (learn how to learn), melalui discovery, inquiry, dan problem solving dan terjadi pengembangan, (4) belajar menjadi kegiatan komunitas yang difasilitasi oleh dosen, yang mampu mengelola pembelajarannya menjadi berorientasi pada mahasiswa, (5) belajar lebih dimaknai sebagai belajar sepanjang hayat (life long learning), suatu ketrampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja, dan (6) belajar termasuk memanfaatkan teknologi yang tersedia, baik berfungsi sebagai sumber informasi pembelajaran maupun sebagai alat untuk pemberdayaan mahasiswa dalam mencapai ketrampilan utuh (intelektual, emosional, dan psikomotor) yang dibutuhkan(Randhani,2009). Sebuah perguruan tinggi yang menerapkan metode pembelajaran dengan model SCL mempunyai beberapa karakteristik yang dapat kita temui antara lain (1) adanya berbagai aktivitas dan tempat belajar, (2) display hasil karya mahasiswa, (3) tersedia banyak materi belajar, (4) tersedia banyak tempat yang nyaman untuk diskusi/bercengkerama, (5) terjadi kelompok-kelompok dan interaksi multiangkatan, (6) ada keterlibatan dunia bisnis/industri dan masyarakat lainnya, (7) jam buka perpustakaan fleksibel (Hadi, 2007). Peran dosen dalam proses pembelajaran model SCL memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan model ini yang meliputi bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, mengkaji kompetensi matakuliah yang perlu dikuasai mahasiswa di akhir pembelajaran, merancang strategi dan lingkungan pembelajaran yang dapat menyediakan beragampengalaman belajar yang diperlukan mahasiswa dalam rangka mencapai kompetensi yang dituntut matakuliah, membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya untuk dimanfaatkan dalam pemecahan permasalahan sehari hari, mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil belajar mahasiswa yang relevan dengan kompetensi yang akan diukur (Ramdhani, 2009).
111 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 28, NOMOR 2, MARET 2009
Dalam pelaksanaan model pembelajaran ini mahasiswa juga mempunyai peranan yang tidak kalah penting karena mahaiswa termasuk salah satu yang ikut menentukan proses pembelajaran model ini berhasil atau tidak. Peran mahasiswa meliputi mengkaji kompetensi matakuliah yang dipaparkan dosen, mengkaji strategi pembelajaran yang ditawarkan dosen, membuat rencana pembejaran untuk matakuliah yang diikuti, belajar secara aktif (dengan cara mendengar, membaca, menulis, diskusi, dan terlibat dalam pemecahan masalah serta lebih penting lagi terlibat dalam kegiatan berpikir tingkat tinggi, seperti analisis, sintesis dan evaluasi), baik secara individu maupun kelompok (Hadi, 2007). Agar pembelajaran model SCL dapat diimplementasikan secara efektif dan efisien, maka perguruan tinggi juga mempunyai peranan dalam (1) mengkaji kurikulum, program pembelajaran dan sistem penilaian hasil belajar yang mengacu pada SCL, (2) membuat kebijakan tentang sosialisasi dan penerapan SCL di institusinya, (3) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk terlaksananya SCL dengan menciptakan networking dengan dunia kerja, lembaga-lembaga masyarakat, atau instansi yang terkait, (4) membenahi pola pikir (mindset) pada dosen dan pengelola program pendidikan pada umumnya tentang pentingnya mengubah paradigma mengajar berorientasi pada dosen semata pada pola pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa yang dicirikan dengan adanya interaksi yang positif dan konstruktif antara dosen dan mahasiswa dalam membangun pengetahuan, (5) melatih dan memberikan dukungan yang penuh kepada para dosen dalam menerapkan SCL dalam proses pembelajaran, (6) memanfaatkan perencanaan pembelajaran yang berorientasi SCL, yang dikembangkan para dosen, dalam pengadaan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran, dan (7) menciptakan sistem yang memungkinkan dosen dan seluruh civitas akademica dapat berkomunikasi dan berkoordinasi serta akses terhadap IT (information technology) (Ramdhani,2006). Pemahaman peran dari ketiga elemen utama proses pembelajaran sebagaimana diuraikan di atas, akan mampu mendukung efektivitas metode-metode pembelajaran yang masuk dalam klasifikasi model pembelajaran SCL. Adapun metode-metode yang dimaksud adalah small group discussion, role-play and
simulation, case study, discovery learning, selfdirected learning, cooperative learning, collaborative learning, contextual learning, project based learning; dan problem based learning and inquiry (Dikti, 2009). Penerapan Problem Based Learning sebagai Salah Satu Bentuk SLC Dari 10 metode di atas problem base learning (PBL) sudah diterapkan pada beberapa fakultas kedokteran di Indonesia sesuai dengan arahan dari Dikti. Di beberapa negara terutama di Inggris sudah diterapkan pada berbagai disipilin ilmu termasuk di bidang pendidikan jasmani dan olahraga. Dari hasil penelitian Duncan pada 2006 dan 2007 menunjukkan bahwa penerapan PBL pada penndidikan jasmani dan olahraga memberikan hasil yang baik. Peningkatan mutu proses pembelajaran berbasis SCL dalam bentuk PBL memberikan peningkatan suasana akademik yang sehat dan kondusif serta mempersingkat masa studi, meningkatkan IPK, meningkatkan kemampuan problem solving, dan mempersingkat lama waktu penyelesaian tugas akhir.
Gambar 1. Skema pelaksanaan PBL dari Maggi Saven Baden (2007). Gambar diatas menunjukkan bahwa kurikulam pada PBL berdasarkan filosofi kependidikan dengan pusat skenario problem ditujukan kepada pembelajaran mahasiswa dan pada setiap komponen dari kurikulum. Pembekalan materi dan beberapa bahan penjunjang akan membantu menambah informasi kepada mahasiswa.
Program pengembangan peningkatan suasana akademik yang sehat dan kondusif bertujuan meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam penelitian, pertemuan ilmiah bersama dosen; pengembangan kapasitas dosen di bidang
Kurdi, Penerapan Student-Centered Learning dari 112
penulisan dan publikasi ilmiah; meningkatkan kuantitas dan kualitas pengabdian masyarakat dosen bersama mahasiswa; pengembangan study club dan media komunikasi. Rencana Pengembangan Modul Penerapan PBL Pada Prodi Penjaskes Mengacu kepada modul yang dianjurkan oleh Savin-Baden (2003) berdasarkan McMaster maka modul pada mata ajar fisiologi pada semester 2 di prodi Penjasorkes di FKIP UNSRI akan didesain modul tunggal dimana mahasiswa akan mengolah satu problem dan bertemu dengan fasilitator dua atau tiga kali selama semester berjalan. Problem terutama mengenai fisiologi latihan dan ilmu olahraga. Kuliah,seminar dan praktek laboratorium disesuaikan waktunya dengan problem yang ada. Modul yang dibuat akan mencakup beberapa
problem bagi mahasiswa untuk dicari pemecahan masalahnya dan berfokus pada issu dan kompetensi yang berhubungan dengan tes fisiologi untuk grup tertentu. Schmidt dan Moust (2002) menganjurkan garis besar dari problem taxonomy yang biasa dipakai dalam PBL (Problem Base Learning) berupa empat knowledge yakni (1) explanatory knowledge, (2) descriptive knowledge, (3) procedural knowledge, (4) personal knowledge. Problem spesifik yang berisi 4 tema tersebut di atas yang sesuai dengan fisiologi latihan (Tabel 1) adalah sebagai berikut (1) penilaian kadar asam laktat dan kekuatan erobik maksimal, (2) pengembangan dan pemberian program latihan, (3) penilaian dan pengukuran fungsi otot dan syaraf, dan (4) fisiologi lingkungan dan rujukan khusus pengaruh udara dingin.
Tabel 1.Modul PBL Mata Ajar Fisiologi Prodi Penjasorkes (modifikasi dari Duncan,200) Problem
Pertanyaan
Seorang petinju mendapat latihan penguatan selama 6 bulan yg diberi petugas kesehatan 3 set dengan 10 rep dari 10 mayor kel.otot dengan hanya sedikit kemajuan
Kenapa program ini diberikan dan kenapa perbaikan hanya sedikit dan seandainya anda seorang fisiologis? Apa latihan yang akan diberikan?
Olahragawan bersepeda Lactate threshold (LT) nya 139bpmm mendapat latihan pada LT threshold tetapi hanya sedikit perbaikan LT threshold diukur setiap 200 m. Setiap 200 m tetap bersepeda lebih cepat sam pai tidak mampu lagi dan hasilnya diukur dan dinilai
Tes apa yg hrs di lakukan,tidak ada perbaikan,apa yg untuk atlet LT dan prestasi ?
Cedera pada penyelam terhadap suhu dingin diharapkan bisa dilakukan dalam 5 menit untuk mengurangi resiko cedera karena Gangguan fungsim
Bagaimana mencegah cedera atau gangguan fungsi dan anjuran untk perbaikan?
Jenis Knowledge Explanatory
Jenis Problem Explanation
Kompetensi Tindakan yang akan dilakukan Pemberian latihan
Description
Fact finding Strategy
Dasar-dasar latihan
Procedural
Perception of effort Periodisation
Explanatory
Explanation
Sport specific Monitoring and assesment Lactate threshold
Descriptive
Fact Finding Strategy
Heart Rate deflection Point/Conconi test
Procedura Pengukuran O2 Uptake di lap dan laboratorium
Explanatory
Explanation
Descriptive
Fact finding strategi
Procedural Moral dilemma
Pelatih renang menganjurkan Latihan Lat Pull Down dengan Narrow grip lebih baik buat m.lattisimus dorsi dibanding wide grip pada atlet renang
Apa dasar pelatih mengatakan ini? Apa bisa dibuktikan pernyataan ini dan latihannya seperti apa?
Explanatory
Explanation
Descriptive
Fact Finding Strategy
Procedural
Pemberian latihan untuk meningkatkan prestasi LT regulasi suhu tubuh Respon fisiologis terhadap suhu dingin Penilaian lingkungan Terhadap gangguan funsi faal tubuh Penilaian dampak fisik karena suhu dingin Penilaian aktivitas otot Pemeriksaan EMG Pemberian pelatihan untuk meningkatkan performance
113 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 28, NOMOR 2, MARET 2009
Begitu modul disepakati antara tutor dan mahasiswa, mahasiswa diberikan skenario problem tersebut untuk dilakukan investigasi dalam kelompok terdiri dari 6 orang. Dosen dalam hal ini sebagai tutor mempersiapkan laboratorium dan peralatan, melakukan pencarian literatur dengan internet dan melakukan grup diskusi dalam kelompoknya. Penutup Dari paparan di atas, nampak jelas bahwa PBL/SCL nampaknya bisa diterapkan dalam sistem pembelajaran di prodi Penjasorkes terutama pada mata ajar kesehatan karena banyak keuntungan dan manfaatnya. Memang dalam penerapannya tentu memerlukan berbagai persiapan dan kesiapan baik dari pihak perguruan tinggi dan dosen pengasuh mata ajar dengan mengubah paradigma para dosen tentang cara belajar, mengajar, dan pengetahuan. Yang perlu diperhatikan bahwa kurikulum bukan hanya dokumen pembelajaran yang nyata dan terencana sehingga perubahan kurikulum pada dasarnya bukan hanya pemikiran yang berubah melainkan lebih pada perubahan sikap dan perilaku dalam pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN
Anwar Yenny,2007. Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme terhadap hasil belajar Biologi Siwa SMA. Forum Kependidikan, Volume 26, Nomor 2, hlm.221-226 Chu CB, Tsai,EHL,Louie,LHT,2008.Application of Problem-based Learning for “Physical Education and Recreation Management” Courses. Department of Physical Education, Faculty of Social Science Dewajani, Sylvi. 2006. “Student Centered Learning”, Materi Lokakarya Peningkatan Kualitas Teknik Pembelajaran Student Center Learning. Yogyakarta: UGM Ditjen Dikti Depdiknas. 2004. Tanya Jawab Seputar Unit dan Proses Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional. Duncan, M and Al-Nakeeb (2006) Using problem-based learning in sports related courses: an overview of module development and student responses in an undergraduate Sports Studies module. Journal of Hospitality, Leisure, Sport and Tourism Education 5(1), 5-57.
Duncan, Lyons and Al-Nakeeb (2007) „You have to do it rather than being in a class and just listening‟ The impact of problembased learning on the student experience in sports and exercise biomechanics. Journal of Hospitality, Leisure, Sport and Tourism Education 6(1), 71-80. Gulo,W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo. Hadi ,R,2007. Dari Teacher-Centered Learning keStudent-Centereded Learning: Perubahan Metode Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Insania, Vol.12, No. 3. hal. 408419. Harsono, 2009. “Aplikasi SCL dalam Proses Pembelajaran” dalam www.belajar. usd.ac.id/ Nadjamuddin, L,2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Berita Opini Norken,IN. Pembahasan Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dari Sudut Pandang Pendidikan Keteknikan, www.ruteplanen.dk/query?what=wrel&sea rch_word,diakses 28 Agustus,2009 Ramdhani, Neila, 2009, “Ruh Experiential Learning dalam SCL”, dalam http://neila.staff.ugm.ac.id/?pilih=lihat&id =10 Santoso LM, Santri DJ,2007. Upaya Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran Biologi Sel Mahasiswa melalui Pembelajaran Kooperatif, Forum Kependidikan, Volume 26, 2: hal. 177-184 Schmit,H and Moust,J (2000).Towards a taxonomy of problems used in problem based learning.Buckingham, SRHE/Open University Press. Sudjana S., D. 2005. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Production. Maggi Savin Baden ,2007. Challenging Models anf Perspectives of Problem–Based Learning in Erik de Graff and Anette kolmos(eds),Management of Change,929.Sense Publishers.