eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
PENERAPAN PRINSIP PAGAR API DI HARIAN RADAR BANDUNG Studi Kasus Eksplanatoris Mengenai Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung
Ershad1, Hj. Henny Srimulyani2, Dandi Supriadi3 Jurusan Ilmu Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran email:
[email protected]
Abstract Ershad, 210110070068, 2012. This thesis is entitled, “The Application of Firewall Principle in Radar Bandung daily: Explanatory Case Studies of the Application of Firewall Principle in Radar Bandung daily. This thesis supervised by Dra. Henny Sri Mulyani, M.Si and supervising companion Dandi Supriadi S.Sos., M.A (SUT). Department of Journalism Studies, Faculty of Communication Sciences, Universitas Padjadjaran. 2012 This research was aimed to find a violation of the firewall principles that separates news and advertising on Radar Bandung daily. The research was conducted using an explanatory case study method, in periods of February until May 2012. The results showed that in the process of reporting and writing of any direct influence of the client advertisers. In addition, the Radar Bandung daily have editorial and company police that are ignore to journalist’s necessity, especially for independence of journalist. The conclusions of this study is Radar Bandung daily has not applied the principle of firewall consistently and still found a violation of the principles of firewall in the writing advertorial. Radar Bandung daily should have a more assertive policy towards the application of the firewall principle in the news writing and advertising. In addition, the Radar Bandung daily should have an ombudsman within the company who can monitor and evaluate the application of the firewall principle in Radar Bandung daily.
Keywords : prinsip pagar api, firewall
1
Penulis Pembimbing Utama 3 Pembimbing Pendamping 2
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 1 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
LATAR BELAKANG
Mengamati perkembangan media massa di Indonesia saat ini, iklan menjadi unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dari media massa itu sendiri, ‘khususnya untuk bertahan hidup’. Tingginya biaya produksi, apalagi sejak dihapuskannya Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) pada 1998, yang memicu maraknya pertumbuhan media-media masa baru dan memperketat persaingan media merebut pasar. Selain itu, UU Pokok Pers No.40 Tahun 1999 pada pasal 3 menyebutkan pers juga berperan sebagai lembaga ekonomi. Imbasnya, media massa harus bersaing mencari pemasukan khususnya dari belanja iklan perusahaan-perusahaan. Persaingan pers dalam usaha merebut kue iklan dialami bukan hanya pada media-media berskala nasional, tapi juga media massa lokal seperti Harian Radar Bandung. Hampir dalam setiap edisi terbit banyak ditemukan produk iklan, baik berupa gambar, tulisan, maupun keduanya. Media saat ini memang sudah jelas menjadi industri, kehadiran iklan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam keberlangsungan hidup media massa itu sendiri. hal ini tercermin dengan hadirnya sebuah produk advertorial dalam media massa. Banyak produk advertorial dapat kita jumpai di berbagai media massa yang ada di sekitar kita, mulai dari ulasan tentang peluncuran sebuah produk, kegiatan perusahaan, bahkan program sukses pemerintahan. Namun, keberadaan iklan, khususnya advertorial dalam sebuah media massa akan menimbulkan masalah tersendiri jika tidak memiliki batasan yang jelas atau garis pemisah antara iklan dengan sajian berita. Permasalahan ini muncul di Harian Radar Bandung. Ditemukan beberapa advertorial yang dimuat tanpa adanya batasan atau garis pemisah yang menegaskan perbedaan advertorial dengan berita. Bahkan ditemukan advertorial yang dimuat secara bersambung layaknya berita. Seperti disebutkan sebelumnya, dalam advertorial bertajuk “Telkom dan Telkomsel Siap Kenalkan Convergence” tidak ditemukan kode akhir ulasan yang menyatakan tulisan sebagai advertorial. Penempatan “iklan berbalut berita” di Harian Radar Bandung pun tidak konsisten pada satu rubrik tertentu. Selain itu, tak ada pembubuhan kode advertorial (ADV) secara jelas pada akhir tulisan pun membuat pembacaPrinsip awamPagar kebingungan untuk membedakan Ershad - Penerapan Api di Harian Radar Bandung produk iklan dengan jurnalistik. Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 2 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Mega Dwi Anggraeni, salah satu reporter Harian Radar Bandung pun menyatakan bahwa advertorial di Harian Radar Bandung memang dikerjakan oleh wartawan dan tidak memiliki pembatas yang jelas, termasuk pencantuman kode advertorial. “Saya juga bingung kalau penerapan firewall-nya seperti apa. Tulisan advertorial biasanya disimpan di halaman yang terkait saja dengan bahasan advertorialnya, tergantung pesanan. Biasanya kalau Djarum disimpan di halaman satu dengan logo. Kalau di Radar Bandung tidak ada pemberian kode semisal a-d-v. kalau tulisan advertorial paling yang dicantumin kode wartawan yang nulis saja. Saya juga gak ngerti kenapa bisa begitu.”1
Andreas Harsono dalam A9ama Saya Adalah Jurnalisme membahas masalah antara iklan dan berita dalam tulisan bertajuk Pagar Api Desain Surat Kabar. Andreas menjelaskan ini dinamakan firewall sebagai cerminan prinsip berita harus dipisahkan dari iklan. Operasionalisasi kerja media harus sesuai dengan koridor etik sesuai kosensus yang berlaku dan disepakati sebelumnya. Penerapan “pagar api” atau firewall sebagai pembatas iklan dengan pemberitaan harus jelas. Bahkan, saking sakralnya penerapan prinsip ini di New York Times Amerika membuat kebijakan yang sangat ketat, bagian redaksi dengan iklan dilarang bahkan untuk berkomunikasi. Penegakan pagar api ini dilakukan agar berita dan iklan dalam media massa memiliki batasan yang jelas dan khalayak tidak akan bingung membedakan sajian berita dengan iklan, khususnya advertorial. Selain menghindari munculnya kebiasan informasi dengan adanya advertorial ini, pagar api akan mempermudah kerja jurnalisme. Wartawan di redaksi tidak akan dipusingkan dengan kepentingan orang iklan, begitu pun sebaliknya. Tidak diberlakukannya pagar api yang membatasi antara berita dengan sajian advertorial jelas mengundang permasalahan, terlebih jika dilakukan oleh wartawan seperti yang terjadi di Harian Radar Bandung. Permasalahan muncul jika melihat pasal 4 Kode Etik Wartawan Indonesia (PWI) yang berbunyi: “Wartawan tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan tulisan, gambar, suara dan gambar, yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau suatu pihak.”
1
Hasil wawancara pada 26 Maret 2012 di Treehouse café, Bandung.
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 3 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Pada penafsiran pasal 4 tersebut berbunyi bahwa wartawan dalam kegiatan profesinya dilarang menerima imbalan dalam kegiatan profesinya. Penafsiran poin kedua juga menyebutkan semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara. Hal ini tentu tidak berlaku di Harian Radar Bandung. Selain produksi advertorial dilakukan oleh wartawan redaksi dan tidak adanya pencantuman kode yang tegas memisahkan antara sajian iklan dengan berita, kebijakan Harian Radar Bandung menurut Megha, memberikan imbalan berupa insentif terhadap wartawan yang mendapat pesanan advertorial di lapangan dan mengerjakannya. “Di Radar Bandung memang ada insentif 15% buat wartawan yang dapat pesanan saat meliput di lapangan. 15% itu dari harga advertorial yang dipesan. Misalnya total pesanan advertorial satu juta, ya dapatnya seratus lima puluh ribu. Lumayan sih.”2
Besarnya pemberian insentif pada wartawan Harian Radar Bandung tentunya akan berimbas pada terganggunya kinerja wartawan secara profesional. Konsekuensi logis yang mungkin terjadi adalah wartawan akan lebih tertarik dan terpacu mencari pesanan advertorial untuk tambahan pendapatan dirinya. Hal ini pula yang terjadi di Harian Radar Bandung. Daris anugrah Wahidin, salah satu wartawan redaksi akhirnya lebih memilih untuk menjadi wartawan yang khusus mengerjakan advertorial di bagian iklan, dengan berbagai keuntungan yang ada. “Saya jelas lebih memilih pekerjaan sebagai penulis advertorial, lebih menguntungkan. Kalau saya sih lebih pragmatis saja. Memang saya merasa sama saja menulis berita dan advertorial, saya juga liputan ke pemerintahan, ketemu wartawan-wartawan lain juga. Bedanya pekerjaan lebih mudah. Saya juga mungkin karena dasarnya wartawan setiap pergi ke suatu tempat ada berita yang penting dan menarik untuk diangkat, saya buat outline-nya lalu saya berikan ke wartawan redaksi untuk ditulis, nanti bisa pakai kode saya atau dia ya terserah.”3
Vincent
Mosco dalam
bukunya bertajuk
The Political
Economy of
Communication mengambarkan hal tersebut sebagai sebuah bentuk komodifikasi. 2 3
Hasil wawancara pada 26 Maret 2012 di Treehouse café, Bandung Hasil wawancara pada 25 April 2012 di kantor harian Radar Bandung
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 4 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Komodifikasi menurut mosco terbagi ke dalam tiga bagian yaitu komodifikasi isi, pekerja dan komodifikasi khalayak. Komodifikasi dijelaskan Mosco sebagai pengubahan nilai guna menjadi nilai tukar atau nilai komersil. Disamping idealisme dan profesionalisme yang harus dijunjung oleh pers, komersialisme juga memang perlu diperhatikan untuk mendukung tetap berjalannya sebuah perusahaan pers. Dalam pasal 3 ayat (2) Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers disebutkan bahwa pers nasional juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Ini berarti perusahaan pers sendirilah yang membiayai dirinya agar terus berjalan. Dalam membiayai dirinya, pers berperan dengan komersialisme ini sebagai perusahaan bisnis. Namun sekali lagi, perlu adanya pembatas yang jelas memisahkan antara sajian iklan dengan berita agar tidak memunculkan permasalahan. Pengamat media massa Andreas Harsono, dalam tulisan bertajuk Pagar Api Desain Surat Kabar (2010:47) menyatakan surat kabar Indonesia semakin hari semakin memperlihatkan campur aduknya berita dengan iklan. Advertorial pun tak pernah dipermasalahkan lagi. semakin banyak surat kabar di Indonesia yang membuat advertorial dengan wajah yang sama dengan berita. Padahal, advertorial merupakan gabungan dua kata: advertisement (iklan) dan editorial. Menurutnya advertorial sengaja dibuat untuk mengundang mata pembaca, yang dibuat dengan desain dan jenis huruf sedemikian rupa, sehingga pembaca mengira artikel itu bagian dari berita. Padahal advertorial adalah iklan, dan iklan yang dicetak dalam tampilan yang sama dengan berita tak hanya menipu mata pembaca tapi juga psikologis pembaca, karena secara logis pembaca akan lebih percaya pada berita dibandingkan iklan. Iklan membawa efek yang cukup besar terhadap produksi berita dalam dua cara. Pertama, ketergantungan organisasi media pada pendapatan yang bersumber dari iklan dapat memberikan efek merusak pada keragaman berita. Kedua, pihak pengiklan kerap berusaha keras memengaruhi isi editorial di media massa di mana iklan mereka dipublikasikan. Pihak pengiklan memang memiliki peran dan efek yang sangat besar dalam bisnis media massa, tak hanya dalam media yang sepenuhnya didanai oleh pengiklan, tapi juga di media berita yang memiliki sumber-sumber pendapatan lain.
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 5 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Bentuk pengaruh pengiklan dapat muncul dalam berbagai cara, dari mulai memberikan rekomendasi ide bagaimana cara yang kondusif untuk mengiklankan produk mereka, ancaman untuk menarik iklan dari media berita yang bersangkutan, sampai menemui figur senior yang ada di organisasi media tersebut untuk mendesaknya. Alhasil, pengumpul berita tidaklah seperti pegawai perusahaan lain. Mereka punya kewajiban sosial yang sesekali bisa bersebrangan dengan kepentingan utama majikan mereka, sekalipun di sisi lain, kewajiban ini justru merupakan tambang emas si majikan. (Kovach 2006:59) Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam bukunya Elemen-Elemen Jurnalisme menyatakan elemen kedua jurnalisme: loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga. Ini berarti wartawan bekerja untuk masyarakat, bukan untuk perusahaan maupun pihak kapital atau pengiklan. Komitmen kepada warga (citizen) lebih besar dari egoisme profesional. Kovach dan Rosenstiel menjelaskan juga bahwa wartawan melihat sisi bisnis berlawanan dengan independensi jurnalistik dan cemas bahwa akuntabilitas adalah kata sandi untuk membiarkan para pengiklan membentuk berita. Dengan dimasukkannya praktik bisnis ke dalam redaksi, akan berlawanan dengan kepentingan utama jurnalisme dan warga. Dalam pasal 1 Kode Etik Jurnalistik dijelaskan bahwa wartawan bersikap independen: wartawan harus menyiarkan berita secara berimbang. Jika ada campur tangan dari pihak klien maka hasil berita bukan lagi berimbang melainkan keberpihakan. Dalam praktiknya, etika bagi pengelola pers adalah perspektif moral yang diacu setiap pengambil keputusan peliputan dan pemuatan suatu fakta menadi berita. Etika memiliki dua wilayah, substantif dan operasional. Substantif adalah wilayah moral yang dianut wartawan secara personal misalnya prioritasnya atas kasus publik ketimbang privat, membuat fakta empiris ketimbang fakta psikologis, mengambil fakta yang membantu situasi damai ketimbang yang pemicu konflik. Etika operasional terkait panduan teknis-etis bagaimana meliput dengan mempertimbangkan balance narasumber, akurasi, dan menolak sogokan. (Masduki 2004:48) Wartawan memiliki tanggung jawab moral kepada media tempat mereka bernaung dan lebih luas lagi terhadap khalayak atau publik. Dalam menjalankan Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id Page 6 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
profesinya, wartawan perlu berhati-hati karena apa yang mereka tulis dan mereka sampaikan pada publik, bisa ditelan mentah-mentah oleh sebagian khalayak. Tanggung jawab moral bagi praktisi jurnalisme bukan hal yang bisa begitu saja diabaikan mengingat efek atau dampak pemberitaan media komunikasi massa yang sangat berpengaruh pada pembentukan opini publik. Dominick (2000) menyebutkan tentang dampak komunikasi massa pada pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang. Media massa, terutama televisi, yang menjadi agen sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) memainkan peranan penting dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan. (Ardianto, 2005:59)
Dengan pengaruh yang besar dan langsung terhadap opini, bahkan perilaku publik, maka menjadi satu keharusan bagi media massa untuk menerapkan prinsip pagar api. Terlebih jika media massa yang bersangkutan merupakan media massa yang dianggap memiliki pengaruh yang luas dalam masyakarat tertentu. Harian Radar Bandung memang merupakan media massa lokal. Namun, tidak diterapkannya pagar api di media lokal tidak dapat diabaikan begitu saja. Selama ini, khususnya bagi media massa lokal yang dalam tahap ‘pembangunan’ tidak memberikan batasan dan cenderung mencampuradukan antara sajian advertorial dengan sajian berita. Media lokal kerap menugaskan wartawan untuk meliput dan menulis advertorial, bahkan memberikan kebebasan wartawan untuk mencari iklan. Muatan pada media massa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beragai penelitian menunjukkan bahwa isi pesan media sangat dipengaruhi oleh berbagai pengaruh internal dan eksternal yang dialami media massa sebagai organisasi. Pengaruh yang diberikan media kepada masyarakat atau sebaliknya sangat bergantung pada bagaimana media bekerja. Morissan dalam Teori Komunikasi Massa mengungkapkan, pengaruh internal dan eksternal tersebut tercermin dalam mekanisme organisasi sebuah media massa, dimana isi pesan media dibuat, memiliki peran penting sebagai penghubung dalam proses mediasi yang digunakan masyarakat untuk membahas dan mengembangkan dirinya. Kekuatan yang mempengaruhi isi pesan dalam media massa mencakup faktorfaktor seperti globalisasi, konglomerasi, dan fragmentasi media. Selain itu terdapat pula Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 7 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
faktor struktural misalnya ukuran media, bentuk kepemilikan, dan bagaimana fungsi media dalam industri informasi dan hiburan. “McQuail menyebutkan faktor struktural, misalnya ukuran, bentuk kepemilikan dan fungsi industri media memiliki konsekuensi langsung terhadap perilaku organisasi media. Perilaku ini mengacu pada segala kegiatan sistematis yang memengaruhi tindakan/ kinerja yang terkait dengan jenis dan jumlah isi media yang dihasilkan dan ditawarkan kepada audien.” (Morissan, 2010:43)
Penelitian terhadap media massa dapat dilakukan dengan mengamati proses internal media (media sentris) atau mempelajari faktor-faktor eksternal yang memengaruhi tindakan dan isi pesan media (sosial sentris). Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam bagaimana faktor internal dan eksternal media dalam penerapan kebijakan prinsip pagar api di Harian Radar Bandung. Penelitian ini akan membahas mengenai faktor-faktor yang memengaruhi penerapan prinsip pagar api, dan bagaimana kebijakan prinsip pagar api diterapkan di Harian Radar Bandung. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk menelaah permasalahan tersebut. Kemudian peneliti akan membenturkan permasalahan tersebut dengan konsep-konsep dan pedoman jurnalistik yang ada, nilai berita, kode etik jurnalistik, juga undang-undang pers.
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 8 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Harian Radar Bandung, peneliti akan menjabarkan penerapan prinsip pagar api yang dilakukan oleh Harian Radar Bandung dalam penulisan advertorial ditinjau dari Kode Etik Jurnalistik, Elemen-elemen Jurnalistik, dan Undang-undang pers. Sesuai dengan identifikasi masalah, peneliti akan mengategorikan hasil penelitian dari kebijakan organisasi Harian Radar Bandung terhadap sajian advertorial, proses liputan dan penulisan advertorial di Harian Radar Bandung, dan analisis menggunakan Kode Etik Jurnalistik, Elemen-elemen Jurnalistik, serta Undang-undang pers. Ukuran profesionalisme wartawan terletak pada ketaatan terhadap kode etik jurnalistik (KEJ). Selagi berpegang teguh pada KEJ, tidak satu pihak pun bisa menggugat hasil karya jurnalistik yang dibuat wartawan. Selain itu, wartawan secara profesi juga sudah semestinya berpegang pada undang-undang yang secara khusus berlaku untuknya, yaitu UU Pokok Pers no.40/1999. Wartawan juga perlu bergabung dengan organisasi formal terkait dengan profesinya, seperti PWI dan AJI, untuk dapat mengaktualisasikan diri dalam profesi kewartawanan. Hal ini rupanya tidak berlaku di Harian Radar Bandung. Dalam pengamatan peneliti, beberapa wartawan yang bekerja di Harian Radar Bandung tidak mengikuti organisasi kewartawanan, bahkan dalam jajaran atas seperti redaktur pelaksana sekaligus koordinator liputan, Yatti Chahyati. Yatti mengaku tidak tergabung dalam organisasi wartawan apapun. Begitu pula dengan Murwani yang juga tidak mengikuti organisasi kewartawanan selama menekuni kegiatan profesinya. Selain itu, kebanyakan wartawan di Harian Radar Bandung juga tidak terikat dalam organisasi profesi seperti AJI atau PWI. Yatti Chahyati misalnya yang mengaku tidak mengikuti organisasi kewartawanan apapun dengan alasan organisasi wartawan tidak banyak berkontribusi pada kegiatan profesinya. Hal serupa diungkapkan Daris Anugrah, wartawan redaksi Harian Radar Bandung yang kini memilih untuk menjadi wartawan khusus penulis advertorial. Meskipun tergabung dalam PWI, ia memilih untuk tidak terlalu aktif dan mengikuti organisasi tersebut. Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 9 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
“Kalau organisasi wartawan itu kan lebih politik. Mungkin suatu saat nanti saya aktif tapi saat ini saya kan masih muda, masih malas mengurusi hal-hal seperti itu. Lagipula saya sekarang apalagi setelah menikah banyak hal yang perlu diprioritaskan selain yang seperti itu, saya sih lebih pragmatis saja.”4
Padahal, wartawan adalah profesi yang berarti orang dari berbagai latar pendidikan bisa dilatih menjadi wartawan, tidak sama halnya dengan profesi dokter atau pengacara. Keikutsertaan dalam organisasi juga dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mereka tentang profesi kejurnalistikan. AJI misalnya yang memiliki misi untuk menjami independensi dan kesejahteraan wartawan. Dalam pasal 5 KEJ dijelaskan bahwa wartawan harus menyiarkan berita secara berimbang. Jika ada campur tangan dari pihak klien maka hasil berita bukan lagi berimbang melainkan keberpihakan. Dalam praktiknya, etika bagi pengelola pers adalah perspektif moral yang diacu setiap pengambil keputusan peliputan dan pemuatan suatu fakta menjadi berita. Hasil karya berupa advertorial memang masih berada di ranah abu-abu. Artinya, karya tulis berupa advertorial tidak dapat dikatakan sebagai karya jurnalistik atau editorial, tidak juga dapat dikatakan sebagai karya iklan karena bentuknya menyerupai berita. Merujuk dari kata asalnya yang berasal dari penggabungan advertisement dan editorial (iklan dengan berita). Namun, penggabungan kedua kata itu juga dapat dipahami sebagai karya dimana terdapat unsur keduanya, yaitu berita dengan iklan. Dalam pemaknaan pengertian wartawan dan hasil karyanya berita, tentunya ini tidak dapat dibenarkan karena selain keberpihakan yang nyata terungkap dalam sajian advertorial, advertorial juga bukan merupakan hasil kerja profesional seorang wartawan dalam media massa, khususnya dalam konteks penelitian kali ini yaitu media massa cetak. Artinya agar profesionalisme kerja wartawan tetap terjaga, media semestinya memisahkan secara tegas siapa yang seharusnya membuat karya jurnalistik dan yang mengerjakan karya nir-jurnalistik. Media juga perlu secara tegas memisahkan mana tulisan yang berupa iklan dan mana tulisan yang benar-benar berita. Hal ini pun diungkapkan oleh pengamat media massa, Andreas Harsono. Menurutnya, pagar api 4
Hasil wawancara pada 25 April 2012 di Kantor harian Radar Bandung
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 10 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
penting dalam tiap media massa, karena tujuannya untuk menjaga independensi wartawan serta kemurnian konten atau editorial dalam sebuah media massa. Hal ini menurutnya amat penting untuk menjaga integritas dan reputasi media massa di mata khalayak atau pembaca. ”Ruang berita itu tidak boleh dipengaruhi oleh kepentingan di luar ruang redaksi. Jadi keputusan ruang redaksional sepenuhnya menjadi ranah dari para wartawan dan para redaktur di ruang yang bersangkutan. Nah misalnya saya punya duit, bilang ke Tempo tolong jangan diberitakan tentang ini-itu. Jika itu terjadi, nanti tidak ada kepercayaan dari masyarakat terhadap Tempo. Padahal, kepercayaan bagi sebuah media itu sangat krusial. Kalau orang seperti saya ya nilai dari media tersebut jadi berkurang. Karena itu mereka menciptakan firewall, pagar api.”5
Penjelasan tersebut rupanya bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Harian Radar Bandung. Profesionalitas wartawan sudah sangat terganggu, terutama pada diabaikannya independensi wartawan redaksi dalam kegiatan profesinya. Pertama, dengan adanya kebijakan redaksi yang tidak tegas mengatur advertorial. Redaksi memberikan ruang yang begitu besar terhadap pengiklan dan bagian iklan dengan melibatkan diri dalam pengerjaan advertorial. Hal ini pun diungkapkan penanggung jawab redaksi Harian Radar Bandung, Hadi Wibowo dalam kutipan pernyataan berikut: “Kembali lagi iklan itu merupakan denyut nadinya media, khususnya Radar Bandung. Ini dilakukan karena bukan menyangkut kepentingan pribadi, tapi juga untuk perusahaan, imbasnya kan ke kesejahteraan semua bagian dari Radar Bandung juga. Koordinasi yang dilakukan antara redaksi dengan bagian iklan itu sebagai titik temu antara kepentingan redaksi dan perusahaan. Redaksi tidak akan bisa berjalan tanpa dukungan financial dari perusahaan, begitu juga sebaliknya. Maka perlu ada kompromi. Kami sangat memaklumi hal itu, mau tidak mau kan kami juga memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan hidup media di mana kami bekerja. Saya rasa tidak hanya media-media lokal saja, tapi juga media nasional seperti Tempo dan Kompas tidak akan lepas dari yang namanya advertorial.”6
Bahkan, redaksi mempersilahkan wartawannya mencari advertorial dengan imbalan berupa insentif sebesar 15% dari total advertorial yang dibayarkan pengiklan 5 6
Hasil wawancara pada 30 April 2012 melalui telepon Hasil wawancara pada 26 April 2012 di kantor redaksi Harian Radar Bandung
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 11 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
kepada perusahaan. Hal ini jelas tergambar pada penjelasan Hadi Wibowo selaku penanggung jawab redaksi berikut ini: “Kita sih tidak mengharamkan. Jika dia (wartawan) memang mendapatkan advertorial silahkan saja. Ada insentif juga sebesar 15% kalau untuk wartawan, kalau orang iklannya sendiri malah hanya mendapat 10% dari hasil pendapatan iklan itu.”
Hal ini tentunya akan berimbas kepada terganggunya kinerja wartawan secara profesi. Dengan iming-iming insentif yang cukup besar, membuat wartawan Harian Radar Bandung berlomba untuk mencari pesanan advertorial. Hal ini dapat dibuktikan dengan perhitungan jumlah insentif yang dijanjikan. Jika wartawan redaksi mendapat dan mengerjakan pesanan advertorial dan dimuat dalam kolom sebesar 10cm X 10cm untuk halaman berwarna, dimana harga per-Mmknya Rp 17.500, maka keuntungan yang diperoleh wartawan tersebut sebesar Rp 262.500 untuk satu tulisan saja. Terganggunya profesionalisme wartawan di Radar Bandung akibat kebijakan seperti ini menyebabkan seorang wartawan yang bekerja di redaksi tergoda untuk akhirnya memilih menekuni profesi sebagai wartawan khusus advertorial di bagian iklan. Hal ini dilakukan Daris Anugrah Wahidin yang mengaku lebih mendapat kemudahan dan keuntungan sebagai penulis advertorial. Sejak dihapuskannya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) seiring bergulingnya rezim orde baru, memang lembaga pers bukan lagi hanya berperan sebagai alat perjuangan rakyat, tapi sudah tegas menjadi sebuah industri pencari laba. Pers Indonesia, khususnya pada era reformasi dituntut mampu mengakomodir diri serta menjaga eksistensi usahanya secara mandiri. Imbasnya pers juga berperan sebagai lembaga ekonomi. Hal ini pun sejalan dengan penjabaran fungsi pers menurut UU Pers No.40 tahun 1999. Pers dalam menjalankan fungsi sebagai lembaga ekonomi sudah barang tentu mengganggap nilai komersil menjadi faktor utama. Sebagai konsekuensi logis, akan terjadi tarik-menarik kepentingan antara masalah komersialisme dan idelalisme dalam Harian Radar Bandung. Meski demikian, wartawan secara profesi memiliki tanggung jawab moral yang telah ditetapkan dalam Kode Etik Jurnalistik. Sukardi dalam karyanya bertajuk Cara Mudah Memahami Kode Etik Jurnalistik dan Dewan Pers menjelaskan, Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 12 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
fungsi Kode Etik Jurnalistik adalah untuk memperlihatkan pertanggungjawaban kepada publik yang dalam hal ini sebagai penerima pesan jurnalistik. Etika pers adalah filsafat di bidang moral pers, yaitu bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban pers dan tentang apa yang merupakan pers yang baik dan pers yang buruk, pers yang benar dan pers yang salah, pers yang tepat dan pers yang tidak tepat. Etika pers mempermasalahkan bagaimana seharusnya pers itu dilaksanakan agar dapat memenuhi fungsinya dengan baik. Pers yang etis adalah pers yang etis adalah pers yang memberikan informasi dan fakta yang benar dari berbagai sumber sehingga khalayak pembaca dapat menilai sendiri informasi tersebut. (Sumadiria, 2006:239) Sebagaimana telah disebutkan di atas, antara pihak redaksi dan manajemen perusahaan masing-masing memiliki kebijakan dalam pengerjaan advertorial. Pemahaman mengenai pentingnya produksi iklan dan advertorial sebagai denyut nadi Harian Radar Bandung membuat pihak redaksi sangat mengerti dan sangat memberikan kompromi dalam hal pengerjaan pesanan advertorial. Disamping itu, efektifitas advertorial dan tingginya permintaan iklan berbalut berita ini juga membuat kebijakan bagian iklan mendahulukan kepentingan advertorial. Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, menyebutkan “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.” Maksud dari independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. Namun, yang terjadi dalam penulisan advertorial di Harian Radar Bandung bertolak belakang dengan hal tersebut. Redaktur Pelaksana Harian Radar Bandung, Yatti Chahyati mengatakan bahwa setiap produksi advertorial akan dilakukan koreksi oleh bagian iklan agar hasil tulisan advertorial sesuai dengan keinginan pengiklan, termasuk yang dikerjakan oleh wartawan di bagian redaksi. Jika memang ada yang perlu ditambahkan atau dikurangi, pasti akan ada perbaikan, semua demi kepentingan klien atau pengiklan. “Kalau koreksi advertorial di redaksi hanya sebatas koreksi secara redaksional saja. Seperti yang saya katakan tadi koreksi advertorial yang kami lakukan di redaksi pun hanya sebatas advertorial yang dikerjakan oleh wartawan di redaksi. Setelahnya koreksi akan dilakukan oleh bagian iklan karena mereka yang tahu Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 13 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
apa yang klien mau, untuk meminimalisir complain dari klien juga, karena kan mereka bayar.”7
Keterangan Yatti yang serupa dengan keterangan Asep Hidayat menunjukkan dalam setiap produksi sajian advertorial, wartawan dan redaktur di redaksi Harian Radar Bandung mendapat intervensi yang sangat besar dari pihak klien. Sehingga, dapat dikatakan apa yang ditulis oleh wartawan dan redaktur tidak berimbang lagi.independensi mereka dalam melakukan kegiatan profesi juga terganggu. Berbicara perihal independensi wartawan, tidak hanya tercantum dalam kode etik yang dikeluarkan oleh dewan pers, tetapi juga dari kode etik Society of Professional Journalist (SPJ). Kode etik ini dianggap sebagai standar dalam mengukur profesionalisme kerja wartawan. Salah satu yang menjadi bahasan standar profesionalisme dalam kinerja wartawan adalah poin independensi. Disebutkan bahwa seorang jurnalis harus bisa bersikap independen dan bebas dari segala kepentingan. Dalam tiap proses pembuatan advertorial yang dilakukan oleh wartawan dan redaktur redaksi ini, akan sering terjadi intervensi dari pihak klien. Maka jelaslah apa yang ditulis oleh wartawan merupakan kepentingan-kepentingan yang dimiliki oleh klien yang memang membayar kepada Harian Radar Bandung. Dalam poin ketiga ini pula dijelaskan, bahwa wartawan harus menolak segala macam pemberian, baik itu berupa bingkisan, uang, dan termasuk menolak ajakan dan perlakuan spesial dari pihak manapun yang bisa mengganggu kemurnian nilai berita. McQuail dalam Teori Komunikasi Massa pun mengajukan suatu skema yang berlaku umum di semua media yang menjelaskan berbagai kekuatan yang memengaruhi organisasi media dan pada akhirnya memengaruhi isi media. Ia menyatakan ada tiga pihak yang memiliki pengaruh paling besar dalam organisasi media massa, yaitu pihak manajemen, professional media, dan pendukung teknik atau teknologi. Melihat apa yang terjadi pada Harian Radar Bandung, di mana independensi dalam kinerja wartawan secara profesional tidak bisa dipertahankan lagi. Maka, pagar api antara berita dan advertorial telah benar-benar hancur. 7
Hasil wawancara pada 27 April 2012 di kantor redaksi Harian Radar Bandung
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 14 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Padahal, jika mengacu pada Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), pada penafsiran pasal 4 dijelaskan bahwa iklan dan berita tidak dapat disatukan dan harus dipisahkan dengan pagar api. Pasal 4 berbunyi “Wartawan yang tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan tulisan gambar, yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau sesuatu pihak.” Sedangkan penafsiran dari pasal tersebut yaitu: Pertama yang dimaksud dengan imbalan adalah pemberian dalam bentuk materi, uang, fasilitas kepada wartawan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan berita dalam bentuk tulisan di media cetak, tayangan di layar televisi atau siaran di radio. Penerima imbalan sebagaimana dimaksud di pasal ini, adalah perbuatan tercela. Kedua, Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai penyiaran sponsor atau pariwara. 8
Pada penjelasan poin pertama mengenai pemberian imbalan justru bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Harian Radar Bandung. Kebijakan perusahaan malah memberikan penghargaan atau apresiasi dengan cara memberikan insentif sebesar 15% dari total harga pesanan advertorial yang didapatkan wartawan saat di lapangan. Dengan segala kemudahan dalam produksi sajian advertorial dibandingkan produksi berita, ditambah pemberian insentif yang cukup besar, membuat wartawan cenderung lebih memilih mengutamakan pendapatan melalui pesanan advertorial. Hal ini juga yang dirasakan Daris Anugrah Wahidin. Daris yang mulanya bekerja sebagai wartawan redaksi akhirnya lebih memilih menjadi wartawan khusus penulis advertorial di Harian Radar Bandung. Tentu hal ini tidak dapat dibenarkan mengingat tugas wartawan adalah memproduksi karya jurnalistik berupa berita. “Iya saya jelas lebih memilih pekerjaan sebagai penulis advertorial, lebih menguntungkan. Kalau saya sih lebih pragmatis saja. Memang saya merasa sama saja menulis berita dan advertorial, saya juga liputan ke pemerintahan, ketemu wartawan-wartawan lain juga. Bedanya pekerjaan lebih mudah.”9
8
http://pedomanrakyat.blogspot.com/2008/04/kode-etik-jurnalistik-pwi-persatuan.html diakses 03 Mei 2012 pukul 20.00 WIB 9
Hasil wawancara pada 25 April 2012 di kantor redaksi Harian Radar Bandung
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 15 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Sikap Daris dalam menjalani kegiatan profesinya memang dapat dianggap sebagai sesuatu yang logis jika dilihat dari perspektif pragmatis. Bisa dibayangkan keuntungan yang cukup signifikan di dapatkan Daris dari hasil mencari dan mengerjakan pesanan advertorial. Misalnya pada ulasan mengenai “XL Jaring Kemitraan pengembangan solusi M2M” pada Selasa, 3 April 2012 yang dimuat dalam ukuran 10cm X 15cm dengan tulisan pada halaman hitam-putih dapat dihitung keuntungan sebesar Rp 281.250 untuk satu tulisan hitam-putih saja. Dalam penafsiran poin kedua juga disebutkan perlunya keterangan yang secara tegas membedakan produk iklan dengan berita. Artinya untuk menjaga profesionalisme kerja wartawan, media juga seharusnya memisahkan secara tegas mana tulisan yang berupa iklan dan mana tulisan yang benar-benar berita. Namun lagi-lagi hal ini tidak berlaku di Harian Radar Bandung. Masih banyak ditemukan sajian advertorial yang menggunakan inisial penulis sebagai kode di akhir tulisan layaknya pada berita. Yatti Chahyati menilai tidak ada upaya membohongi atau membuat bias pembaca mengenai informasi yang disajikan di Harian Radar Bandung. Ia merasa pembaca akan mampu membedakan yang mana sajian iklan atau berita. Yatti juga menilai ketidaktahuan pembaca membedakan kode inisial pada tulisan bukan tanggung jawab media. “Kalau saya sih bisa membedakan karena saya punya banyak pengalaman di media. Cuma yang bisa membedakan ya kita lihat saja kadang dalam tulisan yang disoroti kan itu-itu saja. Kalau berita kan kita mengambil fakta dari berbagai sisi, cover both side istilahnya. Juga misalnya berita itu sudah satu bulan lalu atau satu minggu lalu tapi kan namanya advertorial ya bisa diangkat lagi, tidak aktual. Kalau advertorial itu kan tergantung pesanan, temanya mau seperti apa, poin-poinnya apa saja, atau ini yang diwawancaranya siapa saja kalau mereka tidak menyediakan release. Itu memang dilematis juga. Saya juga bingung siapa yang salah? Apa kita yang salah atau mereka yang karena tidak tahu?”10
Padahal dengan tidak adanya pagar api maupun kode ADV atau advertorial secara jelas, maka apa yang ada dalam sajian advertorial tersebut bisa membohongi pembaca. Haryatmoko dalam bukunya bertajuk Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan,
dan
Pornografi
(2007:30)
mengutarakan,
logika
waktu
terbatas
menempatkan media massa dalam situasi dilematis. Di satu sisi, idealisme media 10
Hasil wawancara pada 27 April 2012 di kantor redaksi Harian Radar Bandung
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 16 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
menuntut peran sebagai saran pendidikan agar khalayak (pemirsa, pendengar, dan pembaca) semakin memiliki sikap kritis kemandirian, dan kedalaman berpikir; Di sisi lain, pragmatisme ekonomi memaksa media mengadopsi logika mode yang terpatri pada yang spektakuler, sensasional, superfisial, dan pesan yang beragam. Idealisme dan realitas memang seringkali berlawanan, namun sekali lagi keduanya tidak dapat saling meniadakan, apalagi mengingat media massa sudah tegas-tegas menjadi industri. Untuk menhindari semakin maraknya pelanggaran terhadap penerapan prinsip pagar api atau firewall ini, Andreas Harsono menegaskan perlunya aturan pers yang lebih aktif menerima keluhan masyarakat dan mengambil inisiatif untuk menerima keluhan-keluhan terhadap media. Perluasan peran dan fungi dalam kinerja dewan pers juga sangat dibutuhkan untuk melakukan kontrol terhadap media. Selain itu, peran ombudsman juga diperlukan untuk memberikan kritik serta solusi yang membangun dari internal media itu sendiri. Berkenaan dengan permasalahan etik dalam kinerja pers, elemen-elemen jurnalisme yang dipaparkan Kovach dan Rosenstiel juga merupakan pedoman internasional yang disepakati dan berlaku secara internasional. Mengacu pada poin nomor empat yang berbunyi “Praktisi jurnalisme harus menjaga independensi terhadap sumber berita,” seseorang yang dikatakan sebagai jurnalis atau wartawan dituntut menjaga independensi dari objek liputannya. Maka yang bekerja di dalam redaksi merupakan wartawan yang seharusnya bisa mempertahankan independensi mereka dalam melakukan peliputan maupun penulisan. Namun apa yang terjadi pada redaksi di Harian Radar Bandung, redaktur dan wartawannya tidak selalu diberi kesempatan untuk menjaga independensi mereka dari apa yang mereka liput, khususnya dalam produksi advertorial. Hampir semua bahan liputan harus melalui kesepakatan antara divisi iklan dengan klien pengiklan. Begitupula dengan apa yang tekah ditulis oleh wartawan, jika klien masih kurang berkenan dengan hasilnya, maka wartawan akan diminta untuk mengubah sesuai permohonan klien. Jika sudah demikian, maka jelaskan wartawan dan redakturnya sudah tidak menerapkan poin keempat dari elemen-elemen jurnalisme. Dalam salah satu poin elemen-elemen jurnalisme dipaparkan mengenai prinsip pagar api dalam media massa. Kovach dan Rosentiel membahas penerapan prinsip pagar api padaPagar poinApi kedua Elemen-elemen Jurnalisme, yaitu “Untuk siapa wartawan Ershad - Penerapan Prinsip di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id Page 17 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
bekerja?” Kovach dan Rosentiel pun menjelaskan, banyak orang bicara soal adanya pagar api (firewall) antara pihak redaksi dan bisnis di media. Hadi Wibowo menyadari akan perlunya prinsip pagar api diterapkan pada harian berskala lokal ini. Akan tetapi, mereka tidak bisa melanggar perjanjian yang telah ditentukan antara pihak divisi iklan dengan klien. Perjanjian tersebut meliputi diperbolehkannya bagian iklan dan pihak klien melakukan koreksi dengan batas tertentu terhadap hasil tulisan wartawan di redaksi. Selain itu, klien pun bisa mengatur tata letak advertorial yang akan dimuat. Kebijakan ini juga diakuinya atas dasar pemahaman bahwa media sekarang sudah menjadi industri dan untuk menjaga keberlangsungan hidup media itu sendiri, seemua elemen dalam media memiliki tanggung jawab, termasuk redaksi. Berkaitan pada undang-undang pers nomor 40 tahun 1999, pada pasal tiga menyebutkan bahwa pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Disamping fungsi-fungsi tersebut, pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Ketika pers menjalankan fungsinya sebagai lembaga ekonomi, maka pers dapat memamfaatkan keadaan di sekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil produksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri. Dalam pemenuhan aspek komersialisme tersebut, maka pihak perusahaan pun membebankan kepada pihak manajemen sebuah target dalam jumlah rupiah yang harus dipenuhi dalam kurun waktu tahunan. Menurut bagian iklan dan kerjasama, Asep Hidayat, tekanan berupa target pendapatan dan tingginya minaat pengiklan sebagai penyumbang terbesar pendapatan Harian Radar Bandung terhadap Advertorial, membuat ‘iklan berbalut berita’ ini menjadi salah satu prioritas dalam produksi Harian Radar Bandung. McQuail dalam Morrisan merumuskan terdapat tujuh pihak yang berpengaruh pada isi pesan di media massa (Morrisan, 2010:46). Ketujuh pihak tersebut yaitu penguasa atau pemerintah, masyarakat umum, kelompok penekan, pemilik, pemasang iklan, audien, dan internal organisasi. Dari bagan tersebut dapat terlihat bahawa manajemen perusahaan memberikan tekanan cukup besar terhadap organisasi media dan ini akan memberikan pengaruh Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 18 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
langsung bagi isi media. Sedangkan, tekanan dari manajemen sendiri datang dari tekanan ekonomi, yaitu pesaing, agen atau informasi, pemasang iklan, dan serikat pekerja. Melihat apa yang terjadi dalam redaksi dan penulisan advertorial, jelas redaksi yang mendapat tekanan paling besar dari kelompok ekonomi. Kelompok ekonomi yang member tekanan terhadap redaksi adalah pemasang iklan. Pengaruh pemasang iklan terlihat pada isi media yang dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki pola-pola yang sama dengan pola komsumsi target konsumen. Desain, rancangan perencanaan, dan jadwal media sering kali mencerminkan kepentingan pemasangan iklan. Hal ini terlihat dalam proses kerja antara divisi iklan dan redaksi yang mendapat pengaruh langsung dari pihak pengiklan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Morissan dalam Teori Komunikasi Massa menjelaskan bahwa organisasi media yang memiliki kemungkinan paling besar untuk dipengaruhi pemasang iklan adalah media yang mengandalkan pendapatannya hanya dari iklan, khususnya jika kompetisi mendapatkan iklan dirasakan tinggi. Hal ini pun yang terjadi dalam Radar Bandung, di mana iklan menjadi sumber pemasukan paling besar. Meskipun bukan satu-satunya sumber pemasukan perusahaan, namun persaingan dari media lain untuk memeroleh iklan yang membuat Harian Radar Bandung menyerah pada tekanan ini. Bogart (Dalam Morissan) menyatakan bahwa pengaruh pemasang iklan terhadap isi media secara etis tidak dapat dibenarkan, khususnya bila iklan bersangkutan memengaruhi isi berita dan secara umum, pemasang iklan dan media tidak berkeinginan untuk terlibat terlalu dekat satu dengan lainnya karena keduanya dapat kehilangan kredibilitas dan efektivitasnya, terlebih jika publik mengetahui adanya konspirasi di antara keduanya. Ini pun diungkapkan oleh pengamat media Andreas Harsono, jika dalam pelaksanaannya iklan dan berita terlalu dekat, makan yang mendapatkan kerugian adalah perusahaan media tersebut dan pembaca. Dari sisi media, mereka akan terlihat tidak memiliki standar dalam pemberitaan dan penerbitan iklan. hal ini berkaitan pula dengan reputasi media di mata masyarakat. Sedangkan bagi pembaca, mereka akan merasa dibohongi oleh apa yang mereka baca dalam media tersebut. Hal inilah yang menyebabkan diterapkan. Ershad - Penerapan Prinsip pentingnya Pagar Api di pagar Harianapi Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 19 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Melihat apa yang terjadi pada redaksi di Harian Radar Bandung, sungguh memperlihatkan begitu besarnya pengaruh kelompok penekan dalam kinerja wartawan dan juga penulisan. Para wartawan dan redaktur dalam redaksi tidak mampu mengatasi tekanan dari pihak pengiklan, di mana ini yang menjadi pemasukan terbesar bagi perusahaan Radar Bandung. Selain itu, media pun mendapat tekanan dari aspek ekonomi, karena persaingan yang semakin ketat dengan media massa lainnya, maka perusahaan tidak bisa hanya bertahan dari pemasukan sirkulasinya saja. Dalam Mediating the Message, Shoemaker dan Reese menjelaskan bahwa dalam tahap pengaruh organisasi media terhadap konten terhdapat tujuan ekonomi. Hampir setiap organisasi, tujuan utama adalah ekonomi dan mencari keuntungan. Sedangkan ada pula tujuan-tujuan lain yang dibangun melalui tujuan ekonomi tersebut, yaitu untuk menghasilkan produk yang berkualitas, melayani masyarakat, dan mencapai pengakuan professional. For most organizations the primary goal is economic, to make a profit. Other goals are built into this overarching objective, such as to produce a quality product, serve the public, and achieve professional recognition. In unusual cases, the owner of an organization may choose to make the economic goal secondary (Shoemaker and Reese, 1996:139)
Pelanggaran terhadap pagar api memang mungkin dilakukan oleh media massa, hal ini berkaitan dengan apa yang diungkapkan oleh Shoemaker and Reese bahwa dari tujuan ekonomi yang dimiliki setiap organisasi, akan menjadikan taget audience sesuai dengan target pasar para pengiklan. Hal ini pun yang menyebabkan para klien pengiklan berlomba-lomba memasang iklan di berbagai media massa yang memiliki kesamaan target pasar. For the most part, the commercial mass media make their money by delivering audiences to advertisers. To the extent that they are consumed by desirable target audiences, print and broadcast media are attractive to advertisers. They must also provide messages compatible with the ads. (Shoemaker and Reese, 1996:143)
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka advertorial menjadi bentuk logika ekonomi media. Kedua belah pihak, antara klien dan media bisa bekerja sama untuk Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id Page 20 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
memenuhi tujuan organisasi mereka. Pihak klien akan diuntungkan dengan tercapainya target pemasaran, sedangkan media akan mencapai target keuntungan. Meskipun mendapat tekanan dari aspek ekonomi, bukan berarti wartawan dan redaksi yang memperoduksi advertorial lupa diri. Karena mengacu pada pasal 7 dalam Undang-undang pers nomor 40 tahun 1999 disebutkan bahwa, wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik. Pada akhirnya, wartawan yang seharusnya bekerja dalam ranah redaksi, pada redaksi tidak bisa mempertahankan idealisme dan harus rela meerima campur tangan dari pihak klien. Andreas Harsono menjelaskan bahwa pelanggaran terhadap pagar api akan menimbulkan kerugian. Baik itu bagi perusahaan media maupun para pembaca. Dari sisi media, mereka akan terlihat tidak memiliki standar dalam pemberitaan dan penerbitan iklan. Sedangkan bagi pembaca, mereka akan merasa dibohongi oleh apa yang mereka baca dalam media tersebut. Ungkapan Andreas sejalan dengan pernyataan Ketua AJI Bandung, Zaky Yamani. Menurut Zaky pelanggaran pagar api yang menyebabkan terganggunya independensi wartawan di media massa akan menimbulkan kerugian terbesar kepada pembaca sebagai penerima pesan. “Yang dirugikan ketika wartawan tidak independent lagi adalah publik. Warga ditempatkan dalam risiko untuk membaca berita yang diliput atau ditulis atas pesanan pengiklan, tanpa mengetahui bahwa berita itu adalah berita pesanan. Jadi aturan independensi wartawan itu pada dasarnya adalah untuk melindungi warga dari berita yang menyesatkan.”11 Pada dasarnya, bisa dilihat bahwa adanya pergeseran idealisme dalam redaksi di Harian Radar Bandung disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang langsung berhadapan dengan para redaktur dan wartawan redaksi. Dalam kasus pelanggaran prinsip pagar api yang terjadi di Harian Bandung. Faktor internal dari redaksi juga ikut memiliki kontribusi. Dalam pengamatan peneliti, ketidaktahuan akan potensi pelanggaran terhadap prinsip pagar api melalui sajian advertorial pun hadir dalam keredaksian. Kurangnya pendidikan jurnalisme dalam keredaksian di Harian Radar Bandung membuat anggapan pengerjaan advertorial oleh 11
Hasil wawancara pada 03 Mei 2012 melalui surat elektronik
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 21 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
wartawan seerta pentingnya penggunaan kode seebagai pembeda tegas antara produk jurnalistik dan iklan, sebagai sesuatu hal yang wajar. Dalam pemahaman redaksi Harian Radar Bandung, pelanggaran etik dalam kegiatan profesi mereka melulu dikaitkan dengan usaha menjual pemberitaan untuk kepentingan pribadi. hal itu turut diungkapkan para petinggi redaksi, termasuk Hadi Wibowo selaku penanggung jawab redaksi Harian Radar Bandung. Selain itu, dibutuhkan peran media watch seperti Komisi Penyiaran Indonesia dan Serikat Penerbitan Pers (SPS) untuk menjaga profrsionalitas kerja wartawan di dalam suatu media. Yang terjadi saat ini di Indonesia, ruang gerak media watch masih sangat terbatas. Andreas Harsono mengungkapkan media watch saat ini kurang berperan. Padahal peran dan fungsi media watch sangat positif untuk meningkatkan kualitas kerja wartawan di dalam media massa. Permasalahan terkait dengan pelanggaran prinsip pagar api di Harian Radar Bandung memang bukanlah yang pertama. Andreas Harsono juga menilai bahwa penerapan pagar api akan sangat sulit dilakukan karena berbagai faktor. Ketidaktahuan praktisi media terhadap kerugian karena pelanggaran pagar api ini membuat mereka lupa akan reputasi media tempat mereka bekerja di mata masyarakat. Cara mencari pemasukan dengan melakukan inovasi seperti produksi advertorial juga dapat merusak media itu sendiri. selain itu, ketatnya pasar iklan di Indonesia membuat media-media, khususnya media lokal melakukan cara-cara yang tidak dapat dibenarkan. Dan yang utama, dari internal pers itu sendiri yang kurang memiliki wawasan dan pengetahuan tentang jurnalisme.
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 22 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan analisis data, maka simpulan penelitian bertajuk “Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung,” ini telah didapatkan. Pada prinsipnya, penerapan prinsip pagar api di Harian Radar Bandung belum dilaksanakan karena banyak terjadi pelanggaran terhadap penerapan prinsip pagar api ini. Berikut pemaparan simpulan mengenai penerapan prinsip pagar api di Harian Radar Bandung berdasarkan pola kerja wartawan dalam penulisan advertorial, kebijakan redaksi dalam penulisan advertorial, kebijakan bagian iklan dalam penulisan advertorial, juga penerapan kode etik dan UU pers di Harian Radar Bandung: Redaksi Harian Radar Bandung tidak melarang wartawannya mengerjakan atau bahkan mencari pesanan advertorial dalam kerja profesinya. Redaksi juga melakukan koordinasi dan memberikan kompromi kepada bagian iklan untuk melibatkan wartawan dalam produksi advertorial. Koreksi tulisan advertorial wartawan oleh redaksi hanya sebatas redaksional dan koreksi akhir berada di bagian iklan guna menyesuaikan dengan keinginan pengiklan. Manajemen iklan Harian Radar Bandung memberikan fasilitas kepada Pengiklan untuk menentukan advertorial mereka akan dimuat di halaman mana pun. Setiap advertorial yang telah menjadi kesepakatan dengan klien, apalagi yang bersifat kontrak akan selalu naik cetak, bahkan tanpa adanya koordinasi dengan bagian iklan terlebih dahulu. Sumber dan narasumber yang menjadi sumber data liputan advertorial pun merupakan kesepakatan antara klien dengan bagian iklan. Segala pengerjaan advertorial, mulai liputan hingga penulisan akan selalu ada dalam kotrol bagian iklan. selain itu, kebijakan manajemen iklan memberikan insentif sebesar 15% kepada wartawan yang mendapat pesanan advertorial. Berdasarkan hasil penelitian penjabaran ketiga poin di atas, dapat terlihat bahwa Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers belum secara konsisten diterapkan di Harian Radar Bandung.
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 23 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
DAFTAR PUSTAKA
Beard, Mike. 2004. Manajemen Departement Public Relations. Bandung: Erlangga.
Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Tradition. London: SAGE Publications.
Harsono, Andreas. 2010. Agama Saya Adalah Jurnalisme. Yogyakarta: Kanisius.
Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi: Manipulasi Media, kekerasan, dan Prornografi. Yogyakarta: Kanisius.
Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. 2009. Sembilan Elemen Jusnalisme. Jakarta: Pantau.
Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2005. Jurnalistik: Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya.
McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga
Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Morissan, 2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pareno, H.Sam Abede. 2003. Manajemen Berita antara Idealisme dan Realita. Surabaya: Papyrus.
Reese Stephen D. and Pamela J. Shoemaker. 1996. Mediating the Messange: Theories of Influences on Mass Media Content. New York: Longman Trade/Caroline House.
Romli, Asep Syamsul M. 2003. Jurnalistik Terapan. Bandung: BATIC Press.
Sobur, Alex. 2001. Etika Pers Profesionalisme dengan Nurani. Bandung: Humaniora.
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 24 of 25
eJurnal Mahasiswa Universitas Padjadjaran Vo.1., No.1 (2012)
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumadiria, Haris. 2006. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Tunggal, Hadi Setia. 2000. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Jakarta: Harvarindo.
Yin, Robert K. 2008. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Rajawali Press.
Daftar Referensi:
http://andreasharsono.blogspot.com/2001/03/cermin-jakarta-cermin-newyork.html (akses 03 April 2012, 19:45 WIB)
http://atwarbajari.wordpress.com/ (akses 20 Juli 2012, 20:02 WIB)
http://deltha.wordpress.com/2011/06/15/ (akses 18 April 2012, 20:15 WIB)
http://id.wikisource.org/wiki/Kode_Etik_Jurnalistik (akses 03 Maret 2012, 18:00 WIB)
http://paksanto.wordpress.com/ (akses 20 Juli 2012, 19:23 WIB)
http://pedomanrakyat.blogspot.com/2008/04/kode-etik-jurnalistik-pwipersatuan.html (akses 03 Mei 2012, 20.00 WIB)
http://penelitianstudikasus.blogspot.com/, (akses 03 April 2012, 19:05 WIB)
http://satrioarismunandar6.blogspot.com/ (akses 22 April 2012, 23:22 WIB)
http://www.spj.org/ethicscode.asp/ (akses 3 Mei 2012, 18:34 WIB)
http://www.kbr68h.com/berita/daerah/25776-belanja-iklan-media-diperkirakancapai-rp-72-triliun (akses 04 Mei 2012)
Referensi Lainnya:
Skripsi: Natalia, Christina. 2008. Penerapan Prinsip Pagar Api di Surat Kabar Harian Umum Kompas. Skripsi Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad.
Skripsi: Hayuningtyas, Lalitya. 2012. Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Media Indonesia. Skripsi Mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad.
Ershad - Penerapan Prinsip Pagar Api di Harian Radar Bandung Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi © 2012 http://journals.unpad.ac.id
Page 25 of 25