Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Dalam Mengurangi Kecemasan Belajar Matematika Siswa (Penelitian Tindakan Kelas di SDN PGS 2 Depok) SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh: ROSSA AMELIA 106017000546 DOSEN PEMBIMB ING Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi Maifalinda Fatra, M.Pd
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
ABSTRAK ROSSA AMELIA (106017000546) “Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Dalam Mengurangi Kecemasan Belajar Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Februari 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Apakah penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa, 2) Apakah penerapan pendekatan PMRI meningkatkan hasil belajar matemaika siswa, 3) Bagaimana respon siswa dengan penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika. Penelit ini dilaksanakan di SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok tahun ajaran 2010/2011. Subyeknya adalah siswa kelas III dengan jumlah siswa 21 orang. Pokok bahasan yang diteliti adalah pecahan sederhana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi kecemasan belajar matematika siswa, jurnal harian siswa, wawancara, dan tes akhir siklus. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan pendekatan PMRI dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa yaitu 15,5% pada siklus I menjadi 9,2% pada siklus II. Hal tersebut menunjukkan pula adanya peningkatan rata-rata hasil belajar matematika siswa yaitu 83,48 pada siklus I menjadi 90,38 pada siklus II, dan memberikan respon positif terhadap pembelajaran matematika sebesar 81,4% pada siklus I dan 94,9% pada siklus II. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendekatan PMRI mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah hendaknya guru matematika dapat menggunakan pendekatan PMRI sebagai salah satu pendekatan inovatif dalam mengajarkan mata pelajaran matematika untuk mengurangi kecemasan belajar siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Kata Kunci : Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dan Kecemasan Belajar
i
ABSTRACT ROSSA AMELIA (106017000546) “Implementation of Indonesian Realistic Mathematics Approach (PMRI) in reducing anxiety in mathematic learning”. The skripsi of majoring in mathematic. Faculty of Education Science and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, February 2011. Purpose of this research is to know: 1) Whether the implementation of PMRI can reduce mathematic learning anxiet y. 2) Whether the implementation of PMRI can increase mathematic learning result. 3) How the response from students about implementation of PMRI in mathematic learning. This research implemented in SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok 2010/2011. The subjec is third grade student with 21 students. The subject under study is a simple fraction. The used method in this research was classroom action research (PTK) that consists of four stages, they are: planning stages, implementation stages, observation stages and reflection stages. The used research instrument is student observation sheet of mathematic learning anxiety, daily students journal, interview and final test cycle. Research results revealed that the implementation PMRI approach can reduce anxiety mathematics learning of 15.5% in cycle I to 9.2% in cycle II. It shows also an increase in the average math student learning outcomes of 83.48 in the first cycle to 90.38 in the second cycle, and give positive response to mathematics learning of 81,4% in cycle I to 94,9% in cycle II.
The conclusion of this research is PMRI approach can reduce anxiety of mathematics learning and improve student mathematics learning outcomes. Suggestions proposed in this research is mathematics teacher should be able to use PMRI approach as one innovative approach in mathematics teach ng to reduce student anxiety and increase student learning o tcomes. Keywords: Indonesian Realistic Mathematics Approach (PMRI), anxiety in mathematic learning
ii
K ATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah -Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan
berbagai pihak
maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan sekaligus Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika. 4. Drs. Rachmat Mulyono, M.Si,Psi., Dosen Pembimbing I yang dengan kesabaran dan keikhlasannya telah membimbing, memberikan saran, masukan
serta
mengarahkan
penulis,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Faku Tarbiyah
dan
Keguruan
Universitas
Islam
Negeri (UIN)
Ilmu Syarif
Hidayatullah yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis beserta staff jurusan yang selalu membantu penulis dal
administrasi.
iii
proses
6. Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Tarbiyah UIN Syari Hidayatullah Jakarta. 7. Ibu Siti Aminah, Kepala Sekolah SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelit
skripsi ini,
serta Ibu Nova Mayasari, S.Pd, guru matematika yang te
membantu
penulis dalam penelitian skripsi ini.
8. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Abdul Razak Rahmat dan Ibunda Sumiati yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, selalu mendoakan, serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Kakakku Dita indriani dan Adikku Danu
serta
Rossa Fitriana tersayang yang telah memberikan dukungan moril serta doanya kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah (Neneng Milati, Tika Mufrika, Siti Nurhayati, Rina Triana J.A, Tuti Alawiyah, Mardiyah, dan Fitria) yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis serta
semua teman -temanku di Jurusan Pendidikan Matematika 2006. 10. Orang terkasih Faisal Ferdian Ahmad yang tiada henti memberikan dukungan moril serta doanya kepada penulis.
11. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Jakarta, Maret 2011 Penulis
Rossa Amelia
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK ..............................................................................................................
i
ABSTRACT ............................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................
v
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ix
BAB I:
BAB II:
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Identifikasi dan Fokus Masalah .....................................................
6
C. Pembatasan Fokus Masalah ..........................................................
6
D. Perumusan Masalah .......................................................................
7
E. Tujuan Penelitian ...........................................................................
7
F. Kegunaan Hasil Penelitian ............................................................
7
KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Kajian Teoritik ................................................................................
9
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika ................
9
a.
Pengertian Belajar ............................................................
9
b. Pengertian Matematika .................................................... 11 c.
Pengertian Pembelajaran Matematika ............................. 13
2. Kecemasan Belajar Matematika .............................................. 14
a.
Pengertian Kecemasan ..................................................... 14
b. Sebab-sebab Timbulnya Kecemasan............................... 16 c.
Macam-macam Kecemasan............................................. 17
d. Gejala -gejala Kecemasan ................................................. 18 e.
Kecemasan dalam Belajar Matematika ........................... 22
3. Pendekatan PMRI..................................................................... 23 a.
Pengertian PMRI .............................................................. 23
b. Karakteristik PMRI .......................................................... 30
v
c.
PMRI dalam Pembelajaran Matematika ........................ 31
d. Kelebihan Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI ...... 32 e.
Contoh Implementasi Pendekatan PMRI dalam Pembelajaran Matematika ................................... 33
B. Penelitian yang Relevan ................................................................. 37 C. Pengajuan Konseptual .................................................................... 37 BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 39 B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ....................................... 39 C. Peran dan Pososi Peneliti dalam Penelitian .................................. 42 D. Subjek dan Pihak yang Terkait dalam Penelitian ........................ 42 E. Tahap Intervensi Tindakan ............................................................ 42 F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ................................ 45 G. Data dan Sumber Data .................................................................... 45 H. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................ 45 I. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 46 J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan Studi ....................................... 47 K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis ............................... 49 L. Tindak Lanjut/Pengembangan Pemeriksaaan Tindakan .............. 49 BAB IV: DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTRPRETASI HASIL ANALISIS, DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Pengamatan .......................................................... 51 B. Pemeriksaan Keabsahan Data ........................................................ 87 C. Analisis Data ................................................................................... 88 D. Interpretasi Analisis Data .............................................................. 91 E. Pembahasan Temuan Penelitian .................................................... 92 BAB V:
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................... 94 B. Saran ................................................................................................ 94 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Kategori pendekatan -pendekatan matematika ................................ 29
Tabel 2
Implementasi Pembelajaran PMRI ................................................... 34
Tabel 3
Rincian Kegiatan Penelitian .............................................................. 39
Tabel 4
Nilai Ulangan Harian Matematika Kelas Sebelum Dilakukan Penelitian ……………………………………………. 53
Tabel 5
Statistik Deskriptif Nilai Ulangan Harian Matematika .................. 54
Tabel 6
Rekapitulasi Persentase Kecemasan Belajar Siswa Sebelum Penelitian ……………………………………………… 54
Tabel 7
Hasil Skor Lembar Observasi Pada Siklus I .................................... 65
Tabel 8
Rekapitulasi Repon Siswa Siklus I ................................................... 67
Tabel 9
Nilai Tes Akhir Silkus I .....................................................................
............................................................................................................. 69 Tabel 10
Hasil Skor Lembar Observasi Pada Siklus II …………………… 81
Tabel 11
Rekapitulasi Repon Siswa Siklus II …………………………….. 84
Tabel 12
Nilai Tes Akhir Silkus II ………………………………………... 85
Tabel 13
Rekapitulasi Persentase Kecemasan Belajar Siswa ……………... 88
Tabel 14
Statistik Deskriptif Peningkatan Hasil Belajar Siswa …………… 90
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Siklus Penyebab Kecemasan Matematika ...…..………………… 17
Gambar 2
Fenomena Gunung Es ........................................................................ 26
Gambar 3
Konsep dan Aplikasi Matematika ..................................................... 27
Gambar 4
Diagram Desain Penelitian ................................................................ 41
Gambar 5
Suasana Kelas Pada Penelitian Pendahuluan ................................... 55
Gambar 6
Kegiatan Siswa Pada Saat Membagi-bagikan Roti..........................
............................................................................................................. 57 Gambar 7
Kelompok II Terlihat Hanya Mengandalkan S(2) Dan S(18) Untuk Membuat Dan Memotong Lilin Mainan ............................. 59
Gambar 8
S16 Mengerjakan Soal Dipapan Tulis …………………………... 61
Gambar 9
Kelompok Yang Paling Pertama Selesai Mengerjakan …..……… 63
Gambar 10 Peneliti Sedang Memberikan Pengarahan……………………….. 69 Gambar 11 Ketika S5 Maju Mengerjakan Soal Dipapan Tulis......................... 77 Gambar 12 Kegiatan Siswa Pada Saat Kerja Kelompok................................... 78
viii
DAFTAR LAMPIRAN A. Lampiran I Perangkat Pembelajaran ......................................................... 99 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) .............................................. 100 2. Latihan Soal Siswa ..................................................................................... 114 3. Bahan Diskusi Kelompok ......................................................................... 125 B. Lampiran II Instrumen Penelitian .............................................................. 129 1. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus I Sebelum Uji Validitas ................................. 130 2. Soal Tes Akhir Siklus I Sebelum Uji Validitas ........................................ 131 3. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Akhir Siklus I ...................... 134 4. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus I Setelah Uji Validitas ................................... 136 5. Soal Tes Akhir Siklus I Setelah Uji Valiitas ............................................ 137 6. Kunci Jawaban Tes Akhir Siklus I ............................................................ 140 7. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus II Sebelum Uji Validitas ................................ 141 8. Soal Tes Akhir Siklus II Sebelum Uji Validitas ....................................... 142 9. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Akhir Siklus II ..................... 145 10. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus II Setelah Uji Validitas .................................. 147 11. Soal Tes Akhir Siklus II Setelah Uji Validitas ......................................... 148 12. Kunci Jawaban Tes Akhir Siklus II ........................................................... 151 13. Kisi-kisi Observasi Keceasan Siswa ......................................................... 152 14. Lembar Observasi Kecemasan Siswa ....................................................... 153 15. Lembar Observasi KBM ............................................................................ 154 16. Lembar Jurnal Harian Siswa ...................................................................... 156 17. Pedoman Wawancara Sebelum Tindakan ................................................. 157 18. Pedoman Wawancara Setelah Siklus I ...................................................... 159 19. Pedoman Wawancara Setelah Siklus II .................................................... 161 C. Lampiran III Hasil Instrumen Penelitian .................................................. 163 1. Nilai Ulangan Matematika Siswa Sebelum Penelitian ............................ 164 2. Hasil Tes Akhir Siklus I ............................................................................. 165 3. Hasil Tes Akhir Siklus II ........................................................................... 16 6 4. Daftar Nilai Latihan Soal Siswa, Tes Siklus I dan Siklus II .................... 167
ix
5. Hasil Lembar Observasi Kecemasan Belajar Matematika Siswa Pra Penelitian .............................................................................................. 168
6. Hasil Lembar Observasi Kecemasan Belajar Matematika ..................... 170 7. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Selama Siklus I d an Siklus II ....................................................................................................... 176
8. Hasil Pedomam Wawancara Sebelum Penelitian ..................................... 178 9. Hasil Pedoman Wawancara Setelah Siklus I ............................................ 183 10. Hasil Pedoman Wawancara Setelah Siklus II ........................................... 188 11. Hasil Lembar Observasi KBM .................................................................. 192 12. Hasil Dokumentasi Siswa .......................................................................... 204
x
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan apapun. Akan tetapi dengan fitrah yang dimilikinya, manusia dapat mengembangkan diri dengan ilmu yang diperolehnya melalui belajar selama proses kehidupannya. Kondisi awal manusia tersebut juga dijelaskan oleh Allah SWT di dalam firman -Nya sebagai berikut: u
$
ª
r
÷
t
y
ä
Ïi
.
ç
ä
È
é
¨
y
Ï
ä
ö
Ÿ
s
÷
n
ß
š
x
ø
\
u
y
y
Ÿ
s
ä
ã
$
¡
ô
y
u
$
F
ö
|
t
•»Á/{#r ìJ¡9# N39 @è_r $«‹© cqJ=è? w N3F»gB& bqÜ/ `B N3_•z& !#r u
$
F
ø
Ï
y
n
s
y
ª
ä
ö
s
ô
ä
ã
š
ÇÐÑÈ cr•3±? N3=è9 o‰«ù{#r Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl, 16:78) Manusia sejak dilahirkan sudah banyak mengalami pembelajaran, hal ini mengandung pengertian bahwa belajar terjadi melalui banyak cara. Baik itu belajar yang disengaja (pendidikan formal) maupun belajar dari pengalaman
dan perkembangan dalam hidupnya. Belajar yang disengaja, dalam hal ini adalah belajar yang dilakukan dijenjang pendidikan formal, terjadi ketika siswa mendapat informasi yang disampaikan guru di kelas atau ketika ia mencari informasi dari suatu buku. Masalah yang dihadapi oleh guru adalah bagaimana supaya siswa mau belajar, tidak hanya belajar dengan mendengarkan penjelasan guru saja namun ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu lembaga formal dalam bidang pendidikan adalah sekolah. Dari sekolah seseorang dapat memperoleh tujuan pen didikan dengan cara belajar. Setiap sekolah mengharapkan agar semua siswa dapat meguasai semua mata pelajaran
yang diberikan, tidak
terkecuali
a.
2
Matematika selalu diajarkan disetiap jenjang pendidikan karena matematika sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari untuk memecahkan persoalan yang dihadapi manusia, baik masa kini maupun masa yang akan datang. Tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendid ikan dasar dan menengah yaitu :
Untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak, atau dasar pemikiran secara logis, itis, cermat, jujur, efektif dan efisien, serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan .1 Tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dinilai dari perolehan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila di
dalam proses pembelajaran terjadi suasana yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa dan guru. Proses pembelajaran matematika tidak terbatas pada keterampilan mengerjakan soal saja sebagai bentuk aplikasi dari konsep -konsep yang telah dipelajarinya, melainkan perlu untuk lebih mementingkan pemahaman pada proses terbentuknya suatu konsep sehingga siswa tidak hanya menghafal
informasi-informasi yang diterima, tetapi juga harus memahami dan mengerti secara keseluruhan dan sekaligus menguasai informasi tersebut. Guru hendaknya tidak menyajikan materi pelajaran dalam bentuk jadi, dengan demikian penyajian pelajaran matematika haruslah diatur sedemikian rupa hingga menantang siswa sehingga pembelajaran dapat bermakna. Namun kenyatannnya, masih banyak siswa yang menganggap bahwa pelajaran
matematika
sebagai suatu
pelajaran
yang
sulit,
dianggap
menyeramkan, membuat jenuh bagi siswa yang kurang menyukai pelajaran
tersebut. Hal ini disebabkan karena karakteristik dalam matematika bersifat abstrak sehingga menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika dan membuat siswa malas, tidak berminat untuk belajar 1
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 58
3
matematika. Jika keadaan ini berlanjut terus menerus dalam jangka panjang, maka tentu saja akan mempengaruhi emosi siswa terhadap pelajaran
matematika. Citra tentang sulitnya pelajaran matematika akan menumbuhkan perasaan takut berlebihan sehingga dapat menyebabkan kecemasan pada diri siswa ketika mereka harus berhadapan dengan matematika itu sendiri. Salah satu faktor penyebab kecemasan adalah rasa tidak menyenangkan siswa dalam belajar matematika karena cara mengajar guru yang susah dimengerti, karakter guru yang menakutkan dan fasilitas belajar yang kurang memadai. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fardhana yang meneliti kecemasan matematika pada siswa SLTP Surabaya pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa “ faktor yang memberikan kontribusi besar terhadap kecemasan siswa pada matematika adalah materi pelajaran yang dianggap sulit (53 %), fasilitas yang kurang memadai (26 %), cara mengajar guru yang sulit dipahami (23 %) dan karakter guru yang galak (6 %)”. 2 Timbulnya kecemasan tersebut akan dapat menghambat proses pembelajaran dan merugikan siswa dalam memperoleh hasil belajar yang
optimal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Spielberg, fakta dari hasil penelitian nya ditemukan bahwa “siswa yang mengalami kegagalan akademik dengan akibat dikeluarkan dari seko
lebih dari 20%
merasa cemas, hanya 6% siswa yang tidak merasa cemas”.3 Kecemasan telah menjadi masalah yang penting yang harus segera diatasi, karena memiliki pengaruh besar terhadap proses pembelajaran sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa. Kecemasan dalam belajar matematika merupakan salah satu penyebab dari prestasi siswa yang rendah. Di Indonesia, hal ini terbukti dengan hasil penelitian Fardhana yang menyatakan bahwa “semakin
2
rendah
tingkat kecemasan
siswa pada
Nur Ainy Fardhana N, Kecemasan Siswa Pada Bidang Matematika Di Sltp Surabaya, http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-res-2004 -nur-927 -matematika, (14 Juli 2010 pukul 17:27) 3 Sri Esti Wuryani D, Psikologi Pendidikan , (Jakarta: PT Grasindo, 2006), Cet Ke-3, h 387
4
matematika akan semakin tinggi prestasi belajar matematika siswa dan semakin tinggi tingkat kelas maka akan semakin tinggi ingkat kecemasan
siswa”. 4 Sedangkan Kirkland dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa “besar kecilnya kecemasan mempengaruhi murni dan tidaknya
l belajar”.5
Dari pernyataan di atas jelas terlihat bahwa kecemasan menjadi salah satu penyebab kurang berhasilnya suatu proses pembelajaran matematika. Fenomena kecemasan belajar ini juga terjadi pada siswa di SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok khususnya kelas III. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, siswa, dan pengamatan observasi pembelajaran yang dilakukan pada tanggal 9, 20, 21, dan 22 Desember 2010, diperoleh informasi bahwa masih banyak terdapat siswa yang terlihat tegang ketika belajar matematika, tidak berani jika diminta menjelaskan jawaban suatu soal matematika dan enggan untuk sekedar duduk dibarisan depan ketika belajar matematika. Hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa yang menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan.
Dengan demikian seorang guru haruslah mampu menyampaikan materi matematika dengan baik kepada anak didiknya, sehingga
negatif
terhadap matematika yang selama ini melekat pada siswa dapat berubah menjadi kesan yang positif. Seorang guru juga harus dapat menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga dapat mengurangi rasa kecemasan siswa terhadap pembelajaran matematika. Oleh karena itu, diharapkan guru dapat melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan standar kurikulum pendidikan sehingga proses pembelajaran tersebut berjalan dengan menyenangkan dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang menyenangkan menuntut adanya kebebasan pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengungkapkan makna sebagai hasil dari interprestasinya terhadap segala sesuatu yang ada di dunia nyata. Sedangkan pembelajaran bermakna (meaningfull learning ) merupakan suatu
4 5
h. 56
Nur Ainy Fardhana N, Kecemasan Siswa..., (14 Juli 2010 pukul 17:27) Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan , (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
5
proses dikaitkannya informasi baru pada konsep -konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. 6
Proses matematika
pembelajaran akan
yang
menjadikan
sesuai
dengan
pembelajaran
tujuan
lebih
menyenangkan. Untuk mendukung tercapainya tujuan
pendidikan
bermakna
dan
tersebut maka
diperlukan pengembangan materi pelajaran yang difokuskan pada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dan disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa.
Menurut Van de Henvel-Panhuizen ”jika anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika”. 7 Menurut DePorter dan Hernacki dalam Quantum Learning, ada dua bentuk kategori utama dalam belajar, yaitu bagaimana k
menyerap
informasi dengan mudah dan bagaimana cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut. 8
Berdasarkan hal di atas, pembelajaran matematika di kelas dapat ditekankan pada keterkaitan antara konsep -konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mat hematic of everyday experience) adalah Realistic Mathematic Education (RME) atau yang dikenal di Indonesia dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
(PMRI). Pada PMR I pola pikir siswa dikembangkan dari hal-hal yang bersifat konkrit menuju hal yang abstrak. Aktivitas belajar dilakukan melalui
peragaan-peragaan yang melibatkan seluruh panca indera penglihatan, pendengaran, dan perabaan. Alat peraga berfungsi untuk menjembatani proses
6
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik , (Surabaya: Prestasi Pusaka,2007), h. 25 7 I Gusti Putu Suharta, Pengembangan Perangkat Pembelajaran Pecahan Dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR), Vol 38 No: 4 Tahun 2005, h. 579 8 A. Martuti, Pendidik Cerdas dan Mencerdaskan , (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009)
Cet Ke-1, h.58
6
abstraksi dari hal yang bersifat sederhana dan konkrit menuju pengetahuan matematika formal dan baku oleh siswa sendiri. Berangkat dari permasalah di atas, dimana masih banyak siswa yang memiliki masalah kecemasan dalam belajar matematika, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang ”Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Dalam Mengurangi Kecemasan Belajar Matematika Siswa”
B. Identifikasi dan Fokus Masalah Dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dapat diidentifikasikan masalah -masalah sebagai berikut:
1. Banyak siswa yang belum tertarik terhadap pelajaran matematika 2. Siswa masih menganggap bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menegangkan
3. Banyak siswa yang merasa cemas dalam belajar matematika 4. Banyak siswa yang kurang memahami konsep matematika 5. Proses pembelajaran matematika yang masih bersifat abstrak tanpa mengkaitkan permasalahan matematika dengan kehidupan sehari–hari.
6. Pendekatan yang digunakan oleh guru kurang bermakna dan tidak menyenangkan bagi siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
C. Pembatasan Fokus Masalah Untuk menghindari perbedaan persepsi dalam pembahasan
penulis
membatasi pokok permasalahan yaitu:
1. Kecemasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecemasan yang dialami ketika siswa belajar matematika di kelas
meliputi
beberapa aspek, yaitu: psikologis, somatik, kognitif, motorik. 2. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang dimaksud adalah suatu pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real/nyata bagi siswa.
7
3. Penerapan pendekatan PMRI dalam proses pembelajaran untuk mengurangi kecemasan belajar matematika siswa.
4. Subyek penelitian adalah siswa kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok sebanyak 21 siswa. 5. Materi yang diajarkan adalah pecahan sederhana. D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1
Apakah penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika
dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa? 2
Bagaimana respon siswa dengan penerapan pendekatan PMRI dalam
pembelajaran matematika? 3
Apakah penerapan pendekatan PMRI dapat meningkatkan hasil belajar matemaika siswa?
E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penurunan kecemasan siswa setelah dilaksanakan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika;
mendeskripsikan
respon
siswa
terhadap
pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI; mengetahui hasil belajar matematika siswa setelah diterapkannya pendekatan PMRI.
F. Kegunaan Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi beberapa pihak antara lain :
1. Bagi sekolah tempat penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan dan penyempurnaan program pengajaran matematika di sekolah.
8
2. Bagi guru mata pelajaran, sebagai informasi tentang suatu pendekatan pembelajaran dalam upaya mengurangi kecemasan siswa dalam belajar matematika. 3. Bagi peneliti, sebagai pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan PMRI.
4. Bagi siswa, sebagai motivasi untuk mendorong siswa agar menyenangi pelajaran
matematika
serta
meningkatkan
khususnya dalam pelajaran matematika.
kemampuan
siswa
9
BAB II K AJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN K ONSEPTUAL INTERVENSI TINDAK AN
A. Kajian Teoritik 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika a. Pengertian Belajar Belajar merupakan faktor penentu dalam proses perkembangan manusia. Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa tercapai tidaknya tujuan pendidikan tergantung kepada
ses belajar dan
pembelajaran selain faktor pendukung lainnya. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Menurut Winkel “belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan -perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap ”. 1 Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget yang menyatakan bahwa dasar belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. 2 Belajar menurut Wittig dalam buku Psychology of Learning
mendefinisikan “belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman ”.3 Pengertian ini sejalan dengan pendapat Hilgard yang mengungkapkan definsi belajar “ Learning is the process by wich an activity originates or changed through training procedurs (wether in the laboratory or in the naural
1
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran , (Jakarta: Kencana, 2009) Cet Ke-1, h.5 Yatim Riyanto, Paradigma ..., h. 122 3 Muhibbin Syah , Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h.66 2
10
emvironment) as distinguished from changes by factors
ot atributable to
training ”.4 Dalam pengertian di atas terdapat kata change atau “perubahan” yang berarti bahwa seseorang setelah belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuan, keterampilan, nilai, dan aspek sikap. Maka dalam hal ini kriteria keberhasilan dalam belajar ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengert
dari ragu -ragu
menjadi yakin. Degeng menyatakan bahwa belajar merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki si belajar.
5
Piaget
mengemukakan bahwa srtuktur kognitif yang dimiliki seseorang terjadi karena proses adaptasi. Pendapat ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Skinner
bahwa
proses
adaptasi
(penyesuaian
tingkah
laku)
akan
mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi penguatan.6
Sedangkan menurut pandangan konstruktivisme mendefiniskan belajar sebagai proses aktif dari si subjek belajar untuk merekonstruksi makna sesuatu, entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman f ik dan lain -lain. 7 Oleh karena itu belajar harus dilakukan secara aktif, baik
idual maupun
kelompok. Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak boleh diartikan sebagai keterlibatan fisik semata, melainkan juga melibatkan keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan
perolehan pengetahuan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai.
4
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pend kan , (Jakarta: Kencana, 2007), Cet Ke-2, h.110 5 Yatim Riyanto, Paradigma ..., h. 5 6 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2010 ), h. 64 7 Sardirman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007) Ed.1 , Cet Ke-14, h.37
11
Berdasarkan perbedaan -perbedaan pendapat mengenai belajar penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku, pengetahuan yang didapat seseorang setelah ia mempelajari sesuatu baik itu melalui bahan atau pengalaman yang berada dilingkungannya sehingga terjadi perubahan -perubahan tingkah laku yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap seseorang, dimana perubahan tersebut adalah akibat hasil belajar yanng bersifat menetap.
b. Pengertian Matematika Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari kata Yunani mathematike yang mengandung pengertian
hal-hal yang berhubungan dengan belajar (relating to learning ). Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berhubungan pula dengan kata methanein yang artinya belajar
(learning ). Jadi berdasarkan
asal katanya,
matematika
adalah
ilmu
pengetahuan yang didapat dengan belajar. Matematika merupakan ilmu deduktif, aksiomatik, dan abstrak. Karakteristik matematika inilah yang menyebabkan matematika menjadi suatu pelajaran yang kadang dianggap sulit dan menjadi salah satu pelajaran yang begitu sangat ditakuti oleh siswa. Oleh sebab itu pembelajaran matematika khususnya pada sekolah dasar membutuhkan perhatian yang sunguh -sungguh dari siswa. Guru dan instansi pendidikan yang terkait perlu menciptakan suatu kondisi
belajar
yang
menyenangkan,
sehingga
proses
matematika dapat menjadi kegiatan belajar yang diminati siswa .
pembelajaran
12
Adapun karakteristik matematika secara umum adalah
sebagai
berikut: 8
1. Memiliki objek kajian abstrak 2. Bertumpu pada kesepakatan 3. Berpola pikir deduktif 4. Memiliki simbol yang kosong dari arti 5. Memperhatikan semesta pembicaraan 6. Konsisten dalam sistemnya. Beberapa ahli mendefinisikan tentang matematika secara umum:
1. Russefendi mendefinisikan matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat akhirnya ke dalil atau
teorema.9 2. Menurut Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian
yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide
daripada mengenai bunyi.10 Berdasarkan beberapa definisi matematika di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang abstrak, yang dapat dipandang sebagai menstrukturkan pola berpikir yang sistematis,
kritis, logis, cermat dan konsisten yang dalam pengerjaannya menggunakan penalaran.
8
Sri Anitah W, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika , (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), Cet Ke-3, h. 5 9 Sri Anitah W, Strategi Pembelajaran …, h. 4 10 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 1 7
13
c. Pengertian Pembelajaran Matematika Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik dari pada belajar yang hanya berasal dari pengalaman dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Pembelajaran merupakan “proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. 11 Belajar dengan proses pembelajaran melibatkan adanya guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan. Lingkungan yang kondusif adalah lingkungan yang memungkinkan siswa dapat saling berinteraksi dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran (indikator-indikator) dapat tercapai dengan baik pula. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik yang mendefinisikan bahwa
“pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar serta aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran”.12 Sedangkan menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang
bersangkutan.13 Pada hakikatnya pembelajaran matematika adalah proses
buat
orang belajar matematika. Yang dimaksud adalah menciptakan suasana belajar yang memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar matematika sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Suasana yang diciptakan harus menyenangkan dan bermakna agar siswa idak merasa bosan
dan tidak tegang selama belajar matematika.
11
Departemen Pendidikan Nasional, Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), (Jakarta: Citra Umbara, 2003), h.6 12 Herry Hermawan, dkk, Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007), h. 3 13 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran , ..., h. 8
14
Adapun sifat-sifat dari proses pembelajaran matematika yang efektif ada 7 macam, antara lain:14
1. Belajar merupakan suatu interaksi antara anak dengan lingkungan 2. Belajar berarti berbuat 3. Belajar matematika berarti mengalami 4. Belajar matematika memerlukan motivasi 5. Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik 6. Belajar matematika harus menggunakan daya pikir 7. Belajar matematika melalui latihan Dari uraian
di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran
matematika adalah suatu proses yang dirancang untuk memperoleh pengetahuan tentang matematika sehingga pengetahuan tersebut dapat dimanfaatkan dalam kehidupan.
2. Kecemasan Belajar Matematika a. Pengertian Kecemasan Kecemasan juga dikenal dengan istilah “ Anxiety”. Secara leksikal kata
“ Anxiety” diambil dari Bahasa Inggris, berpadanan dengan kata “fear”, yang memiliki arti “ketakutan”. Hal ini sejalan dengan pendapat Chaplin dalam kamus lengkap psikologi yang mengartikan kecemasan (anxiety) sebagai “perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masamasa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut”.15
Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi yang paling menimbulkan stress yang dirasakan oleh banyak orang. Kecemasan adalah masalah yang sangat relevan dengan psikologi karena berkaitan dengan jiwa. Setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan pada saat-saat tertentu, dan 14 15
Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h 18-20 J. P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), ed.I,
Cet Ke-9, h. 32
15
dengan tingkat yang berbeda-beda. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena individu merasa tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi suatu hal yang menimpanya dirinya. Kecemasan dapat terjadi pada setiap saat pada diri siswa dan seringkali muncul secara mendadak ketika belajar khususnya belajar matematika. Mesikupun demikian, kecemasan bukanlah sesuatu masalah yang tidak dapat dikendalikan, karena kecemasan merupakan perubahan emosi yang biasa terjadi pada diri seseorang dalam perjalanan hidupnya, seperti rasa khawatir, takut, sedih, dan senang. Freud menggambarkan dan mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Menurut Freud, “ kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang
dianggap berbahaya”.16 Lain halnya dengan Wiramihardja yang mendefinisikan kecemasan sebagai suatu keadaan perasaan dimana individu merasa
sehingga tidak
berani dan mampu untuk bersikap dan bertindak secara r
sesuai dengan
yang seharusnya.17 Sedangkan Nevid berpendapat bahwa “kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi”. 18 Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah salah satu bentuk emosi seseorang yang direfleksikan dengan perasaaan khawatir atas ancaman yang akan terjadi, gelisah, tegang, gugup dan takut dalam menghadapi sesuatu yang dapat menimbulkan gejala-gejala 16
Trismiati, Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta , Jurnal Psyche, Vol. 1 No. 1, Juli 2004 , h. 4 17 Sudoardjo A. Wiramihardja, Psikologi Pengantar Abnormal, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), Cet Ke-2, h. 67 18 Jeffrey. S. Nevid, Psikologi Abnormal, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 163
16
kecemasan. Kecemasan yang berlebihan akan berdampak pada dirinya tidak adanya ketenangan jiwa sehingga akan berpengaruh pada setiap aktivitasnya.
b. Sebab-sebab Timbulnya Kecemasan Beberapa ahli berpendapat bahwa rasa cemas merupakan akibat tidak terpenuhinya keinginan -keinginan seksual, merasa diri (fisik) kurang, pengaruh pendidikan waktu kecil, sering terjadi frustasi karena tidak tercapainya
keinginan
baik
materil
maupun
sosial.
Kecemasan
menggambarkan keadaan emosional, suatu perasaaan tak tentu yang dikaitkan dengan rasa takut. Perasaan ini dirasakan sebagai suatu ancaman terhadap masa depannya. Adapun ciri khas dari perasaan ini adalah perasaan tak tentu
atau situasi tak tentu dan rasa tak berdaya menghadapi masalah. Nevid dalam buku Psikologi Abnormal menyebutkan beberapa faktorfaktor kognitif yang membuat orang menjadi cemas, yaitu:19
1. Prediksi berlebihan terhadap rasa takut 2. Keyakinan yang irasional 3. Sensitivitas berlebihan terhadap ancaman 4. Sensitivitas kecemasan 5. Salah mengatribusikan sinyal-sinyal tubuh 6. Self - Efficacy yang rendah. Kecemasan di atas dapat terjadi pada setiap saat pada diri siswa dan seringkali muncul secara mendadak ketika belajar matematika. Penyebab lain
dari kecemasan matematika adalah kegagalan (failure) belajar matematika dan
19
Jeffrey. S. Nevid, Psikologi Abnormal..., h. 180 - 183
17
adanya perasaan menghindar (avoidance). Adapun siklus kecemasan tersebut
digambarkan sebagai berikut:20
Gambar. 1 “Siklus Penyebab Kecemasan Matematika” c. Macam-macam Kecemasan Menurut Binder dan Kielhotz kecemasan dapat dibagi menurut sumber sebabnya menjadi 6 macam, yaitu:21 1. Kecemasan obyektif (fear/real anxiety). Ketakutan akan bahaya sesungguhnya dari lingkungan atau dunia luar.
2. Kecemasan hati nurani (conscience of anxiety). Kecemasan timbul bila individu mengerjakan pebuatan yang berlawanan dengan m
3. Kecemasan neurotik. Kecemasan yang berasal dari tubuh
itas. takut
hukuman akibat telah dilakukan pemuasaan instinktual.
4. Kecemasan psikotis. Kecemasan ini bukanlah merupakan gejala kecemasan pada umumnya melainkan sebagai gejala dari psikosisnya.
5. Kecemasan vital. Kecemasan yang berasal dari tubuh dan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi individu, misalnya: sakit jantung. 20
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.ma thgoodies.com/articles/math_anxiety_model.html&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhidrEh5djK AkCSeeMqamJdrtEzNRA (23 Januari 2011 pukul 09:14) 21 Endang Warsiki G dan Lestari Soeharjono, Kecemasan Pada Anak Dan Remaja, (dalam artikel Majalah Psikiater, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya), h. 43-44
18
6. Kecemasan sosial. Kecemasan ini timbul bila individu takut pendapat umum atau pendapat lingkungannya mencela perbuatannya.
d. Gejala-gejala Kecemasan Menurut Nevid kecemasan terdiri dari 3 gejala. Gejala-gejala tersebut adalah gejala fisik, kognisi, dan perilaku. 22
1. Gejala kecemasan fisik: kegelisahan, kegugupan , banyak berkeringat, sulit berbicara, anggota tubuh bergetar, suara yang bergetar, sering buang air kecil, diare, panas dingin, pusing, merasa lemas/lekas lelah, jantung berdebar.
2. Gejala kecemasan kognitif: kebingungan, rasa ketakutan, khawatir tentang sesuatu, merasa terancam, sulit konsentrasi, keyakinan bahwa
sesuatu akan terjadi. 3. Gejala kecemasan behavioral: Perilaku menghindar, perilaku melekat, dan perilaku terguncang. Gejala -gejala yang diungkapkan oleh Nevid sejalan dengan pendapat Novita bahwa ada tiga bentuk gejala kecemasan siswa dalam menghad api pelajaran matematika, yaitu:23
1. Gejala fisik atau emotionality, seperti: tegang saat mengerjakan soal matematika, gugup, berkeringat, tangan menyelesaikan
soal
matematika
atau
gemetar ketika harus ketika
mulai
pelajaran
matematika. 2. Gejala kognitif atau worry, seperti: pesimis dirinya tidak mampu mengerjakan soal matematika, khawatir kalau hasil pekerjaan matematikanya buruk, tidak yakin dengan pekerjaan matematikanya
22
Jeffrey. S. Nevid, Psikologi Abnormal..., h. 164 Novita Eka Indiyani dan Anita Listiara, Efektivitas Metode Pembelajaran Gotong Royong (cooperative learning) Untuk Menurunkan Kecemasan Siswa Dalam Menghadapi Pela an Matematika ,Vol.3 No. 1, Juni 2006, h. 15 23
19
sendiri, ketakutan menjadi bahan tertawaan jika tidak mengerjakan soal matematika.
3. Gejala perilaku, seperti : berdiam diri karena takut d
kan, tidak
mau mengerjakan soal matematika karena takut gagal lag
dan
menghindari pelajaran m atematika. Sedangkan Passer dan Smith dalam buku “ Psychology” membagi gejala kecemasan menjadi 4 komponen, antara lain:24
1. Emotional Symptoms “Subjective emotional component, including: feelings of tension and apprehension” yang berarti secara komponen emosional subjektif, seseorang yang merasa cemas akan mengalami ketegangan dan ketakutan .
2. Cognitive Symptoms Cognitive component, including: worrisome thoughts and a sense of inability to cope. Secara kognitif, kecemasan dapat terlihat dari gangguan kekhawatiran
dan rasa ketidakmampuan untuk
mengatasi suatu masalah. 3. Physiological or Somatic Symptoms “Physiological responses, including: increased heart ra
and
blood pressure, muscle tension, rapid breathing, nausea, dry mouth, diarrhea, and frequent urination ”. Dalam reaksi fisiologis terdapat reaksi fisik atau biologis, gangguan kecemasan dapat berupa jantung berdebar, tekanan darah tinggi, ketegangan otot, pernapasan cepat, mual, mulut kering, diare, dan sering buang air kecil.
4. Behavioral Symptoms Behavioral responses such as avoidance of certain situa ions and impaired task performance anxiety disorders take a number of 24
Michael W Passer dan Ronald E Smith, Psychology, The Science Of Mind And Behavior, (Canada: Mc Grawwhill Company), 2003, h. 512
20
different form, obsessive compulsive disorders, and po ttraumatic. Reaksi prilaku seperti menghindari situasi tertentu dan mengalami gangguan kecemasan dapat menimbulkan gangguan pada kinerja kita dalam mengerjakan suatu tugas. Hal tersebut diakibatkan dari beberapa hal yang berbeda, seperti perilaku terguncang dan perasaan
trauma dengan kejadian yang pernah dialaminya. Sedangkan menurut Holmes dalam bukunya “Abnormal Psychology” membagi kecemasan dalam empat komponen yang mengidentifikasikan adanya kecemasan, yaitu: Mood symptoms, cognitive symptoms, somatic symptoms dan motor symptoms.25
1. Mood symptoms (psychological) Holmes mengatakan bahwa “The mood symptoms in anxiety disorders
consist
primarily
of
anxiety,
tension,
panic,
and
apprehension” dimana gejala pada gangguan kecemasan ini ditandai
dengan ketegangan, kepanikan, dan ketakutan. Mood (perasaan) seseorang yang merasa cemas dapat berupa was-was, gelisah, takut, tegang, gugup, dan rasa tidak aman. Individu tidak dapat merasa tenang dan mudah tersinggung, sehingga memungkinkannya untuk
terkena depresi. 2. Cognitive symptoms “The cognitive symptoms in anxiety disorders revolve around the doom and disaster that the individual anticipates” yang berarti bahwa secara kognitif, seseorang yang merasa cemas akan terus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi. Sehingga ia akan sulit untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan,
bingung, dan menjadi sulit untuk mengingat sesuatu.
25
David S Holmes, Abnormal Psychology, (New york: Longman, 1997), 3
rd
ed, h. 91
21
3. Somatic symptoms The somatic (physiological) symptoms of anxiety can be divided into two groups. First are the immediate symptoms, which consist of sweating, dry mouth, shallow breathing, rap d pulse, increased blood pressure, throbbing sensations in the head, and feelings of muscular tension. Second, if the anxiety is prolonged, delayed symptoms such as chronically increased blood pressure, headaches, muscular weakness, and intestinal distress (poor digestion, stomach cramps) may set in. Secara somatik (dalam reaksi fisik atau biologis), gangguan kecemasan dapat berupa lekas lelah, tekanan darah tinggi, napas sesak, dada tertekan, pusing, jantung berdebar, dan sering mual. Akan tetapi setiap orang memiliki reaksi fisik yang berbeda jika mereka mengalami kecemasan.
4. Motor symptoms Motor symptoms anxious individuals often exhibit restlessness, fidgeting, pointless motor activitysuch as toe tapping, and exaggerated startle responses to sudden noise. Secara motorik (gerak tubuh), kecemasan dapat terlihat dari gangguan tubuh seseorang seperti tubuh yang gemetar, suara yang terbata-bata, dan sikap terburu -buru. Sikapsikap seperti inilah yang membuat cemas dan dapat membuat aktivitas
menjadi terganggu dan berjalan tidak sewajarnya. Dalam penelitian ini, gejala -gejala kecemasan yang akan dibahas adalah gejala kecemasan yang dikemukakan oleh Holmes. Hal ini dikarenakan keempat gejala tersebut dapat mewakili beberapa pendapat ahli psikologi lain yang diklasifikasikan sesuai dengan karakteristik dari masing-masing gejala dan gejala tersebut juga terdapat pada siswa yang mengalami kecemasan
dalam pembelajaran matematika.
22
e. Kecemasan dalam Belajar Matematika Matematika sering dipandang sebagai sebuah pelajaran yang sulit dan membosankan. Dengan pola pikir siswa yang demikian terhadap pelajaran matematika dan karena kurang tepatnya pendekatan yang
kan guru
dalam proses pembelajaran maka hal yang demikian dapat menimbulkan kecemasan belajar bagi siswa, khusunya dalam belajar matematika. Perasaaan cemas ini berhubungan dengan emosi rasa takut yang dialami seseorang. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT sebagai berikut: <
u
s
o
ö
è
u
¯
ä
Î
y
ó
&
Ïi
z
$
ø
s
ö
Å
u
$
ø
à
Æ
u
t
ø
Ïi
z
$
F
ø
u
É
u
$
F
à
Ä
u
$
¨
y
t
Ï
3
u
o
Ïe
Ì
•±0r Nº•JW9#r §ÿR{#r AºqB{# `B È)Rr íqf9#r $qƒ:# `B äÓ´/ N3Rq=7Y9r $
Artinya: “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan
¢
É
Î
š
ÇÊÎÎÈ úïŽ9»Á9# dikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah, 2:155) Kecemasan muncul apabila siswa merasa tertekan atau kesulitan. Gangguan terhadap rasa cemas itu biasanya berupa rasa
terhadap
beberapa hal, antara lain terhadap pelajaran, guru maupun sekolah itu sendiri. Oleh
karena itu, sebaiknya guru
dapat menciptakan
suasana yang
menyenangkan dan bermakna agar siswa tidak merasa takut untuk belajar matematika dan membuat siswa merasa nyaman selama proses pembelajaran matematika karena belajar matematika memerlukan kesiapan mental dan
konsentrasi yang tinggi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan
matika
berkaitan dengan keberhasilan belajar matematika siswa. Dalam penelitian Eccles dan Jacob menyatakan bahwa kualitas belajar matematika siswa sangat dipengaruhi oleh konsep diri siswa dan kecemasan matematika siswa. Kualitas belajar yang dimaksud adalah kualitas pada proses belajar dan hasil
23
belajar matematika siswa. Barlow mengatakan bahwa kecemasan matematika mempengaruhi hasil belajar, semakin rendah kecemasan matematika maka
hasil belajar tinggi dan demikian sebaliknya. Menurut Pranoto dalam semiloka Mengatasi Fobia Pada Anak di Bandung mengatakan bahwa penyebab dari rasa cemas atau ketakutan siswa akan matematika adalah:26
1. Penekanan berlebihan pada hafalan semata 2. Penekanan pada kecepatan berhitung 3. Pengajaran otoriter 4. Kurangnya variasi mengajar Dari penjelasan di atas, dapat diartikan bahwa kecemasan dalam belajar matematika adalah suatu emosi dari seseorang terhadap pelajaran matematika yang menunjukkan adanya suatu bahaya yang harus dihindari atau adanya kemungkinan kegagalan dalam merespon matematika tersebut.
3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) a. Pengertian PMRI Istilah pendekatan merujuk pada terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Pendekatan merupakan jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendekatan dapat diartikan sebagai “titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran”. 27 Pendekatan
sangat
menentukan
dalam
dunia
pendidikan
dan
pengajaran. Pendekatan mempunyai pengaruh besar terhadap hasil belajar yang diharapkan. Mengingat kedudukan mata pelajaran matematika yang demikian penting dalam rencana pelajaran diberbagai jenjang pendidikan. 26
http://p4tkmatematika.org/2008/11/guru -kunci-utama-atasi-fobia-matematika/ 2010 jam 10:05 ) 27 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran ...., h.125
(21
Juni
24
Oleh karena itulah sebelum melaksanakan pengajaran guru sebaiknya perlu memikirkan terlebih dahulu pendekatan apa yang tepat yang akan diberikan
kepada siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu pendekatan yang saat ini mulai dikembangkan di Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Pendekatan PMRI merupakan
operasionalisasi dari suatu
pendekatan
didikan
matematika yang telah dikembangkan di Belanda oleh Fruedenthal pada tahun 1971 yang dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME). Menurut Teffers pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik, terutama di negeri Belanda, telah dilakukan selama tak kurang 30 tahun dan telah membawa hasil bahwa “terdapat 75% sekolah -sekolah di negeri Belanda telah menggunakan pendekatan realistik”. 28 Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik. Zulkardi mendefinisikan pendekatan RME atau PMRI adalah ”teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata (real) bagi siswa, menekankan
keterampilan
proses, berdiskusi dan
berkolaborasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan menggunakan matematika itu untuk menyelesa
masalah baik
secara individu maupun kelompok”.29 Oleh sebab itu, pendekatan PMRI merupakan suatu teori pembelajaran yang dikembangkan
khusus untuk matematika di Indonesia. PMRI
dikembangkan berdasarkan dua pandangan Hans Freudenthal tentang matematika. Dua pandangan penting Fruedenthal adalah “ matematika harus 28
Erman Suherman, Strategi…, h. 145 Zulkardi. 2001. RME: Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet, (Makalah disajikan pada seminar sehari di UPI Bandung tanggal 4 April 2001) 29
25
dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai akt itas manusia (a human activit y)”. 30 Berdasarkan pemikiran tersebut PMRI mempunyai ciri antara lain, pembelajaran matematika yang berorientasi pada pendekatan PMRI harus dekat dengan kehidupan sehari-hari dan sesuai dengan pengalaman anak. Dalam kaitannya dengan matematika, anak harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep mate
sebagai
akibat dari pengalaman anak dalam berinteraksi d engan dunia nyata. Menurut Blum & Niss, dunia nyata adalah segala sesuatu di luar
matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan
lingkungan
mendefinisikan dunia nyata
sekitar sebagai
kita.
Sementara
itu,
De
Lange
suatu dunia yang konkrit, yang
disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika. Menurut Ratu, pembentukan konsep matematika dapat dianalogikan dengan fenomena gunung es, dimana bagian dasar gunung es lebih besar daripada bagian atas. 31 Oleh karena itu proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI terjadi mela lui tiga tahapan. Tahapan tersebut adalah tahapan dunia nyata, tahapan pembentukan skema, dan tahapan
pembangun
pengetahuan.
Adapun
tahapan -tahapan
tersebut
tergambar melalui fenomena gunung es berikut ini:
30
Zulkardi. 2001. RME: Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet, (Makalah disajikan pada seminar sehari di UPI Bandung tanggal 4 April 2001) 31 Ratu Ilma Indra Putri, Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Dan Bentuk Tes Formatif Terhadap Hasil Belajar Matematika Dengan Mengontrol Intelegensi Siswa SD di Palembang , dalam http://p4mriunsri.files.wordpress.com/2009/11/sinopsis_disertasi_ratu_ilma_unsri_20101.pdf (diakses pada 9 Oktober 2010, pukul 12:16)
26
Gambar. 2 “Fenomena Gunung Es” Konsep dasar yang berada pada dasar gunung es harus dibentuk terlebih dahulu sebelum menuju kepada matematika yang lebih abstrak. Konsep dasar yang digunakan guru dalam mengawali proses pembelajaran matematika tersebut adalah dengan tahapan dunia nyata, yaitu dengan mengambil konteks yang sudah dikenali siswa dan menggunakan model
sehari-hari yang dekat dengan siswa. Karena dengan konteks dunia nyata, pemahaman dasar siswa akan lebih kuat seperti yang digambarkan oleh dasar gunung es tersebut. Oleh karena itu, tahapan dunia nyata sangat berperan dalam proses pembentukan skema dan pengembangan pengetahuan sebagai
langkah menuju matematika yang lebih formal atau abstrak. Sedangkan Treffers membedakan dua macam matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. 32 Pada tipe matematisasi horizontal siswa
mengubah
persoalan
sehari-hari menjadi persoalan
matematika sehingga dapat diselesaikan atau situasi nyata diubah ke dalam
simbol-simbol matematisasi
dan
model-model
vertikal proses
matematika.
pengorganisasian
Sedangkan
pada
tipe
kembali menggunakan
matematika itu sendiri, dimana proses matematika pada tahap ini adalah
32
Supinah, Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP , (Yogjakarta: Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h.14
27
penggunaan simbol, lambang, kaidah -kaidah matematika yang berlaku secara umum . Real World Mathematization and Reflection
Mathematization in Aplication Abstraction and Formalization
Gambar. 3 “Konsep dan Aplikasi Matematika ” Gambar 2.1 menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa siklus dimana real world atau masalah kehidupan sehari-hari tidak hanya sebagai sumber matematisasi tetapi sebagai area untuk mengapli
kan kembali
matematika. Menurut De Lange, mula-mula mengidentifikasikan bagian dari matematika yang bertujuan untuk mentransfer suatu masalah yang dinyatakan secara matematika, melalui penskemaan serta menemukan keteraturan dan hubungan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan matematika secara khusus ke dalam konteks umum. Beberapa aktivitas yang dilakukan dalam proses matematisasi horisontal antara lain:33
1. Pengidentifikasian matematika khusus dalam konteks umum 2. Membuat skema 3. Perumusan dan pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda 4. Penemuan relasi (hubungan) 5. Penemuan keteraturan 6. Pengenalan aspek isomorphic dalam masalah-masalah yang berbeda
33
Erna Suwangsih, Model Pembelajaran..., h 134
28
7. Pentransferan real world problem ke dalam mathematical problem 8. Pentransferan real world problem ke dalam suatu model matematika yang diketahui. Adapun aktivitas-aktivitas yang memuat komponen matematisasi vertikal adalah sebagai berikut: 34
1. Menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus 2. Pembuktian keteraturan 3. Perbaikan dan penyesuaian model 4. Penggunaan model-model yang berbeda 5. Pengkombinasian dan pengintegrasian model-model 6. Perumusan suatu konsep matematika baru 7. Penggeneralisasian. Berdasarkan matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal,
pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu: mechanistic, empiristic, structuralistic dan realistik.35 1. Mechanistic atau pendekatan tradisional, yang menganggap bahwa manusia ibarat komputer, sehingga dapat diprogram dengan cara
latihan untuk mengerjakan perhitungan. 2. Empiristic, bahwa dunia adalah kenyataan, dimana siswa dihadapkan dengan situasi yang mengharuskan mereka menggunakan aktivitas matematisasi horizontal dan cenderung mengabaikan matematisasi vertikal. Treffers mengatakan bahwa pendekatan ini secara umum jarang digunakan dalam pendidikan matematika.
3. Structuralistic
atau
matematika
modern,
lebih
menekankan
matematisasi vertikal dan cenderung mengabaikan matematisasi
34 35
Erna Suwangsih, Model Pembelajaran..., h 135 Erman Suherman, Strategi… , h. 145
29
horizontal, pendekatan ini dipraktekkan dalam ‘ new math’ yaitu membangun konsep berdasarkan pada teori himpunan.
4. Realistik, yaitu pendekatan yang menggunakan suatu dunia nyata atau konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. memberikan
perhatian
yang
seimbang
antara
ini
pematematikaan
horizontal dengan pematematikaan vertikal dan disampaikan secara terpadu
melakukan
mengidentifikasikan
matematisasi
aktivitas masalah
matematika
horizontal
secara
informal
untuk dan
kemudian dengan menggunakan matematisasi vertikal siswa dapat memulai pembentukan skema. Pengkategorian keempat pendekatan tersebut didasarkan
aspek
matematisasi (horizontal atau vertikal) dalam masing -masing pendekatan tersebut digambarkan pada tabel berikut:
36
Tabel. 1 “Kategori pendekatan-pendekatan matematika” Jenis Pendekatan
Matematika Horizontal
Matematika Vertikal
Mekanistik
-
-
Empristik
+
-
Strukturalistik
-
+
Realistik
+
+
Berdasarkan hal ini tampak bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik memberi perhatian yang cukup besar, baik pada kegiatan
matematisasi horisontal maupun vertikal jika dibandingkan dengan tiga pendekatan yang lain.
36
Suryanto, Pendekatan Realistik Suatu Inovasi Pembelajaran Matematika , Cakrawala Pendidikan, No.3 Vol 19, Juni 2000, h. 12
30
b. Karakteristik PMRI De Lange mengungkapkan bahwa teori PMRI terdiri dari 5 (lima) karakteristik, yaitu :37
1. Menggunakan masalah kontekstual sebagai titik belajar matematika 2. Menggunakan model atau jembatan dengan intrumen vertikal 3. Menggunakan kontribusi murid 4. Interaktivitas 5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya PMRI mencerminkan pandangan matematika mengenai bagaimana anak belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan. Pandangan ini tercermin pada 6 prinsip yang dikembangkan dari 5 karakteristik di atas. Keenam
prinsip
yang merupakan
karakteristik
pendidikan matematika realistik antara lain: prinsip aktivitas, prinsip nyata, prinsip bertahap, prinsip saling menjalin, prinsip interaksi dan prinsip bimbingan .38
1. Prinsip aktivitas: cara terbaik mempelajari matematika melalui doing yaitu dengan mengerjakannya bukan terima jadi dan menghapalkannya.
2. Prinsip nyata: Matematika tumbuh dari dunia realitas, oleh karena itu belajar
matematika
jangan
lepas
dari
dunia
realitas,
pemahamannya maupun aplikasinya supaya lebih dihayati
baik ra
bermakna. 3. Prinsip bertahap: refleksi aktivitas – solusi informal tentang konteks – matematika formal.
37
Ratu Ilma Indra Putri, Pengembangan Pengevaluasian Perangkat Pembelajaran Statistika Menggunakan Pendekatan RME Di SLTP Negeri 17 Palembang , Forum Kependidikan, No. 2 Tahun 22, Maret 2003, h. 146 -147 38 http://p4mriunp.wordpress.com/2009/10/31/karakteristik-pendidikan-matematika-realistik/ (23 Juli 2010 pukul 10.26)
31
4. Prinsip saling menjalin: memandang matematika sebagai bahan ajar yang kaya akan konteks penerapannya. 5. Prinsip interaksi: pembelajaran matematika sebagai suatu aktivitas sosial, sehingga ada kesempatan untuk tukar pengalaman diantara
siswa. 6. Prinsip bimbingan: dalam pembelajaran matematika perlu adanya proses bimbingan agar siswa “menemukan kembali” matematika.
c. PMRI dalam Pembelajaran Matematika Paradigma baru dalam pembelajaran sekarang ini khususnya PMRI menekankan terhadap proses pembelajaran dimana aktivitas siswa dalam
mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang
perlukan
benar-benar menjadi pengalaman belajar tersendiri bagi setiap individu. Proses pembelajaran ini dilakukan dengan memberikan siswa kepada
masalah-masalah yang sering dijumpai mereka dalam kehidupan sehari-hari. Pada pembelajaran melalui pendekatan PMRI siswa diajak berpikir secara mandiri dengan memberikan kontekstual sehingga siswa dapat membangun pemahaman. Adapun langkah-langkah pembelajaran melalui pendekatan PMRI telah dikemukakan Piaget adalah sebagai berikut:39
1. Memahami masalah kontekstual Guru menyajikan masalah kontekstual dan meminta siswa masalah tersebut agar dapat memahaminya. Pada kegiatan ini guru memberikan
penjelasan
seperlunya bagian -bagian
yang
belum
dipahami siswa.
39
Anderson L. Palinussa, Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Materi Belah Ketupat Dan Layang-layang Di Kelas VII SMP Negeri 19 Ambon , Mathedu Jurnal Pendidikan Matematika, No. 1 Vol.4, Januari 2009, h. 29
32
2. Menyelesaikan masalah kontekstual Siswa secara individu menyelesaikan masalah kontekstual yang disajikan oleh guru. Guru memotivasi siswa menyelesaikan masalah mereka dengan cara mereka sendiri.
3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban dalam diskusi
las
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar pikiran dan mendiskusikan jawabannya dalam kelompok kecil dan dilanjutkan dengan diskusi kelas.
4. Menarik Kesimpulan Siswa diminta menyimpulkan jawaban dari masalah kontekstual yang disajikan. Guru hanya memberikan arahan sehingga didapat suatu
kesimpulan. d. Kelebihan Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI Keunggulan yang diperoleh dari pembelajaran dengan pendekatan PMRI adalah sebagai berikut:40
1. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa. Suasana tegang tidak tampak, karena siswa mendapat kebebasan mngungkapkan
idenya atau bertanya kepada kawan 2. Materi yang disiapkan oleh kebanyakan siswa 3. Alat peraga yang digunakan berasal dari benda-benda di sekitar siswa, sehingga tidak sulit mendapatkannya
4. Guru menjadi lebih kreatif di dalam membuat alat peraga 5. Memupuk kerja sama siswa dengan belajar dalam kelompok 6. Melatih keberanian siswa, karena siswa diberi kesempatan untuk menjelaskan idenya di dalam menyelesaikan masalah yang diberikan
oleh guru 40
Hongki Julie, Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik Da Contoh Pembelajarannya , Widya Darma, No. 1 Vol.13, Oktober 2002, h.35
Beberapa
33
7. Melatih siswa untuk terbiasa berfikir 8. Adanya pendidikan budi pekerti (secara tidak langsung). e. Contoh Implementasi Pendekatan PMRI dalam Pembelajaran Matematika Membangun pemahaman pecahan bagi siswa SD tidak mudah dilakukan. Konsep ini menyangkut operasi pembagian yang tidak begitu mudah dipahami oleh siswa yang masih berada pada tahap berpikir kongkret. Topik pecahan di SD mulai diberikan di kelas 3 semester 2. Melalui topik ini diharapkan
siswa
memahami
pecahan
dan
menggunakannya
dalam
perhitungan sehari-hari. Pecahan yang diperkenalkan adalah pecahan
sederhana, seperti setengah dan seperempat. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI dilakukan 3 tahapan untuk menuju matematika formal. Tahapan -tahapan tersebut adalah tahapan nyata, tahapan pembentukan skema dan tahapan pembangun pengetahuan . Tahapan tersebut berjalan sesuai dengan 5 karakteristik dari pendekatan PMRI. Adapun cara mengajarkan konsep pecahan kepada siswa kelas III dengan pendekatan PMRI, salah satunya adalah melalui konteks “membagi makanan”. Pada tema ini siswa mempelajari konsep pecahan melalui konteks membagi roti tawar. Setiap daerah dapat memanfaatkan konteks lokal untuk pembelajaran pecahan. Carilah kue atau makanan khas daerah yang mempunyai bentuk unik yang mudah dibagi sesuai dengan bentuknya. Melalui pemanfaatan konteks lokal ini pembelajaran lebih bermakna bagi
siswa, sehingga mereka lebih mudah mengembangkan pemahaman konsep. Melalui konteks ini siswa mempelajari “hubungan antara bagian dan keseluruhan ”. Siswa juga akan menemukan betapa mudahnya pecahan berhubungan satu sama lain. Pengalaman siswa dengan permasalahan yang sudah dikenalnya dalam membagi suatu benda (keseluruhan) menjadi bagian-
34
bagian yang sama diharapkan mampu membantu siswa memahami hubungan notasi formal pecahan dengan pemahaman yang didapat dalam kehidupan
sehari-hari. Adapun implementasi pendekatan PMRI dalam proses pembelajaran matematika pada materi pecahan sederhana adalah sebagai berikut: Tabel. 2 “Implementasi Pembelajaran PMRI” Tahapan
Langkah-langkah Pembelajaran PMRI 1. Guru
mengawali
mempersiapkan
satu
pembelajaran bungkus
dengan
(plastik)
roti
tawar/manis yang berbentuk persegi, beberapa buah pisau roti dan beberapa piring sebagai alas roti.
2. Guru dapat membagi siswa atas beberapa kelompo k Tahapan Nyata
yang terdiri dari 2 anak, 3 anak, dan 4 anak dan
sebagainya. Kemudian guru memberikan sehelai roti tawar untuk setiap kelompok.
3. Siswa-siswa diminta untuk membagi satu buah roti tawar tersebut secara adil sesuai dengan jumlah anak dalam setiap kelompok.
35
Pada
kegiatan
ini siswa
diberikan
kebebasan
membuat kalimat untuk membagikan sebuah roti tersebut sesuai bahasa mereka sendiri. Tidak ada kata
“salah”
disini.
Siswa
tetap
diberikan
penghargaan atas hasil karya mereka, namun tetap
diarahkan menuju jawaban yang benar. Karena tahap ini
adalah
tahapan
informal
dalam
proses
pembelajaran. 4. Setelah semua kelompok selesai memotong roti menjadi bagian -bagian yang sesuai dengan banyak anggota disetiap kelompok, guru meminta mereka memegang bagian roti yang mereka dapatkan.
5. Secara bergantian guru bertanya kepada siswa “berapa bagian roti yang kamu dapatkan dari
kelompokmu?” 6. Setelah siswa menjawab, guru memperbolehkan siswa memakan roti yang mereka dapatkan. Oleh
karena itu pembelajaran akan menyenangkan dan mampu
mendorong aktivitas dan
interaktivitas
siswa. 1. Pada tahap pembentukan skema (model), guru tidak lagi membawa roti tawar, tetapi roti tawar tersebut Tahapan
Pembentukan Skema
sudah dimodelkan dengan sebuah kertas warnawarni yang berbentuk persegi.
2. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dengan anggota kelompok sama banyak, kemudian guru memberikan selembar kertas warna-warni
36
untuk setiap kelompok. 3. Siswa-siswa bekerja kelompok membuat setengah, seperempat dan sepertiga dari kertas persegi yang telah disediakan dan menempelkan pada tempat yang disediakan pada LKS. Siswa diminta untuk menuliskan pecahan yang sesuai pada bagian yang
telah dipotong.
1. Pada tahap ini pengetahuan mereka dibangun untuk menuju kepada tahap formal
2. Konteks roti tawar dan penskemaan roti tawar yang dimodelkan dengan kertas warna-warni sudah tidak diberlakukan lagi
3. Guru mulai menjelaskan kepada siswa tentang Tahapan Pembangun
Pengetahuan
pecahan sederhana dalam bentuk formal
4. Dalam
soal
matematika
formal,
roti
tawar
digambarkan dengan sebuah gambar persegi yang
sudah dibagi menjadi beberapa bagian. 1/2 1/4
5. Kemudian guru memberikan beberapa soal pecahan sederhana untuk dikerjakan siswa secara individu
37
B. Penelitian yang Relevan Untuk mendukung penelitian ini, berikut ini disajikan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tersebut antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Oni Yunansih dengan jud
“Pengaruh
Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa MIN Pondok Pinang”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan prestasi belajar setelah dilakukan proses pembelajaran melalui pembelajaran matematika realistik.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Rizky Wahyudi dari jurusan Pendidikan Matematika dengan judul “Pengaruh Penggunaan Komik Matematika Terhadap Kecemasan Belajar Matematika Siswa”. Setelah penelitian tersebut dilaksanakan, ternyata pembelajaran komik dalam pembelajaran matematika sangat
berperan
dalam
mengurangi kecemasan
matematika siswa sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal. C. Pengajuan Konseptual Banyak orang berpendapat bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan, sehingga kurang disukai oleh para siswa. Karena matematika merupakan mata pelajaran yang sukar dipahami, sehingga kurang diminati leh sebagian besar siswa. Ketidaksenangan terhadap mata pelajaran ini dapat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Pada umumnya masih banyak kesalahan yang dilakukan siswa dalam menerapkan rumus-rumus, memahami bahasa matematika,
keliru
dalam
menafsirkan konsep dan sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan belajar bagi siswa dan khususnya bagi siswa yang tidak menyukai matematika. Kecemasan yang muncul dari siswa tidak hanya disebabkan oleh siswa itu sendiri, tetapi juga didukung oleh ketidakmampuan guru menciptakan situasi yang dapat membawa siswa tertarik pada matematika. Siswa lebih bersifat pasif, enggan,
38
takut dan malu untuk mengemukakan pendapatnya. Keadaan ini sedikit banyak
akan mengganggu kelancaran pembelajaran. Dalam proses pembelajaran matematika siswa kerap mengalami masalah kecemasan belajar yang disebabkan oleh berbagai hal yang salah satunya adalah karena proses pembelajaran di kelas yang tidak menyenangkan sehingga proses pembelajaran tersebut tidak memberikan rasa aman ketika siswa mempelajarinya. Kecemasan sangat mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Semakin tinggi kecemasan seseorang maka akan semakin sulit bagi siswa untuk memahami materi yang disampaikan guru. Dan sebalilknya semakin rendah kecemasan seseorang maka akan semakin mudah bagi siswa untuk memahami materi yang disampaikan guru. Dengan demikian seorang guru haruslah mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan siswa memiliki masalah kecemasan dalam belajar matematika, sehingga guru dapat menentukan pendekatan belajar dan lat bantu yang tepat untuk membatu mengurangi kecemasan siswa dalam pembelajaran matematika. Selain
itu,
hendaklah
guru
dapat
menciptakan
suasana
belajar
yang
menyenangkan selama proses pembelajaran berlangsung. Pendekatan PMRI merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam rangka mengurangi kecemasan siswa dalam belajar
ka.
Pendekatan PMRI adalah pendekatan yang bertitik tolak dari hal-hal yang konkret yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menciptakan suasana
yang menyenangkan dan menjadikan suasana belajar menjadi tidak menegangkan. Dengan demikian, hipotesis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
“Pendekatan PMRI mampu menjadi alternatif pendekatan yang dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan siswa dalam pembelajaran matematika”.
39
BAB III METODOLO GI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini rencananya akan dilakukan di SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok pada kelas 3 semester genap tahun ajaran 2010/2011. Materi yang digunakan adalah materi pelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum yang sedang diberlakukan. Penelitian ini direncanakan dalam dua siklus dan setiap siklusnya terdiri dari 4 kali pertemuan dengan
waktu setiap
pertemuan adalah 2 x 35 menit. Tabel. 3 Rincian Kegiatan Penelitian
Kegiatan Persiapan dan perencanaan
Nov 2010 v
Observasi Kegiatan Penelitian
Des 2010 v
Jan 2011
v
v
Feb 2011
Maret 2011
v
v
v
Analisisn Data Laporan Penelitian
v
B. Metode dan Desaian Intervensi Tindakan Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom
action
research .
Penelitian
tindakan
kelas
adalah
suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.1 Dimana setiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: Tahap 1
: Perencanaan (planning ) Pada tahap ini peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti menyiapkan skenario pembelajaran
(RPP) dan instrumen penelitian. Instruman penelitian yang 1
Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), Cet ke-4, h.3
40
digunakan
adalah
lembar observasi, jurnal harian
siswa,
wawancara, dan soal tes untuk akhir siklus. Tahap 2
: Tindakan (acting) Tahap kedua dari penelitian ini adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau isi rancangan yang telah dibuat, yaitu
melaksanakan
tindakan
kelas
dengan
menerapkan
pendekatan PMRI. Tahap 3
: Pengamatan (observing) Pada tahap ini, peneliti dibantu guru kolaborator mengobservasi gejala-gejala kecemasan siswa selama proses pembelajaran
dengan
menggunakan
lembar
observasi.
Dengan
lembar
observasi guru, observer juga mengamati dan memberikan penilaian terhadap peneliti dalam menerapkan pendekatan PMRI selama proses pembelajaran. Tahap 4
: Refleksi (reflection) Pada tahap ini, hasil pengamatan yang diperoleh dari pengamatan dikumpulkan dan dianalisis bersama peneliti dan observer, sehingga dapat diketahui apakah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan atau masih perlu adanya perbaikan. Tahap ini dilaksanakan dengan maksud untuk memperbaiki
kegiatan
penelitian
sebelumnya,
yang
akan
diterapkan pada penelitian berikutnya. Adapun bagan dari desain penelitian di atas adalah sebagai berikut :2
2
Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian…, h. 74
41
Permasalahan
Perecanaan tindakan I
Pelaksanaan tindakan I
Refleksi I
Pengamatan/ pengumpulan data
Perecanaan tindakan II
Pelaksanaan tindakan II
Refleksi II
Pengamatan/ pengumpulan data
Siklus I
Permasalahan baru hasil refleksi
Siklus II
Apabila permasalahan belum terselesaikan
Dilanjutkan ke siklus berikutnya
Gambar. 4 “Diagram Desain Penelitian” Berdasarkan desain tersebut, maka dapat ditentukan apakah siklus selanjutnya perlu dilanjutkan atau tidak, sedangkan penelitian akan diakhiri atau dihentikan dengan indikator keberhasilan sebagai berikut :
1. Hasil pengamatan melalui lembar observasi kecemasan belajar matematika siswa menunjukkan penurunan kecemasan belajar matematika siswa. Hal
ini dapat dilihat berdasarkan hasil rata-rata total persentase dari seluruh indik ator kecemasan menurun menjadi 10% .
2. Tes yang diberikan pada setiap akhir siklus menunjukkan bahwa nilai ratarata siswa mencapai ≥ 75 d engan tidak ada siswa yang mendapat nilai di
bawah KKM yaitu 63 .
42
C. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian Pada penelitian ini peneliti berperan langsung sebagai guru yang melakukan
proses
menggunakan
pembelajaran
pendekatan
yaitu
Pendidikan
mengajarkan
materi
dengan
Matematika Realistik Indonesia
(PMRI). Dalam pelaksanaan, peneliti dibantu oleh kolaborator
guru
matematika kelas III yang bertindak sebagai observer. D. Subjek dan Pihak yang Terkait dalam Penelitian Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 3 SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok yang berjumlah 21 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 9 siswa p erempuan. Pihak yang terkait dalam penelitian ini adalah guru matematika. Dalam penelitian ini guru bidang studi terlibat sebagai
kolaborator yang berperan sebagai observer untuk memberi penilaian terhadap peneliti dalam mengajar dengan menerapkan pendekatan PMRI dan
mengamati serta mencatat sikap detail aktivitas siswa di kelas pada lembar observasi. E. Tahap Intervensi Tindakan Penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam 2 siklus. Hal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana kecemasan siswa pada setiap siklus setelah diberikan tindakan. Jika pada penelitian pada
lus I terdapat
kekurangan maka penelitian pada siklus II lebih diarahkan pada perbaikan dan jika pada siklus I terdapat keberhasilan maka pada siklus II lebih diarahkan pada pengembangan.
1. Observasi Pendahuluan a. Observasi kegiatan belajar mengajar ·
Pada kegiatan ini peneliti mengamati kondisi pembelajaran
matematika pada kelas III SDN Pasir Gunu ng Selatan 2 Depok b. Wawancara dengan guru dan siswa
43
·
Wawancara dilakukan sebelum melakukan tindakan pada siklus I untuk mengetahui bagaimana kondisi pembelajaran matematika di kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok
2. Siklus 1 a. Tahap Perencanaan ·
Mempersiapkan RPP dan instrumen -instrumen penelitian, yaitu lembar observasi guru pada KBM, lembar observasi kecemasan siswa, pedoman wawancara untuk guru dan siswa, lembar latihan soal, soal untuk tes akhir pada siklus II, serta alat
yang akan
digunakan pada setiap pertemuan b. TahapTindakan ·
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI
·
Pembelajaran pada siklus ini terdiri dari 4 pertemuan dengan pertemuan terakhir digunakan untuk memberikan uji akhir siklus I
dan wawancara dengan guru dan siswa ·
Peneliti memberikan permasalahan real berkenaan dengan pecahan sederhana
·
Peneliti membimbing siswa untuk mengenal pecahan sederhana dengan menggunakan alat peraga seperti roti, apel, kertas warna dan lilin mainan
·
Peneliti membentuk siswa menjadi beberapa kelompok untuk menyelesaikan sebuah permasalahan real yang diberikan guru
·
Peneliti mengklasifikasi jawaban yang telah dibuat siswa secara
berkelompok ·
Peneliti memberikan latihan soal
·
Peneliti membahas soal bersama-sama siswa secara interaktif
·
Mereview materi yang telah dipelajari
·
Memberikan jurnal harian siswa pada setiap pertemuan
·
Penilaian tes akhir siklus I
·
Membuat dokumentasi KBM
44
c. Tahap Pengamatan ·
Mengamati dan mencatat proses yang terjadi selama pembelajaran siklus I
d. Tahap Refleksi ·
Identifikasi kelebihan dan kekurangan dari hasil pengamatan siklus I untuk menentukan keberhasilan atau ketidakberhasilan dari tindakan tersebut. Jika belum berhasil maka dilanjtukan pada siklus
II 3. Siklus 2 a. Tahap Perencanaan ·
Mempersiapkan RPP dan instrumen -instrumen penelitian, yaitu lembar observasi guru pada KBM, lembar observasi kecem asan siswa, pedoman wawancara untuk guru dan siswa, lembar latihan soal, soal untuk tes akhir pada siklus II, serta alat
yang akan
digunakan pada setiap pertemuan b. TahapTindakan ·
Melaksanaan KBM dengan menngunakan pendekatan PMRI pada materi membandingkan pecahan sederhana
·
Peneliti memberikan tindakan belajar dengan kelompok diskusi
·
Peneliti mengkondisikan siswa menjadi 4 kelompok
·
Peneliti memberikan permasalahan real pada setiap kelompok
·
Peneliti menggunakan alat peraga jeruk, pisang, kertas dan pita
·
Peneliti memimpin diskusi kelas
·
Peneliti memberikan latihan soal
·
Membahas latihan soal secara interaktif
·
Review materi yang telah dipelajari
·
Memberikan jurnal harian siswa pada setiap pertemuan
·
Penilaian tes akhir siklus I
·
Membuat dokumentasi KBM
45
c. Tahap Pengamatan ·
Mengamati dan mencatat proses yang terjadi selama pembelajaran pada siklus II
d. Tahap Refleksi ·
Identifikasi kelebihan dan kekurangan hasil pengamatan dan menganalisa seluruh program dari perencanaan dan tindakan
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah berkurangnya atau teratasinya kecemasan siswa dalam belajar matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI. Penelitian ini akan dihentikan jika rata-rata total dari seluruh indikator kecemasan menurun menjadi 10% dan nilai rata -rata siswa
mencapai ≥ 75 dengan tidak ada siswa lagi yang mendapat nilai di bawah 63. G. Data dan Sumber Data Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif :
1. Data kualitatif : hasil observasi guru pada KBM, hasil observasi kecemasan
belajar
wawancara
terhadap
matematika guru
dan
siswa,
hasil
siswa,
hasil
dokumentasi (berupa foto kegiatan pembelajaran)
serta jurnal harian. 2. Data kuantitatif : nilai tes siswa pada setiap akhir siklus H. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu:
1. Instrumen Tes Untuk tes digunakan tes formatif yaitu tes yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus, dan tes subsumatif yang diberikan pada akhir
pembelajaran. Tes ini bertujuan untuk menganalisis hasil belajar
46
matematika siswa dan ketuntasan belajar siswa terhadap seluruh materi yang telah diberikan pada kedua siklus sebagai implikasi dari penelitian tindakan kelas.
2. Instrumen Non Tes a. Lembar Observasi Guru pada KBM Lembar observasi guru pada KBM digunakan untuk mengevaluasi kegiatan mengajar peneliti selama tindakan pada setiap siklus dan mengetahui apakah proses pembelajaran dengan pendekatan PMRI terlaksana dengan baik.
b. Lembar Observasi Kecemasan Belajar Matematika Siswa Lembar observasi siswa digunakan untuk mengetahui tingkat kecemasan belajar matematika siswa dan menganalisa serta merefleksikan
setiap siklus untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus berikutnya. c. Pedoman Wawancara Wawancara dilakukan untuk mengetahui tanggapan atau kesan
guru dan siswa terhadap kegiatan pembelajaran pada setiap siklus dengan menggunakan pedoman wawancara.
d. Jurnal harian siswa Jurnal harian siswa dibuat untuk mengetahui respon siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI pada setiap
pertemuan I. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lembar observasi guru pada KBM adalah lembar observasi untuk peneliti diisi oleh guru kolaborator setiap pertemuan.
47
2. Lembar observasi kecemasan belajar matematika siswa adalah lembar observasi yang diisi oleh observer atau guru kolaborator setiap
pertemuan untuk mengamati kecemasan belajar siswa 3. Pedoman wawancara yang dimaksud adalah daftar pertanyaan yang peneliti tanyakan pada saat mewawancarai guru kolaborator dan siswa pada observasi awal dan setiap akhir siklus
4. Nilai hasil belajar adalah nilai ini diperoleh dari tes akhir siswa yang dilakukan pada setiap akhir siklus
5. Dokumentasi, dokumentasi yang dimaksud adalah berupa foto -foto dan jurnal harian siswa yang diambil pada saat proses pembelajaran yang diperoleh dari setiap siklus
J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan (Trusworthiness) Studi Keabsahan data penelitian yang berbentuk data kualitatif dalam penelitian ini akan diuji oleh peneliti dengan menggunakan teknik triangulasi . Teknik Triangulasi yaitu peneliti mengumpulkan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.3 Dalam hal ini, teknik triangulasi dilakukan dengan cara mengobservasi siswa dan mewawancarai siswa. Agar diperoleh data yang valid sebelum digunakan dalam penelitian, instrument hasil belajar terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas. Uji validitas yang digunakan pada instrumensoal akhir siklus adalah dengan menggunakan validitas butir soal. Perhitungan validitas
dilakukan dengan menggunakan rumus product moment sebagai berikut:4
rxy =
3 4
72
[n(∑ x
n(∑ xy ) − (∑ x )(∑ y ) 2
][
) − ( ∑ x ) 2 n( ∑ y 2 ) − ( ∑ y ) 2
]
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan , (Bandung: Alfabeta, 2008), h.330 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara 2008) ,h.
48
Keterangan: rxy
= Koefisien korelasi
n
= Banyaknya subjek
∑x
= Jumlah nilai setiap butir soal
∑y
= Jumlah nilai total
∑ xy
= Jumlah hasil perkalian tiap -tiap skor asli dari x dan y
Perhitungan validitas menggunakan program Microsof Exel. Hasil uji validitas menyimpulkan siklus I yang terdiri dari 15 soal terdapat 2 soal yang tidak valid, yaitu nomor 4 dan 9. Pada siklus II yang terdiri dari 11 soal
terdapat 2 soal yang tidak valid, yaitu soal nomor 2 dan 5. Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinngi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas
instrumen dilakukan dengan menggunakan alpha cronbach , yaitu:5 n ∑ s i2 1 − 2 r11 = n − 1 st
Keterangan: r 11
= Reliabilitas Instrumen
n
= Banyaknya butir pertanyaan yang valid
s
2 t
∑ s i2
= Varians total = Jumlah varians butir
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien reliabilitas siklus I adalah 0.86 dan nilai koefisien reliabilitas siklus II adalah 0,85 .
5
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar ..., h. 109
49
K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis Proses analisis data terdiri atas analisis data pada saat dilapangan yaitu pada saat pelaksanaan kegiatan dan menganalisis data yang sudah terkumpul. Sebelum melakukan analisis data, peneliti memeriksa kembali kelengkapan data dari berbagai sumber kemudian menganalisis data yang sudah terkumpul, yaitu berupa hasil observasi, hasil wawancara, hasil tes siswa, catatan
komentar observer pada lembar observasi dan catatan lapangan. Untuk menganalisis setiap indikator kecemasan belajar digunakan teknik analisis secara deskriptif dengan rumus sebagai berikut: p=
f x 100% s
Keterangan : p = presentase kecemasan belajar f = frekuensi siswa yang melakukan indikator kecemasan belajar
s = jumlah siswa yang hadir Tahap menganalisa data dimulai dengan membaca keseluruhan data yang ada dari berbagai sumber, kemudian mengadakan rekapitulasi data, menyusunnya dalam satuan -satuan, dan menyimpulkannya. Data yang diperoleh berupa kalimat-kalimat diubah menjadi kalimat yang bermakna dan ilmiah.
L. Tindak Lanjut/Pengembangan Perencanaan Tindakan Setelah tindakan pada siklus I selesai dilaksanakan dan hasil pada
siklus I belum mencapai kriteria keberhasilan yang ditentukan maka siklus dilanjutkan pada siklus II dengan perencanaan pembelajaran yang telah
diperbaiki sebelumnya. Penelitian ini berakhir, apabila peneliti menyadari bahwa penelit
ini
telah berhasil menggunakan pendekatan PMRI dalam mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dalam pokok bahasan pecahan sederhana, dengan presentase kecemasan belajar matematika siswa lebih rendah dari presentase
50
kecemasan belajar matematika siswa sebelum tindakan (pra penelitian) yang dilakukan melalui lembar observasi siswa. Banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi kecemasan belajar matematika siswa, oleh karena itu penulis berharap adanya penelitian lebih lanjut untuk mengemukakan faktor-faktor lain tersebut.
51
BAB IV DESK RIPSI, ANALISIS DATA, INTRPRETASI H ASIL ANALISIS, DAN PEMBAH ASAN A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan 1. Deskripsi Siswa Kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok Siswa pada kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok berjumlah 21 orang yang terdiri dari 9 perempuan dan 12 laki-laki. Pada penelitian ini, siswa kelas III yang berperan sebagai subyek penelitian selanjutnya disebut sebagai Subyek 1 (S1) sampai Subyek 21 (S21). Berikut ini akan dijelaskan hasil pengamatan kepada 21 siswa sebelum tindakan. Penjelasan dilakukan dengan membagi subyek kedalam 4 kategori sesuai dengan persamaan karakeristik siswa tersebut. Penelitian pendahuluan dimulai dengan melakukan observasi ke SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok. Berdasarkan pegamatan proses
pembelajaran serta wawancara terhadap guru dan siswa diperoleh data: a. Kategori 1 Subyek yang berada pada kategori ini adalah subyek yang memiliki ciri-ciri tidak menyukai pelajaran matematika, sering merasa pusing dalam belajar matematika, sering merasa takut dan tegang, dan beberapa indikator kecemasan lainnya. Rasa takut tersebut menyebabkan subyek selalu menghindari pertanyaan guru dan tidak mau maju ke depan kelas. Selain itu, sebagian besar subyek yang termasuk pada kategori ini sering mendapatkan nilai yang lebih rendah dibandingkan subyek-subyek lain dan rata-rata nilai matematika mereka berada dibawah standar KKM
yang ditetapkan sekolah, yaitu 63. Subyek yang berada pada kategori ini adalah S1, S9, S10, S14, dan S19. b. Kategori 2 Pada kategori ini, subyek memiliki ciri sering lupa dengan materi yang sudah dijelaskan dan sering merasa sulit berkonsentrasi pada saat
52
belajar matematika. Rasa takut pada saat belajar matematika tidak terlalu terlihat pada mereka, terkadang subyek hanya terlihat menghindar dan gelisah ketika guru meminta mereka menyelesaikan soal matematika dipapan tulis. Subyek-subyek yang berada pada kategori ini adalah S11, S16, dan S17
c. Kategoti 3 Subyek yang termasuk pada kategori ini adalah subyek yang memilki nilai matematika yang relatif baik, namun masih merasa takut untuk bertanya kepada guru dan cenderung masih terlihat takut dan tegang ketika guru bertanya kepada mereka. Subyek-subyek yang ada pada kategori ini adalah S2, S3, S4, S6, S13, S18, S20, dan S21
d. Kategori 4 Dikategori ini dijelaskan subyek dengan nilai matematika yang baik, tidak takut untuk bertanya dan jarang merasakan ketegangan pada saat belajar. Subyek pada kategori ini adalah subyek yang jarang memperlihatkan kecemasannya dalam belajar matematika. Subyek yang termasuk pada kategori ini adalah S5, S7, S8, S12, dan S15.
2. Pembelajaran Matematika Di Kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok Sebelum Penelitian Berdasarkan
hasil wawancara
dengan
guru
dan
observasi
pembelajaran pada tanggal 9 , 20, dan 21 Desember 2010, diperoleh informasi sebagai berikut: a). Metode yang sering digunakan adalah dengan metode ceramah dan penugasan/latihan.
b). Pada saat belajar matematika, sebagian siswa yang kurang pintar lebih memilih duduk dibangku belakang.
c). Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru, terutama siswa yang duduk dibelakang. Guru memberikan hukuman membayar denda Rp 500,- kepada setiap siswa yang melakukan kesalahan.
53
d). Guru tidak pernah mengaitkan materi yang disampaikan dengan masalah kotekstual dan tidak pernah membawa alat peraga untuk mempermudah pamahaman siswa.
e). Sikap siswa cenderung pasif dalam belajar matem atika, sehingga kurang adanya interaksi antara siswa dengan siswa dan
dengan
guru. f). Ekspresi siswa dalam belajar matematika berbeda-beda, ada yang terlihat serius, kurang bersemangat, dan ada juga yang terlihat takut.
g). Kemampuan siswa dalam mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya dianggap kurang. Hal ini sangat terlihat jelas ketika guru
bertanya tentang materi yang telah dijelaskan kepada siswa. h). Pemberian tugas kurang efektif. Guru menuliskan soal latihan dipapan tulis dan siswa menyalin soal tersebut dibuku latihan. Pada saat mengerjakan
tugas,
kebanyakan
siswa
sangat
lamban
dalam
mengerjakannya. Hal ini dikarenakan masih ada beb erapa siswa yang
belum lancar membaca dan menulis. i). Rata-rata hasil persentase observasi kecemasan siswa mencapai 28,4% j). Nilai sebagian besar subyek pada kelas III ini masih tergolong rendah
Nilai ulangan harian matematika siswa kelas III Pasir Gunung Selatan 2 Depok dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 4 Nilai Ulangan Harian Matematika Kelas III Sebelum Dilakukan Penelitian No.
Interval
F
F relatif
f kumulatif
1.
50 – 55
1
4,8%
100%
2.
56 – 61
4
19%
95,2%
3.
62 – 67
5
23,8%
76,2%
4.
68 – 73
6
28,6%
52,4%
5.
74 – 79
2
9,5%
23,8%
6.
80 – 85
3
14,3%
14,3%
21
100%
100%
Total
54
Tabel. 5 Statistik Deskriptif Nilai Ulangan Harian Matematika
No.
Nilai Ulangan Matematika Prapenelitian
1
Nilai terendah
50
2 3
Nilai tertinggi
80 67,43
Rata-rata
Adapun hasil observasi yang dilakukan peneliti tentang kecemasan siswa diperoleh data yang dirangkum dalam tabel berikut: Tabel. 6 Rekapitulasi Persentase Kecemasan Belajar Siswa Sebelum Penelitian No.
1
2
3
4
Aspek kecemasan
Indikator yang diamati
Siswa berusaha menghindari pertanyaan guru Psikologis Takut pada saat mengerjakan soal matematika Rata -rata kecemasan psikologis Siswa sering buang air kecil pada saat belajar matematika Somatik Berkeringat yang berlebihan Rata -rata kecemasan somatik Menjadi sering lupa saat ditanya guru Kognitif Siswa sulit berkonsentrasi pada saat belajar matematika Rata -rata kecemasan kognitif Suara siswa terbata-bata saat ditanya oleh guru Motorik Tangan siswa terlihat gemetar pada saat mengerjakan soal
Rata -rata kecemasan motorik Rata -rata kecemasan total
Pra Penelitian (41,6 %) (46,5%)
44,1% (21,9%) (17,1%)
19,5% (41,6%) (24,4%)
33% (17,2%) (17,2%)
17,2% 28,4%
Berikut ini adalah salah satu dokumentasi suasana belajar matematika siswa kelas III pada penilitian pendahuluan :
55
Gambar. 5 Suasana Kelas Pada Penelitian Pendahuluan Pada tanggal 22 Desember 2010 peneliti melakukan wawancara dengan 6 orang siswa kelas III. Keenam siswa ini terdiri dari 2 orang siswa pintar, 2 orang siswa cukup pintar, dan 2 orang siswa yang kurang p intar. Ketentuan ini berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti pada saat penelitian pendahuluan. Wawancara ini b ertujuan untuk mengetahui sikap dan emosional siswa khususnya kecemasan belajar matematika
siswa. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi sebagai berikut: a). Seluruh siswa pernah merasa bosan/jenuh serta takut pada saat belajar matematika. b). Beberapa siswa menyukai pelajaran matematika karena memang suka. Sedangkan siswa yang lain menyatakan tidak menyukai matamatika karena susah dan melelahkan. c). Selama proses pembelajaran berlangsung, hampir seluruh siswa tidak pernah bertanya kepada guru dikarenakan mereka takut dan malu.
d). Masih ada beberapa siswa yang masih acuh dengan tidak mengerjakan tugas atau PR yang diberikan guru. Hasil observasi pembelajaran matematika di kelas dan wawancara
tersebut digunakan sebagai bahan untuk merencanakan tindakan pada siklus I nanti.
56
3. Tindakan Pembelajaran Siklus I a. Tahap Perencanaan Pembelajaran pada siklus I ini terdiri dari 3 kali pertemuan dengan
setiap pertemuan berdurasi 2 x 35 menit. Materi yang diajarkan pada siklus I ini adalah materi “Mengenal Pecahan Sederhana”. Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini adalah menyiapkan
benda-benda konkret yang akan digunakan selama proses
pembelajaran siklus I, dan RPP yang telah dilengkapi dengan latihan soal 1 sampai 3. Peneliti juga membuat instrumen -instrumen penelitian, yaitu lembar observasi guru pada KBM, lembar observasi kecemasan belajar
siswa, pedoman wawancara untuk guru dan siswa, soal akhir siklus I, serta jurnal harian siswa yang akan diberikan pada tiap akhir pertemuan. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dibuat dan didiskusikan bersama guru kelas agar materi sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan disekolah tersebut. Pada tahap perencanaan ini peneliti juga menjelaskan bagaimana cara penilaian pada lembar observasi guru dan siswa serta beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses
pembelajaran berlangsung. b. Tahap Pelaksanaan Pada penelitian siklus I ini posisi duduk siswa tidak diubah sebagaimana posisi duduk siswa seperti biasanya, dimana masih banyak siswa yang memilih duduk diurutan belakang. Hal ini dilakukan agar siswa tidak merasa kaku
pada saat belajar matematika dengan
menggunakan
PMRI,
pendekatan
dan
dikarenakan
pembelajaran dengan pendekatan PMRI baru pertama kali
juga
proses
rapkan di
SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok.
1) Pertemuan ke-1/Selasa, 11 Januari 2011 Pertemuan pertama ini berlangsung selama 70 menit (2 jam pelajaran). Jumlah subyek yang hadir 20 orang, 1 subyek S20 tidak hadir dengan alasan izin. Materi pelajaran pada pertemuan pertama
57
adalah
menyatakan
lambang
bilangan
setengah,
sepertiga,
seperempat, dan seperenam. Pada pertemuan pertama ini, peneliti mengamati emosi siswa selama proses pembelajaran dibantu
dengan guru kolaborator untuk memperkuat hasil pengamatan. Sebelum guru menjelasakan materi pecahan sederhana, guru mengawali pembelajaran dengan bercerita tentang tema “ apel untuk Upin dan Ipin ” yang dibantu dengan menggunakan alat peraga
apel.
Kegiatan
ini
dilakukan
untuk
merangsang
pengetahuan siswa tentang pecahan sederhana. Setelah siswa mulai memahami apa yang dimaksud dengan pecahan sederhana, guru melanjutkannya dengan kegiatan membagikan roti. Berikut ini adalah salah satu dokumentasi kegiatan siswa pada saat membagi-bagikan roti:
Gambar. 6 Kegiatan Siswa Pada Saat Membagi-bagikan Roti Pada saat siswa yang maju untuk membagikan roti, 4 subyek (S9, S12, S13 dan S14) yang duduk dibelakang beralih pindah duduk didepan karena mereka terlihat semangat untuk belajar matematika, tetapi masih ada beberapa siswa laki-laki yang masih asyik bercanda dan tidak memperhatikannya. Setelah S10 selesai membagikan roti kepada 4 temannya, kemudian peneliti bertanya kepada siswa tentang berapa banyak bagian yang
58
diperoleh teman -teman mereka. Pada saat menjawab secara bersamaan sebagian besar siswa sangat semangat untuk ikut menjawab pertanyaan yang diberikan peneliti, walaupun masih ada beberapa siswa yang menganggap bahwa temannya mendapatkan satu roti bukan satu dari 4 bagian roti atau
1 bagian roti. 4
Kemudian peneliti mulai meluruskan jawaban siswa. Setelah guru memperkenalkan siswa tentang pecahan sederhana, peneliti memberikan pertanyaan secara lisan kepada setiap siswa. Pada saat peneliti bertanya tentang materi yang sudah dijelaskan, tercatat masih ada 6 subyek (S1, S6, S9, S14, S16, S19) yang lupa saat ditanya. Beberapa siswa juga terlihat belum berani ketika guru memintanya untuk maju menyelesaikan soal di papan
tulis. Ada 7 subyek (S2, S4, S5, S7, S11, S12, S15) yang berani maju kedepan kelas untuk menyelesaikan soal tersebut dipapan tulis. Tetapi hanya 5 subyek (S2, S4, S11, S12, dan S15) yang menjawab dengan benar. Kegiatan selanjutnya adalah diskusi kelompok dengan tiap kelompok diberikan media lilin mainan untuk dibuat menjadi sebuah bentuk dan dipotong menjadi beberapa bagian. Media ini digunakan untuk membantu siswa mengenal pecahan setengah, sepertiga, seperempat, dan seperenam. Pada saat diskusi kelompok, hampir semua anggota kelompok hanya mengandalkan teman yang pintar saja untuk mengerjakan bahan diskusi yang diberikan guru. Tidak terlihat adanya bentuk kerja sama yang baik pada setiap kelompok. Setiap individu ingin menunjukkan kemampuan mereka di depan guru. Kemudian peneliti mulai mengarahkan mereka bagaimana diskusi kelompok yang baik dan memotivasi siswa agar mereka dapat membuat sebuah bentuk yang bagus dengan lilin tersebut. Setiap
59
kelompok membuat bentuk yang berbeda-beda, ada yang membuat
kue tart, hewan, donat, dan lingkaran.
Gambar. 7 Kelompok II Terlihat Hanya Mengandalkan S(2) Dan S(18) Untuk Membuat Dan Memotong Lilin M ainan Beberapa anggota kelompok masih terlihat bingung dan hanya melihat teman yang lain mengerjakan tugas kelompok.
Setelah diskusi kelompok selesai, guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan hasil jawab annya didepan kelas. Ketika salah satu kelompok sedang menjelaskan hasil jawaban mereka, masih ada beberapa siswa yang tidak memperhatikannya dan terlihat acuh dengan penjelasan temannya. Pada pertemuan pertama diakhiri dengan guru memberikan latihan soal 1 kepada seluruh siswa kelas III. Ada 3 subyek (S3, S14, dan S19) yang terlihat tidak bisa berkonsentrasi dalam mengerjakan latihan soal tersebut.
2) Pertemuan ke-2/Rabu, 12 Januari 2011 Jumlah subyek yang hadir pada pertemuan kedua ini ada 19 orang, 1 subyek S17 tidak hadir dengan alasan izin dan 1 subyek lain S20 tidak hadir karena sakit. Pokok pembahasan pada pertemuan kedua ini adalah menyatakan dan menulis bentuk
60
pecahan. Diawal pembelajaran guru melakukan tanya jawab untuk mengingatkan siswa tentang lambang pecahan setengah, sepertiga, seperempat, seperenam pada pertemuan sebelumnya. Namun, hanya beberapa siswa saja yang menjawab pertanyaan guru dengan benar. Beberapa siswa lain masih terlihat lupa dan menoleh kepada
teman sebangkunya ketika ditanya oleh guru. Setelah selesai melakukan tanya jawab, guru mulai menjelaskan materi dengan menggunakan cokelat sebagai
lat
peraga. Siswa mulai menunjukkan keberaniannya dalam belajar
matematika dengan berlomba-lomba mengacungkan tangan untuk dipilih membantu guru memotong dan membagikan cokelat. Guru memilih 2 subyek yang kurang pintar yaitu S14 dan S19 untuk membantu guru memperagakan permasalahan real yang diberikan.
Beberapa siswa lain terlihat sedih karena tidak dipilih dan S4 berkata: “Yaaah ibu,,qo aku ga dipilih, aku kan mau maju buu..”. Siswa sudah terlihat menujukkan ketertarikannya pada bendabenda real yang dibawa peneliti. Kemudian S14 memotong cokelat tersebut menjadi 6 potongan, dan memberikan 2 potongan cokelat kepada S19. Guru bertanya kepada S3 tentang banyaknya bagian cokelat yang diperoleh S19. Tetapi ketika ditanya, S3 terihat menghindari pertanyaan guru sambil berkata: “ Yaah..jangan aku dong bu,,jangan aku,,aku ga bisa bu..dia ajah tuh bu..”. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada siswa yang masih terlihat takut dan tidak percaya diri untuk menjawab pertanyaan guru. Kegiatan selanjutnya adalah memberikan bahan diskusi yang dikerjakan secara berkelompok. Media yang digunakan adalah media daun singkong . Pelaksanaan diskusi kelompok pada
pertemuan kedua ini sudah lebih baik dari pertemuan pertama. Siswa sudah mulai bisa berdiskusi dan bekerjasama dengan baik.
Hampir semua anggota kelompok terlihat aktif mengerjakan tugas yang diberikan. Walaupun masih ada 2 subyek (S21 dan S19) yang
61
terlihat diam saja pada saat kerja kelompok. Guru berkeliling mengamati jalannya diskusi dan memberikan motivasi kepada beberapa siswa yang masih terlihat bingung pada saat diskusi ke lompok. Selesai diskusi, guru memberikan permasalahan real yang ada
dipapan
tulis
dengan
media
karton
bergambarkan
semangka. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menjawab soal tersebut. S16 mengacungkan tangan sambil berkata: “Bu..saya ya bu yang maju, saya sudah bisa buu..”. Tanpa disuruh oleh guru, siswa tersebut menunjukkan keberaniannya dalam
menjawab soal dipapan tulis.
Gambar. 8 S16 Mengerjakan Soal Dipapan Tulis Pada saat S16 mengerjakan soal dipapan tulis, S16 tidak terlihat takut tetapi terlihat sedikit gugup karena S16 termasuk siswa yang jarang mengerjakan soal dipapan tulis. Sete
S16
selesai mengerjakan soal dipapan tulis dengan benar, peneliti meminta
S16
menunjuk
salah
seorang
temannya
untuk
menyelesaikan soal selanjutnya. Adapun subyek yang ditunjuk oleh S16 adalah subyek yang kurang lancar dalam mem baca yaitu S14, pada saat ditanya guru subyek tersebut menjawab dengan
62
terbata-bata dan lupa sehingga S14 melakukan satu kesalahan dalam mengerjakan soal tersebut. Setelah melakukan tanya jawab, peneliti memberikan penjelasan kembali kepada siswa untuk memastikan bahwa siswa sudah memahami pelajaran yang diberikan guru. Kemudian guru memberikan latihan soal 2 kepada siswa kelas III. Hampir semua siswa dapat mengerjakan latihan soal tersebut dalam waktu yang singkat.Tetapi ada 3 subyek (S14, S19, dan S21) yang sangat
lamban dalam mengerjakannya. 3) Pertemuan ke-3/Kamis,13 Januari 2011 Pada pertemuan ketiga ini hanya ada 1 siswa yaitu S16 yang tidak hadir karena alasan sakit. Alokasi waktu belajar pada pertemuan ketiga adalah 2 x 35 menit. Materi yang akan diajarkan adalah menyajikan nilai pecahan melalui gambar. Pada awal pembelajaran guru meminta siswa membuat kelompok yang
dah
dibentuk pada pertemuan sebelumnya. Suasana sedikit ramai ketika siswa mencari teman sekelompoknya. Setelah semua kelompok terbentuk, guru memberikan siswa pengarahan tentang tugas yang akan mereka kerjakan secara berkelompok. Guru menggunakan media kertas karton dan kertas origami yang berwarna-warni untuk dibuat menjadi 3
bentuk bangun datar dan mengarsirnya sesuai dengan pecahan sederhana yang ditentukan. Sebelum kerja kelompok dimulai, guru memberikan apersepsi untuk mengingatkan siswa tentang bendabenda real yang berbentuk bangun datar. Pada saat guru membagikan kertas origami, S8 bertanya: “Bu,,kertas warna -warni ini boleh dibentuk kaya atap rumah ga bu?”. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian siswa sudah mengenal benda-benda real yang berbentuk bangun datar.
63
Siswa terlihat senang mengerjakan tugas kelompok yang diberikan guru, walaupun masih ada 1 subyek yang masih terlihat pasif. Subyek tersebut adalah S19, subyek ini cenderung pemalu dan kurang bisa bergaul. Guru memotivasinya untuk lebih percaya diri dan berani melakukan suatu pekerjaan. Peneliti dan guru kolaborator mengamati jalannya diskusi dan membantu setiap kelompok yang mengalami kesulitan. Kelompok 4 adalah kelompok yang pertama selesai mengerjakan tugas kelompok yang diberikan guru.
Gambar. 9 Kelompok Yang Paling Pertama Selesai Mengerjakan Bahan Diskusi 2 Setelah
semua kelompok selesai mengerjakan
tugas
kelompok, guru meminta kelompok 4 untuk menjelaskan hasil pekerjaan mereka di depan kelas. Salah satu anggota kelompok 4 yaitu S12 langsung berani mengacungkan tangan untuk bersedia
menjelaskan hasil pekerjaan kelompoknya. Pada saat S12 menjelaskan kepada teman -temannya, masih ada 3 subyek (S1, S14, dan S21) yang tidak memperhatikan. Ketika 3 subyek tersebut ditanya oleh guru, hanya S21 saja yang bisa menjawab pertanyaan guru dengan benar. Sedangankan S1 dan S14 menjawab dengan
terbata-bata sambil sesekali menoleh teman sekelompoknya.
64
Kegiatan
akhir
pada
pertemuan
ketiga
ini
adalah
mengerjakan latihan soal 3. Pada saat mengerjakan latihan soal, masih ada 3 subyek yaitu S1, S14, dan S21 yang terlihat kebingungan dalam mengerjakannya. Hal ini disebabkan karena kurang konsentrasinya siswa-siswa tersebut pada saat guru menjelaskan materi ajar yang diberikan.
4) Pertemuan Ke-4/Sabtu, 15 Januari 2011 Pertemuan ini berlangsung selama 2 jam pelajaran (70 menit). Jumlah siswa yang hadir pada pertemuan ini adalah 21 siswa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada pertemuan ini, pembelajaran akan diisi dengan pemberian tes akhir siklus I.
Pada saat memasuki kelas, siswa sudah terlihat menempati tempat duduknya masing-masing tanpa diperintah terlebih dahulu, dan telah mempersiapkan diri untuk mengikuti tes yang akan diberikan. Pelaksanaan tes siklus I ini berjalan lancar, meskipun masih banyak siswa yang sering menanyakan untuk memastikan jawaban mereka tetapi guru selalu mencoba membimbing siswa untuk mandiri dan menemukan hasil jawaban yang benar. Setelah pelaksanaan tes siklus I, kemudian peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas dan siswa untuk mengungkap pendapat mereka tentang pembelajaran matematika dengan
menggunakan
pendekatan
Pendidikan
Matematika
Realistik Indonesia (PMRI)
c. Tahap Observasi dan Analisis Tahap ini dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pengamatan dilakukan oleh guru kolaborator yang mencatat seluruh aspek indikator kecemasan siswa dan semua hal yang terjadi selama proses pembelajaran. Hasil pengamatan suby ek melalui lembar observasi dapat dilihat pada table berikut ini:
65
Tabel. 7 Hasil Skor Lembar Observasi Pada Siklus I
No
1
2
3
4
Rata rata
Pertemuan ke-
Aspek Kecemasan
1
2
3
Psikologis Siswa berusaha menghindari pertanyaan guru Takut pada saat mengerjakan soal matematika
JK
%
JK
%
JK
%
JK
%
5
25
2
10,5
2
10
9
15,2
6
30
4
21,1
3
15
13
22
Jumlah rata -rata Somatik Siswa sering buang air kecil pada saat belajar matematika Berkeringat yang berlebihan
11 27,5
6
15,8
5
12,5
22
18,6
4
20
3
15,8
1
5
8
13,6
3
15
2
10,6
2
10
7
11,9
Jumlah rata -rata
7
17,5
5
13,2
3
7,5
15
12,8
6
30
4
21,1
5
25
15
25,4
3
15
3
15,8
3
15
9
15,3
9
22,5
7
18,5
8
20
24
20,4
2
10
2
10,5
2
10
6
10,2
2
10
3
15,8
1
5
6
10,3
4
10
5
13,2
3
7,5
12
10,3
73
15,5
Kognitif Menjadi sering lupa saat ditanya guru Siswa sulit berkonsentrasi pada saat belajar matematika Jumlah rata -rata Motorik Suara siswa terbatabata saat ditanya oleh guru Tangan siswa terlihat gemetar pada saat mengerjakan soal Jumlah rata -rata Jumlah siswa hadir
20
19
Persentase Rata-Rata Total Keterangan : JK = Jumlah Kejadian
20
66
Dari hasil observasi tersebut terlihat bahwa semua aspek atau gejala-gejala kecemasan pada siklus I sudah mengalami penurunan. Pada setiap pertemuan masih cukup banyak subyek yang emosinya mengarah kepada kecemasan belajar matematika. Dari hasil observasi tersebut, jumlah subyek yang paling banyak mengalami kecemasan terjadi pada pertemuan pertama. Hal ini dikarenakan masih banyaknya siswa yang belum bisa beradaptasi dengan penerapan pendekatan PMRI dalam proses
pembelajaran matematika, sehingga sebagian besar subyek merasa takut jika ditanya oleh guru. Berdasarkan tabel di atas, diperoleh informasi tentang aspek kecemasan belajar siswa pada siklus I sebagai berikut:
1). Aspek Kecemasan Psikologis Diperoleh bahwa rata -rata aspek kecemasan psikologis siswa selama siklus I adalah 18,6%. Hal ini sudah menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan rata-rata persentase sebelum penelitian yaitu 44,1%. Akan tetapi tidak semua siswa berani mengerjakan soal
dipapan tulis dan masih ada siswa yang selalu menghindar saat ditanya guru, sehingga perlu adanya perbaikan pada siklus II. 2). Aspek Kecemasan Somatik Rata-rata persentase siswa pada aspek kecemasan somatik adalah sebesar 12,8%. Persentase ini sudah terbilang cukup sedikit jika
dibandingkan dengan rata-rata persentase prapenelitian yaitu sebesar 19,5%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah jarang mengalami aspek kecemasan somatik selama pembelajaran pada siklus I. 3). Aspek Kecemasan Kognitif Berdasarkan tabel di atas, kecemasan siswa lebih banyak terjadi pada aspek kognitif dimana siswa sering lupa jika ditanya guru dan kurang konsentrasinya subyek pada saat belajar. diperoleh dari aspek kognitif ini sebesar 20,4%. Skor
Rata-rata yang i merupakan
skor tertinggi jika dibandingkan dengan skor rata-rata ketiga aspek
67
yang lain. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan yang akan dilakukan pada siklus II
4). Aspek Kecemasan Motorik Untuk aspek kecemasan motorik merupakan aspek kecemasan yang paling sedikit dirasakan siswa. Rata-rata persentase yang
diperoleh pada pra penelitian adalah 17,2% dan sudah mengalami penurunan pada siklus I menjadi 10,3%. Skor ini merupakan skor terkecil pada siklus I dibandingkan dengan ketiga aspek kecemasan lainnya. Selain lembar observasi, peneliti menggunakan jurnal harian siswa untuk mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan mengggunakan pendekatan PMRI. Beberapa respon siswa terhadap tindakan pembelajaran pada setiap pertemuan siklus I yang diperoleh dari jurnal harian siswa dapat dilihat pada tabel 8 berikut: Tabel. 8 Rekapitulasi Repon Siswa Siklus I
Pertemuan KeRespon
1
Rata-
2
rata
3
JR
%
JR
%
JR
%
JR
%
Respon positif
15
75
16
84,2
17
85
48
81, 4
Respon Negatif
2
10
1
5,3
1
5
4
6,8
Netral/biasa
3
15
2
10,5
2
10
7
11,8
Data hasil jurnal harian siswa di atas jika diubah ke lingkaran seperti pada Diagram 1 berikut:
diagram
68
Positif 8 1 .4
Negatif Netral/biasa
1 1 .8 6 .8
Diagram. 1 Persentase Jurnal Harian Siswa Pada Pembelajaran Siklus I Dilihat dari diagram 1 bahwa respon positif siswa terh adap pembelajaran siklus I lebih besar dibandingkan dengan
negatif dan
netral. Ini artinya bahwa sebagian besar siswa menyatakan respon yang positif terhadap pembelajaran matematika yang diterapkan dengan pendekatan PMRI. Pendapat-pendapat siswa tersebut baik yang positif, negatif maupun netral akan dijadikan bahan refleksi untuk tindakan
pembelajaran selanjutnya. Berdasarkan lembar observasi, diperoleh bahwa kecemasan siswa pada pembelajaran siklus I sudah menunjukkan penurunan. Adapun
kendala pada pembelajaran siklus I ini adalah pengaturan waktu yang tidak sesuai dengan Rencanaan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada siklus I. Hal ini dikarenakan belum terbiasanya siswa belajar matematika secara
berkelompok dan menyelesaikan permasalahan real. Oleh karena itu, guru selalu berkeliling dan membantu setiap kelompok yang mengalami kesulitan.
69
Gambar.10 Peneliti Sedang Memberikan Pengarahan Adapun hasil belajar selama siklus I diperoleh dari tes akhir pada pertemuan keempat. Hasil tes siklus I tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel. 9 Nilai Tes Akhir Silkus I No.
Interval
F
f relatif
f kumulatif
1.
60 – 66
3
4,8%
100%
2.
67 – 73
1
19%
95,2%
3.
74 – 80
4
23,8%
76,2%
4.
81 – 87
5
28,6%
52,4%
5.
88– 94
2
9,5%
23,8%
6.
95 – 100
6
14,3%
14,3%
21
100%
100%
Total
Keterangan: Nilai tertinggi = 100
Jumlah siswa = 21
Nilai terendah = 60
Rata-rata
= 83,48
Berdasarkan tebel di atas terlihat bahwa hasil belajar siswa pada siklus I ini sudah mencapai rata-rata 83,48. Hal ini menunjukkan bahwa
70
hasil belajar siswa pada siklus I ini sudah baik, namun masih ada 3 orang siswa yang mendapat nilai dibawah KKM. Hasil observasi terhadap guru pada KBM oleh observer cukup baik, hanya saja peneliti harus lebih tegas dan suaranya harus lebih nyaring agar siswa yang duduk dibelakang juga bisa mendengar.
d. Tahap Refleksi Tahap ini dilakukan oleh peneliti dan guru kolaborator setelah melakukan analisis pada siklus I. Berdasarkan hasil analisis pada observasi, wawancara, dan jurnal harian ditemukan beberapa kekurangan dan kelebihan yang ada pada siklus I sebagai berikut: ·
Kekurangan Dan Kendala Yang Ditemukan Pada Siklus I
1. Kurangnya penguasaan peneliti terhadap subyek Penyebab kekurangan ini adalah ketegasan peneliti yang masih kurang dalam menangani subyek pada kelas III ini. Hal ini disebabkan karena banyaknya subyek yang menganggap peneliti bukan sebagai guru mereka, sehingga masih ada subyek yang tidak mengerjakan tugas yang diberikan peneliti. Dengan adanya kekurangan ini, peneliti harus bertindak lebih tegas lagi kepada subyek dengan memberikan pengurangan skor pada setiap subyek yang berbuat kesalahan.
2. Pengaturan waktu yang tidak sesuai dengan RPP siklus I Waktu yang tidak sesuai dengan RPP disebabkan karena siswa belum terbiasa belajar dengan menggunakan pendekatan PMRI dan meyelesaikan permasalahan real secara kelompok maupun individu. Oleh karena itu, peneliti harus bisa membimbing setiap kelompok yang mengalami kesulitan dan mengarahkan siswa
untuk
bekerjasama
dengan
baik
agar
siswa
dapat
mengerjakan tugas kelompoknya sesuai waktu yang diberikan.
71
Perbaikan yang dilakukan peneliti adalah mengoptimalkan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan bahan diskusi memberikan permasalahan real yang lebih mudah untuk dikerjakan
siswa. 3. Suasana
menjadi
ramai
ketika
guru
memberikan
permasalahan real di awal pembelajaran Penyebab dari kekurangan ini adalah terbatasnya media real yang dibawa oleh guru. Suasana menjadi ramai karena banyaknya siswa yang berebut sambil berteriak -teriak dan berjalan-jalan untuk melihat media yang dibawa oleh guru. Hal ini dikarenakan guru
kolaborator tidak pernah menggunakan alat peraga apapun pada saat menjelaskan pelajaran matematika. Perbaikan
yang
dilakukan
peneliti
adalah
dengan
membentuk kelompok pada awal pembelajaran dan meminta siswa membawa benda-benda real sederhana seperti pita, sedotan, dan tali yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran pada siklus
II. 4. Pada waktu diskusi masih banyak kelompok yang hanya mengandalkan subyek yang pintar untuk mengerjakan tugas kelompok Kondisi ini disebabkan oleh kurangnya rasa kerjasama antar anggota kelompok untuk saling membantu dalam memahami suatu materi. Subyek hanya menginginkan tugas kelompoknya bisa cepat diselesaikan sehingga subyek lain hanya mengandalkan subyek yang pintar saja untuk menyelesaikan tugas tersebut. Hal ini terlihat dari hasil lembar observasi KBM pada siklus I, yaitu pada pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-3 dimana guru belum maksimal mengarahkan siswa untuk dapat berinteraksi dengan baik selama proses pembelajaran . (lampiran 11).
72
Permasalahan
tersebut membuat peneliti harus terus
membimbing setiap kelompok agar dapat bekerjasama dengan baik dan
tidak hanya
mengandalkan
salah
satu
anggota
saja.
Pengawasan dilakukan secara lebih teliti sehingga tidak ada lagi subyek yang tidak mengerjakan tugas, baik tugas individu maupun tugas kelompok.
5. Konsentrasi subyek dalam belajar masih kurang Hal ini dikarenakan masih banyak siswa yang takut, malu dan tidak peraya diri ketika belajar matematika. Hal ini mengakibatkan siswa menjadi tidak bisa berkonsentrasi dengan baik ketika guru menjelaskan materi. Hal ini terlihat dari hasil perolehan aspek kecemasan kognitif siswa pada siklus I sebesar 20,4% (Tabel 7), dimana skor ini merupakan skor tertinggi jika
dibandingkan dengan skor rata-rata ketiga aspek yang lain Permasalahan tersebut membuat peneliti harus lebih terampil dan variatif dalam memberikan permasalahan real. Perbaikan yang akan dilakukan adalah dengan pemberian games atau permainan yang akan mendorong konsentrasi subyek dalam belajar matematika. ·
Kelebihan pembelajaran pada siklus I
1. Pembelajaran membuat
dengan
suasana
menggunakan
yang
pendekatan
menyenangkan
dalam
PMRI belajar
matematika Hal ini terlihat dari jurnal harian siswa yang menunjukkan bahwa sudah 81,4% siswa yang merespon positif pada siklus I (Tabel 8). Sebagian besar siswa menyatakan bahwa belajar dengan menggunakan pendekatan PMRI sangat menyenangkan dan tidak membosankan.
73
2. Subyek mulai tidak takut untuk mengerjakan soal dipapan tulis Hal ini dipengaruhi oleh seringnya peneliti dan guru kolaborator membimbing subyek secara individu. Pembelajaran secara berkelompok melatih subyek untuk bisa berinteraksi dengan baik dan melatih keberanian siswa untuk berpendapat. Hal ini memberikan dampak yang positif terhadap kepercayaan dan keberanian siswa mengerjakan soal di depan kelas.
3. Kecemasan dalam belajar matematika sudah mulai berkurang sehingga subyek dapat menerima materi pelajaran dengan baik dan
tidak
mudah melupakan materi
yang
telah
disampaikan. Berdasarkan hasil observasi diperoleh rata-rata persentase kecemasan belajar matematika siswa adalah 15,5%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata persentase kecemasan belajar siswa pada siklus I sudah mengalami penurunan dibandingkan dengan
rata-rata kecemasan siswa sebelum tindakan, yaitu 28,4%. 4. Subyek mulai terbiasa untuk mengerjakan soal tepat pada waktunya sehingga mengurangi kemalasan subyek dalam belajar matematika Hal ini sangat terlihat ketika siswa mengerjakan tes akhir siklus I. Siswa terlihat semangat mengerjakan soal-soal real yang diberikan guru. Hal ini membuat siswa menjadi tidak bosan dan dapat berkonsentrasi dengan baik. Berdasarkan tes akhir siklus I diperoleh hasil belajar siswa mencapai rata-rata 83,48 akan tetapi
masih ada 3 siswa yang mendapat nilai dibawah KKM yaitu 63. Seluruh hasil yang diperoleh dari pelaksanaan siklus I ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan penelitian belum tercapai, sehingga penelitian dilanjutkan pada tahap siklus II dengan hasil refleksi ini yang digunakan sebagai perbaikan.
74
4. Tindakan Pembelajaran Siklus II a. Tahap Perencanaan Pembelajaran pada siklus II ini dilakukan sebagai bentuk pengembangan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I. Pada siklus I siswa hanya mengandalkan benda-benda real yang dibawa oleh guru, tetapi pada siklus II siswa diberi kebebasan untuk membawa
benda-benda real sederhana yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Kemudian pada siklus II ini pembentukan kelompok tidak hanya dimanfaatkan untuk mengerjakan bahan diskusi saja, tetapi guru memberikan games atau permainan untuk mendorong keberanian siswa dalam belajar matematika. Pembelajaran siklus II ini terdiri dari 3 kali pertemuan dengan setiap pertemuan berdurasi 70 menit (2 x 35 menit). Materi yang diajarkan pada siklus II ini adalah materi “Membandingkan Pecahan Sederhana”. Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan siklus II ini tidak jauh berbeda dengan kegiatan yang dilakukan pada siklus I, antara lain: menyiapkan
benda-benda konkret yang akan digunakan selama proses
pembelajaran siklus II, RPP, latihan soal 4 sampai latihan soal 6, lembar observasi guru pada KBM, lembar observasi kecemasan belajar siswa, pedoman wawancara untuk guru dan siswa, jurnal harian siswa, serta tes akhir siklus II yang akan diberikan pada akhir siklus II. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dibuat dan diskusikan bersama guru kelas agar materi yang diajarkan sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan disekolah tersebut. Perencanaan pembelajaran yang dibuat dalam RPP juga disesuaikan dengan hasil pengamatan guru selama pembelajaran pada siklus I. Kekurangan yang ada pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II ini. Pada tahap perencanaan memberikan penjelasan kepada guru kelas bahwa untuk pe
peneliti juga ian lembar
observasi guru dan siswa sama dengan penilaian sebelumnya pada siklus I.
75
b. TahapPelaksanaan 1) Pertemuan Ke-5/Senin, 17 Januari 2011 Siswa yang tidak hadir pada pertemuan kelima ini ada 3
orang, 2 subyek (S5 dan S16) tidak hadir karena sakit dan 1 suby ek S6 berhalangan hadir dengan alasan izin. Maka jumlah siswa yang hadir pada pertemuan ini adalah 18 orang. Waktu belaja pada pertemuan kelima ini adalah 70 menit. Materi yang akan diajarkan adalah membandingkan dua pecahan menggunakan gambar. Di awal pembelajaran guru melakukan tanya jawab kepada siswa tentang materi yang sudah diajarkan pada pertemuan -pertemuan sebelumnya. Tanya jawab dilakukan sesuai dengan urutan absen. Hampir semua siswa bisa menjawab pertanyaan yang diberikan guru dengan benar, tetapi S14 dan S21 masih terlihat lupa ketika
ditanya. Kegiatan selanjutnya adalah guru menjelaskan m ateri tentang membandingkan pecahan sederhana melalui gambar. Benda real yang digunakan guru adalah dua lembar roti tawar yang kemudian dipotong menjadi bagian yang berbeda. Sebelum guru meminta siswa maju kedepan kelas untuk membantu guru memotong kedua roti tersebut, S1 yang duduk dibelakang langsung maju kedepan kelas dan berkata: “Bu,,sekarang aku yang bantu ibu motong rotinya ya bu???”. Walaupun S1 tergolong siswa yang kurang pintar tetapi S1 sudah menunjukkan keberaniannya. Kemudian S1 memotong roti pertama menjadi 2 bagian dan roti kedua dipotong menjadi 4 bagian. Setelah S1 selesai memotong kedua roti tersebut, guru memperlihatkan hasil potongan tersebut dan meminta semua siswa untuk membandingkan kedua bagian roti. Ada 3 subyek (S9, S14, S20) yang masih melakukan
kesalahan dalam membandingkan pecahan tersebut. Guru memberikan pemahaman kepada siswa dengan menggunakan media kertas origami. Guru membagikan dua
76
lembar kertas origami tersebut kepada setiap pasangan
ngku.
Kertas pertama berwarna merah dipotong menjadi 4 bagian dan kertas berwarna biru dipotong menjadi 8 bagian. Guru meminta siswa berdiskusi dengan teman sebangkunya dan membandingkan kedua potongan kertas origami tersebut. Ketika guru berkeliling mengamati pekerjaan siswa, terlihat sepasang siswa (S9 dan S20) yang hanya diam dan asyik membuat kapal-kapalan dengan kertas origami tersebut. Ketika ditanya oleh guru, S9 berkata: “Duuuh ibu, aku bingung ini diapain??”. Pada akhir pertemuan ini guru memberikan latihan soal 4 kepada seluruh siswa dan membahasnya bersama-sama. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa yang belum
mengerti. Pada kesempatan ini ada 3 subyek (S7, S11 dan S15) yang berani bertanya tentang materi yang belum mereka mengerti. Dan ada pula 3 subyek (S1, S19 dan S20) yang terlihat
dan
berusaha menghindari pertanyaan guru ketika guru membahas latihan soal bersama dengan siswa
2) Pertemuan Ke-6/Selasa, 18 Januari 2011 Jumlah siswa yang hadir pada pertemuan ini adalah 20 orang, dimana 1 subyek S17 tidak hadir karena alasan sakit. Materi yang diajarkan pada pertemuan ini adalah membandingkan dua pecahan menggunakan garis bilangan. Garis
bilangan pada
pembelajaran realistik diganti dengan beberapa macam pita
berwarna-warni. Guru menggunakan media pita berwarna untuk mempermudah siswa memahami tentang materi yang diajarkan. Pada awal pembelajaran guru melakukan tanya jawab kepada siswa untuk mengingatkan siswa tentang materi yang diajarkan
guru
sebelumnya.
Guru
memberikan
beberapa
permasalahan real secara lisan kepada siswa dan meminta siswa untuk menjawabnya. Hampir semua siswa bisa menjawab
77
pertanyaan yang diberikan guru, tetapi ada 2 subyek (S1 dan S21)
yang terlihat gelisah dan berusaha menghindar saat ditanya guru. Pita yang dilengkapi dengan garis bilangan ditempelkan dipapan tulis. Pita pertama berwarna kuning dibagi menjadi 2 bagian, pita kedua berwarna merah dibagi menjadi 5 bagian, dan pita ketiga berwarna biru dibagi menjadi 10 bagian. Guru meminta siswa memperhatikan bagian -bagian pita tersebut, kemudian menentukan pembanding yang sesuai dengan melihat bagianbagian dari ketiga pita yang ada dipapan tulis. Satu per satu siswa sudah berani maju kedepan kelas tanpa disuruh oleh guru. Ada 8 subyek (S1, S4, S5, S7, S14, S16, S18, dan S21) yang maju kedapan kelas untuk menyelesaikan soal, tetapi ada 1 subyek yaitu
S1 menjawab salah.
Gambar. 11 Ketika S5 Maju Mengerjakan Soal Dipapan Tulis Selanjutnya
guru
memberikan
latihan
soal
untuk
memperkuat pemahaman siswa. Pada saat mengerjakan soal ada 3 subyek (S13, S16 dan S20) yang selalu bertanya untuk memastikan jawaban mereka. Pada saat bertanya, S13 berkata: ”Bu ini jawabannya ben er ga si Bu??Saya takut kalau nanti salah Bu..”. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada beberapa siswa yang belum
78
percaya diri dengan jawaban mereka dan takut jika jawaban
mereka salah. 3) Pertemuan Ke-7/Rabu, 19 Januari 2011 Siswa yang hadir pada pertemuan ini adalah 21 orang. Pada
pertemuan ketujuh ini semua siswa hadir untuk mengikuti pelajaran. Materi yang diajarkan pada pertemuan ini adalah menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan sederhana. Sebelum guru meminta siswa
membuat kelompok, guru
memberikan beberapa permasalahan real secara lisan dan meminta siswa menjawabnya. Siswa terlihat antusias pada saat dilakukannya tanya jawab. Hampir semua siswa bisa menjawab contoh permasalahan real yang diberikan. Guru meminta siswa membuat kelompok yang sudah
dibentuk pada pertemuan sebelumnya. Guru memberikan bahan diskusi dan benda-benda real seperti jeruk dan pisang kepada setiap kelompok. Dalam konteks “membagi jeruk dan pisang” siswa diajak memahami arti pecahan melalui kegiatan membagi
dan pisang. Pada saat diskusi semua siswa sibuk melakukan tugas yang sudah dibagikan oleh ketua kelompok mereka masing-masing. Semua siswa terlihat santai dan fokus (bisa berkonsentrasi) pada saat berdiskusi. Semua kelompok berlomba-lomba menyelesaikan tugas diskusi mereka karena ingin memakan jeruk dan pisang yang diberikan guru. Pembelajaran ini terlihat lebih menyenangkan dan mampu mendorong aktivitas dan interaktivitas siswa.
79
Gambar. 12 Kegiatan Siswa Pada Saat Kerja Kelompok Setelah semua kelompok selesai mengerjakan bahan diskusi, guru meminta siswa mencatat semua bagian jeruk dan pisang yang mereka dapatkan kemudian memakannya. Ada 1 subyek S17 mengatakan hal yang sangat dia senangi, S17 berkata: “..Bu coba aja dari dulu belajar matematikanya kaya gini bu, pasti seruuu banget..”. Hal ini membuktikan bahwa siswa sangat senang
belajar matematika dengan pembelajaran realistik. Kegiatan selanjutnya adalah guru membagikan latihan soal kepada setiap siswa. Hampir semua siswa terlihat sudah terbiasa dengan soal-soal realistik yang diberikan guru. Ada 1 subyek S1 yang masih terlihat gelisah dan diam saja ketika teman -teman yang lain sibuk mngerjakan soal latihan.
4) Pertemuan Ke-8/Kamis, 20 Januari 2011 Pertemuan ini berlangsung selama 2 jam pelajaran (70 menit). Jumlah siswa yang hadir pada pertemuan ini adalah 21 siswa. Sesuai dengan RPP pada pertemuan kedelapan ini akan dilaksanakan tes akhir siklus II. Siswa terlihat sudah mempersiapkan semua alat-alat tulis mereka dimeja masing-masing dan telah mempersiapkan diri untuk
mengikuti tes yang akan diberikan. Tidak terlihat satu pun siswa
80
yang takut untuk mengikuti tes uji siklus II. Pelaksanaan tes siklus II ini berjalan lancar, sudah tidak ada siswa yang bertanya lagi untuk memastikan jawaban mereka, semua siswa terlihat santai dan
percaya diri mengerjakan soal-soal tes siklus II yang diberikan. Siswa terlihat sudah terbiasa dengan soal-soal realistik yang diberikan peneliti. Setelah pelaksanaan tes siklus II, kemudian peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas dan siswa untuk
mengungkap pendapat mereka tentang pembelajaran matematika dengan
menggunakan
pendekatan
Pendidikan
Matematika
Realistik Indonesia (PMRI) pada siklus II ini.
c. Tahap Observasi dan Analisis Tahap ini dilakukan berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada setiap pelaksanaan tindakan, peneliti didampingi oleh guru kelas sebagai guru kolaborator dan observer. Observer
lakukan
pengamatan langsung tentang pelaksanaan pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI dan mencatat seluruh aspek kecemasan belajar siswa selama proses pembelajaran. Hasil pengamatan suby ek melalui
lembar observasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
81
Tabel. 10 Hasil Skor Lembar Observasi Pada Siklus II
No
Aspek kecemasan
1
Psikologis Siswa berusaha menghindari pertanyaan guru Takut pada saat mengerjakan soal matematika
Rata rata
Pertemuan ke 1
2
3
JK
%
JK
%
JK
%
JK
%
2
11,1
2
10
2
9,5
6
10,2
4
22,2
3
15
1
4,8
8
14
Jumlah rata -rata 2 Somatik Siswa sering buang air kecil pada saat belajar matematika Berkeringat yang berlebihan
6
16,7
5
12,5
3
7,2
14
12,1
3
16,7
1
5
1
4,8
5
8,8
2
11,1
1
5
1
4,8
4
7
Jumlah rata -rata
5
13,9
2
5
2
4,8
9
7,9
4
22,2
2
10
2
9,5
8
13,9
3
16,7
2
10
0
0
5
8,9
7
19,5
4
10
2
4,8
13
11,4
1
5,6
2
10
1
4,8
4
6,8
1
5,6
1
5
0
0
2
3,5
2
5,6
3
7,5
1
2,4
6
5,2
42
9,2
3 Kognitif Menjadi sering lupa saat ditanya guru Siswa sulit berkonsentrasi pada saat belajar matematika Jumlah rata -rata 4 Motorik Suara siswa terbata-bata saat ditanya oleh guru Tangan siswa terlihat gemetar pada saat mengerjakan soal Jumlah rata -rata Jumlah siswa hadir
18
Keterangan : JK = Jumlah Kejadian
20
21
82
Dari tabel di atas terlihat bahwa semua aspek kecemasan pada siklus II ini sudah mengalami penurunan. Dari hasil observasi tersebut, jumlah subyek yang mengalami kecemasan pada siklus II sudah menunjukkan penurunan persentase dibandingkan dengan siklus I. Jumlah kejadian yang terjadi pada siklus I adalah 73 JK dengan persentase sebesar 15,5% dan menurun menjadi 42 JK dengan persentase sebesar 9,2%. Karena pada siklus ini kecemasan siswa pada siklus II sudah mencapai
rata-rata 10% maka penerapan pendekatan PMRI hanya diterapkan sampai pada siklus II saja. Berdasarkan tabel di atas, diperoleh informasi bahwa aspek
kecemasan belajar siswa pada siklus II adalah sebagai berikut: 1). Aspek Kecemasan Psikologis Jumlah rata-rata persentase aspek kecemasan psikologis siswa selama siklus II adalah 12,1%. Aspek kecemasan psikologis tersebut terdiri dari rata -rata siswa yang menghindari pertanyaan guru sebesar 10,2% dan rata-rata persentase siswa yang takut mengerjakan soal matematika adalah 14%. Hal ini sudah menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan rata-rata persentase pada siklus I, dimana ratarata siswa yang menghindari pertanyaan guru sebesar 15,2% dan ratarata persentase siswa yang takut mengerjakan soal matematika adalah
22%. 2). Aspek Kecemasan Somatik Dari tabel 10 diperoleh bahwa jumlah rata-rata persentase siswa pada aspek kecemasan somatik adalah sebesar 7,9%. Persentase ini terbilang cukup sedikit bila dibandingkan dengan jumlah rata-rata aspek kecemasan somatic pada siklus I sebesar 12,8%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah jarang mengalami aspek k somatik selama pembelajaran pada siklus I. Pada saat belajar, sudah terlihat jarang siswa yang izin untuk buang air kecil ketika menyelesaikan soal dipapan tulis. Mereka sudah
berkeringat ihat santai
83
dan terbiasa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI. 3). Aspek Kecemasan Kognitif Rata-rata aspek kecemasan kognitif siswa sudah mengalami penurunan pada siklus II. Sebelumnya pada siklus I rata -rata aspek kecemasan kognitif merupakan skor tertinggi yaitu sebesar 20,4% dan berkurang menjadi 11,4% pada siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat mengingat pelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI dan lebih berkonsentrasi dalam menerima pelajaran. Guru juga memberikan pertanyaan yang lebih variatif, misalnya saja guru menggunakan kartu pecahan yang bergambarkan benda-benda real atau media real yang terbuat dari gabus. Kegiatan ini dapat membua siswa menjadi lebih mudah mengingat pelajaran sehingga siswa tidak lupa lagi saat ditanya oleh guru dan bisa berkonsentrasi karena media
yang digunakan guru. 4). Aspek Kecemasan Motorik Untuk aspek kecemasan motorik merupakan aspek kecemasan yang paling sedikit dirasakan siswa. Rata-rata persentase yang diperoleh pada siklus II yaitu 10,3% menurun menjadi 5,2% pada siklus II. Skor ini merupakan skor terkecil pada siklus II dibandingkan dengan ketiga aspek kecemasan lainnya. Selain lembar observasi, peneliti menggunakan jurnal harian siswa untuk mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan mengggunakan pendekatan PMRI. Beberapa respon siswa terhadap tindakan pembelajaran pada setiap pertemuan siklus I yang diperoleh dari jurnal harian siswa dapat dilihat pada tabel 9 berikut:
84
Tabel. 11 Rekapitulasi Repon Siswa Siklus II
Pertemuan KeRespon
5
Rata-
6
rata
7
JR
%
JR
%
JR
%
JR
%
Respon positif
17
94,4
19
95
20
95,2
56
94,9
Respon Negatif
1
5,6
1
5
1
4,8
3
5,1
Netral/biasa
0
0
0
0
0
0
0
0
Data hasil jurnal harian siswa di atas jika diubah ke
diagram
lingkaran seperti pada Diagram 2 berikut:
5 .1
0
Positif Negatif Netral/biasa 9 4 .9
Diagram. Persentase Jurnal Harian Siswa Pada Pembelajaran Siklus II Dilihat dari diagram 2 bahwa respon positif siswa terhadap pembelajaran siklus II lebih besar dibandingkan dengan respon negatif dan netral. Ini artinya bahwa sebagian besar siswa menyatakan resp
yang
positif terhadap pembelajaran matematika yang diterapkan dengan
pendekatan PMRI. Rata-rata persentase respon positf siswa terhadap pembelajaran matematika dengan penerapan pendekatan PMRI meningkat
dari
81,4% pada siklus I menjadi 94,9% pada siklus II. Sedangkan rata-rata persentase respon negatif siswa menurun dari 6,8% pada siklus I menjadi 5,1% pada siklus II. Siswa yang masih merespon negatif pada siklus II
85
adalah S21 dan S17, siswa tersebut merupakan siswa yang sama dengan merespon negatif pada siklus I. Sementara tidak ada lagi siswa yang
merespon netral pada siklus II. Adapun hasil belajar selama siklus II diperoleh dari tes akhir pada pertemuan keempat. Hasil tes siklus I tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel. 12 Nilai Tes Akhir Silkus II No.
Interval
F
f relatif
f kumulatif
1.
74 – 78
3
14,3%
100%
2.
79 – 83
3
9,5%
85,7%
3.
84 – 88
2
14,3%
76,2%
4.
89 – 93
4
19%
61,9%
5.
94 – 98
1
4,8%
42,9%
6.
99 – 100
8
38,1%
38,1%
21
100%
100%
Total
Keterangan: Nilai tertinggi = 100
Jumlah siswa = 21
Nilai terendah = 74
Rata-rata
= 90,3 8
Berdasarkan tebel di atas terlihat bahwa hasil belajar siswa pada siklus II ini sudah mencapai rata-rata 90,38. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada siklus II ini sudah baik dan tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai dibawah KKM yaitu 63.
d. Tahap Refleksi Pada tahap ini peneliti dan guru kolaborator melakukan refleksi terhadap hasil dari analisis data dan seluruh pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Adapun hasil refleksi tersebut adalah sebagai berikut: Pada siklus II ini dilanjutkan kembali penerapan pendekatan PMRI pada pelajaran matematika dengan materi “Membandingkan Pecahan
86
Sederhana”. Media yang digunakan pada siklus II ini lebih menari
dan
pertanyaan yang diberikan kepada siswa lebih bervariasi yaitu dengan menggunakan kartu pecahan bergambar dan media real yang terbuat dari
gabus. Selama pelaksanaan pembelajaran siklus II ini siswa memberikan respon yang semakin baik. Pada siklus II ini sudah tidak ada siswa yang merespon netral, semua siswa terlihat semangat dan senang belajar matematika dengan penerapan pendekatan PMRI. Dengan penggunaan media yang lebih menarik dan pertanyaan yang lebih varatif, siswa dapat menjawab pertanyaan guru dengan tegas dan tidak menoleh kepada temannya yang lain. Berdasarkan
hasil
observasi
diperoleh
rata-rata
persentase
kecemasan belajar matematika siswa adalah 9,2%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata persentase kecemasan belajar siswa pada siklus II sudah mencapai indikator, dimana rata-rata total persentase dari keseluruhan kecemasan belajar siswa pada siklus II sudah menurun mnjadi 10%. Berdasarkan tes akhir siklus II diperoleh hasil belajar siswa mencapai rata-rata 90,38 dengan tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai dibawah KKM. Hal ini menunjukkan bahwa tes hasil belajar siklus II sudah mencapai indikator keberhasilan penelitian ini, dimana sudah tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai dibawah KKM yaitu 63. Adapun hasil wawancara terhadap guru dan siswa diperoleh informasi bahwa pendekatan PMRI sudah cukup baik diterapakan di kelas III. Semua siswa sangat merespon baik penerapan pendekatan PMRI ini dan guru kelas juga menganggap bahwa penerapan pendekatan PMRI ini telah dilaksanakan dengan baik sehingga dapat dikatakan berhasil.
Berdasarkan hasil refleksi siklus II ini, yaitu bahwa kedua indikator keberhasilan telah tercapai maka penelitian tindakan kelas ini dihentikan sampai dengan siklus II.
87
B. Pemeriksaan Keabsahan Data Instrumen non tes yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah lembar observasi kecemasan siswa
mengetahui
penurunan kecemasan siswa yang diamati setiap pertemuan, pedoman wawancara, jurnal harian. Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh sudah valid dan memilki tingkat keterpercayaan yang tinggi, dilakukan member check. Kegiatan ini meliputi memeriksa kembali keterangan atau informasi yang diperoleh selama observasi dari narasumber, memeriksa apakah data tersebut tetap sifatnya dan dapat dipastikan kebenaran data. Selain melakukan member check, untuk mendapatkan data yang absah dilakukan pula teknik triangulasi melalui pengamatan terhadap kecemasan belajar siswa apakah
menunjukkan
penurunan
dengan diterapkannya
pendekatan PMRI. Hal ini bertujuan untuk menggali data dari sumber yang sama yaitu siswa, dengan menggunakan cara yang berbeda. Peneliti juga secara rutin melakukan diskusi dengan guru kolaborator mengenai hasil observasi yang diperoleh, dibaca berulang-ulang, dan menghilangkan data yang tidak relevan dengan focus penelitian. Hal ini bertujuan agar data yang
diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Instrumen tes yang digunakan adalah intrumen tes akhir siklus I dan II dilakukan pengecekan secara berulang-ulang oleh peneliti untuk mengindari kesalahan data. Pengecekan tersebut dilakukan dengan di uji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan program Microsof Exel. Hasil uji validitas menyimpulkan siklus I yang terdiri dari 15 soal terdapat 13 soal yang valid dan 2 soal yang tidak valid, yaitu nomor 4 dan 9. Pada siklus I diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,86 dan termasuk dalam kategori reliabilitas tinggi. Sedangkan perhitungan validitas pada siklus II, diperoleh bahwa dari 11 soal terdapat 9 soal yang valid dan 2 soal yang tidak valid, yaitu nomor 2 dan 5. Tingkat reliabilitas tes tersebut sebesar 0,85 dan termasuk kategori reliabilitas tinggi.
88
C. Analisis Data Berdasarkan hasil pengamatan melaui lembar observasi s
yang
dilakukan selama dua siklus, diperoleh data kecemasan siswa adalah sebagai berikut: Tabel. 13 Rekapitulasi Persentase Kecemasan Belajar Siswa No.
1
2
Aspek kecemasan
Siklus I
Siklus II
(15,2 %)
(10,2%)
(22%)
(14%)
18,6%
12,1%
Siswa sering buang air kecil pada saat belajar matematika
(13,6%)
(8,8%)
Berkeringat yang berlebihan
(11,9%)
(7%)
12,8%
7,9%
Menjadi sering lupa saat ditanya guru
(25,4%)
(13,9%)
Siswa sulit berkonsentrasi pada saat belajar matematika
(15,3%)
(8,9%)
20,4%
11,4%
(10,2%)
6,8%
(10,3%)
3,5%
10,3% 15,5%
5,2% 9,2%
Indikator yang diamati
Siswa berusaha menghindari pertanyaan guru Psikologis Takut pada saat mengerjakan soal matematika Rata -rata kecemasan psikologis Somatik
Rata -rata kecemasan somatic
3
Kognitif
Rata -rata kecemasan kognitif
4
Motorik
Suara siswa terbata-bata saat ditanya oleh guru Tangan siswa terlihat gemetar pada saat mengerjakan soal
Rata -rata kecemasan motorik Rata -rata kecemasan total
Penurunan rata-rata persentase kecemasan belajar matematika siswa pada setiap akhir siklus jika disajikan dalam diagram adalah sebagai berikut:
89
Diagram. 3 Diagram Batang Penurunan Persentase Kecemasan Belajar
22 20
persentase
18
20.4
Siklus I
16 14
18.6
Siklus II
12 10
12.8
8
11.4
12 .1
6
10.3
7 .9
4
5 .2
2 0 1
2
3
4
aspek kecemasan
Keterangan:
Aspek Kecemasan: 1. Psikologis 2. Somatik 3. Kognitif 4. Mortorik
Berdasarkan hasil pengamatan secara keseluruhan diperoleh data bahwa kecemasan siswa telah mengalami penurunan yang cukup baik. Hal ini ditandai dengan menurunnya kecemasan belajar siswa dar siklus I sampai siklus II. Hal ini terihat dari rata-rata persentase aspek kecemasan psikologis pada siklus I sebesar 18,6% menjadi 12,1% pada siklus II. Sedangkan rata-rata persentase aspek kecemasan somatik pada siklus pertama sebesar 12,8% dan menjadi 7,9%
pada siklus
kedua.
Jika
dibandingkan
data tersebut
menunjukkan bahwa siswa sudah mulai berani dan percaya diri dalam hal mengerjakan soal matematika. Aspek kecemasan lain yang juga mengalami penurunan adalah aspek kognitif. Hal ini ditandai oleh penurunan aspek kecemasan motorik siswa. Aspek kecemasan kognitif mengalami penurunan pada siklus I sebesar 20,4% kemudian menurun menjadi 11,4% di siklus II. Sedangkan aspek kecemasan
90
motorik mengalami penurunan sedikit. Hal ini ditandai dengan beberapa indikator pada aspek kecemasan motorik yang sukar untuk diamati. Aspek motorik mengalami penurunan sebesar 5,1% dari 10,3% pada siklus I menjadi 9,2% pada siklus II. Dari keempat aspek indikator tersebut terlihat bahwa penurunan setiap aspeknya memilki rata -rata penurunan yang hamp ir sama, hanya saja pada
aspek kecemasan kognitif terjadi penurunan tertinggi yaitu sebesar 9%. Berdasarkan tabel di atas diperoleh informasi bahwa rata-rata persentase kecemasan belajar siswa mengalami penurunan 6,3%. Pada siklus I sebesar 15,5% menjadi 9,2% pada siklus II. Data pada tabel tersebut juga menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan pada siklus
telah dapat
memperbaiki/mengurangi sebagian besar aspek kecemasan yang masih tinggi pada siklus I, seperti takut pada saat megerjakan soal, menghindari pertanyaan guru, sulit berkonsentrasi, dan lupa saat ditanya oleh guru. Penurunan kecemasan siswa dari siklus I ke siklus II diiringi dengan meningkatnya hasil belajar matematika siswa. Hasil belajar dijadikan sebagai pendukung menurunnya kecemasan belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa kecemasan siswa memberi pengaruh terhadap hasil belajarnya. Perolehan
i tes hasil belajar
matematika siswa pada setiap akhir siklus disajikan pada tabel berikut: Tabel. 14 Statistik Deskriptif Peningkatan Hasil Belajar Siswa Statistik
Siklus I
Siklus II
Nilai Tertinggi
100
100
Nilai Terendah
60
74
Rata-rata
83,48
90,38
Berdasarkan tabel 14 tersebut diperoleh informasi bahwa hasil belajar siswa selalu mencapai hasil rata-rata yang baik yaitu di atas 80. Rata-rata nilai pada siklus II mengalami peningkatan 6,9 yaitu dari yang sebelumnya 83,48 menjadi 90,38. Pada siklus I masih ada siswa yang mendapat nilai di bawah
91
KKM yaitu 63, namun pada siklus II nilai terendahnya adalah 74 dan sudah tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Peningkatan hasil belajar jika disajikan dalam diagram batang adalah sebagai berikut. 100
rata-rata hasil belajar
90 80
90.38
83.48
70
Siklus I
60 50
Siklus II
40 30 20 10 0 1
siklus ke-
2
Diagram. 4 Diagram Batang Peningkatan Rata-rata Hasil Belajar Matematika Siswa Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran matematika realistik dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa. Kegiatan belajar menjadi lebih kondusif karena siswa ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran dan penggunaan benda-benda real mampu mengurangi kecemasan siswa dalam belajar matematika.
D. Interpretasi Hasil Analisis Penelitian ini diawali dengan latar belakang masalah yaitu masih banyaknya siswa kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok yang mengalami kecemasan ketika mereka belajar matematika,
l belajar
matematika siswa yang masih banyak di bawah KKM yaitu 63, serta persentase kecemasan belajar matematika siswa sebesar 8,4%. Dari masalah masalah
tersebut,
pembelajaran
peneliti
menghendaki
untuk
memperbaiki
matematika di kelas tersebut, yaitu dengan menerapkan
pendekatan PMRI sehingga kecemasan belajar matematika penurunan.
proses
mengalami
92
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Hasil dari penelitian ini yaitu pada siklus I persentase kecemasan belajar matematika siswa sebesar 15,5% dan rata-rata hasil belajar matematika siswa 83,48. Sedangkan pada siklus II persentase kecemasan belajar matematika siswa sebesar 9,2% dan rata-rata hasil belajar matematika siswa sebsesar 90,38. Pada siklus II, seluruh indikator telah tercapai maka penelitian berakhir sampai siklus II. Jadi, dengan diterapkannya pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) kecemasan belajar matematika siswa mengalami penurunan sebesar 6,3% dan rata-rata hasil belajar matematika siswa meningkat sebesar 6,9.
E. Pembahasan Temuan Penelitian 1. Penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa Penerapan pendekatan PMRI dapat mengurangi kecemasan belajar siswa karena prinsip pembelajaran dari pendekatan PMRI ini terdiri dari 6 macam prinsip, antara lain: prinsip aktivitas, prinsip nyata, prinsip bertahap, prinsip saling menjalin, prinsip interaksi dan prinsip bimbingan . Jadi dalam setiap pembelajaran yang lebih berperan akt
lah siswa.
Penurunan kecemasan belajar matematika siswa ini dapat dilihat dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa rata-rata persentase kecemasan belajar siswa pada siklus I adalah 15,5% dan menurun pada siklus II menjadi 9,2%
2. Siswa memiliki respon positif terhadap pembelajaran matematika dengan penerapan pendekatan PMRI Pada siklus I dari hasil pengamatan menunjukkan siswa cukup senang dan semangat belajar dengan diterapkannnya pendekatan PMRI. Dengan adanya antusias dan semangat siswa dalam belajar matematika dengan pendekatan PMRI dapat menginformasikan bahwa pendekatan
93
PMRI ini dapat menciptakan respon positif siswa terhadap pelajaran
matematika. Berdasarkan hasil jurnal yang diperoleh respon positif siswa dari siklus I sebesar 81,4% menjadi 94,9% pada siklus II. Sehingga mengalami
peningkatan sebesar 13,5% dengan rata-rata keseluruhan siswa yang merespon positif pada siklus I dan siklus II sebesar 88,2%, sedangkan ratarata siswa yang merespon negatif diperoleh 6,8% pada siklus I menjadi
5,1% pada siklus II, ini artinya sebagian besar siswa memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan penerapan pendekatan
PMRI. 3. Penerapan pendekatan PMRI dapat meningkatkan hasil belajar matematika Penurunan kecemasan belajar siswa dengan penerapan pendekatan PMRI dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa terlihat dari hasil tes akhir siklus I dan siklus II yang nilai rata-
ratanya meningkat, meskipun hanya 6,90 yaitu dari yang sebelumnya 83,48 pada siklus I menjadi 90,38 pada siklus II.
95
BAB V K ESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan pada bab sebelumnya
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa. Hal ini terlihat dari adanya penurunan rata-rata persentase kecemasan belajar matematika dari sebelumnya 15,5% pada siklus I menjadi 9,2% pada siklus II.
2. Selain dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa, penerapan pendekatan PMRI ini juga dapat meningkatkan hasil belajar matmatika siswa. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai ata-rata hasil belajar siswa yang sebelumnya rata-rata hasil belajar matematika siswa 83,48 pada siklus I menjadi 90,38 pada siklus II.
3. Respon siswa terhadap penerapan pendekatan PMRI sangat positif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan rata-rata respon positif siswa dari 81,4% pada siklus I menjadi 94,9% pada siklus II. Dan suda tidak ada
siswa yang merespon netral pada siklus II. B. Saran 1. Berdasarkan penelitian ini, hendaknya guru matematika di SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok bersedia menerapkan pendekatan PMRI sebagai salah satu pendekatan inovatif dalam mengajarkan mata pelajaran Matematika. Karena penelitian ini terbukti bahwa siswa sangat senang dan aktif dalam pembelajaran matematika sehingga dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa.
2. Guru diharapkan dapat mengembangkan kreatifitas dalam membuat soalsoal diskusi dengan lebih mengaitkan masalah pada kegiatan sehari-hari
95
siswa serta lebih variatif dalam mengkombinasikan pendekatan PMRI
tersebut dengan metode dan strategi belajar yang lain . 3. Dalam proses pembelajaran di kelas perlu diciptakan suasana kompetitif bersaing antar siswa atau diadakan games yang dapat memberikan semangat belajar yang lebih tinggi dan dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa.
96
DAFTAR PUSTAK A
A.M, Sardirman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Ed.1, Cet Ke-14. Anita, L dan Indiyani, E. K., Vol.3 No.1 Juni 2006. Efektivitas Metode Pembelajaran Gotong Royong (cooperative learning) Untuk Menurunkan Kecemasan Siswa Dalam Menghadapi Pelajaran Matematika .
Anitah, W. S., Manoy. J. T., & Susanah. 2008. Strategi Pembelajaran Matematika . Jakarta: Universitas Terbuka,. Cet Ke -3. Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Cet ke4.
Chaplin, J. P. 2004. Kamus Lengkap Psikologi . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. ed.I. Cet Ke- 9. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Jakarta: Citra Umbara.
Fardhana, N. A. Kecemasan Siswa Pada Bidang Matematika Di Sltp Surabaya . http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-res-2004 -nur-927matematika (14 Juli 2010 pukul 17:27) Hermawan, H. A dan Asra. D, L. 2007. Belajar dan Pembelajaran SD. Bandung: UPI PRESS. Holmes, D. S. 1997. Abnormal Psychology. New york: Longman. 3 ed. rd
Julie, H. Vol.13 No.1 Oktober 2002. Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik Dan Beberapa Contoh Pembelajarannya , Widya Darma,.
Martuti, A. 2009. Pendidik Cerdas dan Mencerdaskan . Yogyakarta: Kreasi Wacana. Cet Ke-1. Nevid, S. J. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga. Palinussa. L. A. Vol.1 No. 1 April 2002. Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Materi Belah Ketupat Dan Layang -layang Di Kelas VII SMP Negeri 19 Ambon , Mathedu Jurnal Pendidikan Matematika.
97
Putri Indra, R. I. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Dan Bentuk Tes Format Terhadap Hasil Belajar Matematika Dengan Mengontrol In i Siswa SD di Palembang , dalam http://p4mriunsri.files.wordpress.com/2009/11/sinopsis_disertasi_ratu_ilm a_unsri_20101.pdf (diakses pada 9 Oktober 2010, pukul 12:16) Putri Indra, R. I. Pengembangan Pengevaluasian Perangkat Pembelajaran Statistika Menggunakan Pendekatan RME Di SLTP Negeri 1 Palembang , Forum Kependidikan, No. 2 Tahun 22, Maret 2003. Riyanto, Y. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran . Jakarta: Kemcana. Cet Ke- 1.
Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Cet Ke-2 . Smith, E. R dan Passer, W. M. 2003. Psychology, The Science Of Mind And Behavior. Canada: Mc Grawwhill Company. Soeharjono, L dan Warsiki, E. G. Kecemasan Pada Anak Dan Remaja . (dalam artikel Majalah Psikiater Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya). Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan . Bandung: Alfabeta. Suharta Putu, I. G. Vol 38 No: 4 Tahun 2005. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Pecahan Dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR ). Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman. T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, & Rohayati, A. 2002. Sterategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA. Supinah, 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Yogjakarta: Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. Suryanto, Vol.19 No.3 Juni 2000. Pendekatan Realistik Suatu Inovasi Pembelajaran Matematika , Cakrawala Pendidikan,
Suwangsih, E. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS. Syah, M. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers. Ilmu. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis ik. Surabaya: Prestasi Pusaka.
98
Trismiati. Vol. 1 No. 1, Juli 2004. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta . Jurnal Psyche. Wiramihardja, A. S. 2007. Psikolosi Pengantar Abnormal. Bandung: PT Refika Aditama. Cet Ke- 2.
Wuryani, D. S. E. 2006. Psikologi Pendidikan . Jakarta: PT Grasindo. Cet Ke-3. Zulkardi. 2001. RME: Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet , (Makalah disajikan pada seminar sehari di UPI Bandung tanggal 4 April 2001) http://p4tkmatematika.org/2008/11/guru -kunci-utama-atasi-fobia -matematika/ (21 Juni 2010 jam 10:05) http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en|id&u=http:/ /www.mathgoodies.com/articles/math_anxiety_model.html&rurl=translate.google .co.id&usg=ALkJrhidrEh5djKAkCSeeMqamJdrtEzNRA (23 Januari 2011 pukul 09:14) http://p4mriunp.wordpress.com/2009/10/31/karakteristik-pendidikan -matematikarealistik/ (diakses pada 23 Juli 2010 pukul 10.26)