PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN GURU MATA PELAJARAN KIMIA Oleh : Nur Aini, S.Si
ABSTRAK Tulisan ini membahas tentang ”Penerapan Pendekatan Kontekstual pada Pendidikan dan Pelatihan Guru Mata Pelajaran Kimia” di Balai Diklat Keagamaan Manado. Dalam rangka mendeskripsikan pemikiran tersebut, penulis menfokuskan pembahasan pada dua rumusan permasalahan pokok, yakni: 1. Bagaimana konsep pendekatan kontekstual pada pembelajaran kimia ? 2. Bagaimana langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual pada pembelajaran kimia ? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis melakukan kajian pustaka membaca buku-buku tentang Strategi pembelajaran, beberapa metode pembelajaran, dan model-model pembelajaran serta konsep tentang pembelajaran kontekstual. Selanjutnya penulis menganalisis dengan teknik analisis dedukatif dan induktif. secara spesifik penulis merumuskan suatu konsep langkah-langkah penerapan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran kimia dan teknik pengembangan bahan ajar kimia, sehingga guru memudahkan mentransper materi pembelajaran kimia kepada siswa, dan siswa mudah mempelajarinya. Tulisan ini bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan rujukan bagi guru pada saat merancang bahan ajar untuk menentukan strategi, metode, dan model-model yang akan digunakan pada pembelajaran kimia, sehingga tujuan suatu kompetensi pada pembelajaran kimia dapat tercapai.
Kata Kunci : Pendekatan, Strategi, Model, Kontekstual, Pembelajaran Kimia
1
BAB I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru didalam mentranfer materi ajar dikelas seringkali terjadi masalah yaitu dalam memilih materi atau menentukan model pembelajaran yang tepat
untuk
membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam kurikulum atau silabus, materi bahan ajar hanya dituliskan secara garis besar dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar saja. Hal ini tugas guru untuk menjabarkan materi pokok tersebut, sehingga menjadi bahan ajar yang lengkap. Selain itu, bagaimana cara memanfaatkan bahan ajar juga merupakan masalah. Pemanfaatan dimaksud adalah bagaimana cara mengajarkannya ditinjau dari pihak guru, dan cara mempelajarinya ditinjau dari pihak murid.(Dirjen Dikdasmen:2006). Guru adalah ujung tombak pendidikan, sebab guru secara langsung mempengaruhi, membina dan mengembangkan kemampuan siswa agar menjadi manusia yang cerdas, trampil dan bermoral tinggi (Nana Sujana : 2). Sebagai ujung tombak, guru dituntut lebih proaktif dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Sebagai pendidik ia harus dapat membimbing anak didiknya, memiliki kemampuan menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Sebagai pengajar ia harus dapat mengantar anak didiknya menjadi anak yang cerdas dan terampil.
2
Peran guru dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM) bukan hanya menuntut kompetensi kognetif atau keterampilan antar manusia melainkan juga membantu anak didik dalam melapangkan jalan menuju perubahanperubahan positif pada aspek kejiawaanya. Karena itu dalam memberikan pelajaran guru dituntut akan menggunakan pendekatan pembelajaran sesui standar kompetensi dan kompetensi dasar, agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran secara antusias dan menyenangkan. Seorang guru harus mampu merencanakan program pengajaran yang akan diajarkan di kelas yaitu mempersiapkan hal-hal yang akan dikerjakan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Guru sebagai pelaksana pendidikan harus memiliki kemampuan teknis yang terkait bagaimana mengguanakn segala metode dan sumber daya yang ada dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, dalam hal ini guru harus mampu mengelola kegiatan belajar mengajar dengan baik melalui berbagai strategi/metode dan sekaligus mampu menjadi sumber belajar bagi siswa. Keberhasilan pendidikan atau tinggi rendahnya mutu pendidikan sangat ditentukan sejauhmana kinerja para pelaku pendidikan khususnya guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mengelola pendidikan dan pengajaran yang dibebankan kepadanya. Tinggi rendahnya mutu pendidikan sesungguhnya merupakan tanggung jawab segenap bangsa Indonesia, namun sorotan-sorotan masyarakat dan berbagai media massa menunjukkan bahwa rendahnya mutu pendidikan senantiasa disebabkan rendahnya kinerja tenaga kependidikan, khususnya guru sebagai pengelola dan pelaksana langsung proses pembelajaran di kelas. Dari uraian tersebut di atas penulis dapat mengidentifikasi masalah.
3
B. Identifikasi masalah Dalam proses pembelajaran guru sering mengalami kesulitan dalam memilih metode atau pendekatan pembelajaran yang diinginkan oleh standar kompetensi dan kompetens dasar yang telah ditetapkan, sehingga materi yang diajarkan terkadang tidak mencapai kreteria ketuntasan minimalal (KKM) yang di ditetapkan sebelumnya. Pengembangan bahan ajar dan menentukan model pembelajaran sangatlah penting dalam proses pembelajaran, dengan melalui pendekatan kontekstual diharapkan siswa akan mudah dalam memahami pembelajaran kimia yang disampaikan oleh guru.
C. Rumusah Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut diatas maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1.Bagaimana konsep pendekatan kontekstual pada pembelajaran kimia ? 2.
Bagaimana
langkah-langkah penerapan
pendekatan
kontekstual
pada
pembelajaran kimia ?
D. Sistematika Penulisan. Tulisan ini merupakan bentuk kajian pustaka dan Reset and Devalopment ( Pengembangan bahan ajar ) dengan menggunakan pendekatan Kontextual pada diklat guru kimia di Balai Diklat Keagamaan Manado. Tulisan ini terdiri dari 3 bab. Bab I Pendahuluan yang memaparkan Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Sistematika Penulisan, dan Manfaat penulisan serta Tujuan Penulisan. Bab II Kerangka teori dan Kerangka
4
berpikir yang berisi tentang pengertian strategi, metode dan pendekatan,dan pembelajaran, macam-macam metode membelajaran, prinsip –prinsip metode pembelajaran, Hakekat belajar, Gambaran umum pembelajaran kimia, konsep pendekatan kontekstual, peran guru dan siswa pada pembelajaran kontekstual, materi kimia dengan pembelajaran kontekstual dan langka-langkah penerapan pendekatan kontekstual pada pembelajaran kimia, dan Bab III Kesimpulan dan Rekomendasi.
E. Manfaat Penulisan Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut
:
1. Bagi Guru : Sebagai bahan pertimbangan dan acuan pada saat memilih dan menentukan bahan ajar kimia. 2. Bagi Pembaca : menambah khasanah keilmuan dan referensi serta khususnya 3. Balai Diklat
bisa dijadikan sebagai modul untuk guru kimia yang
mengikuti diklat.
F. Tujuan Penulisan Penulisan ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual pada pembelajaran kimia 2. Untuk memberikan informasi kepada guru mata pelajaran kimia khususnya dan rekan guru pada umumnya 3. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penulis lainnya yang ingin lebih mendalami metode mengajar dengan pendekatan kontekstual.
5
4. Sebagai sumbangan pemikiran untuk ketercapaian tujuan pembelajaran kimia yang pada gilirannya tujuan Pendidikan Nasional dapat diwujudkan.
6
BAB II HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Strategi, Metode, dan Pendekatan Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series ofactivities designed to achieves a particular educational goal ( J. R. David, 1976). Jadi, dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien. Senada dengan pendapat diatas, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. ( Wina Sanjaya 2006 : 123). Ada 2 hal yang patut dicermati dari pengertian diatas : 1. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode
dan pemanfaatan berbagai sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses rencana kerja belum sampai pada tindaka 2. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Arah penyusunan langkahlangkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Metode menurut H.M. Arifin (2003) berasal dari 2 kata yaitu “meta” dan “hodos‟. Meta berarti melalui, hodos berarti jalan atau cara. Jadi Metode
7
mengandung pengertian; suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Sedangkan pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar sebagai penentu utama keberhasilan pendidikan (Syaiful Sagala: 2006). Pembelajaran menurut Omar Hamalik (2006) adalah suatu proses terjadinya interaksi antara peserta didik dengan pendidik dalam upaya mencapai tujuan kompetensi (kognitif, afektif, dan ketrampilan), yang berlangsung dalam suatu lokasi tertentu dalam jangka satuan waktu tertentu pula. Menurut Hamzah B. Uno (2007), metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang bersifat prosedural yaitu berisi tahapan tertentu. Sedangkan menurut H. Martinis Yamin (2006), metode pembelajaran adalah cara melakukan atau menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi metode pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan guru dalam menyajikan, menguraikan, dan memberi contoh dan latihan secara prosedural kepada siswa untuk mencapai suatu tujuan. Pendekatan (approach) dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Roy Killen (1998) mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru ( teacher-centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (studentcentred approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau
8
pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi
pembelajaran induktif (Wina Sanjaya 2006 : 125). Selain strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran, terdapat pula istilah yang terkadang sulit dibedakan yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Sedangkan taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Metode dikatakan sebagai alat mencapai tujuan pembelajaran adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan juga merupakan pedoman yang akan memberi arah, kemana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Guru tidak bisa membawa kegiatan belajar mengajar dengan sekehendak hatinya serta mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan. Metode adalah pelicin jalan pengajaran menuju tujuan. Metode
menempati
peranan
yang
penting
diantara
komponen
pembelajaran lainnya. Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode (Syaiful Bahri D, dan Aswan Zain). Namun lebih tepat lagi jika penggunaan metode tersebut disesuaikan dengan indikator pencapaian baik pencapaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang relevan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
B. Macam-macam metode Pembelajaran Metode pembelajaran sangat banyak sekali, adapun dalam kajian ini, penulis akan memaparkan beberapa metode yang sekiranya bisa diterapkan pada
9
pembelajaran kimia. Meskipun disadari bahwa setiap metode ada kelemahan dan keunggulannya, namun masalah kelemahan bisa diminimalisir sesuai dengan kreatifitas guru itu sendiri. 1. Metode Ceramah (lecture) Metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. Metode ini efektif dan efisien dalam penyampaian dan informasi serta kelasnya lebih dari batas jumlah kelas ideal. Berarti metode ini bisa diberikan pada kelas klasikal.
Metode ceramah tidak bisa ditinggalkan dalam proses pembelajaran, tetapi harus dipadu dengan metode yaang lain secara bervariasi tergantung kebutuhan untuk pencapaian tujuan. Misalnya metode ceramah digunakan para guru sebagai penyampai pesan dalam waktu yang tidak lama, penyampain informasi tentang hal-hal pokok yang akan dilaksanakan melalui metode yang lain dan sebagainya.
Metode ceramah tidak cocok manakala guru ingin menggali
ketrampilan dan sikap dari siswa. Kelemahan metode ini diantaranya; siswa cenderung pasif, keberhasilan siswa tidak terukur, pembicaraan sering keluar dari pembahasan, dan perhatian dan motivasi siswa sulit diukur, sedangkan guru cenderung sebagai otoritas terakhir.
2. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah cara mengajarnya guru, dimana guru menunjukkan serta memperlihatkan suatu proses (Wahyu Suprapti dan Sudariman, 2002). Dalam penerpan metode ini, guru harus benar-benar menguasai/ahli untuk mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu. Setelah
10
didemonstrasikan, para siswa diberi ketrampilan seperti yang telah diperagakan guru. Tidak ada metode yang dipandang paling efektif tanpa dikaitkan dengan kemampuan pendidik (guru) dalam penerapannya ( H.M. Arifin, 1991). Menurut Martinis Yamin (2006), metode demonstrasi bisa dipergunakan dalam proses pembelajaran; manakala kegiatan pembelajaran bersifat formal, magang, atau latihan kerja, bila materi pelajaran berbentuk ketrampilan gerak serta prosedur melaksanakan suatu kegiatan atau ketrampilan menggunakan bahasa asing, dan untuk menumbuhkan motivasi siswa tentang latihan/praktek yang kita laksanakan. Batas penggunaan metode ini adalah: demonstrasi akan menjadi membosankan manakala setiap siswa diminta mendemonstrasikan sehingga menyita waktu, kecuali pada saat ujian praktek.
3. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah mengajukan pertanyaan kepada siswa dengan tujuan untuk merangsang berpikir dan membimbingnya dalam mencapai kebenaran (Abdul Majid, 2006). Dalam proses pembelajaran, bertanya memegang peranan yang penting, karena pertanyaan yang tersusun dengan baik serta dipergunakan dengan tehnik pengajaran yang tepat, akan bermanfaat untuk meningkatkan partisipasi siswa, membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap masalah yang dipelajari bersama, mengembangkan pola berpikir dan belajar aktif siswa, menuntun proses berpikir siswa dengan memberikan pertanyaan yang baik supaya dapat jawaban yang baik pula, serta dapat memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas. Ada beberapa jenis pertanyaan berdasarkan golongannya. Ada pertanyaan menurut maksudnya, jenis pertanyaan menurut taksonomi Bloom, dan jenis
11
pertanyaan menurut luas dan sempitnya pertanyaan itu sendiri. Menurut JJ. Hasibuan (2006), jenis pertanyaan menurut maksudnya ada pertanyaan permintaan (compliance question); pertanyaan yang mengharapkan agar orang lain mematuhi perintah yang diucapkan dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan Retorik (rhetorical question); pertanyaan yang tidak mengharapkan jawaban, karena akan dijawab guru sendiri sebagai tehnik pembelajarannya. Pertanyaan menuntun atau mengarahkan; pertanyaan yang diajukan untuk memberi arah kepada siswa dalam proses berfikir. Pertanyaan menggali (probing quaestion); pertanyaan lanjutan yang akan mendorong siswa untuk lebih mendalami jawaban terhadap pertanyaan sebelumnya. Jenis pertanyaan menurut taksonomi Bloom; ada pertanyaan pengetahuan, yaitu pertanyaan yang mengharapkan jawaban yang sifatnya hafalan atau ingatan siswa yang telah dipelajari. Pertanyaan pemahaman (comprehension question), pertanyaan yang menuntut jawaban siswa hasil dari interpretasi siswa sendiri. Pertanyaan penerapan (application question), yaitu pertanyaan yang menuntut siswa memberi jawaban dengan menerapkan pengetahuan, informasi dan lain-lain yang telah dipelajari. Pertanyaan analisis (analysis question), yaitu pertanyaan yang menuntut siswa menemukan jawaban dengan cara mengidentifikasi, mencari bukti, maupun menarik kesimpulan berdasarkan informasi yang ada atau megeneralisasikan. Pertanyaan sitesis (synthesis question), yaitu pertanyaan yang mengharapkna jawaban siswa tidak jawaban tunggal, melainkan mengembangkan potensi serta daya kreasinya. Pertanyaan evaluasi (evaluation question), yaitu pertanyaan yang mengharapkan jawaban siswa cara memberikan penilaian atau pendapatnya terhadap issue yang ditampilkan. Sedangkan jenis pertanyaan
12
menurut luas-sempitnya sasaran diantaranya adalah pertanyaan sempit (narrow question) baik informasi langsung (menuntut hafalan atau ingatan) maupun sempit memusat (mengembangkan ide dengan cara menuntunnya melalui petunjuk tertentu). Pertanyaan luas (broad question), baik pertanyaan luas terbuka (menuntut jawaban siswa dengan versi gayanya masing-masing) maupun pertanyaan luas menilai (untuk mengadakan penilaian terhadap aspek kognitif maupun sikap).
4. Metode Diskusi Metode diskusi merupakan interaksi antara siswa dan siswa, siswa dan guru untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu (Martinis Yamin, 2006). Metode ini pada dasarnya adalah mengaktifkan seluruh siswa dalam belajar secara berkelompok, baik bertukar informasi, pengalaman maupun memecahkan masalah bersama-sama. Kelebihan metode diskusi diantaranya adalah; memperluas wawasan, mengembangkan sikap menghargai orang lain, membina untuk membiasakan selalu bermusyawaroh dalam mencapai kata mufakat, juga dapat merangsang siswa untuk mengeluarkan ide-ide
atau
gagasannya.
Kelemahan
metode
ini
diantaranya,
takut
terjadinyamonopoli terhadap siswa yang sudah terbiasa berbicara yang ingin menonjolkan dirinya, sehingga bagi siswa yang tidak terbiasa berbicara di depan forum menjadi apatis. Kelemahan lain metode ini adalah terkadang pembahasan sering terjadi melebar, keluar dari pokok bahasan sehingga memakan waktu cukup lama (tidak terkontrol). a. Buzz Group
13
Kelompok diskusi kecil yang terdiri dari 2-3 siswadalam setiap kelompok. Diskusi ini bisa diadakan di tengah atau di akhir pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka bahan pelajaran, atau menjawab beberapa pertanyaan. Kelebihan diskusi kecil ini adalah menciptakan suasana menyenangkan, mendorong
peserta
kepemimpinan,
serta
yang
malu-malu,
memungkinkan
menghemat pengumpulan
waktu,
memupuk
pendapat.
Sedang
kelemahannya menurut Wahyu Suprapti: 2002, adalah kemungkinan terjadi satu kelompok terdiri dari siswa yang kurang, dimungkinkan adanya pemimpin yang lemah, dan jika ingin metode ini sukses, mungkin siswa harus belajar untuk mempersiapkan terlebih dahulu. b. Brain Storming Setiap anggota kelompok mengeluarkan pendapat (unjuk pendapat) dengan harapan menumbuhkan rasa percaya diri siswa terhadap ide-ide yang diungkapkan, juga diharapkan para siswa belajar cara menghargai pendapat orang lain. Brain storming bisa dilaksanakan dengan mulai memberikan stimulus masalah yang menjadi berita hangat di tengah masyarakat dan disesuaikan dengan Standat Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Misalnya seringnya terjadi pembunuhan ditinjau dari segi keagamaan. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya pembunuhan tersebut, dan sebagainya. Jadi seorang guru meminta pendapat para siswa untuk mengemukakan alasan-alasan, ideide, serta gagasan mengenai masalah yang aktual tersebut. c. Jigsaw (kelompok tim ahli)
14
Memanggil setiap ketua kelompok diskusi untuk menerima materi kemudian menyebarkan
pengetahuannya
kepada
anggota
kelompoknya
untuk
disimpulkan. Langkah-langkah pembelajaran jigsaw ( Hj. Sutiah: 2003) adalah sebagai berikut: Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang Sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh Tiap kelompok/tim ahli mempresentasikan hasil diskusi Guru memberi evaluasi Penutup d. Snowball Throwing Melempar bola kertas yang berisi pertanyaan sesuai dengan materi. Langkahlangkah pembelajarannya adalah sebagai berikut: Guru menyampaikan materi yang akan disajikan Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,
15
kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian Evaluasi e. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Kooperatif terpadu membaca dan menulis. Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagi berikut: Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan Memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok Guru membuat kesimpulan bersama dan penutup f. Debat aktif Debat antara kelompok pro dan kontra dengan harapan meningkatkan pemikiran dan perenungan, terutama jika siswa diharapkan mengemukakan
16
pendapat yang bertentangan dengan diri mereka sendiri (Melvin L. Silberman, 2006). Langkah pembelajarannya: Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas Setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya. Sementara siswa menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide diharapkan Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap Dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai. g. Listening Team (Tim Pendengar) Guru membagi siswa dalam 4 kelompok antara kelompok pro, kontra, kelompok penanya, dan kelompok pembuat contoh. Langkahnya, setelah membagi 4 kelompok, guru membuat topik permasalahan yang bisa menimbulkan pro kontra serta merangsang untuk mengeluarkan beberapa pertanyaan, guru menyuruh kelompok pro untuk mempertahan pendapatnya, kelompok kontra mengemukakan pendapatnya yang tidak sesuai dengan ide mereka, kemudian memberi kesempatan kepeda kelompok penanya untuk
17
menanyakan kepada kelompok pro dan kontran, kelompok pembuat contoh berusaha mencari contoh buat tim pro dan tim kontra. 5. Metode Sosiodrama Sosiodrama
pada
dasarnya
mendramatisasikan
tingkah
laku
dalam
hubungannya dengan masalah sosial atau hubungan antar manusia ( Syaiful Bahri: 2006).
Menurut DR. Syaiful Sagala, metode sosiodrama sama dengan role
palying (atau bermain peran) yang pada intinya para siswa mendapat tugas dari guru untuk memerankan situasi sosial yang mengandung suatu problem. Tujuan penggunaan metode menurut JJ. Hasibuan adalah; Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain Dapat belajar bagaimana membagi tanggungjawab Dapat belajar bagaimana cara membut keputusan dalam situsi kelompok secara spontan, serta Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah Langkah-langkah metode pembelajaran sosiodrama adalah: a. Guru menerangkan kepada siswa manfaat mendramatisasikan sesuai dengan SKKD b. Guru memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat siswa c. Guru menceritakan isi drama serta mengatur adegan pertama d. Siswa harus memerankan masing-masing karakter sesuai dengan yang ditentukan sehinga siswa yang lain bisa mengevaluasi bersama-sama e. Diskusikan hasil drama tadi, dan presentasikan hasil diskusinya dengan prinsip; Apa yang sudah dialami?, Bagaimana perasaannya?, Apa yang
18
sedang terjadi?, Bagaimana perasaan pemain?, Mengapa demikian?, Manfaat apa yang dapat diambil dari bermain peran ini? f. Berikan evaluasi 6. Metode Make – A Match Suatu metode mengaktifkan siswa dengan permainan yang mengharapkan penguasaan pemahaman siswa pada materi pelajaran yang telah dilaksanakan dengan cara mencari pasangan . Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah: a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya g. Demikian seterusnya h. Kesimpulan/penutup 7. Metode Talking Stick/Ball Metode mengaktifkan siswa dengan permainan tongkat atau bola yang menggunakan pertanyaan kepada siswa secara bergantian. Metode ini bertujuan
19
mengukur pengetahuan siswa terhadap materi pelajaran baik yang sudah dipelajari maupun yang akan dipelajari Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut: a. Guru menyiapkan sebuah tongkat/bola b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan
mempelajari
materi. c. Setelah selesai membaca materi pelajaran siswa menutup bukunya. d. Guru mengambil tongkat/bola dan memberikan kepada siswa, setelah itu e. Guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat/bola tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar f. Siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru g. Guru memberikan kesimpulan, evaluasi, dan penutup. 8. Metode Karyawisata Karyawisata adalah pesiar yang dilakuakn oleh para peserta didik untuk melengkapi pengalaman belajar tertentu dan merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah (Syaiful Sagala: 2006). Manfaat metode ini diantaranya adalah; siswa dapat mengamati kenyataan yang beraneka ragam dari dekat, siswa mendapat pengalaman baru dalam suatu kegiatan pembelajaran di luar sekolah, siswa dapat menjawab pertanyaan secara langsung baik dengan melihat, mendengar, mencoba, atau membuktikan secara langsung, dan anak didik juga dapat informasi secara langsung yang diterima dari guide di tempat wisata. Langkah-langkah pembelajaran karyawisata adalah: a. Guru merumuskan tujuan yang jelas dan tegas
20
b. menentukan tugas masing-masing siswa pada saat karyawisata dalam c. menggali informasi d. Mendiskusikan hasil karyawisata dan mempresentasikan di sekolah e. Mengumpulkan/melaporkan untuk dinilai f. Marancang program selanjutnya sebagai follow up pengalaman karyawisata 9. Metode Problem solving Suatu metode pemecahan masalah yang bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam metode ini selalu mengkaitkan dengan metode yang lain seperti diskusi, tanya jawab dan sebagainya. Langkah-langkah penggunaan metode ini adalah: a. Adanya masalah yang timbul dari siswa sesuai dengan kemampuannaya dan masalah itu jelas untuk dipecahkan b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, baik dari hasil membaca buku-buku, bertanya, maupun berdiskusi sesama teman c. Menguji jawaban sementara siswa dan meyakini jawabannya benar-benar cocok demi memacu motivasi d. Menarik kesimpulan Metode problem solving ini dapat menjadikan dunia pendidikan lebih relevan dengan kehidupan di masyarakat maupun keluarga, juga dapat membiasakan siswa untuk selalu berusaha memecahkan masalahnya.
10. Metode Inside-Out side- Circle Metode ini diciptakan oleh Spencer Kagan, yaitu metode mengaktifkan siswa dengan membentuk lingkran kecil lingkaran besar dengan saling membagi
21
informasi secara bergantian (Anita Lie, 2004). Langkah-langkah pembelajarannya adalah: a. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam c. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan d. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam. e. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya 11. Metode Mind Mapping Metode Mind maping adalah sebuah metode dalam rangka mempermudah berpikir, menyeleksi, mengorganisasi pekerjaan, menyiapkan diri menghadapi ujian, dan mencapai hasil yang maksimal (Miftah, 2007). Kemudahan dari mind mapping ini diantaranya adalah untuk membantu Mengingat, Menyeleksi informasi, Konsentrasi, Memicu kreativitas, Membantu pemahaman, Meringkas dan merangkum, serta Mengontrol sesuatu. Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah: a. Paparkan rencana di atas selembar kertas b. Gunakan warna-warna cerah untuk mencatat c.
Pikirkan : ide apa yang utama/pokok, letakkan pada posisi tengah kertas
22
d.
Pilihlah warna berbeda dari warna pada ide pokok
e.
Pikirkan sub-sub topik, hubungkan dengan ide pokok lembar
b. Jika punya ide-ide baru, tambahkan ke dalam lembar kertas, gunakan simbol, kata, gambar, logo, dll. c. Sekarang Anda mempunyai semua yang Anda butuhkan untuk memiliki semua yang telah tertulis 12. Metode Resitasi Metode pemberian tugas (resitasi) adalah metode pemberian tugas kepada siswa di luar jam pelajaran, bisa dikerjakan di perpustakaan, laboratorium, rumah, dan
dimana
saja
kemudian
dipertanggungjawabkan
kepada
guru
(H.
Zuhairini,dkk, 1983). Kelebihan metode ini diantaranya; baik bagi siswa untuk mengisi waktu luang di luar sekolah/jam pelajaran, memupuk rasa tanggungjawab dalam segala tugas, memberikan kebiasaan siswa untuk selalu giat belajar, serta dapat memberikan tugas kepada siswa secara praktis seperti kegiatan amaliyah sosial dan sebagainya. Memberikan tugas kepada siswa adalah untuk membiasakan siswa mempelajari isi buku setelah pelajaran dilaksanakan dan pelajaran yang akan datang, siswa mencoba untuk mengerti isi buku yang dibaca sebagi bahan laporan dalam melaksanakan tugas (M. Athiyah Al Abrosyi, 1990). Langkah-langkah pemberian tugas adalah: a. Guru harus memberikan tugas secara jelas sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran b. Berikan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas c. Pekerjaan siswa harus selalu dikontrol d. Laporan hasil tugas
23
e. Evaluasi.
C. Prinsip-prinsip Metode Pembelajaran Metode mengajar yang di gunakan guru tiap kali pertemuan asal pakai, tetapi harus melalui seleksi yang disesuaikan dengan materi pelajaran dan tujuan pembelajaran. Guru selalu merumuskan tujuan pembelajaran lebih dari satu tujuan, semua disesuaikan dengan ranah yang mau dicapai. Metode yang dipilihpun harus yang operasional (Djamaludin dan Abdullah Aly, 1999). Dalam hal pemilihan metode, hal-hal yang harus dipertimbangkan menurut Ahmad Tafsir (2004) adalah sebagai berikut: 1. Keadaan siswa yang mencakup tingkat kecerdasan, kematangan, serta perbedaan individu 2. Tujuan ranah yang hendak dicapai 3. Situasi yang mencakup hal umum sepertu situasi kelas dan lingkungan 4. Sarana prasarana yang tersedia dalam mempersiapkan metode yang akan dipakai 5. Kemampuan guru menerapkan metode yang menjadi pilihannya, baik kemampuan fisik, waktu, maupun kemampuan wawasannya. Adapun faktor-faktor pemilihan dan penentuan metode menurut Winarno Surakhmad (1990) dalam bukunya Syaiful Bahri adalah sebagai berikut: 1. Anak Didik Anak didik merupakan manusia berpotensi yang menghajatkan pendidikan. Di lingkungan sekolah, berarti gurulah yang berkewajiban mendidiknya. Para siswa mempunyai status sosial yang berbeda, kemampuan berpikir yang berbeda, perilaku yang berbeda, serta latar belakang yang berbeda pula. Maka seorang guru
24
harus pandai memilih metode yang tepat demi untuk mencapai tujuan walaupun kondisi masing-masing siswa berbeda 1.
Tujuan Metode harus tunduk kepada kehendak tujuan yang ingin dicapai. Kemampuan yang bagaimana yang harus dikuasai siswa, maka metode harus mendukung sepenuhnya terhadap pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Yang dimaksud tujuan menurut Abin Syamsudin, 2003, yaitu suatu pembelajaran yang pada akhirnya dapat diterjemahkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat wujud perilaku dan rpibadi manusia yang dicita-citakan (ideal type)
2.
Situasi Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke hari. Suatu saat kegiatan pembelajaran bisa dilakukan di alam terbuka, maka metode yang dipilih harus disesuaikan dengan situasinya. Jadi situasi yang diciptakan guru mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode
3.
Fasilitas Fasilitas merupakan kelengkapan yang menunjang belajar anak didik di sekolah. Lengkap tidak fasilitas akan mempengaruhi pemilihan metode. Keampuhan suatu metode mengajar akan terlihat jika faktor fasilitas dan lainnya mendukung (Syaiful Bahri, 2006).
4.
Guru Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda, ada yang pandai berbicara, pandai meneliti, humoris, bahkan ada yang tidak suka humor.
25
Bagi guru yang berlatar belakang pendidikan dan keguruan, mungkin menguasai beberapa metode, walaupun begitu, bagi guru yang minim pengalaman mengajar di kelas, maka akan sedikit kesulitan untuk menentukan dan memilih metode pembelajaran yang tepat sasaran.
D. Hakekat Belajar Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan pada diri seseorang yang meliputi tiga aspek kehidupannya, yakni, pandangan hidup, sikap hidup, dan ketrampilan hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut dilaksanakan disekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan disekolah direncanakan dan dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat , akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami (Hamalik oemar 2002 : 27). Maka untuk memenuhi kriteria belajar tersebut diperlukan suatu metode, sarana dan prasarana pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi adalah suatu proses dalam rangka mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Dengan menggunakan metode pembelajaran, berarti guru telah dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar kondisi pembelajaran dapat bergairah bagi anak didik. Dengan persiapan perencanaan seperangkat materi dan pengalaman yang dimiliki guru, maka guru secara tidak langsung mempersiapkan program pengajaran dengan baik dan sistematis. Salah menggunakan metode pembelajaran, berarti harapan untuk mencapai tujuan tidak akan tercapai. Penggunaan metode
26
yang monoton akan menciptakan kebosanan bagi peserta didik, berarti tidak ada suatu inovasi dalam proses pembelajaran.
E. Gambaran umum pembelajaran kimia Ilmu kimia adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural science) yang lahir berdasarkan eksperimen para ahli. Ilmu kimia lahir dari rasa ingin tahu (curiousity) yang besar, para ahli mengenai “apa”, “mengapa” dan “bagaimana” sifat materi yang ada di alam. Masing-masing pertanyaan tersebut setelah terjawab menghasilkan fakta dan pengetahuan teoretis tentang materi yang kebenarannya dapat dijelaskan dengan logika matematika. Ilmu kimia mempelajari bangun (structure) materi dan perubahan-perubahan yang dialami materi ini dalam proses-proses
alamiah maupun dalam eksperimen yang
direncanakan. Lewat kimia kita mengenal susunan (komposisi) materi dan penggunaan bahan-bahan tak bernyawa, baik alamiah maupun buatan dan mengenal proses-proses penting dalam benda hidup, termasuk tubuh kita sendiri. Perspektif kimiawi dunia di sekitar kita mempesonakan. Perspektif ini dapat dikembangkan lewat pengamatan dan eksperimen kita sendiri, yang dengan didasarkan pada keinginan kita yang kuat untuk memahami lebih dalam keteraturan alam semesta di sekitar kita. Sebagian aspek kimia bersifat “kasat mata” (visible), artinya dapat dibuat fakta kongkritnya
dan sebagian aspek yang lain bersifat abstrak atau “tidak kasat mata”
(invisible), artinya tidak dapat dibuat fakta kongkritnya. Namun demikian, aspek kimia yang tidak dapat dibuat fakta kongkritnya harus dapat harus bersifat “kasat logika”, artinya kebenarannya
dapat dibuktikan dengan logika matematika, sehingga
rasionalitasnya dapat dirumuskan/diformulasikan. Dengan demikian ilmu kimia dalam hal-hal tertentu bersifat teoretis menggunakan kebenaran koherensi, dan dalam hal-hal yang berhubungan dengan fakta kongkrit (data empiris) menggunakan teori kebenaran korespondensi (Depdiknas, 2003)
27
Pembelajaran ilmu kimia secara formal di negara kita dimulai dari pendidikan tingkat menengah, sekalipun secara materi barangkali sudah mulai dikenalkan mulai sekolah dasar. Pembelajaran ilmu kimia berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi informasi. Dengan kemajuan teknologi banyak konsep-konsep kimia yang bersifat abstrak, yang dulu susah dijelaskan kini lebih mudah dimengerti oleh siswa dengan bantuan animasi. Teori atom misalnya, yang dulu agak susah memberi pemahaman kepada siswa, kini lebih mudah dengan bantuan animasi. Pembelajaran kimia akan lebih bermakna dan menarik minat siswa yang mendalaminya jika dilakukan dengan menyenangkan (fun), tidak banyak bersifat verbal tetapi lebih menekankan pada aspek “mengalami”, berarti sering disampaikan dengan demonstrasi atau eksperimen. Tentu saja tidak semua konsep kimia dapat dieksperimenkan. Disamping itu, agar pelajaran kimia tidak terkesan “kurang bermanfaat” maka pembelajarannya mesti mendekatkan dengan lingkungan kehidupan sehari-hari (contextual).
F. Konsep Pembelajaran Kontekstual Contextual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Ada tiga hal yang harus dipahami pada konsep ini, yaitu : Pertama, Kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses
28
pengalaman secara langsung( proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran). Kedua, Kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata (dapat mengkolerasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata). Ketiga, Kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual memiliki 7 komponen (asas) yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran ketujuh asas ini adalah : 1. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognetif siswa berdasarkan pengalaman atau mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuanya melalui proses pengamatan dan pengalaman. 2. Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis (proses penemuan sendiri). Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu : a. Merumuskan masalah b. Mengajukan hipotesis c. Mengumpulkan data d. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan e. Membuat kesimpulan.
29
3. Bertanya (Quistioning) adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu ; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. 4. Masyarakat belajar (Learning Community) adalah agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain (pembelajaran dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar). 5. Pemodelan (Modeling) adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. 6. Refleksi ( Reflection) adalah proses pengendapan yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. 7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment) adalah evaluasi atau tes untuk dapat diketahui sebarapa jauh siswa telah mengusai materi pembelajaran. PERBEDAAN KONTESTUAL DENGAN KONVEKSIONAL
NO 1 2 3 4 5
6 7
KONTEKSTUAL Menyandarkan pada pemahaman makna Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan Siswa terlibatat secara aktif dalam proses pembelajaran Pembeelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang dimiliki siswa Cendrung mengitegrasikan beberapa bidang Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir,
KONVEKSIONAL Menyandarkan pada hafalan Pemilihan i nformasi ditentukan oleh guru Siswa secara pasif menerima informasi Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis Memberikan tumpukan informasi pada siswa sampai saatnya diperlukan Cendrung berfukus pada satu bidang Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah dan
30
8 9 10 11
12 13 14
kritis dan memecahkan masalah Perilaku dibangun atas kesadaran diri Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri Siswa tidak melakukan sesuatu hal buruk karena sadar tsb keliru dan merugikan Perilaku baik berdasarkan motivasi intrisik Pembelajaran terjadi diberbagai tempat konteks dan setting Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik
mengisi latihan Perilaku dibangun atas kebiasaan Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman Perilaku baik berdasarkan motivasi intrisik Pembelajaran hanya terjadi di kelas Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ulangan
G. Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Kontekstual Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Menurut Bobbi Deporter (1992), hal tersebut dinamakan sebagai unsur modalitas belajar. Ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestesis. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara meliha, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indra penglihatannya. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya; sedangkan tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh. Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya
guru perlu menyesuaikan gaya mengajar
terhadap gaya belajar siswa. Dalam proses pembelajaran konvensional, sering terlupakan sehingga proses pembelajaran tak ubahnya sebagai pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire sebagai sistem penindasan. Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru menggunakan pendekatan kontekstual.
31
1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukan orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Dengan demikian peran guru adalah membimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. 2. Setiap anak memiliki kecendrungan untuk belajar hal-hal yang dianggap baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting dipelajari oleh siswa. 3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketehui. Dengan demikian peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dan pengalaman sebelumnya. 4. Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomudasi). Dengan demikian tugas guru adalah menfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi. 5. Dari konsep diatas, maka dapatlah dirumuskan pembelajaran kimia pada pendekatan kontekstual.
32
H. Materi Kimia dengan Pembelajaran Kontekstual Pengalaman penulis dalam mengajar mata pelajaran kimia, bahasan Stoikiometri sering dianggap sulit bagi siswa. Bahasan ini sering disebut matematikanya kimia. Memang di dalamnya terkandung konsep-konsep kimia yang
juga
hitungan-hitungan
yang
memerlukan
keterampilan
berhitung
(matematika). Bagi siswa yang suka hitungan dan kurang suka teori atau hafalan, bahasan ini cukup disukai dan sebaliknya. Bagaimana mengajarkan konsepkonsep stoikiometeri ini agar kedua kelompok siswa tersebut sama-sama bisa menerima dan akhirnya kompeten ? Ada
beberapa
konsep
yang
dapat
disampaikan
dengan
praktikum/demonstrasi, seperti: 1. Menentukan Ar dan Mr dapat dengan praktikum 2. Hukum Kekekalan Massa (Lavoisier) 3. Hukum Perbandingan Tetap (Proust) 4. Menentukan pereaksi pembatas Insya Allah dapat kita coba, pada sesi praktikum Sedangkan konsep stoikiometeri yang lain, dapat menggunakan metode ceramah bervariasi (dengan alat Bantu Lactop, OHP, LCD) dan lebih banyak berlatih mengerjakan soal-soal pemahaman. Sementara itu, untuk bahasa Struktur Atom, semua konsepnya bersifat abstrak/tidak kasat mata. Oleh karena itu, pembelajarannya menuntut kreativitas guru untuk menggunakan metode yang mampu menjelaskan konsep-konsep abstrak tersebut menjadi mudah dipahami siswa. Pengalaman kami, dengan alat bantu seperti chart/model atau animasi, para siswa lebih mudah menerima konsep
33
tersebut. VCD pembelajaran yang dikembangkan oleh Pustekom Depdiknas juga salah satu pilihan yang baik. Kalau kita memiliki sarana internet dapat juga browsing dan men-down load sumber-sumber tentang struktur atom, cukup banyak tersedia. Semua ilmu adalah milik Allah, Sang Maha Pencipta. Kita hanya diberi kemampuan untuk memahami ilmu-Nya di dunia ini hanya sedikit sekali. Ibaratnya, hanya setetes air dari sekian banyak air di bumi ini. Sepandai apapun manusia, termasuk diri kita, mengaku diri kita pandai, tidak lebih setetes tadi ilmu yang dapat kita pelajari. Karena itu salah besar jika ada orang yang berani sombong lagi membanggakan diri, karena kepandaiannya di hadapan sesamanya, karena kesombongan hanyalah milik Sang Maha Kuasa. Karena sumber ilmu itu hanya satu, yaitu Yang Maha „Aliim, maka tidak benar juga jika masih ada yang mengkotak-kotak ilmu menjadi, misalnya, ilmu agama dan ilmu umum; ilmu Islam dan ilmu bukan Islam. Termasuk juga juga ilmu kimia. Kimia juga termasuk ilmu Islam, karena itu bagaimana kita mampu mengajar kimia, sehingga siswa kita setelah belajar kimia semakin mantap keyakinannya akan kebenaran Islam. Misalnya, dalam segelas air putih. Materi berwujud cair, jernih dan kita perlukan setiap hari ini ternyata di dalamnya terdapat struktur partikel yang demikian luar biasa teraturnya. Ikatan antara 2 atom H dan 1 atom O membentuk molekul H2O dan kumpulan molekul H2O yang demikian banyak. Betapa hebatnya yang mampu menyusun materi sedemikian rapinya. Atau contoh lain, kesetiaan
dan
keteraturan
electron
mengelilingi
inti,
tanpa
ada
yang
mengendalikan dan tidak pernah berhenti. Materi yang demikian kecilnya, sampai
34
mata kita dengan alat bantu seteliti apapun tidak mampu melihatnya itu, memiliki keteraturan yang sedemikian luar biasa. Betapa Maha Luar Biasa yang menciptakan system inti atom dan electron tersebut. Dan sebagainya.
I. Langkah-langkah Penerapan kontekstual pada Pembelajaran Kimia Untuk memahami bagaimana mengaplikasikan kontekstual dalam proses pembelajaran kimia, guru melakukan langkah-langkah pembelajaran dibawah ini : a. Pendahuluan 1. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses
pembelajaran
dan pentingnya materi pelajaran yang akan
dipelajari. 2. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual : 3. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa Guru memperagakan suatu contoh yang bisa ditiru oleh siswa Siswa mengamati dan mencatat berbagai hal yang ditemukan kemudian Menghubungkan dunia nyata atau dalam kehidupan sehari-hari 4. Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa b. Inti 1. Siswa mendiskusikan hasil pengamatan mareka sesuai dengan kelompoknya 2. Masing-masing siswa melaporakan hasil diskusi 3. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain
35
4. Siswa membangun dan menyusun pengetahuan baru melalui pengalaman 5. Siswa melakukan pemodelan 6. Refleksi c.Penutup Adalah evaluasi atau tes untuk dapat diketahui sebarapa jauh siswa telah mengusai materi pembelajaran
36
BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian dan pemahaman penulis sebagai guru kimia, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dalam melaksanakan proses pembelajaran terlebih dahulu perlu dianalisis tingkat kompleksitas bahan ajar, dan diurutkan sesuai tingkat kesulitan atau rumitnya materi itu kemudian : a. Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (ranah kognetif, afektif, dan psikomotoriknya). b. Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran. c. Memilih memilih metode dan model-model pembelajaran yang sesuai dengan Standart Kompetensi dan Kompetensi Dasar 2. Dalam meyampaikan materi pembelajaran harus memperhatikan cakupan atau ruang lingkup materi yang mengambarkan berapa banyak materi yang dimasukkan dalam materi pembelajaran dan urutan materi pembelajaran dalam menyampaiakan materi secara urut sehingga siswa punya dasar pengetahuan untuk mempelajari materi berikutnya. 3. Dalam mempermudah pemahaman siswa dalam pembelajaran perlu adanya identifikasi materi pembelajaran apakah materi tersebut sudah sesuai dengan pendekatan kontekstual dan strategi penyampaian materi kepada siswa sehingga dengan pendekatan yang dipilih oleh guru yang tepat, maka siswa akan mudah dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru.
37
B. Rekomendasi Berdasarkan hasil kajian karya ilmiah ini, disampaikan saran-saran berikut : 1. Dalam proses pembelajaran hendaknya seorang guru untuk mendukung keberhasilan belajar siswa secara keseluruhan, sehingga memudahkan siswa untuk memahami pembelajaran, memotivasi belajar siswa, dan mempertinggi kualitas pembelajaran. 2. Pembelajaran hendaknya melibatkan siswa secara lebih aktif, sehingga memungkinkan siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, seperti mengamati,
mengalami,
melakukan
praktikum,
percobaan,
mendemonstrasikan dan lain-lain. 3. Guru hendaknya mempunyai dan menerapkan strategi, pendekatan kontekstul maupun metode pembelajaran yang interaktif dan variatif sehinggga motivasi siswa akan terbangun sehingga siswa akan dengan mudah memerima materi yang disampaikan oleh guru. 4. Dalam penyampaian materi yang akan diajarkan dikelas guru perlu menyaikan tujuan yang akan dicapai setelah pembelajaran, sehingga akan terarah dan tepat serta siswa mudah dalam menerima materi.
38
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Prof,Dr, Dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Danim, Sudarwan,2006 Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan , Cet. I; Bandung : Pustaka Setia Hamalik, Oemar, Prof, Dr. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Hasibuan, J.J, Drs, Dip.Ed &Moedjiono, Drs. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Hamalik, Oemar, 2004. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan sistem, Cet. III PT. Bumi Aksara. Mulyasa, E, Dr, M.Pd. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Majid, Abdul, S.Ag, M.Pd. 2006. Perencanaan Pembelajaran MengembangkanStandar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosda karya Sardiman ,A Arief, S dkk, 2005. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan danPeman faatannya, Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada. Sanjaya, Wina,2006 Strategi Pembelajaran Berorintasi Standar Proses Pendidikan Jakarta, Kencana Prenada Media. Sardiman, A.M. 1996Interaksi dan motivasi belajar mengajar, Cet. IV; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Siagian,Sondang, P 1996Manajemen Sumber Daya Manusia, Cet. IV, Jakarta Bumi Aksara. ---------.1996. Fungsi-fungsi Manajrial, Cet. III.; Jakarta : Bumi Aksara. --------- . 1997. Teori Pengembangan Organisasi, Cet.II; Jakarta : Bumi Aksara.Slameto.1995Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Cet. III ; Jakarta PT. Rineka Cipta. Supriono, R.A.2000.Sistem Pengendalian Manajemen I. Cet. I Yokyakarta : BPFF.
39
Swastha, DH. Basu, 2000. Asas-Asas Manajemen Modern, Cet. III ; Yogyakarta Liberty. Sudjana, S, Prof, H.D, S.Pd, M.Ed, PhD. 2005. Metoda & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production Silberman, L, Melvin. 2006. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusa Media Tafsir, Ahmad, DR. 2004. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Terry, George, R. 2002 Prinsip-Prinsip Manajemen : diterjamahkan oleh Smith, J. DFM Dengan Judul Asli : Guede to Manajement Cet. VI ; Jakarta : PT Bumi Aksara. Tiro, Muhammad Arif 2002 Analisis Korelasi dan regresi Edisi Kedua , Makassar State University of Makassar Press. ---------- . 2004 Dasar-dasar Statistika, Cet. IV, Makassar, State University Of Makassar Press. Tilaar, H.A.R.2002.Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Cet. I ; Jakarta : Reneka Cipta. Uno, B, Hamzah, Prof, Dr, M.Pd. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan efektif. Jakarta: Bumi Aksara Winardi, J.2002 Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, Cet. I; Jakarta PT RajaGrafindo Persada. Yamin, Martinis, Drs, H, M.pd. 2006. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gaung Persada Press
40