e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
PENERAPAN NUMBERED HEAD TOGETHER BERBANTUAN MEDIA KARTU ANGKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL LAMBANG BILANGAN ANAK Putu Desy Wulandari1, I Nyoman Wirya2, Luh Ayu Tirtayani3 1,2,3
JurusanPG PAUD, Fakultas Ilmu pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected];
[email protected];
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan mengenal lambang bilangan setelah diterapkan model pembelajaran Numbered Head Together berbantuan media kartu angka. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 15 anak kelompok B2 semester genap di TK Saiwa Dharma Tahun Pelajaran 2013/2014. Data penelitian tentang kemampuan mengenal lambang bilangan dikumpulkan menggunakan metode observasi dengan instrumen berupa lembar observasi. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor kemampuan mengenal lambang bilangan pada anak kelompok B2 setelah diterapkan model pembelajaran Numbered Head Together berbantuan media kartu angka pada siklus I sebesar 72,3% yang berada pada katagori sedang kemudian pada siklus II menjadi 82,65% tergolong pada katagori tinggi. Jadi terjadi peningkatan kemampuan mengenal lambang bilangan anak setelah diterapkan model pembelajaran Numbered Head Together berbantuan media kartu angka sebesar 10,35%. Kata kunci: model pembelajaran Numbered Head Together, media kartu angka, kemampuan mengenal lambang bilangan Abstract This research aims at investigating the improvement of recognizing number symbols through the implementation of Numbered Head Together learning model supported by number cards as the media. This research was a classroom action research which conducted in two cycles. The subjects of the study were 15 kindergarten students in group B2 at the second semester in the academic year of 2013/2014. The data was collected by using observation method. The instrument used was observation form. The data was collected and analyzed by using descriptive statistical analysis and quantitative descriptive. The results of the data analysis showed that the average score of students’ abilities to recognize numbers in group B2 increased after implementing Numbered Head Together learning model supported by number cards as the media as many as 72,3% at the first cycle and was categorized as moderate category. At the second cycle it increased into 82,65% and was categorized as high category. It could be concluded, that there is an improvement the ability of recognizing number symbols after the implementation of Numbered Head Together learning model supported by number cards as the media as many as 10,35%. Keywords: Numbered Head Together learning model, the media number cards, ability to recognize numbers
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) PENDAHULUAN Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat penting, karena di usia ini sangat menentukan perkembangan dan arah masa depan seorang anak. Di usia inilah anakanak harus membentuk kesiapan dirinya menghadapi masa sekolah dan masa depan. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa, Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Jadi pendidikan anak usia dini merupakan dasar dari pendidikan anak yang sangat menentukan bagi perkembangan dan pertumbuhan anak selanjutnya. Dalam mengembangkan seluruh aspek-aspek perkembangan anak di PAUD diperlukan berbagai fasilitas yaitu sarana dan prasarana yang memadai agar perkembangan anak dapat berkembang secara optimal, seperti media, alat peraga, ruang kelas, serta alat-alat bermain diluar kelas yang memadai. Selain itu proses pembelajaran dikelas anak usia dini tidak terlepas dari bagaimana peran guru dalam menciptakan suasana belajar, strategi pembelajaran, dan model pembelajaran yang digunakan agar terciptanya suasana PAKEM (Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Dengan demikian, guru harus mampu mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak didiknya agar berkembang dengan optimal dalam proses pembelajaran dimana dalam pembelajaran di PAUD sering disebut dengan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. Berdasarkan hasil observasi pada kelompok B2 di TK Saiwa Dharma tanggal 14 Januari 2014, peneliti menemukan kegiatan pembelajaran yang berlangsung masih belum maksimal yang dikarenakan masih minimnya kemampuan guru dalam menerapkan metode dan media pembelajaran yang baru serta inovatif untuk
mengasah aspek-aspek perkembangan anak usia dini khususnya pada aspek pengembangan kognitif dalam kegiatan pembelajaran. Metode yang sering digunakan guru dalam proses pembelajaran yaitu metode bermain, metode pemberian tugas dan metode bercerita. Sementara itu sistem pembelajaran dikelas yang digunakan adalah sistem area.Saat proses pembelajaran banyak anak kurang tertarik ke area matematika sehingga jika anak yang sudah selesai mengerjakan kegiatan di area lain gurulah mengarahkan anak tersebut untuk ke area matematika dan dibimbing dalam mengerjakan tugasnya.Berdasarkan permasalahan diatas, untuk meningkatkan konsep mengenal lambang bilangan pada anak perlu dilakukan suatu model pembelajaran dan media yang menarik untuk anak. Trianto (2007:7) menyatakan bahwa, “model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelompok B2 di TK Saiwa Dharma pada tanggal 14 Januari 2014, kemampuan kognitif anak dalam mengenal lambang bilangan masih belum maksimal karena beberapa anak masih tidak paham kaitan antara bilangan dengan lambang bilangan. Hambatan yang dihadapi guru saat mengajar yaitu sulitnya menerapkan metode pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran dan media yang menarik untuk anak serta guru tersebut hanya mengajar sendiri dengan jumlah anak 15 orang. Guru biasanya menggunakan metode-metode pembelajaran yang sudah biasa digunakan (metode pemberian tugas, bermain dan bercerita) dengan media-media yang sudah lama kepada anak. Oleh karena itu guru hanya memperhatikan dan memberikan stimulasi hanya kepada anak yang aktif. Sementara anak yang tidak aktif dibiarkan begitu saja. Keterbatasan waktu dalam proses pembelajaran dan mengajar hanya
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) sendiri membuat guru mengalami kesulitan untuk memberikan perhatian dan stimulasi kepada anak yang belum paham dengan lambang bilangan. Berdasarkan permasalahan diatas, untuk meningkatkan konsep mengenal lambang bilangan pada anak perlu dilakukan suatu model pembelajaran dan media yang menarik untuk anak. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif. Yamin & Sanan (2012:43) menyatakan bahwa, “model pembelajaran kooperatif adalah salah satu jenis pembelajaran dari kelompok model pembelajaran sosial, model pembelajaran ini mengutamakan kerjasama antara peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan untuk mengembangkan kemampuan mengenal lambang bilangan adalah model pembelajaran Numbered Head Together. Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan banyak anak dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Kagen menyatakan bahwa teknikini memberikan kesempatan kepada anak untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong anak untuk meningkatkan kerjasama mereka (Trianto, 2007 : 62). Model pembelajaran ini merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk membuat anak lebih aktif sehingga dapat bekerja sama dan selalu siap untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan oleh guru. Pada saat mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT yaitu penomoran (guru membagi anak ke dalam kelompok 35 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5), mengajukan pertanyaan (guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada anak. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat Tanya), berfikir bersama (anak menyatukan pendapatnya terhadap
jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim) dan menjawab (guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian anak yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas) (Trianto, 2007:62). Dengan menerapkan model pembelajaran ini, semua anak akan menjadi aktif. Teori belajar yang melandasi model pembelajaran ini adalah teori belajar sosial dan teori belajar kontruktivisme. Teori belajar Vygotsky merupakan salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu interaksi antar anak dengan anak dan antara anak dengan guru, dalam usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah (Yohanes, 2010:134). Dalam teori ini terlihat bahwa anak-anak secara tidak langsung berlatih untuk saling berbagi informasi dan bekerjasama dalam bentuk diskusi antar kelompok sehingga hal inilah yang dapat mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Lebih lanjut, istilah kontruktivisme mengacu pada penekanan bahwa anak “menyusun” (constructing) pengertian mereka sendiri tentang dunia, perspektif mereka sendiri tentang permasalahan penting, profesiona-lisme mereka sendiri dalam suatu bidang dan identitas mereka sendiri senagai orang belajar (Wiryokusumo, 2009:165). Model pembelajaran ini dapat membuat anak menjadi aktif untuk mengembangkan pengetahuannya dengan mencari sendiri jawaban dari masalah yang diberikan oleh guru serta dapat menstimulus anak dalam berpikir secara kreatif dan disiplin. Selain model pembelajaran Numbered Head Together (NHT), penggunaan media juga penting dalam meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal lambang bilangan. Anak usia dini membutuhkan media yang dapat menarik perhatian sehingga anak mampu berpikir secara konkret. Djamarah & Zain (2006:120) menyatakan bahwa kata “media” berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang secara harfiah berarti
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
“peratara atau pengantar”. Yamin & Sanan (2012:18) menyatakan bahwa “pembelajaran adalah suatu proses membangun situasi serta kondisi belajar melalui penataan pelaksanaan komponen tujuan pembelajaran, materi, metode, kondisi, media, waktu, dan evaluasi yang tujuannya adalah pencapaian hasil belajar anak”. Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat anak serta pada akhirnya dapat menjadikan anak melakukan kegiatan belajar. Salah satu media yang dapat mengembangkan kemampuan anak dalam mengenal lambang bilangan yaitu media kartu angka. Depdikbud menyatakan bahwa kartu angka adalah kartu yang digunakan untuk mengetahui suatu angka dan benda (Sefiani, 2012). Media ini bukanlah media yang baru di TK, namun media ini dapat merangsang anak lebih cepat mengenal angka, membuat minat anak semakin menguat dalam menguasai konsep bilangan, serta merangsang kecerdasan dan ingatan anak. Kartu angka yang disertai gambar adalah media visual dua dimensi pada bidang yang tidak transparan, yang dapat digunakan untuk mempermudah anak memahami informasi yang terkandung dalam gambar yang disertai angka. Dengan demikian media kartu angka berdampak positif terhadap upaya meningkatakan kemampuan operasi bilangan (1-20) pada anak (Septiyana, 2012:27). Kemampuan mengenal lambang bilangan merupakan salah satu kemampuan dari aspek perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif adalah perkembangan dari pikiran.Pandangan Piaget (dalam Djiwandono, 2004:73), “perkembangan kognitif adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan system nervous dan pengalamn-pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya”. Piaget (dalam Yamin & Sanan, 2012:114) meyakini bahwa manusia dalam hidupnya melalui empat tahap perkembangan kognitif empat tahap perkembangan kognitif itu adalah sensorimotor, tahap praoperasional, tahap
operasional konkret dan tahap operasional formal. Pada bagian ini tahapan perkembangan kognitif yang dijelaskan khusus perkembangan kognitif untuk dua tahapan saja, yaitu tahap sensorimotor (0-2 tahun) dan tahap praoperasional (2-7 tahun). Pada tahap sensorimotor, anak belajar untuk mengetahui dunianya hanya mengandalkan indera yaitu melalui meraba, membau, melihat, mendengar dan merasakan. Sedangkan tahap praoperasional berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif menurut Winarto (2011) yaitu fisik, kematangan, pengaruh sosial dan proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi. Mengenal konsep bilangan merupakan salah satu kegiatan dalam mengenal lambang bilangan. Kegiatan pembelajaran di PAUD disusun berdasarkan pada suatu program kegiatan yang meliputi bidang-bidang pengembangan, antara lain bidang pengembangan kognitif yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak untuk dapat mengolah perolehan belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah, membantu anak mengembangkan kemampuan logika matematis dan pengetahuan akan ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan untuk memilahmilah, mengelompokkan, serta mempersiapkan kemampuan berpikir secara teliti (Permendikas No. 58 tahun 2009). Dalam pengembangan kognitif yang ada di PAUD sesuai kompetensi dasar bahwa anak dapat mengenal konsepkonsep matematika sederhana dengan hasil belajar anak bila mengenal bilangan. Menurut Depdiknas (2007 : 6) “lambang merupakan visualisasi dari berbagai konsep. Misalnya lambang 7 untuk menggambarkan konsep bilangan tujuh, merah untuk menggambarkan konsep
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) warna, besar untuk menggambarkan konsep ruang dan persegi empat untuk menggambarkan konsep bentuk”. Pengenalan konsep bilangan merupakan hal yang paling dasar pada pembelajaran matematika. Sebelum seseorang dapat mengenal konsep maka ia tidak dapat melanjutkan kemampuan yang lainnya, misalnya berhitung penjumlahan yang nantinya sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Mengenal konsep bilangan maksudnya mengetahui kuantitas sesuatu antara lain 1 lebih kecil dari 2, atau 2 lebih besar dari 1. Selain mengetahui konsep, anak juga harus mengetahui lambang bilangannya (Novalina, 2012:16). Mengingat pentingnya bilangan dalam kehidupan manusia, makapengetahuan tentang lambang bilangan perlu dikenalkan kepada anak sedini mungkin, dengan cara dan kaidah yang benar. Sebagai anak usia dini tentunya diharapkan agar benar-benar memahami bilangan (number), dan lambang bilangan (numeral), guna meningkatkan kemampuan anak terutama pada bidang pengembangan kognitif. Mengenalkan lambang bilangan pada anak usia dini tidak dapat dilakukan dengan asal dan tergesa-gesa, tetapi harus dilakukan secara bertahap mulai dari yang termudah sampai dengan yang tersulit, yaitu mulai dari mengenal konsep bilangan, menghubungkan konsep ke lambang bilangan dan mengenal lambang bilangan. Melalui tahapan yang benar, maka diharapkan anak dapat mengenal bilangan yang mudah (Apriliani, 2013 : 22). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan mengenal lambang bilangan pada anak kelompok B2 semester genap tahun pelajaran 2013/2014 di TK Saiwa Dharma Singaraja setelah menerapkan model pembelajaran Numbered Head Together berbantuan media kartu angka. METODE Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014 di TK Saiwa Dharma Singaraja. Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B2 yang berjumlah 15 orang dengan 8 orang perempuan dan 7 orang laki-laki. Jenis
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK).Agung (2010:2) menyatakan bahwa “PTK sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktek pembelajaran dikelas secara lebih professional”. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar anak menjadi meningkat (Wardhani dan Wihardit, 2009: 4). Fokus penelitian adalah kemampuan mengenal lambang bilangan melalui penerapan model pembelajaran Numbered Head Together berbantuan media kartu angkapada anak. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan tindakan pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Dalam tahap perencanantindakan yang dilaksanakan meliputi: menyusun peta konsep, menyusun rencana kegiatan mingguan (RKM), rencana kegiatan harian (RKH), mempersiapkan alat atau media yang digunakan yaitu media kartu angka, mempersiapkan instrument penilaian yaitu lembar observasi. Pada tahap pelaksanaan, guru dan anak didik melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together berbantuan media katu angka yang berpedoman pada RKH yang telah disusun sebelumnya. Tahap pengamatan yang dilakukan yaitu pengumpulan data sesuai dengan satuan kegiatan yang telah dibuat seperti mengamati, mencatat, mengevaluasi dan mendokumentasikan hal–hal penting yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Tahap refleksi dilakukan untuk mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang telah dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode observasi. Menurut Agung (2012:68) “metode observasi adalah suatu cara memperoleh atau mengumpulkan data yang dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu objek tertentu”.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
Tabel 1.Pedoman Konversi PAP Skala Lima tentang Kemampuan Mengenal Lambang Bilangan Kriteria Kemampuan Presentase Mengenal Lambang Bilangan 90-100 Sangat Tinggi 80-89 Tinggi 65-79 Sedang 55-64 Rendah 0-54 Sangat Rendah (Agung, 2010:12) HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 3 Maret 2014 sampai 5 April 2014 dalam dua siklus dimana masing-masing siklus terdiri dari 20 kali pertemuan, yaitu lima belas kali pelaksanaan tindakan dan
lima kali pertemuan untuk melaksanakan penilaian terhadap kemampuan mengenal lambang bilangan pada anak. Siklus I menunjukkan hasil modus = 13, median = 14 dan mean = 14,46. Apabila hasil tersebut divisualisasikan ke dalam bentuk grafik polygon maka akan tampak seperti gambar 1. 6 frekuensi
Dalam penelitian ini, metode obsevasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan mengenal lambang bilangan, yang dilaksanakan pada saat proses belajar berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together berbantuan media kartu angka.Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan dua metode yaitu, metode analisis statistik deskriptif dan metode deskriptif kuantitatif. Agung (2010:76) menyatakan bahwa “Metode analisis statistik deskriptif ialah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistic desktiptif seperti: distribusi frekuensi, grafik, angka rata-rata, median, modus, mean, untuk menggambarkan suatu objek/variabel tertentu, sehingga diperoleh kesimpulan umum”. Sedangkan metode analisis deskriptif kuantitatif menurut Agung, (2010:76) ialah “suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau presentase, mengenai objek yang diteliti, sehingga diperoleh kesimpulan umum”. Metode ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya kemampuan bahasa lisan anak yang dikonversikan kedalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima.
5 4 3 2 1 0 12
13
14
15
16
17
18 skor
Gambar 1. Grafik Kemampuan Mengenal Lambang Bilangan Berdasarkan perhitungan dari grafik polygon diatas terlihat Mo, Me, M, dengan Mo< Me <M(13<14 <14,46), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data kemampuan mengenal bilangan pada siklus I merupakan kurva juling positif. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa skor kemampuan mengenal lambang bilangan anak kelompok B2di TK Saiwa Dharma Singaraja cenderung rendah. Untuk menentukan tinggi rendahnya kemampuan mengenal lambang bilangan anak pada siklus I, maka dapat dihitung dengan membandingkan rata-rata persen (M%) dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Nilai M% = 72,32 yang dikonversikan ke dalam PAP skala lima berada pada tingkat penguasaaan 6579% yang berarti bahwa hasil kemampuan mengenal lambang bilangan pada siklus I berada pada kriteria sedang. Pada penelitian yang telah dilaksanakan, ditemukan kendala-kendala yaitu, pada pertemuan awal anak masih terlihat bingung dengan langkah-langkah model pembelajaran Numbered Head Together yang diterapkan oleh guru karena
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) model pembelajaran Numbered Head Together belum pernah diterapkan oleh guru di kelas namun pada pertemuan selanjutnya beberapa anak sudah mulai mengerti dengan langkah-langkah model pembelajaran Numbered Head Together dan beberapa anak belum mengerti sehingga mereka pasif pada saat kegiatan berlangsung. Anak juga masih belum terbiasa untuk berdiskusi. Selain itu, beberapa anak juga terlihat masih ada kurang aktif dalam mengikuti kegiatan. Mengatasi kendala yang terjadi maka solusi yang dilakukan adalah memberikan nilai bintang kepada kelompok yang lebih dulu menjawab dengan benar dan cepat, namun nilai kelompok ini tidak masuk ke dalam nilai individu dalam penilaian kemampuan mengenal lambang bilangan. Penilaian kelompok ini hanya sebagai motivasi dan reward kepada anak sehingga anak mau untuk berdiskusi bersama anggota kelompoknya. Serta pada pemberian topi nomor kepala diberikan warna yang berbeda-beda antar kelompok sehingga anak lebih fokus berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Hasil analisis siklus II menunjukkan modus = 18, median = 17 dan mean = 16,53. Apabila hasil tersebut divisualisasikan ke dalam bentuk grafik polygon maka akan tampak seperti gambar 2. 6
frekuensi
5 4 3 2 1 0 13
14
15
16
17
18
19 20 skor
Gambar 2. Grafik Kemampuan Mengenal Lambang Bilangan Siklus II Berdasarkan perhitungan dari grafik polygon diatas terlihat Mo, Me, M, dengan Mo> Me >M(18>17>16,53), sehingga dapat
disimpulkan bahwa sebaran data kemampuan mengenal bilangan pada siklus II merupakan kurva juling negatif. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa skor kemampuan mengenal lambang bilangan anak kelompok B2 di TK Saiwa Dharma Singaraja cenderung tinggi. Untuk menentukan tinggi rendahnya kemampuan mengenal lambang bilangan anak pada siklus II, maka dapat dihitung dengan membandingkan rata-rata persen (M%) dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Nilai M% = 82,65 yang dikonversikan ke dalam PAP skala lima berada pada tingkat penguasaaan 80-89% yang berarti bahwa hasil kemampuan mengenal lambang bilangan pada siklus II berada pada kriteria tinggi. Data yang telah diperoleh pada siklus I dan II diolah dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis deskiptif kuantitatif.Hasil analisis menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I rata-rata skor kemampuan mengenal lambang bilangan anak adalah 72,32% kemudian pada siklus II meningkat menjadi 82,65%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata persentase kemampuan mengenal lambang bilangan anak dari siklus I ke siklus II sebesar 10,35%. Melalui perbaikan proses pelaksanaan tindakan pada siklus I, terjadi peningkatan pada proses pelaksanaan tindakan siklus II. Proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan oleh peneliti, sehingga kemampuan mengenal lambang bilangan anak dapat meningkat. Hasil analisis data membuktikan pemberian tindakan model pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan kemampuan mengenal lambang bilangan pada anak. Model pembelajaran Numbered Head Together ini adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi anak dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik (Herdian dalam Sulistiyowati, 2012). Model pembelajaran ini dikembangkan untuk membuat anak lebih aktif sehingga dapat bekerja sama dan selalu siap untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) yang diberikan oleh guru. Saat model pembelajaran ini di terapkan di dalam kelas terlihat anak menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran dan juga dapat bekerjasama dengan temannya dalam memecahkan jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh guru. Anak-anaklah yang aktif untuk mengembangkan pengetahuannya dengan mencari sendiri jawaban dari masalah yang diberikan oleh guru dimana hal ini termasuk dalam teori belajar kontruktivisme. Dalam meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal lambang bilangan, model pembelajaran ini dapat mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan juga menekankan pada aspek sosial dalam pembelajaran sesuai dengan teori belajar sosial. Pada saat anak melakukan diskusi dengan anggota kelompoknya, disana anak juga mengembangkan aspek sosialnya. Anak secara tidak langsung berlatih untuk saling berbagi informasi dan bekerjasama dalam bentuk diskusi antar kelompok sehingga hal inilah yang dapat mempengaruhi pola interaksi anak. Anak yang lebih dulu mengetahui jawaban dari guru, dapat mengajari anggota kelompoknya yang belum tahu. Sehingga percakapan dan kerjasama antar anak tersebut dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengenal lambang bilangan. Penerapan model pembelajaran Numbered Head Together dengan dibantu media kartu angka dapat meningkatkan kemampuan mengenal lambang bilangan pada anak. Dalam Depdikbud (Sefiani, 2012) pengertian kartu angka adalah kartu yang digunakan untuk mengetahui suatu angka dan benda. Karena media kartu angka ini merupakan media visual jadi media kartu angka ini dapat merangsang kecerdasan dan ingatan anak dalam memahami lambang bilangan. Sesuai dengan teori Piaget yang mengatakan bahwa anak pada usia 2-7 tahun berada pada tahap praoperasional (praoperational stage), sehingga anak belajar memahami konsep dari gambar-gambar atau benda yang ada di sekitar (Dhieni, 2007:2.15). Melalui media kartu angka ini, anak lebih mudah dalam mengenal, mengetahui dan mengingat lambang bilangan.
Dalam pelaksanaan tindakan dari siklus I ke siklus II kemampuan mengenal lambang bilangan pada anak mengalami peningkatan dari kriteria sedang ke kriteria tinggi. Kendala-kendala yang ditemukan saat penelitian ini dilaksanakan yakni pada pertemuan awal, anak masih terlihat bingung dengan model pembelajaran Numbered Head Together yang diterapkan oleh guru karena model pembelajaran Numbered Head Together belum pernah diterapkan oleh guru di kelas, namun pada pertemuan selanjutnya beberapa anak sudah mulai mengerti dengan model pembelajaran Numbered Head Together dan beberapa anak belum mengerti sehingga mereka pasif pada saat kegiatan berlangsung. Kendala lain yang ditemukan yaitu anak juga masih belum terbiasa untuk berdiskusi. Hal tersebut telah ditindak lanjuti dengan memberikan nilai bintang kepada kelompok yang lebih dulu menjawab dengan benar dan cepat, namun nilai kelompok ini tidak masuk ke dalam penilaian kemampuan mengenal lambang bilangan. Penilaian kemampuan mengenal lambang bilangan hanya diberikan kepada individu dan penilaian kelompok ini hanya sebagai motivasi dan reward kepada anak sehingga anak mau untuk berdiskusi bersama anggota kelompoknya. Sesuai dengan pendapat Trianto (2007 : 62) yang menyatakan bahwa model pembelajaran Numbered Head Together ini mendorong anak untuk meningkatkan kerjasama mereka. Jadi lewat berdiskusilah anak dapat meningkatkan kerjasama antar kelompok. Anak diberikan kesempatan untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat sehingga dapat mendorong anak untuk meningkatkan kerjasama mereka. Selain itu, beberapa anak juga terlihat masih ada kurang aktif dalam mengikuti kegiatan. Hal tersebut telah ditindak lanjuti dengan memberian topi nomor kepala yang warnanya berbedabeda antar kelompok, sehingga anak lebih fokus berdiskusi dengan anggota kelompoknya Sesuai dengan keunggulan model pembelajaran ini menurut Gotama (2012:13) salah satunya yaitu anak menjadi aktif karena anak boleh memberikan
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) pendapat dan menukar pendapat sehingga anak aktif dalam belajar. Penelitian ini tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya karena adanya keterbatasan waktu yang diberikan oleh pihak sekolah dan juga mendekati akhir semester tahun pelajaran 2013/2014. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan mengenal lambang bilangan pada anak kelompok B2 di TK Saiwa Dharma setelah diterapkan model pembelajaran Numbered Head Together berbantuan media kartu angka. Peningkatan rata-rata persentase kemampuan mengenal lambang bilangan anak pada siklus I sebesar 72,3% yang berarti berada pada katagori sedangmengalami peningkatan pada siklus II menjadi 82,65% yang berada pada katagori tinggi. Jadi, terjadi peningkatan rata-rata persentase kemampuan mengenal lambang bilangan anak dari siklus I ke siklus II sebesar 10,35%. Berdasarkan simpulan di atas, maka ada beberapa hal yang dapat disarankan. Kepada guru disarankan agar mengoptimalkan kegiatan pembelajaran seperti model pembelajaran Numbered Head Together menggunakan kartu angka agar anak tertarik dan aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dikelas sehingga mampu mengembangkan kemampuan mengenal lambang bilangan pada anak. Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan seperti diskusi antar kelompok sehingga anak dapat saling berbagi informasi dan dapat membuat anak aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Kepada kepala TK disarankan agar dapat menjadi motor penggerak dalam perbaikan terhadap proses pembelajaran. Sehingga mampu memberikan pembinaan informasi tentang metode dan media pembelajaran yang menarik untuk diterapkan dalam proses pembelajaran agar mampu meningkatkan kreativitas anak dan perkembangan kemampuan anak. Kepada peneliti lain disarankan agar dapat melaksanakan PTK khususnya untuk meningkatkan kemampuan mengenal
lambang bilangan pada anak dengan menerapkan model pembelajaran Numbered Head Together berbantuan media kartu angka agar dapat membuat anak lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keterbatasan waktu menjadi permasalahan di siklus I dan II dari pihak sekolah sehingga penelitian ini tidak dapat dilanjutkan sampai memperoleh peningkatan sangat tinggi. Maka dari itu disarankan kepada peneliti lain agar bisa meneruskan penelitian ini sehingga mencapai hasil yang optimal. DAFTAR PUSTAKA Agung, A. A. Gede. 2010. Bahan Kuliah Statistika Deskriptif. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha. -------,
2012. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan Ganesha Singaraja.
Apriliani, Ni Wayan. 2013. Penerapan model Pembelajaran Numbered Head Together Berbantuan Media Dadu Untuk Meningkatkan Kemampuan Mengenal Konsep Bilangan pada Anak Kelompok A Semester II di TK Saraswati 1 Denpasar. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, FIP Undiksha. Depdiknas.
2007. Tentang Permainan Berhitung Permulaan di taman Kanak-Kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembina TK dan SD.
Dhieni,
Nurbiana. 2007. Pengembangan Cetakan ke-5. Universitas Terbuka.
Metode Bahasa. Jakarta:
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 2 No 1 Tahun 2014) pada http://digilib.ump.ac.id/files/disk1 /8/ jhptump-a-gilangsefi-374-2babii.pdf (diakses pada tanggal 25 Januari 2014).
Djamarah, Syaiful Bahri., Zain, Aswin. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Cetakan ke-3. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Djiwandono, S.E.W. 2004. Pendidikan. PT.Grasindo.
Psikologi Jakarta:
Gotama, I Made Toni. 2012. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas IV di SD Negeri 3 Blahbatuh, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar Tahun Pelajaran 2011/2014. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha. Novalina, Endang. 2012. Penggunaan Media Kartu Lambang Bilangan Pada Pembelajaran Matematika Anak Autis Kelas I SDLB Autisma Dian Amanah Ngaglik Sleman Yogyakarta. Tersedia pada http://eprints.uny.ac.id/7759/3/b ab%202%20%2008103249021.pdf (diakses pada tanggal 25 Januari 2014). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 tentangStandar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembina TK dan SD. Sefiani, Gilang. 2012. Upaya Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dalam Mengenal Penjumlahan Permulaan Melalui Media Kartu Angka Pada Anak Kelompok B TK Wisma Rahayu Tayem Timur Kecamatan Karangpucung Kabupaten Cilacap Semester Genap Tahun Ajaran 2011-2012. Tersedia
Septiyana,
Rezani. 2012. Peningkatan Kemampuan Operasi Bilangan (1-20) Melalui Media Kartu Angka Pada Kelompok B di TK Pertiwi 53 Geblag Bantul Yogyakarta. Tersedia pada http:// eprints.uny.ac.id/9732/3/BAB%2 0II.pdf (diakses pada tanggal 28 januari 2014)
Sulistiyowati, Eni. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dengan Media Konkret dalam Peningkatan Pembelajaran Pecahan Siswa Kelas V SDN 1 Waluyorejo. Tersedia pada http://portalgaruda. org/download_article.php?articl e=108485&val=4073 (diakses pada tanggal 28 januari 2014). Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Cetakan pertama. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Wardhani, IGAK., Wihardit, Kuswaya. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Cetakan Ke-9. Jakarta: Universitas Terbuka. Wiryokusumo, Iskandar. 2009. “Behaviorisme, Kognitivisme dan Konstruktivisme: Teori Belajar dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran”. Prospektus, Tahun VII, Nomor 2 (hlm 157-170). Yamin, Martinis., Sanan, Jamilah Sabri. 2012. Panduan PAUD Pendidikan Anak Usia Dini. Cetakan ke-1. Jambi: Referensi (GaungPersada Press Group).