Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT BERBANTUAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD N 1 MUNDEH KANGIN Komang Sudamayanto, I Wayan Darsana2, I Ketut Adnyana Putra3 1,2,3
Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe team game tournament siswa kelas V SD N 1 Mundeh Kangin. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus dan setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD N 1Mundeh Kangin sebanyak 30 siswa yang terdiri dari 13 laki-laki dan 17 perempuan. Data hasil belajar IPA dikumpulkan dengan menggunakan metode tes yang dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Hasil analisis hasil belajar IPA dengan model kooperatif tipe TGT dalam penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan pada siklus II. Hasil belajar IPA mencapai persentase rata – rata siklus I 72,17% (kriteria sedang) dan siklus II 79,00 % (kriteria tinggi). Ketuntasan klasikal pada siklus I 40%, siklus II mencapai ketuntasan 100%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe team game tournament dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD N 1 Mundeh Kangin. Kata kunci : Model Team Game Tournament, Media Gambar,Hasil Belajar IPA. Abstract This research aims to improve learning results of the study Science through the application of cooperative learning model of the type of team games tournament grade V SD N 1 Mundeh Kangin. This research is a research action class is done in two cyles and each cycle is composed of 3 meetings. The subject of this research is the grade V students SD N 1 Mundeh Kangin as many as 30 students comprising 13 male and 17 female. The result of the study data collected using science tests were analyzed by using a quantitative descriptive method. The result of data analysis science with the cooperative model type TGT in this study show that there is an increase in cycle II. The. Learning outcome science percentages average cyle I 72,17 % (medium criteria) and siklus II 79,0 (high criteria). Classical has been completed on cycle I of 40 %, cycle II reach has been completed of 100%. Thus it can be concluded that cooperative learning model type team games tournament can increase motivation and learning results science grade V students SD N 1 Mundeh Kangin. Keywords: the model team games tournament, media picture,the result of study Science.
PENDAHULUAN Dewasa ini persoalan pendidikan yang dialami bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan Sekolah Dasar. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan, mulai dari pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan sampai dengan peningkatan manajemen sekolah.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan pendidikan adalah pengadaan buku-buku pelajaran, proses pembelajaran, memberi subsidi berupa bantuan bagi anak sekolah yang kurang mampu, meningkatkan kualitas guru, pembaharuan kurikulum, serta usaha lainnya yang berkaitan dengan kualitas pendidikan. Namun dalam kenyataannya, pendidikan tidak akan dapat mencapai tujuan jika tidak ditunjang oleh semua pihak di sekolah. Dalam hal ini guru memiliki peran yang sangat penting karena tugas guru yang utama adalah mengajar, yaitu menyampaikan atau mentransfer ilmu kepada anak didiknya. Oleh karena itu seorang guru Sekolah Dasar ( SD ) dituntut untuk menguasai semua bidang studi. Namun hasil perolehan nilai beberapa mata pelajaran dalam kenyataannya masih ada yang belum memenuhi standar, tidak terkecuali untuk mata pelajaran IPA. Berdasarkan pengalaman peneliti hal ini diakibatkan oleh teknik mengajar yang masih relatif monoton dan minimnya pengguanaan media pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, guru masih menyampaikan materi dengan metode ceramah, tanya jawab dan tugas individu. Hal ini dilakukan karena terbatasnya pemahaman guru akan pengetahuan tentang pembelajaran yang inovatif, sehingga pembelajaran di kelas tidak berlangsung optimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil belajar semester ganjil pada tahun ajaran 2013/2014 pada mata pelajaran IPA masih dibawah standar ketuntasan 70. Persoalannya, bukan hanya kemampuan siswa yang rendah, namun perlu dikaji faktor yang paling mendasar yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa. Berdasarkan hal tersebut teridentifikasi masalah seperti ini; (1) rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas V SD N 1 Mundeh Kangin, (2) Strategi guru dalam membelajarkan siswa masih belum optimal, (3) Guru kurang menguasai model pembelajaran yang inovatif dan kreatif, (4) Minimnya pengguanaan media pembelajaran.Hal ini berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada tanggal 7 april 2014. Dengan adanya suasana belajar yang kondusif, menyenangkan dan
penggunaan media gambar akan meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA tentunya dengan menerapkan model-model pembelajaran yang sesuai. Salah satu model pembelajaran yang dapat membuat pembelajaran IPA menjadi efektif dan efisien serta menyenangkan adalah menggunakan model (TGT). Model pembelajaran TGT merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan. Kegiatan belajar dimulai dengan menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar, dan diberikan LKS. Apabila kelompok ada yang tidak bisa menjawab LKS yang diberikan, kelompok lain bertanggung jawab memberikan jawaban ataupun penjelasan sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru, setelah memastikan seluruh anggota kelompok memahami pelajaran diberikan permainan akademik yang nantinya akan diberikan suatu predikat tertentu bagi kelompok. Selain itu adapula beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam pembelajaran yaitu penguasaan bahan ajar, perhatian peserta didik pada bahan yang dipelajari dan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran serta media pembelajaran yang digunakan. Berdasarkan pengamatan peneliti, selama ini hasil belajar siswa dalam mata pembelajaran IPA di SD Negeri 1 Mundeh Kangin di kelas V, 65% dari jumlah siswa mendapatkan nilai ulangan 65,00 kebawah. Ada dugaan bahwa rendahnya partisipasi dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran dipengarui oleh model pembelajaran yang digunakan, sehingga menyebabkan hasil belajar siswa belum mencapai nilai kriteria ketuntasan minimum yaitu 70,00. Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan upaya penelitian yang bertujuan untuk membuktikan bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT Berbantuan Media Gambar yang digunakan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD N 1 Mundeh Kangin. Data awal tentang hasil belajar pernapasan manusia yang didapat dari
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
guru menunjukkan bahwa dari 30 siswa 18 orang siswa mendapat nilai di bawah 75,00 dan hanya 12 orang siswa dinyatakan tuntas. Dengan kata lain ketuntasan belajar siswa hanya mencapai 60% dengan ratarata skor hasil belajar 67,54%. Berdasarkan kesulitan pembelajaran yang dialami guru dan siswa, peneliti mendiskusikan permasalahan tersebut dengan wali kelas V. Untuk memperbaiki kesulitan pembelajaran yang dialami oleh guru dan siswa, maka diadakan perbaikan pola pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar IPA dengan menerapkan model pembelajaran TGT. Pembelajaran TGT ini dipilih karena sampai saat ini, pelaksanaan pembelajaran di kelas masih didominasi oleh guru sebagai utama pengetahuan, sehingga siswa mayoritas menjadi pendengar saja. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan siswa. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan lebih banyak peran siswa. Salah satu yang dapat memberdayakan siswa adalah dengan pembelajaran team game tournament. Model pembelajaran TGT merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan. (Riyanto,2010:270), selain itu model pembelajaran TGT adalah tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok – kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan , jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda ( Rusman,2010:224 ). Menurut Saco ( dalam Rusman ,2010 ), dalam TGT siswa mempermainkan permainan – permainan dengan anggotaanggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing – masing. Permainan dapat disusun guru dalm bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok . Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan – pertanyaan yang ditulis pada kartu – kartu yang diberi angka. Slavin ( 2009:164 ) mengemukakan
bahwa dalam team game tournament ( TGT ) setiap tim beranggotakan 4-5 orang yang memiliki kemampuan yang setara atas dasar hasil tes minggu sebelumnya. Siswa yang berprestasi paling rendah pada setiap kelompok mempunyai peluang yang sama untuk memperoleh poin bagi timnya sebagai siswa yang berprestasi tinggi. Meskipun keanggotaan tim tetap sama, tetapi tiga orang yang mewakili tim untuk bertanding dapat berubah berdasarkan penampilan dan prestasi masing – masing anggota. Sebagai contoh siswa yang berprestasi rendah yang sebelumnya bertanding melawan siswa yang kemampuannya setara dapat bertanding melawwan siswa yang berprestasi lebuh tinggi ketika mereka menjadi lebih mampu. Robert. E Salvin (2009:166) menyebutkan komponen – komponen TGT meliputi : (1) presentasi kelas ; (2) kelompok; (3) permainan ; (4) kompetisi ; (5) penghargaan kelompok. Kegiatan belajar dimulai dengan menempatkan siswa dalam kelompok- kelompok belajar yang dibentuk secara heterogen baik dari kemampuan, jenis kelamin, kemudian kelompok diberikan LKS. Saat mengerjakan LKS apabila ada kelompok yang tidak bisa menjawab LKS yang diberikan, kelompok lain bertanggung jawab memberikan jawaban ataupun penjelasan sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru, setelah memastikan seluruh anggota kelompok memahami pelajaran, diberikan permainan akademik dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran yang ditulis pada kartu-kartu yang berisi angka. Nantinya di akhir pembelajaran akan diberikan suatu predikat tertentu bagi kelompok (Sanjaya,2006:247). Adanya peningkatan hasil belajar yang diperolah siswa sebelum tindakan sampai hasil belajar setelah diadakan tindakan menunjukkan adanya peningkatan baik secara individu maupun secara klasikal. Hasil belajar setelah tindakan menunjukkan telah mencapai target yang ditentukan sebelumnya, oleh karena itu penelitian ini dihentikan. Hal ini menandakan bahwa dengan penerapan pembelajaran TGT mampu meningkatkan hasil belajar yang
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
berakibat pada meningkatnya motivasi belajar siswa. Model Pembelajaran TGT adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa pada dalam kelompok – kelompok belajar dengan pengelompokan heterogen, dengan tahapan belajar dalam kelompok, permainan, pertandingan, dan penghargaan. Pembelajaran TGT menyajikan suatu konsep dengan disertai belajar secara kelompok dan permainan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa belajar, relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar. Peran guru dalam menciptakan dan mengarahkan kegiatan pembelajaran sangat dominan sehingga kualitas dan keberhasilan kegiatan pembelajaran sering bergantung pada kreatifitas guru dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran. Kreatifitas dan kemampuan dalam pemilihan model pembelajaran merupakan kemampuan dan ketrampilan mendasar yang harus dimiliki guru. Hal ini didasari asumsi bahwa ketepatan guru dalam memilih model pembelajaran akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pemanfaatan pembelajaran TGT akan menciptakan ruang kelas yang didalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Penerapan pembelajaran TGT akan sangat membantu guru dalam PBM karena terdapat kerjasama diantara siswa dan memotivasi siswa untuk lebih menambah pengetahuan mereka dengan harapan pencapaian hasil belajar lebih optimal. Dalam pembelajaran TGT siswa dilatih untuk berpikir secara kritis dan menjadi siswa yang kreatif. Menurut Nurkancana (1990 : 11) hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai seseorang dalam kegiatan belajar selama kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai. Hasil belajar adalah kemampuan - kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana,2010:22). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada individu melalui proses interaksi dalam kegiatan belajar yang dapat
dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai. Menurut Winata Putra (1997; 191 ) tes hasil belajar adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil belajar (Winata Putra, 1997 : 1920) adalah sebagai berikut: (1) Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa – apa yang dipelajari dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku; (2) Tes hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar – benar mewakili bahan yang telah dipelajari; (3) Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuikan dengan aspek – aspek tingkat belajar yang diharapkan; (4) Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Nasution( 1982 : 6 ) menyatakan bahwa belajar mengajar adalah suatu proses yang rumit karena tidak sekedar menyerap informasi dari guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan , terutama bila diinginkan hasil yang lebih baik . Menurut Bloom (Benny,2009:16) tipe hasil belajar bidang kognitif terbagi menjadi 6 poin, yaitu tipe hasil belajar : (1 ) Pengetahuan hafalan ( Knowledge ), yaitu pengetahuan yang sifatnya faktual. Merupakan jembatan untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya; (2) Pemahaman ( konprehention ), kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep; (3) Penerapan ( aplikasi ), yaitu kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru, misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu; (4) Analisis, yaitu kesanggupan memecahkan, menguasai suatu intergritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur atau bagian yang mempunyai arti ; (5) Sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas; (6) Evaluasi, yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Menurut Hamalik (2006: 210) evaluasi adalah “Suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai (assess) keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu sistem pengajaran.” Dalam pendapatnya, Oemar Hamalik lebih menekankan pada tiga sisi yakni evaluasi merupakan proses secara terus menerus, sampai pelajaran berakhir, evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu, evaluasi menuntut alat ukur untuk mengumpulkan informasi guna mengambil keputusan. Pada intinya evaluasi dilakukan secara berkesinambungan serta perlu dilakukan umpan balik terhadap proses yang dilakukan. “Evaluasi hasil belajar bertujuan untuk mengetahui tercapai tidaknya kompetensi dasar yang telah ditetapkan, untuk mengetahui hasil belajar atau pembentukan kompetensi peserta didik” (Kunandar, 2007:37). Evaluasi hasil belajar dilakukan dengan penilaian kelas dan penilaian akhir sataun pendidikan dan sertifikasi. Guru perlu mengenal hasil belajar dan kemajuan belajar siswa yang telah diperoleh sebelumnya. Hal-hal yang ini perlu diketahui ialah penguasaan pelajaran, ketrampilan-ketrampilan belajar dan bekerja. Menurut Kunandar (2007: 38), ada beberapa alasan kenapa seorang guru atau pendidik perlu untuk melakukan evaluasi hasil belajar. Alasan-alasan tersebut adalah: Dengan evaluasi hasil belajar dapat diketahui apakah tujuan pendidikan sudah tercapai dengan baik dan untuk memperbaiki serta mengarahkan pelaksanaan proses belajar mengajar, kegiatan mengevaluasi terhadap hasil belajar merupakan salah satu ciri dari pendidik profesional, bila dilihat dari pendekatan kelembagaan, kegiatan pendidikan adalah merupakan kegiatan manajemen, yang meliputi kegiatan planing, programing, organizing, actuating, controling, dan evaluating. Roestiyah ( 2008 : 107 ) faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi : (1) Faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni faktor biologis dan faktor psikologis. Yang dapat dikategorikan
sebagai faktor biologis antara lain usia, kematangan, dan kesehatan sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat, dan kebiasaan belajar; (2) Faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua juga, yakni faktor manusia (human) dan faktor non manusia seperti alam benda, hewan dan lingkungan fisik. Pada dasarnya ciri-ciri perbuatan hasil belajar dapat diwujudkan dalam bentuk peningkatan pengetahuan baik dari segi kognitif, afektif, maupun dari segi psikomotor. Agung (2005:75) membagi ciri – ciri hasil belajar yaitu: “1 memiliki kepastian pengetahuan dan kecakapan intelektual, 2 adanya perbuatan prilaku afektif, sikap nilai-nilai dan apersepsi, 3 adanya perubahan perilaku psikomotor (jasmani).”Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam ciri-ciri belajar menyangkut tiga aspek, yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dewasa ini media dan sumber belajar dapat ditemukan dengan mudah. Sawah percobaan, kebun bibit, museum, surat kabar, televisi dapat ditemukan di dekat sekolah. Dimyati ( 2009: 36 ) menyatakan guru berperan penting dalam memanfaatkan media dan sumber belajar. Beberapa pertimbangan dalam pemanfaatan media dan sumber belajar adalah sebagai berikut : apakah media dan sumber belajar tersebut bermanfaat untuk mencapai sasaran belajar dan apakah isi pengetahuan yang ada pada media pembelajaran dapat dimanfaatkan untuk pokok bahasan tertentu ? Menurut Sardiman ( 2008: 2066 ) suatu media dikatakan baik apabila bersifat efisien dan efektif serta komunikatif. Efisien artinya memiliki daya guna ditinjau dari segi cara penggunaannya, waktu dan tempat. Suatu media dikatan efisien apabila penggunaannya mudah, dalam waktu yang singkat dapat mencakup isi yang luas, dan tempat yang diperlukan tidak terlalu luas. Penempatan media perlu diperhatikan ketepatannya agar dapat diamati dengan baik oleh seluruh siswa. Penggunaan media pembelajaran khususnya media gambar merupakan salah satu cara yang digunakan guru dalam
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran. Diharapkan dengan penggunaan media gambar tercipta interaksi edukatif antara siswa guru dan guru ( Suryosubroto,2002 : 43 ) Pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang mempelajari tentang lingkungan alam sekitar siswa. Menurut Wahyana ( 1994 : 292 ) IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala alam. Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa IPA adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. IPA merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. "Real Science is both product and process, inseparably Joint" (Agus. S. 2003: 11). IPA sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari IPA ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas. Pengertian IPA menurut Trowbridge and Bybee (1990) IPA merupakan representasi dari hubungan dinamis yang mencakup tiga faktor utama yaitu “the extant body of scientific knowledge, the values of science and the method and procecces of science” yang artinya sains merupakan produk dan proses, serta mengandung nilai-nilai. IPA adalah hasil interpretasi tentang dunia kealaman. IPA sebagai proses/metode penyelidikan meliputi cara berpikir, sikap dan langkahlangkah kegiatan scientis untuk untuk memperoleh produk-produk IPA, misalnya observasi, pengukuran, merumuskan,
menguji hipotesa, mengumpulkan data, bereksperimen dan prediksi. Oleh karena itu IPA harus dipandang sebagai cara berpikir untuk memahami alam, sebagai cara untuk melakukan penyelidikan dan sebagai kumpulan pengetahuan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh collete dan chiapetta (1994) “IPA harus dipandang sebagai suatu cara berfikir dalam pencarian tentang pengertian rahasia alam dan sebagai batang tubuh pengetahuan yang dihasilkan dari inquiry”. Dapat disimpulkan pada hakikatnya IPA merupakan kumpulan pengetahuan atau IPA sebagai produk ilmiah, cara atau jalan berfikir atau IPA sebagai produk ilmiah dan cara untuk penyelidikan atau IPA sebagai proses ilmiah. IPA merupakan mata pelajaran yang melibatkan siswa secara langsung untuk menemukan sendiri apa yang ingin mereka pelajari. Sesungguhnya IPA sangat mudah dipelajari karena lebih banyak mempelajari lingkungan alam sekitar siswa. Untuk meningkatkan pengetahuan siswa mengenai pembelajaran sains hendaknya guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk menciptakan suasana belajar yang demikian adalah dengan model TGT. Hasil belajar IPA dipengaruhi oleh banyak faktor menurut Arikunto ( dalam Wijanegara,2012: 23 ) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: (1) Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar), aktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.(2) Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar), pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa. Senada dengan itu Roestiyah ( 2008 : 107 ) secara garis besar faktorfaktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu yang bersumber dari dalam diri manusia yang belajar yang disebut sebagai faktor internal dan faktor yang bersumber dari luar diri manusia. Secara rinci faktor- faktor tersebut diuraikan sebagai berikut : (1)Faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni faktor biologis dan faktor psikologis. Yang dapat dikategorikan sebagai faktor biologis antara lain usia, kematangan, dan kesehatan sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat, dan kebiasaan belajar.(2) Faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua juga, yakni faktor manusia (human) dan faktor non manusia seperti alam benda, hewan dan lingkungan fisik. Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Suryasubroto (2002:54) yang menyatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua yakni faktor luar dan faktor dalam diri siswa”. Pada dasarnya cirri – ciri perbuatan hasil belajar dapat diwujudkan dalam bentuk peningkatan pengetahuan baik dari segi kognitif, afektif, maupun dari segi psikomnotor. Agung ( 2005:75 ) membagi cirri – cirri hasil belajar yaitu : 1 memiliki kepastian pengetahuan dan kecakapan intelektual, 22 adanya perbuatan prilaku afektif, sikap nilai – nilai dan apersepsi, 3 adanya perubahan perilaku psikomotor ( jasmani ). Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwwa dalam cirri- ciri belajar menyangut tiga aspek, Yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Wiwik (2011:26) mengemukakan bahwa model pembelajaran team game tournament dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Badung ( selama 4 kali ) diketahui 85 % siswa menyatakan dirinya mendapatkan perubahan diri dan percepatan belajar. Mereka rata – rata menganggap dirinya terlibat penuh dalam pembelajaran dan termotivasi secara kuat sehingga dapat memberikan mengungkapkan pikiran dan gagasan secara maksimal. Bertitik tolak dari kerangka berpikir demikian, dinyatakan bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe team game tournament secara efektif dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. METODE Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Mundeh Kangin yang beralamat di Jalan Bangsing-Cantel, Desa Mundeh Kangin, Selemadeg Barat. Sekolah ini memiliki 5 ruang kelas yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Subjek penelitian melibatkan siswa kelas V Semester I yang berjumlah 30 orang yang terdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 17 orang siswa perempuan. Penelitian dilakukan setiap hari kamis pada pukul 07.30-09.30 WITA mulai dari tanggal 17 Juli -26 Juli 2014. Untuk pengumpulan data digunakan metode tes. Tes yang digunakan untuk menilai hasil belajar IPA dalam ranah kognitif siswa adalah tes objektif. Untuk metode tes dalam pengumpulan datanya menggunakan tes objektif dalam bentuk pilihan ganda biasa dengan empat pilihan jawaban. Data nilai hasil belajar IPA merupakan nilai kognitif . Untuk mengukur hasil belajar IPA siswa dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Clasroom Action Research) Menurut Arikunto ( 2006:91 ), Penelitian tindakan kelas merupakan sesuatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi di sebuah kelas bersama . Dalam definisinya, Arikunto (2006) menekankan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu tindakan yang sengaja dimunculkan di kelas dan masalah tersebut perlu diadakan penelitian. Sedangkan menurut Margarettq, dkk. (2008
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
:4), penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan – tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktek – praktek pembelajaran di kelas secara propesional. Dapat disimpulkan, penelitian tindakan kelas merupakan suatu tindakan / permasalahan yang terjadi di kelas dan permasalahan tersebut perlu diadakan tindakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil setelah perhitungan diperoleh rata-rata nilai akhir hasil belajar IPA pada siklus I adalah 72,17, untuk tingkat kentuntasan belajar sebesar 40 % ini masih berada dibawah KKM, hal ini dikarenakan masih terdapat 12 orang siswa yang nilainya dibawah KKM yaitu dibawah 75,00. Dari refleksi yag dilakukan peneliti permasalahan yang terjadi pada siklus I meliputi : (1) Bahasa yang digunakan guru terlalu efektif. Hal ini dibuktikan dengan apa yang disampaikan guru belum dipahami oleh siswa. Siswa masih sulit memahami materi PKn karena materi yang disampikan harus melekat pada ingatan siswa; (2) Secara umum proses pembelajaran belum berjalan secara optimal sesuai dengan rencana peneliti, hal ini disebabkan karena siswa masih terbiasa dengan pola belajar lama. Kebanyakan dari siswa masih terbawa perilaku duduk diam mendengarkan ceramah guru, hal ini menuntut siswa agar belajar beradaptasi dengan pola belajar baru (TGT); (3)Kelompok yang dibentuk masih belum optimal. Siswa belum memahami bagaimana cara mereka bekerja dalam kelompok sehingga guru yang menuntun dalam pelaksanaannya; (4) Masih ada beberapa siswa yang perhatiannya tidak fokus pada pembelajaran; (5) Siswa kurang percaya diri saat menjawab soal-soal yang diberikan. Hal ini dikarenakan siswa tidak yakin dengan jawaban mereka sendiri dan siswa hanya menanti jawaban teman mereka; (6) Dalam setiap kali pertemuan hanya satu kelompok yang memperoleh kesempatan untuk mengkomunikasikan hasil yang mereka peroleh. Hal ini disebabkan karena waktu pembelajaran
dihabiskan dalam mengerjakan soal-soal diskusi; (7) Media yang digunakan masih kurang. Sehingga siswa masih kurang bisa memahami materi dengan baik. Hasil refleksi pada siklus I dipergunakan peneliti untuk memperbaiki hasil belajar pada siklus berikutnya. Hasil belajar siklus II sebesar 79,00 dengan ketuntasan belajar siswa 100 %. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II. Hal – hal yang menjadi kendala peneliti pada siklus I dapat terpecahkan pada siklus II. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan hasil belajar mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 72,17 menjadi 79,00 pada siklus II. Ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 40% menjadi 100% pada siklus II. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe team game tournament berbantuan media gambar untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD N 1 Mundeh Kangin, dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa. Secara umum dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan berhasil, namun pada siklus I masih belum mencapai hasil yang optimal dan belum memenuhi KKM yang diharapkan. Perolehan hasil belajar sebelum tindakan dengan hasil belajar siklus I menunjukkan adanya peningkatan ketuntasan klasikal. Data hasil belajar sebelum tindakan menunjukkan adanya 12 orang siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 atau dinyatakan tuntas sesuai dengan KKM 75.00 dan 18 orang siswa memperoleh nilai < 75 atau dinyatakan tidak tuntas baru mencapai 40 %. Namun pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar, dimana siswa yang tuntas atau sesuai dengan KKM mencapai 100 %. Adanya peningkatan hasil belajar yang diperolah siswa sebelum tindakan sampai hasil belajar setelah diadakan tindakan menunjukkan adanya peningkatan baik secara individu maupun secara klasikal. Hasil belajar setelah tindakan menunjukkan telah mencapai target yang ditentukan sebelumnya, oleh karena itu penelitian ini dihentikan. Hal ini menandakan bahwa dengan penerapan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
pembelajaran TGT mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Model Pembelajaran TGT adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa pada dalam kelompok – kelompok belajar dengan pengelompokan heterogen, dengan tahapan belajar dalam kelompok, permainan, pertandingan, dan penghargaan. Pembelajaran TGT menyajikan suatu konsep dengan disertai belajar secara kelompok dan permainan, serta berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa belajar, relevansi dan manfaat penuh terhadap belajar. Pemanfaatan pembelajaran TGT akan menciptakan ruang kelas yang didalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya. Penerapan pembelajaran TGT akan sangat membantu guru dalam PBM karena terdapat kerjasama diantara siswa dan memotivasi siswa untuk lebih menambah pengetahuan mereka dengan harapan pencapaian motivasi dan hasil belajar lebih optimal. Dalam pembelajaran TGT siswa dilatih untuk berpikir secara kritis dan menjadi siswa yang kreatif.
sesuatu yang berguna bagi dirinya. Dan bagi guru kelas V SD N 1 Mundeh Kangin Untuk menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT ini sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa sekolah dasar serta memperoleh wawasan tentang pembelajaran kooperatif tipe TGT. Dan yang terakhir kepada peneliti lain yang berminat disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut menegnai pembelajaran kooperatif pada bidang ilmu IPA maupun pada bidang ilmu yang lainnya yang sesuai agar penelitian ini dapat dijadikan acuan ataupun referensi demi ketuntasan penelitian selanjutnya.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan : (1) Penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri I Mundeh Kangin . Hal ini dapat dilihat pada siklus I diperoleh nilai rata-rata hasil belajar sebesar 72,17 pada siklus I dan persentase hasil belajar sebesar 72,17% dengan kriteria sedang. Pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar sebesar 79,00. Hasil belajar mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 6,83%. Ketuntasan belajar pada siklus I sebesar 40%, pada siklus II sebesar 100% dan terjadi peningkatan sebesar 60%. Adapun saran yang disampaikan yaitu kepada siswa kelas V SD N 1 Mundeh Kangin agar tetap mempertahankan cara belajarnya dengan belajar dalam kelompok dan teman sejawat mengenai sesuatu yang sudah dikenal dengan pengetahuan yang baru atau yang belum dikenal sehingga dapat menemukan
Pribadi, Benny A.2009.Model Desain Sistem Pembelajaran.Jakarta : Dian Rakyat
DAFTAR RUJUKAN Agung, Gede. 1997. Pengantar Evaluasi Pengajaran. Singaraja: STKIP Singaraja. -------------------- 2010. Pengantar Evaluasi Pengajaran. Singaraja: Undiksha Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Aunurrahman.2009.Belajar dan Pembelajaran.Bandung : Alfabeta
Depdiknas.2009.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar.Jakarta : BSNP Dimyati,dkk.2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Fatturohman,dkk. 2010.Pembelajaran PKn di SD. Yogyakarta: Nuha Litera Hamalik,Oemar. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara Kunandar.2007.Implementasi KTSP dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada LPPL.2007. Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan (PPL). Singaraja : Undiksha
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Margaretha,dkk.2008.Penelitian Tindakan Kelas.Bogor : CV Regina Nurkancana, Wayan,dkk. 1990.Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya : Usaha Nasional
Slavin, Robet E. 2009.Cooperatif Learning : Teori Riset dan Praktik. Bandung : Nusa Media Soeharto,Karti,dkk.2008.Teknologi Pembelajaran.Surabaya : SIC
Riyanto,Yatim. 2009.Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Prenada Media Group
Sudjana, Nana. 2010.Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Roestiyah.2008.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta
Rusman. 2010. Model – Model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : Rajawali Pers
Uno,Hamzah B. 2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Winata Putra, Udin S,dkk. 2007.Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka
Sanjaya,Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group
Wulandari, Wiwik. 2011.Pengaruh Model Pembelajaran TGT Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Sains Pada Siswa Kelas IV di SD N 2 Petang