ISBN : 978.602.719.934.7
PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS ASSESSMENT FOR LEARNING (AFL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI OPTIMISME SISWA 1
Siwi Rimayani Oktora1, N. Setyaningsih 2, M. Noor Kholid3 Mahasiswa Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail:
[email protected] 2 Dosen Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail:
[email protected] 3 Dosen Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Muhammadiyah Surakarta E-mail:
[email protected] ABSTRAK. Tujuan penelitian untuk mendiskripsikan dan menganalisis: (1) pengaruh pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Discovery Learning dan model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning (AfL) terhadap prestasi belajar matematika, (2) pengaruh optimisme siswa terhadap prestasi belajar matematika, (3) interaksi antara model pembelajaran dan optimisme siswa terhadap prestasi belajar matematika. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain eksperimental semu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester genap SMK Negeri 1 Banyudono tahun ajaran 2014/2015. Sampel penelitian terdiri dari dua kelas. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Metode pengumpulan data menggunakan tes, angket dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis variansi dua jalur dengan sel tak sama. Hasil analisis data dengan taraf signifikansi 5% diperoleh: (1) ada pengaruh antara model pembelajaran Discovery Learning dan model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning (AfL) terhadap prestasi belajar matematika, dengan = 22,48254 (2) ada pengaruh optimisme terhadap prestasi belajar matematika, dengan = 7,983649 (3) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran Discovery Learning dan Discovery Learning berbasis Assessment for Learning ditinjau dari optimisme siswa terhadap prestasi belajar matematika dengan = 2,918834. Kata Kunci: Discovery Learning; AfL; Optimisme; Prestasi Belajar Matematika
1.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan. Untuk perbaikan dalam kualitas kehidupan setiap orang diperlukan pendidikan yang bermutu. Baik atau buruknya pendidikan disuatu Negara dapat menentukan perubahan yang terjadi dimasa yang akan datang. Namun kenyataannya hasil pembelajaran di Indonesia belum sesuai dengan harapan-harapan yang ada khususnya untuk pembelajaran matematika. Prestasi belajar matematika siswa masih tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan oleh peringkat dari prestasi belajar matematika siswa di ajang internasional. Berdasarkan data Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011, Indonesia berada di peringkat bawah yaitu peringkat ke-38 dari 42 negara dengan skor rata-rata 386, sedangkan skor rata-rata international 500 (http://edukasi.kompas.com). Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, Indonesia mendapat peringkat sangat rendah yaitu peringkat keProsiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika UMS 2015
62
ISBN : 978.602.719.934.7
64 dari 65 negara dengan skor rata-rata 375, sedangkan skor rata-rata international 500 (http://m.okezone.com). Prestasi belajar matematika siswa yang rendah juga dialami oleh SMK Negeri 1 Banyudono. Hal tersebut dilihat dari data hasil Ujian Nasional tahun pelajaran 2013/2014, yang menunjukkan rata-rata nilai Ujian Nasional mata pelajaran Matematika sebesar 7,09. Nilai terendah dalam Ujian Nasional menunjukkan mata pelajaran matematika merupakan nilai yang paling rendah dibanding mata pelajaran yang lain dengan nilai 2,25 sedangkan Bahasa Indonesia 4,00 dan Bahasa Inggris 3,60 (Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Boyolali). Oleh sebab itu, dibutuhkan upaya yang dapat membantu meningkatakan prestasi belajar matematika siswa, melalui perbaikan kualitas pembelajaran matematika pada SMK Negeri 1 Banyudono. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa di SMK Negeri 1 Banyudono dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penerapkan model pembelajaran di dalam kelas, diharapkan mampu meningkatkan potensi dan kemampuan siswa secara aktif. Model pembelajaran yang baik adalah model pembelajaran yang mampu untuk membimbing siswa di dalam pembelajaran secara aktif sehingga tercapai tujuan dari pembelajaran secara optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi didalam pembelajaran matematika. Inovasi yang di perlukan didalam pembelajaran matematika yaitu, suatu model pembelajaran yang mampu membuat pembelajaran menjadi aktif, dimana siswa menjadi pusat didalam kegiatan pembelajaran. Penerapan pembelajaran yang inovatif diharapkan dapat membantu meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Model pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi pusat dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran Discovery Learning. Dalam model pembelajaran ini, guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar dari teacher oriented menjadi student oriented (Kemendikbud, 2013). Hamalik dalam Ilahi (2012: 29) menyatakan bahwa discovery adalah proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan dilapangan. Model penilaian dalam pembelajaran biasanya dilakukan pada proses pembelajaran serta hasil akhir dalam pembelajaran. Sedangkan, untuk meningkatkan presetasi belajar siswa tidak hanya model pembelajaran yang inovatif saja, tapi model penilaian juga diperlukan. National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) dalam Van de Walle (2007:3) menyebutkan bahwa peran penilaian haruslah mendukung pembelajaran matematika yang penting dan memberi informasi yang berguna bagi guru dan siswa. Model Assessment for Learning (AfL) merupakan model yang dapat membantu siswa lebih memahami dan menguasai materi pelajaran yang diberikan, dengan memberi kesempatan pada siswa untuk lebih bertanggung jawab terhadap cara belajar mereka sendiri. Dengan penerapan Assessment for Learning (AfL) menjadikan pembelajaran memiliki tujuan yang jelas serta sesuai dengan pencapaian kompetensi yang diharapkan (Basuki dan Hariyanto, 2014: 159). Model pembelajaran dan model penilaian yang inovatif dapat didukung oleh karakteristik yang dimiliki siswa untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Salah satu karakteristik yang dimiliki siswa yaitu optimisme dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan di dalam pembelajaran. Menurut Seligman (1995) dalam Waruwu (2006: 56) optimisme adalah bagaimana seseorang bersikap positif terhadap suatu keadaan. Karakter ini lebih ditujukan pada bagaimana seseorang menjelaskan mengenai sebab terjadinya suatu keadaan baik atau keadaan buruk. Perbedaan optimisme Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika UMS 2015
63
ISBN : 978.602.719.934.7
setiap siswa mempengaruhi prestasi pembelajaran matematika siswa. Yates (2002: 11) menyatakan bahwa siswa yang memiliki sikap pesimisme mengalami penurunan prestasi belajar matematika dari waktu ke waktu, sedangkan yang memiliki sikap optimisme memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik. Dengan mengetahui perbedaan optimisme setiap siswa serta disesuaikan dengan model pembelajaran dan penilaiannya, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mendiskripsikan dan menganalisis pengaruh pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Discovery Learning dan model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning (AfL); (2) Untuk mendiskripsikan dan menganalisis pengaruh optimisme siswa terhadap prestasi belajar matematika; (3) Untuk mendiskripsikan dan menganalisis interaksi antara model pembelajaran dan optimisme siswa terhadap prestasi belajar matematika. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Banyudono. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain eksperimental semu yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2011: 77). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester genap SMK Negeri 1 Banyudono tahun ajaran 2014/2015. Sampling menggunakan teknik cluster random sampling, sehingga diperoleh dua kelas. Kemudian sampel di uji keseimbangan dengan uji t sebelum masing masing kelas diberikan perlakuan untuk mengetahui apakah kedua sampel memiliki rerata yang sama. Terdapat dua variabel di dalam penelitian ini yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikatnya yaitu prestasi belajar matematika dan variabel bebasnya yaitu model pembelajaran dan optimisme siswa. Pengumpulan data menggunakan metode tes untuk memperoleh data prestasi belajar matematika siswa, metode angket untuk mengumpulkan data mengenai optimisme belajar matematika siswa dan metode dokumentasi untuk mendapatkan data kemampuan awal siswa dengan nilai Ujian Akhir Semester (UAS) ganjil. Instrumen dalam penelitian ini berupa angket dan tes untuk memperoleh data nilai prestasi belajar dan optimisme siswa dalam proses pembelajaran matematika, kemudian di uji cobakan sebelum diberikan pada sampel untuk mengetahui apakah instrument memenuhi syarat validitas dan realibilitas. Teknik analisis data untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis variansi dua jalan sel tak sama. Sebelumnya dilakukan uji prasyarat menggunaakan metode Liliefors untuk uji normalitas dan metode Bartlett untu uji homogenitas variansi. Tindak lanjut dari analisis variansi apabila menghasilkan ditolak dilakukan uji komparasi ganda menggunakan metode Scheffe. Sebelum didapatkan data hasil prestasi belajar matematika, kelas diberikan perlakukan berupa model pembelajaran. Dalam model pembelajaran Discovery Learning memiliki langkah pelaksanaan, sebagaimana dikemukakan oleh Ahmadi dan Prasetya dalam (Ilahi, 2012: 87-88), secara garis besar langkah-langkah tersebut adalah: 1) Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan), guru mengajukan persoalan atau meminta anak didik untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuat persoalan. 2) Problem Statement (identifikasi masalah), anak didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan. Dalam hal ini, guru membimbing anak didik untuk memilih masalah yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika UMS 2015
64
ISBN : 978.602.719.934.7
dipecahkan. Kemudian, permasalahan tersebut dirumusan dalam bentuk pertanyaan atau hipotesis. 3) Data Collection (Pengumpulan Data), anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan hipotesis. Anak didik mengumpulkan data dan informasi dengan membaca literatur, mengamati objek, melakukan wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan lain sebagainya. 4) Data Processing (Pengolahan Data), semua informasi yang didapat diklarifikasikan dan ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu, serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. 5) Verification (Pembuktian), berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pertanyaan hipotesis yang dirumuskan sebaiknya dicek terlebih dahulu, apakah bisa terjawab dan terbukti dengan baik sehingga hasilnya akan memuaskan. 6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi), anak didik belajar menarik kesimpulan dan generalisasi tertentu. Discovery Learning berbasis Assessment for Learning merupakan kolaborasi antara pembelajaran Discovery Learning dan Assessment for Learning dimana dalam penyampaian materi yang diajarkan, guru menggunakan Discovery Learning dan selama proses berlangsungnya pembelajaran diterapkan prinsip Assessment for Learning. Dimana tujuan dari Assessment for Learning (AfL) menurut Basuki dan Hariyanto (2014: 159) yaitu memberikan umpan balik kepada guru maupun siswa terkait kemajuan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Umpan balik yang diberikan akan digunakan untuk merevisi dan mengembangkan pengajaran berikutnya. Pelaksanaan Discovery Learning berbasis Assessment for Learning Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1 Guru memberikan apersepsi dan Siswa memperhatikan dan memahami memberikan motivasi, menyampaikan dengan baik apa tujuan dan kriteria tujuan dan kriteria sukses pembelajaran sukses dari pembelajaran yang dan menuliskannya di depan kelas disampaikan guru 2 Stimulation (Pemberian Rangsangan) Guru mengajukan persoalan atau Siswa mendengarkan atau membaca meminta siswa untuk membaca uraian yang diberikan oleh guru 3 Problem Statement (Identifikasi Masalah) Guru membimbing siswa untuk Siswa mengidentifikasi permasalahan mengidentifikasi masalah yang yang diberikan diberikan 4 Data Collection (Pengumpulan Data) Guru mengarahkan siswa untuk Siswa mengumpulkan data dan mengumpulkan data dan informasi informasi dengan membaca literatur, yang diperlukan dan lain sebagainya 5 Data Processing (Pengolahan Data) Guru membimbing siswa dalam Siswa mengolah data dan informasi mengolah data dan informasi yang yang didapat dengan cara perhitungan diperoleh tertentu, tabulasi, atau yang lainnya 6 Verification (Pembuktian) Guru memperhatikan siswa dalam Siswa melakukan pembuktian melakukan pembuktian berdasarkan berdasarkan hasil pengolahan dan hasil pengolahan dan tafsiran atau tafsiran atau informasi yang ada informasi yang ada Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika UMS 2015
65
ISBN : 978.602.719.934.7
7
8 9
10
11
Generalization (Menarik Kesimpulan) Guru membimbing siswa dalam menarik kesimpulan Guru memberikan soal tahap I Guru memeriksa jawaban siswa untuk soal tahap I dan memberikan balikan pada lembar jawaban terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam penyelesaian soal tahap I Guru memberikan balikan secara klasikal terhadap pengerjaan soal tahap I secara lisan dengan melihat hasil penkerjaan siswa yang ditulis di papan tulis untuk membantu siswa memahami langkah penyelesaian soal
Siswa menarik kesimpulan dari hasil pembelajaran Siswa mengerjakan soal tahap I Siswa berdiskusi dengan temantemannya terkait dengan soal tahap I dan beberapa siswa diminta untuk menuliskan hasil jawaban
Siswa mendengarkan dengan melihat hasil pekerjaan yang telah diberi balikan, mencatat balikan secara klasikal dan siswa dapat menanyakan kesulitan/ memberikan gagasan terkait materi atau penyelesaian soal tahap I Guru memberikan soal tahap II yang Siswa menerima soal untuk telah disediakan guru dikerjakan di rumah dan akan dibahas pada pertemuan berikutnya 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji keseimbangan kelas Discovery Learning dan kelas Discovery Learning berbasis Assessment for Learning mempunyai rerata yang seimbang. Selanjutnya dilakukan perlakuan sebanyak 4 kali perlakuan. Kemudian kedua kelas di tes dengan instrumen yang sama. Data hasil tes dikenakan uji normalitas dan uji homogenitas variansi. Hasil uji normalitas menyimpulkan bahwa setiap sampel berasal dari populasi berdistribusi nomal. Demikian pula hasil uji homogenitas variansi menyimpulkan bahwa populasi mempunyai variansi yang homogen. Untuk menguji hipotesis menggunakan anava dua jalan sel tak sama. Dengan menggunakan tingkat signifikansi 5%, hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama disajikan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 1. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama Sumber Variansi Model Pembelajaran (A) 1856,096 1 1856,096 4,00 22,48254 Optimisme (B) 1318,216 2 659,1079 3,15 7,983649 Interaksi (AB) Galat Total
481,9417 4870,876 8527,13
2 59 64
240,9709 82,55722 -
2,918834 -
3,15 -
Keputusan ditolak ditolak diterima -
Berdasarkan Tabel 1 dapat ditarik kesimpulan: (1) ditolak dengan = 22,48254, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning (AfL) dan model pembelajaran Discovery Learning terhadap prestasi belajar matematika, (2) ditolak dengan = 7,983649, hal ini berarti terdapat perbedaan pengaruh antara optimisme tinggi, sedang, dan rendah terhadap prestasi belajar matematika, dan (3) diterima
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika UMS 2015
66
ISBN : 978.602.719.934.7
dengan = 2,918834, hal ini menunjukkan tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan optimisme siswa terhadap prestasi belajar matematika. Tabel 2. Rangkuman Rerata Marginal Prestasi Belajar Siswa Optimisme Siswa Model Pembelajaran Tinggi Sedang Rendah 81,5 DL Berbasis AfL 85,55556 78,46154 DL 63,07692 80 70 Rerata Marginal 82,77778 74,23077 72,28846
Rerata Marginal 81,83903 71,02564
Setelah dilakukan perhitungan sesuai dengan Tabel 2 diperoleh nilai rata-rata marginal prestasi belajar matematika kelas DL berbasis AfL yaitu 81,83903 sedangkan untuk kelas DL yaitu 71,02564. Hal ini berarti bahwa prestasi belajar matematika siswa yang dikenai perlakuan dengan model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning memberikan prestasi lebih baik dibandingkan dengan kelas yang dikenai model pembelajaran Discovery Learning. Pada model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning (AfL), guru memberikan soal yang kemudian dalam lembar jawab siswa diberikan balikan dan guru juga melakukan balikan klasikal berupa penjelasan yang dituliskan dipapan tulis mengenai permasalahan yang kurang dipahami siswa. Oleh karena itu, siswa lebih menguasai materi yang diajarkan. Dengan demikian siswa yang dikenai model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning (AfL) pada saat pembelajaran berlangsung lebih menguasai materi yang diajarkana. Mansyur (2011: 88) dalam jurnalnya juga menyatakan bahwa model AfL dapat meningkatan pemahaman siswa terhadap materi matematika serta efektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran matematika.
= = =
Tabel 3.Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Kolom ( ) , ; ; Keputusan ditolak ≠ 36,40555 6,30 ditolak ≠ 53,82893 6,30 diterima ≠ 2,146755 6,30
Pada Tabel 3 dapat dilihat manakah yang memberikan pengaruh yang berbeda, diperoleh nilai = 36,40555. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa optimisme tinggi dan sedang. Dengan membandingkan rata-rata marginal optimisme siswa tinggi yaitu 82,77778 dan rata-rata marginal dari optimisme sedang 74,23077 diperoleh kesimpulan bahwa optimisme siswa yang tinggi memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan optimisme siswa sedang. Nilai = 53,82893 menunjukkan terdapat perbedaan antara siswa dengan optimisme tinggi dan rendah. Dengan membandingkan rata-rata marginal optimisme siswa tinggi yaitu 82,77778 dan rata-rata marginal dari optimisme rendah 72,28846 diperoleh kesimpulan bahwa optimisme siswa yang tinggi memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan optimisme siswa rendah. Untuk nilai = 2,146754. Hal ini berarti tidak ada perbedaan prestasi belajar antara kelompok optimisme sedang dan rendah. Oleh karena itu, siswa dengan optimisme tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan optimisme sedang dan rendah. Ruthig (2004: 724) dalam jurnalnya menunjukkan optimisme memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika UMS 2015
67
ISBN : 978.602.719.934.7
Untuk menemukan jawaban dalam model pembelajaran Discovery Learning siswa dituntut aktif, sedangkan guru hanya menjadi narasumber yang bertugas memancing pemikiran siswa dengan pertanyaan-pertanyaan. Dengan demikian, dibutuhkan kinerja yang baik dari siswa untuk menemukan konsep atau jawaban berdasarkan pada prosedur penelitian. Dalam pembelajaran siswa dengan optimisme tinggi memiliki kinerja yang baik untuk menyelesaikan soal yang diberikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan jurnal dari Temidayo (2013: 74) bahwa optimisme merupakan salah satu penentu kinerja akademik siswa dalam belajar dan faktor kuat dalam menentukan prestasi akademik siswa. 100
Rata-rata
80 60 40
DL berbasis AfL
20
DL
0 Tinggi
Sedang
Rendah
Optimisme Siswa
Gambar 1. Grafik Profil Efek Variable Model Pembelajaran Untuk mengetahui ada atau tidaknya interaksi dapat dilihat dari grafik profil variable-variabel bebasnya pada Gambar 1. Pada profil variable bebas pertama adalah model pembelajaran dan profil variable bebas kedua adalah optimisme siswa tidak saling berpotongan sehingga model pembelajaran dan optimisme siswa cenderung tidak ada interaksi diantara keduanya. Baik model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning (AfL) maupun model pembelajaran Discovery Learning, siswa dengan optimisme tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dari siswa dengan optimisme sedang dan rendah, siswa dengan optimisme sedang memiliki prestasi belajar yang sama baik dibandingkan dengan siswa dengan optimisme rendah. Hal tersebut di dukung oleh Temidayo (2013: 74) yang menyatakan bahwa optimisme merupakan salah satu penentu kinerja akademik siswa dalam belajar dan faktor kuat dalam menentukan prestasi akademik siswa. Dengan demikian, semakin tinggi optimisme yang dimiliki siswa maka semakin baik prestasi belajar yang dimiliki siswa. Pada siswa dengan optimisme tinggi, sedang maupun rendah, model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning (AfL) memiliki prestasi belajar lebih baik dibandingkan model pembelajaran Discovery Learning. Hasil penelitian ini didukung oleh Mansyur (2011: 71) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa penerapan Model-AfL dalam pembelajaran matematika meningkatkan motivasi, kepercayaan diri, kesadaran diri siswa, perilaku siswa selama pembelajaran, dan kemampuan siswa terhadap matematika. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pada pembelajaran menggunakan model AfL memberikan prestasi belajar yang lebih baik. Terbukti bahwa tidak ada interaksi antara pembelajaran menggunakan model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning (AfL), pembelajaran menggunakan model
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika UMS 2015
68
ISBN : 978.602.719.934.7
pembelajaran Discovery Learning, dan optimisme siswa terhadap prestasi belajar matematika. 4. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) Ada pengaruh antara penggunaan model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning (AfL) dan model pembelajaran Discovery Learning terhadap prestasi belajar matematika siswa. Pada model pembelajaran Discovery Learning berbasis Assessment for Learning (AfL) lebih baik dibanding dengan model pembelajaran Discovery Learning. (2) Ada pengaruh optimisme siswa terhadap prestasi belajar matematika. Siswa yang memiliki optimisme tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih tinggi dibanding siswa yang memiliki optimisme rendah. Demikian halnya dengan siswa yang memiliki optimisme sedang mempunyai prestasi belajar matematika sama baik dibanding siswa yang memiliki optimisme rendah. (3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan optimisme siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa dengan = 2,918834. DAFTAR PUSTAKA [1] ____________. 2013. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning). Jakarta: Kemendikbud. [2] Basuki, Ismet dan Hariyanto. 2014. Asesmen Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset. [3] Budiyono. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. [4] Budiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. [5] Ghufron, M. Nur & Risnawati Rini S. 2010. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: ArRuzz Media [6] Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. [7] Ilahi, Mohammad Takdir. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational Skill. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. [8] Mansyur. 2011. Pengembangan Model Assessment for Learning Pada Pembelajaran Matematika di SMP. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Tahun 15, No. 1, pg. 71-91. [9] Natipulu, Ester Lince. 2012. Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun. http://edukasi.kompas.com/read//2012/12/14/09005434/prestasi.sains.dan.matemati ka.indonesia.menurun. Diakses: 25 November 2014. [10] Nurfuadah, Rifa Nadia. 2013. Miris, Indeks Kepintaran Anak Indonesia Jeblok!. http://m.okezone.com/read/2013/12/06/373/908225/miris-indeks-kepintaran-anakindonesia-jeblok. Diakses: 25 November 2014. [11] Ruthig, Joelle C, dkk. 2004. Optimism and Attributional Retraining: Longitudinal Effects Academic Achievement, Test Anxiety, and Voluntary Course Withdrawal in College Students. Journal of Applied Social Psychology, Vol. 34, No. 4, pg. 709730. [12] Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. [13] Temidayo, Akinlana. 2013. Academic Optimism, Motivation and Mental Ability as Determinants of Academic Performance of Secondary School Students in Ogun State, Nigeria. European Journal of Business and Social Science, Vol.1, No. 12, pg 68-76. ISSN: 2235-767X. http://www.ejbss.com/recent.aspx. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika UMS 2015
69
ISBN : 978.602.719.934.7
[14] Van De Walle, J.A. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Pengembangan Pengajaran. Jakarta: Erlangga. [15] Waruwu, Fidelis. E. 2006. Korelasi Antara Optimisme dan Prestasi Akademik Siswa SD Santa Maria Kelas 6 di Cirebon. Jurnal Psikologi Vol. 4, No. 1, pg. 55-71. [16] Yates, Shirley M. 2002. The Influence of Optimism and Pessimism on Student Achievement in Mathematics. Mathematics Education Reseach Journal ISSN. 10332170 Vol. 14, No. 1, pg 4-15. Adelaide: Flinders University.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika UMS 2015
70