Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING DENGAN TEKNIK KANCING GEMERINCING DISERTAI REWARD AND PUNISHMENT Oleh : Boby Syefrinando Abstrak Mengingat pentingnya fisika dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut dengan cara, penyempurnaan kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana, mengadakan seminar-seminar mengenai fisika, meningkatkan kualitas guru dan sebagainya. Namun faktanya di lapangan belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hasil pembelajaran fisika siswa masih belum optimal dalam pencapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM) sekolah. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi rendahnya hasil belajar siswa adalah dengan penerapan model cooperative learning. Cooperative learning mempunyai potensi yang besar untuk membuat siswa saling berinteraksi, karena dalam cooperative learning telah dirancang pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa yang satu dapat berinteraksi dengan siswa yang lainnya. Pelaksanaan cooperative learning dapat dilakukan dengan bermacam teknik, Salah satu dari teknik cooperative learning yang diterapkan adalah teknik kancing gemerincing. Teknik kancing gemerincing disertai reward and punishment dapat memaksimalkan interaksi siswa dalam proses pembelajaran. Siswa bukan belajar dan menerima apa yang disajikan guru dalam proses belajar mengajar, melainkan belajar dengan siswa lain (diskusi). Kata Kunci : Cooperative Learning, Teknik Kancing Gemerincing, Reward and Punishment. A.
Pendahuluan Pembangunan nasional ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Hal ini menunjukkan bahwa manusialah yang menggerakkan roda pembangunan, meski dari usaha-usaha tersebut sudah ada yang berhasil. Namun, masih perlu peningkatan agar diperoleh standar kualitas yang 1
Boby Syefrinando, Penerapan …
diharapkan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan pendidikan. Syaiful Sagala (2009:3) mengatakan bahwa “Pendidikan merupakan proses perubahan tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Berdasarkan pernyataan ini pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan, baik untuk diri sendiri maupun dalam bermasyarakat. Pendidikan dapat terjadi melalui proses pembelajaran. Melalui proses pembelajaran, kita dapat mengkomunikasikan berbagai ilmu pengetahuan dalam pelajaran. Mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan yang menunjang meningkatnya kualitas sumber daya manusia salah satunya adalah fisika. Fisika berkenaan dengan ide-ide, konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarki. Selain itu, juga untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman terhadap penerapan konsep-konsep fisika serta melibatkan keterampilan proses dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. Mengingat pentingnya fisika dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut dengan cara, penyempurnaan kurikulum, menyediakan sarana dan prasarana, mengadakan seminar-seminar mengenai fisika, meningkatkan kualitas guru dan sebagainya. Faktanya di lapangan belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hasil pembelajaran fisika siswa masih belum optimal dalam pencapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM) sekolah, hal ini dapat dilihat dari rerata hasil belajar mata pelajaran fisika siswa yang masih ada dibawah KKM. Rendahnya hasil belajar fisika siswa disebabkan karena pembelajaran yang kurang efektif. Secara praktis, faktor-faktor yang mempengaruhi kurang efektifnya proses pembelajaran di antaranya adalah kurangnya perhatian peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan, peserta didik menganggap bahwa pelajaran fisika merupakan pelajaran yang membosankan karena dilengkapi dengan berbagai macam rumusan, dan Sebagian besar peserta didik malas diajak berpikir analisis pada materi pembelajaran fisika. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya pembelajaran yang terpusat pada guru sehingga siswa bersikap pasif dalam pembelajaran. Mengatasi masalah di atas, guru sebagai salah satu komponen utama dalam proses pembelajaran diharapkan mampu menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa untuk dapat belajar aktif, sehingga dapat menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan siswa untuk aktif mencari pengetahuan sesuai dengan tuntutan kurikulum pada masa sekarang. Jadi peranan guru pada masa sekarang adalah sebagai informator, fasilitator, dan motivator. 2
Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi rendahnya hasil belajar siswa adalah dengan penerapan model cooperative learning. Cooperative learning mempunyai potensi yang besar untuk membuat siswa saling berinteraksi, karena dalam cooperative learning telah dirancang pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa yang satu dapat berinteraksi dengan siswa yang lainnya. Pelaksanaan cooperative learning dapat dilakukan dengan bermacam teknik, yaitu bertukar pasangan, berpikir berpasangan, berkirim salam dan soal, kancing gemerincing, keliling kelas dan lain-lain dikemukakan oleh Lie (2002:21). Salah satu dari teknik cooperative learning yang akan penulis terapkan adalah teknik kancing gemerincing. Teknik kancing gemerincing akan semakin memotivasi siswa dalam pembelajaran jika disertai dengan reward and punishment. Reward merupakan ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan, sedangkan punishment merupakan hukuman atau sanksi. Hukuman atau sanksi yang diberikan bukan berupa kekerasan, tapi hukuman yang bersifat mendidik, seperti penambahan pemberian tugas. Teknik kancing gemerincing disertai reward and punishment dapat memaksimalkan interaksi siswa dalam proses pembelajaran. Siswa bukan belajar dan menerima apa yang disajikan guru dalam proses belajar mengajar, melainkan belajar dengan siswa lain (diskusi). Masing-masing siswa diberikan kancing dengan jumlah tertentu, ketika siswa menjawab atau mengeluarkan pendapat dengan tepat, maka siswa menyerahkan salah satu kancingnya ketengah kelompok. Jika kancingnya telah habis, maka siswa tidak boleh memulai berbicara sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka. Kelompok yang menghabiskan kancing terlebih dahulu maka akan diberikan reward, sedangkan kelompok yang masih banyak menyisakan kancing maka akan diberikan punishment. B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) merupakan upaya untuk penyempurnaan kurikulum sebelumnya. Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal (persekolahan). Perubahan tersebut harus diikuti oleh guru yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan pembelajaran di sekolah Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI). SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap pengetahuan, dan keterampilan, sedangkan SI adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang 3
Boby Syefrinando, Penerapan …
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan,kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum yang mewujudkan sekolah yang efektif, produktif dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan perlibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan pembelajaran di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelaksanaan KTSP mempunyai beberapa prinsip. Mulyasa (2006:247) menyatakan 7 prinsip pelaksanaan KTSP : a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas dan menyenangkan. b. Kurikulum dilaksanakan untuk menegakkan kelima pilar belajar yaitu a). Belajar untuk beriman kepada tuhan Yang Maha Esa, b). Belajar untuk memahami dan menghayati, c). Belajar untuk mampu melaksanakan dan bertaubat secara efektif, d). Belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, e). Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. c. Pelaksanaan KTSP memungkinkan siswa mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan dan percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan dan siswa dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi siswa yang berdimensi Ketuhanan, keindividuan, kesosialan dan moral. d. KTSP dilaksanakan dalam suasana hubungan siswa dan guru yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, hangat dengan prinsip tut wuri handayani. e. KTSP dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi, sumber belajar, dan teknologi yang memadai dan memanfaatkan prinsip Alam Takambang Jadi guru. f. KTSP dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial budaya, serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. g. KTSP mencakup seluruh komponen, potensi, mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. 4
Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
Ketujuh prinsip di atas, harus diperhatikan para pelaksana kurikulum (guru), dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, baik menyangkut perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Pelaksanaan KTSP ini diupayakan untuk mempermudah siswa dalam belajar fisika, karena dengan mencari informasi sendiri siswa akan lebih mudah memahami pelajaran. Pelaksanaan pembelajaran yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007, bahwa pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari rencana pelaksaan pembelajaran (RPP), pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup (dalam Sri Wardhani, 2010:52). a. Kegiatan pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru: 1) Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. 2) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari. 3) Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar (KD) yang akan dicapai. 4) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. b. Kegiatan inti Pelaksaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang cakup, bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti mempunyai tiga proses yaitu: 1. Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: a) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber. b) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran dan sumber lain. c) Memfasilitasi terjadinya interaksi antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya. 5
Boby Syefrinando, Penerapan …
d) Melibatkan peserta secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. e) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan, studio, atau lapangan. 2. Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: a) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna. b) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tulisan. c) Memberikan kesempatan untuk berpikir, menganalisi, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut. d) Memfasilitassi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kaboratif. e) Memfasilitasi peserta didik berkompetensi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar. f) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tulisan, secara individual maupun kelompok. g) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan variasi, kerja individual maupun kelompok. h) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan. i) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. 3. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: a) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk. b) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber. c) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. d) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar: 1. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar. 6
Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
2. Membantu menyelesaikan masalah. 3. Memberikan acuan agar peserta didik dapa melakukan pengecekan hasil eksplorasi. 4. Memberikan informasi untuk bereksplorasi lebih jauh. 5. Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi. c. Kegiatan penutup Dalam kegiatan penutup, guru: 1) Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/kesimpulan pelajaran. 2) Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. 3) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. 4) Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik. 5) Menyampaikan rencana pembelajaran dan pertemuan berikutnya. Proses pembelajaran menuntut guru untuk mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber belajar, artinya guru diharapkan untuk mampu mengembangkan model pembelajaran. Mengembangkan model pembelajaran bertujuan untuk memotivasi siswa sehingga siswa aktif dalam belajar. C. Pembelajaran Fisika Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Slameto (1995:2) mengemukakan ”Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja oleh setiap orang agar memperoleh perubahan yang benar-benar sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Belajar yang harus diutamakan adalah prosesnya dan bukan hasilnya karena melalui proses inilah seseorang dituntut untuk bisa memahami pelajaran dan bisa berinteraksi dengan lingkungannya sehingga tercipta kecakapan dan keterampilan pada dirinya. Fisika merupakan salah satu ilmu alam yang berhubungan dengan gejala, perilaku, dan struktur benda yang ada di alam. Oleh karena itu, dalam 7
Boby Syefrinando, Penerapan …
pembelajaran fisika haruslah bertahap, beruntun serta berkelanjutan agar dalam proses pembelajarannya terjadi proses berfikir. Guru lebih berperan penting dalam mencari upaya-upaya bagaimana semestinya belajar dengan baik sehingga siswa tersebut bisa menggali potensi yang dimilikinya serta bisa mengembangkan kreativitas dalam dirinya, dengan kata lain pembelajaran bertujuan untuk membangkitkan inisiatif dan peran siswa dalam belajar. Pembelajaran fisika yang sesuai dengan KTSP adalah pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam membentuk pengetahuan dengan mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, memberikan kesempatan kepada siswa agar siswa tersebut bisa terlibat langsung dalam proses pembelajaran baik dari segi keaktifan siswa dalam bertanya, berpendapat maupun berkreativitas mengeluarkan ide-idenya, sehingga proses pembelajaran akan lebih bermakna. Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika siswa diajak langsung untuk terlibat dalam proses pembelajaran serta mengkaitkan proses pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. D.
Model Cooperative Learning Cooperative learning adalah kegiatan belajar di kelas yang mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sama sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah. Cooperative learning menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya. Roger dan David Johnson (dalam Lie 2002:30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning, untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model cooperative learning harus diterapkan yaitu: a. Saling ketergantungan positif b. Tanggung jawab c. Tatap muka d. Komunikasi antar kelompok e. Evaluasi proses kelompok Kelima unsur tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam model pembelajaran cooperative learning. Djaafar (2001:73) mengatakan ciri-ciri cooperative learning antara lain: a. Melibatkan dua orang atau lebih. b. Berlangsung dalam interaksi tatap muka dengan menggunakan media bahasa, semua anggota memperoleh kesempatan mendengar dan mengeluarkan pendapat secara bebas dan langsung. c. Mempunyai tujuan atau sasaran yang akan dicapai melalui kerjasama antar anggota. d. Berlangsung dalam suasana bebas, teratur dan sistematis sesuai dengan aturan main yang telah disepakati bersama. 8
Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
Berdasarkan kutipan di atas dapat dipahami bahwa kerja kelompok adalah suatu proses interaksi antara dua atau lebih individu, saling tukar informasi, pengalaman, pendapat atau pemecahan masalah secara formal dengan tujuan tertentu. Siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu kelompok dalam menyelesaikan tugas mereka. Pengelompokan dalam cooperative learning merupakan pengelompokan yang heterogen baik dari kemampuan maupun karakteristik lainnya, dengan tujuan dapat memberikan keuntungan bagi siswa yang berkemampuan rendah dan sedang. Lie (2002:41) menyatakan pengelompokan heterogen berdasarkan kemampuan akademis dapat dilakukan dengan langkah-langkah seperti dikemukakan pada diagram berikut ini.
9
Boby Syefrinando, Penerapan …
Berdasarkan pengelompokan heterogen dapat disimpulkan bahwa pengelompokan heterogen bermanfaat dalam proses pembelajaran, siswa akan saling membantu dalam kelompok untuk memahami suatu materi. Dalam cooperative learning, para siswa terlibat konflik-konflik verbal yang berkenaan dengan perbedaan pendapat anggota kelompok. Para siswa akan terbiasa merasa enak meskipun ada konflik-konflik verbal itu, karena mereka akan menyadari konflik semacam itu akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dihadapi ataupun didiskusikan. Ibrahim (2000:10) merumuskan langkah-langkah model cooperative learning terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Langkah-langkah model cooperative learning Fase Tingkah Laku Fase – 1 Guru menyampaikan semua tujuan yang ingin Menyampaikan tujuan dicapai pada pelajaran tersebut pelajaran dan memotivasi siswa. Fase – 2 Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase – 3 Mengorganisasikan siswa Guru Menjelaskan kepada siswa bagaimana ke dalam kelompok- caranya membentuk kelompok belajar dan kelompok belajar. membentuk setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase – 4 Membimbing kelompok Guru membimbing kelompok-kelompok pada bekerja dan belajar. saat mereka mengerjakan tugas. Fase – 5 Evaluasi
Fase – 6 Memberikan Penghargaan
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Dalam format cooperative learning, setelah guru menyampaikan materi pelajaran, para siswa bergabung dalam kelompok-kelompok kecil untuk berdiskusi dan menyelesaikan soal latihan. Jika diperlukan, guru selanjutnya 10
Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
memimpin diskusi tentang pekerjaan kelompok itu yang membutuhkan penjelasan atau klarifikasi. E.
Teknik Kancing Gemerincing Teknik kancing gemerincing memberikan kesempatan kepada setiap anggota kelompok untuk berpartisipasi dalam kelompoknya. Seringkali kita temukan dalam pelaksanaan kerja kelompok tidak terjadi pemerataan kesempatan. Siswa diharapkan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengemukakan pendapat sehingga terjadi pemerataan kesempatan pembagian tugas dalam kelompok. Hal ini sesuai dengan dikemukakan oleh Widyasari (2004:14). Dalam kegiatan Teknik Kancing Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberi konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. Keungggulan lain dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan dalam kerja kelompok. Tata cara pelaksanaan teknik ini menurut Lie (2002:63) adalah sebagai berikut: a. Guru mempersiapkan satu kotak kecil yang berisi kacang-kacangan (bisa juga benda-benda lainnya seperti kacang merah, biji kenari, potongan sedotan, batang-batang lidi, sendok es krim, dan sebagainya). b. Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing (jumlah kancing tergantung pada sukar atau tidaknya tugas yang diberikan) c. Setiap kali seseorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakannya ditengahtengah. d. Jika kancing yang dimiliki seorang siswa telah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka. e. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, maka kelompok boleh mengambil sepakat untuk membagi-bagi kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali. Sesuai dengan langkah-langkah diatas, maka langkah-langkah penerapan model cooperative learning dengan teknik kancing gemerincing disertai reward and punishment dalam proses pembelajaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Guru menjelaskan model cooperative learning dengan teknik pembelajaran kancing gemerincing disertai reward and punishment. b. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan pengelompokan heterogenitas yaitu terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 11
Boby Syefrinando, Penerapan …
c. Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing baju atau benda kecil lainnya. d. Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa masing-masing kelompok mendapatkan 1, 2 atau 3 buah kancing (jumlah kancing tergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan). e. Guru membagikan tugas yang akan dikerjakan oleh kelompok. f. Siswa membahas soal yang diberikan dengan teknik kancing gemerincing, dimana setiap kali siswa menjawab atau mengeluarkan pendapat dia harus menyerahkan salah satu kancing yang dimilikinya ketengah kelompoknya dan menuliskan jawaban pada lembaran yang telah disediakan. g. Jika semua kancing yang dimilikinya telah habis dia tidak boleh memulai berbicara lagi sampai semua rekannya menghabiskan kancing mereka. Namun ia dapat memberikan pendapat, sanggahan, atau penjelasan jika ia menganggap jawaban yang diberikan temannya salah atau kurang tepat. h. Jika semua kancing yang dimiliki anggota kelompok telah habis dan tugas belum selesai maka kelompok boleh mengulangi prosedurnya kembali. i. Guru memantapkan pengetahuan siswa dengan menjelaskan kembali penjelasan yang di sampaikan oleh teman mereka. j. Dari banyaknya kancing yang habis itulah guru memberi reward dan kelompok yang masih banyak tersisa kancingnya maka akan diberikan punishment. Informasi mengenai prosedur pelaksanaan kancing gemerincing dalam kelompok disampaikan guru pada saat memulai pelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kendala serupa yang dialami oleh penelitian sebelumnya, dimana prosedur mengenai Teknik Kancing Gemerincing yang disampaikan pada saat siswa akan memulai diskusi membuat siswa bingung dan ribut sehingga mengganggu waktu atau diskusi. F.
Reward and Punishment Menurut Tantiningsih (http.www. wawasan digital. com, 2007), Reward berupa penguatan baik verbal (berupa kata-kata/kalimat pujian) dan non-verbal (acungan jempol, perhatian, atau pun kejutan)”. Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan, sedangkan punishment diartikan sebagai hukuman atau sanksi. Punishment, bentuknya bukanlah kekerasan terhadap siswa, tetapi Punishment disini berupa penambahan tugas bagi kelompok yang kurang aktif. Jadi, hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan mendidik kearah yang lebih baik. Menurut Tantiningsih, 2007 Reward and Punishment ini bisa mengasosiasikan perbuatan dan kelakuan siswa dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Jika Reward merupakan bentuk yang positif maka Punishment sebagai bentuk yang 12
Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari reward and punishment ini adalah menimbulkan rasa tidak senang, supaya mereka jangan membuat sesuatu yang negatif. Reward and Punishment sama-sama dibutuhkan untuk memotivasi siswa dalam belajar. Keduanya merupakan reaksi dari seorang guru terhadap hasil belajar yang telah ditunjukkan oleh siswanya, hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Dilihat dari fungsinya, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut: Pembelajaran Fisika Berdasarkan KTSP
Siswa
Pembelajaran menggunakan model cooperative learning dengan teknik kancing gemerincing disertai reward and punishment
Guru
Hasil belajar kognitif Gambar 1. Kerangka Berpikir
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Djaafar, Tengku Zahara. 2001. Kontribusi Strategi Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar. Jakarta:FIP UNP E. Barkley Elizabert, Dkk. 2012. Collaborative Learning Techniques. Bandung: Nusamedia. Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University. Press Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo. 13
Boby Syefrinando, Penerapan …
Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. R Tatiningsih. 2007. Guruku Berhentilah Menghukum. (http.www. wawasan digital. com). Semarang: Indonesia. Slameto. 1999. Evaluasi Pendidikan. jakarta: bumi aksara. Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Surabaya: Pustaka Pelajar. Susanto. 2002. Pengembangan KTSP dengan Perspektif Manajemen Visi. jakarta. Mata Pena. Wardhani, Sri. 2010. Teknik Pengembangan Silabus dan RPP Matematika SMP/MTs. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
14
Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Tujuan dari reward and punishment ini adalah menimbulkan rasa tidak senang, supaya mereka jangan membuat sesuatu yang negatif. Reward and Punishment sama-sama dibutuhkan untuk memotivasi siswa dalam belajar. Keduanya merupakan reaksi dari seorang guru terhadap hasil belajar yang telah ditunjukkan oleh siswanya, hukuman untuk perbuatan jahat dan ganjaran untuk perbuatan baik. Dilihat dari fungsinya, seolah keduanya berlawanan, tetapi pada hakekatnya sama-sama bertujuan agar seseorang menjadi lebih baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut: Pembelajaran Fisika Berdasarkan KTSP
Siswa
Pembelajaran menggunakan model cooperative learning dengan teknik kancing gemerincing disertai reward and punishment
Guru
Hasil belajar kognitif Gambar 1. Kerangka Berpikir
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Djaafar, Tengku Zahara. 2001. Kontribusi Strategi Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar. Jakarta:FIP UNP E. Barkley Elizabert, Dkk. 2012. Collaborative Learning Techniques. Bandung: Nusamedia. Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University. Press Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo. 13
Alfian, Fundamentalisme … … Boby Syefrinando, Penerapan
Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. R Tatiningsih. 2007. Guruku Berhentilah Menghukum. (http.www. wawasan digital. com). Semarang: Indonesia. Slameto. 1999. Evaluasi Pendidikan. jakarta: bumi aksara. Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Surabaya: Pustaka Pelajar. Susanto. 2002. Pengembangan KTSP dengan Perspektif Manajemen Visi. jakarta. Mata Pena. Wardhani, Sri. 2010. Teknik Pengembangan Silabus dan RPP Matematika SMP/MTs. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
14