PENERAPAN METODE SOROGAN DALAM MENGHAFAL AL-QURAN DI PONDOK PESANTREN TAHAFFUDZUL QURAN PORWOYOSO NGALIYAN SEMARANG
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata (S.I) Pendidikan Agama Islam
Disusun Oleh: IZATUL ISTIFAQOH NIM. 073111083
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN Sujudku pun tak ingin memuaskan inginku Untuk haturkan sembah sedalam kalbu Adapun ku sembahkan syukur padaMu ya Allah Untuk nama, jiwa dan keluarga yang mencinta Dan perjalanan yang sejauh ini tertempa Alhamdulillah, pilihan dan kesempatan Yang membuat hamba mengerti lebih baik makna dari hidup Semuanya lebih berarti bila dihayati Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah Dalam rentang waktu menuntut ilmu Tercipta sebuah karya yang sangat sederhana Merupakan awal dari sebuah perjalanan yang sangat panjang Dalam menapaki jalan kehidupan yang sangat terjal dan berliku Dengan penuh rasa syukur dan kerendahan hati yang sangat dalam Karya yang sangat sederhana ini didedikasikan kepada:
Ibunda tersayang, Sri Jiddah dan Ayahanda tercinta, Masnur Abdullah yang selalu mencurahkan kasih sayangnya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan hati, kesabaran, ketabahan, serta selalu membasahi bibir beliau dengan untaian do’a yang tiada hentinya demi keberhasilan Ananda dalam meraih cita-cita dan kesuksesan. Pengorbanan beliau merupakan semangat hidup agar diri ini dapat menjadi orang yang lebih baik dan lebih berarti. Semoga kedamaian, kebahagiaan dan ridho ilahi selalu menyertai keduanya. Amieen………
Kakek nenekku (alm dan almh) serta adikku tersayang dek ulya dan si kecil dek fail yang selalu memberi semangat untuk terus berkarya hingga pada batas akhir, yang selalu menerangi dan menemani diri ini baik suka maupun duka dalam menapaki jalan kehidupan yang sangat panjang. Semoga adikadikku tersayang dapat melanjutkan jenjang yang paling tinggi dan dapat meraih segala cita-cita, impian dan kesuksesan hidup. Amieen…….
Ummi Aufa Abdullah Umar,AH. Beserta keluarga besar beliau, yang telah mendidik, membimbing, menasehati, mengarahkan, mengajar ilmu dan
v
pengetahuan serta mencurahkan kasih sayangnya dengan penuh ketulusan dan keikhlasan hati yang sangat dalam. Semoga beliau senantiasa dalam ridho Allah SWT. Amieen….. Jazakumullahu khoiron jaza’ Jazakumullahu ahsanal jaza’………..
Guru-guruku yang telah memperkenalkan jendela ilmu dan meletakkan dasar akhlaqul karimah sehingga dapat memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan. Semoga jasa-jasa beliau mendapat balasan yang sebaikbaiknya oleh Allah SWT.
Sahabat-sahabatku PAI-C, PPL, KKN,yang selalu memberikan bantuan, motivasi, inspirasi, nasehat, semangat hidup, pelajaran hidup dan dukungan untuk selalu bangkit dari keputusasaan dan keterpurukan yang selalu datang melanda. Semoga sahabat-sahabatku dapat meraih segala impian dan kesuksesan hidup yang dicita-citakan.
kakanda tercinta yang selalu memberikan semangat dan waktunya dalam menapaki rintangan dan cobaan hidup untuk selalu sabar dan terus berusaha. Semoga diberi kelancaran, kesabaran, serta keikhlasan dalam menjalani hidup yang penuh cobaan, ujian dan rintangan. I love you so much………………
Kelurga besar Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran yang meliputi seluruh jajaran pengurus yang telah mengorbankan waktu, pikiran dan tenaganya untuk mengemban tugas yang sangat mulia semoga kebaikan mereka selalu mendapat ridho dan balasan yang sebaik-baiknya oleh Allah SWT. Seluruh temen-temen kamar khuffadz, kamar pink, kamar ungu, kamar biru dan kamar kuning. Sahabat-sahabatku khoir, sokhi,mb ainu, m batik, dek reni, dek zahro, mb rifa, mb sussi, twiteey, ana, dek sifa, dek milani, dek husna, dek dian , dek muthi’ dek fanti, dek wilda, dek qoni’ah, dek nida dan semuanya yang selalu memberi semangat dan nasehat serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan karya yang sangat sederhana ini serta sahabatsahabatku yang tak tersebut satu persatu semoga kalian semua dapat melanjutkan studi dengan sungguh-sungguh dan mencapai apa yang kalian cita-citakan. Amieen…………….
vi
ABSTRAK Judul : Penerapan Metode Sorogan dalam Menghafal Al-Quran di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Porwoyoso Ngaliyan Semarang Nama : Izatul Istifaqoh NIM : 073111083 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Penerapan metode sorogan dalam menghafal al-Quran di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Porwoyoso Ngaliyan Semarang. 2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan penerapan metode sorogan dalam menghafal al-Quran di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Porwoyoso Ngaliyan Semarang. Penelitian ini merupakan field research (penelitian lapangan) yang disajikan secara deskriptif. Kemudian data yang telah terkumpul akan diadakan penganalisaan dengan pendekatan deskriptif untuk mengetahui penerapan metode sorogan dalam menghafal al-Quran di pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Porwoyoso Ngaliyan Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode sorogan yang diterapkan di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Porwoyoso Ngaliyan Semarang diterapkan dalam empat periode yaitu periode yang pertama pada masa K.H Abuya Abdullah Umar (pada tahun 1972-1991), periode kedua pada masa K.H Mushofa (pada tahun 2000-2004), kemudian periode ketiga pada masa K.H Azka (pada tahun 2004-2007) dan periode keempat pada masa Nyai Hj.Aufa (pada tahun 2007-sekarang). Penerapan metode sorogan sejak K.H Abuya Abdullah Umar dilakukan dengan cara santri maju satu persatu hingga selesai begitu juga pada masa K.H Mushofa dan pada masa KH Azka, kemudian baru pada masa Nyai Hj. Aufa metode sorogan yang dilakukan dengan cara santri maju tiga-tiga secara bersamaan, hal ini dilakukan karena pada masa pengasuhan Nyai Hj. Aufa jumlah santri yang mondok banyak sehingga Nyai Hj. Aufa menyuruh santri untuk mengaji dengan maju tiga santri secara bersamaan, berbeda dengan pada masa K.H .Abuya Abdullah Umar, K.H Mushofa dan K.H Azka, karena pada masa pengasuhan ketiga beliau ini jumlah santri masih sedikit dan kebanyakan santri berstatus santri tahassus (santri hanya mondok) Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa, para tenaga pengajar, para peneliti, dan semua pihak, terutama dalam memberi pertolongan dan motivasi kepada rekan-rekan mahasiswa agar senantiasa meningkatkan kualitas penelitian pada masa mendatang.
vii
TRANSLITERASI
Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab-Latin dalam Skripsi ini berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158/1987 dan Nomor: 0543b/1987. Penyimpangan penulisan kata sandang (al-) disengaja secara konsisten agar sesuai teks Arabnya.
ا
a
ط
t.
ب
b
ظ
z.
ت
t
ع
‘
ث
. s
غ
gh
ج
j
ف
f
ح
h.
ق
q
خ
kh
ك
k
د
d
ل
l
ذ
. z
م
m
ر
r
ن
n
ز
z
و
w
س
s
ھـ
h
ش
sy
ء
`
ص
s.
ي
y
ض
d
Bacaan Madd:
Bacaan Diftong:
â
= a panjang
اَ ْو
= au
î
= i panjang
ي ْ َا
= ai
û
= u panjang viii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur alhamdulillah ke hadirat Ilahi Robbi, Tuhan semesta alam, dengan ridho dan hidayah-Nya lah semua dapat terjadi, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini. Dan dengan ketulusan hati yang terdalam, penulis sampaikan terima kasih atas pemberian dan bantuan dalam bentuk apapun kepada berbagai pihak yang telah ikhlas dan rela. Seiring doa jazakumullah khoiro jaza, limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya tercurah kepada kita semua. Amin. Ucapan terima kasih, penulis haturkan kepada: 1. Prof. Dr. Muhibbin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Dr. Suja’i, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 3. Drs. H. Soediyono, M.Pd. dan Nur Asiyah, M.S.I. selaku pembimbing skripsi bagi penulis. 4. Ibu Nyai Aufa Abdullah Umar AH. beserta Keluarga besar Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang yang telah mendukung menjadi tempat penelitian dan sekaligus membimbing dalam penelitian ini. 5. Santri Putri Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Khoir, Shohi, Mbak Atik, Mbak Ainu, Mbak Rifa, Mbak Susi, Tweetiy, Shifa, Zahra, Reni, Fanti, Ginuk, Husna, Melani, Lek Shofi, Kak Aluh, Lele, Mbak Isma, mbak Alfu, Vicki, Nayla, Qonik, Nida, Wilda, Ida,
ix
Nurus, Wiwik, Wahdah, Rifaah, Susi dan semua teman yang penulis wawancarai yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini. 6. Keluargaku, Bapak dan Ibuku tercinta, Masnur Abdullah dan Sri Jidah; adik-adikku, Muarijatul Ulya dan Faizatus Sholihah. 7. Sahabat-sahabatku kelas PAI-C 2007 senasib seperjuangan; Khoir, Nurba, Aida, Juni, Yusuf, A’af, Tina, Nova, Fela, Indah, Ida, Santi, Ila, Lia, Dian, Junadi, Amin, Janu, Azmi, Basit, Fuad, Zaki, Bambang, Hanif, Ali. 8. Teman-teman PPL, dan KKN. 9. Semua pihak yang membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya, dengan penuh rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam penulisan, materi, maupun analisisnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan selanjutnya. Penulis berharap semoga karya ini tetap membawa manfaat bagi pengembangan pendidikan dan khazanah Islam. Amin
Semarang, 18 November 2011 Penulis,
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
i
PENGESAHAN .................................................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iii DEKLARASI ..................................................................................................... iv PERSEMBAHAN .............................................................................................
v
ABSTRAK ......................................................................................................... vii TRANSLITERASI ............................................................................................ viii KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ............................................................................
1
A. Latar Belakang ..........................................................................
1
B. Rumusan Masalah .....................................................................
2
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................
3
D. Penegasan Istilah ......................................................................
3
LANDASAN
TEORI
TENTANG
METODE
SOROGAN
DALAM MENGHAFAL AL-QURAN ..........................................
6
A. Kajian Pustaka ...........................................................................
6
B. Metode Sorogan .........................................................................
8
1. Pengertian metode sorogan .................................................
8
2. Dasar dan Tujuan ................................................................ 10 3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Sorogan ................... 11 4. Penerapan Metode Sorogan ................................................ 12 C. Menghafal Al-Quran ................................................................. 13 1. Pengertian Menghafal Al-Quran ........................................ 13 2. Dasar dan tujuan pendidikan menghafal Al-Quran ........ 20 3. Faktor-faktor dalam menghafal al-Quran ........................ 25 4. Sorogan sebagai metode menghafal al-Quran .................. 30 D. Petunjuk Teknis dan Pelaksanaan Menghafal al-Quran ...... 32 xi
E. Problematika umum dalam menghafal al-Quran .................. 34 BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 36 A. Jenis Penelitian .......................................................................... 36 B. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 36 C. Sumber Data Penelitian ............................................................ 36 D. Fokus Penelitian ......................................................................... 36 E. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ............................ 37 1. Observasi .............................................................................. 37 2. Wawancara ........................................................................... 37 3. Dokumentasi ......................................................................... 38 F. Metode Analisis Data
38
1. Tahap Pekerjaan Lapangan ............................................... 39 2. Tahap Pasca Lapangan ...................................................... 40 BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE SOROGAN DALAM MENGHAFAL AL-QURAN DI PONDOK PESANTREN TAHAFFUDZUL
QURAN
PURWOYOSO
NGALIYAN
SEMARANG .................................................................................... 43 A. Gambaran
Umum
dan
Sejarah
Berdirinya
Pondok
Pesantren Tahaffudzul Qur’an Ngaliyan Semarang .............. 43 B. Penerapan metode sorogan dalam menghafal al-Quran di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang .................................................................................... 52 C. Analisis Terhadap Kelebihan dan Kekurangan Penerapan Metode Sorogan di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Porwoyoso Ngaliyan Semarang ................................................ 54 BAB V
PENUTUP ......................................................................................... 56 A. Kesimpulan ................................................................................ 56 B. Saran ............................................................................................ 57 C. Penutup ........................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59 LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 62 xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
Pengumpulan Data dan Sumber Data ...................................... 41
Tabel 4.1.
Daftar Nama Santri Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an . 48
Tabel 4.2.
Jadwal Kegiatan Santri Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an ........................................................................................... 50
xiii
BAB I PENDAHULUAN
E. Latar Belakang Penelitian ini dilatarbelakangi oleh metode-metode pembelajaran yang ada di pondok pesantren di seluruh Indonesia. Dalam buku Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi karangan Mujamil Qomar, disebutkan ada dua metode pembelajaran, yaitu metode sorogan dan metode wetonan (bandongan). Disebutkan bahwa metode sorogan merupakan metode yang ditempuh dengan cara guru atau kyai menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual. Sedangkan metode wetonan atau bandongan merupakan metode pengajaran dengan cara guru atau kyai membaca, menterjemahkan, menerangkan dan mengulas buku-buku Islam atau kitabkitab dalam bahasa Arab, sedang kelompok santri mendengarkannya.1 Tentang kemunculan pesantren pertama kali di Indonesia, menurut pendataan yang dilakukan oleh Departemen Agama pada tahun 1984-1985 diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua didirikan pada tahun1062 di Pamekasan Madura, dengan nama pesantren Jan Tampes II.2 Akan tetapi hal ini diragukan, karena tentunya ada pesantren Jan Tampes I yang lebih tua. Kendatipun demikian, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang peran-sertanya tidak diragukan lagi terutama bagi perkembangan Islam di Indonesia.3 Dalam perkembangannya, pondok pesantren mengalami perubahan yang pesat, bahkan ada kecenderungan menunjukkan trend. Di sebagian pesantren telah mengembangkan kelembagaannya dengan membuka sistem madrasah, sekolah umum, dan di antaranya ada yang membuka semacam lembaga pendidikan kejuruan seperti bidang pertanian, peternakan, teknik dan 1
Prof. Dr. Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), hlm. 142-143 2 Drs.Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 1996), hlm.41. 3 Qadri Abdillah Azizi, et.al., Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), Cet.1, hlm. 86.
1
2
sebagainya.4 Kontak antara pesantren dengan madrasah ini baru terjadi secara intensif dan massif pada awal dekade 70-an.5 Sebelum itu, kedua lembaga ini cenderung
berjalan
sendiri-sendiri,
baik
karena
latar
belakang
pertumbuhannya yang berbeda maupun karena tantangan eksistensial yang dihadapi masing-masing lembaga yang tidak sama. Di Semarang Jawa Tengah terdapat banyak pondok pesantren yang mengembangkan kelembagaan dengan sistem madrasah maupun umum. Selain itu juga terdapat pondok pesantren yang hanya fokus pada kajian-kajian Islami. Ada juga pondok pesantren yang mengkhususkan diri pada tahfidz alQuran. Pola-pola pondok pesantren tersebut sangat layak untuk dikaji demi kemajuan keilmuan keislaman yang memang banyak bersumber dari kajian tentang pondok pesantren. Namun pada penelitian ini hanya menfokuskan kajian pada pondok pesantren tahfid al-Quran di kota Semarang yakni Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang. Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran ini dikhususkan bagi santri putri. Dengan waktu yang ditentukan, santri menyetorkan hafalannya kepada pengasuh pondok yang sekaligus sebagai pen-tashih bagi santri yang telah menyetor hafalan. Namun, pada prakteknya terdapan perbedaan antara teori metode sorogan dengan pelaksanaan metode sorogan di Pondok Pesantren tersebut. Dari latar belakang di atas akan diperoleh gambaran kajian yang akan diteliti, oleh karena itu dirumuskan judul PENERAPAN METODE SOROGAN
DALAM
MENGHAFAL
AL-QURAN
DI
PONDOK
PESANTREN TAHAFFUDZUL QURAN PURWOYOSO NGALIYAN SEMARANG. F. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang dan beberapa kerangka pemikiran di atas, ada dua permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu: 4
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman, (Jakarta: Badan Litbang Pendidikan dan Kebudayaan, 1979), hlm. 166. 5 Maksum Mochtar, ”Transformasi Pendidikan Islam”, dalam Said Agil Siradj, (et.al), Pesantren Masa depan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), Cet.1, hlm.198.
3
1. Bagaimana penerapan metode sorogan dalam menghafal al-Quran di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang? 2. Apakah kelebihan dan kekurangan penerapan metode sorogan dalam menghafal al-Quran di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang? G. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dari permasalahan-permasalahan yang dipaparkan di atas, maka tujuan penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui penerapan metode sorogan dalam menghafal al-Quran di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang. 2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan penerapan metode sorogan dalam menghafal al-Quran di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang. Sedangkan hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat bagi dunia pendidikan secara teoritis dan praktis. 2. Manfaat teoritis Secara teoritis diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai penerapan metode yang tepat untuk dapat menghafal Al-Quran. 3. Manfaat Praktis Dapat memberikan gambaran kepada para pembaca pada umumnya dan khususnya para penghafal al-Quran mengenai cara-cara praktis untuk mempercepat menghafal al-Quran melalui pemahaman terhadap metode sorogan. H. Penegasan Istilah Agar memberikan pemahaman yang tepat serta untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan judul skripsi ini maka, perlu untuk mempertegas istilah dalam judul tersebut, juga dengan memberikan batasan-batasan istilah. Adapun penjelasan istilah tersebut adalah: 1. Penerapan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah “penerapan” berasal dari kata dasar “terap” yang artinya berukur, kemudian mendapat imbuhan pe-
4
an, sehingga kata tersebut menjadi “penerapan” yang berarti proses, cara atau perbuatan menerapkan.6 2. Metode Sorogan Metode berasal dari kata “method” dalam bahasa Inggris yang berarti cara. Metode adalah cara yang tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.7Sedangkan istilah sorogan berasal dari kata sorog (Jawa) yang berarti menyodorkan kitab atau al-Quran kedepan kiai atau asistennya.8 Jadi metode sorogan merupakan salah satu metode pendidikan Islam, yaitu para santri maju satu per satu untuk menyodorkan kitabnya dan berhadapan langsung dengan seorang guru atau kiai dan terjadi interaksi diantara keduanya. 3. Menghafal Al-Quran Kata menghafal di sini memelihara, dan melindungi.
berasal dari kata yang berarti menjaga, 9
Menghafal berasal dari kata “hafal” yang artinya telah masuk dalam ingatan tentang pelajaran atau dapat mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain. Kemudian mendapat awalan me-menjadi menghafal yang artinya adalah berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat.10 Sedangkan Menghafal al-Quran adalah usaha keras yang dilakukan oleh seseorang untuk meresapkan sesuatu ke dalam pikirannya agar selalu diingat.11 4. Pondok Pesantren Pondok Pesantren merupakan gabungan dua kata yang memiliki arti hampir sama yaitu : 6
Lukman Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), cet.10, hlm. 1044. 7 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), cet. 1, hlm. 9. 8 Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2001), hlm. 108. 9 Maftuh Afnan, Kamus Al-Munir, (Surabaya: Anugerah, 1991), cet. 1, hlm. 88. 10 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, (Jakarta Balai pustaka, 2003), cet. 3, hlm. 381. 11 Lukman Ali, dkk., , Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), cet.10, hlm. 333.
5
Pondok berasal dari bahasa arab “Funduq” yang berarti hotel, asrama, rumah dan tempat tinggal sederhana.12 Perkataan Pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe depan dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. 13 Pondok Pesantren yang dimaksud disini adalah Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran yang berada di daerah Purwoyoso Ngaliyan Semarang.
12 13
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hlm. 62 Yasmadi, Modernisasi Pesantren, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hlm. 61.
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG METODE SOROGAN DALAM MENGHAFAL AL-QURAN F. Kajian Pustaka Dalam penyusunan skripsi ini penulis mencoba menggali informasi terhadap penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan pertimbangan untuk membandingkan masalah-masalah yang diteliti, baik dalam segi khusus metode maupun objek yang diteliti. Penelitian dengan tema Metode menghafal al-Quran telah banyak ditulis. Namun, yang membedakan dari tema-tema tersebut adalah fokus, objek, dan sasaran yang akan dikaji. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain: Skripsi I’triadi Fatukaloba (063111045) yang berjudul “Menghafal alQuran bagi santri di Pondok Pesantren Anzalal Furqân Kecamatan Gunungpati Semarang”, Skripsi ini ditulis pada tahun 2010, secara garis besar di dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa metode menghafal al-Quran bagi santri di Ponpes Anzalal Furqân Kecamatan Gunungpati Semarang menggunakan dua Metode, yakni: individual method (Metode menghafal alQuran secara individu), dan team method (Metode menghafal al-Quran secara berkelompok.14 Muhammad Liulin Nuha (0314197), dalam skripsinya yang berjudul “Metode tahfidz Al-Quran dalam keluarga (studi komparasi keluarga Anwar Syadad Mangkang Semarang dan Ahsan surodadi Jepara).” Skripsi ini ditulis pada tahun 2010, Secara garis besar, penelitian menunjukkan bahwa metode tahfidz al-Quran yang diterapkan H Muhammad Ahsan surodadi Jepara belum dikatakan optimal. Karena dalam pelaksanaannya, belum menerapkan berbagai macam metode yang ada (masih terbawa oleh metode menghafal yang diterapkan ketika orang tua berada dilingkungan pondok pesantren).
14
Itriadi Fatukaloba, Menghafal A-Quran bagi Santri di Pondok Pesantren Anzalal Furqan Kecamatan Gunung Pati, Skripsi SI, Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 2010.
6
7
Adapun metode tahfidz al-Quran yang diterapkan keluarga Anwar Syadad lebih optimal karena menggunakan metode dan urutan yang dimulai sejak anak dalam kandungan (doa, ibadah, membaca al-Quran, zikir), kemudian metode pada tahap kanak-kanak (permainan, mengeraskan bacaan al-Quran, menggunakan tape recorder, sima’i) hingga sampai metode pada tahap remaja yaitu menggunakan (wahdah, kitabah, gabungan, antara wahdah dan kitabah, talaqqi, tasmi’) dan ditunjang dengan program menghatamkan membaca alQuran dalam jangka waktu satu pekan. Hasilnya menunjukkan bahwa metode yang diterapkan keluarga Anwar Syadad lebih cepat dibanding dengan metode yang diterapkan keluarga H.Muhammad Ahsan dalam mewujudkan putriputrinya menjadi seorang hafidzah. 15 Inayah Alfauziyah (03103100). Pengaruh Penerapan Metode Sorogan Terhadap Kemampuan Membaca al-Qur’an Anak Usia 6-7 Tahun di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Anak-Anak Kudus.” Secara garis besar Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan metode sorogan di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Anak-anak Kudus, untuk mengetahui kemampuan membaca al-Qur’an anak usia 6-7 tahun di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Anak-anak Kudus, dan untuk mengetahui adakah pengaruh positif antara penerapan metode sorogan terhadap kemampuan membaca al-Qur’an anak usia 6-7 tahun di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Anak-anak Kudus. Penelitian ini menggunakan metode field research dengan tehnik analisis regresi sederhana (satu predictor). Subyek penelitian sebanyak 38 responden, menggunakan penelitian populasi. Pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi, metode angket, tes dan metode dokumentasi. Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan ada pengaruh positif antara penerapan metode sorogan terhadap kemampuan membaca al-Qur’an anak usia 6-7 tahun di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Anak-anak Kudus, yaitu
15
Muhammad Liulin Nuha, Metode Tahfidz Al-Quran dalam keluarga (Studi Komparasi Keluarga Anwar Syadad Mangkang Semarang dan Ahsan Surodadi Jepara), Skripsi SI, Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 2010.
8
dilihat dari nilai Freg > Ft 5 % dan Freg > Ft 1 %, berarti signifikan dan hipotesis dapat diterima. Qomariyah (03104286) dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Metode Takrir dalam Menghafal Al-Quran 2 juz di SD Islam Terpadu Nurul Iman Genuk Semarang.” Skripsi ini ditulis pada tahun 2009. Secara garis besar, menunjukkan bahwa pelaksanaan menghafal al-Quran di SD Islam Terpadu Nurul Iman
Genuk Semarang disesuaikan
dengan kemampuan
siswa. Oleh karena itu sekolah menargetkan hafal 2 juz al-Quran, yang dimulai dari juz 30 dan juz 29 karena kedua juz tersebut mempunyai surat yang pendek dan mudah dihafal.16 Dari telaah pustaka yang telah dilakukan, penulis hendak mengemukakan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah ada. Hal yang membedakan kajian penelitian ini adalah fokus kajian dan tujuan penelitian. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa rencana penelitian ini layak diangkat. G. Metode Sorogan 5. Pengertian metode sorogan Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, mengajarkan ilmu agama. Dengan berbagai macam metode
yang biasa
dipergunakan dalam penyajian dan penyampaian materi pendidikan di pesantren adalah metode sorogan, wetonan dan hafalan. Pengertian metode sorogan terdiri dari dua kata, yaitu metode dan sorogan. Kata “metode” mengandung pengertian suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta dan hodos berarti. “jalan atau cara.17” Zuhairini menjelaskan bahwa metode adalah salah satu komponen dari proses pendidikan, alat untuk mencapai tujuan yang didukung oleh
16
Qomariah, Penerapan Metode Takrir dalam Menghafal Al-Quran 2 Juz di SD Islam Terpadu Nurul Iman Genuk Semarang, Skripsi SI, Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 2009. 17 M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 65.
9
alat-alat bantu mengajar, dan merupakan kebulatan dalam sistem pendidikan.18 Dari sini peneliti menyimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara untuk mencapai suatu tujuan. Tuhan sendiri telah mengajarkan kepada manusia supaya mementingkan metode. Sebagaimana Firman Allah SWT pada surat An-Nahl: 125.
' % $# "! # ! (! & (012 : ) & -, " ) # + ) & ! * & ) Ayat di atas menyuruh supaya manusia dalam menyampaikan ajaran Tuhan, dengan cara-cara yang bijaksana, sesuai antara bahan dan orang yang akan menerimanya dengan mempergunakan faktor-faktor yang akan dapat membantu supaya ajarannya itu dapat diterima.19 Metode dalam rangkaian sistem pengajaran, telah menempatkan urutan setelah meteri yang akan di ajarkan atau di sampaikan oleh guru atau ustadz dalam penyampaian materi, seorang guru harus mampu memilih metode dengan tepat dan menggunakannya dengan baik,sehingga memiliki peran besar terhadap hasil pendidikan dan pengajarannya. Sedangkan pengertian sorogan menurut beberapa ahli, sebagai berikut: Abuddin Nata mengemukakan Istilah sorogan berasal dari kata Sorog (Jawa) yang berarti menyodorkan kitab ke depan kyai atau asistennya.20 Armai Arif telah mengutip pendapat dari Mastuhu dalam Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Mastuhu menjelaskan bahwa sorogan artinya belajar secara individu di mana seorang santri berhadapan dengan seorang guru atau kyai, terjadi interaksi saling mengenal di antara 18
Zuhairini,dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981), hlm. 68. 19 Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Ak Group, 1995), hlm. 11. 20 Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2001), hlm. 108.
10
keduannya. Sedangkan menurut wahyu Utomo,yamg dikutip A.Arif mengatakan metode Sorogan adalah sebuah sistem belajar dimana santri maju satu persatu untuk menbaca dan menguraikan isi kitab atau al-Quran di hadapan seorang guru atau kyai.21 Hasbullah menyebut sorogan sebagai cara mengajar per kepala, yaitu setiap santri mendapat kesempatan tersendiri untuk memperoleh pelajaran secara langsung dari kyai.22 Penulis menyimpulkan bahwa metode sorogan dengan cara para santri maju satu persatu untuk menyodorkan kitabnya dan berhadapan langsung dengan seorang guru atau kyai dan terjadi interaksi di antara keduanya dalam proses pengajarannya. Dalam metode sorogan terdapat pembelajaran secara individual, interaksi pembelajaran, bimbingan pembelajaran, dan didukung keaktifan santri. 6. Dasar dan Tujuan Pengajaran individual merupakan cara penyampaian materi yang didasari atas peristiwa yang terjadi ketika Rasulullah saw ataupun Nabi lainnya menerima ajaran dari Allah swt. Melalui malaikat Jibril, mereka langsung bertemu satu persatu, yaitu antara malaikat Jibril dan para nabi tersebut.23 Pada jaman Rasulullah saw dan para sahabat, pengajaran individual dikenal dengan metode belajar kuttab, sampai muncul istilah sorogan yang dijadikan sebagai salah satu metode pengajaran di pondok pesantren. Metode sorogan merupakan konsekuensi logis dari layanan yang sebesar-besarnya pada santri. Berbagai usaha pembaharuan dewasa ini dilakukan justru mengarah pada layanan secara individual kepada peserta didik. Metode sorogan justru mengutamakan kematangan dan perhatian
21
Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 150. 22 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), Cet.1, hlm. 145. 23 Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 151
11
serta kecakapan seseorang.24 Karena melihat tujuan metode sorogan sendiri adalah untuk mengarahkan anak didik pada pemahaman materi pokok dan juga tujuan kedekatan Relasi anak didik dan guru. Di samping itu dengan metode sorogan seorang guru dapat memanfaatkannya untuk menyelami gejolak jiwa atau problem-problem yang dihadapi masing-masing santrinya, terutama yang berpotensi mengganggu proses penyerapan pengetahuan mereka. Kemudian dari penyelaman ini guru dapat memilih strategi apa yang diperlukan untuk memberikan solusi bagi santrinya. 7. Kelebihan dan Kekurangan Metode Sorogan Seperti halnya metode-metode pembelajaran yang lain, metode sorogan ini juga mempunyai kelebihan maupun kekurangan. Armai Arif menyebutkan beberapa kelebihan yang dimiliki metode sorogan ini adalah: a. terjadi hubungan yang erat dan harmonis antara guru/kiai dan santri; b. memungkinkan bagi seorang guru untuk mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang santri; c. santri mendapatkan penjelasan langsung dari guru; d. guru dapat mengetahui kualitas yang telah dicapai santrinya; dan e. santri yang aktif dan yang mempunyai IQ yang tinggi akan lebih cepat menyelesaikan materi pembelajarannya dibanding dengan yang rendah akan membutuhkan waktu yang lebih lama.25 Sedangkan kelemahan metode sorogan Armai Arif menemukan beberapa kekurangan di antaranya adalah: a. metode sorogan kurang efisien, disebabkan hanya menghadapi beberapa santri saja; b. membuat santri cepat bosan karena metode ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi; dan 24
Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi., hlm. 145 25 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 152.
12
c. santri kadang hanya menangkap kesan verbalisme semata terutama mereka yang tidak mengerti terjemahan dari bahasa tertentu.26 8. Penerapan Metode Sorogan Dalam penerapan metode sorogan mau tidak mau harus terjadi interaksi antara dua individu, yakni guru atau kyai dan santri. Interaksi dari keduanya dapat terjadi jika guru membaca atau berbicara sedang santri mendengarkan atau menyimak; ataupun santri membaca atau berbicara sedang guruatau kyai mendengar atau menyimak. Dari interaksi tersebut di atas kemudian diterapkan dalam menghafal ayat-ayat al-Quran yang nantinya melibatkan antara guru atau kyai dan santri di lokasi pondok pesantren yang akan peneliti kaji. Hasbullah dalam bukunya Kapita Selekta Pendidikan Islam menggambarkan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan metode sorogan ini, santri bersama-sama mendatangi guru atau kyai, kemudian mereka antri dan menunggu giliran masing-masing.27 Dari gambaran tersebut dapat diketahui bahwa metode sorogan membutuhkan keaktifan santri. Jika dikaitkan dengan kajian yang akan peneliti ambil, para santri menghafal ayat-ayat al-Quran di hadapan guru atau kyai, namun sebelum hal itu dilakukan sudah tentu santri harus mempersiapkan terlebih dahulu hafalan yang akan disetorkan. Lebih siap dalam menghafal, maka akan lebih lancar di hadapan guru atau kyai. Di lain pihak, Zamakhsyari Dhofier berpendapat bahwa metode sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi santri.28 Nampaknya pendapat ini terlalu berlebihan jika dinyatakan bahwa metode sorogan paling sulit dari sekian banyak metode pendidikan yang ditawarkan kepada santri dalam
26
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 152. 27 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 50 28 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 108
13
pendidikan tradisional Islam, karena bukan hanya santri saja yang seharusnya berperan aktif, tetapi juga guru atau kyai harus berperan aktif juga. Sehingga akan diperoleh hasil yang optimal terhadap apa saja bidang yang menggunakan metode sorogan ini.
H. Menghafal Al-Quran 1. Pengertian Menghafal Al-Quran a. Landasan menghafal al-Quran Menghafal al-Quran memiliki landasan yang cukup kuat dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, yaitu landasan agama. Al-Quran dikenal oleh manusia dari berbagai ciri dan sifatnya. Salah satu ciri dan sifat al-Quran adalah dijamin keasliannya dan kemurniannya oleh Allah SWT. Sifat ini tidak dimiliki oleh kitab-kitab suci
sebelumnya.
Kemurniannya
senantiasa
terjaga
sejak
diturunkannya kepada nabi Muhammad SAW, sekarang dan sampai hari kiamat kelak. Hal ini terjadi karena dalam lafal-lafal al-Quran, redaksi
maupun
ayat-ayatnya
mengandung
makna
keindahan,
kenikmatan, dan kemudahan. Hal ini memudahkan bagi orang yang bersungguh-sungguh untuk menghafal dan menyimpan al-Quran dalam hatinya.29 Allah SWT. Berfirman dalam Qs.Al-Hijr ayat 9:
(= : 7< ) ( 4 + !56 7 8 9 :! ;5 & 5 !56 “Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Quran dan kami benar-benar memeliharanya.”30 Ayat diatas meyakinkan kepada orangorang yang beriman akan kemurnian al-Quran. Bukan berarti umat Islam terlepas dari tanggung jawab dan kwajiban untuk memelihara kemurniannya dari upanya pemalsuan ayat-ayat al-Quran.31
29
Yusuf Qardhawi, Menghafal Al-quran, terj. Nn., (t.tp., KONSIS Media, tt.), pdf, hlm.2. R.A.H Soenarjo, Al-quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Departemem Agama RI,1971), hlm.391 31 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis menghafal Al-Quran, (Jakarta Bumi Aksara, 2005), cet. 3, hlm. 1. 30
14
Quraish Shihab memaparkan dalam Tafsir al-Misbah, bahwa ayat ini merupakan dorongan kepada orang-orang kafir untuk mempercayai al-Qur'an
sekaligus
memutus
harapan
mereka
untuk
dapat
mempertahankan keyakinan sesat mereka. Betapa tidak, al-Qur'an dan nilai-nilainya tidak akan punah tetapi akan bertahan. Itu berarti bahwa kepercayaan yang bertentangan dengannya, pada akhirnya — cepat atau lambat — pasti akan dikalahkan oleh ajaran al-Qur'an. Dengan demikian, tidak ada gunanya meteka memeranginya dan tidak berguna pula mempertahankan kesesatan mereka.32 Oleh karena itu, menghafal al-Quran menjadi sangat penting bagi umat islam dengan empat alasan.33 1)
Al-Quran diturunkan, diterima dan diajarkan oleh Rasulullah saw secara hafalan sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya Qs. AsySyu’araa ayat 192-193.
∩⊇⊂∪ ßÏΒF{$# ßyρ”9$# ϵÎ/ tΑt“tΡ ∩⊇⊄∪ tÏΗs>≈yèø9$# Éb>u‘ ã≅ƒÍ”∴tGs9 …絯ΡÎ)uρ yang artinya: “Dan sesungguhnya al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh tuhan semesta alam. Dia dibawa turun oleh alRuh al-amin (jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang memberi peringatan dengan bahasa arab yang jelas.” Kata (
) tanzil terambil dan kata (
) nazzala yang
berarti menurunkan. Kata "turun" dapat berkaitan dengan hal yang bersifat material, dan ketika itu ia bermakna "pemindahan dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah", dan dapat juga menyangkut immaterial, dan kctika itu ia bermakna "pemindahan dari sumber yang ringgi ke arah bawahnya". Al-Qur'an diturunkan 32
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 7, hlm. 97. Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis menghafal Al-Quran, (Jakarta Bumi Aksara, 2005), cet. 3, hlm. 22-23. 33
15
dari "langit" atau dan Allah swt. kepada manusia. Penurunan dimaksud adalah penampakannya dari alam gaib atau alam ruhani ke alam nyata/duniawi yang bersifat material. Kata () tanzil biasa digunakan dalam arti turun sedikit demi sedikit, tahap demi tahap.34 Malaikat Jibril dinamai ar-Ruh al-Amin adalah yang berfungsi mengantar wahyu-whyu ilahi kepada manusia-manusia pilihan Allah. Agaknya penamaan itu, untuk mengisyaratkan bahwa kalam Ilahi itu adalah sesuatu yang menghidupkan ruhani sebagaimana halnya dengan nyawa yang menghidupkan jasmani. Sedang penyifatan malaikat suci itu dengan al-Amin untuk menyatakan bahwa ia sangat tepercaya oleh Allah swt.35 2) Hikmah
diturunkannya
al-Quran
secara
berangsur-angsur
merupakan isyarat dan dorongan kepada umat islam untuk menghafalkannya. Mereka harus menjadikan Rasulullah Saw sebagai figur yang dipersiapkan oleh Allah SWT untuk menerima wahyu secara hafalan. Beliau adalah teladan bagi umatnya, Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Qamar ayat 17;
∩⊇∠∪ 9Ï.£‰•Β ÏΒ ö≅yγsù Ìø.Ïe%#Ï9 tβ#uöà)ø9$# $tΡ÷œ£o„ ô‰s)s9uρ “Dan sesungguhnya telah kami mempermudah al-Quran (bagi manusia) untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran (daripadanya)?” Uraian ayat-ayat yang lalu merupakan bagian dari ayat alQur'an yang diturunkan Allah swt. kepada umat manusia. Uraian tersebut pada hakikatnya sangat berguna bagi mereka yang ingin mendapat pelajaran serta sangat mudah dicerna oleh siapa pun yang memberi perhatian - walau tidak terlalu banyak. Hakikat itu 34 35
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 10, hlm. 134. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 10, hlm. 134.
16
diungkap oleh Allah swt. melalui ayat di atas dengan menyatakan: Dan sungguh Kami bersumpah bahwa Kami telah mempermudah al-Qur'an untuk menjadi pelajaran, maka adakah yang akan bersungguh-sungguh
mengambil
pelajaran
sehingga
Allah
melimpahkan karunia dun membantunya memahami kitab suci itu? Quraish
Shihab
menyatakan
bahwa
Allah
swt.
mempermudah pemahaman al-Qur'an dengan cara menurunkannya sedikit demi sedikit, mengulang-ulangi uraiannya, memberikan serangkaian contoh dan perumpamaan menyangkut hal-hal yang abstrak dengan sesuatu yang kasat indrawi melalui pemilihan bahasa yang paling kaya kosakatanya serta mudah diucapkan dan dipahami, populer, terasa indah oleh kalbu yang mendengarnya lagi sesuai dengan nalar fitrah manusia agar tidak timbul kerancuan dalam memahami pesannya.36 3) Aplikasi dari al-Quran surat al-Hijr ayat 9 diatas Allah-lah yang menjamin pemeliharaan terhadap kemurnian al-Quran. Namun, tugas operasional secara nyata dalakukan oleh umat islam sebagai wujud dan rasa tanggung jawab pemiliknya. 4) Menghafal al-Quran hukumnya fardu kifayah. Fardhu kifayah adalah suatu kewajiban yang dituntut oleh syar’i dari keseluruhan para mukallaf (yang diberi tanggung jawab), bukan masing-masing individu dari mereka. Apabila sebagian dari para mukallaf telah melaksanakannya maka kewajiban tersebut telah dilaksanakan dan dosa serta kesulitan telah gugur dari yang lainnya. Apabila tiaptiap individu dari para mukallaf tidak melaksanakannya maka mereka swmua berdosa karena tidak memperhatikan kewajiban tersebut.37 Dalam konteks kajian penelitian ini, penghafal al-Quran
36
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 13, hlm. 463. Abdul Wahab Khallaf, Ilmi Ushul Fiqh, terj. Muhammad Zuhri dan Ahmad Qorib, Semarang: Dina Utama Semarang, 1994, hlm.156 37
17
tidak boleh kurang dari jumlah mutawattir38. Sehingga tidak ada kemungkinan terjadi pemalsuan dan pengubahan terhadap ayatayat suci al-Quran. Menurut penulis, berdasarkan empat alasan diatas maka menghafal al-Quran hukumnya fardhu kifayah.39 Bagi umat islam. Mereka harus memelihara dan merawat kesucian ayat-ayat suci al-Quran, baik dengan ingatan dan terlebih lagi dengan perilakunya. b. Keutamaan menghafal al-Quran Menghafal al-Quran memiliki keutamaan yang sangat banyak. Badrun bin Nasir Al-Badri menerangkan sebagai berikut:40 1) Penghafal al-Quran menjadi manusia yang terbaik.41 Hujjaj bin Minhal telah menyampaikan kepada kami, Syu’bah telah menyampaikan kepada kami, dia berkata, al-Qamah bin Mursad telah mengabarkan kepada saya, dia berkata, saya telah mendengar Sa’d bin U’baidah, dari Abdurrahman As-sulami, dari Usman ra. Berkata, Nabi SAW. Telah bersabda,” sebaik-baik kamu adalah
orang
yang
mempelajari
al-Quran
kemudian
mengajarkannya. 2) Penghafalal-Quran mendapat kenikmatan yang tiada bandingnya. Ali bin Ibrahim telah menyampaikan kepada kami, dia berkata, Rauh telah menyampaikan kepada kami, dia berkata, su’bah telah 38
Mutawatir adalah derajat suatu berita (al-Quran) yang tidak membutuhkan syarat-syarat hadis shahih karena tidak dipercaya keabsahannya dari pada hadis shahih. (A. Hasan, terjemah Bulughul Maram, Bandung: CV Diponegoro, 2002, cet. 26, hlm.10). Namun Mutawatir memiliki empat syarat: pertama, perawinya harus tsiqah (terpercaya), mengerti terhadap apa yang dikabarkan dan menyampaikannya dengan kalimat pasti. Kedua, sandaran penyampaian kepada sesuatu yang konkrit, meliputi penyaksian atau penglihatan langsung, seperti., “saya mendengar, kami mendengar, saya melihat dan kami melihat.” Ketiga, jumlah perawi banyak sehinnga mustahil ada kesepakatan diantara mereka untuk berdusta. Keempat, jumlah perawi minimal 10 orang dan mereka tetap pada pendiriannya dari awal sanad hingga akhir sanad. (Mahmud Tahan, Kitab Tafsir Mustalah Al-Hadist, terj. Nn., t.tp.:tp.,,tt., hlm.31). 39 Abdul Wahab Khallaf, Ilmi Ushul Fiqh, terj. Muhammad Zuhri dan Ahmad Qorib, Semarang: Dina Utama Semarang, 1994, hlm.156 40 Badrun bin Nasir Al-Badri, Keutamaan Membaca dan Menghafal al-Quran, terj. Muhammad Iqbal A. Ghazali, (Indonesia: Maktub Dakwah dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2010, hlm. 4-6) 41 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah Al-Bukhari, Al-Jami’ AlMusnad As-Sahih Al-Mukhtasar, Jilid VI, Beirut: Dar Tauq An-Najah, 1422, hlm.191-192.
18
menyampaikan kepada kami, dari Sulaiman, dia berkata, saya telah mendengar dari Dukwan, dari Abi Hurairah ra. Berkata, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda,” tidak boleh menginginkan sesuatu yang dimiliki oleh orang yang lain kecuali dua hal: yaitu orang yang diberi oleh Allah SWT keahlian dalam al-Quran maka dia melaksanakannya (mengamalkannya) pada malam dan siang. Dan seseorang yang diberi harta oleh Allah kemudian ia menginfakkannya sepanjang siang dan malam.”42 3) Penghafal al-Quran mendapat syafaatnya dihari kiamat. Hasan bin Ali Al-Huluwan telah menyampaikan kepada saya, Abu Taubah telah menyampaikan kepada kami, Mu’awiyah telah menyampaikam kepada kami, dari Zaid, bahwasanya dia telah mendengar Aba Salamah berkata, Abu Umamah Al-Bahili ra. Telah menyampaikan kepada kami, Rasulullah SAW telah bersabda,” bacalal al-Quran, sesnnguhnya dia akan datang pada hari kiamat untuk memberi pertolongan kepada ahlinya (orang yang membaca, menghafal dan mengamalkannya”) 43 4) Penghafal al-Quran mendapat pahala berlipat ganda. Muhammad bin Basyar teleh menyampaikan kepada kami, Abu Bakar Al-Hanafi telah menyampaikan kepada kami, AdDahah bin Usman telah menyampaikan kepada kami, dari ayub bin musa,dia berkata saya telah mendengar muhammad bin ka’ab AlQorzai dia berkata,saya telah mendengar Abdullah bin mas’ud ra. Dia berkata, Rasulullah SAW. telah bersabda,”Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka untuknya satu kebaikan dan satu satu kebaikan yang dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan.
42
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah Al-Bukhari, Al-Jami’ AlMusnad As-Sahih Al-Mukhtasar, Jilid VI, Beirut: Dar Tauq An-Najah, 1422, hlm.191 43 Muslim bin Al-Hujaj Abu Al-Husain Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim. Jilid 1, Beirut: Dar Ihya At-Turas Al- Arabi, tt., hlm. 553
19
Saya tidak mengatakan alif lam mim satu huruf tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” 44 5) Penghafal al-Quran dikumpulkan bersama para malaikat. Dari Aisyah ra. Berkata, Rasulullah SAW. Bersabda,”Orang yang membaca Al-Qur’an dan dia mahir dalam membacanya maka dia dikumpulkan bersama malaikat yang mulia lagi berbakti. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dan dia massih terbata-bata dan merasa berat dalam membacanya maka dia mendapat dua pahala.” 45 6) Penghafal al-Quran adalah keluarga Allah SWT.46 Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam ahmad berkata, Abdullah telah menyampaikan kepada kami,
dari
bapaknya,
dari
Abu
Ubaidah
Al-Hadad
dari
Abdurrahman bin Badil bin Maisaroh, Ia berkata, Bapakku telah menceritakan kepadaku dari Anas, dia berkata, Rasulullah SAW. telah bersabda,” sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga yang terdiri dari manusia.” Kata An-Nas selanjutnya,” lalu Rasullah SAW ditanya,” siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “ya ahli Al-Qur’an (orang yang membaca atau menghafal Al-Quran dan mengamalkan isinya). Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.”47 7) Penghafal al-Quran adalah manusia pilihan Allah SWT untuk menerima warisan kitab suci tersebut.48 Allah SWT menerangkannya dalam Qs. Fatir ayat 32. Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami 44
Muhammad bin Isa Abu Isa Al-tirmidzi As-Salami, Al-Jami As-Shahih Sunan At-Tirmidzi, jilid 2, Beirut: Dar Ihya At-Turas Al-Arabi, tt., hlm.175 45 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah Al-Bukhari, Al-Jami’ AlMusnad As-Sahih Al-Mukhtasar, Jilid VI, Beirut: Dar Tauq An-Najah, 1422, hlm.166 46 Ali Mustafa Yaqub, Nasihat Nabi kepada Pembaca dan Penghafal Al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet.10, hlm. 29. 47 Ahmad bin Hambal Abu Abdillah Syaibani, Musnad Al-Imam Ahmad bin Hambal, Jilid III, Kairo: Mu’assasah Qurtubah, tt., hlm. 127. 48 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran, (Jakarta Bumi Aksara, 2005), cet. 3, hlm.26
20
pilih diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan diantara mereka ada yang pertengahan, dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.49 8) Menghafal al-Quran adalah ibadah yng paling utama dan jamuan kepada kekasihnya.50 Allah SWT menerangkannya dalam Qs. fatir ayat 29. Sesunggunya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terangterang, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.51
2. Dasar dan tujuan pendidikan menghafal Al-Quran Dasar yang dijadikan sebagai landasan untuk menghafal al-Quran disebut sebagai nash al-Quran, al-Hadist dan pendapat para ulama. Adapaun Dasar dari nash al-Quran adalah: a. Surat al-Hijr ayat 9
(= : 7< )
tβθÝàÏ≈ptm: …çµs9 $¯ΡÎ)uρ tø.Ïe%!$# $uΖø9¨“tΡ ßøtwΥ $¯ΡÎ)
“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Quran dan kami benarbenar memeliharanya.” Seperti pemaparan pada landasan menghafal al-Qur’an di atas, Quraish Shihab memaparkan dalam Tafsir al-Misbah, bahwa ayat ini merupakan dorongan kepada orang-orang kafir untuk mempercayai al-
49
R.A.H. Soenarjo, dkk, op.cit., hlm 700-701 Ahmad Salim Badwilan, Seni menghafal Al-Quran, Resep Manjur Menghafal Al-Quran yang Telah Terbukti Keampuhannya, terj. Abu Hudzaifah (t.tp., Wacana Ilmiah Press, 2008), cet. 1, hlm. 264-266. 51 R.A.H. Soenarjo, dkk, op.cit., hlm. 700 50
21
Qur'an
sekaligus
memutus
harapan
mempertahankan keyakinan sesat mereka.
mereka
untuk
dapat
52
b. Surat al-Qamar ayat 17.
(?1: 7> ) 9Ï.£‰•Β ÏΒ ö≅yγsù Ìø.Ïe%#Ï9 tβ#uöà)ø9$# $tΡ÷œ£o„ ô‰s)s9uρ “Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?” c. Surat ar-Rahman ayat 2
(1: &%7 ) tβ#uöà)ø9$# zΝ¯=tæ “Yang
telah mengajarkan Al Quran.”
Secara etimologi, Quraish Shihab menjelaskan bahwa patron kata ( ) ‘allama / mengajarkan memerlukan dua objek. Banyak ulama yang menyebut objeknya adalah kata al-insan (manusia) yang diisyaratkan oleh ayat berikutnya. Sedangkan
Al-Qur’an
adalah
firman-firman
Allah
yang
disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. dengan lafal dan maknanya yang beribadah siapa yang membacanya, dan menjadi bukti kebenaran mukjizat Nabi Muhammad saw. Kata ( ) al-Qur'an dapat dipahami sebagai keseluruhan ayat-ayatnya yang enam ribu lebih itu, dan dapat juga digunakan untuk menunjuk walau satu ayat saja atau bagian dari satu ayat.53 d. Surat al-Muzzammil ayat 4
(A: @: ) ¸ξ‹Ï?ös? tβ#uöà)ø9$# È≅Ïo?u‘uρ ...
52 53
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 7, hlm. 97. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 13, hlm. 493.
22
“... dan bacalah Al-Quran itu dengan perlahan-lahan.” Dalam Tafsir al-Mishbah, disebutkan bahwa kata ( ) rattil dan () tartil terambil dari kata () ratala yang antara lain berarti serasi dan indah. Kamus-kamus bahasa merumuskan bahwa segala sesuatu yang baik dan indah dinamai ratl seperti gigi yang putih dan tersusun rapi, demikian pula benteng yang kuat dan kokoh. Ucapanucapan yang disusun secara rapi dan diucapkan dengan baik dan benar dilukiskan dengan kata-kata Tartil al-Kalam.54 Sehingga Tartil al-Qur'an adalah: "Membacanya dengan perlahanlahan sambil memperjelas huruf-huruf berhenti dan memulai (Ibtida'), sehingga
pembaca
dan
pendengarnya
dapat
memahami
dan
menghayati kandungan pesan-pesannya".55 e. Surat al-Qiyamah ayat 17-19
…çµtΡ$uŠt/ $uΖøŠn=tã ¨βÎ) §ΝèO …çµtΡ#uöè% ôìÎ7¨?$$sù çµ≈tΡù&ts% #sŒÎ*sù …çµtΡ#uöè%uρ …çµyè÷Ηsd $uΖøŠn=tã ¨βÎ)
(0=C0B: @ > ) “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.” Banyak ulama berpendapat bahwa ayat ini adalah sisipan yang turun spontan saat Nabi Muhammad saw. menerima wahyu al-Qur'an melalui malaikut Jibril as. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan asbab nuzulnya bahwa apabila wahyu al-Qur'an turun, Nabi saw. menggerakkan lidahnya untuk menghafal wahyu al-Qur'an itu - karena takut jangan sampai ada yang luput dari beliau, atau karena keinginan
54 55
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 14, hlm. 516. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 14, hlm. 516.
23
beliau yang meluap untuk menghafalnya. Keadaan ini sangat menyulitkan beliau. Maka turunlah ayat-ayat di atas. Maksudnya, Nabi biasa menyempurnakan satu kata yang belum sempurna diucapkan oleb Jibril as. Misalnya seorang belum lagi selesai mengucapkan kata kemarin - baru sampai "kema", yang mendengarnya langsung menambahkan sendiri kaca "rin".56 Quraish Shihab menambahkan, bila malaikat Jibril as. datang menyampaikan wahyu, behau menggerakkan lidahnya agar dapat mengikuti dan segera menghafal wahyu itu serta agar tidak luput sesuatu pun darinya. Itulah yang behau lakukan padahal sebelum ini telah dinyatakan oleh ayat yang lalu tidak bergunanya dalih seseorang, sedang ketergesaan merupakan salah satu bentuk dalih. Di samping itu manusia sering kali dikecam akibat ketergesaan dan keinginan meraih kenikmatan duniawi yang cepat perolehan serta cepat pula hilangnya. Sebagai natijah dari mukadimah di atas, Allah berfirman melarang ketergesaan itu agar beliau tidak cenderung kepada ketergesaan dan tidak terjerumus dalam pelanggaran.57 Ayat di atas bagaikan menyatakan: Janganlah engkau wahai Nabi Muhammad menggerakkan dengannya yakni menyangkut al-Qur'an lidahmu
untuk
membacanya
sebelum
malaikat
Jibril
selesai
membacakannya kepadamu karena engkau hendak mempercepat menguasai
bacaan-nya
menghafalnya
atau
takut
melupakan
jangan salah
sampat satu
engkau bagian
tidak
darinya.
Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah pengumpulannya sehingga sempurna ucapan katanya tanpa harus mendahului Jibril dalam pengucapannya atau pengumpulannya di dalam dadamu dan engkau mampu menghafalnya tanpa bersusah payah dan atas tanggungan
56 57
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 14, hlm. 631. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 14, hlm. 631.
24
Kami pula pembacaannya sehingga engkau pandai dan lancar membacanya.58 Sedangkan tujuan menghafal al-Quran adalah: a. Merasakan keagungan al-Quran. Al-Quran merupakan wahyu Allah SWT yang apabila dibaca akan mendapat pahala.59 Ini menjadi bukti yang kuat tentang keagungan alQuran calon tahfidz al-Quran hendaknya menyadari betul bahwa apa yang akan dihafalkannya adalah sesuatu yang mulia. Kemuliaan alQuran tidak hanya diakui oleh kaum muslimin saja,
Akan tetapi
semua manusia mengakuinya. Kesadaran akan al-Quran hendaknya dapat menjadi pemicu bagi calon tahfidz dalam menghafal al-Quran secara sungguh-sungguh tertanam dalam hati kemantapan serta optimisme yang tinggi untuk mendapatkan titel al-hamil yang benar. b. Memiliki ihtimam (perhatian) terhadap al-Quran Al-Quran sebanyak 30 juz yang pada proses pewahyuannya tidak secara langsung, menandakan bahwa al-Quran cukup sulit untuk dihafalkan, sukses menjadi hamil al-Quran bukanlah hal yang mudah tapi memerlukan perhatian yang khusus terhadap al-Quran Adapun ciri orang yang memiliki ihtimam (perhatian) terhadap alQuran antara lain: 1) Membaca al-Quran 1 juz tiap hari 2) senang mengikuti acara hifd al-Quran, 3) Senang mendengarkan bacaan alQuran.60 c. Membina dan megembangkan serta meningkatkan jumlah para penghafal al-Quran, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan mencetak
58
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 14, hlm. 632. Ahsin W. Al-Khafidz, Bimbingan Praktis menghafal Al-Quran, (Jakarta: Bumi Aksara 1994), hlm. 1. 60 Miftah, dkk, Al-Quran Sumber Hukum Islam, Juz I, (Bandung: Pustaka, 1989), hlm.19 59
25
kader-kader muslimin yang hafal al-Quran, memahami dan mendalami isinya, serta berpengetahuan luas dan berakhlakul karimah.61 d. Melestarikan kemurnian al-Quran dari segi bacaannya yang benar sesuai dengan perintah AllahSWT dan Rasulnya. e. Menyebarluaskan ilmu membaca al-Quran, karena mengajar al-Quran adalah kewajiban suci lagi mulia. 3. Faktor-faktor dalam menghafal al-Quran. Seseorang yang ingin berhasil dalam menghafal al-Quran harus memperhatikan faktor-faktor yang mendukung, diantaranya ialah: a. Usia yang cocok (ideal) Sebenarnya tidak ada batasan usia tertentu secara mutlak untuk memulai menghafal al-Quran, akan tetapi tingkat
usia seseorang
berpengaruh terhadap keberhasilan menghafal al-Quran. Seseorang penghafal yang berusia lebih muda akan lebih potensial daya serapnya terhadap materi-materi yang dibaca, dihafal atau didengar ketimbang dengan mereka yang berusia lanjut, meskipun tidak mutlak. Dalam hal ini, ternyata usia dini atau anak-anak mempunyai daya rekam yang kuat terhadap sesuatu yang dilihat, didengar atau dihafal. Karena usia yang relatif muda belum banyak terbebani oleh problema hidup yang memberatkan sehingga ia akan lebih cepat menciptakan konsentrasi untuk mencapai sesuatu yang diiginkannya, maka usia yang ideal untuk menghafal adalah berkisar antara 6-21 tahun. Namun, bagi anakanak usia dini yang diproyeksikan untuk menghafal al-Quran tidak boleh dipaksakan di luar batas kemampuan psikologis. Pepatah Arab mengatakan:
I ) H > ;! 8 7 4 E)D ;!" 7 < ) H > ;! 8 GF 4 E)D ;!" “Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, sedang belajar pada usia sesudah dewasa bagaikan mengukir di atas air.62 61
Muhaimin Zen, Pedoman Pembinaan Tahfidzul Quran, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983), hlm. 26. 62 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis menghafal Al-Quran, (Jakarta: Bumi Aksara 1994), hlm. 56-57.
26
Disebut juga dalam buku psikologi perkembangan, bahwa anak-anak yang berumur 6-7 tahun dianggap matang untuk belajar di sekolah dasar, jika: 1) Kondisi jasmani yang cukup sehat dan kuat untuk melakukan tugas di sekolah. 2) Ada keinginan belajar 3) Perkembangan perasaan sosial telah memadai 4) Syarat-syarat lain: -
Fungsi jiwa (daya ingat, cara berfikir, daya pendengaran sudah berkembang yang diperlukan untuk belajar membaca)
-
Anak telah memperoleh cukup pengalaman dari rumah untuk dipergunakan sebagai dasar bagi pelajaran permulaan, karena pada apa yang telah diketahui oleh anak.63
b. Pengaturan waktu dan pembatasan. Pengaturan waktu dan pembatasan pelajaran adalah merupakan faktor terpenting untuk menghafal al-Quran. Pengaturan waktu dan pembagiannya sehingga menjadi satuan yang tepat, umpamanya ada jam-jam pagi dan siang, akan memperoleh hasil yang optimal. Fungsi terpenting yang dapat dirasakan dari
pembagian waktu, adalah
memperbarui semangat dan kemauan, meniadakan kejemuan dan kebosanan, membiasakan syiar-syiar yang lembut, mengupayakan adanya kesungguhan, mengurangi senda gurau, perangkat ini adalah merupakan ciri-ciri muslim yang paling mendalam.64 Dalam kaitannya dengan upanya menghafal al-Quran tampak adanya tanda-tanda pentingnya pembagian waktu, di antaranya: 1) Untuk menghafal al-Quran sebaiknya kita memilih waktu yang paling tepat. Di antaranya penghafal al-Quran ada yang menghafal 63
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008) cet. IV, hlm.
166 64
Abdurrab Nawabuddin, Teknik Menghafal Al-Quran, (Bandung: Al-Gensindo,1991), hlm. 39-40.
27
al-Quran secara khusus, yakni tidak ada kesibukan lain kecuali menghafal al-Quran saja. Bagi mereka yang tidak mempunyai kesibukan lain dapat mengoptimalkan seluruh waktu dan memaksimalkan seluruh kapasitas waktu menghafal
dan akan
lebih cepat selesai. Sebaliknya bagi mereka yang mempunyai kesibukan lain harus pandai-pandai memanfaatkan waktu. Di antara waktu yang paling tepat adalah:65 a) Waktu sebelum terbit fajar b) Setelah fajar hingga terbit matahari c) Setelah bangun tidur dari siang d) Setelah shalat fardhu e) Waktu diantara magrib dan isya’ 2) Mengatur waktu untuk menghafal dan untuk lainnya. Para ahli jiwa (psikologi) berpendapat bahwa pengaturan waktu yang baik akan berpengaruh besar terhadap melekatnya materi. Siapa yang menghafal nash (teks ) selama satu bulan maka hafalannya akan melekat erat dan bertahan lama dibandingkan orang yang membaca teks yang sama dalam waktu satu minggu. 3) Tidak memaksakan mengulang-ulang dengan sekaligus karena hal tersebut dapat menimbulkan kejenuhan. Orang yang menghafal satu jam lalu beristirahat agar materi yang baru dihafal mengendap dalam benak, lebih baik dibandingkan mereka yang membaca AlQuran dalam waktu satu hari penuh dalam keadaan lelah lesu.66 c. Tempat Menghafal Situasi dan kondisi suatu tempat ikut mendukung tercapainya program menghafal Al-Quran. Oleh karena itu untuk menghafal AlQuran diperlukan tempat yang ideal untuk terciptanya konsentrasi.
65
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran, (Jakarta: Bumi Aksara 1994), hlm. 56. 66 Abdurraab Nawabuddin, Teknik Menghafal Al-Quran, (Bandung: Al-Gensindo,1991), hlm. 41
28
Tempat yang ideal untuk menghafal Al-Quran, yaitu: 67 1) Jauh dari kebisingan 2) Bersih dan suci dari kotoran dan najis 3) Cukup ventilasi untuk terjaminnya pergantian udara 4) Cukup penerangan 5) Tidak memungkinkan timbulnya gangguan-gangguan, yakni jauh dari telephon, atau ruang tamu, atau tempat yang bukan biasa untuk mengobrol. Jadi pada dasarnya tempat menghafal harus dapat menciptakan suasana yang penuh untuk konsentrasi dalam menghafal al-Quran d. Materi menghafal al-Quran Materi adalah sisi yang diberikan
kepada
siswa pada saat
berlangsungnya belajar mengajar.68Sedangkan materi yang diberikan dalam menghafal al-Quran berupa materi bacaan yang terdiri dari: 1) Makhraj al-Huruf Yaitu tempat asal keluarnya huruf ada lima tempat diantaranya: a) Keluar dari lubang mulut ( ر، ي،)ا b) Tenggorokan ( ء، ھـ، غ، ع، خ،)ح c) Lidah ( ل، ض، ص، ش، س، ظ، ط، ذ، د،)ت d) Bibir ( ف، و، م، ب،)ث e) Hidung ()ن 2) Ilmu Tajwid Yaitu: Ilmu yang mempelajari tentang pemberian huruf tentang hak-haknya dan mustahatnya, seperti tafkhim, tarqiq, qalqalah, mad dan lain-lain. 3) Kefasihan dalam membaca 4) Kelancaran dalam membaca.69
67
Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran, (Jakarta: Bumi Aksara 1994), hlm. 61. 68 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm. 67. 69 Minan Zuhri, Pelajaran Tajwid, (Kudus: Menara Kudus, 1981), hlm. 1.
29
Faktor-faktor psikologis dalam menghafal al-Quran Dalam kegiatan menghafal al-Quran terdapat juga faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi keefektifannya hal ini perlu diperhatikan sungguh-sungguh oleh santri demi kesuksesan dalam menghafal al-Quran e. Faktor-faktor psikologis tersebut diantaranya: 1) Kecerdasan atau Intelegensi Pada intinya aktivitas menghafal adalah dominasi kerja otak untuk mampu menangkap dan menyimpan stimulus yang
kuat.
Kecerdasan otak mempunyai peran yang besar dalam menentukan cepat lambatnnya santri menjadi hafidz dan hafidzah Kecerdasan sering disamakan dengan intelegensi. Kecerdasan merupakan kemampuan psiko-fisik dalam meraksi rangsangan intelegensi seseorang tidak dapat diragukan sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar. Oleh karena itu berlakulah sebuah hukum, semakin tinggi kemampuan intelegensi seseorang, maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses.70 2) Minat Minat merupakan alat komunikasi pokok dalam melakukan suatu kegiatan. Tidak mungkin seseorang mau berusaha mempelajari sesuatu bahkan menghafal al-Quran dengan sebaik-baiknya, jika ia tidak mengetahui betapa pentingnya dari hasil yang akan mendorongnya untuk mencurahkan perhatian serta memusatkan fungsi jiwa pada kegiatan tersebut. 3) Motivasi Adanya unsur motivasi yang tepat akan semakin mempermudah dalam mencapai keberhasilan dalam menghafal al-Quran.71 Di samping faktor-faktor psikologi tersebut di atas, terdapat juga halhal yang dapat menguatkan hafalan dan merusak hafalan. Hal-hal 70 71
122.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,2001), hlm. 133. Ilham Agus Sugiyanto, Kiat Praktis Menghafal Al-Quran, (Bandung: Mujahid, 2004), hlm.
30
yang dapat menguatkan hafalan adalah tekun atau rajin belajar, aktif, mengurangi makan, shalat malam, banyak membaca shalawat nabi dan sering membaca al-Quran. Adapun hal-hal yang dapat merusak hafalan adalah : banyak berbuat maksiat, banyak melakukan dosa, banyak susah, prihatin memikirkan harta, dan terlalu banyak kerja.72
4. Sorogan sebagai metode menghafal al-Quran Strategi atau cara menghafal al-Quran dipesantren pada dasarnya yang terpenting adalah adanya minat yang besar dari santri dalam menghafal alQuran, dan dididukung oleh keaktifan santri dan ustadz, nyai atau kiyai nya dalam proses penghafalan al-Quran73 Ada beberapa strategi yang digunakan dalam menghafal al-Quran yaitu a. Strategi pengulangan ganda Untuk mencapai tingkat hafalan yang baik tidak cukup hanya dengan sekali proses menghafal saja, namun penghafalan itu harus dilakukan berulang-ulang karena pada dasarnya ayat-ayat al-Quran itu meskipun sudah dihafal, akan tetapi juga cepat hilangnya. Maka supaya ayat-ayat al-Quran itu tidak lepas dari ingatan harus diulang secara terus menerus yaitu dimulai dari pagi sampai pagi hari lagi. Untuk menanggulangi masalah seperti ini, maka perlu sistem pengulangan ganda. Umpamanya, jika pada waktu pagi hari telah mendapatkan hafalan satu muka, maka pada sore harinya diulang kembali sampai pada tingkat hafalan yang mantap. Semakin banyak pengulangan, maka semakin kuat pelekatan hafalan itu dalam ingatan, lisan pun akan membentuk gerak reflek untuk menghafalkannya. b. Tidak beralih pada ayat-ayat berikutnya, sebelum ayat yang sedang dihafal benar-benar hafal.
72
Syaikh Az-Zarmuji, Ta’lim Muta’allim, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), hlm. 92-94. Syaikh Az-Zarmuji, Ta’lim Muta’allim, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), hlm. 67.
73
31
Pada umumnya, kecenderumgan seseorang dalam menghafal alQuran ialah cepat-cepat selesai, atau cepat mendapatkan sebanyakbanyaknya dan cepat menghatamkannya. Sehinngga ketika ada ayatayat yang belum dahafal secara sempurna, maka ayat-ayat itu dilewati begitu saja, karena pada dasarnya ayat-ayat tersebut lafadznya sulit untuk dihafal, ketika akan mengulang kembali ayat tersebut, menyulitkan sendiri bagi penghafal. Maka dari itu usahakan lafadz harus yang dihafal harus lancar, sehingga mudah untuk mengulamgi kembali. c. Menghafal urutan-urutan ayat yang dihafalkannya dalam satu kesatuan jumlah setelah benar-benar hafal ayat-ayatnya. Untuk mempermudah proses ini, maka memakai al-Quran yang disebut dengan al-Quran Pojok akan sangat membantu. Dengan demikian penghafal akan lebih mudah membagi sejumlah ayat dalam rangka menghafal rangkaian ayat-ayatnya. Dalam hal ini sebaiknya setelah mendapat hafalan-hafalan ayat sejumlah satu maka, dilanjutkan dengan mengulang-ulangi sehingga disamping hafal bunyi masingmasing ayatnya, ia juga hafal tertib ayat-ayatnya. d. Menggunakan satu jenis mushaf Di antara strategi menghafal yang banyak membantu proses menghafal al-Quran ialah menggunakan satu jenis mushaf, walaupun tidak ada keharusan menggunakannya. Hal ini perlu diperhatikan, karena bergantinya penggunaan satu mushaf kepada mushaf yang lain akan membingungkan pola hafalan dalam bayangannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspek visual sangat mempengaruhi dalam pembentukan hafalan baru. e. Memahami (pengertian) ayat-ayat yang dihafalnya. Memahami pengertian, kisah atau asbabunnuzul yang terkandung dalam ayat yang sedang dihafalnya merupakan unsur yang sangat mendukung
dalam
mempercepat
proses
menghafal
al-Quran.
Pemahaman itu sendiri akan lebih memberi arti bila didukung dengan
32
pemahaman terhadap makna kalimat, tata bahasa, dan struktur kalimat dalam satu ayat dengan demikian maka penghafal yang menguasai bahasa Arab dan memahami struktur bahasanya akan lebih banyak mendapatkan kemudahan daripada mereka yang tidak mempunyai bekal penguasaan bahasa Arab sebelumnya. f. Memperhatikan ayat-ayat yang serupa. Ditinjau dari aspek makna, lafadz dan susunan atau struktur bahasanya diantara ayat-ayat dalam al-Quran, banyak yang terdapat keserupaan atau kemiripan antara satu dengan yang lainnya. Ada beberapa ayat yang hampir sama, di mana sering terbolak-balik. Kalau menghafal tidak teliti dan tidak memperhatikan, maka dia akan sulit menghafalkannya. Oleh karena itu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan dengan ayat yang lainnya dikelompokkan secara tersendiri, sehingga dengan begitu si penghafal dapat membedakaanya. g. Disetorkan pada seorang pengampu. Menghafal al-Quran memerlukan adanya bimbingan yang terus menerus daru seorang pengampu (kyai), baik untuk menambah setoran hafalan baru, atau untuk mengulang kembali ayat-ayat yang telah disetorkannya terdahulu. Menghafal al-Quran dengan sistem setoran kepada seorang pengampu akan lebih baik dibanding dengan menghafal sendiri dan juga memberikan hasil yang berbeda.74
I. Petunjuk Teknis dan Pelaksanaan Menghafal al-Quran Seorang penghafal al-Quran sebelum memulai menghafalkan al-Quran, perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Penggunaan al-Quran Dalam menghafal al-Quran ada al-Quran khusus untuk menghafal, yang terkenal dengan sebutan “al-Quran pojok atau al-Quran sudut” yakni alQuran yang setiap halaman diakhiri dengan akhir ayat, al-Quran pojok ini berciri khusus mempunyai 15 baris dalam setiap halamannya, dan setiap 74
Syaikh Az-Zarmuji, Ta’lim Muta’allim, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), hlm. 67-70.
33
juznya berisi 20 halaman, akan sangat praktis untuk menghafalkan dan membantu ingatan. Oleh karena itu, hampir semua orang Indonesia yang menghafal al-Quran menggunakan al-Quran tersebut. 2. Perlu diperhatikan bacaan-bacaan yang disunatkan sebelum membaca alQuran, do’a atau shalawat. Misalnya:
JKL @ M N J % 7 ,@ 5, ) L !) ) O D P> I $QR O-M $QR (S7> $QR ) + L + S 3. Perlu diperhatikan jumlah banyaknya khatam di dalam al-Quran. Sebelum memulai menghafal al-Quran, dianjurkan sekurangkurangnya sudah pernah tamat membaca al-Quran tujuh kali dengan bacaan yang benar dan fasih lagi bertajwid, sehingga dalam pelaksanaan menghafal al-Quran nanti tidak lagi membetulkan bacaan-bacaan yang salah. Dalam menghafal al-Quran setelah mengikuti teori-teori dan petunjuk teknis serta mematuhi segala ketentuan yang telah dikemukakan, maka untuk menentukan program berikutnya dapat ditentukan dengan mengukur
kemampuan
yang
terdapat
pada
dirinya
serta
dapat
menyesuaikan daya kemampuan berfikir, situasi, dan kondisi pada lingkungan masing-masing. 75 Menghafal al-Quran ini dapat diatur dalam program-program sebagai berikut: b. Program khusus menghafal Yang dimaksud program khusus menghafal yaitu semua waktu yang telah ditentukan dikhususkan untuk menghafal al-Quran saja tanpa disertai belajar pengetahuan lain atau pekerjaan lain. 75
H.A. Muhaimin Zen, Pedoman Pembinaan Tahfidzul Quran, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983), hlm. 246-248.
34
c. Program pendidikan formal Pengelolaan pendidikan Tahfidz al-Quran dapat juga dilakukan di dalam pendidikan formal, sehinnga nantinya akan menghasilkan hafidz-hafidzah yang berpengetahuan tinggi yang hafal al-Quran dan dapat pula mencetak kader-kader yang hafidzul Quran. Pendidikan formal ini dapat dilakukan pada sekolah menengah dan perguruan tinggi.76 J. Problematika umum dalam menghafal al-Quran Problem yang dihadapi oleh yang sedang dalam proses menghafal alQuran memang banyak dan bermacam-macam mulai dari pengembangan minat penciptaan lingkungan pembagian waktu sampai pada metode itu sendiri. Adapun Problem yang umumnya sering ditemui oleh calon khafidzkhafidzah adalah: 1. Cepat lupa bagaimana cepat menghafal 2. Banyaknya kesepadanan ayat dalam struktur ayat 3. Sewaktu-waktu lupa atau fanding, dan barangkali ini merupakan sebab paling jelas bagi terjadinya kelupaan-kelupaan yang datang secara bertahap karena pengaruh dari jaringan-jaringan sel-sel yang semangatnya lemah karena tidak diperbarui 4. Terhalang ingatan yang disebabkan. a. Masuknya hafalan-hafalan lain yang serupa, sehingga melepaskan berbagai hal yang sudah dihafal. b. Benturan yang dapat mengubah berbagai proses hafalan menjadi hilang. c. Perasaan tertentu yang terkristal dalam jiwa seperti rasa takut, sakit syaraf dan gangguan jiwa.77
76
H.A. Muhaimin Zen, Pedoman Pembinaan Tahfidzul Quran, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983), hlm.252. 77 Abdurrab Nawabuddin, Teknik Menghafal Al-Quran, (Bandung: Al-Gesindo, 1991), hlm. 82-83.
35
5. Timbulnya kejenuhan yang disebabkan seseorang terlalu memeras dan memaksa untuk mengungat bacaan al-Quran yang telah dibaca. Problematika yang dihadapi oleh penghafal al-Quran itu secara garis besarnya dapat dirangkum sebagai berikut: a. Menghafal itu susah b. Ayat-ayat yang dihafal lupa lagi c. Banyaknya ayat-ayat yang serupa d. Banyaknya gangguan kejiwaan e. Gangguan lingkungan f. Banyaknya kesibukan dan lain-lain
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif , yaitu merupakan
metode
penelitian
yang
berusaha
menggambarkan
dan
menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.78 Dalam hal ini peneliti mendeskripsikan metode sorogan dalam
menghafal al-Quran di Pondok
Pesantren Tahaffudzul Quran dengan cara mengumpulkan data dan mempelajarinya secara cermat kemudian dikaji dan dihubungkan satu sama lain. Setelah itu diinterpretasikan oleh peneliti. Interpretasi ini bergantung pada ketajaman analisis dan objektivitas peneliti yang disusun secara menyeluruh dan sistematis dengan metode deskriptif.79 B. Waktu dan Tempat Penelitian Adapun waktu penelitian ini dimulai pada tanggal 30 Mei 2011 sampai 6 Desember 2011. Sedangkan lokasi yang menjadi objek penelitian ini adalah Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an yang terletak di Segaran Baru Gang Buntu RT III RW XI Kelurahan Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. C. Sumber Data Penelitian Sumber data penelitian ini diambil dari sumber yang terkait dengan penelitian ini yaitu berasal dari pengasuh, pengurus dan santri yang ada di pondok pesantren Tahaffudzul Quran Porwoyoso Ngaliyan Semarang. D. Fokus Penelitian Sesuai dengan obyek kajian skripsi ini, maka penelitian ini adalah penelitian lapangan atau field research, yakni penelitian yang dilakukan di kancah atau medan terjadinya gejala-gejala yang diselidiki.80 Dalam hal ini 78
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hlm. 157. 79 Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2001), hlm. 196. 80 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I ( Yogyakarta: Andi Offset, 2003), cet XXXIX, hlm.10.
36
37
penelitian difokoskan pada penerapan metode sorogan yang dipraktekkan oleh para santri putri Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang. E. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Observasi Observasi adalah metode penelitian yang berciri interaksi sosial, dimana memakan waktu cukup lama antara penelitian dengan lingkungan subjek dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis.81 Metode observasi ini digunakan untuk mengetahui secara langsung penerapan metode sorogan dalam menghafal al-Quran di Ponpes Putri Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang. Metode observasi ini tidak meninggalkan adanya instrumen agar proses penelitian tetap dapat terkontrol secara berkesinambungan. Dimana instrumen penelitian itu sendiri adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Variasi jenis instrumen penelitian adalah: angket, ceklis (check-list) atau daftar centang, pedoman wawancara, pedoman pengamatan. Ceklis sendiri memiliki wujud yang bermacammacam. Dengan demikian maka dapat dikatakan: “peneliti di dalam menerapkan metode penelitian menggunakan instrumen atau alat, agar data yang diperoleh lebih baik”. 2. Wawancara Wawancara atau interview adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama interview adalah kontak langsung dan tatap muka antara pencari 81
informasi
(interviewer) dengan
sumber informasi
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), cet. 14, hlm. 117. Lihat juga, Sutrisno Hadi, Metodologi Research jilid 2, (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), hlm. 36
38
(interviewee).82 Metode ini sebagai pelengkap untuk memperoleh data lain dari sumber informasi, seperti pengasuh, para pengurus, para santri. Hal ini dilakukan untuk mengetahui penerapan metode sorogan dalam menghafal al-Quran terhadap santri di Ponpes Putri Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang. Instrumen yang digunakan dalam hal ini adalah menggunakan pedoman wawancara dan ceklis. 3. Dokumentasi Dokumentasi dari asal kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Didalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturanperaturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.83Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan sejarah berdirinya, tujuan didirikan, nama dan letak geografis, struktur kepengurusan, jadwal kegiatan santri, tata tertib dalam menghafal alQuran,
yang
berasal
dari
dokumen-dokumen
Pondok
Pesantren
Tahaffudzul Quran Porwoyoso Ngaliyan Semarang. Instrumen dari dokumentasi ini menggunakan ceklis, kerangka, sistematika data hasil analisis F. Metode Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.84
82
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 1. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), Ed. Revisi V, hlm 135. 84 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2008), hlm. 89. 83
39
1. Tahap Pekerjaan Lapangan Karena data utama penelitian ini diperoleh berdasarkan interaksi dengan responden dalam latar alamiah, maka beberapa perlengkapan dipersiapkan hanya untuk memudahkan, misalnya : (1) camera digital, (2) tape recorder, dan (3) alat tulis termasuk lembar catatan lapangan. Perlengkapan ini digunakan apabila tidak mengganggu kewajaran interaksi sosial. Pengamatan dilakukan dalam suasana alamiah yang wajar. Pada tahap awal, pengamatan lebih bersifat tersamar. Teknik ini seringkali memaksa peneliti melakukan penyamaran. Misalnya: untuk mengamati aspek-aspek yang berhubungan dengan perilaku dan gaya hidup, peneliti beranjang-sana di rumah informan. Sambil berbincang-bincang, peneliti mencermati cara berbicara, berpakaian, penataan ruang, gaya bangunan rumah, benda-benda simbolik dan sebagainya. Ketersamaran dalam pengamatan ini dikurangi sedikit demi sedikit seirama dengan semakin akrabnya hubungan antara pengamat dengan informan. Ketika suasana akrab dan terbuka sudah tercipta, peneliti bisa mengkonfirmasikan hasil pengamatan melalui wawancara dengan informan. Dengan wawancara, peneliti berupaya mendapatkan informasi dengan bertatap muka secara fisik dan bertanya-jawab dengan informan. Dengan teknik ini, peneliti berperan sekaligus sebagai piranti pengumpul data. Selama wawancara, peneliti juga mencermati perilaku gestural informan dalam menjawab pertanyaan. Untuk menghindari kekakuan suasana wawancara,
tidak
digunakan
teknik
wawancara
terstruktur.
Bahkan
wawancara dalam penelitian ini seringkali dilakukan secara spontan, yakni tidak melalui suatu perjanjian waktu dan tempat terlebih dahulu dengan informan. Dengan ini peneliti selalu berupaya memanfaatkan kesempatan dan tempat-tempat yang paling tepat untuk melakukan wawancara. Pada
dasarnya
wawancara
dilaksanakan
secara
simultan
dengan
pengamatan. Kadang-kadang wawancara merupakan tindak-lanjut dari pengamatan. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan kegiatan
40
setoran hafalan santri putri Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran dengan menggunakan metode sorogan. Di samping itu, penelaahan dokumentasi dilakukan khususnya untuk mendapatkan data konteks dan validitas penelitian. Kajian dokumentasi di lakukan terhadap catatan-catatan, arsip-arsip, dan sejenisnya termasuk laporan-laporan yang bersangkut paut dengan permasalahan penelitian. Kegiatan lapangan penelitian ini semula dijadwal tidak lebih dari satu bulan. Dengan pertimbangan bahwa peningkatan waktu masih memunculkan informasi baru tentang penerapan metode sorogan di Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan, maka lama kegiatan lapangan diperpanjang
hingga
tidak
ditemukannya
informasi
baru.
Dengan
perpanjangan waktu ini, seperti dikemukakan Lexy J. Moleong (1989), peneliti dapat mempelajari "kebudayaan", menguji kebenaran dan mengurangi distorsi. Dengan mengamati secara tekun, peneliti bisa menemukan ciri-ciri atau unsur-unsur dalam suatu situasi yang sangat relevan terhadap metode sorogan yang diterapkan di Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan. 2. Tahap Pasca Lapangan Telah disinggung bahwa penelitian ini menerapkan metode kualitatif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata orang baik tertulis maupun lisan dan tingkah laku teramati, termasuk gambar.85 Analisis selama pengumpulan data dimaksudkan untuk menentukan pusat perhatian, mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analitik dan hipotesis awal, serta memberikan dasar bagi analisis pasca pengumpulan. Dengan demikian analisis data dilakukan secara berulang-ulang. Pada setiap akhir pengamatan atau wawancara, dicatat hasilnya ke dalam lembar catatan lapangan (field notes). Lembar catatan lapangan ini berisi: (1) 85
Lexy J. Moleong, , Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), cet. 14, hlm. 167
41
teknik yang digunakan, (2) waktu pengumpulan data dan pencatatannya, (3) tempat kegiatan atau wawancara, (4) paparan hasil dan catatan, dan (5) kesan dan komentar. Contoh catatan lapangan dapat diperiksa pada lampiran. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif yang diimbangkan ke arah penelitian naturalistik (penelitian setting alami) dengan pendekatan fenomenologis (bersifat alami berdasar fakta di lapangan).86Analisis tersebut di gunakan untuk menganalisis tentang: a. Menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber, yang pada penelitian ini data-data terkumpul dari pengamatan langsung peneliti, dan hasil wawancara (bisa dilihat pada lampiran). b. Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu. c. Menyusun data dalam satuan-satuan atau mengorganisasikan pokok-pokok pikiran tersebut dengan cakupan fokus penelitian dan mengujinya secara deskriptif. d. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data atau memberi makna pada hasil penelitian dengan cara menghubungkannya dengan teori. e. Mengambil kesimpulan.87
Tabel 3.1. Pengumpulan Data dan Sumber Data No Data
Metode
Sumber data
Pengumpulan Data 1
Penerapan
metode Wawancara
sorogan 2
Waktu menghafal
Pengasuh Wawancara Observasi
86
Wawancara
dan Wawancara santri dan aktivitas santri
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya,(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), hlm.158 87 Lexy J. Moleong, , Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), cet. 14, hlm. 190
42
3
Metode sorogan dalam Wawancara menghafal al-Quran
Observasi
dan Wawancara santri dan
proses
penggunaan metode sorogan 4
Penyetoran hafalan
Wawancara observasi
dan Wawancara santri dan
aktivitas
penyetoran santri 5
6
Proses
menghafal Wawancara
dan Aktivitas
(pelaksanaan)
Observasi
mengahafal santri
Kedisiplinan menghafal
Observasi
Rutinitas menghafal santri
7
8
Lingkungan
pondok Observasi
Lingkungan
pesantren
pondok pesantren
Sejarah berdiri pondok Dokumentasi
Dokumen
sejarah
pesantren
berdiri
pondok
pesantren 9
Tujuan
berdirinya Dokumentasi
pondok pesantren
Dokumen berdiri
tujuan pondok
pesantren 10
Letak geografis pondok Dokumentasi pesantren
Observasi
dan Dokumen
letak
geografis dan letak pondok pesantren
11
Struktur kepengurusan
Dokumentasi
Dokumen struktur kepengurusan
12
Jadwal
setoran Dokumentasi
menghafal al-Quran 13
Tata tertib/sanksi
Dokumen
jadwal
kegiatan santri Dokumentasi
Dokumen
tata
tertib/sanksi santri
BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE SOROGAN DALAM MENGHAFAL AL-QURAN DI PONDOK PESANTREN TAHAFFUDZUL QURAN PURWOYOSO NGALIYAN SEMARANG
D. Gambaran
Umum
dan
Sejarah
Berdirinya
Pondok
Pesantren
Tahaffudzul Qur’an Ngaliyan Semarang -
Tinjauan Historis Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an berdiri atas inspirasi dari KH. Abdullah Umar AH. Menurut cerita, konon rumah yang dijadikan sebagai pondok pesantren itu adalah milik seorang penghulu yang bernama Ramelan. Rumah itu telah lama dihuni oleh fakir miskin yang tidak jelas arah tujuan hidupnya. Rumah itu letaknya hanya sekitar beberapa meter dari Masjid Besar Kauman Semarang. Melihat hal itu, kemudian KH. Abdullah Umar AH mempunyai gagasan untuk membeli rumah tersebut dengan tujuan untuk menjadikan rumah tersebut sebagai pondok pesantren yang khusus untuk menghafal Al-Qur'an. Yang menjadi menyayangkan apabila rumah
alasannya
adalah
beliau
sangat
yang letaknya sangat dekat dengan masjid
itu hanya digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Jadi alangkah lebih baik lagi apabila digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat yaitu untuk meramaikan dan memakmurkan masjid dengan ayat- ayat suci AlQur'an serta melestarikan nya. Tujuan lain dari gagasan itu adalah untuk membantu para santri yang sungguh-sungguh berkeinginan dan bercita-cita untuk menghafal AlQur'an tetapi terbentur biaya (dalam arti tidak mempunyai biasa untuk mondok), maka di tempat inilah mereka dapat mondok. Karena maksud dan tujuan yang sangat mulia itu, akhirnya pemilik rumah mengizinkan rumah tersebut dibeli oleh K H. Abdullah Umar AH. Kemudian pada tahun 1972, berdirilah pondok pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an (PPTQ) dan KH. Abdullah Umar AH sendiri yang bertindak sebagai pengasuh dan pengajarnya. Jumlah santri
43
44
yang masuk pondok pesantren tersebut pertama kali ada sekitar 20 orang dan semuanya adalah santri putra, yang dahulunya bertempat di rumah penghulu tersebut. Pada tahun 1973, Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an mulai menerima santri putri yang jumlahnya tidak lebih dari santri putra. Untuk santri putri mengambil tempat di Kampung Malang, tetapi itu hanya sementara karena pada tahun 1985 semua berpindah ke belakang Masjid Besar Kauman Semarang. Sejak saat itulah banyak santri yang berdatangan dari berbagai daerah di Jawa Tengah. Kemudian ada yang berasal dari Jawa Barat dan Jawa Timur bahkan ada juga yang berasal dari luar Jawa. Selanjutnya dalam usaha untuk mengembangkan pondok pesantren ini KH. Abdullah Umar menambah bangunan gedung di daerah Purwoyoso Ngaliyan. Pada bulan Oktober 1991 gedung tersebut sudah dapat ditempati oleh santri putri, sedangkan yang semula ditempati oleh santri putri kini ditempati oleh santri putra. Sejak tahun 2000 pondok pesantren Tahaffudzul Qur’an ini baru menerima mahasiswi yang berminat untuk belajar dan menghafalkan Al-Qur'an sebagai santri. Karena santri pondok ini semakin lama semakin berkurang dan pondok kelihatan sepi, sejak tahun tersebut mahasiswi diterima sebagai santri meskipun sebelumnya K H. Abdullah Umar AH beranggapan bahwa santri mahasiswi yang mondok di sini tidak bersungguh-sungguh dalam menghafal Al-Qur'an sehingga tidak diizinkan bertempat tinggal di pondok ini. Karena letak pondok putra dan pondok putri yang terpisah jauh, maka untuk
mengurus
pondok
diserahkan kepada
putra-putra beliau.
Pondok putra dipercayakan kepada Gus Musthofa AH (adik Gus Azka) dan pondok putri dipercayakan kepada Guz Azka AH. Pada tanggal 16 Maret 2001 K H. Abdullah Umar AH sowan ke hadirat Ilahi Robbi. Jenazah Abuya dimakamkan di Pegandon Kendal di tengah pusara kedua istrinya yang telah mendahuluinya. Pada tanggal 4 April 2006 pengasuh pondok putri, KH. Azka Abdullah Umar AH meninggal dunia dan sebagai penggantinya adalah istri
45
beliau yaitu Ibu Siti Jamzatur Rohmah AH. Pada pertengahan bulan Mei 2007 diadakan rapat keluarga besar K H. Abdullah Umar AH di Pondok Pesantren Putri Tahaffudzul Qur’an. Hasil dari rapat tersebut memutuskan bahwa yang menjadi pengasuh Pondok Pesantren Putri Tahaffudzul Qur’an adalah Umi Aufa Abdullah Umar AH. Sejak saat itu dan sampai sekarang yang mengasuh Pondok Pesantren Putri Tahaffudzul Qur’an adalah Nyai Hj. Aufa Abdullah Umar AH.88
-
Tinjauan Geografis Sejarah dan perkembangan PPTQ yang mempunyai lokasi pondok yang terbagi dua, yaitu: pertama di belakang Masjid Agung Kauman Semarang Utara sebagai Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an bagian putra dan yang kedua di Segaran Baru RT 03/XI Purwoyoso Ngaliyan Semarang sebagai Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an bagian putri. Dan yang dijadikan lokasi penelitian ini adalah pondok pesantren khusus bagian putri yang berlokasi di Kelurahan Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang. Adapun batas wilayah yang berbatasan dengan pondok pesantren Tahaffudzul Qur’an adalah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan pemukuman Purwoyoso, sebelah selatan berbatasan dengan pemukiman Purwoyoso, sebelah barat berbatasan dengan swalayan Aneka Jaya, sebelah timur berbatasan dengan pemukiman Purwoyoso.89 1. Struktur Organisasi Kepengurusan Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an Purwoyoso Ngaliyan Semarang Tahun 2011-2012. Organisasi sangat penting dan sangat berperan demi suksesnya program-program kegiatan pada suatu pesantren. Hal ini sangat diperlukan agar satu program kegiatan dengan program yang lain tidak berbenturan dan supaya lebih terarah tugas dari masing-masing personal pelaksana 88
Data diambil dari Dokumen Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Porwoyoso Ngaliyan Semarang pada tanggal 28 Juli 2011 89 Data diambil dari Dokumen Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang pada tanggal 28 Juli 2011
46
pendidikan. Selain itu organisasi diperlukan dengan tujuan agar terjadi pembagian tugas yang seimbang dan objektif, yaitu memberikan tugas sesuai dengan kedudukan dan kemampuan masing-masing orang. Struktur organisasi pesantren merupakan komponen yang sangat diperlukan dalam suatu pesantren, terutama dari segi pelaksanaan kegiatan pesantren. Dalam rangka hendaknya disesuaikan
pencapaian
dengan
tujuan,
keadaan
dan
struktur
organisasi
kebutuhan
suatu
pesantren. Adapun yang dimaksud struktur organisasi disini adalah seluruh tenaga yang berkecimpung dalam kepengurusan di pondok pesantren Tahaffudzul Qur’an ini. Adapun struktur organisasi kepengurusan Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an Ngaliyan Semarang periode 2010-2011 adalah sebagai berikut: a. Pengasuh
: Nyai Hj. Aufa Abdullah Umar AH K. H. Muhibbin
b. Ketua Pengurus
: Novita Asyrifahnti
c. Wakil Ketua
: Himmatul Aliyah
d. Sekretaris
: Nurus Saniatun Rofiah
e. Seksi-seksi : 1) Seksi Pendidikan
: Hilyatun Nida Ida Nur Chamidah Rifa’ah
2) Seksi keamanan
: Wilda Wahyuni Siti Shofiyah
3) Seksi kebersihan
: Nayla Qoni’ah Laili Hidayatun Nisa
4) Seksi Perlengkapan
: Yuniarti. 90
90 Data diambil dari Buku Induk Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran purwoyoso Ngaliyan Semarang pada tanggal 29 juli 2011.
47
2. Kondisi Ustadz di PPTQ Ustadz (guru, kyai) memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Para ustadz menjadi tumpuan bagi para santri untuk memecahkan berbagai persoalan yang mereka hadapi dan menjadi suri tauladan bagi para santri di PPTQ. Selain itu mereka dituntut untuk berperan menggantikan fungsi orang tua santri dalam mendidik dan membimbing para santri agar memiliki akhlaqul karimah serta ilmu pengetahuan yang tinggi dan bermanfaat termasuk kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Ustadz yang mengajar di PPTQ ada 6, yaitu: Pertama, Nyai Hj. Aufa Abdullah Umar AH. Beliau adalah pengasuh harian sekaligus ustadzah yang mengajar ngaji Al-Qur'an para santri. Kedua, KH. Muhibbin. Beliau adalah suami Nyai Hj. Aufa Abdullah Umar AH. Selain sebagai pengasuh harian beliau juga mengajar ngaji kitab Tafsir Jalalain. Ketiga, Bapak M. Sholeh yang mengajar kitab Nihayatuz Zein. Keempat, Bapak Shulthon yang mengajar kitab Tambighul Ghofilin. Kelima, Gus Muhammad Amin yang mengajar kitab Ta’lim Muta’alim dan kitab Ushfuriyah. Keenam, Nur Hanif Laili, yang mengajar Tilawatil Qur’an. 3. Kondisi Santri di PPTQ Santri yang belajar di PPTQ pada tahun 2010 ini sebanyak 63 orang. Mereka tidak hanya berasal dari Kota Semarang saja, tetapi mereka datang dari segala penjuru daerah di pulau Jawa dan luar Jawa. Para santri yang belajar di pondok ini ada yang berasal dari Demak, Kendal, Pati, Rembang, Jepara, Kudus, Tegal, Brebes, Grobogan, Magelang, Cirebon, Kebumen, Banyumas, Batang, dan Pekalongan dan Riau, Sumatra. Mereka semua datang dengan latar belakang yang sangat beragam. Ada beberapa santri yang sebelum masuk di pondok ini sudah pernah mondok di tempat lain. Ada juga santri yang belum pernah mondok sama sekali. Bahkan ada beberapa santri dengan latar belakang putri seorang kyai yang biasa disebut dengan “Ning”. 97% santri yang belajar di pondok pesantren ini adalah seorang mahasiswi. Dan 3% bukan seorang
48
mahasiswi dan biasa disebut sebagai santri takhassus. 68 orang santri adalah mahasiswi IAIN Walisongo dengan berbagai jurusan di empat fakultas IAIN Walisongo dan 7 orang adalah santri takhassus. Santri di PPTQ di bedakan menjadi 2 yaitu santri bil-ghaib dan santri bin-nadhar. a. Santri bil-Ghaib adalah santri yang belajar al-Quran dengan menghafal ayat-ayat al-Quran tanpa melihat tulisannya. Santri bil-ghaib yang ada di PPTQ sebanyak 61 orang.91 b. Santri bin-Nadhar adalah santri yang belajar al-Quran dan membaca ayat-ayat al-Quran dengan melihat tulisannya. Santri bin-Nadhar yang ada di PPTQ sebanyak 6 orang.92
Tabel 4.1. Daftar Nama Santri Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an
91 92
2011
No
Nama Santri
No
Nama Santri
1
2
3
4
1
Afifatul Chusna
35
Nur Asiyah
2
Ainu Zumrudiana
36
Nur Hayati
3
Aluh Zahraini
37
Nur Laila Zahra
4
Arina Rokhil
38
Nurul Atiqoh
5
Anis Ulfatush Shihah
39
Nurus Saniatin Rofi’ah
6
Dian Baity Tan’imy
40
Reni Lestiani
7
Elvi Laili Hidayatika
41
Rifa Fauziyah
8
Fadhliyah
42
Rifa’ah
9
Hilyatun Nida
43
Rofi’ Laila Hanaum
10
Himmatul Aliyah ‘10
44
Rohma Istianah
11
Himmatul Aliyah ’06
45
Riska
Berdasar Buku Presensi Santri Bil-Ghaib PPTQ Tahun 2011 Hasil Wawancara dengan Ketua Pengurus Pondok Saudari Novita Asyrofahnti tanggal 9 juli
49
12
Himmatul Aliyah 09
46
Rika Bekti Sari
13
Ida Nur Chamidah
47
Shokhifatun
14
Ina Aini Fadhilah
48
Siti Nurul Inayatul Hikmah
15
Ismaunah
49
Siti Rizanatul Faizah
16
Izzatul Istifaqoh
50
Siti Sofiyah
17
Izzatul Maula Fitri
51
Siti Uchtafiah
18
Khoirotul Mustabsyiroh
52
Sri Wahyuningsih
19
Khoirul Muti’ah
53
Sussiyanti
20
Khotma Ayyida
54
Syifa Az-Zahra
21
Laili Syarifah
55
Tsani Rahmawati
22
Laily Hidayatun Nisa’
56
Ulfiyah
23
Linatul Af’idah
57
Umi Nadzifah
24
Milani Tsalisul Aqwa
58
Vicky Ulya Milati
25
Naelatul Inayah
59
Wachidatun Nazilah
26
Naelatut Thoyyibah
60
Wahda Yunia Rahma
27
Nailil Ulfa
61
Wilda Wahyuni
28
Naylina Qoni’ah
62
Wiwik Listyawati
29
Novita Asyrofahnti
63
Yuniarti
30
Nur Aini
64
Farkhatin
31
Nur Alfu Laila
65
Sisa Rahayu
32
Nur Aliyah
66
Isfaizah
33
Roifatul Masfufah
67
Ita Ratnasari
34
Titin
68
mustafidah
Para santri yang belajar di Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an ini mayoritas adalah dari kalangan mahasiswi. Di pondok tersebut para santri dibiasakan untuk hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain termasuk orang tua. Mereka juga dibiasakan untuk senantiasa mau berkorban demi kepentingan orang lain, menghormati guru, saling tolong menolong, sopan santun, menghargai orang lain memiliki kepedulian
50
terhadap lingkungan dan peka terhadap kondisi orang lain, masyarakat dan lingkungan sekitar. 4. Aktivitas Santri Para santri di Pondok Pesantren ini telah memiliki jadwal kegiatan sehari-hari yang harus dilaksanakan dan dipatuhi selama mereka berada di pondok selain harus melaksanakan kegiatan kuliah di kampus. Adapun jadwal kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.2. Jadwal Kegiatan Santri Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an Hari
Waktu
Kegiatan
1
2
3
Senin
03.00 – 03.15
Membaca Asmaul Husna
04.00 – 05.00
Shalat Subuh berjama’ah dan belajar bersama
05.00 – 06.00
Belajar bersama
06.00 – selesai
Mengaji Al-Qur’an bin-Nadhar dan bil-Ghaib
16.00 – selesai
Mengaji Al-Qur’an bin-Nadhar dan bil-Ghaib
18.00 – 18.45
Shalat
Maghrib
berjama’ah
dan
Tartilan
kelompok
Selasa
19.00 – selesai
Shalat Isya’ berjama’ah dan Mengaji Tajwid
03.00 – 03.15
Membaca Asmaul Husna
04.00 – 05.00
Shalat Subuh berjama’ah dan belajar bersama
06.00 – selesai
Mengaji Al-Qur’an bin-Nadhar dan bil-Ghaib
16.00 – selesai
Mengaji Al-Qur’an bin-Nadhar dan bil-Ghaib
18.00 – 18.45
Shalat
Maghrib
berjama’ah
dan
Tartilan
kelompok 19.00 – selesai
Shalat Isya’ berjama’ah dan Mudzakaroh / Muhadhoroh
Rabu
03.00 – 03.15
Membaca Asmaul Husna
04.00 – 05.00
Shalat Subuh berjama’ah dan belajar bersama
06.00 – selesai
Mengaji Al-Qur’an bin-Nadhar dan bil-Ghaib
51
16.00 – selesai
Mengaji Al-Qur’an bin-Nadhar dan bil-Ghaib
18.00 – 18.45
Shalat
Maghrib
berjama’ah
dan
Tartilan
kelompok
Kamis
19.00 – selesai
Shalat Isya’ berjama’ah dan Tilawatil Qur’an
03.00 – 03.15
Membaca Asmaul Husna
04.00 – 05.00
Shalat Subuh berjama’ah dan membaca ayat kursi 99x
05.00 – 06.00
Belajar bersama (menghafal atau mengulang hafalan)
06.00 – selesai
Mengaji Al-Qur’an bin-Nadhar dan bil-Ghaib
16.00 – selesai
Mengaji Al-Qur’an bin-Nadhar dan bil-Ghaib
18.00 – 18.45
Shalat Maghrib berjama’ah, menbaca yasin dan tahlil bersama-sama
19.00 – selesai Jum’at
Shalat Isya’ berjama’ah dan Jam’iyahan
02.00 – selesai Shalat tasbih berjama’ah 03.00 – 03.15
Membaca Asmaul Husna
04.00 – 05.00
Shalat
Subuh
berjama’ah
dan
membaca
shalawat Nabi 100x 06.00 – selesai
Ziarah ke Makam Ayah Azka (Alm)
18.00 – 18.45
Shalat
Maghrib
berjama’ah
dan
Tartilan
Kelompok 19.00 – selesai
Shalat
Isya’
berjama’ah,
mengaji
Kitab
Ushfuriyah dan kitab Ta’limul Muta’allim Sabtu
03.00 – 03.15
Membaca Asmaul Husna
04.00 – 05.00
Shalat Subuh berjama’ah dan belajar bersama
06.00 – selesai
Mengaji Al-Qur’an bin-Nadhar dan bil-Ghaib
08.30 – 09.00
Roan Akbar (bersih-bersih pondok)
10.00 – 11.30
Mengaji kitab Nihayatuz Zain
16.00 – selesai Memgaji Al-Quran bin-Nadhar dan bil-Ghaib 18.00 – 18.45
Shalat
maghrib
berjama’ah
dan
tartilan
52
kelompok
Minggu
19.00 – selesai
Sholat Isya’ berjama’ah dan Sima’an Al-Qur’an
03.00 – 03.15
Membaca Asmaul Husna
04.00 – 05.00
Sholat Subuh berjama’ah dan belajar bersama
06.00 – selesai
Mengaji Al-Qur’an bin-Nadhar dan bil-Ghaib
09.00 – selesai Shalat Dhukha berjama’ah 10.00 – 11.30
Mengaji kitab Tambighul Ghafilin
16.00 – selesai Mengaji Al-Quran bin-Nadhar dan bil Ghaib 18.00 – 18.45
Sholat
Maghrib
berjama’ah
dan
Tartilan
Kelompok 19.00 – selesai
Sholat Isya’ berjama’ah dan
Mengaji tafsir
jalalain
Sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah disebutkan, setiap santri wajib mengikutinya. Selain hal tersebut santri juga harus mematuhi tata tertib yang telah ditentukan. Dan akan dikenakan sanksi jika tidak mematuhinya.
E. Penerapan metode sorogan dalam menghafal al-Quran di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang. Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran didirikan pada tahun 1991 oleh K.H. Abuya Abdullah Umar.
Metode yang digunakan
adalah metode
sorogan . Santri mengaji satu persatu sampai selesai. Waktu mengaji adalah ba’da subuh dan ba’da Asyar.93 Setelah K.H. Abuya Abdullah Umar wafat pengasuh dipegang oleh K.H. Mushofa, putra dari K.H. Abuya Abdullah Umar. Metode yang digunakan adalah metode sorogan. Santri mengaji dengan cara maju satu persatu sampai selesai. Waktu mengaji adalah ba’da subuh dan ba’ da asyar.
93
Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengasuh Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an. Pada tanggal 21 Juni 2011.
53
Setelah subuh untuk undaan sedangkan setelah asyar untuk nderesan (meriview hafalan yang sudah didapat).94 Pada masa ini pondok pesantren mulai menerima santri dari kalangan mahasiswi. Pada awalnya hal ini diprotes oleh santri tahassus ( santri yang hanya menghafalkan al-Quran saja ). Karena santri tahassus merasa akan terganggu dengan kedatangan santri dari kalangan mahasiswi. Tapi
lama
kelamaan santri dari kalangan mahasiswi bisa diterima.95 Pada tahun 2004, pondok pesantren diasuh oleh K.H. Azka, adik dari K.H. Mushofa. Metode yang digunakan adalah metode sorogan. Santri mengaji dengan cara maju satu-persatu. Waktu mengaji adalah ba’da subuh dan setelah ashar.96 K.H. Azka wafat pada tahun 2006, kemudian pondok diasuh oleh Nyai Hj. Aufa. Metode yang digunakan adalah metode sorogan. Waktu mengaji adalah ba’da subuh dan ba’da asyar. Santri juga mengaji dengan cara maju tiga sekaligus. Pada masa ini santri yang tidak mengaji selama tiga hari berturut-turut akan dikenakan denda atau ta’zir yaitu dengan membaca alQuran 30 juz. Dari analisis hasil observasi dan wawancara dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang sejak didirikan oleh K.H. Abuya Abdullah Umar
sampai sekarang selalu
menggunakan metode sorogan yaitu santri maju satu persatu untuk menyetorkan hafalannya langsung kepada pengasuh. Selama menghafal di depan pengasuh, jika terjadi kesalahan langsung dibetulkan. Bagi santri yang belum lancar harus mengulang lagi hafalannya. Dari awal berdirinya pondok pesantren ini pada saat diasuh oleh K.H. Abuya Abdullah Umar sampai K.H. Azka santri mengaji dengan cara maju satu persatu. Tetapi mulai diasuh oleh Nyai Hj. Aufa santri mengaji dengan 94
Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengasuh Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an. Pada tanggal 22 Juni 2011. 95 Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengasuh Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an. Pada tanggal 23 Juni 2011. 96 Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengasuh Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur’an. Pada tanggal 23 Juni 2011.
54
cara maju tiga sekaligus karena dengan semakin banyaknya santri jika maju satu persatu waktu yang dibutuhkan sangat lama. F. Analisis Terhadap Kelebihan dan Kekurangan Penerapan Metode Sorogan di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Porwoyoso Ngaliyan Semarang Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di pondok pesantren penerapan metode sorogan mempunyai kelebihan dan kekurangan Adapun kelebihan dalam penerapan metode sorogan di pondok pesantren tahaffudzul quran di antaranya: 1. Memudahkan santri dalam proses menghafal al-Quran karena metode ini dilakukan dengan cara bertatap muka secara langsung di depan pengasuh 2. Jika ada ayat yang salah ketika santri mengaji setoran hafalan dengan pengasuh
makaNyai Hj. Aufa bisa langsung membetulkan dengan cara
mengetuk meja dua sampai tiga kali sehingga santri dapat menyadari bahwa dirinya salah dan harus mengulangi ayat sebelumnya. 3. Mengaji hafalan al-Quran dengan berhadapan langsung dengan pengasuh lebih baik karena lebih berkesan dan santri lebih bisa memahami seberapa besar kemampuan setoran hafalan mengaji dalam menghafal al-Quran. 4. Pengasuh lebih bisa menilai para santrinya yaitu antara santri yang lancar dalam setoran hafalan dalam menghafal al-Quran dan santri yang belum lancar mengaji, santri yang rajin mengaji dan santri yang malas mengaji. 5. Pada masa K.H. Abuya Abdullah Umar sampai K.H. Azka hafalan lebih berarti sebab santri mengaji dengan maju satu persatu Kekurangan
penerapan
metode
sorogan
di
Pondok
Pesantren
Tahaffudzul Quran yaitu 1. Dengan metode sorogan santri yang kurang siap hafalannya menjadi takut untuk setor hafalan. 2. Pada masa diasuh oleh Nyai Hj. Aufa dengan cara maju tiga sekaligus, ketika santri menyetorkan hafalan al-Quran, mereka merasa tidak fokus karena tiga santri
sekaligus maju di hadapan pengasuh (pengasuh
55
mengajari setiap setoran tiga santri-tiga santri bukan satu satu) sehingga ada salah satu santri yang merasa tidak fokus dengan hafalannya. 3. Adanya kesalahfahaman antara santri ketika pengasuh membenarkan hafalan yang salah kepada salah satu santri karena antara santri yang satu dengan yang lainnya tempat duduknya untuk mengaji setoran hafalan saling berdekatan. 4. Kemampuan antara santri yang satu dengan santri yang lainnya berbeda sehingga santri yang maju bersamaan dengan santri yang suaranya keras bagi santri yang suaranya pelan merasa terganggu dan kurang fokus atau kurang lancar dalam menyetorkan hafalannya.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari beberapa pendapat yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan pengasuh, pengurus beserta para santri yang ada di pondok pesantren Tahaffudhul Quran maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Metode sorogan sudah diterapkan pada masa K.H. Abuya Abdullah Umar sampai sekarang. Pada masa K.H. Abuya Abdullah Umar sampai K.H. Azka metode ini
dilakukan dengan cara santri maju satu persatu
sedangkan pada masa Nyai Hj. Aufa santri mengaji dengan cara maju tiga sekaligus. Waktu mengaji setelah subuh untuk undaan ( menambah hafalan baru ), setelah asyar untuk nderesan ( mereview hafalan yang sudah didapat ) 2. Kelebihan dan kekurangan penerapan metode sorogan dalam menghafal alQuran dipondok pesantren tahaffudzul Quran porwoyoso ngaliyan porwoyoso ngaliyan semarang. a. Kelebihan
penerapan
metode
sorogan
di
Pondok
Pesantren
Tahaffudzul Quran di antaranya: 1) Memudahkan santri dalam proses menghafal al-Quran karena metode ini dilakukan dengan cara bertatap muka secara langsung di depan pengasuh. 2) Jika ada ayat yang salah ketika santri mengaji setoran hafalan dengan pengasuh
maka pengasuh bisa langsung membetulkan
dengan cara mengetuk meja dua sampai tiga kali sehingga santri dapat menyadari bahwa dirinya salah dan harus mengulangi ayat sebelumnya. 3) Mengaji hafalan al-Quran dengan berhadapan langsung dengan pengasuh lebih baik karena lebih berkesan dan santri lebih bisa memahami seberapa besar kemampuan setoran hafalan mengaji dalam menghafal al-Quran.
56
57
4) Pengasuh lebih bisa menilai para santrinya yaitu antara santri yang lancar dalam setoran hafalan dalam menghafal al-Quran dan santri yang belum lancar mengaji, santri yang rajin mengaji dan santri yang malas mengaji. 5) Pada masa K.H. Abuya Abdullah Umar sampai K.H. Azka hafalan lebih berarti sebab santri mengaji dengan maju satu persatu b. Kekurangan penerapan metode sorogan di Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran di antaranya: 1) Dengan metode sorogan santri yang kurang siap hafalannya menjadi takut untuk setor hafalan. 2) Pada masa diasuh oleh Hj. Aufa dengan cara maju tiga sekaligus. Ketika santri menyetorkan hafalan al-Quran mereka para santri merasa tidak fokus karena santri maju hafalan tiga santri sekaligus dalam satu hadapan pengasuh (pengasuh mengajari setiap setoran tiga santri-tiga santri bukan satu satu) sehingga ada salah satu santri yang merasa tidak fokus dengan hafalannya. 3) Adanya
kesalahfahaman
antara
santri
ketika
pengasuh
membenarkan hafalan yang salah kepada salah satu santri karena antara santri yang satu dengan yang lainnya tempat duduknya untuk mengaji setoran hafalan saling berdekatan. 4) Kemampuan antara santri yang satu dengan santri yang lainnya berbeda sehingga santri yang maju bersamaan dengan santri yang suaranya keras bagi santri yang suaranya pelan merasa terganggu dan kurang fokus atau kurang lancar dalam menyetorkan hafalannya.
B. Saran Dari kesimpulan diatas maka peneliti menganjurkan: 1. Agar dalam menerapkan metode sorogan ini lebih baik ditingkatkan dengan santri mengaji lebih disiplin dan tepat waktu agar dalam hal menyetorkan hafalan dengan pengasuh bisa berjalan dengan lancar dan
58
tidak memakan waktu yang lama ketika para santri mengantri mengaji dengan pengasuh sehingga dapat diambil manfa’at bagi semua santri yang ada diPondok Pesantren Tahaffudzul Quran baik santri yang berstatus mahasiswi maupun santri yang berstatus tahassus (santri yang hanya mondok saja). 2. Santri yang mendapat jadwal kuliyah pada waktu jam pertama maka akan lebih baik jika mempunyai persiapan yang lebih pagi agar ketika bel mengaji sudah dibunyikan bisa langsung maju mengaji menyetorkan hafalannya kepada pengasuh agar tidak terjadi antrian yang panjang hingga siang hari, sehingga santri yang mendapat jam pertama juga bisa mengaji dan menyetorkan hafalannya kepada pengasuh. 3. Berkaitan dengan tempat mengaji pada waktu menyetorkan hafalan mengaji kepada pengasuh memang sudah baik karena tempatnya dimushalla karena suasana mushalla sangat mendukung, selain tempatnya bersih, suci dan tenang maka santri bisa lebih fokus, nyaman dalam menyetorkan hafalannya. C. Penutup Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah Allah SWT penyusunan skripsi ini dapat peneliti selesaikan. Peneliti menyadari bahwa meskipun dalam penelitian ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari kesalahan dan kekeliruan. Hal itu sematamata merupakan keterbatasan ilmu dan kemampuan yang peneliti miliki. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak demi perbaikan-perbaikan penelitian selanjutnya agarmencapai kesempurnaan. Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
59
DAFTAR PUSTAKA
Afnan, Maftuh, Kamus Al-Munir, Surabaya: Anugerah, 1991 Ali, Lukman, dkk., , Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999 Alwi, Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, Jakarta Balai pustaka, 2003. Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2002 Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2003 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, Azizi, Qadri Abdillah, et.al., Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Al-Badri, Badrun bin Nasir, Keutamaan Membaca dan Menghafal al-Quran, terj. Muhammad Iqbal A. Ghazali Indonesia: Maktub Dakwah dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, 2010 Badwilan, Ahmad Salim, Seni menghafal Al-Quran, Resep Manjur Menghafal Al-Quran yang Telah Terbukti Keampuhannya, terj. Abu Hudzaifah t.tp., Wacana Ilmiah Press, 2008 Al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Musnad As-Sahih Al-Mukhtasar min Umur Rasulillah Sallallah Alaih wa Sallam wa Sunanih wa Ayamih, Jilid VI, Beirut: Dar Tauq An-Najah, 1422, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pendidikan di Indonesia dari Zaman ke Zaman, Jakarta: Badan Litbang Pendidikan dan Kebudayaan, 1979. Desmita, Psikologi Perkembangan,Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008 Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1982 Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid I Yogyakarta: Andi Offset, 2003 Al-Hafidz, Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran, Jakarta: Bumi Aksara 1994
60
Al-Hafidz, Ahsin W., Bimbingan Praktis menghafal Al-Quran, Jakarta Bumi Aksara, 2005 Hasbullah, Drs., Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo persada, 1996. Hasbullah,
Sejarah
Pendidikan
Islam
di
Indonesia:
Lintasan
Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangannya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995 Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Muhammad Zuhri dan Ahmad Qorib, Semarang: Dina Utama Semarang, 1994 Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Miftah, dkk, Al-Quran Sumber Hukum Islam, Juz I, Bandung: Pustaka, 1989 Muslim, Sahih Muslim. Jilid 1, Beirut: Dar Ihya At-Turas Al- Arabi, tt., Nata, Abuddin, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Grasindo, 2001 Nawabuddin,
Abdurrab,
Teknik
Menghafal
Al-Quran,
Bandung:
Al-
Gensindo,1991 Qardhawi, Yusuf, Menghafal Al-quran, terj. Nn., t.tp., KONSIS Media, tt., pdf Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Siradj, Said Agil, (et.al), Pesantren Masa depan, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999 Soenarjo, R.A.H, Al-quran dan Terjemahnya, Jakarta: Departemem Agama RI,1971 Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1989 Sudjana, Nana. dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2001 Sugiyanto, Ilham Agus, Kiat Praktis Menghafal Al-Quran,Bandung: Mujahid, 2004 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta, 2008. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya,Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003
61
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,2001 al-Syaibani, Ahmad bin Hambal Abu Abdillah, Musnad Al-Imam Ahmad bin Hambal, Jilid III, Kairo: Mu’assasah Qurtubah, tt., Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam,Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995 Al-Tirmidzi, Al- Jami As-shohih sunan At-Tirmidzi, jilid 2, Beirut: Dar Ihya AtTuras Al-Arabi, tt., Yaqub, Ali Mustafa, Nasihat Nabi kepada Pembaca dan Penghafal Al-Qur’an Jakarta: Gema Insani Press, 2001 Az-Zarmuji, Syaikh, Ta’lim Muta’allim, Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995 Zein, Muhammad, Methodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta: Ak Group, 1995 Zen, Muhaimin, Pedoman Pembinaan Tahfidzul Quran, Jakarta: Pustaka AlHusna, 1983 Zuhairini, dkk. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1981 Zuhri, Minan, Pelajaran Tajwid, Kudus: Menara Kudus, 1981 Dokumen PPTQ pada tanggal 20 November 2010 Buku Induk PPTQ pada tanggal 20 November 2010. Hasil wawancara dengan Nyai Hj. Aufa Umar pada hari selasa tanggal 21 Juni 2011 jam 09.00 WIB pagi.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
62
PEDOMAN OBSERVASI
1. Lingkungan Pondok Pesantren Tahaffudzul Quran Purwoyoso Ngaliyan Semarang 2. Kegiatan para santri meliputi: a. Waktu mengaji menyetorkan hafalan santri b. Proses menghafal Al-Quran c. Metode sorogan dalam menghafal Al-Quran
63
Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? Apakah anda senang dengan metode tersebut ? Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? Jam berapa anda mengaji ? Dengan siapa anda mengaji ? Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain?
1. Shofiyah (Pengurus seksi keamanan ) Tanggal 20 juni 2011 Hari: Selasa Waktu: 06.30 P: Dengan metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman? R:” nyaman saja. Sesuai yang diperintahkan pengasuh” P: Apakah anda senang dengan metode tersebut ? R: “ nyaman saja “ P: Berapa kali anda mengaji dalam sehari? R: “dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari” P: Apakah anda mengaji tepat pada waktunya ? R: “ tidak tepat, karena suka antri yang terakhir” P: jam berapa anda mengaji ? R: “ pagi hari jam 06.30 untuk undaan ( nambah hafalan baru ) dan sore hari jam 15.30 untuk nderesan ( mengulang hafalan yang telah didapat sebanyak setengah juz atau seperempat juz ) P: Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? R: “ dimushalla, karena memang tempatnya disitu” P: Dengan siapa anda mengaji ? R: “ dengan ummi Aufa” P: Lebih senang ngaji sendiri atau bareng santri lain? R: “ sesuai dengan biasanya saja maju tiga santri secara bersamaan “
64
2. Ida Nur Chamidah ( Pengurus seksi pendidikan ) Tanggal 21 Juni 2011 Hari : senin Waktu : 09.00 P: Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? R: “ Nyaman ” P: Apakah anda senang dengan metode tersebut ? R: ” Senang ” P: Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? R: “ Lebih banyak mengaji pertama karena kalau tidak ngaji duluan itu antreannya panjang “ P: Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? R: “ tiga kali “ P: Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? R: “ Dimushalla “ P: Jam berapa anda mengaji ? R: “ Pagi setelah sebuh jam 05.30, sore setelah asyar jam 15.00, dan malam setelah shalat Isyak jam 08.00 “ P: Dengan siapa anda mengaji ? R: “ Dengan ummi . Aufa “ P: Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain? R: “ Saya lebih suka sendirian karena secara pribadi saya lebih bisa fokus menyetorkan hafalan saya kepada pengasuh tapi kalau dengan santri lain bisa bareng tapi satu saja jadi dua santri bisa bareng gitu, kalau tiga santri mengaji bersamaan membuat saya bingung dan tidak fokus sehingga ketika menyetorkan hafalan saya kepada pengasuh itu jadi bubar “ 3. Isfaizah ( Santri Tahassus ) Tanggal : 22 Juni 2011 Hari : Rabu Waktu : 20. 00 P: Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? R: “ Nyaman “ P: Apakah anda senang dengan metode tersebut ? R: “ Senang, karena memang pengasuh menghendaki demikian “ P: Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? R: “ ya kadang tepat , tidak tentu, kalau tidak ada antreannya ya saya mengaji duluan ( mengawali ) kalau antreannya panjang biasanya saya antri nomer tiga atau empat tidak sampai terakhir “ P: Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? R: “ tiga kali P: Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? R: “ Dimushalla “ P: Jam berapa anda mengaji ?
65
R: “ pagi setelah subuh jam 06.30, sore setelah asyar jam 15.30, malam setelah shalat isyak jam 18.30 “ P: Dengan siapa anda mengaji ? R: ” Dengan ummi. Aufa “ P: Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain? R: “ seneng maju bareng dua santri yang suaranya tidak terlalu keras alias pelan-pelan, kalau ngaji sendirian itu grogi dan takut salah-salah “ 4. Ina Aini Fadhilah Tanggal 22 juni 20011 Hari : Kamis Waktu : 20.30 P : Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? R : “ Nyaman saja “ P : Apakah anda senang dengan metode tersebut ? R : “ Senang “ P : Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? R : “ Tidak tepat kadang dapat antrian yang terakhir kadang juga dapat antrian ditengah-tengah jadi tidak tentu gitu “ P : Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? R : “ dua kali “ P : Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? R : “ Dimushalla “ P : Jam berapa anda mengaji ? R : “ Pagi setelah subuh jam 06.00, dan sore setelah asyar jam 15.00 nyaman saja , pendapat saya kalau ada santri yang dapat jam pertama seharusnya didispensasi jadi tidak nunggu antrian panjang , langsung bisa berangkat kuliyah gitu karena persiapannya kan panjang harus antri mandi, antri nyetrika, antri ngaji dan belum lagi nyiapakan jadwal mata kuliyah gitu , kalau ada jam kuliyah sore juga seharusnya didispensasi juga karena sepulang dari kampus pasti sudah capek dan kesorean belum lagi mengantri ngaji “ P : Dengan siapa anda mengaji ? R : “ Dengan ummi . Aufa “ P : Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain? R : “ Biasa saja, lebih senang maju tiga santri bersamaan, soalnya kalau sendirian itu takut kalau salah-salah jadi grogi “
66
5. Novita Asyrofahnti ( Pengurus / Ketua Pondok ) Tanggal : 24 Juni 20011 Hari : Jum’at Waktu : 18.30 P : Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? R : “ Nyaman saja “ P : Apakah anda senang dengan metode tersebut ? R : “ Senang , karena memang pengasuh menghendaki demikian “ P : Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? R : “ Tidak tepat waktu, kalau belum bisa mengaji atau belum lancar itu belum berani antri paling nderes dulu baru kalau sudah lancar baru antri “ P : Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? R : “ dua kali “ P : Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? R ;” ya dimushalla, karena memang tempatnya disitu “ P : Jam berapa anda mengaji ? R : “ Pagi setelah shalat subuh jam 06.30 dan sore setelah shalat asyar jam 16.00 “ P : Dengan siapa anda mengaji ? R : “ Dengan ummi . Aufa “ P : Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain? R : “ Senang mengaji bareng tiga santri soale kalau Cuma satu santri itu kelihatan sedikit sedangkan kalau ngaji empat santri bersamaan itu kebayakan “
6. Himmatul Aliyah 09 ( Pengurus / Wakil ketua Pondok ) Tanggal : 25 juni 2011-07-2 Hari : Sabtu Waktu : 18.30 P : Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? R : “ Heem Nyaman “ P : Apakah anda senang dengan metode tersebut ? R : “ Senang saja karena memang Pengasuh menginginkan seperti itu “ P : Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? R : “ nggak, kadang terakhir kadang juga ditengah-tengah tergantung antriannya, jika antriannya sedikit ya bisa langsung antri mengaji , kalau antriannya panjang ya bisa dapat antrian terakhir “ P : Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? R ; ” Tiga kali “ P : Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? R : “ ya dimushalla, memang tempat mengajinya disitu “ P : Jam berapa anda mengaji ? R : “ Pagi kalau bisa setelah shalat subuh jam 05.30, sore setelah shalat asyar jam 16.00 dan malam jam 20.30 kalau bisa mengajinya para santri 67
itu yang lebih awal biar ummi ( pengasuh ) tidak menunggu terlalu lama “ P : Dengan siapa anda mengaji ? R : “ Dengan Pengasuh ummi. Aufa “ P : Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain? R : “ lebih senang mengaji bareng tiga santri , soalnya kalao bareng bertiga itu bisa tenang sedangkan kalau sendirian saya jadi grogi ” 7. Rifa’ah (Pengurus /seksi pendidikan ) Tanggal : 26 Juni 2011 Hari : Minggu Waktu : 20.00 P : Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? R : “ nyaman ‘ P : Apakah anda senang dengan metode tersebut ? R : “ Senang “ P: Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? R : “ tidak, soalnya kalau belum lancar be,um berani mengaji , untuk bisa lancar harus nderes terlebih dahulu sambil menunggu antrian “ P : Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? R : “ tiga kali “ P : Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? R : “ dimushalla ‘ P : Jam berapa anda mengaji ? R : “ Pagi setelah shalat subuh jam 06.30, sore setelah shalat asyar jam 16.30 dan malam setelah shalat isyak jam 20.30 “ P : Dengan siapa anda mengaji ? R : “ Dengan ummi. Aufa “ P : Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain? R : “ Senang mengaji bareng dua santri soalnya kalau mengaji sendirian merasa grogi akhirnya setoran kepada pengasuh jadi buyar, kalau bareng tiga santri dengan suara yang keras-keras juga membuat setoran didepan pengasuh jadi buyar “
68
8. Aluh Zahraini Tanggal 27 Juni 2011 Hari : Senin Waktu : 20.00 P : Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? R : “ Biasa nyaman “ P : Apakah anda senang dengan metode tersebut ? R : “ senang “ P : Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? R : “ nggak juga, Kadang kalau antriannya banyak ya bisa langsung antri sambil nderes, klau nggak ada antrian ya nggak berani karena belun bisa “ P : Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? R : “ dua kali “ P : Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? R : “ Dimushalla “ P : Jam berapa anda mengaji ? R : ” Pagi jam 06.00 dan sore 16.00 “ P : Dengan siapa anda mengaji ? R : ” Dengan ummi Aufa “ P : Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain? R : ” saya lebih senang bareng tiga santri, alasan saya karena disini ummi sendiri yang menyimak selain itu waktunya ummi terbatas dan ummi bisa melakukannya “ 9. Reni Lestiani Tanggal 28 Juni 2011 Hari : Selasa Waktu : 16.30 P : Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? R : “ nyaman aja “ P : Apakah anda senang dengan metode tersebut ? R : ” ya, lha emang begitu “ P ; Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? R : “ nggak, biasanya saya ngaji kalau sudah bisa atau sudah lancar ” P : Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? R : ” dua kali “ P : Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? R : ” Dimushalla “ P : Jam berapa anda mengaji ? R : ” biasanya saya mengaji kalau pagi jam 06.00 dan sore jam 16.00 “ P : Dengan siapa anda mengaji ? R : ” dengan ummi Aufa “ P : Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain? R : ” saya lebih suka bareng tiga santri karena kalau sendirian saya grogi, jadi salah-salah terus tapi, senang kalau ummi tidak memperhatikan saya , 69
kalau yang pas bersamaan dengan saya kok suaranya keras , saya nggak bisa fokus kalau sudah begitu biasanya saya mengimbangi dengan suara yang keras juga jadi bisa sama-sama keras , pendapat saya kalau mbakmbak yang sudah bisa lancar mengajinya mbok ya ndang antri gitu biar ummi nggak terlalu lama menunngunya gitu ” 10. Sokhifatun Tanggal : 28 juni 2011 Hari : Selasa Waktu : 17.00 Tempat : Kamar santri P : Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? R : ” Saya lebih merasa senang “ P : Apakah anda senang dengan metode tersebut ? R : ” biasa , senang “ P : Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? R : ” nggak ” P : Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? R : ” Dua kali “ P : Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? R : ” Dimushalla “ P : Jam berapa anda mengaji ? R : ” Biasanya saya mengaji pagi jam 06.00 sedangkan untuk sore hari jam 16.00 ” P : Dengan siapa anda mengaji ? R : ” Dengan ummi Aufa “ P : Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain? R : ”Saya lebih setuju bareng tiga santri karena dengan tiga santri saja ummi Aufa masih bisa membenarkan santri yang ketika menyetorkan hafalannya ada yang salah “
70
11. Rifa Fauziyah ( Santri Tahassus ) Tanggal : 29 Juni 2011 Hari : Rabu Waktu : 17.00 Tempat : Kamar Santri P : Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? R : ”Nyaman-nyaman saja, memang begitu “ P : Apakah anda senang dengan metode tersebut ? R : ” ya senang ” P : Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? R : ” nggak, soalnya saya lebih seneng ngaji diakhir-akhir saja, kalau masih ada yang antri biasanya saya gunakan untuk nderes biar tambah lancar “ P : Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? R : ”Tiga kali “ P : Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? R : ” Dimushalla “ P : Jam berapa anda mengaji ? R : ”kalau pagi jam 06.00 , sore jam 16.00, malam jam 20.00, seharusny pengurus itu lebih disiplin dalam memukul bel mengaji jadi nggak mengulur waktu terlalu lama, kalau memukul belnya saja telat maka kasihan yang sudah antri sedangkan antriannya kan panjang jadi yang terakhir-terakhir itu nggak kebagian jadi nggak ngaji dech. “ P : Dengan siapa anda mengaji ? R : ” Dengan ummi Aufa “ P : Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain? R : ” seneng bareng du santri karena kalau nggak ada temennya sendirian itu saya grogi sedangkan kalau tiga santri maju bareng itu menurut saya kebayakan karena jadi rame ” 12. Afifatul Khusna ( Santri Tahassus ) Tanggal : 29 Juni 2011 Hari : Rabu Waktu : 19.00 Tempat : Kamar santri P : Dengan Metode sorogan ini apakah anda merasa nyaman ? P : Apakah anda senang dengan metode tersebut ? P : Apakah Anda mengaji tepat pada waktunya ? P : Berapa Kali anda mengaji dalam sehari ? P : Dimana tempat anda mengaji dengan pengasuh ? P : Jam berapa anda mengaji ? P : Dengan siapa anda mengaji ? P : Ketika mengaji lebih suka sendiri atau bareng santri lain?
71
Lampiran 2 DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN DI PONDOK PESANTREN TAHAFFUDZUL QURAN PORWOYOSO NGALIYAN
Aktivitas simaan santri
Aktivitas simaan santri
72
Peneliti sedang melakukan wawancara dengan santri
Peneliti sedang melakukan wawancara dengan santri
73
Aktivitas para santri ketika antri mengaji
Kegiatan santri ketika nderes ( saling menyemak bergantian ) dengan santri lain
74
Pengasuh sedang menyemak para santri dalam satu majlis ( di mushalla )
Pengasuh sedang menyemak setiap santri yang mengaji sekaligus secara bersamaan
75
Salah satu santri bersalaman dengan pengasuh ketika sudah selesai mengaji
76