PENERAPAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING PADA PENENTUAN TINGKAT KESEJAHTERAAN PENDUDUK PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Monica Louisa Ratu Kaho1
Andeka Rocky Tanaamah2
Alz Danny Wowor3
[email protected]
[email protected]
[email protected]
Abstract The importance of a system not only helping the work done quickly and easy but also could result accurate information. Recently many government's program especially related with society walfare those are not touch the right target because the inaccurate information about society welfare. Answering this problem, we need a system that resulting the accurate information about people welfare. To determine the level of people walfare use many criteria and alternative, to easing the determination of welfare level we need to applying Simple Additive Weighting method on the system because Simple Additive Weighting is one of completion method that involve many criteria and alternative. Through the information that result by the system that is level of people welfare in each regency of East Nusa Tenggara, hopefully could help the authority to determine which region to be priority for the implementation of the welfare developing program. Keywords: People walfare, Simple Additive Weighting Methode
1.
Pendahuluan
Suatu negara berkewajiban menjamin kesejahteraan setiap penduduknya dan setiap penduduk berhak untuk mendapatkan kesejahteraan. Kesejahteraan penduduk memberikan pengaruh yang besar pada sistem politik, ekonomi, dan sebagainya. Tingkat Kesejahteraan penduduk pada suatu negara menunjukkan seberapa berhasilnya suatu negara dalam mencapai tujuannya. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk, pemerintah melaksanakan berbagai program seperti program peningkatan kesejahteraan penduduk. Namun terkadang program peningkatan kesejahteraan penduduk tidak berjalan dengan efektif, dimana hal ini disebabkan oleh tidak tepatnya sasaran yang disebabkan oleh data identifikasi target yang kurang akurat. Seringkali ditemukan terjadi kesalahan dalam menentukan kelayakan penerimaan bantuan. Masalah seperti ketidaktepatan sasaran penerimaan bantuan ini tentunya harus segera di atasi dan dicari solusinya agar tidak terulang lagi pada program-program bantuan di masa yang akan datang. Masalah ketidaktepatan sasaran penerimaan bantuan seringkali terjadi di daerahdaerah di Indonesia, tidak terkecuali propinsi Nusa Tenggara Timur. Seringkali program 1
Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Sistem informasi, Universitas Kristen Satya Wacana Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 3 Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 2
123
bantuan lebih banyak di tujukan pada penduduk di perkotaan karena lebih mudah di jangkau, padahal sebenarnya banyak penduduk di pedesaan lebih membutuhkan bantuanbantuan. Melihat hal ini tentunya pihak yang menyelenggarakan program bantuan membutuhkan informasi mengenai keadaan penduduk di Nusa Tenggara Timur, sehingga mereka dapat mengetahui jika dilihat dari sisi kesejahteraan, daerah mana yang harus di prioritaskan untuk diberikan bantuan. Badan Pusat Statistik (BPS) selaku instansi yang menyajikan data kependudukan sejauh ini belum mengeluarkan informasi mengenai tingkat kesejahteraan penduduk per kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur secara menyeluruh. BPS hanya menyajikan data mengenai indikator kesejahteraan penduduk, dimana data yang disajikan itu merupakan data yang di anggap dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan penduduk seperti data mengenai kependudukann, pendidikan, kesehatan, perumahan, pola pegeluaran, ketenagakerjaan dan kemiskinan. Melihat hal ini jika dalam melaksanan program kesejahteraan, pemerintah dan badan swasta ingin melihat atau mengetahui tingkat kesejahteraan kabupaten atau kota maka pemerintah atau lembaga swasta tersebut harus mengambil dan mengolah data dari BPS lagi. Hal ini tentunya akan memakan waktu yang lama dan bisa saja terjadi kesalahan jika dilakukan secara manual sehingga informasi yang diperoleh pun tidak akurat, sehingga menyebabkan program-program kesejahteraan pun tidak akan tepat sasaran. Melihat permasalahan tersebut maka perlu adanya suatu sistem yang dapat menentukan tingkat kesejahteraan penduduk per kabupaten. Dimana informasi yang dihasilkan dapat membantu pihak pengambil keputusan dalam dalam hal ini pemerintah dan lembaga swasta pelaksana program dalam mengambil atau menentukan kebijakan. Suatu sistem akan berjalan dengan baik atau mencapai tujuannya jika didukung atau diterapkan suatu metode. Dalam penentuan tingkat kesejahteraan ini, digunakan beberapa indikator atau kriteria yang dianggap mampu mempengaruhi penentuan tingkat kesejahteraan. Melihat hal ini Simple Additive Weighting (SAW) merupakan suatu metode yang dianggap efektif untuk menentukan tingkat kesejahteraan. Metode Simple Additive Weighting (SAW) merupakan salah satu metode yang biasanya di terapkan pada suatu sistem pengambilan keputusan atau yang biasanya digunakan dalam pemecahan masalah yang melibatkan banyak alternatif pilihan sehingga dapat membantu pengguna dalam mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Metode SAW dianggap efektif diterapkan pada penentuan tingkat kesejahteraan ini karena sebelum dilakukan proses perengkingan setiap alternatif yang ada, terlebih dahulu nilai setiap alternatif dilakukan normalisasi. Nilai-nlai setiap alternatif tersebut diperoleh dari pemenuhan setiap kriteria kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan diurutkan dari nilai alternatif yang tertinggi. Semakin rendah nilai alternatif semakin rendah pula tingkat kesejahteraannya.
124
2.
Tinjauan Pustaka
2.1
Penelitian Sebelumnya Penerapan metode dalam pengembangan suatu sistem sudah banyak dilakukan. Penerapan metode ini bertujuan untuk membantu para pengambil keputusan dalam menentukkan kebijakan. Sebelumnya telah ada penelitian mengenai penanganan jaminan kesejahteraan penduduk menggunakan penalaran fuzzy. Dalam penelitian tersebut dibangun suatu sistem pendukung keputuan dengan tujuan agar dapat menyajikan informasi kesejahteraan pada distrik-distrik tertentu yang dapat membantu pihak-pihak tertentu dalam mengambil keputusan mengenai distrik-distrik mana yang harus di kembangkan (Yanto, 2012). Penelitian lainnya dibawah judul “Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menentukan Tingkat Kesejahteraan Penduduk, membahas mengenai pengambangan sistem dengan menerapkan metode Simple Multi Attribute Rating Technique Exploiting Ranks atau yang biasa dikenal dengan metode SMARTER, dan juga metode Multi Attribute Utility Theory atau yang biasa dikenal dengan metode MAUT. Pengembangan sistem pendukung keputusan ini menggunakan bahasa pemrograman Delphi 6.0 dan basis data SQL Server (Didik, 2008). Mengacu pada paparan di atas, jika penelitian sebelumnya bertujuan untuk menyajikan informasi kesejahteraan pada distrik-distrik tertentu maka penelitian kali ini dilakukan untuk menentukan tingkat kesejahteraan penduduk beberapa kabupaten dan kota di propinsi Nusa Tenggara Timur. Pada penelitian sebelumnya penentuan tingkat kesejahteraan penduduk menggunakan metode SMARTER dan metode MAUT, pada penelitian ini penentuan tingkat kesejahteraan penduduk menggunakan metode Simple Additve Weighting (SAW). Selain itu, pada penelitian ini dilakukan analisis mengenai kesejahteraan penduduk per kabupaten apakah ada mengalami penurunan atau peningkatan dari tahun ke tahun. Sehingga informasi yang dihasilkan diharapkan dapat membantu pemerintah dalam melaksanakan program peningkatan kesejahteraan. 2.2
Kesejahteraan Sebagai salah satu tujuan dari suatu negara, kesejahteraan tentunya juga di muat pada peraturan Undang-Undang Republik Indonesia. Selain itu pandangan mengenai kesejahteraan juga di kemukakan oleh Badan Pusat Statistik selaku instansi pemerintahan yang bertugas menyajikan data mengenai perkembangan kesejahteraan penduduk. Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2009, Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat. Badan Pusat Statistik (BPS) (2001) menyebutkan tentang aspek yang digunakan untuk menggambarkan suatu kesejahteraan sosial diantaranya adalah kondisi rumah tangga, luas lantai, daerah perkotaan atau pedesaan, probabilitas bayi mati sebelum
125
mencapai usia satu tahun, keluhan penduduk terhadap kesehatan, imunisasi, pasien rawat inap, status gizi, narapidana, aksi dan korban kejahatan, luas lantai, mendengarkan radio, membaca koran atau surat kabar, serta menonton televisi. BPS melakukan pengelompokan terhadap aspek-aspek tersebut menjadi beberapa kelompok indikator dalam pengukuran kesejahteraan sosial, yaitu (1) Kependudukan, (2) Kesehatan dan gizi, (3) Pendidikan, (4) Ketenagakerjaan, (5) Konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, (6) Perumahan dan lingkungan, serta (7) Kemiskinan. 2.3
Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (FMADM) Fuzzy Multiple Attribute Decision Making (FMADM) adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah alternatif dengan kriteria tertentu. Inti dari FMADM adalah menentukan nilai bobot untuk setiap atribut, kemudian dilanjutkan dengan proses perankingan yang akan menyeleksi alternatif yang sudah diberikan. Dalam menentukan bobot untuk setiap atribut, ada 3 pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan subjektif, pendekatan objektif dan pendekatan integrasi antara subjektif dan objektif. Masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan. Pada pendekatan subjektif, nilai bobot ditentukan berdasarkan subjektivitas dari para pengambil keputusan, sehingga beberapa faktor dalam proses perankingan alternatif bisa ditentukan secara bebas. Pada pendekatan objektif, nilai bobot dihitung secara matematis sehingga mengabaikan subyektivitas dari pengambil keputusan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah FMADM yaitu Simple Additive Weighting Method (SAW), Weighted Product (WP), ELECTRE, Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS), Analytic Hierarchy Process (AHP) (Kusumadewi S. Dkk, 2006). 2.4
Metode Simple Additive Weighting (SAW) Metode Simple Additive Weighting (SAW) merupakan suatu metode yang biasa diterapkan pada suatu sistem pendukung keputusan dalam penyelesaian masalah dengan banyak kriteria penentu dan alternatif. Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis pada hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi, dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat (Suryadi & Ramdani, 2002). Sederhananya sistem pendukung keputusan ialah salah satu solusi yang membantu manusia dalam pengambilan suatu keputusan karena memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan secara cepat dan tepat. Namun sistem pendukung keputusan tidak mengambil peran pengambil keputusan secara mutlak tetapi sifatnya hanya mendukung atau membantu pengambilan keputusan saja bukan menggantikannya, sehingga keputusan akhir tetap di tangan pengambil keputusan (Hermawan, 2004). Metode SAW juga merupakan salah satu metode yang sering digunakankan ketika data yang gunakan merupakan data yang tidak stabil atau dapat berubah-ubah sehingga perlu dilakukan analisa sensitivitas, hal ini dikarenakan metode SAW memungkinkan peneliti mengubah bobo dari atribut (Memariani, dkk, 2009). Metode Simple Additive Weighting (SAW) sering juga dikenal istilah metode penjumlahan terbobot. SAW 126
membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. xij xij Max i rij Min xij i xij
jika j adalah atribut keuntungan (benefit) [1a]
jika j adalah atribut biaya (cost) [1b]
Dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj; i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n. Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai: n
Vi w j rij
[2]
j 1
Vi merupakan rangking untuk setiap alternatif, wj adalah nilai bobot dari setiap kriteria dan rij adalah nilai rating kinerja ternormalisasi. Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih (Kusumadewi S. Dkk, 2006). Kelebihan dari metode Simple Additive Weighting adalah perubahan linear yang proporsional atau sebanding dari data mentah, yang berarti bahwa besarnya urutan relatif dari nilai standar tetap sama (Manokaran, E., dkk, 2012). 2.5
Himpunan Fuzzy Bahu Daerah yang terletak pada ditengah-tengah suatu variabel yang dipresentasikan dalam bentuk segitiga, pada bagian kiri dan kanan akan naik dan turun tetapi terkadang salah satu dari sisi tersebut tidak mengalami perubahan. Himpunan fuzzy bahu digunakan untuk mengakhiri suatu daerah fuzzy. Bahu kiri bergerak dari benar ke salah, begitu juga bahu kanan bergerak dari salah ke benar. Selain bahu kiri dan bahu kanan, himpunan fuzzy bahu ini terdiri dari himpunan fuzzy segitiga (Kusumadewi, 2006).
3.
Metode Penelitian
3.1 Tahapan Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Mengacu pada gambar 1, tahapan-tahapan yang digunakan dalam penelitian ini ada 6 tahap yaitu pengumpulan data, analisis data, pengolahan data, analisis hasil, perancangan sistem, dan pengembangan sistem. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara singkat dengan pihak Badan Pusat Statistik mengenai teknik penentuan kesejahteraan masyarakat. Selain itu pengumpulan data juga dilakukan dengan cara melakukan studi pustaka terkait dengan sistem kerja Badan Pusat Statistik dan kriteria apa saja yang digunakan untuk menentukan kesejahteraan masyarakat. Setelah data yang diperlukan lengkap, maka selanjutnya yang dilakukan adalah analisis data. Analisis data dilakukan data yang digunakan tepat dan benar-benar dapat menggambarkan kesejahteraan penduduk, stelah itu batu dilakukan pengolahan data tersebut. Pengolahan data ialah melakukan penetapan kriteria yang akan digunakan
127
dalam penelitian ini, pemberian bobot pada setiap kriteria menggunakan metode FMADM, penentuan alternatif dan penentuan tingkat kesejahteraan menggunakan menggunakan metode SAW. Setelah didapat hasil pengolahan data, maka dilakukan analisis terhadap hasil tersebut. Sebelum melakukan penerapan SAW pada sistem, maka diperlukan perancangan sistem menggunakan Unified Modelling Language (UML). Perancangan sistem ini bertujuan untuk menggambarkan model sistem yang akan di bangun. Setelah melakukan perancangan sistem, maka selanjutnya adalah membangun sistem. Metode pengembangan sistem yang digunakan dalam membangun sistem adalah metode prototype.
Pengumpulan Data
Analisis Data
Pengolahan Data
Analisis Hasil Pengolahan Data
Perancangan Sistem
Pengembangan Sistem
Gambar 1. Tahapan penelitian 3.2
Perancangan Sistem Perancangan sistem penentuan tingkat kesejahteraan masyarakat dengan menerapkan metode SAW ini menggunakan Unified Modelling Language (UML). UML merupakan bahasa pemodelan yang menjadi standar dalam merancang suatu perangkat lunak. Ada beberapa diagram yang didefinisikan oleh UML diantaranya adalah usecase diagram dan class diagram. Pengguna sistem dan interaksinya dengan sistem digambarkan dalam usecase diagram.
128
Tambah kriteria Hapus kriteria
Edit kriteria
Buat laporan Kelola kriteria
User
<
> Tambah variabel Hapus variabel Edit variabel
<>
<>
<> Kelola variabel setiap kriteria
Admin
Login
<>
Tambah data setiap alternatif
Hitung kesejahteraan
<> Kelola Alternatif
Tambah alternatif
Edit alternatif
Hapus alternatif
Gambar 2. Usecase diagram Berdasarkan gambar 2, hanya ada 2 pengguna sistem yaitu admin dan user. Sebagai administrator maka admin memiliki hak penuh atas sistem serta bertanggung jawab atas semua data yang ada pada sistem. Hak admin antara lain menambah data, mengubah data dan menghapus data kriteria, data alternatif, serta data variabel setiap kriteria. Sedangkan user berhak untuk menginputkan data setiap alternatif, mengitung tingkat kesejahteraan serta membuat laporan kesejahteraan, yang dimaksudkan dengan user disini adalah staf atau pergawai internal dari Badan Pusat Statistik NTT. Objekobjek yang terlibat dalam sistem dan hubungan-hubungan antar objek digambarkan dalam class diagram seperti yang digambarkan dalam gambar 3.
Gambar 3 - Class Diagram
129
Mengacu pada gambar 3, pada class diagram terdapat tiga kelas analisis yaitu boundary, controller dan entity. Boundary berfungsi sebagai form untuk melakukan pengolahan data, minimal ada satu boundary untuk setiap interaksi. Entity biasanya digunakan untuk menangani masuk keluarnya data pada database, tabel pada database biasanya menjadi entity sedangkan controller merupakan penghubung antara boundary dan entity. Pada sistem penentuan tingkat kesejahteraan ini terdapat 5 boundary yaitu boundary alternatif, kriteria, kesejahteraan, variabel kriteria dan laporan. Sama halnya dengan boundary, pada sistem ini terdapat 6 entity yang mana menggambarkan tabeltabel pada database yang digunakan pada sistem penentuan tingkat kesejahteraan yaitu tabel alternatif, tabel kriteria, tabel kesejahteraan, tabel variabel kriteria, dan juga table laporan. 3.3
Perancangan metode Simple Additive Weighting Penentuan tingkat kesejahteraan penduduk menggunakan beberapa kriteria untuk menentukan nilai atau tingkat kesejahteraan penduduk. Bertujuan untuk mempermudah pengolahan data atau perhitungan tingkat kesejahteraan maka di terapkan metode yang dapat menyelesaikan permasalahan yang melibatkan banyak kriteria yaitu metode Simple Additive Weighting (SAW). Karena metode SAW merupakan salah satu metode dari model FMADM, maka penentuan bobot dan nilai variabel setiap kriteria harus menggunakan Fuzzy-Attribute Decision Making (FMADM). Pada penentuan tingkat kesejahteraan penduduk menurut kabupaten/kota menggunakan 7 kriteria yaitu kependudukan, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, perumahan, pengeluaran dan kemiskinan. Dari setiap kriteria dipilih satu hal yang dianggap paling bisa menggambarkan kriteria tersebut. Berikut ini merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kesejahteraan penduduk menurut kabupaten/kota. Tabel 1. Kriteria kesejahteraan C1
Kriteria Kependudukan
C2
Ketenagakerjaan
C3
Pendidikan
C4 C5
Kesehatan Perumahan
C6
Pengeluaran
C7
Kemiskinan
Keterangan Kepadatan penduduk per KM2 Persentase penduduk yang berkerja terhadap angkatan kerja Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas dan pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan (SMA/SMK – S3) Persentase atau angka kesakitan penduduk Persentase rumah tangga yang menggunakan listrik Persentase pengeluaran perkapita setiap bulan (minimal Rp. 200.000) Persentase kemiskinan penduduk
Mengacu pada tabel 1, dari masing-masing kriteria tersebut akan ditentukan bobotnya. Penentuan bobot ini menggunakan matriks perbandingan berpasangan dan pengujian konsistensi bobot. Jika hasil pengujian konsistensi ≤ 0.1 maka di anggap bobot kriteria konsisten. Setelah membuat matriks perbandingan berpasangan dan pada
130
pengujian konsistensi, hasil akhir yang diperoleh adalah 0.03, dengan demikian matrik berpasangan yang ditentukan dianggap cuckup konsisten. Bobot setiap kriteria adalah sebagai berikut : Tabel 2. Bobot kriteria kesejahteraan Kriteria C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7
Bobot 0.07 0.11 0.19 0.24 0.05 0.03 0.31
Pada setiap kriteria terbagi atas 5 bilangan fuzzy, yaitu sangat rendah (SR), rendah (R), cukup (C), tinggi (T) dan sangat tinggi (ST). Adapun nilai untuk setiap bilangan fuzzy tersebut sebagai berikut : SR = 1, R = 2, C = 3, T = 4, dan ST = 5. Pada umumnya dalam menetukan bilangan fuzzy setiap kriteria menggunakan fuzzy segitiga dengan data yang bagi secara normal, namun dalam penelitian ini tidak dilakukan hal demikian karena keadaan penduduk yang tidak selalu normal dan selalu berubah-ubah. Melihat hal ini maka dalam menetukan bilangan fuzzy menggunakan nilai statistik atau sari data dengan tujuan untuk melihat letak kecenderungan data penduduk. Berikut nilai statistik yang digunakan untuk membuat fuzzy segitiga SR={Xmin, Xmin, Q1}, R={Xmin, Q1, Q2}, C={Q1, Q2, Q3}, T={Q2, Q3, Xmax}, ST={Q3, Xmax, Xmax}. Setelah menentukan nilai statistik dari setiap kriteria maka dapat ditentukan nilai dari setiap bilangan fuzzy dari setiap kriteria. Nilai statistik untuk kriteria kependudukan adalah Xmin=31, Q1=77.25, Q2=95.5, Q3=139.25 dan Xmax=1902, dari nilai statistik tersebut didapat fuzzy segitiga seperti yang ditunjukkan pada gambar 4 berikut ini :
Gambar 4. Bilangan fuzzy untuk kriteria kependudukan Mengacu pada gambar 4, setiap data yang ada dapat masuk dalam dua bilangan fuzzy. Misalkan jika kepadatann penduduk per KM2 adalah 500 maka dapat masuk dalam bilangan fuzzy T dan ST, untuk memudahkan penetuan bilangan fuzzy maka perlu ditentukan batas nilai untuk setiap bilangan fuzzy. Cara untuk menetukan batas nilai adalah nilai statistik tertinggi dari bilangan fuzzy sebelumnya ditambah nilai statistik
131
terendah dari bilangan fuzzy sesudahnya kemudian dibagi dua. Contohnya untuk menetukan batas nilai bilangan fuzzy T dan ST pada kriteria kependudukan, diketahui nilainya statistik T {95.5, 139.25, 1902} dan ST {139.25, 1902, 1902}, dengan demikian nilai tertinggi untuk T adalah 1902 dan nilai terendah untuk ST adalah 139.25. Maka batas nilai antara T dan ST adalah (1902+139.25)/2 =1020, dengan demikian jika kepadatan penduduk per KM2 <1020 maka bilangan fuzzy adalah T dan jika kepadatan penduduk per KM2 ≥54.13 maka bilangan fuzzy adalah ST. Cara menetukan batas nilai bilangan fuzzy ini juga berlaku pada penentuan batas nilai setiap bilangan fuzzy pada setiap kriteria. Nilai statistik untuk kriteria ketenagakerjaan adalah Xmin=85.72, Q1=96.08, Q2= 96.87, Q3= 97.34 dan Xmax=99.26, dari nilai statistik tersebut didapat fuzzy segitiga seperti yang ditunjukkan pada gambar 5 berikut ini :
Gambar 5. Bilangan fuzzy untuk kriteria ketenagakerjaan Nilai statistik untuk kriteria pendidikan adalah Xmin=7.74, Q1=12.62, Q2=14. 81, Q3=17.06 dan Xmax=52.29, dari nilai statistik tersebut didapat fuzzy segitiga seperti yang ditunjukkan pada gambar 6 berikut ini :
Gambar 6. Bilangan fuzzy untuk kriteria pendidikan Nilai statistik untuk kriteria kesehatan adalah Xmin=7.56, Q1=14.63, Q2= 29.33, Q3=32.92 dan Xmax=40.77, dari nilai statistik tersebut didapat fuzzy segitiga seperti yang ditunjukkan pada gambar 7 berikut ini :
132
Gambar 7. Bilangan fuzzy untuk kriteria kesehatan Nilai statistik untuk kriteria perumahan adalah Xmin=15.34, Q1=34.38, Q2=45.34, Q3=59.85 dan Xmax= 99.54, dari nilai statistik tersebut didapat fuzzy segitiga seperti yang ditunjukkan pada gambar 8 berikut ini :
Gambar 8. Bilangan fuzzy untuk kriteria perumahan Nilai statistik untuk kriteria pengeluaran adalah Xmin=9.61, Q1=24.78, Q2=52.14, Q3=78.92 dan Xmax=99.53, dari nilai statistik tersebut didapat fuzzy segitiga seperti yang ditunjukkan pada gambar 9 berikut ini :
Gambar 9. Bilangan fuzzy untuk kriteria pengeluaran Nilai statistik untuk kriteria kemiskinan adalah Xmin=7.50, Q1=17.37, Q2=23.59, Q3=31.10, dan Xmax=45.18, dari nilai statistik tersebut didapat fuzzy segitiga seperti yang ditunjukkan pada gambar 10 berikut ini :
133
Gambar 10. Bilangan fuzzy untuk kriteria kemiskinan Setelah diketahui bilangan fuzzy setiap kriteria, maka selanjutnya dapat melakukan proses penentuan tingkat kesejahteraan penduduk dengan SAW.
4.
Hasil dan Pembahasan
Alternatif yang digunakan dalam penelitian ini merupakan 15 kabupaten dan 1 kota di propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Adapun alternatif tersebut sebagai berikut : Tabel 3. Alternatif kesejahteraan Alternatif A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8
Kabupaten/Kota Sumba Barat Sumba Timur Kupang Timor Tengah Selatan (TTS) Timor Tengah Utara (TTU) Belu Alor Lembata
Alternatif A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16
Kabupaten/Kota Flores Timur Sikka Ende Ngada Manggarai Rote Ndao Manggarai Barat Kota Kupang
Selain alternatif, yang diperlukan dalam perhitungan metode SAW adalah kriteria. Berdasarkan tabel 2, maka bobot preferensi adalah sebagai berikut : W = (0.7, 0.11, 0.19, 0.24, 0.5, 0.3, 0.31) Data mengenai kesejahteraan diperoleh dari publikasi BPS NTT. Mengacu pada data NTT tahun 2011, maka rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria ditentukan sebagai berikut :
134
Tabel 4. Rating kecocokan alternatif terhadap kriteria Alternatif A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16
C1 4 1 2 3 3 4 2 3 4 4 4 3 4 3 2 5
C2 3 4 4 5 5 3 2 4 4 4 2 5 4 4 4 2
Kriteria C4 2 2 2 1 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2 1
C3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 2 5
C5 2 3 4 1 4 3 4 4 4 4 5 4 4 3 4 5
C6 4 4 4 3 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 5
C7 4 4 2 3 3 2 2 3 1 2 2 1 3 4 2 1
Mengacu pada tabel 4, untuk C1, C4, dan C7 nilai terkecil adalah terbaik maka di asumsikan sebagai kriteria biaya, sedangkan untuk C2, C3, C5 dan C6 nilai terbesar adalah terbaik maka diasumsikan sebagai kriteria keuntungan. Sehingga untuk melakukan normalisasi C1, C4 dan C7 menggunakan persamaan 1b dan untuk C2, C3, C5 dan C6 dilakukan normalisasi menggunakan persamaan 1a. Matriks keputusan dibentuk dari tabel rating kecocokan (seperti yang terlihat pada tabel 4), adalah sebagai berikut: 4 1 2 3 3 4 2 X= 3 4 4 4 3 4 3 2 [5
3 4 4 5 5 3 2 4 4 4 2 5 4 4 4 2
4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 2 5
2 2 2 1 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 2 1
2 3 4 1 4 3 4 4 4 4 5 4 4 3 4 5
4 4 4 3 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 5
4 4 2 3 3 2 2 3 1 2 2 1 3 4 2 1]
Setelah matriks keputusan di buat, maka selanjutnya dilakukan normalisasi terhadap matriks tersebut. Normalisasi terhadap matriks X adalah sebagai berikut:
135
min{4; 1; 2; 3; 3; 4; 2; 3; 4; 4; 4; 3; 4; 2; 2; 5} 1 = = 0.25 4 4 3 3 = = = 0.6 max{3; 4; 4; 5; 5; 3; 2; 4; 4; 4; 2; 5; 4; 4; 4; 2} 5
𝑟11 = 𝑟21
Dan seterusnya, sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R sebagai berikut : 0.25 1.00 0.50 0.33 0.33 0.25 0.50 R = 0.33 0.25 0.25 0.25 0.33 0.25 0.33 0.50 [0.20
0.60 0.80 0.80 1.00 1.00 0.60 0.40 0.80 0.80 0.80 0.40 1.00 0.80 0.80 0.80 0.40
0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.60 0.60 0.80 0.80 0.60 0.80 0.40 1.00
0.50 0.50 0.50 1.00 1.00 1.00 0.50 0.50 1.00 0.50 1.00 1.00 0.50 1.00 0.50 1.00
0.40 0.60 0.80 0.20 0.80 0.60 0.80 0.80 0.80 0.80 1.00 0.80 0.80 0.60 0.80 1.00
0.80 0.80 0.80 0.60 0.80 0.80 0.80 0.80 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80 0.80 0.80 1.00
0.25 0.25 0.50 0.33 0.33 0.50 0.50 0.33 1.00 0.50 0.50 1.00 0.33 0.25 0.50 1.00]
Setelah matriks ternormalisasi di buat, maka selanjutnya dilakukan proses perengkingan. Proses perengkingan menggunakan persamaan 2. Berikut ini adalah hasil perengkingan : V1 = (0.7 ∙ 0.25) + (0.11 ∙ 0.6) + (0.19 ∙ 0.8) + (0.24 ∙ 0.5) + (0.5 ∙ 0.4) + (0.3 ∙ 0.8) + (0.31 ∙ 0.25) = 0.48 V2 = (0.7 ∙ 1) + (0.11 ∙ 0.8) + (0.19 ∙ 0.8) + (0.24 ∙ 0.5) + (0.5 ∙ 0.6) + (0.3 ∙ 0.8) + (0.31 ∙ 0.25) = 0.56 V3 = (0.7 ∙ 0.5) + (0.11 ∙ 0.8) + (0.19 ∙ 0.8) + (0.25 ∙ 0.5) + (0.5 ∙ 0.8) + (0.3 ∙ 0.8) + (0.31 ∙ 0.5) = 0. 61 dan seterusnya sehingga di dapat V4 = 0.66, V5 = 0.69, V6 = 0.68, V7 = 0.57, V8 = 0.55, V9 = 0.84, V10 = 0.56, V11 = 0.69, V12 = 0.91, V13 = 0.51, V14 = 0.63, V15 = 0.54, V16 = 0.86. Berdasarkan hasil perengkingan, nilai terbesar adalah V12 dan nilai terendah adalah V1, dengan kata lain pada tahun 2011 tingkat kesejahteraan tertinggi adalah A12 yaitu kabupaten Ngada dan tingkat kesejahteraan terendah adalah A1 yaitu Sumba Barat. Menggunakan data resmi dari BPS dan dengan proses perhitungan yang sama, tingkat kesejahteraan 15 kabupaten dan 1 kota di NTT tahun 2006 – 2011 adalah sebagai berikut:
136
Tabel 5. Tingkat kesejahteraan Kabupaten/ Kota Sumba Barat Sumba Timur Kupang Timor Tengah Selatan (TTS) Timor Tengah Utara (TTU) Belu Alor Lembata Flores Timur Sikka Ende Ngada Manggarai Rote Ndao Manggarai Barat Kota Kupang
2006 0.29 0.46 0.40 0.34 0.42 0.49 0.44 0.45 0.66 0.62 0.60 0.53 0.42 0.40 0.39 0.70
2007 0.38 0.50 0.52 0.54 0.50 0.57 0.50 0.48 0.60 0.57 0.73 0.71 0.52 0.54 0.49 0.86
Tahun 2008 2009 0.39 0.46 0.51 0.46 0.43 0.41 0.40 0.43 0.44 0.44 0.53 0.58 0.57 0.47 0.50 0.45 0.68 0.69 0.55 0.59 0.51 0.52 0.58 0.52 0.63 0.53 0.43 0.44 0.42 0.45 0.71 0.86
2010 0.49 0.48 0.59 0.59 0.60 0.66 0.71 0.55 0.75 0.63 0.66 0.85 0.60 0.59 0.67 0.86
2011 0.48 0.56 0.61 0.66 0.69 0.68 0.57 0.55 0.84 0.56 0.69 0.91 0.51 0.63 0.54 0.88
RataRata 0.42 0.50 0.49 0.49 0.52 0.59 0.54 0.50 0.70 0.59 0.62 0.68 0.54 0.51 0.49 0.81
Mengacu pada tabel 5, dapat dilihat bahwa kabupaten Sumba Barat memiliki tingkat kesejahteraan terendah dan kota Kupang memiliki tingkat kesejahteraan tertinggi. Walaupun pada tahun 2011 kabupaten Ngada merupakan daerah dengan tingkat kesejahteraan tertinggi, namun jika dilihat rata-rata dari tahun 2006-2011 tingkat kesejahteraan tertinggi adalah kota Kupang. Jika di urutkan berdasarkan rata-rata tingkat kesejahteraan dari tahun 2006 – 2011 maka urutannya sebagai berikut : Tabel 6. Urutan tingkat kesejahteraan Urutan 1 2 3 4 5 6 7 8
Kabupaten/Kota Kota Kupang Flores Timur Ngada Ende Belu Sikka Alor Manggarai
Nilai 0.81 0.70 0.68 0.62 0.59 0.59 0.54 0.54
Urutan 9 10 11 12 13 14 15 16
Kab/Kota TTU Rote Ndao Sumba Timur Lembata Kupang TTS Manggarai Barat Sumba Barat
Nilai 0.52 0.51 0.50 0.50 0.49 0.49 0.49 0.42
Mengacu pada tabel 6, dapat dilihat urutan tingkat kesejahteraan kabupaten/kota di NTT. Berdasarkan tingkat kesejahteraan di atas, para pengambil keputusan atau dalam hal ini pihak pelaksana program peningkatan kesejahteraan dapat mengambil keputusan daerah mana yang harus diprioritaskan untuk diterapkan program tersebut.
137
Sistem penentuan tingkat kesejahteraan dengan metode Simple Additive Weighting yang dibangun pada penelitian ini adalah berbasis dekstop. Berikut ini adalah salah satu hasil dari perhitungan dari sistem :
Gambar 11. Data kabupaten Kupang Berdasarkan pada gambar 11, tingkat kesejahteraan kabupaten Kupang pada tahun 2011 adalah 0.61 dan pada proses perengkingan yang dilakukan secara manual hasilnya juga 0.61. Berikut ini adalah proses perengkingan : Kabupaten Kupang = (0.5∙0.7) + (0.8∙0.11) + (0.8∙0.19) + (0.5∙0.24) + (0.8∙0.5) + (0.8∙0.3) + (0.5∙0.31) = 0. 61 Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, proses perengkingan adalah bobot setiap kriteria dikalikan dengan matriks R. Jika dilihat, baik itu sistem maupun perengkingan secara manual memberikan hasil yang sama, dengan kata lain hasil dari sistem penentuan tingkat kesejateraan ini dapat dikatakan valid sehingga sistem penentuan tingkat kesejahteraan ini layak untuk digunakan.
5.
Kesimpulan dan Saran
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan agar dapat mengetahui tingkat kesejahteraan kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur. Hasil dari penelitian ini adalah informasi mengenai tingkat kesejahteraan penduduk per kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur sehingga diharapkan hasil dari penelitian ini dapat di dapat menjadi acuan pemerintah dalam meningkat kesejateraan penduduk. Kabupaten dengan tingkat kesejateraan rendah yaitu Kabupaten Sumba Barat, kiranya dapat lebih diprioritaskan untuk diterapkan program-program kesejateraan, dan lebih diusahakan agar tingkat kesejateraan penduduk terus meningkat dari waktu ke waktu. Selain itu, informasi yang dihasilkan dari sistem yang dibangun pada penelitian ini diharapkan dapat membantu mempermudah pihak Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Timur dalam menyajikan laporan mengenai tingkat kesejahteraan. Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan permalan tingkat kesejahteraan penduduk tahuntahun berikutnya dan juga analisis mengenai penyebab meningkat ataupun menurunya tingkat kesejahteraan penduduk, sehingga hasil analisis tersebut dapat menjadi pegangan untuk pemerintah daerah dalam melaksanakan tingkat kesejahteraan penduduk.
Daftar Pustaka 138
Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia 2001, BPS. Jakarta Didik, T. (2008). Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal Manajemen Informatika, Vol.10, No.1, Penelitian Pengabdian Masyarakat STIKOM, 47-56. Kusumadewi, S. dkk. (2006). Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM), Yogyakarta: Graha Ilmu Kusumadewi, S. (2006). Analisa Dan Desain Sistem Fuzzy Menggunakan Tool Box Matlab, Yogyakarta: Graha Ilmu Hermawan, J. (2004). Membangun Decision Support System, Yogyakarta: Andi Memariani, A., Amini, A., Alinezhad, A.. (2009). Sensitivity Analysis of Simple Additive Weighting Method (SAW): The Results of Change in the Weight of One Attribute on the Final Ranking of Alternatives. Journal of Industrial Engineering, Vol.2, No.4, Summer, 13-18 Manokaran, E., Senthilvel, S., Subhashini, S., Muruganandham, R., Ravichandran, K., Mathematical Model for Performance Rating in Software industry - A study using Artificial Neural Network. International Journal of Scientific & Engineering Research, Vol.3, No. 4, ISSN 2229 – 5518. Suryadi, (K), & Ramdani, A. (2002). Sistem Pendukung Keputusan – 3th ed. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2009 Yanto, G. (2012). Sistem Pendukung Keputusan Penanganan Jaminan Kesejahteraan Masyarakat Menggunanakan Penalaran Fuzzy. Indonesian Journal of Computer Science, Vol.1, No.1, STMIK Indonesia Padang.
139