PENERAPAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DAN ANALISIS SENSITIVITAS HARGA PADA PENGEMBANGAN PADI VARIETAS UNGGUL HIBRIDA (Kasus : Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
SKRIPSI
HARFIANA H34070017
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RINGKASAN HARFIANA. Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga pada Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA). Permintaan beras nasional semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Peningkatan produksi padi harus terus diupayakan untuk memenuhi kebutuhan beras penduduk. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui dua cara yaitu peningkatan luas panen dan peningkatan produktivitas padi. Namun terlepas dari tingginya permintaan beras masyarakat, peningkatan luas panen dengan pembukaan lahan baru membutuhkan biaya yang cukup besar dan seringkali menimbulkan konflik sosial maupun lingkungan. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas padi merupakan alternatif lain yang dapat dilakukan dalam upaya peningkatan produksi padi nasional. Penggunaan benih padi unggul seperti varietas unggul hibrida adalah salah satu inovasi teknologi pertanian yang dapat mendukung peningkatan produktivitas padi. Penanaman padi hibrida tidak memerlukan investasi untuk perluasan lahan sawah yang biayanya mahal dan sering menimbulkan konflik sosial maupun lingkungan. Teknologi padi hibrida yang memanfaatkan gejala heterosis ini mampu meningkatkan potensi hasil sebesar 15-20 persen lebih tinggi dari padi inbrida. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengidentifikasi ideotipe padi varietas unggul hibrida yang diinginkan oleh konsumen, 2) menerapkan metode QFD (menyusun matriks HOQ) dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida (pemuliaan padi hibrida) dan 3) Menganalisis sensitivitas harga benih padi varietas unggul hibrida. Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga. Hasil identifikasi persyaratan konsumen, diketahui ideotipe padi varietas unggul hibrida yang diinginkan konsumen yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), umur tanaman 90 – 120 HST, tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1 – 5 persen), tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan tergolong mudah rontok (2-4 kali penggebotan), jumlah anakan produktif > 20 batang, tanaman tahan rebah, batang besar dan kuat, daun berwarna hijau tua, jumlah gabah > 120 butir per malai, benih berukuran sedang, daya berkecambah tinggi (> 80 persen), gabah berbentuk ramping, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, tingkat kepatahan beras rendah ( < 30 persen), beras bening, tekstur nasi pulen, aroma nasi sedang, memiliki ketahanan terhadap hama wereng coklat, memiliki ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri, memiliki ketahanan terhadap virus tungro, dan memiliki ketahanan terhadap penyakit blas. Pengembangan padi hibrida melalui penerapan QFD berdasarkan bobot absolut persyaratan konsumen, diketahui bahwa persyaratan konsumen utama yang perlu difokuskan oleh pemulia yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), jumlah gabah >120 butir gabah per malai, tingkat rendemen gabah
menjadi beras 50-55 persen, memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB dan terhadap virus tungro. Pengembangan padi hibrida melalui penerapan QFD berdasarkan perhitungan bobot absolut persyaratan teknik dan bobot relatif persyaratan teknik dihasilkan urutan prioritas persyaratan teknik yang memiliki bobot tiga tertinggi pertama yang sama yaitu tingkat senescence, umur tanaman, jumlah gabah isi per malai dan persentase gabah isi per malai. Persyaratan teknik tersebut merupakan langkah teknis utama yang dapat dilakukan oleh pemulia untuk memenuhi harapan utama konsumen yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), jumlah gabah >120 butir gabah per malai, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB dan terhadap virus tungro. Hasil analisis senstivitas harga diketahui rentang harga benih padi VUH yang dapat diterima konsumen (RAP) yaitu antara harga minimum (IPP) Rp 30.000,- per kg dan harga optimum (OPP) Rp 35.000,- per kg. Harga benih padi varietas unggul hibrida saat ini yaitu Rp 50.000,- per kg merupakan harga yang sangat mahal bagi petani. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran untuk pengembangan padi varietas unggul hibrida, antara lain : (1) Berdasarkan matriks HOQ, padi varietas unggul hibrida belum sepenuhnya dapat memenuhi keinginan konsumen. Oleh karena itu, pemulia perlu menghasilkan padi varietas unggul hibrida yang dapat memenuhi keinginan konsumen dengan memperhatikan matriks HOQ perencanaan padi varietas unggul hibrida yang dihasilkan dalam penelitian ini, (2) Pemulia perlu memfokuskan persyaratan konsumen yang utama dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), jumlah gabah >120 butir gabah per malai, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, serta memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB dan terhadap virus tungro, (3) Berdasarkan hasil analisis sensitivitas harga disarankan harga benih padi Varietas Unggul Hibrida tidak melebihi batas rentang harga tertinggi (MEP) yaitu Rp.42.500,- per kg karena pada batas tersebut konsumen menganggap bahwa harga benih tersebut sangat mahal. Penentuan harga benih padi hibrida sebaiknya berada pada rentang harga yang dapat diterima oleh konsumen (RAP) yaitu Rp. 30.000,- per kg – 35.000,- per kg, (4) Pemerintah perlu melakukan atau meningkatkan kebijakan teknis yang dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai teknik budidaya yang benar dan sesuai anjuran di tingkat petani, (5) Penerapan metode QFD dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida dalam penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menyusun ketiga matriks HOQ selanjutnya yaitu matriks pengembangan bagian, matriks perencanaan proses, dan matriks perencanaan produksi.
PENERAPAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) DAN ANALISIS SENSITIVITAS HARGA PADA PENGEMBANGAN PADI VARIETAS UNGGUL HIBRIDA (Kasus : Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
HARFIANA H34070017
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga pada Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida
Nama
: Harfiana
NIM
: H34070017
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. NIP . 19550713 198703 2 001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga pada Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida“ adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Harfiana H34070017
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Watampone pada tanggal 10 Februari 1989. Penulis adalah anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Alm Abdullah Pide dan Ibunda Hafidah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 27/79 Macege pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 04 Watampone. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 2 Watampone diselesaikan pada tahun 2007. Semua lembaga pendidikan tersebut berada di Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Penulis menerima beasiswa dari Djarum Bakti Pendidikan sejak tahun 2009 sampai tahun 2010. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS) divisi Human Resource and Development tahun 2007 – 2010 dan anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa divisi Sosial Lingkungan dan Pengembangan Masyarakat tahun 2010.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga Pada Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida (Studi Kasus : Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat)”. Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian
Unggulan
Departemen
(PUD)
Perorangan
yang
berjudul
“Pengembangan Padi Hibrida : Pendekatan dari Sisi Produsen dan Konsumen Padi Hibrida”. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi persyaratan konsumen dan persyaratan teknik dalam usaha meningkatkan kualitas padi varietas unggul hibrida, mengkaji penerapan metode QFD dalam usaha meningkatkan kualitas padi varietas unggul hibrida, dan menganalisis sensitivitas harga benih padi varietas unggul hibrida di tingkat petani. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini agar dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2011 Harfiana
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas pelajaran dan pengalaman berharga yang telah diberikan. 2. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. 3. Yeka Hendra Fatika, SP selaku dosen penguji departemen yang telah membantu penulis dengan memberikan saran dan kritik untuk memperbaiki skripsi ini ke arah yang lebih baik. 4. Almarhum Bapak dan Ibu tercinta, Abdullah Pide dan Hafidah Rafik yang selalu memberikan dukungan, cinta kasih, nasehat dan doa yang tiada hentihentinya. Almarhumah nenek tercinta, Ruwaedah yang telah merawat dan membesarkan saya dengan sepenuh hati. Om Yusuf, tante Rida, kakak dan adik-adik yang saya sayangi atas motivasi, dukungan, keceriaan, dan doa yang diberikan. Bahroin Idris Tampubolon (Beph) atas kasih sayang, canda tawa, ketulusan, dan dukungan yang diberikan. 5. Pak Haji Zakaria, Pak Handi, Pak Haji Ahmad, Pak Mulyadi, dan Pak Jaya selaku Ketua Gapoktan Silih Asih, Ketua Kelompok Tani Harapan Maju, Ketua Kelompok Tani Silih Asuh, Ketua Kelompok Tani Manunggal Jaya, dan Ketua Kelompok Tani Tunas Inti. Pak Abdul Rojak dan Ibu Eka selaku penyuluh di Kecamatan Cigombong serta para petani di Kecamatan Cigombong atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan. 6. Tim Pemulia Padi Hibrida Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi Subang atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan. 7. Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, Ms. ; Dr.Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc ; Dr. Suwarno, Msi atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.
8. Agrivinie (Agi) sahabat seperjuangan dalam menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih atas kesabaran, perhatian, persahabatan, serta dukungan yang diberikan. Hepi Risenasari (Teh Hepi) atas bimbingan dan arahan dalam proses penyusunan skripsi ini. 9. Sahabat terdekat Detasya Nikita Putri, Risa Maya Putriwindani, Tri Angga Putra (Angga), Mirza P. Rusydi (Icha), Ardiansyah (Anca), Imam Sabil (Sabil) atas persahabatan, tawa, canda, motivasi, pengalaman berharga, dan sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka. 10. Sahabat “Sunegh” Agita (gigi), Diyah (didi), Ekasari (echa), Wenti (wewe), Devina (deva) atas canda, tawa, dukungan dan arti persahabatan. 11. Teman-teman
seperjuangan
Agribisnis
angkatan
44
atas
semangat
kekeluargaan selama kuliah di Agribisnis IPB. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.
Bogor, Juli 2011 Harfiana
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
i
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
v
I.
II.
III.
IV.
V.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Perumusan Masalah........................................................................ 1.3 Tujuan ............................................................................................ 1.4 Manfaat .......................................................................................... 1.5 Ruang Lingkup ..............................................................................
1 6 8 9 9
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Padi Hibrida ...................................................... 2.2 Tinjauan Empiris QFD .................................................................. 2.3 Tinjauan Empiris Analisis Sensitivitas Harga ...............................
10 13 16
KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................... 3.1.1 Konsep Mutu ..................................................................... 3.1.2 Konsep TQM ..................................................................... 3.1.3 Fokus pada Konsumen ...................................................... 3.1.4 Konsep QFD ..................................................................... 3.1.4.1 Pengertian QFD ........................................................... 3.1.4.2 Struktur QFD ............................................................... 3.1.4.3 Proses QFD ................................................................. 3.1.4.4 Manfaat QFD .............................................................. 3.1.5 Analisis Sensitivitas Harga ................................................ 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................
20 20 22 23 23 23 24 25 27 28 28
METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 4.3 Metode Pengambilan Sampel ........................................................ 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data........................................... 4.4.1 Tabulasi Deskriptif ............................................................ 4.4.2 Quality Function Deployment ........................................... 4.4.3 Analisis sensitivitas Harga ................................................. 4.5 Definisi Operasional ......................................................................
32 32 34 35 35 35 44 46
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis .......................................................................... 5.2 Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk ........................................ 5.3 Keadaan Usahatani Padi ................................................................. 5.4 Karakteristik Responden ................................................................
49 49 50 57
5.5 Profil Balai Besar Penelitian Tanaman Padi .................................. 5.5.1 Latar Belakang Sejarah ......................................................... 5.5.2 Struktur Organisasi ................................................................ 5.5.3 Visi dan Misi ......................................................................... 5.5.4 Tugas Pokok dan Fungi ......................................................... 5.5.5 Program Penelitian dan Diseminasi ...................................... VI.
VII.
HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Penyusunan Matriks House Of Quality (HOQ) ............................. 6.2 Penyusunan Persyaratan Konsumen (What) ................................. 6.3 Penyusunan Persyaratan Teknik (How) ........................................ 6.4 Pengembangan Matriks Hubungan antara Persyaratan Konsumen (What) dan Persyaratan Teknik (How) ...................... 6.5 Pengembangan Matriks Hubungan antar Persyaratan Teknik (How) .................................................... 6.6 Penilaian Kompetitif ..................................................................... 6.6.1 Penilaian Kompetitif Konsumen ....................................... 6.6.2 Penilaian Kompetitif Teknik ............................................. 6.7 Pengembangan Prioritas Persyaratan Konsumen .......................... 6.7.1 Kepentingan Bagi Konsumen ........................................... 6.7.2 Nilai Sasaran Persyaratan Konsumen ............................... 6.7.3 Faktor Skala Kenaikan ...................................................... 6.7.4 Poin Penjualan ................................................................... 6.7.5 Bobot Absolut Persyaratan Konsumen ............................. 6.8 Pengembangan Prioritas Persyaratan Teknik ................................. 6.8.1 Derajat Kesulitan ............................................................... 6.8.2 Nilai Sasaran Persyaratan Teknik ..................................... 6.8.3 Bobot Absolut Persyaratan Teknik ................................... 6.8.4 Bobot Relatif Persyaratan Teknik ..................................... 6.9 Penentuan Arah Pengembangan Persyaratan Teknik .................... 6.10 Analisis Sensitivitas Harga ..........................................................
60 60 61 61 62 62
63 63 74 76 80 83 84 85 87 87 100 103 104 106 108 108 109 112 114 116 117
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan .................................................................................... 123 7.2 Saran .............................................................................................. 124
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 125 LAMPIRAN ................................................................................................... 128
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Produksi Padi Indonesia dan Kenaikan Produksi Padi pertahun Tahun 2005-2009............................
2
2. Kuantitas Impor Beras Indonesia Tahun 2000-2010 ............................
4
3. Perbedaan antara Padi Varietas Hibrida dan Varietas Inbrida ..............
11
4. Studi Terdahulu .....................................................................................
19
5. Jenis dan Sumber Data ..........................................................................
33
6. Sebaran Responden Menurut Usia .......................................................
57
7. Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal .................................
58
8. Sebaran Responden Menurut Status Usahatani .....................................
58
9. Sebaran Responden Menurut Status Penguasaan Lahan .......................
59
10. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Garapan ..............................
59
11. Sebaran Responden Menurut Pendapatan Petani ..................................
60
12. Karakter Produktivitas Padi VUH .........................................................
64
13. Karakter Umur Panen Padi VUH .........................................................
64
14. Karakter Tingkat Kerontokan Gabah VUH pada Saat Panen dan Pengangkutan .....................................................
65
15. Karakter Tingkat Kerontokan Gabah VUH pada Proses Penggebotan .....................................................................
65
16. Karakter Jumlah Anakan Produktif Padi VUH ....................................
66
17. Karakter Tingkat Kerebahan Tanaman Padi VUH ...............................
66
18. Karakter Batang Tanaman Padi VUH ..................................................
67
19. Karakter Warna Daun Padi VUH .........................................................
67
20. Karakter Jumlah Gabah VUH Per Malai ..............................................
68
21. Karakter Ukuran Benih Padi VUH .......................................................
68
22. Karakter Daya Berkecambah Benih Padi VUH ...................................
69
23. Karakter Bentuk Gabah Padi VUH ......................................................
69
24. Karakter Tingkat Rendemen Gabah Menjadi Beras VUH ...................
70
25. Karakter Tingkat Kepatahan Beras pada Saat Penggilingan ................
70
26. Karakter Kebeningan Beras ..................................................................
71
27. Karakter Tekstur Nasi VUH (Kepulenan) .............................................
71
28. Karakter Aroma Nasi VUH ...................................................................
71
i
29. Karakter Ketahanan Padi VUH Terhadap Hama Wereng Coklat ........
72
30. Karakter Ketahanan Padi VUH Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri .............................................................................
72
31. Karakter Ketahanan Padi VUH Terhadap Virus Tungro .....................
73
32. Karakter Ketahanan Padi VUH Terhadap Penyakit Blas .....................
73
33. Persyaratan Konsumen Terhadap Padi Hibrida ....................................
74
34. Persyaratan Teknik ...............................................................................
76
35. Matriks Hubungan Persyaratan Konsumen dengan Persyaratan Teknik .................................................................
79
36. Matriks Hubungan Antara Persyaratan Teknik ....................................
81
37. Penilaian Kompetitif Konsumen ..........................................................
85
38. Penilaian Kompetitif Teknik ................................................................
86
39. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Produktivitas Padi VUH Tinggi (7-10 ton per hektar) ........................
88
40. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Umur Tanaman Padi VUH 90-120 HST ..............................................
89
41. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Kerontokan Gabah pada saat Panen dan Pengangkutan Rendah (1 – 5 persen) .................
89
42. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Kerontokan Gabah pada saat Proses Penggebotan Mudah Rontok (2-4 penggebotan) ......
90
43. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Jumlah Anakan Produktif > 20 ............................................................
91
44. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tahan Rebah ................
91
45. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Karakteristik Batang Tanaman VUH Besar dan Kuat ...............................................
92
46. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Daun VUH Berwarna Hijau Tua ...................................................................
92
47. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Jumlah Gabah VUH >120 Butir Gabah per Malai ..............................
93
48. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Benih VUH Berukuran Sedang ............................................................
93
49. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Daya Berkecambah VUH Tinggi (> 80 persen) ...................................
94
50. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Bentuk Gabah VUH Ramping .............................................................
94
51. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tingkat Rendemen Gabah VUH Menjadi Beras
ii
Rendah (50-55 persen) .........................................................................
95
52. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Patahan Beras VUH Rendah (≤ 30 persen) ..........................................
95
53. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Beras VUH Bening .......
96
54. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tekstur Nasi VUH Pulen .....................................................................
96
55. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Aroma Nasi VUH Sedang ....................................................................
97
56. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Ketahanan Terhadap Hama Wereng Coklat ...........................................................
97
57. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Ketahanan Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri...............................................
98
58. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tahan Terhadap Virus Tungro .............................................................
98
59. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tahan Terhadap Penyakit Blas .............................................................
99
60. Tingkat Kepentingan Setiap Persyaratan Konsumen ........................... 100 61. Nilai Sasaran Persyaratan Konsumen ................................................... 101 62. Faktor Skala Kenaikan Setiap Persyaratan Konsumen ........................ 103 63. Poin Penjualan ....................................................................................... 105 64. Bobot Absolut Persyaratan Konsumen ................................................. 107 65. Derajat Kesulitan Persyaratan Teknik ................................................... 109 66. Nilai Sasaran Persyaratan Teknik.......................................................... 111 67. Bobot Absolut Setiap Persyaratan Teknik............................................. 113 68. Bobot Relatif Setiap Persyaratan Teknik .............................................. 115 69. Arah Pengembangan Persyaratan Teknik ............................................. 117 70. Penilaian Konsumen Terhadap Harga Jual Benih ................................. 118 71. Hasil Analisis Sensitivitas Harga Jual Benih ........................................ 122
iii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Struktur QFD ................................................................................ 25 2. Proses QFD..................................................................................... 26 3. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 31 4. Proses Matriks HOQ (Matriks Perencanaan produk) .................... 42 5. Matriks Struktur QFD Dasar ......................................................... 43 6. Struktur Organisasi BB Padi .......................................................... 54 7. Grafik Sensitivitas Harga ............................................................... 120
iv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kebutuhan Beras Nasional .......................................................... 128 2. Wilayah Potensial Untuk Pengembangan Padi Hibrida ............. 129 3. Varietas Padi Hibrida ................................................................... 130 4. Matriks HOQ ................................................................................ 131 5. Kuesioner Gambaran Usahatani dan Persyaratan Konsumen ...... 132 6. Kuesioner Penilaian Kompetitif Konsumen ................................ 138 7. Kuesioner Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen ............. 139 8. Kuesioner Poin Penjualan ............................................................ 140 9. Kuesioner Persyaratan Teknik...................................................... 141 10. Kuesioner Matriks Hubungan antara Persyaratan Konsumen dan Persyaratan Teknik ............................................................... 142 11. Kuesioner Matriks Hubungan antara Persyaratan Teknik ............ 143 12. Kuesioner Derajat Kesulitan Persyaratan Teknik ........................ 144 13. Kuesioner Penilaian Kompetitif Persyaratan Teknik ................... 145 14. Kuesioner Nilai Sasaran Persyaratan Konsumen ......................... 146 15. Kuesioner Nilai Sasaran Persyaratan Teknik ............................... 147 16. Kuesioner Arah Pengembangan ................................................... 148 17. Kuesioner Sensitivitas Harga ....................................................... 149 18. Populasi Petani Padi Hibrida di Kec. Cigombong ....................... 150
v
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang
memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor pertanian memiliki berbagai peranan penting yaitu sebagai sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia, sebagai sumber penghasil bahan makanan, sumber bahan baku industri, penghasil devisa negara dari ekspor komoditinya, bahkan berpengaruh besar terhadap stabilitas dan keamanan nasional. Salah satu komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia adalah beras. Nurmalina (2007) menyatakan bahwa beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia yang dikonsumsi hampir 100 persen yaitu 98 persen. Menurut BPS (2009) jumlah konsumsi beras nasional mencapai 139 kilogram per kapita per tahun. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh sektor pertanian adalah peningkatan pertumbuhan penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin meningkat berbanding lurus dengan permintaan terhadap konsumsi pangan, khususnya beras. Saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai 237 juta jiwa. Departemen Pertanian (2007) memproyeksikan kebutuhan beras hingga tahun 2030 dengan asumsi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sekitar 0,92 - 1,3 persen per tahun, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 dan 2030 berturutturut adalah 261,01 dan 286,02 juta jiwa. Proyeksi kebutuhan konsumsi beras nasional akan meningkat berturut-turut 36,32 dan 39,80 juta ton. Kebutuhan akan beras diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk (Lampiran 1). Adanya peningkatan konsumsi beras maka produksi beras juga harus ditingkatkan agar tercapai keseimbangan antara permintaan dan penawaran beras. Ketersediaan beras di masyarakat tergantung akan produksi padi nasional. Menurut BPS tahun 2009 produksi dan peningkatan produksi padi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi Padi Indonesia dan Kenaikan Produksi Padi Tahun 2000-2009 Tahun
Produksi (ton)
Peningkatan (ton)
2000
51.898.852
-
Persentase Peningkatan (Persen) -
2001
50.460.782
-1.438.070
-2.77
2002
51.489.694
1.028.912
2.04
2003
52.137.604
647.910
1.26
2004
54.088.468
1.950.864
3.74
2005
54.151.097
62.629
0.12
2006
54.454.937
303.840
0.56
2007
57.157.435
2.702.498
4.96
2008
60.325.925
3.168.490
5.54
2009
62.561.146
2.235.221
3.71
Sumber : BPS (2009)
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa produksi padi mengalami penurunan yaitu dari 51.898.852 ton pada tahun 2000 menjadi 50.460.782 ton pada tahun 2001. Produksi padi mengalami peningkatan pada tahun 2002 menjadi 51.489.694 dengan persentase peningkatan produksi sebesar 2,04 persen. Produksi padi kembali mengalami peningkatan pada tahun 2003 menjadi 52.137.604 ton tetapi mengalami penurunan persentase peningkatan produksi yaitu turun menjadi 1,26 persen. Produksi padi terus meningkat menjadi 54.088.468 ton pada tahun 2004 dengan kenaikan persentase produksi padi sebesar 3,74 persen. Pada tahun 2005 produksi padi mengalami peningkatan yaitu menjadi 54.151.097 ton tetapi peningkatan tersebut mengalami penurunan persentase peningkatan produksi yaitu turun menjadi 0,12 persen. Pada tahun 2006 peningkatan produksi padi tidak terlalu besar yaitu meningkat menjadi 54.454.937 ton atau sebesar 0,56 persen dan pada tahun 2007 - 2009 produksi padi terus meningkat berturut – turut sebesar 57.157.435 ton, 60.325.925 ton, dan 62.561.146 ton dengan persentase peningkatan produksi sebesar 4,96 persen, 5,54 persen, dan 3,71 persen. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa produksi padi nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, akan tetapi persentase peningkatan produksi padi tersebut mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, terjadinya penurunan luas lahan pertanian yang 2
belakangan ini sering terjadi. Nurmalina (2007) menyatakan bahwa pulau Jawa merupakan sentra produksi beras nasional. Namun masalah sekarang adalah tingginya konversi lahan pertanian ke lahan untuk pemukiman dan industri, sehingga tidak terjadi peningkatan luas tanam padi di pulau Jawa bahkan ada kecenderungan menurun. Kedua, kondisi lahan pertanian yang mengalami degradasi lahan yang menyebabkan ketidakmampuan lahan pertanian menghasilkan produksi yang optimal. Penggunaan pupuk kimia yang tinggi, pemakaian pestisida kimia secara terus-menerus, dan tidak adanya rotasi penanaman menyebabkan penurunan kesuburan tanah dan penurunan produktivitas lahan. Departemen Pertanian (2009) menyatakan bahwa lahan irigasi teknis pada umumnya berada dalam kondisi “sakit atau lelah“ (fatique) akibat penggunaan input yang tidak tepat. Lahan tersebut dicirikan oleh struktur tanah yang buruk dan kandungan bahan organik yang rendah. Ketiga, perubahan cuaca yang sulit untuk diprediksi juga menyebabkan penurunan produksi lahan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009) menyatakan bahwa salah satu dampak dari pemanasan global yaitu kondisi iklim menjadi sulit untuk diprediksi, sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar baik terhadap penurunan produksi maupun pendapatan petani. Dampak fenomena iklim (kekeringan dan banjir) hingga saat ini masih belum dapat diprediksi secara tepat. Dampak fenomena iklim tersebut sangat terkait erat dengan perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Produksi beras nasional belum mampu memenuhi peningkatan permintaan beras. Konsumsi beras yang tinggi dan tidak diikuti dengan produksi padi yang stabil menyebabkan pemerintah harus mengambil kebijakan impor beras untuk menutupi kekurangan penawaran atas permintaan beras. Menurut BPS (2010) jumlah impor beras pada tahun 2000 sebesar 1.355.665,90 ton dan turun menjadi 644.732,82 ton pada tahun 2001. Jumlah impor beras terbesar terjadi pada tahun 2002 yaitu sebanyak 1.805.379,90 ton. Setelah tahun 2002, jumlah impor beras menurun yaitu menjadi 1.428.505,68 ton pada tahun 2003. Jumlah impor semakin menurun pada tahun 2004 – 2005 yaitu berturut-turut sebesar 236.866,70 ton dan 189.616,61. Impor beras kembali meningkat pada tahun 2006 yaitu sebesar 437.158,53 ton dan terus meningkat hingga mencapai 1.018.155,64 ton pada
3
tahun 2007. Pada tahun 2008 – 2009 impor beras menurun berturut-turut sebesar 289.689,41, 250.473,15, dan 171.442,02 ton. Kuantitas impor beras yang dilakukan oleh pemerintah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kuantitas Impor Beras Indonesia Tahun 2000-2010 Tahun
Impor (Ton)
2000
1.355.665,90
2001
644.732,82
2002
1.805.379,90
2003
1.428.505,68
2004
236.866,70
2005
189.616,61
2006
437.158,53
2007
1.018.155,64
2008
289.689,41
2009
250.473,15
2010
171.442,02
Sumber : BPS (2010)
Kebijakan impor memang dapat memberikan manfaat yaitu mencukupi kekurangan pasokan beras untuk kebutuhan dalam negeri, akan tetapi kebijakan tersebut juga memberikan dampak buruk. Surono dalam Basuki 2008 mengatakan ada dua dampak besar yang ditimbulkan dari impor beras. Pertama harga beras dalam negeri akan tertekan rendah karena menyesuaikan dengan harga beras dunia meskipun telah ditetapkan tarif impor. Kedua aktivitas perdagangan beras antar daerah dan antar waktu menurun karena sumber suplainya lebih terbuka. Pedagang dapat memilihi sumber beras yang lebih menguntungkan yaitu dari impor atau domestik. Daerah tidak harus melakukan pemupukan stok secara berlebihan karena beras setiap saat mudah diperoleh. Berkurangnya aktivitas perdagangan beras antar daerah tersebut dapat menekan harga di daerah produsen karena surplus hasil produksi sulit dipasarkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kuantitas impor adalah meningkatkan produksi padi/beras nasional. Peningkatan produksi padi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu peningkatan luas panen dan peningkatan
4
produktivitas padi. Peningkatan luas panen dapat dilakukan dengan cara mencari lahan baru yang dapat ditanami tanaman padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Perluasan lahan terdiri dari beberapa jenis, diantaranya yaitu perluasan lahan pertanian dengan pembukaan hutan baru, perluasan lahan pertanian dengan pembukaan lahan kering, dan perluasan lahan pertanian lahan gambut. Namun terlepas dari tingginya permintaan beras masyarakat, pembukaan lahan baru ini memerlukan biaya yang besar. Selain itu, pembukaan lahan baru seperti lahan gambut dan lahan hutan dapat menyebabkan rusaknya ekosistem pada lahan-lahan tertentu dan berkurangnya habitat alami hewan di alam. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009) menyatakan bahwa alih fungsi lahan biasanya terjadi justru pada lahan-lahan yang subur, sementara upaya perluasan areal baru memiliki tingkat kesuburan yang relatif rendah serta memerlukan biaya yang cukup besar. Peningkatan
produktivitas
padi/beras
merupakan
upaya
untuk
meningkatkan produksi padi dengan cara mengoptimalkan lahan pertanian yang sudah ada. Salah satu cara yang dapat mendukung peningkatan produktivitas padi adalah dengan menggunakan benih unggul yang didukung dengan pengolahan tanah atau lahan pertanian secara tepat, pengaturan irigasi atau saluran air, pemberian pupuk sesuai aturan, dan pemberantasan hama dengan baik. Benih padi unggul seperti padi varietas unggul hibrida (VUH) adalah salah satu inovasi teknologi pertanian yang dapat mendukung peningkatan produktivitas padi. Penanaman padi hibrida tidak memerlukan investasi untuk perluasan lahan sawah yang biayanya mahal dan sering menimbulkan konflik sosial maupun lingkungan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007a) menyatakan bahwa berbagai pengujian di Indonesia menunjukkan bahwa padi hibrida dengan keunggulan heterosisnya memiliki daya hasil 10-25 persen lebih tinggi dibanding dengan padi inbrida. Demonstrasi dan uji coba pengembangan padi hibrida yang dilepas Badan Litbang Pertanian melalui program Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) di tiga belas kabupaten pada tahun 2002-2003 menunjukkan bahwa padi hibrida tersebut memberikan hasil rata-rata 7,35 ton GKG per hektar atau 16,5 persen lebih tinggi dibanding varietas pembanding inbrida dengan hasil 6,31 ton GKG per hektar. Uji coba penanaman padi hibrida di lahan petani di Bali
5
memberikan hasil 29,0-34,1 persen lebih tinggi dari IR 64. Bahkan di lokasi dan teknologi yang tepat lainnya hasilnya lebih dari 9 ton per hektar. Data di atas memberikan gambaran bahwa padi varietas unggul hibrida memiliki potensi yang cukup tinggi untuk meningkatkan produktivitas padi nasional. Suwarno (2004) mengemukakan bahwa keberhasilan Cina, India dan Vietnam dalam menggunakan padi hibrida menunjukkan bahwa padi hibrida merupakan salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan produksi padi. Di Cina, padi hibrida ditanam di 15 juta hektar lahan dari total 30 juta hektar lahan padi dan menghasilkan 1,5 ton per hektar gabah lebih banyak daripada varietas unggul HYV (High Yield Variety) pada lahan dengan irigasi. Hal ini juga membuat Cina dapat menghemat hampir 4 juta hektar lahan yang dapat digunakan untuk keperluan lain, seperti budidaya tanaman alternatif atau kawasan perlindungan alam. Penelitian padi hibrida di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1983. Sementara lahan sawah irigasi yang potensial untuk menanam padi hibrida tersedia sekitar 5 juta hektar. Perkiraan luas areal potensial pengembangan padi hibrida di pulau Jawa yaitu 1.653.310 hektar. Jawa Barat merupakan salah satu wilayah potensial yang paling luas yaitu mencapai 690.924,2 hektar. Kabupaten Bogor adalah salah satu wilayah potensial di Jawa Barat untuk pengembangan padi hibrida dengan luas lahan 88.120,1 hektar atau sekitar 13 persen dari wilayah potensial pengembangan padi hibrida di Jawa Barat (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007). Perkiraan luas areal wilayah potensial untuk pengembangan padi hibrida di pulau Jawa dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengembangan padi hibrida merupakan salah satu peluang yang prospektif untuk meningkatkan produksi beras nasional. Oleh karena itu, percepatan pengembangan padi hibrida nasional perlu mendapat perhatian yang lebih besar. 1.2
Perumusan Masalah Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan padi hibrida di
Indonesia adalah sebagian besar varietas padi hibrida yang telah dilepas merupakan varietas impor yang benih tetuanya dipertahankan oleh pemiliknya di luar negeri, tidak boleh dikirim ke Indonesia. Pemerintah Indonesia menerapkan aturan sangat ketat dalam impor benih padi dan didorong agar produksi benih 6
hibrida dilakukan di dalam negeri. Kebijaksanaan pemerintah tersebut dapat dimengerti karena padi merupakan komoditas sangat penting dan strategis. Impor benih padi akan mengakibatkan ketergantungan produksi pangan pada negara pengekspor, disamping itu pengalaman dengan beberapa jenis tanaman menunjukkan bahwa terjadinya ledakan hama dan penyakit diduga kuat berkaitan dengan importasi benih (Suwarno 2004). Menurut Satoto dan Suprihatno (2008), secara umum masalah dan kendala pengembangan padi hibrida di Indonesia antara lain adalah a) produksi benih yang masih rendah di tingkat produsen yaitu hanya menghasilkan satu ton benih padi hibrida per hektar dan sistem perbenihan belum berkembang, b) varietas padi hibrida yang telah dilepas umumnya rentan terhadap hama penyakit utama seperti wereng coklat, hawar daun bakteri (HDB), dan virus tungro, c) harapan petani sangat tinggi, d) beberapa varietas padi hibrida mempunyai mutu beras kurang baik dibandingkan dengan beras terbaik dipasaran, e) keragaan hasil yang tidak stabil yang disebabkan manajemen budidaya yang kurang cocok, f) ketersediaan benih murni tetua dan F1 hibrida kurang memadai, g) hasil belum stabil dan harga benih mahal, h) kebiasaan petani untuk menggunakan benih mereka sendiri, i) perencanan yang kurang akurat untuk mencapai areal yang ditargetkan untuk ditanami padi hibrida, j) kesepahaman antara pihak pemerintah dan swasta untuk menyebarluaskan teknologi padi hibrida kurang memadai. Kendala lain yang dihadapi dalam mengintroduksi padi hibrida kepada petani adalah harga benih yang relatif tinggi, sementara daya beli mereka relatif rendah. Menurut Sumarno et al. (2008), harga benih hibrida yang ditawarkan Rp. 35.000,00 - 50.000,00 per kg dinilai terlalu mahal oleh petani. Hal ini disebabkan petani belum mengetahui bahwa dalam produksi benih padi hibrida perolehan benih hanya 1.000 kg per hektar, sebagai perbandingan produksi benih padi varietas unggul murni inbrida seperti varietas Ciherang, Mekongga, dan varietas lainnya mampu mencapai 4.000 – 5.000 kg per hektar. Sementara produksi benih padi hibrida di Cina mampu mencapai 2.500 kg per hektar. Hal inilah yang menjadi alasan harga jual benih padi hibrida lebih mahal 700 – 800 persen dari harga benih padi varietas murni inbrida.
7
Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk mengatasi kelemahan-kelemahan padi hibrida. Peran serta lembagalembaga penelitian sangat diperlukan untuk dapat menghasilkan benih-benih padi hibrida yang bermutu tinggi sehingga dapat menghasilkan varietas-varietas padi hibrida sesuai dengan ideotipe atau tipe tanaman ideal yang diingkan konsumen. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan varietas padi hibrida yang dapat memenuhi keinginan konsumen adalah dengan menerapkan metode Quality Function Deployment (QFD) dalam pemuliaan padi hibrida. Pengembangan varietas unggul hibrida juga memerlukan analisis sensitivitas harga, mengingat harga merupakan salah satu indikator penting untuk diterima atau tidak suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen. Harga benih padi mempengaruhi besar biaya produksi yang dikeluarkan petani, semakin tinggi harga benih semakin tinggi biaya produksi yang harus dikeluarkan petani. Apabila harga benih mahal maka petani tidak akan menggunakan benih tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui rentang harga benih padi hibrida yang dapat diterima oleh petani. Berdasarkan hal tersebut, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana ideotipe benih padi varietas unggul hibrida yang diinginkan oleh konsumen? 2. Bagaimana penerapan metode QFD (penyusunan matriks HOQ) dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida? 3. Bagaimana sensitivitas harga benih padi varietas unggul hibrida? 1.3
Tujuan Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi ideotipe padi varietas unggul hibrida yang diinginkan konsumen. 2. Menerapkan metode QFD (menyusun matriks HOQ) dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida (pemuliaan padi hibrida). 3. Menganalisis sensitivitas harga benih padi varietas unggul hibrida.
8
1.4
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :
1. Bahan masukan bagi pemulia dalam mengembangkan padi varietas unggul hibrida sehingga dapat dihasilkan padi varietas unggul hibrida yang dapat memenuhi keinginan konsumen. 2. Tambahan informasi dan masukan bagi pemerintah dalam upaya penyusunan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih baik dan peningkatan kesejahteraan para petani padi varietas unggul hibrida. 3. Bahan informasi bagi pemasar dan pihak-pihak lain yang ingin mengetahui keinginan konsumen terhadap padi varietas unggul hibrida. 4. Bahan masukan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan manajemen mutu dan perilaku konsumen padi varietas unggul hibrida. 1.5
Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Benih padi hibrida yang digunakan sebagai objek penelitian adalah Intani 2 melalui program BLBU SL-PTT dan Non-SL-PTT Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2010 dan dipanen pada bulan Maret 2011, sebagai pembandingnya adalah benih padi inbrida (varietas unggul baru Ciherang) di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. 2. Petani padi yang menjadi objek penelitian adalah petani yang pernah menanam padi varietas unggul hibrida (Intani 2) dan padi inbrida (varietas unggul baru Ciherang) di Kecamatan Cigombong. 3. Metode QFD terdiri dari empat matriks, dalam penelitian ini hanya matriks pertama yaitu matriks perencanaan produk.
9
II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Empiris Padi Hibrida Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007b) mendefinisikan
bahwa hibrida adalah turunan pertama (F1) dari persilangan antara dua varietas yang berbeda. Varietas hibrida mampu berproduksi lebih tinggi dibandingkan varietas inbrida karena adanya pengaruh heterosis yaitu suatu kecenderungan F1 untuk tampil lebih unggul dibandingkan dua tetuanya. Heterosis tersebut dapat muncul pada semua sifat tanaman dan untuk padi hibrida diharapkan dapat muncul terutama pada sifat potensi hasil. Perakitan padi hibrida di Indonesia dilakukan dengan menggunakan tiga galur, yaitu galur mandul jantan (GMJ atau CMS atau A), galur pelestari atau mantainer (B), dan galur pemulih kesuburan atau restorer (R). Galur B dan galur R memiliki tepung sari normal (fertil) sehingga mampu menghasilkan benihnya sendiri. GMJ bersifat mandul jantan sehingga hanya mampu menghasilkan benih bila diserbuki oleh tepung sari dari tanaman lain. GMJ bila diserbuki oleh galur B pasangannya menghasilkan benih GMJ lagi, sedangkan bila diserbuki oleh galur R akan menghasilkan benih F1 hibrida. Hingga tahun 2011 ada 42 varietas benih padi hibrida yang telah dikeluarkan, terdiri dari 17 varietas benih padi hibrida yang dikeluarkan oleh BB Padi dan 12 varietas diantaranya telah dilisensi oleh perusahaan swata serta 25 varietas benih padi hibrida lainnya dikeluarkan oleh perusahaan
swasta
(Lampiran 3). Departemen Pertanian (2008) menyatakan keunggulan padi hibrida antara lain : 1) memiliki hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi unggul inbrida; 2) vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma; 3) keunggulan dari aspek fisiologi, seperti aktivitas perakaran yang lebih luas, area fotosintesis yang lebih luas, intensitas respirasi yang lebih rendah dan translokasi asimilat yang lebih tinggi; 4) keunggulan pada beberapa karakteristik morfologi seperti sistem perakaran yang lebih banyak dan bobot 1000 butir gabah isi yang lebih tinggi. Kelemahan padi hibrida antara lain : 1) harga benih yang mahal, 2) petani harus membeli benih yang baru setiap kali tanam karena benih hasil sebelumnya tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya, 3) tidak setiap galur atau varietas dapat dijadikan sebagai tetua padi hibrida. Tetua jantan hanya terbatas pada galur
atau varietas yang mempunyai gen R atau yang termasuk restorer saja, 4) produksi benih rumit; 5) memerlukan areal pertanaman dengan syarat tumbuh tertentu. Sumarno et al (2008) menyatakan bahwa benih padi varietas hibrida dibandingkan dengan padi inbrida berbeda dari segi kontruksi genetiknya, harga benih, dan status biji turunan (F2) bila akan dijadikan benih lagi. Pembentukan varietas hibrida didasari oleh adanya gejala heterosis, yaitu penampilan (produktivitas) F1 yang lebih tinggi dibandingkan dengan tetuanya atau varietas murni (inbrida), peningkatan produksi atas varietas hibrida dilaporkan sekitar 20 persen. Perbedaan antara padi hibrida dan padi inbrida dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbedaan antara Padi Varietas Hibrida dan Varietas Inbrida Bentuk Varietas (golongan) Lini murni (Inbrida) Hibrida (F1)
Cara
Cara
Konstruksi
Penyerbukan
Genotipe
sendiri
homozigot
seragam
silang
heterozigot
seragam
Fenotipe
Perbanyakan Benih benih keturunan silangan baru
Perbedaan harga benih padi hibrida dengan benih padi inbrida disebabkan produksi benih padi hibrida masih rendah. Sumarno et al (2008) menyatakan bahwa produksi benih padi hibrida di Indonesia baru mencapai 1000 kg per hektar, sebagai perbandingan produksi benih padi varietas unggul murni seperti varietas Ciherang mampu mencapai 4.000 – 5.000 kg per hektar. Hal inilah yang menjadi alasan harga jual benih padi hibrida lebih mahal, 700 – 800 persen lebih tinggi dari harga benih padi varietas murni inbrida. Produksi benih padi hibrida di Cina mampu mencapai 2.500 kg per hektar. Penelitian yang dilakukan oleh Chanifah (2009) mengenai analisis sikap dan kepuasan petani terhadap atribut benih padi hibrida di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor bertujuan untuk menganalisis karakteristik serta proses pengambilan keputusan petani padi, menganalisis sikap dan kepuasan petani terhadap atribut benih padi hibrida dan merekomendasikan alternatif strategi kebijakan yang sesuai dengan perilaku, sikap dan kepuasan petani terhadap atribut
11
benih padi hibrida. Alat analisis yang digunakan yaitu model Fishbein, analisis peta persepsi menggunakan alat perceptual mapping, analisis positioning menggunakan Biplot dan analisis kepuasan menggunakan Customer Satisfaction Index (CSI). Menurut penelitian ini, responden pengguna padi hibrida Bernas Super kurang menyukai atas kinerja atribut-atributnya. Atribut yang kurang disukai adalah harga benih yang sangat mahal, benih jarang tersedia, rentan terhadap penyakit, harga jual GKG murah, masa panen tidak seragam dan produktivitasnya biasa. Sebagian besar atribut Bernas Super berada pada posisi paling rendah dan dipersepsikan kurang baik dibanding Ciherang dan Situ Bagendit. Penciri utama Bernas Super terletak pada jumlah anakan produktif yang banyak namun memiliki kelemahan pada atribut masa panen tidak seragam, rentan hama penyakit, harga benih mahal, harga jual GKG murah, ketersediaan benih jarang dan produktivitasnya biasa. Responden memiliki tingkat kepuasan yang paling tinggi pada benih padi VUB dibandingkan benih padi hibrida dan tingkat kepuasan paling rendah diperoleh benih padi hibrida Bernas Super. Manalu (2010) melakukan penelitian mengenai analisis sikap dan kepuasan petani terhadap benih padi hibrida di Kecamatan Baros Kota Sukabumi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik petani dan proses pengambilan keputusan petani dalam penggunaan benih padi hibrida Bernas Prima, menganalisis sikap petani terhadap benih padi hibrida Bernas Prima, dan menganalisis kepuasan petani terhadap benih padi hibrida Bernas Prima. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis Cochran, analisis Multiatribut Fishbein, Perceptual Mapping, analisis Biplot dan Consumer Satisfaction Index (CSI). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa benih padi varietas Ciherang lebih disukai oleh petani dan diangap lebih mampu memenuhi harapan dan kebutuhan petani responden. Benih padi varietas Bernas Prima (hibrida) memiliki keunggulan pada atribut umur tanaman (panen), produktivitas (hasil panen), sertifikasi benih dan tahan rebah tanaman. Benih padi varietas ciherang dianggap memiliki keunggulan pada atribut sertifikasi benih, ketersediaan benih di pasar, harga benih, rasa nasi, patahan beras, ketahanan hama penyakit, harga jual gabah
12
kering giling. Sedangkan varietas Sintanur hanya memiliki keunggulan pada atribut kerontokan benih. Penciri utama benih padi hibrida Bernas Prima adalah atribut produktifitas benih tersebut. Tingkat kepuasan petani terhadap padi hibrida Bernas Prima berada pada indeks puas dengan skor 66 persen yang berarti masih ada nilai ketidakpuasan sebesar 34 persen yang perlu diperbaiki. Basuki (2008) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk menanam padi hibrida. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani padi hibrida pada musim rendeng 2006/2007 memberikan keuntungan (pendapatan) yang lebih kecil daripada usahatani padi inbrida pada waktu dan tempat yang sama. R/C usahatani padi inbrida yang lebih besar daripada R/C usahatani padi hibrida menandakan bahwa usahatani padi inbrida lebih efisien daripada usahatani padi hibrida. Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, dan umur. Semakin luas lahan yang digarap maka kemungkinan petani untuk mengadopsi padi hibrida semakin tinggi. Petani penggarap bukan pemilik tanah ternyata mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tinggi rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, semakin kecil kemungkinan petani untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tua petani maka kemungkinan petani untuk menanam padi hibrida semakin kecil. 2.2
Tinjauan Empiris Quality Function Deployment (QFD) Hamrah (2007) melakukan penelitian mengenai pengembangan varietas
melon melalui metode Quality Function Deployment (QFD). Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan melakukan survei terhadap pedagang pengecer dan konsumen langsung buah melon utuh serta survei terhadap pemulia tanaman melon yaitu PKBT IPB dan sebuah perusahaan konsumen benih yang juga sebagai produsen buah melon. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi ideotipe melon yang dinginkan konsumen dan menerapkan metode QFD
13
(menyusun matriks HOQ) dalam pengembangan varietas melon (pemuliaan melon) di PKBT IPB. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa buah melon yang diinginkan konsumen benih adalah buah melon tanpa jaring, sedangkan buah melon yang diinginkan oleh pedagang pengecer dan konsumen langsung adalah buah melon berjaring. Berdasarkan bobot absolut persyaratan konsumen, urutan persyaratan konsumen yang harus dipenuhi oleh PKBT IPB dalam pengembangan varietas melon tanpa jaring yaitu bobot kecil < 1 kg, bentuk bulat, rasa manis sekali, warna kulit kuning, daging tebal, tekstur daging berserat halus, aroma wangi, ketebalan kulit tipis, kadar air sedikit, daya simpan 5 - 10 hari, warna daging hijau muda kekuningan dan tekstur kulit tidak berjaring. Berdasarkan bobot absolut persyaratan konsumen, urutan prioritas persyaratan konsumen yang harus dipenuhi oleh PKBT IPB dalam pengembangan varietas melon berjaring yaitu daging tebal, kulit tipis, tekstur daging halus tidak berserat, warna kulit hijau kekuningan, aroma wangi, rasa manis, bobot sedang (1 - 2,5 kg), bentuk bulat, warna daging hijau muda kekuningan, tekstur kulit berjaring kasar, kadar air sedang, dan daya simpan 5 - 10 hari. Berdasarkan bobot absolut persyaratan teknik, urutan prioritas persyaratan teknik yang harus dipenuhi oleh PKBT IPB dalam pengembangan varietas melon tanpa jaring yaitu bobot, ketebalan daging, kadar air, warna kulit, ketebalan kulit, tekstur daging, panjang, lingkar, kadar PTT, bentuk, warna daging, dan kepadatan jala. Sedangkan urutan prioritas persyaratan teknik untuk pengembangan buah melon berjaring yaitu bobot, ketebalan daging, kadar air, warna kulit, ketebalan kulit, tekstur daging, panjang, lingkar, kadar PTT, bentuk, warna daging, dan kepadatan jala. Berdasarkan bobot relatif persyaratan teknik, urutan prioritas persyaratan teknik yang harus dipenuhi oleh PKBT IPB dalam pengembangan varietas melon tanpa jaring yaitu bobot, ketebalan daging, panjang, lingkar, bentuk, kadar air, ketebalan kulit, warna kulit, kadar PTT, tekstur daging, warna daging, dan kepadatan
jala.
Sedangkan
urutan
prioritas
persyaratan
teknik
untuk
pengembangan buah melon berjaring yaitu bobot, ketebalan daging, kadar air,
14
ketebalan kulit, warna kulit, tekstur daging, bentuk, panjang, lingkar, kadar PTT, warna daging, dan kepadatan jala. Rahmatika (2008) melakukan penelitian mengenai penerapan Quality Function Deployment (QFD) untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen produk biskuit di PT. Arnott’s Indonesia. Penggunaan QFD pada produk PT. Arnott’s Indonesia dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana perusahaan secara teknis mampu memenuhi harapan konsumen. Tahapan penerapan QFD pada perusahaan ini adalah : (1) penentuan produk dan kompetitor, (2) identifikasi kepentingan konsumen, (3) analisis tingkat kepentingan konsumen,(4) analisis tingkat kepuasan produk PT. Arnott’s Indonesia dan kompetitornya, (5) penentuan target produk PT. Arnott’s Indonesia pada masa yang akan datang, (6) penentuan rasio perbaikan (improvement ratio/IR), (7) pembuatan rancangan parameter teknis, (8) analisis hubungan antara kepentingan konsumen dan parameter teknis (matriks korelasi), (9) analisis korelasi antar parameter teknis (matriks trade-off), (10) menyusun perhitungan dan analisis dalam bentuk House of Quality, (11) penyusunan kesimpulan, saran, dan catatan. Risenasari (2009) melakukan penelitian mengenai penerapan Quality Function Deployment (QFD) dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan restoran Pringjajar Kabupaten Pealing Jawa Tengah. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif yang menjabarkan gambaran umum perusahaan. Analisis kualitas pelayanan restoran Pringjajar menggunakan metode QFD melalui matriks HOQ. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persyaratan konsumen yang diinginkan konsumen adalah rasa yang khas, tampilan menu yang menarik, kehigienisan makanan dan perlengkapannya, harga, porsi makanan dan minuman, keragaman dan variasi menu, kemudahan lokasi, kenyamanan tempat, kecepatan penyajian (< 10 menit), kebersihan ruangan, keramahan dan kesopanan pramusaji, penjelasan pramusaji, kecepatan transaksi, tempat parkir yang luas dan nyaman, penataan interior dan eksterior, respon keluhan konsumen dan iklan. Sedangkan persyaratan teknik restoran Pringjajar yaitu suplai bahan baku, penyimpanan bahan baku, preparasi, pemasakan, pelayanan, pembersihan dan pencucian.
15
Berdasarkan bobot absolut persyaratan konsumen, urutan prioritas persyaratan konsumen yang harus dipenuhi oleh restaurant Pringjajar yaitu rasa yang khas, prioritas kedua adalah kenyamanan tempat dan kebersihan ruangan, urutan prioritas ketiga adalah kehigienisan makanan dan perlengkapannya, kemudahan lokasi dan tempat parkir luas dan aman, urutan prioritas keempat adalah penataan eksterior dan interior ruangan, urutan prioritas kelima adalah kecepatan penyajian, kecepatan transaksi, dan keramahan pramusaji, prioritas keenam adalah porsi makanan dan minuman, yang terakhir adalah tampilan menu dan penampilan pramusaji. Berdasarkan bobot absolut persyaratan teknik urutan prioritas yang harus dipenuhi restaurant Pringjajar adalah pelayanan, pemasakan, penyimpanan bahan baku, preparasi, suplai bahan baku, pencucian dan pembersihan ruangan. Bobot relatif persyaratan teknik tidak berbeda urutan dengan bobot absolut persyaratan teknik. 2.3
Tinjauan Empiris Harga Benih Padi Hibrida dan Analisis Sensitivitas Harga Petani pada umumnya mengharapkan padi varietas unggul hibrida
memberikan hasil lebih baik dibandingkan padi varietas unggul inbrida. Hal ini didasari oleh harga benih padi hibrida yang delapan kali lebih tinggi dari harga benih padi inbrida. Sujiprihatini et al (2004) dalam makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Padi Hibrida 2004 menyatakan bahwa petani mengharapkan harga benih padi hibrida tidak terlalu mahal. Sejumlah responden 58,8 persen mengharapkan harga benih padi hibrida Rp 10.000,- per kg; 29 persen dapat menerima harga benih padi hibrida sekitar Rp 15.000,- per kg; dan sisanya 11,8 persen dapat membeli padi hibrida dengan harga Rp 17.500,- per kg. Para petani (64 persen) akan menanam padi hibrida setiap musim tanam apabila harga benihnya tidak terlalu mahal, sedangkan 23,5 persen responden akan memperhitungkan untung ruginya. Sementara itu 7,8 persen responden akan mencoba menanam padi hibrida di antara musim tanam dan 3,9 persen responden tetap akan menanam padi inbrida. Petani memperhitungkan untung ruginya apabila akan menanam padi hibrida. Berdasarkan estimasi hasil padi hibrida akan meningkat mencapai 1 ton per hektar lebih tinggi dari padi inbrida, sementara harga benihnya lima kali lebih tinggi dibandingkan padi inbrida, maka 43,1 persen
16
responden menyatakan akan menanam padi hibrida, 37,3 persen akan mencoba menanam, dan 15,7 persen menyatakan tetap menanam padi inbrida. Sumarno et al (2008) melakukan penelitian mengenai pemahaman dan kesiapan petani mengadopsi padi hibrida di enam kabupaten sentra produksi padi, masing-masing dua kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua responden belum mengetahui cara pembuatan/produksi benih padi hibrida, dan menilai harga benih yang ditawarkan Rp 35.000,00 - 50.000,00 per kg terlalu mahal bagi petani. Terkait dengan harga benih padi hibrida yang dinilai wajar, petani di Karawang dan Indramayu menyebutkan kisaran harga Rp 10.000,00 – 15.000,00 per kg. Petani Grobogan dan Sragen menginginkan harga pembelian Rp 20.000,00 – 30.000,00 per kg dan petani Ngawi dan Lamongan yang sudah berpengalaman menanam benih jagung varietas hibrida, menyarankan harga benih hibrida Rp 30.000,00 – 35.000,00 per kg. Sebagian besar petani di semua lokasi studi menyatakan belum mampu menyediakan biaya sekitar Rp 500.000,00 per hektar untuk membeli benih hibrida. Solihin (2009) melakukan penelitian mengenai kepuasan dan sensitivitas harga makanan tradisional gepuk karuhun khas Bogor di Resto Karuhun (PT Anofood Prima Nusantara Bogor). Hasil analisis sensitivitas harga produk gepuk karuhun dibedakan berdasarkan ukuran kemasan. Kemasan besar memiliki tingkat harga tertinggi (MEP) sebesar Rp 94.588 dan tingkat harga terendah (MCP) sebesar Rp 56.136. Tingkat harga tertinggi (MEP) untuk kemasan kecil sebesar Rp 54.434 dan tingkat harga terendah (MCP) sebesar Rp 27.497. Tingkat harga tertinggi (MEP) gepuk per porsinya berada pada harga Rp 11.342 dan rentang harga terendah (MCP) sebesar Rp 5.586. Harga jual gepuk yang dapat diterima konsumen berada dalam rentang harga minimum (IPP) dan harga optimum (OPP) berada pada rentang harga kemasan besar Rp 78.403 – Rp 87.500 dan kemasan kecil Rp 38.951 – Rp 47.500 serta per porsi Rp 7.513 – Rp 9.500. Hasil beberapa studi literatur pada penelitian terdahulu terdapat beberapa kesamaan yaitu komoditas padi, beberapa atribut benih padi, dan kesamaan penggunaan alat analisis. Atribut benih padi yang digunakan dalam penelitian terdahulu meliputi umur tanaman, produktivitas, ketahanan terhadap hama dan
17
penyakit, tahan rebah, rasa nasi, aroma nasi, tingkat kepulenan nasi, warna beras, jumlah anakan produktif, daya berkecambah, tingkat kerontokan gabah, rendemen gabah menjadi beras, dan patahan beras, namun pada penelitian ini ditambahkan beberapa atribut lainnya seperti tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan, tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan, karakteristik batang, warna daun, jumlah gabah per malai, ukuran benih, dan bentuk gabah. Perbedaan pada atribut penelitian ini juga terlihat pada atribut-atribut di luar atribut fisik tanaman. Penelitian ini tidak menggunakan atribut harga benih, harga gabah kering giling, ketersediaan benih, dan sertifikasi, namun peneliti menggunakan analisis sensitivitas harga untuk melihat bagaimana rentang harga yang dapat diterima petani terhadap harga benih padi varietas unggul hibrida. Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4.
18
Tabel 4. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian Nama Penulis (Tahun) Chanifah (2009)
Judul
Keterkaitan
Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Atribut Benih Padi Hibrida di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor
Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida. Perbedaan : Alat analisis yang digunakan yaitu model Fishbein, analisis peta persepsi menggunakan alat perceptual mapping, analisis positioning menggunakan Biplot dan analisis kepuasan menggunakan Customer Satisfaction Index (CSI). Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida. Perbedaan : Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis Cochran, analisis Multiatribut Fishbein, Perceptual Mapping, analisis Biplot dan Consumer Satisfaction Index (CSI).
Manalu (2010)
Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Benih Padi Hibrida di Kecamatan Baros Kota Sukabumi
Basuki (2008)
Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida
Hamrah (2007)
Pengembangan Varietas Melon Melalui Metode Quality Function Deployment (QFD)
Rahmatika (2008)
Penerapan Quality Function Deployment (QFD) untuk Mengetahui Tingkat Kepuasan Konsumen Produk Biskuit di PT. Arnott’s Indonesia Penerapan Quality Function Deployment (QFD) dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Restoran Pringjajar Kabupaten Pealing Jawa Tengah
Risenasari (2009)
Sujiprihatini et al (2004)
Persepsi Petani Hibrida.
Terhadap padi
Sumarno et al (2008)
Pemahaman dan Kesiapan Petani Mengadopsi Padi Hibrida
Solihin (2009)
Analisis Kepuasan dan Sensitivitas Harga Makanan Tradisional Gepuk Karuhun Khas Bogor di Resto Karuhun (PT Anofood Prima Nusantara Bogor)
Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida. Perbedaan : Alat analisis yang digunakan yaitu analisis usahatani dan analisis regresi logistik. Kesamaan : Penggunaan alat analisis yaitu Metode Quality Function Deployment (QFD). Perbedaan : Komoditas. Kesamaan : Penggunaan alat analisis yaitu Metode Quality Function Deployment (QFD). Perbedaan : Komoditas. Kesamaan : Penggunaan alat analisis yaitu Metode Quality Function Deployment (QFD). Perbedaan : Objek penelitian yaitu restoran. Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida dan objek penelitian yaitu harga benih padi hibrida. Perbedaan : Metode dan alat analisis. Kesamaan : Komoditas yaitu padi hibrida dan objek penelitian yaitu harga benih padi hibrida. Perbedaan : Metode dan alat analisis. Kesamaan : Alat analisis yaitu analisis sensitivitas harga. Perbedaan : Objek penelitian yaitu makanan tradisional gepuk.
19
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Konsep Mutu Mutu suatu produk merupakan salah satu faktor penting dalam
meningkatkan daya saing suatu produk. Mutu dapat dijelaskan melalui dua sudut, yaitu mutu dari sudut manajemen operasional dan manajemen pemasaran. Dilihat dari sudut manajemen operasional, mutu suatu produk merupakan salah satu kebijaksanaan penting dalam meningkatkan daya saing produk yang harus memberi kepuasan kepada konsumen melebihi atau paling tidak sama dengan mutu produk pesaing. Dilihat dari sudut manajemen pemasaran, mutu produk merupakan salah satu unsur utama dalam bauran pemasaran (marketing-mix), yaitu produk, harga, promosi, dan saluran distribusi yang dapat meningkatkan volume penjualan dan memperluas pangsa pasar perusahaan (Marimin 2004). Oakland (1993) menyatakan bahwa mutu adalah memenuhi persyaratan konsumen. Deming dalam Nasution (2005) menyatakan bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan. Mutu juga didefinisikan oleh Garvin dan Davis dalam Nasution (2005) bahwa mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Mutu suatu produk haruslah bersifat dinamis atau dapat dirubah, hal ini mengingat selera atau harapan konsumen pada suatu produk pun selalu berubah. Meskipun tidak ada definisi mengenai mutu yang diterima secara universal, namun dari beberapa definisi di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu: 1. Mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan konsumen. 2. Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. 3. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah. Garvin dan Davis dalam Nasution (2005) mengidentifikasi delapan dimensi yang dapat digunakan dalam menganalisis karakteristik mutu produk, yaitu :
1. Kinerja (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan konsumen ketika ingin membeli suatu produk. 2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya. 3. Kehandalan (reliability), berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode tertentu di bawah kondisi tertentu. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesifications), berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan konsumen. 5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat digunakan. 6. Kemampuan
pelayanan
(service
ability),
yaitu
meliputi
kecepatan,
kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, penanganan keluhan yang memuaskan. 7. Estetika (esthetics), yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. 8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), berkaitan dengan perasaan konsumen dalam mengkonsumsi produk dan juga berkaitan dengan reputasi. Suwarno (2004) berbagai komponen mutu yang digunakan untuk mengevaluasi padi hibrida dalam hubungannya dalam program pemuliaan tanaman yaitu selain berdaya hasil tinggi (10-20 persen) daripada varietas inbrida unggul , padi hibrida juga tahan terhadap hama dan penyakit utama serta bermutu beras baik. Komponen sifat yang menunjang daya hasil antara lain: bentuk tanaman tegak; anakan banyak; batang besar dan kuat; daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua; malai lebat; eksersi malai sempurna; kehampaan biji rendah; dan ukuran biji sedang-besar. Ketahanan terhadap hama dan penyakit diutamakan terhadap wereng coklat, hawar daun bakteri, dan virus tungro, sedangkan mutu beras yang dianggap baik antara lain : rendemen giling dan beras kepala tinggi, beras bening dan tidak terdapat pengapuran, serta kadar amilosa sedang hingga agak tinggi (22-26 persen).
21
3.1.2
Konsep Total Quality Management (TQM) Gaspersz (2008) mendefinisikan Total Quality Management sebagai suatu
cara meningkatkan kinerja secara terus-menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Kotler (2005) menyatakan bahwa TQM
adalah
pendekatan
organisasi
secara
menyeluruh
untuk
secara
berkesinambungan memperbaiki mutu semua proses, produk, dan pelayanan organisasi. Jika perusahaan ingin bertahan dalam persaingan dan memperoleh laba, maka perusahaan tersebut harus menjalankan TQM. Feigenbaum dalam Marimin (2004) mendefinisikan TQM sebagai suatu sistem yang efektif untuk memadukan pengembangan mutu, pemeliharaan mutu dan usaha-usaha perbaikan mutu dari berbagai kelompok di dalam suatu organisasi untuk memungkinkan produksi barang dan jasa berada pada tingkat paling ekonomis yang memungkinkan kepuasan konsumen terpenuhi. Munurut Render dan Heizer menyatakan bahwa TQM menekankan pada komitmen manajemen untuk memiliki keinginan yang berkesinambungan bagi perusahaan untuk mencapai kesempurnaan di segala aspek barang dan jasa yang penting bagi konsumen.
Pendekatan TQM hanya akan tercapai dengan memperhatikan
karakteristik TQM sebagai berikut : 1. Dasar strategi. 2. Fokus pada konsumen (internal dan eksternal). 3. Memiliki obsesi yang tinggi terhadap mutu. 4. Menggunakan
pendekatan
ilmiah
dalam
membuat
keputusan
dan
menyelesaikan masalah. 5. Memiliki komitmen jangka panjang. 6. Membutuhkan kerjasama tim. 7. Memperbaiki proses secara berkesinambungan. 8. Mengadakan pendidikan dan pelatihan. 9. Memberikan kebebasan yang terkendali. 10. Memiliki kesatuan tujuan. 11. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
22
3.1.3
Fokus pada Konsumen Konsumen adalah semua orang yang menuntut kita atau perusahaan untuk
memenuhi standar kualitas tertentu, dan karena itu akan memberikan pengaruh pada performa kita atau perusahaan. Menurut Kotler (2005) konsumen adalah orang yang menyampaikan keinginannya kepada kita (perusahaan). Gasperz dalam Nasution (2005) membedakan konsumen ke dalam tiga golongan, yaitu : 1. Konsumen Internal Konsumen internal adalah orang yang berada dalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada performansi pekerjaan (perusahaan). 2. Konsumen Antara Konsumen antara adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara, bukan sebagai pemakai akhir produk. 3. Konsumen Eksternal Konsumen eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk, yang sering disebut sebagai konsumen nyata. 3.1.4
Konsep Quality Function Deployment (QFD)
3.1.4.1 Pengertian QFD Salah satu alat yang dapat digunakan untuk pelaksanaan TQM adalah Quality Function Deployment (QFD). QFD berkaitan dengan menetapkan apa yang akan memuaskan konsumen dan menerjemahkan keinginan konsumen pada desain yang ditargetkan. QFD didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan konsumen dan menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan tersebut ke dalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak (Gasperz dalam Nasution, 2005). Subagyo dalam Marimin (2004) Quality Function Deployment adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa dengan memahami kebutuhan konsumen, lalu menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk menghasilkan barang atau jasa di tiap tahap pembuatan barang atau jasa yang dihasilkan.
23
3.1.4.2 Struktur QFD Alat utama yang digunakan untuk menggambarkan stuktur QFD adalah Matriks rumah kualitas atau House of Quality (HOQ). Rumah kualitas merupakan teknik grafis untuk menjelaskan hubungan antara keinginan konsumen dan produk atau jasa. Matriks ini menghubungkan keinginan konsumen dengan bagaimana perusahaan melakukan sesuatu untuk memenuhi keinginan tersebut. Menurut Bounds
dalam
Nasution
(2005)
rumah
kualitas
terdiri
dari
enam
tembok/komponen seperti yang dapat dilihat pada gambar 1. Tembok rumah sebelah kiri (komponen 1) adalah masukan konsumen atau persyaratan konsumen. Pada langkah ini, perusahaan berusaha menentukan segala tuntutan yang dikehendaki konsumen dan berhubungan dengan produk. Agar dapat memenuhi persyaratan konsumen, perusahaan mengusahakan spesifikasi kinerja terkini dan mensyaratkan pemasoknya untuk melakukan hal yang sama. Langkah ini digambarkan pada bagian plafon/langit-langit rumah (komponen 2). Tembok rumah sebelah kanan (komponen 3) merupakan matriks perencanaan. Matriks ini digunakan untuk menerjemahkan persyaratan konsumen ke dalam rencana-rencana untuk memenuhi atau melampaui persyaratan tersebut. Komponen ini meliputi langkah-langkah, seperti menggambarkan persyaratan konsumen pada suatu matriks dan proses pemanufakturan pada matriks lainnya, memprioritaskan persyaratan konsumen, dan mengambil keputusan mengenai perbaikan yang dibutuhkan dalam proses pemanufakturan. Bagian tengah rumah (komponen 4), persyaratan konsumen dikonversikan ke dalam aspek-aspek pemanufakturan. Bagian bawah rumah (komponen 5) merupakan daftar prioritas persyaratan proses pemanufakturan. Pada bagian atap (komponen 6), langkah yang dilakukan adalah identifikasi trade-off yang berhubungan dengan persyaratan pemanufaktur. Pertanyaan yang akan dijawab dalam komponen 6 adalah, apa yang terbaik dapat dilakukan organisasi dengan mempertimbangkan persyaratan konsumen dan kemampuan pemanufakturan organisasi.
24
6. Identifikasi pertukaran yang berhubungan dengan persyaratan produksi
2. Tuntutan atau spesifikasi terkini perusahaan terhadap pemasok
1. Masukan Pelanggan
4. Hubungan : Apa arti tuntutan pelanggan bagi proses pemanufakturan? Dimana ada interaksi antar hubungan?
Gambar 1. 5. Daftar prioritas tuntutan perbaikan proses tuntutan dari pelanggan
Gambar 1.
3. Matriks perencanaan : a. Peringkat kepentingan b. Peringkat persaingan c. Nilai sasaran d. Skala kenaikan yang dibutuhkan e. Poin penjualan (dikalkulasikan)
Matriks Struktur QFD (Goetstch dan Davis, 2000)
3.1.4.3 Proses QFD Proses QFD dimulai dengan memahami keinginan konsumen (what) dan kemudian bagaimana suatu produk didesain dan diproduksi agar dapat memenuhi keinginan konsumen tersebut (how). Menurut Besterfield et. al (1999) proses QFD secara lengkap terdiri dari empat aktivitas utama yang dinyatakan ke dalam empat matriks, yaitu : 1. Matriks Perencanaan Produk Kegiatan ini dimulai dari persyaratan konsumen, untuk setiap persyaratan konsumen harus ditentukan persyaratan desain yang dibutuhkan, di mana jika memuaskan akan membawa hasil dalam pemenuhan persyaratan konsumen. 2. Matriks Pengembangan Bagian Persyaratan desain dari matriks pertama dibawa ke matriks kedua untuk menentukan karakteristik bagian. 3. Matriks Perencanaan Proses Operasi proses kunci ditentukan oleh karakteristik kualitas bagian dari matriks sebelumnya.
25
4. Matriks Perencanaan Produksi Persyaratan produksi ditentukan dari operasi proses kunci. Pada tahap ini dihasilkan prototipe dan peluncuran produk. Proses QFD dimulai dari riset pasar untuk mengetahui siapa konsumen produk kita dan karakteristik serta kebutuhan konsumen, kemudian mengevaluasi tingkat persaingan pasar. Hasil dari riset pasar tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam desain produk secara teknis dan karakteristik teknis yang sesuai atau cocok dengan apa kebutuhan konsumen. Desain produk kemudian dilanjutkan dengan desain proses, yaitu merancang bagaimana proses pembuatan produk sehingga diketahui karakteristik dari setiap bagian atau tahapan proses produksi. Kemudian ditentukan proses operasi atau produksi dan arus proses produksi. Akhirnya, disusun rencana produksi dan pelaksanaan produksi yang menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan konsumen (Nasution, 2005). Gambar proses QFD tersebut seperti berikut.
Riset Segementasi Pasar
Karakteristik Pelanggan
Evaluasi Tingkat Persaingan
Karakteristik Teknis
Kesesuaian dengan Kebutuhan Pelanggan
Desain proses
Karakteristik Bagian
Proses Operasi
Arus Proses Produksi
Rencana Produksi
Pelaksanaan Produksi
Tim
Produk
Umpan Balik
Gambar 2. Proses QFD (Nasution, 2005)
26
3.1.4.4 Manfaat QFD QFD membawa sejumlah manfaat bagi organisasi yang berupaya meningkatkan
persaingan
mereka
dengan
memperbaiki
kualitas
dan
produktivitasnya secara terus-menerus. Manfaat dari QFD antara lain (Nasution 2005) : 1. Fokus pada konsumen. QFD memerlukan pengumpulan masukan dari konsumen dan umpan balik informasi ini diterjemahkan ke dalam seperangkat tuntutan konsumen yang spesifik. Hal ini memungkinkan perusahaan mengetahui bagaimana dirinya dan pesaing dalam memenuhi keinginan konsumen. 2. Efisiensi waktu QFD dapat mengurangi waktu yang digunakan dalam pengembangan produk karena berfokus pada tuntutan konsumen yang spesifik dan telah teridentifikasi dengan jelas. 3. Berorientasi kerjasama tim Semua keputusan dalam proses didasarkan pada konsensus melalui diskusi mendalam dan brainstorming. 4. Berorientasi dokumentasi Salah satu produk QFD adalah sebuah dokumentasi komprehensif semua proses dan bagaimana data tersebut dibandingan dengan tuntutan konsumen. Sedangkan menurut Gaspersz dalam Marimin (2004) manfaat utama metode QFD adalah sebagai berikut : 1. Memperjelas area dimana tim pengembangan produk perlu untuk memenuhi informasi dalam mendefinisikan produk atau jasa yang akan memenuhi kebutuhan konsumen. 2. Mempunyai bentuk yang jelas dan teratur serta kemampuan untuk penulusuran kembali kebutuhan konsumen dari seluruh data atau informasi yang tim produk butuhkan untuk membuat keputusan yang tepat dalam hal definisi, desain produksi dan penyediaan produk atau jasa. 3. Menyediakan forum untuk analisis masalah yang timbul dari data yang tersedia mengenai kepuasan konsumen dan kemampuan kompetisi produk atau jasa.
27
4. Menyimpan perencanaan untuk produk sebagai hasil keputusan bersama. 5. Dapat digunakan untuk mengomunikasikan rencana terhadap produk untuk mendukung manajemen dari pihak lainnya yang bertanggung jawab terhadap implementasi dari rencana tersenut. 3.1.5
Analisis Sensitivitas Harga Harga
adalah
sejumlah
nilai
yang
ditukarkan
konsumen
untuk
mendapatkan manfaat dari penggunaan barang dan jasa. Harga dapat menjadi faktor utama yang mempengaruhi konsumen dalam proses pembelian dan dari segi produsen, harga menjadi satu-satunya komponen yang menghasilkan pendapatan (Simamora, 2002). Analisis sensitivitas harga digunakan untuk melihat harga dari sisi konsumen. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen selalu mengaitkan harga dengan kualitas atau mutu dari suatu produk. Konsumen melakukan penilaian terhadap harga berdasarkan kategori harga sangat murah, harga murah, harga mahal, dan harga sangat mahal (Blamires 1998 dalam Sinaga 2006) Menurut Hiam dan Shewe 1994 dalam Sinaga (2006) menyatakan bahwa penentuan harga optimum perusahaan perlu mempertimbangkan seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk memproduksi dan memasarkan produk, permintaan konsumen, dan posisi pesaing dalam industri. 3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Permintaan
beras
nasional
semakin
meningkat
seiring
dengan
pertumbuhan penduduk. Peningkatan produksi padi harus terus diupayakan untuk memenuhi kebutuhan beras penduduk. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui dua cara yaitu peningkatan luas panen dan peningkatan produktivitas padi. Peningkatan luas panen dengan pembukaan lahan baru memiliki biaya yang cukup besar dan seringkali menimbulkan konflik sosial maupun lingkungan. Selain itu, perluasan lahan padi di pulau Jawa lebih sulit untuk dilaksanakan dibanding dengan daerah di luar pulau Jawa karena kepadatan penduduk yang semakin tinggi dan persaingan dengan sektor non pertanian dalam penggunaan lahan. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas padi merupakan
28
alternatif lain yang dapat dilakukan dalam upaya peningkatan produksi padi nasional. Penggunaan benih padi unggul seperti varietas unggul hibrida adalah salah satu inovasi teknologi pertanian yang dapat mendukung peningkatan produktivitas padi. Penanaman padi hibrida tidak memerlukan investasi untuk perluasan lahan sawah yang biayanya mahal dan sering menimbulkan konflik sosial maupun lingkungan. Teknologi padi hibrida yang memanfaatkan gejala heterosis ini mampu meningkatkan potensi hasil sebesar 15-20 persen lebih tinggi dibanding padi inbrida. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan padi hibrida di Indonesia adalah keterbatasan benih. Sebagian besar material perbanyakan benih hibrida (CMS, Mantainer dan Restorer) masih diimpor. Akibatnya, tidak semua benih padi hibrida cocok untuk dikembangkan karena stabilitasnya terpengaruh oleh lingkungan tumbuh (agroklimat) dan tidak tahan terhadap hama/penyakit utama yang ada di Indonesia. Hal ini mengakibatkan belum optimalnya hasil yang dapat dihasilkan dari penggunaan padi varietas unggul hibrida. Padi varietas unggul hibrida yang sudah dilepas pada umumnya masih memiliki tingkat kepekaan terhadap hama dan penyakit terutama wereng coklat, hawar daun bakteri (HDB) dan virus tungro serta memiliki mutu beras yang masih rendah. Kendala lain yang dihadapi dalam mengintroduksi padi hibrida kepada petani adalah harga benih yang relatif tinggi, sementara daya beli mereka relatif rendah. Harga benih padi hibrida mencapai Rp 50.000 per kg dan hasil panen benih padi hibrida tidak bisa digunakan untuk musim tanam berikutnya sehingga petani memiliki tingkat ketergantungan terhadap produsen benih yang sangat tinggi. Peran serta lembaga-lembaga penelitian sangat diperlukan untuk dapat menghasilkan benih-benih padi hibrida yang bermutu tinggi sehingga dapat dihasilkan varietas padi hibrida yang sesuai dengan keinginan konsumen. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan padi hibrida yang dapat memenuhi keinginan konsumen adalah dengan menerapkan metode Quality Function Deployment (QFD) dalam pemuliaan padi varietas unggul hibrida. Penerapan metode QFD diawali dengan penyusunan matriks HOQ. Matriks HOQ
29
yang disusun hanya matriks HOQ yang pertama yaitu matriks perencanaan produk. Langkah-langkah dalam penyusunan matriks HOQ terdiri dari penyusunan persyaratan konsumen (what). Atribut-atribut padi hibrida yang dimasukkan ke dalam persyaratan konsumen hanya atribut padi yang diperhatikan konsumen di dalam pemilihan padi yaitu produktivitas, umur tanaman, tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan, tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan, jumlah anakan produktif, tingkat kerebahan tanaman, karakteristik batang tanaman, warna daun, jumlah gabah per malai, ukuran benih, daya berkecambah, bentuk gabah, tingkat rendemen gabah menjadi beras, patahan beras, kebeningan beras, tekstur nasi, aroma nasi, ketahanan terhadap hama wereng coklat, ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri, ketahanan terhadap virus tungro, dan ketahanan terhadap penyakit blas. Langkah
berikutnya
yaitu
menyusun
persyaratan
teknik
(how),
mengembangkan matriks hubungan antara persyaratan konsumen dengan persyaratan teknik, mengembangkan matriks hubungan antara persyaratan teknik, penilaian kompetitif yang terdiri dari penilaian kompetitif konsumen dan penilaian kompetitif teknik, mengembangkan prioritas persyaratan konsumen yang terdiri dari kepentingan bagi konsumen, nilai sasaran, faktor skala kenaikan, poin penjualan, dan bobot absolut. Langkah terakhir adalah mengembangkan prioritas persyaratan teknik meliputi derajat kesulitan, nilai sasaran, bobot absolut, dan bobot relatif. Pengembangan padi varietas unggul hibrida juga memerlukan analisis sensitivitas harga mengingat harga merupakan salah satu indikator penting untuk diterima atau tidaknya suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen. Harga benih padi mempengaruhi besar biaya produksi yang dikeluarkan petani, semakin tinggi harga benih semakin tinggi biaya produksi yang harus dikeluarkan petani. Apabila harga benih dikategorikan mahal oleh petani maka petani tidak akan menggunakan benih tersebut. Oleh karena itu, perlu diketahui rentang harga benih padi hibrida yang dapat diterima oleh petani. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
30
Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan : Peningkatan permintaan beras nasional. Keterbatasan lahan pertanian
Salah satu upaya untuk meningkatan produktivitas padi nasional melalui penggunaan padi Varietas Unggul Hibrida (VUH)
-
Sebagian besar material perbanyakan benih hibrida (CMS, Mantainer dan Restore) masih diimpor. Mutu rendah Rentan terhadap tiga OPT utama (wereng coklat, HDB, dan virus tungro)
-
Harga Benih Mahal Daya beli petani rendah
Analisis Sensitivitas Harga
Rentang harga yang dapat diterima oleh petani (RAP)
Atribut Padi Hibrida : 1. Produktivitas 2. Umur tanaman 3. Tingkat kerontokan gabah saat panen dan pengangkutan 4. Tingkat kerontokan gabah saat penggebotan 5. Jumlah anakan produktif 6. Tingkat kerebahan tanaman 7. Karakteristik batang tanaman 8. Warna daun 9. Jumlah gabah per malai 10. Ukuran benih 11. Daya berkecambah 12. Bentuk gabah 13. Tingkat rendemen gabah menjadi beras 14. Patahan beras 15. Kebeningan beras 16. Tekstur nasi (kepulenan) 17. Aroma nasi 18. Tahan terhadap hama wereng coklat 19. Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri 20. Tahan terhadap virus tungro 21. Tahan terhadap penyakit blas
Konsumen : Petani
Pemulia Padi Hibrida
Kegiatan Pemuliaan dan Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida
Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD)
Langkah – langkah penyusunan Matriks House of Quality (HOQ) : 1. Menyusun persyaratan konsumen 2. Menyusun persyaratan teknik 3. Mengembangkan matriks hubungan antara persyaratan konsumen dan persyaratan teknik 4. Mengembangkan matriks hubungan antar persyaratan teknik 5. Penilaian kompetitif 6. Mengembangkan prioritas persyaratan konsumen 7. Mengembangkan prioritas persyaratan teknik
Perencanaan Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida
Gambar 3.
Kerangka Pemikiran Operasional
Keterangan : Rekomendasi kepada pemulia padi varietas unggul hibrida
31
IV. 4.1
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten Bogor sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah produksi padi di Jawa Barat dan sebagian besar petani di Kabupaten Bogor melakukan usaha produksi padi. Pemilihan lokasi Kecamatan Cigombong juga dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa kecamatan tersebut merupakan salah satu sentra produksi padi tertinggi di Kabupaten Bogor dan merupakan satu-satunya wilayah di Kabupaten Bogor yang pernah melakukan penangkaran benih padi Varietas Unggul Hibrida. Pemilihan Desa Ciburuy, Desa Pasir Jaya, dan Desa Srogol dilakukan secara purposive dengan alasan bahwa ketiga desa tersebut pernah mendapatkan bantuan benih padi Varietas Unggul Hibrida dari pemerintah melalui program BLBU. Sedangkan survei terhadap pemulia tanaman padi varietas unggul hibrida dilakukan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi, Subang (BB Padi) dengan pertimbangan bahwa BB Padi merupakan lembaga penelitian yang benar-benar murni untuk kegiatan pengembangan kesejahteraan masyarakat dan tidak semata-mata untuk keperluan bisnis. Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Juni 2010. 4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diambil dengan metode survei berupa wawancara berdasarkan kuesioner. Penyusunan atribut persyaratan konsumen diperoleh dengan wawancara terhadap dua orang ahli padi. Penyusunan persyaratan konsumen, penilaian kompetitif konsumen, dan penyusunan prioritas persyaratan konsumen dilakukan dengan wawancara terhadap petani di Kecamatan Cigombong sebagai konsumen benih padi Varietas Unggul Hibrida. Penyusunan persyaratan teknik, matriks hubungan antara persyaratan konsumen dan persyaratan teknik, matriks hubungan antara persyaratan teknik, penilaian kompetitif teknik, dan prioritas persyaratan teknik dilakukan dengan wawancara
terhadap pemulia padi Varietas Unggul Hibrida di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi , Subang (Tabel 5). Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi antara lain seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Pangan, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, literatur, dan internet. Tabel 5. Sumber Data Primer No 1
Nama Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc.
2
Dr. Suwarno
3
Petani
Pekerjaan / Instansi Dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB dan Peneliti Padi Pemulia Padi Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertanian -
4
Dr. Satoto
Penanggung Jawab Penelitian Padi Hibrida di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Padi, Sukamandi Subang
5
1. 2. 3.
Peneliti/pemulia padi hibrida Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Padi, Sukamandi Subang
Yuni Widyastuti, SP Indrastuti Apri Rumanti Cand. Dr Sudibyo Tri Wahyu Utomo, MS
Data yang diberikan Penyusunan atribut padi pada persyaratan konsumen Penyusunan atribut padi pada persyaratan konsumen Penyusunan persyaratan konsumen dan prioritas persyaratan konsumen Penyusunan persyaratan teknik, matriks hubungan antara persyaratan konsumen dan persyaratan teknik, matriks hubungan antar persyaratan teknik, penilaian kompetitif teknik, dan prioritas persyaratan teknik Penyusunan persyaratan teknik, matriks hubungan antara persyaratan konsumen dan persyaratan teknik, matriks hubungan antar persyaratan teknik, penilaian kompetitif teknik, dan prioritas persyaratan teknik
33
4.3
Metode Pengambilan Sampel Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 30 orang yang terdiri dari
5 orang dari kelompok tani Tunas Inti, 5 orang dari kelompok tani Harapan Maju, 10 orang dari kelompok tani Manunggal Jaya, dan 10 orang dari kelompok tani Silih Asuh. Penentuan responden dilakukan dengan cara purposive.
Hal ini
dikarenakan sulitnya ditentukan sampling frame yang pasti untuk jumlah petani padi hibrida di Kecamatan Cigombong. Jumlah populasi petani padi hibrida di Kecamatan Cigombong yang dapat diidentifikasi adalah 43 orang yang terdiri dari 5 orang dari kelompok tani Tunas Inti, 8 orang dari kelompok tani Harapan Maju, 15 orang dari kelompok tani Manunggal Jaya, dan 15 orang dari kelompok tani Silih Asuh. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari Pemda Kabupaten Bogor, ada tiga kelompok tani yang mendapatkan bantuan benih padi hibrida Intani 2 Tahun Anggaran 2010 di Kecamatan Cigombong yaitu kelompok tani Tunas Inti, kelompok tani Manunggal Jaya, dan kelompok tani Silih Asuh. Kelompok tani Manunggal Jaya dan kelompok tani Silih Asuh mendapatkan program bantuan benih padi hibrida SL-PTT dengan jumlah 150 kg per kelompok yang ditanam oleh 15 orang dalam setiap kelompok, sedangkan kelompok tani Tunas Inti mendapatkan bantuan benih padi hibrida Non SL-PTT dengan jumlah benih bantuan sebanyak 450 kg. Namun dalam pelaksanaannya ternyata anggota kelompok tani Tunas Inti yang bersedia untuk menanam benih bantuan padi hibrida hanya 5 orang dengan jumlah benih ± 50 kg dan sisa anggota lainnya tidak bersedia menanam
padi hibrida dengan alasan takut akan mengalami
kerugian karena menurut mereka padi hibrida seringkali gagal, sehingga sebagian benih bantuan diberikan kepada anggota kelompok tani Harapan Maju sebanyak ±100 kg, sisanya diberikan kepada petani-petani
lain yang sulit untuk
diidentifikasi karena berdomisili di kecamatan lain, dan sisa benih lainnya ada yang digiling oleh petani untuk dijadikan pakan ternak. VUB Ciherang dipilih sebagai varietas pembanding karena merupakan varietas yang paling banyak ditanam di Indonesia. Departemen Pertanian (2009) menyatakan bahwa hasil survei pada tahun 2008 menunjukkan luas areal tanam padi VUB Ciherang meningkat menjadi 48,3 persen dari 41,5 persen pada tahun 2007. Padi varietas unggul baru lainnya yang mendominasi areal pertanaman padi
34
adalah IR64 (9 persen), Cigeulis (5,9 persen), Cibogo (3 persen), dan Ciliwung (5,2 persen). Selain itu, menurut Widyastuti dan Satoto (2009) preferensi petani di Indonesia umumnya masih tertuju pada karakter yang dimiliki oleh padi Ciherang , sehingga padi hibrida yang memiliki potensi untuk cepat diadopsi oleh petani adalah padi hibrida yang memiliki karakter yang sama dengan padi Ciherang. 4.4
Metode Pengolahan dan Analisis Data
4.4.1
Tabulasi Deskriptif Tabulasi deskriptif yang digunakan pada penelitian ini adalah tabel
frekuensi. Data ditabulasikan dan dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama kemudian dipersentasekan berdasarkan jumlah seluruh konsumen. Persentase yang paling besar merupakan faktor yang dominan dari masing-masing variabel yang diteliti. Tabulasi deskriptif ini digunakan untuk mengetahui karakteristik konsumen, ideotipe padi hibrida yang diinginkan konsumen (persyaratan konsumen), tingkat kepentingan, dan poin penjualan dari setiap persyaratan konsumen dan hasilnya digunakan dalam metode QFD kecuali karakteristik konsumen. 4.4.2
Quality Function Deployment (QFD) QFD adalah suatu proses menetapkan keinginan konsumen dan
menerjemahkan keinginan konsumen tersebut ke dalam desain produk untuk memenuhi harapan konsumen. Alat perencanaan utama dalam QFD adalah matriks House of Quality (HOQ). HOQ menerjemahkan suara konsumen ke dalam desain yang memenuhi nilai tujuan spesifik dan mencocokkan dengan bagaimana cara organisasi agar dapat memenuhi persyaratan tersebut. Berikut langkah-langkah membangun sebuah matriks HOQ (Besterfield, 1999) : 1. Mendaftarkan Persyaratan Konsumen (What) QFD diawali dengan sebuah daftar tujuan, dimana daftar tujuan tersebut sering disebut sebagai apa yang konsumen butuhkan atau harapkan dalam sebuah produk khusus. Daftar persyaratan konsumen dibagi menjadi sebuah hierarki persyaratan konsumen primer, sekunder, dan tersier. Daftar persyaratan konsumen primer biasanya bersifat umum. Definisi lebih jauh dilakukan dengan mendefinisikan sebuah daftar persyaratan konsumen sekunder baru dan lebih
35
detail yang dibutuhkan untuk mendukung persyaratan konsumen primer atau dengan kata lain persyaratan konsumen primer meliputi banyak persyaratan konsumen sekunder. Walaupun item dari daftar persyaratan konsumen sekunder menunjukkan detail yang lebih baik daripada persyaratan konsumen primer, persyaratan konsumen sekunder sering tidak langsung dilakukan oleh staf teknisi dan masih membutuhkan definisi lebih jauh, sehingga dibutuhkan persyaratan konsumen tersier. 2. Mendaftarkan Persyaratan Teknik (How) Tujuan HOQ adalah untuk mendesain atau mengubah desain dari sebuah produk dalam cara yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Setelah kebutuhan dan harapan konsumen ditunjukkan dalam persyaratan konsumen, tim QFD harus menyusun karakteristik teknik atau persyaratan teknik (bagaimana) yang akan mempengaruhi satu atau lebih persyaratan konsumen. Daftar persyaratan teknik dibagi menjadi hierarki persyaratan teknik primer, sekunder, dan tersier. Daftar persyaratan teknik sekunder mewakili lebih baik daripada daftar yang ada dalam persyaratan teknik primer. Persyaratan teknik tersier dibutuhkan apabila persyaratan teknik sekunder masih belum dapat langsung dilakukan melainkan masih membutuhkan definisi lebih jauh. 3. Mengembangkan Matriks Hubungan antara Persyaratan Konsumen dan Persyaratan Teknik Langkah selanjutnya adalah membandingkan persyaratan konsumen dengan persyaratan teknik dan menentukan hubungan masing-masing. Mencari hubungan antara persyaratan teknik bisa menjadi sangat membingungkan karena setiap persyaratan konsumen mungkin mempengaruhi lebih dari satu persyaratan teknik, dan sebaliknya. Penggunaan matriks hubungan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kebingungan dalam menentukan hubungan antara persyaratan konsumen dengan persyaratan teknik. Matriks ini diisi oleh tim QFD dan digunakan untuk menunjukkan derajat pengaruh antara setiap persyaratan teknik dan persyaratan konsumen. Hubungan antara persyaratan konsumen dengan persyaratan teknik ditunjukkan dengan menggunakan simbol sebagai berikut :
36
: Menunjukkan sebuah hubungan kuat dengan nilai 9 : Menunjukkan sebuah hubungan medium dengan nilai 3 : Menunjukkan sebuah hubungan lemah dengan nilai 1 : Menunjukkan tidak ada hubungan dengan nilai 0 Matriks hubungan yang telah lengkap kemudian dievaluasi untuk baris dan kolom kosong. Sebuah baris kosong mengindikasikan bahwa sebuah persyaratan konsumen tidak dituju oleh setiap persyaratan teknik. Oleh karena itu, harapan konsumen tidak terpenuhi. Persyaratan teknik tambahan harus dipertimbangkan untuk memuaskan persyaratan konsumen tersebut. Sebuah kolom kosong mengindikasikan bahwa sebuah persyaratan teknik tidak mempengaruhi setiap persyaratan konsumen dan setelah dilakukan penyelidikan secara hati-hati, mungkin dihilangkan dari matriks HOQ. 4. Mengembangkan Matriks Hubungan antar Persyaratan Teknik Hubungan antar persyaratan teknik disebut matriks korelasi. Matriks yang berada pada atap matriks HOQ
ini digunakan untuk mengidentifikasi setiap
hubungan antar setiap persyaratan teknik. Simbol yang digunakan untuk menggambarkan kekuatan hubungan dengan simbol sebagai berikut : √ √ : Menunjukkan hubungan positif kuat, bernilai (+9) √
: Menunjukkan hubungan negatif lemah, bernilai (+3)
X
: Menunjukkan hubungan negatif lemah, bernilai (-3)
XX : Menunjukkan hubungan negatif kuat, bernilai (-9) : Menunjukkan tidak ada hubungan, bernilai (0) 5. Penilaian Kompetitif Penilain kompetitif adalah sepasang tabel bobot (atau grafik) yang melukiskan item demi item bagaimana produk kompetitif dibandingkan dengan produk organisasi. Tabel penilaian kompetitif dipisahkan menjadi dua kategori, yaitu penilaian kompetitif konsumen dan penilaian kompetitif teknik.
Penilaian Kompetitif Konsumen Penilaian kompetitif konsumen membuat sebuah blok kolom berhubungan
dengan setiap persyaratan konsumen dalam matriks HOQ di sisi kanan dari matriks hubungan. Angka 1 sampai dengan 4 didaftarkan dalam kolom evaluasi
37
kompetitif untuk mengidentifikasikan sebuah peringkat dari 1 untuk terburuk sampai 4 untuk yang terbaik.
Penilaian Kompetitif Teknik Penilaian kompetitif teknik membuat sebuah blok baris berhubungan
dengan setiap persyaratan teknik dalam matriks HOQ di bawah matriks hubungan kemudian produk organisasi dan pesaing dievaluasi untuk setiap persyaratan teknik. Sama dengan penilaian kompetitif konsumen, uji data diubah menjadi angka 1 sampai dengan 4, di mana 1 untuk yang terburuk dan 4 untuk yang terbaik. 6. Mengembangkan Prioritas Persyaratan Konsumen Prioritas persyaratan konsumen membuat sebuah blok kolom berhubungan dengan setiap persyaratan konsumen dalam matriks HOQ di sisi kanan penilaian kompetitif konsumen. Prioritas persyaratan konsumen ini mencakup kolom untuk kepentingan bagi konsumen, nilai sasaran, faktor skala kenaikan, poin penjualan dan sebuah bobot absolut.
Kepentingan bagi Konsumen Merangking setiap persyaratan konsumen dengan menunjukkan sebuah
rating. Angka 1 sampai dengan 4 didaftarkan dalam kolom kepentingan bagi konsumen untuk mengindikasikan sebuah rating, 1 untuk tingkat kepentingan paling rendah sampai dengan 4 untuk sangat penting. Semakin penting persyaratan konsumen semakin tinggi ratingnya.
Nilai Sasaran Kolom nilai sasaran berada pada skala yang sama dengan penilaian
kompetitif konsumen (2 untuk terburuk dan 4 untuk terbaik). Kolom ini adalah kolom dimana tim QFD memutuskan apakah mereka ingin mempertahankan produk mereka tidak berubah, memperbaiki produk atau membuat produk lebih baik daripada kompetitor.
Faktor Skala Kenaikan Faktor skala kenaikan adalah rasio antar nilai sasaran dengan rating
produk yang diberikan dalam penilaian kompetitif konsumen. Semakin tinggi nilainya, semakin banyak usaha yang dibutuhkan.
38
Poin Penjualan Poin penjualan memberitahukan tim QFD seberapa baik sebuah
persyaratan konsumen akan menjual. Tujuannya adalah untuk mempromosikan persyaratan konsumen yang terbaik dan setiap persyaratan konsumen yang akan menolong dalam penjualan produk.
Bobot Absolut Bobot absolut dihitung dengan mengalikan kepentingan bagi konsumen,
faktor skala kenaikan dan poin penjualan : Bobot Absolut = (Kepentingan bagi Konsumen)(Faktor Skala Kenaikan)(Poin penjualan) Bobot absolut kemudian dijumlahkan dan sebuah persentase serta ranking untuk setiap persyaratan konsumen dapat ditentukan. Bobot kemudian digunakan sebagai pedoman dalam fase perencanaan dari pengembangan produk. 7. Mengembangkan Prioritas Persyaratan Teknik Prioritas persyaratan teknik membuat blok baris berhubungan untuk setiap persyaratan teknik dalam matriks HOQ di bawah penilaian kompetitif teknik. Prioritas persyaratan teknik ini mencakup derajat kesulitan teknik, nilai sasaran serta bobot absolut dan relatif. Tim QFD mengidentifikasi persyaratan teknik yang
paling
dibutuhkan
untuk
memenuhi
persyaratan
konsumen
dan
membutuhkan perbaikan.
Derajat Kesulitan Banyak penggunaan matriks HOQ menambahkan derajat kesulitan untuk
mengimplementasikan setiap persyaratan teknik yang ditunjukkan dalam baris pertama dari prioritas persyaratan teknik. Derajat kesulitan ditentukan dengan memberikan nilai untuk setiap persyaratan teknik dari 1 (paling tidak sulit) sampai dengan 4 (sangat sulit).
Nilai Sasaran Sebuah nilai sasaran untuk setiap persyaratan teknik dimasukkan di bawah
derajat kesulitan teknis. Hal ini merupakan sebuah ukuran objektif yang mendefinisikan nilai yang harus diperoleh untuk mencapai persyaratan teknis. Seberapa banyak nilai diambil untuk memenuhi atau melebihi harapan konsumen
39
dijawab dengan mengevaluasi semua informasi yang dimasukkan ke dalam matriks HOQ dan memilih nilai sasaran. Nilai sasaran untuk setiap persyaratan teknik ditentukan menggunakan skala 2 (terburuk) sampai dengan 4 (terbaik).
Bobot Absolut Dua baris terakhir dari prioritas persyaratan teknik adalah bobot absolut
dan bobot relatif. Sebuah metode yang populer dan mudah untuk menentukan bobot adalah dengan menunjukkan nilai bernomor kepada simbol dalam simbol matriks hubungan. Bobot absolut untuk persyaratan teknik ke-j kemudian diberikan dengan : aj = di mana : aj
= Vektor
baris dari bobot absolut untuk persyaratan teknik (j = 1,…,m)
Rij = Bobot yang ditunjukkan oleh matriks hubungan (i = 1,…,n, j = 1,…,m) Cij = Vektor kolom dari kepentingan bagi konsumen untuk persyaratan konsumen
(i = 1,…,n)
m = Nomor persyaratan teknik n
= Nomor persyaratan konsumen
Bobot Relatif Bobot relatif untuk persyaratan teknik ke-j diberikan dengan mengganti
derajat kepentingan untuk persyaratan konsumen dengan bobot absolut untuk persyaratan konsumen, yaitu : bj = di mana : bj = Vektor baris dari bobot relatif untuk persyaratan teknik (j = 1,…,m) Rij = Bobot yang ditunjukkan oleh matriks hubungan (i = 1,…,n, j = 1,…,m) di = Vektor kolom dari bobot absolut untuk persyaratan konsumen (i = 1,…,n) Rating absolut dan relatif yang lebih tinggi mengidentifikasi area di mana usaha teknik butuh untuk dikonsentrasikan. Perbedaan utama antara kedua bobot ini adalah bobot relatif juga mencakup informasi faktor skala kenaikan dan poin penjualan. Bobot ini menunjukkan dampak dari karakteristik teknis pada persyaratan konsumen. Sejalan dengan derajat kesulitan teknis, keputusan dapat
40
dibuat dengan memperhatikan di mana mengalokasikan sumberdaya untuk perbaikan kualitas. Adapun proses penyusunan matriks HOQ (Matriks Perencanaan Produk) dapat dilihat pada Gambar 4. Penerapan metode QFD pada produk pertanian memiliki kendala-kendala antara lain produk yang diinginkan oleh konsumen sesuai dengan hasil matriks HOQnya tidak bisa langsung dihasilkan karena memerlukan waktu yang lama dalam proses pembuatannya, berbeda halnya dengan produk non pertanian. Matriks HOQ dasar dapat dilihat pada Gambar 5.
41
Penyusunan atribut persyaratan konsumen
Hasil wawancara dengan ahli padi
Penyusunan persyaratan pelanggan
Hasil wawancara dengan petani
Penyusunan persyaratan teknik
Hasil wawancara dengan pemulia padi hibrida
Penentuan hubungan persyaratan konsumen dan persyaratan teknik
Penentuan hubungan antar persyaratan teknik
Penilaian kompetitif konsumen
Penilaian kompetitif teknik
Penyusunan prioritas persyaratan konsumen : 1. Penilaian tingkat kepentingan konsumen 2. Nilai sasaran konsumen 3. Penilaian Faktor skala kenaikan 4. Penilaian poin penjualan 5. Bobot absolut persyaratan konsumen
Penyusunan prioritas persyaratan teknik : 1. Derajat kesulitan 2. Nilai sasaran teknik 3. Bobot absolut persyaratan teknik 4. Bobot relatif persyaratan teknik
Hasil wawancara dengan pemulia padi hibrida
Hasil wawancara dengan pemulia padi hibrida
Hasil wawancara dengan pemulia padi hibrida
Hasil wawancara dengan pemulia padi hibrida
- Poin 1, 3, & 4 merupakan hasil wawancara dengan petani - Poin 2 merupakan hasil wawancara dengan pemulia padi hibrida - Poin 5 dikalkulasikan menggunakan microsoft excel 2007
- Poin 1 & 2 merupakan hasil wawancara dengan pemulia padi hibrida - Poin 3 & 4 dikalkulasikan menggunakan microsoft excel 2007
Gambar 4. Proses matriks HOQ (Matriks Perencanaan Produk)
42
Gambar 5. Matriks HOQ (Matriks Perencanaan Produk)
43
4.4.3
Analisis Sensitivitas Harga Metode analisis sensitivitas harga yang digunakan pada penelitian ini
didasarkan pada empat pertanyaan yang diberikan kepada konsumen yaitu : 1. Harga berapa suatu produk dianggap mahal? 2. Harga berapa suatu produk pantas untuk ditawarkan? 3. Harga berapa suatu produk dianggap terlalu mahal sehingga konsumen tidak mau membelinya? 4. Harga berapa suatu produk dianggap terlalu murah sehingga konsumen meragukan kualitasnya? Hasil yang dapat diperoleh dari keempat pertanyaan di atas digunakan untuk menganalisis empat titik harga sebagai berikut : 1. Harga sangat murah, konsumen mempertanyakan kualitas dari suatu produk atau jasa. 2. Harga murah, konsumen tidak mempertanyakan kualitas dari produk atau jasa tersebut. 3. Harga mahal, konsumen tetap ingin membayar pada harga tersebut. 4. Harga sangat mahal, konsumen sudah tidak ingin lagi membeli produk atau jasa tersebut. Riset ekspektasi harga dilakukan berdasarkan analisis sensitivitas harga untuk mencari kisaran harga yang paling tepat menurut konsumen. Responden hanya diminta untuk memilih pada tingkat harga berapa produk dinilai terlalu murah, murah, mahal, dan sangat mahal. Hasilnya kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk grafik yang terdiri atas lima titik harga yang diharapkan konsumen dan kisaran harga yang normal menurut konsumen. Lima titik harga tersebut sebagai berikut : 1. Indifferent Pricing Point (IPP) Titik perpotongan distribusi kumulatif harga murah-mahal yaitu jumlah konsumen yang menganggap harga murah sama dengan jumlah konsumen yang menganggap harga mahal. Pada tingkat harga ini jumlah konsumen peduli terhadap harga. 2. Optimum Pricing Point (OPP)
44
Titik perpotongan distribusi kumulatif harga sangat murah - sangat mahal yaitu jumlah konsumen yang menganggap harga sangat murah sama dengan jumlah konsumen yang menganggap harga sangat mahal. Pada tingkat harga ini jumlah konsumen menganggap harga sangat mahal atau sangat murah, dengan kata lain harga optimum bagi produk. 3. Range of Acceptible Price (RAP) Kisaran harga yang terbentuk dari dua titik, yaitu antara perpotongan distribusi kumulatif harga mahal - murah dan perpotongan antara distribusi kumulatif harga sangat mahal - sangat murah. Kisaran harga inilah yang dianggap sebagai harga yang dapat diterima oleh konsumen. 4. Marginal Cheap Price Point (MCP) Kisaran harga yang menunjukkan tingkat harga terendah bagi produk. Kisaran harga ini terbentuk dari perpotongan distribusi kumulatif harga sangat murah - murah. Kisaran harga inilah konsumen mulai meragukan kualitas suatu produk. 5. Marginal Expensive Price Point (MEP) Kisaran harga yang menunjukkan tingkat harga tertinggi bagi produk. Kisaran harga ini terbentuk dari perpotongan antara distribusi kumulatif harga sangat mahal - mahal. Kisaran harga inilah konsumen tidak lagi mau membeli produk. Pada penelitian ini, analisis sensitivitas harga digunakan batas bawah Rp 5.000,00 per kg dan batas atas Rp 65.000,00 per kg. Penentuan batas bawah Rp 5.000,00 dilakukan dengan pertimbangan bahwa sebagian besar petani tidak mengetahui harga benih padi hibrida karena selama ini mereka hanya memperoleh benih dari program bantuan pemerintah. Harga benih Rp 5.000,00 per kg merupakan harga benih padi inbrida yang sering digunakan oleh petani. Harga jual benih padi hibrida (Intani 2) saat ini adalah Rp 50.000,00 per kg sehingga penentuan batas atas ditentukan di atas harga jual benih padi hibrida yaitu Rp 65.000,00 per kg.
45
4.5
Definisi Operasional
1. Atribut : karakteristik atau cirri-ciri yang dimiliki oleh suatu produk. 2. Anakan produktif : rata-rata jumlah anakan yang mampu menghasilkan malai per rumpun dari total rumpun yang berada pada luasan 1 m2. 3. Benih : biji yang telah dipilih dan dipersiapkan sebagai bahan penanaman. 4. Butir hampa: butir gabah yang tidak berkembang sempurna, tetapi kedua tangkup sekamnya utuh dan tidak berisi butir beras. Komponen yang termasuk ke dalam butir hampa adalah gabah yang kedua tangkup sekamnya masih utuh, tetapi butir berasnya tidak ada karena serangan hama atau sebab lain. Butir gabah setengah hampa termasuk ke dalam butir gabah hampa. 5. Beras patah : butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran kurang dari 6 per 10 bagian, tetapi lebih besar dari 2 per 10 bagian panjang rata-rata butir beras utuh. 6. Bentuk tanaman : penampakan tegakan rumpun tanaman yang didasarkan atas besar sudut yang dibentuk antara batang-batang anakan dengan garis imaginer yang berada di tengah-tengah rumpun dan tegak lurus dengan bidang permukaan tanah. 7. Bentuk gabah : hasil pengamatan terhadap panjang dan lebar gabah. 8. Bobot 1000 butir : bobot 1000 butir gabah bernas pada kandungan air gabah 14 persen. 9. Daun bendera : daun yang terakhir keluar dari batang, membungkus malai atau bunga padi pada saat fase bunting. 10. Genotipe : susunan genetik individu. 11. Galur murni : galur yang dihasilkan melalui seleksi dan persilangan dalam beberapa generasi. 12. Gabah kering giling : gabah kering giling dengan kadar air 14 persen. 13. Hibrida : generasi pertama (F1) dari persilangan sepasang atau lebih tetua yang mempunyai sifat-sifat unggul. 14. Heterosis : kecenderungan F1 untuk tampil lebih unggul dibanding dua tetuanya.
46
15. House of Quality (HOQ) : matriks berbentuk rumah yang menghubungkan apa yang diinginkan konsumen (what) dan bagaimana suatu produk akan diproduksi (how) agar mampu memenuhi keinginan konsumen. 16. Indeks glikemik : tingkatan pangan menurut efeknya terhadap gula darah. Pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG tinggi. Sebaliknya, pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat memiliki IG rendah. Nilai IG dikelompokkan menjadi IG rendah (<55), sedang (55-70), dan tinggi (>70). Beras IG rendah baik dikonsumsi oleh penderita diabetes dalam melaksanakan diet. 17. Inovasi teknologi : aktivitas untuk membawa hasil penelitian dan perekayasaan kepada pengguna atau pasar. 18. Ideotipe : tipe tanaman ideal yang diinginkan konsumen. 19. Kerontokan : ukuran mudah tidaknya gabah rontok ketika malai digenggam dengan tangan. 20. Kerebahan : diukur pada fase masak biji untuk melihat posisi ketegakan tanaman pada seluruh plot. Diklasifikasikan berdasarkan skor yaitu : tahan (tidak ada yang rebah), agak tahan (sebagian besar tanaman agak rebah), agak rentan (sebagian besar tanaman agak rebah), lemah (sebagian besar tanaman rebah, hampir rata dengan tanah), dan sangat lemah (seluruh tanaman rebah, rata dengan tanah). 21. Kadar air gabah : jumlah kandungan air di dalam butir gabah yang dinyatakan dalam persen dari berat basah (wet basis). 22. Ketahanan terhadap hama dan penyakit utama: respon tanaman terhadap serangan hama dan penyakit yang saat ini diklasifikasikan sebagai hama atau penyakit yang paling destruktif merusak tanaman padi. Penilaian ketahanan termaksud didasarkan atas hasil pengujian di laboratorium. 23. Leher malai : dinilai dari proporsi leher malai yang keluar dari pelepah, dengan kelas penampilan yaitu muncul sempurna, muncul-muncul sempurna, muncul, sebagian muncul, tidak muncul/tertutup. 24. Pemuliaan tanaman : suatu cara atau kegiatan memperbaiki sifat-sifat tanaman agar tanaman tersebut menjadi lebih bermanfaat. 25. Potensi hasil : hasil tertinggi yang pernah dicapai pada suatu daerah tertentu.
47
26. Rata-rata hasil : hasil rata-rata dari berbagai lokasi pengujian yang pernah dilaksanakan. 27. Produktivitas : rata-rata hasil panen aktual gabah kering giling per ha. 28. Rendemen giling : kriteria utama dalam penetapan mutu gabah karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, yaitu menentukan besarnya jumlah beras yang dihasilkan. Rendemen beras giling mencakup rendemen beras kepala dan rendemen total beras giling. 29. Sudut daun bendera : sudut daun yang diukur dari titik peletakan daun bendera terhadap tangkai malai, dikelompokkan menjadi empat yaitu tegak (kurang dari 30 derajat), agak tegak/sedang (45 derajat), mendatar (90 derajat), dan terkulai (lebih dari 90 derajat). 30. Tingkat kebutuhan pupuk anorganik : jumlah optimal kebutuhan pupuk anorganik yang dibutuhkan oleh suatu varietas padi. 31. Tinggi tanaman : tinggi dari permukaan tanah sampai ujung malai paling panjang. 32. Tekstur nasi : umumnya dinyatakan dalam bentuk pernyataan pulen atau pera. 33. Umur tanaman : umur varietas sejak sebar sampai matang fisiologis (± 75 persen biji dalam semua malai tanam) 34. Varietas : kelompok genotipe terpilih yang memiliki sifat unggul, dengan ciriciri, khusus, sehingga dapat dibedakan dari varietas lainnya, bersifat seragam (uniform) dan ciri khusus tersebut stabil. 35. Warna daun : warna helaian daun pertama setelah daun bendera dikelompokkan menjadi hijau pucat, hijau, hijau tua, ungu pada ujung, ungu pada bagian garis tepi daun, campuran antara ungu dan hijau, ungu seluruhnya. Pengamatan dilakukan pada akhir fase vegetatif.
48
V. 5.1
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu organisasi perangkat daerah di
Kabupaten Bogor dengan kondisi bentangan lahan daratan dan berbukit, terletak pada ketinggian 536 meter Dpl dengan curah hujan rata-rata 2.150 – 2.650 mm per tahun dan suhu antara 24 ◦C – 31 ◦C. Batas wilayah Kecamatan Cigombong, yaitu : Sebelah utara
: Kecamatan Cijeruk
Sebelah selatan
: Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi
Sebelah barat
: Kecamatan Taman Sari
Sebelah Timur
: Kecamatan Caringin
Kecamatan Cigombong merupakan wilayah pengembangan pertanian yang memiliki produksi padi rata-rata 3.229,6 ton per hektar, produksi pertanian tanaman pangan lainnya yang menonjol adalah palawija (jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang panjang, ubi jalar, dan mentimun). Produksi buah-buahan yang menonjol yaitu pepaya, mangga, belimbing, alpukat, dan jeruk. Luas wilayah Kecamatan Cigombong adalah 4.402,519 hektar yang terdiri dari 2 hektar sawah dengan irigasi teknis; 210,8 hektar sawah dengan pengairan setengah teknis; 276,662 hektar sawah dengan irigasi sederhana; 50 hektar sawah tadah hujan; 312,5 hektar ladang/tegalan; 95 hektar perkebunan; 19,3 hektar perikanan darat/air tawar; dan sisa lahan lainnya digunakan untuk pemukiman serta fasilitas umum (Monografi Kecamatan Cigombong, 2011). 5.2
Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong terdiri dari 9 desa, 80 RW, 287 RT, dan 21.562
KK. Jumlah penduduk pada akhir desember 2010 adalah 82.042 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 41.848 jiwa dan perempuan sebanyak 40.194 jiwa. Angkatan kerja penduduk terdiri dari 50.519 jiwa termasuk dalam usia produktif dan 16.580 jiwa termasuk dalam usia tidak produktif. Sebagian besar penduduk memiliki tingkat pendidikan tamat SD/sederajat yaitu 24.250 jiwa, sebanyak 13.375 jiwa merupakan lulusan SMP/sederajat, sebanyak 9.698 jiwa merupakan lulusan SMA/sederajat, sebanyak 1.045 jiwa merupakan lulusan D1, sebanyak 1.457 jiwa merupakan lulusan D2, sebanyak 289 jiwa merupakan lulusan D3, sebanyak 8
jiwa merupakan lulusan D4, sebanyak 107 jiwa merupakan lulusan S1, dan sebanyak 18 jiwa merupakan lulusan S2. Mayoritas penduduk bekerja di bidang pertanian yaitu sebanyak 10.680 jiwa yang terdiri dari 4.800 jiwa pemilik tanah, 2.130 petani/penggarap, dan 3.750 buruh tani. Penduduk lainnya kebanyakan bekerja sebagai buruh industri, buruh bangunan, pedagang, PNS, pengemudi, dan pengrajin. 5.3
Keragaan Usahatani Padi Hibrida Kecamatan Cigombong merupakan salah satu daerah produksi padi
tertinggi di Kabupaten Bogor. Beberapa desa yang pernah menanam padi varietas unggul Hibrida di Kecamatan ini diantaranya adalah Desa Ciburuy, Desa Pasir Jaya, dan Desa Srogol. Desa Ciburuy merupakan desa yang memiliki infrastruktur pertanian yang paling lengkap dibanding dengan kedua desa lainnya. Di desa ini terdapat jalan desa sepanjang 1, 5 meter guna mempermudah proses distribusi hasil pertanian, saung pertemuan Gapoktan Silih Asih, ruang belajar untuk kegiatan pelatihan, sarana penjemuran dan penggilingan padi, pengeringan gabah (dryer), lokasi pembuatan pupuk kompos, lokasi pembuatan pupuk organik (organic fertilizer atau OFER), gudang beras, gudang pupuk, lokasi penampian beras, gudang dan alat-alat produksi pertanian (traktor, pengukur pH tanah, spryer), serta gedung koperasi kelompok tani “Lisung Kiwari”. Pada awalnya di desa Ciburuy terdapat satu buah kelompok tani yaitu kelompok tani Silih Asih yang sudah berdiri sejak 1972. Mayoritas anggota dari kelompok tani Silih Asih adalah petani padi yang bertempat tinggal di desa Ciburuy. Karena terlalu banyak anggotanya dan agar lebih efektif, maka kelompok tani Silih Asih dipecah menjadi 11 kelompok tani yaitu kelompok tani Silih Asih 1, kelompok tani Silih Asih 2, kelompok tani Tunas Inti, kelompok tani Manunggal Jaya, kelompok tani Saung Kuring, kelompok tani Lisung Kiwari, kelompok tani Harapan Maju, kelompok tani Silih Asih Fish Farm, kelompok tani Bilibintik, kelompok tani Motekar, dan kelompok tani Sayur Saluyu. Setelah kelompok tani tersebut dipecah, ketua kelompok tani Silih Asih yaitu H.A. Zakaria merasa perlu menghubungkan ke-11 kelompok tani tersebut dalam suatu
50
wadah agar komunikasi antar kelompok tani tersebut tetap terjaga. Oleh sebab itu dibentuklah Gapoktan. Kepemilikan lahan pertanian setiap petani juga sangat kecil yaitu sekitar 2000 - 5000 m2 setiap orangnya. Maka dengan adanya gapoktan Silih Asih ini diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar petani dan meningkatkan pendapatan petani. Sejak tahun 2001 beras yang diproduksi di Desa ini merupakan beras semi organik karena tidak menggunakan pestisida dan bahan kimiawi. Penggunaan air untuk irigasi masih menggunakan air irigasi yang dialiri melalui pipa-pipa di sekeliling pematang sawah. Petani di desa ini menggunakan pupuk jerami dan terkadang juga menggunakan pupuk urea dan TSP apabila tanaman padi menunjukkan gejala kekurangan kedua unsur tersebut dengan melihat warna daunnya. Desa Pasir Jaya juga merupakan salah satu desa penghasil beras sehat atau beras semi organik di Kecamatan Cigombong. Di desa ini terdapat kelompok tani usahatani padi yaitu kelompok tani Harapan Maju. Kelompok tani Harapan Maju masih merupakan mitra dari gabungan kelompok tani Silih Asih di Desa Ciburuy . Karakteristik petani di Desa Pasir Jaya pun memiliki kemiripan dengan petani di Desa Ciburuy dalam hal cara berbudidaya padi, sistem pengairan, penggunaan pupuk, cara mengatasi OPT, dan kepemilikan lahan. Berbeda halnya dengan petani di kelompok tani Silih Asuh di Desa Srogol yang mayoritas petaninya masih menggunakan pestisida dan bahan-bahan kimia dalam proses budidaya padi. Petani di desa ini juga memiliki perbedaan dengan kedua desa di atas dalam hal cara tanam, petani di desa ini tidak menggunakan sistem legowo seperti yang dilakukan petani di Desa Ciburuy dan di Desa Pasir Jaya. Petani di desa ini masih menggunakan sistem tanam mundur. Perbedaan juga terlihat dalam hal hasil produksi padi hibrida, petani di Desa Srogol bisa dikatakan memilki produksi padi hibrida yang lebih baik dibanding dengan petani di kedua desa tersebut. Rata-rata hasil produksi padi hibrida di Desa Srogol yaitu ± 6 ton per hektar sementara di Desa Ciburuy yaitu ± 2 Ton per hektar dan di Desa Pasir Jaya ± 3 Ton per hektar. Analisis aspek budidaya padi hibrida di Kecamatan Cigombong sebagai berikut :
51
1. Penyiapan Bahan Tanaman (Pembibitan) Varietas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil tanaman. Petani padi hibrida di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang menanam benih padi hibrida program bantuan pemerintah Tahun Anggaran 2010 yaitu benih padi varietas hibrida Intani 2. Petani di lokasi penelitian melakukan proses persemaian di tempat yang berbeda-beda. Sebagian petani (46,67 persen) melakukan persemaian di lahan di luar petak sawah, sisa petani lainnya (53,33 persen) melakukan persemaian di lahan di dalam petak sawah. Lama persemaian yang dilakukan sebagian besar petani (93,3 persen) berkisar antar 17 – 19 hari dan sebagian petani lainnya (6,67 persen) melakukan persemaian selama 25 hari. Menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian (2008) lama persemaian padi hibrida yang baik yaitu berkisar antara 10 - 21 hari agar pembentukan anakan menjadi lebih optimal. Artinya, sebagian besar petani padi hibrida di lokasi penelitian sudah melakukan persemaian dengan baik. 2. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah sangat menentukan keberlanjutan pertumbuhan tanaman padi hibrida. Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan dua kali agar diperoleh pelumpuran tanah yang baik. Pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian sudah baik atau sesuai dengan petunjuk teknis pengolahan lahan padi hibrida yaitu sebelum diolah tanah digenangi air selama 1 minggu untuk melunakkan tanah. Setelah diolah, tanah dibiarkan selama 1 minggu dan digenangi air, kemudian tanah diolah kembali sampai melumpur dan dilanjutkan dengan perataan tanah. Alat yang digunakan petani untuk mengolah tanah berbeda-beda. Seluruh petani responden (100 persen) di kelompok tani Manunggal Jaya menggunakan kerbau untuk membajak tanah, karena kondisi lahan yang miring sehingga sulit untuk menggunakan mesin. Sebagian petani (40 persen) di kelompok tani Tunas Inti menggunakan mesin untuk membajak tanah, sisa petani lainnya (60 persen) masih menggunakan kerbau untuk membajak tanah. Seluruh petani (100 persen) di kelompok tani Harapan Maju dan di kelompok tani Silih Asuh menggunakan kerbau untuk membajak tanah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan
52
bahwa sebagian besar petani padi hibrida di Kecamatan Cigombong masih menggunakan peralatan yang sederhana dalam proses pengolahan tanah yaitu masih menggunakan kerbau. 3. Penanaman (Tanam Pindah) Menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian (2008) indikator bibit siap untuk ditanam bila daun tanamannya sudah mencapai 4 helai. Cara tanam yang dapat dilakukan yaitu dengan model tegel (20 cm x 20 cm, 22 cm x 22 cm atau 25 cm x 25 cm), legowo 2 : 1, 3 : 1, atau pun 4 : 1 dengan jarak tanam 12,5 cm dalam baris dan 25 cm antar baris. Beberapa kelebihan cara tanam legowo dibanding cara tanam tegel adalah a) hasil gabah lebih tinggi, b) pertumbuhan tanaman lebih bagus, c) serangan tikus dapat dihindari, d) memudahkan penyiangan dan pemupukan, e) efisiensi pemberian pupuk, f) terhindar dari serangan burung, g) tanaman lebih tahan rebah terutama bila terjadi hujan lebat. Seluruh petani (100 persen) di kelompok tani Manunggal Jaya, Tunas Inti, dan Harapan Maju menggunakan cara tanam legowo 2 : 1 dengan jarak tanam 12,5 cm dalam baris dan 25 cm antar baris. Sementara petani di kelompok tani Silih Asuh hanya satu orang (10 persen) yang menerapkan cara tanam legowo, petani tersebut adalah petani yang mendapatkan demplot (percontohan) program benih bantuan SL-PTT dan sisa petani lainnya (90 persen) masih melakukan cara tanam mundur yang sudah menjadi kebiasaan mereka dalam melakukan budidaya padi. Berdasarkan penjelasan di atas hampir sebagian besar petani responden (70 persen) telah melakukan cara tanam yang sesuai dengan petunjuk teknis budidaya padi hibrida. 4. Penyiangan Penyiangan perlu dilakukan agar tanaman padi bebas dari gulma. Penyiangan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan menggunakan herbisida. Menurut petunjuk teknis budidaya padi hirida Departemen Pertanian (2008), pemberian herbisida dilakukan pada saat tanaman berumur 5 – 7 hari setelah tanam, diikuti dengan penyiangan tangan sebanyak dua kali pada saat tanaman berumur tiga dan lima minggu setelah tanam. Seluruh petani responden (100 persen) menggunakan
53
tangan dalam proses penyiangan dan dilakukan sebanyak dua kali yaitu rata-rata pada saat tanaman berumur 15 - 20 hari dan 30 - 40 hari. 5. Pemupukan Menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian (2008), setiap ton gabah yang dihasilkan memerlukan hara N sebanyak 17,5 kg (setara 39 kg Urea), P sebanyak 3 kg (setara 19 kg SP-36) dan K sebanyak 17 kg (setara 34 KCL). Menurut petunjuk teknis lapang budidaya padi hibrida Badan Litbang Pertanian dalam Sumarno et al (2008), padi hibrida membutuhkan unsur hara Urea 300 kg per hektar + Sp-36 100 kg per hektar + KCL 100 kg per hektar. Pemberian hara dalam bentuk pupuk dapat dilakukan dengan cara manual/sesuai kebiasaan atau dengan melakukan monitor warna daun dengan alat yang dinamakan Bagan Warna Daun (BWD). Pemberian pupuk dengan melakukan monitor warna daun dapat menghemat pemberian pupuk urea hingga 100 kg per hektar tanpa menurunkan hasil gabah. Pemberian pupuk urea melebihi kebutuhan tanaman dapat menyebabkan tanaman peka terhadap penyakit seperti kresek (BLB), kehampaan tinggi, dan mudah rebah. Pemberian pupuk yang dilakukan secara manual/kebiasaan sebaiknya dilakukan pada umur 7 – 10 hari setelah tanam (HST), 21 HST dan 42 HST. Pada 8 HST diberikan sebanyak 75 kg Urea per hektar, 100 kg SP-36 per hektar, dan 50 kg KCL per hektar. Pada 21 HST diberikan 150 kg Urea per hektar dan pada 42 HST diberikan 75 kg Urea per hektar dan 50 kg KCL per hektar. Namun apabila petani bersedia mengembalikan semua jerami ke dalam tanah sawah, maka tidak perlu lagi menambahkan pupuk KCL, karena sebanyak 80 persen hara K yang diserap oleh tanaman padi terakumulasi dalam jerami. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007b), kombinasi pemberian pupuk organik dan anorganik untuk padi hibrida sangat dianjurkan. Pupuk organik yang dianjurkan berupa pupuk kandang atau kompos jerami sebanyak 2 ton per hektar setiap musim, sedangkan pupuk anorganik yang diperlukan adalah Urea, SP-36 dan KCL masing-masing sebanyak 300 kg, 100 kg dan 100 kg per hektar. Sebagian besar petani padi hibrida di lokasi penelitian tidak menggunakan pupuk sesuai dengan petunjuk teknis padi hibrida. Petani masih menggunakan komposisi pupuk yang biasa mereka gunakan dalam budidaya padi inbrida.
54
Seluruh petani di kelompok tani Manunggal Jaya, Tunas Inti, dan Harapan Maju merupakan petani penghasil beras semi organik (beras sehat), sehingga pupuk anorganik yang digunakan rendah. Rata-rata pupuk anorganik yang digunakan petani tersebut adalah Urea 165,3 kg per hektar, TSP 80 kg per hektar, dan KCL 36,5 kg per hektar. Alasan petani mengggunakan komposisi pupuk anorganik yang rendah karena apabila semakin banyak pupuk anorganik yang digunakan maka semakin tinggi kadar residu yang terkandung di dalam tanaman, selain itu penggunaan pupuk anorganik yang tinggi dapat merusak lingkungan dan akan membutuhkan proses recovery lahan yang cukup lama. Seluruh petani-petani tersebut menggunakan pupuk kandang dan kompos jerami yang ada di lahan sawah mereka untuk memenuhi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman padi dan tidak menggunakan pestisida sama sekali. Produksi padi hibrida yang dihasilkan rata-rata ± 3 ton per hektar untuk kelompok tani Harapan Maju dan ± 2 ton per hektar untuk kelompok tani Manunggal Jaya dan Tunas Inti. Hal ini disebabkan banyaknya butir gabah yang hampa, selain itu kebanyakan tanaman padi hibrida tidak berbuah karena daun tanaman padi hibrida menguning/kering pada masa vegetatif (sebelum masa tanaman berbuah). Menurut pemulia daun kering, tanaman kerdil, dan jumlah anakan produktif sedikit merupakan indikasi adanya penyakit hawar daun bakteri (HDB) dan virus tungro dan apabila menyerang pada masa vegetatif maka akan berdampak fatal karena dapat menghambat pengisian butir gabah. Berbeda halnya dengan petani di kelompok tani Silih Asuh, terdapat satu orang petani yang menggunakan pupuk sesuai dengan petunjuk teknis budidaya padi hibrida. Petani tersebut merupakan petani yang menjadi demplot (percontohan) program SL-PTT dengan luas lahan 1 hektar. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea 300 kg per hektar, NPK 100 kg per hektar, dan pupuk kandang sebanyak 1,5 ton per hektar serta pupuk jerami sebanyak 500 kg per hektar sebagai pegganti pupuk KCL. Namun, produksi padi hibrida yang dihasilkan 6,3 ton per hektar atau hanya 0,3 persen lebih tinggi dibanding dengan padi inbrida. Sisa petani lainnya menggunakan pupuk anorganik dengan rata-rata penggunaan pupuk Urea sebanyak 177 kg per hektar, NPK sebanyak 100 kg per hektar, KCL sebanyak 15 kg per hektar, dan pupuk kandang. Seluruh petani
55
responden di kelompok tani ini menggunakan pestisida dalam budidaya padi hibrida, produksi rata-rata padi hibrida yang dihasilkan ± 6 ton per hektar. 6. Pengendalian Hama dan Penyakit Strategi pengelolaan hama dan penyakit terpadu menurut petunjuk teknis budidaya padi hibrida Departemen Pertanian (2008), dapat dilakukan dengan cara a) menggunakan varietas tahan hama/penyakit, b) menggunakan bibit sehat, c) menerapkan pola tanam yang sesuai, d) melakukan rotasi tanaman, e) waktu tanam yang sesuai, f) melakukan pembersihan lapangan terhadap singgang yang biasanya dijadikan tempat vektor hama dan sumber inokulum penyakit, g) pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman, h) penerapan irigasi berselang, i) menggunakan sistem trap barrier system (TBS) untuk pengendalian tikus, j) pengendalian kelompok telur, observasi hama dan penyakit secara terus-menerus, k) menggunakan lampu perangkap untuk pengendalian ulat dan penggerek batang, l) meningkatkan peran musuh alami seperti laba-laba, m) menggunakan pestisida sebagai alternatif akhir untuk mengendalikan hama berdasarkan hasil pengamatan. Seluruh petani responden di kelompok tani Manunggal Jaya, Tunas Inti, dan Harapan Maju tidak menggunakan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit. Hal ini dikarenakan petani-petani tersebut telah menerapkan pertanian organik. Petani melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan cara yang alami yaitu menggunakan daun-daunan seperti daun picung dan bengkuang sebagai pengganti pestisida. Sementara petani di kelompok tani Silih Asuh pada umumnya menggunakan pestisida dalam budidaya padi hibrida yaitu Decis ukuran 1 L per hektar. 7. Panen Penentuan waktu panen merupakan salah satu faktor penting dalam kaitannya terhadap hasil gabah. Apabila tanaman padi dipanen terlalu awal maka akan banyak terjadi butir hijau akibatnya kualitas gabah yang dihasilkan menjadi rendah, banyak butir mengapur dan beras kepala banyak yang patah. Sebaliknya, apabila tanaman padi dipanen terlambat akan menurunkan hasil gabah karena banyak terjadi kerontokan gabah dan kadar air menurun. Pemanenan gabah yang ideal dilakukan apabila a) sudah 90 persen masak fisiologi, artinya 90 persen gabah telah berubah warna dari hijau menjadi kuning, b) bila dihitung dari masa
56
berbunga telah mencapai 30 – 35 dan c) berdasar perhitungan umur deskrpsi varietas. 5.4
Karakteristik Responden Tabel 6 menunjukkan bahwa petani responden lebih banyak didominasi
oleh petani dengan usia 45-54 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas petani terdiri dari petani usia produktif. Jumlah petani usia 55-64 sebanyak tujuh orang dan usia ≥ 60 tahun sebanyak empat orang. Petani-petani tersebut merupakan petani senior yang beberapa orang diantaranya merupakan tokoh yang memiliki pengaruh penting dalam usahatani padi di Kecamatan Cigombong. Mereka adalah ketua kelompok tani, ketua gapoktan, dan beberapa petani yang telah memiliki banyak pengalaman dan dikenal luas oleh berbagai lembaga pertanian. Jumlah petani usia 25-34 tahun sebanyak satu orang dan petani usia 3544 tahun lima orang. Tabel 6. Sebaran Responden Menurut Usia Petani Padi Hibrida di Kecamatan Cigomobong Tahun 2010 Usia (tahun)
Jumlah (orang)
Persen
25-34
1
3,33
35-44
5
16,67
45-54
13
43,33
55-64
7
23,33
65>
4
13,33
Total
30
100,00
Tabel 7 menunjukkan tingkat pendidikan formal petani responden. Mayoritas petani merupakan lulusan SD yaitu sebanyak 76.67 persen. Tingkat pendidikan formal biasanya berpengaruh dalam pengambilan keputusan usahatani. Hal ini terkait dengan adopsi teknologi yang baik untuk peningkatan produksi padi, termasuk teknologi benih padi varietas unggul hibrida. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani responden maka proses introduksi penggunaan benih padi varietas unggul hibrida dapat berjalan lebih mudah.
57
Tabel 7. Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal Petani Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010 Pendidikan Formal
Jumlah (Orang)
Persen
-
-
23
76,67
Lulusan SMP
1
3,33
Lulusan SMA
6
20,00
Diploma
-
-
Sarjana
-
-
Tidak Lulus SD Lulusan SD
Total
30
100,00
Tabel 8 menunjukkan bahwa mayoritas petani responden mengusahakan usahatani padi sebagai mata pencaharian utama. Pekerjaan sampingan responden bervariasi diantarannya yaitu peternak, buruh bangunan, buruh tani, tukang ojeg, dan pedagang makanan keliling. Tabel 8. Sebaran Responden Menurut Status Usahatani Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010 Status Utama Sampingan Total
Jumlah (orang)
Persen
28
93,33
2
6,67
30
100,00
Tabel 9 menunjukkan sebaran responden menurut status penguasaan lahan petani responden. Mayoritas petani yaitu 93,33 persen merupakan petani penggarap dengan sistem sakap atau bagi hasil dan sistem sewa. Petani dengan lahan sewa tidak memiliki keleluasan seperti petani dengan lahan milik yang bebas menggunakan lahannya baik dalam pola tanam, waktu, maupun penggunaan input usahatani. Sedangkan sakap atau bagi hasil biasanya biaya input seperti benih, pupuk, dan pestisida menjadi tanggungan pemilik, hanya biaya tenaga kerja saja yang ditanggung petani penggarap. Keuntungan yang diperoleh dibagi dua antara petani penggarap dengan pemilik lahan.
58
Tabel 9. Sebaran Responden Menurut Status Penguasaan Lahan Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010 Status lahan Milik
Jumlah (Orang)
Persen
2
6,67
Penggarap
28
93,33
Total
30
100,00
Tabel 10 menunjukkan luas lahan garapan petani responden. Kebanyakan petani responden yaitu 63,33 persen merupakan petani gurem dengan luas lahan garapan kurang dari 0,5 hektar. Sebanyak 26,67 persen petani responden mengusahakan lahan garapan dengan luas lahan 1-2 hektar dan hanya sebanyak 10 persen petani yang memiliki lahan lebih dari sama dengan tiga hektar. Tabel 10. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Garapan Petani Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010 Luas lahan (Hektar) < 0,5
Jumlah (orang)
Persen
19
63,33
0,5-1,0
0
-
1-2
8
26,67
≥3
3
10,00
30
100,00
Total
Pendapatan petani responden dalam penelitian ini merupakan pendapatan usahatani dan pendapatan di luar usahatani. Pendapatan di luar usahatani bisa berasal dari pekerjaan diluar usahatani, pendapatan anggota keluarga lain yang berasal dari luar usahatani, asset di luar usahatani dan lainnya tetapi dalam penelitian ini yang dimaksud pendapatan di luar usahatani hanya dihitung dari pendapatan di luar usahatani atau pendapatan dari pekerjaan sampingan petani responden. Mayoritas petani responden yaitu 90 persen memiliki pendapatan yang berkisar antara Rp 500.000,00 – Rp 1.000.000,00 per bulan. Sisa petani responden lainnya yaitu 6,67 persen memilki pendapatan yang berkisar antara Rp 1.500.00,00 – Rp 2.500.000,00 per bulan dan sebanyak 3,33 persen memilki pendapatan lebih dari Rp 3.500.000,00 per bulan. Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan pembelian benih hibrida,
59
semakin tinggi pendapatan maka modal petani untuk membeli tambahan input semakin besar. Sebaran responden menurut pendapatan petani dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Sebaran Responden Menurut Pendapatan Petani Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010 Pendapatan (Rp/bulan)
Jumlah (orang)
Persen
0
-
<500.000 500.000 – 1.500.000
27
90,00
1.500.000 – 2.500.000
2
6,67
2.500.000 – 3.500.000
0
3,33
>3.500.000
1
-
30
100,00
Total
5.5
Profil Balai Besar Tanaman Padi
5.5.1
Latar Belakang Sejarah Balai Besar Penelitian Tanaman Padi berada di Sukamandi, Subang, Jawa
Barat, sekitar 26 km sebelah timur Cikampek. Saat didirikan tahun 1972, institusi ini bernama Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) Cabang Sukamandi yang untuk sementara waktu berkantor di kompleks Perumahan Dinas Perum Sang Hyang Seri, Sukamandi. Pada tanggal 10 Agustus 1980, setelah seluruh fasilitas perkantoran, laboraturium, rumah kaca dan kebun percobaan selesai dibangun, institusi ini diresmikan oleh Presiden Suharto sebagai Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi (Balittan Sukamandi). Kemudian pada tahun 1994, Balittan Sukamandi berubah tugas dan fungsi menjadi institusi penelitian yang khusus menangani komoditas padi dengan nama Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) dengan
status
Eselon
IIIa.
Melalui
SK
Menteri
Pertanian
No.
12/
Permentan/OT.140/3/2006 tanggal 1 Maret 2006 organisasi dan tata kerja Balitpa berubah dari Eselon IIIa menjadi Eselon IIb dengan nama Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) yang mengemban tugas melaksanakan penelitian tanaman padi. Sejak saat itu, lembaga ini memiliki wewenang dan posisi yang lebih kuat dalam berinteraksi dengan lembaga- lembaga lain.
60
5.5.2 Struktur Organisasi Berdasarkan SK Menteri Pertanian no. 12/Permentan/OT.140/3/2006 tanggal 1 Maret 2006, secara struktural BB Padi dipimpin oleh seorang pejabat selon II-B (Kepala Balai Besar) dan dibantu oleh tiga orang pejabat eselon III-B, yaitu Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang Program dan Evaluasi dan Kepala Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian. Masing-masing Kepala Bagian dan Kepala Bidang dibantu oleh dua orang pejabat eselon IV. Di samping pejabat struktural tersebut, Kepala BB Padi dibantu oleh ketua-ketua kelompok peneliti dan kepala-kepala kebun percobaan.
Kepala Balai Besar
Kabid Program dan evaluasi
Kasie Program
Kasie Evaluasi
Kabag Tata usaha
Kasubag Kepegawaian dan Rumah Tangga
Kasubag Keuangan dan Perlengkapan
Kabid Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian
Kasie Pendayagunaan Hasil dan Penelitian
Kasie Kerjasama
Kelompok
Gambar 6. Bagan Struktur Organisasi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 5.5.3 Visi dan Misi Visi BB Padi sebagai sumber iptek tanaman padi terdepan, profesional, mandiri dan mampu menghasilkan teknologi padi sesuai dengan kebutuhan pengguna. Misi 1. Menghasilkan lmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tinggi, strategis, dan unggul, tanaman padi untuk pembangunan nasional sesuai dengan dinamika kebutuhan pengguna. 2. Meningkatkan kemandirian dalam menghasilkan iptek tanaman padi.
61
3. Meningkatkan profesionalisme dalam penyediaan informasi iptek tanaman padi. 5.5.4
Tugas Pokok dan Fungsi BB Padi mempunyai tugas pokok melaksanakan penelitian tanaman padi,
dalam melaksanakan tugasnya, BB Padi menyelenggarakan fungsi : 1) Penyusunan program dan evaluasi pelaksanaan penelitian tanaman padi ; 2) Pelaksanaan penelitian genetika, pemuliaan, dan perbenihan padi, serta eksplorasi, konservasi, karakterisasi dan pemanfaatan plasma nutfah padi ; 3) Pelaksanaan penelitian agronomi, fisiologi, ekologi, dan organisme pengganggu tanaman padi ; 4) Pelaksanaan penelitian dan pengembangan komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis bidang tanaman padi ; 5) Pelaksanaan kerjasama dan pendayagunaan hasil penelitian tanaman padi ; 6) Pengelolaan tata usaha dan rumah tangga balai besar. 5.5.5
Program Penelitian dan Diseminasi
•
Pengelolaan plasma nutfah padi
•
Penelitian pemuliaan : Pengembangan padi unggul spesifik, padi hibrida dan padi tipe baru
•
Penelitiaan pengelolaan tanaman terpadu
•
Penelitian dan pengembangan padi berbasis kemitraan dan kebutuhan pengguna
•
Peningkatan daya saing padi melalui inovasi teknologi pengolahan primer
•
Pengembangan unit produksi benih sumber
•
Diseminasi teknologi padi dan penjaringan umpan balik
62
VI. 6.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyusunan Matriks House Of Quality (HOQ) Penerapan metode QFD diawali dengan penyusunan matriks House Of
Quality (HOQ). Matriks ini berguna untuk menerjemahkan apa yang diinginkan oleh konsumen menjadi apa yang dihasilkan oleh organisasi/perusahaan, sehingga produk yang dihasilkan dapat memenuhi keinginan konsumen. Langkah-langkah penyusunan matriks HOQ dalam pengembangan padi Varietas Unggul Hibrida (VUH) diawali dengan penyusunan persyaratan konsumen (what), kemudian penyusunan persyaratan teknik (how), mengembangkan matriks hubungan antara persyaratan konsumen dengan persyaratan teknik, mengembangkan matriks hubungan antara persyaratan teknik, penilaian kompetitif, mengembangkan prioritas persyaratan konsumen, dan mengembangkan prioritas persyaratan teknik. 6.2
Penyusunan Persyaratan Konsumen (What) Persyaratan konsumen adalah segala yang dibutuhkan atau yang
diharapkan oleh konsumen terhadap suatu produk. Persyaratan konsumen ini menyusun tembok sebelah kiri dari matriks HOQ. Tujuan dari penyusunan persyaratan konsumen ini adalah untuk mengetahui ideotipe padi VUH yang diinginkan oleh konsumen. Ideotipe padi VUH meliputi produktivitas, umur tanaman, tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan, tingkat kerontokan gabah pada saat proses penggebotan, jumlah batang produktif, kerebahan tanaman, karakteristik batang, warna daun, dan sebagainya.
Berdasarkan
survei
yang
dilakukan terhadap 30 konsumen padi VUH (petani), diketahui ideotipe padi VUH yang diinginkan konsumen (persyaratan konsumen). Hasil survei dianalisis menggunakan tabulasi deskriptif berupa tabel frekuensi, kriteria dari setiap karakter padi VUH yang memiliki frekuensi terbanyak merupakan ideotipe padi VUH yang diinginkan oleh konsumen. Sebanyak 28 konsumen (93,3 persen) menginginkan produktivitas padi VUH mencapai 7 – 10 ton per hektar, karena menurut konsumen harga benih padi VUH yang sangat mahal harus diimbangi dengan produktivitas yang tinggi pula agar konsumen dapat menutupi penambahan biaya produksi. Sebanyak 2 konsumen yang menginginkan produktivitas padi VUH mencapai 6 – 7 ton per
hektar, konsumen merasa tidak yakin bahwa padi VUH dapat mencapai produktivitas tinggi karena pengalaman kegagalan yang pernah dialami konsumen pada musim tanam sebelumnya. Karakter produktivitas padi VUH yang diinginkan konsumen dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Karakter Produktivitas Padi VUH yang Diinginkan Konsumen Karakter Produktivitas
Jumlah (orang)
Persentase (persen)
Tinggi (7 – 10 ton per ha)
28
93,3
Sedang (6 – 7 ton per ha)
2
6,7
Rendah ( ≤ 5 ton per ha)
-
-
30
100
Total
Umur panen yang diinginkan konsumen padi VUH adalah 90 – 120 hari setelah tanam (HST). Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan umur panen berkisar antara 90 - 120 HST dengan alasan bahwa pada saat umur panen tersebut butir gabah pada malai sudah menguning atau masak dan memiliki kadar air yang baik sehingga menghasilkan kualitas beras yang baik pula. Alasan lainnya yaitu umur panen berpengaruh terhadap pemupukan, semakin lama umur tanaman semakin banyak pupuk yang dibutuhkan. Karakter umur panen padi VUH yang diinginkan konsumen dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakter Umur Panen Padi VUH yang Diinginkan Konsumen Karakter Umur Tanaman VUH < 90 hari 90 – 120 hari >120 hari Total
Jumlah (orang) 30 30
Persentase (persen) 100 100
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan tingkat kerontokan gabah padi VUH pada saat panen dan pengangkutan rendah yaitu berkisar antara 1 – 5 persen. Tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan yang rendah sangat berpengaruh terhadap tingkat produktivitas gabah. Semakin banyak gabah yang rontok maka produktivitas padi pun semakin berkurang. Karakter tingkat
64
kerontokan gabah padi VUH pada saat panen dan pengangkutan yang diinginkan konsumen dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Karakter Tingkat Kerontokan Gabah padi VUH pada Saat Panen dan Pengangkutan Karakter Kerontokan Gabah Saat Proses
Jumlah
Persentase
Penggebotan
(orang)
(Persen)
Tinggi (51 – 100 persen)
-
-
Sedang (6 – 25 persen)
-
-
Rendah (1 – 5 persen)
30
100
Total
30
100
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan tingkat kerontokan gabah pada saat proses penggebotan mudah rontok yaitu 2 – 4 kali penggebotan. Proses penggebotan tersebut diinginkan konsumen karena dapat menghemat waktu dan tenaga dalam proses penggebotan. Karakter tingkat kerontokan gabah padi VUH pada saat proses penggebotan yang diinginkan konsumen dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Karakter Tingkat Kerontokan Gabah Padi VUH pada Proses Penggebotan Karakter Kerontokan Gabah Saat Proses
Jumlah
Persentase
Penggebotan
(orang)
(Persen)
Mudah (2-4 kali penggebotan)
30
100
Sedang (5-6 kali penggebotan)
-
-
Sulit ( > 6 kali pengebotan)
-
-
Total
30
100
Jumlah anakan produktif yang diinginkan oleh konsumen adalah > 20 batang produktif. Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan jumlah anakan produktif yang tinggi karena dapat meningkatkan produktivitas padi. Karakter jumlah anakan produktif padi VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 16.
65
Tabel 16. Karakter Jumlah Anakan Produktif Padi VUH Karakter Jumlah Batang Produktfif
Jumlah
Persentase
(orang)
(Persen)
Tinggi ( > 20 batang produktif)
30
100
Sedang (15 ≤ x ≤ 20 batang produktif)
-
-
Rendah ( < 15 batang produktif)
-
-
Total
30
100
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan tanaman padi VUH tahan rebah karena tingkat kerebahan tanaman mempengaruhi produktivitas. Semakin banyak tanaman padi yang rebah maka tingkat produktivitas pun akan menurun. Alasan lainnya yaitu hampir seluruh konsumen melakukan sistem tebang habis pada saat panen dengan menggunakan sabit sehingga konsumen akan mengalami kesulitan untuk memanen padi apabila ada batang yang rebah. Karakter tingkat kerebahan padi VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Karakter Tingkat Kerebahan Tanaman Padi VUH Karakter Tingkat Kerebahan Tanaman Tahan
Jumlah (orang)
Persentase (Persen)
30
100
Cukup Tahan
-
-
Tidak Tahan
-
-
30
100
Total
Karakteristik batang yang diinginkan konsumen adalah batang yang besar dan kuat. Sebanyak 19 konsumen (63 persen) menginginkan karakteristik batang yang besar dan kuat, karena menurut konsumen batang yang besar dan kuat tidak akan mudah rebah sedangkan 11 konsumen lainnya (36,7 persen) menginginkan batang yang kecil dan kuat. Menurut konsumen, di dalam satu rumpun atau satu lubang tanam batang yang kecil akan berjumlah lebih banyak dibanding dengan batang yang besar. Karakter batang tanaman padi VUH yang diinginkan konsumen dapat dilihat pada Tabel 18.
66
Tabel 18. Karakter Batang Tanaman Padi VUH Karakter Batang Tanaman
Jumlah
Persentase
(orang)
(Persen)
Besar dan Kuat
19
63,3
Kecil dan Kuat
11
36,7
Besar dan Lemah
-
-
Kecil dan Lemah
-
-
Total
30
100
Warna daun padi VUH yang diinginkan konsumen adalah hijau tua. Sebanyak 24 konsumen (80 persen) menginginkan daun berwarna hijau tua, karena daun yang berwarna hijau tua mengindikasikan bahwa tanaman padi sehat. Enam konsumen lainnya (20 persen) menginginkan daun berwarna hijau muda, menurut konsumen daun yang berwarna hijau muda menandakan buah sudah masak dan daun yang berwarna hijau tua mengindikasikan bahwa buah sudah terlalu masak sehingga akan menurunkan kualitas beras. Karakter warna daun padi VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Karakter Warna Daun Padi VUH Karakter Warna Daun Hijau pucat
Jumlah (orang)
Persentase (Persen)
6
20
Hijau tua
24
80
Ungu pada bagian ujung/tepi
-
-
Ungu seluruhnya
-
-
Total
30
100
Jumlah gabah padi VUH per malai yang diinginkan oleh konsumen adalah > 120 butir gabah. Hampir sebagian besar konsumen (93,3 persen) menginginkan jumlah butir gabah padi VUH >120 butir gabah per malai. Jumlah butir gabah yang tinggi sangat mempengaruhi tingginya produktivitas gabah sedangkan dua konsumen laninya memilih jumlah butir gabah sedang yaitu 80 – 120 butir gabah per malai. Menurut konsumen ini jumlah tersebut sudah cukup memuaskan 67
apabila tidak terjadi kehampaan butir gabah. Karakter jumlah gabah per malai VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Karakter Jumlah Gabah Padi VUH Per Malai Karakter Jumlah Gabah/Malai
Jumlah (orang)
Tinggi (>120 butir gabah)
Persentase (Persen)
28
93,3
Sedang (80 ≤ x ≤120) butir gabah)
2
6,7
Rendah (< 80 butir gabah)
-
-
30
100
Total
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan benih padi VUH yang berukuran sedang. Alasan konsumen memilih benih yang berukuran sedang karena menurut petani ukuran benih yang sedang memiliki daya berkecambah yang baik. Karakter ukuran benih padi VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Karakter Ukuran Benih Padi VUH Karakter Ukuran Benih Besar
Jumlah (orang)
Persentase (Persen)
-
-
30
100
Kecil
-
-
Total
30
100
Sedang
Konsumen menginginkan daya berkecambah yang tinggi yaitu > 80 persen. Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan daya berkecambah yang tinggi. Menurut petani benih yang memiliki daya berkecambah tinggi merupakan benih yang memiliki tingkat pertumbuhan yang baik. Karakter daya berkecambah benih padi VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 22.
68
Tabel 22. Karakter Daya Berkecambah Benih Padi VUH Karakter Daya Berkecambah Benih
Jumlah (orang)
Persentase (Persen)
Tinggi (≥ 80 persen)
30
100
Rendah (≤ 80 persen)
-
-
Total
30
100
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan bentuk gabah yang ramping. Menurut konsumen, bentuk gabah yang ramping adalah bentuk yang paling diminati oleh pasar. Karakter gabah padi VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Karakter Bentuk Gabah Padi VUH Karakter Bentuk Gabah Bulet
Jumlah (orang)
Persentase (Persen)
-
-
Ramping
30
100
Total
30
100
Tingkat rendemen gabah yang diinginkan oleh konsumen adalah tingkat rendemen gabah yang tergolong rendah yaitu (50 – 55 persen). Sebanyak 20 konsumen (66,67 persen) menginginkan tingkat rendemen yang rendah (50-55 persen), karena tingkat rendemen gabah menjadi beras yang dihasilkan suatu daerah tergantung dari keadaan iklim, ketinggian wilayah, curah hujan, dan suhu. Rata-rata tingkat rendemen gabah menjadi beras untuk daerah penelitian ini adalah 48 – 50 persen. Lima konsumen (16,7 persen) menginginkan tingkat rendemen gabah menjadi beras sedang yaitu 55-60 persen dan lima konsumen lainnya (16,7 persen) menginginkan tingkat rendemen gabah menjadi beras yang tinggi yaitu 60-65 persen. Karakter tingkat rendemen gabah menjadi beras VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 24.
69
Tabel 24. Karakter Tingkat Rendemen Gabah Menjadi Beras VUH Jumlah
Persentase
(orang)
(Persen)
Tinggi 60 – 65 persen
5
16,7
Sedang 55 – 60 persen
5
16,7
Rendah 50 – 55 persen
20
66,7
Total
30
Karakter Tingkat Rendemen Gabah
100
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan tingkat kepatahan beras yang rendah pada saat penggilingan yaitu < 30 persen. Menurut konsumen tingkat kepatahan yang tinggi dapat menyebabkan harga beras menjadi rendah dan sulit untuk laku di pasaran. Karakter tingkat kepatahan beras VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Karakter Tingkat Kepatahan Beras VUH Jumlah
Persentase
(orang)
(Persen)
Rendah (≤ 30 persen)
30
100
Sedang (30 < x < 50 persen)
-
-
Tinggi (≥ 50 persen)
-
-
Total
30
100
Karakter Tingkat Kepatahan Beras
Hampir seluruh konsumen menginginkan beras yang bening. Sebanyak 28 konsumen (93,3 persen) menginginkan beras yang bening. Menurut konsumen, beras yang bening adalah beras yang memiliki kualitas yang baik. Alasan lainnya yaitu beras yang bening memiliki harga jual yang lebih tinggi dan paling diminati oleh pasar. Dua konsumen lainnya (6,7 persen) menginginkan beras yang putih berkapur, menurut konsumen beras yang berkapur memiliki rasa nasi yang lebih enak. Karakter kebeningan beras VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 26.
70
Tabel 26. Karakter Kebeningan Beras Karakter Kebeningan Beras
Jumlah (orang)
Bening
Persentase (Persen)
28
93,3
Putih berkapur
2
6,7
Putih dan memiliki bercak
-
-
Total
30
100
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan nasi yang pulen. Konsumen lebih menyukai nasi yang pulen karena rasanya lebih enak dan mudah untuk dikunyah. Karakter tingkat tekstur nasi VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Karakter Tekstur Nasi VUH (Kepulenan) Karakter Tekstur Nasi
Jumlah (orang)
Pulen
30
Persentase (Persen) 100
Pera
-
-
Lengket (Tekstur nasi ketan)
-
-
30
100
Total
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan nasi yang memiliki aroma sedang. Menurut konsumen aroma nasi yang sedang tidak mengganggu karena aromanya tidak menyengat. Karakter aroma nasi VUH yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Karakter Aroma Nasi VUH Karakter Aroma Nasi
Jumlah (orang)
Persentase (Persen)
Wangi
-
-
Sedang
30
Tidak wangi Total
30
100 100
71
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan padi VUH tahan terhadap hama wereng coklat. Karakter ketahanan padi VUH terhadap hama wereng coklat yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Karakter Ketahanan Padi VUH terhadap Hama Wereng Coklat Karakter Ketahanan Terhadap wereng
Jumlah
Persentase
Coklat
(orang)
(Persen)
Tahan
30
100
Rentan
-
-
Tidak Tahan
-
-
30
100
Total
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan padi VUH tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri. Karakter ketahanan padi VUH terhadap penyakit hawar daun bakteri yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Karakter Ketahanan Padi VUH terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Karakter Ketahanan Terhadap HDB
Jumlah (orang)
Persentase (Persen)
Tahan
30
100
Rentan
-
-
Tidak Tahan
-
-
30
100
Total
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan padi VUH tahan terhadap virus tungro. Karakter ketahanan padi VUH terhadap virus tungro yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 31.
72
Tabel 31. Karakter Ketahanan Padi VUH terhadap Virus Tungro Karakter Ketahanan Terhadap Virus Tungro
Jumlah
Persentase
(orang)
(Persen)
Tahan
30
100
Rentan
-
-
Tidak Tahan
-
-
Total
30
100
Seluruh konsumen (100 persen) menginginkan padi VUH tahan terhadap penyakit blas. Karakter ketahanan padi VUH terhadap penyakit blas yang diinginkan oleh konsumen dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Karakter Ketahanan Padi VUH terhadap Penyakit Blas Jumlah
Persentase
(orang)
(Persen)
Tahan
30
100
Rentan
-
-
Tidak Tahan
-
-
Total
30
100
Karakter Ketahanan Terhadap Penyakit Blas
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada konsumen padi VUH, diketahui ideotipe padi VUH yang diinginkan oleh konsumen (persyaratan konsumen) yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), umur tanaman 90 – 120 HST, tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1 – 5 persen), tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan tergolong mudah rontok (2-4 kali penggebotan), jumlah anakan produktif > 20 batang, tanaman tahan rebah, batang besar dan kuat, daun berwarna hijau tua, jumlah gabah >120 butir per malai, benih berukuran sedang, daya berkecambah tinggi (> 80 persen), gabah berbentuk ramping, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, tingkat kepatahan beras rendah (< 30 persen), beras bening, tekstur nasi pulen, aroma nasi sedang, memiliki ketahanan terhadap hama wereng coklat, memiliki ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri, memiliki ketahanan terhadap
73
virus tungro, dan memiliki ketahanan terhadap penyakit blas. Persyaratan konsumen padi VUH dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Persyaratan Konsumen Terhadap Padi Varietas Unggul Hibrida (VUH) Persyaratan Konsumen Primer
Produktivitas
Persyaratan Konsumen Sekunder Padi Hibrida * Produktivitas tinggi (7-10 ton per ha) Umur tanaman 90 – 120 HST Tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1 – 5 persen) Tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan tergolong mudah rontok (2-4 kali penggebotan) Jumlah anakan produktif > 20 batang
Padi Inbrida (VUB Ciherang) ** Produktivitas 6 ton per ha Umur tanaman 116 – 125 HST Tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan sedang Tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan sedang
Jumlah anakan produktif 14 – 17 batang Tanaman tahan rebah Kerebahan sedang Batang besar dan kuat Batang besar dan kuat Daun berwarna hijau tua Daun berwarna hijau Jumlah gabah >120 butir gabah per Jumlah gabah 126 butir gabah per malai malai Benih berukuran sedang Benih berukuran sedang - besar Keunggulan benih Daya berkecambah benih tinggi Daya berkecambah benih tinggi (> 80 persen) (> 80 persen) Gabah berbentuk ramping Gabah berbentuk ramping Tingkat rendemen gabah menjadi Tingkat rendemen gabah menjadi beras 50 – 55 persen beras 53 – 54 persen Tingkat kepatahan beras rendah Tingkat kepatahan beras rendah Keunggulan gabah (< 30 persen) (< 30 persen) Beras bening Beras bening Tekstur nasi pulen Tekstur nasi pulen Aroma nasi sedang Tidak memiliki aroma Tahan terhadap hama wereng coklat Tahan terhadap hama wereng coklat Tahan terhadap hama hawar daun Tahan terhadap penyakit hawar Ketahanan bakteri daun bakteri terhadap OPT Tahan terhadap virus tungro Rentan terhadap virus tungro Tahan terhadap penyakit blas Tahan terhadap penyakit blas Sumber : *Data Primer hasil wawancara dengan petani dan atribut persyaratan konsumen primer dan sekunder padi hibrida tersebut merupakan hasil wawancara dengan ahli padi di IPB ** Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
6.3
Penyusunan Persyaratan Teknik (How) Persyaratan teknik (how) disusun setelah kebutuhan dan harapan
konsumen selesai disusun ke dalam persyaratan konsumen. Tujuan dari penyusunan persyaratan teknik ini adalah untuk menerjemahkan persyaratan konsumen ke dalam langkah-langkah teknis agar dapat tercipta suatu produk yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Persyaratan teknik ini menyusun langit-langit atau lantai kedua dari HOQ. 74
Berdasarkan hasil wawancara terhadap pemulia padi VUH diketahui persyaratan teknik dalam pemuliaan padi VUH. Persyaratan teknik dibagi menjadi dua yaitu persyaratan teknik primer dan persyaratan teknik sekunder. Persyaratan teknik primer dibagi menjadi sifat fisik tanaman (Karakter Agronomis Tanaman), ketahanan terhadap Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Utama, sifat mutu fisik gabah dan beras, sifat mutu fisiokimia gabah dan beras, dan sifat organoleptik beras. Persyaratan teknik sekunder yang termasuk ke dalam sifat fisik tanaman (karakter agronomis tanaman) yaitu jumlah batang produktif per rumpun, jumlah gabah isi per malai, tinggi tanaman, posisi daun bendera terhadap malai, umur tanaman, warna daun, tingkat senescence (tingkat kematangan), besar batang, panjang malai, dan leher malai. Persyaratan teknik sekunder yang termasuk ke dalam ketahanan terhadap OPT utama yaitu ketahanan terhadap hama wereng coklat, ketahanan terhadap virus tungro, dan ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri. Persyaratan teknik sekunder yang termasuk ke dalam sifat mutu fisik gabah dan beras yaitu bobot 1000 butir gabah, rasio panjang dan lebar gabah, rendemen beras pecah kulit, rendemen beras giling, kilap, kadar air gabah, dan persentase beras kepala. Persyaratan teknik sekunder yang termasuk ke dalam sifat mutu fisiokimia gabah dan beras yaitu kadar amilosa, indeks glikemik, derajat putih, keterawangan, dan gel konsistensi. Persyaratan teknik sekunder yang termasuk ke dalam sifat organoleptik beras yaitu warna nasi, aroma, dan tekstur nasi.
Persyaratan teknik padi VUH dan satuan pengukurannya dapat
dilihat pada pada Tabel 34.
75
Tabel 34. Persyaratan Teknik Persyaratan Teknik Persyaratan Teknik Persyaratan Teknik Sekunder Primer Jumlah batang produktif per rumpun Jumlah gabah isi per malai Persentase gabah isi per malai Tinggi tanaman Posisi daun bendera terhadap malai Sifat Fisik Tanaman Umur tanaman (Karakter Agronomis Warna daun Tanaman) Tingkat senescence (tingkat kematangan) Besar batang Panjang malai Leher malai Ketahanan terhadap hama wereng coklat Ketahanan Terhadap Ketahanan terhadap virus tungro OPT Utama Ketahanan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) Bobot 1000 butir gabah Rasio panjang dan lebar gabah Rendemen beras pecah kulit Sifat Mutu Fisik Gabah Rendemen beras giling Dan Beras Kadar air gabah Persentase beras kepala Kilap Kadar amilosa Indeks glikemik Sifat Mutu Fisikokimia Derajat putih Gabah dan Beras Keterawangan Gel konsistensi Aroma Sifat Organoleptik Beras Tektur nasi (kepulenan) 6.4
Satuan Pengukuran Batang Butir Persen Cm Derajat Hari Persen Mm Cm Cm Gram Persen Persen Persen Persen Persen Skor Persen Persen Persen -
Pengembangan Matriks Hubungan antara Persyaratan Konsumen (What) dan Persyaratan Teknik (How) Langkah selanjutnya adalah menentukan hubungan antara persyaratan
konsumen dengan persyaratan teknik. Setiap persyaratan konsumen mungkin mempengaruhi lebih dari satu persyaratan teknik dan begitu pula sebaliknya. Pada penelitian ini digunakan matriks hubungan atau matriks L untuk menentukan hubungan kedua persyaratan di atas.
76
Hubungan yang terjadi antara persyaratan konsumen dengan persyaratan teknik dapat merupakan hubungan yang kuat, sedang, lemah, atau tidak memiliki hubungan. Derajat hubungan antara persyaratan konsumen dengan persyaratan teknik ditentukan dengan menggunakan simbol sebagai berikut : : Menunjukkan sebuah hubungan kuat dengan nilai 9 : Menunjukkan sebuah hubungan medium dengan nilai 3 : Menunjukkan sebuah hubungan lemah dengan nilai 1 : Menunjukkan tidak ada hubungan dengan nilai 0 Bobot ini akan digunakan dalam menentukan situasi trade-off untuk karakteristik yang bertentangan dan menentukan sebuah bobot absolut pada bagian bawah matriks. Berdasarkan survei terhadap pemulia padi, diketahui hubungan persyaratan konsumen dengan persyaratan teknis tersebut. Contoh hubungan kuat terjadi antara persyaratan konsumen produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar) dengan beberapa persyaratan teknik seperti jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah isi per malai, umur tanaman, dan tingkat senescence (tingkat kematangan). Jumlah anakan produktif per rumpun yang semakin banyak dapat meningkatkan produktivitas. Jumlah gabah isi dan persentese gabah isi yang semakin tinggi dapat meningkatkan produktivitas. Produktivitas semakin tinggi seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan produktivitas juga semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya tingkat senescence (tingkat kematangan). Hubungan kuat juga terjadi antara persyaratan konsumen warna daun hijau tua dengan beberapa persyaratan teknik yaitu posisi daun bendera terhadap malai, umur tanaman, dan tingkat senescence (tingkat kematangan). Semakin tegak posisi daun bendera terhadap malai semakin hijau warna daun tanaman karena sinar matahari dapat terserap sempurna oleh daun sehingga proses fotosintesis berjalan dengan baik. Semakin bertambahnya umur tanaman dan semakin tinggi tingkat senescence (tingkat kematangan) tanaman maka warna daun akan semakin hijau kemudian menguning pada umur tertentu. Contoh hubungan medium/sedang terjadi antara hubungan persyaratan konsumen tingkat kerontokan gabah baik pada saat panen dan pengangkutan maupun pada saat proses penggebotan dengan jumlah gabah isi per malai dan
77
persentase gabah isi per malai. Semakin tinggi kerontokan gabah yang terjadi biasanya tanaman padi memiliki jumlah gabah isi dan persentase gabah isi per malai yang banyak. Hubungan yang medium/sedang juga terjadi antara persyaratan konsumen produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar) dengan persyaratan teknik posisi daun bendera terhadap malai. Semakin tegak posisi daun bendera terhadap malai maka produktivitas padi juga semakin tinggi karena proses asimilasi tanaman berjalan dengan baik. Contoh hubungan lemah terjadi antara persyaratan konsumen tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan dengan persyaratan teknik warna daun. Semakin kuning warna daun maka tingkat kemudahan gabah rontok pada saat penggebotan semakin mudah. Hubungan lemah juga terjadi antara persyaratan konsumen ketahanan tanaman terhadap hama wereng coklat dengan persyaratan teknik besar batang. Semakin besar batang semakin tahan terhadap hama wereng coklat. Contoh persyaratan konsumen yang tidak memiliki hubungan dengan persyaratan teknik yaitu antara produktivitas tinggi dengan semua persyaratan teknik pada sifat mutu fisiokimia gabah atau dengan kata lain produktivitas tidak memiliki hubungan dengan kepulenan dan kebeningan beras. Matriks hubungan antara persyaratan konsumen dengan persyaratan teknik VUH dapat dilihat pada Tabel 35.
78
Tabel 35. Matriks Hubungan Persyaratan Konsumen dengan Persyaratan Teknik : Menunjukkan sebuah hubungan kuat dengan nilai 9 : Menunjukkan sebuah hubungan medium dengan nilai 3
Produktivitas
Keunggulan benih
Keunggulan gabah
Ketahanan terhadap OPT
Produktivitas tinggi (7-10 ton/ha) Umur tanaman 90-120 HST Tingkat kerontokan gabah saat panen dan pengangkutan rendah (1-5%) Tingkat kerontokan gabah saat penggebotan mudah (2-4 kali gebot) Jumlah anakan produktif >20 anakan Tahan rebah Batang besar dan kuat Daun berwarna hijau tua Jumlah gabah >120 bulir gabah/malai Benih berukuran sedang Daya berkecambah tinggi (>80%) Gabah berbentuk ramping Tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55% Patahan beras rendah (<30%) Beras bening Tekstur nasi pulen Aroma nasi sedang Tahan terhadap hama wereng coklat Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri Tahan terhadap virus tungro Tahan terhadap penyakit blas
Tekstur nasi (kepulenan)
Aroma
Sifat Organoleptik
Gel konsistensi
Keterawangan
Derajat putih
Indeks glikemik
Kilap
Persentase beras kepala
Kadar air gabah
Rendemen beras giling
Rendemen beras pecah kulit
Rasio panjang &lebar gabah
Kadar amilosa
Sifat Mutu Fisikokimia Gabah
Sifat Mutu Fisik Gabah dan Beras
Bobot 1000 butir gabah
Ketahanan terhadap virus tungro
Ketahanan terhadap penyakit HDB
Panjang malai
Leher malai
Besar batang
Tingkat senescence
Warna daun
Umur Tanaman
Posisi daun bendera terhadap malai
Tinggi tanaman
Persentase gabah isi / malai
Jumlah gabah isi / malai
Jumlah anakan produktif / rumpun
Persyaratan Konsumen (What)
Derajat Ketahanan Terhadap OPT
Sifat Fisik tanaman / Karakter Agronomis Tanaman
Ketahanan terhadap wereng coklat
Persyaratan Teknik (How)
: Menunjukkan sebuah hubungan lemah dengan nilai 1 : Menunjukkan tidak ada hubungan dengan nilai 0
79
6.5
Pengembangan Matriks Hubungan antar Persyaratan Teknik (How) Matriks
hubungan
antar
persyaratan
teknik
berguna
untuk
mengidentifikasi persyaratan teknik mana saja yang saling mendukung dan saling bertentangan satu sama lain. Persyaratan teknik yang saling bertentangan sangat penting, karena persyaratan teknik tersebut secara teratur merupakan hasil dari persyaratan konsumen yang bertentangan dan konsekuensinya menunjukkan titik di mana trade-off harus dibuat. Matriks ini menyusun bagian atap matriks HOQ Hubungan yang terjadi antar persyaratan teknik dapat berupa hubungan positif kuat, positif lemah, negatif kuat, negatif lemah, dan tidak memiliki hubungan. Hubungan tersebut menggunakan simbol sebagai berikut : √ √ : Menunjukka hubungan positif kuat, bernilai (+9) √
: Menunjukkan hubungan positif lemah, bernilai (+3)
X
: Menunjukkan hubungan negatif lemah, bernilai (-3)
XX : Menunjukkan hubungan negatif kuat, bernilai (-9) : Menunjukkan tidak ada hubungan, bernilai (0) Berdasarkan survei terhadap pemulian padi, diketahui hubungan antara persyaratan teknik pemuliaan padi VUH. Matriks hubungan antar persyaratan teknik pemuliaan padi VUH dapat dilihat pada Tabel 36.
80
Tabel 36. Matriks Hubungan Antara Persyaratan Teknik √√ √ X
1 1 2
XX
: Menunjukkan hubungan positif kuat, bernilai (+9) : Menunjukkan hubungan positif lemah, bernilai (+3) : Menunjukkan hubungan negatif lemah, bernilai (-3) 2
3
4
5
6
7
8
√√
√√
X
√
√
√
√
√√
9
10
11
:XX Menunjukkan hubungan negatif kuat, bernilai (-9) : Menunjukkan tidak ada hubungan, bernilai (0)
12
13
14
17
18
√√
√√
√√
15
16
√
√
√
√
√
√√
√
√√
√√
√√
√√
√
√
3
√
√
√
√√
√
√√
√√
√√
√√
√
√
4
√
√
√√
√√
5
√
6
√
7
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
√√ √√ XX
X √√
√√
8
X
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
√√
√
√
√
√ √√
√√ √√ √√
√√
√√
√√ √√
20 21 22
√√ X
√√
23
X
√√
24
√√
25 26
81
27 28
√√
√√
√√
Keterangan : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
: Jumlah batang produktif per rumpun : Jumlah gabah isi per malai : Persentase gabah isi per malai : Tinggi tanaman : Posisi daun bendera terhadap malai : Umur tanaman : Warna daun : Tingkat senescence : Besar batang : Panjang malai : Leher malai : Ketahanan terhadap hama wereng coklat : Ketahanan terhadap virus tungro
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
: Ketahanan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) : Bobot 1000 butir gabah : Rasio panjang dan lebar gabah : Rendemen beras pecah kulit : Rendemen beras giling : Kadar air gabah : Persentase beras kepala : Kilap : Kadar amilosa : Indeks glikemik : Derajat putih : Keterawangan : Gel konsistensi : Aroma : Tekstur nasi (kepulenan)
Berdasarkan Tabel 36 hubungan positif kuat merupakan hubungan searah yang sangat kuat. Apabila satu karakteristik proses mengalami peningkatan, akan berdampak kuat terhadap karakteristik proses lainnya. Contoh hubungan antar persyaratan teknik yang memiliki hubungan positif kuat adalah jumlah gabah isi per malai dengan jumlah anakan produktif per rumpun. Jumlah gabah isi per malai semakin banyak apabila jumlah anakan produktif per rumpun semakin banyak. Begitu pula hubungan antara persentase gabah isi per malai dengan jumlah anakan produktif per rumpun. Semakin banyak jumlah anakan produktif per rumpun semakin tinggi pula persentase gabah isi per malai. Hubungan positif kuat juga terjadi antara persyaratan teknik posisi daun bendera terhadap malai dengan leher malai. Semakin tinggi leher malai maka semakin tegak posisi daun bendera terhadap malai. Hubungan kuat juga terjadi antara persyaratan teknik tekstur nasi, kadar amilosa, dan gel konsistensi. Semakin tinggi kadar amilosa semakin tinggi kandungan gel konsistensi dan semakin tinggi kadar amilosa maka tekstur nasi semakin pulen. Contoh hubungan antar persyaratan teknik yang memiliki hubungan positif lemah adalah hubungan persyaratan teknik antara posisi daun bendera terhadap malai dengan jumlah anakan produktif per malai. Apabila posisi daun bendera terhadap malai semakin tegak, dapat memungkinkan jumlah anakan produktif per
82
rumpun semakin tinggi. Hubungan positif lemah juga terjadi antara persyaratan teknik posisi daun bendera terhadap malai dengan jumlah gabah isi per malai dan persentase gabah isi per malai. Semakin tegak posisi daun bendera maka semakin tinggi jumlah gabah isi atau pun persentase gabah isi per malai karena semakin tegak posisi daun bendera terhadap malai maka semakin baik proses fotosintesis tanaman. Hubungan positif lemah lainnya juga terjadi antara warna daun dengan posisi daun bendera terhadap malai. Semakin tegak posisi daun bendera semakin banyak klorofil yang terkandung di dalamnya sehingga warna daun pun semakin berwarna hijau tua. Contoh hubungan antara persyaratan teknik yang memiliki hubungan negatif lemah adalah kadar air dengan umur tanaman. Semakin tua umur tanaman maka kadar air tanaman semakin berkurang. Hubungan negatif lemah juga terjadi antara kadar air dengan tingkat senescence (tingkat kematangan), semakin tinggi tingkat senescence (tingkat kematangan) semakin rendah kadar air yang terkandung pada tanaman. Hubungan negatif lemah lainnya terjadi antara keterawangan dengan kadar amilosa, semakin tinggi keterawangan beras maka semakin rendah kadar amilosa yang terkandung pada beras. Contoh hubungan antar persyaratan teknik yang memiliki hubungan negatif yaitu antara kuat warna daun dengan tingkat senescence (tingkat kematangan). Semakin tinggi tingkat senescence (tingkat kematangan) semakin rendah warna daun atau warna daun semakin menguning. Contoh persyaratan teknik yang tidak memiliki hubungan dengan persyaratan teknik lainnya yaitu antara produktivitas tinggi dengan kadar amilosa. Persyaratan teknik lain yang tidak memiliki hubungan dengan persyaratan teknik lainnya yaitu antara umur tanaman dengan posisi daun bendera terhadap malai. Apabila terjadi trade-off maka pemulia tidak akan mengalami banyak kesulitan karena antara kedua persyaratan tersebut terjadi keterkaitan dalam pemuliaan padi VUH. 6.6
Penilaian Kompetitif Penilaian kompetitif dibagi menjadi dua yaitu penilaian kompetitif
konsumen dan penilaian kompetitif teknik. Penilaian kompetitif konsumen adalah cara untuk menentukan apakah persyaratan konsumen sudah terpenuhi dan
83
mengidentifikasi persyaratan konsumen mana yang perlu mendapatkan perhatian lebih dalam pengembangan/perbaikan produk selanjutnya. Penilaian kompetitif teknik dilakukan dengan membandingkan kinerja persyaratan teknik untuk memproduksi suatu produk dengan pesaingnya. Pada penilaian kompetitif, baik penilaian kompetitif konsumen maupun penilaian kompetitif teknik, padi VUH dibandingkan dengan padi Ciherang. Padi Ciherang merupakan padi yang paling dominan ditanam oleh petani di Indonesia saat ini. 6.6.1
Penilaian Kompetitif Konsumen Penilaian kompetitif konsumen menempati kolom di sebelah kanan dari
matriks HOQ. Penilaian kompetitif konsumen menggunakan skala likert empat tingkat. Penilaian kompetitif konsumen diketahui dengan melakukan survei terhadap konsumen. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap konsumen, padi VUH dinilai sama-sama baik dengan padi Ciherang dalam hal umur tanaman, tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan, tingkat kerontokan gabah pada saat proses penggebotan, jumlah anakan produktif, ketahanan rebah tanaman, karakteristik batang, ukuran benih, daya berkecambah benih, sertifikat benih, tingkat kepatahan beras, kebeningan beras, aroma nasi, ketahanan terhadap wereng coklat, dan ketahanan terhadap penyakit blas. Padi Ciherang dinilai lebih baik dibanding padi VUH dalam hal produktivitas, warna daun, jumlah gabah per malai, bentuk gabah, tingkat rendemen gabah menjadi beras, tekstur nasi, ketahanan terhadap penyakit HDB. Padi hibrida dinilai sama-sama buruk dengan padi Ciherang dalam hal ketahanan terhadap virus tungro. Penilaian kompetitif konsumen dapat dilihat pada Tabel 37.
84
Tabel 37. Penilaian Kompetitif Konsumen Jawaban Persyaratan Konsumen
Padi VUH
Padi Ciherang
Produktivitas tinggi (7-10 ton per ha)
2
3
Umur tanaman 90 – 120 HST
3
3
Tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan
3
3
3
3
Jumlah anakan produktif > 20 batang
3
3
Tahan rebah
3
3
Batang besar dan kuat
3
3
Warna daun hijau tua
2
3
Jumlah gabah >120 butir gabah per malai
2
3
Benih berukuran sedang
3
3
Daya berkecambah tinggi (>80persen)
3
3
Gabah berbentuk ramping
2
3
Tingkat rendemen gabah menjadi beras 50 – 55 persen
2
3
Patahan beras rendah (< 30persen)
3
3
Beras bening
3
3
Tekstur nasi pulen
2
3
Aroma nasi sedang
3
3
Tahan terhadap hama wereng coklat
3
3
Tahan terhadap hama hawar daun bakteri
2
3
Tahan terhadap virus tungro
2
2
Tahan terhadap penyakit blas
3
3
pengangkutan rendah (1 – 5 persen) Tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan tergolong mudah rontok (2-4 kali gebot)
Keterangan : 2 = Buruk, 3 = Baik, 4 = Sangat baik 6.6.2
Penilaian Kompetitif Teknik Penilaian kompetitif teknik adalah penilaian produk dibandingkan dengan
pesaing terdekatnya untuk setiap persyaratan teknik. Penilaian kompetitif
85
persyaratan teknik menempati baris di bawah matriks hubungan antara persyaratan konsumen dan persyaratan teknik. Penilaian kompetitif teknik menggunakan skala likert empat tingkat. Berdasarkan survei terhadap pemulia padi, diketahui penilaian kompetitif teknik antara padi VUH dengan padi Ciherang. Penilaian kompetitif teknik antara padi VUH dengan padi Ciherang dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38. Penilaian Kompetitif Teknik Persyaratan Teknik Persyaratan Teknik Persyaratan Teknik Sekunder Primer Jumlah anakan produktif per rumpun Jumlah gabah isi per malai Persentase gabah isi per malai Tinggi tanaman Posisi daun bendera terhadap malai Sifat Fisik Tanaman Umur tanaman (Karakter Agronomis Warna daun Tanaman) Tingkat senescence (tingkat kematangan) Besar batang Panjang malai Leher malai Ketahanan terhadap hama wereng coklat Ketahanan Terhadap Ketahanan terhadap virus tungro OPT Utama Ketahanan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) Bobot 1000 butir gabah Rasio Panjang dan Lebar Gabah Rendemen beras pecah kulit Sifat Mutu Fisik Gabah Rendemen beras giling Dan Beras Kadar air gabah Persentase beras kepala Kilap Kadar amilosa Indeks glikemik Sifat Mutu Derajat putih Fisikokimia Gabah dan Beras Keterawangan Gel konsistensi Aroma Sifat Organoleptik Tektur nasi (kepulenan) Beras Kilap
Padi VUH
Padi Ciherang
3 3 3 3 3 3 3 2
3 3 3 4 3 3 3 3
3 4 4 2
3 3 3 3
2 3
2 3
3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Keterangan : 2 = Buruk, 3 = Baik, 4 = Sangat baik
86
Berdasarkan hasil survei terhadap pemulia padi, padi VUH dinilai sangat baik dibanding dengan padi Ciherang dalam hal panjang malai dan leher malai. Persyaratan teknik yang dinilai sama-sama baik yaitu jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah isi per malai, posisi daun bendera terhadap malai, umur tanaman, warna daun, besar batang, ketahanan terhadap penyakit HDB, bobot 1000 butir gabah, rasio panjang dan lebar daun, kadar air gabah, kadar amilosa, indeks glikemik, derajat putih, keterawangan, gel konsistensi, warna nasi, aroma, tekstur nasi, dan kilap. Persyaratan teknik padi Ciherang dinilai sangat baik dibanding dengan padi VUH dalam hal tinggi tanaman dan persentase beras kepala. Padi Ciherang dinilai baik dibanding dengan padi VUH dalam hal tingkat senescence (tingkat kematangan), ketahanan terhadap hama wereng coklat, rendemen beras pecah kulit, dan rendemen beras giling. Padi VUH dinilai sama-sama buruk dengan padi Ciherang dalam hal ketahanan terhadap virus tungro. 6.7
Pengembangan Prioritas Persyaratan Konsumen Prioritas konsumen menunjukkan urutan prioritas persyaratan konsumen
yang dipenuhi melalui pemuliaan padi. Prioritas persyaratan konsumen mencakup kepentingan bagi konsumen, nilai sasaran, faktor skala kenaikan, poin penjualan, dan bobot absolut. 6.7.1
Kepentingan Bagi Konsumen Setiap persyaratan konsumen diberi rating sesuai dengan tingkat
kepentingan bagi konsumen. Rating kepentingan berguna untuk memprioritaskan usaha dan membuat keputusan trade-off. Skala yang digunakan adalah skala likert empat tingkat. Tingkat kepentingan setiap persyaratan konsumen dapat diketahui dengan melakukan survei terhadap konsumen benih VUH. Hasil survei dianalisis menggunakan tabulasi deskriptif berupa tabel frekuensi. Kriteria dari setiap tingkat kepentingan yang memiliki frekuensi terbanyak merupakan tingkat kepentingan suatu persyaratan konsumen. Sebanyak 29 konsumen (96,7 persen) menyatakan bahwa produktivitas padi VUH tinggi yaitu 7-10 ton per hektar sangat penting bagi konsumen karena dengan menggunakan padi VUH biaya produksi yang dikeluarkan konsumen 87
lebih tinggi dibanding dengan biaya produksi dengan menggunakan varietas unggul lainnya. Hal ini dikarenakan harga benih padi VUH relatif lebih mahal yaitu mencapai Rp 50.000,- per kg. Produksi padi yang lebih tinggi ini diharapkan dapat menutupi penambahan biaya produksi yang dikeluarkan oleh konsumen. Sisa konsumen yaitu 1 konsumen (3,3 persen) menyatakan bahwa produktivitas padi VUH tinggi (7-10 ton per hektar) penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan produktivitas padi VUH tinggi (7-10 ton per hektar) dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Produktivitas Padi VUH Tinggi (7-10 ton per hektar) Tingkat Kepentingan Produktivitas Tinggi
Jumlah
Persentase
(7-10 ton per hektar)
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
1
3,3
Sangat Penting
29
96,7
Total
30
100
Sebanyak 21 konsumen (70 persen) menyatakan bahwa umur tanaman padi VUH 90 – 120 HST sangat penting bagi konsumen. Sisa konsumen yaitu sebanyak 8 konsumen (26,7 persen) menyatakan bahwa umur tanaman padi VUH 90-120 HST penting bagi konsumen dan 1 konsumen (3,3 persen) menyatakan tidak penting. Tingkat kepentingan umur tanaman padi VUH 90-120 HST dapat dilihat pada Tabel 40.
88
Tabel 40. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Umur Tanaman Padi VUH 90-120 HST Tingkat Kepentingan Umur Tanaman VUH 90-120 HST
Persentase
Jumlah (orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
1
3,3
Penting
8
26,7
21
70
Sangat Penting Total
30
100
Sebanyak 27 orang (90 persen) menyatakan bahwa tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1 – 5 persen) sangat penting bagi konsumen karena semakin banyak gabah yang rontok pada saat panen dan pengangkutan maka produktivitas semakin menurun. Sebanyak 3 konsumen (10 persen) menyatakan bahwa tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1-5 persen) penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan persyaratan konsumen kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1 – 5 persen) dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel 41. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Kerontokan Gabah pada saat Panen dan Pengangkutan Rendah (1 – 5 persen) Tingkat Kepentingan Kerontokan Gabah pada saat
Jumlah
Persentase
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
3
10
Sangat Penting
27
90
Total
30
100
Panen Dan Pengangkutan Rendah (1 – 5 persen)
Sebanyak 27 konsumen (90 persen) menyatakan bahwa tingkat kerontokan gabah pada saat proses penggebotan mudah rontok (2-4 penggebotan) sangat penting bagi konsumen, karena dapat menghemat waktu dan tenaga konsumen.
89
Sisa konsumen yaitu sebanyak 3 konsumen (10 persen) menyatakan bahwa tingkat kerontokan gabah pada saat proses penggebotan mudah rontok (2-4 penggebotan) penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan kerontokan gabah pada saat proses penggebotan mudah rontok (2-4 penggebotan) dapat dilihat pada Tabel 42. Tabel 42. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Kerontokan Gabah pada saat Proses Penggebotan Mudah Rontok (2-4 penggebotan) Tingkat Kepentingan Kerontokan Gabah pada
Jumlah
Persentase
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
3
10
Sangat Penting
27
90
Total
30
100
saat Proses Penggebotan Mudah Rontok (2-4 penggebotan)
Sebanyak 16 konsumen (53,3 persen) menyatakan bahwa jumlah anakan produktif >20 batang sangat penting bagi konsumen karena jumlah anakan produktif sangat berpengaruh terhadap jumlah butir gabah tanaman padi. Menurut konsumen, semakin banyak jumlah anakan produktif semakin tinggi potensi jumlah butir gabah yang akan berbunga. Sisa konsumen yaitu 14 konsumen menyatakan bahwa jumlah anakan produktif >20 batang penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan jumlah anakan produktif >20 batang dapat dilihat pada Tabel 43.
90
Tabel 43. Tingkat Kepentingan Produktif > 20 Batang
Persyaratan
Konsumen
Jumlah
Anakan
Tingkat Kepentingan Jumlah Anakan Produktif
Jumlah
Persentase
> 20 Batang
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
14
46,7
Sangat Penting
16
53,3
Total
30
100
Sebanyak 21 konsumen (70 persen) menyatakan bahwa tanaman yang tahan rebah sangat penting bagi konsumen. Batang yang tahan rebah dapat memudahkan konsumen pada saat memanen padi karena sebagian besar konsumen menggunakan sistem tebang habis pada saat panen. Sisa konsumen yaitu sebanyak 8 konsumen (26,7 persen) menyatakan bahwa tanaman yang tahan rebah penting bagi konsumen dan satu konsumen lainnya (3,3 persen) menyatakan bahwa tanaman yang tahan rebah tidak penting. Tingkat kepentingan tanaman yang tahan rebah dapat dilihat pada Tabel 44. Tabel 44. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tahan Rebah Tingkat Kepentingan Tahan Rebah
Jumlah (orang)
Persentase (persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
1
3,3
Penting
8
26,7
Sangat Penting
21
70
Total
30
100
Sebanyak 14 konsumen (46,7 persen) menyatakan bahwa batang tanaman yang besar dan kuat sangat penting bagi konsumen dan sisanya 16 konsumen (53,3 persen) menyatakan bahwa batang tanaman yang besar dan kuat penting bagi konsumen. Menurut konsumen yang memilih karakteristik batang tanaman penting, batang tanaman yang besar dan kuat tidak terlalu berpengaruh terhadap 91
tingkat produktivitas. Tanaman yang kecil dan kuat pun seringkali memiliki tingkat produktivitas yang sama dengan batang tanaman yang besar dan kuat. Tingkat kepentingan karakteristik batang tanaman padi VUH besar dan kuat dapat dilihat pada Tabel 45. Tabel 45. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Karakteristik Batang Tanaman Padi VUH Besar dan Kuat Tingkat Kepentingan Batang Tanaman VUH Besar dan Kuat
Jumlah (orang)
Persentase (persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
16
53,3
Sangat Penting
14
46,7
Total
30
100
Sebanyak 26 konsumen (86,7 persen) menyatakan bahwa daun VUH yang berwarna hijau tua sangat penting bagi konsumen, karena menandakan bahwa tanaman padi sehat. Sisa konsumen lainnya yaitu 4 konsumen (13,3 persen) menyatakan bahwa daun VUH yang berwarna hijau tua penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan daun yang berwarna hijau tua dapat dilihat pada Tabel 46. Tabel 46. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Daun Padi VUH Berwarna Hijau Tua Tingkat Kepentingan Daun Padi
Jumlah
VUH Berwarna Hijau Tua
(orang)
Persentase (persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
4
13,3
Sangat Penting
26
86,7
Total
30
100
Hampir seluruh konsumen yaitu 29 konsumen (96,7 persen) menyatakan bahwa jumlah gabah VUH >120 butir gabah per malai sangat penting bagi konsumen. Jumlah butir >120 butir gabah per malai sangat berpengaruh untuk
92
meningkatkan prduktivitas padi. Sisa konsumen lainnya 1 konsumen (3,3 persen) menyatakan bahwa jumlah gabah VUH >120 butir gabah per malai penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan jumlah gabah >120 butir gabah per malai dapat dilihat pada Tabel 47. Tabel 47. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Jumlah Gabah Padi VUH >120 Butir Gabah per Malai Tingkat Kepentingan Jumlah
Jumlah
Persentase
GabahVUH >120 Butir Gabah per Malai
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
1
3,3
Sangat Penting
29
96,7
Total
30
100
Sebanyak 22 konsumen (73,3 persen) menyatakan bahwa benih padi VUH berukuran sedang penting bagi konsumen. Sisa konsumen lainnya yaitu 8 konsumen (3,7 persen) menyatakan bahwa benih padi VUH yang berukuran sedang penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan benih padi VUH berukuran sedang dapat dilihat pada Tabel 48. Tabel 48. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Benih Padi VUH Berukuran Sedang Tingkat Kepentingan Benih VUH
Jumlah (orang)
Persentase (persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
22
73,3
8
3,7
30
100
Berukuran Sedang
Sangat Penting Total
Seluruh konsumen (100 persen) menyatakan bahwa daya berkecambah benih padi VUH tinggi >80 persen sangat penting bagi konsumen. Menurut konsumen benih yang memilki daya berkecambah yang tinggi menunjukkan
93
bahwa benih tersebut akan memiliki tingkat pertumbuhan yang baik. Tingkat kepentingan daya berkecambah benih padi VUH tinggi (> 80 persen) dapat dilihat pada Tabel 49. Tabel 49. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Daya Berkecambah Benih Padi VUH Tinggi (> 80 persen) Tingkat Kepentingan Daya Berkecambah
Jumlah
Persentase
VUH Tinggi (>80persen)
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
-
-
Sangat Penting
30
100
Total
30
100
Sebanyak 26 konsumen (86,7 persen) menyatakan bahwa bentuk gabah VUH yang ramping sangat penting bagi konsumen, karena bentuk gabah yang ramping sangat diminati oleh pasar. Sisa konsumen yaitu 4 konsumen (13,3 persen) menyatakan bahwa bentuk gabah yang ramping penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan gabah VUH berbentuk ramping dapat dilihat pada Tabel 50. Tabel 50.
Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Bentuk Gabah VUH Ramping
Tingkat Kepentingan Bentuk Gabah VUH
Jumlah
Persentase
Ramping
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
4
13,3
Sangat Penting
26
86,7
Total
30
100
Sebanyak 26 konsumen (86,7 persen) menyatakan bahwa tingkat rendemen gabah menjadi beras rendah (50-55 persen) sangat penting bagi konsumen. Hal ini dikarenakan tingkat rendemen gabah menjadi beras rata-rata di lokasi penelitian tergolong rendah yaitu hanya berkisar 48-50 persen sehingga
94
tingkat rendemen gabah menjadi beras menjadi sangat penting bagi konsumen. Sisa konsumen lainnya yaitu 4 konsumen (13,3 persen) menyatakan bahwa tingkat rendemen gabah VUH menjadi beras penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan rendemen gabah VUH menjadi beras dapat dilihat pada Tabel 51. Tabel 51.
Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tingkat Rendemen Gabah padi VUH Menjadi Beras 50-55 persen
Tingkat Kepentingan Tingkat Rendemen Gabah
Jumlah
Persentase
VUH Menjadi Beras 50-55 persen
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
4
13,3
Sangat Penting
26
86,7
Total
30
100
Sebanyak 19 konsumen (63,3 persen) menyatakan bahwa tingkat patahan beras VUH yang rendah yaitu ≤ 30 persen penting bagi konsumen. Menurut konsumen tingkat patahan beras tergantung dari proses penjemuran dan tingkat kematangan gabah. Apabila gabah terlalu kering dan terlalu matang akan lebih mudah patah. Sisa konsumen lainnya yaitu 11 konsumen (26,7 persen) menyatakan bahwa tingkat patahan beras VUH yang rendah yaitu ≤ 30 persen sangat penting bagi konsumen. Adapun tingkat kepentingan patahan beras VUH yang rendah (≤ 30 persen) dapat dilihat pada Tabel 52. Tabel 52.
Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Patahan Beras VUH Rendah (≤ 30 persen)
Tingkat Kepentingan Patahan Beras VUH
Jumlah
Persentase
Rendah (≤ 30 persen)
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
19
63,3
Sangat Penting
11
26,7
Total
30
100
95
Sebanyak 23 konsumen (76,7 persen) menyatakan bahwa beras VUH yang bening sangat penting bagi konsumen, karena beras yang bening adalah beras yang memiliki kualitas yang baik dan paling diminati oleh pasar. Sisa konsumen lainnya yaitu 7 konsumen (23,3 persen) menyatakan bahwa beras VUH yang bening penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan beras VUH yang bening dapat dilihat pada Tabel 53. Tabel 53. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Beras VUH Bening Jumlah
Persentase
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
7
23,3
Sangat Penting
23
76,7
Total
30
100
Tingkat Kepentingan Beras VUH Bening
Seluruh konsumen (100 persen) menyatakan bahwa tekstur nasi VUH pulen sangat penting bagi konsumen. Tingkat kepentingan tekstur nasi VUH pulen dapat dilihat pada tabel 54. Tabel 54. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tekstur Nasi VUH Pulen Tingkat Kepentingan Tekstur
Jumlah (orang)
Persentase (persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
-
-
Sangat Penting
30
100
Total
30
100
Nasi VUH Pulen
Sebanyak 25 konsumen (83,3 persen) menyatakan bahwa aroma nasi yang sedang penting bagi konsumen. Sisa konsumen lainnya yaitu 5 konsumen (16,7 persen) menyatakan bahwa aroma nasi VUH yang sedang sangat penting bagi konsumen. Menurut konsumen aroma nasi yang terlalu wangi membuat konsumen
96
tidak tertarik untuk mengkonsumsi nasi karena wanginya terlalu menyengat. Tingkat kepentingan aroma nasi VUH yang sedang dapat dilihat pada Tabel 55. Tabel 55.
Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Aroma Nasi VUH Sedang
Tingkat Kepentingan Aroma Nasi VUH
Jumlah
Persentase
Sedang
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
25
83,3
5
16,7
30
100
Sangat Penting Total
Seluruh konsumen (100 persen) menyatakan bahwa tanaman padi VUH tahan terhadap hama wereng coklat sangat penting bagi konsumen. Adapun tingkat kepentingan tanaman VUH tahan terhadap hama wereng coklat dapat dilihat pada Tabel 56. Tabel 56. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tanaman Padi VUH Tahan Terhadap Hama Wereng Coklat Tingkat Kepentingan Tanaman VUH Tahan Terhadap Hama Wereng Coklat
Jumlah (orang)
Persentase (persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
-
-
Sangat Penting
30
100
Total
30
100
Seluruh konsumen (100 persen) menyatakan bahwa tanaman padi VUH yang tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri sangat penting bagi konsumen karena penyakit hawar daun bakteri merupakan salah satu penyakit yang sering menghambat pertumbuhan padi VUH. Adapun tingkat kepentingan tanaman padi VUH tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri dapat dilihat pada Tabel 57.
97
Tabel 57. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tahan Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri Tingkat Kepentingan Tahan Terhadap
Jumlah
Persentase
Penyakit Hawar Daun Bakteri
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
-
-
Sangat Penting
30
100
Total
30
100
Seluruh konsumen (100 persen) menyatakan bahwa tanaman padi VUH tahan terhadap virus tungro sangat penting bagi konsumen karena virus tungro merupakan salah satu penyakit yang sering menghambat pertumbuhan padi VUH. Adapun tingkat kepentingan tanaman padi VUH tahan terhadap virus tungro dapat dilihat pada Tabel 58. Tabel 58. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tanaman Padi VUH Tahan Terhadap Virus Tungro Tingkat Kepentingan Tahan Terhadap Virus
Jumlah
Persentase
Tungro
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
-
-
Sangat Penting
30
100
Total
30
100
Seluruh konsumen (100 persen) menyatakan bahwa tanaman padi VUH tahan terhadap penyakit blas sangat penting bagi konsumen karena penyakit blas merupakan salah satu penyakit yang sering menghambat pertumbuhan padi VUH. Adapun tingkat kepentingan tanaman padi VUH tahan terhadap penyakit blas dapat dilihat pada Tabel 59.
98
Tabel 59. Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Tahan Terhadap Penyakit Blas Tingkat Kepentingan Tahan Terhadap
Jumlah
Persentase
Penyakit Blas
(orang)
(persen)
Sangat Tidak Penting
-
-
Tidak Penting
-
-
Penting
-
-
Sangat Penting
30
100
Total
30
100
Persyaratan konsumen yang sangat penting keberadaannya bagi konsumen atau mutlak harus ada dalam padi hibrida yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per ha), umur tanaman 90 – 120 HST, tingkat kerontokan gabah rendah pada saat panen dan pengangkutan, tingkat kerontokan gabah tinggi pada saat penggebotan, jumlah anakan produktif >20 batang, tanaman tahan rebah, daun berwarna hijau tua, jumlah gabah >120 butir gabah per malai, daya berkecambah benih tinggi, gabah berbentuk ramping, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, beras bening, tekstur nasi pulen, dan memiliki ketahanan terhadap hama wereng coklat, virus tungro, penyakit hawar daun bakteri (HDB), dan penyakit blas. Persyaratan konsumen yang dinilai penting bagi konsumen atau harus ada adalah batang yang besar dan kuat, benih berukuran sedang, patahan beras rendah, dan aroma nasi sedang. Tingkat kepentingan setiap persyaratan konsumen dapat dilihat pada Tabel 60.
99
Tabel 60. Tingkat Kepentingan Setiap Persyaratan Konsumen Tingkat Kepentingan Setiap Persyaratan Konsumen
Tingkat Kepentingan
Produktivitas tinggi (7-10 ton per ha)
4
Umur tanaman 90 – 120 HST
4
Tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan
4
pengangkutan rendah (1 – 5 persen) Tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan
4
tergolong mudah rontok (2-4 kali gebot) Jumlah anakan produktif > 20 batang
4
Tahan rebah
4
Batang besar dan kuat
3
Warna daun hijau tua
4
Jumlah gabah >120 butir gabah per malai
4
Benih berukuran sedang
3
Daya berkecambah tinggi (>80persen)
4
Gabah berbentuk ramping
4
Tingkat rendemen gabah menjadi beras 50 – 55 persen
4
Patahan beras rendah (< 30persen)
3
Beras bening
4
Tekstur nasi pulen
4
Aroma nasi sedang
3
Tahan terhadap hama wereng coklat
4
Tahan terhadap hama hawar daun bakteri
4
Tahan terhadap virus tungro
4
Tahan terhadap penyakit blas
4
Keterangan : 2 = tidak penting, 3 = penting, 4 = sangat penting 6.7.2
Nilai Sasaran Persyaratan Konsumen Nilai sasaran ditentukan dengan mengevaluasi penilaian dari setiap
persyaratan konsumen dan membuat pilihan baru untuk mempertahankan produk agar tidak berubah, memperbaiki produk atau membuat produk lebih baik
100
dibanding dengan pesaingnya. Nilai sasaran persyaratan konsumen menggunakan skala likert tiga angka. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan dengan pemulia padi VUH, diketahui nilai sasaran persyaratan konsumen dalam pemuliaan padi VUH. Nilai sasaran persyaratan konsumen padi VUH dapat dilihat pada tabel 61. Tabel 61. Nilai Sasaran Persyaratan Konsumen Persyaratan Konsumen
Nilai Padi VUH
Nilai Padi
Nilai
VUB
Sasaran
Ciherang
Padi VUH
Produktivitas tinggi (7-10 ton per ha)
2
3
4
Umur tanaman 90 – 120 HST
3
3
3
Tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan
3
3
2
3
3
2
Jumlah anakan produktif > 20 batang
3
3
4
Tanaman tahan rebah
3
3
4
Batang besar dan kuat
3
3
4
Daun berwarna hijau tua
2
3
2
Jumlah gabah >120 butir gabah per malai
2
3
4
Benih berukuran sedang
3
3
3
Daya berkecambah benih tinggi (>80persen)
3
3
4
Gabah berbentuk ramping
2
3
3
Tingkat rendemen gabah menjadi beras 50 – 55
2
3
4
Tingkat kepatahan beras rendah (< 30persen)
3
3
4
Beras bening
3
3
3
Tekstur nasi pulen
2
3
3
Aroma nasi sedang
3
3
3
Tahan terhadap hama wereng coklat
3
3
4
Tahan terhadap hama hawar daun bakteri
2
3
4
Tahan terhadap virus tungro
2
2
4
Tahan terhadap penyakit blas
3
3
4
pengangkutan rendah (1 – 5 persen) Tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan tergolong mudah rontok (2-4 kali penggebotan)
persen
Keterangan : 2 = Buruk, 3 = Baik, 4 = Sangat Baik
101
Berdasarkan nilai sasaran setiap persyaratan konsumen, pemulia padi VUH ingin mempertahankan mutu umur tanaman, benih berukuran sedang, gabah berbentuk ramping, beras bening, tekstur nasi pulen, dan aroma nasi sedang. Umur tanaman, ukuran benih, kebeningan beras, dan aroma nasi tidak memerlukan perbaikan karena persyaratan konsumen tersebut sudah dinilai memiliki mutu yang baik oleh konsumen dan pemulia. Persyaratan konsumen gabah berbentuk ramping dan tekstur nasi pulen dinilai sudah memiliki mutu yang baik menurut pemulia meskipun menurut konsumen persyaratan konsumen tersebut belum memenuhi keinginan konsumen. Persyaratan konsumen yang dinilai memerlukan perbaikan agar memiliki mutu yang sebanding dengan padi VUB Ciherang yaitu tingkat kerontokan gabah baik pada saat proses panen dan pengangkutan maupun pada saat penggebotan serta daun berwarna hijau tua. Tingkat kerontokan padi VUH memerlukan perbaikan meskipun dinilai sama-sama baik oleh konsumen. Menurut pemulia, tingkat kerontokan gabah padi VUH masih belum memiliki mutu yang baik seperti padi VUB Ciherang. Daun padi VUH dinilai memerlukan perbaikan karena dinilai buruk baik oleh konsumen maupun pemulia. Persyaratan konsumen yang memerlukan perbaikan agar padi VUH memiliki mutu yang lebih baik dibanding padi VUB Ciherang yaitu produktivitas tinggi, jumlah anakan produktif (>20 batang), tahan rebah, karakteristik batang besar dan kuat, jumlah gabah (>120 butir per malai), daya berkecambah tinggi (> 80 persen), tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, tingkat kepatahan beras rendah (< 30 persen), dan tahan terhadap tiga OPT utama dan penyakit blas. Pemulia ingin memperbaiki produktivitas tinggi, jumlah gabah per malai, tingkat rendemen gabah menjadi beras, dan ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri, virus tungro serta penyakit blas karena persyaratan konsumen tersebut dinilai buruk baik oleh konsumen maupun pemulia. Pemulia ingin memperbaiki persyaratan konsumen seperti jumlah anakan produktif (> 20 batang), tahan rebah, karakteristik batang besar dan kuat, daya berkecambah tinggi (> 80 persen), tingkat kepatahan beras rendah (< 30 persen), dan ketahanan terhadap wereng coklat meskipun persyaratan konsumen tersebut dinilai oleh konsumen sama-sama baik dengan mutu padi VUB Ciherang.
102
6.7.3
Faktor Skala Kenaikan Faktor skala kenaikan adalah rasio antara nilai sasaran dengan rating
produk yang diberikan dalam penilaian kompetitif konsumen. Persyaratan konsumen yang memiliki nilai faktor skala kenaikan di atas satu berarti membutuhkan perbaikan, semakin besar nilai faktor skala kenaikan berarti semakin besar membutuhkan usaha perbaikan. Berdasarkan hasil perhitungan menurut ketentuan di atas, didapatkan nilai faktor skala kenaikan setiap persyaratan konsumen padi VUH yang dapat dilihat pada Tabel 62. Tabel 62. Faktor Skala Kenaikan Setiap Persyaratan Konsumen Persyaratan Konsumen
Faktor Skala Kenaikan Padi VUH
Produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar)
2,00
Umur tanaman 90 – 120 HST
1,00
Tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1 – 5 persen)
0,67
Tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan tergolong mudah rontok (2-4 kali gebot)
0,67
Jumlah anakan produktif > 20 batang
1,33
Tahan rebah
1,33
Batang besar dan kuat
1,33
Warna daun hijau tua
1,00
Jumlah gabah >120 butir gabah per malai
2,00
Benih berukuran sedang
1,00
Daya berkecambah tinggi (> 80 persen)
1,33
Gabah berbentuk ramping
1,50
Tingkat rendemen gabah menjadi beras 50 – 55 persen
2,00
Patahan beras rendah (< 30 persen)
1,33
Beras bening
1,00
Tekstur nasi pulen
1,50
Aroma nasi sedang
1,00
Tahan terhadap hama wereng coklat
1,33
Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri
2,00
Tahan terhadap virus tungro
2,00
Tahan terhadap penyakit blas
1,33
Keterangan : nilai faktor skala kenaikan > 1 = persyaratan konsumen membutuhkan perbaikan
103
Berdasarkan Tabel 61 diketahui pemuliaan padi VUH membutuhkan perbaikan dalam hal produktivitas, jumlah anakan produktif, tahan rebah, karakteristik batang, jumlah gabah per malai, daya berkecambah benih, bentuk gabah, tingkat rendemen gabah menjadi beras, tingkat kepatahan beras, tekstur nasi, dan ketahanan terhadap tiga OPT utama serta penyakit blas. Persyaratan konsumen yang tidak memerlukan perbaikan adalah umur tanaman, tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan, tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan, warna daun, ukuran benih, kebeningan beras, dan aroma nasi. 6.7.4
Poin Penjualan Poin penjualan berguna untuk memberikan informasi seberapa baik suatu
persyaratan konsumen akan membantu penjualan produk. Poin penjualan dapat pula berguna sebagai promosi persyaratan konsumen yang terbaik dan persyaratan konsumen yang menolong dalam penjualan produk. Poin penjualan ditentukan dengan mengidentifikasi persyaratan konsumen yang akan menolong dalam penjualan produk. Poin penjualan berupa nilai yang sudah ditentukan sebelumnya yaitu nilai 1,0 apabila persyaratan konsumen tidak menolong dalam penjualan, nilai 1,2 apabila persyaratan konsumen cukup menolong dalam penjualan, dan nilai 1,5 apabila persyaratan konsumen menolong dalam penjualan. Penentuan poin penjualan berdasarkan hasil survei terhadap konsumen benih. Konsumen (responden) diminta untuk memberikan penilaian seberapa besar pengaruh masing-masing persyaratan konsumen dalam meningkatkan daya tarik terhadap padi VUH. Hasil survei kemudian dianalisis menggunakan tabulasi deskriptif berupa tabel frekuensi. Kriteria dari setiap poin penjualan yang memiliki frekuensi terbanyak merupakan poin penjualan dari persyaratan konsumen. Poin penjualan padi VUH dapat dilihat pada Tabel 63.
104
Tabel 63.
Poin Penjualan Padi VUH Persyaratan Konsumen
Poin Penjualan
Produktivitas tinggi (7-10 ton per ha)
1,5
Umur tanaman 90 – 120 HST
1,5
Tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan
1,5
pengangkutan rendah (1 – 5 persen) Tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan tergolong
1,5
mudah rontok (2-4 kali gebot) Jumlah anakan produktif > 20 batang
1,5
Tahan rebah
1,5
Batang besar dan kuat
1,2
Warna daun hijau tua
1,5
Jumlah gabah >120 butir gabah per malai
1,5
Benih berukuran sedang
1,2
Daya berkecambah tinggi (> 80 persen)
1,5
Gabah berbentuk ramping
1,5
Tingkat rendemen gabah menjadi beras 50 – 55 persen
1,5
Patahan beras rendah (< 30 persen)
1,2
Beras bening
1,5
Tekstur nasi pulen
1,5
Aroma nasi sedang
1,2
Tahan terhadap hama wereng coklat
1,5
Tahan terhadap hama hawar daun bakteri
1,5
Tahan terhadap virus tungro
1,5
Tahan terhadap penyakit blas
1,5
Keterangan : 1,0 = Tidak Menolong dalam Penjualan ; 1,2 = Cukup Menolong dalam Penjualan ; 1,5 = Menolong dalam Penjualan Berdasarkan Tabel 62, persyaratan konsumen yang dinilai cukup menolong dalam penjualan yaitu karakteristik batang yang besar dan kuat, benih berukuran sedang, tingkat kepatahan beras yang rendah, dan aroma nasi yang sedang. Persyaratan konsumen yang dinilai sangat menolong dalam penjualan yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), umur tanaman 90 – 120 HST, 105
tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1 – 5 persen), tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan tergolong mudah rontok (2-4 kali gebot), jumlah anakan produktif > 20 batang, tanaman tahan rebah, daun berwarna hijau tua, jumlah gabah >120 butir per malai, daya berkecambah tinggi (> 80 persen), gabah berbentuk ramping, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, beras bening, tekstur nasi pulen, tahan terhadap 3 OPT utama, dan tahan terhadap penyakit blas. 6.7.5 Bobot Absolut Persyaratan Konsumen Bobot absolut diperoleh dari perkalian antara kepentingan bagi konsumen, faktor skala kenaikan, dan poin penjualan. Kemudian semua bobot absolut dijumlahkan lalu dihitung persentasenya untuk masing-masing persyaratan konsumen. Setelah menjumlahkan semua bobot absolut dan persentase masingmasing persyaratan konsumen, prioritas yang harus ada atau atribut-atribut yang diharapkan konsumen dapat ditentukan. Penentuan bobot absolut persyaratan konsumen berguna sebagai petunjuk dalam fase perencanaan dan pengembangan produk. Berdasarkan hasil perhitungan bobot absolut (Tabel 64) diketahui prioritas persyaratan konsumen padi VUH. Urutan persyaratan konsumen dimulai dari persyaratan konsumen yang memiliki bobot absolut terbesar samapai dengan persyaratan konsumen yang memiliki bobot absolut terkecil. Urutan prioritas persyaratan konsumen yang harus dipenuhi oleh pemulia padi dalam pengembangan padi VUH yaitu : 1. Produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), jumlah gabah >120 butir gabah per malai, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB dan terhadap virus tungro. 2. Gabah memiliki bentuk yang ramping dan tekstur nasi yang pulen. 3. Jumlah anakan poduktif > 20 batang, tanaman tahan rebah, daya berkecambah benih tinggi (> 80 persen), memiliki ketahanan terhadap hama wereng coklat dan penyakit blas. 4. Memiliki umur tanaman yang berkisar antara 90-120 HST, daun tanaman berwarna hijau tua, dan beras bening.
106
5. Memiliki karakteristik batang yang besar dan kuat dan memiliki tingkat kepatahan beras yang rendah (< 30 persen). 6. Memiliki tingkat kerontokan gabah yang rendah pada saat panen dan pengangkutan (1-5 persen) dan memiliki tingkat kerontokan gabah yang tinggi pada saat penggebotan (2-4 kali penggebotan). 7. Memiliki ukuran benih dan aroma nasi yang sedang. Tabel 64. Bobot Absolut Persyaratan Konsumen Padi VUH Persyaratan Konsumen Produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar)
Bobot
Persentase
Absolut
(persen)
Prioritas
12
7,46
1
6
3,73
4
4
2,49
6
tergolong mudah rontok (2-4 kali gebot)
4
2,49
6
Jumlah anakan produktif > 20 batang
8
4,98
3
Tahan rebah
8
4,98
3
Batang besar dan kuat
4,8
2,99
5
Warna daun hijau tua
6
3,73
4
Jumlah gabah >120 butir gabah per malai
12
7,46
1
Benih berukuran sedang
3,6
2,24
6
Daya berkecambah tinggi (> 80 persen)
8
4,98
3
Gabah berbentuk ramping
9
5,60
2
persen
12
7,46
1
Patahan beras rendah (< 30 persen)
4,8
2,99
5
Beras bening
6
3,73
4
Tekstur nasi pulen
9
5,60
2
Aroma nasi sedang
3,6
2,24
6
8
4,98
3
Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri
12
7,46
1
Tahan terhadap virus tungro
12
7,46
1
Tahan terhadap penyakit blas
8
4,98
3
160,8
100
Umur tanaman 90 – 120 HST Tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1 – 5 persen) Tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan
Tingkat rendemen gabah menjadi beras 50 – 55
Tahan terhadap hama wereng coklat
Total
107
6.8
Pengembangan Prioritas Persyaratan Teknik Langkah terakhir dalam membangun matriks HOQ adalah pengembangan
prioritas persyaratan teknik. Prioritas persyaratan teknik bertujuan untuk mengidentifikasi persyaratan teknik mana yang paling dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan konsumen dan membutuhkan perbaikan. Prioritas persyaratan teknik berada di bawah penilaian kompetitif teknik dan meliputi derajat kesulitan, nilai sasaran, bobot absolut, dan bobot relatif. 6.8.1
Derajat Kesulitan Derajat kesulitan berguna untuk membantu mengevaluasi kemampuan
dalam mengimplementasikan perbaikan kualitas dari persyaratan teknik yang ada. Derajat kesulitan ditentukan dengan memberikan skala likert empat angka kepada setiap persyaratan teknik mulai dari tingkat sangat mudah sampai sangat sulit. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemulia padi hibrida diketahui bahwa persyaratan teknik yang dinilai mudah untuk dipenuhi oleh pemulia adalah jumlah anakan produktif, tinggi tanaman, warna daun, besar batang, panjang malai, bobot 1000 butir gabah, rasio panjang dan lebar gabah, kadar air gabah, kadar amilosa, warna nasi, dan aroma. Persyaratan teknik yang sulit dipenuhi oleh pemulia adalah jumlah gabah isi per malai, persentase gabah isi per malai, posisi daun bendera terhadap malai, umur tanaman, tingkat senescence, leher malai, rendemen beras pecah kulit, rendemen beras giling, persentase beras kepala, indeks glikemik, derajat putih, keterawangan, gel konsistensi, tekstur nasi, dan kilap. Sementara ketahanan terhadap tiga OPT utama yaitu wereng coklat, HDB, dan tungro dinilai sangat sulit untuk dipenuhi oleh pemulia. Derajat kesulitan setiap persyaratan teknik dalam pemuliaan padi VUH yang dapat dilihat pada Tabel 65.
108
Tabel 65. Derajat Kesulitan Persyaratan Teknik Persyaratan Teknik Persyaratan Teknik Primer
Persyaratan Teknik Sekunder
Derajat Kesulitan
Jumlah anakan produktif per rumpun
2
Jumlah gabah isi per malai
3
Persentase gabah isi per malai
3
Tinggi tanaman
2
Sifat Fisik Tanaman
Posisi daun bendera terhadap malai
3
(Karakter Agronomis
Umur tanaman
3
Warna daun
2
Tingkat senescence
3
Besar batang
2
Panjang malai
2
Leher malai
3
Ketahanan terhadap hama wereng coklat
4
Ketahanan terhadap virus tungro
4
Ketahanan terhadap penyakit Hawar Daun
4
Tanaman)
Ketahanan Terhadap OPT Utama
Bakteri (HDB)
Sifat Mutu Fisik Gabah Dan Beras
Sifat Mutu Fisikokimia Gabah dan Beras
Sifat Organoleptik beras
Bobot 1000 butir gabah
2
Rasio panjang dan lebar gabah
2
Rendemen beras pecah kulit
3
Rendemen beras giling
3
Kadar air gabah
2
Persentase beras kepala
3
Kilap
3
Kadar amilosa
2
Indeks glikemik
3
Derajat putih
3
Keterawangan
3
Gel konsistensi
3
Aroma
2
Tektur nasi (kepulenan)
3
Keterangan : 2 = Mudah, 3 = Sulit, 4 = Sangat Sulit 6.8.2
Nilai Sasaran Persyaratan Teknik Nilai sasaran persyaratan teknik didefinisikan sebagai nilai yang harus
diperoleh oleh pemulia untuk mengevaluasi persyaratan teknik yang ada agar
109
dapat menghasilkan mutu produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Penilaian nilai sasaran menggunakan skala likert tiga angka. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemulia padi VUH diketahui nilai sasaran padi VUH yaitu pemulia ingin mempertahankan mutu padi VUH dalam hal tinggi tanaman, posisi daun bendera, umur tanaman, warna daun, besar batang, panjang malai, leher malai, bobot 1000 butir gabah, rasio panjang dan lebar gabah, kadar air gabah, kadar amilosa, indeks glikemik, derajat putih, keterawangan, gel konsistensi, warna nasi, aroma, tekstur nasi (kepulenan), dan kilap. Sesuai dengan penilaian pemulia, persyaratan teknik tersebut sudah dianggap baik sesuai dengan target pemuliaan padi VUH yang ada. Persyaratan teknik yang memerlukan perbaikan adalah jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah isi per malai, tingkat senescence, ketahanan terhadap tiga OPT utama, rendemen beras pecah kulit, rendemen beras giling, dan persentase beras kepala. Persyaratan teknik tersebut perlu ditingkatkan agar dapat lebih baik dari pesaingnya. Nilai sasaran persyaratan teknik padi VUH dapat dilihat pada Tabel 66.
110
Tabel 66. Nilai Sasaran Persyaratan Teknik Nilai Padi
Nilai Padi
Nilai
VUH
Ciherang
Sasaran
3
3
4
Jumlah gabah isi per malai
3
3
4
Persentase gabah isi per malai
3
3
4
Tinggi tanaman
3
4
3
Posisi daun bendera terhadap
3
3
3
Umur tanaman
3
3
3
Warna daun
3
3
3
Tingkat senescence
2
3
4
Besar batang
3
3
3
Panjang malai
4
3
3
Leher malai
4
3
3
Ketahanan terhadap hama wereng
2
3
4
Ketahanan terhadap virus tungro
2
2
4
Ketahanan terhadap penyakit
3
3
4
Bobot 1000 butir gabah
3
3
3
Rasio panjang dan lebar gabah
3
3
3
Rendemen beras pecah kulit
2
3
4
Rendemen beras giling
2
3
4
Kadar air gabah
3
3
3
Persentase beras kepala
3
4
4
Kilap
3
3
3
Kadar amilosa
3
3
3
Indeks glikemik
3
3
3
Fisikokimia Gabah
Derajat putih
3
3
3
dan Beras
Keterawangan
3
3
3
Gel konsistensi
3
3
3
Aroma
3
3
3
Tektur nasi (kepulenan)
3
3
3
Persyaratan Teknik Jumlah anakan produktif per rumpun
Sifat Fisik Tanaman (Karakter Agronomis Tanaman)
Ketahanan Terhadap OPT Utama
malai
coklat
Hawar Daun Bakteri (HDB)
Sifat Mutu Fisik Gabah Dan Beras
Sifat Mutu
Sifat Organoleptik Beras
Keterangan : 3 = Baik, 4 = Sangat Baik
111
6.8.3
Bobot Absolut Persyaratan Teknik Bobot absolut persyaratan teknik diperoleh dari hasil perkalian antara
tingkat kepentingan bagi konsumen untuk setiap persyaratan konsumen dengan nilai simbol pada matrik hubungan antara persyaratan konsumen dan persyaratan teknik. Kemudian semua bobot absolut dijumlahkan, dihitung presentasenya untuk masing-masing persyaratan teknik, lalu ditentukan prioritas yang harus ada dan atribut-atribut yang diharapkan konsumen. Urutan prioritas persyaratan teknik dimulai dari persyaratan teknik yang memiliki bobot absolut terbesar sampai dengan persyaratan teknik yang memiliki bobot absolut terkecil. Berdasarkan perhitungan bobot absolut persyaratan teknik (Tabel 67), diketahui urutan prioritas persyaratan teknik pemuliaan padi VUH sebagai berikut: 1. Tingkat senescence 2. Umur tanaman 3. Jumlah gabah isi per malai dan persentase gabah isi per malai 4. Kadar air gabah 5. Jumlah anakan produktif 6. Ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB) 7. Panjang malai dan ketahanan terhadap hama wereng coklat 8. Besar batang 9. Bobot 1000 butir gabah, rendemen beras giling, dan persentase beras kepala 10. Warna daun 11. Rasio panjang dan lebar gabah serta rendemen beras pecah kulit 12. Ketahanan terhadap virus tungro 13. Tinggi tanaman dan posisi daun bendera 14. Keterawangan dan tekstur nasi (kepulenan) 15. Kadar amilosa dan gel konsistensi 16. Aroma 17. Leher malai 18. Indeks glikemik, derajat putih, dan kilap
112
Tabel 67. Bobot Absolut Setiap Persyaratan Teknik Padi VUH Persyaratan Teknik Persyaratan Teknik Primer
Bobot
Persentase
Absolut
(persen)
132
5,50
5
Jumlah gabah isi per malai
171
7,13
3
Persentase gabah isi per malai
171
7,13
3
Tinggi tanaman
48
2,00
13
Posisi daun bendera terhadap malai
48
2,00
13
308
12,83
2
68
2,83
10
338
14,08
1
Besar Batang
79
3,29
8
Panjang malai
84
3,50
7
Leher malai
12
0,50
17
Ketahanan terhadap hama wereng
84
3,50
7
Ketahanan terhadap virus tungro
60
2,50
12
Ketahanan terhadap penyakit Hawar
96
4,00
6
Bobot 1000 butir gabah
75
3,13
9
Rasio Panjang dan Lebar Gabah
67
2,80
11
Rendemen beras pecah kulit
67
2,80
11
Rendemen beras giling
75
3,13
9
151
6,30
4
75
3,13
9
4
0,17
18
36
1,50
15
Persyaratan Teknik Sekunder Jumlah anakan produktif per
Prioritas
rumpun
Sifat Fisik Tanaman (Karakter Agronomis Tanaman)
Ketahanan Terhadap OPT Utama
Umur tanaman Warna daun Tingkat senescence
coklat
Daun Bakteri (HDB)
Sifat Mutu Fisik Gabah Dan Beras
Kadar air gabah Persentase beras kepala Kilap Kadar amilosa
Sifat Mutu
Indeks glikemik
4
0,17
18
Fisikokimia
Derajat putih
4
0,17
18
Gabah dan Beras
Keterawangan
40
1,67
14
Gel konsistensi
36
1,50
15
Aroma
27
1,13
16
Tektur nasi (kepulenan)
40
1,67
14
Sifat Organoleptik Beras
Total
2400
100
113
6.8.4
Bobot Relatif Persyaratan Teknik Bobot relatif untuk setiap persyaratan teknik ditentukan dengan
mengalikan nilai simbol pada matriks hubungan antara persyaratan konsumen dan persyaratan teknik dengan bobot absolut pada prioritas persyaratan konsumen. Bobot relatif berada pada barisan paling bawah dari prioritas persyaratan teknik. Pemulia perlu memusatkan perhatian pada persyaratan teknik padi VUH yang memiliki nilai bobot absolut dan bobot relatif yang lebih tinggi. Sejalan dengan derajat
kesulitan
persyaratan
teknik,
keputusan
dapat
dibuat
dengan
mengalokasikan sumberdaya dengan baik untuk perbaikan kualitas. Berdasarkan perhitungan bobot relatif persyaratan teknik (Tabel 68), diketahui urutan prioritas bobot relatif persyaratan teknik pemuliaan padi VUH sebagai berikut : 1. Tingkat senescence. 2. Umur tanaman. 3. Jumlah gabah isi per malai dan persentase gabah isi per malai. 4. Kadar air gabah. 5. Jumlah anakan produktif. 6. Panjang malai dan ketahanan terhadap penyakit HDB. 7. Rendemen beras giling dan persentase beras kepala. 8. Ketahanan terhadap hama wereng coklat. 9. Ketahanan terhadap virus tungro. 10. Rendemen beras pecah kulit. 11. Besar batang. 12. Bobot 1000 butir gabah. 13. Rasio panjang dan lebar gabah. 14. Warna daun. 15. Tinggi tanaman. 16. Posisi daun bendera dan tekstur nasi. 17. Kadar amilosa dan gel konsistensi. 18. Keterawangan. 19. Aroma nasi. 20. Leher malai.
114
21. Indeks glikemik, derajat putih, dan kilap. Tabel 68. Bobot Relatif Setiap Persyaratan Teknik Padi VUH Persyaratan Teknik Persyaratan Teknik Primer
Bobot
Persentase
Relatif
(persen)
276
5,34
5
Jumlah gabah isi per malai
415,2
8,03
3
Persentase gabah isi per malai
415,2
8,03
3
108
2,09
15
90
1,74
16
569,6
11,01
2
Persyaratan Teknik Sekunder Jumlah anakan produktif per rumpun
Sifat Fisik
Tinggi tanaman
Tanaman
Posisi daun bendera terhadap malai
(Karakter
Umur tanaman
Prioritas
Agronomis
Warna daun
124
2,40
14
Tanaman)
Tingkat senescence
668
12,92
1
159,2
3,08
11
240
4,64
6
32
0,62
20
coklat
180
3,48
8
Ketahanan terhadap virus tungro
168
3,25
9
240
4,64
6
Bobot 1000 butir gabah
149,4
2,89
12
Rasio Panjang dan Lebar Gabah
125,4
2,42
13
Rendemen beras pecah kulit
163,2
3,16
10
Rendemen beras giling
187,2
3,62
7
Kadar air gabah
299,2
5,79
4
Persentase beras kepala
187,2
3,62
7
9
0,17
21
81
1,57
17
Besar Batang Panjang malai Leher malai Ketahanan terhadap hama wereng Ketahanan Terhadap OPT Utama
Ketahanan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB)
Sifat Mutu Fisik Gabah Dan Beras
Kilap Kadar amilosa Sifat Mutu
Indeks glikemik
9
0,17
21
Fisikokimia
Derajat putih
9
0,17
21
Gabah dan Beras
Keterawangan
63
1,22
18
Gel konsistensi
81
1,57
17
32,4
0,63
19
90
1,74
16
Sifat Organoleptik Total
Aroma Tektur nasi (kepulenan)
5171,2
100
115
6.9
Penentuan Arah Pengembangan Persyaratan Teknik Arah pengembangan atau direct of improvement (DOI) dari setiap
persyaratan teknik penting untuk ditentukan karena informasi tersebut akan sangat membantu dalam penentuan korelasi antar persyaratan teknik dalam penentuan target. Terdapat tiga arah pengembangan yaitu : 1.
, simbol ini diberikan pada persyaratan teknik yang akan meningkatkan kepuasan pelanggan apabila lebih atau singkatnya ditingkatkan
2.
, simbol ini diberikan pada persyaratan teknik yang akan meningkatkan kepuasan pelanggan apabila kurang, atau singkatnya diturunkan.
3. O , simbol ini diberikan pada persyaratan teknik yang akan meningkatkan kepuasan pelanggan apabila terdapat pada target (jangkauan nilai) tertentu. Berdasarkan wawancara dengan pemulia padi VUH dapat diarahkan pengembangan (DOI) untuk masing-masing persyaratan teknik pemuliaan padi VUH. Persyaratan teknik yang memiliki arah pengembangan ditingkatkan yaitu jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah isi per malai, persentase gabah isi per malai, posisi daun bendera terhadap malai, tingkat senescence, besar batang, panjang malai, leher malai, ketahanan terhadap hama wereng coklat, ketahanan terhadap virus tungro, ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri, rendemen beras pecah kulit, rendemen beras giling, persentase beras kepala, dan indeks glikemik. Persyaratan teknik tersebut memerlukan perbaikan karena belum mencapai target pemuliaan padi VUH yang ada. Persyaratan teknik yang mempunyai arah perbaikan diturunkan adalah tinggi tanaman. Menurut pemulia tinggi tanaman padi hibrida perlu diturunkan karena tinggi padi VUH > 120 cm sementara tinggi tanaman padi Ciherang berkisar 116 – 120 cm. Persyaratan teknik yang sudah memenuhi target pemuliaan padi VUH yaitu umur tanaman, warna daun, bobot 1000 butir gabah, rasio panjang dan lebar gabah, kadar air gabah, kadar amilosa, derajat putih, keterawangan, gel konsistensi, warna nasi, aroma, tekstur nasi, dan kilap. Arah pengembangan persyaratan teknik padi VUH dapat dilihat pada Tabel 69.
116
Tabel 69. Arah Pengembangan Persyaratan Teknik Persyaratan Teknik Jumlah anakan produktif per rumpun Jumlah gabah isi per malai Persentase gabah isi per malai Tinggi tanaman Posisi daun bendera terhadap malai Sifat Fisik Tanaman (Karakter Agronomis Umur tanaman Tanaman) Warna daun Tingkat senescence Besar batang Panjang malai Leher malai Ketahanan terhadap hama wereng coklat Ketahanan Terhadap Ketahanan terhadap virus tungro OPT Utama Ketahanan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) Bobot 1000 butir gabah Rasio panjang dan lebar gabah Sifat Mutu Fisik Gabah Rendemen beras pecah kulit Dan Beras Rendemen beras giling Kadar air gabah Persentase beras kepala Kadar amilosa Indeks glikemik Sifat Mutu Fisikokimia Derajat putih Gabah dan Beras Keterawangan Gel konsistensi Aroma Sifat Organoleptik Beras Tektur nasi (kepulenan) Kilap Keterangan : = ditingkatkan, = diturunkan, O = dipertahankan 6.10
Arah Pengembangan
O O
O O O O O O O O O O
Analisis Sensitivitas Harga Benih VUH Analisis sensitivitas harga merupakan alat analisis yang digunakan untuk
mendapatkan rentang harga yang relevan bagi konsumen. Hasil akhir dari analisis ini adalah lima tingkat harga yang disajikan dalam bentuk grafik. Kelima tingkat harga tersebut diantaranya adalah tingkat harga tertinggi bagi produk atau Marginal Expensive Price Point (MEP), tingkat harga terendah bagi produk atau Marginal Cheap Price Point (MCP), tingkat harga optimum atau Optimum Pricing Point (OPP), tingkat harga minimum bagi produk atau Indeferen Pricing
117
Point (IPP), dan rentang harga yang wajar bagi produk atau Range of Acceptable Price (RAP). Tingkat harga tertinggi (MEP) menunjukkan harga sangat mahal untuk sebuah produk. Konsumen tidak lagi membeli produk pada tingkat harga ini. Tingkat harga terendah (MCP) menunjukkan tingkat harga sangat murah untuk sebuah produk, pada tingkat harga ini konsumen meragukan kualitas produk. Tingkat harga optimum (OPP) menunjukkan harga yang dinilai konsumen sebagai harga optimum untuk suatu produk. Tingkat harga minimum (IPP) menunjukkan harga yang dinilai konsumen murah untuk suatu produk. Rentang harga (RAP) menunjukkan rentang harga minimum (IPP) dan harga optimum (OPP) untuk suatu produk. RAP menggambarkan harga yang wajar (tidak terlalu mahal tidak terlalu murah) yang dapat diterima konsumen sebagai rentang harga jual untuk suatu produk. Kelima tingkat harga ini dapat dihasilkan setelah konsumen memilih harga tertentu untuk tiap-tiap kategori harga yang ditanyakan dalam kuesioner analisis sensitivitas harga yang terdiri dari harga sangat murah, harga murah, harga mahal, dan harga sangat mahal. Hasil survei terhadap 30 konsumen benih padi VUH memaparkan penilaian konsumen terhadap setiap kategori harga benih padi VUH mulai dari tingkat harga sangat murah hingga harga sangat mahal. Adapun sebaran penilaian konsumen terhadap setiap kategori harga benih padi VUH dapat dilihat pada Tabel 70.
118
Tabel 70. Penilaian Konsumen Terhadap Harga Jual Benih Padi VUH Sangat Murah
Murah
Mahal
Sangat Mahal
No
Harga/kg (RP)
1
5.000
5
16,67
0
0,00
0
0,00
0
0,00
2
10.000
9
30,00
2
6,67
0
0,00
0
0,00
3
15.000
9
30,00
3
10,00
0
0,00
0
0,00
4
20.000
2
6,67
3
10,00
1
3,33
0
0,00
5
25.000
3
10,00
10
33,33
1
3,33
0
0,00
6
30.000
0
0,00
3
10,00
3
10,00
0
0,00
7
35.000
0
0,00
2
6,67
8
26,67
3
10,00
8
40.000
0
0,00
4
13,33
6
20,00
5
16,67
9
45.000
2
6,67
0
0,00
2
6,67
2
6,67
10
50.000
0
0,00
3
10,00
5
16,67
12
40,00
11
55.000
0
0,00
0
0,00
2
6,67
4
13,33
12
60.000
0
0,00
0
0,00
2
6,67
2
6,67
13
65.000
0
0,00
0
0,00
0
0,00
2
6,67
Total
Jumlah (Orang)
30
(persen)
100
Jumlah (Orang)
30
(persen)
100
Jumlah (Orang)
30
(persen)
100
Jumlah (Orang)
30
(persen)
100
Sebanyak 5 responden (16,67 persen) memilih harga Rp 5.000,- sebagai harga yang sangat murah untuk setiap 1 kg benih padi VUH. Sembilan responden (30 persen) memilih harga Rp 10.000,-, sembilan responden (30 persen) memilih harga Rp 15.000,-, dua responden (6,67 persen) memilih harga Rp 20.000.-, tiga responden (10,00 persen) memilih harga Rp 25.000,-, dan dua responden (6,67 persen) memilih harga Rp 45.000,- sebagai harga yang sangat murah untuk setiap 1 kg benih padi VUH. Sebanyak 10 responden (33,3 persen) memilih harga Rp 25.000,- sebagai harga yang murah untuk setiap 1 kg benih padi VUH. Sisa konsumen lainnya yaitu dua responden (6,67 persen) memilih harga Rp 10.000,- tiga responden (10,00 persen) memilih harga Rp 15.000,-, tiga responden (10,00 persen) memilih harga Rp 20.000,-, tiga responden (10,00 persen) memilih harga Rp 30.000,- dua responden (6,67 persen) memilih harga Rp 35.000,-, empat responden (13,33 persen) memilih harga Rp 40.000,-, dan tiga responden (10,00 persen) memilih harga Rp 50.000 sebagai harga yang murah untuk setiap 1 kg benih padi VUH.
119
Sebanyak 8 responden (26,67 persen) memilih harga Rp 35.000,- sebagai harga yang mahal untuk setiap 1 kg benih padi VUH. Sisa konsumen lainnya yaitu satu responden (3,3 persen) memilih harga Rp 20.000,- satu responden (3,3 persen) memilih harga Rp 25.000,-, tiga responden (10 persen) memilih harga Rp. 30.000,-, enam responden (20 persen) memilih harga Rp 40.000,-, dua responden (6,67 persen) memilih harga Rp 45.000,-, lima responden (16,67 persen) memilih harga Rp 50.000,-, dua responden (6,67 persen) memilih harga Rp 55.000,-, dan dua responden (6,67 persen) memilih harga Rp 60.000,- sebagai harga yang mahal untuk setiap 1 kg benih padi VUH. Sebanyak 12 responden (40 persen) memilih harga Rp 50.000,- sebagai harga yang sangat mahal untuk setiap 1 kg benih padi VUH. Sisa konsumen lainnya yaitu tiga responden (10 persen) memilih harga Rp 35.000,-, lima responden (16,67 persen) memilih harga Rp 40.000,-, dua responden (6,67 persen) memilih harga Rp 45.000,-, empat responden (13,33 persen) memilih harga Rp. 55.000,-, dua responden (6,67 persen) memilih harga Rp 60.000,-, dan dua responden (6,67 persen) memilih harga Rp 65.000,- sebagai harga yang sangat mahal untuk setiap 1 kg benih padi VUH. Selanjutnya dalam analisis sensitivitas harga akan dapat diketahui tingkat harga minimum (IPP), tingkat harga optimum (OPP), tingkat harga terendah (MCP), dan tingkat harga tertinggi (MEP) bagi benih padi VUH. Grafik analisis sensitivitas harga benih padi VUH dapat dilihat pada Gambar 7. 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
MEP
Sangat Murah Murah
MCP
IPP
Mahal Sangat Mahal OPP
Gambar 7. Grafik Sensitivitas Harga Benih Padi VUH
120
Berdasarkan Gambar 7 diketahui nilai Indifferent Pricing Point (IPP) atau tingkat harga minimum untuk benih padi VUH dihasilkan saat jumlah konsumen menyatakan pada tingkat harga tertentu harga benih padi VUH murah sama dengan jumlah konsumen yang menyatakan pada tingkat harga tertentu harga benih padi VUH mahal. IPP dalam grafik terbentuk dari perpotongan garis yang menunjukkan tingkat kategori harga murah dan tingkat kategori harga mahal berada yaitu pada tingkat Rp 30.000,- per kg. Perpotongan garis ini menunjukkan tingkat harga murah atau harga jual minimum bagi benih padi VUH berdasarkan penilaian konsumen. Optimum Pricing Point (OPP) menunjukkan jumlah seimbang antara konsumen yang menganggap harga benih padi VUH sangat murah dan konsumen yang menganggap harga benih padi VUH sangat mahal. OPP dalam grafik terbentuk dari perpotongan antara garis yang menunjukkan tingkat harga sangat murah dan garis yang menunjukkan tingkat harga sangat mahal. Berdasarkan garis perpotongan tersebut didapatkan bahwa tingkat harga optimum benih padi VUH berada pada tingkat harga Rp 35.000,- per kg. Marginal Cheap Price Point (MCP) didapatkan dari hasil perpotongan antara garis yang menunjukkan tingkat harga pada kategori sangat murah dan murah. Marginal Expensive Price Point (MEP) didapatkan dari hasil perpotongan antara garis yang menunjukkan tingkat harga pada kategori sangat mahal dan mahal. Hasil perpotongan garis tersebut didapatkan tingkat harga tertinggi (MEP) bagi benih padi VUH Rp 42.500,- per kg dan tingkat harga terendah (MCP) Rp 20.000,- per kg. Tingkat harga Rp 20.000,- per kg yaitu tingkat harga terendah bagi benih padi VUH yang menunjukkan harga sangat murah sehingga konsumen akan meragukan kualitasnya. Konsumen merasa harga benih padi VUH sangat mahal jika harga jual benih padi VUH mencapai tingkat harga tertinggi yaitu Rp. 42.500,- per kg. Harga jual benih padi VUH berada dalam rentang harga yang dapat diterima (RAP) yaitu antara harga minimum Rp 30.000,- per kg dan harga optimum Rp 35.000,- per kg. Konsumen akan membeli benih padi VUH pada rentang harga tersebut tanpa meragukan kualitasnya dan tidak menganggap harga benih mahal. Harga benih padi VUH saat ini yaitu Rp 50.000,- per kg merupakan
121
harga yang sangat mahal bagi petani. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemulia padi VUH, diketahui HPP benih padi VUH yaitu Rp 25.000,- per kg sehingga dapat disimpulkan bahwa RAP Rp 30.000,- – 35.000,- per kg merupakan harga yang relevan baik bagi petani maupun bagi pemulia/produsen.
Hasil
analisis sensitivitas harga jual benih padi VUH dapat dilihat pada Tabel 71. Tabel 71. Hasil analisis sensitivitas harga jual benih padi VUH Analis Sensitivitas Harga
Tingkat Harga (Rp per kg)
Tingkat harga terendah (MCP)
20.000
Tingkat harga minimum (IPP)
30.000
Tingkat harga optimum (OPP)
35.000
Tingkat harga tertinggi (MEP)
42.500
Rentang harga yang dapat diterima petani (RAP)
30.000 – 35.000
122
VII. 7.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persyaratan konsumen atau ideotipe padi Varietas Unggul Hibrida (VUH) yang diinginkan keberadaannya oleh konsumen yaitu produktivitas tinggi (710 ton per hektar), umur tanaman 90 – 120 HST, tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1 – 5 persen), tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan tergolong mudah rontok (2-4 kali penggebotan), jumlah anakan produktif > 20 anakan, tanaman tahan rebah, batang besar dan kuat, daun berwarna hijau, jumlah gabah > 120 butir per malai, benih berukuran sedang, daya berkecambah tinggi (> 80 persen), gabah berbentuk ramping, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, tingkat kepatahan beras rendah (< 30 persen), beras bening, tekstur nasi pulen, aroma nasi sedang, memiliki ketahanan terhadap hama wereng coklat, memiliki ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri, memiliki ketahanan terhadap virus tungro, dan memiliki ketahanan terhadap penyakit blas. 2. Pengembangan padi hibrida melalui penerapan QFD berdasarkan bobot absolut persyaratan konsumen, diketahui bahwa persyaratan konsumen utama yang perlu difokuskan oleh pemulia yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), jumlah gabah >120 butir gabah per malai, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB dan terhadap virus tungro. Berdasarkan perhitungan bobot absolut persyaratan teknik dan bobot relatif persyaratan teknik dihasilkan urutan prioritas persyaratan teknik yang memiliki bobot tiga tertinggi pertama yang sama yaitu 1) tingkat senescence, 2) umur tanaman, 3) jumlah gabah isi per malai dan persentase gabah isi per malai. Persyaratan teknik tersebut merupakan langkah teknis utama yang sebaiknya dilakukan oleh pemulia untuk memenuhi harapan utama konsumen yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), jumlah gabah >120 butir gabah per malai, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, serta memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB dan terhadap virus tungro. 3. Berdasarkan hasil analisis senstivitas harga diketahui rentang harga benih padi VUH yang dapat diterima konsumen (RAP) yaitu antara harga minimum (IPP)
Rp 30.000,- per kg dan harga optimum (OPP) Rp 35.000,- per kg. Harga benih padi varietas unggul hibrida saat ini yaitu Rp 50.000,- per kg merupakan harga yang sangat mahal bagi petani. 7.2
Saran
1. Berdasarkan matriks HOQ, padi varietas unggul hibrida belum sepenuhnya dapat memenuhi keinginan konsumen. Oleh karena itu, pemulia perlu menghasilkan padi varietas unggul hibrida yang dapat memenuhi keinginan konsumen dengan memperhatikan matriks HOQ perencanaan padi varietas unggul hibrida yang dihasilkan dalam penelitian ini. 2. Pemulia perlu memfokuskan persyaratan konsumen yang utama dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida yaitu produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar), jumlah gabah >120 butir gabah per malai, tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen, memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB dan terhadap virus tungro. 3. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas harga disarankan harga benih padi Varietas Unggul Hibrida tidak melebihi batas rentang harga tertinggi (MEP) yaitu Rp 42.500,- per kg karena pada batas tersebut konsumen menganggap bahwa harga benih padi hibrida sangat mahal. Penentuan harga benih padi hibrida sebaiknya berada pada rentang harga yang dapat diterima oleh konsumen (RAP) yaitu Rp 30.000,- per kg – 35.000,- per kg. 4. Pemerintah perlu melakukan atau meningkatkan kebijakan teknis yang dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai teknik budidaya yang benar dan sesuai anjuran di tingkat petani. 5. Penerapan metode QFD dalam pengembangan padi varietas unggul hibrida dalam penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menyusun ketiga matriks HOQ selanjutnya yaitu matriks pengembangan bagian, matriks perencanaan proses, dan matriks perencanaan produksi.
124
DAFTAR PUSTAKA Badan
Pusat Statistik. 2009. Produksi Tanaman http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0 [27 Maret 2011].
Padi.
Badan Pusat Statistik. 2011. Impor Beras. http://www.bps.go.id/exim-frame.php [27 Maret 2011]. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2007a. Sosialisasi Padi Hibrida Mendukung Peningkatan Produksi Padi Nasional. Subang : Balai Besar Penelitian Tanaman padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2007b. Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Hibrida. Subang : Balai Besar Penelitian Tanaman padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi . 2003. Evaluasi Mutu Beras Berbagai Varietas Padi di Indonesia. Subang : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi . 2009. Inovasi Teknologi Padi, Mengantispasi Perubahan Iklim Global, Mendukung Ketahanan Pangan. Subang : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Besterfield, Dale H. et al. 1999. Total Quality Management. Second Edition. New Jersey Prentice Hall. Basuki, Thohir. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida [Skripsi]. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Chanifah. 2009. Analisis Sikap dan Kepuasan Petani Terhadap Atribut Benih Padi Hibrida [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Departemen Pertanian. 2009. Meraih Kembali Swasembada Beras. Jakarta : Departemen Pertanian Departemen Pertanian. 2008. Petunjuk Teknis Budidaya Padi Hibrida. Gorontalo : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gaspersz, Vincent. 2008. Total Quality Management untuk Praktisi Bisnis dan Industri. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Goetsch, David L dan Davis, Stanley B. 2000. Quality Management : Introduction to Total Quality Management for Production Processing and Services. Third Edition. New Jersey Prentice Hall.
Hamrah. 2007. Pengembangan Varietas Melon (Cucumis melo L.) Melalui Metode Quality Function Deployment (QFD) [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas. Jakarta : index. Kecamatan Cigombong. 2011. Monografi Kecamatan Cigombong. Bogor : Kecamatan Cigombong Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta : PT Grasindo. Manalu, Darius. 2009. Analisis Sikap dan Kepuasan Petani Terhadap Benih Padi Hibrida [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Nasution, M. N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Jakarta : Ghalia Indonesia. Oakland, John S. 1993. Total Quality Management :The Route to Improving Performance. Second Edition. Butterworth-Heinemann. Oxford. Rahmatika, Ihsaniati N. 2008. Penerapan Quality Funtion Deployment (QFD) untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen produk biskuit di PT Arnott’s Indonesia [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Risenasari, Hepi. 2009. Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Restoran Pringjajar Kabupaten Pemalang Jawa Tengah [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Render, Barry dan Heizer, Jay. 2001. Prinsip-prinsip Manajemen Operasi Edisi Peratama. Jakarta : Salemba Empat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 1991. Padi Buku 3. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Suprihatno, B et al. Deskripsi Varietas Padi. 2010. Subang : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Satoto dan Suprihatno. 2008. Pengembangan Padi Hibrida di Indonesia. Di dalam Iptek Tanaman Pangan Volume 3 Nomor 1 April 2008. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
126
Sumarno, et al. 2008. Pemahaman dan Kesiapan Petani Mengadopsi Padi Hibrida. Di dalam Iptek Tanaman Pangan Volume 3 Nomor 2 Oktober 2008. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Suwarno. 2004. Pemuliaan dan Pengembangan Padi Hibrida. Makalah dipresentasikan di Seminar Nasional Padi Hibrida 2004. Himpunan Mahasiswa Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sujiprihartini, S., Trikoesoemaningtyas, Budiarti, T., Hadi, S. 2004. Persepsi Petani Terhadap padi Hibrida. Makalah dipresentasikan di Seminar Nasional Padi Hibrida 2004. Himpunan Mahasiswa Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Solihin, M. 2009. Analisis Kepuasan dan Sensitivitas Harga Makanan Tradisional Gepuk Karuhun Khas Bogor di Resto Karuhun (Kasus : PT Anofood Prima Nusantara Bogor) [skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Sinaga, F. 2006. Analisis Sensitivitas Harga dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penilaian Konsumen Terhadap Harga Ayam Panggang dan Steak di Restoran “MP” Bogor [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Simamora. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen Jilid 1. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Widyastuti dan Satoto. 2009. Evaluasi Heterosis Sejumlah Padi Hibrida Turunan Galur Mandul Jantan Asal Cina. Di dalam Inovasi Teknologi Padi untuk Mempertahankan Swasembada dan Mendorong Ekspor Beras. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2009. Subang : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
127
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jumlah Penduduk dan Proyeksi Kenaikan Kebutuhan Beras Tahun 2005 – 2030 di Indonesia
Tahun 2005 2006 2010 2015 2020 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Jumlah Penduduk (juta jiwa) 218,87 222,19 233,48 245,57 261,01 273,22 275,73 278,27 280,83 283,83 286,02
Kenaikan Penduduk (persen)
1,30 1,30 1,18 1,06 0,92 0,92 0,92 0,92 0,92 0,92 Sumber: Deptan (2007), Diolah
Kebutuhan Beras (juta ton) 30,46 30,92 32,49 34,45 36,32 38,02 38,37 38,72 39,06 39,44 39,80
Kenaikan Kebutuhan Beras (persen) 1,51 5,08 6,03 5,43 4,68 0,92 0,91 0,93 0,92 0,91
Kebutuhan GKG (juta ton) 47,08 47,57 49,98 52,99 55,88 58,49 59,03 59,57 60,12 60,67 61,23
Kenaikan Kebutuhan GKG (persen) 1,04 5,07 6,02 5,45 4,67 0,92 0,91 0,92 0,91 0,92
128
Lampiran 2. Perkiraan Luas Areal Potensial untuk Pengembangan Padi Hibrida di Beberapa Kabupaten di Jawa Barat Kabupaten
Luas Areal Potensial (Ha) Musim Hujan
Musim Kemarau
Jawa Barat Bogor
88.120,1
87.895,2
Sukabumi
129.111,1
127.959,9
Cianjur
117.402,5
117.349,2
Bandung
101,814,3
101.075,3
Garut
117.510,9
117.431,3
Ciamis
108.120,9
107.324,7
Kuningan
-
59.742,2
29.841,7
24.605,2
690.924,2
748.382,9
Purbolinggo
32.453
32.223,9
Banjarnegara
26.590
26.477,3
Wonosobo
29.963
29.956
Magelang
59.436
59.398,2
Boyolali
44.490
42.904,4
Purwakarta Jumlah Jawa Tengah
Klaten
58.463,1
-
Sukoharjo
44.725
-
Karang anyar
41.510
41.423,6
Sragen
82.859
81.149,9
Temanggung
24.939
24.939
445.428,1
338.472,3
54.955,1
54.879
Malang
63.117
63.072
Jember
127.257,5
127.302,7
51.201,1
51.210,4
38.221
38.024,9
Ngawi
87.733,5
87.483,5
Bojonegoro
94.472,5
94.615,8
Jumlah
516.957,7
515.588,3
Total
1.653.310
1.603.443,5
Jumlah Jawa Timur Ponorogo
Bondowoso Magetan
Sumber : Badan Litbang Pertanian, 2007 *)Dikurangi luas rata-rata kekeringan (MK) dan kebanjiran (MH) 10 tahun terakhir
129
Lampiran 3. Daftar Varietas Padi Hibrida yang Telah Dilepas di Indonesia No
Varietas
Institusi Pemilik
Tahun Pelepasan 2001 2001 2001 2001 2001 2002 2002 2002 2002 2003 2003 2003 2003 2004 2004 2004 2004 2005 2006 2005 2005 2005 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2007 2007 2009 2009 2009 2009 2009 2011 2011 2011 2011 2011 2011
1 Intani 1* PT BISI 2 Intani 2* PT BISI 3 Miki 1* PT KONDO 4 Miki 2* PT KONDO 5 Miki 3* PT KONDO 6 Maro* BB Padi Lis PT Dupon 7 Rokan* BB Padi 8 Longping Pusaka 1* PT Bangun Pusaka 9 Longping Pusaka 2* PT Bangun Pusaka 10 Hibrindo R1* PT Bayer Crop Sciience 11 Hibrindo R2* PT Bayer Crop Sciience 12 Batang Kampar* PT Karya Niaga Beras Mandiri 13 Batang Samo* PT Karya Niaga Beras Mandiri 14 Hipa 3* BB Padi 15 Hipa 4* BB Padi 16 Manis 4* PT KONDO 17 Manis 5* PT KONDO 18 Segara Anak* PT Makmur Sejahtera Nusa Tenggara 19 Brang Biji* PT Makmur Sejahtera Nusa Tenggara 20 Adirasa 1* PT Triusaha Saritani 21 Adirasa 64* PT Triusaha Saritani 22 PP1* PT Dupont 23 PP2* PT Dupont 24 Mapan – P. 02* PT Primasid Andalan Utama 25 Mapan – P. 05* PT Primasid Andalan Utama 26 Beras Super* PT Sumber Alam Sutera 27 Bernas Prima* PT Sumber Alam Sutera 28 SL – 8 – SHS * SL Agritech 29 SL – 11 – SHS* SL Agritech 30 Hipa 5 Ceva* BB Padi 31 Hipa 6 Jete* BB Padi 32 Hipa 7* BB Padi 33 Hipa 8** BB Padi Lis PT Dupon 34 Hipa 9** BB Padi Lis Metahelix 35 Hipa 10** BB Padi Lis Petrokimia 36 Hipa 11** BB Padi Lis Petrokimia 37 Hipa 12 SBU** BB Padi Lis PT SBU 38 Hipa 13** BB Padi Lis PT SBU 39 Hipa 14 SBU** BB Padi Lis PT SBU 40 Hipa Jatim 1** BB Padi Lis Pemerintah Jatim 41 Hipa Jatim 2** BB Padi Lis Pemerintah Jatim 42 Hipa Jatim 3** BB Padi Lis Pemerintah Jatim Sumber : *Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007) ** Hasil wawancara dengan pemulia padi hibrida Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2011)
130
√ √
√ √
X
√√
√√ √√
√√
√√ √√
Bobot 1000 butir gabah
Ketahanan terhadap penyakit HDB
Ketahanan terhadap virus tungro
Ketahan terhadap wereng coklat
Leher Malai
Panjang malai
Besar Batang
Tingkat senescence
Warna daun
Umur Tanaman
Posisi daun bendera terhadap malai
Tinggi tanaman
Persentase gabah isi / malai
Derajat Ketahanan OPT
O
O
O
O
O
Sifat Organoleptik
Sifat Mutu Fisikokimia Gabah
Produktivitas tinggi (7-10 ton per hektar)
2
4
2,00
Umur tanaman 90-120 HST
3
3
4
3
1,00
Tingkat kerontokan gabah saat panen dan pengangkutan rendah (1-5 persen) Tingkat kerontokan gabah saat penggebotan mudah (2-4 kali gebot) Jumlah anakan produktif > 20 batang
3
3
4
2
3
3
4
2
3
3
4
4
Tahan rebah
3
3
4
4
Batang besar dan kuat
3
3
3
4
Daun berwarna hijau tua
2
3
4
2
Prioritas bobot relatif
0,67 0,67
1,5
12
1,5
6
4
4
6
1,5 1,5
1
4
6
1,33
1,5
8
3
1,33
1,5
8
3
1,33
1,2
4,8
5
4
4
2,00
1,5
12
1
3
3
3
1,00
1,2
3,6
6
Daya berkecambah tinggi (> 80 persen)
3
3
4
4
1,33
1,5
8
3
Gabah berbentuk ramping
2
3
4
3
1,50
1,5
9
2
Tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55 persen
2
3
4
4
2,00
1,5
12
1
Patahan beras rendah (< 30 persen)
3
3
3
4
1,33
1,2
4,8
5
Beras bening
3
3
4
3
1,00
1,5
6
4
Tekstur nasi pulen
2
3
4
3
1,50
1,5
9
2
Aroma nasi sedang
3
3
3
3
1,00
1,2
3,6
6
Tahan terhadap hama wereng coklat
3
3
4
4
1,33
1,5
8
3
Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri
2
3
4
4
2,00
1,5
12
1
Tahan terhadap virus tungro
2
2
4
4
2,00
1,5
12
1
3
3
4
4
1,33
1,5
8
3
Bobot absolut
4
3
3
Prioritas persyaratan konsumen
6
2
Poin penjualan
1,00
Jumlah gabah >120 bulir gabah/malai Benih berukuran sedang
Padi Varietas Unggul Hibrida
3
3
3
3
3
3
3
2
3
4
4
2
2
3
3
3
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Padi Varietas Unggul Baru Ciherang
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
2 4 132 5 276 5
3 4 171 3 415 3
3 4 171 3 415 3
2 3 48 13 108 15
3 3 48 13 90 16
3 3 308 2 570 2
2 3 68 10 124 14
3 4 338 1 668 1
2 3 79 8 159 11
2 3 84 7 240 6
3 3 12 17 32 20
4 4 84 7 180 8
4 4 60 12 168 9
4 4 96 6 240 6
2 3 75 9 149 12
2 3 67 11 125 13
3 4 67 11 163 10
3 4 75 9 187 7
2 3 151 4 299 4
3 4 75 9 187 7
3 3 4 18 9 21
2 3 36 15 81 17
3 3 4 18 9 21
3 3 4 18 9 21
3 3 40 14 63 18
3 3 36 15 81 17
2 3 27 16 32 19
3 3 40 14 90 16
Padi VUH
Derajat kesulitan Nilai sasaran teknik Bobot absolut Prioritas bobot absolut Bobot relatif
4
1,5
Tahan terhadap penyakit blas Penilaian Kompetitif Teknik
3
Faktor skala kenaikan
Ketahanan Terhadap OPT
O O
Sifat Mutu Fisik Gabah dan Beras
Penilaian Kompetitif konsumen
Nilai Sasaran konsumen
Keunggulan gabah
O
√√ √√
√√
Kepentingan konsumen
Keunggulan benih
√√
Padi VUB Ciherang
Produktivitas
Jumlah gabah isi / malai
Persyaratan Konsumen (What)
Jumlah anakan produktif / rumpun
Sifat Fisik tanaman / Karakter Agronomis Tanaman
O
√√
Tekstur nasi (kepulenan)
O
√√
√√
√√
X
Aroma
O O
Persyaratan Teknik (How)
√
√√
√√
√√
Gel konsistensi
XX
√
√√
√√
√
√√ X
Keterawangan
√
√√
√
√√
√
√√
Rendemen beras pecah kulit
√
Rasio Panjang &lebar gabah
√
√√
√√ √
√
Derajat Putih
√√
√
√√ √√
√
Indeks glikemik
√ √
√
√
√√ √√
√√
√√
Kadar Amilosa
√ √
√
√√
Rendemen beras giling
√
√
√√ √√
Kilap
√√
Hubungan antara Persyaratan Teknik : √√ = Positif kuat (+9) √ = Positif lemah (+3) X = Negatif lemah (-3) XX = Negatif kuat (-9) = Tidak ada hubungan (0)
X
√√
√√
Persentase beras kepala
√√
O = Persyaratan teknik ingin dipertahankan √√
√√
Arah Pengembangan Persyaratan Teknik : = Persyaratan teknik ingin ditingkatkan = Persyaratan teknik ingin diturunkan
√
√
Kadar air gabah
Hubungan antara Persyaratan Pelanggan dengan Persyaratan Teknik : = Kuat (9) = Sedang (3) = Lemah (1) = Tidak ada hubungan (0)
Lampiran 4. Matriks HOQ
131
Lampiran 5. Kuesioner Gambaran Usahatani dan Persyaratan Konsumen Kuesioner Penelitian ” Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga pada Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida” (Studi Kasus : Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat) No. Kuesioner :
Responden yang Terhormat, Saya, Harfiana adalah mahasiswa Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) yang sedang melakukan penelitian mengenai “Penerapan Metode Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Sensitivitas Harga pada Pengembangan Padi Varietas Unggul Hibrida (Studi Kasus : Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat)”. Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi yang akan saya kerjakan. Demi tercapainya hasil yang diinginkan, mohon kesediaan Anda untuk ikut berpartisipasi dalam mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar. Informasi yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Atas bantuannya saya ucapkan terima kasih. Tanggal Survei : Beri tanda (√) pada jawaban yang Anda pilih Screening 1.
1.
2.
3.
Apakah Anda pernah menanam / sedang menanam padi hibrida ? [ ] Ya, kapan …………………………… [ ] Tidak Jika tidak, maka tidak perlu mengisi kuesioner ini. Terimakasih __________________________________________________________________ Identitas Responden a. Nama : …………………………………………………………… b. Umur : ……………….Tahun c. Alamat :……………………………………………………………... ……………………………………………………………………………….. d. Nomor Telepon : ……………………………………. Pendidikan terakhir [ ] Tidak Bersekolah [ ] SD/sederajat [ ] SMP/sederajat [ ] SMA/sederajat [ ] Lainnya, sebutkan …………………........ Pendapatan per bulan : [ ] < Rp 500.000,00 = Rp………………………………. [ ] Rp 500.000,00 ≤ x ≤ Rp 1.500.000,00 = Rp………………………………. [ ] Rp 1.500.000,00 < x ≤ Rp 2.500.000,00 = Rp………………………………. [ ] Rp 2.500.000,00 < x ≤ Rp 3.500.000,00 = Rp………………………………. [ ] Rp 3.500.000,00 < x ≤ Rp 4.500.000,00= Rp………………………………. [ ] > Rp 4.500.000,00 = Rp………………………………………………….
132
4.
Apakah usahatani padi ini merupakan : [ ] Pendapatan utama, dengan pendapatan sampingan sebagai…………….. [ ] Pendapatan sampingan, dengan pendapatan utama sebagai…………….
5.
Status Lahan [ ] Milik sendiri, dengan luas lahan …………… m2 [ ] Sewa, dengan luas lahan ……………………m2 Berapa kali Anda budidaya padi dalam satu tahun ? [ ] 1 kali [ ] 2 kali [ ] 3 kali Pola tanam padi apa yang Anda gunakan ? [ ] Padi, padi, padi [ ] Padi, padi, tanaman lain (sebutkan, …….………………) [ ] Padi, tanaman lain, tanaman lain (sebutkan,………………., ………………… )
6. 7.
Gambaran Usahatani Padi Hibrida 1. Berapa kali musim tanam Anda menanam padi hibrida ? [ ] 1 kali ………………………. [ ] 2 kali ………………… [ ] 3 kali ………………………. [ ] Lainnya, sebutkan……………… Alasan, ………………………………………………………………………….. 2. Apakah pada musim tanam sebelumnya Anda menanam salah satu benih padi sebagai berikut (pilih salah satu) ? [ ] Hibrida varietas …………… [ ] VUB Varietas Ciherang [ ] Varietas IR – 64 [ ] Lainnya, sebutkan ………..……… 3. Benih padi apa yang Anda tanam saat ini ? [ ] Hibrida, varietas………… [ ] Ciherang [ ] Varietas IR - 64 [ ] Lainnya,sebutkan…..……………… Pemilihan Varietas dan Benih 1. Varietas padi hibrida yang pernah Anda tanam : [ ] Bernas Super [ ] Rokan [ ] Intani 1 [ ] Maro [ ] Intani 2 [ ] Lainnya, sebutkan …..………………… 2. Asal bibit diperoleh : [ ] Bantuan dari pemerintah [ ] Lainnya, sebutkan……………….………… [ ] Membeli dari produsen bibit 3. Lama persemaian bibit : …………………… hari 4. Tempat persemaian : [ ] Nampan /pipiti [ ] Lahan di dalam petak sawah [ ] Lahan di luar petak sawah [ ] Lainnya, sebutkan………………..……… 5. Berapa jumlah benih yang Anda butuhkan = ………………………… kg/ha Pengolahan Lahan 1. Alat pembajakan yang digunakan : …………………………………….. 2. Lama pembajakan : …………………………………………………….. Penanaman 1. Umur bibit :………………… hari 2. Jumlah bibit :…………………. per lubang tanam 3. Cara tanam: [ ] Legowo [ ] Tegel [ ] Lainnya, sebutkan …………………… 3. Jarak tanam : ….. X ….. cm Perawatan Tanaman 1. Penyiangan Waktu penyiangan (berapa kali dan saat tanaman berumur berapa hari) : …………………………………………………………………………………………
133
Deskripsi penyiangan : ………………………………………………………. ……………………………………………………………………………………….. 2. Pemupukan I II III Jenis Pupuk Kg per ha Kg per ha Kg per ha Organik :
Anorganik :
a. Bagaimana Anda mendapatkan pupuk tersebut? [ ] Bantuan dari pemerintah [ ] Membeli dari produsen pupuk [ ] Lainnya, sebutkan………………………………………. b. Waktu Pemupukan : a. Pemupukan I : saat umur tanaman ………hari b. Pemupukan II : saat umur tanaman ………hari c. Pemupukan III : saat umur tanaman ………hari Pengendalian Hama dan Penyakit 1. Jenis Hama dan Penyakit : ………………………………………………………………………………….. 2. Pengendalian Hama dan Penyakit : [ ] Secara teknik budidaya [ ] Secara biologis (predator alami) [ ] Secara kimia (pestisida kimia) [ ] Secara fisik (perangkap) Sebutkan,………….………… Pestisida I II III Jenis Pestisida Kg, lt per ha Kg, lt per ha Kg, lt per ha Padat :
Cair :
a. Bagaimana Anda mendapatkan pestisida tersebut? [ ] Bantuan dari pemerintah [ ] Membeli dari produsen pestisida [ ] Lainnya, sebutkan………………………………………. b. Waktu pemberian pestisida : a. Pestisida I : saat umur tanaman ………hari
134
b. Pestisida II : saat umur tanaman ………hari c. Pestisida III : saat umur tanaman ………hari Panen 1. Umur panen :…………………. hari 2. Produktivitas : ………………… Ton / ha 3. Alat yang digunakan : [ ] Sabit [ ] Ani ani [ ] Tresher [ ] Lainnya, sebutkan……………………… 4. Cara Penjualan yang dominan dilakukan : No Cara penjualan Alasan 1. Ijon 2. Tebasan 3. Jual sekaligus setelah panen 4. Setelah panen, bertahap 5. 5. Rata-rata harga Gabah (GKG) Rp……………………. kw GKG Pasca panen Tingkat rendemen gabah menjadi beras : ……………………. % Tenaga Kerja Tenaga Kerja Jumlah (orang) Jam kerja TKDK Laki-laki Perempuan TKLK Laki-laki Perempuan Proses Produksi :
135
Penyusunan Persyaratan Konsumen Petunjuk : Berilah tanda (√) pada pilihan di bawah ini A. Kualitas Produk 1. Berapa tingkat produktivitas padi hibrida yang Anda inginkan ? [ ] Tinggi (7-10 ton per ha) [ ] Sedang (5-7 ton per ha) [ ] Rendah (< 5 ton per ha) [ ] Lainnya, sebutkan…………………… 2. Berapa lama umur padi hibrida yang Anda inginkan ? [ ] < 90 hari =……………. hari, semai = …………………. hari [ ] 90 – 120 hari = ……….. hari, semai = …………………. hari [ ] > 120 hari = ………….. hari, semai = …………………. hari [ ] Lainnya, sebutkan …………………….. 3. Bagaimana ketahanan tanaman terhadap hama wereng coklat yang Anda inginkan? [ ] Tahan terhadap hama wereng cokelat [ ] Rentan terhadap hama wereng cokelat [ ] Tidak tahan terhadap hama wereng cokelat 4. Bagaimana ketahanan tanaman terhadap penyakit hawar daun bakteri yang Anda inginkan? [ ] Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri [ ] Rentan terhadap penyakit hawar daun bakteri [ ] Tidak tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri 5. Bagaimana ketahanan tanaman terhadap penyakit blast yang Anda inginkan? [ ] Tahan terhadap penyakit blast [ ] Rentan terhadap penyakit blast [ ] Tidak tahan terhadap penyakit blast 6. Bagaimana ketahanan tanaman terhadap virus tungro ? [ ] Tahan terhadap virus tungro [ ] Rentan terhadap virus tungro [ ] Tidak tahan terhadap virus tungro 7. Berapa tingkat daya berkecambah padi hibrida yang Anda inginkan ? [ ] Tinggi (≥ 80%) = …………… % [ ] Rendah (≤ 80%) =…………… % 8. Berapa tingkat kerontokan (kehilangan) gabah padi hibrida yang Anda inginkan pada saat panen dan pengangkutan? [ ] Tinggi (51% - 100%) [ ] Sedang (6% - 25%) [ ] Rendah (1% - 5%) 9. Berapa tingkat kerontokan gabah padi hibrida yang Anda inginkan pada saat proses penggebotan (perontokan gabah dari tangkainya)? [ ] Mudah = …………. kali penggebotan [ ] Sedang = …………. kali penggebotan [ ] Sulit = ……………. kali penggebotan 10. Berapa tingkat rendemen gabah menjadi beras yang Anda inginkan ? [ ] Tinggi 60 – 65 % = ……………. % [ ] Sedang 55 – 60 % = …………… % [ ] Rendah 50 – 55 % = …………… % 11. Berapa jumlah anakan produktif yang Anda inginkan? [ ] Tinggi (≥ 20 batang produktif) = ……………… batang produktif [ ] Sedang (15 ≤ x < 20 batang produktif) =…………… batang produktif [ ] Rendah ( < 15 batang produktif) = ……………… batang produktif 12. Bagaimana tingkat kerebahan tanaman padi yang Anda inginkan ? [ ] Tahan [ ] Cukup tahan [ ] Tidak tahan 13. Bagaimana karakteristik batang tanaman yang Anda inginkan ? [ ] Besar dan kuat [ ] Besar dan lemah [ ] Kecil dan kuat [ ] Kecil dan lemah
136
14. Berapa jumlah gabah per malai yang Anda inginkan ? [ ] Tinggi (>120 bulir gabah) = ………………. bulir gabah [ ] Sedang (80 ≤ x ≤120) bulir gabah) = …………. bulir gabah [ ] Rendah (< 80 bulir gabah) = …………… bulir gabah 15. Bagaimana ukuran benih padi hibrida yang Anda inginkan ? [ ] Besar [ ] Sedang [ ] Kecil 16. Bagaimana bentuk gabah hibrida yang Anda inginkan ? [ ] Bulat [ ] Ramping 17. Bagaimana tingkat kepatahan butir beras hibrida yang Anda inginkan ? [ ] Rendah (≤ 30 %) = …….. % [ ] Sedang (30 < x < 50 %) = …….. % [ ] Tinggi (≥ 50 %) = …………% [ ] Lainnya, …………………. 18. Bagaimana kebeningan beras hibrida yang Anda inginkan ? [ ] Bening (putih), tanpa atau sedikit pengapuran [ ] Putih berkapur [ ] Putih dan memiliki bercak 19. Bagaimana tekstur nasi hibrida yang Anda inginkan ? [ ] Pulen [ ] Pera [ ] Lekat / tekstur nasi ketan 20. Bagaimana aroma nasi hibrida yang Anda inginkan ? [ ] Wangi [ ] Tidak wangi B. Harga 1. Bagaimana menurut Anda harga benih padi hibrida saat ini? [ ] Mahal [ ] Sesuai dengan produksi dan kualitas [ ] Murah 2. Bagaimana harga benih yang Anda inginkan ? [ ] Harga menjadi tidak berarti bila melihat kualitas yang diberikan (kualitas > harga) [ ] Harga sesuai dengan kualitas yang diberikan (kualitas = harga) [ ] Harga tidak sesuai dibandingkan dengan kualitas yang diberikan (kualitas < harga)
137
Lampiran 6. Kuesioner untuk Mengetahui Penilaian Kompetitif Konsumen Terhadap Padi Varietas Unggul Hibrida Keterangan Angka : 1 = Sangat Tidak Baik 2 = Tidak Baik 3 = Baik 4 = Sangat Baik Persyaratan Konsumen
Jawaban Hibrida
Inbrida
Nilai Sasaran
Produktivitas Umur tanaman Tingkat kerontokan gabah saat panen dan pengangkutan Tingkat kerontokan gabah saat penggebotan Jumlah anakan produktif Tingkat kerebahan tanaman Karakteristik batang tanaman Jumlah gabah per malai Ukuran benih Daya berkecambah Bentuk gabah Tingkat rendemen gabah menjadi beras Patahan beras Kebeningan beras Tekstur nasi (kepulenan) Aroma nasi Tahan terhadap hama wereng coklat Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri Tahan terhadap virus tungro Tahan terhadap penyakit blas
138
Lampiran 7. Kuesioner untuk Mengetahui Tingkat Kepentingan Persyaratan Konsumen Menurut Anda seberapa penting setiap atribut padi hibrida menjadi pertimbangan Anda untuk menanamnya ? • (SP) Sangat Penting jika atribut tersebut harus ada (paling dibutuhkan oleh Anda), jika tidak ada maka Anda akan pindah ke padi varietas unggul lain (4) • (P) Penting jika atribut ini sangat dibutuhkan namun bila tidak ada masih dapat ditolerir (3) • (TP) Tidak Penting jika konsumen tidak membutuhkan atribut, bila tidak ada, hal tersebut tidak mempengaruhi perilaku konsumen (2) • (STP) Sangat Tidak Penting jika konsumen sangat tidak membutuhkan atribut ini, tidak pernah memperhatikan (tidak memperhatikan keberadaan atribut) (1) Persyaratan Konsumen
Tingkat Kepentingan SP
P
TP
STP
Produktivitas Umur tanaman Tingkat kerontokan gabah saat panen dan pengangkutan Tingkat kerontokan gabah saat penggebotan Jumlah anakan produktif Tingkat kerebahan tanaman Karakteristik batang tanaman Jumlah gabah per malai Ukuran benih Daya berkecambah Bentuk gabah Tingkat rendemen gabah menjadi beras Patahan beras Kebeningan beras Tekstur nasi (kepulenan) Aroma nasi Tahan terhadap hama wereng coklat Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri Tahan terhadap virus tungro Tahan terhadap penyakit blas
139
Lampiran 8.
Kuesioner untuk Mengetahui Penilaian Poin Penjualan Persyaratan Konsumen Terhadap Padi Varietas Unggul Hibrida Mohon Untuk Mengisi Data dengan Benar Beri penilaian berupa angka pada tabel berikut Keterangan Angka : 1,0 = Tidak menolong dalam penjualan produk 1,2 = Cukup menolong dalam penjualan produk 1,5 = Menolong dalam penjualan produk Persyaratan Konsumen
Varietas Unggul Hibrida
Produktivitas Umur tanaman Tingkat kerontokan gabah saat panen dan pengangkutan Tingkat kerontokan gabah saat penggebotan Jumlah anakan produktif Tingkat kerebahan tanaman Karakteristik batang tanaman Jumlah gabah per malai Ukuran benih Daya berkecambah Bentuk gabah Tingkat rendemen gabah menjadi beras Patahan beras Kebeningan beras Tekstur nasi (kepulenan) Aroma nasi Tahan terhadap hama wereng coklat Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri Tahan terhadap virus tungro Tahan terhadap penyakit blas
140
Lampiran 9. Kuesioner Persyaratan Teknik
Primer
Primer
Primer
Primer
Primer
Persyaratan Teknik Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder
Satuan pengukuran
141
Derajat Ketahanan Terhadap OPT
Sifat Fisik Tanaman
Keunggulan benih
Keunggulan gabah
Ketahanan terhadap OPT
Produktivitas tinggi (7-10 ton/ha) Umur tanaman 90-120 HST Tingkat kerontokan gabah saat panen dan pengangkutan rendah (1-5%) Tingkat kerontokan gabah saat penggebotan mudah (2-4 kali gebot) Jumlah anakan produktif >20 anakan Tahan rebah Batang besar dan kuat Daun berwarna hijau tua Jumlah gabah >120 bulir gabah/malai Benih berukuran sedang Daya berkecambah tinggi (>80%) Memiliki sertifikat benih Gabah berbentuk ramping Tingkat rendemen gabah menjadi beras 50-55% Patahan beras rendah (<30%) Beras bening Tekstur nasi pulen Aroma nasi sedang Tahan terhadap hama wereng coklat Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri Tahan terhadap virus tungro Tahan terhadap penyakit blast
Sifat Organoleptik
Tekstur nasi (kepulenan)
Aroma
Gel konsistensi
Keterawangan
Derajat Putih
Indeks glikemik
Kadar Amilosa
Kilap
Persentase beras kepala
Kadar air gabah
Rendemen beras giling
Rendemen beras pecah kulit
Rasio Panjang &lebar gabah
Bobot 1000 butir gabah
Ketahanan terhadap penyakit HDB
Ketahanan terhadap virus tungro
Ketahan terhadap wereng coklat
Leher Malai
Panjang malai
Besar Batang
Tingkat senescence
Warna daun
Umur Tanaman
Posisi daun bendera terhadap malai
Tinggi tanaman
Persentase gabah isi / malai
Jumlah gabah isi / malai
Persyaratan Pelanggan (What)
Produktivitas
Sifat Mutu Fisiokimia Gabah
Teknik (How)
Jumlah anakan produktif / rumpun
Persyaratan
Sifat Mutu Fisik Gabah dan Beras
142
Lampiran 10. Matriks Hubungan Persyaratan Konsumen dengan Persyaratan Teknik
: Menunjukkan sebuah hubungan lemah dengan nilai 1 : Menunjukkan tidak ada hubungan dengan nilai 0
: Menunjukkan sebuah hubungan kuat dengan nilai 9 : Menunjukkan sebuah hubungan medium dengan nilai 3
: Menunjukka hubungan positif kuat, bernilai (+9) : Menunjukkan hubungan positif lemah, bernilai (+3) : Menunjukkan hubungan negatif lemah, bernilai (-3) 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
XX
14
15
16
: Menunjukkan hubungan negatif kuat, bernilai (-9) : Menunjukkan tidak ada hubungan, bernilai (0)
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Lampiran11. Matriks Hubungan Antara Persyaratan Teknik
√√ √ X
143
Keterangan : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
: Jumlah anakan produktif per rumpun : Jumlah gabah total per malai : Persentase gabah isi per malai : Tinggi tanaman : Posisi daun bendera terhadap malai : Umur tanaman : Warna daun : Tingkat senescence : Besar batang : Panjang malai : Leher malai : Ketahanan terhadap hama wereng coklat :Ketahanan terhadap virus tungro : Ketahanan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) : Bobot 1000 butir gabah :Rasio panjang dan lebar gabah : Rendemen beras pecah kulit : Rendemen beras giling : Kadar air gabah : Persentase beras kepala : Kilap : Kadar amilosa : Indeks glikemik : Derajat putih : Keterawangan : Gel konsistensi : Aroma : Tekstur nasi (kepulenan)
Lampiran 12. Kuesioner Derajat Kesulitan Persyaratan Teknik Keterangan : 1 = Sangat Mudah 2 = Mudah 3 = Sulit 4 = Sangat Sulit Persyaratan Teknik Jumlah anakan produktif per rumpun Jumlah gabah isi per malai Persentase gabah isi per malai Tinggi tanaman Posisi daun bendera terhadap malai Sifat Fisik Tanaman Umur tanaman (Karakter Agronomis Tanaman) Warna daun Tingkat senescence Besar batang Panjang malai Leher malai Ketahanan terhadap hama wereng coklat Ketahanan Terhadap OPT Ketahanan terhadap virus tungro Utama Ketahanan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) Bobot 1000 butir gabah Rasio panjang dan lebar gabah Rendemen beras pecah kulit Sifat Mutu Fisik Gabah Rendemen beras giling dan Beras Kadar air gabah Persentase beras kepala Kilap Kadar amilosa Indeks glikemik Sifat Mutu Fisikokimia Derajat putih Gabah dan Beras Keterawangan Gel konsistensi Aroma Sifat Organoleptik Beras Tektur nasi (kepulenan)
Derajat Kesulitan
144
Lampiran 13. Kuesioner Peniliain Kompetitif Persyaratan Teknik Keterangan : 1 = Sangat Buruk 2 = Buruk 3 = Baik 4 = Sangat Baik Persyaratan Teknik Jumlah anakan produktif per rumpun Jumlah gabah isi per malai Persentase gabah isi per malai Tinggi tanaman Posisi daun bendera terhadap Sifat Fisik Tanaman malai (Karakter Agronomis Umur tanaman Tanaman) Warna daun Tingkat senescence Besar batang Panjang malai Leher malai Ketahanan terhadap hama wereng coklat Ketahanan Terhadap Ketahanan terhadap virus tungro OPT Utama Ketahanan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) Bobot 1000 butir gabah Rasio panjang dan lebar gabah Rendemen beras pecah kulit Sifat Mutu Fisik Gabah Rendemen beras giling dan Beras Kadar air gabah Persentase beras kepala Kilap Kadar amilosa Indeks glikemik Sifat Mutu Fisikokimia Derajat putih Gabah dan Beras Keterawangan Gel konsistensi Aroma Sifat Organoleptik Beras Tektur nasi (kepulenan)
Hibrida
Ciherang
145
Lampiran 14. Kuesioner Nilai Sasaran Persyaratan Konsumen Padi Hibrida Kami Mohon Kepada Bapak/Ibu Pemulia Padi Hibrida untuk Memberi Penilaian Berupa Angka pada Tabel berikut : 2 = Buruk (Persyaratan konsumen padi hibrida memerlukan perbaikan agar memiliki mutu yang sama dengan padi ciherang) 3=
Baik (Persyaratan konsumen padi hibrida tidak memerlukan perbaikan atau dengan kata lain pemulia ingin mempertahankan mutu padi hibrida tersebut)
4 = Sangat Baik (Persyaratan konsumen padi hibrida memerlukan perbaikan agar dapat melebihi mutu padi ciherang)
Persyaratan Konsumen
Padi Nilai Nilai VUB VUH Ciherang
Nilai Sasaran VUH
Produktivitas tinggi (7-10 ton per ha) Umur tanaman 90 – 120 HST Tingkat kerontokan gabah pada saat panen dan pengangkutan rendah (1 – 5 %) Tingkat kerontokan gabah pada saat penggebotan tergolong mudah rontok (2-4 kali gebot) Jumlah anakan produktif > 20 anakan Tahan rebah Batang besar dan kuat Daun berwarna hijau tua Jumlah gabah >120 butir gabah per malai Benih berukuran sedang Daya berkecambah tinggi (>80%) Gabah berbentuk ramping Tingkat rendemen gabah menjadi beras 50 – 55 % Patahan beras rendah (< 30%) Beras bening Tekstur nasi pulen Aroma nasi sedang Tahan terhadap hama wereng coklat Tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri Tahan terhadap virus tungro Tahan terhadap penyakit blas
146
Lampiran 15. Kuesioner Nilai Sasaran Persyaratan Teknik Padi Hibrida Kami Mohon kepada Bapak/Ibu Pemulia Padi hibrida untuk memberi penilaian berupa angka pada tabel berikut : 2 = Buruk (Persyaratan teknik padi hibrida memerlukan perbaikan agar memiliki kualitas yang sama dengan padi ciherang) 3= Baik (Persyaratan teknik padi hibrida sudah sesuai dengan keinginan konsumen sehingga tidak memerlukan perbaikan atau dengan kata lain pemulia ingin mempertahankan mutu padi hibrida tersebut) 4 = Sangat Baik (Persyaratan teknik padi hibrida memerlukan perbaikan agar dapat melebihi kualitas padi ciherang) Nilai Padi Nilai Padi Nilai Persyaratan Teknik Hibrida Ciherang Sasaran Jumlah anakan produktif per rumpun Jumlah gabah isi per malai Persentase gabah isi per malai Tinggi tanaman Sifat Fisik Tanaman Posisi daun bendera (Karakter Agronomis terhadap malai Tanaman) Umur tanaman Warna daun Tingkat senescence Besar batang Panjang malai Leher malai Ketahanan terhadap hama wereng coklat Ketahanan terhadap virus Ketahanan Terhadap tungro OPT Utama Ketahanan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) Bobot 1000 butir gabah Rasio panjang dan lebar gabah Rendemen beras pecah Sifat Mutu Fisik kulit Gabah Rendemen beras giling dan Beras Kadar air gabah Persentase beras kepala Kilap Kadar amilosa Indeks glikemik Sifat Mutu Derajat putih Fisikokimia Gabah dan Beras Keterawangan Gel konsistensi Aroma Sifat Organoleptik Beras Tektur nasi (kepulenan)
147
Lampiran 16. Arah Pengembangan Persyaratan Teknik Keterangan : : simbol ini diberikan pada persyaratan teknik yang akan meningkatkan kepuasan konsumen apabila lebih atau singkatnya ditingkatkan. : simbol ini diberikan pada persyaratan teknik yang akan meningkatkan kepuasan konsumen apabila kurang atau singkatnya diturunkan. O
: simbol ini diberikan pada persyaratan teknik yang akan meningkatkan kepuasan konsumen apabila terdapat pada target (jangkauan nilai) tertentu.
Persyaratan Teknik
Sifat Fisik Tanaman (Karakter Agronomis Tanaman)
Ketahanan Terhadap OPT Utama
Sifat Mutu Fisik Gabah dan Beras
Sifat Mutu Fisikokimia Gabah dan Beras
Sifat Organoleptik Beras
Arah Pengembangan
Jumlah anakan produktif per rumpun Jumlah gabah isi per malai Persentase gabah isi per malai Tinggi tanaman Posisi daun bendera terhadap malai Umur tanaman Warna daun Tingkat senescence Besar batang Panjang malai Leher malai Ketahanan terhadap hama wereng coklat Ketahanan terhadap virus tungro Ketahanan terhadap penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) Bobot 1000 butir gabah Rasio panjang dan lebar gabah Rendemen beras pecah kulit Rendemen beras giling Kadar air gabah Persentase beras kepala Kilap Kadar amilosa Indeks glikemik Derajat putih Keterawangan Gel konsistensi Aroma Tektur nasi (kepulenan)
148
Lampiran 17. Analisis Sensitivitas Harga Beri Tanda (X) pada jawaban yang Anda pilih 1. Menurut Anda, pada tingkat harga berapa Anda merasa bahwa benih padi hibrida tergolong “ TERLALU MURAH” sehingga Anda meragukan kualitasnya : Tingkat Harga (Rp per kg) 5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
55.000
60.000
65.000
70.000
75.000
2. Menurut Anda, pada tingkat harga berapa Anda merasa bahwa benih padi hibrida tergolong “MURAH” sehingga Anda menganggap kualitasnya baik: Tingkat Harga (Rp per kg) 5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
55.000
60.000
65.000
70.000
75.000
3. Menurut Anda, pada tingkat harga berapa Anda merasa bahwa benih padi hibrida tergolong “MAHAL” sehingga Anda masih bersedia untuk membelinya : Tingkat Harga (Rp per kg) 5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
55.000
60.000
65.000
70.000
75.000
4. Menurut Anda, pada tingkat harga berapa Anda merasa bahwa benih padi hibrida tergolong”SANGAT MAHAL” sehingga Anda tidak bersedia untuk membelinya: Tingkat Harga (Rp per kg) 5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
55.000
60.000
65.000
70.000
75.000
149
Lampiran 18. Populasi Petani Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010 No Nama Kelompok Tani 1 H. Zakaria Tunas Inti 2 Jaya Tunas Inti 3 Jumena Tunas Inti 4 Wardi Tunas Inti 5 Katin Tunas Inti 6 Erik Manunggal Jaya 7 Emang Manunggal Jaya 8 Ma’rup Manunggal Jaya 9 Uen Manunggal Jaya 10 Entur Manunggal Jaya 11 Aripin Manunggal Jaya 12 Mulyadi Manunggal Jaya 13 Entong Manunggal Jaya 14 Ayub Manunggal Jaya 15 Jaka Manunggal Jaya 16 Pei Manunggal Jaya 17 Uci Manunggal Jaya 18 Ujang Manunggal Jaya 19 Upay Manunggal Jaya 20 Andri Manunggal Jaya 21 Handi Harapan Maju 22 Khoer Harapan Maju 23 Enjang Harapan Maju 24 Jaya Harapan Maju 25 Rahmat Harapan Maju 26 Hikorni Harapan Maju 27 Mad Harapan Maju 28 Maman Harapan Maju 29 Dudi Silih Asuh 30 Puri Silih Asuh 31 H. Ahmad Silih Asuh 32 Encin Silih Asuh 33 H. Taufik Silih Asuh 34 Saefudin Silih Asuh 35 Utad Silih Asuh 36 Bakri Silih Asuh 37 Murha Silih Asuh 38 Atang Silih Asuh 39 Daman Silih Asuh 40 Nana Silih Asuh 41 Toto Silih Asuh 42 H. Anda Silih Asuh 43 Culi Silih Asuh Sumber : Data primer hasil wawancara dengan para ketua kelompok tani
150