BIAStatistics (2016) Vol. 10, No. 1, hal. 17-30
PENERAPAN METODE OVERLAID CONTOUR PLOT DAN DESIRABILITY FUNCTION PADA CENTRAL COMPOSITE DESIGN Dita Dioputri Againa1, Sri Wirnani2 dan Enny Supartini2 Mahasiswa Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran 2 Dosen Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran Email:
[email protected];
[email protected];
[email protected] 1
ABSTRAK Optimasi adalah pencarian nilai-nilai variabel yang dianggap optimal, efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang diinginkan. Proses optimasi yang sering dilakukan pada umumnya hanya melibatkan satu respon saja. Ketika dalam percobaan melibatkan lebih dari satu respon (multirespon) maka proses optimasi dilakukan secara simultan atau bersamaan. Metode optimasi multirespon yang dapat digunakan adalah Overlaid Contour Plot dan Desirability Function. Kedua metode ini diterapkan pada kasus teknik persiapan untuk misel buatan pada muatan harminedengan desain dasar yaitu Central Composite Design. Dimana terdapat dua buah faktor yang terlibat yaitu Harmine dan volume hidrasi, sedangkan responnya adalah jumlah muatan obat dan indeks polidispersitas. Melalui analisis Overlaid Contour Plot dan Desirability Function didapatkan komposisi perlakuan Harmine sebesar 1,7273 mg dan perlakuan volume hidrasi sebesar 10,4545 mL. Komposisi perlakuan tersebut dapat mengoptimalkan respon jumlah muatan obat sebesar 13,8024 dan respon indeks polidispersitas sebesar 0,1922. Kata Kunci : Optimasi, Response Surface Methodology, Overlaid Contour Plot, Desirablity Function, Central Composite Design.
1.
PENDAHULUAN
Optimasi adalah pencarian nilai-nilai variabel yang dianggap optimal, efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang diinginkan(Karmiadji,2011). Dalam pengambilan keputusan, optimasi bertujuan untuk memilih kondisi dari beberapa variabel input atau disebut juga dengan variabel independen untuk mendapatkan kondisi output yang optimum. Proses optimasi yang sering dilakukan pada umumnya hanya melibatkan satu respon saja. Ketika dalam percobaan melibatkan lebih dari satu respon (multirespon) maka proses optimasi dilakukan secara simultan atau bersamaan . Jika optimasi tidak dilakukan secara simultan, maka keoptimalan pada setiap responnya belum tentu sama. Optimal pada satu respon belum tentu optimal pada respon yang lain (Supartini dan Winarni, 2015). Metode optimasi multirespon yang dapat digunakan adalah Response Surface Methodologydan desirability function. Response Surface Methodology(RSM) merupakan suatu metode yang mengkombinasikan desain eksperimen dengan teknik-teknik statistika untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi hasil dan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon. Metode ini memberikan kemudahan dalam menentukan kondisi optimum untuk mendapatkan hasil yang sangat memuaskan (Montgomery, 2009). Pada RSM identifikasi variabel secara visual dapat menggunakan overlaid contour plot. Overlaid contour plot digunakan untuk proses optimasi respon secara bersamaan. Metode ini dilakukan dengan menumpangtindihkan contour plot untuk masing-masing respon dan menemukan daerah yang membuat kemungkinan nilai terbaik untuk masing-masing respon.
17
Desirability function adalah salah satu metode yang sering digunakan dalam dunia industri untuk melakukan optimasi multirespon dari suatu proses (Bachtiyar et al, 2011). Optimisasi dengan menggunakan desirability function merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengoptimalkan proses respon ganda secara simultan. RSM dapat digunakan pada beberapa desain dasar diantaranya Central Composite Design(CCD). CCD adalahdesainyang paling umum digunakan dirancangan percobaan. CCD adalah desain faktorial fraksial dengan poin pusat, ditambah dengan sekelompok poin aksial yang memungkinkan untuk memperkirakan kelengkungan (Shivakumar et al, 2008). Pada CCD, agar kualitas dari prediksi menjadi lebih baik, maka rancangannya selain memiliki sifat ortogonal juga harus rotatable (Jeff Wu, 2009). Kasus percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pada bidang farmasi mengenai teknik persiapan untuk misel buatan pada muatan harmineyang dilakukan oleh Yong-Yan Bei dan kawan-kawan (2013). Misel adalah molekul-molekul surfaktan yang mulai berasosiasi berikutnya. Harmine yang biasa disebut dengan zat kristal putih merupakan sebuah harmalin (senyawa alkoid) dan diperoleh dengan oksidasi. Harmine merupakan sebuah polimer sintetis amfipatik terbaru yang disintesis untuk mengurangi efek samping karena pemberian obat yang tidak larut. Untuk mencapai manfaat terbaik dilakukan sistem pelepasan efektif untuk obat hidrofobik seperti liposom dan nanopartikel. Akhir-akhir ini, amfipatik polimer telah dikembangkan, yaitu sebuah hasil sintesis yang menjadi nanomisel. Dibandingkan dengan liposom dan nanopartikel, misel polimer mempunyai stabilitas termodinamik. Inti hidrofobik dapat menjadi wadah untuk obat-obatan yang tidak larut dengan jumlah muatan obat (LD) dan waktu retensi yang panjang, yang dapat meningkatkan daya larut dan memperbaiki bioavailabilitas. Harmine mempunyai bioavailabilitas yang rendah sehingga daya larutnya pun akan rendah. Untuk mendapatkan bioavailabilitas yang memuaskan, maka dilakukan peningkatan LD pada harmine. Dalam kasus ini respon yang diteliti berupa jumlah muatan obat (LD)dan indeks polidispersitas (PDI), sedangkan variabel independen yaitu harmine (HM) yang mempunyai 5 buah taraf dan volume hidrasi yang mempunyai 5 buah taraf. Dengan menggunakan formulasi model yang tepat, maka dapat diperoleh nilai variabel independen (X1 dan X2) yang menyebabkan LD(Y1) dan PDI (Y2) menjadi optimal. Dalam proses produksinya peneliti ingin mengetahui komposisidari variabel HM dan volume hidrasi agar dapat mengoptimalkan respon volume LD dan PDI. 2.
METODOLOGI
2.1. Response Surface Methodology(RSM) Langkah pertama dari metode permukaan respon adalah menemukan hubungan antara respon dengan variabel independen melalui persamaan polinomial orde satu (model orde pertama). Dinotasikan variabel-variabel independen 1,x2,…, . Variabelvariabel tersebut diasumsikan terkontrol dan mempengaruhi variabel respon . Jika respon dimodelkan secara baik dengan fungsi linier dari variabel-variabel independen X , maka pendekatan fungsi dari model orde satu adalah seperti pada fungsi berikut: =
+
+
+ ⋯+
+
(1)
Jika terdapat kelengkungan pada eksperimen orde pertama maka selanjutnya dilakukan model orde kedua karenamodel orde kedua diisyaratkan untuk pendekatan optimasi respon karena adanya lengkungan (curvature) dalam permukaannya. Analisis respon permukaan orde kedua sering disebut model kuadratik. Model orde kedua dinyatakan seperti yang disebutkan persamaan berikut:
18
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
=
+∑
+∑
+∑
∑
+
(2)
j
+∑
+∑
+∑
∑
.
(3)
j
nilai dugaan, x variabel predictor, b taksiran parameter regresi dan ε residual.
2.1.1. Pengujian Kesesuaian Model (Lack of Fit) Lack of fit artinya penyimpangan atau ketidaktepatan terhadap model. Pengujian lack of fit artinya pengujian untuk mendeteksi apakah model orde yang diuji sudah fit dengan data atau belum. Bila tidak terdapat lack of fit maka model orde yang dipilih sudah tepat, sedangkan bila terdapat lack of fit bermakna maka model orde yang dipilih tidak tepat dan selanjutnya perlu dikembangkan menjadi model orde yang lebih tinggi (Winahju, 2010). Pengujian kesesuaian model ini dilakukan untuk mengetahui apakah model sudah sesuai atau belum dengan cara menguji ada tidaknya lack of fit pada model. Hipotesis yang digunakan adalah : Tidak terdapat Lack of Fit (Model Orde fit dengan data) : Terdapat adanya Lack of Fit (Model Orde tidak fit dengan data)
H0 H1
Statistik Uji:
=
. .
(4)
.
dengan . .
: Mean Square Lack of Fit
.
: Mean Square of Pure Error
Kriteria uji dari pengujian ini adalah tolak H0 jika Fhitung> ( dapat pula menggunakan kriteria uji p-value<α, terima dalam hal lainnya.
;
;
; ;∝)
atau
Jika pada model orde I terdapat lack of fit, maka analisis dilanjutkan pada pengujian lack of fit untuk model orde II. Jika tidak terdapat lack of fit maka model yang digunakan adalah model orde II, tetapi jika terdapat lack of fit maka analisis dilanjutkan pada model dengan orde yang lebih tinggi. 2.1.2. Pengujian Parameter Regresi Pengujian parameter regresi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel prediktor dengan respon. Pengujian parameter memiliki hipotesis sebagai berikut, H0
: βi = 0 (tidak ada pengaruh variabel prediktor ke-i terhadap respon)
H1
: βi ≠ 0 (terdapat pengaruh variabel prediktor ke-i terhadap respon)
Statistik Uji: =
( )
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
(5)
19
jika
Kriteria uji dari pengujian parameter resgresi ini adalah tolak H0 jika Tolak H0 ∝ atau dapat pula menggunakan kriteria uji p-value < α, terima > ( ; )
dalam hal lainnya. Artinya variabel-variabel independen Xi memberikan pengaruh yang berarti terhadap respon. 2.1.3. Overlaid Contour Plot Seiring permasalahan yang muncul dalam dunia industri tidak hanya melibatkan satu variabel respon saja, tetapi k variabel respon dan i variabel input, atau biasa disebut dengan multirespon (Khuri and Cornell, 1996). Pendekatan yang relatif mudah untuk mengoptimalkan multirespon yang bekerja dengan baik adalah menggunakan overlaid contour plot (Montgomery, 2009). Overlaid contour plot digunakan untuk mempertimbangkan optimasi respon secara bersamaan. Metode ini dilakukan dengan menumpangtindihkan contour plot untuk masing-masing respon dan menemukan daerah yang membuat kemungkinan nilai terbaik untuk masing-masing respon sehingga bisa mendapatkan kondisi yang optimal. Melalui pendekatan multirespon secara simultan ini bisa didapatkan setting faktor yang optimal. Pada RSM untuk mengidentifikasi variabel secara visual dapat menggunakan overlaid contour plot. Pada umumnya RSM digunakan untuk mengoptimalisasi satu respon saja. Dalam kasus respon lebih dari satu proses optimasi secara visual dapat menggunakan overlaid contour plot yaitu dengan cara menumpangtindihkan masingmasing overlaid contour plot sehingga ditemukan daerah yang beririsan dan daerah irisan itu yang berpotensi untuk mengoptimalkan respon (Winarni, 2013). Gambar 1. menunjukan terdapat daerah yang beririsan pada overlaid contour plot.
Gambar 1. Overlaid Contour Plot (Montgomery, 2009) 2.2. Desirability Function Desirability function merupakan suatu transformasi geometri respon dari nilai nol sampai satu. Respon-respon yang berada dalam batas yang ditentukan bernilai antara nol sampai dengan satu (0
20
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
dirumuskan kedalam 3 golongan, yaitu larger the better, smaller the better, dan nominal is the best (Myers et al, 2008). Teknik optimasi ini memakai istilah target (T), upper (U), lower (L), dan bobot (r). Larger the better digunakan jika menginginkan optimasi respon sebesar mungkin (pada titik tertinggi), maka individual desirability-nya adalah
=
⎧ ⎪ ⎨ ⎪ ⎩
Jika ( ) ≤
0 ( )− − 1
Jika
<
( )≤
(6)
Jika ( ) >
Smaller the better digunakan jika menginginkan optimasi respon sekecil mungkin (optimasi pada titik terendah), maka individual desirability-nya adalah
=
⎧ ⎪ ⎨ ⎪ ⎩
Jika ( ) ≤
1 − ( ) − 0
Jika
<
( )≤
(7)
Jika ( ) >
Nominal the best digunakan jika respon idealnya adalah nilai target tertentu, maka individual desirability-nya adalah
=
Jika ( ) ≤
⎧ ⎪ ⎪
0 ( )− −
⎨ ⎪ ⎪ ⎩
− ( ) − 0
Jika
<
( )≤ (8)
Jika
<
( )≤
Jika ( ) >
Dari persamaan fungsi individual desirability terdapat bobot (r) yang berguna untuk mendefinisikan bentuk dari fungsi desirability pada setiap respon. Bobot dipilih untuk menekankan atau melonggarkan targetnya (Montgomery, 2009). 1. Untuk 0 < r < 1, memberikan penekanan yang kurang pada targetnya. Semakin besar nilai desirability semakin jauh nilai respon dari target. 2. Untuk r = 1, memberikan nilai kepentingan yang sama pada target dan nilai batasbatasnya. Nilai desirability dari suatu respon meningkat secara linier. 3. Untuk r > 1, memberikan penekanan yang lebih pada targetnya. Suatu respon harus sangat dekat dengan target agar memiliki nilai desirability yang tinggi. Fungsi individual desirability tersebut digabung menggunakan rataan geometri yang hasilnya disebut fungsi composite atau overall desirability sebagaimana pada persamaan (9). =
×
×
×…×
(9)
Setelah perhitungan individual desirability, dihitung nilai overall desirability, sehingga didapatkan nilai-nilai antara nol sampai satu, dengan nilai-nilai tersebut dapat ditentukan apakah hasil optimasi sesuai dengan harapan.
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
21
2.3. Central Composite Design (CCD) Pada umumnya Central Composite Design (CCD) adalah desain yang banyak digunakan untuk mengestimasi order kedua dalam RSM.CCD merupakan salah satu metode yang paling populer dari model orde kedua. CCD telah dipelajari dan digunakan oleh banyak peneliti. Desain ini melibatkan fraksional faktorial yang dikombinasikan dengan poin aksial (Khuri and Cornell, 1996). Eksperimen yang baru akan didesain setelah wilayah di sekitar respon optimum dari model orde I diketahui. Pada eksperimen yang baru, digunakan model orde II untuk mengetahui adanya lengkungan kuadrat permukaan respon (Kuehl, 2000). Untuk mengestimasi model permukaan respon orde II, biasanya digunakan Central Composite Design (CCD). CCD juga merupakan suatu rancangan percobaan dengan faktor yang terdiri dari 2 level yang diperbesar titik-titik lebih lanjut yang memberikan efek kuadratik. Desain ini dimulai dengan level yang sama dengan desain 2 , ditambah dengan level tambahan yang terdiri dari center points dan star points( ). Total kombinasi level yang terdapat pada CCD adalah 2 +2 +1, dimana k adalah jumlah faktor. Pada CCD, agar kualitas dari prediksi menjadi lebih baik, maka rancangannya selain memiliki sifat ortogonal juga harus rotatable. Suatu rancangan dikatakanrotatablejika ragam dari variabel respon yang destimasi merupakan fungsi dari 1,2,…, yang hanya bergantung pada jarak dari pusat rancangan dan tidak bergantung dari arahnya (letak titik percobaan).Dengan kata lain ragam dari variabel respon yang diduga sama untuk semua titik asalkan titik-titik tersebut memiliki jarak yang sama dari pusat rancangan (center runs) (Ernawati, 2012). Pada percobaan yang melibatkan dua faktor, titik yang dibentuk pada CCD berjumlah 13 titik dimana titik-titik tersebut terditri atas 4 buah corner point, 4 buah axial point, 5 buah center point. Mengapa diambillimacenter point dalam desain? Alasannya karena terkait dengan varians dari nilai prediksi. Ketika penyesuaian permukaan respon ingin memperkirakan fungsi respon di daerah desain ini di mana untuk menemukan kondisi optimal. Prediksi dapat diandalkan di seluruh wilayah, dan terutama di dekat pusat karena memiliki harapan optimal di wilayah tengah. Dengan memilih 5 center point, varians di tengah adalah kira-kira sama dengan varians di tepi. Jika hanya memiliki satu atau dua center point, maka akan memiliki presisi yang kurang di tengah-tengah daripada presisi pada tepinya. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan presisi di tepi desain relatif tengah. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas hasil serta langkah-langkah perhitungan dalam proses optimasi menggunakan Overlaid Contour Plot dan Desirability Function. Dalam RSM, komposisi HM dan komposisi volmue hidrasi disebut sebagai variabel bebas sedangkan LD dan PDI disebut sebagai variabel respon. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yong-Yan Bei dan kawankawan (2013) mengenai optimasi untuk persiapan misel terbaru pada harmine dengan menggunakan Central Composite Design (CCD). 3.1. Hasil Analisis dengan Pendekatan Overlaid Contour Plot 3.1.1. Surface Plot dan Contour Plot untuk Y1 Langkah awal pada tahap analisis ini adalah menentukan model orde yang fit dengan data. Sebagai langkah awal, dilakukan pengujian lack of fit untuk model orde I dengan hipotesis seperti yang telah disebutkan pada Bab III dengan statistik uji pada
22
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
persamaan (4). Setelah dilakukan analisis terhadap Model Orde I, didapat hasil bahw pvalue pada uji lack of fit bernilai 0,000 atau kurang dari derajat signifikansi (α=0,05), ini berarti terdapat lack of fit pada model, yang artinya model yang dibuat belum sesuai dengan data. Karena uji regresi dan lack of fit masih belum terpenuhi. Oleh karena itu analisis dilanjutkan pada pendugaan model orde yang lebih tinggi yaitu orde II. Untuk memperoleh model yang sesuai dengan eksperimen yang telah dilakukan, maka dilakukan rancangan percobaan dengan orde yang lebih tinggi yaitu rancangan percobaan orde II. Dari rancangan percobaan orde II, maka diperoleh analisis varian yang selanjutnya akan dilakukan pengujian dengan menggunakan hipotesis seperti yang telah disebutkan pada Bab III dengan statistik uji pada persamaan (5). Setelah dilakukan analisis terhadap Model Orde II, didapat hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Tabel ANAVA untuk Y1 pada Model Orde II Sumber Varian Konstan X1 X2 X1*X1 X2*X2 X1*X2 Lack of Fit
Koefisien -12,9943 12,4099 2,3167 -1,7019 -0,1373 0,0677
P-Value 0,001 0,000 0,001 0,000 0,000 0,218 0,055
Alpha 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak signifikan Model fit
Setelah dilakukan analisis varian yang baru, dapat dilihat bahwa telah terjadi perubahan pada uji lack of fit dimana p-value yang dihasilkan sebesar 0,055 atau lebih dari derajat signifikansi (α=0,05). Hal ini menunjukan bahwa model yang dibuat telah sesuai dengan data. P-value yang dihasilkan pada interaksi antar faktor X1 dan X2 lebih besar dari α yang berarti interaksi antar faktor tidak signifikan. Lain halnya dengan interaksi kuadratik sesama faktor yang juga memiliki pengaruh terhadap respon. Begitu pula pada single factor X1 dan X2 mempunyai pengaruh terhadap respon. Sehingga dapat diperoleh model orde II untuk respon Y1 sebagai berikut, = −12,9943 + 12,4099 + 2,3167 − 1,7019 − 0,1373 Persamaan yang diperoleh setelah perbaikan model adalah sesuai dengan persamaan diatas dapat menghasilkan hasil visual untuk respon LD melalui surface plot dan contour plot yang disajikan pada Gambar 2. Surface Plot of y1 vs x2; x1
Contour Plot of y1 vs x2; x1 15,0 5,0 7,5 10,0 12,5 15,0 17,5
12,5
x2
20
y1 < – – – – – – >
5,0 7,5 10,0 12,5 15,0 17,5 20,0 20,0
10,0
15 y1 10 15
7,5
5 10 1
2
3 x1
x2
5 4
5,0 1,0
1,5
2,0
2,5 x1
3,0
3,5
4,0
Gambar 2. Surface Plot dan Contour Plot untuk LD Daerah yang menghasilkan respon paling optimum dapat dilihat dari contour yang telah diperoleh. Plot kurva dalam Gambar 2 menunjukan bahwa kurva yang
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
23
diperoleh berbentuk kurva maksimum. Kombinasi level medium dari faktor volume hidrasi dan level tertinggi dari faktor HM akan menyebabkan respon LD maksimum (optimum). Terlihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 bahwa LD akan semakin tinggi apabila kandungan HM berada pada level tertingginya yaitu 4 mg. Begitu pula dengan volume hidrasi akan menyebabkan jumlah muatan obat optimum apabila komposisi volume hidrasi berada pada level mediumnya yaitu sekitar 10 mL. 3.1.2. Surface Plot dan Contour Plot untuk Y2 Sama halnya dengan respon Y1, pada Y2 langkah awal yang dilakukan adalah menentukan model orde yang fit dengan data. Maka dilakukan analisis Model Orde I terlebih dahulu dengan hipotesis seperti yang telah disebutkan pada Bab III dengan statistik uji pada persamaan (4). Setelah dilakukan analisis terhadap Model Orde I, didapat hasil p-value pada uji lack of fit bernilai 0,002 atau kurang dari derajat signifikansi (α=0,05), ini berarti terdapat lack of fit pada model, yang artinya model yang dibuat belum sesuai dengan data. Oleh karena itu analisis dilanjutkan pada pendugaan model orde yang lebih tinggi yaitu orde II. Untuk memperoleh model yang sesuai dengan eksperimen yang telah dilakukan, maka dilakukan rancangan percobaan dengan orde yang lebih tinggi yaitu rancangan percobaan orde II. Dari rancangan percobaan orde II, maka diperoleh analisis varian yang selanjutnya akan dilakukan pengujian dengan menggunakan hipotesis seperti yang telah disebutkan pada Bab III dengan statistik uji pada persamaan (5). Setelah dilakukan analisis terhadap Model Orde II, didapat hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Tabel ANAVA untuk Y2 pada Model Orde II Sumber Varian Konstan X1 X2 X1*X1 X2*X2 X1*X2 Lack of Fit
Koefisien 1,35939 -0,44067 -0,14362 0,14686 0,00722 -0,00679
P-Value 0,001 0,002 0,009 0,000 0,008 0,216 0,129
Alpha 0,005 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak signifikan Model fit
Setelah dilakukan analisis varian yang baru, dapat dilihat bahwa telah terjadi perubahan pada uji lack of fit dimana p-value yang dihasilkan sebesar 0,129 atau lebih dari derajat signifikansi (α=0,05). Hal ini menunjukan bahwa model yang dibuat telah sesuai dengan data. P-value yang dihasilkan pada interaksi antar faktor X1 dan X2 lebih besar dari α yang berarti interaksi antar faktor tidak signifikan. Lain halnya dengan interaksi kuadratik sesama faktor yang juga memiliki pengaruh terhadap respon. Begitu pula pada single factor X1 dan X2 mempunyai pengaruh terhadap respon. Sehinggadapat diperoleh model orde II untuk respon Y1 sebagai berikut, = 1,35939 − 0,44067 − 0,14362 + 0,14686 + 0,00722 Persamaan yang diperoleh setelah perbaikan model adalah sesuai dengan persamaan diatas dapat menghasilkan hasil visual untuk respon LD melalui surface plot dan contour plot yang disajikan pada Gambar 3.
24
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
Contour Plot of y2 vs x2; x1
Surface Plot of y2 vs x2; x1 15,0
0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
12,5
x2
1,2
y2 < – – – – – >
0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,2
10,0
0,9 y2 0,6 15
7,5
0,3 10 1
2
3 x1
x2
5 4
5,0 1,0
1,5
2,0
2,5 x1
3,0
3,5
4,0
Gambar 3. Surface Plot dan Contour Plot untuk PDI Surface Plot pada Gambar 3 menunjukan bahwa respon PDI membentuk kurva minimum. Contour plot menunjukkan tingkat PDI yang ditandai dengan perbedaan warna. Semakin rendah tingkat PDI maka akan berada pada warna biru tua dan semakin tinggi tingkat PDI akan berada pada warna hijau tua. Pada penelitian ini diinginkan jika respon PDI yang optimum itu adalah rendah atau minimum. Jadi kombinasi kandungan HM yang berada diantara 1,5 hingga 2 dan volume hidrasi yang berada diantara 10 hingga 11 akan menyebabkan respon PDI menjadi optimum. 3.1.3. Overlaid Contour Plot untuk Y1 dan Y2 Jika kita telah mendapatkan contour plot pada masing-masing respon, dalam kasus multirespon maka langkah selanjutnya adalah menumpangtindihkan contourcontour yang dihasilkan tiap respon. Batas atas dan bawah pada respon LD dan PDI adalah sesuai batas spesifikasi, yaitu untuk LD sebesar 3,8 dan 13,8 sedangkan untuk respon PDI sebesar 0,05 dan 1. Hasil overlaid contour plot dengan batas-batas diatas disajikan oleh Gambar 4. Contour Plot of y1; y2 15,0
y1 3,8 13,8 y2 0,05 1
x2
12,5
10,0
7,5
5,0 1,0
1,5
2,0
2,5 x1
3,0
3,5
4,0
Gambar 4. Overlaid Contour Plot dengan batas spesifikasi Berdasarkan hasil overlaid contour plot diatas terlihat bahwa daerah irisan yang dihasilkan belum spesifik yaitu komposisi faktor HM berada pada rentang 1 mg hingga 2 mg, sedangkan komposisi faktor volume hidrasi berada pada rentang 5 mL hingga 15 mL. Daerah irisan yang dihasilkan pada Gambar 4.3 belum spesifik pada rentang nilai Y1 3,8 sampai 13,8 dan pada rentang Y2 0,05 sampai 1, sehingga langkah selanjutnya adalah melakukan trial and error untuk mendapatkan nilai X1 dan X2 yang menghasilkan nilai Y1 dan Y2 yang optimum. Batas atas dan batas bawah untuk overlaid contour plot
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
25
selanjutnya adalah 12 hingga 13,8 untuk respon LD dan 0,05 hingga 0,3 untuk respon PDI. Hasil overlaid contour plot dengan batas-batas diatas disajikan oleh Gambar 5.
Contour Plot of y1; y2 15,0
y1 13 13,8 y2 0,1 0,2
x2
12,5
10,0
7,5
5,0 1,0
1,5
2,0
2,5 x1
3,0
3,5
4,0
Gambar 5. Overlaid Contour Plot dengan Y1 sekitar 12 hingga 13,8 dan Y2 sekitar 0,05 hingga 0,3 Berdasarkan hasil overlaid contour plot diatas terlihat bahwa daerah irisan yang dihasilkan belum spesifik yaitu komposisi faktor HM berada pada rentang 1,5 mg hingga 2,3 mg, sedangkan komposisi faktor volume hidrasi berada pada rentang 7,4 mL hingga 14,8 mL. Daerah irisan yang dihasilkan pada Gambar 4.4 belum spesifik pada rentang nilai Y1 12 hingga 13,8 dan pada rentang Y2 0,05 sampai 0,3, sehingga langkah selanjutnya adalah melakukan trial and error untuk mendapatkan nilai X1 dan X2 yang menghasilkan nilai Y1 dan Y2 yang optimum. Batas atas dan batas bawah untuk overlaid contour plot selanjutnya adalah 13,5 hingga 13,8 untuk respon LD dan 0,191 hingga 0,193 untuk respon PDI. Hasil overlaid contour plot dengan batas-batas diatas disajikan oleh Gambar 6.
Contour Plot of y1; y2 15,0
y1 13,5 13,8 y2 0,191 0,193
x2
12,5
10,0
7,5
5,0 1,0
1,5
2,0
2,5 x1
3,0
3,5
4,0
Gambar 6. Overlaid Contour Plot dengan Y1 sekitar 13 hingga 13,8 dan Y2 sekitar 0,1 hingga 0,2 Berdasarkan hasil overlaid contour plot diatas terlihat bahwa daerah irisan yang dihasilkan sudah cukup spesifik yaitu komposisi faktor HM berada disekitar 1,75 mg dan faktor volume hidrasi berada disekitar 10,5 mL sehingga dapat mengoptimalkan respon Y1 pada rentang 13 hingga 1,8 dan respon Y2 pada rentang 0,1 hingga 0,2.
26
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
3.2. Desirability Function Dalam desirability function, peneliti menentukan tujuan dari optimasi respon apakah akan memaksimalkan respon, sesuai target, atau meminimalkan respon. Pada kasus ini, peneliti ingin memaksimalkan respon LD dan meminimalkan respon PDI. Hal ini dikarena jika memaksimum LD maka akan diperoleh bioavailability yang memuaskan, sedangkan jika meminimumkan PDI maka akan membuat distribusi berat molekul akan seragam. Dalam tahap desirability function ini ditentukan bahwa r = 1 karena kedua respon memiliki kepentingan yang sama. Perhitungan desirability function untuk data percobaan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Desirability Function untuk data percobaan CCD Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Variabel Prediktor HM(X1) HM(X2) 3.60 13.50 3.60 6.50 1.40 13.50 1.40 6.50 4.00 12.50 1.00 12.50 2.50 15.00 2.50 5.00 2.50 12.50 2.50 12.50 2.50 12.50 2.50 12.50 2.50 12.50
19.167 20.466 8.575 10.917 20.305 6.065 13.790 16.390 17.014 17.014 17.014 17.014 17.014
0.714 0.879 0.269 0.331 0.930 0.304 0.382 0.544 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287
d1
d2
D
1 1 0.477 0.711 1 1 0.999 1 1 1 1 1 1
0.301 0.126 0.768 0.704 0.072 0.732 0.650 0.479 0.750 0.750 0.750 0.750 0.750
0.548 0.355 0.605 0.707 0.269 0.855 0.806 0.692 0.866 0.866 0.866 0.866 0.866
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 3, untuk mendapatkan nilai dengan cara mensubstitusikan nilai X1 dan X2 pada persamaan regresi. Untuk mendapatkan nilai d1 pada perlakuan pertama, didapatkan dengan cara memilih fungsi individual desirability. Untuk Y1 peneliti ingin memaksimumkan nilai respon, maka digunakan individual desirability larger the better seperti pada persamaan (3.6). Selanjutnya didapatkan nilai d1=1 karena berdasarkan fungsi individual desirability larger the better jika = 19,167 lebih besar dari nilai target = 13,8, maka nilai d1=1. Untuk perlakuan ketiga, didapatkan bahwa = 8,575berada diantara nilai batas spesifikasi bawah (L) = 3,8 dan nilai target = 13,8, sehingga untuk mendapatkan nilai d1 digunakan individual desirability dengan rumus =
( )− −
8,575 − 3,8 = 0,477 13,8 − 3,8 maka nilai d1 yang diperoleh untuk perlakuan ketiga yaitu sebesar 0,477. Hal ini dilakukan untuk perlakuan keempat dan ketujuh karena yang didapat berada diantara nilai batas spesifikasi bawah (L) dan nilai target. Untuk mendapatkan nilai d2 pada perlakuan pertama, didapatkan dengan cara memilih fungsi individual desirability. Untuk Y2 peneliti ingin meminimumkan nilai respon, maka digunakan individual desirability smaller the betterseperti pada persamaan (7). Didapatkan bahwa nilai = 0,714 berada diantara nilai target = 0,05 dan nilai batas spesifikasi atas (U) = 1, sehingga untuk mendapatkan nilai d2 digunakan individual desirability dengan rumus =
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
27
=
( )
− −
1 − 0,714 = 0,301 1 − 0,05 maka nilai d2 yang diperoleh untuk perlakuan pertama yaitu sebesar 0,301. Hal ini dilakukan untuk semua perlakuan karena semua nilai yang diperoleh berada diantara nilai target dan nilai batas spesifikasi atas (U). =
Setelah didapatkan nilai , , d1, dan d2 untuk semua perlakuan, maka selanjutnya adalah menentukan nilai overall desirability (D) dengan rumus (9). Pada perlakuan pertama, nilai D yang diperoleh adalah 0,548 yang didapatkan dengan cara =
1 × 0,301 = 0,548
dengan k = 2, karena banyak respon yang terlibat sebanyak dua buah respon. Setelah didapatkan nilai D untuk semua perlakuan, didapatkan nilai D yang paling besar adalah 0,866 dengan komposisi faktor X1 sebesar 2,5 dan faktor X2 sebesar 12,5. Pada Tabel 3, menunjukkan hasil perhitungan desirability function untuk data percobaan, maka dihitung pula untuk titik-titik percobaan (trial and error) pada daerah irisan yang dihasilkan oleh overlaid contour plot. Hasil perhitungan desirability function untuk daerah irisan pada overlaid contour plot disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Hasil Desirability Function untuk Daerah Irisan Daerah Titik-titik Trial and Error irisan ke X1 X2 1 15 1 1.7 10 1.8 7.4 2 1.8 10 18 14.8 1.7 10 3 1.71 11 1.72 12.2 1.71 10.4 4 1.73 10.45 1.74 10.8
2.587 13.771 14.356 14.484 9.845 13.771 13.393 12.564 13.697 13.821 13.724
0.424 0.196 0.275 0.196 0.308 0.196 0.192 0.206 0.192 0.192 0.192
d1
d2
D
0 0.997 1 1 0.604 0.997 0.959 0.876 0.989 1 0.992
0.605 0.846 0.763 0.845 0.728 0.746 0.85 0.834 0.849 0.85 0.85
0 0.918 0.873 0.919 0.663 0.918 0.903 0.855 0.917 0.922 0.9189
Batasan respon pada overlaid contour plot Y1=3.8 - 13.8 dan Y2=0.05 - 1 Y1=12 – 13.8 dan Y2=0.05 – 0.3 Y1= 13 – 13.8 dan Y2=0.1 – 0.2 Y1=13.5 – 13.8 dan Y2=0.191 – 0.193
Berdasarkan hasil perhitungan desirability function pada percobaan trial and error, didapatkan nilai D terbesar yaitu D = 0,922 terdapat pada daerah irisan ke-4 dengan komposisi perlakuan X1 sebesar 1,73 dan perlakuan X2 sebesar 10,45. Komposisi perlakuan tersebut menghasilkan nilai sebesar 13,821 dan sebesar 0,192. Selain melakukan trial and error diatas, untuk menentukan desirability function dapat dilakukan dengan cara menggunakan software statistik. Dari hasil analisis didapatkan setting optimal untuk perlakuan yang akan menghasilkan batasan-batasan respon yang sesuai dengan harapan peneliti. Nilai desirability ditunjukkan pada Gambar 7. Didapat kombinasi setting faktoruntuk menghasilkan respon yang optimum, yaitu komposisi HM sebesar 1,7273 mg dan komposisivolume hidrasi sebesar 10,4545 mL. Kombinasi ini diprediksi akan menghasilkan respon LD sebesar 13,8024% dengan nilai individual desirabilitysebesar satu dan menghasilkan respon PDI sebesar 0,1922 dengan nilai individual desirabilitysebesar 0,85035. Sedangkan untuk optimasi secara serentak,nilai overall desirability adalah sebesar 0,92214.
28
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
Optimal High D Cur 0,92214 Low
x1 4,0 [1,7273] 1,0
x2 15,0 [10,4545] 5,0
Composite Desirability 0,92214
y1 Maximum y = 13,8024 d = 1,0000
y2 Minimum y = 0,1922 d = 0,85035
Gambar 7. Output Desirability Function Berdasarkan hasil analisis desirability function berdasarkan overlaid contour plot didapat hasil yang sama dengan analisis menggunakan bantuan software statistik yaitu komposisi perlakuan X1 sebesar 1,73 dan perlakuan X2 sebesar 10,45. Komposisi perlakuan tersebut menghasilkan nilai sebesar 13,821 dan sebesar 0,192. 4.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah disajikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Overlaid Contour Plot merupakan optimasi secara visual yang dilakukan dengan melakukan trial and error. Hal ini menjadikan daerah optimum yang dihasilkan tidak terlalu spesifik. Sedangkan optimasi menggunakan desirability function menghasilkan titik optimum yang spesifik. 2. Komposisi faktor yang dihasilkan menggunakan trial and error pada metode overlaid contour plot didapatkan komposisi faktor HM berada disekitar 1,75 mg sedangkan komposisi faktor volume hidrasi berada disekitar 10,5 mL sehingga dapat diperoleh respon optimal sebesar 13,821% dan sebesar 0,192. Sedangkan komposisi faktor yang dihasilkan menggunakan desirablity function adalah komposisi HM sebesar 1,7273 mg dan komposisi volume hidrasi sebesar 10,4545 mL. Kombinasi ini akan menghasilkan respon LD sebesar 13,8024%dan respon PDI sebesar 0,1922. Optimasi menggunakan overlaid contour plot dan desirability function memiliki hasil yang sejalan 5.
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiyar, C., Amrillah, Rodhi. 2011. Setting Parameter Mesin Press Dengan Metode Respon Permukaan pada Pabrik Kelapa Sawit. Medan: Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan. Bei, Yong Yang. 2013. Application of The Central Composite Design to Optimize The Preparation of Novel Micelles of Harmine. People’s Republic of China: Soochow University. Jeff Wu, C.F., Hamada, M.S. 2009. Experiment: Planning, Analysis, and Optimization, Second Edition. New York: John Wiley and Sons, Inc. Karmiadji, Djoko W. and Seprianto, Dicky. 2011. Optimasi Multi Respon pada Proses Pembuatan Paduan Aluminium/Fly Ash Menggunakan Metallurgi Serbuk. Tangerang: Politeknik Negeri Sriwijaya.
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016
29
Kleijnen, C.P. Jack. 2008. Response Surface Methodology. Netherland: Tilburg University. Khuri, A.I. and Cornell, J.A. 1996. Response Surfaces, Second Edition. New York: Dekker. Kuehl, R.O. (2000).Design of Experiments Statistical Principles of Research Design and Analysis. Duxburg Verlag, Pacific Grove. Montgomery,D.C. 2009. Design and Analysis of Experiments,Seventh Edition. New York: John Wiley & Sons, inc. Myers, Raymond H., Montgomery, C.D., Anderson-Cook, M., C. 2009. Response Surface Methodology Process and Product Optimazation using Design Experiments, Third edition. New York: John Wiley and Sons, Inc. Myers, Raymond H. 1971. Response Surface Methodology.Boston : Allyn & Bacon, Inc. Obermiller, D.J. 2009. Multiple Response Optimization using JMP. Midland: The Dow Chemical Company. Park, Sung Hyun., Kim, Hyuk Joo., Cho, Jae Li. 1996. Optimal Central Composite Design for Fitting Second Order Response Surface Regression Models. Seoul: Korea Science and Engineering Foundation. Shivakumar, HN. 2008. Design and Optimization of Diclofenac Sodium Controlled Release Solid Dispersions by Response Surface Methodology.India: Indian J Pharm. Supartini, Enny., Winarni, Sri. 2015. Kajian Penggunaan Metode Response Surface dan Desirability Function pada Proses Optimasi Multi Respon. Malang: Universitas Negeri Malang. Winahju, Wiwiek Setya. 2010. Analisis Variansi dan Statistik Matematika yang Terkait. Surabaya: Institut Teknologi Surabaya. Winarni, S. 2013. Suatu Pendekatan Metode Response Surface Untuk Proses Optimasi Pada Desain Parameter Robust (Taguchi). Bandung: Universitas Padjadjaran
30
Biastatistics Vol 10, No.1, Februari 2016