Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.1, 2015
OPTIMASI PEKTIN DARI KULIT BUAH NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DENGAN MICROWAVE ASSISTED EXTRACTION (MAE) (KAJIAN WAKTU EKSTRAKSI DAN KONSENTRASI PELARUT) Cita Windiarsih*), Wahyunanto Agung Nugroho, Bambang Dwi Argo Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email:
[email protected]
ABSTRAK Pektin merupakan bahan pangan fungsional yang dapat digunakan sebagai stabilizer untuk proses pembuatan jeli, selai, roti dan marmalade. Pektin dapat diperoleh melalui proses ekstraksi. Proses pengambilan pektin yang dilakukan secara optimal dapat meningkatkan komposisi fisika dan kimia yang terdapat pada pektin. Microwave Assisted Extraction (MAE) dapat menjadi salah satu alternatif metode yang dapat meningkatkan komposisi fisika dan kimia pektin. Kulit buah nangka jenis salak menjadi bahan baku yang baik dalam pembuatan pektin. Parameter ekstraksi yang dioptimasi adalah waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut dengan Central Composite Design (CCD). Titik-titik yang dioptimasi untuk waktu ekstraksi adalah 7, 8, dan 9 Menit dan untuk konsentrasi pelarut 1.5, 2, dan 2.5%. Hasil optimasi menunjukkan kenaikan komposisi fisika dan kimia pada waktu ekstraksi 8.16 Menit dan konsentrasi pelarut 1.5% dengan nilai rendemen 17.28%, kadar air 7.5%wb, kadar abu 6.0%, berat ekuivalen 793.651 mg, kadar metoksil 10.85%, kadar asam galakturonat 83.32%, kekuatan gel 5.6 g, sineresis 0.001, dan kecerahan 28.52. Kata kunci: Artocarpus heterophyllus, pektin, Microwave Assisted Extraction, Central Composite Design (CCD)
Optimization of Microwave Assisted Extraction (MAE) of Pectin from Jackfruit Peels (Artocarpus heterophyllus) (Studies on Time Extraction and Solvent Concentration) ABSTRACT Pectin is a functional food that can be used as stabilizer in making jelly, jam, bread and marmalade. Pectin can be obtained through the extraction process. The optimal extraction of pectin can increase the physical and chemical composition contained in pectin. Microwave Assisted Extraction (MAE) is one of alternative methods which can increase physical and chemical composition of pectin. Jackfruit (salak type) peels can become a good raw material for pectin production. Extraction parameters which optimized are time extraction and solvent concentration with Central Composite Design (CCD). The points which optimized for the extraction time are 7, 8, and 9 minute and for solvent concentration are 1.5%, 2%, and 2.5%. Optimization result shows that increasing of physical and chemical composition in 8.16 minute for extraction time and 1.5% for solvent concentration with 17.28% of yield, 7.5%wb of water content, 6.0% of ash content, 793.651 mg equivalent weight, 10.85% of methoxyl content, 83.32% of galacturonic acid, 5.6 g gel strength, with 0.001of syneresis, and 28.52 of brightness. Keywords: Artocarpus heterophyllus, pectin, Microwave Assisted Extraction, Central Composite Design (CCD)
39
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.1, 2015
PENDAHULUAN Produksi buah nangka di Indonesia sangat melimpah, sehingga banyak limbah nangka yang dihasilkan ketika pengolahan buah nangka tersebut dilakukan. Limbah buah nangka yang dihasilkan diantaranya adalah kulit buah, kulit ini dapat diolah menjadi bahan pangan fungsional yang disebut dengan pektin. Pektin adalah suatu senyawa heteropolisakarida yang secara umum terdapat pada dinding sel primer tanaman dan di tengah lamela pada jaringan tumbuhan, khususnya pada sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa (Bagherian et al., 2011). Pektin merupakan seyawa turunan polisakarida yang kompleks dengan berat molekul 105.000 - 125.000 g/mol (Goycoolae and Andriana, 2003). Pektin dapat diperoleh melalui proses ekstraksi, wujud pektin yang diekstrak adalah bubuk putih hingga coklat terang (Hasbullah, 2001). Ekstraksi pektin dari kulit nangka dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut asam. Pelarut asam yang digunakan terdiri dari asam kuat dan asam lemah yang kemudian diendapkan dengan alkohol (Pinheiro et al., 2008). Pektin yang dihasilkan menggunakan pelarut asam tergantung dari sifat bahan dan metode ekstraksi (Yujaroen et al., 2008). Metode ekstraksi terdiri dari beberapa jenis diantaranya adalah ekstraksi dengan bantuan microwave (MAE). Beberapa metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, namun kelebihan dan kekurangan tersebut harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya ukuran partikel, suhu, waktu, konsentrasi pelarut, jenis pelarut (Indriani, 2006 dan Perina dkk, 2007). Penelitian pektin dari kulit nangka dilakukan oleh Koh et al (2014), dengan membandingkan hasil yang didapat menggunakan metode konvensional dan MAE melalui pengaruh lama ekstraksi dan daya microwave. Hasil terbaik terletak pada metode MAE dengan waktu ekstraksi 10 Menit, pH pelarut 5.46 dan daya microwave 450 Watt. Konsentrasi pelarut yang digunakan pada penelitian pektin dari kacang tanah berkisar antara 1-5% menggunakan pelarut asam klorida (Suprihana, 2007). Penelitian yang dilakukan sebelumnya terbatas pada konsep pengaruh antar parameter dan telah diketahui beberapa hasil yang selalu meningkat dari penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi fisika dan kimia pektin yang optimal melalui faktor waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut asam klorida melalui rancangan percobaan response surface methodology.
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah microwave (Panasonic Inventer NN GD371M), discmill, blender (NK BG4), ayakan 60 mesh, gelas kaca, erlenmayer, pipet tetes, pipet ukur, bola hisap, evaporator vakum berputar, oven, wadah plastik, gelas ukur, kain saring, cawan aluminium, cawan porselen, colourmeter, tensile meter, furnace, magnetic stirrer, neraca analitik, pisau. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit nangka yang diperoleh dari nangka jenis salak (umur panen 6 bulan 20 hari), asam klorida, alkohol 95%, aquadest, sodium sitrat 6% , asam sitrat 60%, etanol 60%, gula putih (PA), sukrosa (padat), kalsium klorida (padat), NaOH 0,1 N, NaOH 0.25 N, HCl 0.25 N, NaOH 1 N, fenol merah, fenolftalein, garam (PA). Metode Penelitian Optimasi pada penelitian ini menggunakan response surface methodology berbentuk central composite design dengan faktor waktu ekstraksi (7, 8, dan 9 menit) dan konsentrasi pelarut (1.5%, 2%, dan 2.5%) keduanya membentuk kode (-1.414, -1, 0, +1, +1.414) kode tersebut membaca nilai -1 sebagai nilai minimal, nilai 0 sebagai nilai tengah dan nilai +1 sebagai nilai maksimal dari faktor. Nilai -1.414 dan +1.414 dihasilkan dari perbandingan nilai kedua faktor. Response surface methodology merupakan kumpulan teknik statistik untuk mendesain percobaan, membangun model, mengevaluasi efek dari masing – masing faktor dan mencari kondisi optimum dari faktor – faktor yang ada untuk respon yang diinginkan. Metode ini menganalisis tentang beberapa variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas atau respon serta bertujuan untuk mengoptimalkan respon tersebut. Rancangan tersebut dikerjakan oleh program Design Expert 7.0 yang akan membaca model-model yang relevan untuk data yang dihasilkan pada masing-masing respon. ANOVA yang digunakan memiliki selang kepercayaan 0.05. Hasil dari penelitian membentuk model linier dan kuadratik, kedua model dapat membaca titik optimal dengan nilai desirability (peluang) maksimal adalah 1.0.
40
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.1, 2015
Tabel 1. Rancangan percobaan berbentuk central composite design
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Variabel Kode X1 X2 -1 -1 +1 -1 -1 +1 +1 +1 -1.414 0 +1.414 0 0 -1.414 0 +1.414 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Variabel Sebenarnya Lama Ekstraksi (Menit) Konsentrasi HCl (%) 7.00 1.50 9.00 1.50 7.00 2.50 9.00 2.50 6.59 2.00 9.41 2.00 8.00 1.29 8.00 2.71 8.00 2.00 8.00 2.00 8.00 2.00 8.00 2.00 8.00 2.00
Persiapan bubuk kulit nangka Kulit nangka yang telah dibersihkan diletakkan dalam oven untuk dikeringkan dengan suhu 60 °C selama 40 jam. Setelah kering, tepung digiling menggunakan discmill kemudian diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 60 mesh. Bubuk yang telah halus kemudian dianalisis (analisa proksimat). Ekstraksi pektin kulit nangka Bubuk pektin hasil ayakan ditimbang 50 gram kemudian diletakkan dalam erlenmeyer dan dicampur dengan pelarut asam klorida sesuai rancangan percobaan dengan perbandingan 1:10 (b/v). Campuran dimasukkan ke dalam microwave dengan daya 450 Watt dengan waktu ekstraksi sesuai rancangan percobaan. Hasil ekstraksi disaring menggunakan kain saring untuk dipisahkan antara residu dan filtratnya. Filtrat hasil saringan dipisahkan dengan pelarut menggunakan evaporator vakum berputar dengan suhu 70 °C dan 50 rpm sampai seluruh pelarut terpisah dengan padatan. Hasil dari pemisahan tersebut disebut dengan pektin basah. Pektin basah dicuci menggunakan alkohol 95% dengan perbandingan 1:2 (b/v) sampai 3 kali selama 10 menit, pektin yang telah dicuci kemudian disaring menggunakan kain saring untuk memperoleh padatan. Padatan yang dihasilkan disebut pektin bebas klorida, pektin ini dikeringkan pada suhu 30 °C selama 6 jam, kemudian ditumbuk untuk dianalisis. Metode analisis Analisis rendemen, kadar air, dan kadar abu Analisis rendemen, kadar air, dan kadar abu menggunakan metode AOAC (2000). Kadar air dan kadar abu membutuhkan satu sampel untuk dilakukan analisa. Analisis berat ekuivalen, kadar metoksil, dan kadar asam galakturonat Perhitungan ketiga analisa tersebut menggunakan metode dari Widyaningrum (2014) yang dimodifikasi. Normalitas dari NaOH yang digunakan diseragamkan agar mempermudah perhitungan. Hasil pengukuran dari berat ekuivalen digunakan untuk pengukuran kadar metoksil dimana kedua analisa tersebut dapat digunakan untuk menghitung kadar asam galakturonat dengan memperhatikan miliekivalen dari berat ekuivalen dan kadar metoksil. Analisis kekuatan gel dan sineresis Sebanyak 4 gram pektin kering di masukkan kedalam erlenmayer dengan ditambah aquades sampai 50 ml. Campuran tersebut diaduk menggunakan magnetic stirrer pada suhu 80 °C dengan 40 rpm. Saat pengadukan ditambahkan 2 ml sodium sitrat 6%, 1 ml asam sitrat 60% dan 5 gram gula. Seluruh
41
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.1, 2015
campuran dibiarkan diatas magnetic stirer sampai mendidih lalu ditambahkan 20 gram sukrosa dan dipanaskan kembali hingga mendidih. Bersamaan dengan larutan yang mendidih, ditambahkan 1 gram kalsium klorida dan 150 ml aquades, larutan ditunggu hingga mengental. Setelah mengental, disiapkan tensile strength untuk menghitung skala kekuatan gel yang dihasilkan. Perhitungan sineresis dilakukan dengan meletakkan gel diatas kain saring yang dibawahnya terdapat gelas kaca. Gel ini akan mengeluarkan air yang menetes dan ditangkap oleh gelas kaca, perbandingan massa air yang menetes dengan massa awal gel merupakan sineresis yang dihasilkan. Analisis warna (kecerahan) Warna yang digunakan dalam menentukan sifat fisik pektin adalah kecerahan. Analisa warna menggunakan alat yang dinamakan colourmeter dengan skala 0-60. Sampel yang dibutuhkan untuk analisa adalah 1 gram bubuk pektin. Tabel 2. Analisa bahan baku bubuk kulit buah nangka Analisa Komposisi Penelitian Lanjutan Rendemen (%) 18.55 Kadar Airwb (%) 81.45 Kadar Abu (%) 2.0 Total/Kadar Pektin (%) 23.47 Kekuatan Gel (g) <0.05 Sineresis 0.977 Tingkat kecerahan (Warna) 39.52
Komposisi Penelitian Pendahuluan 18.55 81.45 2.3 23.46 <0.05 0.984 39.79
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Tampilan tiga dimensi dan countur plot pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon rendemen ditunjukkan pada Gambar 1. Hasil penelitian menunjukkan rendemen pektin tertinggi dihasilkan pada waktu ekstraksi 8 menit dan konsentrasi pelarut 2% sebesar 17.8%, sedangkan rendemen pektin terendah dihasilkan pada waktu ekstraksi 9 menit dan konsentrasi pelarut 2.5% sebesar 14.0%. Rendemen pada penelitian ini lebih baik daripada penelitian yang dilakukan oleh Syamsun (2014) bahwa rendemen tertinggi pektin yang dihasilkan dari kulit nangka dengan metode konvensional adalah 4.69%, dan 10.87% oleh Zsatayu (2008) menggunakan metode konvensional. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Thirrugnanasambandham et al. (2014) bahwa semakin lama kontak bahan dengan pelarut maka pektin yang dihasilkan semakin tinggi. Tetapi kontak bahan dengan pelarut yang terlalu lama akan mengakibatkan pektin terlepas dari jaringan dinding sel. Wong et al. (2010) mengatakan bahwa kondisi asam juga mempengaruhi rendemen pektin. Konsentrasi yang terlalu besar menurunkan konversi pektin akibatnya pektin terkonversi menjadi asam pektat sehingga menurunkan kadar pektin. Kedua faktor pada respon ini memberikan pengaruh nyata dengan nilai F<0.05, dimana respon ini membentuk fungsi kuadratik dengan persamaan: Rendemen = - 73.28589 + 20.65645 X1 + 11.77716 X2 – 0.40000 X1X2 – 1.28500 X12 – 2.34000 X22
42
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.1, 2015
Gambar 1. Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon rendemen Kadar air Tampilan tiga dimensi dan countur plot pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon kadar air ditunjukkan pada Gambar 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air terbesar dengan nilai 7.7% terletak pada waktu ekstraksi 8 Menit dan konsentrasi pelarut 2%. Sedangkan nilai terendah terletak pada waktu ekstraksi 6.59 Menit dan konsentrasi pelarut 2% sebesar 5.9%. Kadar air optimal pektin terletak pada nilai yang tertinggi. Kadar air yang dihasilkan pada penelitian telah sesuai dengan Food Chemical Codex dimana angka kadar air menunjukkan angka kurang dari 12%. Respon ini membentuk kurva kuadratik dengan kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap respon kadar air sebab nilai F yang dihasilkan > 0.05. Wong et al. (2010) mengatakan bahwa makin lama waktu ekstraksi yang dilakukan belum tentu kadar air yang dihasilkan tinggi, sebab lama ekstraksi harus diperkuat dengan faktor lain agar dapat menjelaskan bagaimana pektin terhidrolisis secara benar tanpa menyisakan senyawa lain yang sebagian besar adalah gula. Kadar air dipengaruhi oleh sifat pengendap (pencuci) yang digunakan, pengendapan menggunakan alkohol lebih bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan pektin yang dihasilkan tidak mudah menangkap air. Persamaan yang dihasilkan untuk menentukan kadar air optimum adalah: Kadar Air = - 47.25284 + 12.83053 X1 + 4.19429 X2 – 0.25000 X1X2 – 0.77750 X12 – 0.61000 X22
Gambar 2. Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon kadar air Kadar abu Tampilan tiga dimensi dan countur plot pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut respon kadar abu ditunjukkan pada Gambar 3. Kadar abu yang dihasilkan dari penelitian ini tidak melebihi standar pektin yang ditetapkan yakni tidak lebih dari 10%. Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini
43
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.1, 2015
sebesar 5.7% sampai 6.7%. Kadar abu yang dihasilkan untuk dijadikan titik optimal adalah kadar abu dengan nilai terendah yakni 5.7%. kedua faktor memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon, nilai F yang dihasilkan kedua faktor <0.05 dimana grafik yang dibentuk adalah linier. Waktu ekstraksi yang lama menyebabkan bahan mudah melepas ikatan pektin, namun hal ini mengakibatkan komponen organik dan nonorganik selain pektin ikut terdegradasi saat proses pemanasan. Akibatnya komponen tersebut mengendap saat proses pencucian pektin. Semakin tinggi konsentrasi pelarut yang diaplikaskan maka kadar abu pektin juga tinggi, hal ini dikarenakan adanya reaksi hidrolisis protopektin pada peristiwa ini makin mudah dan besar. Rumus fungsi linier dalam menentukan titik optimum adalah: Kadar Abu = 3.02365 + 0.32160 X1 + 0.35178 X2
Gambar 3. Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut respon kadar abu Berat ekuivalen Tampilan tiga dimensi dan countur plot pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon berat ekuivalen ditunjukkan pada Gambar 4. Berat ekuivalen tertinggi pada penelitian ini terletak di waktu ekstraksi 6.59 Menit dan konsentrasi pelarut 2% sebesar 826.4463 mg dan berat ekuivalen terkecil adalah 719.4245 mg pada waktu ekstraksi 9.41 menit dan konsentrasi pelarut 2%. Berat ekuivalen yang dihasilkan pada penelitian lebih baik dibandingkan dengan Syamsun (2014) dengan berat ekuivalen terendah 4444.444 mg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin singkat waktu ekstraksi yang digunakan, berat ekuivalen yang dihasilkan semakin tinggi, dan semakin lama waktu ekstraksi yang digunakan, maka semakin rendah berat ekuivalen yang dihasilkan. Menurut Marshall et al. (2015) pektin terdiri dari asam galakturonat, sedangkan berat ekuivalen merupakan asam galakturonat bebas yang tidak teresterifikasi, bahan yang tidak teresterifikasi tidak membentuk rangkaian pektin, sehingga jumlah senyawa pektin yang dihasilkan kecil akibatnya berat ekuivalen yang dihasilkan tinggi. Happi et al. (2008) mengatakan bahwa singkatnya waktu hidrolisis pektin menyebabkan kandungan asam galakturonat yang menjadi struktur pektin belum terbentuk, akibatnya kandungan asam galakturonat bebas yang ada pada pektin masih besar hal ini yang mengakibatkan senyawa pektin memiliki kandungan berat ekuivalen tinggi disaat waktu ekstraksi yang digunakan relatif singkat. Faktor waktu ekstraksi menunjukkan pengaruh yang nyata dengan F<0.05 dan konsentrasi pelarut memberikan pengaruh yang tidak nyata F>0.05. Grafik membentuk kuadratik dengan persamaan: Berat Ekuivalen = 18.77565 + 226.01073 X1 + 54.6782 X2 – 4.71950 X1X2 – 16.02521 X12 – 9.04956 X22
44
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.1, 2015
Gambar 4. Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon berat ekuivalen Kadar metoksil Tampilan tiga dimensi dan countur plot pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon kadar metoksil ditunjukkan pada Gambar 5. Kadar metoksil pada penelitian ini tergolong pada High methoxyl pectin dimana nilainya berkisar antara 8.68% - 11.47%. Kedua faktor pada penelitian ini menunjukkan pengaruh yang nyata dengan nilai F pada ANOVA <0.05 dan membentuk grafik linier. Waktu ekstraksi yang lama menyebabkan bahan membentuk gugus CH3 bebas yang teresterifikasi. Ikatan ini berperan dalam pembentukan gugus metoksil. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan kadar metoksil semakin rendah. Hal ini dikarenakan gugus CH3 semakin meningkat. Berikut persamaan penentuan titik optimum yang dihasilkan oleh respon: Kadar Metoksil = 17.88557 - 0.72571 X1 - 0.79380 X2
Gambar 5. Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon kadar metoksil Kadar asam galakturonat Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon kadar asam galakturonat ditunjukkan pada Gambar 6. Kadar asam galakturonat tertinggi terletak pada waktu ekstraksi 7 Menit dan konsentrasi pelarut 1.5% dengan komposisi 86.592%, sedangkan asam galakturonat terendah yaitu 72.16% terletak pada waktu ekstraksi 9.41 Menit dan konsentrasi pelarut 2%. Dapat dikatakan bahwa kadar asam galakturonat cenderung meningkat ketika waktu ektraksi semakin menurun sehingga waktu ekstraksi berpengaruh nyata (dimana nilai F dari waktu ekstraksi menunjukkan angka 0.27% yang artinya nyata ketika <5%. Grafik yang dihasilkan adalah linier. Hidrolisis protopektin masih berlangsung dan pelarut berkurang ketika waktu ekstraksi meningkat, sehingga mendegradasi senyawa lain selain D-galakturonat, hasilnya kemurnian pektin berkurang.
45
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.1, 2015
Persamaan yang dihasilkan dari respon ini adalah: Kadar Asam Galakturonat = 115.54785 + 3.22413 X1 – 3.95741 X2
Gambar 6. Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon kadar asam galakturonat Kekuatan gel Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon kekuatan gel ditunjukkan pada Gambar 7. Kekuatan gel tertinggi yang dihasilkan oleh penelitian ini lebih tinggi dari kekuatan gel yang dihasilkan oleh penelitian Koh et al. (2014) yaitu 5.53 g. Kekuatan gel ini merupakan sifat fisik pektin yang wajib di miliki oleh pektin yang dihasilkan oleh penelitian lain. Seluruh faktor penelitian memberikan pengaruh yang nyata pada respon ditunjukkan nilai F pada ANOVA <0.05 dengan bentuk grafik linier. Marshall et al. (2015) mengatakan bahwa kondisi ruang ekstraksi yang terlalu asam akan memutus rantai asam galakturonat yang membentuk struktur gel dari pektin. Makin singkat waktu yang dibutuhkan maka semakin besar kekuatan gel yang dihasilkan dan makin lama waktu ekstraksi maka semakin lemah kekuatan gel yang dihasilkan. Persamaan untuk menentukan titik optimal dari kekuatan gel adalah: Kekuatan Gel = 6.48640 – 0.086872 X1 - 0.14571 X2
Gambar 7. Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon kekuatan gel Sineresis Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon sineresis ditunjukkan pada Gambar 8. Menurut Lubis (2003) nilai sineresis yang tinggi berarti kemampuan bahan pangan untuk mengikat air lebih rendah, sebab air dalam produk banyak keluar. Sebaliknya jika nilai sineresis rendah berarti kemampuan bahan pangan untuk mengikat air semakin tinggi, sebab keluarnya air dari produk sedikit dan berarti gel yang terbentuk lebih konsisten.
46
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.1, 2015
Pada penelitian ini nilai sineresis hanya berkisar 0.001 sampai 0.0055. Grafik yang dibentuk menunjukkan grafik linier dengan kedua faktor memberikan pengaruh yang nyata sebab nilai F pada ANOVA<0.05. Menurut Desrosier (1998), pada mekanisme pembentukan gel pektin akan menggumpal dan membentuk serabut halus yang mampu menahan air. Nilai sineresis memiliki hubungan dengan nilai kekuatan gel, bila kekuatan gel tinggi maka sineresis yang dihasilkan rendah. Namun, jika kekuatan gel rendah maka sineresis yang dihasilkan tinggi. Persamaan titik optimal sineresis adalah: Sineresis = - 0.010255 + 1.17050E-003 X1 + 1.81066E-003 X2
Gambar 8. Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon sineresis Warna (kecerahan) Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon warna (kecerahan) ditunjukkan pada Gambar 9. Penelitian ini menunjukkan angka yang baik dibandingkan dengan penelitian Koh et al. (2014) bahwa warna tertinggi yang dihasilkan oleh penelitian tersebut adalah 19.37 pada skala kecerahan. Kecerahan yang dihasilkan dari penelitian ini mencapai titik tertinggi pada waktu ekstraksi 8 menit dan konsentrasi pelarut 2% yakni 27.13. kedua faktor memberikan pengaruh yang nyata dan membentuk grafik kudratik. Warna gelap yang ditimbulkan oleh tepung pektin dikarenakan adanya reaksi pencoklatan, dimana makin lama waktu ekstraksi maka bahan yang dipanaskan akan semakin kehilangan air sehingga ketika kadar air pada bahan semakin rendah, bahan tidak mampu menguapkan airnya kembali dan mereaksi seluruh komponen dinding selnya menjadi warna coklat. Persamaan untuk menentukan titik optimal adalah: Warna = - 159.31037 + 38.15065 X1 + 53.41458 X2 – 4.47500 X1X2 – 2.03200 X12 – 6.31800 X22
Gambar 9. Tampilan tiga dimensi (kiri) dan countur plot (kanan) pengaruh waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut terhadap respon warna (kecerahan)
47
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.1, 2015
Kondisi optimum Hasil yang diperoleh dari ekstraksi pektin secara empiris menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan hasil berdasarkan optimasi model. Hasil penelitian empiris menunjukkan nilai respon sebagai berikut: rendemen (17.28%), kadar air (7.5%), kadar abu (6.0%), berat ekuivalen (793.6508 mg), kadar metoksil (10.85%), kadar asam galakturonat (83.32%), kekuatan gel (5.60 g), sineresis (0.0010), warna (26.52). Sehingga hasil optimasi yang ditunjukkan oleh program sudah layak untuk diterapkan. Titik yang menjadi kondisi optimum adalah titik waktu ekstraksi 8.16 menit dan konsentrasi pelarut 1.5%. KESIMPULAN Penggunaan waktu ekstraksi dan konsentrasi pelarut yang ada pada rancangan percobaan memberikan pengaruh yang baik terhadap respon. Nilai optimum yang dihasilkan oleh Design Expert menunjukkan titik pada waktu ekstraksi 8.16 Menit dan konsentrasi pelarut 1.5% dengan kriteria sifat fisik dan kimia pektin sebagai berikut: rendemen (17.28%), kadar air (7.5%), kadar abu (6.0%), berat ekuivalen (793.6508 mg), kadar metoksil (10.85%), kadar asam galakturonat (83.32%), kekuatan gel (5.60 g), sineresis (0.0010), warna (26.52). Kondisi optimum ini dapat dijadikan tolak ukur untuk menentukan derajat esterifikasi sebagai sifat kimia pektin yang lain.
DAFTAR PUSTAKA Association of Oficial Analytical Chemists (AOAC). 2000. Vitamins and Other Nutrient. In Horwits, W. (Ed). Official Methods of Analysis of Association of Analytical Chemists International, p 1220.AOAC International Publs. Maryland USA. Bagherian H, Ashtiani FZ, Fouladitajar A and Mohtashamy M. 2011. Comparisons between conventional, microwave and ultrasound assisted chemical engineering and processing: process methods for extraction of pectin from grapefruit. intensification 50 (11-12): 1237124. Desrosier NW. 1998. Teknologi Pengawetan Makanan. Terjemahkan Muljohardjo. UI press. Jakarta. Goycoolae FM and C Andriana. 2003. Pectins from Opuntia spp. A Short Review. J.PACD. 17-29. Happi ET, Ronkart SN, Robert C, Bd PM Wathelet. 2008. Characterisation of pectins extracted from banana peels (Musa aaa) under different conditions using an experimental design. Food Chemistry 108. 463-471. Hasbullah. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat - Pektin Jeruk Jakarta. Dewan Ilmu Pengetahuan, Dewan Teknologi dan Industri Sumatera Barat. Indriani S. 2006. Aktivitas antioksidan ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava l.). J. Pert. Ind. Vol II (1). Koh PC, Leong CM and Noranizan MA. 2014. Microwave-assisted extraction of pectin from jackfruit rinds using different power levels. Int. Food Research Journal 21(5): 2091-2097. Lubis MA. 2003. Pengaruh Jumlah Pengendap dan Alat Pengering Pada Pembuatan Pektin Berbahan Baku Kulit Jeruk Manis. Skripsi Fateta IPB. Bogor. Marshall LF, Chau HK, Qi PX, Hotchkiss AT, Garcia RA, and Croke PH. 2015. Characterization of the global stucture of low methoxyl pectin in solution. Int. J. Food Hydrocolloid 46 (2015) 153159. Perina I, Satiruiani, Felycia ES dan Herman H. 2007. Ekstraksi pektin dari berbagai macam kulit jeruk. J. Tekn. Pert Vol II: 56-59. Pinheiro ES, Silvia G, Amante A. 2008. Optimation of extraction of high-ester pectin from passion fruit bioresource. J. Techno 99: 5561-5566.
48
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis Vol. 3 No.1, 2015
Suprihana. 2007. Kualitas Pektin yang Dihasilkan dari Kulit Jeruk Manis (Citrus Cinensis). Skripsi. Institut Teknologi Bandung. ITB. Syamsun A. 2014. Pengaruh Suhu dan Waktu pada Proses Ekstraksi Pektin Dari Kulit Buah Nangka (Artocarpus Heterophyllus). Laporan Penelitian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Thirugnanasambandham K, V Sivakumar, JP Maran. 2014. Process optimization and analysis of microwave assisted extraction of pectin from dragon peels fruit. Int. J. Carbohidrate Polymer 112 (2014). 622-626. Widyaningrum. 2014. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Buah Pandan Laut. Skripsi. Jurusan Keteknikan Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. .Wong Weng Wai, Abbas FM, Alkarkhi, Azhar Mat Easa. 2010. Effect of extraction conditions on yield and degree of esterification of durian rind pectin: an experimental design. Int. J. Bioproduct Processing 88 (2010) 209-214. Yujaroen P, Supjaroenkul U, Rungrodnimitchai S. 2008. Extraction of pectin from sugar palm meat. Int. J. Sci.Technol., 13: 44-47. Zsatayu R. 2008. Pectin quantity, composition and physicochemical behaviour as influenced by the purification process. Food Research International, 42, 1197-1202
49