PENERAPAN METODE GLENN DOMAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA ANAK-ANAK TUNAGRAHITA
Yerni Amir Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro E-mail:
[email protected]
Abstract The research is aimed at searching and providing an alternative method to increase the reading ability of the children with Mental Retardation. Mental retardation is the condition of mental development is limited and does not grow normally. Researches have prooved that the Glenn Domann Method can improve the Baby’s ability and injured children in reading. The reseacher conducted an action research by applying Glenn Doman method and then applied qualitative approach to analyze five students with special needs in the learning process of public elementary school for children with special needs. The research was investigating the implementation of the method in the teaching learning applied four times per week which spent thirty minutes per meeting. This research had been conducted within twenty four meetings in three months with three circles. The result of this reseach is that the implementation of Glenn Domann method did not significantly increase the reading ability of the mental retardation students. Students are more interested with the object drawn than the words provided. The no involvement of parents during research could be the factor why the influence is not significant. However, although the facts that the students have low intelligence and mental retardation became the crucial factors of the failure of the method, the positive movement and more concerns on the students with the same condition must always be committed. Keywords : Mental retardation, reading, glenn domann method
A. PENDAHULUAN Pendidikan adalah kewajiban dan hak bagi setiap insan yang terlahir ke dunia ini.Anak adalah anugerah Allah SWT yang dititipkan kepada orang tua. Memiliki anak yang normal dan sehat baik jasmani maupun rohani merupakan dambaan setiap keluarga.
250 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 Dalam UU dan peraturan pemerintah tentang pendidikan dalam bab IV bagian ke-1 pasal 6 berbunyi bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Hal ini mengindikasikan pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tua, masyarakat dan pemerintah. Selama dalam kandungan, orang tua dan terutama ibu selalu menjaga kondisi fisik dan psikisnya agar bayi yang dikandungnya akan lahir dengan normal dan sehat. Akan tetapi kenyataan yang dihadapi belum tentu sesuai dengan yang diharapkan. Tuhan bisa saja berkehendak lain. Anak yang diamanatkan terlahir dalam keadaan tidak normal. Anak yang dilahirkan ternyata mengalami penyakit gangguan perkembangan yang membutuhkan perawatan khusus. Mayoritas orang tua tidak mudah menerima kenyataan bahwa anak yang terlahir mengalami kecacatan atau gangguan perkembangan sehingga pupuslah harapan dan impian yang didambakan yang merujuk pada rasa kebingungan dan kekhawatiran terhadap masa depan anak mereka. Sebagian besar masyarakat berasumsi bahwa anak abnormal akan disebut sebagai anak cacat. Hakikatnya, tidak ada anak yang terlahir abnormal melainkan anak dengan kebutuhan khusus. Anak-anak tersebut sama seperti anak-anak normal lainnya yang pada umumnya pun memiliki kekurangan. Oleh karena itu, perlu diberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa anak yang memiliki keterbatasan yang ada pada fisik mereka ternyata memiliki hak yang sama dengan anak normal pada umumnya. Pemerintah juga memberikan hak yang sama kepada seluruh warga Indonesia termasuk hak untuk mendapatkan kesempatan pendidikan sebagaimana tertuang dalam UU tentang pendidikan Bab IV pasal 5 ayat 2: “warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Berbagai kelainan fisik, emosional, mental, dan intelektual yang dialami anak diantaranya adalah anak-anak tunagrahita. Konsep tersebut mulai dikembangkan dengan istilah baru yang cenderung berlabelkan makna negatif yakni tunarungu atau disebut penyandang hambatan pendengaran. Tunagrahita sendiri disebut penyandang gangguan perkembangan intelegensi. Namun dalam peneletian ini, peneliti belum menggunakan peristilahan baru yang dimaksud.
Penerapan Metode Glenn Doman untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca...... 251 Tuna grahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing sering digunakan istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain-lain. Alfred Binet tampil dengan konsep baru tentang psikologi yang diistilahkan dengan Mental Age (MA). MA adalah kemampuan mental yang dimiliki seseorang pada usia tertentu. Apabila seorang anak memiliki MA lebih tinggi dari umumnya atau disebut Chronology Age (CA) , maka anak tersebut memiliki kemampuan mental atau kecerdasan diatas rata-rata. Sebaliknya, anak dibawah CA memiliki kecerdasan dibawah rata-rata. Perkembangan fungsi saraf otak yang berhubungan dengan sensor dan motorik anak, yakni perkembangan membaca merupakan perkembangan yang perlu diperhatikan oleh orang tua. Membaca merupakan salah satu aktifitas yang paling utama dalam proses pembelajaran. Beberapa penelitian membuktikan bahwa faktor utama yang membuat suatu negara itu maju dan unggul dalam ilmu pengetahuan adalah faktor masyarakat yang gemar membaca. Pada era globalisasi ini, masyarakat hendaknya menyadari bahwa minat dan kebiasaan membaca sangat penting ditanamkan pada anak sejak dini, agar kebiasaan ini akan terus menerus diaplikasikan anak sepanjang hidupnya. Anak-anak tunagrahita dapat diajari membaca sebagaimana halnya anak-anak normal. Standar kompetensi dan kompetensi dasar anak-anak tunagrahita dapat disusun oleh sekolah agar disesuaikan dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia. Guru dapat mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar yang sesuai dengan kondisi sekolah dan kemampuan peserta didik. Dari hasil observasi yang dilakukan pada kelas-kelas tunagrahita SLB Negeri Kota Metro, bahwa dalam proses pembelajaran guru menggunakan media gambar tulis “a” di pojok kanan, kemudian ditengah ada gambar pisang, di bawah gambar pisang tertulis “pisang”, dari teknik pembelajaran seperti itu terlihat anak hanya melihat gambar pisang lalu mereka meniru kata-kata pisang tanpa mereka mengerti huruf vokal “a” tadi . dari hasil pengamatan di kelas , siswa terlihat lebih memperhatikan gambar dibandingkan dengan tulisan ‘pisang” atau huruf “a”.
252 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 Dari data hasil belajar semester ganjil siswa sekolah luar biasa negeri, maka prestasi yang didapat siswa sebagai berikut: Kelas: I-IV I II
Semester ganjil SK
KD
Membaca permulaan 1. membaca nyaring huruf vokal 2. membaca nyaring huruf konsonan
Pencapaian 1. sampai 2. belum 3. belum
3. membaca nyaring suku kata III
Membaca lancar
1. membaca lancar katakata sederhana yang terdiri dari 3-5 kata
1. belum 2. belum
2. menjawab pertanyaan sederhana IV
Membaca teks
1. membaca teks pendek antara 5-8 kalimat 2. menceritakan isi teks kata sederhana
Membaca panjang
teks 1. membaca teks antara 12 sampai 15 kalimat 2. menceritakan isi teks secara sederhana
1. belum 2. belum
1. belum 2. belum
Dari pengamatan yang peneliti lakukan, anak-anak tunagrahita pada umumnya belum mencapai SKKD yang telah ditetapkan,belum mampu mengeja kata-kata yang ditulis guru tanpa alat peraga. membaca satu kata sederhana tanpa adanya media gambar.kalaupun ditampilkan gambar dan tulisan maka perhatian siswa hanya pada membaca gambar dan tidak mempedulikan gambar tulisan. Dalam metode Glen Doman, anak diperagakan gambar tulisan berupa kata sederhana tentang benda-benda disekitar mereka. Glen Doman adalah seorang tokoh pengembangan kemampuan manusia yang telah berpuluh tahun melakukan penelitian terhadap anak-anak lebih di 100 (seratus) negara. Glen Doman mengatakan bahwa belajar biasanya dihubungkan
Penerapan Metode Glenn Doman untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca...... 253 dengan proses yang terjadi pada seseorang yang sedang mendapatkan ilmu, sedangkan mendidik, proses yang dituntun oleh seorang guru atau sekolah. Karena itulah orang kadang merasa pendidikan formal dimulai pada usia 6 (enam) tahun, proses belajar yang lebih penting lainnya pada usia 6 (tahun) juga. Di Indonesia mulai berkembangnya metode Glen Doman pada anak normal, hal ini telah diterapkan oleh beberapa orang terkenal seperti Kak Seto. Kak Seto mengatakan “Bahwa perbedaan anak pertama dengan anak keduanya terlihat begitu jelas, dimana anak pertamanya menggunakan pendidikan formal secara langsung dan anak keduanya, pada masa balita telah menggunakan metode Glenn Doman. Beberapa contoh tersebut merupakan sebagian hasil yang baik dari metode ini pada anak normal. Metode ini juga telah dilakukan pada anak-anak yang cedera otak (Cerebral Palsy) yang dilakukan oleh Noviani Pertamawati tahun 2007, yang berjudul “Penerapan Metode Glen Doman untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Cerebral Palsy”. Cerebral Palsy adalah anak-anak yang mengalami kelumpuhan otak. Peneliti Sigmun Freud menyatakan bahwa anak Cerebral Palsy dikategorikan cenderung mengalami Retardasy Mental, sebagaimana halnya anak tunagrahita. Dari beberapa data dan hasil penelitian di atas penulis ingin menerapkan metode Glenn Doman untuk meningkatkan kemampuan membaca anak tungrahita. Penulis belum menemukan penelitian tentang penerapan metode Glen Doman pada anak tunagrahita.
B. KAJIAN TEORI 1. Tunagrahita Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan mental jauh dibawah anak-anak normal. Istilah tunagrahita dalam bahasa Indonesia dikenal dengan dengan lemah pikiran, terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita. Keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual anak-anak dibawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan. (Kauffman dan Hollahan, 1986)1. D.P Hallahan & Kauffman, Exceptional Children, (New York: Prentice Hall Inc, 1986),
1
254 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 Menarik untuk ditelaah bahwa bila seorang anak mengalami keterbatasan kecerdasan standar ini, barulah disebut anak tunagrahita. Sebagai contoh, seorang anak normal rata-rata memiliki Intelligence Quotient (IQ) diatas 100, sedangkan anak tunagrahita hanya sekitar 70. Dengan kata lain, mereka mengalami keterlambatan sebanyak 2x15=30. Tunagrahita merupakan istilah lain dari Retardasi Mental (Mental Retardation) yang berarti keterbelakangan mental. Tuna adalah merugi dan grahita berarti pikiran. “A state of incomplete mental development of such a kind and degree that the individual is incapable of adapting himself to the normal environment of his flow in such a way to maintain existence independently of supervision, control, or external support.”2 Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi intelektual di bawah rata-rata). Hal ini ditunjukkan pada kekurangmampuan bahkan ketidakmampuan untuk belajar dan menyesuaikan diri pada masa perkembangannya. Oleh karena itu, Seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasan secara umum dibawah rata-rata, dan ketidakmampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan secara normal pada masa perkembangan sampai usia 18 tahun. 2. Keterbatasan Anak Tunagrahita Ada 3 jenis keterbatasan umum anak tunagrahita (Depdiknas, 2003) yaitu3: a. Keterbatasan Inteligensi Kapasitas anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca sangat terbatas. Kemampuan belajar cenderung tanpa pengertian, atau cenderung belajar dengan “membeo”.
h. 107. Payne J. S & Patton J. R., Mental retardation (Ohio: Bell & Howell Company, 1981), h.
2
31.
Depdiknas, Kurikulum Pendidikan Luar Bias. TKLB Tunarungu, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001). 3
Penerapan Metode Glenn Doman untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca...... 255 b. Keterbatasan Sosial Anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat dan mereka membutuhkan bantuan lingkungan sekitar. Tanpa pengawasan dan pembinaan, mereka dapat melakukan hal-hal dengan mudah tanpa memikirkan akibatnya. c. Keterbatasan Fungsi Mental Lainnya Anak tunagrahita mempunyai keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukan hanya mengalami kerusakan aritkulasi, tetapi juga kurang berfungsinya pusat pengolahan (perbendaharaan kata) dan memiliki ciriciri karakteristik anak tunagrahita melalui penampilan fisik yang tidak seimbang, tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan usianya, perkembangan bahasanya terhambat, kurang perhatian pada lingkungan, koordinasi gerakannya kurang dan sering mengeluarkan ludah tanpa sadar. 3. Klasifikasi Anak Tunagrahita Kemampuan intelegensi anak tunagrahita umumnya diukur dengan tes Stanford Binet dan skala Weschler (WISC) sebagai berikut (Soemantri, 2006)4: a. Tunagrahita Ringan Kelompok ini disebut juga anak debil. Menurut Binet, IQ mereka mencapai 52-68. Pada skala Weschler, IQ mereka 55-69. Tunagrahita ringan termasuk mampu didik dan mampu latih. Secara fisik, tidaklah berbeda dengan anak normal. Kelompok ini dapat dilatih untuk membaca, menulis dan berhitung. Pada tahap lanjut pun, pelatihan keterampilan yang tepat seperti menjahit, memasak, bengkel dan berjualanpun dapat diberikan. Dengan kata lain, anak tunagrahita ringan dapat dibina dan hidup dengan memperoleh penghasilan. b. Tunagrahita Sedang Pada anak tunagrahita sedang disebut juga dengan imbesil. Tipe ini mempunyai IQ 36-51 dalam skala Binet dan 40-54 pada skala WISC. Anak pada kelompok ini tak dapat belajar secara akademik. Kegiatan membaca, Somantri, T.S., Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hal.
4
108.
256 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 menulis dan berhitung sulit untuk dikuasai. Namun, mereka dapat dididik untuk dapat mengurus diri sendiri, seperti berjalan ditempat umum, menghindari kebakaran, berlindung dari hujan dan memberikan identitas diri seperti menyebut nama dan alamat rumah masih dapat dikuasai dengan baik. c. Tunagrahita Berat Kelompok tunagrahita ini sering disebut dengan Idiot. IQ rata-rata yang dimiliki yakni 20-32 dalam skala Binet dan 25-39 berdasarkan skala WISC. Pengawasan secara terus menerus dibutuhkan karena tak dapat mengurus diri sendiri dengan baik. 4. Metode Glenn Doman Glenn Doman yang dikenal sebagai pendiri Institute for the Achievement of Human Potential (IAHP) memperkenalkan konsep pengajaran berdasarkan tingkat perkembangan otak anak yang masih terbatas. Metode Glenn Doman yang berawal dari konsep pengajaran membaca bagi anak bayi sangat cocok dengan anak tunagrahita yang mengalami keterhambatan perkembangan membaca. Ia menyakini bahwa metode pengajaran konvensional sangat mengeksploitasi gairah anak untuk memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan lain. Berdasarkan usia, anak memang masih memiliki keterbatasan yang tak dapat dipaksakan. Seperti, jika orang dewasa berkata dengan berbisik, maka anak usia 18 bulan tak akan memberi respons karena pendengaran belum cukup berkembang untuk menangkap bisikan itu atau anak tak bisa membaca jelas karena kemampuan visualnya belum sempurna untuk melihat huruf kecil. Sebaiknya anak disajikan gambar yang besar dengan warna terang. Metode ini dijalankan dengan menggunakan fashcards yang disertai petunjuk. Ideal bagi anak usia 10-18 bulan. The Reggio-Emilia Approach Metode ini mulai dikenal pada 1960-an di Itali dengan mendasarkan pada pemberdayaan anak untuk ikut berpartisipasi dalam proses belajar. Pengajaran dipusatkan pada panjang pendeknya masa belajar anak melalui eksplorasi pada suatu obyek dan anak memenuhi keingintahuannya tentang obyek itu hingga maksimal. Anak dilatih untuk bekerja mengamati sesuatu berdasarkan rencana belajar dan waktu yang telah disusun.5 Doman G. & Doman J., How to Teach Your Baby to Read, (New York: Square One
5
Penerapan Metode Glenn Doman untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca...... 257 Metode ini melakukan semacam reformatting pada otak anak-anak, mendayagunakan bagian otak yang sehat dengan membuka kanal baru di otak sehingga bisa membypass bagian otak yang rusak. Serangkaian gerak dasar yang harus dilakukan merayap dan merangkak untuk melancarkan aliran darah ke kaki dan tangan yang kerap bertemperatur lebih rendah dibandingkan suhu di tubuh. Ini juga untuk mempererat sambungan central nervous system dan peripheral nervous system yang kadang sekrup penghubungnya dol (too lose) atau terlalu keras (too tight) sehingga kelenturan geraknya berkurang. Dasar teori yang digunakan dalam metode ini adalah teori kelompok nurture atau behaviorism. Sejak itu banyak sekali program dibuat, program ini melakukan manipulasi motorik anak brain damage dengan cara mereka dilatih dengan beragam gerakan yang dipercayai akan merangsang struktur otak. Upaya Glenn Doman diteruskan oleh anaknya Jannet Doman yang membuat program bayi membaca menggunakan flash card. Ini dasarnya sama bahwa inteligensia bisa dipengaruhi dari luar. Tapi temuan-temuan terakhir karena pesatnya brain research diketahui bahwa setiap anak itu mempunyai kondisi neurobiologis masing-masing yang bila ternyata diluar batas-batas normal membutuhkan pertolongan agar ia mampu siap saat harus menjalankan sekolah dasar (school readiness). Metode ini merupakan sebagian dari intervensi dini.23 Metode ini di Amerika diberi nama Early Head Start Metode. Intervensi dini diberikan untuk anak-anak yang mengalami keterlambatan maupun ketidakan harmonisan tumbuh kembang (fisik, psikologis, sosial, emosional, kognitif dan sebagainya)6. Glenn Doman yang telah berusia 85 tahun, pendiri The Institute for The Achievement of Human Potential di Philadelphia, puluhan tahun meneliti perkembangan otak anak, khususnya anak yang terkena cedera otak. Dia mengatakan bahwa otak anak, bahkan yang sudah dibedah hemisferektomi (dibuang setengah fisik) otaknya pun masih bisa mempunyai kemampuan sama dengan anak dengan otak utuh.
Publishers, 2006), h. 116-55. Steve Susanto, Metode Glenn Doman. http://hamiseno.blogspot.com, (Diakses 17 Oktober 2007). h. 1-2. 6
258 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 5. Cara Kerja Metode Glenn Domann Metode ini dilakukan secara bertahap, yaitu dengan menggunakan beberapa alat media berupa flash card (kata yang ditulis pada karton putih dengan ukuran huruf T: 12.5 cm dan L: 10 cm, huruf ditulis dengan warna merah dan menggunakan huruf kapital) dan dot card (jumlah angka yang ditulis pada karton putih dengan ukuran 28 x 28 cm dengan menggunakan titik bulat berbentuk bola berwarna merah. Ini digunakan untuk mengajar berhitung). Metode Glenn Doman terdapat beberapa tahap yaitu:7 a. Tahap satu – Single Words 1) Membuat 15 kata dibagi dalam 3 set yaitu: set A, set B dan set C 2) Angkat salah satu kata, misalnya ”mama” dan katakan pada anak ”ini dibaca mama” 3) Memberikan tidak lebih dari satu detik 4) Mengambil kartu dari belakang 5) Wajah anak pun perlu diperhatikan dengan baik dan serius, karena sang ibu atau terapis dapat mengetahui kata mana yang disukai oleh anak. 6) Tidak boleh meminta anak mengulang kata-kata yang ibu atau terapis bacakan. 7) Setelah membaca lima kata, sang ibu atau terapis berhenti untuk memberi kata kembali, lalu peluk anak dengan hangat, hal ini menunjukan kebahagiaan dan kegembiraan sang ibu atau terapis dengan nyata dan luar biasa, sehingga anak dapat memahami dan merasakan bahwa kegiatan tersebut membuat sang ibu atau terapis gembira. Dalam melakukan langkah ini detil kegiatan dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1) Hari pertama set A sebanyak tiga kali. 2) Hari kedua set A sebanyak tiga kali dan ditambah set B tiga kali 3) Hari ketiga set A sebanyak tiga kali, set B sebanyak tiga kali dan set C sebanyak 3 kali juga 4) Hari keempat sampai hari ke enam sama seperti hari ketiga Doman G. & Doman J., How to ..., h. 116-55.
7
Penerapan Metode Glenn Doman untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca...... 259 b. Tahap dua – Couplets (untaian kata) 1) Tahap ini merupakan tahap jembatan antara kata pada susunan kata 2) Menambahkan beberapa kata lainnya. Misalnya: nama warna, beberapa lawan kata dan sebagainya 3) Dilakukan seperti tahap pertama, dibaca setiap set 5 couplets diulang dengan jumlah yang sama. c. Tahap tiga – Phrases (susunan kata) 1) Tahapan ini merupakan tahapan jembatan antara untaian kata pada susunan kata 2) Tambahkan beberapa kata dan membuat kalimat pendek. Misalnya: “mama memotong mangga” 3) Dilakukan seperti tahap kedua, tiap set dibaca lima susunan kata. d. Tahap empat – Sentences (kalimat) 1) Membuat tambahan kata seperti ”sebuah” 2) Membuat kata tambahan objek 3) Membuat kalimat seperti: mama memotong sebuah mangga harum manis. 4) Kumpulan kata-kata yang pernah dibaca, dikumpulkan kembali, lalu meminta anak untuk menyusun sendiri kalimat mereka. e. Tahap lima – Books Setelah anak menguasai 50 sampai dengan 150 kata. Maka anak mulai belajar membaca dengan buku ataupun sebuah cerita yang dibuat berhubungan dengan kata yang telah dikuasai. Terdapat dua faktor dalam mengajar anak menurut Glenn Doman yaitu: 1) Sikap dan pendekatan orangtua yaitu bahwa antara orangtua dan anak harus memiliki pendekatan yang menyenangkan. 2) Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini hentikan permainan sebelum anak mengajukan permintaan. 3) Jangan pernah memaksa anak untuk belajar membaca tanpa kemauan anak sendiri.
260 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian diadakan pada kelas tiga semester I yang terdiri dari lima orang siswa. Pada tahap awal peneliti memberikan Pre-test dengan memberikan instrumen berbentuk teks bahasa Indonesia . Teks bertuliskan teks pendek untuk kelas dua. Kompetensi dasar untuk kelas dua semester II yaitu “siswa mampu membaca teks pendek antara dua sampai lima baris”, dan “menjawab tentang isi teks”. Lima orang siswa tersebut tidak bisa membacanya. Peneliti menurunkan pada grade kelas II semester I yakni “ Membaca lancar kalimat sederhana yang terdiri dari 3-5 kata” dan “ Menjawab pertanyaan sederhana”. Hasilnya lima siswa belum lancar membacanya. Berdasarkan hasil pre test tersebut peneliti menyusun RPP berdasarkan sillabus kelas I semester II, yang bertujuan siswa mampu mencapai standar kompetensi, “Membaca nyaring kata sederhana dan membaca nyaring kalimat sederhana”. 1. Siklus I a. Perencanaan Dalam tahap ini kolaborator membersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan perangkat pembelajaran, yang terdiri dari materi, menyiapkan instrumen yang akan diujikan pada siklus I ini. Juga disiapkan lembar observasi tentang kegiatan siswa serta identifikasin permasaalahan yang dihadapi siswa. b. Pelaksanaan Pada siklus pertama ini pertemuan diadakan pada hari Senin, Selasa, Kamis tanggal 7 sampai 9 oktober 2013. Dengan menggunakan metode Glenn Doman, siswa diberikan kartu berisikan tulisan mama, papa, adik, kakak, kakek (5 kartu). Guru memperlihatkan kartu dengan berkata; Baca, mama”, memperlihatkan selama 8 detik, kemudian kartu kedua, dengan berkata, baca “papa” biarkan 8 detik, lanjutkan kartu ketiga, guru berkata baca “ kakak”, demikian seterusnya sampai kartu kelima. Setiap hari diberikan 3 sesi, yang disajikan pada jam 8.00, jam 9.00 dan jam 10.00. setiap sesi menghabiskan waktu 10 menit. Pada hari Selasa,dilakukan hal yang sama dengan hari Senin dengan meyelipkan kata baru yaitu kata paman dan bibi . Pada hari Rabu dan Kamis diberikan diulangi hal yang sama dengan menambah kosakata tentang nama-nama anggota keluarga.
Penerapan Metode Glenn Doman untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca...... 261 c. Observasi Pada tahap ini siswa sangat aktif mengikuti proses pembelajaran. mereka antusias membaca chart yang berwarna cerah. Dari lima siswa yang mengikuti kelas ada 1 siswa yang kurang konsentrasi dan mengganggu kartu yang dipegang guru. Pada hari ini , peneliti ikut di kelas, sepertinya jadi mengganggu konsentrasi siswa, karena siswa malahan mengerumuni peneliti, dan ada yang mengajak ngobrol tentang pengalamannya( nama siswa Anggun usia 13 tahun). Pada hari berikutnya peneliti tidak melakukan lagi observasi dalam kelas, tetapi dengan mengintip di luar kelas. d. Refleksi Secara umum siswa dapat mengikuti pembelajaran pada siklus I ini, kendatipun terasa sekali mereka belum dapat menghayati bacaannya. Ketika pada hari pertama mereka dapat mengikuti pembelajarannya, maka pada hari kedua, materi yang sama, siswa sangat sulit untuk membaca katakata yang disajikan pada hari pertama, sehingga langkah-langkah yang dilakukan pada hari sebelumnya, diulang lagi oleh guru. Pada hari ketiga dan keempat, kata-kata ditambah dengan memberikan kata buah-buahan apel, nanas, jeruk, melon, jambu dan pisang. Berdasarkan field note atau catatan dalam lembar observasi ada beberapa catatan tentang kemampuan membaca siswa antara lain: 1. Siswa lebih cendrung meniru daripada apa yang telah dibaca guru. 2. Siswa berangsur memahami dan meresapi apa yang dibaca. 3. Siswa sulit mengingat kembali apa yang dibaca 4. Konsentrasi siswa cepat berubah 2. Siklus II a. Perencanaan Siklus satu kurang berhasil, dilanjutkan dengan siklus II. Berdasarkan kelemahan dalam siklus pertama, peneliti beserta kolaborator meyusun kembali kosakata yang telah diberikan dengan menambah beberapa kosa kata tentang nama-nama binatang seperti; ikan, kuda , semut, ular dan macan. Siklus kedua ini tetap dilakukan sebagaimana halnya siklus satu. Siswa diberi lebih banyak latihan dengan menggunakan langkah-langkah yang telah ditetapkan oleh metode Glenn Domann.
262 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 b. Pelaksanaan Tahap ini dilakukan pada hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, tanggal 14 sampai dengan tanggal 17 Oktober 2013 . Guru mencoba mengingatkan kembali tentang kata-kata yang telah dipelajari minggu lalu, dengan cara memperlihatkan chart sambil guru membacanya. 2 orang siswa dapat mengikuti guru membaca, tiga lainnya meniru apa yang dibaca guru. Tahap selanjutnya guru memerlihatkan lagi kartu tersebut satu persatu dan menyuruh siswa membacanya, siswa mengikutinya. Guru mengulang lagi prosedur ini tetapi dengan menambahkan beberapa kata baru yaitu kata atau nama-nama binatang. Aktifitas ini dilakukan guru sebagaimana di siklus I yakni setiap hari dilakukan tiga sesi yang waktu durasi 10 menit setiap sesinya. Antar sesi diselingi dengan pelajaran atau kegiatan lain. c. Observasi. Untuk mengurangi kebosanan, guru sesekali mendatangi siswa secara individu, dan memperlihatkan chart sambil menyuruh siswa untuk membacanya. Sementara siswa yang lain ada yang menulis dan menggambar. Ketika giliran mereka untuk membaca, guru menyuruh mereka untuk menghentikan aktivitas lainnya. Anak-anak menuruti perkataan guru mereka. Beberapa anak dapat membaca beberapa kata, diantara kata-kata yang mereka baca. d. Refleksi Pada siklus II ini, siswa sudah diberi beberapa jenis kosakata seperti nama anggota keluarga, nama binatang , nama buah-buahan dan warna. Terasa sekali mereka masih sulit membaca dan mengerti huruf. Ingatan mereka lemah, sehingga perlu durasi latihan yang lebih rapat. Mereka cepat lupa. Untuk ini peneliti dan kolaborator, akan membuat atau melanjutkan ke siklus III dengan materi yang sama. Kita akan memberikan kartu-kartu yang dipakai di siklus I dan II dan meyusun 3 kalimat sederhana dalam bentuk statemen. 3. Siklus III a. Perencanaan Berdasarkan kelemahan yang diperoleh pada siklus II, peneliti dan kolaborator meyusun rencana pelajaran dengan kembali memberi latihan membaca kalimat pendek yang terdiri dari 3-5 kata seperti; “ini kucing
Penerapan Metode Glenn Doman untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca...... 263 saya”, “kucing saya sangat besar,” “warnanya putih hitam,” “ekornya panjang,” dan “dia suka makan ikan.” Durasi latihan setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis dengan 3 sesi setiap harinya. Setiap kalimat ditulis di kertas putih ukuran kwarto. b. Pelksanaan Tahap ini dilaksanakan pada tanggal 21 s/d 24 oktober 2013. Setiap anak diberi teks yang berisikan kalimat sederhana yang terdiri dari 3 sampai 5 suku kata. Mereka tetap bersemangat belajar dan mencoba untuk membaca teks yang diberikan. 2 orang anak IM dan MRS menunjukkan kelancaran dan ketepan yang baik tetapi kurang di intonasi. Kemudian satu orang (W) kurang lancar, kurang tepat , intonasi yang kurang tepat. Sementara AGN sama sekali belum bisa baik kelancaran, ketepan maupun intonasi. c. Observasi Anak-anak cukup .tertib dan tetap bersemangat . Guru menberikan materi sesuai dengan prosedur yang harus dilaksanakan dalam implementasi metode Glenn Domann. Ketika siswa merasa jenuh dan kurang konsentrasi , guru mengganti materi pelbelajaran dengan yang lain seperti menulis, menggambar dan menghitung. d. Refleksi Pada tahap ini tidak banyak perubahan bila dibandingkan dengan siklus II. Peneliti akan menghentikan penelitian ini pada siklus ke III ini. Pada akhirnya peneliti akan menganalisis peningkatan yang dialami oleh murid kelas III disability pada Tunagrahita. 4. Analisis Data Individu Peneliti juga melakukan pendekatan kualitatif terhadap lima siswa untuk menganalisis perubahan kemampuan membaca mereka pada setiap siklusnya. Secara detil, dapat dideskripsikan seperti dibawah ini: a. Siswa MRS: 1) Siklus I: Pada siklus ini MRS mampu membaca satu suku kata , seperti kata “ mama , papa, kakek, nenek, adik, kakak dengan lancar dan akurat namun dengan intonasiyang kurang tepat.
264 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 2) Siklus II: Pada siklus ini MRS mampu membaca kata dalam bentuk frasa, seperti mama saya, papa saya, rumah papa dengan lancar, akurat dan intonasi yang tepat 3) Siklus III: MRS mampu membaca, baju papa bagus dan beberapa kalimat sederhana lainnya dengan lancar , akurat dan intonasi tepat. b. Siswa IM: 1) Siklus I:
IM mampu membaca satu kata dengan lancar, akurat tetapi kurang tepat pada intonasi.
2) Siklus II:
IM mampu membaca frasa seperti papa saya, kurang pelafalan pada huruf k seperti pada kata “kakek saya” , akurat dan kurang tepat pada intonasi
3) Siklus III:
IM sudah mampu membaca kalimat pendek, dan mengalami kesulitan seperti pada huruf k dan r. Akurat tapi kurang tepat dalam intonasi.
c. Siswa SL: 1) Siklus I:
SL lancar membaca frasa kakek saya , kurang akurat, dan intonasi kurang tepat.
2) Siklus II:
SL kurang lancar membaca frasa kakek saya, kesulitan melafalkan huruf k . Intonasi yang diucapkan kurang tepat.
3) Siklus III:
SL tidak lancar membaca kalimat sederhana yang pendek, cukup akurat, tetapi intonasinya lebih baik dibanding siklus II.
d. Siswa W 1) Siklus I:
AGN tidak dapat membaca kata yang diberikan dan hanya bisa mengulang yang dikatakan guru. Tetapi intionasinya tepat.
Penerapan Metode Glenn Doman untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca...... 265 2) Siklus II:
AGN tidak dapat membaca yang diberikan guru, hanya meniru tetapi intonasi tepat.
3) Siklus III:
AGN sama sekali tidak dapat membaca kalimat pendek dan sederhana, hanya bisa mengulangi apa yang dikatakan guru.
e. Siswa ID 1) Siklus I: ID tidak dapat membaca kata yang diberikan dan hanya bisa mengulang yang dikatakan guru, dan intionasinyapun tidak tepat. 2) Siklus II: ID tidak dapat membaca objek yang diberikan guru, mulai menunjukkan intonasi yang tepat. 3) Siklus III: ID sama sekali tidak dapat membaca kalimat pendek dan sederhana. ID cenderung melakukan pengulangan apa yang dikatakan guru. Pada dasarnya anak Tunagrahita bisa dididik untuk dapat membaca dengan menggunakan metode Glenn Doman apalagi kalau dimulai semenjak awal ketika mereka di kelas I. Pada kelas 3 dimana peneliti menjadikan kelas tersebut menjadi subjek penelitian, mereka sudah terbiasa membaca Gambar ( pictures) dan mengeja. Sehingga ketika mereka diberi gambar huruf, mereka cukup sulit memahaminya. Kecuali pada siswa MRS yang semenjak awal menunjukkan bahwa memang dia lebih cepat dari teman-temannya.. dalam metode Glenn Domann, memang siswa diajar tanpa menggunakan gambar tetapi dengan gambar huruf. Peningkatan yang dialami oleh siswa jika dibandingkan dengan hasil pre test, siswa meningkat cukup signifikan pada lancar pelafalan , tetapi kurang pada intonasi. Pada hal membaca kalimat sederhana hanya MRS yang lancar , akurat dan intonasi baik. Pada siswa AGN sangat sulit untuk dapat membaca, dari interview yang telah dilakukan, bahwa siswa AGN, walaupun usia paling tua, tetapi tingkat IQ nya paling rendah dibanding teman-temannya. Tetapi AGN sangat senang bercerita.
266 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014 Anak tunagrahita sangat terbatas dalam domain kognitifnya. Memory mereka sangat terbatas. Untuk melatih anak membaca dengan menggunakan Metode Glenn Domann, dibutuhkan waktu yang relatif panjang dan membutuhkan kesabaran baik dari orang tua maupun terapis. Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah ketersediaan waktu dalam proses pembelajaran. Sangat dibutuhkan keterkaitan psikologis antara anak Tunagrahita dengan orang tua maupun terapis mereka. Dari data ini, diharapkan kepada sekolah, bahwa pada pelaksanaan test masuk akan lebih baik kalau siswa juga diberi test bakat.
D. SIMPULAN Problematika rendahnya tingkat intelegensi pada anak tunagrahita menjadi masalah klasik yang mengakibatkan perlunya solusi yang efektif untuk membiasakan mereka beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Namun, solusi yang baik juga diperlukan dukungan dari orang sekitar untuk memandang positif apa yang diderita anak tunagrahita sebagai anugerah yang juga menandakan keberagaman keadaan sosial. Pendidikan untuk melatih kepedulian terhadap keberadaan anak-anak tunagrahita sangat diperlukan, sehingga perspektif negatif yang tumbuh dalam masyarakat berubah menjadi dukungan berupa tindakan yang suportif. Kepedulian sangat dibutuhkan terutama dari pihak keluarga dimana anak tunagrahita sering berinteraksi. Salah satu bentuk kepedulian yang paling ditekankan adalah bagaimana melatih anak tunagrahita untuk bisa merawat diri, beradaptasi dengan lingkungan, dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri. Dalam penelitian ini, kemampuan membaca yang merupakan salah satu hal yang paling vital dalam proses interaksi dengan lingkungan menjadi fokus peneliti. Untuk meningkatkan kemampuan membaca anak tunagrahita, metode Glenn Doman yang dikenal sebagai metode mengajar membaca bagi balita atau pembaca tahap awal menjadi metode yang digunakan untuk mengembangkan tingkat kemampuan membaca anak. Tingkah laku anak tunagrahita yang mirip dengan balita menunjukkan kesesuaian metode ini untuk anak tuangrahita. Keberagaman tingkat intelegensi, usia, dan gaya belajar anak tunagrahita juga jadi problema yang ditemukan dalam penelitian ini. Dari lima anak yang diteliti hanya dua orang anak yang menunjukkan
Penerapan Metode Glenn Doman untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca...... 267 tingkat perkembangan yang positif dalam membaca. Imaginasi anak yang tinggi namun diikuti dengan tingkat konsentrasi yang rendah membuat guru mengalami kesulitan dalam mengajar. Media belajar yang tersedia yang didesain dengan warna dan bentuk yang menarik cukup membantu guru untuk mendapat perhatian anak walaupun terkadang siswa menjadikan media tersebut untuk mengekspresikan imaginasinya dengan menganggapnya sebagai media untuk bermain. Kesabaran dalam menerapkan metode ini menjadi kunci agar tingkat membaca anak berkembang. Anak tunagrahita cenderung meniru suara dibandingkan media namun dengan pengulangan secara berkala anak mulai memperhatikan apa yang dibaca. Karakterisik yang mirip antara anak tunagrahita dan balita tidak merepresentaikan kemiripan dalam hal intelegensi. Walaupun anak tunagrahita berperilaku laiknya anak balita namun tingkat perkembangan intelegensi mereka berbeda. Media yang digunakan berupa gambar dan nama sebuah objek memiliki kecenderungan bagi anak tunagrahita untuk lebih memperhatikan gambar. Anak tunagrahita lebih cenderung membaca gambar daripada membaca gambar huruf. Perkembangan dan kondisi otak anak tunagrahita berbeda dengan kondisi dan perkembangan bayi. Anak tunagrahita membeo dan hanya dapat mengenal gambar ketimbang huruf. Metode Glenn Domann selama bertahun-tahun telah membuktikan dapat meningkatkan kemampuan membaca pada anak dan bayi. Pada prinsipnya belajar dengan Metode Glenn Doman ini adalah belajar dengan bermain. Suasana santai dan menyenangkan harus diciptakan, agar pembelajaran dapat berlangsung efektif. Namun, faktor penting yang menentukan keberhasilan penelitian ini adalah faktor orang tua yang juga harus berperan dalam melatih anak untuk membaca. Pada anak tunagrahita terlihat mereka mampu latih (keterampilan) dan bukan mampu didik. Oleh karena itu, pendidikan yang ditanamkan adalah pengenalan diri terhadap lingkungan, adaptasi/interaksi terhadap lingkungan dan pelatihan kemampuan atau skill untuk dapat hidup mandiri. Namun, perlakuan yang positif berupa penelitian dan gerakan sosial untuk memposisikan anak tunagrahita lebih baik di masyrakat harus tetap dilakukan
268 | TAPIS Vol. 14, No. 02 Juli-Desember 2014
DAFTAR PUSTAKA D.P Hallahan & Kauffman, Exceptional children New York, Prentice Hall Inc. 1986. Depdiknas, Kurikulum pendidikan luar biasa, TKLB Tunarungu, Jakarta: Balai Pustaka, 2001. Doman G. & Doman J., How to Teach Your Baby to Read, Square One Publishers; New York, 2006. -------, How to Teach Your Baby to Read, Square One Publishers; New York, 2006. Payne J. S & Patton J. R. Mental retardation Ohio: Bell & Howell Company, 1981. Steve Susanto, Metode Glenn Doman. http://hamiseno.blogspot.com, Diakses 17 Oktober 2007.. T.S. Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, PT. Refika Aditama: Bandung, 2006.