Penerapan Good Public Governance: Studi Kasus pada Pengadilan Pajak Tahun 2014 Muhammad Diaz Arda Kusuma dan Purwatiningsih Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Jl. Salemba Raya No.4, Jakarta, 10430, Indonesia
[email protected]
Abstrak Sesuai dengan panduan Tata Kelola Pemerintahan yang baik menurut Bappenas (2007) setiap badan publik harus berusaha menerapkan semua asas dan indikator GPG untuk dapat memberikan layanan yang terbaik kepada semua pemangku kepentingan dan mencapai visi, misi dan tujuannya. Selain itu setiap Badan Publik sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pasal 7 ayat (3) wajib membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga layanan informasi dapat memberikan akses dengan mudah. Pengadilan Pajak sebagai sebuah badan publik juga memiliki kewajiban untuk melaksanakan kedua amanat tersebut. Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana penerapan Tata Kelola Pemerintahan dan keterbukaan informasi publik dalam rangka mendukung asas transparansi di Pengadilan Pajak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan memanfaatkan data primer (wawancara) dan data sekunder. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pengadilan Pajak sudah melaksanakan semua asas dan indikator Tata Kelola Pemerintahan yang baik. Ada beberapa kelemahan yang penulis temukan, di antaranya, kurangnya sosialisasi dan publikasi luas tentang Pengadilan Pajak serta kurang optimalnya sarana pengaduan.
The Implementation of Good Public Governance: Case Study in Tax Court Year 2014
Abstract Each public institution has to implement good public governance (Bappenas 2007) and be transparent and disclose all of it’s activities and results/outcomes of its activities as mandated by Law Number 14 of 2008 concerning public disclosure. It shall establish and develop information and documentation systems for managing public information properly and efficiently. Tax Court as a public institution has the same obligation. The study was conducted in order to analize how the implementation of Good Public Governance in Tax Court institution. The study uses the qualitative method by analyzing primari data (results of inteview) and secondary data from various resources. The research concluded that The Tax Court institution has implemented all the GPG priciple (indicator) established by Bappenas (2007) well. We found some weaknessed such as the socialization activity that have to be improved and increased in order for the society to know well The Tax Court, its functions, its procedures and its activity. Keywords: Good Public Governance, transparency, Tax Court
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
Pendahuluan Sejak bergulirnya era reformasi, ditandai dengan adanya tuntutan tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) yang mensyaratkan adanya akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan publik, keterbukaan menjadi salah satu prasyarat untuk mewujudkan tuntutan tersebut. Setiap Badan Publik sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pasal 7 ayat (3) wajib membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik secara baik dan efisien sehingga layanan informasi dapat memberikan akses dengan mudah. Bahkan lebih lanjut setiap Badan Publik perlu melakukan pengelolaan informasi dan dokumentasi yang dapat menjamin penyediaan informasi yang mudah, cermat, cepat dan akurat (Mansyur 2012). Pengadilan Pajak berada di ranah yudikatif yang juga masuk dalam ruang lingkup pelaksanaan Good Public Governance. Secara umum, Pengadilan Pajak berada di bawah pembinaan Mahkamah Agung di dalam ranah Peradilan Tata Usaha Negara. Asas transparansi yang harus dipenuhi oleh Pengadilan Pajak di dalam pemberian pelayanan terhadap masyarakat adalah informasi mengenai proses peradilan dan penerbitan putusanperkara harus disediakan dengan cara yang bisa dengan mudah diakses oleh masyarakat. Pengadilan Pajak sebagai institusi satu-satunya yang berwenang masalah sengketa pajak di Indonesia cenderung belum banyak dikenal masyarakat. Masih banyak para wajib pajak yang bingung untuk meminta keadilan pemungutan pajak yang dilakukan baik oleh Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maupun oleh Pemerintah Daerah. Undang-Undang Pengadilan Pajak telah ditetapkan pada tahun 2002 yaitu UndangUndang Nomor 14 Tahun 2002. Namun kehadirannya belum banyak dirasakan oleh para pelaku bisnis. Secara persentase, pajak memenuhi kurang lebih 70% pos penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setidaknya untuk tujuh tahun terakhir seperti terlihat dalam Tabel 1.1. Bahkan dalam APBN 2015, penerimaan negara dari pajak ditargetkan mencapai sebesar 76% dari rencana penerimaan negara, tepatnya 1.380 triliun rupiah dari total rencana pendapatan negara sebesar 1.502 triliun rupiah (DJA, 2014). Selain itu data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan bahwa penerimaan dari sektor pajak di Indonesia jika diukur dari tax ratio-nya masih tergolong rendah yaitu sebesar 11,8%. Sementara beberapa negara lain di Asia Tenggara memiliki tax ratio yang
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
lebih tinggi, seperti Thailand (17,6%), Malaysia (15,3%), dan Singapura (14,1%). Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi pajak di Indonesia yang belum tergali dengan baik. Fungsi yang begitu vital bagi masyarakat dan negara akan pentingnya Pengadilan Pajak mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sebagian besar dibiayai oleh pajak, membuat Pengadilan Pajak harus mampu tampil berperan dalam memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi stakeholder-nya. Pengadilan Pajak menjadi oase bagi Wajib Pajak, karena kehadiran Pengadilan Pajak merupakan harapan akan jaminan keadilan di bidang perpajakan. Bagi otorita pemungut pajak, Pengadilan Pajak penting sebagai tempat pembuktian bahwa baik DJP, DJBC maupun Pemda sudah bekerja dengan baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan dalam pemungutan pajak. Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah dijelaskan, berikut rumusan masalah dalam penelitian ini: 1.
Bagaimana mekanisme pelaksanaan pemberian pelayanan di Pengadilan Pajak?
2.
Bagaimana penerapan Good Public Governance di Pengadilan Pajak?
3.
Bagaimana peran Pengadilan Pajak dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan? Tujuan penelitian ini terkait dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan
sebelumnya yaitu: 1.
Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan pemberian pelayanan di Pengadilan Pajak.
2.
Untuk mempelajari dan mengetahui penerapan Good Public Governance di Pengadilan Pajak.
3.
Untuk mengetahui peran Pengadilan Pajak dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan.
Tinjauan Teoritis Good Public Governance Pada dasarnya Good Public Governance mengatur pola hubungan antara penyelenggara negara dan masyarakat dan antara penyelenggara negara dan lembaga negara serta antar lembaga negara. Penerapaan Good Public Governance mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perwujudan Good Corporate Governance oleh dunia usaha dan penyelenggara Negara. Sinergi
diantara keduanya diharapkan dapat menciptakan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yang pada gilirannya mampu meningkatkan
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat. Pelaksanaan Good Public Governance terutama sangat penting dilakukan melalui penegakan kepatuhan terhadap hukum sehingga dapat dicegah terjadinya praktik suap, korupsi dan sejenisnya (Mangindaan, 2010). Tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disadari, mewujudkan tata pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang terus menerus. Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa optimis yang tinggi dari seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan bernegara, yaitu para aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dalam rangka mencapai tata pemerintahan yang baik (Krina, 2003). Untuk
mencapai
cita-cita
terbentuknya
masyarakat
madani,
maka
dalam
pelaksanaannya perlu didasari pada asas-asas Good Public Governance yaitu demokrasi, transparansi, akuntabilitas, budaya hukum, kewajaran dan kesetaraan (KNKG, 2010). Sementara menurut Bappenas (2007) indikator pelaksanaan Good Public Governance terdiri dari visionary, openness and transparency, participation, accountability, rule of law, democracy, profesionalism and competency, responsiveness, efficiency and effectiveness, decentralization, private sector & civil society partnership, commitment to reduce inequality, commitment to environmental protection, commitment to fair market. Sengketa Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Sebelum mengajukan Banding dan Gugatan, Wajib Pajak harus terlebih dahulu mengajukan proses keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak. Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan. Tjip Ismail (2010) menjelaskan bahwa Pengadilan Pajak didirikan dengan suatu asumsi bahwa upaya peningkatan penerimaan pajak pusat dan daerah, bea masuk dan cukai,
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
dan pajak daerah, dalam prakteknya, terkadang dilakukan tanpa adanya peningkatan keadailan terhadap para wajib pajak itu sendiri. Karenanya masyarakat, dalam hal ini para wajib pajak, seringkali merasakan bahwa peningkatan kewajiban, perpajakan/bea tidak memenuhi asas keadilan, sehingga menimbulkan berbagai sengketa antara instansi perpajakan dan pihak Wajib Pajak. Untuk mempermudah penyelesaian sengketa perpajakan, dirasakan adanya suatu kebutuhan untuk mendirikan suatu badan peradilan khusus untuk menanganinya. Metode Penelitian Metode Penelitian Penulis menggunakan metode kualitatif untuk mengetahui bagaimana implementasi Whistlebowing System di DJP baik dalam kebijakan maupun pelaksanaannya, juga mengetahui hubungan antara penerapan Whistleblowing System dengan dengan pelaksanaan Good Public Governance. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder sebagai berikut: 1. Data Primer Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui survey dan wawancara sederhana dengan berbagai pihak untuk mendapatkan persepsi mengenai halhal yang berhubungan dengan penelitian ini. 2. Data Sekunder Data-data sekunder yang digunakan oleh penulis adalah data statistic, laporan tahunan dan dokumen-dokumen lain tentang proses dan prosedur yang dipraktekkan di Pengadilan Pajak.
Metode Pengumpulan Data Dalam memperoleh data yang digunakan dalam penelitian, metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis sebagai berikut: 1. Studi Literatur Studi Literatur merupakan kegiatan pengumpulan data dengan menggunakan literatur, buku, dan sumber lain yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti melalui membaca, mengumpulkan, dan mencatat serta menganalisanya. 2. Riset Lapangan (Observasi)
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
Melakukan pengumpulan data primer baik melalui wawancara atau survey sederhana maupun metode lainnya. Objek Penelitian Pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan Kekuasaan kehakiman di Indonesia bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Yang dimaksud sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dibidang perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak. Itu termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan dengan surat paksa. Pengadilan Pajak adalah pengadilan tingkat banding yang mempunyai fungsi untuk menyelesaikan sengketa pajak. Wajib Pajak bisa mengajukan banding atas keberatan mereka yang ditolak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) ataupun Pemerintah Daerah (Pemda). Hakim Pengadilan Pajak adalah hakim yang memenuhi syarat yang tercantum dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Setiap Hakim Pengadilan Pajak disyaratkan untuk memiliki keahlian di bidang perpajakan. Tidak heran apabila Hakim Pengadilan Pajak banyak yang berasal dari mantan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Hakim adalah individu yang independen. Hakim tidak bertanggung jawab kepada orang-per orang. Hakim bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Independensi hakim itu bisa bersifat normatif, bisa juga bersifat realita. Kedua independensi itu tidak bisa dipisahkan (Muchsin, 2004). Ada juga yang membedakan independensi dalam arti sempit dan arti luas. Pada dasarnya, independensi kekuasaan kehakiman tak semata independensi kelembagaan, tetapi juga independensi personal hakim. Independensi hakim karena itu adalah kondisi di mana para hakim bebas dari pengaruh apalagi tekanan lingkungannya dan mengadili suatu perkara hanya berdasarkan fakta yang terbukti di pengadilan dan berdasarkan hukum. Hasil Penelitian dan Pembahasan Mekanisme Pelaksanaan Pemberian Pelayanan di Pengadilan Pajak Pengadilan Pajak dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Di dalam Undang-Undang
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
tersebut diatur prosedur pelaksanaan tugas dari setiap proses yang ada di Pengadilan Pajak. Proses tersebut meliputi proses awal pengajuan sengketa pajak, proses pelaksanaan persidangan, proses pasca persidangan serta proses peninjauan kembali yang tugas dari institusi Pengadilan Pajak sekaligus menjadi hak bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan yang murah, cepat dan sederhana. 1.
Mekanisme Mengajukan Permohonan Sengketa di Pengadilan Pajak Mekanisme pertama yang dibahas terkait pelaksanaan transparansi di Pengadilan
Pajak adalah mekanisme permohonan sengketa di Pengadilan Pajak. Perkara yang bisa diajukan ke Pengadilan Pajak adalah Banding atau Gugatan terhadap surat ketetapan perpajakan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Bea dan Cukai, ataupun yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah. Secara keseluruhan, mulai dari Wajib Pajak mengajukan berkas permohonan sengketa pajak sampai dengan diucapkannya putusan adalah 12 bulan sesuai dengan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Rinciannya adalah, Majelis Hakim sudah mulai bersidang terhitung 6 bulan sejak diterimanya Surat Permohonan Banding di Pengadilan Pajak (Pasal 48 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak) dan 6 bulan waktu untuk sidang pemeriksaan sampai dengan pengucapan putusan. Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, lamanya waktu sengketa pajak bervariasi. Misalnya di negara Georgia, total lama sengketa diatur selama 390 hari, terdiri dari 180 hari untuk menuntaskan proses administrasi, serta 210 hari untuk proses sidang pemeriksaan. Lain lagi dengan proses yang ada di salah satu negara bagian di Amerika Serikat. Oregon Tax Court memiliki batasan penyelesaian sengketa selama 254 hari dari awal masuknya berkas sengketa sampai terbitnya putusan. Dari data tersebut bisa dikatakan bahwa waktu penyelesaian sengketa Pajak di Pengadilan Pajak Indonesia dengan beberapa negara lain tidak terlalu terpaut jauh. 2.
Mekanisme Pemrosesan Sengketa Pengadilan Pajak Berdasarkan penelitian penulis, praktek yang dilakukan di Pengadilan Pajak adalah
dengan memulai persiapan pemeriksaan. Proses ini dilakukan oleh Majelis Hakim dan Panitera beserta stafnya untuk melaksanakan persidangan. Seluruh berkas sengketa yang diajukan oleh Wajib Pajak diadministrasikan dan dibuatkan risalah sengketa banding demi tertibnya jalannya persidangan. Setelah administrasi pemberkasan selesai dan berkas siap disidangkan, maka dibuatlah Rencana Umum Sidang (RUS) yang berisi informasi kapan dan di mana sidang
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
dilaksanakan serta dilakukan oleh majelis mana. Sebelum dilaksanakan persidangan, pihak yang bersengketa dikirimkan undangan agar menghadiri persidangan pada tanggal yang telah ditentukan. RUS yang berisi daftar berkas yang akan disidangkan bisa diakses secara luas oleh masyarakat di situs Sekretariat Pengadilan Pajak. Hal ini untuk memberikan keterbukaan informasi dan menghindari penipuan yang bisa dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. 3.
Putusan Pengadilan Pajak Setelah menjalani seluruh proses persidangan, proses selanjutnya adalah pengambilan
putusan yang dilakukan oleh Majelis Hakim. Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Hakim. Salinan putusan yang telah diucap akan dikirimkan kepada para pihak yang bersengketa via pos, sehingga menghindari adanya pertemuan antara petugas pengadilan dengan pihak yang bersengketa. Hasil putusan tersebut selanjutnya akan dibuatkan risalah putusan yang akan dipublikasikan kepada masyarakat dengan batasan-batasan. Batasan tersebut terkait dengan rahasia jabatan. Identitas dari Pemohon Banding akan dirahasiakan, sementara nilai perkara dan proses persidangan tetap disajikan. Kegiatan ini merupakan inventarisasi dan penyusunan risalah putusan Pengadilan Pajak sebagai bahan referensi. Risalah Putusan Pengadilan Pajak adalah bentuk ringkas dari Putusan Pengadilan Pajak dalam format yang sudah ditentukan oleh Ketua Pengadilan Pajak dengan memperhatikan aspek kerahasiaan data perpajakan. Risalah putusan yang sudah dibuat dengan format tersebut selanjutnya diunggah di website Sekretariat Pengadilan Pajak sebagai informasi yang dapat diakses oleh publik. Risalah-risalah putusan Pengadilan Pajak bisa diakses melalui alamat situs Sekretariat Pengadilan Pajak atau melalui situs Mahkamah Agung RI. 4.
Administrasi Peninjauan Kembali Apabila para pihak yang bersengketa masih belum puas dengan hasil putusan
Pengadilan Pajak, para pihak tersebut bisa menempuh upaya hukum luar biasa. Upaya hukum tersebut adalah pengajuan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Kegiatan ini merupakan pelayanan kepada Pemohon Peninjauan Kembali sampai berkas permohonan peninjauan siap dikirim. Berkas peninjauan kembali siap dikirim yaitu
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
berkas permohonan peninjauan kembali yang telah memenuhi persyaratan dan siap untuk dikirim ke Mahkamah Agung.
Pelaksanaan Good Public Governance di Pengadilan Pajak Berdasarkan Indikator Bappenas Bappenas (2007) menetapkan empat belas indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui telah sejauh apa Good Public Governance diterapkan oleh instansi pemerintah. Indikator-indikator tersebut meliputi: 1.
Wawasan ke depan (visionary). Pengadilan Pajak selalu membuat rencana kerja maupun rencana strategis yang akan dijalankan pada setiap tahunnya. Rencana tersebut dibuat untuk memberikan arahan kerja agar tetap sejalan dengan visi dan misi Pengadilan Pajak serta untuk memberikan perbaikan atas kinerja pada tahun sebelumnya. Untuk tahun 2014, fokus yang ingin dicapai oleh Pengadilan Pajak adalah peningkatan layanan administrasi dengan optimalisasi sistem teknolgi dan informasi sengketa pajak. Tujuannya adalah untuk menciptakan dukungan layanan administrasi penyelesaian sengketa pajak yang handal dan akuntabel. Hal tersebut ditandai dengan penyempurnaan modul sistem informasi untuk pengadministrasian sengketa pajak.
2.
Keterbukaan dan transparansi (openness and transparency). Sebagai satu institusi yang melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, Pengadilan Pajak mempunyai prosedur dalam memberikan layanannya. Hal tersebut meliputi prosedur dalam menerima Banding dan Gugatan yang masuk, prosedur pelayanan persiapan persidangan, pelayanan persidangan dan pelayanan pasca persidangan. Mekanisme dalam melaksanakan aktivitas-aktvitas tersebut ditunjukkan di dalam situs Pengadilan Pajak dan juga dipampang pada loket penerimaan surat Pengadilan Pajak supaya bisa dengan mudah dilihat oleh masyarakat. Dengan mekanisme tersebut diharapkan masyarakat bisa dengan mudah memperoleh layanan yang mudah, murah, sederhana dan tepat waktu.
3.
Partisipasi masyarakat (participation). Pengadilan Pajak dalam tugas pokoknya menyelesaikan sengketa perpajakan mendorong aktif masyarakat untuk meminta keadilan atas pungutan yang dilakukan oleh negara kepada mereka. Melalui mekanisme ini diharapkan akan ada efek lanjutan yang positif kepada Indonesia secara keseluruhan. Melalui sengketa pajak, akan diketahui titik tertentu penerapan kebijakan yang benar atau salah kepada masyarakat. Selain itu dengan penerapan peraturan yang tepat akan memberikan pendidikan kepada masyarakat akan pentingnya patuh kepada peraturan perundang-undangan demi kepentingan negara. Lebih lanjut efek besar yang ingin
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
dicapai melalui partisipasi masyarakat ini adalah terciptanya instrumen peraturan yang terbaik yang bisa diterapkan oleh negara untuk dilaksanakan masyarakat demi terciptanya kepastian di bidang perpajakan dan optimalisasi penyerapan potensi pajak yang sebesarbesarnya. 4.
Tanggung gugat (accountability). Sebagai institusi publik yang mempunyai aturan dalam pelaksanaan kerjanya, Pengadilan Pajak mendasarkan prosedur kerjanya dengan undang-undang dan peraturan yang sudah ada. Hakim dalam melaksanakan tugasnya diawasi oleh Wakil Ketua III Pengadilan Pajak agar kinerja yang baik tetap terjaga. Sementara panitera dan staf di Sekretariat Pengadilan Pajak tunduk pada aturan Pegawai Negeri Sipil yang sudah mempunyai aturan baku terhadap pelanggaran atau kesalahan dalam pelaksanaan tugasnya.
5.
Supremasi hukum (rule of law). Putusan Pengadilan Pajak mempunyai kekuatan hukum tetap atas perkara yang diputuskan. Di dalam putusan Pengadilan Pajak dijabarkan permasalahan
yang
ada
serta
pembuktian
dari
masing-masing
pihak
dalam
mempertahankan argumen mereka. Hakim sebagai pemutus sengketa dengan kearifan dan kapabilitas terhadap kasus tersebut memberikan putusan dan argumentasi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga hasil putusan Pengadilan Pajak adalah hasil yang dapat dipertanggungkawabkan serta telah mempertimbangkan kearifan dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak yang bersengketa. 6.
Demokrasi (democracy). Pengadilan Pajak menyediakan kotak saran di tempat sidang sebagai sarana masyarakat untuk menyuarakan kritik atau saran yang ditujukan kepada Pengadilan Pajak. Selain kotak saran, Wajib Pajak juga bisa menyampaikan kritik dan saran melalui sarana sms maupun surat elektronik yang dialamatkan ke Sekretariat Pengadilan Pajak. Selanjutnya kritik dan saran tersebut akan diteruskan kepada pimpinan Pengadilan Pajak untuk ditindaklanjuti. Dengan cara ini masyarakat bebas untuk menyampaikan aspirasi dan sumbangsih kepada Pengadilan Pajak. Sebagai institusi pada ranah yudikatif, intervensi dari pihak manapun memang tidak diperkenankan untuk dilakukan. Apabila ada permohonan dari pihak luar yang memasukkan kritik ataupun saran untuk meninjau kasus-kasus tertentu tentu saja tidak akan mendapatkan tanggapan dari Pengadilan Pajak. Namun kritik maupun saran dalam lingkup untuk meningkatkan pelayanan selalu mendapatkan tanggapan dari pimpinan Pengadilan Pajak.
7.
Profesionalisme dan kompetensi (profesionalism and competency). Hakim Pengadilan Pajak adalah person dan individu yang mempunyai keahlian di bidangnya. Untuk
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
menjadi Pengadilan Pajak, seseorang harus melalui tahapan seleksi penerimaan Hakim Pengadilan Pajak yang ketat. Dengan ketatnya seleksi penerimaan Hakim Pengadilan Pajak, maka mekanisme untuk mendapatkan Hakim yang berkualifikasi terbaik telah dilaksanakan oleh Pengadilan Pajak. 8.
Daya tanggap (responsiveness). Pengadilan Pajak memiliki sms center yang berfungsi untuk membantu para pihak yang bersengketa untuk mengetahui posisi berkas sengketa mereka di Pengadilan Pajak. Para pihak cukup mengetikkan nomor sengketa berkas mereka, maka pihak yang bersengketa segera bisa mengetahui berkas mereka sedang diproses di bagian tertentu di Pengadilan Pajak.
9.
Keefisienan dan keefektifan (efficiency and effectiveness). Setiap tahun ada evaluasi kinerja yang dilaksanakan di Sekretariat Pengadilan Pajak yang ditunjukkan melalui perolehan Capaian Indikator Kinerja Utama (Capaian IKU). Di dalam Capaian IKU tersebut tergambarkan performa institusi misalnya dalam jangka waktu pemberian layanan, performa pengelolaan Barang Milik Negara serta performa pelaksanaan anggaran. Dengan Capaian IKU tersebut bisa dinilai efektivitas dan efisiensi kinerja institusi.
10. Desentralisasi (decentralization). Sebagai sebuah institusi negara, baik di Pengadilan Pajak maupun Sekretariat Pengadilan Pajak sudah dibuat struktur organisasi yang bertujuan untuk menjelaskan tugas dan fungsi masing-masing bagian sampai ke tingkat individu. Sehingga dengan adanya pembagian tugas tersebut diharapkan pelaksanaan tugas tidak tumpang tindih dan bisa memberikan pelayanan yang optimal. 11. Kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (private sector & civil society partnership). Pengadilan Pajak adalah institusi peradilan. Peradilan disyaratkan untuk independen dan bebas dari unsur apapun di luar peradilan. Namun putusan Pengadilan Pajak pasti akan berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh masyarakat. 12. Komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality). Pengadilan Pajak menganut prinsip menyelesaikan sengketa dengan cepat murah dan sederhana. Hal ini berarti bahwa dalam mendapatkan layanan terkait sengketa perpajakan, masyarakat tidak dipungut biaya. Tidak ada perbedaan bagi setiap Pemohon Banding yang ingin mencari keadilan. Terlebih untuk meningkatkan layanannya di daerah, Pengadilan Pajak membuka tempat sidang di luar kedudukan yang sementara ini ada di Yogyakarta dan Surabaya dan akan ditambah lagi di kota-kota lain di Indonesia. Pengurangan kesenjangan yang dilakukan oleh Pengadilan Pajak memang dirasa kurang
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
efektif karena baru ada dua kota yang memiliki tempat sidang di luar kedudukan. Namun adanya tempat sidang di Yogyakarta dan Surabaya sudah menunjukkan usaha nyata dari Pengadilan Pajak untuk memberikan pelayanan sampai ke daerah di luar ibukota Jakarta. Rencana awal memang Pengadilan Pajak diharapkan bisa membuka tempat sidang di Medan, Makassar, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Namun karena satu dan lain hal seperti keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia (Hakim Pengadilan Pajak jumlahnya terbatas), maka penambahan sidang di luar tempat kedudukan masih harus menunggu waktu. Idealnya Pengadilan Pajak memiliki tempat sidang di seluruh provinsi di Indonesia. Dengan demikian upaya untuk mengurangi kesenjangan antara ibukota dengan daerah bisa dirasakan efeknya secara lebih nyata. 13. Komitmen pada lingkungan hidup (commitment to environmental protection). Pimpinan Pengadilan Pajak terus menyerukan untuk go green. Hal ini tercermin pada digalakannya penghematan penggunaan kertas. Di setiap ruang sidang Pengadilan Pajak tersedia PC untuk setiap Hakim sehingga penggunaan kertas untuk penanganan sengketa bisa dikurangi. Ke depan, Sekretariat Pengadilan Pajak beserta pihak terkait sedang mempersiapkan File Transfer Protocol (FTP) yang nantinya akan berfungsi sebagai protokol dalam mengelola bank data. Nantinya pihak yang bersengketa akan diberikan wewenang untuk mengakses FTP tersebut sehingga mereka bisa mengakses melalui email dinas. Tujuan penerapan FTP tersebut adalah untuk percepatan proses pemberkasan yang tadinya menurut undang-undang adalah 6 bulan bisa menjadi lebih singkat. Kelebihan lain adalah untuk mengurangi penggunaan kertas sehingga pelaksanaan administrasi sengketa pajak bisa lebih eco friendly. 14. Komitmen pada pasar yang wajar (commitment to fair market). Pengadilan Pajak berkomitmen untuk menegakkan aturan perpajakan yang nantinya akan berpengaruh pada roda perekonomian negara. Putusan Pengadilan Pajak menjadi dasar bagi para pelaku usaha untuk mendapatkan keadilan atas kebijakan perpajakan yang menurut mereka tidak adil. Sementara bagi institusi penghimpun penerimaan negara, Putusan Pengadilan Pajak menjadi alat untuk lebih menguatkan performa dalam memungut pajak demi menjaga keuangan negara.
Independensi Pengadilan Pajak Upaya hukum yang dilakukan oleh masyarakat kepada Pengadilan Pajak tidak semata-mata karena tidak setuju atau keberatan atas pajak yang terhutang, tetapi lebih daripada itu adalah untuk kepastian dalam menjalankan kewajiban Perpajakan. Oleh karena
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
itu, diperlukan jaminan independensi. Unsur independensi Pengadilan Pajak dapat dilihat dari Pengadilan Pajak bersikap yaitu seharusnya tidak memihak kepada pihak-pihak yang berperkara. Berdasarkan data statistik putusan sejak Tahun 2004 hingga Tahun 2013 di bawah ini, apabila dibandingkan antara jumlah permohonan banding/gugatan yang dikabulkan baik sebagian ataupun seluruhnya, keputusan terbanding/tergugat yang dibatalkan, permohonan banding/gugatan yang ditolak dan tidak dapat diterima terhadap jumlah putusan secara keseluruhan adalah sebagai berikut : Membatalkan; 2,27%
Pencabutan; 0,99% Pencabutan Tidak Dapat Diterima; 16,15%
Mengabulkan Seluruhnya; 45,36%
Tidak Dapat Diterima Menolak
Menolak; 22,59%
Menambah Pajak yang Harus Dibayar
Mengabulkan Sebagian Menambah Pajak yang Harus Dibayar; 0,03%
Mengabulkan Sebagian; 1 2,62%
Mengabulkan Seluruhnya
Gambar: Putusan Pengadilan Pajak Tahun 2009-2013 Sumber: Laporan Tahunan Pengadilan Pajak 2014
Dari data gambar di atas di atas terlihat bahwa dengan status seperti saat ini independensi dan ketidakberpihakan tetap terjaga meskipun pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan Departemen Keuangan tidak serta merta putusan Hakim “berpihak” kepada Terbanding atau Tergugat. Peran Pengadilan Pajak dalam Upaya Meningkatkan Penerimaan Negara dari Sektor Perpajakan Pajak adalah instrumen penopang APBN terbesar di Indonesia. Lebih dari 70% penerimaan negara adalah berasal dari pajak. Saat ini penyerapan pajak Indonesia hanya 11 persen, sementara negara berkembang di ASEAN sudah mempu untuk mencapai level penyerapan pajak sebesar 16% . Dari jumlah sebelas persen tersebut sudah bisa menyumbang 77 persen dari
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
pendapatan negara. Apabila penyerapan tersebut ditingkatkan dari sebelas persen menjadi enam belas persen, maka bisa jadi semua anggaran negara bisa dipenuhi dari sektor perpajakan (Mahfud M.D. 2014). Mahfud mengungkapkan, salah satu bagian penting buat menggenjot pemasukan dari sektor pajak adalah dari proses Pengadilan Pajak. Selama ini, menurut dia, praktik penyimpangan kewenangan dalam pengadilan pajak belum banyak tersentuh. Hal itu juga menjadi salah satu perhatian utama KPK. Upaya Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat tentang Pengadilan Pajak. Upaya Pengadilan Pajak untuk dikenal oleh masyarakat luas saat ini baru berupa sosialisasi yang diadakan di beberapa daerah di Indonesia. Pengadilan Pajak tercatat telah melakukan sosialisasi di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Medan dan Makassar. Selama ini Pengadilan Pajak baru mendapatkan pemberitaan dari media lokal daerah-daerah tersebut. Pada tahun 2014, penulis menemukan bahwa berita tentang Pengadilan Pajak di media online tidak terlalu banyak dan tidak menjadi highlight utama dari berbagai media tersebut. Tercatat melalui penelusuran di dunia maya, artikel berita mengenai Pengadilan Pajak berkutat mengenai seleksi Hakim Pengadilan Pajak, artikel ringan mengenai cara beracara di Pengadilan Pajak dan artikel yang cukup mengundang perhatian adalah kasus antara Asian Agri dan Direktorat Jenderal Pajak. Pun kasus tersebut tidak terlalu menjadi publikasi yang bombastis dibuktikan dengan pertanyaan penulis kepada beberapa kalangan masyarakat yang tidak tahu tentang kasus tersebut, bahkan ketika orang tersebut berlatar belakang pendidikan ekonomi. Kemunculan Pengadilan Pajak di layar kaca pun hanya ada di televisi lokal, yaitu misalnya ketika adanya Sosialisasi Pengadilan Pajak di Bali. Acara tersebut diliput oleh Bali TV. Ketua Pengadilan Pajak mendapatkan sesi khusus wawancara dengan reporter Bali TV, namun karena jangkauan yang hanya tingkat lokal, Pengadilan Pajak belum bisa eksis di layar kaca pertelevisian nasional. Pengadilan Pajak sudah melaksanakan praktik good public governance. Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat luas bahwa praktik di Pengadilan Pajak sudah berjalan dengan adil dan transparan. Praktik yang baik ini selayaknya bisa menjadi pendorong bagi para Wajib Pajak untuk membayar pajak dengan tertib. Begitu pula dengan warga negara Indonesia lainnya yang belum membayar pajak akan membayar pajak karena mendapatkan jaminan bahwa dalam membayarkan pajak, mereka mendapat keadilan hukum.
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
Kesimpulan Secara persentase, pajak memenuhi kurang lebih 70% pos penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setidaknya untuk tujuh tahun terakhir. Bahkan dalam APBN 2015, penerimaan negara dari pajak ditargetkan mencapai sebesar 76% dari rencana penerimaan negara, tepatnya 1.380 triliun rupiah dari total rencana pendapatan negara sebesar 1.502 triliun rupiah. Pengadilan Pajak sebagai institusi satu-satunya yang berwenang masalah sengketa pajak di Indonesia cenderung belum banyak dikenal masyarakat. Masih banyak para wajib pajak yang bingung untuk meminta keadilan pemungutan pajak yang dilakukan baik oleh Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maupun oleh Pemerintah Daerah. Undang-Undang Pengadilan Pajak telah ditetapkan pada tahun 2002 yaitu UndangUndang Nomor 14 Tahun 2002. Namun kehadirannya belum banyak dirasakan oleh para pelaku bisnis. Dari penelitian yang dilakukan penulis di Pengadilan Pajak bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengadilan Pajak sebagai institusi yang menyelesaikan sengketa perpajakan mempunyai kewajiban memberikan layanan yang baik sesuai dengan peraturan. Pada prakteknya, Pengadilan Pajak telah melakukan pelayanan dimulai dari pelayanan pada saat permohonan sengketa, pelayanan pada saat persidangan, pelayanan pasca persidangan (putusan) serta pelayanan administrasi Peninjauan Kembali. Dalam
melaksanakan
seluruh
mekanisme
tersebut,
Pengadilan
Pajak
telah
mempraktikkan asas transparansi, yaitu menyajikan seluruh syarat bagi para pihak untuk mendapatkan layanan. Di samping itu, proses pemberian pelayanannya pun bisa dipantau secara terbuka oleh masyarakat. Situs Sekretariat Pengadilan Pajak menjadi sarana yang mudah diakses oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi kapanpun dan di manapun. Putusan Pengadilan Pajak tidak hanya bisa menjadi alat untuk menegakkan peraturan di bidang perpajakan, namun juga harus bisa berfungsi sebagai sarana evaluasi bagi Wajib Pajak dalam membayar pajak maupun fiskus dalam menetapkan Surat Ketetapan Pajak. 2. Dalam hal penerapan praktik Good Public Governance, pisau analisis yang digunakan di dalam skripsi ini adalah indikator Good Public Governance yang disusun oleh Bappenas (2007). Ada empat belas indikator yang digunakan untuk menilai sejauh mana praktik tata kelola pemerintahan yang baik telah dilaksanakan oleh Pengadilan Pajak.
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
Dari keempat belas indikator GPG Bappenas tersebut, Pengadilan Pajak telah melaksanakan seluruhnya dalam praktek sehari-hari yang dilakukan oleh Pengadilan Pajak walaupun masih ada kekurangan. Indikator tentang pengurangan kesenjangan dengan daerah misalnya, Pengadilan Pajak telah membuka tempat sidang di Yogyakarta dan Surabaya, seharusnya lebih banyak lagi tempat sidang di luar kedudukan yang dibuka sehingga efek pengurangan kesenjangan tersebut bisa lebih terasa. Dari pemaparan tersebut bisa disimpulkan bahwa Pengadilan Pajak telah menerapkan praktik Good Public Governance. 3. Jawaban selanjutnya yang diharapkan bisa diberikan oleh Pengadilan Pajak adalah tentang peran Pengadilan Pajak di bidang penerimaan negara. Wajib Pajak mensyaratkan adanya jaminan keadilan yang diberikan kepada mereka dalam hal pembayaran pajak. Keadilan ini diharapkan bisa diberikan oleh Pengadilan Pajak sebagai institusi yang menangani sengketa perpajakan. Melihat praktek yang dilakukan oleh Pengadilan Pajak yang telah mengimplementasikan Good Public Governance, hal tersebut bisa menjadi indikasi bahwa Pengadilan Pajak mampu menjawab tantangan untuk memberikan keadilan kepada semua pihak. Keadilan inilah yang akan memberikan rasa nyaman bagi Wajib Pajak dalam membayarkan pajak kepada negara. Efek lanjutannya adalah partisipasi masyarakat dalam pembayaran pajak meningkat, dan penerimaan negara di bidang perpajakan juga bisa meningkat. Kendala yang ada ternyata adalah Pengadilan Pajak yang belum terlalu dikenal oleh masyarakat luas. Sehingga semua praktik GPG yang dilaksanakan di Pengadilan Pajak tidak terlihat secara luas. Kebaikan harus disebarluaskan agar bisa mendapatkan efek yang maksimal. Sementara Pengadilan Pajak belum bisa menyebarkan efek tersebut secara menyeluruh. Saran Sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat, komitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi serta mewujudkan Good Public Governance, Pengadilan Pajak perlu melakukan peningkatan yang intensif dengan pihak. Kekurangtahuan banyak pihak terhadap Pengadilan Pajak hendaknya menjadi cambuk untuk terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Saran yang penulis usulkan terkait simpulan yang telah dijelaskan sebelumnya adalah sebagai berikut: 1.
Meningkatkan Fasilitas Layanan Kepada Para Pihak yang Bersengketa
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
Fasilitas yang urgent untuk dipenuhi adalah help desk dan Tempat Pelayanan Terpadu kepada para pihak karena fasilitas yang tersedia pada saat tahun 2014 belum memadai. 2.
Sosialisasi secara besar-besaran tentang Pengadilan Pajak Sosialisasi atas Pengadilan Pajak harus terus dilakukan karena keadilan di bidang perpajakan adalah hal yang penting yang harus bisa diberikan kepada masyarakat. Berkaca pada sosialisasi yang telah dilaksanakan oleh Pengadilan Pajak, ternyata efek yang ditimbulkan belum optimal secara nasional. Pengadilan Pajak bisa memakai cara dengan memasukkan Pengadilan Pajak dalam slot siaran televisi nasional semisal Metro TV atau TV One. Sehingga praktik tata kelola pemerintahan yang baik yang selama ini dilaksanakan oleh Pengadilan Pajak bisa disebarluaskan kepada masyarakat.
3.
Kajian Keterbukaan Informasi Terkait Putusan Pengadilan Pajak Saat ini putusan Pengadilan Pajak yang lengkap hanya diberikan kepada pihak yang terkait dengan sengketa tersebut. Sementara masyarakat umum yang ingin mengetahui putusan Pengadilan Pajak cukup diberikan risalah hasil putusan yang dimuat pada website Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung dengan merahasiakan informasi terkait pihak yang bersengketa. Hal tersebut terjadi karena masih ada benturan dengan UndangUndang KUP yang mengamanatkan untuk merahasiakan informasi perusahaan. Terkait dengan permasalahan tersebut harus ada kajian untuk menentukan batasan agar sengketa pajak yang telah diputus bisa menjadi pembelajaran menyeluruh kepada masyarakat dengan menampilkan semua informasi secara terbuka.
4.
Evaluasi oleh Pihak Independen Evaluasi dari pihak ketiga seperti KPK dan pihak lainnya harus terus dilakukan untuk meningkatkan layanan Pengadilan Pajak kepada masyarakat. Masukan dari pihak luar tersebut bisa menjadi bahan bagi Pengadilan Pajak sehingga akan terus terjadi perbaikan pada kekurangan yang ada di dalam Pengadilan Pajak.
5.
Memperbanyak Tempat Sidang di Luar Kedudukan Tempat Sidang di Luar Kedudukan Pengadilan Pajak memiliki efek besar dalam pengurangan kesenjangan pelayanan antara ibukota negara dengan daerah. Kendala yang ada adalah pada tahun 2014 baru ada dua tempat sidang di Yogyakarta dan Surabaya. Sementara Wajib Pajak di Indonesia adalah rakyat Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Saran kepada Pengadilan Pajak adalah untuk membuka tempat sidang di kota-kota lain di setiap provinsi di Indonesia agar pelayanan terhadap sengketa pajak kepada seluruh Wajib Pajak di Indonesia bisa dipenuhi.
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014
6.
Putusan Sebagai Sarana Evaluasi dalam Pemungutan Pajak Pada Bab 4 skripsi ini telah penulis paparkan tentang hasil putusan Pengadilan Pajak. Statistik menunjukkan bahwa lebih banyak permohonan banding yang diterima daripada yang ditolak. DJP, DJBC dan Pemda harus mengambil data ini sebagai bahan untuk evaluasi yang tegas dan berkelanjutan agar bisa dilakukan perbaikan kualitas pemungutan pajak. Hasilnya diharapkan tidak terjadi sengketa pajak yang terjadi karena kualitas proses pemungutan pajak yang kurang baik apalagi yang berulang.
Daftar Referensi Direktorat Jenderal Anggaran. (2014). Budget in Brief 2015. Direktorat Jenderal Anggaran. Hoesada, Jan. (2013). Good Public Governance. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Ismail, Tjip. (2010). Peradilan Pajak dan Kepastian Hukum di tengah Globalisasi Ekonomi. Jurnal Hukum Nomor 2 Volume 17. Komite Nasional Kebijakan Governance. (2010). Pedoman Umum Good Public Governance. Pedoman Umum Good Public Governance. KNKG Mansyur, Ridwan. (2012). Keterbukaan Informasi di Pengadilan pada Penerapan Sistem Penelusuran Alur Perkara. Mahkamah Agung. Prianto, Andi Luhur. (2011). Good Governance dan Formasi Kebijakan Publik Neo-Liberal. Jurnal Otoritas Volume I. Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemrintahan yang Baik. (2007). Penerapan Tata Kepemerintahan yang Baik. Bappenas: 2-15. Sheng, Yap Kioe. (2009). What is Good Governance. United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific. Soemitro, Rochmat (1988). Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco. Tempo.Co “Jokowi Genjot Penerimaan Pajak, Ini Caranya”. Tempo.Co. 30 Oktober 2014. 31 Oktober 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi http://www.setpp.depkeu.go.id/Ind/News/Risalah.asp http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/pengadilan-pajak
Penerapan Good..., Muhammad Diaz Arda Kusuma, FE UI, 2014