PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES SAPI PENGGEMUKAN DI PT LEMBU JANTAN PERKASA SERANG-BANTEN
SKRIPSI NAILLA RACHMAWATI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN NAILLA RACHMAWATI. D14070125. 2011. Penerapan Good Farming Practices Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si : Dr. Ir. Rudy Priyanto
Usaha penggemukan sapi merupakan suatu usaha yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan daging sapi. Untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan pedoman budidaya ternak yang baik (Good Farming Practice). Good Farming Practice (GFP) merupakan panduan cara beternak yang baik dan benar, yang memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi dan kesejahteraan ternak. PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang breeding, fattening dan trading sapi potong. Penerapan GFP menjadi hal yang sangat penting bagi perusahan ini untuk meningkatkan produktivitas sapi potong yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2010 di PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten. Untuk mengkaji penerapan GFP yang meliputi empat aspek yaitu sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan dan pengawasan. Metode yang digunakan berupa wawancara, pengisian kuisioner dan penggamatan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten dalam melaksanakan usaha penggemukan sapi umumnya telah menerapkan aspek GFP dengan baik. Namun demikian, beberapa hal dalam usaha penggemukan sapi perlu mendapatkan perhatian diantaranya: memperluas tempat penanganan dan pengolahan limbah dan memperbaiki tata letak tempat penampungan limbah dengan kandang, meningkatkan koordinasi yang baik dengan masyarakat agar ternak masyarakat tidak memasuki areal peternakan, dan adanya desinfeksi untuk karyawan, kendaraan dan kandang. Ketercapaian penerapan GPF juga dapat dilihat dari PBB harian sapi potong yang dihasilkan telah melebihi target yang ingin dicapai perusahaan dengan rataan 1,38 kg/ekor/hari pada tahun 2009 dan 1,53 kg/ekor/hari pada tahun 2010. Kata-kata kunci: Good Farming Practices, Pertambahan bobot badan, Sapi potong
ABSTRACT Penerapan Good Farming Practices Sapi Penggemukan di PT. Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten Rachmawati, N., H. Nuraini, dan R. Priyanto Good farming practice (GFP) is a guidline for good beef cattle raising in order to improve the existing cattle fattening operation. The scope of GFP in beef cattle farming includes four aspects: facilities, production processes, environmental protection and supervision. PT Lembu Jantan Perkasa is one of beef cattle company engaged in breeding, fattening and cattle trading. The application of GFP becomes very important for these companies to produce environmentally freindly beef cattle with high productivity. In general PT Lembu Jantan Perkasa has a play well four aspect: facilities, production processes, environmental protection and supervision. As a results the beef cattle has performance very well in feedlot as indicated by high daily gain: steer 1,67 kg/day, bull 1,48 kg/day, heifer 1,36 kg/day in 2010. These were several aspect need to be consider in order to improve the implementation GFP. Those include: site plant building and biosecurity. Keyword : average daily gain, beef cattle fattening, good farming practices
PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES SAPI PENGGEMUKAN DI PT LEMBU JANTAN PERKASA SERANG-BANTEN
NAILLA RACHMAWATI D14070125
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: Penerapan Good Farming Practices Sapi Penggemukan Di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten
Nama
: Nailla Rachmawati
NIM
: D14070125
Menyetujui, Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Henny Nuraini M.Si) NIP : 19640202 198903 2 001
(Dr. Ir. Rudy Priyanto) NIP : 19601216 198603 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 19 April 2011
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 02 September 1989 di Kebumen. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Wito Santosa (Alm) dan Siti Maksumah. Pendidikan Taman Kanak-kanak penulis diselesaikan di RA Darusalam pada tahun 1995. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2002 di MI Purwodeso, Sruweng, pendidikan lanjutan menengah diselesaikan pada tahun 2004 di MTs Negeri Gombong dan pendidikan lanjutan menengah umum diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 1 Karanganyar. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya Dewan Perwakilan Mahasisiwa (DPM) Fakultas Peternakan periode 2008-2009 sebagai anggota, Lembaga Dakwah Fakultas Famm Al-Annam periode 2009-2010 sebagai
pengurus harian, dan
Forum
Komunikasi
Mahasiswa
(FORKOMA) Kebumen sebagai anggota. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa Eka Tjipta Foundation sejak tahun 2007 hingga 2011.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, dan penulisan skripsi yang berjudul Penerapan Good Farming Practices Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten. Beberapa hal yang mendasari dilakukannya penelitian ini diantaranya adalah kebutuhan produk peternakan terutama daging semakin meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang seimbang. Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber daging, belum memenuhi kebutuhan karena jumlahnya masih dibawah target yang diperlukan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan Good Farming Practices (GFP) Sapi Potong di PT Lembu Jantan Perkasa, Serang Banten yang meliputi empat aspek yaitu sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan dan pengawasan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini merupakan informasi mengenai GFP sapi penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten untuk meningkatkan produktivitas sapi potong yang dihasilkan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi tambahan bagi pembaca.
Bogor, April 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
vi
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Tujuan Penelitian .............................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
Bangsa Sapi ...................................................................................... Sapi Brahmnan Cross ........................................................... Produktivitas Sapi Potong Indonesia ............................................... Produksi Sapi Potong ........................................................... Pertambahan Bobot Badan ................................................... Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong ........................................... Sistem Pemeliharaaan Sapi Potong ...................................... Bangunan dan Fasilitas Peternakan ..................................... Perkandangan ....................................................................... Manajemen Pakan ................................................................ Usaha Penggemukan Sapi ................................................................ Good Farming Practices (GFP) ......................................................
3 3 5 5 6 6 6 7 8 9 10 11
MATERI DAN METODE ...........................................................................
13
Lokasi dan Waktu ............................................................................ Materi ............................................................................................... Prosedur ........................................................................................... Teknik Pengumpulan Data ................................................... Rancangan ........................................................................................ Analisis Data ........................................................................ Peubah yang Diamati ...........................................................
13 13 13 13 13 14 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
15
Keadaan Umum ............................................................................... Sejarah dan Perkembangan .................................................. Lokasi Usaha ........................................................................ Fasilitas dan Bangunan ........................................................ Struktur Organisasi .............................................................. Jumlah dan Bangsa Sapi ...................................................... Evaluasi Penerapan Good Farming Practices (GFP) ...................... Sarana ................................................................................... Proses Produksi .................................................................... Pelestarian Lingkungan ........................................................ Pengawasan .......................................................................... Evaluasi Penerapan Standard Operating Procedure (SOP) ............ Persiapan Penerimaan Sapi .................................................. Penimbangan Awal .............................................................. Periode Penimbangan .......................................................... Penanganan Sapi Sakit ......................................................... Menejemen Pemberian Pakan .............................................. Penjualan Sapi ...................................................................... Pengelolaan Lingkungan ...................................................... Sistem Pencatatan ................................................................ Ketercapaian Penerapan GFP dan SOP di PT LJP ..........................
15 15 15 16 16 19 20 38 48 52 55 55 55 56 57 58 59 60 60 61 61
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
64
Kesimpulan ...................................................................................... Saran ................................................................................................
64 64
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
66
LAMPIRAN .................................................................................................
69
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Rekapitulasi Hasil Evaluasi Penerapan GFP Aspek Sarana ............
21
2.
Rekapitulasi Hasil Evaluasi Penerapan GFP Aspek Proses Produksi
27
3.
Rekapitulasi Hasil Evaluasi Penerapan GFP Aspek Pelestarian Lingkungan ......................................................................................
34
4.
Rekapitulasi Hasil Evaluasi Penerapan GFP Aspek Pengawasan ...
36
5.
Luas dan Penggunaan Lahan PT Lembu Jantan Perkasa ................
39
6.
Bahan Baku Pakan dan Daerah Asal Bahan Baku Pakan ................
46
7.
Ransum yang Dibutuhkan untuk Menggemukan Sapi Potong Jantan
50
8.
Jenis Obat-obatan dan Vitamin yang Digunakan PT Lembu Jantan Perkasa ...............................................................................................
59
Rasio Pemberian Konsentrat dan Hijauan pada Program Penggemukan ....................................................................................
59
10. Pertambahan Bobot Badan (PBB) Harian Sapi Penggemukan di PT LJP pada Tahun 2009 dan 2010 .................................................
61
9.
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Denah Unit Penggemukan PT Lembu Jantan Perkasa .....................
17
2.
Struktur Organisasi PT Lembu Jantan Perkasa ................................
18
3.
Sapi Brahman Cross (BX) di PT Lembu Jantan Perkasa .................
19
4.
Izin Mendirikan Bangunan.................................................................
38
5.
Bangunan Usaha Penggemukan di PT LJP ......................................
40
6.
Alat Timbangan .................................................................................
43
7.
Kendaraan ........................................................................................
43
8.
Alat Bongkar dan Muat Sapi ............................................................
44
9.
Mixer dan Chopper ..........................................................................
44
10. Obat – obatan ...................................................................................
47
11. Pengolahan Limbah Padat
..............................................................
53
12. Alur Penanganan Limbah Cair .........................................................
54
13. Penimbangan Sapi ............................................................................
57
14. Pemasangan Eartag ..........................................................................
57
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Data Kuisioner Good Farming Practices ........................................
70
2.
Evaluasi Penerapan Standard Operating Procedure (SOP) ..............
78
3.
Data PBBH Sapi Steer PT LJP Tahun 2009 ....................................
84
4.
Data PBBH Sapi Heifer PT LJP Tahun 2009 ..................................
84
5.
Data PBBH Sapi Bull PT LJP Tahun 2009 .....................................
85
6.
Data PBBH Sapi Steer PT LJP Tahun 2010 ....................................
85
7.
Data PBBH Sapi Heifer PT LJP Tahun 2010 ..................................
89
8.
Data PBBH Sapi Bull PT LJP Tahuan 2010 ....................................
89
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan produk peternakan terutama daging semakin meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang seimbang. Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber daging, belum memenuhi kebutuhan karena jumlahnya masih di bawah target yang diperlukan konsumen. Faktor yang menyebabkan produksi daging masih rendah adalah rendahnya populasi ternak sapi dan juga tingkat produksi sapi yang masih rendah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan daging tersebut adalah dengan meningkatkan populasi dan produktivitas sapi potong melalui usaha penggemukan sapi potong secara berkesinambungan. Usaha penggemukan sapi memerlukan pengelolahan yang profesional untuk mencapai hasil yang optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik (Good Farming Practices). Good Farming Practice (GFP) menurut Department of Agriculture, Food and Rural Development Irlandia (2001) merupakan cara beternak yang baik dan benar, yang memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi dan kesejahteraan ternak. Good Farming Practice juga termasuk di dalamnya aturan yang berlaku di lingkungan, hygiene atau sanitasi, kesejahteraan ternak, identifikasi, registrasi ternak, serta kesehatan ternak. Aspek-aspek utama dalam GFP yaitu manajemen nutrisi, manajemen lahan rumput, perlindungan sungai dan sumber air, pemeliharaan habitat liar, pemeliharaan batas peternakan, penggunaan pestisida dan bahan kimia yang berhati-hati, perlindungan situs-situs bersejarah, pemeliharaan penampakan visual peternakan dan lingkungannya, pemeliharaan catatan peternakan, kesejahteraan ternak, hygiene atau sanitasi, tidak menggunakan bahan yang dilarang, penggunaan obat hewan yang bertanggung jawab dan pengetahuan peternak tentang GFP. Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2000) merumuskan ruang lingkup pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik meliputi empat aspek yaitu sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan dan pengawasan. PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang breeding, fattening dan trading sapi potong.
Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 1990 hingga sekarang dan telah banyak menyuplai sapi potong di Indonesia. Penerapan GFP menjadi hal yang sangat penting bagi perusahan ini. untuk meningkatkan produktivitas sapi potong yang dihasilkan. Sebagai wujud nyata dari adanya penerapan ini adalah dibentuknya suatu manual mutu, yaitu semacam pedoman prosedur operasional baku atau Standard Operating Procedure (SOP) untuk melaksanakan peternakan sapi potong yang baik. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan Good Farming Practices (GFP) Sapi Potong di PT Lembu Jantan Perkasa, Serang Banten yang meliputi empat aspek yaitu sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan, dan pengawasan.
2
TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristik tersebut, bangsa sapi dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Menurut Blakely dan Bade (1992) menyatakan bahwa bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Mamalia
Sub class
: Theria
Infra class
: Eutheria
Ordo
: Artiodactyla
Sub ordo
: Ruminantia
Infra ordo
: Pecora
Famili
: Bovidae
Genus
: Bos (cattle)
Group
: Taurinae
Spesies
: Bos taurus (sapi Eropa) Bos indicus (sapi India/sapi Zebu) Bos sondaicus (banteng/sapi Bali)
Sapi Brahman Cross Minish dan Fox (1979) menyatakan bahwa sapi Brahman di Australia secara komersial jarang dikembangkan secara murni dan banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (HS). Hasil persilangan dengan Hereford dikenal dengan nama Brahman Cross (BX). Sapi ini mempunyai keistimewaan karena tahan terhadap suhu panas dan gigitan caplak, mampu beradaptasi terhadap makanan jelek, serta mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi. Menurut Turner (1977) sapi Brahman Cross (BX) pada awalnya dikembangkan di stasiun CSIRO’S Tropical Cattle Research Centre di Rockhampton Australia. Materi dasarnya adalah sapi
American Brahman, Hereford, dan Shorthorn. Sapi BX mempunyai proporsi 50% darah Brahman, 25% darah Hereford, dan 25% darah Shorthorn. Secara fisik bentuk fenotif sapi BX lebih cenderung mirip sapi American Brahman karena proporsi darahnya yang lebih dominan, seperti punuk dan gelambir masih jelas, bentuk kepala dan telinga besar menggantung, sedangkan pola warna kulit sangat bervariasi mewarisi tetuanya. Menurut Ensminger (1995), ciri fisik sapi Brahman Cross (BX) ditandai dengan adanya kelasa yang cukup besar melampaui bahu, kulit yang menggantung di bawah kerongkongan dan gelambir yang panjang, serta mempunyai kaki panjang dan telinga menggantung. Sapi BX banyak digunakan sebagai sapi bakalan di Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain: memiliki daya tahan terhadap panas dan kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis, memilki daya tahan terhadap ektoparasit terutama caplak (Direktorat Jenderal Peternakan, 1986). Sapi Brahman Cross (BX) memiliki sifat-sifat seperti: (1) persentase kelahiran 81,2%, (2) rataan bobot lahir 28,4 kg, bobot umur 13 bulan mencapai 212 kg, dan umur 18 bulan bisa mencapai 295 kg, (3) angka mortalitas postnatal sampai umur 7 hari sebesar 5,2%, mortalitas sebelum disapih 4,4%, mortalitas lepas sapih sampai umur 15 bulan sebesar 1.2%, dan mortalitas dewasa sebesar 0,6%, (4) daya tahan terhadap panas cukup tinggi karena produksi panas basal rendah dengan pengeluaran panas yang efektif, (5) ketahanan terhadap parasit dan penyakit sangat baik, serta (6) efisiensi penggunaan pakan terletak antara sapi Brahman dan persilangan Hereford-Shorthorn (Turner, 1977). Menurut Winks et al. (1979), jantan kebiri sapi BX di daerah tropik Quensland secara normal performannya di bawah bangsa sapi eropa. Lingkungan beriklim sedang, steer sapi Hereford lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan sapi BX. Bobot hidup finishing yang sama produksi karkas sapi BX lebih berat dibandingkan sapi Frisian karena memiliki persentase karkas (dressing percentage) yang lebih tinggi. Bobot karkas sapi Shorthorn terletak antara sapi Brahman dan Hereford. Persentase karkas sapi Hereford lebih rendah dibandingkan sapi BX dan lebih tinggi dibandingkan sapi Frisian. Karkas sapi Frisian memiliki persentase tulang lebih tinggi dibandingkan sapi Shorthorn dan BX. Trim lemak bervariasi
4
mulai dari 4,2% sampai 11,2%, terendah pada sapi Frisian dan tertinggi pada Shorthorn. Sapi BX di Indonesia diimpor dari Australia sekitar tahun 1973 namun penampilan yang dihasilkan tidak sebaik dengan di Australia. Hasil pengamatan di ladang ternak Sulawesi Selatan memperlihatkan: (1) persentase beranak 40,91%, (2) calf crop 42,54%, (3) mortalitas pedet 5,93%, (4) mortalitas induk 2,92%, (5) bobot sapih umur 8-9 bulan 141,5 kg (jantan) dan 138,3 kg (betina), (6) pertambahan bobot badan sebelum disapih sebesar 0.38 kg/hari (Hardjosubroto, 1984; Direktorat Jenderal Peternakan dan Fapet UGM, 1986). Produktivitas Sapi Potong di Indonesia Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber daging belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dikarenakan jumlahnya masih rendah. Faktor yang menyebabkan produksi daging masih rendah adalah jumlah populasi ternak sapi dan juga tingkat produksi sapi yang masih rendah. Menurut Djanuar (1985), produktivitas sapi pedaging dapat ditingkatkan baik melalui modifikasi lingkungan atau mengubah mutu genetiknya dan dalam praktik adalah kombinasi antara kedua alternatif tersebut. Vercoe dan Frisch (1980) menyatakan bahwa sifat produksi dan reproduksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bangsa sapi, keadaan tanah, kondisi padang rumput, penyakit, dan manajemen. Produksi Sapi Potong Parakkasi (1999) menyatakan bahwa usaha peternakan ruminansia besar penghasil daging dapat dikelompokkan ke dalam beberapa program produksi sapi yang masing-masing memiliki kekhususan dalam pengelolaannya. Program tersebut antara lain produksi anak (cow calf), pembesaran anak sapi sapihan (stocker) dan penggemukan (finisher). Hardjosubroto (1994) menyatakan bahwa produksi ternak sapi potong sangat berhubungan dengan performa, seperti bobot badan, ukuran tubuh, komposisi tubuh dan kondisi ternak. Penimbangan bobot badan ternak sapi tidak mungkin dilakukan maka ukuran tubuh dapat digunakan sebagai alat penduga bobot hidup dan dapat menggambarkan penampilan produksi ternak sapi. Beberapa ukuran tubuh seperti lingkar dada, panjang badan dan tinggi gumba dapat dijadikan indikator bagi bobot hidup ternak sapi potong.
5
Produksi ternak yang menguntungkan membutuhkan ternak-ternak yang sehat karena penyakit merupakan faktor pembatas keuntungan di kebanyakan daerah tropis (Williamson dan Payne, 1993). Kondisi ternak sapi dapat diamati dengan cara observasi, pengamatan dan perabaan bagian tulang belakang. Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan berhubungan dengan perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada ternak sapi dimulai sejak awal terjadinya pembuahan sampai dengan pedet lahir, dilanjutkan hingga sapi menjadi dewasa (Parakkasi, 1999). Menurut Tillman et al. (1991) pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid. Menurut Syamsudin et al. (1989) pertambahan bobot badan sapi tidak akan tinggi apabila ransum yang diberikan hanya rumput-rumputan saja. Pertambahan bobot badan yang lebih tinggi akan diperoleh apabila ransum yang diberikan terdiri dari rumput-rumput yang dicampur atau disuplemen dengan hijauan yang berkualitas tinggi seperti daun gamal, lamtoro, atau jenis leguminosa lainnya. Sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara dengan sistem feedlot dengan perbandingan konsentrat dan hijauan masing-masing 85% dan 15% menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 0,8-1,2 kg/ekor/hari dengan persentase bobot karkas 53,21%. Pertambahan bobot harian sapi Brahman Cross (BX) sebesar 0,78 kg dapat menghasilkan persentase bobot karkas sebesar 54,18% (Ngadiyono, 1995) Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong Sistem Pemeliharaan Sapi Potong Pemeliharaan dan perawatan harus dilakukan sebaik-baiknya untuk menjaga kelangsungan hidup sapi potong yang sehat dengan pertumbuhan yang baik. Keberhasilan tahap pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal pemeliharaan berikutnya, sehingga usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan dengan
6
fase hidup sapi yang bersangkutan, mulai dari pedet, sapi muda dan sapi dewasa (finishing). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga, yaitu intensif, ektensif, dan mixed farming system. Pemeliharaan secara intensif dibagi menjadi dua yaitu (a) sapi di kandangkan terus-menerus dan (b) sapi dikandangkan pada saat malam hari, kemudian siang hari digembalakan atau disebut semi intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif, sedangkan kelemahannya modal yang digunakan lebih tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakan. Pemeliharaan secara ekstensif adalah pemeliharaan ternak di padang penggembalaan, pola pertanian menetap atau di hutan. Sistem ekstensif biasanya aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan ternak sapi dilakukan oleh satu orang yang sama di padang penggembalaan yang sama (Parakkasi, 1999). Daerah yang luas padang rumputnya, tandus dan iklimnya tidak memungkinkan untuk pertanian maka dapat dilakukan usaha peternakan secara ekstensif. Beberapa daerah melepaskan ternaknya di lapangan tanpa memperhatikan kecukupan pakannya dan keadaan padang rumput (Tafal, 1981). Sistem pemeliharaan mix farming system atau sistem pertanian campuran adalah petani biasanya memelihara beberapa ekor ternak sapi dengan maksud digemukkan dengan pakan yang ada di dalam atau di sekitar usaha pertanian (Parakkasi, 1999). Bangunan dan Fasilitas Peternakan Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa bangunan dan fasilitas peternakan harus dikontrol agar tidak membahayakan ternak karena di dalamnya dapat merupakan sumber penyebab kontaminasi bagi ternak seperti mikroba patogen, bahan kimia dan fisik yang dapat membahayakan ternak secara langsung dan tidak langsung. Beberapa hal yang harus dilakukan untuk meminimalisasi bahaya yang datang dari lingkungan terdekat ternak yaitu (a) menghindarkan setiap kegiatan beternak dekat dengan pabrik industri yang dapat 7
menjadi sumber polusi (i) pembakaran sampah lokal yang melepaskan banyak senyawa dioksida, pabrik pengolahan yang melepaskan senyawa pelarut dan logam berat, atau (ii) dalam suatu lingkungan yang mudah terkena polusi udara (dekat dengan jalan raya yang padat banyak pelepasan timah dan hidrokarbon), (iii) polusi tanah (industri pertanian atau tempat pembuangan bahan beracun), atau (iv) tempat perkembangbiakan hama seperti tempat pembuangan sampah akhir, dan (b) menempatkan bangunan atau fasilitas lain sehingga tersendiri dalam suatu banguan khusus yang cukup jauh dari tempat penyimpanan limbah. Tata letak bangunan diatur dengan berdasarkan fungsinya dan jarak antar bangunan dalam peternakan yang berdekatan juga diatur agar tidak menambah resiko terjadinya perpindahan penyakit antar peternakan, membuat kandang dengan luas yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik, membuat kandang isolasi bagi ternak yang sakit dan kandang karantina bagi ternak yang sehat. Mengisolasi kandang dari ganguan hama dan serangga, merancang kandang agar mudah dibersihkan dan mengunakan bahan bangunan yang aman. Akses keluar masuk peternakan dirancang agar orang yang tidak berkepentingan tidak sembarangan masuk ke areal peternakan. Bangunan peternakan harus dirancang untuk memfasilitasi kenyamanan, kesehatan dan produktivitas ternak. Ventilasi yang baik, tersedianya pakan dan air dengan kualitas yang baik, penerangan dan kenyamanan ternak harus diperhatikan untuk meningkatkan performan ternak (Ensminger dan Tylor, 2006). Area yang terpisah diperlukan untuk mengisolasi ternak dan untuk perawatan ternak. Area ini harus dibuat agar nyaman bagi ternak dan memiliki suplai obat-obatan serta memiliki penerangan yang cukup. Area perawatan ini biasanya dibuat dekat dengan kandang khusus untuk melahirkan dan untuk mengisolasi ternak yang sakit. Hal ini dilakukan untuk efisiensi pekerja dan sering disebut sebagian kandang untuk kebutuhan khusus (Palmer, 2005). Perkandangan Direktorat Jenderal Peternakan (1985) menyatakan bahwa kandang bagi ternak sapi potong merupakan sarana yang mutlak harus ada. Kandang merupakan tempat berlindung ternak dari hujan, terik matahari, pengamanan ternak terhadap binatang buas, pencuri, dan kandang juga merupakan salah satu sarana untuk
8
menjaga kesehatan. Persyaratan teknis kandang menurut Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2006) adalah sebagai berikut: 1.
Konstruksi kandang harus kuat
2.
Terbuat dari bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh
3.
Sirkulasi udara dan sinar matahari cukup
4.
Drainase dan saluran pembuangan limbah baik, serta mudah dibersihkan
5.
Lantai rata, tidak licin, tidak kasar, mudah kering dan tahan injak
6.
Luas kandang memenuhi persyaratan daya tampung
7.
Kandang isolasi dibuat terpisah
Manajemen Pakan Pakan ternak sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Bahan pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat keringnya, sedangkan konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit daripada hijauan dan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993). Kebutuhan pakan terkait erat pada jenis, umur, dan tingkat produksi. Konsumsi bahan kering (BK) pakan ditentukan oleh ukuran tubuh, macam pakan, umur dan kondisi. Konsumsi bahan kering pakan hijauan berkualitas tinggi pada sapi dewasa adalah sebesar 1,4 % dari bobot hidupnya, sedangkan pada sapi jantan muda sebesar 3%. Konsumsi bahan kering pakan biasanya makin menurun dengan meningkatnya kandungan zat-zat pakan yang dapat dicerna (National Reseach Council, 1984). Menurut Tilman et al. (1991) kebutuhan bahan kering pakan yang disarankan utuk sapi pedaging adalah antara 2,5-3% dari bobot badan setiap hari dan dapat ditambahkan konsentrat 2% dari bobot badan, sedangkan sisanya adalah hijauan atau pakan berserat tinggi. Jerami termasuk salah satu hijauan yang sering digunakan pada ternak, namun, hijauan ini umumnya memiliki nilai nutrisi yang rendah (Williamson dan Payne, 1993). Jerami padi memiliki palatabitas yang cukup baik, tetapi apabila diberikan terlalu banyak dalam pakan sapi akan menyebabkan kebutuhan hidup pokoknya tidak terpenuhi karena kandung nutriennya rendah (Panjono et al., 2000).
9
Tingkat konsumsi ransum sapi berbeda-beda bergantung pada status fisiologi, sebagai contoh sapi dewasa, finish sedang dapat mengkonsumsi bahan kering minimal 1,4% bobot badan/hari, sedangkan sapi kebiri umur 1 tahun dengan hijauan berkualitas baik dapat mengkonsumsi 3% dari bobot badan (Parakkasi, 1999). Sumber pakan ternak dibagi menjadi lima berdasarkan fungsinya, yaitu: 1) sumber hijauan kering dan hijauan kasar misalnya jerami padi, rumput lapang, dan lamtoro; 2) sumber energi misalnya dedak padi, jagung, sorgum, dan onggok; 3) sumber protein nabati misalnya bungkil kelapa bungkil kelapa sawit, bungkil kacang kedelai dan bungkil bji kapuk; 4) sumber protein hewani misalnya tepung ikan, tepung daging dan tulang, tepung darah dan tepung bulu ayam; dan 5) sumber mineral misalnya tepung tulang dan tepung kulit kerang, kapur, kalium karbonat, zeolit dan kromium (Khalil, 1998). Potensi genetik ternak untuk pertumbuhan dan konversi pakan dapat diperkirakan dengan mengetahui bangsa, jenis kelamin, ukuran tubuh dan riwayat sebelumya. Pemberian pakan secara adlibitum dengan memberikan pakan biji-bijian, 100% pakan konsentrat atau maksimum ditambahkan 10-15% hijauan terhadap konsentrat dimaksudkan untuk merealisasikan potensi genetik (Presto and Willis, 1982). Office International des Epizooties (2006) menjelaskan bahwa pakan komersial juga harus dipastikan bebas dari residu bahan kimia. Label pada pakan komersial penting diantaranya untuk mengetahui cara pemakaian dengan benar, tanggal kadaluarsa dan identitas perusahaan. Kemasan pakan komersial tersebut harus utuh tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi. Pencatatan atau recording kualitas bahan pakan yang diterima juga sangat penting dan isinya harus sesuai dengan label, serta tidak mengandung hasil ikutan ternak yang tidak diperbolehkan. Pakan yang dicampur atau diproduksi sendiri mengandung resiko (bahaya) terdapatnya residu bahan kimia, tumbuhnya jamur dan kapang. Proses pencampuran bahan-bahan mentah harus dipastikan komposisinya dan tercampur dengan sempurna. Usaha Penggemukan Sapi Usaha penggemukan sapi merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan produksi persatuan ternak (Direktorat Jenderal 10
Peternakan, 1986). Tujuan usaha penggemukan sapi adalah untuk memperoleh pertambahan bobot badan yang relatif tinggi dengan menghitung nilai konversi pakan dalam pembentukan jaringan tubuh termasuk otot daging dan lemak serta menghasilkan karkas daging dan daging yang berkualitas tinggi (Dyer dan O’Mary, 1977). Penggemukan sapi secara umum dapat dikelompokan menjadi penggemukan sapi dipadang rumput (pasture fattening) dan secara dikandangkan (feedlot) serta kombinasi antara keduanya (Williamson dan Payne, 1993). Usaha peternakan khususnya
penggemukan
sapi
pedaging semakin
berkembang mulai
dari
penggemukan secara tradisional maupun secara feedlot. Usaha penggemukan feedlot didasarkan pada prisip penggemukan dengan pemberian pakan secara penuh dengan konsentrat dalam julah besar. Sapi bakalan dengan bobot antara 150-300 kg dapat digemukkan dalam 180 hari atau kurang. Penggemukan ini menghasilkan pertambahan bobot badan 0,9 kg per ekor per hari atau lebih dengan pakan sekitar 7 kg untuk setiap kg pertambahan berat badan (Blakely dan Bade, 1992). Sapi bakalan yang digunakan dalam penggemukan adalah sapi Bali, Peranankan Onggole (PO), dan sapi impor seperti sapi Australian Commersial Cross (ACC), Brahman Cross (BX), Shorthon dan Brangus (Susilowati, 1998). Sapi yang digemukkan secara feedlot adalah sapi yang memiliki pertumbuhan tinggi sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai bobot tertentu menjadi lebih singkat (Tulloh, 1978). Usaha penggemukan sapi secara feedlot di Amerika pada beberapa tahun terakhir ini berlangsung kurang dari 120 sampai 150 yakni periode 70 sampai 90 hari. Perubahan waktu penggemukan yang lebih singkat dimaksudkan untuk memperoleh efisiensi ekonomi dalam penggunaan pakan (Tilman et al., 1991). Sapi yang dipelihara secara feedlot dengan pemberian pakan banyak mengandung biji-bijian dan selalu berada di dalam kandang sering kekurangan vitamin A dan D, sehingga dalam penggemukan sapi daging perlu ditambahkan vitamin tersebut (Presto and Wills, 1982). Good Farming Practice (GFP) Good Farming Practice menurut Departement of Agriculture, Food and Rural Development (2001) merupakan cara beternak yang baik dan benar, yang memperhatikan
lingkungan
dan
memenuhi
standar
minimal
sanitasi
dan 11
kesejahteraan ternak. Good Farming Practice (GFP) juga termasuk di dalamnya aturan yang berlaku di lingkungan, hygiene atau sanitasi, kesejahteraan ternak, identifikasi, registrasi ternak, serta kesehatan ternak. Aspek-aspek utama dalam GFP yaitu manajemen nutrisi, manajemen lahan rumput, perlindungan sungai dan sumber air, pemeliharaan habitat liar, pemeliharaan batas peternakan, penggunaan pestisida dan bahan kimia yang berhati-hati, perindungan situs-situs bersejarah, pemeliharaan penampakan visual peternakan dan lingkungannya, pemeliharaan catatan peternakan, kesejahteraan ternak, hygiene atau sanitasi, tidak menggunakan bahan yang dilarang, penggunaan obat hewan yang bertanggung jawab dan pengetahuan peternak tentang GFP. Ruang lingkup pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik meliputi empat aspek yaitu sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan, dan pengawasan (Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, 2000).
12
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Kegiatan magang penelitian dilakukan di PT Lembu Jantan Perkasa Serang, Banten. Magang penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2010. Pengamatan dan pengambilan data di perusahaan dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2011. Materi Bahan-bahan yang digunakan pada magang penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer terdiri atas ternak sapi, hasil pengamatan wawancara, kuisioner dan lembar evaluasi penerapan Good Farming Practices (GFP) serta Standard Operating Procedure (SOP). Data sekunder merupakan data periode tahun 2009-2010 yang terdiri atas sejarah perusahaan, struktur organisasi, SOP (perkandangan, recording ternak, dan penanganan ternak baru datang), populasi sapi penggemukan, kematian, pemberian pakan dan kualitas pakan, performa produksi ternak penggemukan, pemilihan sapi bakalan dan evaluasi sapi potong, pengelolaan limbah, karyawan, penjualan serta pembelian ternak. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat tulis, meteran, dan termohygrometer. Prosedur Teknik Pengambilan data Data primer didapatkan melalui wawancara kuisioner dan lembar pengamatan checklist yang berisikan instumen Standard Operating Procedure serta observasi langsung di lapangan. Wawancara, kuisioner, dan observasi berpedoman pada instrumen Good Farming Practices sapi penggemukan (Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, 2000). Pengisian kuisioner dilakukan oleh berbagai pihak yang berkompeten atau ahli dalam perusahaan tersebut. Kuisioner yang akan disebar berjumlah 15 eksemplar. Wawancara dilakukan kepada farm manager, kepala unit dan supervisor masing-masing unit. Data sekunder diperoleh dari PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten.
Rancangan Studi ini dilakukan untuk membandingkan penerapan Good Farming Practices sapi penggemukan yang diterapkan di PT Lembu Jantan Perkasa, SerangBanten dengan pedoman pengemukan sapi potong yang baik yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. Selain itu juga melakukan wawancara, observasi, pengumpulan data produksi dan manajemen. Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan atau kondisi peternakan sapi di PT Lembu Jantan Perkasa, Serang-Banten terutama dalam penerapan Good Farming Practices sapi potong serta membandingkan penerapannya dengan pedoman pengemukan sapi potong yang baik yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. Peubah yang diamati 1.
Evaluasi pelaksanaan Good Farming Practices Dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan magang di PT Lembu Jantan
Perkasa, Serang-Banten dan terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. 2.
Pertambahan Bobot Badan harian (kg/hari)
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sejarah dan Pekembangan PT Lembu Jantan Perkasa (LPJ) merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang breeding, fattening dan trading sapi potong dan didirikan pada tahun 1990 oleh Bapak Djaya Gunawan. Visi PT LJP adalah meningkatkan kualitas dan modernisasi tata niaga sapi potong, yang bertujuan untuk menunjang usaha peningkatan gizi masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan ternak sapi potong dalam lingkup regional dan nasional. Perusahaan ini memiliki kantor pusat yang terletak di jalan Tarum Barat E11-12 No.8, Jakarta Timur. Perusahaan terdaftar pada Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) dengan nomor registrasi 015/APFINDO/1995 tanggal 29 Agustus 1995 dan fokus pada usaha di bidang perdagangan, impor dan penggemukan sapi potong. PT LJP merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak di bidang penggemukan dan pembibitan secara intensif. PT LJP merupakan salah satu perusahaan penggemukan sapi terbaik di Indonesia. PT LJP memiliki beberapa cabang perusahaan yaitu Serang-Banten, Cikalong-Bandung, Langkat-Medan dan Sawah Lunto-Padang. Lokasi Usaha PT LPJ terletak di Jalan Raya Serang-Pandeglang km 9,6 Desa Sindangsari, Kecamatan Pabuaran, Serang-Banten. Perusahaan ini berada sekitar 200 m dari jalan raya dan memiliki topografi yang landai dan datar dengan ketinggian 200 m di atas permukaan air laut. Suhu udara di PT LJP sekitar 27,9-32 oC dan curah hujan sebesar 1500-3000 mm per tahun dengan jumlah hujan rata-rata 141 hari per tahun. PT LJP dibatasi oleh, sebelah Utara berbatasan dengan desa Ranca Lutung dan desa Baruan, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Tanjung dan persawahan, sebelah Barat berbatasan dengan kebun masyarakat Desa Sindangsari dan sebelah timur berbatasan dengan desa Tonggoh.
Fasilitas dan Bangunan Fasilitas dan bangunan yang terdapat di PT Lembu Jantan Perkasa SerangBanten dapat dilihat pada Gambar 1. yang meliputi kantor, kandang pemeliharaan, kandang isolasi, loading chute, cattle yard, gang way, crush (kandang jepit), mess manajer dan karyawan, pos satpam, gudang alat, mushola, gudang pakan, dan unit penanganan limbah. Loading chute digunakan untuk menurunkan dan menaikkan sapi dari atau ke truk, tinggi loading chute ini sekitar 1,15 m. Cattle yard merupakan tempat penanganan ternak sementara seperti bongkar muat sapi, penimbangan, pemasangan ear tag, pengobatan, dan lain-lain. Gang way merupakan lorong tempat sapi berjalan dari cattle yard menuju ke kandang ataupun sebaliknya. Kandang di PT. Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten terdiri dari 2 jenis yaitu kandang tertutup dan kandang terbuka. Struktur Organisasi Struktur organisasi sangat dibutuhkan dalam menunjang operasional usaha penggemukan sapi potong. PT Lembu Jantan Perkasa merupakan perusahaan keluarga yang sekarang dipimpin oleh Ibu Joyce Aryanti Gunawan. Struktur organisasi PT Lembu Jantan Perkasa dapat dilihat pada Gambar 2.
16
Denah Unit Penggemukan Sapi Potong PT Lembu Jantan Perkasa.
PENAMPUNGAN LIMBAH
D
C
B
A MES KARYAWAN
KANTOR
M BAG. UMUM
G
WC S
TIMBANGAN KENDARAAN
KESWAN
GUDANG PAKAN B
Keterangan:
GUDANG PAKAN
Gambar 1. Denah Unit Penggemukan
= Kandang Penggemukan = Kantor
= Kebun HMT S
MES
F
MES S
CATTLE YARD
GUDANG PAKAN A
E
= Pintu Gerbang M
= Mushola
= Timbangan Ternak
= Pos Keamanan
17
Direksi Administrasi Head Office
General Marketing General Manager
Farm Manager
Manager Breeding
Keamanan
Staf Limbah
Kesehatan Hewan
Hijauan MakananTernak
Supervisor
Kandang Breeding
Administrasi Farm
Unit Feedmill
Staf
Manager Fattening
Manager Cikalong
Bagian Umum
Kesehatan Hewan
Supervisor
Kandang Fattening
Gambar 2. Bagan Struktur Organisasi PT Lembu Jantan Perkasa (Sumber : Arsip PT Lembu Jantan Perkasa) 18
Jumlah dan bangsa Sapi Jumlah sapi penggemukan di PT LJP selama tahun 2009 sebanyak 3511 ekor sedangkan tahun 2010 sebanyak 4258 ekor. Sapi bakalan yang dipelihara di PT LJP berasal dari Australia. Menurut Susilowati (1998) sapi bakalan yang digunakan dalam penggemukan adalah sapi Bali, Peranankan Onggole (PO), dan sapi impor seperti sapi Australian Commersial Cross (ACC), Brahman Cross (BX), Shorthon dan Brangus. Sapi potong yang dipelihara sebagian besar merupakan sapi Brahman Cross (BX). Sapi-sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara di PT LJP berasal dari Auastralia. Minish dan Fox (1979) menyatakan bahwa sapi Brahman di Australia secara komersial jarang dikembangkan secara murni dan banyak disilangkan dengan sapi Hereford-Shorthorn (HS). Hasil persilangan dengan Hereford dikenal dengan nama Brahman Cross (BX). Gambar 3 memperlihatkan sapi Brahman Cross (BX) di PT LJP.
Gambar 3. Sapi Brahman Cross (BX) di PT Lembu Jantan Perkasa Sapi BX banyak digunakan sebagai sapi bakalan di Indonesia dikarenakan memiliki beberapa keunggulan, antara lain: memiliki daya tahan terhadap panas dan kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis, memiliki daya tahan terhadap ektoparasit terutama caplak (Direktorat Jendral Peternakan, 1986). Menurut Ensminger (1995) ciri fisik sapi Brahman Cross (BX) ditandai dengan adanya kelasa yang cukup besar melampaui bahu, kulit yang menggantung dibawah 19
kerongkongan dan gelambir yang panjang, serta mempunyai kaki panjang dan telinga menggantung. Evaluasi Penerapan Good Farming Practices (GFP) Good Farming Practices menurut Departement of Agriculture, Food and Rural Development (2001) merupakan cara beternak yang baik dan benar, yang memperhatikan
lingkungan
dan
memenuhi
standar
minimal
sanitasi
dan
kesejahteraan ternak. Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik (GFP) menurut Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2000) adalah: 1) meningkatkan popolasi, produksi dan produktivitas ternak, 2) meningkatkan mutu hasil ternak (daging), 3) menunjang ketersediaan pangan asal ternak di dalam negeri, 4) menciptakan lapangan kerja, 5) meningkatkan pendapatan dan kesejahtaraan peternak dan 6) mendorong ekspor komoditas ternak khususnya daging. Ruang lingkup pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik (GFP) menurut Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2000) meliputi empat aspek yaitu sarana, proses produksi, pelestarian lingkungan dan pengawasan. Hasil penerapan aspek Good Farming Practices di PT LJP Serang-Banten dapat dilihat pada Tabel 1. sampai Tabel 4.
20
Tabel 1. Hasil Evaluasi Aspek Sarana Penerapan GFP Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa No. Aspek 1. Lokasi
2.
Lahan
3.
Penyediaan Air dan Alat Penerangan
Kondisi Seharusnya Tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD). Letak dan ketinggian lokasi terhadap wilayah sekitarnya harus memperhatikan lingkungan dan topografi sehingga kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan. Status lahan peternakan sapi potong jelas. Sesuai dengan peruntukannya menurut perundang–undangan yang berlaku.
Air yang digunakan harus memenuhi baku mutu air yang sehat, yang dapat diminum oleh manusia dan ternak serta tersedia sepanjang tahun dalam jumlah yang mencukupi.
Setiap usaha penggemukan sapi potong hendaknya menyediakan alat penerangan (misalnya listrik) cukup
Kondisi dilapangan Kesesuaian/koreksi Sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD). Ada surat izin mendirikan bangunan. Sesuai dengan persyaratan. Memiliki topografi yang landai dan datar dengan ketinggian 200 m dpl.
Status lahan peternakan sapi potong jelas. Sesuai dengan peruntukannya menurut perundang–undangan yang berlaku, dengan iji mendirikan bangunan no 03.647/0423/2008. Air memenuhi baku mutu air sehat, dilakukan pengecekan kualitas air secara berkala, air tersedia sepanjang tahun. Sumber air berasal dari sumur bor dan sumur summermersible yang ada di dalam wilayah peternakan. Sumur bor sejumlah 11 unit. Air minum ditampung dalam tower air. Alat penerangan cukup. Setiap kandang terdapat 10 lampu.
21
4.
Bangunan
setiap saat sesuai kebutuhan dan peruntukannya. Jenis bangunan yang diperlukan untuk Semua bangunan tersedia. usaha penggemukan sapi potong adalah: a. Kandang penggemukan a. Kandang penggemukan b. Kandang isolasi sapi yang sakit b. Kandang isolasi sapi yang sakit c. Gudang pakan dan peralatan c. Gudang pakan dan peralatan d. Barak pekerja d. Barak pekerja e. Unit penampungan dan unit e. Unit penampungan dan unit pengolahan limbah pengolahan limbah Konstuksi bangunan Konstruksi bangunan PT Lembu Jantan a. Konstruksi bangunan terdiri dari Perkasa: bahan yang kuat yang dapat • Bahan baku yang digunakan untuk menjamin kenyamanan dan bangunan kandang terdiri atas keamanan bagi pegawai/buruh bahan logam, kayu, beton dan besi. dan ternak. • Atap kandang menggunakan asbes b. Konstruksi kandang harus dapat dan aluminium galvanum setiap memenuhi daya tampung dan atap terdapat seng berwarna bening pertukaran udara didalam untuk penerangan cahaya matahari. kandang harus terjamin • Kerangka dan tiang kandang kelancarannya. menggunakan bahan beton, kayu c. Lantai kandang harus kuat dan dan besi. tidak licin sebaiknya terbuat dari • Lantai terbuat dari paving block coran semen untuk menjamin dan semen dengan kemiringan 5º. kebersihan kandang dan • Daya tampung cukup, jumlah sapi memudahkan untuk didesinfeksi. tiap pen 50-60 ekor dengan luasan d. Konstruksi bangunan gudang sekitar 3 m2/ekor. pakan harus dibuat sedemikianrupa agar pakan tetap sehat dan hygienis.
22
5.
Tataletak Bangunan a. Ruang kantor dan tempat tinggal karyawan/pengelola usaha peternakan harus terpisah dari daerah perkandangan. b. Jarak terdekat antara kandang dengan bangunan lain bukan kandang minimal 25 m. c. Letak kandang dan bangunan lain harus ditata sedemikian rupa agar memudahkan bagi karyawan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, memudahkan pengaturan drainase dan penampungan limbah sehingga tidak terjadi polusi dan pencemaran penyakit. d. Letak kandang isolasi ternak yang sakit atau diduga sakit di belakang penampungan limbah sehingga tidak terjadi polusi dan pencemaran penyakit. e. Usaha peternakan hanya mempunyai satu pintu masuk (entry point) yang dilengkapi dengan kolam disinfektan dan setiap tamu atau kendaraan harus melewati. Alat dan Usaha penggemukan sapi potong Mesin memiliki peralatan sesuai dengan Peternakan kapasitas/jumlah sapi yang dipelihara mudah digunakan, mudah dibersihkan
Tataletak Bangunan PT Lembu Jantan Perkasa: • Ruang kantor dan tempat tinggal karyawan/pengelola usaha peternakan harus terpisah dari daerah perkandangan. • Jarak terdekat antara kandang dengan bangunan bukan kandang kurang dari 25 m. • Letak kandang dengan unit penampungan limbah terlalu dekat ± 3 m, dikhawatirkan dapat menyebabkan polusi dan pencemaran penyakit. • Usaha peternakan hanya mempunyai satu pintu masuk (entry point) yang tidak dilengkapi dengan kolam disinfektan dan setiap tamu atau kendaraan harus melewati.
Sebaiknya tata letak kandang dengan unit penampungan limbah diperbaiki agar jaraknya tidak terlalu dekat. Peternakan dilengkapi dengan kolam disinfektan pada pintu masuk (entry point) dan setiap tamu atau kendaraan harus melewati, adanya disinfektan untuk mencegah kemungkinan adanya penyakit dari luar.
Usaha penggemukan sapi potong memiliki kandang dengan kapasitas tampung 3 m2/ekor, bangunan terbuat dari besi dan kayu yang mudah
23
6.
Bibit/bakal an
dan tidak mudah berkarat. dibersihkan dan tidak mudah berkarat. Alat dan mesin yang perlu disediakan: Alat dan mesin yang ada di Lembu a. Tempat pakan dan tempat Jantan Perkasa: minum bias terbuat dari semen, a. Tempat pakan terbuat dari seng anti karat atau papan tebal semen dan terbuat dari plastik b. Kendaraan pembawa rumput (jligen yang dibelah menjadi 2 kekandang bagian). c. Timbangan pakan dan sapi b. Rumput diangkut mengunakan d. Alat timbangan untuk sapi mobil pick up/truk. (statis/mobil) c. Timbangan yang tersedia: e. Mesin giling butiran (apabila timbangan sapi, timbangan membuat pakan konsentrat kendaraan, timbangan rumput sendiri) dan timbangan pakan. f. Chopper (pemotong rumput) d. Terdapat 2 mesin giling g. Tempat bongkar/muat ternak e. Terdapat chopper untuk rumput memadai dan chopper untuk jerami padi. h. Mixer f. Tempat bongkar dan muat (loading chute ) memadai. g. Terdapat 4 mixer. Bakalan sapi khusus untuk digemukkan Bakalan berasal dari ternak impor dari bisa berasal dari sapi lokal atau impor, Australia yaitu sapi Brahman Cross. tergantung jenis sapi. Sapi bakalan yang digunakan harus Sapi bakalan berasal dari Negara bebas dari penyakit menular seperti Australia yang terbebas dari penyakit mulut dan kuku (Foot and Mouth menular. Pemeriksaan kesehatan Disease), penyakit ngorok, Rinderpest, dilakukan sebelum dan sesudah sampai brucellosis (keluron), anthrax (radang ke peternakan oleh Balai Karantina dan limpa), Blue tangue (lidah biru). Dinas Peternakan Kabupaten Banten. Usaha peternakan sapi potong yang Usaha peternakan sapi potong yang mengadakan kegiatan pembibitan telah mengadakan kegiatan pembibitan telah
24
7.
8.
Pakan
Obat Hewan
mengikuti petunjuk, pengarahan, serta pengawasan dari instansi yang berwenang. Ketersediaan pakan cukup bagi ternak, baik yang berasal dari hijauan/rumput, maupun pakan konsentrat yang dibuat sendiri atau berasal dari pabrik.
Bahan campuran pakan harus diperoleh dari sumber yang sudah mendapat izin. Ransum pakan yang digunakan tidak terkontaminasi mikroba, penyakit stimulant pertumbuhan, hormon, bahan kimia, obat-obatan, mycotoxin melebihi tingkat yang dapat diterima oleh pejabat yang berwenang dan Negara-negara pengimpor. Dalam memenuhi kebutuhan pakan hijauan yang cukup bagi usaha peternakan sapi potong secara berkesinambungan, dapat bekerja sama dengan petani setempat untuk penyediaan hijauan pakan ternak. Obat-obatan, bahan kimia dan bahan biologic untuk ternak yang digunakan sudah terdaftar. Penggunaan obat hewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
mengikuti petunjuk, pengarahan, serta pengawasan dari instansi yang berwenang. Ketersediaan pakan cukup, pakan hijauan berasal dari kebun HMT perusahaan yaitu rumput Taiwan dan jerami diperoleh dari daerah sekitar, pakan konsentrat diproduksi sendiri oleh perusahaan sedangkan bahan baku ransum berasal dari luar. Bahan pakan diperoleh dari dalam negeri dan dilakukan pengujian analisis proksimat untuk setiap bahan pakan yang digunakan. Ransum yang digunakan tidak terkontaminasi mikroba, penyakit stimulant pertumbuhan, hormon, bahan kimia, obat-obatan, mycotoxin. Kebutuhan pakan hijauan cukup bagi usaha peternakan sapi potong secara berkesinambungan dan penanaman HMT dilakukan oleh perusahaan bekerja sama dengan masyarakat melalui sistem kemitraan. Setiap obat memiliki nomor pendaftaran tersendiri. Penggunaan pengawasan
obat keras di tim kesehatan
bawah hewan
25
9.
Tenaga Kerja
Semua karyawan yang bekerja pada usaha peternakan sapi potong berbadan sehat
Pekerja disediakan pakaian kerja, sepatu bot, jas hujan dan peralatan lainya yang diperlukan. Setiap usaha penggemukan sapi potong hendaknya menjalankan ketentuan/ peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
(Keswan) yaitu dokter hewan dan kepala unit kesehatan hewan. Semua karyawan yang bekerja pada usaha peternakan sapi potong berbadan sehat jasmani dan rohani. Setiap karyawan mendapat kartu jaminan kesehatan dari perusahaan. Pekerja disediakan pakaian kerja, sepatu bot dan peralatan lainya yang diperlukan yang diberikan setiap tahun. Sesuai persyaratan, karyawan digaji sesuai dengan jabatan, pendidikan dan masa kerja.
26
Tabel 2. Hasil Evaluasi Aspek Proses Produksi Penerapan GFP Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa No. Aspek
Kondisi Seharusnya
Kondisi dilapangan
1.
Pemilihan bibit
Sapi bakalan usaha penggemukan PT Lembu Jantan Perkasa berasal dari bangsa sapi persilangan yaitu sapi Brahman Cross (BX) dengan kisaran umur 2 tahun dengan bobot badan 250350kg.
2.
Kandang
Pemilihan sapi bakalan pada usaha penggemukan sapi potong harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Bangsa sapi murni atau persilangan. 2. Umur 1 sampai 2 tahun 3. Berat; untuk sapi lokal 100 – 150 kg, untuk sapi persilangan 250-350 kg Setiap usaha penggemukan sapi potong yang akan didirikan harus merencanakan jumlah kandang yang akan dibangun sesuai dengan jumlah dan jenis sapi yang akan dipeliharan.
Kandang yang akan dibangun harus kuat, memenuhi syarat kesehatan, mudah dibersihkan, mempunyai drainase yang baik, sikulasi udara yang bebas dan dilengkapi tempat makan dan minum sapi serta bak desinfektan. Sistem kandang berkoloni/kelompok
dapat dan
dibuat setiap
Kesesuaian/koreksi
Usaha penggemukan PT Lembu Jantan Perkasa merencanakan jumlah kandang sesuai dengan jumlah dan jenis sapi yang akan dipelihara. Jumlah kandang penggemukan 7 kandang penggemukan, setiap kandang terdiri dari 8 - 14 pen. Daya tampung kandang penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa sekitar 4500 ekor dengan daya tampung setiap pen 50 - 60 ekor. Kandang terbuat dari logam, kayu, beton dan besi sehingga dipastikan kuat, memenuhi syarat kesehatan, mudah dibersihkan, mempunyai drainase yang baik, sikulasi udara yang bebas dan dilengkapi tempat makan dan minum sapi serta bak desinfektan. Kandang dibuat koloni dengan jumlah sapi 50- 60 ekor tiap pen dan memiliki
27
3.
Pakan
kelompok berisi 5-10 ekor sapi dengan luas ruang (space) 10-20 m2. Jarak antar kandang dengan kandang lainya minimal 10 m, dan jarak kandang dengan tempat penampungan limbah/kotoran sapi minimal 25 m. Sebaiknya bangunan kandang dibuat sedemikian rupa agar selalu mendapat cahaya pagi yang penuh ultra violet. Pemberian pakan hijauan segar minimal 10% berat badan dan pakan konsentrat sekitar 0,4% dari berat badan. Pemberian pakan dilakukan 2 (dua) kali sehari.
Penyusunan ransum memperhatikan keseimbangan zat-zat makanan yang dapat dicerna dalam ransum. Zat-zat makanan dasar adalah energi dan lemak, protein, mineral dan vitamin serta serat kasar. Kebutuhan energi atau Total Digestible Nutrient (TDN), protein dan mineral untuk penggemukan sapi potong jantan untuk tujuan pemelihraan dan pertumbuhan dapat dilihat pada tabel. Pakan tambahan yang digunakan memiliki ketentuan yang berlaku.
luas ruang 3 m2 perekor. Jarak kandang penggemukan dengan kandang breeding dan kandang isolasi lebih dari 10 m, jarak kandang dengan tempat penampungan limbah/kotoran sapi sekitar 3 m. Bangunan kandang mendapat cahaya pagi yang penuh ultra violet. Pemberian hijauan 1-2 % dari bobot badan dan pakan konsentrat 1,3 – 2 % berat badan. Pemberian pakan dilakukan 3 (tiga) kali sehari. Pemberian pakan disesuaikan dengan bobot badan, PBBH dan konsumsi pakan ternak. Penyusunan ransum dilakukan oleh supervisor feeding. Penyusunan ransum memperhatikan keseimbangan zat-zat makanan yang dapat dicerna dalam ransum.
Sebaiknya
tempat
penampungan limbah/kotoran sapi berjarak lebih dari 25m dari kandang.
Sesuai persyaratan. Ransum konsentrat yang diproduksi PT Lembu Jantan Perkasa untuk sapi penggemukan memiliki kandungan protein sebesar 1214%. Pakan tambahan yang digunakan memiliki ketentuan yang berlaku. Pakan tambahan yang diberikan adalah urea
28
4.
Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
A. Kesehatan Hewan 1. Situasi Penyakit Usaha penggemukan sapi potong terutama usaha penggemukan harus terletak di daerah dimana tidak ditemukan gejala klinis atau bukti lain tentang penyakit mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), ingus jahat (Malignat Catarhal Fever), Bovine Ephemeral Fever, Lidah biru (Blue tangue), anthrax (Radang Limpa), Brucellosis (kluron menular). 2. Vaksinasi/pencegahan a. Usaha bidudaya sapi potong harus melakukan vaksinasi dan pengujian/tes laboratorium terhadap penyakit tertentu yang ditetapkan oleh instansi berwenang. b. mencatat setiap pelaksanaan vaksinasi dan jenis vaksin yang dipakai dalam kartu kesehatan ternak, c. melaporkan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat (instansi yang berwenang) setiap timbulnya kasus penyakit terutama yang diduga/dianggap penyakit menular.
molasses block (UMB). Sesuai persyaratan, usaha penggemukan sapi potong terletak di daerah yang bebas endemik penyakit zoonosis.
a.
b. c.
Usaha penggemukkan sapi potong melakukan vaksinasi dan pengujian/tes laboratorium terhadap penyakit tertentu yang ditetapkan oleh instansi berwenang yaitu unit kesehatan hewan dan dinas peternakan kabupaten Banten. Setiap ternak memiliki kartu kesehatan ternak. Melaporkan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat (instansi yang berwenang) setiap timbulnya kasus penyakit terutama yang diduga/dianggap penyakit menular. Namun selama ini belum pernah
29
B. Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) 1. Lokasi usaha tidak mudah dimasuki binatang liar serta bebas dari hewan piaraan lainnya yang dapat menularkan penyakit. 2. Melakukan desinfeksi kandang dan peralatan dengan menyemprotkan insektisida pembasmi serangga, lalat dan hama lainnya. 3. Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu kelompok ternak ke kelompok ternak lainnya, pekerja yang melayani ternak yang sakit tidak diperkenankan melayani ternak yang sehat. 4. Menjaga agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk kandang ternak yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit. 5. Membakar atau mengubur bangkai kerbau yang mati karena penyakit menular. 6. Menyediakan fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan. 7. Mengusahakan lokasi peternakan tidak mudah dimasuki binatang
•
• • • • • • •
terjadi kasus penyakit menular. Lokasi mudah dimasuki binatangliar sebab berdekatan dengan masyarakat, namun hanya mampu masuk hingga wilayah kebun HMT. Diterapkan pemakaian insektisida baik tabur dan cair. Terdapat pembagian tenaga kerja yang jelas untuk tiap-tiap unit. Terdapat unit keamanan yang memantau keluar masuk peternakan. Ternak mati segera dikuburkan setelah diperiksa penyebab kematiaannya. Tidak tersedia fasilitas desinfeksiuntuk staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan. Kandang dibersihkan setiap hari. Ternak yang sakit di kandangkan khusus ternak di kandang ternak sakit.
Sebaiknya
melakukan
koordinasi
dengan
masyarakat agar ternak tidak digembalakan disekitar areal peternakan. Tersedianya desinfeksi
fasilitas untuk
staf/karyawan dan kendaraan tamu
dipintu
masuk
perusahaan.
30
8.
9.
10. 11.
12.
13.
14. 15.
liar, bebas dari hewan piaraan lainya yang dapat menularkan penyakit. Melakukan desinfektan peralatan, penyemprotan, insektisida terhadap serangga, lalat dan pembasmian terhadap hama-hama lainnya. Melakukan pembersihan dan pencucian kandang serta menyediakan pencuci hama. Memiliki program vaksinasi terhadap penyakit. Melakukan pelaporan kepada yang berwenang apabila ditemukan gejala penyakit menular yang diatur dalam undang-undang. Mengeluarkan ternak yang mati dari kandang untuk segera dikubur/ dimusnahkan oleh petugas yang berwenang. Mengelurkan ternak yang sakit dari kandang untuk segera diobati atau dipotong oleh petugas yang berwenang. Ternak sapi potong bebas dari penyakit Tuberkulosis (TBC). Menyediakan fasilitas desinfektan untuk staf dan tamu serta kendaraan pada pintu masuk peternakan.
31
5.
Penanganan Lama/waktu yang digunakan untuk Hasil penggemukan sapi potong berkisar antara 3-6 bulan sesuai umur dan kondisi sapi pada waktu mulai digemukkan. Minimal satu bulan terakhir sebelum dipasarkan, pemberian ransum konsentrat ditingkatkan dari pemberian biasa dan pakan hijauan dikurangi dari pemberian biasa dan penggunaan anti biotic dan chemotropic diharapkan meperhatikan withdraw (waktu henti obat). Dilarang memperjual-belikan daging yang berasal dari sapi potong selama pengobatan anti biotic atau hormone untuk konsumsi manusia, kecuali apabila ternak tersebut dipotong sesuai ketentuan atau standar withdrowel time obat yang digunakan. Sapi yang sudah siap dipasarkan (finisher) harus dijaga sedemikian rupa, jangan sampai sapi tersebut cedera/ cacat.
Lama penggemukan 3 bulan sesuai umur dan kondisi sapi pada waktu mulai digemukkan.
Sesuai persyaratan, pemberian ransum konsentrat ditingkatkan sejak pemeliharaan lebih dari 30 hari yaitu dengan rasio pemberian hijauan dengan konsentrat sebesar 10 : 90.
Sesuai persyaratan. Usaha penggemukkan PT Lembu Jantan Perkasa menjual sapi potong yang bebas dari anti biotic atau hormone karena PT Lembu Jantan Perkasa tidak memberikan antibiotik dan hormon. Sapi yang sudah siap dipasarkan (finisher) harus dijaga sedemikian rupa, jangan sampai sapi tersebut cedera/ cacat. Sapi yang sudah siap jual dijaga agar tidak stress yang dapat menyebabkan penurunan bobot badan. Sapi yang dipasarkan diangkut menggunakan truk/kendaraan dengan kapasitas 12 - 14 ekor per truk tergantung ukuran truk/kendaraan.
32
Berat sapi potong siap jual minimal: Berat sapi potong siap jual minimal: lokal 250 kg dan persilangan/impor 350 350 kg. Urutan penjualan Sapi potong kg. dimulai dari sapi yang memiliki berat badan tertinggi.
33
Tabel 3. Hasil Evaluasi Aspek Pelestarian Lingkungan Penerapan GFP Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa No. Aspek 1. Rencana Penanggula ngan Pencemara n Lingkungan
2.
Upaya pencegahan pencemaran lingkungan
Kondisi Seharusnya Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengolahan lingkungan hidup. Peraturan pemerintan nomor 27 tahun 1999 tentang analisa mengenai dampak lingkungan. Peraturan pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Mencegah timbulnya erosi serta membantu penghijauan di areal usaha.
Kondisi dilapangan Kesesuaian/koreksi PT Lembu Jantan Perkasa melakukan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
Pencegahan erosi dan penghijauan dilakukan dengan penanaman tanaman disekitar areal peternakan dan penanaman HMT. Menghindari timbulnya polusi dan Sesuai persyaratan. Pencegahan polusi ganguan lain yang berasal dari lokasi dilakukan dengan pengolah limbah usaha yang dapat mengganggu peternakan menjadi pupuk. lingkungan berupa bau busuk, suara bising, serangga, tikus serta pencemaran air sungai/air sumur. Setiap usaha penggemukan sapi potong Belum terdapat unit pengolahan limbah harus membuat unit pengolahan limbah gas. Limbah hanya diolah menjadi perusahaan (padat, cair dan gas) yang pupuk kompos. sesuai dengan kapasitas produksi limbah yang dihasilkan. Setiap penggemukan usaha sapi potong Sesuai persyaratan. Usaha membuat pembuangan kotoran dan penggemukan sapi potong membuat
34
penguburan bangkai.
saluran pembuangan kotoran, unit penampungan dan pengolahan limbah serta melakukan penguburan bangkai ternak.
35
Tabel 4. Hasil Evaluasi Aspek Pengawasan Penerapan GFP Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa No. Aspek 1. Sistem Pengawasan
2.
3.
Sertifikasi
Monitoring dan Evaluasi
Kondisi Seharusnya Sistem pengawasan dilakukan secara baik pada titik kritis dalam proses produksi untuk memantau kemungkinan adanya penyakit dan kontaminasi lainya. Instansi yang berwenang dalam bidang peternakan melakukan pengawasan manajemen mutu terpadu yang dilakukan (Pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik/Good Farming Practices). Usaha penggemukan sapi potong yang produksinya untuk tujuan eksport harus dilengkapi sertifikat. Sertifikat dikeluarkan oleh instansi berwenang setelah melalui penilaian dan rekomendasi. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh instansi yang berwenang dibidang peternakan di Kabupaten/Kota. Evaluasi dilakukan setiap tahun berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan serta pengecekan/ kunjungan ke usaha penggemukan sapi potong.
Kondisi dilapangan Kesesuaian/koreksi Sesuai persyaratan. Titik kritis dalam usaha penggemukan ini antara lain feeding dan penanganan ternak sakit yang diawasi secara baik. Sesuai persyaratan. Pengawasan manajemen mutu terpadu yang dilakukan (Pedoman budidaya ternak sapi potong yang baik/Good Farming Practices) dilakukan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Banten setiap 6 bulan sekali. Usaha penggemukan sapi potong PT Lembu Jantan Perkasa tidak memproduksi sapi potong untuk tujuan eksport. Tidak memiliki sertifikat karena produksi untuk dalam negeri. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh dinas peternakan di Kabupaten Banten. Evaluasi dilakukan setiap enam bulan berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan serta pengecekan/ kunjungan ke usaha penggemukan sapi potong. 36
4.
Pencatatan
5.
Pelaporan
Data usaha penggemukan sapi potong • Populasi ternak yang digemukkan per periode • Jumlah karyawan • Obat atau vaksin yang digunakan • Feed additive yang digunakan • Pakan konsentrat yang digunakan per periode • Penjualan ternak per periode. Membuat laporan tertulis secara berkala (enam bulanan dan tahunan) kepada instansi yang berwenang.
Wajib membuat laporan teknis dan administratif secara berkala untuk kepentingan internal, sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat mengadakan perbaikan /perubahan berdasarkan laporan yang ada.
Data usaha penggemukan sapi potong • Populasi ternak yang digemukkan per periode • Jumlah karyawan • Obat atau vaksin yang digunakan • Feed additive yang digunakan • Pakan konsentrat yang digunakan per periode • Penjualan ternak per periode. Membuat laporan tertulis secara berkala setiap bulan oleh Kepala Unit kepada Kepala Direksi dan dilakukan pelaporan Kepala Dinas Petenakan setiap enam bulan. Membuat laporan teknis dan administratif secara berkala untuk kepentingan internal dari kepala unit penggemukan kepada kelapa direksi sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat mengadakan perbaikan/perubahan berdasarkan laporan yang ada.
37
Sarana Berdasarkan GFP Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2000) aspek sarana meliputi lokasi, lahan, penyediaan air dan alat penerangan, bangunan, alat dan mesin peternakan, bibit/bakalan, pakan, obat hewan dan tenaga kerja. Secara keseluruhan penerapan GFP pada aspek sarana sudah baik. Aspek sarana yang perlu diperhatikan adalah bangunan. Lokasi PT LJP sudah sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD). Letak dan ketinggian lokasi terhadap wilayah sekitarnya sudah memperhatikan lingkungan dan topografi sehingga kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan. PT LJP terletak sekitar 200 m dari jalan raya dan memiliki topografi yang landai dan datar dengan ketinggian 200 m di atas permukaan air laut.
Gambar 4. Izin Mendirikan Bangunan Status lahan peternakan sapi potong jelas dan sesuai dengan peruntukannya menurut perundang-undangan yang berlaku. PT LJP memiliki lahan seluas ± 26 ha. Lahan tersebut digunakan untuk bangunan kantor, kandang, mess karyawan, gudang pakan, kebun rumput dan bangunan lainya. Luas dan penggunaan lahan Peternakan PT LJP dapat dilihat pada Tabel 5.
38
Tabel 5. Luas dan Penggunaan Lahan Peternakan di PT Lembu Jantan Perkasa No Jenis Bangunan
Luas (m2)
1
Kantor
102
2
Mess Manager
46,25
3
Mess Staf depan
118
4
Pos Satpam
6,25
5
Gudang alat
12
6
Mushola
16
7
Gudang pakan A
1.232
8
Gudang pakan B
1.590
9
Kandang fattening
17.357
10
Cattle yard fattening
1.000
11
Cattle yard breeding
1.200
12
Water Torn 19 unit
114
13
Gudang alat mekanik
300
14
Gudang pakan (onggok)
245
15
Mess karyawan feedmill
707,25
16
Jalan masuk
4.720
17
Bak air 88 unit
308
18
Kandang breeding
21.664
19
Mess staff dan guest house
272
20
Warehouse
320
21
Kebun rumput
80.000
22
Bangunan chopper
120
23
Pagar
712,62
24
Saluran
2.178
25
Jalan
18.540,8
26
Kandang partus
600
27
Lahan kosong
107.767
28
Timbangan kendaraan
72
Jumlah
261.320,17
(Sumber : Arsip PT Lembu Jantan Perkasa 2010)
39
Penyediaan air dan alat penerangan di PT Lembu Jantan Perkasa telah sesuai dengan GFP. Air memenuhi baku mutu air sehat, dilakukan pemeriksaan kualitas air secara berkala, air tersedia sepanjang tahun. Sumber air berasal dari sumur bor yang ada di dalam wilayah peternakan dan air tersebut ditampung dalam tower air. Sumur bor sejumlah 11 unit dengan tower air berjumlah 14 buah. Tower air yang digunakan berkapasitas 8.000 liter dengan debit 4.000 liter per jam. Air yang telah ditampung di tower air dialirkan ke kandang, kantor dan mess
melalui pipa. Air tersebut
digunakan untuk membersihkan kandang, air minum ternak dan untuk kebutuhan karyawan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan lain-lain. Air yang digunakan untuk ternak berbeda dengan air yang digunakan untuk kebutuhan karyawan sehari-hari Penyediaan alat penerangan (misalnya listrik) tersebut cukup setiap saat sesuai kebutuhan dan peruntukannya. Bangunan yang diperlukan untuk usaha penggemukan sapi potong adalah kandang penggemukan, kandang isolasi sapi yang sakit, gudang pakan dan peralatan, mess pekerja, unit penampungan, dan unit pengolahan limbah. Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa bangunan dan fasilitas peternakan harus dikontrol agar tidak membahayakan ternak karena di dalamnya dapat merupakan sumber penyebab kontaminasi bagi ternak seperti mikroba patogen, bahan kimia dan fisik yang dapat membahayakan tenak secara langsung dan tidak langsung. Berikut ini gambar 5. bangunan usaha penggemukan di PT LJP.
(a)
(b) (b)
40
(c)
(d)
Gambar 5. (a) Gudang Pakan, (b) Mess Karyawan, (c) Kandang Penggemukan, (d) Kandang Isolasi. Ensminger dan Tylor (2006) menyatakan bahwa bangunan peternakan harus dirancang untuk memfasilitasi kenyamanan, kesehatan dan produktivitas ternak. Ventilasi yang baik, tersedianya pakan dan air dengan kualitas yang baik, penerangan dan kenyamanan ternak harus diperhatikan untuk meningkatkan performa ternak. Kandang bagi ternak sapi potong merupakan sarana yang mutlak harus ada. Kandang merupakan tempat berlindung ternak dari hujan, terik matahari, pengamanan ternak terhadap binatang buas, pencuri, dan kandang juga merupakan salah satu sarana untuk menjaga kesehatan (Direktorat Jenderal Peternakan, 1985). Konstuksi bangunan di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten telah sesuai dengan GFP yaitu: a.
Konstruksi bangunan terdiri atas bahan yang kuat yang dapat menjamin kenyamanan dan keamanan bagi pegawai/buruh dan ternak.
b.
Konstruksi kandang harus dapat memenuhi daya tampung dan pertukaran udara didalam kandang harus terjamin kelancarannya.
c.
Lantai kandang harus kuat dan tidak licin sebaiknya terbuat dari coran semen untuk menjamin kebersihan kandang dan memudahkan untuk didesinftasi.
d.
Konstruksi bangunan gudang pakan harus dibuat sedemikian rupa agar pakan tetap sehat dan hygienis. Menurut GFP tataletak bangunan ruang kantor dan tempat tinggal
karyawan/pengelola usaha peternakan harus terpisah dari daerah perkandangan. Jarak
41
terdekat antara kandang dengan bangunan lain bukan kandang minimal 25 m. Letak kandang dan bangunan lain harus ditata sedemikian rupa agar memudahkan bagi karyawan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, memudahkan pengaturan drainase, dan penampungan limbah sehingga tidak terjadi polusi dan pencemaran penyakit. Letak kandang isolasi ternak yang sakit atau diduga sakit di belakang penampungan limbah sehingga tidak terjadi polusi dan pencemaran penyakit. Usaha peternakan hanya mempunyai satu pintu masuk (entry point) yang dilengkapi dengan kolam disinfektan dan setiap tamu atau kendaraan harus melewati. Bangunan secara keseluruhan telah sesuai akan tetapi masih ada yang belum sesuai antara lain pemanfaatan kandang isolasi perlu lebih dioptimal. Sapi yang sakit dikandangkan secara terpisah namun tidak di kandang isolasi. Area yang terpisah diperlukan untuk mengisolasi ternak dan untuk perawatan ternak. Area ini harus dibuat agar nyaman bagi ternak dan memiliki suplai obat-obatan serta memiliki penerangan yang cukup. Area perawatan ini biasanya dibuat dekat dengan kandang khusus untuk melahirkan dan untuk mengisolasi ternak yang sakit. Hal ini dilakukan untuk efisiensi pekerja dan sering disebut dengan kandang untuk kebutuhan khusus (Palmer, 2005). Jarak terdekat antara kandang dengan bangunan lain bukan kandang kurang dari 25 m. Jarak yang terlalu berdekatan yaitu jarak antara kandang dengan unit penampungan limbah yang dikhawatirkan dapat mengganggu kesehatan ternak. Bangunan PT LJP mempunyai satu pintu masuk (entry point) tetapi tidak dilengkapi dengan kolam disinfektan sehingga setiap tamu atau kendaraan yang masuk peternakan tidak
didesinfeksi. Hal ini memungkinkan terjadinya penyebaran
penyakit dari luar. Usaha penggemukan sapi potong memiliki peralatan sesuai dengan kapasitas/ jumlah sapi yang dipelihara mudah digunakan, mudah dibersihkan dan tidak mudah berkarat. Alat dan mesin yang perlu disediakan: tempat pakan dan tempat minum, kendaraan pembawa rumput ke kandang, timbangan pakan dan sapi, alat timbangan untuk sapi (statis/mobil), mesin giling butiran, chopper (pemotong rumput), tempat bongkar/muat ternak memadai dan mixer. Tempat pakan terbuat dari semen dan terbuat dari plastik (jerigen yang dibelah menjadi dua bagian). Rumput diangkut menggunakan mobil pick up/truk. Timbangan yang tersedia antara lain timbangan sapi, timbangan kendaraan, timbangan rumput dan timbangan pakan. PT LJP
42
memiliki 2 mesin giling, chopper untuk rumput dan chopper untuk jerami padi dan terdapat 4 mixer. Tempat bongkar dan muat (loading chute) ternak yang memadai. Gambar 6. memperlihatkan alat dan mesin peternakan PT Lembu Jantan Perkasa.
(a)
(b)
Gambar 6. (a) Timbangan Ternak, (b) Timbangan Kendaraan
(a)
(b)
Gambar 7. (a) Kendaraan Ternak, (d) Kendaraan Rumput/Jerami.
43
(a)
(b)
Gambar 8. (a) Loading chute, (b) Cattle yard
(a)
(b)
Gambar 9. (a) Mixer (b) Chopper (alat pemotong rumput). Bakalan sapi yang digemukkan di PT LJP Serang-Banten merupakan sapi impor dari Negara Australia yang terbebas dari penyakit menular. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum dan sesudah sampai ke peternakan oleh Balai Karantina dan Dinas Peternakan kabupaten Banten. Sapi bakalan yang digunakan bebas dari penyakit menular seperti mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), penyakit ngorok, Rinderpest, brucellosis (keluron), anthrax (radang limpa), Blue tangue (lidah biru). Usaha peternakan sapi potong yang mengadakan kegiatan pembibitan telah mengikuti petunjuk, pengarahan, serta pengawasan dari instansi 44
yang berwenang. Sapi bakalan yang digunakan adalah sapi BX. Sapi BX banyak digunakan sebagai sapi bakalan di Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain: memiliki daya tahan terhadap panas, kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik di daerah tropis, dan memiliki daya tahan terhadap ektoparasit terutama caplak (Direktoratt Jendral Peternakan, 1986). Pakan ternak sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Bahan pakan ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat keringnya, sedangkan konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit daripada hijauan dan mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang relatif banyak, namun jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993). Pakan hijauan di PT Lembu Jantan Perkasa terdiri atas rumput dan jerami. Rumput berasal dari kebun HMT perusahaan yaitu rumput taiwan dan jerami yang diperoleh dari daerah sekitar. Rumput Taiwan digunakan karena produksinya yang tinggi, mampu menyimpan air saat musim kemarau, dan batang tidak terlalu cepat tua. Jerami termasuk salah satu hijauan yang sering digunakan pada ternak, hijauan ini umumnya memiliki nilai nutrisi yang rendah (Williamson dan Payne, 1993). Jerami padi memiliki palatabitas yang cukup baik, tetapi apabila diberikan terlalu banyak dalam pakan sapi akan menyebabkan kebutuhan hidup pokoknya tidak terpenuhi karena kandungan nutriennya rendah (Panjono et al., 2000). Pakan konsentrat di PT Lembu Jantan Perkasa diproduksi oleh perusahaan sedangkan bahan baku ransum berasal dari luar. Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa pakan komersial juga harus dipastikan bebas dari residu bahan kimia. Label pada pakan komersial penting diantaranya untuk mengetahui cara pemakaian dengan benar, tanggal kadaluarsa dan identitas perusahaan. Kemasan pakan komersial tersebut harus utuh tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi. Pencatatan atau recording kualitas bahan pakan yang diterima juga sangat penting dan isinya harus sesuai dengan label, serta tidak mengandung hasil ikutan ternak yang tidak diperbolehkan. Pakan yang dicampur atau diproduksi sendiri mengandung resiko terdapat bahaya residu bahan kimia, tumbuhnya jamur dan
kapang.
Proses
pencampuran
bahan-bahan
mentah
harus
dipastikan
45
komposisinya dan tercampur dengan sempurna. Bahan baku pakan konsentrat di PT LJP dan daerah asal bahan baku tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Bahan Baku Pakan dan Daerah Asal Bahan Baku Pakan yang digunakan dalam Usaha Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa. Bahan baku
Daerah asal bahan baku
Onggok
Lampung
Bungkil sawit
Jambi dan Kalimantan
Bungkil kopra
Jambi, Jakarta, dan Kalimantan
Bungkil kedelai
Bogor dan argentina
Gaplek
Bogor dan wonogiri
Kulit kopi
Lampung
Kulit coklat
Jakarta dan Surabaya
Molasses
Lampung dan Cirebon
Bran pollard
PT Panganmas (Cilacap)
Wheat pollard
PT Bogasari
DDGS (dried distillers grains solubles)
Jakarta
Garam
Cirebon
Urea
Jakarta
Kapur
Bandung
Premix
Jakarta
Sodium bikarbonat
Jakarta
Sumber pakan ternak dibagi menjadi lima berdasarkan fungsinya yaitu: 1) sumber hijauan kering dan hijauan kasar misalnya jerami padi, rumput lapang dan lamtoro; 2) sumber energi misalnya dedak padi, jagung, sorgum dan onggok; 3) sumber protein nabati misalnya bungkil kelapa bungkil kelapa sawit, bungkil kacang kedelai dan bungkil bji kapuk; 4) sumber protein hewani misalnya tepung ikan, tepung daging dan tulang, tepung darah dan tepung bulu ayam; dan 5) sumber mineral misalnya tepung tulang dan tepung kulit kerang, kapur, kalium karbonat, zeolit dan kromium (Khalil, 1998). Obat hewan yang digunakan oleh PT LJP meliputi sediaan biologik, farmasetik, premik, dan obat alami. Obat-obatan, bahan kimia, dan bahan biologik 46
untuk ternak yang digunakan sudah terdaftar. Penggunaan obat sesuai ketentuan berlaku. Penggunaan obat keras di bawah pengawasan tim kesehatan hewan. Beberapa jenis obat-obatan, bahan kimia, dan bahan biologik yang digunakan di PT Lembu Jantan Perkasa antara lain gusanex, biosalamine, tympanol, limoxin 25 spay, limoxin-200 LA, pink eye, amproprim, entrostop, injectamin, penstrep, rivanol, dan lain-lain.
Gambar 10. Obat-obatan. Berdasarkan GFP semua karyawan yang bekerja pada usaha peternakan sapi potong berbadan sehat. Tenaga kerja PT LJP terdiri atas tenaga kerja tetap, tenaga kerja harian dan tenaga kerja borongan. Jumlah tenaga kerja di PT LJP berjumlah 147 orang dengan pendidikan akhir yang berbeda. Staf dan kepala unit umumnya berpendidikan diploma dan sarjana. Tenaga kerja harian dan borongan tidak terlalu diutamakan pendidikan formal, yang dibutuhkan adalah kemampuan menulis, membaca, menghitung, dan bertanggungjawab. Tenaga kerja harian yaitu pakerja kandang sedangkan tenaga borongan meliputi
pekerja di unit hijauan makanan
ternak (HMT), feedmill, dan unit penanganan limbah (UPL). Waktu kerja di PT LJP dimulai pada pukul 07.00-16.00 WIB, dengan waktu istirahat pukul 11.00-13.00 WIB, khusus untuk hari Jumat waktu istirahat pukul 10.30-13.00 WIB. Hari libur dalam seminggu hanya satu hari dan dilakukan secara bergilir. Sistem pemberian gaji dilakukan berdasarkan status tenaga kerja. Untuk karyawan dan kepala unit pembayaran gaji dilakukan sebulan sekali. Tenaga kerja
47
harian dan tenaga kerja borongan pembayaran gaji dilakukan seminggu sekali. Tenaga kerja harian digaji berdasarkan banyaknya hari kerja sedangkan tenaga kerja borongan digaji berdasarkan hasil kerjanya. Besarnya nominal gaji juga berdasarkan status tenaga kerja. Tenaga kerja harian diberi gaji sebesar Rp 36.000,-/hari. Tenaga kerja borongan unit HMT terdiri atas upah panen, chopper sampai distribusi rumput Rp 80/kg, upah chopper jerami sampai distribusi rumput Rp 40/kg sedangkan upah perawatan dan pemupukan rumput Rp 225/m2. Gaji tenaga kerja feedmill terdiri dari upah bongkar muat Rp 12/kg, mixing Rp 10/kg dan giling onggok Rp 10/kg. Gaji tenaga kerja UPL terdiri atas upah mengarungkan pupuk Rp 400/karung dan upah muat Rp 150/karung. Selain mendapat upah gaji, tenaga kerja di PT Lembu Jantan Perkasa juga mendapatkan fasilitas kesehatan, tunjangan hari raya, dan jaminan sosial tenaga kerja. Proses produksi Aspek proses produksi meliputi pemilihan bibit, kandang, pakan, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat, serta penanganan hasil. Menurut Parakkasi (1999), sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga yaitu, intensif, ekstensif dan mixed farming system. Sistem pemeliharaan ternak sapi di PT LJP Serang-Banten merupakan sistem intensif. Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif, sedangkan kelemahannya modal yang digunakan lebih tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakannya. Pemilihan sapi bakalan yang akan dipelihara PT LJP berasal dari sapi persilangan yaitu sapi Brahman Cross (BX) dengan kisaran umur 2 tahun dengan bobot badan 250-350 kg. Menurut Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2000) sapi bakalan adalah anak sapi jantan dan betina yang tidak layak bibit yang berumur 1-2 tahun untuk digemukkan. Sapi bakalan yang biasa digunakan dalam penggemukan adalah sapi Bali, Peranankan Onggole (PO), dan sapi impor seperti sapi Australian Commersial Cross (ACC), Brahman Cross (BX), Shorthon dan Brangus (Susilowati, 1998). 48
Setiap usaha penggemukan sapi potong yang akan didirikan harus merencanakan jumlah kandang yang akan dibangun sesuai dengan jumlah dan jenis sapi yang akan dipeliharaan berdasarkan GFP. Kandang yang akan dibangun harus kuat, memenuhi syarat kesehatan, mudah dibersihkan, mempunyai drainase yang baik, sirkulasi udara yang baik dan dilengkapi tempat makan dan minum sapi serta bak desinfektan. Sistem kandang dapat dibuat berkoloni/kelompok dan setiap kelompok berisi 5-10 ekor sapi dengan luas ruang (space) 10 - 20 m2. Jarak antar kandang dengan kandang lainya minimal 10 m, dan jarak kandang dengan tempat penampungan limbah/kotoran sapi minimal 25 m. Bangunan kandang dibuat sedemikian rupa agar selalu mendapat cahaya pagi yang penuh ultra violet. Kandang di PT LJP terdiri atas kandang terbuka dan kandang tertutup. Sistem perkandangan di PT LJP adalah kandang koloni dengan jumlah sapi 50 - 60 ekor tiap pen dan memiliki luas ruang 3 m2/ekor. Jarak antar kandang dengan tempat penampungan limbah (kotoran) sapi terlalu dekat. Jarak seharusnya adalah 25 m karena jarak yang terlalu dekat dikhawatirkan akan menganggu kesehatan ternak. Tempat penampungan kotoran dibuat terpisah dengan kandang ternak. Pemberian pakan hijauan segar minimal 10% berat badan dan pakan konsentrat sekitar 0,4% dari berat badan berdasarkan GFP. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari. Penyusunan ransum memperhatikan keseimbangan zat-zat makanan yang dapat dicerna dalam ransum. Zat-zat makanan dasar adalah energi dan lemak, protein, mineral, dan vitamin serta serat kasar. Kebutuhan energi, protein dan mineral untuk penggemukan sapi potong jantan untuk tujuan pemeliharaan dan pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 7.
49
Tabel 7. Ransum yang Dibutuhkan untuk Menggemukan Sapi Potong Jantan. Bobot Badan (kg) 250
300
350
400
450
Pertambahan (kg)/hari Nol 0,75 1,00 1,10 Nol 0,75 1,00 1,10 Nol 0,75 1,00 1,10 1,20 Nol 0,75 1,00 1,10 1,20 1,30 Nol 0,75 1,00 1,10 1,20 1,30
Keterangan: *1 = % dari berat pakan sebenarnya *2 = % dari bahan kering 50
Bahan Kering Kg % *1 4,4 1,8 6,4 2,6 6,6 2,6 6,6 2,6 5,0 1,7 7,4 2,5 7,5 2,5 7,6 2,5 5,7 1,6 8,3 2,4 8,5 2,4 8,5 2,4 8,5 2,4 6,2 1,6 9,1 2,3 9,3 2,3 9,4 2,4 9,4 2,4 9,4 2,4 6,8 1,5 10,0 2,2 10,2 2,2 10,2 2,3 10,2 2,3 10,2 2,3
Jumlah Energi Dicerna (TDN) 2,0 45*2 3,8 59 4,3 58 4,6 70 2,4 48 4,3 58 5,0 66 5,3 70 2,6 46 4,8 58 5,6 66 5,9 69 6,2 73 2,9 47 5,4 59 6,2 67 6,6 70 7,0 74 7,2 77 3,2 47 5,9 59 6,8 67 7,2 71 7,6 75 7,9 77
Protein (gram) 337*2 693 753 782 385 753 819 846 432 806 874 899 743 478 875 913 942 967 988 528 911 952 975 998 1018
Kalsium (gram) 9*2 21 23 30 10 23 28 30 12 25 30 31 32 13 26 31 32 33 33 14 26 29 30 31 32
Fosfat 9*2 17 18 20 10 18 21 22 10 18 21 23 24 13 21 24 25 25 26 14 23 26 27 28 29
Sumber: Direktorat Jenderal Produksi Peternakan (2000)
Pakan yang diberikan di PT LJP telah memenuhi persyaratan. Pemberian pakan disesuaikan dengan bobot badan, konsumsi pakan dan pertambahan bobot pakan perhari. Pakan hijauan diberikan ± 2 kg per ekor berupa rumput Taiwan atau jerami sekitar 1 – 2 % dari bobot badan. Pakan konsentrat yang diberikan 8 – 10 kg per ekor tergantung bobot badan sekitar 1,3 – 2 % dari bobot badan ternak. Kandungan protein pakan konsentrat untuk penggemukan sebesar 12 - 14%. Pakan tambahan yang digunakan memiliki ketentuan yang berlaku.
Pemberian pakan
dilakukan tiga kali sehari. Kebutuhan pakan terkait erat pada jenis, umur dan tingkat produksi. Konsumsi bahan kering (BK) pakan ditentukan oleh ukuran tubuh, jenis pakan, umur dan kondisi. Konsumsi bahan kering pakan hijauan berkualitas tinggi pada sapi dewasa adalah sebesar 1,4 % dari bobot hidupnya, sedangkan pada sapi jantan muda sebesar 3%. Konsumsi bahan kering pakan biasanya makin menurun dengan meningkatnya kandungan zat-zat pakan yang dapat dicerna (National Research Council, 1984). Menurut Tilman et al. (1991) kebutuhan bahan kering pakan yang disarankan utuk sapi pedaging adalah antara 2,5 - 3% dari bobot badan setiap hari dan dapat ditambahkan konsentrat 2% dari bobot badan, sedangkan sisanya adalah hijauan atau pakan berserat tinggi. Usaha penggemukan sapi potong terletak di daerah yang bebas endemik penyakit zoonosis, selama berdirinya perusahaan ini ternak yang ada tidak pernah menderita penyakit zoonosis. Usaha penggemukan sapi potong melakukan vaksinasi dan pengujian/tes laboratorium terhadap penyakit tertentu yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Mencatat setiap pelaksanaan vaksin dan jenis vaksin yang dipakai dalam kartu kesehatan ternak dan dilakukan pelaporan kepada Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat (instansi yang berwenang) setiap timbulnya kasus penyakit terutama yang diduga/dianggap penyakit menular. Vaksinisasi di PT LJP dilakukan saat ternak datang oleh tim Keswan. Pembersihan kandang dilakukan setiap hari untuk kandang terbuka sedangkan untuk kandang tertutup dilakukan penggantian sawdust setiap sekitar 2 minggu sekali. Kesehatan masyarakat di PT LJP dijelaskan berikut ini. Menurut GFP, lokasi usaha yang baik tidak mudah dimasuki binatang liar serta bebas dari hewan piaraan
51
lainya yang dapat menularkan penyakit. Kondisi di PT Lembu Jantan Perkasa, lokasi mudah dimasuki binatang liar seperti ternak masyarakat sebab berdekatan dengan masyarakat. Pengawasan perlu lebih ditingkatkan agar tidak terjadi hal yang merugikan, seperti melakukan koordinasi yang baik dengan masyarakat sehingga ternak masyarakat tidak masuk ke Peternakan. PT LJP telah melakukan disinfeksi kandang dan peralatan dengan pemakaian insektisida baik tabur dan cair. Kandang dibersihkan setiap hari, ternak yang sakit di kandangkan khusus ternak di kandang ternak sakit. Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu kelompok ternak ke kelompok ternak lainnya, pekerja yang melayani ternak yang sakit tidak diperkenankan melayani ternak yang sehat. PT LJP terdapat pembagian tenaga kerja yang jelas untuk tiap-tiap unit. Menjaga agar tidak setiap orang dapat \bebas keluar masuk kandang ternak yang memungkinkan terjadinya penularan penyakit. PT LJP memiliki unit keamanan yang memantau keluar masuk peternakan, ternak mati segera dikuburkan setelah diperiksa penyebab kematiaannya. PT LJP tidak tersedia fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan. Penanganan hasil penggemukan sapi PT LJP telah sesuai GFP. Berdasarkan GFP lama/waktu yang digunakan umtuk penggemukan sapi potong berkisar antara 36 bulan sesuai umur dan kondisi sapi pada waktu mulai digemukkan. Lama penggemukan di PT LJP dilakukan selama 90 hari (3 bulan). Di Amerika pada tahun terakhir ini usaha penggemukan sapi secara feedlot berlangsung kurang dari 120 sampai 150 yakni periode 70 sampai 90 hari. Perubahan waktu penggemukan yang lebih singkat dimaksudkan untuk memperoleh efisiensi ekonomi dalam penggunaan pakan (Tilman et al., 1991). Sapi yang akan dijual diberikan pakan pagi 75% dari pakan yang diberikan dan siang 25%. Sapi yang dijual memiliki bobot minimal 350 kg, hal ini sesuai dengan persyaratan GFP. Pelestarian lingkungan Aspek pelestarian lingkungan meliputi rencana penanggulangan pencemaran lingkungan dan upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Secara keseluruhan penerapan GFP pada aspek pelestarian lingkungan sudah baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya upaya mencegah terjadinya erosi dan membantu pelaksanaan penghijauan di areal peternakan dengan cara penanaman tanaman dan HMT di areal 52
peternakan, mencegah terjadinya polusi dan gangguan lain yang berasal dari lokasi usaha yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk, suara bising, serangga, tikus, pencemaran air sungai/air sumur dengan cara pengelolaan limbah dan pembasmian lalat menggunakan insektisida. Penggolahan limbah dilakukan oleh unit penanganan limbah (UPL). Limbah yang dihasilkan di PT Lembu Jantan Perkasa adalah limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berasal dari kandang tertutup berupa feses sapi yang bercampur dengan sawdust dan berasal dari endapan penyaringan limbah cair. Limbah cair dihasilkan dari kandang terbuka yaitu feses dan urine yang bercampur dengan air yang digunakan untuk membersihkan kandang. Limbah cair dialirkan ke tempat penampungan limbah (holding pond) kemudian dialirkan ke kolam filtrasi untuk penyaringan dan pengendapan. Feses sapi yang padat akan tertahan dan mengendap di kolam filtrasi, sedangkan cairannya akan mengalir ke kolam facultative. Limbah padat yang terlewat dari pengendapan kolam filtrasi akan mengendap di kolam facultative, sedangkan limbah cair akan terus mengalir menuju ke kolam aerobic. Limbah cair kemudian akan dialirkan ke sungai dan sawah masyarakat di sekeliling peternakan. Limbah padat di kolam filtrasi ditangani dengan cara dimasukkan ke dalam karung dan dikeringkan untuk dijual. Gambar 11 dan 12 memperlihatkan proses pengolahan limbah padat dan limbah cair.
(a)
(b)
Gambar 11. (a) Penampungan Limbah Padat, (b) Kemasan Karung Dari Limbah Padat.
53
(a)
(d)
(b)
(c)
(e) Gambar 12. (a) Limbah Kandang, (b) Holding Pond, (c) Filtration Pond, (d) Facultative dan Aerobic Pond, (e) Sawah.
54
Pengawasan Aspek pengawasan meliputi sistem pengawasan, sertifikasi, monitoring dan evaluasi, pencatatan, dan pelaporan. Secara keseluruhan penerapan GFP pada aspek pengawasan sudah sesuai dengan GFP. Sistem pengawasan dilakukan secara baik pada titik kritis dalam produksi untuk memantau kemungkinan adanya penyakit dan kontaminasi lainya. Titik kritis dalam usaha penggemukan ini antara lain feeding dan penanganan ternak sakit yang diawasi secara baik. Pengawasan manajemen mutu terpadu yang dilakukan (Pedoman Budidaya Ternak Sapi Potong Yang Baik/Good Farming Practices) dilakukan oleh dinas peternakan Kabupaten Banten setiap 6 bulan sekali. Usaha penggemukan sapi potong di PT LJP tidak memiliki sertifikat untuk eksport karena produksi sapi untuk dalam negeri. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh dinas peternakan di Kabupaten Banten. Evaluasi dilakukan setiap enam
bulan
berdasarkan
data
dan
informasi
yang
dikumpulkan
serta
pengecekan/kunjungan ke usaha penggemukan sapi potong. PT Lembu Jantan Perkasa membuat
laporan tertulis secara berkala setiap bulan oleh kepala unit
kepada kepala direksi dan dilakukan pelaporan kepada Dinas Petenakan setiap enam bulan serta membuat laporan teknis dan administratif secara berkala untuk kepentingan internal dari kepala unit penggemukan kepada kelapa direksi sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dapat mengadakan perbaikan/perubahan berdasarkan laporan yang ada. Evaluasi pelaksanaan Standard Operating Procedure (SOP) Standard Operating Procedure (SOP) merupakan prosedur atau tata cara yang digunakan oleh perusahaan untuk membantu mencapai tujuan yang sesuai dengan GFP. Standard Operating Procedure yang dilaksanakan di PT Lembu Jantan Perkasa meliputi: Persiapan penerimaan Sapi Persiapan penerimaan sapi yaitu persiapan sebelum kedatangan dan saat penerimaan sapi. Sebelum kedatangan meliputi a) pembentuk tim petugas bongkar, tim bongkar berjumlah ±10 orang yang terdiri atas supervisor dan petugas kandang, b) persiapan kandang yang terdiri atas jumlah dan alokasi pen, kebersihan, bak pakan atau bak minum disesuaikan jumlah ternak yang datang, c) penerangan yang cukup,
55
d) mempersiapkan jalur dari cattle yard ke kandang, e) persiapan kebutuhan peralatan yaitu ear tag, tang aplikator, tag pen, alat komunikasi, dan tang, f) obatobatan dan vitamin yang terdiri atas antibiotik, elektrolit, dan gusanex, dan lain-lain, g) memproyeksikan dan mempersiapkan pakan yaitu jumlah konsentrat dan hijauan, h) persiapan peralatan administrasi yang terdiri atas form-form dan berita acara, i) kebutuhan/perlengkapan lain yaitu bambu, tambang, sawdust, tali rafia, dan sarung tangan, dan j) melakukan koordinasi internal dan eksternal. Saat penerimaan sapi meliputi a) memeriksa dan mencatat dokumen dengan benar yang terdiri atas surat jalan dan surat kesehatan ternak dari tempat asal, b) mengamati kondisi sapi, c) penanganan (handling) sapi dengan baik dan benar yaitu dengan hati-hati, tidak gaduh, tidak menyakiti ternak, menghindari stress pada ternak, d) membuat berita acara apabila terdapat kondisi sapi: mati di perjalanan, lemah, patah kaki, kondisi tidak normal lainnya, e) berita acara ditandatangani oleh petugas ekspidisi, supir truk, dan petugas penerima sapi, f) pemberian obat stres sesuai administer (dosis dan petunjuk label) yaitu contra stress ATP plus sampai dengan timbang awal dengan dosis 100 gram per 200 L air minum. Vitamin ini berfungsi untuk mengatasi stres transportasi, meningkatkan daya tahan tubuh, nafsu makan, dan meningkatkan pertumbuhan, g) pakan dan air minum bersih sudah tersedia di bak pakan dan bak minum, h) pembuatan laporan penerimaan jumlah dan kesusutan berat sapi dari pelabuhan sampai ke peternakan. Penimbangan awal Penimbangan awal dilakukan dua hari setelah sapi istirahat. Sebelum penimbangan, dilakukan pemeriksaan kondisi dan akurasi timbangan, timbangan yang digunakan yaitu timbangan elektrik yang berada di cattle yard. Pada saat penimbangan dilakukan pemasangan eartag, penimbangan individu, treatment berupa vitamin dengan dosis 5 ml/ekor dan pengelompokan sapi berdasarkan jenis kelamin, berat, jenis, breed dan kondisi fisiologis. Pencatatan individu ternak dilakukan yaitu berat, identifikasi, ex-property (asal), breed dan kondisi (sehat dan sakit). Klasifikasi ternak berdasarkan berat yaitu ≤ 250 kg, 251-280 kg, 281-320 kg, 321-350 kg, dan > 350 kg. Ternak ditempatkan pada pen sesuai klasifikasi beratnya untuk menghindari persaingan dalam mengonsumsi pakan dengan jumlah setiap pen 50 ekor. Penanganan sapi selama proses timbang awal dilakukan dengan hati-hati, 56
pemberian obat anti stres selama dua hari setelah timbang awal dengan mengikuti petunjuk label administer. Vitamin yang diberikan pada saat penimbangan yaitu injectamin dengan dosis pemberian 5 ml/ekor. Vitamin ini berfungsi untuk mencegah dan mengobati defisiensi vitamin, seperti gangguan pertumbuhan, pencernaan, reproduksi dan otot. Vaksin yang diberikan yaitu vaksin SE (Septicaemia epizootica) dengan merk dagang Septivak sebanyak 3 ml/ekor, pemberian vaksin dilakukan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit Septicaemia epizootica, setelah penimbangan awal kemudian dibuat laporannya.
(a)
(b)
Gambar 13. (a) Timbangan Elektrik, (b) Penimbangan Sapi.
(a) (b) Gambar 14. (a) Eartag dan Aplikator, (b) Pemasangan Eartag. Periode penimbangan Periode penimbangan dilakukan setelah pemeliharaan 30 hari. Penimbangan periode 1 dilakukan untuk seluruh populasi sapi yang dipelihara. Pada saat
57
penimbangan dilakukan pengelompokan ulang (redrafting) berdasarkan berat dan kondisi ternak (Under Performance Cattle (UPC) atau Non UPC). Sapi kriteria UPC1 yaitu sapi yang memiliki pertambahan bobot badan perhari atau average daily gain (ADG) < 0,30 kg, danUPC2 yaitu sapi yang memiliki ADG sebesar 0,31 - 0,60 kg. Sapi kriteria UPC1 dibuat surat rekomendasikan ke marketing untuk dijual. Sapi kriteria UPC2 dilakukan pemberian treatment berupa vitamin dan pakan. Setelah penimbangan dibuat laporan penimbangan periode 1. Penimbangan
periode
2
dilakukan
setelah
pemeliharaan
60
hari.
Penimbangan periode 2 dilakukan khusus pada sapi kriteria UPC2. Pada penimbangan periode 2 dilakukan redrafting berdasarkan berat dan kondisi. Kelompok ternak ADG sebesar 0,31 - 0,60 kg dibuat surat rekomendasi kepada marketing untuk dijual. Setelah penimbangan dibuat laporan penimbangan periode 2. Penanganan sapi sakit Sapi sakit dipisahkan sejak penimbangan awal dan kurang dari 7 hari harus dilaporkan ke kantor pusat. Jika memungkinkan, dilakukan pengelompokan berdasarkan kondisi: parah, sedang dan ringan. Sapi kondisi parah/kritis segera dilaporkan ke kantor untuk dijual (reject). Jika masih memungkinkan dilakukan treatment sesuai diagnosis, mengikuti petunjuk label administer. Treatment yang diberikan adalah pemberian vitamin dan antibiotik selama 3 hari. Ternak sakit ditempatkan dalam kandang khusus perawatan, pola pakan yang diberikan adalah pola makan untuk sapi sakit. Pengamatan dan evaluasi kondisi sapi dilakukan secara periodik. Untuk sapi yang kondisinya semakin menurun, dibuat laporan tertulis yang diajukan untuk dijual ke marketing. Reweight dan redrafting sapi sakit dilakukan setelah 30 hari dan membuat laporan sapi sakit. Produksi ternak yang menguntungkan membutuhkan ternak-ternak yang sehat karena penyakit merupakan faktor pembatas keuntungan di kebanyakan daerah tropis (Williamson dan Payne, 1993). Kondisi ternak sapi dapat diamati dengan cara observasi, pengamatan, dan perabaan bagian tulang belakang. Penyakit yang menyerang ternak sapi penggemukan di PT LJP antara lain diare, pink eye, pincang, abses, hairball, dan luka di bagian tubuh dan tanduk. Jenis obat-obatan dan vitamin yang digunakan di PT Lembu Jantan Perkasa antara lain dapat dilihat pada Tabel 8.
58
Tabel 8. Jenis Obat-obatan dan Vitamin yang Digunakan PT Lembu Jantan Perkasa Nama obat
Kegunaan
Cara pemakaian
Gusanex
Membunuh lalat dan larva pada Disemprot ke bagian tubuh luka yang luka
Biosalamine
Obat penguat otot
Disuntikan intramuskuler
Tympanol
Obat kembung
Disuntikan intramuskuler
Limoxin 25 spray
Mengobati luka
Disemprotkan yang luka
Pink eye
Obat mata
Disemprotkan ke mata
Amproprim
Obat diare
Dicekokkan
Entrostop
Obat diare
Dicekokkan
Injectamin
Vitamin
Disuntikan intramuskuler
Rivanol
Membersihkan luka dan Diolehkan pada bagian tubuh mencegah terjadinya infeksi yang luka
pada
bagian
Manajemen pemberian pakan Rasio pemberian konsentrat dan hijauan pada program penggemukan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rasio Pemberian Konsentrat dan Hijauan pada Program Penggemukan Lama pemeliharaan (hari)
Konsentrat (%)
Hijauan (%)
1–3
20
80
4–6
40
60
7 – 10
60
40
10 – 30
80
20
> 30
90
10
Interval pemberian pakan dilakukan tiga kali dalam satu hari yaitu pagi pukul 07.00 WIB sebesar 25% dari jumlah target pakan, siang pukul 10.00 WIB sebesar 25% dari jumlah target pakan, dan sore pukul 15.00 WIB sebesar 50% dari jumlah target pakan. Target pakan ditentukan dengan estimasi feed intake (FI). PT LJP menghitung
proyeksi berat badan sapi selama pemeliharaan, pada lama
pemeliharaan < 30 hari (proyeksi PBBH 1,6 kg), 31 – 60 hari (proyeksi PBBH 1,4 kg), 61 - 90 hari (proyeksi PBBH 1,2 kg), dan lama pemeliharaan > 90 hari (proyeksi
59
PBBH 1,0 kg). PT LJP melakukan penyesuaian target pakan, jika pakan kurang atau lebih dengan menaikkan atau menurunkan feed intake sebesar 0,2%. Manajemen pakan untuk sapi sakit diutamakan pemberian hijauan segar ad libitum, dan konsentrat 5 kg. Pemberian pakan hijauan ad libitum dan konsentrat dibatasi disebut full feed hijauan. Pemberian hijauan yang banyak dapat dilakukan tanpa adanya gangguan pencernaan (overfeeding) atau nafsu makan menurun, dan sebagainya). Pemberian hijauan juga menyebabkan usus besar terisi dengan baik, hal ini diperlukan untuk mengatur pengeluaran feses (Parakkasi, 1999). Program pakan sapi UPC, mengikuti program pakan regular. Pakan yang tidak habis dikonsumsi oleh ternak yang tidak tengik dan tidak berjamur akan dikumpulkan dan dibawa ke gudang pakan untuk diolah kembali. Penjualan sapi Pelayanan penjualan sapi reguler dilakukan mulai pukul 13.00 WIB, kecuali ada pertimbangan khusus dan disposisi managemen. Teknis penjualan meliputi petugas mengetahui penjual dan harga sapi, mempersiapkan dan memeriksa timbangan sebelum sapi dikeluarkan dari pen. Jumlah pegeluaran sapi untuk dipilih 1,5 kali jumlah yang akan dibeli. Sapi yang tidak jadi dibeli, jika memungkinkan ditempatkan di pen khusus untuk rekondisi minimal 2 minggu sebelum ditawarkan kembali ke pembeli. Urutan/prioritas penjualan, penjualan (reject) sapi kondisi sakit prioritas paling parah dari hasil timbang awal. Sapi kondisi parah adalah sapi yang sudah tidak dapat ditolong untuk diobati, harus segera dipotong. Urutan selanjutnya penjualan reguler/reject sapi yang telah direkondisi. Urutan terakhir penjualan reguler sapi UPC, prioritas PBBH < 0,3 kg dan PBBH sebesar 0,31 - 0,6 kg. Penjualan sapi reguler dilakukan dari sapi yang memiliki bobot badan tertinggi atau kondisi yang paling siap potong. Pengelolaan lingkungan Lingkungan tempat kerja dan sekitarnya harus tertata dengan baik, asri, bersih dan nyaman. Upaya pelaksanaan penghijauan di areal peternakan dengan cara penanaman tanaman dan HMT di areal peternakan. Penanganan limbah dilakukan dengan bersih dan baik. Sistem pencatatan (Recording) 60
Pencatatan harian menjadi tanggung jawab kepala kandang dan kepala unit kemudian diserahkan ke supervisor ternak. Pencatatan harian meliputi data populasi ternak dan laporan umum dari seluruh kegiatan unit penggemukan. Ketercapaian Penerapan GFP dan SOP di PT LJP Serang-Banten Ketercapaian penerapan GFP yang baik dapat dilihat dari ketercapaian produktivitasnya. Produktivitas sapi penggemukan salah satunya diukur melalui pertambahan bobot badan (PBB) harian atau Average Daily Gain (ADG) sapi. Menurut Dyer dan O’Mary (1977) tujuan usaha penggemukan sapi adalah untuk memperoleh
pertambahan
bobot
badan
yang
relative
tinggi
dengan
mempertimbangkan nilai konversi pakan dalam pembentukan jaringan tubuh termasuk otot daging dan lemak serta menghasilkan karkas dan daging yang berkualitas tinggi. Hasil ketercapain tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Pertambahan Bobot Badan (PBB) Harian Sapi Penggemukan di PT Lembu Jantan Perkasa Pada Tahun 2009 dan 2010 No.
Kelas
Tahun
1
Steer
2
3
Bull
Heifer
Total
2009
Jumlah (ekor) 7978
Rata-rata lama pemeliharaan (hari) 62
Rata-rata PBB harian (kg/ekor) 1,45
2010
4792
56
1,67
2009
120
85
1,02
2010
1891
80
1,48
2009
3054
77
1,21
2010
3318
71
1,36
2009 2010
11152 10001
74 69
1,38 1,53
Pertambahan bobot badan (PBB) harian yang dihasilkan di PT Lembu Jantan Perkasa dengan lama pemeliharaan 70-90 hari pada tahun 2009 sebesar 1,38 kg dan pada tahun 2010 sebesar 1,53 kg. PBBH yang dihasilkan telah sesuai dengan PBBH yang ditargetkan oleh PT Lembu Jantan Perkasa yaitu 1,2 kg pada lama pemeliharaan 61-90 hari. Menurut Ngadiyono (1995) Sapi Brahman Cross (BX) yang dipelihara dengan sistem feedlot dengan perbandingan konsentrat dan hijauan masing-masing 85% dan 15%
menghasilkan pertambahan bobot badan harian
sebesar 0,8-1,2 kg/ekor/hari dengan persentase bobot karkas 53,21% Selanjutnya
61
dinyatakan bahwa pertambahan bobot harian sapi Brahman Cross (BX) sebesar 0,78 kg dapat menghasilkan persentase bobot karkas sebesar 54,18%. Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembangan adalah berhubungan dengan adanya perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada ternak sapi dimulai sejak awal terjadinya pembuahan sampai dengan pedet itu lahir, dilanjutkan hingga sapi menjadi dewasa (Parakkasi, 1995). Menurut Tillman et al. (1991) pertumbuhan biasanya dimulai perlahan - lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan lahan lagi atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid. Peningkatan PBBH dari 1,38 kg pada tahun 2009 menjadi 1,53 kg pada tahun 2010 dikarenakan beberapa perbaikan antara lain adanya perbaikan manajemen pemberian pakan. Pemberian pakan pada pemeliharaan tahun 2009, sejak sapi baru datang sampai sapi siap jual sapi langsung diberikan pakan konsentrat penuh tanpa adanya pemberian pakan adaptasi. Pemberian pakan pada tahun 2010 dilakukan secara bertahap untuk mengadaptasikan pakan. Menurut Parakkasi (1999) beberapa bahan makanan yang belum pernah diperoleh sebelumya, memerlukan waktu untuk adaptasi. Sapi yang belum pernah mendapatkan konsentrat, perlu latihan untuk memakan konsentrat tersebut dengan hand-feeding selama satu minggu atau lebih terutama untuk hewan yang masih muda. Dengan adanya perbaikan manajemen tersebut dapat meningkatkan efisinsi konsumsi pakan. Menurut Syamsudin et al., (1989) pertambahan bobot badan sapi tidak akan tinggi apabila ransum yang diberikan hanya rumput-rumputan saja. Pertambahan bobot badan yang lebih tinggi akan diperoleh apabila ransum yang diberikan terdiri dari rumput-rumput yang dicampur atau disuplemen dengan hijauan yang berkualitas tinggi seperti daun gamal, lamtoro, atau jenis leguminosa lainnya. Perbedaan PBBH sapi Bull pada tahun 2009 dengan 2010 yang cukup besar dikarenakan kondisi bakalan yang digunakan berbeda. Sapi Bull bakalan pada tahun 2009 memilki bobot awal dan umur yang lebih tinggi. Sapi Bull bakalan pada tahun 2009 memiliki bobot awal 400 kg lebih dengan umur lebih dari 2,5 tahun sedangkan sapi Bull bakalan tahun 2010 memiliki bobot awal 320 kg dengan umur sekitar 2
62
tahun. Menurut Parakkasi (1999) tujuan penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas karkas/daging, semakin lama penggemukan, pertambahan bobot badanya semakin menurun.
63
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penerapan aspek Good Farming Practice (GFP) sapi penggemukan di PT. Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten telah dilakukan dengan baik. Ada beberapa fasilitas yang perlu ditambahkan seperti: memperluas tempat penanganan, pengolahan limbah, memperbaiki tataletak tempat penampungan limbah dengan kandang, meningkatkan koordinasi yang baik dengan masyarakat agar ternak masyarakat tidak memasuki areal peternakan, serta adanya disinfektan untuk karyawan, kendaraan, dan kandang. Penerapan Standard Operating Prosedur (SOP) di PT Lembu Jantan Perkasa juga telah dilakukan dengan baik. Ketercapaian penerapan GFP dan SOP salah satunya dapat dilihat dari PBB harian sapi potong yang dihasilkan telah melebihi target yang ingin dicapai perusahaan dengan rataan 1,38 kg/ekor/hari pada tahun 2009 dan 1,53 kg/ekor/hari pada tahun 2010. Saran Penerapan GFP dan SOP akan lebih efektif apabila seluruh karyawan di PT Lembu Jantan Perkasa mengetahui dan memahami aspek-aspek yang tercantum dalam GFP dan SOP. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan sosialisasi dan pelatihan kepada karyawan.
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobbilalamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunianya sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Rudy Priyanto sebagai pembimbing anggota sekaligus selaku pembimbing akademik atas segala perhatian, bimbingan, motivasi dan arahan bagi penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Ahmad Yani S. TP, M. Si dan Dr. Ir. Didid Diapari M. Si selaku dosen penguji serta Ir. Lucia Cyrilla, ENSD, M.Si selaku panitia sidang atas saran dan masukan yang diberikan. Terima kasih Penulis ucapkan kepada seluruh staf dan karyawan PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di PT Lembu Jantan Perkasa Serang-Banten dan meluangkan waktu untuk berbagi segala informasi. Ucapan terima kasih kepada Ayahanda Wito Santosa (Alm) dan Ibunda Siti Maksumah yang senantiasa memberikan kasih sayang dan dukungan serta selalu berdoa untuk kesuksesan penulis. Kepada adik-adik saya tersayang (Ridho Ardiansyah, Zukhruf Annisaa dan Banu Annas Abdillah) serta kepada Slamet Maryanto yang senantiasa memberikan motivasi, keceriaan, dukungan dan kasih sayang yang diberikan. Ucapan terimakasih kepada Tantia Safitri dan Melati Lestari Z. sebagai teman satu penelitian atas motivasi dan kebersaamaannya selama ini. Terima kasih juga kepada teman-teman dekat saya (Rahmadani S, Revy Purwanti, Desi Aryanti, Mayang M, Tri Santi M, Riri Selvia, Ade Fuziawan, Fuad Hasan dan kak Handa Habibulloh S) dan teman-teman IPTP 44 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan kebersamaannya. Terimakasih juga kepada temanteman kosan Pondok Ratna dan teman-teman FORKOMA Kebumen atas dukungan dan kebersamaanya.
Bogor, April 2011
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Blakely, J. dan D.H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi Ke Empat. Terjemahan B.Srogandono. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta. Departement of Agriculture, Food and Rural Development. 2001. Good Farming Practices. Departement of Agriculture, Food and Rural Development, Irlandia. Direktorat Jenderal Peternakan. 1985. Pedoman Peningkatan Mutu Ternak. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan, [Fapet UGM] Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. 1986. Laporan survai evaluasi pengadaan dan penyebaran ternak impor crash program. Direktorat Bina Produksi, Ditjen Peternakan dan Fak. Peternakan UGM, Yogyakarta. Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. 2000. Pedoman Budidaya Sapi Potong yang Baik (Good Farming Practices), Jakarta. Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. 2006. Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practices), Jakarta. Dyer, I. A. Dan C. C. O’Mary. 1977. The Feedlot. 2nd Edition. Lea and Febiger, Philadelphia. Ensminger, M. E. 1995. Animal Science. 9 Publisher, Inc. Denville, Iinois.
th
Edition. The Interstate Printed and
Ensminger, M.E dan H.D. Tylor. 2006. Dairy Cattle Science. 4th Editon. Pearson Education Inc, New Jersey. Hardjosubroto, W. 1984. Breed evaluation of large ruminants in Indonesia. In: Evaluation of large ruminants for the tropics. Aciar Proceedings Series No. 5: 74-81. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapang. PT. Gramedia Widiasarana Aksara Indonesia, Jakarta. Khalil. 1998. Pengeruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan perilaku fisik bahan pakan lokal. Makalah seminar. Fak. Peternakan-Institut Pertanian Bogor, Bogor Minish, J.L. and D.G. Fox. 1979. Beef Production and Management. Reston Pub. Co. Inc. A Prentice-Hall Company. Reston, Viginia. Murtidjo, B. A. 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius, Yogyakarta. Natasasmita, A. dan K.Mudikdjo. 1979. Beternak Sapi Pedaging. Unit Penataran, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ngadiyono, N. 1995. Studi perbandingan beberapa sifat produksi perananakan Ongole, Shorthorn Cross dan Brahman Cross. Tesis. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. National Research Council (NRC). 1984. Nutrient Requirement of Beef Cattle. 6th Revised Edition. Nasional Academy of Science, Washington Office International des Epizooties [OIE]. 2006. Guide to good farming practices for animal production food safety. Animal Production Food Safety Working Group. World Organization for Animal Health (OIE), Paris. Palmer, R. W. 2005. Dairy Modernization. Thomson Delmar Learning, Canada. Pane I. 1986. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT. Gramedia, Jakarta. Panjono, Harmadji, E. Baliarti dan Kustono. 2000. Performans induk dan pedet sapi Peranakan Ongole yang diberi ransum jerami padi dengan suplementasi daun gamal. Buletin Peternakan Vol. 24 (2). Parakkasi, A. 1999. Ilmu nutrisi dan makanan ternak ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Preston TR, Willis MB. 1982. Intensif Beef Production. The Second Ed. Pergamon Press. Oxford-New York-Toronto-Sydney-Paris-Frankfurt. Sosroamidjojo. 1991. Ternak Potong dan Kerja. CV. Yasaguna Jakarta. Susilowati, R.1998. Produktivitas karkas sapi Auastralian Commersial Cross yang dipelihara secara feedlot pada lama penggemukan yang berbeda, skripsi. Fakultas peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syamsudin, R., et al., 1989. Efisiensi Penggunaan Pakan pada Sapi local sedang Tumbuh yang Mendapatkan Berbagai Tingkat Suplementasi Konsentrat dengan Rumput Gajah Ad libitum. Prosiding Pertemuan Ilmiah Rumnansia Besar, Bogor. Tafal, Z. B. 1981. Ranci Sapi Usaha Peternakan yang Lebih Brmanfaat. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo & S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tulloh, N.M. 1987. Growth, Development, Body Composition, Breeding and Management. I n A course Manual in Beef Catle Management and Ecomonic. W.A.T. Bowker, R.G. Dumsday, J.E. Frisch, R.A. Swan and N.M Tulloh (Edit). Australian Vice-Choncellor Committee Academic Press It., Brisbane. Turner H. G. 1977. The tropical adaptation of beef cattle. An Australian study. In: animal breeding: Selected articles from the Word Anim. Rev. FAO Animal Production and Health Paper 1:92-97.
67
Vercoe JE & JE Frisch. 1980. Pemuliaan dan segi-segi kegenetikan sapi pedaging di daerah tropis. Prosiding Seminar Ruminansia II. P3T, Ciawi Bogor. 23-37. Williamson, G. & W.J. A. Payne. 1993. Pengantar peternakan daerah tropis. Terjemahan S.G.N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Winks L, Holmes AE, Grady PO, James TA & Rourke PK. 1979. Comparative growth and carcase characteristics of shorthorn, brahman-british cross, friesian and sahiwal-friesian cross steers on the atherton tableland, North Quensland. Aus J. Exp. Agr. Anim. Husb. 19:133-139.
68
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Good Farming Practices BAB I SARANA A. Lokasi 1. Apakah anda mengetahui tentang Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD)? a. Tahu (lanjut pertanyaan no.2) b. Tidak tahu 2. Menurut anda sesuai atau tidak perusahaan ini didirikan di lokasi ini? a. Ya b. Tidak (saran) Saran: 3. Apakah letak dan ketinggian lokasi memperhatikan lingkungan dan topografi sehingga kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan? a. Ya b. tidak Saran: B. Lahan 1. Apakah lahan ini sesuai peruntukan menurut perundang – undangan yang berlaku? a. Ya
b. tidak
C. Penyediaan Air dan Alat Penerangan 1. Apakah Air yang digunakan memenuhi baku mutu air yang sehat, yang dapat diminum oleh manusia dan ternak serta tersedia sepanjang tahun dalam jumlah yang mencukupi? a. Ya
b. tidak
2. Apakah alat penerangan (misalnya listrik) cukup setiap saat sesuai kebutuhan dan peruntukan? a. Ya
b. tidak
D. Bagunan 1. Apakah peternakan memiliki bangunan yang sesuai dengan kegiatan? a. Ya
b. tidak
2. Jenis bangunan apa saja yang ada diareal peternakan? kandang penggemukan kandang isolasi sapi yang sakit gudang pakan dan peralatan
70
barak pekerja unit penampungan unit pengolahan limbah dll 3. Apakah konstruksi bangunan terdiri dari bahan yang kuat yang dapat menjamin kenyamanan dan keamanan bagi pegawai/buruh dan ternak? a. Ya b. tidak 4. Apakah konstruksi kandang harus dapat memenuhi daya tampung dan pertukaran udara didalam kandang harus terjamin kelancarannya? a. Ya b. tidak 5. Apakah lantai kandang harus kuat dan tidak licin sebaiknya terbuat dari coran semen untuk menjamin kebersihan kandang dan memudahkan untuk didesinfeksi? a. Ya b. tidak 6. Apakah konstruksi bangunan gudang pakan harus dibuat sedemikian rupa agar pakan tetap sehat dan hygienis? a. Ya b. tidak 7. Bagaimana tata letak bangunan? Ruang kantor dan tempat tinggal karyawan/ pengelola usaha peternakan harus terpisah dari daerah perkandangan. Jarak terdekat antara kandang dengan bangunan lain bukan kandang minimal 25 m. Jika tidak jarak berapa?......m Latak kandang dan bangunan lain harus ditata sedemikian rupa agar memudahkan bagi karyawan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, memudahkan pengaturan drainase dan penampungan limbah sehingga tidak terjadi polusi dan pencemaran penyakit. Letak kandang isolasi ternak yang sakit atau diduga sakit di belakang dan terpisah dari kandang lain untuk menghindari penularan penyakit lewat udara, air, petugas kandang serta peralatan. Usaha peternakan hanya mempunyai satu pintu masuk (entry point) yang dilengkapi dengan kolam disinfektan dan setiap tamu atau kendaraan harus melewati. E. Alat dan Mesin Peternakan 1. Apakah usaha penggemukan sapi potong memiliki peralatan sesuai dengan kapasitas/jumlah sapi yang dipelihara mudah digunakan, mudah dibersihkan dan tidak mudah berkarat? a. Ya
b. tidak
2. Peralatan dan Mesin apa saja yang perlu disediakan? Tempat pakan dan tempat minum bias terbuat dari semen, seng anti karat atau papan tebal Kereta pembawa rumput kekandang Timbangan pakan dan sapi Alat timbangan untuk sapi (statis/mobil) 71
Mesin giling butiran (apabila membuat pakan konsentrat sendiri ) Chopper (pemotong rumput) Tempat bongkar/muat ternak memadai Mixer dll F. BIBIT Pemilihan bibit sapi potong 1. Apakah bakalan sapi khusus untuk digemukkan bisa berasal dari sapi lokal atau impor, tergantung jenis sapi? a. Ya b. tidak 2. Apakah Sapi bakalan yang digunakan harus bebas dari penyakit menular seperti Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease), Penyakit ngorok, Rinderpest, brucellosis (keluron), anthrax (Radang Limpa), Blue tangue (Lidah biru)? a. Ya b. tidak 3. Apakah kegiatan pembibitan telah mengikuti petunjuk, pengarahan, serta pengawasan dari instalasi yang berwenang? G. Pakan 1. Apakah ketersediaan pakan cukup bagi ternak, baik yang berasal dari hijauan/rumput, maupun pakan konsentrat yang dibuat sendiri atau berasal dari pabrik? a. Ya b. tidak 2. Apakah bahan pakan diperoleh dari sumber yang sudah mendapat izin? a. Ya b. tidak 3. Apakah Pakan yang digunakan tidak terkontaminasi mikroba, penyakit stimulant pertumbuhan, hormone, bahan kimia, obat-obatan, mycotoxin melebihi tingkat yang dapat diterima oleh pejabat yang berwenang dan Negara-negara pengimpor? a. Ya b. tidak H. Obat Hewan 1.
2. 3.
Apakah obat-obatan, bahan kimia dan bahan biologic untuk ternak yang digunakan sudah terdaftar? a. Ya b. tidak Apakah penggunaan obat hewan sesuai dengan ketentuan yang berlaku? a. Ya b. tidak Apakah jenis obat yang umum digunakan disini? Sediaan biologik Farmasetik Premik Obat alami
72
dll 4. Bagaimana sistem pemesanan obat dilakukan? 5. Bagaimana sistem pemberian obat dilakukan? 6. Adakah pengawasan saat pemberian obat dilakukan? a. Ada
b.Tidak
jika ada, siapakah yang memberi pengawasan? I. Tenaga Kerja 1. Apakah semua karyawan yang bekerja pada usaha peternakan sapi potong berbadan sehat? a. Ya b. tidak 2. Apakah Pekerja disediakan pakaian kerja, sepatu bot, jas hujan dan peralatan lainya yang diperlukan? a. Ya b. tidak 3. Apakah sudah sesuai dengan ketentuan/peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan? a. Ya b. tidak BAB II PROSES PRODUKSI BIBIT A. Pemilihan bibit 1. Apakah sapi bakalan berasal dari bangs murni atau persilangan? a. Ya b. tidak 2. Apakah berumur 1 sampai 2 tahun? a. Ya b. tidak 3. Berat? Untuk sapi local 100 – 150 kg Untuk sapi persilangan 250-350 kg B. Kandang 1. Apakah jumlah kandang sesuai dengan jumlah dan jenis sapi yang akan dipeliharan? a. Ya b. tidak Alasan: 2. Apakah kandang harus kuat, memenuhi syarat kesehatan, mudah dibersihkan, mempunyai drainase yang baik, sirkulasi udara yang bebas dan dilengkapi tempat makan dan minum sapi serta bak desinfektan? a. Ya b. tidak 3. Apakah sistem kandang dibuat berkoloni/kelompok dan setiap kelompok berisi 5-10 ekor sapi dengan luas ruang (space) 10-20 m2? a. Ya b. tidak 4. Apakah Jarak antar kandang dengan kandang lainya minimal 10 m, dan jarak kandang dengantempat penampungan limbah/kotoran sapi mnimal 25 m? a. Ya b. tidak
73
5. Apakah kandang selalu mendapat cahaya pagi yang penuh ultra violet? a. Ya b. tidak C. Pakan 1. Apakah pemberian pakan hijauan segar minimal 10% berat badan? a. Ya
b. tidak
2. Apakah pemberian pakan konsentrat sekitar 0,4% dari berat badan? a. Ya b. tidak 3. Apakah penyusunan ransum memperhatikan keseimbangan zat-zat makanan yang dapat dicerna dalam ransum? a. Ya b. tidak 4. Apakah pakan tambahan yang digunakan memilki ketentuan yang berlaku? a. Ya b. tidak D. Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Kesehatan Hewan 1. Apakah peternakan terletak di daerah dimana tidak ditemukan gejala klinis atau bukti lain tentang penyakit mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease) ingus jahat (Malignat Catarhal Fever) Bovine Ephemeral Fever Lidah biru (Blue tangue) anthrax (Radang Limpa) Brucellosis (kluron menular) 2. Apakah dilakukan vaksinasi dan pengujian tes laboratorium terhadap penyakit tertentu yang ditetapkan oleh instansi berwenang? a. Ya (dimana?...............) b. tidak 3. Apakah dilakukan pencatatan setiap vaksinasi dan jenis vaksin yang dipakai dalam kartu kesehatan ternak? a. Ya b. tidak 4. Apakah dilakukan pelaporan terhadap Dinas Peternakan setempat (instansi yang berwenang) setiap timbulnya kasus penyakit terutama yang diduga/dianggap penyakit menular? a. Ya b. tidak Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) 1. Apakah Lokasi Peternakan tidak mudah dimasuki binatang liar serta bebas dari hewan piaraan lainya yang dapat menularkan penyakit? a. Ya b. tidak 2. Apakah dilakukan desinfeksi kandang dan peralatan penyemprotan insektisida terhadap serangga, lalat dan pembasmian terhadap hama lainya? a. Ya b. tidak
74
3. Apakah untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu kelompok ternak ke kelompok ternak lainya sebaiknya pekerja yang melayani ternak yang sakit, tidak melayani ternak yang sehat? a. Ya b. tidak 4. Apakah dilakukan penjagaan agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk kandang tenak? a. Ya b. tidak 5. Apakah membakar dan mengkubur bangaki sapi yang mati karena penyakit menular? a. Ya b. tidak 6. Apakah tersedia fasilitas desinfektan untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk perusahaan? a. Ya b. tidak 7. Apakah lokasi peternakan tidak mudah dimasuki binatang liar, bebas dari hewan piaraan lainya yang dapat menularkan penyakit? a. Ya b. tidak 8. Apakah dilakukan desinfektan peralatan, penyemprotan, insektisida terhadap serangga, lalat dan pembasmian terhadap hama-hama lainnya? a. Ya b. tidak 9. Apakah dilakukan pembersihan dan pencucian kandang serta menyediakan pencuci hama? a. Ya b. tidak 10. Apakah peternakan memilki program vaksinasi terhadap penyakit? a. Ya b. tidak 11. Apakah dilakukan pelaporan kepada yang berwenang apabila ditemukan gejala penyakit menular yang diatur dalam undang-undang? a. Ya b. tidak 12. Apakah ternak yang mati dikeluarkan dari kandang untuk segera dikubur/dimusnahkan oleh petugas yang berwenang? a. Ya b. tidak 13. Apakah ternak yang sakit dikelurkan segera diobati atau dipotong oleh petugas yang berwenang? a. Ya b. tidak 14. Apakah ternak sapi potong bebas dari penyakit Tuberkulosis (TBC)? a. Ya b. tidak 15. Apakah tersedia fasilitas desinfektan untuk staf dan tamu serta kendaraan pada pintu masuk peternakan? a. Ya b. tidak E. Penanganan Hasil 1. Apakah lama/waktu yang digunakan umtuk penggemukan sapi potong berkisar antara 3-6 bulan sesuai umur dan kondisi sapi pada waktu mulai digemukkan? a. Ya b. tidak 2. Apakah minimal satu bulan terakhir sebelum dipasarkan, pemberian ransum konsentrat ditingkatkan dari pemberian biasa dan pakan hijauan dikurangi dari pemberian biasa dan penggunaan anti biotic dan chemotropic diharapkan meperhatikan withdraw (waktu henti obat)? 75
a. Ya b. tidak 3. Apakah ada larangan memperjual-belikan daging yang berasal dari sapi potong selama pengobatan anti biotic atau hormone untuk konsumsi manusia, kecuali apabila ternak tersebut dipotong sesuai ketentuan atau standar withdrowel time obat yang digunakan? a. Ya b. tidak 4. Apakah sapi yang sudah siap dipasarkan (finisher) harus dijaga sedemikian rupa, jangan sampai sapi tersebut cedera/cacat? a. Ya b. tidak 5. Apakah berat sapi potong siap jual minimal: lokal 250 kg dan persilangan/impor 350 kg? a. Ya b. tidak BAB III PELESTARIAN LIGKUNGAN 1. Apakah ada rencana penanggulangan pencemaran lingkungan sebagaimana diatur di dalam undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengolahan lingkungan hidup. Peraturan pemerintan nomor 27 tahun 1999 tentang analisa mengenai dampak lingkungan Peraturan pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). 2. Apakah dilakukan pencegahan pencemaran lingkungan? Mencegah timbulnya erosi serta membantu penghijauan di areal usaha. Menghindari timbulnya polusi dan ganguan lain yang berasal dari lokasi usaha yang dapat mengganggu lingkungan berupa bau busuk, suara bising, serangga, tikus serta pencemaran air sungai/air sumur? Setiap usaha penggemukan sapi potong harus membuat unit pengolahan limbah perusahaan (padat, cair dan gas) yang sesuai dengan kapasitas produksi limbah yang dihasilkan. Setiap penggemukan usaha sapi potong membuat pembuangan kotoran dan penguburan bangkai. BAB IV PENGAWASAN Sistem pengawasan 1. Apakah sistem pengawasan dilakukan secara baik? a. Ya b. tidak 2. Apakah instansi yang berwenang dalam bidang peternakan melakukan pengawasan manajemen mutu terpadu yang dilakukan? a. Ya b. tidak
76
Sertifikasi 1. Apakah peternakan dilengkapi sertifikat ? a. Ya b. tidak 2. Apakah sertifikat dikeluarkan oleh instansi berwenang setelah melalui penilaian dan rekomendasi? a. Ya b. tidak Monitoring dan Evaluasi 1. Apakah monitoring dan evaluasi dilakukan oleh instansi yang berwenang? a. Ya b. tidak 2. Apakah evaluasi dilakukan setiap tahun berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan serta pengecekan/kunjungan ke usaha penggemukan sapi potong? a. Ya b. tidak Pencatatan Apakah diakukan pencatatan data? Populasi ternak yang digemukkan per periode Jumlah karyawan Obat atau vaksin yang digunakan Feed additive yang digunakan Pakan konsentrat yang digunakan per periode Penjualan ternak per periode. Pelaporan 1. Apakah dilakukan pembuatan laporan tertulis secara berlaka kepada instansi? a. Ya b. tidak 2. Apakah dilakukan pembutan laporan baik teknis maupun administrative secara berkala? a. Ya b. tidak
77
Lampiran 2. Evaluasi Penerapan Standart Operating Procedure (SOP)
No Kegiatan 1. Persiapan Penerimaan Sapi (i) Sebelum Kedatangan
(i)
Saat Penerimaan Sapi
Juklak 1. Bentuk team petugas bongkar. 2. Persiapkan kandang (jumlah dan alokasi pen, kebersihan, cek bak pakan/bak minum). 3. Cukup penerangan (kandang, cattle yard, sarana lain) 4. Persiapkan jalur dari cattle yard sampai pen. 5. Inventarisasi kebutuhan peralatan antara lain: ear tag, tang aplikator, tag pen, alat komunikasi, tang dan lainlain. 6. Inventarisasi obat seperti: vitamin, antibiotik, elektrolit, gusanex, dan lain-lain. 7. Proyeksikan & persiapkan pakan (jumlah konsentrat dan hijauan) 8. Persiapkan peralatan adm (form-form, berita acara) 9. Kebutuhan/perlengkapan lain (bambu, tambang, sawdust, tali rafia, sarung tangan) 10. Melakukan koordinasi baik internal (antar unit dan Kantor Pusat) dan eksternal. 1. Periksa dan catat dokumen dengan benar (surat jalan dengan kondisi fisik sapi). 2. Amati kondisi sapi. 3. Penanganan/handling sapi dengan baik dan benar (hati-hati, tidak gaduh, tidak menyakiti ternak, menghindari stres pada ternak). 4. Membuat berita acara apabila terdapat kondisi sapi : mati di perjalanan, lemah, patah kaki, keplengkang, kondisi tidak normal lainnya. Berita Acara ditandatangani oleh petugas expedisi, supir truk, petugas penerima sapi.
Ya
Tidak
78
5. 6. 7. 2.
Timbang Awal (T.A)
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8.
Pemberian obat stres sesuai administer (dosis dan petunjuk label) sampai dengan timbang awal. Pakan dan Air minum bersih sudah tersedia di bak pakan/bak minum. Laporan penerimaan jumlah dan kesusutan berat sapi dari pelabuhan – timbang terima truck. Timbang awal dimulai minimal setelah sapi istirahat 2 hari (2x24jam) setelah penerimaan. Pemeriksaan kondisi dan akurasi timbangan Pemasangan ear tag, penimbangan individu, treatment, dan drafting/pengelompokan sapi berdasarkan sex, berat, kondisi sakit/sehat, jenis. Pencatatan berat, identifikasi, ex-property (asal), breed dan kondisi (sehat dan sakit). Penanganan/handling sapi selama proses TA dilakukan dengan hati-hati Pemberian obat anti stres selama 2 hari setelah T.A Ikuti petunjuk label administer (dosis dan aturan pemberian) Laporan Timbang Awal
79
3.
Re-Weight 1 (Timbang Ulang)
1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 1. Re-Weight -2 2. 3.
4.
Penanganan Sapi Sakit
4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Dilakukan minimal pada DOF 30 hari Jumlah yang di re-weight 100% pada feeder cattle Re-drafting/pengelompokan ulang: berat dan kondisi (UPC/Non UPC). Kriteria UPC, UPC1, ADG < 0,30 Kg, UPC2 0,310,60 UPC ADG < 0,3 dibuat surat rekomendasikan ke marketing untuk dijual (Kepala Unit di tanda tangan masing-masing) Treatmen kelompok UPC (vitamin dan pakan) Laporang Re-weight 1. Dilakukan pada DOF 60 hari khusus pada sapi katagori UPC2 Re-drafting/pengelompokan ulang: berat dan kondisi (UPC/Non UPC). Kelompok ADG 0,31-0,60, dibuat surat rekomendasi kepada marketing untuk dijual (Kepala unit di ttd manager). Laporang Re-weight 2. Pemisahan sejak timbang awal < 7 hari, laporan ke Kantor Pusat. Jika memungkinkan, dilakukan pengelompokan berdasarkan kondisi e.g: parah < sedang < ringan. Ajuan ke Managemen untuk sapi yang kondisi parah/kritis untuk disposisi jual reject. Treatmen sesuai diagnosa, ikuti petunjuk label administer (dosis dan aturan pemberian). Ditempatkan dalam kandang khusus perawatan Pola pakan untuk sapi sakit. Pengamatan dan Evaluasi kondisi sapi secara
80
8. 9. 10. 5.
periodik (catatan konsumsi). Untuk sapi yang kondisinya semakin menurun, dibuat tertulis ajuan untuk di jual ke marketing. Timbang ulang dan re-drafting setelah 30 hari. Laporan Sapi Sakit.
Tatalaksana Pemberian Pakan (feedbunk managemen) : (i) Program Penggemukan Feeder(BB < 450 Kg)
Ratio pakan Konsentrat : Hijauan Dof 1 s/d 3 = 20% : 80% Dof 4 s/d 6 = 40% : 60% Dof 7 s/d 10 = 60% : 40% Dof 11 s/d 30 = 80% : 20% Dof > 30 = 90% : 10% Feeding interval ( Interval Pemberian pakan) Pagi = 07.00 (25% dari ∑ taget pakan) Siang = 10.00 (25% dari ∑ taget pakan) Sore = 15.00 (50% dari ∑ taget pakan) Target Pakan - Ditentukan dgn estimasi Feed Intake (FI) Berat badan sapi di proyeksikan ada penambahan sbb: DOF < 30 hari, proyeksi ADG 1,6 ; DOF 31 – 60 hari, proyeksi ADG 1,4, DOF 61 - 90 hari proyeksi ADG 1,2 Kg, DOF > 90 hari,proyeksi ADG 1,00 Kg - Penyesuaian Target (Penambahan/pengurangan) Jika pakan kurang (under estimate) atau lebih (over estmate): lakukan adjusment dengan menaikkan/ menurunkan estimasi F.I sebesar 0,2 % . (ii) Program Fast Trading Pemberian pakan ad libitum (rekondisioning) Slaughter (BB > 450 Kg)
81
(iii) Program pakan sapi sakit
(iv) Program pakan sapi UPC (v) Pakan Sisa
6.
1.
Utamakan pemberian hijauan fresh (rumput chopperan) ad libitum 2. Pemberian konsentrat, sebatas kemampuan sapi makan Mengikuti program pakan regular. Jika terdapat pakan sisa (kondisi tidak tengik dan tidak berjamur), dikumpulkan dan berkoordinasi dengan unit breeding, untuk langsung diberikan ke unit breeding. Urutan Prioritas pemberian ke Class Dry Cow-IB-Laktasi.
Penjualan Sapi (i) Waktu Penjualan
Pelayanan penjualan reguler dimulai jam 13.00, kecuali ada pertimbangan khusus dan disposisi managemen. (ii) Teknis Penjualan 1. Petugas mengetahui penjual dan harga sapi 2. Mempersiapkan dan memeriksa timbangan, sebelum sapi dikeluarkan dari pen. 3. Jumlah pegeluaran sapi untuk dipilih 1,5 kali jumlah yang akan dibeli. 4. Sapi tolakan pembeli, jika memungkinkan ditempatkan di pen khusus untuk di rekondisi minimal 2 minggu sebelum ditawarkan kembali ke pembeli. (iii) Urutan/Prioritas Penjualan 1. Jual Reject kondisi sakit prioritas paling parah dari dari kedatangan sapi hasil penimbangan awal (sebelum potong paksa/mati kubur). 2. Jual Reguler/Reject (tergantung kondisi) yang telah di rekondisi. 3. Jual Reguler Sapi UPC, prioritas ADG < 0,3 dan kel. ADG 0,31-0,6. 4. Jual Reguler program fast trading dari berat tertinggi atau kondisi yang paling siap potong. 82
5. 7.
Pengelolaan Lingkungan
8.
Sistim Pencatatan/Rekording/ Pelaporan.
1. 2. 1.
2.
Jual Reguler program fattening prioritas dari berat tertinggi. Lingkungan tempat kerja dan sekitarnya harus tertata dengan baik, asri, bersih dan nyaman. Penanganan limbah bersih dan baik Pencatatan Harian. Pencatatan ini adalah tanggung jawab Kepala Kandang & Kepala Unit. Diserahkan ke Supervisor Ternak secepat mungkin pada esok hari. Record dapat berbentuk buku kecil. Record Populasi. Laporan Umum dari seluruh kegiatan fattening. Laporan ini dibuat oleh Admistrasi Ternak berdasarkan data dari supervisor ternak (data lapangan). Laporan ini didapat ditampilkan setiap saat. Laporan ini harus di sah-kan oleh WFM /FM jika akan di kirim ke KP.
83
Lampiran 3. Data PBBH Sapi Steer PT Lembu Jantan Perkasa Tahun 2009 No
Shipment
Jumlah (ekor)
Lama pemeliharaan (hari)
PBB harian (kg/ekor)
1
L1
624
88
1,53
2
L2
149
78
1,10
3
L3
341
86
1,47
4
L4
249
73
1,50
5
L6
555
43
1,89
6
L7
401
46
1,98
7
L9
1.000
22
1,40
8
L10
50
19
3,00
9
L11-09
1.306
52
1,36
10
L12-09
901
68
1,21
11
L13-09
1.275
66
1,43
12
L14-09
1.127
104
1,35
Total
7.978
62
1,45
Lampiran 4. Data PBBH Sapi Heifer PT Lembu Jantan Perkasa Tahun 2009 No.
Shipment
Jumlah (ekor)
Lama pemeliharaan (hari)
PBB harian (kg/ekor)
1
L1
71
121
0,92
2
L2
96
96
0,86
3
L3
257
85
1,30
4
L4
407
96
1,24
5
L5
511
81
1,27
6
L6
365
66
1,12
7
L7
204
59
1,18
8
L8
298
60
1,20
9
L9
549
44
1,12
10
L10
296
58
1,47
Total
3.054
76
1,21
84
Lampiran 5. Data PBBH Sapi Bull PT Lembu Jantan Perkasa Tahun 2009 No.
Shipment
Jumlah (ekor)
Lama pemeliharaan (hari)
PBB harian (kg/ekor)
1
L13-08
4
155
1,16
2
L9-09
116
14
1,01
120
84,5
1,02
Total
Lampiran 6. Data PBBH Sapi Steer PT Lembu Jantan Perkasa Tahun 2010 No.
Shipment
Jumlah (ekor)
Lama pemeliharaan (hari)
PBB harian (kg/ekor)
1
L3-10
1.248
64
1,44
2
L4-10
885
66
1,70
3
L5-10
1.042
29
1,71
4
L7-10
1309
55
1,87
5
L8-10
308
67
1,59
Total
4.792
56
1,67
Lampiran 7. Data PBBH Sapi Heifer PT Lembu Jantan Perkasa Tahun 2010 No. Shipment
Jumlah (ekor)
Lama pemeliharaan (hari)
PBB harian (kg/ekor)
1
L1-10
177
92
1,05
2
L2-10
616
74
1,35
3
L2A-10
250
103
0,95
4
L3-10
340
76
1,18
5
L4-10
290
110
0,99
6
L5-10
377
58
1,49
7
L6-10
499
28
1,74
8
L7-10
241
51
1,59
9
L8-10
528
47
1,42
Total
3318
71
1,36
Lampiran 8. Data PBBH Sapi Bull PT Lembu Jantan Perkasa Tahun 2010 No. Shipment
Jumlah (ekor)
Lama pemeliharaan (hari)
PBB harian (kg/ekor)
1
L1-10
978
92
1,32
2
L5-10
913
67
1,65
Total
1.892
80
1,45
85