PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES (GAP) PADA PENGELOLAAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI PT SUNGAI MENANG, PULAU SERAM, MALUKU
R MUHAMMAD ZAENUDIN A24070175
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
RINGKASAN
R MUHAMMAD ZAENUDIN. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) pada Pengelolaan Pertanaman Jagung (Zea mays L.) di PT Sungai Menang, Pulau Seram, Maluku. (Dibimbing oleh HENI PURNAMAWATI). Magang dilaksanakan selama empat bulan di PT. Sungai Menang mulai Februari hingga Juni 2011. Secara umum kegiatan magang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai penerapan Good Agricultural Practices (GAP) di perkebunan jagung, memberikan pengalaman manajerial pada pengelolaan tanaman pangan serta meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam mempelajari dan memahami proses kerja secara nyata, Adapun tujuan khusus dari magang ini adalah untuk dapat menganalisa, melakukan observasi, mengimplementasikan dan memberikan solusi terhadap masalah pengelolaan budidaya jagung skala komersial. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan magang yaitu dengan melaksanakan kegiatan yang sedang berlangsung di kebun serta melakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Penulis mempelajari aspek manajerial dan aspek teknis pengelolaan pertanaman jagung. Pengumpulan data primer melalui pengamatan, bekerja langsung di lapangan, dan wawancara dengan karyawan, sedangkan pengumpulan data sekunder melalui laporan manajemen perkebunan dan studi pustaka. PT. Sungai Menang berada di Dusun Mandiri, Desa Samal, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Lokasi kebun terletak pada 129042’-129051’ BT dan 2051’-2056’ LS dengan ketinggian 8 meter di atas permukaan laut (mdpl). Suhu harian berkisar antara 26 – 30 °C dengan curah hujan 2 493 mm/tahun. Jenis tanah di PT. Sungai Menang adalah tanah Aeric Endoaquepts yang tergolong tanah Inceptisols dari bahan induk aluvium marin atau endapan laut. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan yang terkait dengan aspek produksi pertanaman jagung yang meliputi pemilihan wilayah produksi, persiapan lahan, benih dan varietas tanaman, penanaman, pemeliharaan tanaman (pemupukan, pengairan, perlindungan tanaman), panen, pascapanen dan
manajemen pertanian (penggunaan perlindungan lapang dan pencatatan). Selain itu diamati pula beberapa karakteristik tanaman jagung yang berkaitan dengan karakter vegetatif seperti tinggi tanaman, tinggi tongkol, diameter batang dan jumlah daun. Terdapat 10 varietas jagung hibrida yang diujicobakan di kebun Seatele, PT. Sungai Menang. Pertanaman jagung kebun Seatele merupakan lahan bukaan baru. Pengelolaan dilakukan melalui dua cara yaitu secara mekanisasi dan manual. Hanya beberapa tahapan produksi saja yang dapat dilakukan secara mekanisasi yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan panen. Pengelolaan secara mekanisasi terkendala dengan kondisi cuaca dan tanah yang sering tergenang sehingga kegiatan produksi dilakukan secara manual. Penerapan manajemen produksi jagung di PT. Sungai Menang belum sesuai dengan penerapan Good Agriculture Practices karena pada berbagai tahapan produksi masih terdapat berbagai praktek yang tidak sesuai dengan penilaian GAP. Faktor yang menjadi kendala terbesar dalam manajemen produksi PT. Sungai Menang adalah kondisi tanah yang tidak sesuai serta sistem pengolahan tanah yang tidak tepat. Tanah diduga telah mengalami pemadatan akibat penggunaan alat berat dalam pembukaan lahan. Teknik pengolahan tanah yang tidak tepat menyebabkan pertanaman jagung sering tergenang sehingga sebagian besar tanaman tidak tumbuh optimal bahkan benih mati sebelum berkecambah. Populasi tanaman per ha sangat rendah bahkan hingga 25% dari populasi normal. Hasil yang didapat jauh dari target perusahaan yaitu hanya 3 ton/ha jagung pipilan kering dari target 6 ton/ha. Hampir pada tiap tahapan produksi pada usahatani di kebun Seatele PT. Sungai Menang terdapat ketidaksesuaian dan kendala dalam penerapan Good Agriculture Practices (GAP), persentase rata-rata komponen GAP yang terpenuhi hanya 55%. Beberapa alasan utamanya adalah: 1) Merupakan jenis usaha yang baru (belum genap 2 tahun dilaksanakan). 2) keterbatasan alat maupun sarana dan prasarana. 3) Belum adanya perhatian khusus terhadap penerapan GAP karena masih dalam tahapan merintis. 4) Masih berorientasi pada kuantitas hasil bukan kualitas.
PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES (GAP) PADA PENGELOLAAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI PT SUNGAI MENANG, PULAU SERAM, MALUKU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
R MUHAMMAD ZAENUDIN A24070175
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul
:
PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES (GAP) PADA PENGELOLAAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI PT. SUNGAI MENANG, PULAU SERAM, MALUKU
Nama
: R MUHAMMAD ZAENUDIN
NRP
: A24070175
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir Heni Purnamawati MSc.Agr NIP. 19660406 199003 2 009
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003 Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor, pada tanggal 16 Juni 1989. Penulis adalah anak kelima dari enam bersaudara, anak dari pasangan Bapak R.H. Ata Sutisna dan Ibu R. Hj. Siti Hasanah. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di SD Negeri Sindangsari Bogor. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan ke SMP Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2007, penulis diterima di Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jaluk Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasululloh Muhammad SAW sebagai tauladan bagi kita semua. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) pada pengelolaan pertanaman jagung (Zea mays L.) di PT. Sungai Menang, Pulau Seram, Maluku”. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ayah, Ibu dan kakak-adik tercinta yang selalu mendukung dan memberikan dorongan kepada penulis secara moril maupun materil. 2. Ibu Dr Ir Heni Purnamawati, MSc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran kepada penulis. 3. Bapak Ir. Jan Barlian selaku pembimbing akademik atas nasihat, saran dan bimbingannya. 4. Bapak Dr. Suwarto, Msi, Bapak Dr. Iskandar Lubis Ms, Bapak Dr. Ir. Ade Wachjar MS, dan Ibu Dr. Ir. Eny Widajati MS selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi. 5. Bapak Agusta Mucharam (GM PT. Sungai Menang), Bapak Fahmi Wanra (Manajer Riset), Bapak Yan sofyan, Bapak Lukman Hakim, kang Andre Gazam, dan seluruh staf serta Direksi PT. Sungai Menang atas bimbingan dan arahannya selama penulis melaksanakan magang. 6. Segenap jajaran Dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. 7. Yang Spesial : Rahmat, Rama, Djoko, Sidik, Adim, Enal, Mukhlis, Fikri, Alvian, Dimas, Faisal, Azan, Ayu, Ipeh, Erna, Anne dan Ufa. 8. Teman-teman Laskar Petani AGH 44. 9. Semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Bogor, Januari 2013 Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................xii PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 Latar Belakang.......................................................................................... 1 Tujuan ....................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4 Syarat Tumbuh Jagung ............................................................................. 4 Good Agricultural Practices .................................................................... 4 Manajemen Produksi Jagung.................................................................... 5 METODE MAGANG ................................................................................ 11 Tempat dan Waktu ................................................................................. 11 Metode Pelaksanaan ............................................................................... 11 Pengamatan dan Pengumpulan Data ...................................................... 12 Analisis Data dan Informasi ................................................................... 13 KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG ............................................... 14 Sejarah Perusahaan ................................................................................. 14 Lokasi Perusahaan dan Letak Wilayah Administratif ............................ 14 Sarana dan Prasarana Perusahaan ........................................................... 15 Keadaan Iklim dan Tanah....................................................................... 15 Luas Area Kebun dan Produksi .............................................................. 16 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan .............................................. 17 PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG.............................................. 20 Aspek Teknis .......................................................................................... 20 Aspek Manajerial.................................................................................... 36 PEMBAHASAN ........................................................................................ 39
Pemilihan Wilayah Produksi .................................................................. 39 Persiapan Lahan ..................................................................................... 42 Benih dan Varietas Tanaman.................................................................. 45 Penanaman.............................................................................................. 48 Pemupukan ............................................................................................. 49 Pengairan ................................................................................................ 50 Perlindungan Tanaman ........................................................................... 51 Pertumbuhan Vegetatif Tanaman ........................................................... 52 Panen ...................................................................................................... 54 Pascapanen ............................................................................................. 55 Perlindungan lapangan ........................................................................... 56 Pencatatan dan Tracebility ..................................................................... 57 Saran untuk pemenuhan GAP ................................................................ 58 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 62 Kesimpulan ............................................................................................. 62 Saran ....................................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 64 LAMPIRAN ............................................................................................... 66
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Sarana dan Prasarana di PT. Sungai Menang. .................................. 15
2.
Tata Guna Lahan PT Sungai Menang, Seram .................................. 16
3.
Produksi jagung di Kebun Seatele PT. Sungai Menang. .................. 17
4.
Data jumlah karyawan PT. Sungai Menang ..................................... 18
5.
Persentase Daya Berkecambah ......................................................... 45
6.
Persentase populasi jagung di lapang ............................................... 46
7.
Keragaan vegetatif beberapa varietas jagung hibrida ....................... 53
8.
Hasil pipilan kering beberapa varietas jagung di Kebun Seatele ..... 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Pengukuran dan blocking (a) dan Imas tumbang (b) ........................ 20
2.
Pembersihan rumpukan secara manual (a) dan mekanisasi (b). ....... 22
3.
Olah tanah primer menggunakan disk plow (a) dan rotavator (b).... 23
4.
Skema penanaman jagung berdasarkan varietas............................... 25
5.
Penanaman secara tugal (a) dan penanaman dengan planter (b)...... 25
6.
Pemupukan kedua secara manual ..................................................... 28
7.
Penyemprotan manual (a) dan mekanisasi dengan boom sprayer . .. 31
8.
Panen secara manual ......................................................................... 32
9.
Penjemuran I (a), pemipilan (b) dan penjemuran II (c). ................... 34
10. Gudang penyimpanan jagung pipilan kering. ................................... 35 11. Kondisi tanah Seatele saat kering (a) dan saat kondisi tergenang .... 40 12. Kondisi pertanaman jagung blok 4C dengan daya tumbuh 60,39 % (a) blok 3C dengan daya tumbuh 37,47% (b). .................................. 47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Peraturan Menteri Pertanian No 48 Tahun 2006 .............................. 67
2.
Peta Kebun Seatele ........................................................................... 70
3.
Data Curah Hujan dan Tipe Iklim Seram ......................................... 71
4.
Struktur Organisasi PT. Sungai Menang .......................................... 73
5.
Hasil Analisis Tanah Seatele ............................................................ 74
6.
Deskripsi Varietas............................................................................. 75
7.
Hasil Pengamatan Kesesuaian Manajemen Produksi dengan GAP . 78
8.
Jurnal Harian Kegiatan Magang Selama Masa Orientasi Kebun di Pertanaman Jagung PT Sungai Menang P. Seram, Maluku ......... 83
9.
Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Asisten Supervisor di Pertanaman Jagung PT Sungai Menang P. Seram, Maluku ............. 85
PENDAHULUAN
Latar Belakang Produksi jagung Indonesia telah mengalami peningkatan cukup pesat selama lima tahun terakhir, pada tahun 2005 total produksi jagung Indonesia sebesar 12,52 juta ton dan telah meningkat menjadi 17,6 juta ton pada tahun 2009 (BPS, 2010). Menurut statistik FAO (2009), pada tahun 2009 Indonesia menempati urutan ke-5 sebagai negara produsen jagung terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Cina, Brazil, dan Meksiko. Tingginya jumlah produksi ternyata masih belum mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri. Nilai impor jagung indonesia meningkat sebesar 374,14% dari 77,841 juta USD pada tahun 2009 menjadi 369,007 juta USD pada tahun 2010 (BPS, 2010). Perkembangan produksi jagung di Indonesia memiliki trend yang baik selama 5 tahun terakhir yang cenderung terus meningkat. Tingginya kebutuhan dalam negeri mengharuskan adanya upaya peningkatan produksi yang lebih tinggi. Peningkatan produksi saat ini disebabkan peningkatan produktivitas dari penggunaan varietas baru dan hibrida sementara luas panen cenderung menurun. Berdasarkan data BPS (2012) produktivitas jagung di Indonesia sejak tahun 2007 meningkat dari hanya 3,66 ton/ha menjadi 4,55 ton/ha pada tahun 2011 dengan rata-rata pertumbuhan produktivitas sebesar 5,09% setiap tahun, sementara itu luas panen jagung di Indonesia mengalami penurunan sebesar 6,19% dari tahun 2007 hingga tahun 2011. Di provinsi Maluku penurunan luas panen dari tahun 2007 hingga 2011 mencapai 33,27% dari luas panen 6 761 ha pada tahun 2007 menjadi hanya 5 073 ha pada tahun 2011. Peningkatan produksi lebih diupayakan melalui peningkatan produktivitas dan diharapkan laju produksi jagung mencapai 4,24% per tahun. Laju peningkatan produktivitas dilakukan melalui penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dan peningkatan luas panen (Puslitbang, 2010). Kebutuhan untuk menjamin keberlanjutan peningkatan produksi serta mutu produk menuntut adanya sebuah pedoman tentang pengelolaan budidaya pertanian yang baik. Sebuah panduan yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan tersebut salah satunya adalah
2
melalui penerapan Good Agricultural Practices (GAP). GAP menuntut terciptanya manajemen produksi yang baik dan berkelanjutan. Good Agricultural Practices (GAP) merupakan sebuah pedoman pelaksanaan budidaya tanaman. Penerapan GAP mencerminkan tiga pilar keberlanjutan yaitu layak secara ekonomi, ramah lingkungan, dan diterima oleh masyarakat, termasuk keamanan dan kualitas pangan (Neely, et al., 2007). Menurut Cruz (2002), penerapan GAP pada produksi jagung berorientasi pada: (1) menjamin mutu hasil produk serta keamanan, keselamatan dan kesehatan pekerja, (2) ramah lingkungan sehingga menjamin keberlanjutan produksi dan (3) menambahkan nilai hasil produksi bagi petani kecil, menengah dan besar. Penerapan praktek pertanian yang baik (GAP) adalah upaya untuk menyelamatkan pertanian sehingga tidak berbahaya terhadap lingkungan sekaligus menjamin pasokan produk yang berkualitas lebih baik dan dapat diterima. Beberapa hal yang mencakup penerapan GAP diantaranya: pengendalian hama terpadu (PHT), olah tanah secara konservasi dan berbagai manajemen budidaya lain yang mengurangi dampak pertanian terhadap kesehatan manusia dan menjaga keberlanjutan produksi dan lingkungan. Budidaya jagung yang dikelola secara komersial oleh sebuah perusahaan belum banyak diterapkan di Indonesia. Pembukaan lahan jagung di Maluku oleh perusahaan PT. Sungai Menang merupakan salah satu upaya dalam pemenuhan kebutuhan jagung dalam negeri yang masih terbatas. Manajemen produksi yang baik perlu dilakukan oleh perusahaan dalam upaya efisiensi biaya produksi untuk mencapai produksi jagung yang optimum dan memperoleh keuntungan serta layak secara ekonomis. Untuk memperoleh informasi mengenai manajemen produksi yang ada di perusahaan terkait dengan penerapan GAP maka mahasiswa melakukan magang di perusahaan tersebut selama 4 bulan. Tujuan Secara umum kegiatan magang ini bertujuan untuk; (1) memperoleh informasi mengenai penerapan Good Agricultural Practices (GAP) di pertanaman jagung PT Sungai Menang. (2) meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam mempelajari dan memahami proses kerja secara nyata. (3) memberikan pengalaman manajerial pada pengelolaan tanaman pangan.
3
Adapun tujuan khusus dari magang ini adalah untuk dapat menganalisa, melakukan observasi, mengimplementasikan dan memberikan solusi terhadap masalah pengelolaan budidaya jagung dengan skala komersial.
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Jagung Tanaman jagung akan tumbuh baik pada tanah yang gembur dan subur, karena tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Tanah dengan tekstur lempung berdebu adalah jenis tanah terbaik untuk pertumbuhannya. Tingkat keasaman tanah untuk budidaya jagung berkisar antara pH 5.6-7.5. Suhu optimum untuk pertumbuhan jagung berkisar antara 24-30ºC dengan distribusi curah hujan minimum 200 mm/bulan (Sutoro, Sulaeman dan Iskandar. 1998). Jagung termasuk kedalam tanaman C4 sehingga lebih efisien dalam melakukan fotosintesis dan pemanfaatan air. Tanaman jagung lebih teradaptasi pada lingkungan yang panas (Gardner, Pearce dan Mitchell. 1985). Good Agricultural Practices Good Agricultural Practices (GAP) merupakan sebuah pedoman pelaksanaan budidaya dalam sektor pertanian. Penerapan GAP mencerminkan tiga pilar keberlanjutan (layak secara ekonomi, ramah lingkungan, dan diterima oleh masyarakat) termasuk keamanan pangan dan kualitas; terkait dengan wajib dan/atau persyaratan sukarela, dengan fokus pada produksi primer, dan mengambil serta memperhitungkan insentif dan konteks kelembagaan (Neely, et al., 2007). Menurut Cruz (2002), penerapan GAP pada produksi jagung berorientasi pada: (1) menjamin mutu hasil produk serta keamanan, keselamatan dan kesehatan pekerja, (2) ramah lingkungan sehingga menjamin keberlanjutan produksi dan (3) menambahkan nilai hasil produksi bagi petani kecil, menengah dan besar. Good Agricultural Practices diharapkan mampu dibuat untuk spesifik komoditas sehingga GAP tersebut dapat menjadi suatu standard dan acuan dalam pengembangan dan pengelolaan komoditas tersebut di tempat lain. GAP mencakup kesesuaian komoditas dengan kesesuaian iklim dan lahan yang ada, upaya konservasi lahan dan air untuk keberlanjutan lingkungan, pemupukan yang tepat sesuai kebutuhan hara tanah dan tanaman. Pengendalian hama dan penyakit
5
secara terpadu dan ramah lingkungan serta proses panen dan pasca panen yang menjamin kebersihan dan kualitas produk. Manajemen Produksi Jagung Persiapan Lahan dan Pengolahan Tanah Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Suripin (2002) tujuan utama pengolahan tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh yang baik bagi benih, menggemburkan tanah pada daerah perakaran, membalikkan tanah sehingga sisa tanaman terbenam didalam tanah, dan memberantas gulma. Dampak positif pengolahan tanah secara intensif hanya bersifat sementara karena tanah dibajak beberapa kali kemudian digaru dan diratakan justru membuat permukaan tanah yang tidak dilindungi oleh tinggalan sisa tanaman, sehingga akan memacu erosi dan mempercepat penurunan kadar bahan organik dan kesuburan tanah (Efendi dan Suwardi, 2009).
Kondisi fisik tanah dapat
mempengaruhi perkembangan akar jagung. Hasil penelitian Saturnino dan Landers (1997) dalam FAO (2000) menunjukkan jumlah akar jagung setiap kedalaman 10 cm lebih banyak pada lahan yang disiapkan secara konservasi (TOT) dibanding jumlah akar pada lahan yang disiapkan secara konvensional (OTS). Oleh karena itu penanaman jagung di lahan kering harus dikelola secara tepat salah satunya adalah dengan penyiapan lahan konservasi agar lahan tersebut dapat digunakan secara berkelanjutan. Waktu dan Pola Tanam Salah satu masalah yang dihadapi dalam upaya peningkatan produktivitas jagung adalah penanaman yang sering tertunda. Pada lahan kering beriklim kering seperti di Nusa Tenggara Timur dengan curah hujan terbatas dan eratik, penanaman jagung harus tepat waktu agar tanaman tidak mengalami kekeringan. Pada lahan sawah tadah hujan pada musim kemarau, jagung sebaiknya ditanam segera setelah panen padi pada saat kondisi tanah masih lembab, dan sumur sebaiknya dibuat untuk menjamin ketersedian air bagi tanaman (Akil dan Dahlan, 2007)
6
Menurut Margaretha dan Fadhly (2010) pengembangan usahatani melalui pola tanam padi-jagung di lahan sawah irigasi merupakan langkah strategis karena: (a) memanfaatkan lahan dan air secara optimal dan menyerap tenaga kerja dan modal lebih banyak, (b) biji jagung yang dihasilkan dari pertanaman jagung musim kemarau memiliki mutu yang lebih tinggi, serta brangkasan jagung dan jerami padi sangat dibutuhkan untuk pakan serta memiliki nilai ekonomi, dan (c) padi-jagung musim kemarau memperoleh pendapatan yang lebih baik karena harga biji jagung yang tinggi dan brangkasan jagung dan jerami padi dapat mendatangkan penghasilan. Untuk pemanfaatan waktu penanaman jagung dalam setahun maka dikenalkan konsep pertanaman bersisipan yang mana dilakukan dua minggu sebelum pertanaman jagung pertama dipanen. Pertanaman jagung berikutnya dapat ditanam untuk memanfaatkan waktu dan air yang tersedia dengan baik. Dengan cara ini, indeks pertanaman, utamanya di lahan kering dapat ditingkatkan hingga 400% atau panen empat kali dalam setahun (Fadhly, 2009). Populasi Tanam Upaya memaksimalkan penggunaan lahan dalam manajemen produksi jagung banyak dilakukan dengan meningkatkan populasi tanam dan juga mempertimbangkan pengaturan jarak tanam untuk membantu mencapai jarak yang diinginkan antar tanaman. Pertanaman jagung dengan sistem legowo mulai diujicobakan dengan tujuan
memudahkan pemeliharaan tanaman, seperti
penyiangan, pembumbunan dan pemberian air. Selain itu, penyisipan tanaman juga lebih mudah dilakukan. Sinar matahari yang lebih banyak masuk di antara pertanaman akan meningkatkan hasil jagung yang membutuhkan banyak sinar untuk pertumbuhannya (Fadhly, 2009). Populasi tanaman adalah faktor yang mempengaruhi hasil. Kepadatan tanaman yang tinggi mempengaruhi besar tongkol. Pada beberapa varietas dapat meningkatkan kerebahan dan serangan penyakit (Purwono dan Purnamawati, 2007). Populasi tanaman yang tinggi menimbulkan kompetisi penyerapan O2, CO2, unsur hara dalam tanah, meningkatkan senescence daun, tinggi tanaman, komsumsi air, tongkol mandul, serta menyebabkan penurunan pertumbuhan diameter batang, jumlah biji per tongkol dan bobot biji (Efendi dan Suwardi,
7
2010). Populasi tanaman yang ideal untuk jagung adalah antara 60 000-80 000 tanaman/ha. Jarak tanam untuk jagung hibrida pada umumnya adalah 75 cm x 25 cm atau 53 333 tanaman/ha pada musim hujan dan 75 cm x 20 cm atau 66 666 tanaman/ha pada musim kemarau (Bakhri, 2007). Pemupukan Pemupukan merupakan usaha untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman. Tanaman yang mendapat cukup hara dapat menyelesaikan siklus hidupnya lebih cepat, sedangkan tanaman yang kekurangan hara dapat lebih lambat dipanen, tetapi jika tanaman kelebihan hara dapat meracuni tanaman. Diperlukan metode pemupukan, jenis pupuk, dosis pupuk dan waktu pemupukan yang tepat agar tercapai efisiensi pemupukan (Rasyid, et al. 2010). Efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan memberikan jenis dan dosis pupuk yang tepat sesuai dengan sifat tanah, fase pertumbuhan tanaman dan kondisi cuaca; sehingga unsur hara pupuk yang diberikan semaksimal mungkin dapat diserap tanaman dan kehilangan unsur hara pupuk dapat ditekan serendahrendahnya. Untuk menentukan hal tersebut diperlukan analisis tanah dan daun (Abdoellah dan Wibawa, 1998) Pemberian pupuk yang tepat sesuai dosis dapat meningkatkan produksi jagung. Zubachtirodin dan Margaretha (2006) menyatakan bahwa pemberian pupuk pada jagung dengan dosis sebanyak 250 kg urea + 150 kg SP 36 + 100 kg KCl per ha yang disertai pemberian 1,5 t/ha pupuk kandang ayam mampu mendukung pertumbuhan jagung sehingga mencapai tingkat produktivitas 6-10 ton/ha hasil biji. Pengairan Menurut Notohadiprawiro et al. (2006), air menjadi pembawa hara yang diserap tanaman lewat aliran massa (mass flow), diffuse dan/atau serapan langsung oleh akar. Oleh karenanya, air merupakan faktor penentu efesiensi pemupukan dan efesiensi pemanfaatan hara oleh tanaman. Menurut Thorne (1979), air tanah merupakan salah faktor yang sangat mempengaruhi hasil tanaman. Air harus tersedia sesuai kebutuhan apabila ingin mendapatkan hasil maksimum.
8
Menurut Aqil et al. (2007) periode pertumbuhan tanaman yang membutuhkan adanya pengairan dibagi menjadi lima fase, yaitu fase pertumbuhan awal (selama 15-25 hari), fase vegetatif (25-40 hari), fase pembungaan (15-20 hari), fase pengisian biji (35-45 hari), dan fase pematangan (10-25 hari). Tanaman jagung lebih toleran terhadap kekurangan air pada fase vegetatif (fase 1) dan fase pematangan (fase 4). Penurunan hasil terbesar terjadi apabila tanaman mengalami kekurangan air pada fase pembungaan dan pada saat terjadi proses penyerbukan (fase 2). Penurunan hasil tersebut disebabkan oleh kekurangan air yang mengakibatkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol mengering, sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang. Kekurangan air pada fase pengisian/pembentukan biji (fase 3) juga dapat menurunkan hasil secara nyata akibat mengecilnya ukuran biji. Pengaturan ketersediaan air dilakukan melalui pembuatan alur drainase. Kedalaman alur drainase yang direkomendasikan antara 21-25 cm dan lebar 32-34 cm. Dengan pembuatan alur tersebut pada musim kemarau tanaman hanya perlu diberi air 6-7 kali tanpa bantuan hujan dan dapat berkurang apabila masih ada hujan selama pertumbuhan tanaman (Bakhri, 2007). Pengendalian OPT Upaya peningkatan produksi jagung seringkali terkendala oleh faktor abiotik dan biotik. Kendala biotik meliputi gangguan yang disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) dimana OPT ini terdiri dari gulma, penyakit, dan hama. Pengendalian hama dan penyakit jagung dilakukan dengan menggunakan komponen pengendalian yang meliputi: varietas tahan, kultur teknis, musuh alami dan pertisida (Bakhri, 2007). Usaha dalam pengendalian OPT dilakukan melalui tiga cara yaitu; pengelolaan tanaman, pengelolaan lingkungan dan pengelolaan jasad pengganggu tanaman. Pengelolaan tanaman meliputi penggunaan varietas tahan atau resisten terhadap OPT. Pengelolaan lingkungan melalui metode kultur teknis dan pola tanam serta pengelolaan jasad pengganggu tanaman melalui bahan kimia dan penggunaan musuh alami (Djafaruddin, 1994). Pengendalian tanaman secara kimia saat ini mulai dikurangi karena dapat mengakibatkan kerugian lingkungan serta berbahaya bagi kesehatan manusia.
9
Pengendalian hayati yang ramah lingkungan mulai diujicoba dan diterapkan di lapang. Beberapa penelitian menunjukkan pengendalian hayati cukup efektif dalam mengurangi kerusakan dan kehilangan hasil yang diakibatkan OPT. Pengendalian hayati dengan cendawan Metarhizium anisopliae mampu mengendalikan penggerek batang dengan terindikasi rendahnya kerusakan daun (13,25%) dan bunga jantan (5,30%). Penggunaan bakteri T. bactrae fumata yang menjadi parasit pada telur penggerek tongkol mampu mengendalikan dengan tingkat parasitasi hingga 100%. Bakteri Bacillus thuringensis adalah salah satu agen pengendali yang mampu memberikan mortalitas cukup tinggi pada ulat grayak (Baco dan Yasin 2001; Pabbage et al., 2001; Adnan, 2009). Penekanan dalam pengendalian OPT adalah dengan mempertimbangkan kerugian secara ekonomis, bukan dari aspek lainnya. Oleh karena itu, efisiensi biaya maupun waktu menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan. Selama penambahan hasil akibat tindakan pengendalian masih lebih rendah dari biaya pengendalian yang dilakukan, maka tindakan pengendalian OPT tidak perlu dilakukan (Sembodo, 2010) Panen dan Pascapanen Kegiatan panen dan pascapanen sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil yang didapatkan. Waktu panen jagung sangat bergantung kepada tujuan akhir produksi apakah untuk benih, jagung semi, jagung segar ataupun jagung pipilan. jagung biasa dipanen pada umur 100-120 HST tergantung varietas, jagung hibrida dapat dipanen pada saat berumur 90 HST. Menurut Bern, et al. (2003) Menunda waktu panen dapat menurunkan 0,5% hasil setiap minggu setelah waktu optimum pemanenan. Waktu panen yang tepat adalah saat kadar air jagung antara 25-17%. Kegiatan pascapanen terdiri dari sejumlah tahapan dimulai dari panen, pengupasan,
pengeringan,
pemipilan,
penyimpanan
dan
pengangkutan
(Muhidong, 1998). Penanganan pascapanen jagung merupakan salah satu mata rantai penting dalam usahatani jagung. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa petani umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan curah hujan masih tinggi. Menurut Firmansyah (2009) hasil survei menunjukkan bahwa kadar air biji jagung yang dipanen pada musim hujan masih
10
tinggi, berkisar antara 25-35%. Apabila tidak ditangani dengan baik, jagung berpeluang terinfeksi cendawan yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin. Penanganan pascapanen yang kurang baik dapat menyebabkan kehilangan hasil dan kerugian yang cukup tinggi. Kehilangan hasil akibat proses pemipilan secara manual dapat mencapai 8%. Upaya penekanan kehilangan hasil menjadi hanya 5% dapat meningkatkan produksi jagung nasional hingga 290 000 ton/tahun. Dengan penerapan teknologi, selain dapat menekan kehilangan hasil secara fisik, penurunan kualitas hasil juga dapat ditekan karena kapasitas pemipilan dapat jauh lebih tinggi dibanding cara manual serta biaya pemipilan jauh lebih murah (Bakhri, 2007).
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanaan di PT Sungai Menang yang berlokasi di Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Seram, Maluku. Pelaksanaan kegiatan magang dilakukan selama 4 bulan, dimulai dari tanggal 2 Februari 2011 sampai 12 Juni 2011. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang dilakukan dengan praktik kerja langsung di lapangan. Selama magang, penulis turut kerja aktif dalam seluruh pelaksanaan kegiatan teknis di lapang mulai dari teknik budidaya, panen dan penanganan pascapanen. Penulis juga melakukan wawancara dan diskusi terkait aspek manajemen produksi, khususnya penerapan Good Agricultural Practices (GAP) di lapang. Metode lainnya yang dilakukan melalui pengumpulan laporan dan arsip perusahaan dengan meminta izin dari manajer kebun. Penulis selama magang mempelajari keterampilan teknis dan manajerial. Pelaksanaan kegiatan teknis meliputi seluruh kegiatan yang ada di lapangan. Kegiatan
prapanen
dari
persiapan
lahan,
penanaman,
pemupukan
dan
pengendalian organisme pengganggu tanaman, kegiatan panen sampai kegiatan penanganan pascapanen. Keterampilan manajerial diperoleh ketika menjadi pendamping mandor dan pendamping asisten kepala kebun. Kegiatan manajerial pada saat menjadi pendamping
mandor
yaitu
membuat
perencanaan
kegiatan
harian,
pengorganisasian karyawan, pengawasan dan pengendalian kegiatan di lapangan serta mengisi jurnal harian magang sebagai pendamping mandor. Kegiatan sebagai pendamping asisten kepala kebun antara lain membantu penyusunan rencana kerja dan rencana anggaran dari perusahaan, membuat laporan asisten kepala kebun, mempelajari manajerial perkebunan, mengisi jurnal harian di tingkat afdeling serta menganalisis permasalahan yang timbul dan mencari solusinya.
12
Pengamatan dan Pengumpulan Data Data primer yang dikumpulkan selama kegiatan magang adalah hal-hal yang berhubungan dengan penerapan Good Agricultural Practices yang mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No. 48 Tahun 2006 tentang pedoman budidaya tanaman pangan yang baik dan benar seperti yang terlampir di Lampiran 1. Komponen GAP yang diamati meliputi: 1. Pemilihan Wilayah Produksi: Kesesuaian kondisi iklim dan tanah serta kesesuaian lahan dengan komoditas dan cara budidaya. 2. Persiapan Lahan: Pemetaan tipe tanah, teknik pengolahan tanah: pengendalian terhadap erosi. 3. Benih dan Varietas: kualitas benih/daya berkecambah, perlakuan benih dan sumber benih, ketahanan terhadap penyakit, keragaan vegetatif tanaman. 4. Penanaman: kesesuaian teknik budidaya 5. Pemupukan: penentuan kebutuhan hara, sumber dan jenis pupuk, dosis, frekuensi, metode
dan alat aplikasi, sistem penyimpanan pupuk dan
penggunaan pupuk organik. 6. Manajemen air: pengetahuan kebutuhan air; metode irigasi; sumber air dan pelestariannya. 7. Perlindungan
Tanaman:
pelaksanaan
pengendalian
hama
terpadu,
pemilihan bahan kimia, jenis dan dosis pestisida/herbisida, frekuensi aplikasi, interval prapanen, alat aplikasi, pembuangan sisa aplikasi dan penyimpanan pestisida/herbisida. 8. Pemanenan: metode dan alat panen, teknik pengepakan lapang, alat angkut, dan kriteria panen. 9. Pascapanen: penggunaan bahan kimia pasca panen, pengeringan, seleksi, pengemasan, dan penyimpanan. 10. Perlindungan lapang: ketersediaan alat dan penggunaan alat di lapang. 11. Pencatatan dan Tracebility: Pencatatan seluruh tahapan produksi dan kejelasan sumber bahan baku serta produk.
13
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari perusahaan berupa arsip dan dokumen yang meliputi: a. Letak geografis dan topografi kebun. Data lokasi kebun yang meliputi penyebarannya di lapangan, pembagian areal kebun, luas areal dan tata guna lahan. b. Keadaan lingkungan tumbuh. Data mengenai tipe iklim, curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan, jumlah bulan basah, bulan kering dan jumlah hari hujan. c. Kondisi areal tanam dan pertanaman. Data tentang luas pertanaman, varietas, produksi jagung dan kondisi tanaman. d. Organisasi dan manajemen perusahaan. Informasi tentang struktur organisasi wewenang dan tanggung jawabnya. e. Produksi jagung. Data produksi PT. Sungai Menang selama tahun 2010-2011. Selain itu pengumpulan data sekunder berupa pengumpulan data penunjang dilakukan melalui bahan pustaka yang tersedia di perusahaan. Analisis Data dan Informasi Data dan informasi dianalisis menggunakan metode deskriptif dengan membandingkan studi pustaka yang berlaku pada budidaya jagung dengan kondisi di lapangan kemudian dilakukan skoring berdasarkan kriteria yang telah ada. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui apakah pengelolaan pertanaman jagung di PT. Sungai Menang sudah menerapkan kaidah-kaidah Good Agricultural Practices.
KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG
Sejarah Perusahaan PT. Sungai Menang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertanian dan termasuk kedalam kelompok usaha Sampoerna Bio Energi, PT. Sampoerna Agro, Tbk. Jenis komoditi yang diusahakan oleh PT Sungai Menang adalah komoditi pangan seperti ubi kayu, kedelai dan jagung. Pada tahun 2008 PT. Sungai Menang membuka usaha pertaniannya di wilayah Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Usaha pertanaman jagung di kebun Seram dimulai sejak tahun 2010. Pembukaan lahan pertama kali dilakukan di Divisi Seatele pada tahun 2008 seluas 60 ha dan kemudian dilakukan penanaman dengan komoditi utama pada waktu itu adalah ubi kayu. Sejak tahun 2010 komoditi ubi kayu diganti dengan komoditi jagung. Rencana jangka panjang usaha pertanaman jagung ini akan diusahakan secara mekanisasi dengan skala komersial. Pada tahun 2010 pembukaan lahan di Divisi Seatele diperluas hingga 118 ha serta kemudian dibuka lahan pertanaman baru dengan lahan yang siap dibuka seluas 300 ha. Lokasi Perusahaan dan Letak Wilayah Administratif PT. Sungai Menang wilayah Seram terletak di Dusun Mandiri, Desa Samal, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Akses transportasi untuk menuju perkebunan ditunjang dengan letak perkebunan dan sekretariat yang berada di jalur Lintas Seram. Akses lokasi sekretariat kebun menuju ibu kota kecamatan sejauh 25 km dan menuju ibu kota kabupaten sejauh 250 km atau dapat ditempuh selama lima jam menggunakan kendaraan roda empat. Letak kebun PT. Sungai Menang berada di dua lokasi yang berbeda dan terpisah sejauh 25 km. Letak geografis pertanaman jagung PT. Sungai Menang terletak pada 129042’-129051’ BT dan 2051’ – 2056’ LS. Peta kebun dapat dilihat pada Lampiran 2.
15
Sarana dan Prasarana Perusahaan PT. Sungai Menang memiliki beberapa sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan kerja dan produksi perusahaan. Sarana dan prasarana yang dimiliki perusahaan disajikan pada Tabel 1. di bawah ini. Tabel 1. Sarana dan Prasarana di PT. Sungai Menang. Fasilitas Kantor Kantor divisi Gudang
Jumlah (Unit) 1 2 3
Pos pengawasan
2
Menara Pemantau
4
Traktor 2 Implemen Traktor a. Disk Plow 2 b. Rotovator 2 c. Planter 1 d. Harvester 1 e. Boom Sprayer 1 Mobil boks 1 Motor 6 Sumber : Data Perusahaan (2011)
Fungsi Pusat kegiatan administrasi Pusat kegiatan administrasi divisi/kebun Tempat penyimpanan peralatan penunjang kegiatan kebun, penyimpanan sarana produksi, penyimpanan hasil panen Pengawasan dan penjagaan keamanan kebun Tempat memantau kondisi kebun dan pengawasan terhadap serangan hama sapi dan babi Alat mekanisasi pertanian Olah tanah (bajak) Olah tanah (rotari) Penanaman secara mekanik Pemanenan secara mekanik Penyemprotan / pengendalian OPT Sarana transportasi antar jemput pekerja Sarana transportasi staf perusahaan
Keadaan Iklim dan Tanah Keadaan Iklim di pertanaman jagung PT. Sungai Menang menurut tipe iklim Oldeman termasuk tipe C1, dengan rata-rata 5 bulan basah berturut-turut dan 1 bulan kering berturut-turut dalam satu tahun. Tipe iklim C1 artinya memungkinkan untuk menanam palawija dua kali dalam satu tahun pada wilayah tersebut. Curah hujan pertahun selama 22 tahun terakhir (tahun 1989 - 2010) adalah 2 493 mm/tahun. Data curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 3. Kondisi lahan pertanaman jagung kebun Seatele berada pada ketinggian 8 mdpl. Topografi lahan termasuk kedalam lahan datar dengan kelas lereng 0-8%.
16
Berdasarkan kelas kesesuaian lahan, lahan pertanaman jagung di PT. Sungai Menang termasuk dalam lahan kelas S3 untuk jagung. Berdasarkan survey tinjau yang telah dilakukan perusahaan terdapat dua jenis tanah di pertanaman jagung seram, yaitu Aeric Endoaquepts untuk tanah divisi I Seatele dan jenis tanah Typic Eutrudepts untuk divisi II Samal. Tanah Aeric Endoaquepts merupakan sub grup dari ordo tanah Inceptisol yang mempunyai karakter tanah berdrainase terhambat sampai baik dengan tekstur liat sampai lempung. Tanah Aeric Endoaquepts merupakan tanah Inceptisols yang terbentuk dari bahan induk aluvium marin atau endapan laut. Luas Area Kebun dan Produksi Luas area yang diusahakan di pertanaman jagung PT Sungai Menang berdasarkan rencana anggaran tahun 2011 seluas 200 ha. Luasan lahan yang dimiliki pada tahun 2011 adalah 420 ha yang terbagi kedalam dua divisi. Berikut pembagian tata guna lahan di PT. Sungai Menang, Seram. Tabel 2. Tata Guna Lahan PT Sungai Menang, Seram Divisi Seatele
Luas Total Lahan Luas Lahan 118 ha 74 ha 13.8 ha 16.2 ha 14 ha 300 ha 418 ha
Samal/Leawai Total Data per 1 Juni 2011 Sumber: Catatan Kepala Divisi
Penggunaan Lahan Jagung Ubi kayu Lahan tidur Lain-lain Tidak ada data
Jagung merupakan komoditas utama yang diusahakan. Ubi kayu merupakan komoditas pertama yang diusahakan namun karena kondisi lahan dan iklim yang tidak sesuai sehingga budidaya ubi kayu dihentikan dan dilanjutkan dengan percobaan penanaman jagung pada tahun 2010. Produksi jagung untuk tahun pertama diusahakan pada lahan seluas 60 ha, adapun data produksinya tidak didapatkan karena kebijakan perusahaan. Produksi jagung pada tahun kedua dimulai Januari 2011 dan hanya dilakukan pada beberapa blok saja dengan total luasan 15 ha. Penanaman tertunda karena kondisi lahan yang belum diolah serta kendala cuaca. Hingga bulan Juni
17
atau kegiatan magang berakhir data produksi hanya didapatkan dari blok 5C. Berikut hasil produksi jagung pipilan kering yang ditampilkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Produksi jagung di Kebun Seatele PT. Sungai Menang. Luas Lahan (ha) 5C1 1,25 5C2 1,25 5C3 1,25 Total 3,75 Data per 1 Juni 2011 Sumber: Catatan Kepala Divisi Blok
Produksi (ton) 3,950 3,850 3,411 11,211
Produktivitas (ton/ha) 3,160 3,080 2,729 2,990
Pemanfaatan lahan di kebun Seatele dibagi menjadi dua yaitu lahan untuk produksi dan lahan untuk riset. Lahan untuk kegiatan riset mencakup luasan 30 hektar dari total 118 ha luas kebun. Kegiatan riset bertujuan untuk mendapatkan varietas jagung paling adaptif. Terdapat enam blok dengan luas masing-masing 5 ha yang dijadikan area riset, pada setiap blok ditanami lima varietas jagung hibrida yang berbeda sehingga akan didapatkan tiga ulangan untuk setiap varietas. Lahan yang dijadikan area produksi mencakup sebagian besar area kebun namun pada kondisi tertentu lahan produksi dapat dijadikan lahan untuk riset jika memang diperlukan. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Operasional PT. Sungai Menang dipimpin oleh seorang General Manager (GM) yang memiliki tugas memimpin dan mengelola serta mengembangkan seluruh kebijakan. General manager dibantu oleh seorang manajer, dua orang asisten kepala divisi/kebun, seorang asisten riset, seorang kepala tata usaha dan seorang kepala administrasi. Terdapat beberapa posisi dalam struktur organisasi yang masih belum terisi, selengkapnya struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Asisten kepala divisi bertanggung jawab langsung kepada general manajer dalam hal pengawasan, pelaksanaan teknis dan perencanaan kegiatan serta evaluasi hasil kerja di masing-masing divisi. Asisten riset bertanggung jawab langsung kepada manajer dalam hal pengawasan, pelaksanaan kegiatan riset,
18
perencanaan kegiatan dan laporan hasil kegiatan. Kepala administrasi bertanggung jawab kepada kepala tata usaha dalam hal yang menyangkut kegiatan administrasi, keuangan dan pembuatan arsip data kebun. Karyawan di PT. Sungai Menang terbagi atas pengelola tingkat staf dan non-staf. Karyawan tingkat staf terdiri dari general manajer, manajer, asisten kepala divisi, asisten riset, kepala tata usaha dan kepala administrasi. Karyawan non staf merupakan karyawan kebun yang bekerja secara harian, borongan dan musiman, terdiri dari mandor, krani, petugas keamanan dan karyawan harian lepas (KHL). Tabel 4. Data jumlah karyawan PT. Sungai Menang Uraian Staf 1. General Manajer 2. Manajer Asisten kepala divisi asisten riset kepala tu Admin B. Non Staf 1. Bulanan 2. THL Total Tenaga Kerja Sumber: Data Perusahaan 2011
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Total
A.
1 1 2 1 1 1 9 25 41
1
1 40 42
1 1 2 2 1 1 10 65 83
Karyawan tingkat staf maupun non staf masuk setiap hari. Hari kerja dimulai dari hari Senin sampai Minggu. Pekerjaan dalam satu hari dilaksanakan dengan standar 7 jam kerja yang dimulai pukul 07.00 WIT hingga pukul 15.00 WIT dengan waktu istirahat selama 1 jam dari pukul 12.00 WIT sampai 13.00 WIT. Setiap hari terdapat lembur tetap selama 1 jam yaitu dari pukul 15.00 WIT sampai 16.00 WIT. Hari kerja efektif setiap hari adalah selama 8 jam kerja, lama kerja dapat juga bersifat kondisional jika cuaca tidak memungkinkan. Pekerjaan di kebun akan diliburkan jika turun hujan deras pada pagi hari sehingga tidak memungkinkan adanya aktivitas di kebun. Karyawan non staf akan menerima upah setiap dua minggu. Upah tenaga harian akan dihitung berdasarkan jumlah hari kerja, hasil borongan, dan lembur.
19
Terdapat perbedaan besaran upah antara tenaga harian wanita dan tenaga harian pria. Upah yang diberikan untuk tenaga harian pria sebesar Rp. 42.500,00 per HOK dan tenaga harian wanita sebesar Rp. 40.000,00 per HOK. Upah borongan dihitung berdasarkan prestasi kerja.
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis Land Clearing Pengukuran dan blocking. Kegiatan pengukuran merupakan salah satu kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam pembukaan suatu areal lahan. Pengukuran di PT. Sungai Menang bertujuan untuk memetakan wilayah kebun, menentukan batas-batas kebun serta sebagai pedoman dalam pembuatan tata guna lahan seperti pembuatan areal blok, areal camp, area jalan, parit dan area untuk berbagai bangunan lain di dalam kebun (Gambar 1a). Kegiatan pengukuran di Kebun Seatele masih tetap dilakukan meskipun sudah tidak ada kegiatan pembukaan lahan. Pengukuran dilakukan hanya untuk mengukur kembali luasan area setiap blok dan penentuan luas setiap petakan. Luas blok di kebun Seatele adalah 5 ha dengan luas tiap petakan 1 ha sedangkan di kebun Samal luas blok berbeda dengan luasan tiap blok masing-masing 10 ha dan luas tiap petakan 2,5 ha. Salah satu komponen kegiatan pengukuran adalah blocking yang bertujuan menentukan areal blok dan sebagai panduan dalam kegiatan Imas dan tumbang.
Gambar 1. Pengukuran dan blocking (a) dan Imas tumbang (b) Imas tumbang. Kegiatan Imas dan Tumbang merupakan kegiatan pembukaan areal lahan dengan menggunakan alat berat yaitu bulldozer dan excavator (Gambar 1b). Areal yang dibuka adalah area hutan primer dengan kondisi pohon yang cukup rapat dan sebagian besar pohon berdiameter lebih dari
21
1 meter. Pohon berukuran besar yang tidak mampu ditumbangkan oleh bulldozer di potong dengan bantuan chainsaw atau gergaji mesin. Pembukaan lahan dilakukan hingga bersih dari sisa tanaman yang tertinggal di tanah seperti tunggul, akar maupun batang tanaman. Hal ini diperlukan untuk memudahkan penggunaan alat pengolahan tanah yang rentan terhadap kerusakan dari hambatan atau terhambat dalam efisiensi dengan materi tersebut. Pada saat pembukaan lahan sisa pohon dan kayu dikumpulkan dan dibentuk rumpukan di pinggir petakan yang kemudian akan bersihkan secara berkala. Pembersihan areal rumpukan. Areal rumpukan merupakan kumpulan kayu-kayu hasil imas tumbang pembukaan lahan. Rumpukan diletakkan di pinggir petakan dengan lebar rumpukan antara 10-15 meter dan panjang 200 m sehingga luas satu rumpukan berkisar antara 0,2 hingga 0,3 ha. Dalam satu blok dengan luasan 5 ha terdapat 5 areal rumpukan atau total luas rumpukan antara 1 hingga 1,5 ha. Areal rumpukan ini mengurangi luasan efektif tanam yang seharusnya 5 ha menjadi hanya 4 ha bahkan 3,5 ha saja. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap produksi dan efisiensi pemanfaatan lahan sehingga harus sesegera mungkin dibersihkan. Pembersihan areal rumpukan dilakukan dengan dua cara yaitu secara manual dan mekanisasi menggunakan alat berat (Gambar 2). Pembersihan rumpukan secara manual dilakukan oleh tenaga kerja harian dan terdapat beberapa rumpukan di blok 2B dan 2C yang kegiatannya diserahkan kepada tenaga borongan. Pembersihan rumpukan atau rencek kayu oleh tenaga harian dilakukan dengan menggunakan mesin chainsaw dan parang. Di kebun Seatele terdapat 1 operator chainsaw yang bertugas memotong-motong kayu-kayu besar sisa pohon yang masih tersisa di rumpukan. Pada kondisi tertentu tenaga harian lepas digunakan untuk melakukan pembersihan gulma yang telah tumbuh di area rumpukan. Tujuan rencek kayu adalah agar kayu lebih mudah lapuk dan proses pembersihan rumpukan menjadi lebih cepat.
22
Gambar 2. Pembersihan rumpukan secara manual (a) dan mekanisasi (b). Pembersihan rumpukan dengan menggunakan tenaga borongan tujuannya adalah agar lebih efisien dalam penggunaan waktu dan biaya. Tenaga borongan dibayar 1 juta rupiah untuk satu areal rumpukan yang dibersihkan seluas 2 000 m2. Pembersihan rumpukan olah tenaga borongan ditetapkan harus sudah selesai setelah 3 bulan. Pada kenyataannya, kegiatan ini membutuhkan waktu lebih lama dari yang ditetapkan sehingga akhirnya pembersihan rumpukan oleh tenaga borongan dihentikan dan digantikan menggunakan alat berat. Pembersihan rumpukan dengan menggunakan alat berat dilakukan untuk mengejar target luasan tanam untuk tahun 2011 yaitu seluas 200 ha. Pada bulan Mei 2011 di kebun Seatele dilakukan pembersihan area rumpukan menggunakan excavator. Penggunaan alat berat lebih efisien dari segi waktu. Dalam satu hari excavator dapat meratakan sebanyak 2-3 area rumpukan. Proses dapat berlangsung cepat dikarenakan kayu-kayu di daerah rumpukan sudah mulai lapuk karena sudah berumur lebih dari 1 tahun. Pengelolaan tanah (soil management) Teknik olah tanah pada pertanaman jagung di kebun Seatele dilakukan secara mekanisasi dengan menggunakan traktor. Pengolahan tanah dibagi kedalam dua tahapan yaitu olah tanah primer menggunakan bajak dan olah tanah sekunder menggunakan rotari (Gambar 3). Setiap tahapan pengolahan tanah dilakukan sebanyak dua kali. Berdasarkan tahapannya maka proses pengolahan tanah sebelum ditanam adalah Bajak I – Bajak II – Rotari I – Rotari II – Tanam. Bajak dilakukan dengan menggunakan implement disk plow. Jumlah piringan bajak ada 4 dengan lebar piringan masing-masing 67 cm atau 26,37 Inchi
23
dan jarak antar piringan 67 cm. Kedalaman bajak rata-rata adalah 16,6 cm. Bajak dilakukan dua kali dan tidak ada selang waktu yang ditentukan antara pelaksanaan bajak pertama ke bajak kedua. Bajak kedua dilakukan jika tingkat kekeringan pada lahan hasil bajak pertama sudah cukup kering dan dimungkinkan traktor untuk dapat beroperasi. Selang waktu antara bajak I dan bajak II biasanya adalah satu hari. Rotari dilakukan setelah tanah di bajak dua kali. Rotari tujuannya untuk memperbaiki struktur tanah pada lapisan atas menjadi lebih remah dan mempersiapkan seedbed untuk benih agar berkecambah dan tumbuh dengan baik. Rotari dilakukan menggunakan implement rotavator. Tanah dirotari selama dua kali sebelum siap tanam. Tidak ada jangka waktu yang ditentukan dalam pelaksanaan rotari I ke rotari II, olah tanah ke dua bahkan dapat dilakukan pada hari yang sama.
Gambar 3. Olah tanah primer menggunakan disk plow (a) dan rotavator (b). Pengolahan tanah secara mekanisasi sangat bergantung pada kondisi cuaca di lapangan. Kerja alat akan terganggu bila hujan turun karena tanah akan menjadi basah dan lengket akibatnya pengolahan tanah tidak dapat dilakukan karena alat tidak memungkinkan untuk bekerja. Kondisi cuaca serta kondisi lahan yang tidak memungkinkan dilakukan olah tanah menyebabkan terdapat beberapa areal blok yang selang waktu antara olah tanah berikutnya terlalu lama sehingga lahan telah ditumbuhi gulma. Blok tersebut antara lain blok 3C dan 3B. Pada kondisi seperti ini olah tanah menjadi lebih sulit karena terganggu dengan adanya gulma, terutama gulma-gulma rambat yang seringkali membelit pisau rotavator dan
24
akibatnya rotavator harus berhenti sejenak untuk dibersihkan, hal ini mengurangi efisiensi dari kerja alat itu sendiri. Penentuan blok atau area lahan yang akan diolah didasarkan pada kondisi lahan yang ada serta lebih diutamakan pada area lahan yang akan digunakan untuk area riset. Standar operasional kebun mengharuskan efisiensi pemanfaatan lahan serta penggunaan alat. Lahan yang sudah kering sesegera mungkin untuk diolah dan dilakukan penanaman. Tidak ada jangka waktu tertentu yang ditentukan perusahaan dalam pelaksanaan olah tanah namun terdapat target luasan tanam yang harus dipenuhi selama satu tahun, untuk tahun 2011 luasan tanam yang harus dipenuhi adalah total 200 ha untuk divisi I dan divisi II. Target luasan tanam ini ternyata sulit tercapai, hal ini karena sering terhambatnya proses olah tanah akibat cuaca, kondisi lahan yang basah, kerusakan mesin dan mobilisasi traktor yang terbatas. Penanaman (Planting) Benih jagung yang digunakan di divisi I Seatele menggunakan jenis benih jagung hibrida. Kebun Seatele juga merupakan lahan percobaan untuk mengetahui varietas jagung yang mampu beradaptasi baik dengan kondisi iklim, tanah dan lingkungan yang ada di lokasi kebun. Terdapat 10 varietas jagung hibrida yang diusahakan antara lain; AS-1, Makmur-1, Bima-2, NK22, NK33, Bisi-12, Bisi-16, Bisi-816, Pioneer-12, Pioneer-21, dan Pioneer-27. Setiap varietas ditanam dalam petakan dengan luasan lahan 1 ha. Setiap blok memiliki 5 petakan sehingga penanaman dalam satu blok menggunakan 5 varietas yang berbeda. Skema penanaman dapat dilihat pada Gambar 4. Penanaman jagung di kebun divisi I Seatele dilakukan dengan cara manual dan mekanisasi. Meskipun pada standar operasional kebun seluruh proses budidaya harus dilakukan secara mekanisasi, pada kenyataan di lapang terdapat berbagai kendala yang menyebabkan mekanisasi tidak dapat dilakukan. Beberapa kendala tersebut adalah kondisi cuaca, kondisi lahan, dan keterbatasan alat mekanisasi.
25
4C 1 4C 2 4C 3 4C 4 4C 5
Blok 4C Bisi 12 AS 1 NK 33 Makmur 1 P 12
3C1 3C2 3C3 3C4 3C5
Blok 3C NK 22 Bisi 816 P 21 NK 33 Bima 2
4D 1 4D 2 4D 3 4D 4 4D 5
Blok 4D P 21 Bisi 816 Bima 2 P 27 NK 22
3D 1 3D 2 3D 3 3D 4 3D 5
Blok 3D AS 1 P 12 Bisi 12 Makmur 1 P 27
Gambar 4. Skema penanaman jagung berdasarkan varietas Penanaman secara mekanisasi dilakukan dengan menggunakan implement planter (Gambar 5). Kelebihan penanaman dengan menggunakan planter antara lain, efisien dalam penggunaan tenaga kerja karena hanya dibutuhkan dua orang tenaga kerja yaitu operator dan seorang pembantu operator (helper). Penanaman dilakukan secara bersamaan dengan pemupukan dasar, waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan secara manual. Penulis mengikuti kegiatan penanaman secara mekanisasi dan berdasarkan pengamatan, Prestasi kerja dalam satu hari kerja adalah 5 875 ha.
Gambar 5. Penanaman secara tugal (a) dan penanaman dengan planter (b). Implement planter dikalibrasi sesuai dengan jarak tanam dan jumlah pupuk yang ditetapkan. Jarak tanam yang digunakan adalah 75 cm x 20 cm dengan jumlah populasi yang diharapkan 66 600 tanaman/ha. Jenis pupuk yang
26
digunakan adalah pupuk dasar NPK 15-15-15 dengan dosis 300 kg/ha. Beberapa kekurangan dari planter antara lain, meskipun telah di set sesuai dengan standar yang diinginkan namun pada beberapa kondisi letak jatuhnya benih pada planter tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, terutama untuk jarak tanam dalam baris yang diharapkan benih jatuh setiap 20 cm namun pada kenyataannya sulit tercapai karena terkendala lubang benih yang seringkali tertutup oleh bongkahan tanah. Hal ini berpotensi tanaman tumbuh terlalu rapat atau teralu jauh dalam barisan sehingga dapat mengurangi populasi. Penggunaan alat tanam planter juga dapat mengurangi populasi tanam, hal ini karena konstruksi planter terdiri dari 4 baris sehingga saat digunakan jumlah baris tanaman dalam satu lahan akan berjumlah kelipatan 4. Jika lebar suatu lahan 50 meter dengan jarak tanam antar baris adalah 75 cm maka jumlah baris seharusnya adalah 66 baris namun karena menggunakan planter jumlah baris yang dapat terpenuhi hanya 64 baris atau kehilangan 3% populasi. Pada kondisi tertentu benih dalam planter tidak keluar karena saluran benih tersumbat tanah ataupun kotor. Jumlah benih yang terpakai setiap hektarnya bervariasi dari 14 kg/ha sampai 20 kg/ha. Pengamatan pada penanaman dengan menggunakan benih yang sama yaitu Pioneer 21 di blok 4D1, 4B3 dan 3C3 menunjukkan jumlah benih yang terpakai berbeda. Pada blok 4D1 benih yang terpakai adalah 15 Kg/ha sedangkan pada blok 4B3 dan 3C3 hanya 13 kg/ha, begitu pula dengan varietas NK22 di blok 4D5, 4B5 dan 3C1 jumlah benih yang terpakai berbeda yaitu 17 kg di blok 3C1, 16 kg di blok 4D5 dan 15 kg di blok 4B5. Meskipun menggunakan benih varietas yang sama terdapat perbedaan jumlah benih yang terpakai diakibatkan karena pada kondisi tertentu benih tidak jatuh dari planter sehingga benih yang keluar lebih sedikit. Penanaman secara manual menggunakan tenaga harian lepas. Penanaman manual dilakukan jika penanaman secara mekanis tidak dapat dilakukan dan hanya boleh dilakukan pada area blok produksi. Penanaman manual sangat tidak efisien secara ekonomi karena memerlukan jumlah tenaga kerja yang banyak serta waktu yang dibutuhkan cukup lama. Pada penanaman manual di blok 3E tenaga yang dibutuhkan sebanyak 16 HOK/ha. Penanaman seluas 2,5 Ha di Blok 3E diselesaikan selama 4 hari dengan menggunakan 10 tenaga harian setiap harinya.
27
Pada area blok riset, seluruh kegiatan produksi harus dilakukan secara mekanisasi sesuai dengan tujuan dari perusahaan yaitu untuk melihat efisiensi dari kegiatan mekanisasi. Sedangkan pada area lahan produksi, pelaksanaan kegiatan produksi lebih bersifat kondisional, jika tidak memungkinkan dilakukan secara mekanisasi kegiatan bisa dilakukan secara manual. Kegiatan yang dilakukan secara manual harus mempertimbangkan efisiensi pengguna tenaga kerja sehingga tidak menjadi beban biaya produksi. Pengaturan Saluran Air Drainase. Saluran drainase dibuat pada dua sisi lahan yaitu sisi lahan sebelah utara dan sebelah timur. Pembuatan saluran drainase tidak dibuat di keempat sisinya untuk memudahkan penggunaan traktor ke dalam lahan. Parit primer dibuat menggunakan alat berat ekskavator dengan kedalaman 1,2 meter serta lebar rata-rata 1.2 m. Selain saluran air primer dibuat pula saluran air sekunder dan tersier secara manual. Saluran sekunder dibuat tegak lurus atau melintang terhadap posisi lahan. Saluran air sekunder dan tersier dibuat secara kondisional menyesuaikan dengan kondisi lahan sehingga air tidak menggenangi areal pertanaman jagung. Panjang parit yang berhasil dibuat dalam satu hari oleh penulis dan satu orang tenaga harian lepas adalah 112 m. Rata-rata kedalaman parit tersier adalah 18.33 cm, dengan lebar atas 35 cm dan lebar bawah 23.67 cm. Pemeliharaan Tanaman Pemupukan. Pemupukan pada budidaya jagung di kebun Seatele dilakukan dua kali yaitu pemupukan dasar pada saat tanam dan pemupukan kedua pada saat umur tanaman 21 – 25 HST. Pemupukan dasar menggunakan NPK 15– 15–15 dengan dosis 300 Kg/ha. Pemupukan dasar dilakukan bersamaan pada saat tanam dengan menggunakan planter. Namun jika dilakukan pemupukan secara manual, pemupukan dasar diberikan pada saat tanaman sudah berumur 7 HST. Pemupukan dengan planter sangat efisien dalam penggunaan waktu karena dilakukan bersamaan dengan tanam serta dalam cara pemupukan sesuai dengan rekomendasi yaitu diberikan secara alur kemudian ditutupi tanah. Terdapat kendala penggunaan mekanisasi pada saat pemupukan yaitu jumlah dosis yang terkadang tidak sesuai dengan rekomendasi. Pada penanaman di blok
28
4D jumlah pupuk yang terpakai setiap hektar berbeda. Pada petak 4D1 dan 4D2 jumlah pupuk yang terpakai adalah 200 kg/ha sedangkan pada petak 4D5 sebesar 350 kg/ha, hanya pada petak 4D3 dan 4D4 yang sesuai rekomendasi yaitu 300 kg/ha. Pemupukan yang bervariasi dapat diakibatkan karena terdapat endapan pupuk sebelumnya yang belum dibersihkan sehingga saluran untuk keluarnya pupuk menjadi terhambat. Pemupukan kedua menggunakan Urea dengan dosis 300 kg/ha dan cara pemberiannya dilakukan secara manual (Gambar 6). Pupuk diaplikasikan dengan cara tugal dan pupuk tidak ditutup dengan tanah. Pemupukan dilakukan saat tanaman berumur 21 HST. Berdasarkan pengamatan pemupukan urea pada beberapa blok yaitu blok 4D, 4C, 3D dan 3C dari tanggal 3 – 9 April 2011 kebutuhan rata-rata tenaga kerja untuk 1 ha adalah 7 HOK selama kegiatan penulis mengikuti bersama tenaga harian yang lain sehingga dapat dikatakan prestasi penulis sama dengan presasi rata-rata tenaga harian. Pupuk yang digunakan adalah urea dengan dosis 300 kg/ha. Kenyataan di lapang dosis tidak selalu sesuai rekomendasi dikarenakan cara pemupukan dengan tugal sangat bergantung pada jumlah populasi tanaman yang ada di lapang. Lahan dengan populasi jagung yang rendah akan membutuhkan jumlah pupuk yang lebih sedikit pula dibandingkan lahan dengan populasi jagung yang tinggi.
Gambar 6. Pemupukan kedua secara manual
Pada beberapa blok di areal produksi, penanaman dilakukan secara manual sehingga pemupukan dasar tidak dilakukan bersamaan dengan penanaman. Pemupukan dasar dilakukan secara manual dengan cara tugal pada saat tanaman
29
berumur 7 HST. Jenis pupuk yang digunakan tetap sama yaitu NPK 15-15-15 dengan dosis 300 kg/ha. Penanaman manual menyebabkan pemupukan dasar dilakukan secara manual pula sehingga menyebabkan borosnya penggunaan tenaga kerja hal ini dapat menyebabkan membengkaknya biaya produksi. Pengendalian Gulma. Kegiatan pengendalian gulma dilakukan untuk menekan populasi gulma yang akan merugikan tanaman jagung karena persaingan dalam mendapatkan cahaya matahari, air, dan ruang tumbuh. Pengendalian gulma juga dilakukan untuk pemeliharaan jalan dan area kebun. Pengendalian gulma di kebun Seatele dilakukan dengan dua cara yaitu secara mekanik dan kimiawi. Pengendalian gulma secara mekanik dilakukan menggunakan mesin pemotong rumput dan hanya digunakan untuk pemeliharaan jalan dan kebun sesuai dengan kondisi gulma di lapangan. Pengendalian gulma pada areal tanam dilakukan secara kimiawi menggunakan herbisisda. Pengendalian gulma pada areal tanam dilakukan secara kimia dengan menggunakan herbisida Calaris 550 SC dengan bahan aktif mesotrion 50g/l dan atrazin 500g/l. Herbisida Calaris digunakan untuk mengendalikan semua jenis gulma baik gulma daun lebar, daun sempit maupun teki yang tumbuh pada areal tanam. Penyemprotan dilakukan pada saat tanaman berumur tidak lebih dari 14 HST. Calaris termasuk jenis herbisida preemergence diaplikasikan beberapa hari setelah tanam dimana gulma belum memasuki tahap emergence atau mulai tumbuh. Volume semprot rekomendasi adalah 300 liter/ha atau 1,5 liter Calaris 550 SC per hektar. Rekomendasi konsentrasi bahan kimia yang digunakan adalah 5 ml/liter. Pada pengamatan penyemprotan gulma di blok 2E dan 5B tercatat bahwa konsentrasi yang digunakan pada pelaksanaan di lapang adalah 50 ml/15 liter, hal ini dilakukan untuk menghemat ketersediaan bahan. Namun ternyata dari hasil pengamatan yang sama didapatkan volume semprot rata-rata sebesar 562,5 liter/ha atau lebih banyak dari volume semprot rekomendasi sebesar 300 liter/ha meskipun konsentrasi yang digunakan lebih kecil. Tingginya volume semprot disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kecepatan jalan dan daya curah nozle. Kecepatan jalan penyemprot yang terlalu pelan dan lubang pada nozle yang sudah membesar merupakan salah satu penyebab tingginya volume semprot.
30
Tingginya volume semprot menyebabkan pemakaian bahan menjadi lebih banyak dan menjadi tidak ekonomis. Early Warning System (EWS). Kegiatan Early Warning System dilakukan dengan tujuan sebagai sistem peringatan dini terhadap serangan hama. EWS dilakukan dengan cara sensus populasi hama pada suatu petak atau areal tertentu dengan tujuan melihat intensitas serangan yang ada. Sensus hama dilakukan dua hari sebelum jadwal rutin penyemprotan. Penyemprotan hama dilakukan jika hasil sensus menunjukkan intensitas serangan yang tinggi. Sensus hama dilakukan dengan cara melihat jumlah ulat dan telurnya pada 100 pokok tanaman yang dipilih secara acak. Jenis hama yang disensus untuk saat ini hanyalah jenis ulat Spodoptera sp, Helicoperva sp. dan Heliothis sp. Perhitungan EWS menggunakan rumus sebagai berikut :
Pengendalian hama di kebun Seatele belum begitu memperhatikan aspek lingkungan dimana penyemprotan sangat sering dilakukan. Hal ini dilakukan karena
apa
bila
terjadi
keterlambatan
penyemprotan
pada
pertanaman
menyebabkan rusaknya hampir seluruh areal blok. Tingginya intensitas serangan hama disebabkan karena lahan merupakan bukaan baru dan masih dikelilingi oleh hutan sekunder yang dapat menjadi habitat hama. Pengendalian Hama. Pengendalian hama bertujuan untuk mengendalikan kehilangan hasil yang diakibatkan oleh OPT yang dapat merusak tanaman jagung. Pengendalian hama dilakukan secara kimiawi menggunakan insektisida. Pengendalian hama dilakukan secara terjadwal sebanyak 5 kali yaitu pada 7 HST, 18 HST, 28 HST, 35 HST dan 42 HST. Terdapat beberapa jenis insektisida yang digunakan antara lain regent 50 SC, klensect 200 EC, Spontan 400 SL, Meteor 25 EC dan Arrivo 30 EC. Banyaknya jenis insektisida yang digunakan dikarenakan masih dilakukannya pengamatan jenis bahan aktif dan insektisida yang paling efektif dalam pengendalian hama. Pada pelaksanaannya insektisida yang lebih sering digunakan adalah Klensect 200 EC karena dirasakan paling efektif dalam memberantas hama. Dosis penggunaan Klensect adalah 20 ml/15 liter. Klensect
31
memiliki bahan aktif permethrin 200 g/l dengan hama sasaran Spodoptera sp (ulat grayak). Penyemprotan dilakukan secara manual dan mekanisasi (Gambar 7). Penyemprotan manual dilakukan menggunakan knapsack sprayer SOLO dengan volume 15 liter/tangki. Perhitungan hari kerja untuk tenaga semprot tidak disesuaikan berdasarkan jam kerja tetapi berdasarkan prestasi kerja atau target jumlah tangki yang disemprotkan yaitu 15 tangki dan tidak ada luasan lahan yang harus dipenuhi. Penyemprotan secara mekanisasi dilakukan dengan menggunakan boom sprayer. Boom sprayer merupakan implement berbentuk tangki besar yang memiliki sayap di kedua sisinya dengan panjang 3 m dan pada tiap sayapnya terpasang nozle-nozle yang berfungsi menyemprotkan pestisida. Kelebihan dari boom sprayer yaitu lebih efisien dalam penggunaan waktu dan tenaga kerja. Kekurangannya implement ini hanya dapat digunakan pada kondisi tertentu yaitu pada saat tanaman berumur kurang dari 21 HST. Pada pertanaman jagung yang sudah berumur lebih dari 21 HST Boom sprayer tidak dapat digunakan karena dikhawatirkan dapat merusak tanaman jagung. Penggunaan boom sprayer dilakukan jika umur tanaman kurang dari 21 HST dan jika terjadi ledakan serangan hama yang besar, namun penggunaan boom sprayer juga masih jarang dilakukan karena keterbatasan traktor.
Gambar 7. Penyemprotan manual (a) dan mekanisasi dengan boom sprayer (b).
Panen
32
Metode dan Alat Panen. Panen jagung di kebun seatele dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga harian dan tenaga borongan (Gambar 8). Secara teknis jika panen dilakukan dengan tenaga kerja harian maka THL akan dibagi kedalam dua grup yaitu tenaga wanita sebagai pemanen dan tenaga pria sebagai tenaga angkut. Pemanen bertugas untuk memisahkan tongkol jagung dari klobotnya dan dikumpulkan pada satu tempat di dalam blok lahan. Tenaga pengangkut akan bertugas melansir (mengangkut) jagung hasil panenan dari lahan ke pinggir jalan blok untuk di timbang dan kemudian di curah atau di hamparkan pada lantai jemur yang terbuat dari terpal. Pengamatan pada panen di blok 5C3 Tenaga kerja yang digunakan dalam 1 Ha adalah 14 HOK. Penulis bertugas sebagai tenaga pemanen dengan prestasi kerja areal yang dipanen seluas 0.07 ha. Panen Jagung dengan menggunakan tenaga borongan dilakukan karena lebih ekonomis dibandingkan menggunakan tenaga harian. Tenaga borongan diberi upah kerja berdasarkan prestasi kerja yaitu dihargai Rp. 3.500,00 untuk setiap 40 kg tongkol yang mampu dipanen. Salah satu kendala panen dengan tenaga borongan adalah peluang untuk kehilangan hasil karena jagung terlewat saat panen cukup besar, tenaga borongan cenderung memilih jagung yang besar sehingga lebih cepat untuk menghasilkan jumlah bobot jagung hasil panen akibatnya tongkol jagung yang berukuran lebih kecil seringkali terlewat.
Gambar 8. Panen secara manual Kriteria Panen. Panen jagung dilakukan jika jagung telah melewati umur panen dan telah masak fisiologis. Ciri-ciri masak fisiologis ditandai dengan munculnya tanda hitam atau black layer pada pangkal biji jagung. Namun pada kondisi tertentu, panen jagung dapat ditunda dan tidak didasarkan pada umur
33
tanaman maupun masak fisiologis. Panen jagung dilaksanakan berdasarkan waktu yang disepakati dengan tenaga pemborong ataupun kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Pascapanen Proses pascapanen jagung di kebun Seatele dilakukan melalui beberapa tahapan diantaranya penjemuran I, pemipilan, penjemuran II, pengepakan dan penyimpanan. Semua kegiatan dilakukan langsung di lapang seperti terlihat pada Gambar 9. Penyimpanan hasil produk dilakukan di gudang utama yang terdapat di kantor administrasi pusat. Berikut adalah alur proses pascapanen yang dilakukan di kebun seatele:
Penjemuran I. Penjemuran pertama bertujuan untuk menurunkan kadar air hingga dibawah 20 % untuk mempermudah proses pemipilan. Penentuan kadar air dilakukan menggunakan moisture tester. Jagung yang memiliki kadar air tinggi akan pecah dan rusak jika dipipil dengan menggunakan mesin pemipil. Penjemuran jagung dilakukan di jalan antar blok dengan menggunakan terpal berukuran 8 x 6 meter. Hal ini dilakukan karena belum adanya lantai jemur. Penjemuran I adalah jemur jagung dalam bentuk tongkol. Kadar air jagung setiap hari akan diukur untuk menentukan jagung siap untuk dipipil atau tidak. Pada panen jagung di Blok 5C3 dengan luas panen 1,25 ha menghasilkan 5.994 Kg tongkol dan dibutuhkan delapan terpal berukuran 8 x 6 meter, empat terpal digunakan sebagai terpal jemur dan empat terpal digunakan sebagai penutup.
34
Gambar 9. Penjemuran I (a), pemipilan (b) dan penjemuran II (c). Pemipilan.
Pemipilan
adalah
kegiatan
memisahkan
jagung
dari
tongkolnya. Pemipilan dilakukan jika kadar air berkisar antara 18-20 % untuk menghindari jagung pecah atau rusak pada saat dipipil. Ciri lain jagung siap pipil adalah dengan memutar tongkol menggunakan kedua tangan dan jika biji jagung sudah goyah maka sudah siap untuk dipipil. Pemipilan dilakukan dengan menggunakan alat pipil PJ 700 B Agrindo. Dalam satu hari jumlah jagung yang dapat dipipil berkisar antara 2 hingga 2,5 ton tongkol. Jagung yang telah dipipil kemudian diayak dan dibersihkan dari kotoran yang tersisa. Jagung pipil selanjutnya dijemur kembali. Penjemuran II. Penjemuran kedua bertujuan untuk menghindari jagung terkena jamur dan aflatoksin. Jagung yang siap disimpan harus memiliki kadar air kurang dari 14%. Jagung yang sudah dipipil kemudian dijemur diatas terpal dan setiap hari di balik untuk mencegah jagung terserang aflatoksin. Jagung pipil yang sudah kering, licin dan mengkilat atau memenuhi kriteria pengemasan yaitu KA <14% kemudian segera di packing dalam karung dengan bobot 50 kg setiap karung.
35
Pengepakan. Pengepakan bertujuan untuk menjaga kualitas jagung pipil agar tetap terjamin selama penyimpanan dan pengiriman kepada konsumen. Pengepakan dilakukan setelah jagung pipil mencapai kadar air kurang dari 14% untuk mencegah munculnya jamur saat penyimpanan. Pengepakan dilakukan dengan menggunakan karung plastik ukuran 50 kg. Pengemasan langsung dilakukan di terpal jemur. Setelah dipacking jagung pipil kemudian dikirim ke gudang yang ada di kantor sekretariat. Penyimpanan. Penyimpanan jagung yang baik adalah di ruangan yang memiliki sirkulasi udara yang cukup. Tujuannya untuk menghindari jamur serta munculnya hama gudang akibat kondisi gudang yang lembab. Jagung yang sudah melalui proses pengepakan selanjutnya disimpan di gudang. Gudang utama berbentuk gudang terbuka dengan hanya memiliki satu sisi dinding dari kayu, beratapkan seng dan dialasi oleh papan-papan kayu agar tidak bersentuhan langsung dengan tanah (Gambar 10). Jika hujan jagung ditutup dengan terpal untuk menghindari percikan ataupun air hujan yang terbawa angin. Belum adanya gudang penyimpanan di kebun merupakan suatu kendala tersendiri. Penyimpanan di ruang terbuka dapat menyebabkan jagung busuk ataupun terserang aflatoksin jika terkena air atau kelembabannya tidak terjaga.
Gambar 10. Gudang penyimpanan jagung pipilan kering.
36
Aspek Manajerial Kegiatan pelaksanaan magang dilaksanakan selama 4 bulan di PT.Sungai Menang. Satu bulan pertama, penulis ditugaskan untuk menjalani masa orientasi dan pengenalan kebun. Kegiatan manajerial dilakukan selama 3 bulan yaitu satu bulan menjadi pendamping mandor dan dua bulan sebagai pendamping kepala divisi. Saat menjadi pendamping mandor, penulis menjadi pendamping mandor pada dua divisi yang berbeda dan dilakukan secara bergantian setiap 1 minggu. Ketika menjadi pendamping kepala divisi penulis bertugas sebagai pendamping asisten kebun dan asisten riset untuk pertanaman jagung di divisi I Seatele. Orientasi Kebun Orientasi kebun dilakukan selama satu bulan dan fokus terhadap tiga aspek kegiatan. Kegiatan yang dilakukan yaitu mengamati kegiatan pembukaan lahan (land clearing), pengolahan tanah dan penanaman. Kegiatan pembukaan lahan dilakukan oleh kontraktor dan diawasi oleh dua orang petugas yaitu petugas pengukuran serta petugas pencatatan alat berat (krani). Petugas pengukuran bertugas untuk menentukan areal lahan yang akan dibuka serta mencatat luasan areal lahan yang dibuka dalam satu hari. Petugas pengukuran mulai bekerja pada pukul 07.00 WIT kemudian melakukan pengukuran dan pembuatan batas-batas areal yang dijadikan acuan untuk pembukaan lahan dan pembuatan blok. Kegiatan pengukuran dilakukan satu jam sebelum alat berat mulai bekerja atau kegiatan pembukaan lahan dilakukan. Petugas pencatatan alat berat bertugas untuk mencatat jumlah jam kerja alat berat serta jumlah kebutuhan bahan bakar yang digunakan. Seorang pencatat harus selalu memantau dan mendampingi operator alat berat ketika sedang bekerja. Kegiatan pengolahan tanah dan penanaman berada langsung dibawah tanggungjawab mandor, namun untuk penanaman dan pengolahan tanah yang dilakukan secara mekanisasi pengawasan dilakukan oleh mandor serta masih dilakukan pengawasan secara langsung oleh asisten kebun.
37
Pendamping Mandor Kegiatan pendamping mandor dilaksanakan penulis selama 1 bulan yang dimulai selama bulan kedua kegiatan magang. Selama menjadi pendamping mandor, penulis diberikan tanggung jawab untuk mengawasi salah satu kegiatan yang ada di kebun dan mengerjakan tugas-tugas mandor seperti mengatur kebutuhan jumlah tenaga harian dalam satu kegiatan, mengawasi kegiatan tenaga harian dan mencatat serta membuat laporan mandor. Mandor kebun berjumlah 4 orang dan dibagi kedalam dua divisi. Mandor bertugas mengawasi seluruh kegiatan yang ada di kebun mulai dari pemeliharaan kebun, pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pengendalian gulma, pengendalian HPT hingga panen. Mandor divisi I Seatele berjumlah dua orang, pembagian tugas dilakukan pukul 6.45 WIT atau 15 menit sebelum seluruh kegiatan dilakukan. Pendamping Kepala Divisi Kegiatan sebagai pendamping kepala divisi dilakukan pada bulan ketiga pelaksanaan magang. Kepala divisi bertugas untuk membuat rencana kerja mingguan dan bulanan dari seluruh kegiatan yang ada di kebun. Kegiatan pengelolaan kebun antara lain mengevaluasi pekerjaan para pekerja di lapangan bersama mandor, mempertanggungjawabkan kondisi kebun, analisis biaya, hasil produksi dan efisiensi penggunaan tenaga kerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawab terhadap hal-hal yang terjadi di kebun. Selama menjadi asisten kepala divisi, penulis melakukan kontrol terhadap pekerjaan para mandor, mengevaluasi pekerjaan para pekerja di lapangan bersama mandor, dan membantu membuat jurnal harian kepala divisi serta rencana kerja untuk esok hari. Semua kegiatan yang penulis lakukan selama menjadi pendamping kepala divisi diawasi dan dibimbing langsung oleh kepala divisi. Pendamping Asisten Riset. Kegiatan sebagai pendamping asisten riset dilakukan pada bulan keempat pelaksanaan magang. Asisten riset bertugas untuk membuat rencana kerja mingguan dan bulanan dari kegiatan riset yang ada di kebun. Kegiatan yang dilakukan meliputi evaluasi pekerjaan para pekerja riset di lapangan,
38
mempertanggungjawabkan perkembangan hasil riset yang dilakukan, mengamati efektivitas serta efisiensi pengendalian hama dan organisme pengganggu tanaman di lapang dan bertanggungjawab terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan riset. Selama menjadi asisten riset, penulis melakukan kontrol terhadap pekerjaan para mandor, mengevaluasi pekerjaan para tenaga harian lepas di lapangan bersama mandor, memberikan arahan pada tenaga harian lepas, membantu membuat jurnal harian asisten, melakukan input data hasil pengamatan serta membuat rencana kerja. Semua kegiatan diawasi dan dibimbing langsung oleh asisten riset.
39
PEMBAHASAN
Pemilihan Wilayah Produksi Faktor terpenting dalam budidaya jagung adalah pemilihan wilayah produksi. Kesalahan dalam pemilihan wilayah produksi dapat berakibat pada kerugian ekonomi, kerusakan lingkungan dan dapat berpengaruh terhadap mutu serta kualitas produk. Beberapa aspek penting dalam pemilihan wilayah produksi suatu komoditi adalah kesesuaian kondisi iklim serta kondisi tanah dengan pertumbuhan dan perkembangan komoditi yang diusahakan. Iklim Suhu terbaik untuk budidaya jagung adalah berkisar antara 25-30 ºC. Berdasarkan pengamatan di kebun divisi I Seatele, suhu di pagi hari antara pukul 8-10 WIT berkisar antara 23–27 ºC, sedangkan pada siang hari pukul 11:00–13:00 WIT berkisar antara 25–34 ºC dan pada sore hari antara pukul 14:00–16:00 WIT suhu harian berkisar antara 26–30 ºC. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kisaran suhu di kebun divisi I Seatele termasuk kedalam suhu optimum untuk pertanaman jagung. Curah hujan minimum dalam suatu budidaya jagung tanpa irigasi adalah 350–500 mm selama satu musim tanam. Kebutuhan air dalam satu siklus hidup tanaman jagung adalah 500–800 mm. Pengamatan jumlah curah hujan pada satu musim tanam dilakukan pada pertanaman jagung di blok 4C, 4D, 3C, dan 3D yang ditanam pada bulan Maret 2011. Curah hujan dihitung sejak tanggal 7 Maret hingga 10 Juni 2011 (umur tanaman per 10 juni 2011 adalah 86-95 HST) jumlah curah hujan tercatat mencapai 519 mm, hal ini menunjukkan jumlah curah hujan di divisi I Seatele telah mencukupi kebutuhan tanaman jagung meskipun tanaman masih belum mencapai umur panen. Tanah dan Topografi Kemiringan Lahan. Pertanaman jagung yang baik dilakukan pada lahan dengan kemiringan < 12%. Hal ini bertujuan untuk memudahkan mekanisasi serta mencegah terjadinya erosi. Penulis melakukan pengukuran kemiringan lahan
40
dibantu oleh petugas pengukuran divisi I Seatele pada tanggal 4 Juni 2011, lahan yang diukur kemiringannya adalah dari arah Utara – Selatan antara blok 5C hingga blok 1C sejauh 1 000 meter. Berdasarkan pengamatan menggunakan alat leveling beda tinggi pada lahan sepanjang 1 000 meter didapatkan nilai beda tinggi 1,56 meter atau kemiringan 0,12%. Kemiringan lahan kurang dari 12% ini menunjukkan lahan sangat sesuai untuk budidaya jagung serta sangat memungkinkan jika dilakukan pengelolaan jagung secara mekanisasi. Fisik Tanah. Tanaman jagung sangat rentan terhadap genangan atau kelebihan air meskipun hanya terjadi dalam jangka waktu yang pendek. Jagung tidak seharusnya ditanam pada lahan yang rentan tergenang atau jenis tanah hidromorphic dan tanah alluvial yang mempunyai drainase yang buruk. Laju infiltrasi pada lahan Seatele mempunyai nilai 1,3 cm/jam pada lapisan topsoil dan 0,3 cm/jam pada lapisan subsoil. Tanah di Seatele mempunyai lapisan topsoil yang tipis yaitu kurang dari 10 cm sebelum pembukaan lahan dan saat ini hanya kurang dari 5 cm setelah pembukaan lahan. Pada kedalaman 30 cm dijumpai grey spot yaitu lapisan tanah yang kedap air. Hasil analisis tanah kebun Seatele dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai infiltrasi yang rendah serta adanya lapisan kedap menyebabkan air hujan akan mudah menggenang di permukaan tanah dan memerlukan waktu yang lama hingga mengering. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 11, kondisi tanah yang tergenang sangat merugikan dalam pelaksanaan mekanisasi di lapang, baik itu dalam persiapan lahan, olah tanah maupun tanam. Semua kegiatan tersebut menjadi tidak dapat dilakukan dan harus menunggu cuaca panas selama 1-3 hari hingga tanah kering sehingga traktor dapat beroperasi kembali.
Gambar 11. Kondisi tanah Seatele saat kering (a) dan saat kondisi tergenang (b)
41
Tanah di divisi I Seatele mempunyi kandungan liat yang tinggi. Tanah lapisan atas (top soil) merupakan jenis liat berpasir dengan kandungan 58% liat sedangkan bagian sub soil merupakan liat berat dengan kandungan liat lebih dari 60%. Tanah dengan kandungan liat tinggi akan menjadi keras jika kering. Hal ini menghambat dalam kegiatan olah tanah serta tanam baik itu manual maupun dengan mekanisasi. Meskipun tanah telah diolah sebanyak 4 kali, namun ukuran bongkahan tanah yang besar masih sering ditemukan di lahan. Hal ini berpotensi menghambat perkecambahan benih. Bongkahan tanah yang besar pada seedbed dapat menyebabkan perkecambahan benih menjadi terhambat dan tumbuh abnormal karena benih tertindih oleh bongkahan tanah atau masuk ke celah-celah tanah yang dalam. Berdasarkan pengamatan langsung di lapang mengenai kesesuaian wilayah produksi, ternyata penanaman jagung di kebun Seatele dapat dikatakan sesuai dari kondisi iklim dan lingkungan yang ada. Namun dari segi kondisi fisik tanah tidak sesuai untuk dilakukan penanaman jagung secara mekanisasi. Tanah rentan tergenang sehingga saat penanaman sebagian besar benih membusuk. Tanaman banyak yang terkena cekaman air sehingga menjadi kerdil maupun busuk. Populasi tanaman di lapang sangat rendah bahkan hingga 30% dari populasi ideal. Perbaikan struktur fisik tanah melalui pengolahan tanah belum bisa menangani masalah ini. Perbaikan fisik tanah juga mulai diupayakan melalui penambahan bahan organik yaitu pupuk kompos dan sisa brangkasan panen. Pada penanaman kedua di blok 5B dan 5C brangkasan sisa panen dibiarkan tetap dilahan ketika dilakukan pengolahan tanah, hal ini dilakukan dengan tujuan memperbaiki struktur tanah serta efisiensi penggunaan tenaga kerja. Struktur fisik tanah di kebun Seatele memiliki nilai kepadatan tanah (bulk density) 1180 kg/m3 pada lapisan top soil dan 1300 kg/m3 pada lapisan sub soil. Nilai bulk dencity menunjukkan tanah telah terdegradasi sehingga terjadi pemadatan, indikasi lainnya bahwa telah terjadi pemadatan tanah yaitu air yang mudah menggenang di permukaan tanah. Pemadatan tanah dapat disebabkan beberapa hal diantaranya akibat pengolahan tanah dan lalu lintas kendaraan. Kondisi tanah yang telah mengalami pemadatan memiliki ciri-ciri yaitu terjadinya penggenangan di permukaan, meningkatnya laju aliran permukaan dan terdapat
42
bongkahan-bongkahan tanah yang besar, sedangkan ciri-ciri yang dapat dilihat pada tanaman diantaranya pertumbuhan tanaman yang tidak seragam, terjadi perubahan warna daun, tanaman layu dan tanaman mudah rebah. Tanah yang telah mengalami pemadatan sulit dikembalikan ke kondisi normal dan butuh biaya yang besar. Oleh karena itu berbagai upaya pencegahan perlu dilakukan antara lain; 1) Waktu yang tepat saat pelaksanaan mekanisasi. Proses produksi dengan traktor sebaiknya dilakukan tidak pada kondisi tanah masih basah. 2) Pemilihan mesin dan traktor sebaiknya digunakan traktor dengan diameter ban yang lebih besar sehingga dapat mengurangi beban dan tekanan yang ditimbulkan pada tanah. 3) Manajemen drainase yang baik mampu mengurangi genangan pada tanah. 4) Rotasi tanaman terutama penggunaan tanaman yang mempunyai kedalaman akar yang berbeda. 5) Kedalaman bajak yang bervariasi perlu dilakukan agar tidak membentuk lapisan keras (hard pan) pada tanah. Persiapan Lahan Komponen GAP dalam persiapan lahan diantaranya adalah dilakukannya pemetaan lahan serta teknik pengolahan tanah yang baik. Pemetaan lahan dilakukan sebelum kegiatan produksi dimulai untuk menentukan komoditas dan sistem produksi yang sesuai. Teknik pengolahan tanah yang baik memperhatikan keberlanjutan produksi dengan menjaga kondisi tanah tetap baik serta menghindari erosi yang dapat menyebabkan hilangnya unsur-unsur essensial dalam tanah. Komponen persiapan lahan utama yang harus dipenuhi dalam memulai sebuah usaha tani adalah kejelasan status lahan. Lahan kebun Seatele merupakan lahan milik perusahaan yang dibeli dari tanah adat sekitar dan telah mendapatkan HGU (Hak Guna Usaha). Pemetaan lahan yang seharusnya dilakukan sebelum memulai usaha tani ternyata tidak dilakukan. Pemetaan dan survey lahan dilakukan pada saat usaha tani telah berjalan sehingga banyak timbul masalah dengan kesesuaian lahan terutama fisik tanah yang tidak sesuai dengan komoditas yang diusahakan serta tujuan usaha tani perusahaan yaitu secara mekanisasi.
43
Kegiatan pengolahan tanah dilakukan secara mekanisasi dengan menggunakan traktor. Implement yang digunakan adalah bajak disk plow dan rotavator. Pengolahan tanah yang dilakukan diharapkan mampu memperbaiki struktur tanah agar lebih remah serta memperbaiki aerasi tanah. Struktur tanah yang remah akan membuat tanah memiliki porositas yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kandungan oksigen dalam tanah untuk perakaran tanaman jagung yang baik. Pengolahan tanah sebelum tanam dilakukan empat kali, yaitu olah tanah primer dengan dua kali bajak dan olah tanah sekunder dengan dua kali rotari. Tahapan persiapan lahan diharapkan mampu dilakukan langsung tanpa jeda waktu antara olah tanah primer ke olah tanah sekunder untuk efisiensi waktu serta menghindari gulma muncul kembali. Kegiatan produksi tanaman yang dilakukan secara mekanisasi modern sangat mempengaruhi kondisi tanah terutama kekompakan tanah karena digunakan hampir pada semua tahapan produksi mulai dari olah tanah, penanaman, pemupukan, pengendalian OPT hingga panen. Kegiatan pengolahan tanah dapat menyebabkan munculnya tekanan pada tanah dari traktor atau implement yang terpasang. Diskplow cenderung memadatkan tanah pada kedalaman bajak jika digunakan secara terus menerus dan olah tanah dengan rotavator menghancurkan agregasi tanah dan dalam jangka panjang meningkatkan kepadatan tanah. Waktu pengolahan tanah juga berperan penting dalam terjadinya pemadatan tanah. Tanah yang diolah pada kondisi basah akan membuat tekanan yang ditimbulkan alat/implement menjadi lebih besar. Olah tanah yang dilakukan pada musim hujan seringkali dilakukan pada kondisi tanah masih basah sehingga hal ini dapat mempercepat proses pemadatan tanah. Proses pembukaan lahan yang kurang tepat juga menjadi salah satu sebab pemadatan tanah yang diakibatkan lalu lintas alat berat serta pengikisan lapisan solum tanah yang terlalu dalam. Lapisan solum yang awalnya 10 cm bahkan terkikis hingga tersisa 5 cm setelah pembukaan lahan. Pengolahan tanah konvensional yang telah dilakukan di kebun Seatele mempunyai beberapa keuntungan yaitu merupakan metode yang paling tepat dalam mengemburkan tanah serta memudahkan kegiatan agronomi lain seperti
44
pemupukan dan pemeliharaan tanaman. Namun pengolahan tanah secara konvensional juga mempunyai beberapa kerugian, diantaranya: erosi tanah yang diakibatkan angin dan air karena kondisi lahan yang terbuka, pemadatan tanah, biaya operasional yang tinggi karena penggunaan berbagai implemen/alat yang berbeda, dan hilangnya materi organik tanah. Kerugian akibat olah tanah konvensional ini dapat mengakibatkan produksi tanaman tidak bersifat suistainable. Teknik olah tanah secara konservasi merupakan salah satu solusi untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh sistem olah tanah konvensional. Menurut Acquaah (2001) Ada beberapa macam teknik olah tanah konservasi diantaranya zero tillage, strip tillage, mulch tillage, ridge tillage dan minimum tillage. Keuntungan dari olah tanah konservasi adalah mengurangi erosi tanah dengan adanya sisa brangkasan tanaman yang dibiarkan di lahan saat olah tanah, mengurangi pemadatan tanah karena meminimalisir penggunaan mekanisasi, dapat memperbaiki kelembaban dan infiltrasi tanah melalui penambahan bahan organik, mengurangi biaya pengolahan tanah dan dapat meningkatkan kadar organik tanah. Meskipun demikian olah tanah konservasi juga memiliki beberapa kekurangan yaitu waktu yang dibutuhkan lebih lama, penggunaan bahan kimia yang tinggi, resiko serangan OPT tinggi, resiko munculnya gulma yang resisten herbisida karena penggunaan yang terus menerus, tanah yang tanpa olah tanah dapat mengganggu kegiatan produksi seperti aplikasi pemupukan. Teknik olah tanah yang paling tepat di tanah yang rentan genangan seperti di kebun Seatele adalah dengan menggunakan furrow planting yaitu benih ditanam dalam seedbed berbentuk bedengan dan pada tiap sisinya terdapat parit untuk mengalirkan air. Furrow planting merupakan salah satu metode paling tua dalam teknik irigasi tanaman dan biasa digunakan untuk tanaman yang ditanam dalam baris seperti kapas dan jagung. Metode ini cocok digunakan pada tanah dengan infiltrasi rendah seperti tanah liat. Air yang mengalir di permukaan karena gravitasi kemudian mengalir lewat lereng-lereng yang dibuat bergradasi dan landai. Kemiringan lereng yang ideal adalah kurang dari 0,25%.
45
Benih dan Varietas Tanaman Benih dan varietas yang digunakan merupakan benih yang telah bersertifikat dan telah mempunyai merk dagang untuk menjamin kualitas benih. Jagung yang digunakan merupakan jagung hibrida varietas unggul yang umum digunakan petani dan beberapa diantaranya memiliki ketahanan terhadap penyakit seperti bulai. Varietas jagung yang digunakan di kebun Seatele terdiri dari berbagai varietas antara lain AS 1, Makmur 1, Bima 2, NK 22, NK 33, Bisi 12, Bisi 16, Bisi 816, Pioneer 12, Pioneer 21, Pioneer 27, DK 77 dan DK 979. Benih jagung hibrida yang dibudidayakan memiliki daya kecambah 90 – 95 % seperti yang tercantum dalam label. Dilakukan uji pengecambahan benih dengan mengecambahkan benih di atas kertas dan digulung plastik untuk membuktikan persentase daya kecambah benih seperti yang tertera di label. Uji dilakukan dengan 3 ulangan untuk tiap varietas dan jumlah benih yang diuji sebanyak 25 benih untuk tiap ulangan. Hasilnya seperti ditunjukkan dalam Tabel 5, benih yang digunakan memiliki kualitas yang baik karena memiliki daya kecambah rata-rata 94,40% (Tabel 5). Ketahanan Penyakit dari 10 varietas yang digunakan masih belum ada data yang tercatat. Upaya pencegahan terhadap serangan penyakit dilakukan
dengan memilih varietas tahan, Salah satunya
varietas tahan bulai P12. Tabel 5. Persentase Daya Berkecambah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Varietas AS-1 Bima-2 Makmur-1 Bisi-12 Bisi-816 P12 P21 P27 NK22 NK33 Rata-rata
Persentase daya berkecambah 93,33 96,00 96,00 94,67 85,33 96,00 94,67 97,33 93,33 97,33 94,40
46
Komponen GAP dalam penggunaan varietas dan benih terdiri dari penggunaan benih bersertifikat, varietas unggul serta vigor tinggi. Pengamatan menunjukkan bahwa ketiga komponen GAP tersebut telah dilakukan oleh perusahaan. Uji daya berkecambah benih menunjukkan vigor benih tergolong tinggi dengan daya berkecambah rata-rata 94,4%. Meskipun pada saat di lapang, populasi tanaman rendah hanya berkisar antara 25-70% (Tabel 6). Rendahnya populasi tanaman di lapang lebih disebabkan pada kondisi lahan yang rentan tergenang. Waktu tanam seringkali dilakukan dengan menunggu kondisi cuaca panas, namun hal ini terkadang kurang tepat sehingga sering terjadi cekaman kekeringan pada fase tanaman akan berkecambah. Tabel 6. Persentase populasi jagung di lapang Blok 3C
Petak 3C1 3C2 3C3 3C4 3C5
Rata-rata 4C
Rata-rata
4C 1 4C 2 4C 3 4C 4 4C 5
Varietas NK 22 Bisi 816 P 21 NK 33 Bima 2 Bisi 12 AS 1 NK 33 Makmur 1 P 12
Populasi 24.72% 37.49% 42.58% 56.39% 26.17% 37.47% 41.59% 66.45% 70.95% 65.29% 57.66% 60.39%
Blok 3D
Rata-rata 4D
Rata-rata
Petak 3D 1 3D 2 3D 3 3D 4 3D 5 4D 1 4D 2 4D 3 4D 4 4D 5
Varietas AS 1 P 12 Bisi 12 Makmur 1 P 27 P 21 Bisi 816 Bima 2 P 27 NK 22
Populasi 34.55% 12.82% 20.68% 31.52% 25.42% 25.00% 54.50% 35.25% 38.55% 78.77% 61.14% 53.64%
Berdasarkan pengamatan daya tumbuh benih di lapang yang dilakukan di Blok 5C1, 4E4 dan 3B1 diketahui bahwa pada saat pengamatan yaitu umur tanaman 10-14 HST jumlah benih yang tumbuh abnormal berturut-turut adalah 6%, 1.17% dan 3.93%. Benih mati mencapai 9.75%, 21,17% dan 7.37%. benih yang mati mencakup benih yang rusak terserang hama dan berjamur. Pengamatan dilakukan dengan mengamati langsung kondisi benih di lapang pada 4 baris tanaman sepanjang 10 meter dengan masing-masing 3 ulangan pada tiap blok. Pengamatan dilakukan dengan mengorek tanah pada alur tanam dan mengamati langsung kondisi benih yang ada. Pertumbuhan benih abnormal dapat disebabkan oleh tanah yang keras dan benih jatuh terlalu dalam sehingga plumula tidak mampu mencapai permukaan tanah sehingga berkembang dengan tidak normal.
47
Benih mati lebih disebabkan oleh organisme tanah seperti semut, kumbang dan cendawan. Kondisi di lapang dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Kondisi pertanaman jagung blok 4C dengan daya tumbuh 60,39 % (a) dan blok 3C dengan daya tumbuh 37,47% (b). Kendala benih di lapang seperti benih mati dan gagal berkecambah sebenarnya dapat dicegah melalui pembuatan seedbed yang baik, tanah diolah hingga cukup remah melalui olah tanah sekunder menggunakan disk harrow atau garu. Olah tanah di kebun Seatele dengan bajak rotovator masih termasuk dalam kategori olah tanah primer dan dirasakan masih kurang cukup untuk membuat struktur tanah yang remah dan baik untuk tanah berkecambah, oleh karena itu diperlukan adanya olah tanah sekunder setelah bajak dengan rotovator sehingga tercipta kondisi tanah yang remah dan ideal untuk benih. Sedangkan untuk benih yang terserang penyakit dan hama dapat dihindari dengan perlakuan benih sebelum tanam melalui penambahan pestisida seperti furadan pada saat tanam. Penggunaan berbagai jenis varietas hibrida di kebun Seatele merupakan salah satu upaya untuk menemukan varietas jagung hibrida yang paling sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Hasil dari percobaan ini nantinya akan digunakan sebagai rekomendasi dalam menentukan jenis varietas yang sesuai dengan kondisi ekofisiologis yang ada sehingga didapatkan produksi dan produktivitas yang tinggi. Seleksi varietas yang akan ditanam merupakan salah satu tahapan penting untuk membuat suatu sistem produksi yang berhasil. Agar lebih kompetitif, sebaiknya dilakukan seleksi dan evaluasi untuk menentukan varietas yang paling sesuai dengan kondisi iklim, lingkungan dan sistem produksi yang ada.
48
Penanaman Komponen penanaman dalam GAP mencakup teknik budidaya yang sesuai anjuran, musim tanam tepat, adanya antisipasi terhadap cekaman lingkungan, perlakuan sebelum tanam dan pencatatan penanaman. Berdasarkan pengamatan dari kelima komponen GAP di atas yang sudah diterapkan di kebun Seatele hanya dua komponen yaitu teknik budidaya yang sesuai anjuran serta pencatatan kegiatan. Penanaman yang dilakukan di kebun Seatele telah mengikuti teknik budidaya yang dianjurkan, dalam hal jarak tanam dan kebutuhan benih per hektar yang disesuaikan dengan persyaratan spesifik bagi setiap varietas tanaman dan berdasarkan tujuan produksi. Jarak tanam yang digunakan 75 cm x 25 cm dengan jumlah populasi yang diharapkan sebesar 66 666 tanaman/ha. Kebutuhan benih rata-rata 12 – 17 kg/ha. Target perusahaan yaitu diharapkan penanaman mampu dilakukan dua kali dalam satu tahun pada blok yang sama dengan produktivitas yang ingin dicapai sebesar 6 ton/ha jagung pipilan kering. Penanaman di kebun Seatele dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor yaitu kondisi cuaca, kondisi lahan dan ketersediaan alat tanam. Penanaman dilakukan pada saat cuaca panas dan kondisi lahan kering atau jika selama lebih dari tiga hari hujan tidak turun di lokasi kebun. Kondisi fisik lahan yang buruk menyebabkan lahan sering kali tergenang pada musim hujan sehingga banyak benih yang busuk, serta tanaman menjadi kerdil bahkan mati. Selain tanah yang mudah tergenang, pada bulan-bulan tertentu rentan sekali terhadap kekeringan, sehingga jika waktu tanam tidak tepat, banyak benih yang kering dan sulit untuk berkecambah karena tidak adanya air untuk proses imbibisi. Ketersediaan alat tanam dan traktor juga menjadi salah satu faktor yang menentukan waktu tanam, kondisi alat yang terbatas menyebabkan penanaman secara mekanisasi seringkali tertunda karena traktor sedang digunakan di kebun lain. Jarak antar kebun yang jauh menyebabkan mobilisasi traktor sulit dilakukan. Teknik budidaya yang dilakukan telah sesuai anjuran. Namun untuk penentuan waktu tanam, antisipasi cekaman dan perlakuan pra penanaman masih belum dilakukan. Perlakuan pra penanaman diperlukan untuk melindungi benih dari serangan hama dan penyakit, salah satu perlakuan pra penanaman adalah
49
pemberian insektisida pada benih dan fumigasi pada tanah. Teknik budidaya yang sesuai anjuran harus dilengkapi dengan pencatatan yang baik. Semua kegiatan penanaman harus dicatat yang mencakup komponen waktu dan tanggal penanaman, lokasi penanaman, bahkan hingga nama operator yang bertugas melaksanakan penanaman. Kegiatan pencatatan dilakukan untuk memudahkan jadwal pemeliharaan, pertimbangan dilakukannya penyulaman, penentuan waktu penen dan kegiatan agronomis lainnya. Pemupukan Penentuan kebutuhan pupuk di kebun Seatele berdasarkan pada rekomendasi manager riset yang mengacu pada kebutuhan tanaman dan kesuburan tanah. Tanah di kebun Seatele memiliki kandungan hara rendah terutama kandungan nitrogen yang hanya 0,1 persen dalam tanah. Karena itu dilakukan pemupukan N pada awal tanam melalui NPK 15-15-15 dengan dosis 300 kg/ha serta urea dengan dosis yang cukup tinggi pada saat tanaman berumur 21 HST sebanyak 300 kg/ha. Jenis pupuk yang digunakan pada pemupukan di kebun Seatele adalah jenis pupuk anorganik dan organik. Pupuk anorganik yang digunakan merupakan pupuk NPK 15-15-15 dan urea yang telah terdaftar dan direkomendasikan oleh pemerintah. Pemakaian pupuk organik berupa kotoran kambing baru diaplikaikan secara terbatas dan masih dalam tahap percobaan di blok 3E. Pada lahan yang telah memasuki musim tanam kedua, sisa brangkasan dan sisa tongkol jagung sengaja ditinggalkan di lahan untuk mengembalikan bahan organik kedalam tanah. Pemupukan pertama dilakukan dengan sistem alur bersamaan dengan penanaman menggunakan implemen planter.
Pada pemupukan kedua pupuk
diaplikasikan dengan cara tugal dan pupuk dibiarkan terbuka dalam lubang. Hal ini tidak efisien dalam pemanfaatan pupuk oleh tanaman karena sifat Nitrogen yang mudah menguap sehingga unsur N yang ada dalam pupuk cepat hilang. Perusahaan tidak menganjurkan aplikasi pemupukan secara alur pada pemupukan kedua karena cara ini membutuhkan tenaga kerja yang lebih tinggi.
50
Pencatatan kegiatan pemupukan dilakukan meliputi pemakaian pupuk, ketersediaan pupuk, serta kebutuhan pupuk. Hal ini bertujuan untuk mengontrol efektifitas
penggunaan
pupuk
serta
menjaga
keberlangsungan
kegiatan
pemupukan. Penyimpanan pupuk dilakukan di gudang terbuka dan hanya ditutupi terpal. Selain itu, pupuk juga masih diletakkan pada gudang yang sama dengan penyimpanan pestisida dan benih. Pengairan Penyediaan air di kebun Seatele bersumber dari air hujan dan air tanah. Pemanfaatan air hujan dilakukan melalui pembuatan kolam-kolam penampungan air yang bertujuan memanen air pada musim hujan. Kegiatan pengelolaan air di kebun Seatele lebih diutamakan pada pengelolaan drainase dibandingkan irigasi dikarenakan masalah yang sering muncul adalah kelebihan air di lahan. Kondisi iklim yang basah serta lahan yang mempunyai infiltrasi rendah menyebabkan lahan sering tergenang. Pengelolaan drainase dilakukan melalui pembuatan paritparit sekunder dan tersier dengan tujuan mengeluarkan air yang terjebak di lahan. Drainase yang buruk menjadi kendala utama dalam kegiatan produksi tanaman di kebun Seatele terutama pada saat olah tanah, serta sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Salah satu upaya yang telah dilakukan dalam menanggulanginya yaitu dengan pembuatan parit-parit sekunder dalam lahan. Pembuatan parit masih dilakukan secara manual menggunakan cangkul dan waktu pelaksanaan hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, hanya jika terdapat genangan di areal tanam. Pembuatan parit sekunder dan tersier belum menjadi suatu komponen dalam kegiatan persiapan lahan dikarenakan tidak adanya alat mekanisasi untuk pembuatan parit dalam lahan. Drainase yang buruk dapat diatasi dengan beberapa cara diantaranya yaitu dengan pembuatan surface drainase, pembuatan parit saat olah tanah dan penambahan bahan organik pada tanah. Pembuatan surface drainase dengan menggunakan parit-parit primer sudah dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan permukaan air tanah namun kendala tanah yang tergenang masih sering terjadi sehingga perlu dilakukan pembuaan parit dalam lahan pada saat olah tanah. Penggunaan metode furrow planting dengan pembuatan bedengan-
51
bedengan dirasakan mampu menanggulangi masalah kelebihan air di lahan. Namun hal ini terkendala dengan ketersediaan alat serta cara produksi dengan mekanisasi dapat merusak seedbed yang telah terbentuk pada saat olah tanam, kegiatan ini juga mebutuhkan biaya yang tinggi karena harus dilakukan manual. Sistem irigasi furrow merupakan modifikasi dari sistem penggenangan (flooding). Air sengaja diperangkap dalam alur sehingga penggunaan air lebih efektif karena seluruh bagian permukaan tanah tidak basah hal ini mampu mengurangi kehilangan air akibat evaporasi. Panjang alur yang digunakan bervariasi dari 30 meter hingga 450 meter. Alur yang panjang dapat menyebabkan kehilangan air yang cukup besar karena perkolasi air yang dalam serta erosi tanah yang tinggi di permukaan. Perlindungan Tanaman Pengendalian OPT di kebun Seatele masih kurang memperhatikan aspek lingkungan. Penggunaan pestisida dilakukan sesuai dengan anjuran rekomendasi dan aturan pakai dalam kemasan, namun dalam frekuensi pemakaiannya tergolong sangat sering yaitu enam kali dalam satu musim tanam. Pengendalian OPT dilakukan saat tanaman berumur 7, 14, 21, 28, dan 35 HST sedangkan pengendalian gulma dilakukan saat tanaman berumur 21 HST. Selain berdasarkan jadwal yang ditentukan pengendalian OPT juga dapat sewaktu-waktu dilakukan jika terjadi serangan hama yang besar maupun kondisi gulma yang cukup mengganggu tanaman sehingga frekuensi penyemprotan dapat mencapai 7 hingga 8 kali selama satu musim tanam. Tenaga pengendali OPT atau tenaga semprot diberikan arahan, pengetahuan dan keterampilan dalam mengaplikasikan bahan kimia serta penggunaan alat perlindungan lapang oleh asisten riset. Terkadang kondisi di lapangan ternyata tidak sesuai dengan arahan baik dari cara aplikasi maupun penggunaan alat perlindungan lapang yang seringkali tidak digunakan. Bahan kimia yang digunakan termasuk bahan kimia yang telah terdaftar dan diijinkan oleh pemerintah serta belum mencapai tanggal kadaluarsa. Bahan kimia berupa pestisida dan herbisida disimpan di lokasi gudang yang tertutup namun memiliki ventilasi yang kurang baik serta dalam
52
penempatannya masih disatukan dari materi lainnya. Bahan kimia disimpan bersamaan dengan produk pertanian dan peralatan aplikasi bahan kimia. Pemeliharaan alat tidak dilakukan sehingga seringkali terjadi kerusakan alat. Pengelolaan wadah bekas bahan kimia sudah dilakukan dengan benar, wadah disimpan dan dikumpulkan di gudang untuk kemudian ditimbun agar tidak mencemari lingkungan. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Pertumbuhan vegetatif suatu tanaman dapat menjadi acuan apakah suatu budidaya tanaman telah dilakukan dengan baik atau tidak. Pertumbuhan vegetatif tanaman dipengaruhi oleh varietas, teknik budidaya serta kondisi lingkungan yang ada. Jika varietas tanaman yang digunakan merupakan varietas unggul maka buruknya pertumbuhan vegetatif tanaman lebih disebabkan oleh faktor lingkungan dan teknik budidaya yang digunakan. Deskripsi masing masing varietas dapat dilihat pada Lampiran 6. Tinggi tanaman Tinggi tanaman jagung maksimum yaitu pada saat tanaman telah berbunga atau memasuki fase generatif. Tinggi tanaman dipengaruhi oleh jenis varietas (Tabel 7), terlihat bahwa varietas P27 memiliki rata-rata tinggi tanaman tertinggi yaitu 227,71 cm kemudian diikuti oleh varietas P12 setinggi 209.78 cm. Sedangkan tinggi tanaman terendah diperoleh oleh varietas Makmur setinggi 162,46 cm. Tinggi tanaman untuk setiap varietas ternyata lebih kecil dari potensi tumbuh dari varietas tersebut, artinya tanaman jagung di kebun Seatele tidak tumbuh secara optimal. Diameter batang Jagung tidak berbatang sampai mencapai tinggi kira-kira 40 cm dan mengembangkan delapan daun yang terbuka sepenuhnya, yang muncul dari batang semu atau pucuk vegetatif (Gardner, et al. 1991). Diameter batang tanaman dipengaruhi oleh jenis varietas (Tabel 7), terlihat bahwa varietas P27 memiliki rata-rata diameter batang terbesar yaitu 2,1 cm kemudian diikuti oleh varietas Bima-2 dengan diameter 2,0 cm. Sedangkan diameter batang terendah
53
diperoleh oleh varietas NK-22 dengan diameter 1,5 cm. Batang pada tanaman berfungsi sebagai penyokong daun serta tempat menyalurkan nutrisi ke seluruh bagian tanaman. Besar-kecil diameter batang berpengaruh terhadap efisiensi dalam penyaluran nutrisi tanaman. Diameter batang dipengaruhi oleh jenis varietas dan kondisi lingkungan tumbuh. Lingkungan tumbuh seperti kondisi tanah, air dan iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan sehingga pada kondisi suboptimum tanaman akan menjadi kerdil dan diameter batang menjadi kecil. Jumlah daun Pada tanaman jagung jumlah daun antara 8 sampai 48 helai, tetapi biasanya berkisar 12 – 18 helai. Jumlah daun dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan (Gardner, et al. 1991). Jagung berumur genjah biasanya memiliki jumlah daun sedikit, sedangkan yang berumur dalam berdaun lebih banyak (Tabel 7). Jumlah daun terlihat bahwa varietas P27 memiliki rata-rata jumlah daun terbanyak yaitu 12.32 helai kemudian diikuti oleh varietas NK 33 dengan jumlah daun sebanyak 10.96 helai, sedangkan jumlah daun terendah diperoleh oleh varietas Makmur sebanyak 9.06 helai. Jumlah daun untuk tiap varietas lebih kecil dibandingkan deskripsi atau potensi tumbuh varietas tersebut, daun yang biasanya tumbuh hingga 14 daun ternyata 10-12 daun. Hal ini menandakan tanaman tidak tumbuh optimal. Tabel 7. Keragaan vegetatif beberapa varietas jagung hibrida Varietas AS-1 Bima-2 Bisi-12 Bisi-816 P12 P21 P27 NK22 NK33 Makmur
Tinggi tanaman (cm) 180,8 210,3 182,1 189,4 209,8 189,2 227,7 194,6 194,4 162,5
Tinggi tongkol (cm) 65,6 96,7 77,6 75,6 89,5 72,7 106,0 83,8 82,9 63,0
Diameter batang (cm) 1,7 2,0 1,5 1,8 1,8 1,7 2,1 1,5 1,5 1,8
Jumlah daun 9 10 10 10 10 10 12 10 10 9
54
Kedudukan tongkol. Kedudukan tongkol atau letak tongkol pada tanaman jagung dipengaruhi varietas. Kedudukan tongkol mungkin tidak berpengaruh terhadap hasil yang didapat tetapi lebih kepada keragaan tanaman dan kemudahan di panen. Secara umum tinggi tongkol pada tanaman jagung di kebun Seatele bervariasi berkisar antara 63 – 106 cm. Kedudukan tongkol pada suatu varietas jagung lebih diutamakan keseragaman letaknya bukan pada tinggi atau rendahnya tongkol. Panen Pemanenan dilakukan jika tanaman telah mencapai umur panen serta telah mencapai masak fisiologis yang ditandai munculnya black layer pada dasar biji jagung.
Selain
kedua
faktor
tersebut
penentuan
waktu
panen
juga
mempertimbangkan kondisi cuaca serta ketersediaan tenaga kerja. Teknik pemanenan di kebun Seatele dilakukan secara manual oleh tenaga borongan. Hasil panen langsung ditimbang kemudian dijemur untuk menghindari munculnya jamur. Metode panen yang diinginkan perusahaan yaitu dilakukan secara mekanisasi menggunakan implement harvester. Implemen harvester mempunyai kemampuan memanen jagung dalam 4 baris sekaligus kemudian jagung langsung dipipil saat itu juga. Jagung hasil panen yang langsung dipipil oleh mesin menyebabkan kendala yaitu jagung harus mencapai kadar air tertentu saat panen hingga jagung tidak hancur saat dipipil. Akibatnya jagung harus dibiarkan mengering di lahan dan ini dapat menyebabkan tertundanya waktu panen. Pemanenan sebaiknya memperhatikan kelayakan ekonomi. Seberapa besar kehilangan hasil akibat penundaan panen maupun akibat cara pemanenan secara mekanisasi dan secara manual. Oleh karena itu harus ada pencatatan yang baku untuk mengevaluasi serta mengetahui kelebihan dan kekurangan dari beberapa cara panen yang digunakan serta waktu pelaksanaan panen. Hasil evaluasi nantinya dapat dibandingkan sehingga dapat diketahui waktu panen dan cara panen yang paling menguntungkan secara ekonomis.
55
Hasil Pipilan Kering Hasil pipilan kering disajikan pada Tabel 8. Data hasil pipilan kering hanya diperoleh dari pertanaman jagung yang ditanam pada bulan januari atau dipanen pada akhir bulan April. Dari hasil pipilan kering tiga varietas yang didapat, nilai tertinggi diperoleh pada varietas NK 33 dan Pioneer 27 yakni berturut turut 3 950 kg/ha dan 3 850 kg/ha. Berat pipilan kering terendah didapatkan pada varietas AS-1 yakni 3411 kg/ha. Hasil pipilan kering jagung yang telah di produksi rata-rata hanya 2.99 ton/ha. Jumlah ini jauh dari target produktivitas yang diinginkan perusahaan yaitu 6 ton/ha, bahkan jika dibandingkan dengan potensi hasil dari masing-masing varietas yang ditanam, hasil yang didapat sangat buruk. Varietas NK-33, mempunyai potensi hasil pipilan kering 12 ton/ha, sedangkan varietas P-27 dan AS1 mempunyai potensi hasil masing-masing 13.4 ton/ha dan 10 ton/ha. Tabel 8. Hasil pipilan kering beberapa varietas jagung di Kebun Seatele Blok
Varietas
5C1 5C2 5C3 Total
NK-33 P-27 AS-1
Luas Lahan (ha) 1,25 1,25 1,25 3,75
Produksi (ton) 3,950 3,850 3,411 11,211
Produktivitas (ton/ha) 3,160 3,080 2,729 2,990
Rendahnya hasil dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi tanah, air, nutrisi, iklim dan serangan hama dan penyakit. Faktor tersebut sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang akhirnya mempengaruhi hasil produk yang diperoleh. Varietas jagung hibrida memerlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal, jika kondisi ini tidak terpenuhi maka potensi hasil tinggi tidak dapat dicapai. Faktor yang diduga paling mempengaruhi rendahnya hasil di kebun Seatele adalah kondisi tanah, air dan serangan hama. Pascapanen Hasil panen jagung melalui beberapa tahapan sebelum disimpan di gudang. Jagung terlebih dahulu dijemur hingga kadar air kurang dari 20%, setelah itu jagung dipipil, kemudian jagung yang telah berbentuk pipilan, dijemur kembali hingga kadar air kurang dari 14%. Jagung pipil harus benar-benar kering saat
56
pengemasan tujuannya untuk melindungi produk dari kerusakan dan kontaminasi cendawan. Salah satu komponen GAP dalam penanganan pascapanen adalah pengemasan produk yang baik. Pengemasan yang baik adalah dengan menyertakan label sebagai identitas produk serta dalam prosesnya dilakukan di tempat yang terpisah dengan bahan yang dapat menyebabkan pencemaran seperti pupuk dan pestisida. Di kebun Seatele jagung dikemas dengan menggunakan karung plastik sisa pupuk atau pakan yang telah dibersihkan dan dilakukan langsung di lapang. Hasil produk tidak diberi label sehingga tidak diketahui identitas produk. Hasil panen kemudian disimpan di gudang terbuka dengan ventilasi yang cukup sehingga tidak lembab namun gudang terbuka ini berpeluang menyebabkan kerusakan pada produk karena rentan terkena cipratan hujan jika terjadi hujan besar. Perlindungan lapangan Perlindungan lapangan merupakan salah satu aspek penting dalam GAP. Keberadaan alat perlindungan lapang sangat diperlukan guna menjamin keselamatan
dan
kesehatan
pekerja.
Alat
perlindungan
standar
yang
direkomendasikan perusahaan bagi pekerja adalah pakaian, masker, kacamata, dan sarung tangan. Tenaga semprot atau pengendali OPT merupakan pekerja yang paling rentan terkontaminasi bahan berbahaya, sehingga memerlukan alat perlindungan khusus dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan. Tenaga penyemprot di kebun Seatele diharuskan memakai alat perlindungan lapang sebagai suatu standar operasional. Alat-alat perlindungan yang dipakai antara lain; masker, kaca mata dan sarung tangan. Alat hanya boleh digunakan oleh petugas yang sama, tujuannya untuk menjaga alat tetap terpelihara. Sistem pengawasan terhadap tenaga semprot dilakukan langsung oleh mandor, asisten kebun dan asisten riset. Pengawasan dilakukan mulai dari cara pelaksanaan penyemprotan, penggunaan dosis hingga pemakaian alat pelindung lapang. Kondisi faktual di lapangan menunjukkan hanya sedikit tenaga penyemprot yang memakai perlengkapan pelindung secara lengkap. Salah satu
57
kendala adalah masih rendahnya kesadaran tenaga penyemprot akan tingginya resiko keracunan bahan kimia serta kurangnya ketegasan dalam penerapan aturan yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya sistem denda atau hukuman bagi petugas yang melanggar. Jika diketahui tidak sesuai dengan prosedur, pekerja penyemprot hanya diberi teguran dan diberitahu cara yang benar namun tidak ada sanksi khusus yang diberikan kepada yang melanggar sehingga kesalahan yang dilakukan seringkali terulang. Suatu sistem sanksi yang tegas sangat diperlukan dalam upaya pengawasan namun yang lebih penting adalah adanya upaya untuk menanamkan disiplin serta kesadaran kepada para pekerja tentang bahaya bahan kimia bagi kesehatan. Pencatatan dan Tracebility Pencatatan dilakukan terhadap seluruh tahapan produksi sehingga diketahui capaian pendapatan perusahaan, semua pemakaian sarana produksi berupa benih, pupuk, bahan pestisida dan lain lain harus dicatat, yang komponennya mencakup lokasi; tanggal pemakaian; jenis; jumlah yang dipakai; dan cara pemakaian. Kegiatan pencatatan berguna untuk memudahkan penelusuran penggunaan bahan serta efektivitas pemakaian bahan. Pencatatan kegiatan usaha tani di kebun Seatele dilakukan oleh mandor, asisten dan kepala divisi. Mandor mencatat pupuk/bahan pestisida yang telah terpakai serta stok yang ada di gudang penyimpanan hal ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan pupuk dan bahan pestisida saat akan dipakai. Berdasarkan pengamatan, pencatatan di kebun Seatele sebagian besar telah dilakukan dengan baik. Pencatatan dilakukan oleh mandor, operator traktor dan asisten kebun. Beberapa komponen kegiatan yang dilakukan dalam pencatatan antara lain waktu pelaksanaan, lokasi, alat dan bahan yang digunakan serta prestasi kerja THL. Salah satu kendala adalah belum adanya format pencatatan yang jelas tentang jenis komponen apa saja yang harus dicatat oleh mandor, operator traktor dan asisten kebun sehinga sistem pencatatan yang masih belum baku membuat penelusuran dan evaluasi kegiatan produksi sulit dilakukan. Prosedur permintaan barang di kebun Seatele harus melalui beberapa tahapan, permintaan barang atau saprotan yang diajukan oleh mandor harus
58
melewati persetujuan asisten kebun. Kemudian surat permintaan yang telah disetujui oleh asisten kebun diberikan kepada administrator dan kepala tata usaha untuk disetujui, kemudian administrator bertugas untuk mengatur dan menyalurkan barang dari gudang ke kebun. Permintaan barang dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan persediaan di gudang dalam jangka waktu panjang harus diajukan kepada kantor pusat di Jakarta oleh General Manajer berupa Program Approval Request (PAR). Pencatatan harus dilakukan pada setiap tahapan produksi dan sebisa mungkin dilakukan guna mencegah dan mengendalikan kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam penerapan pedoman budidaya yang direkomendasikan sehingga mengetahui identitas dan mutu produk. Pencatatan yang baik adalah pencatatan yang mampu dilakukan penelusuran balik yaitu semua produk yang dihasilkan harus dapat ditelusuri ke lahan usaha tani dimana produk tersebut ditanam. Catatan disimpan dengan baik minimal selama 3 (tiga) tahun yang meliputi: Nama perusahaan atau usaha agribisnis tanaman pangan; Alat perusahaan/usaha; Jenis tanaman pangan dan varietas yang ditanam; Total produk; Luas areal; Lokasi; Produksi per hektar; Pendapatan per hektar; Penggunaan sarana Produksi; Sarana OPT dan Pengendalian. Rekomendasi untuk pemenuhan GAP Berbagai kendala dalam pengelolaan pertanaman jagung di PT. Sungai Menang seharusnya tidak menjadi hambatan dalam pemenuhan standar Good Agriculture Practices (GAP). Setelah dilakukan pengamatan pengelolaan pertanaman jagung di PT. Sungai Menang, berikut beberapa upaya yang diperlukan untuk pemenuhan GAP pada setiap tahapan produksi: 1. Pemilihan Wilayah Produksi Pemenuhan GAP dalam pemilihan wilayah produksi yaitu melalui perbaikan fisik tanah dan kesuburan tanah melalui penambahan bahan organik berupa kotoran hewan maupun sisa brangkasan panen. 2. Persiapan Lahan Pemenuhan program GAP dalam persiapan lahan mencakup adanya pemetaan lahan serta pengolahan tanah dalam memperbaiki aerasi. Pemetaan lahan
59
harus dilakukan untuk melihat kesesuaian lahan dan menjadi acuan untuk keberlanjutan usaha budidaya jagung. Perbaikan aerasi tanah melalui olah tanah dilakukan dengan penggunaan implemen olah tanah sekunder berupa disk harrow yang diharapkan mampu mengurangi pemadatan tanah yang terjadi. Sistem olah tanah secara furrow planting yaitu melalui pembuatan bedengan-bedengan yang tinggi sehingga diharapkan mampu menghindari tanaman tergenang. 3. Benih dan Varietas Penggunaan benih dan varietas sudah memenuhi standar GAP. Daya tumbuh dan potensi hasil benih tinggi namun kenyataan dilapang menunjukkan tanaman banyak yang mati sehingga populasi tanaman sangat rendah antara 25-60% populasi. 4. Penanaman Kendala dalam pemenuhan GAP yaitu musim tanam yang tidak tepat, tidak adanya antisipasi cekaman kekeringan atau banjir, tak ada antisipasi serangan OPT sebelum tanam serta dalam penanaman tidak terdapat pemisah antar varietas sehingga dapat menurunkan hasil. Musim tanam yang tepat dapat dilakukan melalui penambahan sarana dan prasarana mekanisasi sehingg tanam dapat dilakukan serentak namun hal ini memerlukan biaya yang tinggi. Antisipasi cekaman kekeringan atau banjir dapat dilakukan melalui waktu tanam serta olah tanah yang tepat yaitu dengan cara furrow planting. Antisipasi serangan OPT dapat dilakukan melalui penambahan insectisida atau fungisida saat tanam. 5. Pemupukan Komponen yang belum sesuai dengan pemenuhan GAP yaitu cara pemupukan serta penyimpanan pupuk. Pemupukan manual secara tugal dan tidak ditimbun dapat diganti secara alur. Penerapan pupuk secara alur akan mudah jika kondisi seedbed sudah diperbaiki melalui olah tanah sekunder dan penambahan
pupuk
organik
sehingga
tanah
menjadi
lebih
remah.
Penyimpanan pupuk sebaiknya dilakukan terpisah dan di bangun gudang tersendiri untuk penyimpanan pupuk. 6. Manajemen air
60
Dalam GAP manajemen air lebih dititik beratkan pada irigasi bukan drainase. Jika hanya mencakup irigasi maka manajemen air di kebun Seatele talah sesuai namun masalah utama yang dimiliki kebun Seatele justru adalah kelebihan air sehingga harus adanya drainase yang baik. Manajemen air dapat dilakukan melalui penanaman Furrow planting dengan pembuatan parit-parit sekunder dalam lahan. 7. Perlindungan Tanaman Komponen perlindungan tanaman merupakan komponen GAP yang paling diperhatikan karena terkait pelestarian lingkungan. Komponen tersebut antara lain penggunaan bahan kimia dalam aplikasi, tata cara penggunaan, jumlah bahan kimia yang digunakan, hingga penyimpanan bahan kimia dan perawatan alat. Komponen yang menjadi kendala terbesar adalah frekuensi penggunaan bahan kimia yang tinggi yang dilakukan 7-8 kali dalam satu musim tanam karena tingginya serangan OPT. Hal ini dapat diatasi melalui penggunaan musuh alami bagi hama jagung yang telah banyak dipasaran serta penyemprotan pestisida kimia diselingi dengan penggunaan pestisida nabati meskipun dalam prakteknya akan sulit dilakukan dengan kebutuhan bahan yang tinggi dan luasan lahan yang luas. Pelatihan tentang penanganan bahan kimia dan aplikasi di lahan juga perlu diadakan untuk memberikan standar yang benar bagi pekerja. Penyimpanan perlu dilakukan terpisah dengan saprotan lain dengan pembuatan gudang baru. 8. Pemanenan Komponen pemanenan telah memenuhi standar GAP yaitu cara panen serta waktu panen yang tepat dan sesuai dengan tujuan produksi yaitu dalam bentuk jagung pipilan kering. 9. Pascapanen Komponen pascapanen yang belum memenuhi standar GAP yaitu belum adanya label dalam kemasan yang mencakup tanggal tanam, tanggal panen, blok lahan dan jenis varietas. Ruang penyimpanan produk yang belum sesuai karena masih rentan. Perlu adanya pemberian label kemasan dan pembuatan gudang penyimpanan khusus. 10. Perlindungan lapang
61
Komponen GAP dalam perlindungan lapang telah diperhatikan melalui ketersediaan peralatan perlindungan lapang yang memadai seperti kacamata, masker dan sarung tangan. Namun, belum adanya kesadaran pekerja membuat peralatan tersebut jarang digunakan sehingga perlu adanya pelatihan secara berkala tentang bahaya pestisida dan bahan kimia serta pelaksanaan budidaya yang benar dan aman. 11. Pencatatan dan Tracebility Hal utama dari pencatatan adalah hasilnya dapat ditelusuri kembali sehingga diperlukan adanya komponen pencatatan yang lebih rinci dan rapi serta orang yang bertugas memanajemen catatan yang telah ada.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pelaksanaan pengelolaan pertanaman jagung di PT. Sungai Menang belum sesuai dengan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) karena pada berbagai tahapan produksi masih terdapat praktek usahatani yang belum sesuai dengan penilaian GAP. Faktor yang menjadi kendala terbesar dalam pengelolaan pertanaman jagung di PT. Sungai Menang adalah kondisi fisik tanah yang tidak sesuai untuk budidaya jagung secara mekanisasi serta sistem pengolahan tanah yang tidak tepat. Karakteristik tanah yang buruk berdampak pada berbagai tahapan produksi yang lain, seperti pemupukan, pengolahan tanah hingga pemeliharaan. Kendala pada berbagai tahapan produksi tersebut mengakibatkan hasil produksi yang didapat tidak sesuai dengan target perusahaan. Hampir pada tiap tahapan produksi dalam usahatani jagung di kebun Seatele PT. Sungai Menang terdapat ketidaksesuaian dalam penerapan Good Agriculture Practices (GAP), dapat dilihat pada Lampiran 7. Beberapa alasan utama adalah: 1) Usahatani di kebun Seatele meupakan usaha yang baru dan belum genap 2 tahun, 2) keterbatasan alat maupun sarana dan prasarana, 3) Belum adanya perhatian khusus terhadap penerapan GAP karena masih dalam tahapan merintis, 4) Masih berorientasi pada kuantitas hasil bukan kualitas. Kegiatan magang yang dilakukan di PT. Sungai Menang memberikan banyak manfaat bagi penulis dan menambah pengetahuan serta pengalaman baik secara teknis maupun manajerial tentang tanaman pangan khususnya tanaman jagung. Penulis juga mempelajari permasalahan-permasalahan yang terjadi ketika di lapangan dan memberikan saran serta masukan mengenai pengelolaan pertanaman jagung khususnya mengenai penerapan pengelolaan budidaya yang baik atau Good Agriculture Practices (GAP).
63
Saran Penerapan GAP dalam pengelolaan pertanaman jagung di PT. Sungai Menang masih kurang diperhatikan sehingga harus dilakukan evaluasi dan pengenalan tentang pentingnya penerapan GAP dalam suatu usaha budidaya pertanian. Perencanaan produksi sebelum memulai sebuah usaha pertanian harus dilakukan sebaik mungkin untuk menghindari timbulnya kerugian secara ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, A.M. 2009. Teknologi Penanganan Hama Utama Tanaman Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 454-469 Akil, M. dan Hadijah AD. 2007. Teknologi dan Adopsi Budidaya Jagung dalam Jagung. dalam Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Hal 192-204. Aqil, M., I.U. Firmansyah, dan M. Akil. 2007. Pengelolaan Air Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Hal 219-230. Baco, D., dan M. Yasin, 2001. Pengendalian penggerek jagung (O. furnacalis) dengan predator dan patogen. Laporan Tahunan Penelitian Hama dan Penyakit, Balitjas. Bakhri, S. 2007. Petunjuk Teknis: Budidaya Jagung Dengan Konsep Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Balai pengkajian Teknologi Pertanian. Departemen Pertanian. Sulawesi Tengah. 20 hal. Bern. C. Z., G. Quick., and F. L. Herum. 2003. Harvesting and Postharvest management In Corn and Chemistry and Technology. White. P. J. And L. A. Johnson (eds). 107-158 p. Djafaruddin. 1994. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (Umum). Bumi Aksara. Jakarta. 270 hal. Efendi,
R., dan Suwandi. 2009. Mempertahankan dan Meningkatkan Produktivitas Lahan Kering dan Produksi Jagung Dengan Sistem Penyiapan Lahan Konservasi. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 189-199.
Fadhly, A. F. 2009. Teknologi Peningkatan Indeks Pertanaman Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 246253. FAO. 2000. Zero tillage development in tropical Brazil; The story of a successful NGO activity by Jhon N. landers. FAO agriculture Service Bulletin No.147. FAO, Rome. 18 p.
65
Firmansyah, I.U. 2009. Teknologi Pengeringan Dan Pemipilan Untuk Perbaikan Mutu Biji Jagung (Studi Kasus di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan). Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 330-338. Gardner, F.P., Pearce, R.B. dan Mitchell, R.L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (diterjemahkan dari : Physiology of Crop Plants, penerjemah : H. Susilo). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal. Margaretha, S.L. dan Fadhly. 2010. Peluang dan Kendala Pengembangan Pola Tanam Jagung Tiga Kali Setelah Padi (IP 400). Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 567-573. Neely, C., B. Haight., J. Dixon., A. S. Poissot. 2007. Report of the FAO expert consultation on a good agricultural practice approach. Food and agriculture organization of United Nation. Rome. 27 p. http://www.fao.org/prods/gap/Docs/PDF/1-reportExpertConsultation EXTERNAL.pdf. [13 januari 2011]. Pabbage, M.S., Nonci, N, dan D. Baco, 2001. Keefektifan Trichogrammatidea bactrae fumata dalam mengendalikan penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera) di lapangan. Laporan Tahunan Penelitian Hama dan Penyakit, Balitjas. Hal 505-513. Purwono dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya 8 tanaman pangan unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 140 hal. Rasyid, B., S.S.R. Samosir, dan F. Sutomo. 2009. Respon Tanaman Jagung (Zea mays) pada Berbagai Regim air Tanah dan Pemberian Pupuk Nitrogen. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 26-34. Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan pengelolaannya. Graha Ilmu.Yogyakarta. 168 hal. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta. 208 hal. Sutoro, Y. Sulaeman dan Iskandar. 1988. Budidaya tanaman jagung, hal. 49-66. Dalam: Subandi, M. Syam dan A. Widjono (Eds.). Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 423 hal. Zubachturoddin dan Margaretha S.L. 2006. Dampak Penggunaan Pupuk Kandang Terhadap Pendapatan Petani Jagung. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan usaha Agribisnis Industrial Pedesaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor. Hal 496-507.
LAMPIRAN
67
Lampiran 1. Peraturan Menteri Pertanian No 48 Tahun 2006
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 48/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN YANG BAIK DAN BENAR ( GOOD AGRICULTURE PRACTICES) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha agribisnis tanaman pangan perlu suatu panduan sebagai acuan dalam proses produksi dan penanganan pasca panen tanaman pangan; b. bahwa untuk dapat menjamin mutu dan meningkatkan daya saing produk tanaman pangan, serta member perlindungan masyarakat dari aspek keamanan pangan, hygiene dan kelestarian lingkungan dalam proses produksi dan penanganan pasca panen serta menindaklanjuti amanat Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan. Mutu dan Gizi Pangan dipandang perlu menetapkan Pedoman Budidaya Tanaman Pangan Yang Baik dan Benar. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan. Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656); 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821; 6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
68
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 12); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3616); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 131 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 14 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4079); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424); 15. Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1986 tentang Peningkatan Pasca Panen Hasil Pertanian; 16. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Kabinet Indonesia Bersatu ; 17. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia juncto Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005; 18. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara Republik Indonesia; 19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/-7/2005 tentang Organisasi dan Tatat Kerja Departemen Pertanian. 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/-7/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian; 21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Pert/Kpts/-SR.130/1/2006 tentang Rekomendasi Pemupukan N,P dan K pada Padi Sawah Spesipfik Lokasi;
69
22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Pert/HK.060/-2/2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenah tanah; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KESATU : Pedoman Budidaya Tanaman Pangan yang Baik dan Benar sebagaimana tercantum pada Lampiran Peraturan ini. KEDUA : Pedoman budidaya tanaman pangan yang baik sebagaimana dimaksud pada diktum KESATU untuk dipakai sebagai acuan dalam pembinaan, pemberian pelayanan, dan pengembangan budidaya tanaman pangan. KETIGA : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Ditetapkan di Jakarta tanggal 9 Oktober 2006 MENTERI PERTANIAN, ttd ANTON APRIYANTONO
70
Lampiran 2. Peta Design Blok Kebun Seatele, PT. Sungai Menang.
5,000 ha 6B 0,824 ha
5A 3,908 ha
5B 5,149 ha
4A 2,949 ha
3A 0,487 ha
4B 5,149 ha
3B 5,149 ha
2B 5,149 ha
1A 0,924 ha
1B 5,062 ha
6C 0,466 ha 5C 3,862 ha
5D 3,862 ha
5E 3,862 ha
5F 2,174 ha
4F 0,194 ha 4C 5,149 ha
3C 5,149 ha
4D 5,149 ha
4E 3,987 ha
3D 5,149 ha
3E 3,668 ha
2C 5,149 ha
2D 5,149 ha
2E 3,347 ha
1C 3,496 ha
1D 2,566 ha
1E 1,575 ha
0B 0,046 ha
72
Lampiran 3b. Tipe iklim Kebun Seatele Seram
Klafikasi Iklim Oldeman Tipe Utama
Bulan Basah (BB) berturut-turut
A
>9
B
7-9
C
5-6
D
3-4
E
<3
Subdivisi
Bulan Kering (BK) berturut-turut
1
<2
2
2-3
3
4-6
4
>6
Keterangan : Bulan Kering (BK)
: bulan dengan CH < 100 mm
Bulan Lembab (BL) : bulan dengan CH antara 100 - 200 mm Bulan Basah (BB)
: bulan dengan CH > 200 mm.
Jumlah bulan basah (BB) berturut-turut
:5
Jumlah bulan basah (BB) berturut-turut
:1
Tipe Iklim
: C1
Karena memiliki 5 BB berturut-turut dan 1 BK berturut turut maka wilayah kebun Seatele termasuk kedalam tipe iklim C1 menurut Oldeman yang artinya memungkinkan Tanam Padi satu kali dalam satu tahun atau palawija dua kali dalam satu tahun.
Lampiran 3a. Keadaan Curah Hujan Bulanan di Kecamatan Seram Utara Timur Kobi Tahun 1989 – 2010 Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
94 206 113 43 118 110 110 175 51 92 125 218 143 77 68 79 61 121 94 78 1963 83
71 57 62 141 48 30 131 155 83 134 192 179 128 25 90 99 101 114 54 142 130 28
91 71 123 232 149 247 128 170 178 135 160 180 95 169 98 108 99 116 159 107 111 292
306 86 260 140 254 343 157 136 165 208 313 156 413 73 168 342 215 108 266 296 108 162
151 362 118 72 177 284 186 334 47 328 734 328 328 210 93 166 159 216 191 515 386 223
284 381 236 46 89 128 352 471 37 494 436 704 575 121 89 337 254 1131 499 455 302 745
404 397 425 406 446 109 234 296 611 356 561 571 229 54 693 227 572 307 288 882 313 293
565 328 340 127 8 83 551 401 0 749 379 354 47 28 152 24 104 50 385 1412 155 745
144 190 133 38 70 4 246 231 9 288 408 522 195 132 80 352 62 202 330 346 79
39 186 98 239 44 94 95 144 11 79 361 361 96 24 60 50 302 41 58 182 127
53 10 50 30 42 34 107 120 5 201 123 127 249 26 62 92 134 81 37 127 81
113 102 143 141 64 24 87 144 15 202 145 73 195 187 103 132 222 66 56 149 173
Rata-rata
192
100
146
212
255
371
394
318
193
128
85
121
Oldeman
BL
BK
BL
BB
Sumber : Arsip Kantor PT. Sungai Menang
BB
BB
BB
BB
BL
BL
BK
BL
Tahun
83
Lampiran 4. Struktur Organisasi
General Manager Manager / R&D Asisten Kepala
Kepala Tata Usaha
Administrasi
Pembantu Admin
Asisten Mekanisasi
Asisten Divisi I
Operator Traktor
Agronomist
Asisten Divisi II
Mandor
Asisten Riset
Mandor
Logistik Bagian Rumah Tangga
Driver / Supir
= garis komando = garis koordinasi
74
Lampiran 5. Hasil Analisis Tanah Kebun Seatele A. Sifat Fisik Tanah Blok Seatele Karakteristik Tanah Tekstur (% clay) Bulk Density (g/cc) Total pore space (% vol.) Fast drainage pores(% vol.) Permeability (cm/jam) Sumber: Arsip PT. Sungai Menang
Top Soil
Sub Soil 58 1,18
63 1,3
48,98
45,83
8,53
9,51
1,3
0,3
B. Sifat Kimia Tanah Karakteristik Keasaman C-organik N P K Ca-dd Mg-dd KTK KB Mineral deposit Mineral liat dominan Sumber: Arsip PT. Sungai Menang
Kondisi sedang sangat rendah sangat rendah sedang-tinggi tinggi-sangat tinggi sedang-tinggi tinggi sedang sangat tinggi vermiculite illite
Nilai pH 5,4-6,8 0,7-0,9% < 0,1% 27-146 mg 47-146 mg 8-12 me 6-8 me 16-23 me 77-100% 20% 60% 20%
75
Lampiran 8. Deskripsi Varietas Nama Varietas AS-1 Bima-2
Bisi 12
Bisi 816
Makmur-1
Deskripsi Umur tanaman 79 hari. Potensi hasil 10 ton/ha pipilan kering. Ketahanan terhadap penyakit tahan bulai, hawar daun, karat daun dan busuk tongkol. Umur: Berumur dalam, 50% keluar polen: + 56 hari, 50% keluar rambut: + 57 hari; Masak fisiologis: + 100 hari; Batang: Besar dan tegap; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 200 cm; Jumlah daun: 12-14 helai; Keragaman tanaman: Cukup seragam; Perakaran: Sangat baik; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Terbuka; Warna malai: Krem kehijauan; Warna anthera: Krem; Warna rambut: Merah; Tongkol: Besar dan panjang (+ 21 cm); Bentuk tongkol: Silindris; Tinggi tongkol: + 100 cm; Kelobot: Menutup tongkol dengan baik (+ 98%); Tipe biji: Semi mutiara (semi flint); Baris biji: Lurus; Warna biji: Kuning; Jumlah baris/tongkol: 12 - 14 baris; Bobot 1000 biji: + 378 g; Rata-rata hasil: 8,51 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 11,00 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Agak toleran terhadap penyakit bulai; Keterangan: Beradaptasi baik pada lahan kurang subur dan lahan subur, populasi dapat mencapai 70.000 tanaman/ha. Umur: 50% keluar rambut: 57 hari, Masak fisiologis: 99 hari; Batang: Besar, kokoh, tegap; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 196 cm; Daun: Lebar, bergelombang, dan agak tegak; Warna daun: Hijau gelap; Keragaman tanaman: Seragam; Perakaran: Baik; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Terbuka dan agak terkulai; Warna sekam: Ungu kehijauan; Warna anthera: Ungu kekuningan; Warna rambut: Ungu; Tinggi tongkol: + 95 cm; Kelobot: Menutup tongkol dengan baik; Tipe biji: Semi mutiara; Warna biji: Kuning oranye; Jumlah baris/tongkol: 12 - 14 baris; Bobot 1000 biji: + 318,9 g; Rata-rata hasil: 8,0 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 12,4 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Sangat tahan terhadap penyakit bulai, dan tahan terhadap penyakit karat daun; Daerah pengembangan: Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah (MK), Lampung dan Jawa Timur (MH); Keunggulan: Potensi hasil tinggi, tahan terhadap karat daun, tahan rebah, beradaptasi baik pada musim kemarau di daerah yang cukup tersedia air, dan umur lebih genjah dari BISI-2; Keterangan: Baik ditanam untuk dataran rendah. Umur tanaman 101 hari di dataran rendah, 131 di dataran tinggi. Potensi hasil 13,65 ton/ha pipilan kering. Tahan bulai, karat daun, dan agak tahan hawar daun. Baik di tanam di dataran rendah dan teruji s/d 700 m dpl, daerah pengembangan di daerah endemik penyakit bulai. Tanaman: dari keluarga rumput-rumputan, tipe tumbuh semak, tinggi tanaman ± 195 cm, cukup seragam, umur masak ± 92 hst; Batang: besar dan kuat, tegak, warna hijau; Daun: Jumlah daun 12-14 helai, warna hijau; Bunga Jantan: bentuk malai terbuka, warna glume hijau, warna anther hijau keputihan; Bunga Betina: berwarna hijau keputihan; Biji: bentuk mutiara, warna orange, baris lurus dan rapat, jumlah baris 16-18; Ketahanan penyakit: tahan penyakit bulai, karat daun dan agak tahan hawar daun.
76 Nama Varietas NK-22
NK-33
Pioneer-12
Deskripsi Umur: Berumur dalam, 50% polinasi: + 54 hari, 50% keluar rambut: + 55 hari; Masak fisiologis: + 98 hari; Batang: Besar dan kokoh; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 235 cm; Warna daun: Hijau tua; Keragaman tanaman: Seragam; Perakaran: Baik; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Tegak, sedang, dan terbuka; Warna malai: Kemerahan; Warna sekam: Hijau bergaris; Warna anthera: Coklat tua; Warna rambut: Merah, 1-2 kuning; Tongkol: Silindris; Kedudukan tongkol: + 95 cm; Kelobot: Menutup tongkol sangat baik; Tipe biji: Semi mutiara; Warna biji: Kuning; Jumlah baris/tongkol: 14-16 baris; Bobot 1000 biji: + 290 g; Rata-rata hasil: 8,70 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 10,48 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Peka penyakit bulai, agak tahan terhadap hawar daun, dan karat. Umur: Berumur dalam, 50% polinasi: + 55 hari, 50% keluar rambut: + 56 hari; Masak fisiologis: + 100 hari; Batang: Besar dan kokoh; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 190 cm; Warna daun: Hijau tua; Keragaman tanaman: Seragam; Perakaran: Baik; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Tegak, sedang, dan terbuka; Warna malai: Hijau; Warna sekam: Hijau bergaris; Warna anthera: Coklat; Warna rambut: Merah; Bentuk tongkol: Silindris; Kedudukan tongkol: + 95 cm; Kelobot: Menutup tongkol sangat baik; Tipe biji: Semi mutiara; Warna biji: Kuning; Jumlah baris/tongkol: 14 - 16 baris; Bobot 1000 biji: + 300 g; Rata-rata hasil: 8,10 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 10,12 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Agak tahan terhadap penyakit bulai, hawar daun, dan karat; Daerah pengembangan: Beradaptasi pada dataran rendah sampai ketinggian 850 m dpl. Umur: Berumur dalam, 50% polinasi: + 56 - 59 hari, 50% keluar rambut: + 57 60 hari; Masak fisiologis: + 92 hari (< 600 m dpl), + 120 hari (> 600 m dpl); Batang: Besar dan kokoh; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 211 cm; Daun: Tegak dan lebar; Warna daun: Hijau tua; Keragaman tanaman: Sangat seragam; Perakaran: Baik dan kuat; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Tidak terbuka, ujung terkulai; Warna sekam: Hijau; Warna anthera: Kuning; Warna rambut: Putih dengan merah muda di ujungnya; Tongkol: Panjang dan silindrisl; Kedudukan tongkol: Agak tinggi, di pertengahan tinggi tanaman (+ 91 cm); Kelobot: Menutup biji dengan baik; Tipe biji: Mutiara (flint); Warna biji: Oranye; Baris biji: Lurus dan rapat; Jumlah baris/tongkol: 14 - 16 baris; Bobot 1000 biji: + 289 g; Kandungan nutrisi: 5,6% minyak, 10,6% protein, dan 71,2% tepung; Rata-rata hasil: 8,1 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 10 - 12 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Tahan terhadap penyakit karat daun, busuk tongkol, Diplodia, dan busuk batang bakteri; agak tahan terhadap bulai, hawar daun H. turcicum, dan busuk batang Pythium; Daerah adaptasi: Beradaptasi luas pada dataran rendah dan tinggi.
77 Nama Varietas Pioneer-21
Deskripsi
Umur: Berumur agak dalam, 50% polinasi: + 54 hari, 50% keluar rambut: + 56 hari; Masak fisiologis: + 95 hari (< 600 m dpl) dan + 117 hari (> 600 m dpl), Batang: Tegap besar, dan cukup kokoh; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 210 cm; Daun: Setengah tegak dan lebar; Warna daun: Hijau tua; Keragaman tanaman: Sangat seragam; Perakaran: Baik; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Besar dan terbuka; Warna malai: Putih kekuningan; Warna sekam: Hijau keunguan; Warna rambut: Hijau terang terang/putih dengan warna kemerahan di ujungnya; Tongkol: Besar panjang dan silindris; Kedudukan tongkol: Di pertengahan tinggi tanaman (95 cm); Kelobot: Menutup biji dengan baik; Tipe biji: Semi mutiara; Warna biji: Oranye; Baris biji: Tidak lurus dan rapat; Jumlah baris/tongkol: 14 - 16 baris; Bobot 1000 biji: + 311 g; Rata-rata hasil: 6,1 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 13,3 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Tahan terhadap karat daun, bercak daun kelabu C. zeae-maydis; Agak rentan terhadap busuk batang bakteri dan bulai; Keunggulan: Potensi hasil tinggi dan bijinya berkualitas baik dengan pengisian biji yang baik. Batang cukup kokoh dan berperakaran baik sehingga cukup tahan terhadap kerobohan. Pioneer-27 Tanaman ; tinggi ± 168 cm, umur masak cukup genjah( umur masak fisiologis ± 96 HSI); Batang: bentuk batang besar dan kokoh, wama batang hijau; Daun: bentuk daun tegak, warna daun hiiau; Bunga jantan: warna anther merah muda, warna sekam hijau; Bunga betina: warna rambut kuning; Tongkol: panjang tongkol ± 18,1 cm, diameter tongkol ± 5,0 cm, diameter janggel ± 13,1 cm, bentuk kerucut, kedudukan tongkol dipertengahan tinggi tanaman( ± 99 cm), melekat ke arah batang, penutupan kelobot menutup biji dengan baik; Biji: jumlah baris biji per tongkol 14-16 baris, jumlah biji per baris ± 42 biji,,bobot 1000 bulir biji ± 1299 gram, baris biji lurus dan rapat,pengisian biji baik, bentuk biji semi mutiara, warna biji oranye; Sifat Lainnya: kadar karbohidrat 62 ,37% b.b (basis basah), kadar lemak 3,48% b.b (basisb asah), kadar protein 8 ,28% b.b (basis basah) tahan terhadap karat daun. Sumber: Deskripsi Varietas Unggul Jagung (2012) Balitbangtan, Kementerian Pertanian
78
Lampiran 7. Hasil Pengamatan Kesesuaian Manajemen Produksi dengan GAP A. Kesesuian lahan dengan GAP No .
Komponen Kesesuaian lahan
1 Iklim 2 Topografi 3 Fisik Tanah 4 Kesuburan tanah Persentase
Kesesuaian Lahan Tidak Sesuai sesuai √ √ √ √ 50 % 50 %
B. Kesesuaian persiapan lahan dengan GAP No.
Komponen GAP
1 2
Status tanah jelas/HGU Pemetaan tanah Persiapan lahan bebas dari pencemaran 3 limbah Persiapan lahan untuk memperbaiki struktur 4 dan aerasi tanah 5 Persiapan lahan tidak menyebabkan erosi Persentase
Kesesuaian dengan GAP Tidak Sesuai Sesuai √ √ √ √ √ 60 %
40 %
C. Kesesuaian komponen benih dan varietas dengan GAP No.
Komponen GAP
1 Varietas unggul 2 Benih bersertifikat 3 Vigor tinggi Persentase
Kesesuaian dengan GAP Sesuai Tidak Sesuai √ √ √ 100 % 0%
79
D. Kesesuaian Penanaman dengan komponen GAP No.
Komponen GAP
1 2
Teknik budidaya sesuai anjuran Musim tanam tepat Antisipasi cekaman kekeringan, 3 kebanjiran, tergenang atau cekaman faktor abiotik perlakuan sebelum tanam menghindari 4 opt 5 pencatatan penanaman Persentase
Kesesuaian dengan GAP Sesuai Tidak Sesuai √ √ √ √ √ 40 %
60 %
E. Kesesuaian Komponen Pemupukan dengan GAP Kesesuaian dengan GAP Sesuai Tidak Sesuai 1 √ Pupuk organik dan anorganik terdaftar 2 Pemupukan sesuai anjuran √ 3 Pupuk disimpan terpisah dari produk pertanian √ 4 √ Terdapat arahan penggunaan pupuk 5 √ Pencatatan pemupukan Persentase 60 % 40 % No.
Komponen GAP
F. Kesesuaian Komponen manajemen air dengan GAP No .
Komponen GAP
Ketersediaan air sesuai dengan kebutuhan tanaman Air irigasi tidak mengandung limbah bahan 2 berbahaya Penggunaan air pengairan tidak bertetangan 3 dengan kepentingan umum Persentase 1
Kesesuaian dengan GAP Sesuai Tidak Sesuai √ √ √ 100 %
0%
80
G. Kesesuaian Komponen Perlindungan Tanaman dengan GAP No.
Komponen GAP
Kesesuaian dengan GAP Tidak Sesuai Sesuai
Penggunaan pestisida sesuai dengan anjuran √ rekomendasi dan aturan pakai. Terdapat arahan pengetahuan dan keterampilan 2 mengaplikasikan pestisida 3 √ Pestisida yang digunakan terdaftar dan diijinkan 4 √ Pestisida yang digunakan tidak kadaluwarsa. Pestisida disimpan di lokasi yang layak, aman, 5 berventilasi baik, memiliki 6 Pestisida disimpan terpisah dari produk pertanian 7 √ Pestisida tetap berada dalam kemasan asli Terdapat fasilitas untuk mengatasi keadaan 8 darurat. Terdapat pedoman/ tata cara penanggulangan 9 kecelakaan akibat keracunan pestisida Wadah bekas pestisida ditangani dengan benar 10 √ agar tidak mencemari lingkungan Wadah bekas pestisida dirusakkan agar tidak 11 √ digunakan untuk keperluan lain. Kelebihan pestisida dalam tabung penyemprotan 12 √ digunakan untuk pengendalian di tempat lain Peralatan aplikasi pestisida dirawat secara teratur 13 agar. Peralatan aplikasi pestisida dikalibrasi secara 14 berkala. Tersedia peralatan yang memadai untuk menakar 15 √ dan mencampur pestisida. Tersedia panduan penggunaan peralatan dan 16 aplikasi pestisida. Persentase 50 % 1
√
√ √ √ √
√ √
√ 50 %
81
H. Kesesuaian Komponen Panen dengan GAP No.
Kesesuaian dengan GAP Tidak Sesuai Sesuai
Komponen GAP
Cara panen menghindari kontaminasi terhadap produk Pemanenan dengan cara yang dapat 2 mempertahankan mutu produk. Wadah hasil panen dalam keadaan baik dan 3 bersih Persentase 1
√ √ √ 100 %
0%
I. Kesesuaian Komponen Pascapanen dengan GAP No.
Komponen GAP
Pengemasan yang Sesuai bisa melindungi produk dari kerusakan dan kontaminan Kemasan diberi label yang menjelaskan 2 identitas produk. Tempat pengemasan bersih, bebas kontaminasi 3 dan terlindung dari OPT Tempat pengemasan terpisah dari tempat 4 penyimpanan pupuk dan pestisida Ruang penyimpanan mampu melindungi 5 produk dari kerusakan dan kontaminan. 6 Tidak Sesuai penggunaan bahan kimia. Persentase 1
Kesesuaian dengan GAP Tidak Sesuai Sesuai √ √ √ √ √ √ 20 %
80 %
J. Kesesuaian Perlindungan Lapang dengan GAP No . 1
Komponen GAP
Ketersediaan peralatan pelindung lapang Pekerja memahami bahaya pestisida dalam 2 keselamatan kerja Pekerja menggunakan perlengkapan pelindung 3 sesuai anjuran Pakaian dan peralatan pelindung ditempatkan 4 secara terpisah dari kontaminan Persentase
Kesesuaian dengan GAP Tidak Sesuai Sesuai √ √ √ √ 25 %
75 %
82
K. Kesesuaian Komponen Pencatatan dan Tracebility dengan GAP No .
Komponen GAP
Tersedia sistem pencatatan yang memudahkan penelusuran 2 Tersedia catatan penggunaan benih dan saprotan 3 Catatan disimpan selama minimal 2 tahun Seluruh catatan dan dokumentasi selalu 4 diperbaharui Persentase
Kesesuaian dengan GAP Tidak Sesuai Sesuai
1
√ √ √ √ 75%
25 %
83
Lampiran 8. Jurnal Harian Kegiatan Magang selama masa orientasi kebun di Pertanaman jagung PT. Sungai Menang, P. Seram, Maluku. Prestasi Kerja Tanggal
02/02/11
Uraian Kegiatan
Orientasi kebun Pengamatan
03/02/11
Drainase Pengamatan
04/02/11 05/02/11
Penyemprotan Orientasi kebun Pembuatan Papan
06/02/11
Blok Pembuatan Papan
07/02/11
Blok Pengamatan Land
08/02/11
Clearing Pembersihan
09/02/11 10/02/11
Rumpukan Penyempotan Pengamatan
11/02/11
vegetasi Pembuatan parit
12/02/11
sekunder Pembersihan sisa
13/02/11
akar
Penulis
Karyawan Standard
...............(satuan/HK).............. ‐ -
Mengamati letak ‐
-
Seatele
-
‐
-
I Blok 5E
-
‐
-
Leawai
-
‐
-
Leawai
-
‐
-
Seatele
-
‐
-
I Blok 2E
-
‐
-
Seatele
-
‐
-
I Blok 5B
-
‐
-
Leawai
-
‐
-
Seatele
-
‐
-
Leawai
14/02/11
Penyulaman
-
‐
-
II Blok 3E
15/02/11
Pemupukan
-
‐
-
I Blok 5B
16/02/11
Penyempotan
-
-
I Blok 5B
-
Seatele
-
Seatele
Penyiangan gulma 17/02/11
18/02/11
rumpukan
Keterangan
Seatele
-
0,75
Lokasi
ha 0,25
-
ha
Pengepakan
350
400
kompos
kg
kg
saluran air
Areal hutan belum dibuka
84 Prestasi Kerja Tanggal
Uraian Kegiatan
Penulis
Karyawan Standard
Lokasi
Keterangan
Pengolahan tanah 19/02/11
mekanik Penyempotan
20/02/11
(Boom Sprayer)
22/02/11
rumpukan Olah tanah (Rotari)
sekunder
24/02/11
Pemupukan
25/02/11
Hujan deras (Libur) Pembuatan pancang
26/02/11 27/02/11
jalan Pemupukan
-
‐
-
II Blok 5E
-
I Blok 4E
ha
-
‐
-
II 5D‐6D
-
‐
-
Leawai
0,15
0,15
ha
ha
-
I Blok 5B
-
‐
-
-
‐
-
-
‐
-
Leawai
-
I Blok 3E
-
rumpukan
II Blok 3E
ha
Libur II Blok 7F
0,1
Meratakan 28/02/11
-
-
Pembuatan parit 23/02/11
5 ha
0,11
Penyiangan gulma 21/02/11
-
8F 9F
Materi leveling
85
Lampiran 9. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Supervisor di Pertanaman jagung PT. Sungai Menang, P. Seram, Maluku. Prestasi kerja
Tanggal
1/03/11
Uraian kegiatan
Semprot Hama
Jml KH
Luas
Lama
yang
Areal
Kegiatan
Diawasi
yang
(jam)
(orang)
Diawasi
5
2.5
8
Lokasi
Keterangan
Divisi I Blok 3E
2/03/11
Pemupukan
16
2.5
8
Manual 3/03/11
Pembersihan
Blok 3E 6
0,13
3
rumpukan Sensus Populasi
Divisi I
Divisi I Blok 3E3
6
2.5
3
Divisi I Blok 3E
4/03/11
Perataan
2
-
8
rumpukan 5/03/11
Perbaikan Jalan
Divisi I Blok 3E
4
-
4
Divisi I
Jalan Masuk kebun
Perawatan jalan
6
-
3
Divisi I
17
2.5
8
Divisi I
+ Weeding 6/03/11
Pemupukan
Blok 5B 7/03/11
Panen Singkong
3
-
-
Divisi I
Lahan Singkong
8/03/11
Weeding
3
1.2
4
Divisi II Blok 2E
9/03/11
Pembuatan
6
-
8
pagar 11/03/11
Semprot Hama
Divisi II
Batas lahan
Blok 2D 3
1.2
4
Divisi II Blok 6E
12/03/11
Pembuatan
7
-
8
pagar (lanjutan) 13/03/11
Bersih Akar
Divisi II Blok 2D
7
2.5
8
Divisi II Blok 8E3
Batas lahan
86 Prestasi kerja
Tanggal
Uraian kegiatan
Jml KH
Luas
Lama
yang
Areal
Kegiatan
Diawasi
yang
(jam)
(orang)
Diawasi
-
-
Lokasi
Keterangan
14/03/11
Pemupukan
-
Divisi II
Pekerjaan terhenti Hujan deras
15/03/11
16/03/11
Pembersihan
Divisi I
rumpukan
Blok 3B
Bajak dan rotari
2
2
8
Divisi I Blok 3C1
17/03/11
Pembersihan
7
-
4
rumpukan 18/03/11
Pembersihan
Blok 3B 8
-
4
rumpukan 19/03/11
Bersih Akar
Divisi I
Divisi I Blok 3B
11
2
8
Divisi II Blok 8E3
20/03/11
Libur
21/03/11
Bersih Akar
-
-
-
12
2.5
8
Divisi II Blok 8E4
22/03/11
Perawatan Jalan
5
0.6
8
Divisi II
23/03/11
Pemupukan
9
0.75
8
Divisi II
Urea 24/03/11
Pemupukan
Blok 2D4 13
1.5
8
Urea 25/03/11
Pemupukan
Blok 2D3 11
1.25
8
Urea 26/03/11
Pemupukan
Pemupukan
12
1.5
8
Pemupukan Urea
Divisi II Blok 2D1
8
0.7
8
Urea 28/03/11
Divisi II Blok 2D2
Urea 27/03/11
Divisi II
Divisi II Blok 6E4
11
1.2
8
Divisi II Blok 6E4
87 Prestasi kerja
Tanggal
Uraian kegiatan
Jml KH
Luas
Lama
yang
Areal
Kegiatan
Diawasi
yang
(jam)
(orang)
Diawasi
3
-
Lokasi
Keterangan
29/03/11
Pengamatan
8
Singkong 30/03/11
Pengamatan
Blok 6D 5
-
8
Singkong 31/03/11
Pengamatan
Penjemuran
Divisi I Blok 6D
5
-
8
Singkong 1/04/11
Divisi I
Divisi I Blok 6D
5
-
4
Divisi I Blok 6D
2/04/11
Sensus Populasi
1
8
Divisi I Blok 6D
3/04/11
Pemupukan
14
2.5
8
Urea 4/04/11
Pemupukan
Blok 4D 12
2.5
8
Urea 5/04/11
Pemupukan
Pemupukan
Divisi I Blok 4D
8
1.1
8
Urea 6/04/11
Divisi I
Divisi I Blok 4C
18
4
8
Divisi I Blok 4C
7/04/11
Pemupukan
15
4
8
Urea 9/04/11
Pemupukan
Blok 3D 14
3.5
8
Urea 10/04/11
Pembuatan
Divisi I
Divisi I Blok 3C
-
-
-
Divisi I
Ubinan 11/04/11
LIBUR
12/04/11
Panen Jagung
pengamatan -
-
-
12
1.25
8
Hari Hujan Divisi I Blok 5C
13/04/11
Panen Jagung
11
1.25
8
Divisi I Blok 5C
Persiapan
88 Prestasi kerja
Tanggal
Uraian kegiatan
Jml KH
Luas
Lama
yang
Areal
Kegiatan
Diawasi
yang
(jam)
(orang)
Diawasi
Borong
-
Lokasi
Keterangan
14/04/11
Panen Jagung
8
Divisi I
3500/40kg
Blok 5C 15/04/11
Panen Jagung
Borong
-
8
Divisi I Blok 5C
16/04/11
Panen Jagung
Borong
-
8
Divisi I Blok 5C
17/04/11
Panen Jagung
Borong
-
8
Divisi I Blok 5D
18/04/11
Pipil Jagung
4
0.5
8
Divisi I Blok 5C
19/04/11
Pipil Jagung
4
0.5
8
Divisi I Blok 5C
20/04/11
Pipil Jagung
5
0.75
8
Blok 5C
Mesin PJ700