PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL
Oleh : NICOLAS HUTASOIT C34104901
Skripsi
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN NICOLAS HUTASOIT. C34104901. Penentuan Umur Simpan Fish Snack (produk ekstrusi) Menggunakan Metode Akselerasi Dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensional. Dibimbing oleh MALA NURILMALA dan AGOES M. JACOEB. Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani. Ikan patin (Pangasius sp) merupakan salah satu komoditi yang berprospek cerah karena sudah berhasil dibudidayakan dengan baik. Fish snack (produk ekstrusi) merupakan suatu jajanan makanan ringan yang didalamnya ditambahkan dengan ikan untuk meningkatkan nilai gizi. Kadar air menjadi titik kritis dan memegang peranan penting dalam menentukan karakteristik snack selama produksi dan penyimpanan. Pendugaan umur simpan fish snack dilakukan dengan metode akselerasi berdasarkan kadar air kritis dengan pendekatan kurva sorpsi. Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan produk fish snack dengan pendekatan kadar air kritis yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan membandingkannya dengan umur simpan yang ditentukan melalui perhitungan secara manual. Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dalam beberapa tahap diantaranya pembuatan fish snack, penentuan parameter kerusakan snack melalui survei konsumen, dan penentuan karakteristik awal produk dengan analisis proksimat dan uji kerenyahan. Penelitian utama berupa metode konvensional analisis kadar proksimat, TPC, TBA, kerenyahan, dan organoleptik tiap minggu selama penyimpanan pada suhu 30 0C. Penentuan kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, model dan kurva sorpsi isotermis, nilai MRD, slope, permeabilitas kemasan, bobot serta luas kemasan untuk perhitungan umur simpan Labuza pada metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis. Berdasarkan hasil penelitian, model persamaan terpilih yaitu model persamaan Caurie. Kadar air kritis kedua jenis produk secara hedonik yaitu fish snack tanpa flavor sebesar 0,125 g H2O/g solid dan fish snack dengan flavor sebesar 0,078 g H2O/g solid. Berdasarkan uji rating kadar air kritis kedua jenis produk yaitu fish snack tanpa flavor sebesar 0,124 g H2O/g solid dan fish snack dengan flavor sebesar 0,077 g H2O/g solid. Nilai kerenyahan yang diperoleh pada uji hedonik adalah 1164,74 gf untuk snack TF dan 874,54 gf untuk snack DF. Berdasarkan uji rating diperoleh nilai kerenyahan 1164,04 gf untuk snack TF dan 861,38 gf untuk snack DF. Nilai aw untuk snack TF adalah 0,15 dan 0,16 untuk snack DF. Umur simpan fish snack melalui pendekatan kurva sorpsi isotermis berkisar 2,9 – 4,3 bulan untuk snack TF dan 0,4 – 0,9 bulan untuk snack DF secara uji rating maupun uji hedonik dengan penyimpanan pada kondisi RH ruangan sekitar 85 %. Semakin rendah RH penyimpanan maka umur simpan produk yang disimpan akan semakin panjang. Pada penyimpanan dengan metode konvensional, fish snack sudah menunjukkan terjadinya kemunduran mutu hingga penyimpanan empat minggu namun masih layak dikonsumsi. Pendekatan kurva sorpsi isotermis merupakan metode yang lebih tepat dalam penentuan umur simpan fish snack meskipun memiliki kurva yang tidak sigmoid sempurna, sesuai pernyataan Labuza. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan secara umum adalah kadar air awal, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, RH, dan kemasan. Dari penelitian yang dilakukan dapat dibuktikan bahwa pendekatan kurva sorpsi isotermis memiliki keuntungan yaitu mudah dilakukan, efektif, efisien, dan lebih murah dibandingkan metode konvensional dalam penentuan umur simpan fish snack
(produk ekstrusi).
PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh NICOLAS HUTASOIT C34104901
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul
:
Nama
:
PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL NICOLAS HUTASOIT
NRP
:
C34104901
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si NIP. 132 315 793
Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb NIP. 131 578 852
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799
Tanggal disetujui:
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, pimpinan, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstrusi) Menggunakan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensional” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, semangat kepada penulis selama menyusun skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, MSc dan Bapak Ir. Djoko Poernomo selaku penguji atas masukan, saran, dan kritikan yang disampaikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Desniar, S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani masa perkuliahan. 4. Bapa dan Mama atas doa, saran, nasihat, kasih sayang, serta dukungannya baik secara moril maupun materil yang tiada henti selama ini. 5. Keluarga (adik dan kakak) tercinta atas dukungan dan bantuannya serta kasih sayang yang selalu mereka berikan kepada penulis. 6. Seluruh staf dosen (Ibu Ema, Mbak Icha, Mas Zacky, Mas Saiful, dan Umi) dan staf TU THP (Pak Jamhuri, Pak Tatang, Pak Ade, Mba Heni, Mas Mail) atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. 7. Ibu Rubiyah, atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Pak Deni dan Pak Junaedi selaku staf dan teknisi Seafast Center IPB yang berperan besar dalam pembuatan produk fish snack. 9. Sahabat baikku, Yugha Subagja dan Hangga Damai Putra yang selalu memberikan dukungan dan semangat melalui persahabatan mereka kepada penulis.
10. Teman-temanku seperjuangan (badminton), Andi Patria, Marglory Siburian, Taufiqurrahman, M Ubit Adam Mitarsyah, Dede Saputra, dan Reza Tri Kurniawan atas perjuangan dan persahabatan selama di lapangan. 11. Erlangga atas atas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 12. Teman-teman Al-Demy, Amelia, Isnani, Estrid, Ranti, Masikah atas bantuan dan dukungan yang diberikan 13. Teman-teman THP’41 lainnya, Anang, Andika, An’im, Nuzul, Windy, Ika, Eka, Nia, Sereli, Dilla, Rijal, Gilang, Yudha, Dery, Vera, Ima, Syeni, Indah, Luh Putu Ari, Tetha, Dwi, Rini, Fahmi, Dhias, Rijan, Alim, Fuji, Deslina dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaan dan pertemanan selama ini. 14. Teman-teman asisten PBB, Dewi, Rodiesier, Purwati, Anggi, Ulie, Anne, dan Aan yang selalu setia memberi dukungan selama penyusunan skripsi ini. 15. Alina Hadianti, terima kasih atas senyuman, dukungan, dan pertemanan yang diberikan selama ini. 16. Semua teman-teman dan adik kelas THP 42, 43, 44 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis melalui dukungan dan semangat yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi pihak yang memerlukan.
Bogor, Mei 2009
Nicolas Hutasoit
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstrusi) Menggunakan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensional adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2009
Nicolas Hutasoit C34104901
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 April 1987. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Farel Hutasoit dan Ibu Shinta Damerys Sirait. Penulis mengawali studinya di TK Mardi Yuana 2 Bogor pada tahun 1991, dilanjutkan ke SD Mardi Yuana 2 Bogor (1993-1999), SLTP Mardi Yuana 2 Bogor (1999-2002). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor (2002-2004) dan selanjutnya pada tahun 2004 diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun 2006, penulis pindah dan melanjutkan studinya di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Semasa kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus, diantaranya PORIKAN (2006-2007), OMBAK (2006-2007), GMI (Gemar Makan Ikan) (2007), sebagai peserta dalam Seminar dan Sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) (2005), Sosialisasi Standarisasi (2008), dan PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa) (2007-2009). Penulis juga berkecimpung dalam organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen (2005-2006). Selain itu, penulis juga aktif dalam bidang akademik sebagai asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan (2007-2009). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstruksi) Menggunakan Metode Akselerasi Dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensional dibawah bimbingan Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian...................................................................................... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 4 2.1. Definisi Snack........................................................................................... 4 2.2. Bahan Pembuat Snack .............................................................................. 5 2.3. Proses Pembuatan Fish Snack (Produk Ekstrusi)..................................... 6 2.4. Karakteristik Mutu Snack ......................................................................... 7 2.5. Penurunan Mutu Snack............................................................................. 8 2.6. Aktivitas air (aw)....................................................................................... 9 2.7. Kadar Air Kesetimbangan (Me, Moisture equilibrium) ......................... 10 2.8. Kurva Sorpsi Isotermis ........................................................................... 11 2.9. Model Persamaan Sorpsi Isotermis ........................................................ 12 2.10. Kemasan ............................................................................................... 14 2.11. Umur Simpan dan Metode Akselerasi.................................................. 16 2.12. Bilangan TBA (thiobarbituric-acid) ...................................................... 1 3. METODOLOGI............................................................................................ 19 3.1. Waktu dan Tempat .................................................................................. 19 3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 19 3.3. Metode Penelitian................................................................................... 3.3.1. Penelitian pendahuluan.................................................................. 3.3.1.1. Pembuatan fish snack (produk ekstrusi) ........................... 3.3.1.2. Penentuan atribut utama dan kerusakan snack ................. 3.3.1.3. Penentuan karakteristik awal fish snack (produk ekstrusi)............................................................... 3.3.2. Penelitian utama ............................................................................ 3.3.2.1. Penentuan kadar air kritis (Mc, Moisture critic) .............. 3.3.2.2. Penentuan kadar air kesetimbangan (Me, Moisture equilibrium) .............................................
20 20 20 21 22 22 22 23
3.3.2.3. Penentuan kurva dan model persamaan sorpsi isotermis. 23 3.3.2.4. Uji ketepatan model (Walpole 1990). ............................. 24 3.3.2.5. Penentuan nilai slope kurva sorpsi isotermis (Labuza 1982). ................................................................ 25 3.4. Variabel Pendukung Umur Simpan......................................................... 25 3.4.1. Penentuan permeabilitas kemasan (ASTM F 1249-2006) ............ 25 3.4.2. Penentuan bobot padatan per kemasan dan luas kemasan ............ 26 3.5. Perhitungan Umur Simpan Fish Snack (Labuza 1982) ........................... 26 3.6. Metode Analisis....................................................................................... 3.6.1. Metode analisis kimia ................................................................... 3.6.1.1. Analisis kadar air (AOAC 1995)..................................... 3.6.1.2. Analisis kadar abu (AOAC 1995) ................................... 3.6.1.3. Analisis kadar lemak metode soxhlet (AOAC 1995) ...... 3.6.1.4. Analisis kadar protein metode mikro kjedahl (AOAC 1995).................................................................. 3.6.1.6. Analisis bilangan TBA (Ketaren 1986)........................... 3.6.2. Metode pengujian fisik ................................................................. 3.6.2.1. Rendemen (AOAC 1995) ................................................ 3.6.2.2. Rasio pengembangan (RP) (Muchtadi et al. 1988) ......... 3.6.2.3. Kerenyahan (Faridah et al. 2006).................................... 3.6.2.4. Sifat organoleptik (Rahayu 1997) ...................................
27 27 27 27 28 28 29 30 30 30 30 31
3.7. Analisis Mikrobiologi (SNI 01-2332.03-2006))...................................... 31 3.8. Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie 1991) ....................................... 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 34 4.1. Penelitian Pendahuluan ........................................................................... 34 4.1.1. Pembuatan fish snack (produk ekstrusi) ....................................... 34 4.1.2. Karakteristik dan kadar air awal (Mi) fish snack (produk ekstrusi)........................................................................... 35 4.2. Penelitian Utama ..................................................................................... 4.2.1. Kadar air kritis (Mc) fish snack (produk ekstrusi) ........................ 4.2.2. Tekstur kritis fish snack (produk ekstrusi).................................... 4.2.3. Kadar air kesetimbangan (Me) fish snack (produk ekstrusi) ........ 4.2.4. Kurva dan model sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) ... 4.2.5. Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi)........................................................................... 4.2.6. Variabel pendukung umur simpan fish snack (produk ekstrusi)... 4.2.7. Umur simpan fish snack (produk ekstrusi) ................................... 4.2.7.1. Metode konvensional....................................................... a. Kadar proksimat .......................................................... b. Nilai TBA (thiobarbituric-acid) ................................. c. Nilai TPC (Total Plate Count) .................................... d. Rasio pengembangan (RP).......................................... e. Kerenyahan .................................................................
37 37 42 44 46 52 53 55 55 56 58 60 61 62
4.2.7.2. Metode akselerasi kadar air kritis dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis ..................................................... 64 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 70 5.1. Kesimpulan.............................................................................................. 70 5.2. Saran ........................................................................................................ 71 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 72 LAMPIRAN....................................................................................................... 76
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000) ....................... 7 2. Hasil analisis proksimat fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF ............... 37 3. RH larutan garam jenuh pada suhu 30 0C .................................................... 46 4. Kadar air kesetimbangan (Me) fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF dan waktu tercapainya pada beberapa RH penyimpanan ............................ 47 5. Model persamaan kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) TF.. 49 6. Model persamaan kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) DF . 49 7. Hasil perhitungan nilai MRD model persamaan sorpsi isotermis ............... 50 8. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) TF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji rating.................. 66 9. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) DF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji rating.................. 67 10. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) TF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji hedonik............. 68 11. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) DF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji hedonik............. 69
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kurva sorpsi isotermis secara umum ............................................................. 11 2. Lima tipe kurva sorpsi isotermis.................................................................... 12 3. Desikator kecil (modifikasi toples kaca)........................................................ 20 4. Diagram alir proses pembuatan fish snack (produk ekstrusi) ........................ 22 5. Parameter kritis produk snack........................................................................ 36 6. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan skor hedonik fish snack (produk ekstrusi)........................................................................... 40 7. Kurva penentuan kadar air kritis fish snack (produk ekstrusi) berdasarkan uji hedonik................................................................................. 40 8. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan skor rating fish snack (produk ekstrusi)........................................................................... 41 9. Kurva penentuan kadar air kritis fish snack (produk ekstrusi) berdasarkan uji rating .................................................................................... 42 10. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan kerenyahan fish snack (produk ekstrusi)........................................................................... 43 11. Kurva hubungan skor organoleptik dengan kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) ......................................................................... 45 12. Grafik hubungan aktifitas air dengan kadar air kesetimbangan fish snack (produk ekstrusi) ......................................................................... 48 13. Kurva sorpsi isotermis model Caurie dan hasil percobaan untuk fish snack (produk ekstrusi) TF.................................................................... 51 14. Kurva sorpsi isotermis model Caurie dan hasil percobaan untuk fish snack (produk ekstrusi) DF ................................................................... 52 15. Penentuan slope kurva sorpsi isotermis model Caurie untuk fish snack (produk ekstrusi) TF ......................................................... 53 16. Penentuan slope kurva sorpsi isotermis model Caurie untuk fish snack (produk ekstrusi) DF ......................................................... 54 17. Kadar proksimat fish snack (produk ekstrusi) TF selama penyimpanan ..... 57 18. Kadar proksimat fish snack (produk ekstrusi) DF selama penyimpanan..... 57 19. Nilai TBA fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF selama penyimpanan .. 59 20. Nilai TPC fish snack (produk ekstrusi) TF selama penyimpanan................ 61 21. Nilai TPC fish snack (produk ekstrusi) DF selama penyimpanan ............... 62 22. Kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF selama penyimpanan 63
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Form kuisioner penentuan atribut utama dan kerusakan snack ...................... 78 2. Contoh form organoleptik............................................................................... 79 3. Penentuan kadar proksimat awal fish snack (produk ekstrusi) ....................... 80 4. Hasil analisis ragam dan uji lanjut proksimat penyimpanan fish snack (produk ekstrusi) selama empat minggu........................................ 81 5. Hasil uji organoleptik secara hedonik kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) tanpa flavor ........................................................................ 88 6. Hasil uji organoleptik secara hedonik kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) dengan flavor...................................................................... 89 7. Hasil uji organoleptik secara rating kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) tanpa flavor ........................................................................ 90 8. Hasil uji organoleptik secara rating kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) dengan flavor...................................................................... 91 9. Penentuan kadar air kritis dengan uji hedonik ................................................ 92 10. Penentuan kadar air kritis dengan uji rating ................................................. 93 11. Penentuan k/x kemasan................................................................................. 94 12. Penentuan berat padatan per kemasan (g) dan luas kemasan (m2) ............... 94 13. Modifikasi model-model persamaan sorpsi isotermis dari persamaan non-linear menjadi persamaan linear .......................................... 94 14. Penentuan kadar air kesetimbangan berdasarkan model sorpsi isotermis .... 96 15. Penentuan nilai MRD model-model persamaan sorpsi isotermis ................. 97 16. Perhitungan MRD, konstanta, dan modifikasi model persamaan GAB ..... 102 17. Kurva-kurva sorpsi isotermis berdasarkan model-model persamaan sorpsi isotermis untuk fish snack TF (produk ekstrusi) dan DF .................. 104 18. Komposisi flavor rasa keju yang digunakan dalam penelitian .................... 108 19. Gambar bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan dalam penelitian......... 108 20. Sketsa desikator (modifikasi toples kaca).................................................... 109 21. Tahapan penentuan umur simpan fish snack metode kadar air ktitis dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis................................................... 110
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack (makanan ringan) adalah makanan yang dikonsumsi diantara ketiga waktu makan utama dalam sehari. Jenis makanan ringan ini sangat banyak, baik dalam bentuk, cara pengolahan, maupun cara penyajian (Muchtadi et al. 1988). Perkembangan bisnis snack di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini semakin meningkat. Survey CIC (Corinthian Infopharma Corpora) tahun 2005 menyebutkan bahwa pada tahun 2004 pangsa pasar snack modern mencapai 59.500 ton atau naik dari tahun 2003 yang hanya sebesar 53.600 ton. Sementara, nilai bisnisnya pada tahun 2004 sebesar Rp. 1,9 triliun sedangkan tahun 2003 sebesar Rp. 1,7 triliun. Sampai pertengahan tahun 2005 terdapat 124 perusahaan yang berkiprah di industri snack modern di Indonesia dengan total kapasitas produksi 144.000 ton (Hidayat 2006). Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani. Berbagai cara telah diupayakan untuk dapat meningkatkan konsumsi ikan sehingga kebutuhan protein hewani dapat terpenuhi di masyarakat. Ikan patin (Pangasius sp) sebagai ikan konsumsi air tawar merupakan komoditi yang berprospek cerah, dibandingkan beberapa jenis ikan air tawar lainnya, karena sudah berhasil dibudidayakan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan produksi ikan patin di Indonesia yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, yaitu dari sekitar 15.600 ton/tahun pada tahun 2005 menjadi 20.000 ton/tahun pada tahun 2006 dengan 80 – 90 % berasal dari jenis patin siam (Pangasius hypothalmus Sauvage). Tahun 2009 ditargetkan untuk ekspor ikan patin akan mencapai 35.000 ton/tahun (DKP 2005). Selain daging yang putih, ikan patin memiliki keistimewaan antara lain rasanya khas, gurih, struktur dagingnya kenyal dan lunak. Fish snack (produk ekstrusi) merupakan suatu jajanan makanan ringan yang didalamnya ditambahkan dengan ikan untuk meningkatkan nilai gizi. Pembuatan produk fish snack (produk ekstrusi) merupakan salah satu alternatif dalam upaya diversifikasi produk olahan ikan yang berprotein tinggi. Mutu merupakan sifat-sifat spesifik suatu produk yang membedakan produk yang satu dengan yang lainnya. Penentuan mutu bahan makanan umumnya sangat
bergantung pada beberapa faktor, diantaranya citarasa, penampakan, aroma, tekstur, dan nilai gizinya (Winarno 1994). Kadar air merupakan parameter penting yang menentukan kualitas produk pada industri snack. Kadar air menjadi titik kritis dan memegang peranan penting dalam menentukan karakteristik fisiko-kimia, mikrobiologi, dan organoleptik selama produksi dan penyimpanan snack. Umur simpan merupakan suatu parameter ketahanan produk selama penyimpanan. Salah satu kendala yang selalu dihadapi oleh industri dalam pendugaan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu, karena bagi produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal pemasaran suatu produk pangan. Oleh karena itu, metode pendugaan umur simpan yang dipilih harus metode yang paling cepat, mudah, memberikan hasil yang tepat, dan sesuai dengan karakteristik produk pangan yang bersangkutan. Pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan metode konvensional dan metode akselerasi. Metode konvensional membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal karena pendugaan umur simpan dilakukan dalam kondisi normal sehari-hari. Namun demikian, metode ini sangat akurat dan tepat. Metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat pada kondisi ekstrim namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tepat (Arpah 2001). Penerapan metode akselerasi perlu memperhatikan karakteristik dan penyebab kerusakan produk yang akan ditentukan umur simpannya. Metode akselerasi dapat dilakukan dengan pendekatan model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model Arrhenius biasanya digunakan untuk produk yang sensitif terhadap perubahan suhu penyimpanan, sedangkan model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak karena penyerapan air dari lingkungan selama penyimpanan. Model kadar air kritis memiliki dua pendekatan yaitu pendekatan
kurva
sorpsi
isotermis
dan
kadar
air
kritis
termodifikasi
(Kusnandar 2006). Pendekatan tersebut didasarkan pada karakteristik mutu dari produk pangan yang digunakan. Produk pangan kering seperti snack dapat diduga umur simpannya dengan menggunakan pendekatan kurva sorpsi isotermis dimana produk pangan tersebut mempunyai kurva sorpsi isotermis berbentuk sigmoid,
sedangkan produk pangan yang memiliki kandungan sukrosa tinggi dapat diduga umur simpannya dengan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Peningkatan kadar air suatu produk pangan dalam hal ini snack dapat menyebabkan perubahan terhadap karakterisitik produk terutama kerenyahan akibat terjadinya penyerapan uap air dari lingkungan selama penyimpanan. Pengemasan yang baik dan pemilihan bahan kemasan yang tepat akan mempertahankan kerenyahan dan mutu dari produk tersebut. Pola distribusi uap air melalui kemasan ke dalam produk membantu dalam penentuan umur simpan produk dengan pendekatan kadar air kritis. Mengingat pentingnya nilai umur simpan bagi berbagai pihak, maka penelitian umur simpan dan kajian pendugaan umur simpan terhadap produk snack ini dianggap penting untuk dilakukan. 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan produk fish snack (produk ekstrusi) dengan pendekatan kadar air kritis yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan membandingkannya dengan umur simpan yang ditentukan melalui metode konvensional.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Snack Snack (makanan ringan) adalah makanan yang dikonsumsi diantara ketiga waktu makan utama dalam sehari. Dalam pengertian ini, maka jenis makanan ringan sangat banyak, baik dalam bentuk, cara pengolahan, maupun cara penyajian (Muchtadi et al. 1988). Oleh karena itu, makanan ini biasa juga disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat mengobati rasa lapar seseorang dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh. Snack juga dapat dikatakan sebagai makanan yang sering disantap di luar waktu makanan utama bahkan sering disebut dengan makanan selingan. Dapat dilakukan pada selang waktu antara sarapan dan makan siang, antara makan siang dan makan malam atau bahkan setelah makan malam (Muaris 2007). Berdasarkan perkembangannya snack terbagi dalam tiga kelompok, yaitu (1) snack generasi pertama adalah produk-produk konvensional tanpa melalui proses ekstrusi seperti keripik kentang, singkong dan crackers; (2) snack generasi kedua, mengalami proses lebih lanjut setelah keluar dari ekstruder yaitu pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil dan pengeringan untuk menurunkan kadar air, contohnya seperti cheese ball yang merupakan salah satu produk collet dengan berbagai bentuk sederhana dan penambahan flavor; (3) snack generasi ketiga yaitu snack yang setelah diekstrusi masih memerlukan pengolahan lebih lanjut seperti pengeringan dan penggorengan. Adapun contoh makanan ringan dari kelompok ini adalah onion ring (Harper 1981). Snack generasi kedua merupakan snack ekstrusi yang paling banyak beredar di pasaran. Snack mengembang (puffed snack) dapat diproduksi dalam berbagai jenis berdasarkan kandungan gizinya, seperti tinggi kandungan proteinnya, rendah kalori, termasuk tinggi kandungan seratnya. Makanan ringan ekstrusi dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan dasarnya. Kelompok makanan ringan pertama adalah makanan ringan yang menggunakan bahan baku utama produk-produk ekstrusi seperti dari jagung dan kemudian ditambah garam dan bumbu penyedap sedangkan kelompok makanan ringan yang kedua yaitu makanan ringan yang memakai campuran dari beberapa
sumber pati seperti campuran jagung dan beras, bahkan dicampur pula dengan kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau dan lain-lain (Harper 1981). Makanan ringan yang dibuat dengan proses ekstrusi sangat banyak bentuknya, seperti tabung, roda, cincin, topi, tangkai jamur, piringan dan lain sebagainya. Banyak jenis produk ekstrusi yang dikenal dewasa ini misalnya snack food (makanan ringan), breading substitution (makanan pengganti roti), beverage bases (campuran minuman), soups (makanan sup) dan blended food (makanan campuran) (Harper 1981). 2.2. Bahan Pembuat Fish Snack (Produk Ekstrusi) Bahan baku utama yang umumnya digunakan dalam pembuatan snack adalah bahan baku yang mengandung pati seperti kombinasi jagung dan beras, atau campuran sereal lainnya. Bahan-bahan tersebut dicampur dalam bentuk grit menjadi suatu adonan yang siap untuk diekstrusi. Tujuan pencampuran tersebut adalah untuk memperoleh produk ekstrusi yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik, daya cerna, mutu fisik (organoleptik) yang lebih tinggi (Muchtadi et al. 1988). Jagung digunakan dalam pembuatan produk ekstrusi karena bahan ini dapat mengembang dengan sangat baik dalam kepingan crispi dan memiliki rasa jagung. Kebanyakan snack yang dijual saat ini menggunakan bahan dasar jagung karena relatif murah untuk bahan baku dan menghasilkan tekstur yang baik (Matz 1997). Beras atau tepung beras produk ekstrusi mampu mengembang dalam densitas yang rendah, berwarna putih, mudah hancur dan produk yang dihasilkan lunak dengan tekstur yang lebih renyah (crispi) (Matz 1997). Bahan lain yang biasa digunakan dalam pembuatan snack adalah garam. Garam berperan sebagai pelapis bagian luar atau coating sehingga pengaruh dari rasa cepat dirasakan. Garam juga direkomendasikan sebagai bahan yang sangat baik untuk distribusi bahan-bahan mikro secara merata dari beberapa macam bahan (flavor, vitamin, antioksidan) pada keseluruhan produk akhir (Matz 1997). Grit ikan patin dalam pembuatan fish snack (produk ekstrusi) digunakan sebagai bahan baku yang ditambahkan untuk meningkatkan kandungan protein dari produk bersangkutan. Mengingat ikan patin memiliki kadar lemak yang
tinggi maka adanya minyak dan lemak dalam grit akan menghaluskan tekstur, memberikan penampakan dan cita rasa pada fish snack (produk ekstrusi). 2.3. Proses Pembuatan Fish Snack (Produk Ekstrusi) Proses pembuatan fish snack (produk ekstrusi) terdiri dari dua tahap yaitu pembuatan adonan dan pemasakan suhu tinggi dalam ekstruder. Pembuatan adonan dilakukan hanya dengan mencampurkan seluruh bahan berupa jagung, beras, grit ikan, dan garam hingga merata. Pada proses pemasakan (ekstrusi), bahan dimasukkan ke dalam wadah pengisi. Pada tahap ini udara didorong keluar dan bahan dimampatkan hingga masif kemudian mengisi seluruh ruangan di antara ulir dan barrel. Bahan didorong ke dalam bagian kompresi dimana bahan akan mendapatkan tekanan yang cukup tinggi. Tekanan timbul karena terjadi penyempitan ruangan yang menyebabkan energi mekanis dan gaya geser terhadap bahan meningkat sehingga suhu bahan pun mulai naik. Di bagian dalam alat pemanas, kecepatan geser (shear rate) yang sangat tinggi akan disertai kenaikan suhu yang cepat. Suhu mencapai maksimum sebelum bahan disemprotkan melalui lubang-lubang kecil atau lubang pelepas di ujung selubung (die). Kenaikan suhu yang sangat tinggi dapat menyebabkan bahan mengalami perubahan fisiko kimia (Soewarno 1978 diacu dalam Azman 1988). Hasil pemasakan proses ekstrusi adalah gelatinisasi pati, denaturasi protein, serta inaktivasi enzim yang terdapat pada bahan mentah. Perubahan struktur bahan mentah selama ekstrusi tergantung pada jenis bahan dan kondisi proses. Suhu optimum untuk proses ekstrusi bahan yang berasal dari pati-patian sekitar 170 - 200 ºC. Kondisi ini akan menghasilkan produk dengan kerenyahan dan pengembangan yang baik. Kondisi paling optimum untuk bahan pati-patian yaitu suhu 170 ºC, tekanan 438 - 5516 KPa, kecepatan ulir 300 rpm, dan waktu diam bahan sekitar 10 detik (Harper 1981). Faktor utama yang perlu diperhatikan saat proses ekstrusi adalah suhu pemasakan. Suhu proses yang digunakan adalah 60 ºC. Suhu tersebut akan memanaskan barrel dengan cepat dan secara otomatis ulir akan menekan bahan. Selain itu juga pengaturan suhu dari pemanas ekstruder tunggal tersebut yaitu maksimal pada suhu 80 ºC. Suhu akan naik dengan cepat ketika putaran ulir yang digerakkan oleh pemutar ulir pertama kali, suhu meningkat antara 80 - 150 ºC.
Bentuk cetakan yang digunakan juga berpengaruh terhadap tekstur dan bentuk akhir snack. Cetakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk silinder berdiameter 3 mm. Bentuk dan ukuran produk ditentukan oleh bentuk cetakan dan kecepatan pisau pemotong. Setelah ekstruder panas, bahan baku dimasukkan melalui bagian pengisian. Ketika bahan didorong sepanjang lorong laras berulir, bahan akan mengalami pencampuran, pemanasan, dan pemotongan sekaligus. Waktu tinggal produk di dalam ekstruder sekitar 10 - 15 detik (Guy 2001). 2.4. Karakteristik Mutu Snack Syarat mutu dari makanan ringan ekstrudat berdasarkan SNI dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000) No. 1 1.1 1.2 1.3 2 3 3.1 3.2 4 5 5.1 5.2 6 6.1 6.2 6.3 6.4 7 8 8.1 8.2 8.3
Jenis uji Keadaan Bau Rasa Warna Kadar air Kadar lemak Tanpa proses penggorengan Dengan proses penggorengan Kadar silikat Bahan tambahan makanan Pemanis buatan Pewarna Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran mikroba Angka Lempeng Total Kapang E.coli
Satuan
Persyaratan
% b/b
Normal Normal Normal Maks.4
% b/b
Maks.30
% b/b
Maks.38
% b/b
Maks. 0,1
-
Sesuai SNI 01-0222-1995 dan permenkes no.722/Menkes/Per/IX/1988 s.d.a
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/g
Maks. 1,0 Maks. 10 Maks. 40 Maks. 0,05 Maks. 0,5
Koloni/g Koloni/g APM/g
Maks. 1,0 × 104 Maks. 50 negatif
Sumber: BSN (2000)
Karakteristik fungsional pada produk pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu: sifat fisik (morfologi, sifat termal, sifat reologi dan sifat spektral), sifat kimia (komposisi kimia, senyawa kimia aktif,
bahan kimia tambahan, bahan kimia pengolahan) dan sifat mikrobiologi (mikroba alami, mikroba kontaminan, mikroba patogen dan mikroba pembusuk) (Muhandri dan Kadarisman 2005). Karakteristik fungsional lebih bersifat objektif dalam menentukan sifat mutu pangan, sedangkan penilaian sifat mutu yang bersifat subjektif dilakukan menggunakan evaluasi sensori. Makanan ringan ekstrudat adalah makanan ringan yang dibuat melalui proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan dengan penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan (BSN 2000). 2.5. Penurunan Mutu Snack Produk pangan akan mengalami perubahan mutu selama proses penanganan,
pengolahan,
penyimpanan,
dan
distribusi
produk
pangan.
Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk denga udara, oksigen, uap air, cahaya, dan akibat perubahan suhu. Reaksi deteriorasi dapat disebabkan oleh interaksi dengan berbagai faktor, baik faktor lingkungan eksternal maupun faktor lingkungan internal. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh dari udara, uap air, suhu, oksigen, dan cahaya sedangkan komposisi produk sebagai faktor internal juga mempengaruhi mutu snack. Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan (Arpah 2001). Produk pangan dibagi ke dalam dua kelompok dalam hubungannya dengan perubahan kadar air selama penyimpanan, yaitu produk pangan yang menyerap uap air dan produk pangan yang mengalami kehilangan kandungan air. Snack termasuk dalam produk pangan yang mudah rusak apabila meyerap uap air yang berlebihan dari lingkungan karena perbedaan tekanan antara snack dengan lingkungan. Perubahan kadar air merupakan faktor utama yang menyebabkan penurunan mutu snack dan produk pangan kering lainnya. Kerusakan ini cukup kompleks karena dapat melibatkan atau memicu berbagai jenis reaksi deteriorasi lain yang sensitif terhadap perubahan aw. Reaksi-reaksi seperti pencoklatan nonenzimatis, perubahan organoleptik, kerusakan vitamin, oksidasi lipida, dan reaksi pembentukan off-flavor dapat terjadi secara spontan selama proses.
Kerusakan produk pangan kering sperti snack lebih sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Kadar air dan nilai aw yang rendah memberikan karakteristik snack yang renyah. Kerenyahan dipengaruhi oleh sejumlah air terikat pada matriks karbohidrat. Produk sereal seperti snack memiliki tekstur renyah dalam keadaan gelas dan mengalami plastisasi akibat peningkatan kadar air atau suhu yang menyebabkan terjadinya perubahan material menjadi karet (rubbery) sehingga produk menjadi lembek (sogginess). Proses plastisasi terjadi akibat penyerapan uap air lingkungan ke dalam pati atau protein yang menyebabkan penurunan kerenyahan (Navarrete et al. 2004). 2.6. Aktivitas Air (aw) Aktifitas air (aw) digunakan untuk menggambarkan hubungan kandungan air dalam bahan pangan dengan daya tahan bahan pangan tersebut. Istilah ini menunjukkan jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Kadar air dalam bahan pangan juga ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan tersebut. Aktivitas air merupakan faktor utama bagi pertumbuhan mikroba, produksi racun, reaksi enzimatis, dan sebagainya (Mercado dan Canovas 1996). Kadar air dan aktivitas air (aw) sangat berpengaruh dalam menentukan mutu dan umur simpan produk selama penyimpanan. Faktor-faktor penting ini akan mempengaruhi kestabilan dari produk pangan kering berupa sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisikokimia, perubahan-perubahan kimia (pencoklatan non enzimatis), kerusakan mikrobiologis, dan perubahan enzimatis terutama pada produk pangan tidak diolah (Winarno dan Jennie 1983). Aktivitas air (aw) menunjukkan sifat bahan tersebut sedangkan ERH (Equilibrium Relative Humidity) menggambarkan sifat lingkungan di sekitarnya yang berada dalam keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Secara umum aktifitas air (aw) berhubungan erat dengan sifat fisik, kimia, dan biologi suatu bahan pangan daripada kandungan airnya (Cardenas 2000). Peranan air dalam produk pangan dinyatakan dengan kadar air dan aw sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan kelembaban relatif dan kelembaban mutlak. Kadar air bebas dapat berubah secara signifikan selama penyimpanan pada suhu lingkungan terutama untuk parameter higroskopisitas produk seperti snack (Sithole 2005).
Hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas adalah sebagai berikut : 1. Pada selang aw 0,7-0,75 atau lebih, mikroorganisme berbahaya mulai tumbuh dan produk menjadi beracun. 2. Pada selang aw 0,6-0,7, jamur mulai tumbuh. 3. Pada selang aw 0,35-0,5, makanan ringan mulai kehilangan kerenyahannya. 4. Pada selang aw 0,4-0,5, produk pasta yang terlalu kering akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau adanya guncangan mekanis (Labuza 1982). 2.7. Kadar Air Kesetimbangan (Me, Moisture equilibrium) Kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan adalah kadar air bahan pangan ketika tekanan uap air bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami penambahan atau pengurangan bobot produk (Fellows 1990). Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan pada kondisi lingkungan tertentu dalam periode waktu yang lama (Brooker et al. 1992). Kadar air kesetimbangan pada produk pangan digunakan untuk menentukan dan menggambarkan kurva sorpsi isotermis produk tersebut. Kurva tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi tentang perpindahan air selama proses adsorpsi atau desorpsi (Pavinee 1998). Proses penyerapan air (adsorpsi) terjadi saat kelembaban relatif lingkungan lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif bahan pangan. Kelembaban relatif lingkungan yang lebih rendah daripada kelembaban bahan menyebabkan terjadinya distribusi uap air dari bahan ke lingkungan melalui proses penguapan (desorpsi). Kadar air kesetimbangan meningkat dengan menurunnya suhu pada kondisi aktifitas air yang konstan (Kapseu 2006). Selain itu ditemukan pula hubungan secara eksponensial dalam menggambarkan ketergantungan antara sorpsi isotermis panas dengan kadar air kesetimbangan (Goula 2008). Terdapat dua metode untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu dengan metode statis dan metode dinamis. Metode statis dilakukan dengan cara meletakkan bahan pangan pada tempat dengan RH dan suhu yang terkontrol. Dalam metode dinamis, kadar air kesetimbangan ditentukan dengan meletakkan
bahan pangan pada kondisi udara yang bergerak. Metode dinamis sering digunakan untuk pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air di sekitar bahan (Brooker et al. 1992). 2.8. Kurva Sorpsi Isotermis Kurva sorpsi isotermis merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara aktivitas air (aw) atau kelembaban relatif kesetimbangan pada ruang penyimpanan (ERH) dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan (Winarno 1994). Kurva ini menunjukkan aktivitas menyerap air (adsorpsi) dan melepaskan air yang dikandung (desorpsi) pada bahan pangan sehingga banyak digunakan dalam penentuan umur simpan, penyimpanan, pengemasan, dan pengeringan. Kurva sorpsi isotermis juga menggambarkan proses hidrasi yang terjadi dalam hubungannya dengan interaksi kimiawi air pada molekul permukaan, pelepasan struktur molekul dalam mempercepat perpindahan, dan perubahan volume oleh molekul yang terbuka (Ballesteros 2007). Kurva sorpsi isotermis terbagi menjadi 3 daerah yang dipengaruhi oleh keberadaan air dalam suatu bahan pangan. Daerah A merupakan bagian adsorpsi yang bersifat satu lapis molekul air (monolayer), daerah B merupakan bagian terjadinya penambahan lapisan-lapisan di atas satu lapis molekul air (multilayer), dan daerah C merupakan bagian terjadinya kondensasi air pada pori-pori bahan. (kondensasi kapiler) (Winarno 1994). Kurva sorpsi isotermis secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva sorpsi isotermis secara umum (Anonim 2009)
Pada umumnya kurva sorpsi isotermis bahan pangan berbentuk sigmoid (menyerupai huruf S). Kurva adsorpsi (penyerapan uap air) dan kurva desorpsi (pelepasan uap air) tidak pernah berhimpit. Keadaan seperti ini disebut sebagai fenomena histeresis. Besarnya histeresis dan bentuk kurva sangat beragam tergantung pada beberapa faktor seperti sifat alami bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi atau adsorpsi (Fennema 1996). Fenomena histeresis menjelaskan bahwa nilai aw yang berbeda diperoleh pada pengukuran makanan dengan kadar air sama, tergantung pada bagaimana cara tercapainya kadar air tersebut, melalui proses adsorpsi atau desorpsi (Buckle et al. 1985). Fenomena histeresis hanya dapat terjadi pada selang aktifitas air (Kapseu 2006). Secara umum dapat dikatakan bentuk kurva sorpsi isotermis khas untuk setiap bahan pangan. Sorpsi isotermis dapat menggambarkan karakteristik bahan pangan dan memberikan informasi-informasi tentang kondisi relatif serangan dari mikroba selama penyimpanan (Kapseu 2006). Selain itu, kurva sorpsi isotermis juga dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan
relatif
tempat
penyimpanan
(Winarno
2004).
Perubahan
air
mempengaruhi mutu produk pangan, maka dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air kritisnya, umur simpan dapat ditentukan (Winarno 2004).
Gambar 2. Lima tipe kurva sorpsi isotermis (Mathlouthi 2003)
2.9. Model Persamaan Sorpsi Isotermis Model matematika untuk persamaan sorpsi isotermis telah banyak dikembangkan oleh para ahli baik secara teoritis, semi teoritis, maupun empiris (Chirife dan Iglesias 1978; Van den Berg dan Bruin 1981). Model-model matematika tersebut tidak dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis dan hanya dapat memprediksikan kurva sorpsi isotermis salah satu dari ketiga daerah sorpsi isotermis. Tujuan penggunaan model sorpsi isotermis tergantung pada tingkat kemulusan kurva yang diinginkan melalui persamaan yang tepat (Labuza 1982). Salah satu model persamaan sorpsi isotermis yang diakui secara internasional model GAB (Guggenheim, Anderson dan de Boer). Model ini bisa menggambarkan sorpsi isotermis bahan pangan pada kisaran aw yang lebih luas dari model BET, yaitu 0,05 < aw < 0,9 (Spiess dan Wolf 1987). Persamaan GAB merupakan persamaan yang tepat untuk menggambarkan kurva sorpsi isotermis pada sebagian besar produk pangan. Model sorpsi isotermis GAB dapat dinyatakan sebagai berikut : Me = Keterangan : Me aw Xm K C Secara
Xm × C × K × aw (1 − K × aw)(1 − K × aw + C × K × aw)
= kadar air (BK) = aktifitas air = kadar air monolayer (%) = konstanta = konstanta energi empiris,
Henderson
mengemukakan
persamaan
yang
menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini merupakan salah satu persamaan sorpsi isotermis yang paling banyak digunakan pada kebanyakan bahan pangan kering terutama biji-bijian (Chirife dan Iglesias 1978). Berikut model persamaan Henderson : 1-aw = exp(-KMen) Keterangan : Me = kadar air kesetimbangan K dan n = konstanta
Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada aw 0,0 sampai 0,85. Berikut model persamaan Caurie : Ln Me = ln P1 – P2* aw Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer. Persamaan ini dapat digunakan untuk bahan makanan dengan aw antara 0,1 sampai 0,81. Berikut model persamaan Hasley : aw = exp [-P1/(Me)P2] Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada aw 0,0 sampai 0,85 dan cocok untuk kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid. Berikut model persamaan Oswin : Me = P1[aw/(1-aw)]P2 Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang berlaku untuk semua bahan pangan pada semua nilai aw. Berikut model persamaan Chen Clayton: aw = exp[-P1/exp(P2*Me)] Keterangan : aw P1 dan P2
= aktivitas air = konstanta
2.10. Kemasan Kemasan merupakan suatu wadah atau tempat yang dapat digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap bahan didalamnya. Pengemasan sebagai bagian integral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu pangan seperti perubahan fisik dan kimia karena migrasi zatzat kimia dari bahan pengemas dan perubahan aroma, warna dan tekstur oleh perpindahan uap air dan oksigen (Syarief 1990). Tujuan suatu produk pangan dikemas yaitu untuk mengawetkan makanan, mempertahankan mutu kesegaran, menarik konsumen, memberikan kemudahan dalam distribusi dan penyimpanan, serta dapat menekan peluang terjadinya
kontaminasi dari udara, air, dan tanah baik oleh mikroorganisme maupun bahanbahan kimia berbahaya atau racun (Winarno dan Jenie 1983). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan antara lain sifat bahan pangan, kondisi lingkungan, dan jenis bahan pengemas. Jenis bahan pengemas dalam hubungannya dengan daya awet bahan pangan yang dikemas ditentukan berdasarkan permeabilitasnya. Permeabilitas merupakan transfer molekul air atau gas melalui kemasan baik dari produk ke lingkungan ataupun sebaliknya. Permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu akibat adanya perbedaan tekanan uap air antara produk dengan lingkungan pada suhu dan kelembaban tertentu (Robertson 1992). Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap lingkungan. Produk pangan kering akan berada dalam keadaan setimbang dengan lingkungan dengan cara menyerap uap air dari lingkungan (Syarief 1990). Sehingga diperlukan suatu barrier antara produk dengan lingkungan berupa kemasan dengan daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah untuk menghambat penurunan mutu produk akibat distribusi uap air ke dalam bahan pangan kering yang bersifat hidrofilik tersebut (Buckle et al. 1985). Plastik merupakan bahan pengemas yang paling banyak digunakan dalam industri pangan karena harganya yang murah, ringan, transparan, kuat, mudah dibentuk, selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, dan CO2 serta mengurangi biaya transportasi. PP (polypropylene) adalah salah satu jenis plastik yang sering digunakan sebagai pengemas bahan pangan. Sifat-sifat pengemas polypropylene antara lain sebagai berikut : 1. Ringan, mudah dibentuk, tembus pandang, dan jernih dalam bentuk film, namun tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku. 2. Mempunyai kekuatan tarik yang lebih besar dari polietilen. Rapuh pada suhu rendah sehingga tidak bisa digunakan sebagai kemasan beku. 3. Lebih kaku dan tidak gampang sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi.
4. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, dan tidak baik untuk produk yang peka terhadap oksigen. 5. Tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. 6. Titik leburnya tinggi sehingga susah dibuat kantung dengan sifat kelim panas yang baik (Syarief et al. 1989). Sebagai bahan pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit, atau berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain seperti kertas atau alufo. Kombinasi antara beberapa kemasan plastik berbeda atau plastik dengan non plastik (kertas, alumunium foil, dan selulosa) dengan ketebalan tiap lapisan utamanya lebih dari 6 mikron yang diproses baik dengan cara laminasi ekstrusi
maupun
laminasi
adhesif
disebut
sebagai
kemasan
laminasi
(Robertson 1993). Adanya kemasan tersebut dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan didalamnya dari bahaya pencemaran, serta gangguan fisik berupa gesekan, benturan, dan getaran. 2.11. Umur Simpan dan Metode Akselerasi Institute of Food Technology mendefinisikan umur simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi (Arpah 2001). Menurut National Food Processor Association, umur simpan adalah suatu produk dikatakan berada pada kisaran umur simpannya bila kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan (Arpah dan Syarief 2000). Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut : 1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan seperti kepekaan terhadap air dan oksigen serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik. 2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume. 3. Kondisi atmosfer terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan (Syarief et al. 1989).
Umur simpan produk pangan dapat
diduga dan ditetapkan waktu
kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) atau metode konvensional dan Accelerated Storage Studies (ASS) atau metode akselerasi (Floros 1993). Metode konvensional dilakukan dengan menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode ini cukup akurat dan tepat namun memerlukan waktu yang lama dan analisis yang relatif banyak. Metode ini umumnya memiliki masa kadaluarsa produk kurang dari 3 bulan (Arpah 2001). Metode akselerasi diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu, dan intensitas cahaya baik secara individu maupun gabungannya (Floros 1993). Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu, diantaranya produk pangan yang mudah mengalami ketengikan (oksidasi lemak), perubahan warna oleh reaksi pencoklatan atau kerusakan vitamin C. Prinsipnya adalah menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim dimana produk pangan menjadi lebih cepat rusak dan umur simpan produk ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan. Oleh karena itu, umur simpan yang diperoleh merupakan nilai perkiraan yang validitasnya sangat ditentukan oleh model matematika dari hasil percobaan (Kusnandar 2006). Metode akselerasi yang banyak diterapkan pada produk pangan kering adalah melalui pendekatan kadar air kritis. Produk disimpan pada kondisi RH lingkungan penyimpanan yang ekstrim dan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Diperlukan persamaan matematika untuk deskripsi kuantitatif dari sistem yang terdiri dari dari produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah 2001). Model kadar air kritis dapat dilakukan melalui pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk produk pangan yang mempunyai kurva sorpsi isotermis berbentuk sigmoid. Pendekatan kadar air kritis termodifikasi digunakan
untuk produk yang memiliki kelarutan tinggi seperti produk dengan kadar sukrosa tinggi (Labuza 1982). Model Labuza cocok digunakan untuk menentukan umur simpan produk pangan yang memiliki kurva sorpsi isotermis membentuk sigmoid. Model ini disebut model pendekatan kurva sorpsi isotermis :
⎛ Me − Mi ⎞ ln⎜ ⎟ Me − Mc ⎠ ⎝ t= ⎛ k ⎞⎛ A ⎞⎛ Po ⎞ ⎟ ⎟⎜ ⎜ ⎟⎜ ⎝ x ⎠⎝ Ws ⎠⎝ b ⎠ Keterangan : t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Me = kadar air kesetimbangan produk (g H2O/g solid) Mi = kadar air awal produk (g H2O/g solid) Mc = kadar air kritis produk (g H2O/g solid) k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2) Ws = bobot padatan per kemasan (g) P0 = tekanan uap jenuh (mmHg) b = kemiringan kurva sorpsi isotermis 2.12. Bilangan TBA (thiobarbituric-acid)
Ketengikan dalam bahan pangan dapat diukur melalui analisis nilai TBA (thiobarbituric-acid). Nilai ini diukur berdasarkan atas pigmen merah yang terbentuk sebagai hasil kondensasi antara 2 molekul thiobarbiturat dengan satu molekul malonaldehid. Intensitas warna merah tersebut menunjukkan tingkat ketengikan bahan pangan yang dihasilkan dari pengukuran spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm (Syarief dan Halid 1993). Persenyawaan malonaldehid secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan di-peroksida pada gugus pentadehida yang diikuti dengan pemutusan rantai molekul atau dengan cara oksidasi lebih lanjut 2-enol yang dihasilkan dari penguraian monohidro peroksida. Analisis TBA ini merupakan uji spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh (PUFA). Umumnya diterapkan pada lemak pangan yang mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi seperti linoleat yang dapat mempengaruhi stabilitas flavour (Ketaren 1986). Keunggulan dari analisis ini adalah pereaksi TBA dapat digunakan langsung untuk menguji fraksi lemak
dalam suatu bahan tanpa mengektraksi fraksi lemaknya. Kelemahannya adalah terdapatnya beberapa persenyawaan selain asam hasil oksidasi lemak yang ikut tersuling bersama uap dan selanjutnya terhadap destilat saat dilakukan analisis TBA.
3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2008 - Januari 2009. Laboratorium yang digunakan yakni Laboratorium Pengolahan dan Karakteristik Bahan Baku Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Laboratorium Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan Laboratorium SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor. 3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (electronic balance ER-120A AND), oven (Drying Oven DV41 Yamato), tanur (Muffle Furnace FM38 Yamato), cawan alumunium, cawan porselen, desikator, desikator kecil (toples yang dimodifikasi), Rheoner (RE-3305 Rheoner), hygrometer (HAAR-SYNTH HYGRO), awmeter (Shibaura Aw meter WA 360), Permatran Mocon W 3*31, pencapit logam, dan peralatan gelas untuk keperluan analisis. Bahan-bahan utama yang digunakan dalam pembuatan fish snack (produk ekstrusi) adalah jagung, beras, grit ikan patin, dan garam serta flavor untuk perlakuan snack. Bahan-bahan untuk penelitian utama antara lain larutan garam jenuh (MgCl2, K2CO3, NaCl, KCl, KI, dan NaNO2), kemasan plastik PP (polypropylene) tebal (0,8 mm), vaselin, dan akuades. Gambar desikator kecil yang merupakan modifikasi toples kaca dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Desikator kecil (modifikasi toples kaca)
Desikator yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil modifikasi terhadap toples kaca dengan menambahkan sebuah meja kaca di dalamnya sebagai penyangga wadah atau cawan untuk menyimpan sampel. Meja kaca dibuat dari kaca yang disusun membentuk sekat sehingga memudahkan distribusi uap air dari larutan garam jenuh dalam menciptakan RH desikator tersebut. Adanya bahan karet pada tutup toples membantu mempertahankan kondisi kedap udara saat ditutup dan disimpan pada suhu ruang. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan dalam beberapa tahap diantaranya pembuatan fish snack (produk ekstrusi), penentuan parameter kerusakan snack melalui survei konsumen, dan penentuan karakteristik awal produk dengan analisis proksimat dan uji kerenyahan sebagai tahapan dalam penentuan umur simpan fish snack (produk ekstrusi). 3.3.1.1. Pembuatan fish snack (produk ekstrusi)
Pada pembuatan fish snack (produk ekstrusi), seluruh bahan berupa grit jagung, grit beras, dan grit ikan dicampurkan secara manual hingga merata membentuk adonan. Penambahan sejumlah garam sebesar 2,5 % dari berat total adonan. Bahan yang telah tercampur rata dimasukkan dalam wadah pengisi dan akan mengalami proses pemasakan oleh ekstruder hingga dihasilkan ekstrudat. Suhu yang digunakan pada proses ekstrusi snack adalah 60 – 70 ºC. Pengemasan dilakukan segera setelah snack mencapai suhu sekitar 35 ºC ke dalam kemasan plastik PP agar terhindar dari kontaminasi. Fish snack (produk ekstrusi) yang telah dikemas, kemudian diberikan perlakuan tanpa dan dengan penambahan flavor. Flavor yang digunakan adalah perasa keju yang merupakan produk komersil. Pemberian flavor pada produk fish snack dilakukan secara manual dengan menggunakan metode semprot (spray). Minyak disemprotkan pada snack hingga cukup merata dan dilanjutkan dengan pemberian flavor keju. Flavor dalam bentuk bubuk ditaburkan perlahan ke dalam wadah berisi snack sambil terus diaduk dan dikocok. Jumlah flavor yang ditambahkan sekitar 6 g untuk 100 g produk fish snack atau sebesar 6 %
sedangkan banyaknya minyak yang digunakan yaitu sekitar 62,5 ml minyak nabati untuk 350 g fish snack (produk ekstrusi). Penambahan flavor selain meningkatkan cita rasa produk juga berperan sebagai coating yang akan memperbaiki penampakan dari produk tersebut. Kedua perlakuan fish snack tersebut selanjutnya disimpan dalam suhu ruang berkisar antara 28-32 0C sebagai sampel untuk penentuan umur simpan baik secara konvensional maupun dengan metode akselerasi. Diagram alir proses pembuatan fish snack (produk ekstrusi) dapat dilihat pada Gambar 4. Grit jagung (62,5 %) Garam 2,5% bobot total
Pencampuran bahan
Grit beras (22,5 %) Grit ikan (15 %)
Pemasakan (ekstrusi) pada suhu 60 - 70 0C
Ekstrudat
Pendinginan
Pengemasan dalam plastik PP tebal (0,8 mm)
Penyimpanan suhu ruang (30±2 0C) selama 4 minggu
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan fish snack (produk ekstrusi) (Subagja 2009) 3.3.1.2. Penentuan atribut utama dan kerusakan snack
Penentuan atribut utama fish snack dilakukan melalui survei kepada 30 responden (usia bervariasi) berupa pemberian kuisioner tentang penyebab kerusakan snack. Konsumen sebagai panelis harus memilih salah satu dari lima parameter yang paling berpengaruh terhadap kerusakan snack sehingga tidak layak dikonsumsi pada form diberikan. Parameter-parameter tersebut antara lain
warna, aroma, rasa, tekstur (kerenyahan) dan penampakan. Contoh kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.3.1.3. Penentuan karakteristik awal fish snack (produk ekstrusi)
Penentuan dilakukan dengan menggunakan analisis kimia dan analisis fisik. Analisis kimia berupa analisis proksimat (AOAC 1995) meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat serta aktifitas air (aw) menggunakan awmeter. Analisis fisik meliputi analisis tekstur berupa kerenyahan fish snack menggunakan rheoner. Pembacaan nilai kerenyahan berupa puncak grafik (first peak) yang terbentuk. 3.3.2. Penelitian utama
Penelitian utama bertujuan untuk menentukan umur simpan produk fish snack (produk ekstrusi) dengan menggunakan metode konvensional dan metode akselerasi melalui pendekatan kadar air kritis. Dalam penentuan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) dengan metode konvensional, sampel dianalisis kadar proksimat, TPC, TBA, kerenyahan, dan organoleptik tiap minggu selama penyimpanan pada suhu 30±2 0C. Penentuan umur simpan (Lampiran 21) dengan pendekatan kadar air kritis dimulai dengan tahapan penentuan kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, dilanjutkan dengan penentuan model dan kurva sorpsi isotermis, nilai MRD, slope, permeabilitas kemasan, bobot serta luas kemasan. Parameter-parameter tersebut digunakan dalam perhitungan umur simpan Labuza. 3.3.2.1. Penentuan kadar air kritis (Mc, Moisture critic)
Sampel fish snack baik diberikan perlakuan penyimpanan tanpa kemasan pada suhu ruang (30±2 0C) selama 0, 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit. Sampel dianalisis secara organoleptik, fisik, dan kimia untuk setiap penyimpanan. Analisis organoleptik meliputi uji rating dan uji hedonik terhadap parameter tekstur (kerenyahan) kepada 30 panelis tak terlatih. Form skor rating dan skor hedonik yang dipakai dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis fisik berupa uji tekstur yaitu kerenyahan fish snack dengan rheoner (gf). Analisis kimia dilakukan dengan menentukan kadar air (AOAC 1995) fish snack tiap perlakuan penyimpanan.
Hasil uji organoleptik dibandingkan dengan uji fisik (tekstur fish snack) dan uji kimia (kadar air fish snack) sehingga diperoleh kurva hubungan antara kadar air snack selama penyimpanan dengan skor hedonik dan skor rating. Kadar air kritis ditentukan saat skor organoleptik secara hedonik (kesukaan) dan rating oleh panelis bernilai 3 dimana snack dinyatakan telah ditolak oleh panelis. 3.3.2.2. Penentuan kadar air kesetimbangan (Me, Moisture equilibirum)
Pembuatan larutan garam jenuh dilakukan dengan melarutkan sejumlah garam tertentu dalam akuades hingga jenuh atau tidak larut kembali. Garam yang digunakan antara lain MgCl2, K2CO3, NaCl, KCl, KI, dan NaNO2 sehingga diperoleh RH ruangan yang berbeda-beda. Larutan garam jenuh yang digunakan sebanyak 100 ml dan dimasukkan ke dalam desikator modifikasi toples. Sampel snack sebanyak 2-5 g dimasukkan dalam cawan alumunium yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam desikator kecil yang berisi larutan garam jenuh, dengan posisi dari bawah ke atas berturut-turut yaitu larutan garam, penyangga, dan cawan beserta isinya, serta terdapat jarak antara larutan garam dan penyangga. Desikator disimpan pada suhu ruang (30±2 0C) dan sampel ditimbang secara periodik tiap 24 jam hingga mencapai bobot yang setimbang. Bobot yang setimbang ditandai dengan selisih 3 penimbangan berturut-turut ≤ 2 mg untuk RH di bawah 90 % dan ≤ 10 mg untuk RH di atas 90 %. Sampel yang telah mencapai berat konstan kemudian diukur kadar airnya dengan metode oven (AOAC 1995). 3.3.2.3. Penentuan kurva dan model persamaan sorpsi isotermis
Penentuan kurva sorpsi isotermis dibuat dengan cara memplotkan kadar air kesetimbangan hasil percobaan dengan nilai kelembaban relatif (RH) atau aktifitas air (aw). Labuza (2002) menyatakan aktivitas air suatu bahan pangan dapat dihitung dengan membandingkan tekanan uap air bahan (P) dengan tekanan uap air murni (P0) pada kondisi sama atau dengan membagi ERH lingkungan dengan nilai 100 sebagai berikut : aw =
P P
= 0
ERH 100
Keterangan : aw P P0 ERH
= aktifitas air = tekanan parsial uap air bahan (mmHg) = tekanan parsial uap air murni pada suhu yang sama (mmHg) = kelembaban relatif seimbang
Persamaan sorpsi isotermis yang akan digunakan ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Model matematika mengenai persamaan sorpsi isotermis sudah banyak dikemukakan oleh para ahli baik secara empiris, semi empiris, maupun teoritis (Chirife dan Iglesias 1978; Van den Berg dan Bruin 1981). Persamaan-persamaan yang dipilih adalah persamaan sederhana yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan dengan kisaran RH 0 - 95 %. Model persamaan ini digunakan untuk memperoleh kemulusan kurva terbaik. Umumnya merupakan persamaan non linear yang kemudian didistribusikan menjadi persamaan linear sehingga nilai-nilai konstantanya dapat ditentukan melalui metode kuadrat terkecil (Walpole 1990). Salah satu model persamaan yang dipakai (diakui internasional) yaitu GAB (Guggenheim, Anderson, dan de Boer) sebagai berikut : Me =
Xm × C × K × aw (1 − K × aw)(1 − K × aw + C × K × aw)
Adapun beberapa model persamaan yang juga digunakan dalam penentuan kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) seperti : Model persamaan Henderson :
1-aw = exp(-KMen)
Keterangan : Me = kadar air kesetimbangan K dan n = konstanta Berikut model persamaan Caurie :
Ln Me = ln P1 – P2* aw
Berikut model persamaan Hasley :
aw = exp [-P1/(Me)P2]
Berikut model persamaan Oswin :
Me = P1[aw/(1-aw)]P2
Berikut model persamaan Chen Clayton :
aw = exp[-P1/exp(P2*Me)]
Keterangan : aw P1 dan P2
= aktivitas air = konstanta
3.3.2.4. Uji ketepatan model (Walpole 1990)
Uji ketepatan persamaan sorpsi isotermis dilakukan untuk mengetahui ketepatan dari beberapa model persamaan sorpsi isotermis yang terpilih sehingga memperoleh
kurva
sorpsi
isotermis
dengan
menggunakan
perhitungan
Mean Relative Determination (MRD) (Walpole 1990). MRD =
100 n Mi − Mpi ∑ Mi n i =1
Keterangan : Mi = kadar air percobaan Mpi = kadar air hasil perhitungan n = jumlah data Model sorpsi isotermis dengan nilai MRD < 5 maka model sorpsi isotermis tersebut dapat menggambarkan keadaan sebenarnya atau sangat tepat. Model sorpsi isotermis dengan 5 < MRD < 10 maka model tersebut agak tepat menggambarkan keadaan sebenarnya. Model sorpsi isotermis dengan MRD > 10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan kondisi sebenarnya. 3.3.2.5. Penentuan nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis (Labuza 1982)
Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis ditentukan pada daerah linear (Arpah 2001). Daerah linear tersebut diambil antara daerah kadar air awal dan kadar air kritis (Labuza 1982). Titik-titik hubungan antara aktifitas air dan kadar air kesetimbangan memiliki persamaan linier y = a + bx. Nilai b persamaan tersebut merupakan slope kurva sorpsi isotermis. Nilai b ditentukan dari model persamaan terpilih (kemiringan kurva sorpsi isotermis yang diasumsikan linier antara Mi dan Mc) untuk dimasukkan dalam rumus umur simpan Labuza. Nilai b ditentukan pada dua daerah untuk melihat pengaruhnya terhadap umur simpan produk. Daerah tersebut antara lain : 1. b1 atau slope 1 diperoleh dari hasil perbandingan antara selisih kadar air awal dan kadar air kritis dengan selisih antara aktifitas air awal dengan aktifitas air kritis. 2. b2 atau slope 2 diperoleh dari slope garis lurus pada daerah linear yang melewati kadar air awal.
3.4. Variabel Pendukung Umur Simpan 3.4.1. Penentuan permeabilitas kemasan (ASTM F 1249-2006)
Penentuan permeabilitas kemasan dilakukan dengan menggunakan alat Permatran Mocon W*3/31. Berdasarkan pengukuran dengan alat ini diperoleh nilai WVTR (g/m2/hari/RH) sehingga untuk perhitungan k/x adalah sebagai berikut: k/x =
WVTR (( P 2 − P1)( RH desikator )
Keterangan : WVTR = laju perpindahan uap air yang melalui kemasan (g/m2/hari/RH) k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) P1 = tekanan uap air di dalam kemasan (mmHg) P2 = tekanan uap air di luar kemasan (mmHg) Kemasan dipotong sesuai cetakan dan diukur ketebalannya. Kemasan dikondisikan terlebih dahulu selama 24 jam dalam ruang uji. Kemudian kemasan ditempatkan dalam cell pada alat uji. Data mengenai ketebalan kemasan, luas kemasan, suhu pengujian, lama pengujian, kelembaban udara, dan laju alir udara sebagai input pada program komputer. Gas nitrogen kering dialirkan melalui inside chamber (RH 0 %) sedangkan pada outside chamber dialirkan gas nitrogen basah (RH 100 %). Kemasan dalam cell menjadi pembatas antara gas nitrogen kering dengan gas nitrogen basah. Uap air berdifusi menuju daerah bertekanan rendah (inside chamber) akibat adanya perbedaan tekanan. Uap air yang berdifusi melalui kemasan dibawa oleh gas nitrogen kering menuju sensor dan terdeteksi jumlahnya sehingga laju uap air dapat dihitung. Pengujian berakhir setelah kesetimbangan laju uap air tercapai. 3.4.2. Penentuan bobot padatan per kemasan (Ws) dan luas kemasan (A)
Bobot produk awal (Wo) dalam satu kemasan ditimbang dan dikoreksi kadar air awalnya (Mo) yang merupakan berat padatan per kemasan (Ws). Luas kemasan (A) yang digunakan dihitung dengan mengalikan panjang dengan lebar kemasan dalam satuan m2. Ws = Wo*(% solid/100) % solid = (1- (m0/1 + m0))*100 A = P (panjang) x L (lebar)
Keterangan : Wo = Bobot produk awal (g) Mo = Kadar air produk awal (%) % solid = Persentase padatan dalam kemasan A = Luas kemasan (m2) 3.5. Perhitungan Umur Simpan Fish Snack (Labuza 1982)
Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) menggunakan pendekatan kurva sorpsi isotermis. RH penyimpanan yang dipakai yaitu 75 %, 80 %, dan 85 %. Persamaan umur simpan snack dengan model kurva sorpsi isotermis adalah sebagai berikut : ⎛ Me − Mi ⎞ ln⎜ ⎟ Me − Mc ⎠ ⎝ t= ⎛ k ⎞⎛ A ⎞⎛ Po ⎞ ⎟ ⎟⎜ ⎜ ⎟⎜ ⎝ x ⎠⎝ Ws ⎠⎝ b ⎠
Keterangan : t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Me = kadar air kesetimbangan produk (g H2O/g solid) Mi = kadar air awal produk (g H2O/g solid) Mc = kadar air kritis produk (g H2O/g solid) k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2) Ws = bobot padatan per kemasan (g) P0 = tekanan uap jenuh (mmHg) b = kemiringan kurva sorpsi isotermis 3.6. Metode Analisis 3.6.1. Metode analisa kimia 3.6.1.1. Analisis kadar air (AOAC 1995)
Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven suhu 100 - 120 oC sekitar 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 3 g dimasukkan dalam cawan, kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 10 jam. Cawan berisi sampel diangkat kembali kemudian didinginkan dengan menggunakan desikator sebelum ditimbang kembali. Presentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
% Kadar Air ( BB) =
(W 1 + W 2) − W 3 × 100% W2
% Kadar Air ( BK ) =
(W 1 + W 2) − W 3 × 100% W 3 − W1
Keterangan : W1 = Berat cawan setelah didesikator (g) W2 = Berat sampel awal (g) W3 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan (g) 3.6.1.2. Analisis kadar abu (AOAC 1995)
Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang kurang lebih 3 gram dan diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan pada suhu sekitar 600 oC selama sekitar 6 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator, setelah didinginkan kemudian cawan ditimbang. Presentase dari kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: % Kadar Abu =
(W 1 + W 2) − W 3 × 100% W2
Keterangan : W1 = Berat cawan setelah didesikator (g) W2 = Berat sampel awal (g) W3 = Berat (sampel + cawan) setelah diabukan (g) 3.6.1.3. Analisis kadar lemak metode soxhlet (AOAC 1995)
Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi Soxhlet. Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan timbang beratnya. Sampel sebanyak 3 g dalam bentuk tepung dibungkus dalam kertas saring. Kemudian kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam labu lemak dan ditambahkan pelarut secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung kembali. Kemudian labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 150 oC hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator 20-30 menit. Selanjutnya labu beserta lemak di dalamnya
ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. Presentase dari kadar lemak dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: % Kadar Lemak =
(W 1 + W 2) − W 3 × 100% W2
Keterangan : W1 = Berat labu kosong (g) W2 = Berat sampel awal (g) W3 = Berat (sampel + cawan) setelah dioven (g) 3.6.1.4. Analisis kadar protein metode mikro kjeldahl (AOAC 1995)
Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam tabung mikro Kjeldahl 30 ml, kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 dan tablet Kjeldahl. Sampel dididihkan selama 2-2,5 jam hingga terbentuk larutan berwarna hijau kemudian didinginkan. Larutan yang telah dingin dilarutkan kembali dengan aquades ke dalam labu takar 125 ml. Sebanyak 10 ml larutan pada labu dituangkan ke dalam alat destilasi, labu dibilas 5-6 kali dengan aquades. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 7 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan metilene blue) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl 0,01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Presentase dari kadar protein dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: %N=
( ml HCl − ml blanko) x normalitas x 14,007 x100 mg contoh
% Pr otein = % N x 6,25 3.6.1.5. Analisis bilangan TBA (thiobarbituric-acid) (Ketaren 1986)
Pengukuran bilangan TBA dilakukan untuk mengetahui terjadinya ketengikan melalui pengukuran malonaldehid yang terbentuk. Sampel ditimbang sebanyak 3 g dan dimasukkan ke dalam waring blender. Kedalamnya ditambahkan 50 ml akuades dan dihancurkan selama 2 menit. Larutan dipindahkan ke dalam labu destilasi 1000 ml sambil dicuci dengan 48,5 ml akuades. Larutan ditambahkan 1,5 ml HCl (4 mol) sampai pH menjadi 1,5
kemudian batu didih dan sedikit bahan pencegah buih (antifoam) dimasukkan ke dalam labu destilat. Proses destilasi dilakukan dengan pemanasan selama 10 menit hingga diperoleh destilat sebanyak 50 ml. Destilat yang diperoleh disaring dan diambil sebanyak 5 ml untuk dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer 50 ml. Sebanyak 5 ml reagen TBA (0,02 M thiobarbituric-acid dalam 90 % asam asetat glasial) ditambahkan ke dalam labu. Kemudian labu ditutup dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Setelah dingin, nilai absorbansi destilat diukur pada panjang gelombang 528 nm. Larutan dibuat sebagai standar dengan mencampurkan 5 ml air suling ditambah 5 ml pereaksi TBA. Bilangan TBA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Bilangan TBA (mg malonaldehid/kg) = 7,8 x absorbansi 3.6.2. Metode pengujian fisik 3.6.2.1. Rendemen (AOAC 1995)
Rendemen merupakan perbandingan antara bobot hasil akhir dengan bobot bahan awal dikalikan 100 %. Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui seberapa besar persentase output yang dihasilkan dengan sejumlah input yang diberikan dalam suatu proses produksi. Nilai tersebut menyatakan tingkat ekonomis dan keefektifan produk. Rendemen dapat dihitung dengan rumus berikut: rendemen =
Bobot akhir x 100% Bobot awal
3.6.2.3. Kerenyahan (Faridah et al. 2006)
Kerenyahan produk fish snack (produk ekstrusi) diukur dengan menggunakan alat Rheoner. Kerenyahan diukur pada setiap perlakuan penyimpanan. Sampel ditekan oleh suatu silinder pada Rheoner yang disebut probe berdiameter 2 mm. Setiap tekanan yang diberikan menghasilkan sebuah kurva yang menunjukkan profil tekstur dari produk tersebut. Puncak (peak) pertama yang terbentuk pada kertas grafik merupakan nilai kerenyahan produk yang diuji kemudian dinyatakan dalam satuan gramforce (gf). Semakin rendah peak yang terbentuk maka semakin tinggi tingkat kerenyahannya atau semakin renyah dan semakin kecil nilai gramforce yang dihasilkan.
3.6.2.4. Sifat organoleptik (Rahayu 1997)
Uji organoleptik terhadap produk fish snack dilakukan untuk mengetahui daya terima panelis terhadap beberapa atribut sensori, meliputi warna, aroma, rasa, tekstur/kerenyahan, penampakan, dan penerimaan keseluruhan (overall). Panelis yang melakukan penilaian sebanyak 30 orang panelis tidak terlatih. Panelis diminta untuk mengisikan score sheet sesuai kode yang dicantumkan terhadap parameter-parameter yang diujikan. Dalam penentuan umur simpan dengan metode akselerasi, uji organoleptik meliputi uji hedonik dan uji rating. 3.7. Analisis Mikrobiologi (SNI 01-2332.03-2006)
Analisis mikrobiologi yang dilakukan pada produk snack dari ikan patin adalah uji TPC. Uji ini berguna untuk mengetahui banyaknya mikroba yang terdapat pada suatu produk. Uji mikrobiologis dilakukan dengan perhitungan jumlah bakteri yang ada dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 25 gram sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 225 ml larutan garam 0,85 % steril, kemudian dikocok hingga larutan homogen. Campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85 % steril sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, kemudian dikocok hingga homogen. Banyaknya pengenceran dilakukan hingga pengenceran 10-5 sesuai kebutuhan penelitian. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril. Larutan media agar NA dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak ± 10 ml sambil digoyangkan hingga merata (metode tuang). Kemudian didiamkan beberapa saat hingga membentuk agar dan dalam kondisi aseptik. Cawan petri yang telah berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu sekitar 35 0C selama 48 jam. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30 - 300 koloni. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo untuk meningkatkan ketelitian.
3.8. Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie 1991)
Rancangan percobaan yang digunakan untuk menganalisis hasil uji fisik, kimia dan mikrobiologi pada pembuatan fish snack (produk ekstrusi) ini adalah Rancangan Acak Lengkap Tunggal. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package For Social Science (SPSS) pada komputer. Model rancangan:
Yij = µ + Ai + εij
Keterangan : : Respon pengaruh faktor A taraf ke-i pada ulangan ke-k Yij µ : Nilai tengah umum/rataan Ai : Pengaruh faktor A pada taraf ke-i εijk : Pengaruh galat percobaan Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut : H0
:
H1 :
Penambahan flavor tidak berpengaruh terhadap umur simpan fish snack Penambahan flavor berpengaruh terhadap umur simpan fish snack Data hasil uji sensori disusun dalam score sheet kemudian dihitung dengan
statistik non parametrik, metode Kruskal wallis dengan rumus sebagai berikut : 2
12 Ri H − 3(n + 1) H’ = H= ∑ pembagi n(n + 1) ni Pembagi = 1-
∑T (n − 1)n(n + 1)
Keterangan: : banyaknya pengamatan ni n : total data Ri : jumlah pangkat bebas dalam contoh ke-i t : banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok H’ : H terkoreksi Jika hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata selanjutnya dilakukan uji lanjut multiple comparison dengan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991): Ri − R
j
×2 ∝
2p
( n + 1) k
6
Keterangan: Ri : rata-rata rangking perlakuan ke-i : rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j Rj k : banyaknya ulangan N : jumlah total data
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan 4.1.1. Pembuatan fish snack (produk ekstrusi)
Pembuatan fish snack (produk ekstrusi) dilakukan melalui beberapa tahap yaitu dimulai dengan pembentukan grit terhadap bahan baku yang akan digunakan,
pencampuran
bahan
(pengadonan),
pemasakan
(ekstrusi),
pendinginan, pengemasan hingga penyimpanan produk. Garam ditambahkan sebesar 2,5 % dari berat total saat proses pengadonan yang bertujuan untuk meningkatkan cita rasa produk. Tahap berikutnya adalah proses ekstruksi. Ektrusi berlangsung singkat dengan suhu pemanasan berkisar antara 60-70 0C. Suhu dalam ekstruder yang dihasilkan selama proses ektruksi dapat mencapai 100 0C dengan tekanan yang diberikan sebesar 1 atm (670 mmHg) sehingga air yang terdapat dalam bahan akan menguap ketika adonan keluar dari cetakan. Adonan akan mengembang dan berpori kemudian menjadi keras setelah pendinginan dan pengeringan. Bentuk dan ukuran produk ditentukan oleh bentuk cetakan dan kecepatan pisau dalam memotong. Suhu, kecepatan proses ekstrusi, kadar air, dan komposisi bahan juga dapat mempengaruhi kenampakan produk akhir (Matz 1997). Cetakan yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk silinder dengan diameter 3 mm. Bentuk cetakan yang digunakan berpengaruh terhadap tekstur dan penampakan ekstrudat dalam penilaian organoleptik baik secara rating maupun hedonik. Ekstrudat terpilih segera dikemas dengan plastik PP (polypropylene) tebal untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi terutama udara yang dapat menurunkan kerenyahan produk ekstruksi. Fish snack (produk ekstrusi) yang telah dikemas, kemudian diberikan perlakuan tanpa dan dengan penambahan flavor. Fish snack tanpa penambahan flavor disebut snack TF dan fish snack dengan penambahan flavor disebut snack DF. Flavor yang digunakan adalah perasa keju yang merupakan produk komersil. Metode konvensional dipilih sebagai metode dalam penambahan flavor pada produk fish snack. Penambahan flavor selain meningkatkan cita rasa produk juga berperan sebagai coating yang akan memperbaiki penampakan dari produk tersebut. Kedua jenis snack tersebut selanjutnya disimpan dalam suhu ruang
berkisar antara 28-32 0C sebagai sampel untuk penentuan umur simpan baik secara konvensional maupun dengan metode akselerasi. 4.1.2. Karakteristik dan kadar air awal (Mi) fish snack (produk ekstrusi)
Penentuan karakteristik awal fish snack (produk ekstrusi) berupa analisis proksimat dan uji kerenyahan produk. Karakterisasi awal terhadap fish snack (produk ekstrusi) dilakukan untuk mengetahui mutu serta sifat-sifat (fisik, kimiawi, dan mikrobiologi) produk tersebut. Kadar air merupakan parameter utama snack yang mudah mengalami perubahan terhadap RH lingkungan selama penyimpanan dibandingkan dengan parameter-parameter lainnya. Perubahan kadar air akan mempengaruhi kerenyahan dari produk snack yang bersifat higroskopis ini. Sehingga kadar air ditetapkan sebagai faktor utama yang mempengaruhi parameter produk sehingga tidak dapat diterima oleh konsumen. Adanya hasil survei konsumen terhadap parameter yang paling menentukan kerusakan produk snack juga mendukung dalam pendugaan umur simpan. Grafik hasil survei konsumen terhadap parameter kerusakan snack dapat dilihat pada Gambar 4:
Gambar 5. Parameter kritis produk snack Gambar 5 menunjukkan hasil survei konsumen terhadap parameter yang paling mempengaruhi kerusakan produk snack. Panelis memilih parameter tekstur sebagai parameter kritis yang menentukan produk snack sudah tidak layak untuk dikonsumsi dengan persentase sebesar 56,67 % dari 30 panelis. Rasa sebagai parameter kedua juga berperan dalam menentukan kerusakan produk snack
melalui perubahan yang diberikan. Rasa pada produk pangan sangat ditentukan oleh formulasi produk tersebut (Fellows 1990). Perubahan aroma menjadi tengik tidak menjadi parameter utama yang dapat menyebabkan penurunan mutu snack. Bau tengik yang tercipta merupakan hasil oksidasi lemak yang berasal dari bahan baku penyusun produk. Grit ikan patin yang digunakan diduga sebagai salah satu sumber tingginya kandungan lemak pada snack DF disamping adanya penambahan flavor dalam produk. Oleh karena itu produk snack dinyatakan sudah tidak layak konsumsi atau mengalami kerusakan yaitu saat terjadinya penurunan mutu pada parameter tekstur menuju tidak renyah (sogginess) akibat adanya peningkatan kadar air bahan pangan. Tabel hasil analisis proksimat fish snack (produk ekstrusi) dapat dilihat pada Tabel 2 : Tabel 2. Hasil analisis proksimat fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF Proksimat Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat
Tanpa Flavor (% BB) 5,33 3,24 19,43 1,58 70,41
Dengan Flavor (% BB) 5,50 3,75 18,22 9,50 63,03
Keterangan : % BB = Basis Basah
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui karakteristik awal dari produk yang akan ditentukan umur simpannya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kandungan gizi pada produk fish snack telah sesuai dengan SNI-01-2886-2000 untuk kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Kadar air untuk snack TF adalah 5,33 % dan 5,50 % untuk snack DF. Kadar air yang tinggi pada kedua jenis snack dikarenakan kandungan air dalam grit ikan yang masih tinggi meskipun telah melalui proses pemanasan tinggi selama ekstrusi. Kandungan air dalam produk pangan ikut menentukan acceptability, kesegaran, tekstur, dan daya tahan produk tersebut (Winarno 1994). Penggunaan grit ikan patin sebagai salah satu bahan baku pembuatan fish snack menjadikannya sumber protein utama produk tersebut. Adanya penambahan tersebut memberikan kandungan protein yang cukup tinggi dan menjadi keunggulan tersendiri produk fish snack. Berdasarkan hasil penelitian, snack TF memiliki kadar protein sebesar 19,43 % sedangkan kadar protein snack DF sebesar 18,22 %. Adanya komponen protein dalam bahan baku
mempengaruhi produk yang dihasilkan, yaitu semakin rendah pengembangannya. Pengaruh
protein
ini
tergantung
pada
tipe
dan
konsentrasi
protein
(Faubion dan Hoseney 1982). Unsur mineral dikenal sebagai bahan anorganik yang tidak habis terbakar selama proses pembakaran sehingga terbentuk abu. Kadar abu pada produk fish snack dipengaruhi komponen mineral didalamnya yang sebagian besar berasal dari beras. Kadar lemak hasil penelitian menunjukkan nilai persentase yang sangat berbeda diantara kedua jenis snack dimana snack DF memiliki kadar lemak yang lebih tinggi yaitu sebesar 9,50 % dibandingkan snack TF yang hanya sebesar 1,58 %. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan flavor dapat meningkatkan kandungan lemak pada produk snack. Jumlah minyak nabati yang digunakan sebagi media saat penambahan flavor juga berpengaruh terhadap kadar lemak akhir dari produk tersebut. Makanan ringan yang mengandung lemak antara 20 – 40 % akan meningkatkan penerimaan dan keinginan konsumen untuk makan lebih banyak (Harper 1981). Sumber karbohidrat pada produk fish snack terutama diperoleh dari beras dan jagung. Karbohidrat berperan dalam pembentukan karakteristik produk pangan. Kadar karbohidrat ditentukan dengan menggunakan carbohydrate by difference melalui perhitungan kasar berupa selisih dari kadar total produk dengan kandungan gizi makro atau gizi mikro lainnya dalam bahan pangan. Kadar karbohidrat umumnya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan pangan (Winarno 1994). Rendemen fish snack berkisar antara 49,8 – 60 %. Rendemen dihitung berdasarkan persentase perbandingan jumlah produk yang dihasilkan dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Semakin besar nilai rendemen yang dihasilkan maka produk itu dikatakan semakin ekonomis dan efektif dalam proses produksinya. 4.2. Penelitian Utama 4.2.1. Kadar air kritis (Mc) fish snack (produk ekstrusi)
Informasi mengenai kadar air awal (Mi) dan kadar air kritis (Mc) dari produk kering sangat diperlukan dalam penentuan umur simpan dengan
pendekatan kurva sorpsi isotermis. Berdasarkan hasil survei konsumen terhadap penyebab kerusakan produk fish snack pada gambar diketahui bahwa tekstur atau kerenyahan merupakan parameter utama yang paling mudah mengalami penurunan mutu. Kerenyahan dinyatakan sebagai parameter kritis kerusakan fish snack berupa perubahan tekstur menjadi lembek atau melempem (sogginess). Kondisi seperti ini disebabkan oleh penyerapan uap air dari lingkungan yang dapat meningkatkan kadar air produk. Oleh karena itu, kadar air dimana kerenyahan snack sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen secara organoleptik diasumsikan sebagai kadar air kritis. Kadar air kritis fish snack pada penelitian ini ditentukan berdasarkan persamaan linear yang diperoleh dari kurva hubungan antara nilai logaritmik kadar air dengan skor organoleptik panelis baik secara hedonik maupun rating. Skor 3 pada score sheet organoleptik ditetapkan sebagai batasan penolakan panelis terhadap produk sehingga tetap menjamin keamanan dan kenyamanan konsumen saat mengkonsumsi produk tersebut dari tempat pemasaran. Keterangan ‘tidak suka’ untuk uji organoleptik secara hedonik dan ‘tidak renyah’ untuk uji organoleptik secara rating. Kadar air kritis pada penelitian ini ditentukan melalui beberapa tahap percobaan yaitu dengan menyimpan fish snack tanpa kemasan di ruangan terbuka dengan suhu ruang 30±2 0C pada kisaran RH 75 – 85 %. Penyimpanan dilakukan selama 3 jam dengan selang pengujian tiap 30 menit. Metode ini disesuaikan dengan kondisi penyimpanan snack oleh konsumen pada umumnya. Setiap selang waktu tersebut dilakukan pengukuran terhadap kadar air, tingkat kerenyahannya, dan uji organoleptik. Uji organoleptik yang digunakan terdiri dari uji hedonik dan uji rating kepada 30 panelis tidak terlatih terhadap parameter tekstur (kerenyahan). Kadar air awal (basis basah) hasil penelitian ini adalah 0,056 g H2O/g solid untuk snack TF dan 0,058 g H2O/g solid untuk snack DF. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan skor hedonik fish snack (produk ekstrusi) dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan skor hedonik fish snack (produk ekstrusi) Gambar 6 menunjukkan hubungan antara lama penyimpanan dengan hasil uji organoleptik snack secara hedonik berdasarkan perhitungan pada Lampiran 9. Penurunan skor kesukaan panelis terhadap kerenyahan pada fish snack tanpa flavor dan fish snack dengan flavor terjadi seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Skor organoleptik tertinggi sama untuk kedua jenis snack yaitu dengan nilai rata-rata 7,13 pada penyimpanan menit ke-0 atau saat produk baru diproduksi. Skor terendah terletak pada penyimpanan menit ke-180 dengan nilai rata-rata 2,69 untuk snack TF dan 2,93 untuk snack DF. Kurva penentuan kadar air kritis fish snack (produk ekstrusi) berdasarkan uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Kurva penentuan kadar air kritis fish snack (produk ekstrusi) berdasarkan uji hedonik
Kadar air kritis diperoleh dengan memplotkan skor 3 (tidak suka) ke dalam persamaan linear hasil regresi dari kurva hubungan antara logaritmik kadar air dengan skor hedonik. Taraf tidak suka dipilih sebagai batas minimal penolakan konsumen terhadap kerenyahan snack. Persamaan linear yang diperoleh adalah y = -0,073 x – 0,63 untuk fish snack tanpa flavor dan y = -0,035 x – 1,007 untuk fish snack dengan flavor dengan nilai R2 masing-masing sebesar 0,97 dan 0,94. Nilai R2 menunjukkan ketepatan dalam menggambarkan kondisi sebenarnya. Semakin tinggi nilai r persamaan tersebut semakin tinggi tingkat keeratan hubungan antara kedua faktor yang dibandingkan. Berdasarkan persamaan di atas dapat ditentukan kadar air kritis kedua jenis produk dimana x = 3 yaitu untuk fish snack tanpa flavor sebesar 0,125 g H2O/g solid dan fish snack dengan flavor sebesar 0,077 g H2O/g solid. Grafik hubungan antara lama penyimpanan dan skor rating fish snack (produk ekstrusi) dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan skor rating fish snack (produk ekstrusi) Grafik di atas menunjukkan hubungan antara lama penyimpanan dengan hasil uji organoleptik snack secara rating berdasarkan perhitungan pada Lampiran 10. Sama halnya dengan hasil uji organoleptik secara hedonik, penurunan skor rating panelis terhadap kerenyahan pada fish snack tanpa flavor dan fish snack dengan flavor terjadi seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Skor organoleptik tertinggi untuk kedua jenis snack berturut-turut yaitu snack TF dengan nilai rata-rata 7,31 dan snack DF dengan nilai rata-rata 7,49 pada penyimpanan menit ke-0 atau saat produk baru diproduksi. Skor
terendah terletak pada penyimpanan menit ke-180 dengan nilai rata-rata 2,52 untuk snack TF dan 2,72 untuk snack DF. Penurunan skor organoleptik baik secara uji hedonik atau uji rating pada kedua jenis snack disebabkan adanya migrasi sejumlah uap air dari lingkungan ke dalam produk akibat adanya perbedaan tekanan di luar dan di dalam kemasan. Proses ini disebut dengan istilah adsorpsi dimana bahan tersebut akan menyerap air jika kelembaban relatif udara lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif bahan pangan (Brooker et al. 1992). Penambahan flavor pada produk tidak memberikan perbedaan nyata terhadap skor organoleptik baik melalui uji hedonik maupun uji rating selama penyimpanan suhu ruang. Kurva penentuan kadar air kritis fish snack (produk ekstrusi) berdasarkan uji rating dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Kurva penentuan kadar air kritis fish snack (produk ekstrusi) berdasarkan uji rating Kadar air kritis secara rating diperoleh dengan memplotkan skor 3 (tidak suka) ke dalam persamaan linear hasil regresi dari kurva hubungan antara logaritmik kadar air dengan skor hedonik. Taraf tidak suka dipilih sebagai batas minimal penolakan konsumen terhadap kerenyahan snack. Persamaan linear yang diperoleh adalah y = -0,069 x – 0,698 untuk fish snack tanpa flavor dan y = -0,030 x – 1,026 untuk fish snack dengan flavor dengan nilai R2 masingmasing sebesar 0,95 dan 0,93. Nilai R2 (koefisien determinasi) menunjukkan ketepatan dalam menggambarkan kondisi sebenarnya. Semakin tinggi nilai r (koefisien korelasi) persamaan tersebut semakin tinggi tingkat keeratan hubungan antara kedua faktor yang dibandingkan. Berdasarkan persamaan di atas dapat ditentukan kadar air kritis kedua jenis produk dimana x = 3 yaitu untuk fish snack
tanpa flavor sebesar 0,124 g H2O/g solid dan fish snack dengan flavor sebesar 0,076 g H2O/g solid. Nilai kadar air kritis antara hasil uji hedonik dengan uji rating tidak jauh berbeda namun perbedaan tersebut akan mempengaruhi umur simpan fish snack. Semakin besar perbedaan antara kadar air awal dengan kadar air kritis produk pangan
maka
umur
simpan
produk
tersebut
akan
semakin
lama
(Kusnandar 2006). 4.2.2. Tekstur kritis fish snack (produk ekstrusi)
Selain penentuan kadar air kritis, kedua jenis fish snack juga diukur tingkat kerenyahannya dengan menggunakan alat Rheoner. Kerenyahan diukur pada setiap perlakuan penyimpanan. Sampel ditekan oleh suatu silinder pada Rheoner yang disebut probe berdiameter 2 mm. Setiap tekanan yang diberikan menghasilkan sebuah kurva yang menunjukkan profil tekstur dari produk tersebut. Penentuan nilai kerenyahan fish snack dilakukan melalui pembacaan puncak (peak) pertama yang terbentuk pada kertas grafik dan dinyatakan dalam satuan gramforce (gf). Semakin rendah peak yang terbentuk maka semakin tinggi tingkat kerenyahannya atau semakin renyah dan semakin kecil nilai gramforce yang dihasilkan. Grafik hubungan nilai kerenyahan dan lama penyimpanan fish snack (produk ekstrusi) dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan kerenyahan fish snack (produk ekstrusi)
Grafik di atas menunjukkan terjadinya peningkatan nilai kerenyahan (gf) pada produk fish snack baik dengan penambahan flavor maupun tanpa penambahan flavor seiiring bertambahnya waktu penyimpanan. Nilai kerenyahan tertinggi pada penyimpanan menit ke-180 sebesar 1192 gf untuk snack TF dan 892 gf untuk snack DF. Semakin tinggi nilai kerenyahan yang dihasilkan maka semakin tidak renyah produk tersebut. Snack TF lebih cepat mengalami penurunan mutu untuk parameter tekstur (kerenyahan) dibandingkan snack DF. Sama halnya dengan penyimpanan snack DF menit ke-180 berbeda nyata terhadap penyimpanan menit ke-0 hingga menit ke-150. Penyimpanan snack DF menit ke-30 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan menit ke-60. Sehingga dapat disimpulkan lama penyimpanan sangat mempengaruhi tingkat kerenyahan produk fish snack. Nilai kerenyahan snack TF lebih tinggi daripada snack DF selama penyimpanan. Perbedaan nilai tersebut disebabkan perbedaan perlakuan yang diberikan yaitu adanya penambahan flavor. Flavor yang ditambahkan selain dapat memperbaiki penampakan dan tekstur snack juga berperan sebagai coating yang melapisi permukaan produk fish snack. Sehingga jumlah uap air yang masuk dapat dikurangi untuk mempertahankan kerenyahan produk yang disimpan. Komposisi bahan baku yang digunakan dalam pembuatan fish snack juga mempengaruhi nilai kerenyahan fish snack terutama kandungan lemak yang dapat berasal dari grit ikan patin disamping adanya perlakuan penambahan flavor. Kadar lemak yang tinggi pada snack DF tidak mempengaruhi kerenyahan produk. Minyak yang digunakan hanya membantu proses pelapisan flavor pada produk fish snack. Kerenyahan akan menurun selama penyimpanan yang disebabkan oleh penyerapan uap air dari lingkungan sehingga kadar air meningkat. Kurva hubungan antara skor organoleptik dengan kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Kurva hubungan skor organoleptik dengan kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) Berdasarkan grafik hasil organoleptik terhadap parameter kerenyahan di atas terlihat adanya peningkatan nilai kerenyahan pada produk fish snack tanpa penambahan flavor dan dengan penambahan flavor baik untuk uji hedonik maupun uji rating. Dari kurva hedonik tersebut kemudian dihitung regresi linearnya sehingga menghasilkan persamaan yaitu y = -125,02 x + 1539,8 untuk snack TF dengan nilai R2 sebesar 0,97 dan y = -86,385 x + 1133,7 untuk snack DF dengan nilai R2 sebesar 0,98. Pada kurva rating diperoleh persamaan linear y = -118,82 x + 1520,5 untuk snack TF dengan nilai R2 sebesar 0,97 dan y = -75,975 x + 1089,3 untuk snack DF dengan nilai R2 sebesar 0,99. Persamaan-persamaan tersebut digunakan dalam penentuan nilai kerenyahan fish snack saat kadar air kritis tercapai. Nilai kerenyahan yang diperoleh pada uji hedonik adalah 1164,74 gf untuk snack TF dan 874,54 gf untuk snack DF. Berdasarkan uji rating diperoleh nilai kerenyahan 1164,04 gf untuk snack TF dan 861,38 gf untuk snack DF. Titik-titik kritis ini merupakan titik dimana kerenyahan fish snack tidak dapat diterima lagi secara organoleptik. Kedua kurva hubungan di atas, secara subjektif dan objektif menghasilkan nilai titik kritis yang hampir sama namun skor hedonik dipilih sebagai parameter kesukaan konsumen terhadap produk tersebut. 4.2.3. Kadar air kesetimbangan (Me) fish snack (produk ekstrusi)
Kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan adalah kadar air bahan pangan ketika tekanan uap air bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami penambahan atau
pengurangan bobot produk (Fellows 1990). Beberapa jenis garam yang digunakan dan RH masing-masing pada suhu 30 0C dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. RH larutan garam jenuh pada suhu 30 0C Larutan garam jenuh MgCl2 K2CO3 NaNO2 KI NaCl KCl
RH (%) 32 43 63 68 75 84
Sumber : Spiess dan Wolf (1987)
Kadar air kesetimbangan ditentukan dengan cara menyimpan snack ke dalam desikator (modifikasi toples) yang berisi larutan garam jenuh dengan RH tertentu pada suhu ruang. Produk disimpan pada kondisi RH yang ekstrim dan bervariasi dari kondisi RH umumnya saat penyimpanan. Penggunaan nilai kelembaban relatif (RH) yang bervariasi ini bertujuan untuk memperoleh kurva sorpsi isotermis (sigmoid) yang paling mulus dan tepat dalam menentukan umur simpan produk. Selama penyimpanan pada berbagai RH tersebut akan terjadi interaksi molekul air antara produk dengan lingkungannya dimana uap air akan berpindah dari lingkungan ke dalam produk ataupun sebaliknya hingga tercapai kondisi yang setimbang. Perpindahan ini terjadi sebagai akibat perbedaan kelembaban relatif lingkungan dengan aktivitas air produk yang menyebabkan uap air bergerak dari RH tinggi menuju RH rendah. Kondisi setimbang dalam penyimpanan ditandai oleh kenaikan atau penurunan bobot sampel yang konstan. Selisih bobot sampel harus kurang dari 2 mg/g selama 3 kali penimbangan berturut-turut pada RH di bawah 90 % dan kurang dari 10 mg/g selama 3 kali penimbangan berturut-turut pada RH di atas 90 % (Adawiyah 2006). Kenaikan bobot sampel selama penyimpanan menunjukkan bahwa pada snack terjadi proses adsorpsi berupa penyerapan uap air karena aktivitas kedua jenis snack yang lebih rendah daripada kelembaban relatif lingkungannya. Peningkatan atau penurunan bobot sampel selama penyimpanan menunjukkan fenomena hidratasi (deMan 1989). Hasil perhitungan kadar air kesetimbangan dan waktu tercapainya pada beberapa RH penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kadar air kesetimbangan (Me) fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF dan waktu tercapainya pada beberapa RH penyimpanan Snack TF
RH Kesetimbangan (%)
Me (g H20/g solid)
32 43 63 68 75 84
0,077 0,087 0,134 0,154 0,170 0,199
Snack DF Waktu (hari) 4 6 8 8 9 11
Me (g H20/g solid) 0,083 0,094 0,141 0,184 0,206 0,251
Waktu (hari) 5 7 9 10 12 13
Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar air kesetimbangan untuk snack TF tercapai pada selang penyimpanan 4 - 11 hari sedangkan snack DF mencapai kesetimbangan pada selang penyimpanan 5 - 13 hari. Semakin tinggi RH penyimpanan maka semakin tinggi nilai kadar air kesetimbangan (Me) dan waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi setimbang semakin lama. Waktu tercapainya kesetimbangan kedua jenis snack berbeda yang dipengaruhi oleh kadar air awal dan aktifitas air awal produk. Seperti terlihat pada Tabel 4 dimana pada penyimpanan RH rendah (32 %) diperlukan waktu sekitar 4 – 5 hari untuk mencapai setimbang bagi snack TF dan snack DF. Berdasarkan penelitian, pada kondisi penyimpanan tersebut mulai terjadi peningkatan bobot sampel melalui proses adsorpsi. Diduga nilai aw awal kedua jenis snack tersebut lebih rendah dari RH 32 %. Nilai aw diperoleh menggunakan model persamaan sorpsi yang tepilih yaitu Caurie yaitu 0,146 untuk snack TF dan 0,163 untuk snack DF. Selisih nilai aw snack TF dan snack DF yang kecil dengan RH penyimpanan
menyebabkan
waktu
yang
diperlukan
untuk
mencapai
kesetimbangan semakin singkat akibat proses difusi uap air yang semakin cepat. Kondisi fisik fish snack seperti struktur yang berporus dan ada tidaknya coating flavor juga mempengaruhi kecepatan difusi uap air. Begitu pula sebaliknya pada RH penyimpanan yang tinggi, proses difusi air akan berlangsung lambat dan sulit mencapai kesetimbangan. Pertumbuhan mikrooganisme seperti kapang, khamir, dan bakteri pada RH di atas 75 % juga menjadi salah satu faktor yang menghambat sampel mencapai kondisi setimbang (Purnomo 1995).
4.2.4. Kurva dan model sorpsi isotemis fish snack (produk ekstrusi)
Kurva sorpsi isotermis merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara aktivitas air (aw) atau kelembaban relatif kesetimbangan pada ruang penyimpanan (ERH) dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan (Winarno 1994). Kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari percobaan diplotkan dengan nilai aktifitas air atau RH lingkungannya untuk mendapatkan sebuah kurva yang disebut sebagai kurva sorpsi isotermis. Kurva yang terbentuk hampir menyerupai huruf S (sigmoid), yang berbeda dan khas untuk masingmasing bahan pangan. Kurva sorpsi isotermis dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan relatif tempat penyimpanan (Winarno 2004). Kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Grafik hubungan aktifitas air dengan kadar air kesetimbangan fish snack (produk ekstrusi) Penelitian-penelitian terdahulu telah banyak mengembangkan modelmodel persamaan matematik untuk menjelaskan fenomena sorpsi isotermis tersebut secara teoritis (Chirife dan Iglesias 1978, Van den Berg dan Bruin 1981). Penelitian ini hanya menggunakan enam model persamaan yaitu model Hasley, Chen Clayton, Henderson, Caurie, Oswin, dan Guggenheim Anderson de Boer (GAB). Model-model persamaan tersebut dipilih karena mampu menggambarkan kurva sorpsi isotermis pada jangkauan nilai aktivitas air yang luas (Chirife dan Iglesias 1978). Selain itu, model-model persamaan tersebut memiliki
parameter kurang atau sama dengan tiga. Oleh karena itu, pengerjaannya akan lebih sederhana dan lebih mudah penyelesaiannya sesuai dengan pernyataan Labuza (1982) bahwa jika tujuan penggunaan kurva sorpsi isotermis tersebut untuk mendapatkan kemulusan kurva yang tinggi maka lebih cocok menggunkan model persamaan yang sederhana dan lebih sedikit jumlah parameternya. Model-model persamaan non linear tersebut kemudian diubah ke dalam bentuk persamaan linear (y = a + bx) untuk mempermudah perhitungannya. Nilainilai tetapannya dapat ditentukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. Metode kuadrat terkecil ini dapat memilih suatu regeresi terbaik diantara semua kemungkinan garis lurus yang dapat dibuat pada suatu diagram pencar (Walpole 1995). Metode ini tidak berlaku untuk model persamaan GAB yang memiliki tiga konstanta α, β, dan γ. Persamaan GAB merupakan persamaan polinomial yang menunjukkan hubungan aw/Me dan aw. Nilai konstanta-konstanta ini hanya dapat ditentukan dengan metode regresi kuadratik. Nilai konstanta yang diperoleh kemudian disubsitusikan ke dalam persamaan awal GAB untuk menghasilkan persamaan yang lebih sederhana yang menunjukkan hubungan kadar air kesetimbangan dengan aktivitas air. Penentuan persamaan linear modelmodel tersebut pada Lampiran 13. Persamaan-persamaan linear dari model-model persamaan kurva sorpsi isotermis dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Model persamaan kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) TF Model Hasley Chen Clayton Henderson Caurie Oswin GAB
Persamaan Linear (y = a + bx) log (ln(1/aw)) = -1,94 - 1,79 log Me ln (ln(1/aw)) = 1,06 - 13,91 Me log (ln(1/(1-aw))) = 1,32 + 1,52 log Me ln Me = -3,21 + 1,92 aw ln Me = -2,26 + 0,42 ln (aw/(1-aw)) Me = 0,4166Aw/(1-0,7471Aw)(1-0,7471Aw+2,5577*0,7471Aw)
Tabel 6. Model persamaan kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) DF Model Hasley Chen Clayton Henderson Caurie Oswin GAB
Persamaan Linear (y = a + bx) log (ln(1/aw)) = -1,62 - 1,54 log Me ln (ln(1/aw)) = 0,76 - 9,90 Me log (ln(1/(1-aw))) = 1,04 + 1,30 log Me ln Me = -3,26 + 2,22 aw ln Me = -2,16 + 0,49 ln (aw/(1-aw)) Me = 0,6515Aw/(1-0,8785Aw)(1-0,8785Aw+0,8785*2,7414Aw)
Persamaan-persamaan di atas kemudian digunakan untuk menentukan kadar air kesetimbangan kedua jenis snack. Keakuratan dan kemulusan kurva sorpsi isotermis dalam menggambarkan fenomena sorpsi ditentukan berdasarkan semakin berhimpitnya kurva sorpsi isotermis hasil percobaaan dengan kurva sorpsi isotermis dari model-model persamaan. Hasil perhitungan kadar air kesetimbangan snack TF dan snack DF berdasarkan persamaan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14. Model-model persamaan tersebut kemudian diuji ketepatannya dengan menghitung nilai MRD (Mean Relative Determination). Uji ketepatan persamaan sorpsi isotermis dilakukan untuk mengetahui ketepatan dari beberapa model persamaan sorpsi isotermis yang terpilih sehingga memperoleh kurva sorpsi isotermis dengan menggunakan perhitungan Mean Relative Determination (MRD) (Walpole 1990). Hasil
perhitungan nilai MRD terhadap beberapa model persamaan sorpsi isotermis dalam penentuan umur simpan fish snack dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil perhitungan nilai MRD model persamaan sorpsi isotermis Model Persamaan Hasley Chen Clayton Henderson Caurie Oswin GAB
MRD Snack TF 5,15 4,26 3,34 2,45 4,05 108,68
Snack DF 24,32 7,03 5,88 5,20 5,81 206,12
Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 15, model persamaan yang dapat menggambarkan kurva sorpsi isotermis yang paling tepat untuk snack TF dan snack DF adalah model Caurie. Model persamaan Caurie terpilih sebagai model yang memiliki kurva paling berhimpit dengan kurva sorpsi isotermis percobaan dibandingkan model-model persamaan lainnya. Model persamaan Caurie memiliki nilai MRD paling rendah dibandingkan model-model persamaan yang lain yaitu 2,45 untuk snack TF. Nilai tersebut menunjukkan bahwa model persamaan Caurie dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis snack TF dengan tepat (MRD < 5). Model persamaan Chen Clayton, Henderson, dan Oswin juga menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis dengan tepat (MRD < 5) sedangkan model persamaan Hasley agak tepat dalam
menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis (5 < MRD < 10). Namun semakin kecil nilai MRD yang diperoleh maka semakin tepat kurva model persamaan tersebut dalam menggambarkan kondisi kadar air kesetimbangan hasil percobaan. Model persamaan GAB tidak dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis snack TF dengan tepat (MRD > 10). Persamaan kurva sorpsi isotermis model Caurie untuk snack TF yang dimaksud adalah ln Me = -3,21 + 1,92 aw. Kurva sorpsi isotermis berdasarkan model persamaan terpilih untuk fish snack (produk ekstrusi) TF dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Kurva sorpsi isotermis model Caurie dan hasil percobaan untuk fish snack (produk ekstrusi) TF Model persamaan Caurie juga digunakan dalam menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis snack DF. Model persamaan Caurie memiliki nilai MRD terkecil yaitu 5,20 yang menunjukkan bahwa model tersebut dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis snack DF dengan agak tepat (5 < MRD < 10). Model persamaan Chen Clayton, Henderson, dan Oswin juga menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis dengan agak tepat (5 < MRD < 10) sedangkan model persamaan Hasley dan GAB tidak dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis snack DF dengan tepat (MRD > 10). Model
persamaan
Caurie
diharapkan
dapat
mewakili
dalam
menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis snack DF meskipun dengan tingkat keakuratan agak tepat. Selain itu model persamaan Caurie memiliki kurva sorpsi isotermis yang paling berhimpit dengan kurva sorpsi isotermis hasil percobaan. Persamaan kurva sorpsi isotermis model Caurie untuk snack DF yang
dimaksud adalah ln Me = -3,26 + 2,22 aw. Kurva sorpsi isotermis berdasarkan model persamaan terpilih untuk fish snack (produk ekstrusi) DF dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Kurva sorpsi isotermis model Caurie dan hasil percobaan untuk fish snack (produk ekstrusi) DF Model persamaan kurva sorpsi isotermis terpilih dapat juga digunakan untuk
menentukan
nilai
aktivitas
air
saat
kadar
air
kritis
snack
tercapai. Berdasarkan uji rating, nilai aw snack TF dengan kadar air kritis 0,125 (g H2O/g solid) adalah 0,589 sedangkan snack DF dengan kadar air kritis 0,077 (g H2O/g solid) memiliki aw kritis 0,313. Nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan nilai aw snack TF dan snack DF berdasarkan uji hedonik dimana berturutturut adalah 0,592 dan 0,320. Perbedaan ini tidak berpengaruh terhadap umur simpan kedua jenis snack. Pada penelitian ini, uji rating lebih tepat digunakan karena lebih spesifik pada parameter yang diuji seperti kerenyahan dibandingkan dengan uji hedonik. Pada uji hedonik, hasil penilaiannya dapat dipengaruhi oleh parameter lain seperti rasa, aroma, dan penampakan sehingga hasil kurang spesifik. Berdasarkan nilai aw yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa produk snack masih aman untuk dikonsumsi pada saat kadar air kritisnya tercapai. Nilainilai tersebut masih berada pada kisaran yang aman dari pertumbuhan mikroorganisme berbahaya seperti kapang, khamir, dan bakteri. Beberapa jenis kapang seperti Mucor, Neurospora, dan Rhizopus yang tumbuh cepat pada bahan pangan berkadar air tinggi dan tidak berbahaya selama nilai aw bahan pangan tersebut di bawah 0,90. Jenis xerofilik saja yang umumnya dapat tumbuh pada
nilai aw di bawah 0,85. Semua jenis kapang xerofilik bersifat mikrotoksik yang diproduksi pada nilai aw sekitar 0,75 (Purnomo 1995) 4.2.5. Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi)
Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis ditentukan pada daerah linear (Arpah 2001). Daerah linear tersebut diambil antara daerah kadar air awal dan kadar air kritis (Labuza 1982). Titik-titik hubungan antara aktifitas air dan kadar air kesetimbangan memiliki persamaan linier y = a + bx. Nilai b persamaan tersebut merupakan slope kurva sorpsi isotermis. Penelitian ini menggunakan dua daerah dalam menentukan nilai b untuk mengetahui pengaruhnya terhadap umur simpan snack. Slope 1 merupakan hasil perbandingan antara selisih kadar air awal dan kadar air kritis dengan selisih antara aktivitas air awal dengan aktivitas air kritis. Nilai aktivitas air awal dan kritis snack diperoleh dari perhitungan dengan persamaan terpilih yaitu model Caurie. Slope 2 diperoleh dari slope garis lurus pada daerah linear yang melewati kadar air awal. Nilai slope 1 untuk snack TF dan snack DF secara rating berturut-turut adalah 0,16 dan 0,15 berdasarkan perhitungan antara selisih kadar air awal dan kadar air kritis dengan selisih antara aktivitas air awal dengan aktivitas air kritis. Nilai slope 2 diperoleh dari persamaan linear yang terbentuk pada kurva sorpsi isotermis model Caurie yang melewati kadar air awal. Slope 2 kurva sorpsi isotermis model Caurie dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16.
Gambar 15. Penentuan slope kurva sorpsi isotermis model Caurie untuk fish snack (produk ekstrusi) TF
Gambar 16. Penentuan slope kurva sorpsi isotermis model Caurie untuk fish snack (produk ekstrusi) DF Melalui kedua gambar di atas, diketahui bahwa nilai slope 2 pada kurva sorpsi isotermis yaitu 0,24 untuk snack TF dan 0,33 untuk snack DF berdasarkan model persamaan Caurie.
Koefisien determinasi (R2) masing-masing snack
adalah 0,98 dan 0,97 yang menunjukkan ketepatan dalam menggambarkan kondisi sebenarnya hasil percobaan. Koefisien determinasi pada snack TF lebih tinggi dibandingkan snack DF. Oleh karena itu persamaan Caurie lebih tepat dalam menggambarkan kondisi sebenarnya untuk snack TF yang menghasilkan kurva dengan tingkat kemulusan yang tinggi. Dari keseluruhan nilai slope tersebut diperoleh keterangan bahwa slope 1 tidak tepat digunakan dalam penentuan umur simpan karena hanya terdiri dari 2 titik sehingga kurang menggambarkan kurva sorpsi isotermis yang sebenarnya. Oleh karena itu slope 2 hasil perhitungan dengan model persamaan Caurie dipilih dan lebih tepat untuk penentuan umur simpan karena merupakan nilai slope dari persamaan linear model terpilih untuk kurva sorpsi iostermis.. 4.2.6. Variabel pendukung umur simpan fish snack (produk ekstrusi)
Selain penentuan parameter-parameter yang disebutkan sebelumnya, dalam penentuan umur simpan perlu diperhatikan pula beberapa variabel pendukung seperti permeabilitas kemasan, luas kemasan, bobot padatan per kemasan, dan tekanan uap murni pada suhu 30 0C. Permeabilitas uap air kemasan (k/x) adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu sebagai akibat
adanya perbedaan unit tekanan uap air antara permukaan produk dengan lingkungannya pada suhu dan kelembaban tertentu (Robertson 1993). Semakin tinggi suhu yang dipakai pengujian maka pori-pori plastik akan semakin membesar dan nilai k/x meningkat. Oleh karena itu dalam penentuan permeabilitas uap air kemasan harus dilakukan pada suhu konstan dan terkontrol. Nilai k/x digunakan untuk mengetahui pengaruh kemasan terhadap umur simpan produk. Nilai tersebut tidak dipengaruhi oleh ketebalan kemasan. Penelitian ini menggunakan kemasan plastik PP (polypropylene) tebal sebagai kemasan primer. Nilai permeabilitas kemasan (k/x) plastik PP tebal yang diperoleh adalah 0,0785 (g/m2.hari. mmHg). PP (polypropylene) adalah salah satu jenis plastik yang sering digunakan sebagai pengemas bahan pangan. Plastik PP (polypropylene) memiliki sifat antara lain tembus pandang, mempunyai kekuatan tarik yang lebih besar dari polietilen, rapuh pada suhu rendah, lebih kaku, tidak gampang sobek, permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak serta memiliki titik lebur yang tinggi (Syarief et al. 1989). Karakteristik bahan pengemas juga mempengaruhi nilai permeabilitas uap air kemasan. Semakin rendah nilai k/x suatu kemasan maka semakin baik digunakan sebagai pengemas atau barrier terhadap uap air sehingga umur simpan bahan pangan yang dikemas semakin lama. Proses difusi yang terjadi pun semakin sedikit sehingga dapat mempertahankan kerenyahan produk. Variabel lainnya seperti luas kemasan, bobot padatan per kemasan, dan tekanan uap murni pada suhu 30 0C juga dianalisis dalam pengaruhnya terhadap umur simpan produk. Luas kemasan PP tebal yang diperoleh dari hasil percobaan adalah 0,086 m2 untuk kedua jenis snack. Kemasan dengan luas permukaan yang lebih besar dapat memperlambat laju difusi uap air. Sehingga untuk mencapai kadar air kritisnya menjadi lebih lama dan umur simpan produk menjadi lebih panjang. Bobot padatan per kemasan sama pada snack TF maupun snack DF yaitu 189,88 gram. Nilai tersebut ditentukan melalui berat awal snack setelah dikoreksi dengan kadar air awalnya. Tekanan uap murni pada suhu 30 0C diperoleh dari pembacaan pada tabel uap air Labuza (1982) yaitu sebesa 31,824 mmHg.
4.2.7. Umur simpan fish snack (produk ekstrusi)
Umur simpan fish snack (produk ekstrusi) dalam penelitian ini ditentukan melalui dua metode yaitu metode konvensional dan metode akselerasi. Metode konvensional dilakukan dengan menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode ini cukup akurat dan tepat namun memerlukan waktu yang lama dan analisis yang relatif banyak. Metode ini umumnya memiliki masa kadaluarsa produk kurang dari 3 bulan (Arpah 2001). Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu. Metode akselerasi yang banyak diterapkan pada produk pangan kering adalah melalui pendekatan kadar air kritis. Model kadar air kritis dapat dilakukan melalui pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk produk pangan yang mempunyai kurva sorpsi isotermis berbentuk sigmoid (Labuza 1982). Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. 4.2.7.1. Metode konvensional
Penentuan umur simpan dengan metode konvensional dilakukan dengan menyimpan snack TF dan snack DF dalam kemasan pada suhu ruang selama empat minggu. Kemasan yang dipakai adalah kemasan plastik PP tebal dan disimpan pada kisaran 30±2 0C. Kedua jenis sampel dianalisis perubahan yang terjadi terhadap kadar proksimat, nilai organoleptik (hedonik), nilai kerenyahan, TPC (Total Plate Count), kadar TBA, dan derajat pengembangan. Analisis tersebut dilakukan dengan selang penyimpanan tiap satu minggu hingga fish snack mulai menunjukkan tidak dapat diterima atau tidak layak dikonsumsi secara keseluruhan dari hasil pengujian.
a. Analisis proksimat
Grafik hasil uji proksimat fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF pada penyimpanan tiap minggu dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18.
Gambar 17. Kadar proksimat fish snack (produk ekstrusi)TF selama penyimpanan
Gambar 18. Kadar proksimat fish snack (produk ekstrusi)DF selama penyimpanan Berdasarkan Gambar 17 dan Gambar 18 di atas diketahui bahwa kadar proksimat snack TF maupun snack DF mengalami perubahan selama penyimpanan hingga minggu keempat. Secara keseluruhan dari grafik tersebut terlihat bahwa kadar air dan kadar lemak pada snack TF mengalami peningkatan selama penyimpanan namun tidak signifikan. Kadar protein snack TF mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Melalui analisis ragam uji Tukey diperoleh keterangan bahwa kadar protein dan kadar abu snack TF tidak berbeda nyata selama penyimpanan hingga minggu keempat. Lama penyimpanan
yang diberikan tidak mempengaruhi kadar protein dan kadar abu akhir snack TF. Kadar air menunjukkan perbedaan selama penyimpanan yaitu penyimpanan snack TF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-3 dan minggu ke-4. Begitu pula dengan penyimpanan minggu ke-2 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-3 dan minggu ke-4. Kadar lemak pada penyimpanan snack TF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-4. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan yang diberikan berpengaruh terhadap kadar air dan kadar lemak snack TF. Gambar 18 menunjukkan bahwa kadar air dan kadar abu snack DF mengalami peningkatan sedangkan kadar protein dan kadar lemak mengalami penurunan selama penyimpanan. Berdasarkan analisis ragam uji Tukey diperoleh keterangan bahwa kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu snack DF berbeda nyata selama penyimpanan. Lama penyimpanan yang diberikan mempengaruhi kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu akhir snack DF. Kadar air penyimpanan snack DF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4 sedangkan dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4 tidak saling berbeda nyata. Kadar protein penyimpanan snack DF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4. Kadar protein penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-3 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-1 dan minggu ke-4. Kadar protein minggu ke-4 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-1, minggu ke-2, dan minggu ke-3. Kadar lemak penyimpanan snack DF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-3 dan minggu ke-4. Namun penyimpanan minggu ke-2 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-1, minggu ke-3, dan minggu ke-4. Kadar abu penyimpanan minggu ke-1 hanya berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-4. Dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan yang diberikan berpengaruh terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu akhir snack DF. Lemak merupakan salah satu komponen utama bahan pangan selain air, protein, dan karbohidrat yang memiliki peranan cukup penting terutama dalam
menentukan karakteristik bahan pangan (Apriyantono 2001). Adanya penambahan flavor sebagai perlakuan pada penyimpanan fish snack berpengaruh terhadap perbandingan kadar lemak kedua jenis snack, dimana dengan jelas terlihat snack DF memiliki kadar lemak yang lemak yang jauh lebih tinggi yaitu 9,50 % dibandingkan snack TF yang sebesar 1,58 % dengan fortifikasi grit ikan patin sebagai sumber utamanya. Jumlah minyak nabati yang digunakan sebagai media saat penambahan flavor juga berpengaruh terhadap kadar lemak akhir dari produk tersebut. Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar lemak hingga 2,50 % pada snack TF. Pada snack DF terjadi penurunan menjadi 7,83 % setelah penyimpanan selama empat minggu. Naik kadar lemak fish snack diduga dikarenakan adanya reaksi oksidasi lemak oleh oksigen yang masuk bersamaan dengan uap air saat proses adsorpsi akibat perbedaan RH lingkungan dan bahan pangan. b. Nilai TBA (thiobarbituric-acid)
Analisis TBA merupakan uji spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh (PUFA). Umumnya diterapkan pada lemak pangan yang mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi seperti linoleat yang dapat mempengaruhi stabilitas flavour (Ketaren 1986). Asam lemak tidak jenuh (PUFA) banyak ditemukan pada hasil perairan termasuk ikan patin (Pangasius sp.) yang diketahui mengandung lemak cukup tinggi. Grafik perubahan nilai TBA kedua jenis fish snack selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Nilai TBA fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF selama penyimpanan
Berdasarkan
Gambar
19
di
atas
diketahui
bahwa
nilai
TBA
(thiobarbituric-acid) hasil analisis untuk snack TF berkisar antara 0,30 – 0,49 mg malonaldehid/kg minyak yang mengalami peningkatan tiap minggu selama penyimpanan 4 minggu. Hal ini juga terjadi pada snack DF selama penyimpanan yaitu dengan nilai TBA hasil analisis yang berkisar antara 0,25 – 0,43 mg malonaldehid/kg minyak. Adapun nilai TBA minimal yang masih dapat diterima adalah kurang dari 2 mg malonaldehid/kg minyak (Tokur et al. 2006). Berdasarkan nilai tersebut maka kedua jenis fish snack baik tanpa
maupun
dengan penambahan flavor masih layak untuk dikonsumsi. Perubahan ini menunjukkan adanya proses oksidasi yang terjadi terhadap asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam fish snack. Reaksi tersebut akan menurunkan mutu dari minyak atau lemak bahan pangan. Kerusakan yang ditimbulkan berupa terbentuknya bau tengik pada produk. Reaksi ketengikan terjadi karena adanya reaksi autooksidasi dari radikal asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak (Ketaren 1986). Melalui analisis ragam uji Tukey diperoleh keterangan bahwa nilai TBA snack TF berbeda nyata selama penyimpanan. Lama penyimpanan yang diberikan berpengaruh terhadap jumlah malonaldehid yang terbentuk pada snack TF. Nilai TBA penyimpanan snack TF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4. Nilai TBA dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4 tidak saling berbeda nyata. Untuk snack DF, berdasarkan analisis ragam uji Tukey diperoleh keterangan bahwa nilai TBA snack DF juga berbeda nyata selama penyimpanan. Lama penyimpanan mempengaruhi jumlah malonaldehid yang terbentuk pada snack DF. Nilai TBA penyimpanan snack DF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4. Nilai TBA penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-3 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-1 dan minggu ke-4. Nilai TBA minggu ke-4 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-1, minggu ke-2, dan minggu ke-3. Dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan mempengaruhi nilai TBA snack TF maupun snack DF. Uji ketengikan dilakukan untuk mengetahui derajat ketengikan dengan mengukur jumlah senyawa-senyawa hasil oksidasi yang terbentuk. Pengukuran
dapat dilakukan melalui penentuan bilangan peroksida, jumlah karbonil, oksigen aktif, uji TBA (thiobarbituric-acid), dan uji oven Schaal (Winarno 1994). Senyawa-senyawa yang dihasilkan dari degradasi lipid diantaranya hidrokarbon, aldehid, keton, asam karboksilat, alkohol, dan heterosiklik. Oksidasi lipid ini akan menurunkan jumlah lipid yang dapat dicerna maupun yang tersedia sebagai sumber energi dalam tubuh. Selain itu, oksidasi lipid dapat menghasilkan senyawa-senyawa radikal yang akan terserap dan memicu terbentuknya senyawa radikal bebas dalam tubuh melalui makanan yang dikonsumsi. c. Uji TPC (Total Plate Count)
Uji ini berguna untuk mengetahui banyaknya mikroba yang terdapat pada suatu produk. Uji mikrobiologis dilakukan dengan perhitungan jumlah bakteri yang ada dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30 - 300 koloni. Angka lempeng total (TPC) merupakan salah satu metode untuk menentukan jumlah mikroorganisme dalam sampel secara tidak langsung. Metode ini lebih akurat dibandingkan dengan pengamatan langsung melalui mikroskop. Setiap sel yang hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan indeks bagi mikroorganisme dalam sampel dapat hidup (Fardiaz 1992). Grafik hasil perhitungan TPC untuk snack TF dan snack DF selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21.
Gambar 19. Nilai TPC fish snack (produk ekstrusi) TF selama penyimpanan
Gambar 21. Nilai TPC fish snack (produk ekstrusi) DF selama penyimpanan Hasil uji mikrobiologi pada Gambar 20 dan Gambar 21 di atas menunjukkan bahwa fish snack tanpa penambahan flavor dan fish snack dengan penambahan flavor mengalami peningkatan nilai log TPC (Total Plate Count) selama 4 minggu penyimpanan. Secara logaritmik diperoleh persamaan y = 2,637 ln(x) + 2,682 untuk snack TF dengan nilai koefisien determinasi (R2) 0,93. Pada snack DF memiliki persamaan logaritmik y = 3,583 ln(x) + 2,254 dengan nilai koefisien determinasi 0,99 yang menunjukkan ketepatan dalam menggambarkan kondisi sebenarnya hasil percobaan. Semakin tinggi nilai r (koefisien korelasi) persamaan tersebut semakin tinggi tingkat keeratan hubungan antara kedua faktor yang dibandingkan. Sehingga kedua kurva dan persamaan logaritmik tersebut dapat mewakili kondisi sebenarnya dari percobaan dimana bertambahnya lama penyimpanan mempengaruhi nilai log TPC berupa peningkatan jumlah koloni per volume (CFU/ml). Peningkatan nilai log TPC hingga minggu keempat dipengaruhi oleh adanya nutrien pada produk, kontaminasi udara, RH lingkungan, aw produk, dan suhu penyimpanan. Pertumbuhan mikroorganisme tersebut efektif dihambat jika diberikan perlakuan bahan pengawet yang dikombinasikan dengan proses refrigerasi sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk (Flores 2004). d. Kerenyahan
Kerenyahan fish snack pada minggu keempat pada penyimpanan konvensional adalah 1288 gf untuk snack TF dan 868 gf untuk snack DF.
Nilai kerenyahan fish snack secara akselerasi yaitu pada uji hedonik adalah 1164,74 gf untuk snack TF dan 874,54 gf untuk snack DF. Berdasarkan uji rating diperoleh nilai kerenyahan 1164,04 gf untuk snack TF dan 861,38 gf untuk snack DF. Nilai kerenyahan dengan metode akselerasi merupakan nilai kerenyahan kritis atau tekstur kritis yang diperoleh dari persamaan linear dan dibatasi skor penilaian organoleptik yaitu tiga dimana kerenyahan snack TF dan snack DF sudah tidak dapat diterima lagi. Nilai kerenyahan fish snack dengan metode konvensional berdasarkan penilaian secara hedonik (kesukaan) panelis yang dapat dipengaruhi oleh parameter organoleptik lainnya seperti aroma, rasa, warna, dan penampakan. Nilai tersebut bersifat subjektif yang juga dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal berupa komposisi produk, kadar proksimat, dan kondisi responden sedangkan faktor eksternal dapat berupa pengaruh suhu, RH, cahaya, dan kemasan. Hubungan lama penyimpanan dengan kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF selama penyimpanan Hasil analisis Kruskal Wallis untuk uji organoleptik dengan metode konvensional diketahui bahwa bertambahnya waktu penyimpanan (tiap minggu) mempengaruhi kerenyahan produk fish snack tanpa flavor maupun dengan flavor. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Multiple Comparisons dimana penyimpanan snack TF minggu ke-4 berbeda nyata terhadap penyimpanan minggu ke-1, ke-2, dan ke-3. Sedangkan penyimpanan snack DF minggu ke-4 berbeda nyata dengan
penyimpanan minggu ke-1 dan minggu ke-2. Penyimpanan snack DF minggu ke4 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-3. Berdasarkan hasil uji Tukey untuk uji organoleptik (hedonik) dengan metode akselerasi berupa pendekatan kurva sorpsi isotermis diketahui bahwa bertambahnya waktu penyimpanan (tiap 30 menit) mempengaruhi kerenyahan produk fish snack tanpa flavor maupun dengan flavor. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Multiple Comparisons dimana penyimpanan snack TF menit ke-180 berbeda nyata terhadap semua penyimpanan dari menit ke-0 hingga menit ke-150. Penyimpanan snack TF menit ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan menit ke-30. Sedangkan penyimpanan snack TF menit ke-60 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan menit ke-90. Begitu pula dengan penyimpanan snack DF menit ke-180 berbeda nyata terhadap penyimpanan menit ke-0 hingga menit ke-150. Penyimpanan snack DF menit ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan dari menit ke-30. Sehingga dapat disimpulkan lama penyimpanan sangat mempengaruhi tingkat kerenyahan produk fish snack. Hasil uji Tukey untuk uji organoleptik (rating) dengan metode akselerasi berupa pendekatan kurva sorpsi isotermis juga menunjukkan hasil yang sama yaitu bahwa bertambahnya waktu penyimpanan (tiap 30 menit) mempengaruhi kerenyahan produk fish snack baik tanpa flavor maupun dengan flavor. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Multiple Comparisons dimana penyimpanan snack TF menit ke-180 berbeda nyata terhadap semua penyimpanan dari menit ke-0 hingga menit ke-150. Penyimpanan snack TF menit ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan menit ke-30. Penyimpanan snack TF menit ke-30 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan menit ke-0 dan menit ke-60. Penyimpanan snack TF menit ke-60 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan menit ke-30 dan menit ke-90. Keseluruhan hasil analisis terhadap parameter-parameter di atas digunakan untuk menentukan umur simpan dari fish snack tersebut secara konvensional berdasarkan kondisi-kondisi yang menunjukkan kemunduran mutu pada hasil organoleptik, kadar proksimat, kerenyahan, nilai TBA, dan nilai TPC. Secara organoleptik nilai kesukaan panelis terhadap kerenyahan fish snack baik snack TF
maupun snack DF masih dapat diterima oleh konsumen. Nilai rata-rata hasil organoleptik hingga minggu keempat pada snack TF adalah 5,33 dan 5,07 untuk snack DF. Kedua nilai tersebut berada di atas skor kritis organoleptik yaitu skor 3 dimana snack sudah tidak diterima atau tidak layak lagi untuk dikonsumsi setelah 4 minggu penyimpanan. Kadar air baik snack TF dan snack DF hingga minggu keempat adalah 7,57 % (BB). Nilai tersebut berada di bawah kadar air kritis (BK) kedua jenis produk yaitu snack TF sebesar 0,125 g H2O/g solid dan snack DF sebesar 0,077 g H2O/g solid melalui metode akselerasi. Sehingga dengan kondisi kadar air tersebut, kedua jenis snack masih layak untuk dikonsumsi. 4.2.7.2. Metode akselerasi kadar air kritis dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis
Penentuan umur simpan dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis dilakukan dengan menyimpan fish snack pada RH umumnya penyimpanan RH penyimpanan yang dipakai yaitu pada RH 75 %, 80 %, dan 85 % dimana kisaran RH tersebut dipilih karena umumnya dipakai pada penyimpanan produk pangan. Adapun tempat penelitian ini dilakukan pada kondisi ruang selama penyimpanan dengan RH 85% berdasarkan hasil pengukuran Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor. Tinggi kelembaban relatif ruang penyimpanan dikarenakan waktu penelitian yang dilakukan pada bulan selama musim penghujan. Umur simpan terendah untuk fish snack tanpa penambahan flavor terdapat pada kondisi penyimpanan RH 85 % yaitu 2,9 bulan sedangkan umur simpan tertinggi diperoleh dari hasil perhitungan dengan slope 2 yaitu 6,5 bulan pada RH penyimpanan 75 %. Semakin tinggi kelembaban relatif penyimpanan maka perbedaan tekanan juga semakin besar. Perbedaan tekanan dipengaruhi oleh RH lingkungan dan RH produk. RH produk dapat dihitung melalui aw produk yang terukur. Oleh karena itu perbedaan tekanan juga dipengaruhi oleh aw produk yang dapat mengalami perubahan selama penyimpanan. Dapat dilihat bahwa umur simpan dari fish snack tanpa penambahan flavor akan mengalami penurunan dengan meningkatnya kelembaban relatif penyimpanan pada kedua slope. Hasil perhitungan parameter-parameter penentuan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) TF dengan uji rating dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :
Tabel 8. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) TF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji rating RH 75 % RH 80 % RH 85 % Parameter KA awal (Mi) (g H2O/g solid) 0,056 0,056 0,056 KA kritis (Mc) (g H2O/g solid) 0,124 0,124 0,124 Model persamaan Caurie : ln Me = -3.2115 + 1.9159aw Slope kurva sorpsi isotermis (b) a. slope 1 0,16 0,16 0,16 b. slope 2 0,24 0,24 0,24 KA kesetimbangan (Me) (g H2O/g solid) 0,17 0,19 0,21 Permeabilitas kemasan (k/x) (g/m2.hari. mmHg) 0,0785 0,0785 0,0785 Luas kemasan (A) (m2) 0,0857 0,0857 0,0857 Berat padatan per kemasan (Ws) (g) 189,88 189,88 189,88 Tekanan uap jenuh suhu 300C (Po) (mmHg) Ln (Me-Mi)/(Me-Mc) A/Ws Po/b1 Po/b2 Umur simpan (hari) a. slope 1 b. slope 2 Umur simpan (bulan) a. slope 1 b. slope 2
31,824 0,92 0,0005 197,79 133,21
31,824 0,74 0,0005 197,79 133,21
31,824 0,61 0,0005 197,79 133,21
131 195
106 157
87 129
4,4 6,5
3,5 5,2
2,9 4,3
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kondisi penyimpanan dengan RH 75 % merupakan kondisi penyimpanan yang cocok untuk fish snack karena umur simpan fish snack akan lebih panjang. Selain aw dan RH penyimpanan yang mengakibatkan perbedaan tekanan yang tinggi, umur simpan fish snack juga dipengaruhi oleh kadar air awal, kadar air kritis, dan kadar air kesetimbangan. Kadar air kritis yang dipakai merupakan kadar air kritis hasil uji rating. Umur simpan terendah untuk fish snack dengan penambahan flavor terdapat pada kondisi penyimpanan RH 85 % yaitu 0,4 bulan sedangkan umur simpan tertinggi diperoleh dari hasil perhitungan dengan slope 2 yaitu 1,3 bulan pada RH penyimpanan 75 %. Fish snack dengan penambahan flavor memiliki umur simpan jauh lebih rendah dibandingkan umur simpan fish snack tanpa penambahan flavor. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penambahan flavor akan mempercepat penurunan mutu snack sehingga memperkecil masa simpan produk tersebut. Dapat dilihat bahwa umur simpan dari fish snack dengan penambahan
flavor juga mengalami penurunan dengan meningkatnya kelembaban relatif penyimpanan pada kedua slope. Berikut hasil perhitungan parameter-parameter penentuan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) DF dengan uji rating dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) DF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji rating RH 75 % RH 80 % RH 85 % Parameter KA awal (Mi) (g H2O/g solid) 0,058 0,058 0,058 KA kritis (Mc) (g H2O/g solid) 0,077 0,077 0,077 Model persamaan Caurie : ln Me = -3.2626+ 2.2212aw Slope kurva sorpsi isotermis (b) a. slope 1 0,14 0,14 0,14 b. slope 2 0,32 0,32 0,32 KA kesetimbangan (Me) (g H2O/g solid) 0,20 0,23 0,25 Permeabilitas kemasan (k/x) (g/m2.hari. mmHg) 0,0785 0,0785 0,0785 Luas kemasan (A) (m2) 0,0857 0,0857 0,0857 Berat padatan per kemasan (Ws) (g) 189,88 189,88 189,88 Tekanan uap jenuh suhu 300C (Po) (mmHg) Ln (Me-Mi)/(Me-Mc) A/Ws Po/b1 Po/b2 Umur simpan (hari) a. slope 1 b. slope 2 Umur simpan (bulan) a. slope 1 b. slope 2
31,824 0,14 0,0005 219,78 100,39
31,824 0,12 0,0005 219,78 100,39
31,824 0,10 0,0005 219,78 100,39
17 38
15 32
13 28
0,6 1,3
0,5 1,1
0,4 0,9
Sejumlah minyak yang diberikan saat proses penambahan flavor juga mempengaruhi kecepatan penurunan mutu fish snack melalui peningkatan kadar lemak produk. Fish snack menjadi lebih cepat mengalami kerusakan terutama yang diakibatkan oleh tingginya kadar lemak. Kerusakan yang ditimbulkan berupa bau atau aroma tengik pada fish snack dan tidak layak konsumsi. Luas kemasan juga mempengaruhi kecepatan penurunan mutu fish snack. Kemasan dengan luas permukaan yang lebih besar dapat memperlambat laju difusi uap air. Sehingga untuk mencapai kadar air kritisnya menjadi lebih lama dan umur simpan produk menjadi lebih panjang (Syarief et al. 1989). Perhitungan umur simpan snack TF dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Perhitungan umur simpan snack TF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji hedonik RH 75 % RH 80 % RH 85 % Parameter KA awal (Mi) (g H2O/g solid) 0,056 0,056 0,056 KA kritis (Mc) (g H2O/g solid) 0,125 0,125 0,125 Model persamaan Caurie : ln Me = -3.2115 + 1.9159aw Slope kurva sorpsi isotermis (b) a. slope 1 0,16 0,16 0,16 b. slope 2 0,24 0,24 0,24 KA kesetimbangan (Me) (g H2O/g solid) 0,17 0,19 0,21 Permeabilitas kemasan (k/x) (g/m2.hari. mmHg) 0,0785 0,0785 0,0785 Luas kemasan (A) (m2) 0,0857 0,0857 0,0857 Berat padatan per kemasan (Ws) (g) 189,88 189,88 189,88 Tekanan uap jenuh suhu 300C (Po) (mmHg) Ln (Me-Mi)/(Me-Mc) A/Ws Po/b1 Po/b2 Umur simpan (hari) a. slope 1 b. slope 2 Umur simpan (bulan) a. slope 1 b. slope 2
31,824 0,94 0,0005 197,30 133,21
31,824 0,75 0,0005 197,30 133,21
31,824 0,62 0,0005 197,30 133,21
134 199
108 160
89 132
4,5 6,6
3,6 5,3
3,0 4,4
Umur simpan dari fish snack tanpa penambahan flavor juga mengalami penurunan dengan meningkatnya kelembaban relatif penyimpanan pada kedua slope. Umur simpan terendah untuk fish snack tanpa penambahan flavor terdapat pada kondisi penyimpanan RH 85 % yaitu 3,0 bulan sedangkan umur simpan tertinggi diperoleh dari hasil perhitungan dengan slope 2 yaitu 6,6 bulan pada RH penyimpanan 75 %. Rendahnya umur simpan disebabkan kondisi penyimpanan yang tinggi kandungan uap airnya sehingga penyerapan uap air ke dalam snack pun lebih banyak. Jenis kemasan juga berperan dalam memperpanjang umur simpan snack. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini adalah plastik PP (polypropylene). Semakin besar nilai permeabilitas kemasan yang dipakai maka semakin rendah umur simpan produk tersebut (Syarief et al. 1989). Nilai permeabilitas kemasan yang rendah memiliki kerapatan yang tinggi sehingga sejumlah uap air yang berdifusi melalui kemasan dapat dihambat.
Tekanan uap jenuh dan suhu saat penyimpanan juga berperan dalam menentukan umur simpan snack. Penyimpanan pada suhu ruang (30 0C) memiliki tekanan uap jenuh sebesar 31,824 mmHg (Labuza 1982). Penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi dapat mempercepat proses penurunan mutu yang akan mempersingkat umur simpan produk tersebut. Umur simpan dari fish snack dengan penambahan flavor juga mengalami penurunan dengan meningkatnya kelembaban relatif penyimpanan pada kedua slope. Umur simpan terendah untuk fish snack dengan penambahan flavor terdapat pada kondisi penyimpanan RH 85 % yaitu 0,4 bulan sedangkan umur simpan tertinggi diperoleh dari hasil perhitungan dengan slope 2 yaitu 1,3 bulan pada RH penyimpanan 75 %. Penentuan umur simpan snack DF dengan uji hedonik dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perhitungan umur simpan snack DF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji hedonik RH 75 % RH 80 % RH 85 % Parameter KA awal (Mi) (g H2O/g solid) 0,058 0,058 0,058 KA kritis (Mc) (g H2O/g solid) 0,077 0,077 0,077 Model persamaan Caurie : ln Me = -3.2626+ 2.2212aw Slope kurva sorpsi isotermis (b) a. slope 1 0,15 0,15 0,15 b. slope 2 0,32 0,32 0,32 KA kesetimbangan (Me) (g H2O/g solid) 0,20 0,23 0,25 Permeabilitas kemasan (k/x) (g/m2.hari. mmHg) 0,0785 0,0785 0,0785 Luas kemasan (A) (m2) 0,0857 0,0857 0,0857 Berat padatan per kemasan (Ws) (g) 189,88 189,88 189,88 Tekanan uap jenuh suhu 300C (Po) (mmHg) Ln (Me-Mi)/(Me-Mc) A/Ws Po/b1 Po/b2 Umur simpan (hari) a. slope 1 b. slope 2 Umur simpan (bulan) a. slope 1 b. slope 2
31,824 0,14 0,0005 217,82 100,39
31,824 0,12 0,0005 217,82 100,39
31,824 0,10 0,0005 217,82 100,39
18 40
16 34
13 29
0,6 1,3
0,5 1,1
0,4 1,0
Secara uji rating maupun uji hedonik, hasil perhitungan umur simpan tidak menunjukkan perbedaan baik pada fish snack tanpa penambahan flavor maupun fish snack dengan penambahan flavor. Oleh karena itu, uji rating yang bersifat objektif terhadap produk pangan dipilih dan lebih tepat dalam penentuan umur simpan snack pada penelitian ini. Uji hedonik yang bersifat subjektif akan memberikan hasil yang kurang akurat dibandingkan uji rating. Faktor-faktor seperti aroma, rasa, dan penampakan akan mempengaruhi penilaian yang menyebabkan hasil tidak akurat. Perubahan spesifik pada warna, aroma, rasa, tekstur, kestabilan, dan penerimaan (acceptability) bahan pangan dan pengolahan makanan telah dihubungkan dengan selang aktifitas air yang relatif lebih sempit (Cardenas 2000). Semakin rendah RH penyimpanan maka semakin panjang umur simpan dari produk tersebut. Nilai kadar air kritis (Mc) kedua jenis snack yang hampir sama juga sebagai acuan untuk mengambil nilai umur simpan dengan uji rating. Kadar air kritis sangat mempengaruhi umur simpan snack sehingga dengan mengetahui kadar air kritisnya maka umur simpan secara organoleptik dapat ditentukan dan dilihat perbedaannya.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Perubahan kadar air ini akan menyebabkan kerusakan snack berupa hilangnya kerenyahan produk. Hal ini didukung pula oleh hasil survei konsumen yaitu sebesar 56,67 % memilih parameter tekstur sebagai parameter kritis yang paling mempengaruhi kerusakan produk snack. Berdasarkan hasil survei tersebut maka dalam penentuan umur simpan fish snack digunakan metode pendekatan kadar air kritis. Kadar air kritis, tekstur kritis, dan kadar air kesetimbangan ditentukan untuk memperoleh kurva sorpsi isotermis dari model persamaan terpilih yaitu model persamaan Caurie. Kadar air kritis kedua jenis produk secara hedonik yaitu fish snack tanpa flavor sebesar 0,125 g H2O/g solid dan fish snack dengan flavor sebesar 0,077 g H2O/g solid. Berdasarkan uji rating kadar air kritis kedua jenis produk yaitu fish snack tanpa flavor sebesar 0,124 g H2O/g solid dan fish snack dengan flavor sebesar 0,076 g H2O/g solid. Nilai kerenyahan yang diperoleh pada uji hedonik adalah 1164,74 gf untuk snack TF dan 874,54 gf untuk snack DF. Berdasarkan uji rating diperoleh nilai kerenyahan 1164,04 gf untuk snack TF dan 861,38 gf untuk snack DF. Titik-titik kritis ini merupakan titik dimana kerenyahan fish snack tidak dapat diterima lagi secara organoleptik. Nilai aw untuk snack TF adalah 0,146 dan 0,163 untuk snack DF. Model persamaan Caurie dipilih dan lebih tepat untuk penentuan umur simpan fish snack dengan pendekatan kurva sorpsi isotermiskarena memiliki nilai MRD terendah yaitu 2,45 untuk snack TF dan 5,20 untuk snack DF. Dalam penelitian ini hanya digunakan dua daerah penentuan slope untuk diketahui pengaruhnya terhadap umur simpan. Nilai slope 1 untuk snack TF dan snack DF secara rating berturut-turut adalah 0,161 dan 0,145 sedangkan nilai slope 2 pada kurva sorpsi isotermis yaitu 0,239 untuk snack TF dan 0,317 untuk snack DF berdasarkan model persamaan Caurie. Penelitian ini juga dilakukan penentuan umur simpan fish snack dengan metode konvensional. Kedua jenis sampel dianalisis tiap minggu terhadap perubahan yang terjadi terhadap kadar proksimat, nilai organoleptik (hedonik),
nilai kerenyahan, TPC (Total Plate Count), kadar TBA, dan derajat pengembangan. Berdasarkan hasil penelitian, umur simpan fish snack dengan metode kadar air kritis melalui pendekatan kurva sorpsi isotermis berkisar 2,9 – 4,3 bulan untuk snack TF dan 0,4 – 0,9 bulan untuk snack DF secara uji rating pada penyimpanan RH 85 % yang merupakan kondisi ruangan yang dipakai selama penelitian. Semakin rendah kelembaban relatif tempat penyimpanan maka semakin panjang umur simpan produk yang disimpan. Fish snack dengan penambahan flavor memiliki umur simpan jauh lebih rendah dibandingkan umur simpan fish snack tanpa penambahan flavor. Fish snack menjadi lebih cepat mengalami kerusakan terutama yang diakibatkan oleh tingginya kadar lemak. Fish snack mulai menunjukkan kemunduran mutu selama penyimpanan hingga minggu ke-4 pada penentuan umur simpan dengan metode konvensional. Secara umum produk fish snack masih layak untuk dikonsumsi dan diterima konsumen walaupun mulai terjadi penurunan mutu pada beberapa parameter seperti uji organoleptik, analisis proksimat, uji TBA, dan kerenyahan untuk kedua jenis snack baik tanpa penambahan flavor maupun dengan penambahan flavor. Namun pada uji TPC, sudah melewati batas kritis penerimaan konsumen. 5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan setelah penelitian ini antara lain: •
Perlu dilakukan suatu penelitian pembanding mengenai umur simpan fish snack (produk ekstrusi) dengan kemasan yang berbeda seperti alufo (metallized plastic) sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap daya simpan, nilai ekonomis, dan keefektifan produk yang dihasilkan.
•
Lamanya waktu penyimpanan produk fish snack pada metode konvensional yang perlu diperpanjang untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.
•
Penggunaan larutan garam jenuh yang lebih banyak akan meningkatkan keakuratan kurva sorpsi isotermis yang terbentuk dalam penentuan umur simpan.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah DR. 2006. Hubungan sorpsi air, suhu transisi gelas, dan mobilitas air serta pengaruhnya terhadap stabilitas produk pada model pangan [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2009. Adsorption and Desorption Isotherms. http://www.cdavies.files.wordpress.com/2006/09/mis-3.jpg [8 April 2009]. [AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Offial Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemyst, Inc. Arpah M. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluwarsa Produk Pangan. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Arpah M, Syarief R. 2000. Evaluasi model-model pendugaan umur simpan pangan dari difusi hukum fick undireksional [buletin]. Teknologi dan Industri Pangan 11 (1) : 11-15. [ASTM] The American Society for Testing Material Standards. 2006. Standard Test Method for Water Vapor Transmission Rate Through Plastic Film and Sheeting Using a Modulated Infrared Sensor (ASTM F 1249-2006). USA. Azman. 1988. Mutu makanan ekstrusi dari campuran beras dan gude [tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ballesteros D, Walters C. 2007. Water properties in fern spores: sorption characteristics relating to water affinity, glassy states, and storage stability. Journal of Experimental Botany 58 (5): 1185–1196. Brooker DB, Bakker-Arkema FW, Hall CW. 1992. Drying Cereal Grains. Connecticut: AVI Publishing Company. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 1985. Ilmu Pangan, penerjemah Hari Purnomo. Jakarta: UI-Press. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Syarat Mutu Makanan Ringan Ekstrudat (SNI 01-2886-2000). Jakarta: BSN. ________________________________. 2006. Cara Pengujian Bakteri TPC (SNI 01-2332.03-2006). Jakarta: BSN. Cardenas L, Norena Z, Brandelli. 2000. Sorption isotherm equations of potato flakes and sweet potato flakes. Brazilian Journal Food Technology 3 (1): 53-57.
Chirife J, Iglesias HA. 1978. Equation for fitting water sorption isotherm of foods. Journal Food Technology 13 (3): 159-593. deMan J. 1989. Principles of Food Chemistry. Belmont: Wadsworth Inc. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Produksi Ikan Patin. http://www.dkp.go.id/produksi-patin-2005/2009 [8 April 2009]. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2006. Modul Praktikum Analisis Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Faubion JM, Hoseney. 1982. Functionality of grain component in extrusion. Cereal Food World 27(5) : 212-220. Fellows PJ. 1990. Food Processing Principle and Practise. New York: Ellies Horwood Limited. Fennema OR. 1996. Food Chemistry 3rd Edition. New York: Marcell Dekker Inc. Flores M, Martinez G, Cardenas F, Bustos M, Vega R, Vidal R. 2004. Effect of some preservatives on shelf live of corn tortillas obtained from extruded massa. Journal Agroindustry 38: 285-292. Floros JD. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Dalam : Shelf Life Studies of Foods and Beverages. Charalambous G (ed). New York: Elsevier Publishing. Goula AM, Karapantsios TD, Achilias DS, Adamopoulos KG. 2008. Water sorption isotherms and glass transition temperature of spray dried tomato pulp. Journal of Food Engineering 85: 73–83. Guy R. 2001. Extrusion Cooking Technologies and Applications. Washington DC: Woodhead Publishing Limited Cambridge England, CRC Press. Harper JM. 1981. Extrusion of Food. Vol I dan II. Florida: CRC Press Inc. Hariyadi P. 2006. Prinsip-Prinsip Penetapan dan Pendugaan Masa Kadaluarsa Produk Pangan. Dalam: Modul Pelatihan: Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan. 7-8 Agustus 2006. Bogor. Hidayat T. 2006. Garuda Food Perkuat Posisi di Bisnis Snack. www.swa.co.id. [27 November 2008]. Hernandez RJ, Giacin JR. 1998. Factors Affecting Permeation, Sorption, and Migration Processes in Package-Product Systems. Dalam: Food Storage Stability. Irwin A, Taub, Paul Singh R (ed). USA: CRC Press.
Kapseu C, Nkouam GB, Dirand M, Barth D, Perrin L, Tchiegang C. 2006. Water vapour sorption isotherms of sheanut kernels (Vitellaria paradoxa Gaertn.). Journal of Food Technology 4 (4): 235-241. Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UIPress . Kusnandar F. 2006. Disain Percobaan Dalam Penetapan Umur Simpan Produk Pangan Dengan Metode ASLT (Model Arrhenius dan Kadar Air Kritis). Dalam: Modul Pelatihan: Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan. 7-8 Agustus 2006. Bogor. Labuza TP a. 1982. Shelf Live Dating of Foods. Connecticut: Food and Nutrition Press Inc, Westport. _________b. 2002. Water Activity and Sorption Isotherm. IFT Short Course. Departement of Food Science and Nutrition, University of Minnesota. Mathlouthi M, Roge B. 2003. Water vapour sorption isotherms and the caking of food powders. Journal Food Chemistry 82: 61–71. Matz SA. 1997. Snack Food Technology. Connecticut: AVI Publishing Co. Inc., Westport. Mercado V, Canovas B. 1996. Cookies and Crackers Technology. Texas: The AVI Publishing Co. Inc. Muaris H. 2007. Healthy Cooking Snack Favorit. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Muchtadi TR, Purwiyatno, Adil B. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Muhandri T, Kadarisman D. 2005. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Navarrete N, Moraga G, Talens P, Chiratlt A. 2004. Water sorption the effect plasticization in wafers. Journal Food Science and Technology 39 (7): 555-562 Pavinee C. 1998. Water Migration and Food Storage Stability. Dalam: Food Storage Stability. Irwin A, Taub, Paul Singh R (ed). USA: CRC Press. Purnomo H. 1995. Aktifitas Air dan Peranannya Dalam Pengemasan Pangan. Jakarta: UI-Press Rahayu WP. 1997. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor: Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Robertson GLa. 1992. Predicting the Shelf Life of Packaged Foods. Liang OB, Buchanan A, Fardiaz D (ed). Development of Food Science Technology in Southeast Asia. Bogor: IPB Press. ___________b. 1993. Food Packaging Principles and Practices. USA: Marcell Dekker Inc., New York. Sithole R, McDaniel MR, Goddik LM. 2005. Rate of maillard browning in sweet whey powder. Journal Diary Science 88: 1636-1645. Spiess WEL, Wolf W. 1987. Crictical Evaluation of Methods to Determine Moisture Sorption Isotherm. Dalam: Water Activity: Theory and Application to Food. Rockland LB, Beuchet LR (ed). New York: MarcellDekker Inc. Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah: Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Subagja Y. 2009. Fortifikasi ikan patin (Pangasius sp) pada snack ekstrusi [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Syarief R. 1990. Peranan Pengemasan Dalam Mempertahankan Mutu Pangan. Bogor: Pusat Pengembangan Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Bogor: PAU Rekayasa Proses Pangan, Institut Pertanian Bogor. Syarief R, Santausa S, Isyana B. 1989. Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Tokur B, Korkmaz K, Ayas D. 2006. Comparison of two thiobarbituric acid (TBA) method for monitoring lipid oxidation in fish. Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 23 (3): 331-334 Van den Berg C, Bruin S. 1981. Water Activity And Its Estimation In Food System. Theoritical Aspects. New York: Academy Press. Walpole RE. 1990. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Winarno FG, Jennie LB. 1983. Kerusakan Bahan Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Winarno FGa. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. __________b. 2004. Kimia Pangan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Form kuisioner penentuan atribut utama dan kerusakan snack QUISIONER Beri tanda (√) pada kolom pilihan Anda 1.
Apakah Anda pernah mengkonsumsi produk snack? ( ) ya
( ) tidak
2.
Apakah Anda menyukai produk snack yang ada di pasaran saat ini?
3.
Bagaimana tingkat kesukaan Anda terhadap produk snack! (pilih salah satu)
( ) ya
4.
( ) tidak
( ) sangat suka
( ) agak suka
( ) suka
( ) biasa saja
Seberapa sering Anda mengkonsumsi produk snack dalam satu minggu? ( ) sering (>6 kali)
5.
( ) netral
( ) biasa saja (3-5kali)
( ) jarang (<2kali)
Urutkan parameter-parameter snack berikut dari yang paling penting menurut Anda! (1=sangat penting, 2=penting, 3=biasa, 4=tidak penting, 5=sangat tidak penting): ( ) warna
( ) aroma
( ) rasa
( ) tekstur/kerenyahan
( ) penampakan 6.
Menurut Anda, kapan produk snack dianggap sudah tidak layak konsumsi? (pilih salah satu) ( ) warna berubah
( ) aroma berubah
( ) tidak renyah
( ) lainnya : .............
Deskripsikan alasan Anda : ................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................ TERIMA KASIH
Lampiran 2. Contoh form organoleptik UJI HEDONIK
Nama panelis : Tgl pengujian : Jenis produk : Produk snack ekstruksi ikan patin (Pangasius sp.) Instruksi Perlakuan
: Nyatakan penilaian Anda dengan angka Warna
Penampakan
Kerenyahan
Aroma
Rasa
A67 B45 C23 D09 E78 F56 G34 H12
Keterangan : 9 8 7 6 5
: amat sangat suka : sangat suka : suka : agak suka : netral
4 3 2 1
: agak tidak suka : tidak suka : sangat tidak suka : amat sangat tidak suka
UJI RATING
Instruksi
: Berikan penilaian Anda terhadap TEKSTUR (kerenyahan) sampel dengan angka
Kode \ Parameter
A67
B45
C23
D09
E78
F56
G34
H12
Tekstur (kerenyahan)
Keterangan : 9 8 7 6 5
: amat sangat renyah : sangat renyah : suka : agak renyah : netral
4 3 2 1
: agak tidak renyah : tidak renyah : sangat tidak renyah : amat sangat tidak renyah
Lampiran 3. Penentuan kadar proksimat awal fish snack Kadar air Perlakuan Bobot cawan (gr) Bobot sampel (gr) Bobot setelah dioven (gr) Hasil (%) Rata2
Tanpa Flavor TF1 TF2 19,925 17,320 3,000 3,005 22,775 20,155 5,000 5,657 5,329
Dengan Flavor DF1 DF2 19,810 24,020 3,000 3,000 22,645 26,855 5,500 5,500 5,500
Tanpa Flavor TF1 TF2 21,335 20,730 3,005 3,005 21,435 20,825 3,328 3,161 3,245
Dengan Flavor DF1 DF2 19,810 24,020 3,000 3,000 19,915 24,140 3,500 4,000 3,750
Tanpa Flavor TF1 TF2 1,005 1,005 2,000 2,000 19,433 19,433 19,433
Dengan Flavor DF1 DF2 1,005 1,005 1,850 1,900 17,975 18,461 18,218
Tanpa flavor TF1 TF2 76,350 70,580 3,000 3,005 76,400 70,625 1,667 1,498 1,582
Flavor
Kadar abu Perlakuan Bobot cawan (gr) Bobot sampel (gr) Bobot setelah ditanur (gr) Hasil (%) Rata2
Kadar protein Perlakuan Bobot sampel (gr) Titrasi HCl (ml) Hasil (%) Rata2
Kadar lemak Perlakuan Bobot labu (gr) Bobot sampel (gr) Bobot setelah dioven (gr) Hasil (%) Rata2
DF1 77,670 3,000 77,960 9,667
DF2 92,280 3,000 92,560 9,333 9,500
Lampiran 4. Hasil analisis ragam dan uji lanjut proksimat penyimpanan fish snack selama empat minggu Kadar Air Fish snack tanpa flavor
Hasil analisis ragam ANOVA Kadar Air
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 9.169 .338 9.506
df 3 4 7
Mean Square 3.056 .084
F 36.219
Sig. .002
Hasil uji lanjut Multiple Comparisons Dependent Variable: Kadar Air Tukey HSD
(I) Penyimpanan Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
(J) Penyimpanan Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Mean Difference (I-J) .166500 -1.826000* -2.242500* -.166500 -1.992500* -2.409000* 1.826000* 1.992500* -.416500 2.242500* 2.409000* .416500
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Std. Error .290489 .290489 .290489 .290489 .290489 .290489 .290489 .290489 .290489 .290489 .290489 .290489
Sig. .935 .011 .005 .935 .008 .004 .011 .008 .544 .005 .004 .544
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1.01604 1.34904 -3.00854 -.64346 -3.42504 -1.05996 -1.34904 1.01604 -3.17504 -.80996 -3.59154 -1.22646 .64346 3.00854 .80996 3.17504 -1.59904 .76604 1.05996 3.42504 1.22646 3.59154 -.76604 1.59904
Kadar Air a
Tukey HSD
Penyimpanan Minggu 2 Minggu 1 Minggu 3 Minggu 4 Sig.
N 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 5.16200 5.32850 7.15450 7.57100 .935 .544
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Fish snack dengan flavor
Hasil analisis ragam ANOVA Kadar air
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 5.827 .290 6.117
df 3 4 7
Mean Square 1.942 .073
F 26.760
Sig. .004
Hasil uji lanjut Multiple Comparisons Dependent Variable: Kadar air Tukey HSD
(I) Penyimpanan Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
(J) Penyimpanan Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Mean Difference (I-J) -1.821500* -1.987500* -2.071000* 1.821500* -.166000 -.249500 1.987500* .166000 -.083500 2.071000* .249500 .083500
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Std. Error .269414 .269414 .269414 .269414 .269414 .269414 .269414 .269414 .269414 .269414 .269414 .269414
Sig. .009 .006 .005 .009 .922 .794 .006 .922 .988 .005 .794 .988
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -2.91824 -.72476 -3.08424 -.89076 -3.16774 -.97426 .72476 2.91824 -1.26274 .93074 -1.34624 .84724 .89076 3.08424 -.93074 1.26274 -1.18024 1.01324 .97426 3.16774 -.84724 1.34624 -1.01324 1.18024
Kadar air a
Tukey HSD
Penyimpanan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Sig.
N 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 5.50000 7.32150 7.48750 7.57100 1.000 .794
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Kadar Abu Fish snack tanpa flavor
Hasil analisis ragam ANOVA Kadar abu
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .819 .547 1.365
df 3 4 7
Mean Square .273 .137
F 1.998
Sig. .257
F 7.015
Sig. .045
Fish snack dengan flavor
Hasil analisis ragam ANOVA Kadar abu
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 5.464 1.039 6.502
df 3 4 7
Mean Square 1.821 .260
Hasil uji lanjut Multiple Comparisons Dependent Variable: Kadar abu Tukey HSD
(I) Penyimpanan Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
(J) Penyimpanan Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Mean Difference (I-J) -1.075500 -1.325000 -2.323500* 1.075500 -.249500 -1.248000 1.325000 .249500 -.998500 2.323500* 1.248000 .998500
Std. Error .509535 .509535 .509535 .509535 .509535 .509535 .509535 .509535 .509535 .509535 .509535 .509535
Sig. .289 .181 .034 .289 .957 .209 .181 .957 .335 .034 .209 .335
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -3.14974 .99874 -3.39924 .74924 -4.39774 -.24926 -.99874 3.14974 -2.32374 1.82474 -3.32224 .82624 -.74924 3.39924 -1.82474 2.32374 -3.07274 1.07574 .24926 4.39774 -.82624 3.32224 -1.07574 3.07274
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Kadar abu a
Tukey HSD
Penyimpanan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Sig.
N 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 3.75000 4.82550 4.82550 5.07500 5.07500 6.07350 .181 .209
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Kadar Protein Fish snack tanpa flavor
Hasil analisis ragam ANOVA Kadar protein
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 4.239 .709 4.948
df 3 4 7
Mean Square 1.413 .177
F 7.970
Sig. .037
Fish snack dengan flavor
Hasil analisis ragam ANOVA Kadar protein
Between Groups
Sum of Squares 8.212
Within Groups Total
df 3
Mean Square 2.737
.237
4
.059
8.449
7
F 46.168
Sig. .001
Hasil uji lanjut Multiple Comparisons Dependent Variable: Kadar protein Tukey HSD
(I) Penyimpanan Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
(J) Penyimpanan Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Mean Difference (I-J) 1.700000* 1.700000* 2.838000* -1.700000* .000000 1.138000* -1.700000* .000000 1.138000* -2.838000* -1.138000* -1.138000*
Std. Error .243501 .243501 .243501 .243501 .243501 .243501 .243501 .243501 .243501 .243501 .243501 .243501
Sig. .008 .008 .001 .008 1.000 .032 .008 1.000 .032 .001 .032 .032
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Kadar protein a
Tukey HSD
Penyimpanan Minggu 4 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 1 Sig.
N 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 3 15.38000 16.51800 16.51800 18.21800 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound .70874 2.69126 .70874 2.69126 1.84674 3.82926 -2.69126 -.70874 -.99126 .99126 .14674 2.12926 -2.69126 -.70874 -.99126 .99126 .14674 2.12926 -3.82926 -1.84674 -2.12926 -.14674 -2.12926 -.14674
Kadar Lemak Fish snack tanpa flavor
Hasil analisis ragam ANOVA Kadar lemak
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares .950 .183 1.133
df 3 4 7
Mean Square .317 .046
F 6.936
Sig. .046
Kadar lemak Tukey HSD
a
Penyimpanan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Sig.
N 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 1.58250 1.82900 1.82900 2.16500 2.16500 2.49550 .160 .112
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Hasil uji lanjut Multiple Comparisons Dependent Variable: Kadar lemak Tukey HSD
(I) Penyimpanan Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
(J) Penyimpanan Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Mean Difference (I-J) -.246500 -.582500 -.913000* .246500 -.336000 -.666500 .582500 .336000 -.330500 .913000* .666500 .330500
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Std. Error .213671 .213671 .213671 .213671 .213671 .213671 .213671 .213671 .213671 .213671 .213671 .213671
Sig. .682 .160 .043 .682 .481 .112 .160 .481 .492 .043 .112 .492
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1.11632 .62332 -1.45232 .28732 -1.78282 -.04318 -.62332 1.11632 -1.20582 .53382 -1.53632 .20332 -.28732 1.45232 -.53382 1.20582 -1.20032 .53932 .04318 1.78282 -.20332 1.53632 -.53932 1.20032
Fish snack dengan flavor
Hasil analisis ragam ANOVA Kadar lemak
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 3.184 .384 3.568
df 3 4 7
Mean Square 1.061 .096
F 11.060
Sig. .021
Hasil uji lanjut Multiple Comparisons Dependent Variable: Kadar lemak Tukey HSD
(I) Penyimpanan Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
(J) Penyimpanan Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Mean Difference (I-J) .848000 1.347000* 1.673000* -.848000 .499000 .825000 -1.347000* -.499000 .326000 -1.673000* -.825000 -.326000
Std. Error .309785 .309785 .309785 .309785 .309785 .309785 .309785 .309785 .309785 .309785 .309785 .309785
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Kadar lemak a
Tukey HSD
Penyimpanan Minggu 4 Minggu 3 Minggu 2 Minggu 1 Sig.
N 2 2 2 2
Subset for alpha = .05 1 2 7.82700 8.15300 8.65200 8.65200 9.50000 .170 .159
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Sig. .159 .040 .019 .159 .465 .170 .040 .465 .733 .019 .170 .733
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -.41309 2.10909 .08591 2.60809 .41191 2.93409 -2.10909 .41309 -.76209 1.76009 -.43609 2.08609 -2.60809 -.08591 -1.76009 .76209 -.93509 1.58709 -2.93409 -.41191 -2.08609 .43609 -1.58709 .93509
Lampiran 5. Hasil uji organoleptik secara hedonik kerenyahan fish snack tanpa flavor n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 rata2
0' 8 7 8 6 4 8 7 6 8 7 8 7 7 9 8 8 7 5 8 8 8 5 7 7 8 7 7 6 8 7 7,13
30' 7 6 7 6 8 8 7 7 6 6 7 7 7 6 6 8 6 7 7 9 7 6 7 6 6 7 5 8 5 7 6,70
Lama penyimpanan (menit) 60' 90' 120' 6 6 5 6 5 4 5 5 4 5 5 3 6 6 4 6 6 3 7 5 6 7 6 4 5 6 5 6 5 6 7 5 4 6 6 5 6 6 5 5 6 5 6 5 4 6 6 5 5 5 5 5 5 3 5 6 5 6 5 5 6 6 4 7 6 5 7 5 5 6 5 4 5 4 3 6 5 5 5 4 3 7 5 3 6 5 5 5 5 4 5,81 5,29 4,36
150' 4 3 2 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 3 4 3 4 2 4 4 4 3,52
180' 4 3 3 3 2 3 3 3 2 2 2 1 2 4 3 3 4 3 3 2 3 3 3 3 1 3 2 3 3 2 2,69
Lampiran 6. Hasil uji organoleptik secara hedonik kerenyahan fish snack dengan flavor n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 rata2
0' 7 6 7 6 7 6 8 7 6 5 8 6 7 7 7 9 6 9 7 7 7 7 9 8 7 8 7 7 8 8 7,13
30' 7 6 6 7 8 7 7 6 6 5 7 6 7 6 8 7 6 7 7 7 7 7 8 7 8 7 6 6 7 8 6,71
Lama penyimpanan (menit) 60' 90' 120' 6 6 4 6 6 5 5 4 5 6 5 5 6 5 6 6 5 5 7 6 4 5 5 4 5 6 5 6 6 5 7 6 5 6 5 6 6 6 6 5 5 5 7 5 3 7 6 5 6 5 5 6 6 4 5 5 5 6 6 4 7 4 5 6 5 4 6 5 4 5 5 4 7 5 3 6 5 4 5 6 4 6 6 5 7 6 5 6 5 5 5,95 5,36 4,63
150' 4 3 4 4 5 3 3 5 3 3 5 4 5 4 4 4 4 3 3 4 3 4 5 4 4 4 3 4 3 4 3,87
180' 3 3 4 4 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 2 2 4 2 3 3 4 4 3 4 2,93
Lampiran 7. Hasil uji organoleptik secara rating kerenyahan fish snack tanpa flavor n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 rata2
0' 8 7 8 7 9 8 7 6 7 7 8 7 8 7 7 7 8 8 8 9 7 6 7 6 8 6 7 7 7 7 7,31
30' 7 6 7 6 7 7 8 5 7 6 6 6 7 6 7 7 8 7 8 7 6 5 7 6 7 7 6 8 6 7 6,67
Lama penyimpanan (menit) 60' 90' 120' 6 5 6 5 4 3 7 7 6 7 6 5 6 7 6 6 6 4 7 6 4 5 5 4 7 6 5 7 7 5 7 6 5 6 6 4 5 4 5 7 5 5 6 6 4 7 6 6 7 6 5 6 5 5 5 5 5 7 7 6 5 6 4 4 4 3 6 6 4 5 4 3 7 6 4 7 6 3 6 6 4 6 4 3 5 5 4 6 5 4 6,10 5,57 4,47
150' 4 4 2 4 4 2 6 5 4 3 3 4 4 4 4 3 3 5 3 3 4 5 5 4 2 3 2 4 3 4 3,58
180' 2 3 3 2 4 2 3 3 2 2 1 3 4 3 4 4 2 1 2 3 2 2 2 3 2 1 3 2 2 3 2,52
Lampiran 8. Hasil uji organoleptik secara rating kerenyahan fish snack tanpa flavor n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 rata2
0' 7 6 7 7 7 9 8 7 8 8 6 8 8 8 6 9 7 7 7 8 8 7 8 7 9 8 7 6 7 8 7,49
30' 7 8 7 7 7 6 7 5 7 6 7 7 6 7 6 7 8 8 7 7 6 6 6 7 7 7 8 7 7 7 6,83
Lama penyimpanan (menit) 60' 90' 120' 7 7 5 6 5 5 7 5 6 7 5 4 6 6 5 6 5 5 6 6 4 5 5 4 7 6 6 7 6 4 7 7 6 5 6 4 7 6 4 7 6 5 6 6 6 6 5 4 6 6 4 7 6 4 7 7 6 6 6 5 6 6 4 5 5 4 6 5 4 6 6 5 7 6 4 6 5 4 7 6 4 6 4 3 7 6 4 7 6 6 6,37 5,73 4,60
150' 4 4 3 4 5 3 2 5 4 3 4 2 4 5 4 4 5 3 3 4 3 4 2 3 5 4 4 3 3 4 3,76
180' 2 2 2 3 3 3 2 2 3 4 4 2 2 2 3 2 2 2 3 3 3 2 4 3 3 4 4 3 2 2 2,72
Lampiran 9. Penentuan kadar air kritis dengan uji hedonik Fish snack tanpa flavor Waktu simpan (menit)
BK1
BK2
rata2
0
0,0526 0,0599 0,0563
30
0,0745 0,0632 0,0688
60
0,0802 0,0802 0,0802
90
0,0978 0,0745 0,0861
120
0,0919 0,1160 0,1040
150
0,1135 0,1093 0,1114
180
0,1290 0,1230 0,1260
Kadar Air (g H2O/g solid) log log rata2 BK1 BK2 log -1,2499 1,2790 1,2226 -1,1623 1,1281 1,1996 -1,0958 1,0958 1,0958 -1,0648 1,0096 1,1281 -0,9832 1,0367 0,9355 -0,9531 0,9450 0,9614 -0,8996 0,8893 0,9101
skor hedonik
gf rata2
7,13
592
6,70
764
5,81
800
5,29
876
4,36
1032
3,52
1084
2,69
1192
skor hedonik
gf rata2
7,13
512
6,71
584
5,95
600
5,36
672
4,63
712
3,87
804
2,93
892
Keterangan : BK = Basis Kering
Fish snack dengan flavor Waktu simpan (menit)
BK1
BK2
rata2
0
0,0582 0,0582 0,0582
30
0,0521 0,0576 0,0548
60
0,0632 0,0576 0,0604
90
0,0576 0,0688 0,0632
120
0,0745 0,0576 0,0660
150
0,0794 0,0688 0,0741
180
0,0753 0,0802 0,0777
Kadar Air (g H2O/g solid) log log log BK1 BK2 rata2 -1,2351 1,2351 1,2351 -1,2609 1,2833 1,2397 -1,2191 1,1996 1,2397 -1,1994 1,2397 1,1625 -1,1803 1,1281 1,2397 -1,1303 1,1003 1,1625 -1,1094 1,1234 1,0958
Keterangan : BK = Basis Kering
Contoh perhitungan kadar air kritis Tanpa flavor X=skor a b Y=log KA KA 1 3 -0,683 -0,073 -0,902 0,125314 Dengan flavor X=skor
a
b
Y=log KA
KA
1
3
-1,007 -0,035
-1,112
0,077268
Lampiran 10. Penentuan kadar air kritis dengan uji rating Fish snack tanpa flavor Waktu simpan (menit) 0 30 60 90 120 150 180
BK1
BK2
rata2
0,0526 0,0745 0,0802 0,0978 0,0919 0,1135 0,1290
0,0599 0,0632 0,0802 0,0745 0,1160 0,1093 0,1230
0,0563 0,0688 0,0802 0,0861 0,1040 0,1114 0,1260
Kadar Air (g H2O/g solid) log log log BK1 BK2 rata2 -1,2790 -1,2226 -1,2499 -1,1281 -1,1996 -1,1623 -1,0958 -1,0958 -1,0958 -1,0096 -1,1281 -1,0648 -1,0367 -0,9355 -0,9832 -0,9450 -0,9614 -0,9531 -0,8893 -0,9101 -0,8996
skor rating 7,31 6,67 6,10 5,57 4,47 3,58 2,52
gf rata2 592 764 800 876 1032 1084 1192
Keterangan : BK = Basis Kering
Fish snack dengan flavor Waktu simpan (menit) 0 30 60 90 120 150 180
BK1
BK2
rata2
0,0582 0,0521 0,0632 0,0576 0,0745 0,0794 0,0753
0,0582 0,0576 0,0576 0,0688 0,0576 0,0688 0,0802
0,0582 0,0548 0,0604 0,0632 0,0660 0,0741 0,0777
Kadar Air (g H2O/g solid) log log log BK1 BK2 rata2 -1,2351 -1,2351 -1,2351 -1,2833 -1,2397 -1,2609 -1,1996 -1,2397 -1,2191 -1,2397 -1,1625 -1,1994 -1,1281 -1,2397 -1,1803 -1,1003 -1,1625 -1,1303 -1,1234 -1,0958 -1,1094
Keterangan : BK = Basis Kering
Contoh perhitungan kadar air kritis Tanpa flavor X=skor
a
b
Y=log KA
KA
skor rating 7,49 6,83 6,37 5,73 4,60 3,76 2,72
gf rata2 512 584 600 672 712 804 892
1
3
-0,698 -0,069
-0,905
0,124451
Dengan flavor X=skor a b Y=log KA KA 1 3 -1,026 -0,03 -1,116 0,07656
Lampiran 11. Penentuan k/x kemasan Plastik PP tebal
Kemasan
PP1 4,1700 100 49,1570 0,0848
WVTR RH (%) Po k/x Rata2
PP2 3,5470 100 49,1570 0,0722 0,0785
2
Keterangan : k/x = g/m .hari.mmHg
Lampiran 12. Penentuan berat padatan per kemasan (gr) dan luas kemasan (m2) mo % solid W Ws
Snack TF 0,0533 94,9410 200 189,8819
PP tebal
P 0,347
Snack DF 0,0550 94,7867 200 189,5735
L 0,247
A 0,0857
Lampiran 13. Modifikasi model-model persamaan sorpsi isotermis dari persamaan non-linear menjadi persamaan linear 1. Persamaan Henderson : 1-aw = exp(-KMen) Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a + bx
log[ln(1/(1/aw))] = log K + n log Me dimana :
y = log[ln(1/(1/aw))]
x = log Me
a = log K
b=n
2. Persamaan Caurie :
ln Me = ln P1 – P2* aw Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a + bx ln Me = ln P1 – P2 aw dimana :
y = ln Me
x = aw
a = ln P1
b = – P2
3. Persamaan Hasley :
aw = exp [-P1/(Me)P2] Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a + bx log[ln(1/aw)] = log P1 – P2 log Me dimana :
y = log[ln(1/aw)]
x = log Me
a = log P1
b = – P2
4. Persamaan Oswin :
Me = P1[aw/(1-aw)]P2 Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a + bx ln Me = ln P1 + P2 ln[aw/(1-aw)] dimana :
y = ln Me
x = ln[aw/(1-aw)]
a = ln P1
b = P2
5. Persamaan Chen Clayton :
aw = exp[-P1/exp(P2*Me)] Persamaan diubah menjadi bentuk persamaan garis lurus dengan bentuk umum y = a + bx ln[ln(1/aw)] = ln P1 – P2 Me dimana :
y = ln[ln(1/aw)]
x = Me
a = ln P1
b = – P2
Lampiran 14. Penentuan kadar air kesetimbangan berdasarkan model sorpsi isotermis Kadar air kesetimbangan snack TF (g H2O/g solid) Aw
Percobaan
Hasley
Chen Clayton
Henderson
Caurie
Oswin
GAB
0,32
0,0768
0,0772
0,0670
0,0729
0,0744
0,0760
0,1276
0,43
0,0872
0,0913
0,0886
0,0933
0,0918
0,0928
0,1758
0,63
0,1336
0,1278
0,1320
0,1356
0,1347
0,1310
0,2859
0,68
0,1544
0,1413
0,1449
0,1483
0,1483
0,1438
0,3213
0,75
0,1699
0,1664
0,1660
0,1686
0,1696
0,1664
0,3793
0,84
0,1988
0,2201
0,2020
0,2025
0,2015
0,2108
0,4749
GAB
Kadar air kesetimbangan snack DF (g H2O/g solid) Aw
Percobaan
Hasley
Chen Clayton
Henderson
Caurie
Oswin
0,32
0,0768
0,1038
0,0632
0,0753
0,0779
0,0797 0,1947
0,43
0,0872
0,1249
0,0935
0,1007
0,0995
0,1006 0,2716
0,63
0,1336
0,1811
0,1544
0,1564
0,1552
0,1502 0,4681
0,68
0,1544
0,2025
0,1726
0,1738
0,1734
0,1675 0,5393
0,75
0,1699
0,2426
0,2023
0,2022
0,2026
0,1984 0,6670
0,84
0,1988
0,3304
0,2528
0,2508
0,2474
0,2614 0,9139
Lampiran 15. Penentuan nilai MRD model-model persamaan sorpsi isotermis Hasley
Tanpa Flavor
Jumlah Kuadrat Rata2 a b
Dengan Flavor
Jumlah Kuadrat Rata2 a
Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Me 0,0768 0,0872 0,1336 0,1544 0,1699 0,1988
log(ln(1/aw))=log P1-P2log Me x=log Me X^2 y=log(ln(1/aw)) -1,1149 1,2431 0,0567 -1,0593 1,1221 -0,0737 -0,8741 0,7640 -0,3353 -0,8113 0,6582 -0,4138 -0,7699 0,5928 -0,5411 -0,7017 0,4924 -0,7586 -5,3312
4,8726
-0,8885
-2,0658
xy -0,0632 0,0780 0,2931 0,3357 0,4166 0,5323
log Me -1,1122 -1,0395 -0,8935 -0,8498 -0,7787 -0,6574
Me Hasley 0,0772 0,0913 0,1278 0,1413 0,1664 0,2201
1,5925
Mi-Mpi/Mi 0,0062 0,0466 0,0438 0,0848 0,0201 0,1074 0,3087
MRD
-0,3443
5,1452
-1,9369 -1,7924 Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Me 0,0832 0,0936 0,1413 0,1839 0,2063 0,2506
x=log Me -1,0800 -1,0288 -0,8497 -0,7355 -0,6856 -0,6009
X^2 1,1664 1,0585 0,7220 0,5409 0,4700 0,3611
y=log(ln(1/aw)) 0,0567 -0,0737 -0,3353 -0,4138 -0,5411 -0,7586
xy -0,0612 0,0758 0,2849 0,3043 0,3709 0,4559
-4,9805
4,3189
-2,0658
1,4306
-0,8301 -1,6213
-0,3443
log Me -0,9838 -0,9034 -0,7420 -0,6936 -0,6151 -0,4810
Me Hasley 0,1038 0,1249 0,1811 0,2025 0,2426 0,3304
Mi-Mpi/Mi 0,2479 0,3347 0,2814 0,1011 0,1761 0,3181 1,4592
MRD
24,3200
b Chen Clayton
Tanpa Flavor
Jumlah Kuadrat Rata2 a b
Dengan Flavor
Jumlah Kuadrat Rata2 a b
-1,5384
Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Me 0,0768 0,0872 0,1336 0,1544 0,1699 0,1988
ln(ln(1/aw))=lnP1-P2 Me x=Me X^2 y=ln(ln(1/aw)) 0,0768 0,0059 0,1305 0,0872 0,0076 -0,1696 0,1136 0,0129 -0,7721 0,1544 0,0238 -0,9528 0,1699 0,0288 -1,2459 0,1988 0,0395 -1,7467
xy 0,0100 -0,0148 -0,0877 -0,1471 -0,2116 -0,3472
0,8006
-0,7984
0,1186
0,1334
-4,7566
Me 0,0670 0,0886 0,1320 0,1449 0,1660 0,2020
Me Chen Clayton 0,0670 0,0886 0,1320 0,1449 0,1660 0,2020
Mi-Mpi/Mi 0,1265 0,0159 0,0126 0,0614 0,0225 0,0165 0,2554
MRD
-0,7928
4,2564
1,0628 -13,906 Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Me 0,0832 0,0936 0,1413 0,1839 0,2063 0,2506
x=Me 0,0832 0,0936 0,1213 0,1839 0,2063 0,2506
X^2 0,0069 0,0088 0,0147 0,0338 0,0425 0,0628
y=ln(ln(1/aw)) 0,1305 -0,1696 -0,7721 -0,9528 -1,2459 -1,7467
xy 0,0109 -0,0159 -0,0937 -0,1752 -0,2570 -0,4378
0,9389
0,1696
-4,7566
-0,9687
0,1565 0,7566 -9,9011
-0,7928
Me 0,0632 0,0935 0,1544 0,1726 0,2023 0,2528
Me Chen Clayton 0,0632 0,0935 0,1544 0,1726 0,2023 0,2528
Mi-Mpi/Mi 0,2398 0,0003 0,0924 0,0611 0,0195 0,0087 0,4218
MRD
7,0294
Henderson
Tanpa Flavor
Jumlah Kuadrat Rata2 a b
Dengan Flavor
Jumlah Kuadrat Rata2 a
Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Me 0,0768 0,0872 0,1336 0,1544 0,1699 0,1988
log(ln(1/(1-aw)))=log K + n log Me x=log Me X^2 y=log(ln(1/(1-aw))) -1,1149 1,2431 -0,4138 -1,0593 1,1221 -0,2502 -0,8741 0,7640 -0,0025 -0,8113 0,6582 0,0567 -0,7699 0,5928 0,1419 -0,7017 0,4924 0,2631 -5,3312
4,8726
-0,8885
-0,2049
xy 0,4613 0,2650 0,0022 -0,0460 -0,1092 -0,1846
log Me -1,1375 -1,0302 -0,8678 -0,8290 -0,7731 -0,6936
Me Henderson 0,0729 0,0933 0,1356 0,1483 0,1686 0,2025
0,3887
Mi-Mpi/Mi 0,0507 0,0692 0,0146 0,0399 0,0073 0,0187 0,2005
MRD
-0,0341
3,3411
1,3208 1,5249 Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Me 0,0832 0,0936 0,1413 0,1839 0,2063 0,2506
x=log Me -1,0800 -1,0288 -0,8497 -0,7355 -0,6856 -0,6009
X^2 1,1664 1,0585 0,7220 0,5409 0,4700 0,3611
y=log(ln(1/(1-aw))) -0,4138 -0,2502 -0,0025 0,0567 0,1419 0,2631
xy 0,4469 0,2574 0,0021 -0,0417 -0,0973 -0,1581
-4,9805
4,3189
-0,2049
0,4094
-0,8301 1,0415
-0,0341
log Me -1,1231 -0,9968 -0,8057 -0,7600 -0,6943 -0,6007
Me Henderson 0,0753 0,1007 0,1564 0,1738 0,2022 0,2508
Mi-Mpi/Mi 0,0944 0,0765 0,1067 0,0550 0,0199 0,0005 0,3529
MRD
5,8818
b
1,2958
Caurie
Tanpa Flavor
Jumlah Kuadrat Rata2 a b
Dengan Flavor
Jumlah Kuadrat Rata2
Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Me 0,0768 0,0872 0,1336 0,1544 0,1699 0,1988
ln Me=ln P1-P2 aw x=aw X^2 0,32 0,1024 0,43 0,1849 0,63 0,3969 0,68 0,4624 0,75 0,5625 0,84 0,7056 3,65
2,4147
0,6083
y=ln Me -2,5672 -2,4391 -2,0127 -1,8681 -1,7728 -1,6157
xy -0,8215 -1,0488 -1,2680 -1,2703 -1,3296 -1,3572
-12,2756
-7,0954
ln Me -2,5984 -2,3877 -2,0045 -1,9087 -1,7746 -1,6021
Me Caurie 0,0744 0,0918 0,1347 0,1483 0,1696 0,2015
Mi-Mpi/Mi 0,0307 0,0528 0,0082 0,0398 0,0017 0,0137 0,1469
MRD
-2,0459
2,4487
-3,2115 1,9159 Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Me 0,0832 0,0936 0,1413 0,1839 0,2063 0,2506
x=aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
X^2 0,1024 0,1849 0,3969 0,4624 0,5625 0,7056
y=ln Me -2,4868 -2,3689 -1,9566 -1,6934 -1,5786 -1,3837
xy -0,7958 -1,0186 -1,2326 -1,1515 -1,1839 -1,1623
3,65
2,4147
-11,4680
-6,5448
0,6083
-1,9113
ln Me -2,5518 -2,3075 -1,8632 -1,7522 -1,5967 -1,3968
Me Caurie 0,0779 0,0995 0,1552 0,1734 0,2026 0,2474
Mi-Mpi/Mi 0,0629 0,0634 0,0978 0,0570 0,0180 0,0130 0,3121
MRD
5,2021
a b
-3,2626 2,2212
Oswin
Tanpa Flavor
Jumlah Kuadrat Rata2 a b
Dengan Flavor
Jumlah Kuadrat
Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Me 0,0768 0,0872 0,1336 0,1544 0,1699 0,1988
ln Me=ln P1+P2 ln(aw/(1-aw)) x=ln(aw/(1-aw)) X^2 -0,7538 0,5682 -0,2819 0,0794 0,5322 0,2833 0,7538 0,5682 1,0986 1,2069 1,6582 2,7497 3,0072
5,4557
0,5012
y=ln Me -2,5672 -2,4391 -2,0127 -1,8681 -1,7728 -1,6157
xy 1,9351 0,6875 -1,0712 -1,4081 -1,9477 -2,6792
-12,2756
-4,4836
ln Me -2,5764 -2,3769 -2,0328 -1,9392 -1,7934 -1,5569
Me Oswin 0,0760 0,0928 0,1310 0,1438 0,1664 0,2108
0,2429 MRD
-2,0459
Mi-Mpi/Mi 0,0092 0,0641 0,0199 0,0686 0,0204 0,0606
4,0476
-2,2578 0,4227 Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Me 0,0832 0,0936 0,1413 0,1839 0,2063 0,2506
x=ln(aw/(1-aw)) -0,7538 -0,2819 0,5322 0,7538 1,0986 1,6582
X^2 0,5682 0,0794 0,2833 0,5682 1,2069 2,7497
y=ln Me -2,4868 -2,3689 -1,9566 -1,6934 -1,5786 -1,3837
xy 1,8745 0,6677 -1,0413 -1,2765 -1,7342 -2,2945
3,0072
5,4557
-11,4680
-3,8044
ln Me -2,5290 -2,2967 -1,8960 -1,7870 -1,6173 -1,3418
Me Oswin 0,0797 0,1006 0,1502 0,1675 0,1984 0,2614
MRD
Mi-Mpi/Mi 0,0413 0,0749 0,0624 0,0893 0,0380 0,0428 0,3486 5,8105
Rata2 a b
0,5012 -2,158 0,4922
-1,9113
Lampiran 16. Perhitungan MRD, konstanta, dan modifikasi model persamaan GAB GAB Tanpa Flavor Aw Me 0,32 0,0768 0,43 0,0872 0,63 0,1336 0,68 0,1544 0,75 0,1699 0,84 0,1988
Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
X=Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Y=Aw/Me 4,1694 4,9289 4,7145 4,4036 4,4157 4,2264
α β γ K C Xm
-7,6911 8,5014 2,4 0,7471 2,5577 0,218
Me=0.4166Aw/(1-0.7471Aw)(1-0.7471Aw+2.5577*0.7471Aw) (1(1Me 0.4166aw 0.7471aw) (0.7471*2.5577aw) K.aw+C.K.aw) 0,0768 0,1332 0,7609 0,6115 1,3724 0,0872 0,1791 0,6787 0,8217 1,5004 0,1336 0,2623 0,5293 1,2038 1,7332 0,1544 0,2832 0,4920 1,2994 1,7914 0,1699 0,3123 0,4397 1,4331 1,8728 0,1988 0,3498 0,3724 1,6051 1,9776
Me =
Xm × C × K × aw (1 − K × aw)(1 − K × aw + C × K × aw)
y = αx 2 + β x + γ aw / Me = α * aw 2 + β * aw + γ
Me GAB 0,1276 0,1758 0,2859 0,3213 0,3793 0,4749 Jumlah MRD
Mi-Mpi/Mi 0,6625 1,0153 1,1398 1,0806 1,2330 1,3895 6,5207 108,678338
Dengan Flavor Aw Me 0,32 0,0832 0,43 0,0936 0,63 0,1413 0,68 0,1839 0,75 0,2063 0,84 0,2506
X=Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Y=Aw/Me 3,8473 4,5950 4,4572 3,6980 3,6360 3,3514
α β γ K C Xm
-11,088 11,273 1,5353 0,8785 2,7414 0,2705
Me=0.6515Aw/(1-0.8785Aw)(1-0.8785Aw+0.8785*2.7414Aw)
Aw 0,32 0,43 0,63 0,68 0,75 0,84
Me 0,0832 0,0936 0,1413 0,1839 0,2063 0,2506
0.6515aw 0,2085 0,2801 0,4104 0,4430 0,4886 0,5473
(10.8785aw) 0,7189 0,6222 0,4465 0,4026 0,3411 0,2621
(0.8785*2.7414aw) 0,7707 1,0356 1,5172 1,6377 1,8062 2,0230
(1K.aw+C.K.aw) 1,4895 1,6578 1,9638 2,0403 2,1474 2,2850
Me GAB 0,1947 0,2716 0,4681 0,5393 0,6670 0,9139 Jumlah MRD
Mi-Mpi/Mi 1,3408 1,9020 2,3114 1,9329 2,2339 2,6462 12,3671 206,118963
Lampiran 17. Kurva-kurva sorpsi isotermis berdasarkan model-model persamaan sorpsi isotermis untuk snack TF dan snack DF Tanpa Flavor
Kurva sorpsi isotermis model Hasley dan hasil percobaan untuk snack TF
Kurva sorpsi isotermis model Chen Clayton dan hasil percobaan untuk snack TF
Kurva sorpsi isotermis model Henderson dan hasil percobaan untuk snack TF
Kurva sorpsi isotermis model Caurie dan hasil percobaan untuk snack TF
Kurva sorpsi isotermis model Oswin dan hasil percobaan untuk snack TF
Kurva sorpsi isotermis model GAB dan hasil percobaan untuk snack TF
Dengan Flavor
Kurva sorpsi isotermis model Hasley dan hasil percobaan untuk snack DF
Kurva sorpsi isotermis model Chen Clayton dan hasil percobaan untuk snack DF
Kurva sorpsi isotermis model Henderson dan hasil percobaan untuk snack DF
Kurva sorpsi isotermis model Caurie dan hasil percobaan untuk snack DF
Kurva sorpsi isotermis model Oswin dan hasil percobaan untuk snack DF
Kurva sorpsi isotermis model GAB dan hasil percobaan untuk snack DF
Lampiran 18. Komposisi flavor rasa keju yang digunakan dalam penelitian Flavor yang digunakan merupakan produk komersil “Bumbu Kentang Goreng Rasa Keju” yang diproduksi oleh Indofood dengan berat bersih 25 g. Adapun komposisi dari produk ini antara lain : garam, penyedap rasa keju, dekstrin , dan penguat rasa (Mononatrium Glutamat). Lampiran 19. Gambar bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan dalam penelitian
K2CO3
KI
Grit Jagung
MgCl2
KCl
NaNO2
Fish Snack
Grit Beras
Grit Daging Ikan Patin
Rheoner
Desikator (modifikasi toples kaca)
Oven
Ekstruder
Lampiran 20. Sketsa desikator (modifikasi toples kaca)
Permatran Mocon
Cawan Porselen
Lampiran 21. Tahapan penentuan umur simpan fish snack metode kadar air ktitis dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis Penentuan umur simpan fish snack metode kadar air ktitis dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis terdiri dari beberapa tahapan yaitu : •
Tahap pertama : Penentuan kadar air kritis (Mc) Fish snack ditentukan kadar air kritisnya dengan menyimpan sampel tanpa kemasan pada suhu ruang (30±2 0C) selama 0, 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit. Sampel dianalisis secara organoleptik (rating dan hedonik), fisik (kerenyahan), dan kimia (kadar air) pada setiap perlakuan penyimpanan.
•
Tahap kedua : Penentuan kadar air kesetimbangan (Me) Selanjutnya fish snack ditentukan kadar air kesetimbangannya dengan menyimpan sampel dalam cawan porselen/alumunium yang dimasukkan ke dalam beberapa desikator kecil (modifikasi toples) yang masing-masing telah diisikan dengan larutan garam jenuh. Desikator disimpan pada suhu ruang dan sampel ditimbang tiap 24 jam hingga selisih 3 penimbangan berturut-turut ≤ 2 mg untuk RH di bawah 90 % dan ≤ 10 mg untuk RH di atas 90 % kemudian diukur kadar airnya dengan metode oven (AOAC 1995).
•
Tahap ketiga : Penentuan kurva dan model persamaan sorpsi isotermis Nilai-nilai kadar air kesetimbangan yang diperoleh dari hasil penelitian diplotkan dengan nilai kelembaban relatif (RH) atau aktifitas air (aw) penyimpanan
untuk
menentukan
kurva
sorpsi
isotermis
percobaan.
Selanjutnya melalui model-model persamaan sorpsi isotermis terpilih (Henderson, Caurie, Hasley, Oswin, Chen Clayton, dan GAB) ditentukan pula kurva sorpsi isotermisnya. Persamaan-persamaan tersebut terlebih dahulu dilinearkan sehingga nilai-nilai konstantanya dapat ditentukan melalui metode kuadrat terkecil.
•
Tahap keempat : Uji ketepatan model (Mean Relative Determination) Persamaan-persamaan linear tersebut kemudian diuji ketepatannya dengan menghitung nilai MRD (tidak tepat < 5 agak tepat 10 < tidak tepat) masingmasing untuk mengetahui tingkat keakuratan dan kemulusan kurva sorpsi isotermis model dalam menggambarkan kondisi sebenarnya percobaan.
•
Tahap kelima : Penentuan nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis fish snack Nilai slope pada metode perhitungan umur simpan ini diperoleh dari nilai b pada persamaan kurva sorpsi isotermis yang terpilih. Nilai slope persamaan tersebut dinyatakan sebagai slope 2 sedangkan slope 1 diperoleh dari hasil perbandingan antara selisih Mi dan Mc dengan selisih antara aw awal dengan aw kritis.
•
Tahap keenam : Penentuan variabel pendukung umur simpan fish snack Beberapa variabel pendukung seperti permeabilitas kemasan, bobot padatan per kemasan, dan luas kemasan juga mempengaruhi perhitungan umur simpan fish snack. Nilai permeabilitas (k/x) dari plastik PP (0,8 mm) adalah 0,0785 (g/m2.hari.mmHg) yang ditentukan dengan menggunakan alat Permatran Mocon W*3/31. Bobot padatan per kemasan berdasarkan hasil perhitungan adalah 189,88 g dengan luas kemasan 0,0857 m2.
•
Tahap ketujuh : Perhitungan umur simpan Parameter-parameter di atas yang telah ditentukan nilainya digunakan untuk menghitung t
=
umur
simpan
(ln((Me-Mi)/(Me-Mc)))
melalui
rumus
Labuza
(k/x)*(A/Ws)*(Po/b)
dengan
kondisi
fish /
snack
penyimpanan (RH) 75 %, 80 %, dan 85 %. Umur simpan yang diperoleh merupakan lamanya hari atau bulan dimana produk fish snack masih layak untuk dikonsumsi.