PENENTUAN TITIK KRITIS SUSUT PASCAPANEN PISANG (STUDI KASUS SENTRA PRODUKSI PISANG KABUPATEN CIANJUR)
SKRIPSI
EDO VERNANDO F14080062
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Determination of critical point of postharvest losses for banana (Case Study in Banana Production Centre in Cianjur) Edo Vernando and Y. Aris Purwanto Departement of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java Indonesia. e-mail :
[email protected]
ABSTRACT Postharvest handling of tropical fruits is still the major problem in Indonesia due to lack of facility and knowledge of the farmer. This condition has caused the losses both in quatity and quality of fruits during distribution from the production centre to the market. Some researchers reported that total postharvest losses of tropical fruits in developing countries is 20-50%. However, no available data shows in which postharvest handling point and who is the actor take responsibility. The objectives of this study were to investigate the losess in postharvest handling of banana in supply chain, to measure the value of losess of postharvest handling in each actors, to identify the cause of postharvest handling losses and to analyze the efficiency of marketing in supply chain of banana. This study was conducted in banana central production in Cianjur. The results show that there were three marketing channel in supply chain of banana in central production Cianjur. First channel was Farmers – collector - Retailer - Consumer). Second channel was Farmers - Collectors – wholesaler Retailer - Consumer). Third channel was Farmers – village collector – Big collector – Supermarket Consumer. Quantitatively, the critical point of banana postharvest handling in the first channel was occured in collector i.e. 10.90% with total losses was 15.25%. For second channel, totall losses was 16.77% with the highest losses occured at village collector level i.e. 8.44%. For third channel, total losses was 39.30% with the highest losses occured at supermarket i.e. 32.13%. Qualitatively, for the first channel, losses postharvest handling of banana was 23% where all losses occured in the level of trader. The second channel, total losses was 57.73% with the highest losses occured in village collector level i.e. 48.96%. For third channel, total loss was 49.96% and the highest losses occured in the big collector level i.e. 29.36%. Among the channels in the supply chain of banana in central production of banana in Cianjur, the first channel was identified as the most efficient channel due to lower margin in trading which providing the biggest farmer's share. The cost benefit ratio in first channel was also higher than those second and third channel. Keyword : banana, postharvest loses, quantitative losses, qualitative losess, farmer share,
EDO VERNANDO. F14080062. Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra produksi Pisang Kabupaten Cianjur). Di bawah bimbingan Y. Aris Purwanto. 2012.
RINGKASAN Buah pisang merupakan salah satu buah-buahan unggulan yang mempunyai produksi cukup tinggi yaitu sebesar 5,899,640 ton pada tahun 2011yang sangat berpotensi untuk diperdagangkan baik untuk pasaran dalam maupun luar negeri. Buah merupakan produk holtikultura yang memiliki sifat mudah rusak (perishable). Buah pisang banyak dijumpai di pasar modern, supermarket maupun pasar tradisional. Namun sering dijumpai buah pisang secara visual tidak menarik seperti kulit yang kehitaman, terdapat bintik-bintik kecoklatan, tergores maupun rusak atau busuk yang disebabkan karena perlakuan pascapanen yang tidak baik. Penanganan pascapanen buah-buahan tropis masih merupakan masalah utama di Indonesia karena kurangnya fasilitas dan pengetahuan petani, sehingga tingkat kehilangan hasil yang terjadi selama produk tersebut didistribusikan ke konsumen masih sangat tinggi. Besarnya kehilangan hasil pascapanen buah-buahan segar di negara-negara berkembang diperkirakan berkisar 20-50%. Namun, data ini belum menunjukkan angka susut pascapanen untuk spesifik produk hortikultura, dimana titik yang menjadi faktor kehilangan pascapanen buah-buahan tersebut dan aktor atau pelaku yang bertanggung jawab. Hal ini menyebabkan sulitnya dalam penentuan priotas upaya perbaikan penanganan pascapanen pada tahapan mana akan dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jalur distribusi dan penanganan pascapanen di setiap rantai pasok buah pisang, menelaah susut buah pisang secara kuantitatif dan kualitatif di setiap alur pemasaran, menentukan titik kritis susut pascapanen buah pisang di saluran tata niaga pisang dan menganalisis efisiensi pemasaran di setiap rantai pasok atau saluran pemasaran pisang. Lokasi penelitian yaitu di daerah sentra produksi pisang kabupaten Cianjur dengan mengikuti alur tataniaga. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran yang umum digunakan oleh petani pisang ambon di sentra produksi pisang di Cianjur yaitu: saluran pemasaran I yang terdiri dari (Petani - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir), saluran pemasaran II (Petani - Pengumpul Desa – Pedagang Besar Luar Daerah (Pasar Induk Kramat Jati) - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir), saluran III (Petani – Pengumpul - Pedagang Besar – Pasar Supermarket - Konsumen Akhir). Kegiatan pascapanen yang umum dilakukan di saluran pemasaran buah pisang ambon adalah pemanenan, pengumpulan, penyisiran, penyortiran, pengkelasan (grading), pencucian, pemeraman, pengemasan, pengiriman dan pemasaran. Susut pascapanen pisang ambon secara kuantitatif, untuk jalur pemasaran pertama total susut kuantitas pascapanen adalah 15.25% dengan susut terbesar pada tingkat pengumpul yaitu sebesar 10.90% disebabkan kehilangan bobot selama penyimpanan dan kerusakan buah hasil panen karena hama dan penyakit pisang. Pada jalur pemasaran kedua, total susut pascapanen adalah 16.77% dengan susut terbesar pada tingkat pengumpul desa yaitu sebesar 8.44% disebabkan kehilangan bobot selama penyimpanan dan kerusakan buah hasil panen karena hama dan penyakit pisang. pada jalur pemasaran ketiga, total susut pascapanen adalah 39.30% dengan susut terbesar pada tingkat supermarket yaitu sebesar 32.13% disebabkan kerusakan selama transportasi dan banyak buah busuk tidak terjual karena penjualan buah pisang ambon kalah saing dengan pisang jenis pisang cavendish. Susut pascapanen pisang ambon secara kualitatif, untuk jalur pemasaran pertama total susut kualitatif pascapanen adalah 23% dengan susut terdapat pada tingkat pedagang yaitu sebesar 23% disebabkan penurunan mutu selama pemasaran dan kerusakan setelah transportasi. Pada jalur pemasaran kedua, total susut kualitatif pascapanen adalah 57.73% dengan susut terbesar pada tingkat pengumpul desa yaitu sebesar 48.96% disebabkan disebabkan kualitas produk yang dihasilkan dari petani yang masih rendah dan perlakuan panen dan pengangkutan dari kebun yang kurang baik. pada jalur pemasaran ketiga, total susut pascapanen adalah 49.96% dengan susut terbesar pada pedagang pengumpul besar yaitu sebesar 29.36% karena kerusakan buah saat transportasi dari kebun dan pengumpul-pengumpul desa. Dari seluruh saluran pemasaran dapat dikatakan bahwa saluran pemasaran pertama adalah saluran yang paling efisien karena memiliki margin tataniaga yang lebih rendah dan memberikan farmer’s share (bagian yang di terima petani) lebih besar serta rasio keuntungan biaya yang tinggi dibandingkan saluran pemasaran lainnya. Namun dari segi operasional, pemasaran pisang di setiap rantai pemasaran belum efisien karena penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya belum merata di setiap saluran pemasaran.
PENENTUAN TITIK KRITIS SUSUT PASCAPANEN PISANG (STUDI KASUS SENTRA PRODUKSI PISANG KABUPATEN CIANJUR)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh EDO VERNANDO F14080062
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi Nama NIM
: Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra Produksi Pisang Kabupaten Cianjur) : Edo Vernando : F14080062
Menyetujui, Pembimbing Akademik,
(Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc) NIP. 19640307 198903 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
(Dr.Ir. Desrial, M.Eng) NIP. 19661201 199103 1 004
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra Produksi Pisang Kabupaten Cianjur) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012 Yang Membuat Pernyataan
Edo Vernando F14080062
© Hak cipta milik Edo Vernando, tahun 2012 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS
Edo Vernando. Lahir di Batusangkar, 09 November 1989 dari ayah Edwardi dan ibu Desmawati, sebagai putra ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Simabur pada tahun 2002, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Batusangkar hingga tahun 2005. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2008 dari SMA Negeri 1 Kramatwatu dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa kuliah S1 penulis aktif mengikuti organisasi-organisasi di lingkungan IPB sebagai staf divisi Public Relation (PR) HIMATETA 2009-2010, Ketua divisi Human Resources Development (HRD) HIMATETA 2010-2011, anggota aktif Koperasi Mahasiswa IPB 2009-2010 dan mengikuti kepanitiaan dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan. Pada bulan Juni-Agustus 2011, penulis melaksanakan kegiatan praktik lapangan di PT PG Rajawali II Unit PG Sindang Laut, Cirebon, Jawa Barat. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian di Sentra produksi komoditi pisang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dengan judul “Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra Produksi Pisang Kabupaten Cianjur)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang (Studi Kasus Sentra Produksi Pisang Kabupaten Cianjur)”. Penelitian ini dilaksanakan di Sentra produksi pisang Desa talaga Kabupaten Cianjur sejak bulan April hingga Juni 2012. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc selaku dosen pembimbing atas bimbingan, pengarahan, saran, serta dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 2. Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen Penguji serta arahan dan bimbingannya. 3. Bapak Edwardi dan Ibu Desmawati selaku orang tua, serta Hengki E dan Rike Destiana selaku kakak penulis atas kasih sayang, perhatian, dan dukungannya kepada penulis. 4. Bapak Solihin serta staf Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur atas bantuan informasi selama penelitian berlangsung. 5. Bapak Tata dan staf Kecamatan Cugenang dan serta Perangkat Desa Talaga atas bantuan informasi selama penelitian berlangsung. 6. Bapak Sutowo, ibu Ade dan Keluarga yang telah memberikan bantuan tempat tinggal dan informasi selama penelitian di Desa Talaga. 7. Responden Petani Desa Talaga, pengumpul-pengumpul desa, dan pedagang-pedagang yang telah bersedia memberikan izin pengambilan data-data penelitian 8. Sahabat-sahabatku Jefri Hidayat, Baret Juanda, Panji Laksamana dan teman-teman Teknik Pertanian 2008 (Magenta 45) atas kebersamaan, kerjasama, dan dukungan selama penulis melaksanakan studi di IPB. 9. Teman-teman satu bimbingan Ahmad Ardianto, Gita Pujasari, Fiki Fitria Silmi Kafah atas bantuan, pengorbanan, dan dukungan kepada penulis. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian.
Bogor, September 2012
Edo Vernando
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... iii DAFTAR ISI..........................................................................................................................................iv DAFTAR TABEL...................................................................................................................................v DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................................................vii I. PENDAHULUAN ..............................................................................................................................1 1.1. LATAR BELAKANG ................................................................................................................1 1.2. TUJUAN.....................................................................................................................................2 II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................................................3 2.1. TANAMAN PISANG ................................................................................................................3 2.2. PANEN DAN PASCAPANEN BUAH PISANG.......................................................................5 2.2.1. Panen ................................................................................................................................6 2.2.2. Pascapanen .......................................................................................................................7 2.2.3. Penyakit Pascapanen ......................................................................................................11 2.3. KEHILANGAN PASCAPANEN.............................................................................................12 2.4. STANDAR MUTU PISANG AMBON KUNING ...................................................................14 2.5. SALURAN PEMASARAN DAN EFISIENSI PEMASARAN................................................15 2.5.1. Saluran Pemasaran .........................................................................................................15 2.5.2. Efisiensi Pemasaran........................................................................................................16 III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................................................18 3.1. TEMPAT DAN WAKTU.........................................................................................................18 3.2. BAHAN DAN ALAT...............................................................................................................18 3.3. METODOLOGI PENELITIAN ...............................................................................................18 3.3.1. Metode Penarikan Sampel ..............................................................................................18 3.3.2. Metode Pengumpulan Data ............................................................................................18 3.3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ...........................................................................19 3.3.4. Pengamatan yang Dilakukan ..........................................................................................19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................................................21 4.1 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ......................................................................21 4.2. PRODUKSI PISANG AMBON ...............................................................................................23 4.2.1. Budidaya Pisang Ambon ................................................................................................23 4.2.2. Penanganan Pascapanen .................................................................................................25 4.3. TATANIAGA PISANG AMBON............................................................................................33 4.4. TITIK KRITIS SUSUT PASCAPANEN PISANG ..................................................................34 4.4.1. Kehilangan Hasil Prapanen ............................................................................................34 4.4.2. Susut Pascapanen ...........................................................................................................35 4.4.3. Anaalisi Tingkat Kerusakan Buah ..................................................................................43 4.3. ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN ...................................................................................46 4.4.1. Biaya, Keuntungan dan Margin Tataniaga Pada Saluran I .............................................46 4.4.2. Biaya, Keuntungan dan Margin Tataniaga Pada Saluran II............................................47 4.4.3. Biaya, Keuntungan dan Margin Tataniaga Pada Saluran III ..........................................47 V. PENUTUP ..................................................................................................................................49 5.1. KESIMPULAN ........................................................................................................................49 5.2. SARAN.....................................................................................................................................49 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................................51 LAMPIRAN..........................................................................................................................................53
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Produksi buah-buahan unggulan Indonesia tahun 2007-2011...................................................1 Tabel 2. Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang .............................................................................4 Tabel 3. Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulit ....................................................5 Tabel 4. Umur panen beberapa varietas tanaman pisang ........................................................................6 Tabel 5. Klasifikasi/penggolongan buah pisang berdasarkan ukuran. ..................................................15 Tabel 6. Persyaratan mutu pisang ambon..............................................................................................15 Tabel 7. Perkembangan luas panen dan produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenang tahun 2008-2010 ...............................................................................................................................21 Tabel 8. Kondisi lahan di daerah sentra produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenanag. .................22 Tabel 9. Kondisi Agroklimat di daerah sentra produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenanag. .......22 Tabel 10. Daftar Kelompok Tani Desa Talaga......................................................................................23 Tabel 11. Tingkat ketuaan dan indeks warna panen .............................................................................26 Tabel 12. Standar mutu grade buah pisang tujuan pasar Supermarket dan pasar Kramat Jati ..............29 Tabel 13. Susut Pascapanen Pisang Pemasaran Jalur I .........................................................................37 Tabel 14. Susut Pascapanen Pisang jalur Pemasaran II. .......................................................................39 Tabel 15. Susut Pascapanen Pisang jalur Pemasaran III .......................................................................42 Tabel 16. Kerusakan mekanis buah pisang di jalur pemasaran I...........................................................45 Tabel 17. Kerusakan mekanis buah pisang di jalur pemasaran II .........................................................46 Tabel 18. Nilai persentase farmer’s share, total biaya total keuntungan, total margin tata niaga- dan rasio Li/Ci..........................................................................................................48
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pisang ambon ........................................................................................................................3 Gambar 2. Tingkat ketuaan buah pisang ambon .....................................................................................7 Gambar 3. Tipe-tipe saluran pemasaran................................................................................................16 Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian...........................................................................................20 Gambar 5. Penyakit dan hama tanaman pisang.....................................................................................25 Gambar 6. Proses panen buah pisang dan pengangkutan ke pinggir kebun .........................................26 Gambar 7. Pengangkutan Pisang dari Kebun ........................................................................................27 Gambar 8. Penyimpanan tandan buah pisang oleh pengumpul.............................................................27 Gambar 9. Proses penyisiran buah pisang.............................................................................................28 Gambar 10. Pengkelasan atau Grading.................................................................................................29 Gambar 11 Pencucian buah pisang. ......................................................................................................30 Gambar 12. Pemeraman buah pisang ....................................................................................................30 Gambar 13. Pelabelan buah pisang .......................................................................................................31 Gambar 14. Pengemasan/pengepakan buah pisang...............................................................................32 Gambar 15. Pengiriman transportasi pisang .........................................................................................32 Gambar 16. Pemasaran pisang ambon ..................................................................................................33 Gambar 17. Diagram alir pemasaran pisang ambon .............................................................................33 Gambar 18. Skema penanganan pascapanen aliran pemasaran I ..........................................................35 Gambar 19. Skema penanganan pascapanen aliran pemasaran II .........................................................38 Gambar 20. Diagram alir pemasaran III................................................................................................40 Gambar 21. Skema penanganan pascapanen aliran pemasaran III........................................................41 Gambar 22. Kerusakan buah pisang......................................................................................................45
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Produksi dan populasi aneka pisang di Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2010.................54 Lampiran 2. Tingkat Kehilangan Hasil Prapanen .................................................................................54 Lampiran 3. Denah Lokasi Sentra Produksi Pisang Desa Talaga, Kecamatan Cugenang ....................55 Lampiran 4. Penanganan Pascapanen di setiap saluran pemasaran.......................................................56 Lampiran 5. Susut Pascapanen Jalur Pemasaran I ................................................................................57 Lampiran 6. Susut Pascapanen Jalur Pemasaran II ...............................................................................59 Lampiran 7. Susut Pascapanen Jalur Pemasaran III ..............................................................................61 Lampiran 8. Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga Pada Saluran Tataniaga Pisang Ambon .....................................................................................63 Lampiran 9. Kuesioner Penelitian .........................................................................................................65
vii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu produk hortikultura yang mempunyai peluang cukup besar dikembangkan di Indonesia. Potensi produksi yang besar serta potensi pasar yang baik mengkondisikan buah-buahan sebagai salah satu komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk pasar domestik maupun internasional. Beberapa jenis buah-buahan unggulan Indonesia antara lain pisang, mangga, manggis, jeruk, durian, rambutan, salak, semangka, nanas dan melon. Berikut data produksi buah-buahan unggulan Indonesia dalam lima tahun terakhir berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 pada tabel 1. Tabel 1. Produksi buah-buahan unggulan Indonesia tahun 2007-2011 Mangga
Jeruk
Durian
Pisang
Nanas
Manggis
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
(Ton)
2007
1,818,619
2,625,884
594,842
5,454,226
1,395,566
112,722
2008
2,105,085
2,467,632
682,323
6,004,615
1,433,133
78,674
2009
2,243,440
2,131,768
797,798
6,373,533
1,558,196
105,558
2010
1,287,287
2,028,904
492,139
5,755,073
1,406,445
84,538
2011
2,131,139
1,818,949
883,969
6,132,695
1,540,626
117,595
Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) Buah pisang merupakan komoditas hortikultura yang mempunyai produksi cukup tinggi yang sangat berpotensi untuk diperdagangkan baik untuk pasaran dalam maupun luar negeri. Besarnya produksi buah pisang di Indonesia setiap tahunnya menjadikan buah pisang menjadi salah satu produk unggulan ekspor buah Indonesia. Hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang. Hal ini karena iklim Indonesia cocok untuk pertumbuhan tanaman pisang. Namun, tidak semua wilayah itu merupakan sentra produksi tanaman pisang. Daerah sentra produksi pisang di Indonesia misalnya terdapat di NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Kalimantan Selantan, Kalimantan Timur. Buah ini banyak digemari dan sebagian dikonsumsi dalam bentuk segar (fresh fruit) karena rasanya yang enak untuk pencuci mulut. Disamping dikonsumsi sebagai buah segar pisang banyak digunakan sebagai bahan makanan olahan seperti tepung pisang, anggur, sale, sari buah, pisang goreng, pisang rebus, keripik pisang, kolak pisang dan getuk pisang. Buah merupakan produk holtikultura yang memiliki sifat mudah rusak (perishable). Hal ini diakibatkan karena buah yang sudah dipanen masih melakukan aktivitas respirasi sehingga dapat mengalami perubahan fisiologis, fisik maupun kimiawi. Buah pisang banyak dijumpai di pasar modern, supermarket maupun pasar tradisional. Namun sering dijumpai buah pisang secara visual tidak menarik seperti kulit yang kehitaman, terdapat bintik-bintik kecoklatan, tergores maupun rusak atau busuk yang disebabkan karena perlakuan pascapanen yang tidak baik. Penanganan pascapanen buah-buahan tropis masih merupakan masalah utama di Indonesia karena kurangnya fasilitas dan pengetahuan petani, sehingga tingkat kehilangan hasil yang terjadi selama produk tersebut didistribusikan ke konsumen masih sangat tinggi. Menurut Kader (1992), besarnya kehilangan pascapanen buah-buahan segar berkisar 5-25% di Negara maju dan 20-50% di Negara berkembang. Namun, data ini belum menunjukkan angka susut pascapanen untuk spesifik produk hortikultura, dimana titik yang menjadi faktor kehilangan pascapanen buah-buahan tersebut 1
dan aktor atau pelaku yang bertanggung jawab. Hal ini menyebabkan sulitnya dalam penentuan priotas upaya perbaikan penanganan pascapanen pada tahapan mana akan dilakukan. Kehilangan pascapanen tersebut dapat berlangsung pada tahapan penanganan, transportasi, penyimpanan serta pemasaran. Kehilangan hasil dari komoditi ini dapat berupa penurunan nilai gizi, penyusutan bobot,kebusukan dan penurunan penampakan yang mengakibatkan penurunan harga buahan. Produk pascapanen merupakan bagian tanaman yang dipanen dengan berbagai tujuan, terutama untuk memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi produsen maupun petani. Sejak bagian tanaman tersebut dipanen, sejak itulah bagian tanaman tersebut terputus hubungan fisiologi dengan inangnya. Dengan demikian, bagian tanaman tidak mendapat pasokan hasil metabolisme dari tanaman, tetapi bagian tanaman tersebut masih melakukan kegiatan fisiologinya. Kondisi seperti ini yang mengakibatkan bagian tanaman yang telah dipanen mudah rusak. Hal inilah yang mengakibatkan kehilangan pascapanen. Kehilangan pascapanen selain berpengaruh terhadap kuantitas, juga dapat menyebabkan berkurangnya kualitas produk, yaitu menurunnya nilai nutrisi produk. Perlakuan pascapanen yang baik dapat mengurangi kehilangan pascapanen. Pengurangan pascapanen ini merupakan hal yang membantu petani dan juga konsumen (Soesanto, 2010). Selain kegiatan pascapanen, rantai distribusi merupakan hal yang penting dalam penanganan dan penyimpanan buah-buahan. Di bawah kondisi tropika sering terjadi kerugian-kerugian yang besar pada beberapa titik dalam urutan distribusi yang disebabkan oleh kerusakan komoditi, penanganan kasar, keterlambatan-keterlambatan yang tidak dapat dihindarkan, pemuatan dan pembongkaran yang sembarangan, penggunaan wadah-wadah untuk pengangkutan yang tidak sesuai, dan kondisi pengangkutan yang tidak memadai (Pantastico, 1986). Harga suatu produk dari usaha agribisnis ditentukan oleh penanganan hasil Panen dan pascapanen, di samping sistem produksi dengan menerapkan Good Agricultural Practices (GAP). Oleh karena itu, Penerapan inovasi teknologi pascapanen menjadi sangat penting karena fluktuasi harga produk, selain ditentukan oleh mekanisme pasar, juga bergantung pada mutu produk itu sendiri (Muhadjir, 2010). Usaha perbaikan-perbaikan di bidang tataniaga dan distribusi memegang peranan yang sangat penting dalam peroses penanganan pascapanen produk hortikultura. Perbaikan-perbaikan dalam kegiatan pascapanen memberikan peran terhadap pemasaran buah-buahan segar yang lebih efisien. Untuk suatu strategi pengembangan pascapanen yang baik, diperlukan suatu kajian yang dapat melihat permasalahan yang ditemukan pada proses distribusi dalam alur rantai pasokan pisang, menemukan pemecahannya dan menyusun strategi yang tepat dalam melakukan perbaikan-perbaikan sistem yang mendasar sehingga dapat dicapai peningkatan pengembangan pascapanen di tingkat petani, gapoktan atau asosiasi, pedagang, dan pengecer.
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan : 1. Mengidentifikasi proses penanganan pascapanen pisang dan jalur distribusi rantai pasok buah pisang di sentra produksi pisang di Cianjur. 2. Menelaah susut pascapanen buah pisang, baik susut kualitatif (mutu) dan susut kuantitatif (volume/jumlah) di setiap alur distribusi pemasaran. 3. Menentukan titik kritis susut pascapanen pisang. 4. Menganalisis efisiensi pemasaran di setiap saluran pemasaran/rantai pasok buah pisang.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Pisang Pisang merupakan tanaman herbal yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat pisang disebut dengan dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang. Hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang. Hal ini karena iklim indonesia cocok untuk pertumbuhan tanaman pisang. Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Famili : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa spp Jenis-jenis tanaman pisang di Indonesia mencapai ratusan jumlahnya. pisang dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu sebgai berikut: 1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiacal Var sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. Sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, Cavendish, barangan dan mas. 2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiacal forma typical atau disebut juga M. paradisiacal normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kapok. 3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk. 4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (acaba). (Stover, 1987)
Gambar 1. Pisang ambon Pisang rata-rata berbuah pada umur rata-rata satu tahun. Umur panen ditentukan oleh umur buah dan bentuk buah. Ciri khas buah yang cukup panen ditandai dengan daun bendera yang sudah mengering. Buah yang sudah cukup umur dipanen pada 80-100 hari setelah buah berbentuk dengan siku-siku buah yang masih jelas hingga hampir bulat. Penentuan umur panen harus didasarkan pada
3
jumlah waktu yang diperlukan untuk pengangkutan buah ke daerah penjualan, sehingga buah tidak terlalu matang sampai ketangan konsumen. Buah pisang masih tahan disimpan 10 hari setelah sampai ke tangan konsumen. Pada perkebunan pisang yang cukup luas, panen dilakukan 3-10 hari sekali tergantung pada pengaturan jumlah tanaman produktif (Agromedia, 2009). Buah pisang mengandung nilai gizi cukup tinggi sebagai sumber karbohidrat, vitamin, dan mineral. Kandungan karbohidratnya terutama berupa zat tepung atau pati dan macam-macam gula. Kandungan gula dalam pisang terdiri atas senyawa-senyawa seperti dextrose 4,6%, clevulosa 3,6%, dan sukrosa 2%. Daging buah banyak mengandung berbagai vitamin seperti vitamin A, vitamin B 1, vitamin C dan vitamin lainnya. Buah pisang juga mengandung mineral seperti kalsium, fosfor dan zat besi (Santoso dan Purwoko, 1995). Buah pisang buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik. Antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan buah-buahan yang lain. Nilai energi rata-rata 136 kalori untuk setiap 100 g sedangkan buah apel hanya 54 kalori komposisi kandungan gizi beberapa jenis buah pisang dapat dilihat pada tabel 2. berikut: Tabel 2. Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang Kandungan gizi
Ambon
Raja
Raja Sere
Uli
Mas
Kalori (kal)
99
120
118
146
127
Protein (g)
1.2
1.2
1.2
2
1.4
Lemak (g)
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
Karbohidrat (g)
25.8
31.8
31.1
38.2
33.6
Kalsium (mg)
8.0
10
10
10
7
Fosfor (mg)
28.0
22
22
28
25
Zat besi (mg)
0.5
0.8
0.8
0.9
0.8
Vitamin A (S.1)
146
950
112
75
79
Vitamin B1 (mg)
0.08
0.06
0
0.05
0.09
Vitaamin C (mg)
3
10
4
3
2
Air (%)
72
65.8
67
59.1
64.2
Sumber : Direktorat Gizi Depkes R.I (1992), dalam Rahmawati (2010) Buah pisang yang telah matang sangat mudah dikenali melalui perubahan warna kulitnya,. Perubahan tersebut dimulai dari warna hijau bagi pisang yang baru panen, kemudian berubah menjadi kuning dengan bercak coklat yang banyak disaat kualitasnya menurun. Indeks warna kulit menjadi penting yang digunakan sebagai penanda tingkat kematangan buah pisang. Berikut penyajian deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulitnya dapat dilihat pada tabel 3.
4
Tabel 3. Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulit Indeks
Keadaan
Warna
Buah
1
Deskripsi Seluruh permukaan buah bewarna hijau, buah masih keras
2
Permukaan buah bewarna hijau dengan semburat atau sedikit warna kuning
3
Warna hijau lebih dominan daripada warna kuning
4
Kulit buah dengan warna kuning lebih banyak dari pada warna hijau
5
Seluruh permukaan kulit bewarna kuning, bagian ujung masih hijau
6
Seluruh dari buah pisang bewarna kuning, matang penuh
7
Buah pisang bewarna kuning dengan sedikit bintik kecoklatan, matang penuh dengan aroma yang kuat
8
Bercak coklat, terlalu matang, daging buah lunak, aroma sangat kuat
Sumber: Prabawati et al., 2008
2.2 Panen dan Pascapanen Buah Pisang Kualitas buahan dipengaruhi oleh oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut antara lain iklim, lokasi lahan komposisi tanah, varietas, bibit yang ditanam, metode budidaya dalam sistem pemeliharaan buahan, penanganan panen dan pascapanen. Menurut Cahyono (2009), Panen dan pascapanen merupakan kegiatan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas buah selama proses pendistribusian sampai ke tangan konsumen.
5
2.2.1 Panen Tujuan pemanenan adalah mendapatkan komoditas dari kebun dengan tingkat kematangan yang baik, dengan tingkat kerusakan dan kehilangan hasil yang rendah (Kader, 1992). Kegiatan pemanenan sangat mempengaruhi kualitas buah, baik cara pemanenan maupun tingkat kematangannya. Pemanenan dan penanganan perlu dilakukan dengan hati-hati untuk mempertahankan mutu buah-buahan dan sayur-sayuran, pemanenan yang keliru dan penanganan yang kasar di kebun dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung. Memar dan luka-luka kemudian hari akan tampak sebagai becak-cecak bewarna perang dan hitam yang membuat barang dagangan mmenjadi tidak menarik. Beberapa gangguan fisiologi merupakan akibat penanganan yang kasar. Luka-luka pada kulit merupakan pintu masuk jasad-jasad renik dan mengakibatkan banyak buah-buahan dan sayur-sayuran menjadi mubazir (Pantastico, 1986). Menurut Muchtadi (1992), buah pisang biasanya dipanen pada waktu masih bewarna hijau dengan tingkat kematangan berbeda. Apabila akan ditransportasikan pada jarak jauh, biasanya dipanen pada waktu masih agak muda (75-80% tingkat kematangan) dengan sudut-sudut buah yang masih kelihatan, buah seperti ini akan matang kira-kira dalam waktu 3 minggu. Untuk pengangkutan jarak pendek, biasa pisang dipanen pada saat 85-95% matang, dimana buah telah berkembang penuh tetapi susut-sudut masih sedikit kelihatan. Buah seperti ini akan matang dalam waktu 1-2 minggu. Untuk pemasaran lokal, sebaiknya pemanenan dilakukan pada waktu lebih tua, dan akan matang dalam waktu kurang 1 minggu. Buah pisang biasaya tidak dibiarkan masak dipohon. Hal ini disebabkan karena buah pisang yang matang dipohon akan memiliki citarasa yang rendah dan mempunyai tandensi rontok dari pohon sebelum dan sewaktu panen. Karena itu , pisang dipanen pada waktu masih hijau tapi sudah cukup tua (Winarno, 1990). Standar kematangan panen dari pisang berbeda-beda menurut jenis pisang. Pisang sudah mulai berproduksi dan biasa langsung dipungut hasilnya pada umur 12-15 bulan setelah tanam atau 4-6 bulan setelah tanaman berbunga, tergantung pada varietasnya. Beberapa jenis pisang ada yang memiliki umur panen pendek, namun ada pula yang memiliki umur panen lebih panjang. Umur panen beberapa tanaman dapat dilihat pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Umur panen beberapa varietas tanaman pisang No. Varietas
Umur berbunga
Dari bunga s.d
Dari tanam s.d
(hari)
panen (hari)
panen (hari)
1.
Ambon putih
454
163
617
2.
Ambon Hijau
450
163
613
3.
Ambon Lumut
470
157
627
4.
Raja sere
390
149
539
5.
Mas
-
-
-
6.
Susu
-
-
-
7.
Nangka
383
157
540
8.
Kepok
393
167
560
9.
Tanduk
412
141
553
10.
Badak
375
140
515
Sumber : Dinas pertanian tanaman pangan, 1985 dalam Cahyono, 2009.
6
Dua faktor yang harus diperhatikan dalam pemanenan yaitu kematangan komersial dan kematangan fisiologis. Kematangan komersial yaitu dimana semua organnya sudah sipa panen untuk dimanfaatkan dan dipasarkan sedangkan kematangan fisiologis yaitu stadia tertentu dalam perkembangan buah dimana syarat proses kematangan terpenuhi secara sempurna (Satuhu, 1993). Tingkat ketuaan dapat diukur dengan memperhatikan sudut-sudut pada kulit buah pisang ambon. Buah yang tidak bersudut lagi (hampir bulat) berarti sudah tua 100%, sedangkan yang masih sangat nyata sudutnya berarti tingkat ketuaan masih 70% atau kurang. Standar tingkat ketuaan buah berdassrkan Standar Nasional Indonesia No. 01 – TAN – 1996 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tingkat ketuaan buah pisang ambon 2.2.2 Pascapanen Penanganan pascapanen adalah suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan hasil panen sampai pada tahapan siap dipasarkan. Kegiatan penangan pascapanen yang perlu mendapat perhatian adalah grading dan sortasi, pemeraman, pengepakan, dan pengangkutan. Perlakuan pascapanen harus dilakukan secara cermat dan hati-hati, karena sangat menentukan kualitas akhir buah. Penanganan yang dilakukan secara kasar akan meningkatkan jumlah kerusakan buah sehingga memperpendek daya simpan, kualitas buah juga menurun, dan harga jualnya pun rendah (Cahyono, 2009). Perlakuan pascapanen tersebut di atas harus dilakukan secara cermat dan hati-hati, karena sangat menentukan kualitas akhir buah. Penanganan pascapanen yang dilakukan petani berbeda dengan penanganan pascapanen yang dilakukan oleh pedagang di setiap titik distribusi terjadi perbedaan penanganan pascapanen, hal ini disebabkan perbedaan sifat pasar. Secara umum kegiatan pascapanen dipaparkan sebagai berikut: 1.
Penyortiran dan Pengkelasan (Grading) Menurut Cahyono (2009), sortasi bertujuan untuk memilih dan memisahkan buah pisang yang baik dari buah pisang yang kurang baik atau rusak. Sementara, grading bertujuan untuk mengelompokkan buah pisang yang telah disortasi menjadi beberapa kelompok kelas, misalnua kelas A, B, C, dan Seterusnya. Sortasi dan grading biasanya dilakukan berdasarkan ukuran (besar dan kecilnya buah), kerusakan mekanis (cacat buah), tingkat kematangan (ketuaan buah), bobot buah, keseragaman warna, jenis pisang, dan kerusakan yang disebabkan oleh hama atau penyakit. Buah yang dipilih dipisahkan dari buah-buah yang cacat atau rusak. Setelah itu, dilakukan pemilihan tahap kedua dan mengelompokkannya ke dalam kelas yang sama berdasarkan kriteria-kriteria tersebut diatas. Menurut kader (1992), kegiatan pemilihan merupakan kegiatan menyeleksi produk berdasarkan kematangan, bentuk, warna atau beberapa parameter fisik lainnya. Standar
7
sortasi biasanya didasarkan atas kesehatan, ketegaran, kebersihan, ukuran, bobot, warna, bentuk, kemasakan dan kebebasan dari hama dan penyakit, kerusakan oleh serangga dan luka-luka mekanik (pantastico, 1986). Tiga kategori yang umum terdapat dalam klasifikasi pengkelasan yaitu kelas ekstra, kelas 1 dan kelas 2. Kelas ekstra memiliki mutu sangat baik, bentuk dan warna sesuai varietas ditanam dan tidak cacat. Penyimpanan kelas ini maksimal 5% dengan memperhatikankeseragaman ukuran, warna, keadaan dan pengaturan dalam kemasan. Kelas I hampir sama dengan mutu kelas ekstra, hanya batas penyimpanan maksimal 10%. kelas 2 boleh memiliki kerusakan eksternal maupun internal, dengan syarat masih layak untuk dimakan dalam keadaan segar (Pantastico, 1986). 2.
Pencucian Seringkali pada buah dan sayuran terdapat kotoran, tanah, sisik serangga, jamur dan sebagainya sehingga memiliki penampilan yang tidak menarik. kebanyakan buah-buahan dan sayur-sayuran dicuci sesudah dipanen dan dilakukan pemotongan bagian-bagian yang busuk atau rusak sebelum pencucian untuk memperbaiki penampakan produk (Pantastico, 1986). Menurut Peleg (1985) pencucian ada dua macam yaitu pencucian basah dan pencucian kering. Pencucian basah dilakukan dengan perendaman, penghilangan kotoran dan pestisida dengan air dan deterjen, selanjutnya komoditi disikat dan dibilas dengan air. Pencucian kering dilakukan dengan cara membersihkan permukaan kulit komoditas dari kotoran tetapi tidak dapat membersihkan residu bahan kimia, kotoran yang tersembunyi. Keuntungan pencucian kering ini adalah lapisan lilin pada komoditi yang secara alami terlindungi oleh lilin tidak hilang. Menurut Prabawati et al (2008) perlu penambahan pada pencucian dengan natrium hipochlorit 75-125 ppm untuk membunuh spora Fusarium, Cholletotrichum, dan Botryodiplodia serta fungi lain yang sering menyerang crown pisang.
3.
Pemeraman Buah pisang tergolong buah-buahan yang klimaterik, artinya buah yang kurang tua saat panen akan menjadi matang selama penyimpanan. Hanya saja mutunya kurang baik, rasanya kurang enak, dan aromanya kurang kuat. Buah yang cukup tingkat ketuaannya akan menjadi matang dalam waktu 4-5 hari setelah panen tanpa perlakuan pemeraman. Namun, kematangan tidak seragam dan warnanya kurang menarik (Satuhu dan Supriyadi, 1992). Pemeraman buah pisang bertujuan mempercepat proses pematangan buah secara serentak, sehingga akan didapatkan buah dengan tingkat kematangan dan warna yang seragam. Beberapa cara pemeraman pisang antara lain: pemeraman menggunakan karbit, pemeraman dalam tempayan tanah liat, pemeraman dengan daun-daunan, dan pemeraman dengan cara diasap. Tanpa pemeraman, buah pisang akan matang dalam waktu yang relatif agak lama dan dengan tingkat kematangan yang beragam, ada yang belum matang, ada yang sudah matang, ada yang sudah sangat matang, dan ada yang sudah mulai membusuk. Dengan pemeramam buah pisang dapat matang dalam waktu yang relatif pendek secara bersamaan, yaitu 2-4 hari, tergantung cara yang digunakan dalam pemeraman (Cahyono, 2009). Selama pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata dalam warna, tekstur dan bau yang menunjukkan bahwa terjadi beberapa perubahan dalam susunannnya. Buah pisang yang mengunng terjadi karena hilangnya klorofil tanpa atau dengan sedikit pembentukkan zat karatenoid secara murni. Pematangan biasanya meningkatkan gula-gula sederhana yang member rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang member flavor khas pada buah (Matto et al., 1986). 8
4.
Penyimpanan Penyimpanan bertujuan mengatasi kerusakan buah akibat proses pemasaran yang terlambat (lama). Buah yang tidak terjual habis dalam waktu yang relatif sungkat harus mendapat perlakuan khusus dalam penyimpanan agar buah tetap baik segar walaupun telah disimpan lama. Penyimpanan buah pisang harus memperhatikan unsur-unsur teknologi yang benar, agar buah pisang yang disimpan terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit pascapanen selama dalam penyimpanan. Ada beberapa cara penyimpanan yang dapat dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan kesegaran dan kualitas buah pisang, diantaranya adalah dengan pelapisan lilin, penggunaan suhu rendah, penggunaan bahan kimia, radiasi dan kontrol atmosfer (Cahyono, 2009). Tempat penyimpanan idealnya memiliki pendingin. Penyimpanan dingin dapat mempertahankan mutu karena pendinginan berpengaruh besar terhadap atmosfer dalam kemasan. Penyimpanan dingin pada suhu optimum disertai kelembapan tinggi merupakan cara yang efektif untuk memperpanjang umur simpan atau ketahanan komoditi. Pendinginan ini dapat memperlambat respirasi sehingga pematangan, penuaan dan pengeluaran panas juga terhambat (Pantastico, 1986). Menurut Santoso dan Purwoko (1995), Penyimpanan dingin dilakukan dengan tujuan untuk: a. mempertahankan aktivitas biologi yang rendah dari produk pada suhu rendah. Suhu tersebut dipertahankan pada tingkat tertentu yang tidak akan menyebabkan pembekuan atau chilling injury dan melalui pengendalian komposisi atmosfer. b. memperlambat pertumbuhan mikroorganisme dengan mempertahankan temperatur rendah dan meminimalisasi kelembapan permukaan sekitar produk. c. mengurangi pengeringan produk melalui memperkecil perbedaan selisih temperature antara produk dan udara, serta mempertahankan kelembapan yang tinggi dalam ruang penyimpanan. Menurut Ashari (1995), beberapa tindakan misalnya dengan perlakuan suhu dingin, mengurangi kadar oksigen, meningkatkan kadar gas karbondioksida, menghilangkan gas etilen serta menggunakan bahan kimia yang dapat menghambat kematian jaringan. Penyimpanan pada suhu rendah merupakan suatu keharusan. Penyimpanan suhu rendah dapat mengurangi aktivitas respirasi dan metabolisme, proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan dan perubahan warna serta tekstur, kehilangan air dalam pelayuan, kerusakan karena mikroba (bakteri, kapang/cendawan dan khamir). Namun demikian penyimpanan yang terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan (chilling injury). Penerapan teknologi lain seperti pelilinan, pengemasan MAP (Modified Atmosphere Packaging) atau CAS (Controlled Atmosphere Packaging) tidak memberikan hasil yang memuaskan bila tanpa pendinginan (Hasbullah, 2008). Menurut Satuhu (1993), suhu penyimpanan untuk setiap komoditi tidak sama. Suhu harus dijaga agar tetap konstan demikian pula kelembapanya. Kelembapan udara yang rendah dapat mempercepat terjadinya transpirasi atau penguapan sehingga dapat menyebabkan kehilangan bobot yang cukup besar selama penyimpanan. Penyusutan bobot menyebabkan buah mengerut dan layu serta mempercepat pertumbuhan jasad renik pembusuk sehingga bahan yang disimpan menjadi cepat busuk. Penyimpanan pisang yang telah dikemas dengan rapi pada ruang pendingin bersuhu 13,3 0C, dengan kelembapan 85-
9
90%. Pada suhu penyimpanan ini kesegaran buah pisang dapat bertahan selama 2-3 bulan tanpa mengalami proses pematangan (Badan Agribisnis, 1999). Penyimpanan buah pisang pada suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan terjadinya proses chilling injury. Menurut Winarno et al (1980), Suhu penyimpanan pisang terutama pisang ambon yang disimpan pada suhu rendah kurang dari 13.50C dapat menyebabkan kulit pisang menjadi bewarna abu-abu dan dapat berubah menjadi tua lagi pada tempat-tempat yang cacat. Pisang yang didinnginkan biasanya berbintik-bintik hitam pada tangkai dam kulitnya, dan pada kelembaban yang lebih tinggi sering nampak kapang tumbuh pada permukaan bintik-bintik tersebut. Menurut Cahyono (2009), penyimpangan buah pisang dengan bahan kimia juga dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan pisang yaitu dengan menggunakan KmNO4 dan CaCl2. Penyimpanan dengan KmNO4 bertujuan menyerap etilen yang diproduksi oleh buah pisang sehingga proses pematangan buah dapat diperlambat. Dengan perlakuan ini, buah pisang dapat mempertahankan kesegarannya hingga 3 minggu dengan disimpan pada suhu ruang. 5.
Pengepakan dan pengangkutan Pengepakan atau pengemasan bertujuan untuk melindungi buah pisang dari kerusakan mekanis yang mungkin terjadi selama dalam pengangkutan dari kebun ke gudang atau hingga sampai ke tempat pemasaran. Kerusakan buah pisang yang disebabkan karena pengemasannya tidak memenuhi syarat dapat dijumpai pada pedagang atau tengkulak di sentra produksi pisang. Untuk menghindari kerusakan karena pengangkutan, pengemasan harus dilakukan dengan baik dan benar. Bahan pengemasan, kapasitas pengemasan, dan cara pengemasan harus diperhatikan agar buah pisang dapat sampai ke tujuan dalam keadaan baik tanpa cacat (Cahyono, 2009). Menurut Satuhu (1993), mutu buah yang dikirim sangat ditentukan oleh jenis dan cara kemasannya, bentuk kemasan buah yang akan dikirim harus mempertimbangkan faktor transportasi. Pengemasan secara asal-asalan dalam pengangkutan akan menyebabkan buah menjadi lecet dan memar sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan mutu. Pengemasan untuk pengiriman diperlukan wadah yang dirancang untuk melindungi buah sebagai pelindung dari luka memar, getaran maupun berat wadah lain yang menumpuk. Perancangan kemasan selama pengangkutan bermanfaat pula untuk meredam goncangan dalam perjalanan yang dapat mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan hasil hortikultura. Faktor yang perlu diperhatikan meliputi kemasan: jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan, komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur pola susunan, biaya pengangkutan dibandingkan dengan harga komoditas, permintaan waktu, jarak dan keadaan jalan yang dilintasi (Purwadaria, 1997). Menurut Prabawati et al (2008), beberapa hal penting yang harus mendapat perhatian dapat pengemasan yaitu, kemasan harus mampu memberikan perlindungan pada buah pisang dari kerusakan seperti luka, tertusuk, dan memar. Pengepakan yang sempurna dan baik berarti melindungi produk hortikultura dari kerusakan fisik yang menyebabkan memar, kehilangan kadar air (dehidrasi) serta mencegah busuk karena infeksi mikroorganisme. Pengepakan dengan menggunakan bahan kimia juga merupakan tindakan untuk mencegah serangan virus dan organisme lain yang merugikan. Pengepakan biasanya dikombinasikan dengan penyegelan atau penutupan yang rapat agar produk tidak terkontaminasi dengan oksigen yang dapat menyebabkan busuknya bahan (Ashari, 1995).
10
2.2.3 Penyakit Pascapanen Menurut Nelson (2008) kondisi umum yang menyebabkan gejala penyakit pascapanen pisang berkembang adalah manajemen penyakit dan praktek yang kurang baik di kebun pisang untuk penyakit jamur daun dan buah (pengendalian gulma yang minim, tidak dilakukannya pemangkasan secara teratur untuk mengurangi kepadatan populasi tanaman dan minimnya manajemen kesuburan tanah), curah hujan dan kelembaban relatif yang tinggi, sanitasi yang rendah di packing houses, praktek pengepakan buah yang kurang baik, buahbuahan tidak didinginkan setelah panen dan sebelum pemasakan (suhu yang sesuai setelah pengepakan dan selama pengiriman adalah 13.33 ° C), dan buah dipanen tidak tepat waktu. Jenis penyakit pascapanen pisang menurut Satuhu dan Supriyadi (1992) adalah sebagai berikut: 1. Antraknosa Penyakit ini ditandai dengan buah tampak bercak-bercak berwarna cokelat. Bercak ini sedikit melengkung ke dalam, kemudian akan cepat membesar, lama kelamaan daging buah akan menjadi rusak. Penyebabnya adalah jamur Collectrotichum musae et curt. V. Arx. Serangan akan banyak terjadi bila musim hujan, suhu yang tinggi (27-300 C) dan kelembapan yang hampir jenuh turut mempengaruhi perkembangan jamur ini. Pencegahan dapat dilakukan mulai dari menjaga kebersihan kebun, sesudah panen dapat dilakukan dengan memperkecil kerusakan mekanis pada buah dan buah dicelupkan dengan air panas (550C) selama 2 menit atau pemberian fungisida. 2. Black Spot Penyakit ini ditandai buah pada mulanya tampak berbintik merah yang dikelilingi dengan daerah yang basah, kemudian bintik ini melebar dan buahnya menjadi hitam. Penyebab penyakit ini adalah jamur Helminthosporium torulosum Syd. Penyakit ini biasanya menyerang perkebunan yang kotor. Pencegahan dapat dilakukan dengan pembersihan areal kebun dari kotoran daun-daun kering. 3. Brown Spot Buah ditandai gejala bercak –bercak cokelat tua dengan diameter 5-6 cm dan tepinya tidak beraturan. Penyebabnya adalah jamur Cerospra hayi Celpouzos pencegahannya dengan cara buah dicelupkan larutan Nystatin 200-400 ppm. 4. Crown rot complex Serangan tampak pada bonggol sisir buah yang dimulai dari tangkai utama yang berubah warna dari biasanya. Penyebabnya adalah infeksi jasad renik Botryodiplodia theobromae pat, Thielaviopsis paradoxa de Seyn. Hoehn, Collectrotichum musae Berk. Et curt V. Arx, Fusarium roseum link dan Verticillium theobromae Truc. Pencegahannya dapat dilakukan dengan cara pisang dicelupkan larutan TBZ (thiabendazole) 200-400 ppm dan benomyl 100-400 ppm. 5. Scab Pada bagian atas lapisan epidermis muncul lingkaran hitam seperti bercak karat. Bercak ini menyebar di permukaan kulit buah, bercak ini menurunkan penampilan buah, penyebabnya adalah Aphaceloma sp. yang hanya menyerang kulit buah saja. Pencegahan dapat dilakukan dengan mencuci, meniriskan, lalu mencelupkan buah pisang dalam larutan fungisida selama 30 detik atau mencelupkan kedalam air panas 550C selama 5 menit.
11
2.3 Kehilangan Pascapanen Di Indonesia misalnya, sayur-sayuran dan buah-buahan banyak yang mengalami kerusakan sebelum sempat dikonsumsi. Jumlah kerusakan kira-kira meliputi 35-40 persen, sedangkan 60 persen dari sisanya sebagian besar dijual dalam bentuk sayur-sayuran dan buahbuahan segar atau diolah. Kerusakan bahan-bahan pangan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktivitas mikroba terutama bakteri, ragi, dan kapang; aktivitas enzim-enzim didalam bahan pangan; serangga, parasit dan tikus; suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan; kadar air; udara, terutama oksigen; sinar matahari dan jangka waktu penyimpanan (Winarno et al., 1980). Kehilangan susut bobot pada buahan pada umumnya terjadi akibat dari perubahan kadar air yang terkandung pada buahan dan proses yang terjadi akibat pengaruh dari luar seperti penanganan pascapanen sampai pada proses pemasaran. Sayur-sayuran dan buah-buahan serta hasil pertanian pada umumnya setelah dipanen kalau dibiarkan begitu saja lama-kelamaan akan mengalami perubahan-perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis. Perubahan perubahan fisiologis dan kimiawi tersebut ada yang menguntungkan, tetapi kalau tidak dikendalaikan akan sangat merugikan. Banyak sekali buah dan sayuran di Indonesia yang mengalami kerusakan (kebusukan) sebelum sempat dikonsumsi. Jumlah yang hilang karena kerusakan ini diperkirakan mencapai 35-40 % (Muchtadi, 1992). Kehilangan pascapanen selain berpengaruh terhadap kuantitas, juga dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas produk. Kehilangan kuantitas adalah hilangnya produk pascapanen yang ditunjukkan oleh berkurangnya volume atau berat produk, sedangkan kehilangan kualitas dikaitkan dengan berubah ke arah menurunnya komponen nutrisi produk pascapanen. Berkurangnya volume atau berat produk pascapanen berkaitan erat dengan proses fisiologi yang masih terus berlangsung pada produk setelah dipetik dari tanaman. tanpa adanya pasokan bahan nutrisi dan air, produk mengalami penyusutan. Sementara itu, beruabah atau menurunnya kandungan nutrisi dalam produk pascapanen berkaitan erat dengan proses biokimia produk, yaitu tidak lancarnya daur Krebbs dalam produk (Soesanto, 2010). Menurut Winarno dan Aman (1981), secara kualitatif dapat diketahui bahwa hasil-hasil pertanian setelah di panen mengalami kerusakan yang diperkirakan 20-40%. Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan karena beberapa hal, antara lain seperti panen yang terlalu matang. Berbagai kegiatan pertanian berpotensi menimbulkan kerusakan pada bahan yang diproses. Sebagai akibatnya, kualitas produk menjadi menurun dan dalam banyak kasus terjadinya kerusakan mekanis diikuti dengan pembusukan yang berlangsung cepat sehingga pada akhirnya bahan menjadi rusak total. Untuk penyimpanan dalam waktu lama, adanya bahan yang membusuk dapat merusak bahan lainnya. Jadi dapat dipahami bahwa menurunnya tingkat kerusakan mekanik mempunyai arti ekonomi yang penting. Setelah dipanen buah dapat rusak karena beberapa macam hal kerusakan yang terjadi pada buah akan menurunkan mutunya. Bila tidak ditangani dengan baik kerusakan ini dapat menimbulkan kerugian-kerugian yang lebih banyak. Menurut Satuhu (1993), kerusakan kerusakan buah dapat berupa: 1. Kerusakan fisik Kerusakan ini terjadi karena perlakuan-perlakuan fisik. Misalnya karena pendinginan (chilling injury). Dapat juga karena proses pemanasan atau case hardening yakni kerusakan dengan penggunaan suhu tinggi pada proses pengolahan. Akibat lanjutnya penampilan dan rasa buah menjadi berubah. Kerusakan fisik sangat mempengaruhi mutu dan daya simpan. 12
2.
Kerusakan biologi Kerusakan biologi disebabkan karena serangan serangga, binatang pengerat dan sebagainya. Masuknya ulat serangga kedalam buah dapat merusak bagian dalam buah. Selain itu memudahkan mikroba perusak masuk sehingga buah cepat menjadi busuk. 3. Kerusakan kimia Rusaknya kandungan zat-zat kimia pada buah karena hal apapun digolongkan kerusakan kimia. Kerusakan ini biasanya berhubungan dengan kerusakan biologi atau fisika. Misalnya aktifnya enzimatis karena kerusakan sebelumnya. Penyimpanan pada suhu tinggi dapat pula menyebabkan rusaknya kandungan kimia. 4. Kerusakan mikrobiologi Bermacam-macam kapang, bakteri maupun jamur mempunyai daya perusak. Buah akan menjadi busuk. Akibat serangan jasad renik tersebut. Luka pada permukaan kulit buah akan mempercepat terjadinya kerusakan. 5. Kerusakan mekanik Kerusakan mekanik terjadi akibat adanya benturan-benturan mekanis. Luka mekanik dapat terjadi pada saat pemanenan, sortasi, pengemasan, juga saat pengangkutan. Menurut Prabawati et al (2008), memar pada buah pisang yang sering terjadi selama penanganan dan distribusi dapat merupakan kerusakan yang merugikan. Memar mengakibatkan rusak pada kulit dan daging buah yang sangat nampak ketika buah telah matang. Berikut beberapa penyebab memar: a. Memar karena benturan. Terjadi karena terbentur akibat dijatuhkan pada permukaan yang lebih keras, misalnya buah pisang yang dilemparkan saat pemuatan dalam kemasan, atau buah pisang yang telah berada dalam kemasan jatuh atau dilemparkan saat memuat dalam angkutan. Untuk mengurangi kerusakan tersebut, dapat digunakan lapisan atau bantalan pada dasar kemasan dan penanganan yang lebih hati-hati. b. Memar akibat tekanan. Buah pisang dalam kemasan dapat mengalami kerusakan jika kemasan tidak kuat menahan tumpukan dari kemasan di atasnya. Memar akibat tekanan juga dapat terjadi akibat tumpukan antar buah pisang dalam kemasan. Buah pada bagian bawah tertekan pisang yang berada di atasnya jika tanpa disusun dengan baik dan diberi lapisan penyekat. c. Memar akibat gesekan. Kerusakan ini dapat dihindari bila penyusunan buah pisang dalam kemasan rapat dan tidak memungkinkan buah bergerak. Kondisi buah-buahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Faktor-faktor prapanen Faktor prapanen sangat berpengaruh terhadap kulitas buahan yang dihasilkan. Faktorfaktor prapanen meliputi kondisi lingkungan selama proses pertumbuhan, tingkat kemasakan, kehadiran hama dan penyakit, kultivar yang ditanam, dan tindakan-tindakan perawatan yang dilakukan selana proses pertumbuhan lainnya (Fery et al., 1991). Menurut Pantastico (1986), faktor prapanen dipengaruhi oleh dua yaitu faktor-faktor lingkungan dan pembudidayaan. Faktor lingkungan mencakup suhu, RH, Cahaya, tekstur tanah, angin, ketinggian, letak dan curah hujan. Yang termasuk pengaruh pembudidayaan adalah nutrisi mineral, pengolahan lahan, pemangkasan, penjarangan, penyemprotan dengan bahan-bahan kimia, bibit, jarak tanam, irigasi dan pengatusan, dan pembuatan lingkaran disekitar pohon.
13
2.
Faktor-faktor panen dan pascapanen Cara panen dan waktu panen (petik) buah pisang menentukan kualitas buah yang dihaslikan. Oleh karena itu, cara panen dan waktu panen harus dilakukan dengan baik dan benar serta tepat waktu. Pemanenan pisang harus disesuaikan dengan keperluan. Pemanenan yang terlalu cepat akan mempengaruhi mutunya. Mutu buah pisang akan rendah walaupun daya simpannya lebih lama. Demikian sebaliknya, bila pemananenan terlalu lambat, maka buah pisang tidak cocok lagi untuk diekspor, Karena akan cepat busuk (Satuhu dan Supriyadi, 1992). Menurut Zulkarnain (2009) penanganan pascapanen yang tidak tepat akan menyebabkan buah menjadi memar akibat saling berbenturan satu sama lain atau menjadi lembek akibat tingginya laju respirasi, yang semuanya bermuara pada pembusukkan. Pembusukkan ini akan semakin dipercepat oleh kontaminasi mikroorganisme pathogen, seperti cendawan dan bakteri, selama proses pengangkutan dan penyimpanan. 3. Faktor transportasi dan pemasaran Pengangkutan buah-buahan dengan jalan darat pada umumnya menggunakan truk dan pick up tanpa pendinginan. Untuk pengangkutan jarak jauh dalam satu pulau, yang lebih dari jam sebaknya menggunakan kereta api dengan gerbong pendingin. Sedangkan pengangkutan kurang dari 5 jam dapat melalui jalan raya tanpa truk pendingin (Purwadaria, 1992). Menurut Purwadaria (1992) menyatakan bahwa goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta dapat mengakibatkan kememaran, susut berat, memperpendek masa simpan. Hal ini terutama terjadi pada pengangkutan buah-buahan dan sayuran yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan, dan susunan kemasan di dalam pengangkutan. Perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan kerusakan yang diderita oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30-50%. Pada umumnya hambatan-hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan penanganan pascapanen yang tidak sempurna walaupun mutu pada waktu pemanenan sudah baik. Kegiatan penanganan pascapanen meliputi masalah tempat pengumpulan, grading, sortasi, pengemasan pengangkutan, dan pemasaran atau distribusi. Menurut Pantastico (1986), tiga persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengangkutan bahan-bahan makanan yang mudah rusak adalah: Penyampaian barang-barang dengan cepat dan tepat, Pengemasan dan kondisi pengangkutan yang tepat untuk menjamin terjaganya mutu yang tinggi. Harapan adanya keuntungan yang cukup dari hasil yang bersangkutan untuk dapat membenarkan penggunaan fasilitas pengangkutan yang memadai.
2.4 Standar Mutu Pisang Ambon Kuning Klasifikasi standar mutu buah pisang ambon kuning segar, berdasarkan Standar Nasional Indonesia RSNI – TAN – 1996. Buah pisang ambon kuning segar digolongkan dalam 3 macam yaitu: ukuran kelas A, B dan C berdasarkan Panjang Jari, berat sisir, dan diameter buah. Berikut klasifikasi penggolongan ukuran buah pisang dapat dilihat pada tabel. 5.
14
Tabel 5. Klasifikasi/penggolongan buah pisang berdasarkan ukuran. Spesifikasi
Satuan
Persyaratan Kelas A
Kelas B
Kelas C
Panjang jari
Cm
18,1-20,0
16,1-18,0
14,1-16,0
Berat Sisir
Kg
> 3,0
2,5-3,0
< 2,5
Diameter Pisang
Cm
> 2,5
> 2,5
< 2,5
Pisang ambon kuning segar dikelompokkan masing-masing kelas digolongkan dalam dua jenis mutu, yaitu mutu I dan Mutu II. Berikut persyaratan mutu pisang ambon kuning segar dapat dilihat pada tabel. 6. Tabel 6. Persyaratan mutu pisang ambon Karakteristik
Satuan
Mutu I
Mutu II
a) Tingkat Ketuaan Buah
%
70-80
<70dan>80
b) Keseragaman Kultivar
Seragam
Seragam
c) Keseragama ukuran
Seragam
Seragam
d) Kadar kotoran
% bobot/bobot
0
0
e) Tingkat Kerusakan
% bobot/bobot
0
0
Fisik/Mekanis
maksimum
f) kemulusan kulit
Mulus
Kurang Mulus
g) Serangga
Bebas
Bebas
h) Penyakit
Bebas
Bebas
Catatan: Mutu I boleh menyimpang maksimal sebanyak 5 % tetapi masih memenuhi syarat mutu II. Mutu II boleh menyimpang maksimal 10 %.
2..5 Saluran Pemasaran dan Efisiensi Pemasaran 2.5.1 Saluran Pemasaran Menurut Alma (2011), saluran pemasaran adalah lembaga yang saling berkait untuk menjadikan produk atau jasa siap digunakan/dikonsumsi. Tanpa saluran pemasaran yang efektif, maka sulit bagi masyarakat untuk memperoleh barang yang akan dikonsumsi. Jadi adalah tugas saluran pemasaran untuk memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Pemasaran barang dan jasa melibatkan beberapa lembaga perantaar mulai dari produsen, lembaga perantara sampai konsumen akhir. Lembaga pemasaran merupakan suatu lembaga dalam bentuk perorangan, perserikatan, atau perorangan yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen melalui berbagai kegiatan. Fungsifungsi pemasaran tersebut dilakukan oleh lembaga perantara di dalam suatu saluran pemasaran atau saluran distribusi adalah saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya kepada konsumen dari titik produsen (Limbong dan Sitorus, 1987). Tingginya biaya tataniaga akan berpengaruh terhadap harga eceran (harga konsumen) dan harga pada tingkat petani. Banyaknya lembaga yang terlibat dalam suatu saluran pemasaran dipengaruhi oleh jarak dari produsen ke konsumen, sifat komoditas, skala produksi dan kekuatan modal yang dimiliki.
15
Menurut Alma (2011) untuk mennyalurkan barang-barang dari produsen ke konsumen ada beberapa cara: 1. Penyaluran langsung. produsen menyalurkan langsung barang ke konsumen. 2. Penyaluran semi langsung. Dalam hal ini ada satu perantara, yaitu menggunakan saluran perdagangan eceran 3. Penyaluran tak langsung, melalui lebih dari satu perantara. Bentuk tipe-tipe saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.
P
P
P
PB
PE K
PE K
Saluran Langsung
Saluran Semi Langsung
Saluran Tak Langsung
Keterangan: P
: Produsen
PE : Pedagang Eceran
K
PB
: Pedagang Besar
K
: Konsumen
Gambar 3. Tipe-tipe saluran pemasaran 2.5.2 Efisiensi Pemasaran Margin tataniaga merupakan salah satu indikator yang digunakan mengukur apakah distribusi suatu komoditas efisien atau belum. Analisis marjin dilakukan untuk mengetahui komponen biaya pemasaran serta bagian yang diterima masing-masing pelaku pasar yang terlibat dalam pemasaran pisang ambon. Adanya perbedaan harga ditingkat petani dengan konsumen menyebabkan marjin yang diterima masing-masing pelaku pasar akan berbeda. Hal ini disebabkan karena adanya biaya-biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi pemasaran. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran (Limbong dan Sitorus. 1987). perhitungan marjin tataniaga secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : Mi = HJi – HBi Mi = Ci + πi
16
HJi – HBi = Ci +π i Berdasarkan persamaan tadi, keuntungan tataniaga pada tingkat ke-i adalah π i = HJi – HBi – Ci Maka besarnya marjin pemasaran adalah mi = ∑ Mi
Keterangan : Mi : Marjin pemasaran pada pasar tingkat ke i (Rp/kg) HJi : Harga penjualan pada pasar tingkat ke i (Rp/kg) HBi : Harga pembelian pada pasar tingkat ke i (Rp/kg) Ci : Biaya pada pasar tingkat ke i (Rp/kg) πi : Keuntungan pemasaran pada pasar tingkat ke i (Rp/kg) i : 1, 2, 3, .... n mi : Total marjin pemasaran Berdasarkan nilai marjin pemasaran tersebut dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Rasio tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Bagian yang diterima petani dari harga yang terjadi dikonsumen akhir dapat diketahui melalui farmer’s share. Nilai farmer’s share digunakan untuk melihat apakah pemasaran produk tersebut memberikan balas jasa yang seimbang kepada petani. Farmer’s share berhubungan negatif dengan margin pemasaran artinya semakin tinggi margin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani (farmer’s share) semakin rendah. h. Farmer’s share dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : Fs : Farmer’s share Pf : Harga yang diterima petani (Rp/kg) Pr : Harga yang dibayar konsumen (Rp/kg) Tingkat efisiensi tataniaga juga dapat diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga didefinisikan sebagai besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya di setiap rantai pemasaran maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987).
17
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di sentra produksi buah pisang Desa Talaga, Kabupaten Cianjur, pasar lokal Cianjur, Warehouse PT. Berkah Jaya Cipanas, Pasar Kramat Jati dan Supermarket Hyppermart Bellanova Bogor, PT Hero Supermarket (Giant Kalibata). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Desa Talaga merupakan salah satu desa sentra produksi pisang yang memiliki produktivitas yang cukup besar di Kabupaten Cianjur khususnya untuk pisang ambon dan mengikuti aliran distribusi buah pisang sampai penjualan di tingkat pengecer dan retail. Waktu penelitian dilakukan selama tiga bulan pada bulan april sampai Juni 2012. Denah lokasi penelitan Desa Talaga, Kecamatan Cugenang dapat dilihat pada lampiran 3.
3.2 Bahan dan Alat Bahan sebagai obyek penelitian berupa buah pisang yang dihasilkan oleh sentra produksi di kabupaten Cianjur. Pisang tersebut merupakan komoditas yang mendapat penanganan cukup banyak serta berisiko kehilangan susut hasil cukup besar dalam proses penanganan panen dan pascapanen. Varietas buah pisang yang diamati dipilih berdasarkan komoditi unggulan daerah yaitu pisang Ambon. Peralatan yang digunakan antara lain : timbangan, peralataan tulis, kalkulator, termometer dan penggaris.
3.3.Metodologi Penelitian 3.3.1 Metode penarikan sampel Dalam penelitian ini digunakan dua kelompok responden, yaitu petani dan pedagang pada setiap tingkat saluran yang ada.penelusuran dan pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan mengikuti arus pemasaran buah pisang ambon yang dominan. Dari hasil observasi lapang terdapat tiga jalur distribusi yang umum dilakukan yaitu tujuan pasar lokal, pasar luar daerah dan pasar modern/supermarket. Penarikan sampel petani dan pedagang dilakukan dengan sengaja (purposive) berdasarkan kesamaaan komoditi dan mengikuti jalur distribusi. Jumlah responden petani yang dijadikan sampel sebanyak 10 responden, 3 responden pengumpul tingkat desa, 1 responden pedagang besar (supplier supermarket), 2 responden pedagang besar (pasar Kramat Jati), 2 responden pedagang Pengecer pasar Kramat Jati, 5 responden pedagang pengecer lokal pasar Cianjur, dan 2 responden pasar modern/supermarket. 3.3.2 Metode pengumpulan data Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik pengambilan data melalui pengamatan langsung, wawancara dan observasi produk. Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi: 1. Data Primer Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung dengan petani dan pedagang unit sampel terpilih dengan bantuan kuesioner dan pengambilan data dengan
18
pengamatan langsung untuk mengetahui jumlah produk yang hilang di setiap tingkatan saluran pemasaran serta dokumentasi yang dianggap perlu. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh berdasarkan arsip yang ada dari Sentra produksi pisang, BPS, Dinas pertanian, dan lainnya. 3.3.3 Metode pengolahan dan analisis data Setelah semua data yang dibutuhkan tersedia kemudian dilakukan klarifikasi data. Selanjutnya data dikelompokkan, ditabulasi, dan diolah. Analisis yang digunakan adalah: 1. Analisis Deskriptif Analisis pengelolaan rantai pasokan dilakukan dengan analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang digunakan dengan tujuan memperoleh gambaran secara mendalam dan obyektif mengenai obyek penelitian. Tujuan penggunaan analisis ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu. Data primer dan sekunder yang diperoleh dianalisis secara deskriptif tabulasi dan statistik sederhana untuk menggambarkan keadaan pasar dan aliran rantai penanganan pascapanen buah pisang. 2. Analisis Teknis Analisis teknis dalam hal ini adalah analisis dengan menggunakan pendekatanpendekatan ilmu yang telah diperoleh dalam perkuliahan. Analisis ini dilakukan berdasarkan data-data pengukuran serta pengamatan dari rangkaian aktivitas para entitas di sepanjang rantai pemasaran. Analisis ini mencangkup audit kerusakan, audit susut (losess) buah pisang, efisiensi pemasaran serta hal-hal yang berkaitan dengan bidang ilmu peneliti. Tujuan analisis ini untuk menentukan penggunaan teknologi yang sesuai dengan tingkat kemampuan masingmasing entitas serta mengefisiensikan penanganan pascapanen buah pisang. 3.3.4 Pengamatan yang dilakukan 1. Susut Kuantitatif Susut kuantitatif pascapanen pisang merupakan jumlah yang hilang atau terbuang setelah di panen karena tidak memiliki nilai ekonomis lagi. Pisang tidak memiliki nilai jual atau ekonomi karena buah tidak sesuai dengan standar mutu yang ada. Kehilangan hasil (susut) diukur di setiap lokasi mulai dari saat panen pada sentra produksi sampai pada penanganan pascapanen di rantai pemasaran. Rumus yang digunakan untuk mengukur susut kuantitas secara keseluruhan adalah sebagai berikut : Susut kuantitatif (%) =
x 100%
2. Susut Kualitatif Susut kualitatif merupakan jumlah pisang yang mengalami penurunan kualitas sehingga mengalami penurunan harga tetapi masih memiliki nilai ekonomis. Pisang dapat di ukur berdasarkan penampakan buah berdasarkan grade produk, kerusakan mekanis dan harga. Rumus yang digunakan untuk mengukur susut kuantitas secara keseluruhan adalah sebagai berikut : Susut kualitatif (%) =
x 100%
19
3.
Tingkat kerusakan fisik/mekanis
Kerusakan fisik/mekanis adalah kondisi yang menggambarkan kerusakan fisik/mekanis berupa luka atau memar pada buah pisang Ambon Kuning Segar. Cara menyatakan uji persentase buah yang mengalami kerusakan: Kerusakan (%) =
x 100%
Berikut diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Mulai
Identifikasi anggota rantai pengolahan pascapanen pisang
Pembuatan daftar pertanyaan untuk pelaku usaha
Wawancara dan Pengamatan di setiap alur tataniaga pisang ya
Tidak Data Lengkap?
Analisis Proses penanganan pascapanen di setiap saluran pemasaran pisang Analisis Kehilangan kuantitatif volume/berat penanganan pascapanen Analisis Kehilangan kualitatif (mutu) penanganan pascapanen pisang Penentuan titik kritis susut pascapanen
Analisis Efisiensi saluran pemasaran
Selesai Gambar 4. Diagram alir tahapan penelitian
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra penghasil buah pisang di Jawa Barat, dengan keunggulan cita rasa yang cukup baik dibandingkan dengan daerah lain. Selama 10 tahun terakhir daerah tersebut dapat menghasilkan produksi pisang dari berbagai varietas rata-rata lebih dari 70.000 ton per tahun. Beberapa varietas/jenis pisang yang banyak dibudidayakan antara lain pisang mas, pisang muli, pisang nangka, pisang lumut, pisang ambon, pisang raja bulu dan pisang tanduk. Sebutan popular pisang yang dihasilkan di daerah Cianjur biasanya disebut dengan “Pisang Girang”. Produksi dan populasi aneka pisang di Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Lampiran 1. Daerah-daerah sentra produksi pisang di Kabupaten Cianjur terdapat di Kecamatan Cugenang, Sukaresmi, Gekbrong, Cikalongkulon, Warungkondang, Cibeber. Pisang Girang di sentra-sentra produksi dikembangkan hampir di setiap rumah tangga, di tanam diperkarangan atau lahan-lahan usahatani. Pada tahun 2007 Dinas Pertanian Cianjur bekerja sama dengan BPTP Jawa Barat melalui program PRIMATANI dan Direktorat Buah-buahan Departemen Pertanian lebih mengintensifkan perhatian pada program peningkatan produktivitas produksi dan mutu hasil pisang yang dipusatkan di Kecamatan Cugenang. Kecamatan Cugenang memiliki lima daerah sentra produksi tanaman pisang yaitu Desa Talaga, Cirumput, Sarampad, Padaluyu, Sukamulya dan Wangun Jaya. Berikut data perkembangan luas panen dan produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenang tahun 2008-2010 pada tabel 7. Tabel 7. Perkembangan luas panen dan produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenang tahun 2008-2010. Daerah Sentra Produksi Talaga
Tahun 2008 Luas Panen Produksi (Ha) (Ton) 202 4036
Tahun 2009 Luas Panen (Ha) 216
Produksi (Ton) 4104
Tahun 2010 Luas Panen Produksi (Ha) (Ton) 245 4900
Cirumput
70
1470
76
1806
165
3300
Sarampad
106
2226
126
2872
201
4020
Padaluyu
144
3256
168
4010
215
4300
Sukamulya
40
928
42
1070
50
800
Wangun Jaya
30
592
32
752
25
420
660
14614
Jumlah
592
12508
901
17740
Sumber: Dinas Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur (2010) Desa Talaga merupakan salah satu sentra produksi pisang terbesar di Kecamatan Cugenang yang memiliki iklim sejuk sehingga cukup baik untuk budidaya dan pengembangan pisang. Luas administratif Desa Talaga adalah 550,75 hektar. Desa Talaga terbagi menjadi enam Rukun Warga dan 23 Rukun Tetangga. Desa Talaga dibatasi oleh beberapa desa yang berada disekitarnya. Batasan-batasan wilayah Desa Talaga adalah sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Sarampad. 2. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Padaluyu. 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cirumput. 4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Benjot.
21
Kondisi lahan Kecamatan Cugenang, Cianjur merupakan daerah dataran tinggi yang berada di sekitar kaki Gunung Gede, dengan ketinggian tempat antara 800-1100 m dpl, dengan topografi wilayah datar, miring dan berbukit-bukit. Jenis tanah kecamatan Cugenang yaitu jenis tanah Renzina dan PH 6-7. Tanah jenis ini bewarna merah kecoklatan sangat cocok untuk tanaman palawija. Berikut kondisi lahan di daerah sentra produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenang dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Kondisi lahan di daerah sentra produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenang. Desa
Jenis Tanah
Topografi
PH
Talaga
Renzina
Datar
6-7
Tinggi Tempat (m dpl) 836-915
Cirumput
Renzina
Miring
6-7
837-925
Sarampad
Renzina
Miring
6-7
856-930
Padaluyu
Renzina
Berbukit
6-7
800-1100
Suka mulya
Renzina
Miring
6-7
912-1100
Wangun Jaya
Renzina
Berbukit
6-7
715-800
Sumber: Dinas Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur (2010) Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis kecepatan angin tidak terlalu tinggi. Curah hujan optimal adalah 1520-3800 mm/tahun dengan 2 bulan kering. Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm/tahun dan suhu berkisar antara 20300C. Bulan basah rata-rata 7 bulan, 5 bulan kering dan kelembapan udara antara 60-70%. Kondisi lahan ini sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman pisang. Berikut kondisi Agroklimat di daerah sentra produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenang pada tabel 9. Tabel 9. Kondisi Agroklimat di daerah sentra produksi tanaman pisang Kecamatan Cugenang. Desa Curah Hujan Jumlah Kelembapa rata-rat/tahun bulan Udara (%) (mm) basah/kering Talaga 2497 5/7 65 Cirumput
2342
5/7
65
Sarampad
2385
5/7
66
Padaluyu
2416
5/7
67
Suka mulya
2497
5/7
68
Wangun Jaya
2126
5/7
60
Sumber: Dinas Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur (2010) Untuk pengembangan produksi pisang di desa Talaga telah dibentuk Kelembagaan petani yang dapat berfungsi memperlancar kegiatan usaha tani dan dapat mendoronng meningkatkan bargaining position petani di sentra produksi, terdapat lima kelompok tani, yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Talaga Makmur dan Asosiasi Petani Pisang Cugenang (APBC). Berikut daftar Kelompok tani Desa Talaga pada tabel 10.
22
Tabel 10. Daftar Kelompok Tani Desa Talaga
Jembar Tani
Angkrong
16
10
Produktivitas Rata-Rata Kg/Ha 20000
Sumber Tani
Salamuncang
20
10
20000
Sumur Sari
Cilebak
21
19
20000
Sumber Arum
Kebandungan
18
10
20000
Intan Langsung Makmur
Salamuncang
21
20
20000
Kelompok Tani
Kampung
Jumlah Anggota
Luas Lahan
Sumber: Data Primer (2012)
4.2 Produksi Pisang Ambon 4.2.1 Budidaya Pisang Ambon Secara umum petani di Desa Talaga melakukan musim tanam setelah 3-4 kali musim panen. Waktu yang tepat untuk menanam bibit pisang khususnya pisang ambon yaitu di awal musim penghujan atau sekitar bulan juli-agustus. Umumya pola tanam di Desa talaga sama dengan pola tanam di Desa lainnya di Kecamatan Cugenang bahkan se-Kabupaten Cianjur yang membudidayakan jenis pisang ambon. Produktivitas rata-rata pisang ambon sekitar 20 Ton/Ha. Teknik budidaya pisang ambon yang dilakukan tidak terlalu berbeda dengan teknik budidaya jenis pisang lainnya. Namun demikian terdapat sedikit perbedaan seperti teknik panen dan pascapanen. Sebagian besar teknik budidaya pisang ambon dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman palawija dan tanaman sayuran lainnya seperti cabe rawit, jagung, kacang kedelai, tomat, caisin dan lain sebagainya. Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, kelompok tani di Desa Talaga, dan hasil pengamatan teknik budidaya pisang ambon di Desa Talaga adalah sebagai berikut: a.
Pengolahan Lahan Pengolahan lahan bukan kegiatan mutlak yang harus dilakukan, khususnya pada lahan yang masih gembur dan tidak terdapat gulma. untuk lahan yang terdapat alang-alang harus dibersihkan secara menyeluruh. Alang-alang merupakan gangguan utama untuk tanaman pisang karena dapat menyebabkan kompetensi perolehan kebutuhan hara dan mineral-mineral tanah antar tanaman pisang dan gulma. tanah yang paling baik untuk pertumbuhan pisang ambon adalah tanah yang liat, gembur, dan memiliki drainase dan aerasi tanah yang baik. b.
Penyediaan bibit pisang Pada awalnya untuk mendapatkan bibi pisang ambon, petani biasanya membeli bibit kepada petani lain yang telah terlabih dahulu menanam pohon pisang. Bibit pisang biasanya dibeli dari petani lainnya dengan seharga Rp.2.500,00 - 4.000,00 per bibitnya, namun demikian kualitas bibit yang dihasilkan kurang terjamin. Petani yang sudah lama menanam pisang ambon memperoleh bibit dari tanaman sebelumnya atau tanaman indukan. Anakan pisang ambon sengaja dibiarkan menggerombol di sekitar atau sekeliling tanaman indukan (mother plant). Pisang umumnya diperbanyak dengan anakan sebab pohon pisang yang berasal dari anakan akan menghasilkan tananan yang lebih besar dibandingkan tanaman pertama (tanaman induk). Untuk perbanyakan dengan anakan petani biasanya hanya membiarkan satu sampai dua
23
anakan dari setiap rumpunnya, sedangkan sisa anakan yang lainnya setelah berumur tiga sampai empat bulan di pindahkan ke lubang tanam lainnya. Hal ini agar pertumbuhan tanaman induk dan anakan dapat tumbuh secara optimal. c.
Penanaman dan pemupukan Penanaman pisang dilakukan pada awal musim tanam yakni antara bulan Juli sampai dengan Agustus dengan menggunakan anakan dengan jarak tanam 2 x 3 meter, untuk tanaman yang dilakukan secara tumpang sari jarak tanam berkisar antara 3 x 4 meter. Tanaman yang ditumpang sarikan antara lain caisin, cabe, cabe rawit, tomat, jagung, kacang kedelai dan lain sebagainya. Berdasarkan wawancara dengan petani responden, sebagian petani di Desa Talaga hanya menggunakan pupuk kandang berupa kotoran sapi dan kambing, karena menurut mereka selain ekonomis dan mudah diperoleh, pupuk kandang juga dapat mempertahankan kesuburan tanah. pemakaian pupuk kandang dan kompos pada pemupukan pertama sebelum tanam sebanyak 20-25 kilogram perlubang, dengan anjuran mendiamkan terlebih dahulu lubang tanam yang telah diberi pupuk selama kurang lebih satu minggu, sebelum bibit pisang ditanam kedalam lubang tanam. Pemupukan kedua dilakukan setelah tanaman berumur 4-6 bulan sebanyak 10-15 kg pupuk kandang dan pada pemupukan kedua ini beberapa petani juga menggunakan pupuk kimia. d.
Pengairan Pengairan bertujuan untuk membantu penyediaan air untuk keperluan optimum pertumbuhan. Air yang digunakan untuk penyiraman harus berkualitas baik, tidak tercemar zat berbahaya, dan limbah pabrik serta bibit penyakit. Pengairan lahan harus dilakukan paling lambat 3-4 hari setelah tanam jika ditanam pada saat tidak turun hujan. Penyiraman dilakukan dengan menyiram dari atas anakan yang masih muda secara perlahan dan mengenai semua daun pisang. Pengairan biasanya hanya memanfaatkan air hujan. e.
Pemeliharaan dan Perawatan Pemeliharaan gulma dan tanaman liar lainnya dilakukan sekitar 3 bulan sekali. Untuk menghambat pertumbuhan gulma dan tanaman liar petani biasanya menggunakan herbisida dan pencabutan secara langsung gulma dan tanaman liar. Di perkebunan yang membudidayakan pisang dengan lebih komersial beberapa tindakan lain dilakukan untuk mempertahankan produktivitas yang tinggi dan untuk menjamin buah berkualitas baik untuk pasaran (khusus). Tindakan-tindakan itu mencakup pembuangan anakan, pembuatan tunggul-tunggul, pemotongan jantung pisang, dan pengurangan tandan buah. Setiap enam sampai 12 minggu tanaman pisang dibuangi anakannya, hanya ditinggalkan satu tanaman induk yang sedang berbuah, satu batang anakan (yang tertua), dan satu tanaman cucu. Pada kepadatan yang rendah, setiap rumpun dapat berisi satu batang induk berikut dua anakannya. Jadi, untuk menghindari berjejalnya batang, dan untuk mengatur panen yang berurutan dalam setiap rumpun, satu anakan disisakan pada satu pohon induk setiap 6 sampai 10 bulan untuk menghasilkan tandan berikutnya. Hanya anakan yang sehat dan tertancap dalam yang boleh disisakan. Jantung pisang hendaknya segera dibuang setelah dua sisir terakhir dari tandan itu muncul. Pada waktu yang bersamaan, satu atau dua sisir terakhir mungkin perlu dibuang untuk meningkatkan panjangnya masing-masing buah pisang yang tersisa dan mendapatkan hasil yang optimal.
24
f.
Pengendalian hama dan penyakit terpadu Pengendalian hama dan penyakit terpadu adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah kerugian yang diakibatkan oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) seperti hama, pathogen dan gulma, dengan cara memadukan satu atau lebih teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan. Pengendalian hama dan penyakit terpadu bertujuan untuk mengetahui jenis hama dan penyakit yang mempunyai potensi akan merusak tanaman, meningkatkan kualitas produksi dan melindungi tanaman dari serangan OPT. Pengendalian hama dan penyakit terpadu menggunakan lima cara yaitu kultur teknis, fisik atau mekanis, genetika, biologi, kimiawi. Pengendalian untuk tiap jenis OPT berbeda-beda sehingga perlakuan yang berikan juga berbeda. Pengendalian difokuskan kepada pencegahan dengan memberikan Trichoderma pada saat penanaman dan memusnahkan tanaman yang telah terkena hama atau penyakit.
(a) Hama Penggerek batang (b) Layu Fusarium Gambar 5. Penyakit dan hama tanaman pisang 4.2.2 Penanganan Pascapanen Panen Panen pisang dilakukan ketika buah masih bewarna hijau dan tua. Tingkat kematangan diperkirakan dari adanya siku-siku pada individu buah, tingkat ketuaan buah saat panen berkisar antara 70-80 %. pisang dipanen pada pagi hari dengan suhu berkisar 26-28 0C agar mempertahankan mutu buah saat panen. Panen pisang biasanya dilakukan oleh pengumpul atau tengkulak desa. Menurut Cahyono, pisang sudah mulai berproduksi dan biasa dipungut hasilnya pada umur 12-15 bulan setelah tanam atau 4-6 bulan setelah tanaman berbunga. Indeks warna buah saat panen yaitu indeks 1. Berikut data pengambilan sampel buah tingkat ketuaan dan indeks warna saat panen dapat dilihat pada tabel 11.
25
Tabel 11. Tingkat ketuaan dan indeks warna panen Sampel
Indeks Warna
1
Tingkat Ketuaan (%) 70
2
80
1
3
80
1
4
80
1
5
70
1
6
80
1
7
80
1
8
70
1
9
80
1
10
80
1
1
Berdasarkan pernyataan Muchtadi (1992), Buah pisang biasanya dipanen pada waktu masih bewarna hijau dengan tingkat kematangan berbeda. Apabila akan ditransportasikan pada jarak jauh, biasanya dipanen pada waktu masih agak muda (75-80% tingkat kematangan) dengan sudut-sudut buah yang masih kelihatan, buah seperti ini akan matang kira-kira dalam waktu 3 minggu. Untuk pengangkutan jarak pendek, biasa pisang dipanen pada saat 85-95% matang, dimana buah telah berkembang penuh tetapi susut-sudut masih sedikit kelihatan. Perbedaan tingkat ketuaan buah saat panen dapat menimbulkan tidak keseragaman warna buah saat penjualan. Semakin rendah tingkat ketuaan buah saat panen maka semakin lama proses pematangan buah. Untuk pemanenan pisang dilakukan oleh satu sampai dua orang. Pohon pisang ditebang dengan menggunakan parang atau golok, batang pisang di tebang dengan menusuk atau membacok setengah tinggi batang sekitar tinggi 1 m, agar tandan pisang tidak menyentuh tanah. Daun pisang ditarik sehingga bagian atas pohon beserta tandannya merunduk. Setelah tandan merendah pemanen langsung memegang tandan pisang dan memotong gagang tandan dengan menyisakan sebagian gagang yang masih berada pada tandan yang digunakan sebagai pegangan.
Gambar 6. Proses panen buah pisang dan pengangkutan ke pinggir kebun Semua hasil panen ditumpuk di pinggir jalan dekat kebun-kebun petani dan ditutup dengan daun pisang untuk menghindari kontak sinar matahari secara langsung. Pedagang pengumpul yang akan mengambil hasil panen dengan menggunakan kendaraan pengangkut seperti mobil bak terbuka (Pick Up) atau motor jika hasil panennya sedikit. Untuk pengumpulpengumpul kecil buah biasa di panggul ke bangsal penyimpanan. Proses pengangkutan pisang dari kebun ke rumah pengumpul tidak dilakukan penataan dalam transportasi, pisang di tumpuk
26
secara acak. Kurangnya penataan transportasi ini dapat menyebabkan kerusakan fisik dan mekanis pada buah pisang.
Gambar 7. Pengangkutan pisang dari kebun Proses pengangkutan dari kebun menggunakan mobil pick up dengan kapasitas 1500 kg sedangkan untuk pengumpul kecil biasanya digunakan motor atau langsung diangkut dengan menggendong tandan pisang yang digantung menggunakan bambu. Setelah pengangkutan dari kebun, buah pisang ditimbang di rumah pengumpul, kemudian hasilnya baru dibayarkan oleh pengumpul kepada petani pemilik. Proses panen buah pisang di desa talaga biasanya dilakukan oleh pedagang pengumpul, petani-petani biasanya mempercayai proses panen dilakukan oleh pengumpul, petani akan memberi tahu kepada pengumpul waktu pisangnya siap untuk dipanen. sistem pembayaran dilakukan setelah pisang ditimbang di rumah pengumpul. Pengumpulan dan penyimpanan Setelah proses panen buah pisang di kumpulkan dan simpan sekitar 3-4 hari setelah panen untuk menunggu pengumpulan hasil panen di hari berikutnya. Penyimpanan dilakukan oleh pengumpul di gudang penyimpanan dengan menutup buah pisang yang masih dalam bentuk tandanan dengan menggunakan terpal dan daun pisang kering. Suhu peyimpanan buah pisang sesuai dengan suhu ruang sekitar 26-300C. Menurut Cahyono (2008), menyatakan penyimpanan buah pisang harus memperhatikan unsur-unsur teknologi yang benar, agar buah pisang yang disimpan dapat terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit pascapanen (selama dalam penyimpanan).
Gambar 8. Penyimpanan tandan buah pisang oleh pengumpul Penyimpanan buah pisang juga dilakukan oleh pihak pengumpul dan pedagang, penyimpanan dilakukan bertujuan mengatasi kerusakan buah pisang akibat proses pemasaran yang terlambat (lama) dan menunggu pengumpulan buah pisang dari petani dan pengumpul kecil. Buah tidak terjual habis dalam waktu yang relatif singkat harus mendapatkan perlakuan khusus
27
dalam penyimpanan agar buah tetap dalam keadaan segar walaupun telah disimpan lama. Proses penyimpanan di tingkat pedagang disimpan dengan menggunakan keranjang atau peti. Buah disimpan pada suhu ruang sekitar 27-30 0C. Menurut Satuhu (1993), suhu penyimpanan harus dijaga agar tetap konstan demikian pula kelembapanya. Kelembapan udara yang rendah dapat mempercepat terjadinya transpirasi atau penguapan sehingga dapat menyebabkan kehilangan bobot yang cukup besar selama penyimpanan. Penyisiran buah pisang diperdagangkan dalam bentuk tandan, sisir atau satu gandeng (terdiri atas dua buah. Penyisiran dilakukan oleh pedagang pengumpul di rumah pengemasan menggunakan pisau.pisang untuk tujuan lokal dan supermarket dijual dengan bentuk sisiran sedangkan untuk tujuan pasar Kramat Jati pisang dijual dalam bentuk gandengan. Penyisiran buah pisang dilakukan dengan cara tandan pisang ditempatkan dalam posisi berdiri dengan pangkal tandan sebelah atas. Pangkal tandan pisang dipegang dengan tangan kiri, dan pisau cekung diarahkan/ditempatkan pada pangkal sisir yang masih melekat pada tandan, kemudian sisir buah yang sudah lepas dari tadan, pangkal sisirnya diserut untuk membuang sisa-sisa serat tandan yang masih melekat pada tandan tersebut.
Gambar 9. Proses penyisiran buah pisang Sortasi dan Grading Menurut Cahyono (2009), sortasi bertujuan untuk memilih dan memisahkan buah pisang yang baik dari buah pisang yang kurang baik atau rusak. Sementara, grading bertujuan untuk mengelompokkan buah pisang yang telah disortasi menjadi beberapa kelompok kelas, misalnya kelas A, B, C, dan Seterusnya. Sortasi buah dilakukan berdasarkan tingkat kemulusan buah dan buah yang mengalami kerusakan fisik/mekanis (memar, pecah atau luka gores) dan buah yang terkena hama dan penyakit. Buah yang tidak masuk dalam kriteria ini akan dijual kepada pedagang kripik dan sale pisang. Buah yang telah dipilih dikelaskan/Grading berdasarkan ukuran atau standar mutu yang ditetapkan. Setiap kelas buah ditandai sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Untuk pengiriman pasar lokal buah tidak dilakukan proses grading, buah dijual secara borongan, untuk pasar luar daerah /Kramat Jati buah dikelompokkan menjadi lima kelas berdasarkan ukuran buah, dan untuk tujuan supermarket hanya buah yang super yang dikirim sesuai standar mutu yang diinginkan pihak mitra berdasarkan penampakan fisik buah pisang ambon yaitu berdasarkan buah pisang yang bentuknya sempurna, kulit buahnya mulus dan tidak busuk kemudian dikelompokan berdasarkan bobot buah per sisirnya. Berikut standar grade buah pisang untuk tujuan supermarket dan pasar Kramat Jati dapat dilihat pada gambar 10 dan tabel 12.
28
(a) Supermarket (b) Pasar Kramat Jati Gambar 10. Pengkelasan atau Grading Tabel 12. Standar mutu grade buah pisang tujuan pasar Supermarket dan pasar Kramat Jati Tujuan Pasar Pengumpul Desa Pasar Kramat Jati
Tempat Sortir Gudang
Grade yang Berlaku Super
3-1
3-2
4
5
Pedagang Besar Supermarket
Gudang
Super (Supermarket)
BC (pasar Lokal)
Kriteria
Panjang buah >18 cm, diameter buah > 2.5 cm, Penampilan mulus, bebas luka dan memar, isi 1 keranjang 3 pasang. Berat buah 1 pasang > 400 gr. Panjang buah 16-18 cm, diameter buah 2.2-2.5 cm, Penampilan mulus, isi 1 keranjang 3 pasang, berat buah 1 pasang 350-400 gr. Panjang buah 14-16 cm, diameter buah < 2.2 cm, Penampilan mulus, isi 1 keranjang 3 pasang, berat buah 1 pasang 300-350 gr. Panjang buah 12-14 cm, diameter buah > 2 cm, Penampilan tidak mulus, isi 1 keranjang 4 pasang. Berat buah 1 pasang 200250 gr. Panjang buah < 12 cm, diameter buah > 2 cm, Penampilan tidak mulus, isi 1 keranjang 5 pasang. Berat buah 1 pasang < 200 gr. Berat per sisir > 1.5 kg Jumlah jari > 12 Bentuk buah normal dan seragam, Bebas kotoran, tingkat kerusakan <10% Berat per sisir < 1.5 kg Jumlah jari < 12 Bentuk buah tidak seragam, tingkat kerusakan >10%
29
Pencucian Pencucian atau pembersihan pisang dilakukan oleh pengumpul besar untuk tujuan supermarket dan swalayan. Pegumpul pengirim pasar lokal dan pengumpul luar daerah tidak melakukan proses pencucian. Buah pisang yang telah disisir direndam dalam waktu yang singkat 5-10 menit pada bak dengan ukuran 4 x 1,5 x 1 m. pisang di rendam kemudian di gosok dengan kain, pencucian digunakan untuk menghilangkan kotoran, debu dan getah yang menempel pada buah. Pencucian yang terlalu lama dapat menyebabkan buah cepat busuk. Air pencucian bak diganti secara rutin menghindari penyakit-penyakit pasca pascapanen. Menurut Prabawati et al (2008) perlu penambahan natrium hipochlorit 75-125 ppm untuk membunuh spora Fusarium, Cholletotrichum, dan Botryodiplodia serta fungi lain yang sering menyerang crown pisang.
Gambar 11. Pencucian buah pisang Pemeraman Pemeraman dilakukan untuk mempercepat proses pematangan buah. Dengan pemeramam buah pisang dapat matang dalam waktu yang relatif pendek secara bersamaan, yaitu 2-4 hari, tergantung cara yang digunakan dalam pemeraman (Cahyono, 2009). Pemeraman buah dilakukan dengan menggunakan larutan ethephon/prothephon. Prothephon merupakan zat pengatur tumbuh berupa cairan bewarna kuning dengan cara kerja yang sistemik masuk kedalam jaringan tumbuhan yang terurai menjadi etilen yang berperan sebagai hormon yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan proses pematangan buah.
(a) larutan prothephon (b) karbit Gambar 12. Pemeraman buah pisang Prosedur pemberian yaitu dengan mencampur larutan prothephon dengan air dengan perbandingan 1 ml prothephon dicampur 1 liter air. Sisiran buah pisang dilakukan pencelupan selama 10 detik dengan campuran larutan prothephon. Setelah dilakukan pencelupan, sisiran buah ditiriskan dan dilakukan pemeraman selama 24 jam. Proses pemeraman biasanya dilakukan oleh pengumpul sedangkan pedagang besar pasar lokal dilakukan dengan menggunakan karbit dan beberapa pedagang lokal mnggunakan larutan prothephon dengan proses
30
penyemprotan.pemberian larutan prothephon ini akan matang selama 2-3 hari dan memiliki keseragaman warna yang sama. Pelabelan Pelabelan dilakukan menggunakan stiker, pisang diberikan pelabelan berdasarkan kelas dan varietas. Pisang ambon Cianjur dengan menggunakan sticker dan diberi nama “Pisang Girang” yang mencirikan pisang khas Cianjur. Pelabelan hanya dilakukan untuk suplai pisang ke supermarket.
Gambar 13. Pelabelan buah pisang Pengemasan / Pengepakan Sebelum buah pisang di transportasikan dilakukan pengemasan/pengepakan. Pengepakan atau pengemasan bertujuan untuk melindungi buah pisang dari kerusakan mekanis yang mungkin terjadi selama dalam pengangkutan dari kebun ke gudang atau hingga sampai ke tempat pemasaran. Pengemasan/pengepakan yang baik akan mengurangi kerusakan fisik buah pisang selama di transportasikan (Cahyono, 2009), Menurut satuhu (1993), mutu buah yang dikirim sangat ditentukan oleh jenis dan cara kemasannya, bentuk kemasan buah yang akan dikirim harus mempertimbangkan faktor transportasi. Pengemasan buah tujuan supermarket dengan menggunakan karton yang lapisi bahan Styrofoam untuk mengurangi gesekan antar buah. Pengiriman buah pisang ke pasar-pasar lokal dan luar daerah, buah pisang dijual dalam bentuk tandanan dibungkus dengan daun kering disekeliling buah. Jika buah pisang dijual dalam bentuk sisiran, maka buah dikemas dengan menggunakan wadah (keranjang, karton dan lain- lain). Pada kemasan hendaknya dilakukan penyekatan antar sisir dan diberi alas dengan daun kering atau bahan Styrofoam yang mempertahankan mutu pisang.
(a) Pengemasan dengan Karton
(b) Pembungkusan daun kering
31
(b) Pengemasan Keranjang ke pasar lokal
(d) Pengemasan Pisang keranjang-keranjang kecil
Gambar 14. Pengemasan/pengepakan buah pisang Transportasi Tata cara transportasi untuk pemasaran disesuaikan dengan tujuan pasar. Penumpukan kemasan dibatasi sesuai dengan tingkat kekuatan kemasan dan alat angkut. pengangkutan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dan pedagang besar daerah tidak hanya mengangkut pisang ambon yang dibeli dari petani semata. Jenis pengangkutan lain adalah ketika pedagang pengumpul menjual pisang kepada pedagang besar dengan cara membawanya dengan kendaraan bak terbuka dan di tutup dengan terpal sedangkan untuk pedagang besar menggunakan alat transportasi berupa truk kecil atau mobil box. Pedagang pengumpul juga mengirimkan pisang kepada pedagang pengecer di pasar atau pun di toko-toko. Dalam hal ini biaya pengiriman pisang menjadi tanggungan pengirim pedagang pengumpul dan pedagang besar.
Gambar 15. Pengiriman Transportasi Pisang Pemasaran dan Pemajangan Buah pisang di jual dalam keadaan segar pemajangan buah pisang di pengecer dan retail supermarket tanpa perlakuan pendinginan dengan suhu lingkungan berkisar 27-300C. Selama pemasaran pisang hanya mampu bertahan selama 3-5 hari. Pemajangan di pasar lokal biasanya menggunakan alas terpal di tepi-tepi jalan dan sisiran pisang digantung dengan tali rapia untuk menarik penampilan buah.
32
(a)
Supermarket (b) pasar lokal Gambar 16. Pemasaran pisang ambon
4.3 Tataniaga Pisang Ambon Terdapat tiga jalur aliran pemasaran atau tata niaga pisang ambon di wilayah sentra produksi Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Cianjur sesuai dengan tujuan pasar yaitu tujuan untuk pasar lokal, pasar induk luar daerah (pasar induk Kramat Jati, Jakarta), dan swalayan/supermarket. Pasokan buah pisang ambon di daerah Cugenang, Cianjur paling besar dipasok ke pasar induk Kramat Jati oleh pengumpul desa dibandingkan pasar lokal dan modern. Berikut pada Gambar 17. Diagram alir pemasaran pisang ambon
III
Pasar Modern Swalayan/ Supermarket
Pedagang Pengumpul Besar
II Petani
Pengumpul Desa
Pedagang besar Luar Daerah I
Pengumpul
Pedagang Pengecer
Pengecer Pasar Lokal
K o n s u m e n
Gambar 17. Diagram alir pemasaran pisang ambon Lembaga-lembaga pemasaran yang terdapat dalam saluran tataniaga pisang ambon di daerah penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Petani Petani merupakan pihak penyedia atau produsen pisang. Petani melakukan kegiatan budidaya pisang, meliputi penanaman, perawatan/pemeliharaan, pemberian pupuk, pemberantasan hama dan penyakit.
2.
Pengumpul Pedagang pengumpul adalah orang yang membeli pisang dari petani secara langsung. Mereka membeli pisang ambon dari petani dalam bentuk siap panen yang masih dipanen di kebun, pemanenan buah pisang dilakukan langsung oleh pengumpul dan
33
pembeliannya dilakukan dengan sistem borongan. Para pengumpul-pengumpul ada yang menjual pisang langsung ke pengecer pasar dan menjual ke pengumpul besar desa. Pengumpul desa menjual pisang ke pedagang-pedagang besar daerah maupun pedagang grosir pasar Induk Kramat Jati 3.
Pedagang Besar Pedagang besar adalah orang yang membeli langsung pisang dari petani dan pengumpul-pengumpul desa. Prosedur pembelian pisang pembeliannya adalah pedagang pengumpul atau petani mendatangi pedagang besar menjual hasil pisang yang di panen ataupun pihak pedagang besar yang mendatangi petani dan pengumpul desa. Biasanya pedagang besar telah memiliki langganan pengumpul dan petani yang menjual hasil kepada mereka. Pembelian buah pisang dalam sudah dalam bentuk sisiran dan sebagian dalam bentuk tandanan. Pedagang besar telah mempunyai fasilitas perlengkapan pascapanen yang lengkap. Pedagang besar yang dituju yaitu PT Berkah Jaya yang menjual buah pisang ke Supermarket/Swalayan dan pasar-pasar lokal.
4.
Pedagang besar Luar Daerah (pasar Induk Kramat Jati) Pedagang besar luar daerah biasa disebut pedahgang grosir di pasar-pasar induk Kramat Jati. Pedagang pasar induk Karmat Jati sebagai supplier yang melayani pembelian buah pisang untuk konsumen biasa maupun pengecer yang akan menjual lagi pisang yang dibeli. Pedagang grosir hanya menyediakan barang dan tidak melakukan kegiatan pengiriman.
5.
Supermarket/Swalayan. Supermarket merupakan lembaga pemasaran yang langsung berhubungan dengan konsumen. Supermarket yang ditujui oleh pedagang besar yaitu Lottemart, Carefour, Hypermart, Hero/Giant Supermarket dan Swalayan Istana Buah Segar Cianjur. Buah yang dikirim oleh pedagang besar dilabeli dengan merk “pisang Girang Cianjur” dengan kualitas pisang yang dipasarkan super.
6.
Pengecer Pengecer merupakan pedagang kecil yang melakukan kegiatan penjualan hanya dengan konsumen biasa di pasar-pasar lokal. Buah pisang dijual dalam bentuk sisir dan gandengan. Pengecer buah pisang di Pasar Kramat Jati mengirim pisang ke restoran-restoran dan perusahaan catering di Jakarta. Jenis kualitas pisang yang dijual juga beragam.
4.4 Titik Kritis Susut Pascapanen Pisang 4.4.1 Kehilangan hasil Prapanen Faktor-faktor Prapanen sangat menentukan kualitas dan produk yang dihasilkan. Faktorfaktor prapanen meliputi kondisi lingkungan selama proses pertumbuhan, tingkat kemasakan, kehadiran hama dan penyakit, kultivar yang ditanam, dan tindakan-tindakan perawatan yang dilakukan selana proses pertumbuhan lainnya (Fery et al., 1991). Faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan buah pisang yang dihasilkan kurang memenuhi persyaratan standar mutu perusahaan, sehingga buah tersebut memiliki kualitas yang rendah bahkan bisa menjadi buah yang tidak memiliki nilai secara ekonomi atau dibuang begitu saja.
34
Kehilangan hasil prapanen ditingkat petani sangatlah besar, rata-rata kehilangan hasil Prapanen di Desa Talaga mencapai rata-rata sekitar 16.7 % di tingkat petani. Kehilangan hasil ini di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya Pola budidaya petani, hama dan penyakit tanaman pisang, cuaca dan iklim (angin). Besarnya kehilangan hasil ini paling besar sangat dipengaruhi oleh penyakit Fusarium tanaman pisang. penyakit fusarium akan menyebabkan pohon menjadi layu, dan batang berlubang. Tanaman pisang yang terkena penyakit Fusarium akan cepat menyebar ke tanaman di sekitarnya, agar tanaman lain tidak terkena penyakit pohon yang terinfeksi harus di tebang dan dibakar. Saat ini cara mengatasi penyakit Fusarium, petani menggunakan agen hayati yaitu Trichoderma SP. pada saat penanaman. Kehilangan hasil prapanen ditingkat petani dapat dilihat pada lampiran 2. 4.4.2 Susut Pascapanen Kehilangan hasil atau susut kuantitatif pascapanen pisang merupakan jumlah yang hilang atau terbuang setelah di panen karena tidak memiliki nilai ekonomis lagi. Pisang tidak memiliki nilai jual atau ekonomi karena buah tidak sesuai dengan standar mutu yang ada. Sedangkan kehilangan hasil atau susut secara kualitatif merupakan jumlah pisang yang mengalami penurunan kualitas sehingga mengalami penurunan harga tetapi masih memiliki nilai ekonomis. Pisang dapat di ukur berdasarkan penampakan buah berdasarkan grade, kerusakan mekanik dan harga. Jalur Pemasaran I Pada aliran pemasaran I tujuan pasar lokal, pisang ambon dikirim ke pasar-pasar induk Cianjur dan pasar-pasar wisata oleh pengumpul-pengumpul kecil desa. Rantai pemasaran pisang ambon yaitu petani, pengumpul-pengumpul desa dan pengecer pasar. Beberapa petani ada juga yang mengirim hasil panen buah pisangnya langsung ke pasar lokal tanpa perantara pengumpul.
Petani Panen
Pengumpul Panen Pengumpulan dan Penyimpanan Penyisiran tandan Sortasi Pemeraman Pengemasan Transportasi
Pengecer Lokal Pemasaran Penyimpanan
K o n s u m e n
Gambar 18. Skema penanganan pascapanen aliran pemasaran I Pisang yang dipanen dikumpulkan digudang penyimpanan selama 6-7 hari setelah panen, dengan suhu penyimpanan 26-290C selama proses penyimpanan ini terjadi susut bobot sebesar 4.28 % hal ini disebabkan kehilangan kadar air selama proses penyimpanan, buah pisang yang masih dalam bentuk tandan memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga diperlukan proses penanganan pascapanen yang cepat setelah pemanenan dan buah yang patah atau tercecer selama proses penyimpanan. Proses pascapanen buah pisang umumnya dilakukan oleh pengumpul. Pisang yang dijual sudah dalam bentuk sisiran dan sudah siap dikonsumsi. Kapasitas satu kali pengiriman sekitar 300-
35
400 kg. Setelah buah pisang terkumpul dilakukan proses penyisiran tandan. Sewaktu proses penyisiran, buah pisang langsung di sortasi. Buah pisang yang rusak terkena hama penyakit dan ukuran terlalu kecil lansung dipisahkan, buah ini termasuk dalam susut kuantitatif yaitu sebesar 6.62% karena mutu hasil panen dari petani yang rendah, buah tidak dapat di jual atau tidak memiliki nilai ekonomi disebabkan buah tidak sesuai standar mutu. Untuk pasar lokal buah pisang tidak dilakukan proses grading, pisang langsung dijual dengan sistem borongan oleh pengumpul ke pengecer pasar lokal. Buah yang masuk kriteria pasar langsung dilakukan pemeraman dengan menggunakan larutan prothephon. Larutan proethephon ini berfungsi untuk mempercepat pematangan buah. Larutan ini dicampur air dengan perbandingan 1ml prothephon dengan 1 liter air. Buah pisang di celupkan kedalam larutan ini sekitar 10 detik, kemudian buah pisang diagin-anginkan. Selanjutnya buah pisang diperam dimasukkan kedalam keranjang selama 24 jam dan ditutup daun kering dan dibungkus terpal. Setelah pemeraman buah pisang di susun kedalam keranjang dengan kapasitas besar, keranjang dan buah pisang dilapisi daun-daun pisang kering agar menghindari gesekan mekanis antar buah pisang dan keranjang. Pengiriman buah pisang dilakukan pada pagi hari pukul 02.00 dengan mobil bak terbuka pick up. Buah pisang dijual ke pengecer dengan harga Rp 25002800/kg. Pada pedagang pengecer, buah pisang dijual kepada konsumen dengan hitungan biji atau berat. Buah dijual dengan harga 4000-6000/kg atau 500-1000/biji buah. Pemajangan dilakukan dengan menggunakan alas terpal dan beberapa pedagang ada juga yang menggantung sisiran buah dengan menggunakan tali rapia. Indeks warna buah pisang yang dikirim oleh pengumpul ke pedagang pengecer yaitu indeks warna 3-4. Selama proses penjualan dan penyimpanan di pedagang pengecer buah hanya mampu bertahan 3-4 hari. Susut pascapanen pada jalur pemasaran I pada tingkat petani tidak terdapat susut kuantitatif dan susut kualitatatif. Susut di tingkat petani atau saat panen di tanggung oleh pengumpul karena buah pisang di jual dengan sistem borongan dalam bentuk tandan ke pengumpul sehingga buah yang memiliki mutu tidak baik ikut terjual dengan harga yang sama. Pada tingkat pengumpul terdapat susut kuantitatif sebesar 10.90% disebabkan oleh kehilangan kadar air atau susut bobot selama proses penyimpanan yang terlalu lama karena buah yang dipanen memiliki tingkat ketuaan yang masih rendah dan tidak seragam sehingga memerlukan waktu yang lama saat penyimpanan agar memperoleh ketuaan buah yang siap dipasarkan dan susut juga disebabkan oleh buah pisang yang memiliki mutu rendah berukuran kecil atau buah rusak terkena hama dan penyakit pascapanen, terutama penyakit scab yag menyebabkan penampilan buah tidak menarik. Pada tingkat pengumpul tidak terdapat susut kualitatif karena pisang dijual masih belum matang penuh (indeks warna 3-4) dengan sistem borongan ke pedagang-pedagang eceran di pasar lokal, buah pisang tidak dikelaskan sehingga tidak terdapat penurunan harga jual. Pada tingkat pedagang eceran pasar lokal terdapat susut kuantitatif sebesar 4.35% yang disebabkan buah busuk tidak memiliki nilai ekonomi karena masa simpan buah yang singkat sekitar 3-4 hari dan buah lepas atau rusak selama pemasaran. Susut kualitatif buah pisang di tingkat pengecer mencapai sebesar 23% besarnya nilai susut didominasi oleh kerusakan saat proses distribusi selama pengangkutan oleh pengumpul, metode pengemasan dan distribusi buah saat pengangkutan buah dilakukan dengan kemasan keranjang tanpa dilapisi bahan pengisi atau penyekat antar buah sehingga buah memar dan luka gores. Buah pisang yang memar dan luka gores saat pengiriman ke pasar lokal akan cepat mengalami busuk dan penurunan kualitas karena penyakit pascapanen, agar tidak mengalami kerugian yang besar pedagang pengecer menjual buah pisang yang mengalami penurunan kualitas kepada pengolah sale pisang dan selai pisang dengan
36
harga 1000-2000/ kg. Susut ini juga disebabkan proses pemajangan buah di tempat terbuka pada suhu 310C pada siang hari sehingga buah terkena kontak langsung dengan sinar matahari. Berikut susut pascapanen pisang jalur pemasaran I pada tabel 13. Tabel 13. Susut Pascapanen Pisang Pemasaran Jalur I Lama Uraian
Susut
Susut
kuantitatif
Kualitatif
(%)
(%)
-
-
6-7 4
Penyimpanan (hari)
Petani Pengumpul Pengecer Lokal Total
Susut Pascapanen
Harga Beli
Jual
(Rp/kg)
(Rp/kg)
-
-
2000
10.90
-
1800-2000
2500-2800
4.35
23.00
2300-2800
4000-6000
15.25
23.00
Pada jalur pemasaran I, total susut kuantitatif pascapanen yaitu sebesar 15,25% dengan susut terbesar terdapat pada tingkat pengumpul dengan nilai susut sebesar 10.90% dan total susut kualitatif pascapanen sebesar 23% semuanya terdapat ditingkat pengecer. Titik kritis susut pascapanen pisang ambon pada saluran I terdapat pada tingkat pengumpul yang memiiliki susut kuantitatif paling besar dan penurunan kualitas atau mutu buahan di tingkat pengecer sangat ditentukan oleh distribusi dan pengemasan oleh pengumpul. Besarnya susut pascapanen ini dapat ditekan dengan proses pemilihan panen secara tepat, untuk pengangkutan jarak pendek pemasaran pasar lokal, sebaiknya pemanenan dilakukan pada waktu lebih tua tingkat ketuaan 85-95% dan akan matang dalam waktu 1-2 minggu (Muchtadi, 1992) sehingga dapat mengurangi susut bobot karena penyimpanan yang lama dan susut kualitatif pascapanen di tingkat pedagang eceran dapat di kurangi dengan memberikan bahan pengisi pada kemasan saat proses distribusi oleh pengumpul untuk menghindari kerusakan karena pengangkutan, pengemasan harus dilakukan dengan baik dan benar. Susut pada juga dapat dikurangi dengan menghindari kontak langsung buah dengan sinar matahari saat pemasaran di tingkat pengecer. Jalur Pemasaran II Pada aliran pemasaran II pisang dikirim tujuan pasar induk Kramat Jati. Proses panen pisang dilakukan oleh petani dan pedagang pengumpul. Proses pascapanen buah pisang dilakukan oleh pedagang pengumpul. Buah pisang di panen langsung oleh pedagang pengumpul di kebunkebun milik petani. Pemanenan pisang dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. Panen dilakukan oleh 1-2 orang, proses panen dilakukan dari pukul 07.00-10.00, dengan suhu panen 26-280C. pisang yang di panen dari kebun petani di angkut kepinggir jalan dekat kebun petani, kemudian hasil panen langsung di bawa ke gudang penyimpanan dengan menggunakan mobil bak terbuka/pick up. Pada saat proses transportasi dari kebun buah pisang ditumpuk tanpa melakukan penataan yang menyebabkan kerusakan lebam dan memar pada buah pisang.
37
Petani Panen
Pengumpul Panen Pengumpulan dan Penyimpanan Penyisiran Tandan Sortasi Grading Pemeraman Penyisiran buah II Pengemasan Transportasi
Pedagang Kramat Jati Pemasaran Penyimpanan
Pedagang pengecer Sortasi pengemasan Pemasaran
K o n s u m e n
Gambar 19. Skema penanganan pascapanen aliran pemasaran II Proses panen dan pascapanen dilakukan oleh petani dan pengumpul. Umumnya, petani menyerahkan panen langsung kepada pengumpul, panen dilakukan 2-3 kali seminggu di kebunkebun petani sekitar daerah pengumpul. Petani menjual hasil panen dengan harga berkisar antara Rp 1800-2000/kg. Pisang di beli dengan sistem borongan. Pengangkutan buah dari kebun ke gudang pengumpulan dengan cara memanggul buah tandanan dengan menggunakan bambu ke pinggir kebun dan mengangkut dengan mobil bak terbuka ke gudang penyimpanan. Pisang diangkut sampai di gudang pengumpulan langsung ditimbang untuk mengetahui hasil panen petani. pisang dikumpulkan dan disimpan sekitar 6-7 hari menunggu hasil panen hari berikutnya, dengan suhu penyimpanan 26-290C. Selama proses penyimpanan ini terjadi susut bobot sebesar 4.54 % hal ini disebabkan kehilangan kadar air selama proses penyimpanan pada suhu ruang. Menurut Ashari (1995), Penyimpanan suhu rendah dapat mengurangi aktivitas respirasi dan metabolisme, proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan dan perubahan warna serta tekstur, kehilangan air dalam pelayuan dan kerusakan karena mikroba. Buah pisang ditimbang kembali sebelum proses pascapanen selanjutnya. kemudian pisang ambon di sisir memisahkan tandan/bonggol pisang. Buah pisang di sortasi dipisahkan buah yang kecil bagian bawah tandan dan buah yang rusak busuk terkena hama dan penyakit. Buah pisang selanjutnya dicelupkan larutan prothephon untuk mempercepat proses pematangan buah dan keseragaman warna buah. Buah dicelupakan selama 10 detik. Kemudian buah langsung di susun dan di kelaskan/grading berdasarkan ukuran. Grade buah pisang yang di jual ke pasar Kramat Jati di kelaskan menjadi 5 kelas sesuai ukuran, selanjutnya buah di peram selama 24 jam. Proses tahapan berikut buah disisir menjadi 2 buah dalam satu tangkai/gandengan. Buah yang sudah disisir langsung dikemas dengan keranjang-keranjang bambu kecil dengan isi 6-10 buah/keranjang sesuai dengan ukuran buah. Berat bersih buah dalam 1 keranjang sekitar 0.9-1.2 kg. tahapan proses pengepakan buah pisang yaitu keranjang dilapisi dengan daun pisang kering disekeliling bagian dalam keranjang kemudian buah pisang dimasukkan langsung 3-5 pasang buah dalam 1 kemasan berdasarkan ukuran, selanjutnya keranjang ditutup daun kering dan di ikat dengan bambu-bambu kecil. Keranjang pisang ditandai/diwarnai sesuai dengan kelasnya. Indeks warna buah dikirim ke pasar Induk Kramat Jati yaitu indeks warna buah berkisar 3-4.
38
Buah pisang ditransportasikan dengan menggunakan mobil pick up ke pasar induk Kramat Jati. Keranjang pisang disusun setinggi 10-12 tumpukan keranjang. Transportasi dilakukan pada sore hari pukul 02.00-05.00. Buah pisang dijual kepada pedagang besar/grosir pasar Kramat Jati dengan sistem menitipkan barang. Kemudian total hasil penjualan akan di bagi hasil ke pedagang sebesar 10-11% dari total penjualan. Hasil penjualan akan di berikan kepada pengumpul setelah pengiriman barang berikutnya. Pisang yang dijual oleh pedagang besar Kramat Jati umumnya dibeli oleh pengecer/suplier ke rumah makan dan catering-catering di Jakarta. Buah pisang yang dibeli oleh pengecer langsung disortasi kembali dipisahkan buah yang rusak, pecah dan busuk saat distribusi. Biasanya para pengecer mengemas kembali buah pisang dengan peti kayu dan melapisi dengan daun-daun kering kemudian buah dikirim ke rumah makan dan perusahaan catering. Buah dijual dengan hitungan buah/biji dengan kisaran harga 800-1500/biji sesuai dengan ukuran buah. Susut pascapanen pada saluran pemasaran II pada tingkat petani tidak menerima susut kuantitatif maupun susut kualitatif pascapanen. Buah pisang langsung dijual dengan sistem borongan kepada pedagang pengumpul desa sehingga susut pascapanen di tingkat petani di tanggung oleh pihak pengumpul. Pada tingkat pengumpul desa susut kuantitatif sebesar 8.44%, susut ini disebabkan penyimpanan yang lama saat pengumpulan sehingga adanya susut bobot saat penyimpanan dengan suhu ruang dan buah yang rusak karena penyakit dan memiliki mutu rendah. Susut kualitatif pascapanen di tingkat pengumpul desa sebesar 48.96%, susut ini didominasi karena mutu buah yang dihasilkan petani rendah. Pihak pengumpul menanggung susut kualitatif petani. susut juga disebabkan metode panen yang dilakukan dan pengangkutan dari kebun yang tidak baik, pengangkutan buah dari kebun ke bangsal atau gudang pengumpul tidak dilakukan penataan saat transportasi menyebabkan buah banyak yang memar dan terkena getah. Pada tingkat pedagang pasar Kramat Jati tidak menanggung susut secara kuantitatif karena buah pisang biasanya habis terjual dan apabila pisang ada yang tidak terjual susut di tanggung oleh pengumpul atau pengirim. Susut kualitatif di tingkat pedagang grosir pasar Kramat Jati sebesar 8.77% disebabkan penurunan kualitas karena masa simpan yang pendek, pisang yang dijual akan mengalami penurunan kualitas setelah 2 hari. Pada tingkat pengecer susut kuantitatif pascapanen pisang sebesar 8.33%, besarnya susut kuantitas disebabkan buah pecah, rusak, dan busuk karena penyakit pascapanen dan saat proses transportasi pisang karena tingginya tumpukan saat pengangkutan ke pasar Kramat Jati. Pihak pengecer tidak terdapat susut kualitatif karena pisang yang di beli langsung di jual dan dikirim ke rumah makan dan catering-catering perusahaan di Jakarta. Berikut Tabel 14. Susut Pascapanen Pisang jalur Pemasaran II. Tabel 14. Susut Pascapanen Pisang Pemasaran Jalur II Lama Uraian
Penyimpanan (hari)
Petani
Susut Pascapanen Susut
Susut
kuantitatif Kualitatif
Harga Beli
Jual (Rp/kg)
(Rp/kg)
(%)
(%)
-
-
-
1800-2000
Pengumpul Desa
6-7
8.44
48.96
2000
2000-7000
Pedagang Kr. Jati
2
-
8.77
2000-7000
2000-8000
Pedagang Pengecer
1
8.33
-
4000-6000
4000-9000
16.77
57.73
Total
39
Total susut kuantitatif pascapanen pada saluran II yaitu sebesar 16.77% dengan susut terbesar terdapat di tingkat pengumpul desa sebesar 8.44% dan total susut kualitatif sebesar 57.73% dengan susut terbesar berada pada tingkat pengumpul desa yaitu sebesar 48.96%. Titik kritis susut pasca panen pada saluran III terdapat pada tingkat desa. Proses panen dan pengangutan dari kebun harus diperhatikan, buah pisang di tata agar mengurangi benturan dan terkena getah selama proses transportasi. Pada pedagang pengumpul desa sebaiknya dilakukan proses pencucian agar mengurangi getah dan kotoran. buah-buahan dan sayur-sayuran dicuci sesudah dipanen dan dilakukan pemotongan bagian-bagian yang busuk atau rusak sebelum pencucian untuk memperbaiki penampakan produk (Pantastico, 1986). Penggunaan keranjang-keranjang kecil dapat menimbulkan sampah di kota-kota besar. Pengemasan buah pisang dapat diganti dengan menggunakan peti kayu karena dapat di daur ulang atau digunakan kembali. Jalur Pemasaran III
Pengumpu Desa
Petani
Pengumpul Besar
supermarket dan swalayan
PT Berkah Jaya Pengecer Pasar Lokal
K o n s u m e n
Gambar 20. Diagram aliran pemasaran III Pada jalur pemasaran III buah pisang di panen dan dikumpulkan oleh petani dan pengumpul desa dan dikrim kepada pedagang besar PT. Berkah Jaya dengan tujuan pasar supermarket dan swalayan yaitu carefour, lottemart, hyppermat, Hero/Giant supermarket dan swalayan istana buah Cianjur. Proses penanganan pascapanen dilakukan oleh pihak PT. Berkah Jaya. Pisang dibeli dari petani dan pengumpul masih dalam bentuk tandanan dan sisiran. Harga beli pisang dari petani dan pengumpul sekitar Rp 2300,00-2800,00/kg. Pengiriman buah pisang dilakukan dengan membungkus tandan buah menggunakan daun pisang kering. Proses transportasi buah pisang dari petani dan pengumpul sangat diperhatikan agar mengurangi kerusakan saat transportasi, biasanya pengiriman menggunakan mobil bak terbuka, dan motor apabila jumlah pengiriman sedikit. Buah pisang dilakukan sortasi I pada saat pembelian kepada petani dan pedagang pengumpul. buah pisang yang tidak sesuai kriteria dan mempunyai kerusakan mekanis seperti luka memar dan luka gores yang cukup besar tidak diterima atau dikembalikan kepada pihak pengirim. Pisang yang masuk kriteria akan dikumpulkan di gudang penyimpanan. Proses pascapanen dilakukan pada malam hari sekitar jam 19.00 sampai jam 23.00. Buah dikumpulkan sesuai dengan permintaan pengiriman. Kapasitas pengiriman pisang ambon sekitar 8 ton/bulan sesuai dengan pemesanan barang oleh pihak mitra. Setelah buah terkumpul dilakukan penyisiran buah pisang dengan pisau. Pada saat penyisiran buah langsung di sortasi dan di grading menjadi kelas super dan kelas BC, sisiran buah kelas BC yang mengalami banyak luka memar dan luka gores dipisahkan. Buah yang tidak sesuai kriteria/kelas BC akan masuk ke pasar lokal. Buah yang masuk kelas super langsung dilakukan proses pencucian di dalam 40
bak pencuci. Buah dibersihkan dari kotoran-kotoran dan getah yang menempel pada buah pisang, sisiran pisang digosok dengan kain. Pencucian dilakukan sekitar 5-10 menit. Pencucian yang terlalu lama dapat menyebabkan buah cepat busuk.
Petani Panen
Pengumpul Panen Pengumpulan dan Penyimpanan Transportasi
Pedagang Besar Sortasi I Pengumpulan Penyisiran Tandan Sortasi II Grading Pencucian Pemeraman Pelabelan Pengemasan Transportasi
Supermarket Sortasi pemasaran penyimpanan
K o n s u m e n
Gambar 21. Skema penanganan pascapanen jalur pemasarn III Setelah tahap pencucian buah pisang langsung direndam dengan larutan prothephon untuk mempercepat pematangan buah dan memperoleh tingkat kematangan buah yang seragam sehingga buah yang sampai di retail bisa langsung dijual dan siap untuk dikonsumsi. Proses perendaman dengan larutan prothepon sekitar 10 detik. Buah pisang yang telah dicuci dan direndam larutan prothepon diangin-anginkan atau dikeringkan sekitar 30-60 menit. Setelah kering buah pisang diberi label dengan merk “Pisang Girang” yang merupakan ciri khas pisang dari Cianjur. Selanjutnya dilakukan proses pengepakan dengan menggunakan kardus. Pisang ditimbang dengan bobot kotor 13 kg/kardus. Pisang di tata dan dilapisi Styrofoam agar mengurangi gesekan antar buah dan kardus. Buah pisang yang sudah di kemas dikirim ke gudang PT. Berkah Jaya di Kramat Jati dan langsung di kirim ke retail swalayan dan supermarket mitra. Pengiriman dilakukan dengan menggunakan truk tertutup tanpa berpendingin, pengiriman buah dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 02.00. buah yang dikirim oleh pedagang besar masih dalam indeks warna 2-3, untuk mengurangi kerusakan selama transportasi. Buah pisang yang sampai di retail-retail supermarket dilakukan proses sortasi sesuai standar mutu buah pisang. Penyusutan barang return dari pihak supermarket/whosaler dapat mencapai sekitar 10-20 % karena mengalami kerusakan seperti buah luka, memar dan buah pecah saat transportasi. Pisang yang dijual di supermarket hyppermart dan Giant tidak dilakukan pendinginan. Buah pisang yang sampai di warehouse supermarket disortasi kembali dan langsung di pajang dengan sistem FIFO (First In First out) bertujuan menghindari busuk karena penyimpanan yang lama dan produk masih dalam keadaan segar di retail-retail supermarket. Masa simpan buah pisang hanya sekitar 3-4 hari pada suhu ruang (28-300C) selama pemajangan, tanpa adanya pendinginan akan mempercepat pembusukan buah pisang. Permintaan terhadap buah pisang ambon sangat kecil untuk pasar supermarket karena harga yang terlalu tinggi dan persaingan harga dengan pisang varietas lain seperti Cavendish yang memiliki harga yang lebih bersaing. Pisang di
41
supermarket Hyppermart dijual dengan kisaran harga Rp. 11.500,00-13.900,00/kg dan Giant supermarket pisang di jual Rp. 15.990,00/sisir dengan berat persisir diatas 1.3 kg. penjualan pisang di supermarket Hyppermart bellanova bogor hanya untuk menambah variasi penjualan jenis varietas buah pisang yang dijual karena permintaan pasar yang sedikit, kapasitas penjualan sekitar 60 kg/bulan, sedangkan permintaaan untuk hero supermarket permintaan cukup besar sekitar 100 sisir/hari. Susut kuantitatif pascapanen pada jalur pemasaran III di tingkat petani tidak terdapat susut kuantitatif dan susut kualitatatif. Susut di tingkat petani atau saat panen di tanggung oleh pengumpul karena buah pisang di jual dengan sistem borongan dalam bentuk tandan ke pengumpul sehingga buah yang memiliki mutu tidak baik ikut terjual. Pada pengumpul desa terdapat susut kuantitatif akibat sebesar 4.54%. Susut pascapanen disebabkan karena lama proses penyimpanan yang menyebabkan kehilangan bobot atau kadar air pada tandanan buah pisang selama proses penyimpanan dan buah terlepas saat pengangkutan dan penyimpanan. Pisang yang di kirim ke pedagang Besar (supplier supermarket) masih dalam bentuk tandanan sehingga pihak pengumpul tidak menanggung susut kualitatif. Susut kuantitatif di tingkat pedagang besar sebesar 2.93% yaitu buah yang rusak saat proses sortasi karena penyakit pascapanen, buah memiliki mutu rendah dan tidak memiliki nilai ekonomi. Pada tingkat pedagang besar terdapat susut kualitatif sebesar 29.93% disebabkan buah mengalami penurunan mutu setelah distribusikan, biasanya buah banyak yang mengalami memar saat proses distribusi sehingga tidak masuk dalam standar mutu pasar modern. Susut kualitatif dari petani dan pedagang pengumpul desa akan terakumulasi di tingkat pedagang besar (supplier pasar modern) karena dikirim masih dalam bentuk tandanan dan beberapa pengumpul ada juga yang mengirim dalam bentuk sisiran. Susut kuantitatif buah pisang ambon di tingkat supermarket sebesar 32.13%. Susut ini disebabkan buah pisang banyak buah yang busuk tidak terjual pisang ambon banyak yang tidak terjual karena kalah saing dengan pisang jenis Cavendish yang memiliki harga lebih murah dan penampilan lebih menarik, sedangkan susut kualtatif buah pisang di tingkat supermarket yaitu sebesar 20.60% disebabkan menurunnya kualitas buah pisang karena masa simpan yang sangat pendek berkisar 3-4 hari, tidak adanya pendinginan saat proses pemajangan dan penyimpanan buah, buah pisang yang penampilan sudah menurun sehingga diberikan diskon atau penurunan harga. Buah pisang yang mengalami penurunan kualitas di hyppermart bellanova di kemas kembali dengan menggunakan Styrofoam yang di wrapping dengan plastik film. Berikut tabel susut pascapanen pisang jalur pemasaran III pada tabel 15. Tabel 15. Susut Pascapanen Pisang jalur Pemasaran III Susut Pascapanen Uraian
Lama
Susut
Penyimpanan
kuantitatif
Petani
Susut
Harga Beli
Kualitatatif (Rp/kg)
Jual (Rp/kg)
(%)
(%)
-
-
-
1800-2000
Pengumpul Desa
6-7
4.54
-
2000
2300-2800
Pedagang Besar
2
2.93
29.36
2500
7000-8000
Supermarket /
1
32.13
20.60
7000-9000
11500-
Swalayan Total
13900 39.60
49.96
42
Total susut kuantitatif pascapanen pada saluran III yaitu sebesar 39.60% dengan susut terbesar terdapat di tingkat supermarket sebesar 32.13% dan total susut kualitatif sebesar 49.96% dengan susut terbesar berada pada tingkat pedagang besar yaitu sebesar 29.93%. Titik kritis susut pasca panen pada saluran III terdapat pada tingkat supermarket, susut di tingkat supermarket sangat dipengaruhi masa simpan buah selama pemasaran. Untuk pengurangi susut pasacapanen di tingkat supermarket dapat dilakukan penggunaan rak dengan pendingin selama pemajangan buah. Pemajangan dan penyimpanan suhu rendah dapat mengurangi aktivitas respirasi dan metabolisme, proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan dan perubahan warna serta tekstur, kehilangan air dalam pelayuan, kerusakan karena mikroba, bakteri, kapang/cendawan dan khamir (Ashari, 1995). 4.4.3 Analisis Tingkat Kerusakan Buah Buah merupakan produk holtikultura yang memiliki sifat mudah rusak (perishable), kerusakan-kerusakan buah dapat terjadi mulai dari prapanen yang disebabkan hama dan penyakit, proses panen dan penanganan pascapanen yang tidak tepat. Selama proses pascapanen terutama saat proses buah ditransportasikan banyak terdapat kerusakan seperti luka, tertusuk, dan memar. Memar pada buah pisang yang sering terjadi selama penanganan dan distribusi dapat merupakan kerusakan yang merugikan. Memar mengakibatkan rusak pada kulit dan daging buah yang sangat nampak ketika buah telah matang. Penyebab buah rusak memar menurut Prabawati et al (2008), adalah: a. Memar karena benturan. Terjadi karena terbentur akibat dijatuhkan pada permukaan yang lebih keras, misalnya buah pisang yang dilemparkan saat pemuatan dalam kemasan, atau buah pisang yang telah berada dalam kemasan jatuh atau dilemparkansaat memuat dalam angkutan. Untuk mengurangi kerusakan tersebut, dapat digunakan lapisan atau bantalan pada dasar kemasan dan penanganan yang lebih hati-hati. Pada proses distribusi biasanya digunakan daun-daun pisang kering sebagai bahan pelapis. b. Memar akibat tekanan. Buah pisang dalam kemasan dapat mengalami kerusakan jika kemasan tidak kuat menahan tumpukan dari kemasan di atasnya. Memar akibat tekanan juga dapat terjadi akibat tumpukan antar buah pisang dalam kemasan. Tumpukan yang terlalu tinggi menyebabkan buah pada bagian bawah tertekan pisang yang berada di atasnya jika tanpa disusun dengan baik dan diberi lapisan penyekat. c. Memar akibat gesekan. Kerusakan ini dapat dihindari bila penyusunan buah pisang dalam kemasan rapat dan tidak memungkinkan buah bergerak, gesekan dapat terjadi antar sesama buah dan dengan bahan kemasan. Berikut gambar kerusakan-kerusakan buah pisang dapat dilihat pada Gambar 22.
43
(a) Hama burung dan hewan pengerat
(c) Luka gores Pisau
(e) Luka tekan
(g) Luka tekan (bonyok)
(b) Penyakit Scab
(d) Kulit Pecah
(f) Luka Memar
(h) kulit hitam (busuk)
44
(i)Warna daging buah akibat memar
(j) Buah lepas dari tangkai sisir
Gambar 22. Kerusakan buah pisang Setelah buah ditransportasikan terjadi kerusakan seperti luka memar, lecet dan pecah. Pada jalur pemasaran I tujuan pasar lokal, persentase kerusakan buah yang di transportasikan ke pasar-pasar lokal Cianjur rata-rata 38.83%, kerusakan–kerusakan ini di sebabkan proses pengemasan/pengepakan yang tidak baik. Buah dikemas dengan keranjang bambu dengan kapasitas sekitar 30-40 kg buah di tata dan di lapisi daun pisang kering pada bagian tepi keranjang namun, pada bagian sekat antar buah tidak dilapisi bahan pengisi, hal ini tentu dapat menimbulkan gesekan antar buah pisang. Pengemasan secara asal-asalan dalam pengangkutan akan menyebabkan buah menjadi lecet dan memar sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan mutu (Satuhu, 1993). Persentase kerusakan mekanis buah setelah dilakukan transportasi pada jalur pemasaran I dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 16. Kerusakan mekanis buah pisang di jalur pemasaran I Jumlah buah rusak 6
Sampel
Jumlah buah
1
17
2
16
5
3
17
7
4
16
6
5
11
4
6
13
6
7
13
6
Total
103
40
Persentase Kerusakan
38.83 %
Pada Jalur Pemasaran II Tujuan pasar Induk Kramat Jati Persentase kerusakan pisang mencapai rata-rata 21.67 %. Pengemasan/pengepakan buah untuk pasar Kramat Jati yaitu menggunalkan keranjang-keranjang kecil dengan isi buah 6-10 biji/ keranjang sesuai ukuran (Grade). Besarnya tingkat kerusakan ini disebabkan karena tingginya tumpukan buah saat ditransportasikan mencapai 12-13 keranjang dan proses bongkar muat yang tidak baik dengan melempar keranjang buah dan saat penyusunan di mobil pengangkut keranjang buah terinjak-injak sehingga menyebabkan banyak buah yang rusak/pecah, memar dan luka tekan. Berikut tabel 17. Kerusakan mekanis buah setelah dilakukan transportasi pada jalur pemasaran II.
45
Tabel 17. Kerusakan mekanis buah pisang di jalur pemasaran II Sampel
Jumlah buah
Jumlah buah rusak 1
1
6
2
6
0
3
6
2
4
6
2
5
6
1
6
6
0
7
6
2
8
6
2
9
6
1
10
6
2
Total
60
13
Persentase Kerusakan
21.67 %
Pada jalur pemasaran III tujuan supermarket/swalayan persentase tingkat kerusakan pisang berkisar antara 10-20 % berdasarkan hasil wawancara responden. Tingkat kerusakan ini lebih kecil dibandingkan jalur pemasaran I dan II karena proses pengemasan/pengepakan dengan menggunakan karton yang memiliki lubang-lubang ventilasi. Pengemasan di beri bahan pengisi Styrofoam yang melapisi antar sisir buah dan bahan kemasan, sehingga persentase tingkat kerusakan lebih kecil. Namun, penggunaan karton memerlukan biaya yang cukup besar dibandingkan dengan kemasan lainnya. Jumlah kerusakan paling besar terjadi pada jalur pemasaran I tujuan pasar lokal disebabkan proses pengemasan buah yang kurang baik dengan keranjang besar tanpa bahan pengisi. Banyak buah yang mengalami lecet dan memar karena gesekan antar buah dan keranjang. Kerusakan ini sangat berpengaruh terhadap metode pengemasan barang. Menurut Purwadaria (1992), Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan, dan susunan kemasan di dalam pengangkutan.
4.5 Analisis Efesiensi pemasaran Efesiensi pemasaran dapat dilihat dengan margin tataniaga, biaya, dan rasio keuntungan pada setiap saluran pemasaran yaitu: 4.5.1 Biaya, Keuntungan dan Margin Tataniaga Pada Saluran I Lembaga-lembaga yang terlibat pada saluran I adalah petani, pengumpul dan konsumen. Jenis saluran pemasaran yaitu pemasaran semi langsung. Saluran ini merupakan saluran terpendek karena pisang pisang ambon sampai ke tangan konsumen akhir setelah membeli langsung ke pedagang pengecer di pasar lokal. Pisang dibeli dari petani oleh pedagang pengumpul dengan harga Rp. 2000 per kilogram, pedagang pengumpul menjual pisang dengan harga Rp. 2800 per kilogram kepada pengecer di pasar-pasar lokal. Harga pisang di tingkat pedagang pengecer pasar lokal Cianjur dengan harga Rp. 5000 per kilogram kepada konsumen. Dari saluran I diperoleh total biaya sebesar Rp. 725 (14.5%), total Keuntungan Rp. 2275 (45.50%) total marjin Rp. 3000 (60%) dan Rasio Li/Ci sebesar 3.14. data perhitungan pada lampiran 8.
46
4.5.2 Biaya, Keuntungan dan Margin tataniaga Pada Saluran II Lembaga-lembaga yang terlibat pada saluran II adalah petani, pengumpul desa, pedagang besar luar daerah (pasar Induk Kramat Jati), pedagang pengecer dan konsumen akhir. Jenis saluran pemasaran ini adalah pemasaran tak langsung karena melalui lebih dari satu perantara. Pisang dibeli dari petani dan pengumpul kecil oleh pedagang pengumpul desa dengan harga Rp. 2000 per kilogram. Pedagang pengumpul menjual pisang dengan harga Rp. 2000-7000 per keranjang dengan berat bersih berkisar 0.9-1.2 keranjang sesuai dengan ukuran grade. harga jual di tingkat pengumpul diambil berdasarkan kelas atau grade terbanyak yaitu kelas/grade 3-2 dengan harga jual Rp. 3600 per keranjang. Pedagang grosir Kramat Jati menjual pisang dengan harga Rp. 4000 per keranjang kepada pedagang pengecer dan konsumen. Harga jual di tingkat pengecer berkisar Rp. 6000 per kerkeranjang. Pengececer biasanya mengemas kembali pisang dengan peti kemas lalu di jual kepada konsumen, restoran-restoran dan perusahan catering di Jakarta. Dari saluran II diperoleh total biaya sebesar Rp. 1428 (23.8%), total keuntungan Rp. 2575 (42.87%), total marjin Rp. 4000 (66.67%) dan Rasio Li/Ci sebesar 1.80. 4.5.3 Biaya, Keuntungan dan margin Tataniaga Pada Saluran III Lembaga-lembaga yang terlibat pada saluran III adalah petani, pengumpul desa, pedagang besar (PT Berkah Jaya) Supermarket/swalayan dan konsumen akhir. Jenis saluran pemasaran ini adalah pemasaran tak langsung karena melalui lebih dari satu perantara. Pada saluran pemasaran III ini dibagi lagi menjadi dua karena perbedaan harga beli dan jual di di setiap supermarket yaitu saluran pemasaran III A pisang dijual ke Hyppermart dan saluran III B supermaket Hero/Giant Pisang di beli dari petani dan pengumpul kecil oleh pedagang pengumpul desa dengan harga Rp. 2000 per kilogram, pedagang besar membeli pisang dengan harga Rp. 2500 kepada petani dan pengumpul desa dalam bentuk sisiran dan tandan dan menjual pisang dengan harga Rp. 8900 per kilogram kepada retail Hyppermart dan Giant seharga Rp. 8615 dengan kualitas buah super. Dari saluran III A diperoleh total biaya sebesar Rp. 3441 (24.755%), total keuntungan Rp. 6858 (60.86%) total marjin Rp. 10300 (85.61%) dan Rasio Li/Ci sebesar 1.99. Dari saluran III B diperoleh total biaya sebesar Rp. 3441 (24.755%), total keuntungan Rp. 8459 (60.86%) total marjin Rp. 11900 (85.61%) dan rasio Li/Ci sebesar 2.46. Rangkuman dari Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga Pada Empat Saluran Tataniaga Pisang Ambon di Desa Talaga dapat dilihat pada lampiran 8. Saluran pemasaran yang efisien dilihat dari margin tataniaga yang lebih rendah dan memberikan farmer’s share (bagian yang di terima petani) lebih besar serta rasio keuntungan biaya yang tinggi. Untuk mengetahui saluran yang efisien dapat dilihat perbandingan antara farmer’s share, margin, total biaya dan rasio keuntungan pada setiap saluran pemasaran dapat dilihat pada tabel 18.
47
Tabel 18. Nilai persentase farmer’s share, total biaya, total keuntungan, total margin tata niaga dan rasio Li/Ci
14.50
Total Keuntungan (%)* 45.50
Total Margin (%)* 60.00
23.80
42.87
66.67
1.80
14.39
24.76
60.86
85.61
2.46
16.26
27.98
55.76
83.74
1.99
Farmer share (%)*
Total biaya (%)*
Saluran I
40.00
Saluran II
33.33
Saluran III A Saluran III B
Pemasaran
Li/Ci 3.14
*Rasio terhadap harga konsumen farmer’s share (bagian yang di terima petani) paling tinggi terdapat pada saluran pemasaran 1 sebesar 40 % dan yang terkecil pada saluran III A sebesar 14.39 %. Hal ini berarti petani pda saluran I mendapat bagian sebesar 40% dari harga yang dibayarkan konsumen dan untuk saluran III A petani hanya mendapat bagian sebesar 14.39% dari harga yang dibayarkan konsumen. Total biaya paling rendah terdapat pada salurn I sebesar 14.50 % dan terbesar pada saluran III B sebesar 27.98% besarnya biaya pemasaran disebabkan rantaipemasaran yang panjang. margin tataniaga yang paling rendah pada saluran 1 sebesar 60 % dan tinggi saluran III A sebesar 85.61 %. Rasio keuntungan Li/Ci tertinggi terdapat pada saluran I sebesar 3.14 dan terkecil saluran II sebesar 1.80 Semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh (Limbong dan Sitorus, 1983). Saluran pemasaran yang efisien adalah saluran pemasaran I karena memiliki margin tataniaga yang lebih rendah dan memberikan farmer’s share (bagian yang di terima petani) lebih besar serta rasio keuntungan biaya yang tinggi dibandingkan saluran lainnya. Namun dari segi operasional, pemasaran pisang di setiap rantai pemasaran belum efisien karena penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya belum merata di setiap saluran pemasaran. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987).
48
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis saluran tataniaga, umumnya terdapat tiga saluran pemasaran yang terdapat di sentra produksi pisang Cianjur yaitu: saluran pemasaran I yang terdiri dari (Petani - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir), saluran pemasaran II (Petani - Pengumpul Desa - Pedagang Besar Luar Daerah (Pasar Induk Kramat Jati) - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir), saluran III (Petani - Pengumpul - Pedagang Besar - Pasar Supermarket - Konsumen Akhir). Kegiatan pascapanen yang umum dilakukan di saluran pemasaran buah pisang ambon adalah pemanenan, pengumpulan, penyisiran, penyortiran, pengkelasan (grading), pencucian, pemeraman, pengemasan, pengiriman dan pemasaran.
2. Susut pascapanen pisang ambon secara kuantitatif, untuk jalur pertama total susut kuantitas pascapanen adalah 15.25% dengan susut terbesar pada tingkat pengumpul yaitu sebesar 10.90%. Pada jalur kedua, total susut pascapanen adalah 16.77% dengan susut terbesar pada tingkat pengumpul desa yaitu sebesar 8.44%. Pada jalur ketiga total susut pascapanen adalah 39.30% dengan susut terbesar pada tingkat supermarket yaitu sebesar 32.13%. Sedangkan susut pascapanen pisang ambon secara kualitatif, untuk jalur pertama total susut kualitatif pascapanen adalah 23% dengan semua susut terdapat pada tingkat pedagang pengecer. Pada jalur kedua, total susut kualitatif pascapanen adalah 57.73% dengan susut terbesar pada tingkat pengumpul desa yaitu sebesar 48.96%. Pada jalur ketiga, total susut pascapanen adalah 49.96% dengan susut terbesar pada pedagang pengumpul besar yaitu sebesar 29.36%.
3. Titik kritis susut pascapanen pada saluran pemasaran I terdapat pada tingkat pengumpul, pada saluran pemasaran II terdapat pada tingkat pengumpul desa dan pada saluran pemasaran III titik kritis susut pascapanen terdapat pada tingkat supermarket.
4. Saluran pemasaran I adalah saluran yang paling efisien karena memiliki margin tataniaga yang lebih rendah dan memberikan farmer’s share (bagian yang di terima petani) lebih besar serta rasio keuntungan biaya yang tinggi dibandingkan saluran pemasaran lainnya. Namun dari segi operasional, pemasaran pisang di setiap rantai pemasaran belum efisien karena penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya belum merata di setiap rantai saluran pemasaran.
5.2 Saran 1.
Peningkatkan kualitas bibit dan input produksi, Peningkatan sarana dan prasarana penanganan pascapanen, peningkatan kualitas sumber daya petani dengan pelatihan dan penerapan sistem Good Agricultural Practices (GAP) pada proses budidaya tanaman pisang agar menghasilkan mutu produk yang berkualitas baik dan memiliki daya saing tinggi.
2.
Susut pascapanen dapat dikurangi dengan Penerapan Good Handling Pactices (GHP) di setiap pelaku yang melakukan penanganan pascapanen pisang misalnya mempercepat proses pendistribusian pisang di tingkat pengumpul agar mengurangi susut bobot karena kehilangan kadar air saat penyimpanan yang terlalu lama, memperbaiki teknologi pengemasan dan distribusi untuk mengurangi kerusakan buah saat transportasi, mempertahankan mutu
49
3.
4.
kesegaran dan kualitas pisang misalnya dengan pelapisan lilin, penggunaan suhu rendah (cooling storage) dan kontrol atmosfer. Buah pisang yang susut di pengumpul dan pedagang karena kualitas mutu rendah yang tidak sesuai dengan standar mutu pasar dapat dibuat menjadi produk olahan seperti tepung pisang, keripik, selai dan campuran pakan ternak sehingga memberikan nilai tambah dan mengurangi kerugian-kerugian akibat susut pascapanen. Mengoptimalkan pola kemitraan kelompok tani, Gapoktan dan Asosiasi dalam hal pemasaran.
50
DAFTAR PUSTAKA Agromedia P. 2009. Buku Pintar Budi Daya Tanaman Unggul. Agromedia Pustaka. Jakarta. Alma B. 2011. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Alfabeta. Bandung. Ashari S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta. Badan Agribisnis. 1999. Pedoman Penerapan Jaminan Mutu Terpadu Pisang. Departemen Pertanian. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Buah-Buahan di Indonesia. http://www.bps.go.id [3 September 2012] Cahyono B. 2009. Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen Pisang [Revisi Kedua]. Kanisius. Yogyakarta. Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. 2011. Profil Pengembangan Kawasan Pisang. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur. Cianjur. Fery A L, Winarso, Hubagyo K. 1991. Hama Penting Dalam Beberapa Tanaman Sayuran dan Pengendaliannya Dalam Teknologi Budidaya Sayuran Dataran Tinggi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Balai Penelitian Hortikultura, Lembang, Sub-Balai Penelitian Brastagi, Sumatera Utara. Hasbullah R, Hartulistiyoso E, Suroso dan Dadang. 2008. Pengembangan Sistem Disenfestasi Hama/Penyakit Pascapanen Buah-Buahan Tropika Dengan Metode “Vapor Heat Treatment”. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Istijanto M M. 2005. Aplikasi-Aplikasi Praktis Riset Pemasaran. Gramedia Pustka Utama. Jakarta. Kader A A. 1992. Postharvest Technology of Horticultural Crops [Second Edition]. University of California. United States of America. Limbong, W. H dan Sitorus P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanain. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Matto A K, Murata T, Pantastico ER B, Chachin K dan Phan A T. 1986. Perubahan-Perubahan Kimiawi Selama Pematangan dan Penuaan. Pantastico ER B (ed). Fisiologi Pascapanen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Wesport, Connecticut: AVI Publishing Co.,pp 160-161. Muchtadi D.1992. Fisiologi Pascapanen Sayuran dan Buah-Buahan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Muhadjir I. 2010. Pengengembangan Industri Hortikultura Melalui Inovasi Teknologi Proses Minimal. Badan Litbang Pertanian 3(3): 184-198. Nelson S. 2008. Postharvest rots of banana. http://www.ctahr.hawaii.edu/oc/freepubs/pdf/PD-54.pdf. [20 Juni 2012] Pantastico E B. 1989. Fisiologi Pascpanen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan SayurSayuran Tropika dan Sub Tropika. UGM Press. Yogyakarta.
51
Prabawati S, Suyanti dan Setyabudi D A. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Purwadaria H K. 1992. Sistem Pengangkutan Buah-buahan dan Sayuran. Makalah Pelatihan Teknologi Pascapanen Buah-buahan dan Sayuran. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor, 24 Februari 1992. ---------------------. 1997. Peranan Teknik Pertanian Dalam Penanganan Pascapanen Hasil Hortikultura. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Mekanisasi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor 12 april 1997. Rahmawati I. 2010. Peningkatan Kinerja Pengemasan Pisang Ambon (Musa Paradisiaca L.) Selama Transportasi Dengan Penataan Posisi Pisang dan Jenis Bahan Pengisi [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santoso B B dan Purwoko B S. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern University Project. Satuhu S dan Supriyadi A. 1992. Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar Pisang. Penebar Swadaya. Jakarta. Satuhu S. 1993. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. -----------. 1995. Teknik Pemeraman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. Soesanto L. 2010.Penyakit Pascapanen: Sebuah Pengantar. Kanisius: Yogyakarta. Stover R H and Simmons N W. 1987. Bananas 3rd, Longmans Group, U.K. Ltd. Singapura Winarno F G dan Aman M. 1981. Fisilologi Lepas Panen. Sastra Hudaya. Jakarta. Winarno F G, Fardiaz F dan Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta. Zulkarnain. 2009. Dasar-Dasar Hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta.
52
LAMPIRAN
53
Lampiran 1. Produksi dan populasi aneka pisang di Kabupaten Cianjur Tahun 2001-2010 Tahun
No.
Populasi
Produksi
(Pohon)
(Ton)
1.
2001
22.704.221
611.925,2
2.
2002
5.324.102
65.902,4
3.
2003
4.235.445
504.231,9
4.
2004
3.298.984
422.472,1
5.
2005
3.849.342
492.103,5
6.
2006
4.448.927
66.733,9
7.
2007
5.824.950
9.460,69
8.
2008
54.563.366
73.013,9
9.
2009
15.025.633
352.080,4
10.
2010
9.953.660
146.733,7
7.921.863
274.466
Rata – rata
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura kabupaten Cianjur, 2011
Lampiran 2. Tingkat Kehilangan Hasil Prapanen No.
Nama
Penguasaan
Waktu
Responden
Lahan (Ha)
Panen
Kerusakan Panen
Cara
Jumlah
Hasil
Panen
Panen
PraPanen (%)
1
Abdurrahman
1
2 minggu
pengumpul
Manual
2.5 kw
20
2
Antah Sudrajat
0.5
2 minggu
pengumpul
Manual
2 kw
15
3
Dadang
0.5
2 minggu
pengumpul
Manual
2 kw
20
4
Ceceng
0.8
2 minggu
pengumpul
Manual
2 kw
30
5
Sutowo
1.5
2 minggu
Sendiri
Manual
1 ton
20
6
Bunyamin
0.25
2 minggu
pengumpul
Manual
1 kw
10
7
Usep
1
2 minggu
Sendiri
Manual
4 kw
12
8
Ayi Dadah
0.2
2 minggu
pengumpul
Manual
1 kw
15
9
Syarif Hidayat
0.5
2 minggu
Sendiri
Manual
2 kw
10
10
Ujang Kosasih
0.3
2 minggu
Sendiri
Manual
1 kw
15
Rata-rata
16.7
54
Lampiran 3. Denah Lokasi Sentra Produksi Pisang Desa Talaga, Kecamatan Cugenang
55
Pemanenan
Pengumpulan
Penyisiran
Sortasi
Grading
Pencucian
Pemeraman
Pengemasan
Transportasi
Penyimpanan
Pemajangan
Lampiran 4. Penanganan pascapanen di setiap saluran pemasaran
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Pengumpul
Syarif
√ √
Pengecer
Khoir
-
-
-
Suhendi
-
Busro
-
√ √
√ √
Bezi
-
-
-
-
-
-
√ √ √ √ √ √
√ √ √
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
√ √
√ √
√ √
√ √
-
√ √
√ √
√ √
-
-
√ √
-
-
-
-
√
-
-
-
-
√
√
Endai
-
-
-
-
-
-
√
√
-
-
-
-
-
-
-
-
√ √
-
-
√ √
-
-
√ √ √
-
Maman
√ √
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
Saluran
Nama
Jalur pemasaran I Petani
Sunarya Jalur pemasaran II Petani Pengumpul Pedagang Kr. Jati Pengecer
Usep Maman Dimyati
Kori Jalur pemasaran III
√
√
-
-
√
√
√
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
√ √
-
√ √
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
√ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √
-
Pengumpul Pengumpul besar
Usep
√ √
Umar
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
Supermarket
Hero
-
-
-
√ √
-
-
-
-
-
-
-
√
√ √
√ √
Petani
Keterangan:
Hyppermart √ Melakukan kegiatan - Tidak melakukan
-
-
Sumber: Data Primer (2012)
56
Lampiran 5. Susut Pascapanen Jalur Pemasaran I Uraian Petani Pengumpul lokal Pengecer Lokal Pasar Cianjur Total
Susut Pascapanen Susut kuantitas (%) Susut Kualitas (%) 10.90 4.35 23.00 15.25 23.00
Pengumpul Lokal Susut Penyimpanan pengumpul lokal Sampel 1 2 3 4 5 6
Nama Syarif
Berat Awal 8.20 23.00 16.80 22.00 18.00 15.70 rata-rata
Kapasitas Penjualan Ratarata/Bulan 1.5-2 ton
Berat Akhir % Penyusutan 8.00 2.44 21.90 15.90 21.20 17.10 15.00
Kapasitas sekali pengiriman
Susut kuantitas (%)
300-400 kg
6.62
4.78 5.36 3.64 5.00 4.46 4.28 Susut Kuantitas Penyimpanan (%) 4.28
Susut Kuantitas total (%)
Susut Kualitas
Beli (Rp/kg)
Jual (Rp/kg)
10.90
-
1800-2000
2800
57
Pedagang Pengecer lokal Cianjur Alamat Toko
Alamat
Khoir
Pasar Ampera
Kp tegal batu
Kapasitas Penjualan Ratarata/Bulan 2-3 ton
Suhendi
Pasar Cianjur
Kp. Nagrak
7 ton
Busro
Pasar Cianjur
Wr. Kondang
Pedagang kaki
Nama
Jumlah sekali pengiriman (kg) 100
Susut Kuantitas (kg)
Susut Kualitas (kg)
Susut Pascapanen Susut Susut Kuantitas Kualitas (%) (%) 5.00 20.00
Harga Beli (Rp/kg)
Harga Jual (Rp/kg)
2,800
6,000
5
20
500
20
100
4.00
20.00
2,300
4,000
9 ton
400
15
100
3.75
25.00
2,300
4,000
Pasorean
1.5 ton
50
2
10
4.00
20.00
2,700
5,000
Babakan Sari
3 ton
100
5
30
5.00
30.00
2,500
4,000
4.35
23.00
Alim Bezi
lima ps. Cianjur Sunarya
Pasar Cianjur
Rata-rata
58
Lampiran 6. Susut Pascapanen Jalur Pemasaran II Uraian Petani Pengumpul desa Pedagang Ps. Induk Kramat Jati pedagang Pengecer Total
Susut Pascapanen Susut kuantitas (%) Susut Kualitas (%) 8.41 8.33 16.74
48.96 8.77 57.73
Pengumpul Desa Susut Penyimpanan Sampel 1 2 3 4 5 6 7
Berat Awal 14.90 17.60 18.50 21.40 20.20 19.80 20.40 Rata-rata
Berat Akhir 14.10 17.00 17.60 20.60 19.10 19.00 19.40
% Penyusutan 5.37 3.41 4.86 3.74 5.45 4.04 4.90 4.54
59
Nama Usep Herman
Kapasitas Penjualan Ratarata/Bulan
Kapasitas sekali pengiriman
8 ton 7-8 ton Rata-rata
1000 kg 1000 kg
susut kuantitas (%) 3.17 4.64
Susut Penyimpanan (%)
Susut Kuantitas total (%)
4.54 4.54
7.71 9.18
Susut Kualitas (%) 45.56 52.36
8.44
Beli (Rp/kg)
2000 1800-2000
Jual (Rp/kg) 2000-7000 2000-7000
48.96
Pedagang Besar Kramat Jati Nama
Nama toko
Alamat
Dimyati
Mr. Dimyati
Endai
UD Pisang Mandiri
Ps. Induk Kramat Jati Ps. Induk Kramat Jati
Rata-rata
Kapasitas Penjualan Rata-rata /Bulan
Susut pascapanen
20 ton
Susut Kuantitas (%) -
Susut Kualitas (%) 8.12
12 ton
-
9.42
-
8.77
Harga Beli (Rp/kg)
Harga Jual (Rp/kg)
-
2000-8000
-
2000-8000
Susut Pengecer Kramat Jati Nama
Alamat
Kapasitas Penjualan Ratarata/Bulan
Kori Maman Rata-rata
bogor bogor
1 ton 1.5 ton
Jumlah penjualan (buah) 300 600
Susut pascapanrn Susut Kuantitas (%)
Susut Kualitas (%)
6.67 10.00 8.33
-
Harga Beli (Rp/kg)
Harga Jual (Rp/kg)
4000-6000 4000-6000
5000-8000 5000-8000
60
Lampiran 7. Susut Pascapanen Jalur Pemasaran III Uraian Petani Pengumpul Desa Pengumpul Besar Supermarmarket Total
Susut pascapanen Susut kuantitas Susut Kualitas 4.54 2.93 29.36 49.25 16.20 56.72 45.56
Susut Penyimpanan Pengumpul Desa Sampel Berat Awal 1 14.90 2 17.60 3 18.50 4 21.40 5 20.20 6 19.80 7 20.40 Rata-rata
Berat Akhir 14.10 17.00 17.60 20.60 19.10 19.00 19.40
% Penyusutan 5.37 3.41 4.86 3.74 5.45 4.04 4.90 4.54
61
Pedagang Besar Nama perusahaan
Nama Umar Said
PT. Berkah Jaya
Kapasitas Penjualan RataRata/Bulan
Kapasitas sekali pengiriman
Susut Kuantitas (%)
Susut Kualitas (%)
Beli (Rp/kg)
Jual (Rp/kg)
8 ton
300 kg
2.93
29.32
2500-2800
7000-8000
Retail Supermarket Nama
Nama perusahaan
Kapasitas Penjualan Rata-rata
pisang masuk
Tingkat Kerusakan (%)
Susut Kuantitas (%)
Susut kualitas (%)
Beli
Jual
Hendi
Hyppermart bellanova
60 kg/bulan
59 Kg
10-20
49.25
16.20
8900 (Rp/kg)
13900 (Rp/kg)
Staff divisi. Merchandising Hero
Hero Supermarket/ Giant Kalibata
100 Sisir/hari
100 Sisir
10-15
15
25
12000 /Sisir
15990 /Sisir
Rata-rata
32.13
20.60
62
Lampiran 8. Rincian Harga Jual, Biaya, Keuntungan dan Marjin Tataniaga Pada Saluran Tataniaga Pisang Ambon
Lembaga Pemasaran Petani Harga Jual Pengumpul Harga Beli Total Biaya Harga Jual Keuntungan % keuntungan Margin Li/Ci Pedagang Besar Harga Beli Total Biaya Harga Jual Keuntungan % Keuntungan Margin Li/Ci Pedagang Grosir Harga Beli Total Biaya Harga Jual Keuntungan % Keuntungan Margin Li/Ci Supermarket Harga Beli Total Biaya Harga Jual Keuntungan % Keuntungan Margin Li/Ci Pengecer Harga Beli Total Biaya Harga Jual Keuntungan
I (Rp)
Jalur Pemasaran III A Hypermart II (Rp) (Rp)
III B Giant (Rp)
2000
2000
2000
2000
2000 475 2800 325 14.29 800 0.68
2000 938 3600 662 25.74 1600 0.71
2000 116 2500 384 4.54 500 3.31
2000 116 2500 384 5.60 500 3.31
2500 2975 8900 3425 40.49 6400 1.15
2500 2975 8615 3140 45.78 6115 1.06
8900 350 13900 4650 54.97 5000 13.29
8615 350 12300 3335 48.62 3685 9.53
3600 190 4000 210 8.16 400 1.11
2800 250 5000 1950
4000 300 6000 1700
63
% Keuntungan Margin Li/Ci Konsumen Akhir Harga Beli Total Biaya Total Keuntungan Total Margin Rasio Li/Ci
85.71 2200 7.80
66.10 2000 5.67
5000 725 2275 3000 3.14
6000 1428 2572 4000 1.80
13900 3441 8459 11900 2.46
12300 3441 6859 10300 1.99
64
Lampiran 9. Kuesioner Penelitan Kuisioner Petani 1. Identitas Responden / Usaha Nama : Jabatan responden : Alamat : No. Telpon : Kelamin/Umur : Pendidikan : Sejak kapan usaha saudara ini dimulai : Apakah saudara memiliki jenis pekerjaan atau usaha lain : Apakah disini ada perkumpulan usaha sejenis : 2.
Aspek Teknis
2.1 Luas lahan usaha yang saudara miliki ............................................................................................. 2.2 Apakah status lahan yang saudara miliki [ ] sewa [ ] milik sendiri [ ] garapan 2.3 Pola panen yang saudara terapkan : harian/mingguan/lainnya ......................................................... 2.4 Kegiatan panen dilakukan pada........................................ 2.5 Jumlah panen saudara ...................Kg per [ ] hari [ ] minggu [ ] lainnya 2.6 Adakah hasil panen yang mengalami kerusakan? Jika Ya, berapa jumlahnya......................................................... penyebab kerusakan .............................. ................................................................................................................................................................... 2.7 Adakah kehilangan hasil secara kualitatif (penurunan nilai harga akibat susut kualitas)? Jika Ya, berapa..................................................................... penyebab kehilangan ................................................................................................................................................................... 2.8 Adakah perlakuan Penanganan pasca panen? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya, sebutkan………………………...………………... …………………………………………………………………………………………. Uraian
Jumlah (kg)
Panen Trasportasi dari Ladang Kegiatan Lainnya :* a. b. * Uraikan bila ada
Alat/Manual
Losses (kg)
Penyebab Losses
Biaya (Rp/Kg)
Pemasaran Uraian
Pengumpul
Pedagang Besar
Pengecer
Jumlah (kg) Harga Jual (Rp/kg) Biaya Transport (Rp/kg) Biaya Restribusi (Rp/rit) Biaya Handling (Rp/kg) Penyusutan/Loss 1. Susut Kuantitatif (%) 2. Susut kualitatif (%)* Penyebab susut/loss Catatan Untuk susut kualitatif * dapat dinyatakan sebagai penurunan nilai jual (harga) akibat susut kualitas 3. Apakah saudara menerapkan standarisasi mutu terhadap komoditi yang saudara jual? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya, jelaskan 4. Sebelum penjualan, apakah saudara melakukan penyortiran kembali ? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya berdasarkan apa 5. Bagaiman saudara memperoleh informasi tentang harga jual pisang ? 6. Bagaimana saudara menentukan harga jual ? 7. Apakah saudara melakukan penyimpanan hasil produksi Pisang ? Jumlah komoditi yang disimpan……….kg/…………. Lama Penyimpanan : Cara Penyimpanan :
Kuisioner Untuk Pengumpul 1. Identitas Responden / Usaha Nama : Jabatan responden : Alamat : Wilayah Kerja (desa/kecamatan) : No. Telpon : Kelamin/Umur : Pendidikan : Sejak kapan usaha saudara ini dimulai : Apakah saudara memiliki jenis pekerjaan atau usaha lain : Apakah disini ada perkumpulan usaha sejenis : Wilayah kerja 2. Asal Pasokan Uraian
Petani
Lainnya :*
Jumlah (kg) Harga beli(Rp/kg) Biaya Transport (Rp/kg) Biaya Handling (Rp/kg) Biaya Penyimpanan (Rp/Ton) Penyusutan/Loss 1. Susut Kuantitatif (%) 2. Susut kualitatif (%) Penyebab susut/loss Catatan Untuk susut kualitatif * dapat dinyatakan sebagai penurunan nilai jual (harga) akibat susut kualitas 3. Pascapanen yang dilakukan oleh Pedagang Uraian
Volume
Biaya
Susut
(ton)
(Rp/kg)
%
Penyebab susut
Pemasaran Uraian
Pengumpul Desa*
Pedagang Grosir
Retail
Jumlah (kg) Harga Jual (Rp/kg) Biaya Transport (Rp/kg) Biaya Restribusi (Rp/rit) Biaya Handling (Rp/kg) Penyusutan/Loss 1. Susut Kuantitatif (%) 2. Susut kualitatif (%) Penyebab susut/loss Catatan Untuk susut kualitatif * dapat dinyatakan sebagai penurunan nilai jual (harga) akibat susut kualitas 4. Apakah saudara menerapkan standarisasi mutu terhadap komoditi yang saudara beli dan jual? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya, jelaskan 5. Sebelum penjualan, apakah saudara melakukan penyortiran kembali ? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya berdasarkan apa 6. Bagaiman saudara memperoleh informasi tentang harga jual pisang ? 7. Bagaimana saudara menentukan harga jual ? 8. Apakah saudara melakukan penyimpanan hasil produksi Pisang ? Jumlah komoditi yang disimpan……….kg/…………. Lama Penyimpanan : Cara Penyimpanan :
Kuisioner Untuk Pedagang dan Retail 1. Deskripsi Pasar Retail Nama : Alamat : 2. Identitas Responden / Usaha Nama : Jabatan responden : Alamat : Wilayah Kerja (desa/kecamatan) : No. Telpon : Kelamin/Umur : Pendidikan : Sejak kapan usaha saudara ini dimulai : Apakah saudara memiliki jenis pekerjaan atau usaha lain : Apakah disini ada perkumpulan usaha sejenis : 3. Aspek Pemasaran Kapasitas usaha (kg rata-rata/bulan): Bagaimanakah cara pembelian pisang yang saudara lakukan? [ ] borongan [ ] bertahap Sistem Pemesanan [ ] dipesan [ ] ditawari [ ] rutin Asal Pasokan: Uraian
Petani/Kelompok Tani
Pengumpul Desa
Pedagang Grosir
Jumlah (kg) Harga beli(Rp/kg) Biaya Transport (Rp/kg) Biaya Handling (Rp/kg) Penyusutan/Loss 1. Susut Kuantitatif (%) 2. Susut kualitatif (%)* Penyebab susut/loss Lama penyimpanan (bulan) Biaya Penyimpanan (Rp/Ton) Catatan Untuk susut kualitatif * dapat dinyatakan sebagai penurunan nilai jual (harga) akibat susut kualitas
Lainnya
Pemasaran Apakah ada pelanggang rutin/mitra ? Keterangan
Pasar Antar Daerah
Pasar Retail
Lainnya
Jumlah (kg) Harga Jual (Rp/kg) Biaya Transport (Rp/kg) Biaya restribusi (Rp/rit) Biaya Handling (Rp/kg) Penyusutan/Loss 1. Susut Kuantitatif (%) 2. Susut kualitatif (%)* Penyebab susut/loss Catatan Untuk susut kualitatif * dapat dinyatakan sebagai penurunan nilai jual (harga) akibat susut kualitas 4. Apakah saudara menerapkan standarisasi mutu terhadap komoditi yang saudara beli dan jual? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya, jelaskan 5. Sebelum penjualan, apakah saudara melakukan penyortiran kembali ? [ ] Ya [ ] Tidak Jika Ya berdasarkan apa 6. Bagaiman saudara memperoleh informasi tentang harga jual pisang ? 7. Bagaimana saudara menentukan harga jual ? 8. Apakah saudara melakukan penyimpanan hasil produksi Pisang ? Jumlah komoditi yang disimpan……….kg/…………. Lama Penyimpanan : Cara Penyimpanan :