PENENTUAN TITIK KRITIS RISIKO KEAMANAN MIKROBIOLOGI DALAM RANTAI PENYEDIAAN ES BATU DAN MINUMAN ES (STUDI KASUS SEKOLAH DASAR DI JAKARTA)
IRMA SEPTIANI F24100012
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Titik Kritis Risiko Keamanan Mikrobiologi dalam Rantai Penyediaan Es Batu dan Minuman Es (Studi Kasus Sekolah Dasar di Jakarta) adalah benar karya saya dengan arahan dari para pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014
Irma Septiani NIM F24100012
ABSTRAK IRMA SEPTIANI. Penentuan Titik Kritis Risiko Keamanan Mikrobiologi dalam Rantai Penyediaan Es Batu dan Minuman Es (Studi Kasus Sekolah Dasar di Jakarta). Dibimbing oleh CAECILLIA CHRISMIE NURWITRI, WINIATI P. RAHAYU, dan NUGROHO INDROTRISTANTO. Es batu dan minuman es merupakan pangan yang sering dikonsumsi oleh siswa sekolah dasar. Namun, es batu dan minuman es berpotensi mengandung bahaya mikrobiologi dan titik tempat masuknya kontaminasi mikroba tersebut belum teridentifikasi. Penelitian ini bertujuan menentukan titik kritis keamanan mikrobiologi di sepanjang rantai penyediaan dan es batu dan minuman es di Jakarta. Penentuan tersebut dilakukan dengan menggunakan prinsip pertama dan kedua Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat titik kritis di setiap bagian rantai penyediaan es batu dan minuman es. Titik kritis di tingkat produsen skala rumah tangga adalah air bahan baku es, perebusan, dan pengisian air ke dalam plastik, sedangkan di tingkat produsen es balok skala pabrik titik kritisnya adalah air bahan baku es, filtrasi, dan penyortiran es. Titik kritis di tingkat distributor adalah distribusi es dari pabrik ke depot, penyimpanan es, pencucian es, pengecilan ukuran es, dan distribusi es ke lokasi penjaja. Di tingkat penjaja, titik kritisnya adalah pengecilan ukuran es, penyimpanan es, dan pencampuran es dengan bahan-bahan lain. Adanya titik-titik kritis tersebut menunjukkan pentingnya kesadaran dan tindakan setiap pihak yang terlibat dalam penyediaan es batu dan minuman es untuk menjamin keamanan produk-produk tersebut untuk dikonsumsi masyarakat, secara khusus untuk pangan jajanan siswa sekolah dasar. Kata kunci: es batu, HACCP, keamanan pangan, minuman es, titik kritis
ABSTRACT IRMA SEPTIANI. Microbiological Safety Risk Critical Point Determination in Ice and Iced Beverages Supply Chain (Case Study on Elementary Schools in Jakarta). Supervised by CAECILLIA CHRISMIE NURWITRI, WINIATI P. RAHAYU, and NUGROHO INDROTRISTANTO. Ice and iced beverages are frequently consumed by Indonesian, including elementary school students. Ironically, ice and iced beverages have a potential to carry on microbial hazards. The entry point for the microbes in contaminating ice was still unidentified. The aim of this study was to determine the critical points of microbiological safety risk in ice and iced beverages supply chain in some elementary schools in Jakarta. The determination was done by using the first and second principles of Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). The result showed that there were some critical points in every part of the supply chain. The critical points in home-scale ice producer were water that was used to make ice, water
boiling process, and water filling process, whereas the critical points in factory-scale ice blocks producer were water that was used to make ice, filtration, and ice sorting process. The critical points in ice distributor line were distribution process from ice factory to ice house, ice storage, ice washing, ice crushing, and distribution process to food service. In food service line, the critical points were ice crushing, crushed ice storage, and ice and ingredients mixing process. The critical points found showed the importance for everyone engaging in ice and iced beverages business to be aware and take action to ensure the safety of the products for the consumers. Keywords: critical points, food safety, HACCP, ice, iced beverages
PENENTUAN TITIK KRITIS RISIKO KEAMANAN MIKROBIOLOGI DALAM RANTAI PENYEDIAAN ES BATU DAN MINUMAN ES (STUDI KASUS SEKOLAH DASAR DI JAKARTA)
IRMA SEPTIANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur bagi Tuhan, Pencipta alam semesta, yang dengan kasih setia-Nya membimbing dan menolong penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Penelitian ini dilakukan di Jakarta sejak akhir bulan Februari 2014 dan selesai pada awal bulan September 2014 dan dana penelitian ini disediakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Terima kasih kepada ibu Ir. C. C. Nurwitri, DAA, ibu Prof. Dr. Winiati P. Rahayu, bapak Nugroho Indrotristanto, STP, M.Sc, ibu Citra Prasetyawati, S.Farm, Apt, M.Sc, dan ibu Rina Puspitasari, STP, M.Sc yang telah membimbing penulis dalam penelitian dan penyelesaian tugas akhir. Terima kasih juga kepada mbak Wiwin, mbak Sarli, kak Dika, kak Jian, dan seluruh tim Direktorat SPKP BPOM serta teman-teman magang di BPOM (Adiguna, Anjani, Ghita, Nizza, Nurul, Rita, dan Zacky) yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses penelitian.
Bogor, November 2014 Irma Septiani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Rantai Penyediaan Es Batu dan Minuman Es di Jakarta
4
Analisis Bahaya
5
Penentuan Titik Kritis
11
SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL 1 Tahap proses penyediaan es batu dan minuman es dan bahaya signifikan yang teridentifikasi pada tahap tersebut 2 Titik kritis yang teridentifikasi pada setiap jenis diagram alir proses penyediaan es batu dan minuman es di Jakarta
6 12
DAFTAR GAMBAR 1 Pohon penentuan bahaya signifikan 2 Pohon penentuan titik kritis 3 Jenis es batu yang banyak digunakan oleh penjaja minuman es di SD di Jakarta
3 4 5
DAFTAR LAMPIRAN 1 Lima jenis diagram alir proses penyediaan es batu dan minuman es yang ada di Jakarta
16
1
PENDAHULUAN Latar belakang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dalam pengawasan terhadap pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di Indonesia pada tahun 2012 dan 2013, menemukan bahwa minuman es, seperti es mambo, es cendol, dan es campur, yang tidak memenuhi syarat memiliki persentase yang cukup besar, yaitu 46.67% pada tahun 2012 dan 40.54% pada tahun 2013. Syarat yang dimaksud untuk kategori minuman es adalah syarat mikrobiologi, yang mencakup angka lempeng total (ALT) dan most probable number (MPN) koliform (BPOM 2013). Kualitas mikrobiologi minuman es tersebut dipengaruhi oleh kualitas mikrobiologi komponenkomponen di dalamnya, salah satunya adalah es batu. Hasil penelitian terdahulu mengenai kualitas mikrobiologi es batu yang digunakan oleh penjaja makanan di Jakarta menunjukkan adanya cemaran mikroba berupa koliform fekal dengan median 500/100 mL pada seluruh sampel es yang diuji (Vollaard et al. 2004). Di samping itu, penelitian Firlieyanti (2006) mengenai bakteri indikator sanitasi di sepanjang rantai distribusi es batu di Bogor menunjukkan bahwa 100% sampel yang diuji mengandung koliform non-fekal, 45% mengandung koliform fekal, dan 10% mengandung Escherichia coli. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa es batu yang beredar di Jakarta dan Bogor saat ini masih belum memenuhi kriteria mikrobiologi yang ditetapkan dalam standar nasional Indonesia tentang es batu, yaitu 0/100 mL untuk jumlah koliform fekal dan total koliform (DSN 1995). Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewanti-Hariyadi dan Hartini (2006), diketahui bahwa beberapa serovar Salmonella mampu tumbuh pada es batu yang sedang mencair. Hal ini menunjukkan potensi bahaya mikrobiologi dari es batu bila tidak ditangani dengan sanitasi dan higiene yang baik.
Perumusan Masalah Es batu merupakan pangan yang dapat menjadi agen pembawa mikroba patogen maupun non-patogen jika tidak ditangani dengan baik. Masuknya cemaran mikroba pada es batu diperkirakan dapat terjadi pada saat produksi, distribusi, maupun saat pengolahannya menjadi pangan siap saji seperti minuman es. Namun, hingga saat ini belum diketahui dengan pasti titik-titik mana yang menjadi tempat masuknya cemaran mikroba, sehingga upaya pencegahan dan pengendalian bahaya mikrobiologi pada es batu dan minuman es belum dapat dilakukan secara optimal. Karena itu, diperlukan analisis untuk menentukan titik-titik tempat terjadinya kontaminasi mikroba di sepanjang rantai penyediaan es batu dan minuman es. Penentuan tersebut dapat dilakukan dengan menganalisis bahaya mikrobiologi dan menentukan titik kritis berdasarkan hasil analisis tersebut, seperti prinsip pertama dan kedua dalam sistem HACCP (Hazard Analysis
2 Critical Control Point). Dengan demikian, titik-titik kritis tempat terjadinya kontaminasi mikroba dapat ditentukan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menentukan titik-titik kritis risiko keamanan mikrobiologi di sepanjang rantai penyediaan es batu dan minuman es, mulai dari produsen hingga penjaja minuman es di sekolah dasar (SD) di Jakarta.
Manfaat Penelitian Penentuan titik kritis ini akan membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan dan pengendalian keamanan es batu dan minuman es, khususnya BPOM, dalam proses pengambilan kebijakan. Hasil penelitian ini diharapkan akan berdampak juga pada peningkatan kesehatan masyarakat, khususnya siswa SD di Jakarta, sebagai konsumen, dan perbaikan praktik produksi dan distribusi oleh para pelaku usaha es batu dan minuman es.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup analisis data hasil survei penjaja, distributor, dan produsen es yang terdapat di dalam Laporan Survei Penentuan Titik Kritis Rantai Pangan Dalam Rangka Kajian Mikrobiologi Es Dan Minuman Es di Provinsi DKI Jakarta (BPOM 2014b). Data yang digunakan adalah diagram alir proses produksi hingga penyajian minuman es kelompok A, C, D, G, dan H.
METODE Penelitian ini menggunakan metode analisis bahaya dan penentuan titik kritis yang diadaptasi dari prinsip pertama dan kedua HACCP (FDA 2011; Schothorst 2004). Analisis bahaya dan penentuan titik kritis dilakukan dengan menggunakan lembar kerja analisis bahaya yang diadaptasi dari model lembar kerja analisis bahaya (FDA 2011). Analisis bahaya dilakukan melalui dua tahap. Tahap yang pertama yaitu membuat daftar bahaya yang mungkin ada dalam setiap tahap proses, baik di tahap produksi, distribusi, maupun pengolahan es batu menjadi pangan siap saji. Bahaya yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah bahaya mikrobiologi. Beberapa mikroba yang dimasukkan ke dalam daftar bahaya mikrobiologi pada es batu dan minuman es, yaitu: Salmonella Typhimurium, Vibrio cholerae serogrup O1 dan O139, Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC), Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC),
3 Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), dan Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC) (BPOM 2014a). Keenam jenis mikroba tersebut didaftarkan berdasarkan kemungkinan keberadaannya pada air, es batu, dan/atau minuman es serta penyakit yang dapat ditimbulkannya. Setelah itu, dilakukan tahap kedua, yaitu analisis untuk menentukan bahaya yang signifikan pada tiap tahap proses. Analisis ini dilakukan dengan mempertimbangkan data dari literatur dan bantuan pohon penentuan bahaya signifikan (Gambar 1). Pertanyaan-pertanyaan dalam pohon penentuan tersebut ditanyakan untuk setiap jenis bahaya pada setiap tahap proses (Schothorst 2004). Berdasarkan hasil analisis bahaya, selanjutnya dilakukan prinsip kedua HACCP, yaitu penentuan titik kritis. Penentuan titik kritis dilakukan terhadap setiap jenis bahaya signifikan yang telah diidentifikasi pada tiap tahap proses dengan menggunakan pohon penentuan titik kritis (Gambar 2). Apakah ada kemungkinan bahaya yang potensial terdapat pada bahan mentah?
Apakah ada kemungkinan bahaya yang potensial terdapat pada proses atau lingkungan? Tidak
Tidak Ya
Ya
Tidak ada bahaya*
Apakah bahaya yang potensial mungkin terdapat pada tingkat yang tidak dapat diterima, selamat, menetap, atau bertambah di tahap ini?
Apakah ada kemungkinan kontaminasi bahaya yang potensial pada tahap ini?
Ya
Tidak
Tidak Ya Apakah ada kemungkinan pengurangan bahaya tersebut hingga tingkat yang dapat diterima pada tahap selanjutnya?
Tidak ada bahaya*
Ya** Tidak
Bahaya signifikan
*bukan bahaya yang harus dikendalikan pada tahap ini **tahap pengurangan bahaya menjadi titik kritis
Gambar 1 Pohon penentuan bahaya signifikan. Diadaptasi dari Schothorst (2004).
4 Pertanyaan untuk setiap bahan mentah yang digunakan Pertanyaan 1: Apakah ada kemungkinan bahaya yang potensial terdapat pada bahan mentah? Tidak Ya
Bukan titik kritis
Pertanyaan 2: Apakah ada kemungkinan bahaya yang potensial dihilangkan dalam proses selanjutnya (termasuk penggunaan oleh konsumen) ? Bahan mentah harus dianggap sebagai titik kritis untuk bahaya ini
Tidak
Ya Bukan titik kritis
Pertanyaan untuk setiap produk antara atau produk akhir Pertanyaan 3: Apakah formulasi atau komposisi atau struktur produk antara atau produk akhir penting untuk mencegah bahaya ini bertambah hingga tingkat yang tidak dapat diterima? Formulasi atau komposisi adalah titik kritis untuk bahaya ini
Ya
Tidak Bukan titik kritis
Pertanyaan untuk setiap tahap proses Pertanyaan 4: Apakah ada kemungkinan bahaya yang potensial masuk pada tahap ini atau terjadi penambahan jumlah mikroba sumber bahaya hingga tingkat yang tidak dapat diterima? Ya
Tidak
Pertanyaan 5: Apakah tahap selanjutnya, termasuk penggunaan oleh konsumen, menjamin penghilangan atau pengurangan bahaya hingga tingkat yang dapat diterima?
Tidak
Ya
Pertanyaan 6: Apakah tahap ini bertujuan menghilangkan atau mengurangi bahaya hingga tingkat yang dapat diterima?
Bukan titik kritis
Tidak
Ya
Tahap ini harus dinyatakan sebagai titik kritis untuk bahaya ini
Gambar 2 Pohon penentuan titik kritis. Diadaptasi dari Schothorst (2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN Rantai Penyediaan Es Batu dan Minuman Es di Jakarta Rantai penyediaan es batu dan minuman es yang dianalisis dalam penelitian ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim BPOM di Jakarta pada bulan Maret-September 2014. Rantai penyediaan tersebut digambarkan dalam bentuk diagram alir proses. Berdasarkan hasil survei, dapat disusun 30 diagram alir, yang kemudian dikelompokkan menjadi 9 jenis diagram alir berdasarkan kesamaan proses (BPOM 2014b). Dalam
5 penelitian ini dipilih 5 jenis diagram alir yang dianggap dapat mewakili rantai penyediaan es batu dan minuman es yang ada di Jakarta yang dapat dilihat dalam Lampiran 1. Diagram alir kelompok A, D, G, dan H menggambarkan rantai penyediaan es batu dan minuman es yang diproduksi oleh produsen berskala rumah tangga yang kemudian digunakan oleh produsen itu sendiri atau penjaja yang membeli kepadanya untuk membuat minuman es yang dijual di sekolah dasar di Jakarta. Jenis es batu yang digunakan adalah es batu dalam plastik ukuran kecil, yang disebut dengan istilah plastik kiloan (Gambar 3a). Produk minuman es yang dijual di sekolah dalam rantai penyediaan ini adalah minuman yang diberi hancuran es, seperti es teh, es kelapa, dan minuman es dari minuman serbuk instan. Selain itu, terdapat juga produk berupa es serut yang dicampur dengan minuman serbuk instan. Dalam rantai penyediaan tersebut, tidak ada distributor; hanya ada produsen, penjaja, dan/atau produsen sekaligus penjaja. Diagram alir kelompok C menggambarkan rantai penyediaan es batu berbentuk balok (Gambar 3b) yang dibuat di pabrik es, kemudian didistribusikan melalui distributor es balok, lalu disajikan dalam bentuk minuman es oleh penjaja di sekolah dasar di Jakarta. Jenis minuman es yang disajikan adalah minuman serbuk instan yang dilarutkan dengan air minum isi ulang dan diberi hancuran es batu. Dengan demikian, rantai penyediaan es batu dan minuman es yang dianalisis dalam penelitian ini adalah yang menggunakan dua jenis es batu, yaitu es batu dalam plastik dan es balok. Rantai penyediaan tersebut melibatkan pihak produsen berskala rumah tangga dan pabrik, distributor (khusus es balok), penjaja, dan produsen-penjaja.
(a) (b) Gambar 3 Jenis es batu yang banyak digunakan oleh penjaja minuman es di SD di Jakarta: (a) es batu dalam plastik dan (b) es balok Analisis Bahaya Analisis bahaya yang dilakukan menunjukkan adanya potensi bahaya yang signifikan pada beberapa tahap proses penyediaan es batu dan minuman es di Jakarta. Bahaya-bahaya tersebut kemungkinan berasal dari air bahan baku yang terkontaminasi, tangan pekerja yang kurang terjaga kebersihannya, dan dari permukaan alat angkut atau kemasan yang digunakan dalam proses distribusi. Tahap proses penyediaan es batu dan
6 minuman es dan bahaya signifikan yang teridentifikasi berpotensi terdapat pada setiap tahap tersebut terangkum dalam Tabel 1. Tabel 1 Tahap proses penyediaan es batu dan minuman es dan bahaya signifikan yang teridentifikasi pada tahap tersebut Tahap Produsen Air bahan baku es (tidak direbus) Perebusan
Jenis bahaya signifikan S. Typ a
V. cho b EHEC ETEC EPEC EIEC
Filtrasi Pengisian air ke dalam plastik Es batu dalam plastik (air bahan baku tidak direbus) Es batu dalam plastik (air bahan baku direbus) Es batu balok
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Penyortiran es balok
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Pengecilan ukuran es
x
x
x
Hancuran es
Penyimpanan Pencampuran
x
x
x
x
x
Distributor Distribusi es dari pabrik ke depot Penyimpanan es di depot Pencucian es di depot Pengecilan ukuran es di depot Distribusi es ke lokasi penjaja Penjaja
bahaya signifikan pada tahap ini x bukan bahaya signifikan pada tahap ini * bahaya signifikan jika air bahan baku es tidak direbus
a b
*
*
Salmonella Typhimurium Vibrio cholerae
Salmonella Typhimurium merupakan bahaya yang signifikan pada air bahan baku es yang tidak direbus, perebusan, filtrasi, pengisian air ke dalam
7 plastik, produk es batu (es batu dalam plastik maupun es balok), dan penyortiran es balok pada tingkat produsen. Di tingkat distributor, mikroba ini merupakan bahaya yang signifikan pada tahap distribusi es dari pabrik ke depot, penyimpanan es di depot, pencucian es, pengecilan ukuran es, dan distribusi es dari depot ke lokasi penjaja. Di tingkat penjaja, Salmonella Typhimurium merupakan bahaya yang signifikan pada pengecilan ukuran es, hancuran es, penyimpanan, dan pencampuran (Tabel 1). Artinya, pada tahap atau bahan tersebut, S. Typhimurium kemungkinan ada pada jumlah yang dapat menyebabkan infeksi dan tahap atau bahan tersebut maupun tahaptahap selanjutnya tidak dapat mengurangi jumlahnya hingga di bawah dosis infektif. Salmonella Typhimurium adalah salah satu serovar Salmonella enterica yang dapat menyebabkan nontyphoidal salmonellosis pada manusia, yang gejalanya berupa mual, muntah, kram perut, diare, sakit kepala, dan demam. Jika tidak ditangani dengan tepat, orang yang terinfeksi dapat mengalami dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menyebabkan kematian pada anak-anak, lansia, dan orang yang ketahanan tubuhnya rendah (FDA 2012). Dosis infektif mikroba ini adalah < 10 sel (Ethelberg et al. 2014). Artinya, jika dalam pangan yang dikonsumsi seseorang terdapat 10 sel Salmonella Typhimurium atau kurang dari itu, orang tersebut dapat mengalami nontyphoidal salmonellosis. Kontaminasi Salmonella Typhimurium mungkin berasal dari tangan pekerja (produsen, distributor, maupun penjaja) yang menangani es dan minuman es. Sebanyak 3% penjaja makanan di Jakarta yang diambil sampel fesesnya ditemukan membawa Salmonella nontyphoidal. Di samping itu, kontaminasi S. Typhimurium juga diperkirakan terjadi pada proses produksi dan distribusi es batu sebelum sampai di tangan penjaja (Vollaard et al. 2004). Proses pengisian air ke dalam plastik, penyortiran es, distribusi, pengecilan ukuran es, dan pencampuran es dengan bahan lain ketika membuat minuman es melibatkan pekerja yang mungkin membawa mikroba ini, sehingga bahaya ini menjadi signifikan pada tahap-tahap tersebut. Selain dari tangan pekerja, terdapat juga kemungkinan kontaminasi Salmonella dari air bahan baku es dan minuman es maupun dari air yang digunakan untuk mencuci es. Lebih dari separuh sampel air minum yang digunakan oleh para penjaja makanan di Jakarta, yang berasal dari air minum dalam kemasan, air PAM, dan air sumur, ditemukan terkontaminasi koliform fekal, yang mengindikasikan bahwa sumber air minum dan pembuangan kotoran manusia di Jakarta tidak sepenuhnya terpisah (Vollaard et al. 2004). Yuniarti (2008) juga menemukan adanya kontaminasi koliform pada air minum isi ulang di Jakarta. Padahal, Salmonella dapat menyebar melalui air yang terkontaminasi (FDA 2012). Dengan demikian, air bahan baku es batu dan minuman es serta proses pencucian es dapat mengandung bahaya S. Typhimurium yang signifikan. Salmonella Typhimurium juga mungkin terdapat dalam es batu, termasuk hancuran es. Walaupun penelitian yang dilakukan di Dramaga, Bogor, tidak menemukan adanya Salmonella pada 5 sampel es batu yang diuji (Dewanti-Hariyadi & Hartini 2006), namun dari 50 sampel es batu yang dikumpulkan dari 5 wilayah di Jakarta, ditemukan 568 koloni terduga
8 Salmonella, dan 2.99% terindikasi sebagai S. Typhimurium (Waturangi et al. 2012b). Tapi, keterbatasan informasi mengenai jumlah S. Typhimurium dalam es batu menjadikan penentuan signifikansi bahaya pada es batu terkendala, karena tidak diketahui apakah jumlah cemaran yang ada cukup untuk menyebabkan infeksi atau tidak. Sehingga, digunakan asumsi bahwa mikroba tersebut ada pada es batu dengan jumlah yang melebihi dosis infektif. Berdasarkan temuan dan asumsi tersebut, es batu, baik yang masih utuh maupun yang berupa hancuran, memiliki kemungkinan mengandung bahaya mikrobiologi dari S. Typhimurium yang signifikan. Proses distribusi dan penyimpanan es batu juga dapat menjadi kesempatan mikroba ini bertahan dan tumbuh. Salmonella Typhimurium diketahui memiliki kemampuan bertahan pada suhu pembekuan (Jay 2000), bahkan tumbuh pada es batu yang sedang mencair ketika disimpan pada suhu ruang (Dewanti-Hariyadi & Hartini 2006). Hal ini berarti bahwa jika pada proses produksi dan penanganan terjadi kontaminasi S. Typhimurium, tahap distribusi dan penyimpanan es kemungkinan akan mengandung bahaya S. Typhimurium yang signifikan. Vibrio cholerae serogrup O1 dan O139 (selanjutnya disebut Vibrio cholerae) menjadi bahaya yang signifikan pada air bahan baku es, proses perebusan, filtrasi, dan produk es (es batu dalam plastik maupun es balok) yang dibuat dari air yang tidak direbus di tingkat produsen; proses pencucian es di tingkat distributor; dan hancuran es serta proses pencampuran es dan bahan lainnya di tingkat penjaja (Tabel 1). Kedua serogrup Vibrio cholerae tersebut adalah yang dianggap bertanggung jawab terhadap penyakit kolera pada manusia, dengan dosis infektif sekitar 106 sel. Penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya pada kasus yang ringan, namun pada kasus yang berat, kolera dapat menyebabkan kematian jika penderitanya tidak ditangani tepat waktu (FDA 2012). Vibrio cholerae merupakan mikroba yang secara alami terdapat di air, sehingga ada kemungkinan air bahan baku es dan minuman es serta air yang digunakan untuk mencuci es mengandung mikroba ini yang dapat mengontaminasi es batu dan minuman es. Vibrio cholerae sangat rentan terhadap suhu tinggi (mulai inaktif pada suhu > 45 0C) dan suhu rendah, khususnya pembekuan (FDA 2012). Dengan demikian, bahaya dari mikroba ini dapat dihilangkan dengan perebusan dan pembekuan. Namun, adanya V. cholerae yang ditemukan pada es batu sebanyak < 0.3 sampai > 110 MPN/mL (Waturangi et. al 2012a) menunjukkan masih terdapatnya bahaya dari mikroba ini pada suhu rendah. Dengan demikian, bahaya mikrobiologi dari Vibrio cholerae dianggap tidak signifikan pada air bahan baku es dan minuman es yang mengalami proses perebusan, namun menjadi signifikan jika air tersebut tidak direbus. Selain itu, dengan ditemukannya V. cholerae pada es batu, bahaya mikrobiologi ini juga dianggap signifikan pada produk es batu maupun hancurannya yang dibuat dari air yang tidak direbus, dengan asumsi mikroba tersebut ada pada jumlah melebihi dosis infektif. Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) dan Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC), berdasarkan hasil analisis bahaya, dianggap sebagai bahaya mikrobiologi yang signifikan pada air bahan baku es yang tidak direbus, perebusan, filtrasi, pengisian air ke dalam plastik, produk es
9 batu dalam plastik, dan penyortiran es balok di tingkat produsen. Di tingkat distributor, mikroba ini merupakan bahaya yang signifikan pada tahap distribusi es dari pabrik ke depot, pencucian es, pengecilan ukuran es, dan distribusi es dari depot ke lokasi penjaja. Di tingkat penjaja, EHEC dan EIEC merupakan bahaya yang signifikan pada pengecilan ukuran es, hancuran es, dan pencampuran (Tabel 1). EHEC merupakan salah satu subset Shiga-toxigenic Escherichia coli yang dapat menyebar melalui pangan atau air yang terkontaminasi. Mikroba ini dapat menyebabkan infeksi pada manusia dengan dosis infektif 10 sampai 100 sel untuk strain O157:H7. Strain lainnya memerlukan sedikit lebih banyak sel untuk dapat menyebabkan infeksi. Infeksi EHEC dapat terjadi tanpa gejala atau diare ringan hingga komplikasi yang berat. Gejala akut infeksi EHEC berupa sakit perut yang hebat, mual atau muntah, dan diare berdarah yang disebut hemorrhagic colitis (HC). HC dapat berkembang menjadi hemolytic uremic syndrome atau thrombotic thrombocytopenia purpura yang mengancam hidup (FDA 2012). EIEC memiliki dosis infektif 200 sampai 5 000 sel. EIEC dapat menyebar melalui air atau pangan yang terkontaminasi maupun melalui kontak langsung dengan penderita infeksi. Gejala infeksi EIEC antara lain: diare bercampur darah dan lendir, kram perut, muntah, demam, dan meriang. Pada manusia yang sehat, infeksi EIEC umumnya dapat sembuh dengan sendirinya. Namun pada kasus yang lebih berat, diperlukan penanganan medis untuk menanggulangi kehilangan cairan dan mineral akibat diare yang timbul (FDA 2012). EHEC dan EIEC dapat masuk ke dalam produk es batu dan minuman es melalui air bahan baku dan air pencuci es jika air tersebut tercemar kotoran manusia yang terinfeksi. Vollaard et al. (2004) menemukan bahwa air yang digunakan sebagai air minum oleh penjaja makanan di Jakarta lebih dari separuhnya terkontaminasi koliform fekal, yang menunjukkan adanya potensi kontaminasi EHEC dan EIEC pada air bahan baku es dan minuman es serta air pencuci es. Dosis infektif EHEC dan EIEC yang rendah memperbesar risiko terjadinya infeksi, karena dengan jumlah sel yang sedikit, infeksi pada manusia dapat terjadi. Selain melalui air, EHEC dan EIEC dapat mengontaminasi es batu dan minuman es melalui tangan pekerja. Dengan jumlah koliform fekal yang terdapat pada tangan berkisar 5 sampai 2 000 CFU (Todd et al. 2008) dan dosis infektif sekitar 10 sampai 100 sel untuk EHEC dan 200 sampai 5 000 sel untuk EIEC (FDA 2012), kemungkinan terjadinya infeksi jika tangan pekerja menyentuh es tergolong besar. Dengan demikian, prosesproses yang memungkinkan tangan pekerja menyentuh es, seperti pengisian air bahan baku es ke dalam plastik, penyortiran es balok, distribusi es dari pabrik ke depot dan dari depot ke lokasi penjaja, pengecilan ukuran es oleh distributor maupun oleh penjaja, dan pencampuran es dengan bahan lain oleh penjaja dianggap mengandung bahaya EHEC dan EIEC yang signifikan. Jumlah EHEC dan EIEC dalam es batu maupun produknya belum diketahui. Namun, ditemukan adanya E. coli pada 10 sampai 20% sampel es batu di daerah Bogor yang sampelnya diperoleh dari tingkat distribusi
10 terakhir (Firlieyanti 2006; Dewanti-Hariyadi & Hartini 2006). Dengan asumsi EHEC dan EIEC ada pada jumlah yang dapat menyebabkan infeksi, maka es batu dalam kemasan plastik dan hancuran es dianggap mengandung bahaya EHEC dan EIEC yang signifikan. Es batu balok yang merupakan produk dari pabrik dianggap tidak mengandung bahaya yang signifikan dari mikroba ini karena tidak ditemukan adanya E. coli pada produk tersebut (Firlieyanti 2006). Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) dan Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) digolongkan sebagai bahaya yang signifikan pada air bahan baku es, proses perebusan, filtrasi, dan produk es batu dalam plastik yang dibuat dari air yang tidak direbus di tingkat produsen; proses pencucian es di tingkat distributor; dan hancuran es (dari air yang tidak direbus) serta proses pencampuran di tingkat penjaja (Tabel 1). ETEC dan EPEC dapat menyebabkan infeksi pada orang dewasa jika jumlahnya mencapai 106 sampai 109 sel. Penyebarannya dapat melalui air atau pangan yang terkontaminasi. Infeksi ETEC dan EPEC memiliki gejala seperti diare, kram perut, mual, dan demam ringan. Biasanya infeksi yang disebabkan kedua jenis mikroba ini tidak parah. Namun, pada beberapa kasus, seperti infeksi pada kelompok orang yang memiliki kekebalan tubuh rendah, infeksi tersebut dapat menjadi berbahaya, karena dehidrasi yang ditimbulkannya (FDA 2012). Kedua jenis mikroba ini menjadi bahaya yang signifikan pada air bahan baku es, proses pencucian es, dan proses pencampuran es dengan bahan-bahan lain untuk pembuatan minuman es karena penyebarannya yang dapat melalui media air dan adanya temuan kontaminasi koliform fekal pada air minum di Jakarta seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan mengenai EHEC dan EIEC. Selain itu, penggunaan air minum isi ulang sebagai salah satu bahan pencampur juga dapat menjadi sumber cemaran kedua kelompok E. coli ini karena Yuniarti (2008) menemukan adanya kontaminasi E. coli pada air minum isi ulang. Proses pengisian air ke dalam plastik, es batu dalam plastik dan hancuran es yang dibuat dari air yang direbus, proses penyortiran es, distribusi, dan pengecilan ukuran es dianggap mengandung bahaya EHEC dan EIEC namun tidak mengandung bahaya ETEC dan EPEC yang signifikan. Hal ini disebabkan dosis infektif EHEC dan EIEC yang relatif lebih rendah, sehingga kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar daripada ETEC dan EPEC. Kemungkinan kontaminasi mikroba dari tangan pekerja pada tahap-tahap proses yang telah disebutkan maupun es batu dalam plastik yang dibuat dari air yang telah direbus diperkirakan rendah; namun dengan dosis infektif EHEC dan EIEC yang rendah, bahaya dari mikroba ini dapat dianggap signifikan. Semua mikroba sumber bahaya menjadi bahaya yang signifikan pada tahap perebusan dan filtrasi. Mikroba sumber bahaya yang mungkin ada pada air bahan baku es akan tetap ada pada air yang masuk ke tahap perebusan jika tidak ada proses yang diterapkan untuk mengurangi jumlah mikroba pada air. Tahap perebusan sangat penting karena jika tidak dilakukan dengan tepat, mikroba akan tetap ada hingga ke produk akhir karena tidak ada tahap pengurangan mikroba pada tahap-tahap selanjutnya.
11 Proses filtrasi yang diterapkan oleh produsen untuk mengurangi jumlah mikroba juga tidak dapat menjamin air bebas dari bahaya mikrobiologi. Alat filtrasi memerlukan perawatan secara berkala (EPA 2005). Jika hal ini tidak dilakukan, membran filtrasi menjadi tidak efektif dan malah bisa menjadi tempat bakteri membentuk biofilm dan kemudian dapat mengontaminasi air (Vonberg et al. 2008, Daschner et al. 1996). Berdasarkan keteranganketerangan tersebut, keenam jenis mikroba sumber bahaya dianggap sebagai bahaya yang signifikan pada proses perebusan dan filtrasi.
Penentuan Titik Kritis Titik kritis adalah bahan atau proses yang dapat menjadi titik terjadinya kontaminasi atau yang berperan dalam pengendalian kontaminasi mikroba sumber bahaya pada es batu. Titik kritis yang teridentifikasi pada tiap jenis diagram alir disajikan pada Tabel 2. Titik kritis yang teridentifikasi di tingkat produsen skala rumah tangga (kelompok diagram alir A, D, G, dan H) adalah air bahan baku es, perebusan, dan pengisian air ke dalam plastik (Tabel 2). Air bahan baku es menjadi titik kritis pada kelompok diagram alir A karena air bahan baku tersebut kemungkinan mengandung bahaya signifikan dan tidak ada tahap yang dapat mengurangi jumlah mikroba sumber bahaya tersebut. Kelompok D, G, dan H memiliki proses perebusan, yang dapat menginaktivasi mikroba sumber bahaya, sehingga air bahan baku tidak menjadi titik kritis pada ketiga kelompok tersebut. Jika kualitas mikroba air bahan baku es pada proses yang digambarkan oleh kelompok diagram alir A tidak diperhatikan dan dikendalikan, maka es yang diproduksi dapat terkontaminasi dan membahayakan kesehatan orang yang mengonsumsi produk tersebut. Di sisi lain, perebusan menjadi titik kritis pada kelompok diagram alir D, G, dan H karena tahap tersebut adalah tahap yang penting untuk mencegah kontaminasi mikroba sumber bahaya pada produk es yang dihasilkan. Pengisian air ke dalam plastik menjadi titik kritis pada semua kelompok diagram alir tersebut karena ada peluang kontaminasi mikroba sumber bahaya pada tahap tersebut dan tidak ada tahap selanjutnya yang dapat mengurangi jumlah mikroba. Adanya titik-titik kritis pada proses produksi es di tingkat rumah tangga menunjukkan perlunya sosialisasi mengenai praktik keamanan pangan bagi masyarakat, khususnya yang membuat pangan untuk dijual seperti produsen es skala rumah tangga.
12 Tabel 2 Titik kritis yang teridentifikasi pada setiap jenis diagram alir proses penyediaan es batu dan minuman es di Jakarta Kelompok diagram alir (BPOM 2014b)
Tahap A
C
D
G
H
x
x
x
Filtrasi
-
-
-
-
Perebusan
-
-
Pengisian air ke dalam plastik
-
Penyortiran es
-
-
-
-
Distribusi es dari pabrik ke depot
-
-
-
-
Penyimpanan es
-
-
-
-
Pencucian es
-
-
-
-
Pengecilan ukuran es
-
-
-
-
Distribusi es ke lokasi penjaja
-
-
-
-
Pengecilan ukuran es
Penyimpanan Pencampuran
-
Produsen Air bahan baku es
Distributor
Penjaja
titik kritis x bukan titik kritis - tidak terdapat proses tersebut dalam diagram alir
Kelompok diagram alir C yang menggambarkan proses penyediaan es balok teridentifikasi memiliki 3 titik kritis di tingkat produsen. Titik-titik kritis tersebut adalah air bahan baku es, proses filtrasi, dan penyortiran es. Bahan baku dan tahap-tahap tersebut menjadi titik kritis karena adanya bahaya yang signifikan pada bahan atau tahap tersebut dan tidak ada proses selanjutnya yang dapat mengurangi jumlah mikroba sumber bahaya. Berdasarkan hasil tersebut, hal-hal yang perlu menjadi perhatian produsen es untuk menghasilkan produk yang aman dikonsumsi adalah pengendalian kualitas air bahan baku yang sesuai dengan standar air minum (DSN 1995), perawatan berkala terhadap alat filtrasi, dan penerapan standar operasional yang sesuai dengan prinsip keamanan pangan bagi pekerja yang bersentuhan langsung dengan es batu. Di tingkat distributor, yang hanya ada pada kelompok diagram alir C (es balok), titik kritis yang teridentifikasi adalah distribusi es dari pabrik ke depot, penyimpanan es, pencucian es, pengecilan ukuran es, dan distribusi es ke lokasi penjaja (Tabel 2). Artinya, semua proses di tingkat distributor merupakan titik kritis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh praktik pe-
13 nanganan es yang diterapkan oleh distributor masih belum memperhatikan aspek keamanan pangan. Hal ini didukung hasil penghitungan tingkat kepatuhan distributor es terhadap good practices dalam penanganan es yang menunjukkan bahwa 100% distributor responden tergolong tidak patuh. Salah satu hal yang mungkin menjadi penyebabnya adalah kurang memadainya fasilitas pencucian tangan dan peralatan penanganan es di depot (BPOM 2014b). Hal ini mengindikasikan belum adanya kesadaran distributor mengenai peran penting mereka dalam menjaga keamanan es batu. Hal ini dapat ditindaklanjuti dengan memberikan pelatihan yang dapat menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya praktik keamanan pangan, misalnya dengan menunjukkan gambar hasil uji total mikroba pada tangan para pekerja. Di tingkat penjaja, proses pengecilan ukuran es, penyimpanan es, dan pencampuran es batu dengan bahan-bahan lain dalam pembuatan minuman es menjadi titik kritis. Hal ini menunjukkan bahwa penjaja minuman es juga berperan dalam menjaga keamanan pangan tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ada beberapa jenis rantai penyediaan es batu dan minuman es yang bermuara di SD di Jakarta. Dalam masing-masing rantai penyediaan tersebut terdapat titik-titik kritis keamanan mikrobiologi, baik di tingkat produsen, distributor, maupun penjaja di sekolah. Bahaya yang mengancam keamanan mikrobiologi es batu dan minuman es yang dimaksud dalam hal ini adalah Salmonella Typhimurium, Vibrio cholerae, Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC), Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), dan Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC). Adanya titik-titik kritis tersebut menunjukkan perlunya kesadaran dan tindakan setiap pihak yang terlibat dalam penyediaan es batu dan minuman es untuk menjamin keamanan es batu dan minuman es yang dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya para siswa SD.
Saran Proses analisis bahaya yang dilakukan dalam penelitian ini masih menggunakan asumsi bahwa mikroba sumber bahaya ada pada jumlah yang signifikan (dapat menyebabkan infeksi) karena keterbatasan hasil penelitian mengenai hal tersebut. Untuk itu, diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat cemaran mikroba yang sesungguhnya pada produk es batu dan minuman es maupun pada air yang digunakan membuatnya dan mencuci es batu. Dengan adanya data yang lengkap mengenai tingkat cemaran mikroba-mikroba sumber bahaya tersebut, analisis bahaya dan penentuan titik kritis yang lebih akurat dapat dilakukan.
14
DAFTAR PUSTAKA [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Laporan Aksi Nasional: Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu, dan Bergizi. Jakarta: BPOM. ___. 2014a. Protokol Pembuatan Laporan Survei Penentuan Titik Kritis Rantai Pangan dalam Rangka Kajian Mikrobiologi Es dan Minuman Es (tidak dipublikasikan). Jakarta: Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. ___. 2014b. Survei Penentuan Titik Kritis dalam Rangka Kajian Mikrobiologi Es dan Minuman Es Provinsi DKI Jakarta (tidak dipublikasikan). Jakarta: Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Daschner FD, H Rüden, R Simon, J Clotten. 1996. Microbiological contamination of drinking water in a commercial household water filter system. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. [Internet]. [diunduh 2014 Sep 18]; 15(3):233-237. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8740859. [DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia 01-3839-1995 tentang Es Batu. Jakarta: DSN. Dewanti-Hariyadi R dan US Hartini. 2006. Keberadaan dan perilaku Salmonella dalam es batu. Di dalam: Utama Z, Y Pranoto, MN Cahyanto, Suparmo, U Santoso, Sutardi, E Harmayani, editor. Pengembangan Teknologi Pangan untuk Membangun Kemandirian Pangan: Kelompok Mikrobiologi dan Bioteknologi. Seminar Nasional PATPI [Internet]; 2006 Agt 2-3; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Fakultas Teknologi Pertanian UGM. hlm 184-191; [diunduh 2014 Mar 3]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/58804. [EPA] Environmental Protection Agency. 2005. Water health series: filtration facts. [Internet]. [diunduh 2014 Sep 18]. Tersedia pada: http://www.epa.gov/safewater/faq/pdfs/fs_healthseries_filtration.pdf. Ethelberg S, K Molbak, MH Josefsen. 2014. Salmonella Non-typhi. In: Encyclopedia of Food Safety. Y Motarjemi, G Moy, E Todd (eds.). San Diego: Academic Press. [FDA] Food and Drug Administration. 2011. Fish and Fishery Products Hazards and Controls Guidance. Silver Spring: FDA . ___. 2012. Bad Bug Book, Foodborne Pathogenic Microorganisms and Natural Toxins, 2nd ed.. Silver Spring: FDA. Firlieyanti AS. 2006. Evaluasi bakteri indikator sanitasi di sepanjang rantai distribusi es batu di Bogor. J.Il.Pert.Indon 11(2): 28-36. Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology, 6th ed. Gaithersburg: Aspen Publishers, Inc. Schothorst MV. 2004. A Simple Guide to Understanding and Applying the Hazard Analysis Critical Control Point Concept. Brussels: ILSI Europe. Todd ECD, JD Greig, CA Bartleson, BS Michaels. 2008. Review: outbreaks where food workers have been implicated in the spread of foodborne
15 disease. Part 5. Sources of contamination and pathogen excretion from infected persons. J. Food Prot. 71(12): 2582–2595. Yuniarti S. 2008. Kajian mutu air minum pada depo air minum di wilayah DKI Jakarta [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Vollaard AM, S Ali, HAGH Van Asten, IS Ismid, S Widjaja, LG Visser, Ch Surjadi, JT Van Dissel. 2004. Risk factors for transmission of food borne illness in restaurants and street vendors in Jakarta, Indonesia. In: Typhoid and paratyphoid fever in Jakarta, Indonesia: Epidemiology and Risk Factors. Enschede: Febodruk [Internet]. [diunduh 2014 Feb 28]. Tersedia pada: https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/612/Thesis_Volla ard.pdf?sequence=5. Vonberg RP, D Sohr, J Bruderek, P Gastmeier. 2008. Impact of a silver layer on the membrane of tap water filters on the microbiological quality of filtered water. BMC Infect Dis. doi: 10.1186/1471-2334-8-133. Waturangi DE, N Pradita, J Linarta, S Banerjee. 2012a. Prevalence and molecular characterization of Vibrio cholerae from ice and beverages sold in Jakarta, Indonesia, using most probable number and multiplex PCR. J. Food Prot. 75(4): 651-659. Waturangi DE, E Wiratama, A Sabatini. 2012b. Prevalence and molecular characterization of Salmonella enterica Serovar Typhimurium from ice and beverages sold in Jakarta, Indonesia, using most probable number and multiplex PCR. Int. J. Infectious Diseases. doi:10.1016/j.ijid.2012.05.335
16 Lampiran 1 Lima jenis diagram alir proses penyediaan es batu dan minuman es yang ada di Jakarta (BPOM 2014b) Air bahan baku es
Pengisian air ke dalam cetakan
Pembekuan Es batu dalam kemasan plastik Penyimpanan
Distribusi
Pengecilan ukuran es
Hancuran es
Air, Bahan-bahan lain
Penyimpanan
Pencampuran
Penyajian
17 Air sungai Filtrasi Pendinginan larutan air dan bahan lain Pengisian ke dalam cetakan Pengangkatan ke bak pendingin Pembekuan Es batu Perendaman dalam bak pelepasan Pelepasan es dari cetakan
Penyortiran es Distribusi Penyimpanan Pencucian Pengecilan ukuran es Distribusi Pengecilan ukuran es Hancuran es
Air, Bahan-bahan lain
Penyimpanan Pencampuran Penyajian
18 Air bahan baku es
Perebusan
Pendinginan
Pengisian ke dalam cetakan
Pembekuan
Es batu dalam kemasan plastik
Penyimpanan (suhu beku)
Distribusi ke penjaja
Pengecilan ukuran
Hancuran es
Penyimpanan Air, Bahan-bahan lain
Pencampuran
Penyajian
19 Air bahan baku es Perebusan Pendinginan Pengisian air ke dalam cetakan Pembekuan Es batu dalam kemasan plastik Penyimpanan (suhu beku) Pengecilan ukuran es Hancuran es Penyimpanan Air, Bahan-bahan lain Pencampuran Penyajian
20 Air PAM
Perebusan
Pendinginan
Pengisian air ke dalam cetakan
Pembekuan
Es batu dalam kemasan plastik
Penyimpanan (suhu beku)
Pengecilan ukuran es
Hancuran es Air, Bahan-bahan lain Pencampuran
Penyajian
21
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 15 September 1992 sebagai anak bungsu dari dua bersaudara dari pasangan Erigenius Patongloan dan Trindiana Mirring Tikupasang. Penulis menempuh pendidikan di TK, SD, dan SMP Katolik Ricci 2, lalu melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 47 Jakarta dan lulus pada tahun 2010, dan diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa kemahasiswaan, penulis aktif sebagai anggota Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB dan menjadi pengurus sebagai Wakil Koordinator bidang Pelayanan komisi diaspora pada masa kepengurusan 2012-2013. Penulis juga berkesempatan terlibat dalam kepanitiaan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XX (tahun 2013) sebagai anggota Tim Soal. Pada tahun 2013-2014, penulis aktif sebagai pengurus Persekutuan Mahasiswa Kristen Bogor. Pada tahun 2011, penulis mendapat anugerah untuk menjadi salah satu mahasiswa berprestasi Tingkat Persiapan Bersama IPB.