PENENTUAN POLA TRANSPORT SEDIMENT DENGAN MIKE 21 (CONTOH KASUS PANTAI LAMPU SATU KABUPATEN MERAUKE PAPUA) Muhammad Imran Haerik Mahasiswa S1 Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Poros Malino Km 6, Gowa Email :
[email protected] Dr. Eng. Mukhsan Putra Hatta, ST.MT. Pembimbing I Dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
A Subhan Mustari, ST. M.Eng. Pembimbing II Dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Abstrak : Pantai Lampusatu memiliki potensi untuk dapat dikembangkan sebagai pusat sektor perikanan di Merauke melihat kondisinya yang berdekatan dengan fasilitas tempat pendaratan ikan, pelabuhan perikanan samudra (PPS), sistem rantai pendingin dan kedai pesisir. Selain itu daerah lampusatu ini sudah menjadi kampung nelayan dikarenakan sebagian besar penduduknya merupakan nelayan dan memiliki kapal penangkap ikan. Tetapi dari segala potensi tersebut Pantai Lampusatu masih sulit untuk dikembangkan dikarenakan sedimentasi yang terjadi sangat besar menyebabkan pendangkalan didaerah surf zone. Oleh karena itu penelitian mengenai transport sedimen diharapkan dapat menjadi dasar dari pengembangan di daerah pantai lampusatu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi hidrodinamika serta pola Trasnsport Sedimen di pantai lampusatu. Data yang diperoleh diolah menggunakan perangkat lunak DHI Mike 21 yang dapat menggambarkan kondisi hidro oseanografi yang mempengaruhi pola transport sedimen yaitu arus dan gelombang. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif yang merupakan metode ilmiah, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Data lapangan yang diukur adalah pasang surut, arus laut, bathimetri, sedimen dan angin. Berdasarkan hasil penelitian pola transport sedimen berasal dari Sungai maro menuju daerah Pantai Lampusatu, daerah yang berpotensi mengalami transport sediment terbesar yaitu daerah sejauh 50 m dari garis pantai lampusatu berkisar antara 1050 – 1200 m3/th. Kata kunci: Transport Sediment, Mike 21, Pantai Lampusatu Abstract : Lampusatu coast has the potential to be developed as a center for the fisheries sector in Merauke seeing conditions adjacent to a fish landing facilities , ocean fishing ports ( PPS ) , cold systems and coastal tavern . moreover lampusatu area has become a fishing village because most residents are fishermen and have a fishing boat. But of all the potential Lampusatu coast is still difficult to develop because excessive sedimentation cause shoaling surf zone area . Therefore, research on sediment transport is expected to be the basis of development in coastal areas lampusatu. Purpose of this research is to determine the hydrodynamic conditions and to know sediment transport pattern at lampusatu coast, The data obtained were procesed using DHI Mike 21 software that can describe hydrooceanographic that affect the sediment transport that is curren and wave. The method used is quantitative method which is the scientific method , objective , measurable , rational , and systematic . Measured field data is tidal , ocean current,bathymetry , sediment and wind. Based on the result pattern of sediment transport coming from Maro River towards Lampusatu Coast area, the area is potentially occur to most sediment transport to The area space 50 m from shoreline rate ranged from 1050 – 1200 m3/year. Keywords : Sediment Transport, Mike 21, Lampusatu Coas
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Merauke terletak paling timur di wilayah nusantara dan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua yang berbatasan langsung dengan Negara Papua New Guinea. Letak geografis Kabupaten Merauke antara 137ᵒ30´141´´ BT dan 6ᵒ00´9´´ LS, dengan luas wilayah 45.075 . Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Boven Digoel, Sebelah timur berbatasan dengan Negara Papua New Genuea, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan laut arafura. Salah satu potensi sumber daya alam terbesar di Kabupaten Merauke ada pada sektor perikanan. Dengan berbatasan langsung kabupaten Merauke dengan laut arafura, panjang pantai lebih dari 846,36 km, luas perairan laut lebih dari 6.698,86 dapat menghasilkan potensi perikanan sebesar 232.500 ton/tahun. Komoditas perikanan yang menjadi unggulan diantara udang galah, kakap, kepiting, arwana, hingga udang hias. Selain potensi perikanan pantai ini juga memiliki potensi pariwisata yang besar dengan hanya berjarak 2 km dari pusat Kota Merauke serta pemandangan lautan saat terbenamnya matahari menjadikan pantai ini menjadi destinasi wisata. Pantai Lampusatu memiliki potensi untuk dapat dikembangkan sebagai pusat sektor perikanan di Merauke melihat kondisinya yang berdekatan dengan fasilitas tempat pendaratan ikan, pelabuhan perikanan samudra (PPS),sistem rantai pendingin dan kedai pesisir. Selain itu daerah lampu satu ini sudah menjadi kampung nelayan dikarenakan sebagian besar penduduknya merupakan nelayan dan memiliki kapal penangkap ikan. Selain itu pantai ini juga dapat dikembangkan menjadi objek wisata unggulan di Merauke melihat aksesnya yang sangat dekat dari pusat kota. Melihat besarnya potensi yang dimiliki pantai lampusatu. Sudah layak pemerintah melakukan pengembangan di daerah pantai ini. Tetapi akibat pengaruh sedimentasi yang besar dari Sungai Maro menyebabkan pendangkalan Foreshore yang menimbulkan jarak antara pasang dan surut sangat jauh yaitu sekitar 1.8 km. maka dengan melihat hal tersebut sebelum adanya pengembangan untuk pantai lampu satu
perlu diadakan penelitian berbasis keilmuan yang berkaitan dengan pola transport sediment. 1.2. Maksud dan Tujuan 1.2.1. Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah melakukan permodelan dan simulasi Transport Sedimen di daerah Pantai Lampusatu Kabupaten Merauke dengan menggunakan program DHI MIKE 21. 1.2.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pola Transport Sedimen yang terjadi di daerah Pantai Lampusatu Kabupaten Merauke. 1.3. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1.3.1. Pokok Bahasan Berdasarkan uraian pada pendahuluan diatas, maka permasalahan yang akan ditinjau meliputi peninjauan karakteristik pantai, pola transport sedimen dan potensi pengendapan sedimen daerah pantai lampusatu Kabupaten Merauke Provinsi Papua. 1.3.2. Batasan Masalah Demi tercapainya penelitian diperlukan suatu batasan dalam penulisan agar pembahasan tidak meluas ruang lingkupnya sehingga dari penulisan dapat tercapai dan dipahami. Adapun parameter yang dijadikan batasan dalam penulisan adalah : 1. Daerah penelitian permodelan dibatasi sejauh 3.5 km kearah laut dan sepanjang 6 km garis pantai termasuk muara sungai. 2. Data-data yang digunakan sebagai input merupakan data primer hasil pengukuran lapangan dan nilai default dari program DHI MIKE 21 jika data tersebut tidak dilakukan pengambilan data 3. Sedimen didaerah permodelan diseragamkan dan Sedimen yang berasal dari sungai dianggap konstan 4. Durasi permodelan selama 15 hari (setengah periode revolusi bulan) 5. Permodelan pola transport sedimen dilakukan dengan aplikasi DHI Mike 21 1.4. Manfaat Penulisan Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis dan praktis bagi seluruh elemen yang terkait didalamnya. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
1
manfaat keilmuan dalam hal penentuan pola transport Sedimen, sedangkan secara praktis manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi tentang pola transport sediment di pantai Lampusatu, Merauke. 2. Memberikan refrensi dalam perencanaan dalam pengembangan infrastruktur di pantai Lampusatu, Merauke. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pantai Pantai secara umum diartikan sebagai batas antara wilayah yang bersifat daratan dengan wilayah yang bersifat lautan. Pantai merupakan daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan surut terendah. Pantai bisa terbentuk dari material dasar berupa lumpur, pasir atau kerikil (gravel). Kemiringan dasar pantai tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar. Pada pantai kerikil kemiringan pantai bisa mencapai 1:4, pantai pasir mempunyai kemiringan 1:20-1:50 dan untuk pantai berlumpur mempunyai kemiringan sangat kecil mencapai 1:5000. Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai di mana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang di pantai tersebut relatif tenang sehingga tidak mampu membawa sedimen tersebut ke perairan dalam laut lepas. Pada pantai berpasir mempunyai bentuk seperti ditunjukkan pada (Gambar 2.2.a). Dalam gambar tersebut pantai dibagi menjadi backshore dan foreshore. Batas antara kedua zona adalah puncak berm, yaitu titik dari run up maksimum pada kondisi gelombang normal (biasa). Run up adalah naiknya gelombang pada permukaan miring. Run up gelombang mencapai batas antara pesisir dan pantai hanya selama terjadi gelombang badai. Surf zone terbentang dari titik di mana gelombang pertama kali pecah sampai titik run up di sekitar lokasi gelombang pecah. Di lokasi gelombang pecah terdapat longshore bar, yaitu gundukan pasir di dasar yang memanjang sepanjang pantai. Pada kondisi gelombang normal pantai membentuk profilnya yang mampu menghancurkan energi gelombang. Jika pada suatu saat terjadi gelombang yang lebih besar,
pantai tidak mampu meredam energi gelombang sehingga terjadi erosi. Pasir yang tererosi akan bergerak ke arah laut. Pasir yang tererosi akan bergerak kearah laut. Setelah sampai di daerah dimana kecepatan air di dasar kecil, pasir tersebut mengendap. Akumulasi endapan tersebut akan membentuk offshore bar, yaitu gundukan pasir di dasar pantai yang biasanya memanjang sejajar garis pantai (longshore bar). Offshore bar ini, yang kedalaman airnya kecil, menyebabkan lokasi gelombang pecah berada lebih jauh dari garis pantai yang memperlebar surf zone dimana sisa energi gelombang dihancurkan. Dengan demikian offshore bar juga berfungsi sebagai pertahanan pantai terhadap serangan gelombang. Pembentukkan offshore bar ini semakin besar pada waktu terjadinya gelombang badai. Selama terjadinya badai yang tinggi dan kemiringan gelombang besar. Angin dan gelombang tersebut dapat menyebabkan kenaikan elevasi muka air laut (wind setup dan wave setup), sehingga serangan gelombang dapat mengenai bagian pantai yang lebih tinggi. Bagian tersebut biasanya tidak terkena serangan gelombang. Kenaikan elevasi muka air tersebut memungkinkan gelombang besar melewati off shore bar tanpa pecah. Gelombang tersebut akan pecah pada lokasi yang sudah dekat garis pantai, sehinggga lebar surf zone tidak cukup untuk menghancurkan energi gelombang badai tersebut. Akibatnya pantai, berm kadang-kadang dune yang sekarang terbuka terhadap serangan gelombang akan tererosi. Material yang tererosi tersebut dibawa ke arah laut (offshore) dalam jumlah besar yang kemudian diendapkan di dasar nearshore dan membentuk offshore bar. Bar tersebut akhirnya tumbuh cukup besar untuk memecah gelombang datang lebih jauh ke offshore, sehingga penghancuran energi gelombang di surf zone lebih efektif. Pada saat terjadi badai, dimana gelombang besar dan elevasi muka air diam lebih tinggi karena adanya setup gelombang dan angin, pantai dapat mengalami erosi. (Gambar 2.2) menunjukkan proses terjadinya erosi pantai oleh gelombang badai (CERC, 1984) dengan puncak gelombang sejajar garis pantai. (Gambar 2.2.a) adalah profil pantai dengan gelombang normal sehari hari. Pada saat terjadinya badai dengan bersamaan
2
muka air tinggi, gelombang mulai mengerosi sand dunes, dan membawa material kearah laut kemudian mengendap (Gambar 2.2.b). Gelombang badai yang berlangsung cukup lama semakin banyak mengerosi bukit pasir (sand dunes) seperti terlihat dalam ( Gambar 2.2.c). Setelah badai reda gelombang normal kembali. Selama terjadi badai tersebut terlihat perubahan profil pantai. Dengan membandingkan profil pantai sebelum dan sesudah badai, dapat diketahui volume sedimen yang tererosi dan mundurnya garis pantai (Gambar 2.2.d). Setelah badai berlalu, kondisi gelombang normal kembali. Gelombang ini akan mengangkut sedimen yang telah diendapkan di perairan dalam selama badai, kembali ke pantai. Gelombang normal yang berlangsung dalam waktu panjang tersebut akan membentuk pantai kembali ke profil semula. Dengan demikian profil pantai yang ditinjau dalam satu periode panjang menunjukan kondisi yang stabil dinamis.
sejajar garis pantai. Sedimen yang tererosi oleh komponen tegak lurus dan sejajar pantai akan terangkut oleh arus sepanjang pantai sampai ke lokasi yang cukup jauh. Akibatnya apabila ditinjau di suatu lokasi, pantai yang mengalami erosi pada saat terjadinya badai tidak bisa terbentuk kembali pada saat gelombang normal, karena material yang terbawa ke tempat lain. Dengan demikian, untuk suatu periode waktu panjang, gelombang yang datang dengan membentuk sudut terhadap garis pantai dapat menyebabkan mundurnya (erosi) garis pantai. II.7 Sifat-Sifat Sedimen Pantai .Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang di bawa oleh sungai, dan/atau dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel dan distribusi butir sedimen, rapat massa, bentuk, kecepatan endap, tahanan terhadap erosi 2.2. Ukuran Partikel Sedimen Ukuran partikel sedimen pantai diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebbele) dan batu (boulder). Distribusi ukuran butir biasanya dianalisis dengan saringan dan dipresentasikan dalam bentuk kurva presentase berat kumulatif seperti diberikan pada ( gambar 2.2 )
Gambar 2.2 Grafik Hasil Analisa Saringan Gambar 2.1 Proses Sedimentasi dan Erosi
Apabila gelombang yang terjadi membentuk sudut dengan garis pantai, maka akan terjadi dua proses angkutan sedimen yang bekerja secara bersamaan, yaitu komponen tegak lurus dan
Ukuran butir median D50 adalah paling banyak digunakan untuk ukuran butir pasir. D50 adalah ukuran butir dimana 50% dari berat sampel. B. Rapat Massa, Berat Jenis Dan Rapat Relatif Rapat massa ρ adalah massa tiap satuan volume, sedang berat jenis γ adalah berat tiap
3
satuan volume. Terhadap hubungan antar berat jenis dan rapat massa, yang membentuk γ = ρ g. Rapat massa atau berat jenis sedimen merupakan fungsi dari komposisi mineral. Rapat relatif adalah perbandingan antara rapat massa suatu zat dengan rapat massa air pada 4o. Rapat massa air pada temperatur tersebut adalah 1000 kg/m3 dan rapat relatif pasir adalah sekitar 2,65. C. Kecepatan Endap Untuk sedimen non kohesif kecepatan endap tergantung pada rapat massa sedimen dan air, viskositas air, dimensi dan bentuk partikel sedimen. 2.3. Gelombang Gelombang laut dapat beraneka ragam tergantung dari gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut dapat berupa gelombang angin (gelombang yang dibangkitkan oleh tiupan angin), gelombang pasang surut (gelombang yang dibangkitkan oleh gaya tarik benda-benda langit terutama gaya tarik matahari dan bulan terhadap bumi) gelombang tsunami (gelombang yang terjadi akibat letusan gunung berapi atau gempa didasar laut), gelombang kecil (biasanya dibangkitkan oleh kapal yang bergerak) dan sebagainya. 2. Refraksi Gelombang Refraksi gelombang adalah perubahan bentuk pada gelombang yang terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut.Gelombang menjalar tanpa dipengaruhi dasar laut di laut dalam, namun di laut transisi dan laut dangkal, bentuk gelombang dipengaruhi oleh dasar laut. Refraksi mempunyai pengaruh cukup besar terhadap tinggi dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang di sepanjang pantai. Perubahan arah gelombang akibat refraksi akan menghasilkan konvergensi (penguncupan) atau divergensi (penyebaran) energi gelombang dan mempengaruhi energi gelombang yang terjadi di suatu tempat di daerah pantai (Triatmodjo, 1999).
Gambar 2.3 Refraksi Gelombang
(Gambar 2.3) menjelaskan tentang proses refraksi gelombang di daerah pantai yang mempunyai garis kontur dasar laut dan garis pantai yang tidak teratur. Suatu deretan gelombang L0 dan garis puncak gelombang sejajar bergerak menuju pantai. Telihat dalam gambar bahwa garis puncak gelombang berubah bentuk dan berusaha untuk sejajar garis kontur pantai.Pada lokasi 1, garis orthogonal gelombang menguncup sedangkan di lokasi 2 garis orthogonal menyebar. Karena energi diantara kedua garis orthogonal adalah konstan sepanjang lintasan, berarti energi gelombang tiap satuan lebar dilokasi 1 adalah lebih besar dari pada di lokasi 2 (karena jarak antar garis orthogonal di lokasi 1 lebih kecil dari pada jarak antar garis orthogonal di laut dalam dan jarak antar garis orthogonal di lokasi 2 lebih besar dari pada jarak antar garis orthogonal di laut dalam). 3. Difraksi Gelombang
Gambar 2.4 Defraksi Gelombang
Difraksi gelombang adalah suatu gelombang dating terhalang oleh suatu rintangan seperti pulau atau bangunan pemecah gelombang, maka gelombang akan membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk ke daerah terlindung di belakangnya. Dalam difraksi, terjadi transfer energi dalam arah tegak lurus penjalaran gelombang menuju daerah yang terlindung. Biasanya tinggi gelombang akan berkurang di sepanjang puncak gelombang menuju daerah yang terlindung. Apabila tidak terjadi difraksi gelombang, daerah di belakang rintangan akan tenang. Namun, karena adanya proses difraksi, maka daerah tersebut terpengaruh oleh gelombang dating. Transfer energi ke daerah terlindung menyebabkan terbentuknya gelombang di daerah tersebut, meskipun tidak sebesar
4
gelombang di luar daerah terlindung (Triatmodjo, 1999). 2.4. Fluktuasi Muka Air Laut 2.4.1 Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi (naik turunnya) muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama bulan dan matahari terhadap massa air laut di bumi. Gaya tarik menarik antara bulan dengan bumi lebih mempengaruhi terjadinya pasang surut air laut daripada gaya tarik menarik antara matahari dengan bumi, sebab gaya tarik bulan terhadap bumi nilainya 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari terhadap bumi. Hal ini terjadi karena meskipun massa bulan lebih kecil dari pada massa matahari, akan terjadi jarak bulan terhadap bumi jauh lebih dekat dari pada jarak bumi terhadap matahari (Triatmodjo, 1999). Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut: Muka air tinggi (high water level/HWL), yaitu muka air tertinggi yang dapat dicapai pada saat air pasang dalam suatu siklus pasang surut. Muka air rendah (low water level/LWL), yaitu kedudukan air terendah yang dicapai pada saat air surut dalam suatu siklus pasang surut. Muka air tinggi rata-rata (mean high water/MHWL), yaitu rata-rata dari muka air tinggi selama 19 tahun. Muka air rendah rata-rata (mean low water level/MLWL), yaitu rata-rata dari muka air rendah selama periode 19 tahun. Muka air rata-rata (mean sea level/MSL), yaitu muka air rata-rata antara muka air tinggi rata-rata dan muka air rendah rata-rata. Elevasi ini digunakan sebagai referensi untuk elevasi daratan. Muka air tinggi tertinggi (highest high water level/HHWL), yaitu muka air tertinggi pada saat pasang surut purnama/ bulan mati. Muka air rendah terendah (lowest low water level/ LLWL), yaitu air terendah pada saat pasang surut purnama. Berdasarkan defenisi elevasi muka air laut di atas, dibutuhkan waktu pengamatan yang sangat lama (19 tahun) untuk mendapatkan data pasang surut ideal. Hal ini tentulah sangat sulit untuk dipenuhi disaaat akan merencanakan atau untuk menganalisis kinerja dari suatu bangunan pantai. Maka dari itu, untuk mendapatkan data
pasang surut, digunakanlah pendekatan dengan pengamatan pasang surut selama 30 hari, karena pada tanggal 1 (bulan baru/ muda) dan tanggal 15 (bulan purnama) diperoleh pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah.Pada siklus ini, posisi bumi, bulan dan matahari berada dalam satu garis lurus.Siklus in sering disebut siklus pasang surut purnama / spring tide / pasang besar. Sedangkan pada tanggal 7 (bulan ¼ ) dan tanggal 21 (bulan ¾) diperoleh pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pada siklus ini, posisi bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus.Siklus ini sering disebut pasang surut perbani / neap tide / pasang kecil. 2.4.2 Pembangkitan dan Permalan Gelombang 2.4.2.1 Pengolahan Data Kecepatan Angin Salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan melakukan pengolahan data angin. Prediksi gelombang disebut hindcasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi yang telah lampau dan forecasting jika dihitung berdasarkan kondisi meteorologi hasil prediksi. Prosedur penghitungan keduanya sama, perbedaannya hanya pada sumber data meteorologinya. Gelombang laut yang akan diramal adalah gelombang di laut dalam suatu perairan yang dibangkitkan oleh angin, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya perairan di dekat pantai. Hasil peramalan gelombang berupa tinggi dan perioda gelombang signifikan untuk setiap data angin. Data-data yang dibutuhkan untuk meramal gelombang terdiri dari: 1. Data angin yang telah dikonversi menjadi wind stress factor (UA). 2. Panjang fetch efektif. Penentuan Wind Stress Factor (UA) Data angin yang berupa kecepatan perlu dikoreksi untuk mendapatkan wind stress factor (UA). Adapun koreksi tersebut meliputi: Koreksi Lokasi Pengamatan Apabila pengukuran data angin dilakukan di atas daratan, maka perlu ada koreksi lokasi untuk menjadikan data angin di atas daratan menjadi data angin hasil pengukuran di laut. Jika lokasi pengamatan dilakukan di perairan maka tidak perlu dilakukan koreksi lokasi. Jika
5
lokasi pengamatan berada di darat dan fetch tidak cukup untuk pembentukan fully developed sea (lebih jauh dari 16 km atau 10 mil), maka data pengamatan angin perlu dikoreksi menjadi data pengamatan di atas air menggunakan (Gambar 2.4). Koreksi Stabilitas Apabila terdapat perbedaan temperatur antara udara dan laut, maka kecepatan angin efektif dapat diperoleh dengan melakukan koreksi stabilitas sebagai berikut: = . di mana: Rt = rasio amplifikasi Ut = kecepatan angin hasil koreksi durasi (m/s) Apabila data perbedaan temperatur tidak diketahui, maka SPM 1984 menyarankan penggunaan Rt = 1,1. Koreksi Elevasi Data angin yang digunakan adalah data angin yang diukur pada elevasi 10 m dari permukaan tanah. Apabila angin tidak diukur pada elevasi tersebut, maka harus dikoreksi dengan persamaan: =
10
di mana: u10 = kecepatan angin hasil koreksi elevasi (m/s) uz = kecepatan angin yang tidak diukur pada ketinggian 10 m (m/s) z = elevasi alat ukur (m)
Gambar 2.5 Rasio RL dari kecepatan angin di atas air, UW, terhadap keceptan angin di atas darat, UL, sebagai fungsi dari kecepatan angin diatas darat, UL.
Berikut ini adalah persamaan yang digunakan: = . di mana:
RL = rasio kecepatan angin di atas laut dengan di daratan ut = kecepatan angin hasil koreksi stabilitas (m/s) Untuk pengukuran angin yang dilakukan di pantai atau di laut, koreksi ini tidak perlu dilakukan (RL =1) Koreksi tegangan air Setelah data kecepatan angin melalui koreksikoreksi di atas, maka data tersebut dikonversi menjadi wind stress factor (UA) dengan menggunakan persamaan di bawah ini: = 0.71 1.23 di mana: U = kecepatan angin hasil koreksi-koreksi sebelumnya (m/s) UA = wind stress factor (m/s) 2.4.2.2 Daerah Pembangkitan Gelombang Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki arah dan kecepatan angin yang relatif konstan. Karakteristik gelombang yang ditimbulkan oleh angin ditentukan juga oleh panjang fetch. Fetch efektif di titik tertentu adalah area dalam radius perairan yang melingkupi titik tersebut di mana dalam area tersebut angin bertiup dengan kecepatan konstan dari arah manapun menuju titik tersebut. Penghitungan panjang fetch efektif ini dilakukan dengan menggunakan bantuan peta topografi lokasi dengan skala yang cukup besar, sehingga dapat terlihat pulau-pulau atau daratan yang mempengaruhi pembentukan gelombang di suatu lokasi. Penentuan titik fetch diambil pada posisi laut dalam dari lokasi perairan yang ditinjau. Ini karena gelombang yang dibangkitkan oleh angin terbentuk di laut dalam suatu perairan, kemudian merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya dasar perairan di dekat pantai. Pada peramalan gelombang, data yang digunakan adalah data-data besar kecepatan angin maksimum harian berikut arahnya yang kemudian diproyeksi ke delapan arah mata angin utama. Selain itu juga dibutuhkan informasi tentang panjang fetch efektif untuk delapan arah mata angin utama. Untuk menghitung panjang fetch digunakan prosedur sebagai berikut: 1. Tarik garis fetch untuk suatu arah.
6
2.Tarik garis fetch dengan penyimpangan sebesar 50 dan –50 dari suatu arah sampai pada batas areal yang lain. Pengambilan nilai 50 ini dilakukan mengingat adanya keadaan bahwa angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan interval 50. Tiap garis pada akhirnya memiliki 9 garis fetch. 3. Ukur panjang fetch tersebut sampai menyentuh daratan terdekat, kalikan dengan skala peta. 4. Panjang fetch efektif adalah: =
∑
∑
cos cos
di mana: Fi = panjang fetch ke-i ϴi = sudut pengukuran fetch ke-i I = nomor pengukuran fetch n = jumlah pengukuran fetch 2.4.2.3 Penentuan Tinggi dan Periode Gelombang Untuk menentukan tinggi gelombang dan perioda gelombang, digunakan data hasil hindcasting yang berupa Feff dan UA. Kedua parameter tersebut digunakan ke dalam tiga persamaan berikut sesuai dengan prosedur peramalan gelombang dari SPM 1984: =
×
=
0.0016 ×
0.2857 ×
= 68.8
×
×
×
≤ 7.15 × 10
di mana: Hmo = tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral (m) TP = perioda puncak spektrum (detik) g = percepatan gravitasi bumi (m/s2) UA = wind stress factor (m/s) Feff = panjang fetch efektif (m) T = durasi angin yang bertiup (detik 2.5. Program MIKE DHI Untuk membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis menggunakan program MIKE DHI. Pada program MIKE DHI dapat menggambarkan nilai angkutan sedimen dan perubahan elevasi dasar pada daerah pantai untuk jangka waktu tertentu. DHI Mike
merupakan salah satu perangkat lunak pemodelan hidrodinamika yang paling stabil dan lengkap. Perangkat lunak ini dikembangkan oleh DHI (Danish Hydrodynamic Institute). Beberapa modul yang disediakan oleh DHI Mike adalah modul Spectral Wave (SW) yang merupakan modul pemodelan angin-gelombang (wind-wave), Hydrodynamic (HD yang merupakan modul untuk permodelan aliran dan Sand Transport (ST) untuk memodelkan perpindahan sediment dan perubahan elevasi dasar. 2.5.1 Modul Hidrodinamika (HD) Mike 21 MIKE 21 Flow Model FM Hydrodynamic Module digunakan untuk mensimulasikan pola pasang surut dan aliran. Modul ini didasarkan pada solusi numerik persamaan perairan dangkal dua dimensi – kedalaman terintegrasi persamaan Navier-Stokes. Model ini terdiri atas persamaan kontinuitas dan momentum. Diskritisasi spasial domain model dilakukan dengan menggunakan metode finite volume, dimana domain komputasi horisontal terbagi atas elemen – elemen yang non-overlapping. Pada kasus dua dimensi elemen-elemen tersebut dapat berbentuk poligon sembarang, tetapi, disini hanya segitiga dan quadrilateral elemen saja yang akan digunakan. Sebuah segitiga terdiri atas tiga node, sebuah centroid, dan tiga sisi (Gambar 2.5). Lokasi kedalaman perairan (d) dalam grid, berada di centroid, demikian pula komponen kecepatan u dan v. Skema eksplisit digunakan untuk integrasi waktu yang kecepatan perhitungannya dapat diatur sesuai kebutuhan. Gesekan dihitung dengan persamaan Manning's atau Chezy, dan koefisien viskositas eddy digunakan untuk mendefinisikan karakteristik turbulensi.
Gambar 2.6 Ilustrasi grid segitiga tidak terstruktur
7
Paket modul MIKE 21 dikembangkan oleh DHI software. MIKE dari DHI merupakan model simulasi air - dari gunung sungai ke laut dan dari air minum hingga limbah. DHI adalah hasil merger pada bulan Oktober 2005 antara DHI Water & Environment dan Danish Toxicology Centre (DTC). Sebelum itu DHI Water & Environment telah didirikan setelah merger antara Danish Hydraulic Institute (DHI) dan Institute for the Water Environment (VKI) pada tahun 2001. Area aplikasi untuk modul ini umumnya adalah masalah transportasi aliran dan fenomena yang penting dengan penekanan pada aplikasi pesisir dan kelautan. Modul hidrodinamik dalam MIKE 21 HD meruapakan sistem model numerik secara umum untuk memodelkan simulasi muka air dan aliran di estuari, teluk dan pantai. Model ini dapat mensimulasikan aliran dua dimensi tidak langgeng di dalam fluida satu lapisan (secara vertikal homogen) maupun dalam aliran tiga dimensi. Modul hidrodinamika MIKE 21 (MIKE 21 HD) merupakan modul dasar dalam program MIKE 21 model aliran (flow model). Persamaan konversi massa dan momentum dapat ditulis dalam persamaan (DHI Software, 2007): persamaan dalam kasus 2D pada aliran perairan dangkal didapatkan persamaan berikut yang diselesaikan dalam koordinat kartesian: ⃑
+
⃑
+
ℎ
+
ℎ⃑
ℎ⃑
+
⃑
+
⃑
=
⃑
+
⃑
= − ⃑ℎ − ℎ
−
+
−
+
+
+
⃑ℎ − ℎ
−
+
(ℎ
+
ℎ
=0
−
)+
−
+
−
ℎ ℎ
+
ℎ
+ ℎ
Pada penyelesaianya mengindikasikan nilai dari kedalaman rata – rata dan ⃑ adalah kecepatan pada kedalaman rata –rata yang diberikan oleh :
Dimana : ℎ: kedalaman ⃑: Vektor kecepatan sumbu x ⃑: Vektor kecepatan sumbu y : Waktu
: Jarak Sumbu x : Jarak Sumbu y : Gaya : massa air : Tekanan 2.5.2 Modul Spectial Wave (SW) Mike 21 MIKE 21 SW merupakan model generasi baru dari wind-wave model berdasarkan unstructured mesh. MIKE 21 SW mensimulasikan pertumbuhan, peluruhan dan transformasi gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan swell di offshore dan area pesisir. MIKE 21 SW memiliki dua formulasi berbeda, yaitu: Directional decoupled parametric formulation Fully spectral formulation Directional decoupled parametric formulation berdasarkan parameterisasi dari persamaan konservasi wave action. Parameterisasi dilakukan pada frekuensi dominan dengan menjadikan momen ke-nol dan momen ke-satu sebagai variabel yang bergantung pada variabel lain (Holthuijsen,1989). Fully spectral formulation berdasarkan persamaan konservasi wave action seperti dijelaskan pada Komen et al (1994) dan Young (1999), dimana frekuensi tiap arah dari spektrum wave action adalah variabel yang bergantung pada variabel lain. Fenomena fisis yang dapat disimulasikan oleh MIKE 21 SW diantaranya: Pertumbuhan gelombang yang dibangkitkan angin Interaksi gelombang non-linear Disipasi akibat white-capping Disipasi akibat gesekan dasar Disipasi akibat gelombang pecah Refraksi dan pendangkalan akibat perubahan kedalaman Interaksi gelombang dan arus Efek tinggi air yang berubah terhadap waktu Diskritsasi persamaan pembangun dalam geographical dan ruang spectral menggunakan metode cellcentered finite volume. Pada domain geographical digunakan unstructrured mesh. Integrasi waktu dengan pendekatan langkah fractional dengan metode multi-sequence untuk perhitungan penjalaran wave action. MIKE 21 SW dapat diaplikasikan untuk desain di offshore, pesisir dan dermaga dengan
8
perkiraan beban gelombang yang akurat sebagai faktor penting terhadap keamanan dan desain yang ekonomis dari struktur. Model ini juga dapat digunakan untuk perhitungan transpor sedimen, yang sebagian besar ditentukan oleh kondisi gelombang dan gelombang yang dipengaruhi arus. Gelombang yang dipengaruhi arus dibangkitkan oleh perbedaan radiation stress yang muncul di surf zone. Modul 21 SW memiliki kemampuan untuk melakukan simulasi pembangkitan gelombang, penjalaran gelombang dan kehilangan energi gelombang akibat perubahan kedalaman. MIKE 21 SW menggunakan dua persamaan yang berbeda, yaitu formulasi directional decoupled parametric dan formulasi fully spectral. Kedua persamaan gelombang tersebut sama – sama menggunakan persamaan kekekalan gelombang sebagai persamaan pembangun. Perbedaan dari kedua persamaan tersebut terletak pada solusi yang digunakan formulasi directional decoupled parametric menggunakan peneyelesian sesuai Holthuijsen (1989) sedangkan formulasi fully spectral menggunakan penyelesian sesuai dengan yang dilakukan Komen et al. (1994) dan Young (1999). Berikut merupakan persamaan kekekalan gelombang yang dirumuskan oleh Komen et al (1994) dan Young (1999) masingmasing pada koordinat kartesian dan sperical. Koordinat Kartesian + ∇. ( ⃗ ) =
Dimana : N = Rapat gaya t = waktu ⃗ = kecepatan propagasi grup gelombang S = Sourch Koordinat spherical cos ∅ = cos ∅ =
Dimana : = Rapat gaya yang terdiri dari (posisi pada koordinat kartesian, spherical, polar dan waktu) E = Rapat energy normal R = Jari – jari bumi Sedangkan pada koordinat polar persamaan pembangun yang digunakan sebagai berikut :
+
+
+
=
+
Dimana : S = SR2 total source / sink 2.5.3 Modul Sand Transport (ST) Mike 21 Modul Sand Transport (ST) merupakan aplikasi model dari angkutan sedimen non kehesif. MIKE 21 Flow Model FM adalah satu sistem modeling berbasis pada satu pendekatan mesh fleksibel.Dikembangkan untuk aplikasi di dalam oceanographic, rekayasa pantai dan alam lingkungan muara sungai. Sand Transport Module menghitung hasil dari pergerakan material non kohesif berdasarkan kondisi aliran di dalam modul hidrodinamik serta kondisi gelombang dari perhitungan gelombang (modul spectral wave). Pendekatan formula yang digunakan dalam sediment transport di modul ini adalah Engelund-Hansen model, Van-Rijn model, Engelund-Fredsøe model, serta MeyerPeter-Müller model. Formula yang digunakan tersebut memadukan antara pengaruh arus dan gelombang dalam pergerakan sedimen. Persamaan pengatur yang digunakan dalam modul ini adalah sebagai berikut :
= +
(1 + − ) 1 ( − 1) + 1
30
+
+2
( − 1) + 1
cos
Dimana : K = Konstanta Von Karman t = waktu z = parameter tebal boundary layer U0 = kecepatan orbit dasar gelombang terdekat Uf0 = kecepatan geser arus dalam lapisan batas gelombang γ = sudut antara arus dan gelombang k = kekasaran dasar permukaan 2.5 d50 untuk lapisan plane bed dan 2.5 d50 + kR untuk ripple covered bed d50 = rata ukuran diammeter kR = ripple yang berkaitan dengan kekasaran Beberapa item output yang dihasilkan dari Modul Sand Transport (ST) ini adalah : Total load, x-component
9
Total load, y-component Rate of bed level change Bed level change Bed level 2.5.4 Courant Number Kondisi Courant-Friderich-Lewy (kondisi CFL) adalah kondisi yang diperlukan untuk konvergen ketika menyelesaikan persamaan difrensial tentu. Hal ini muncul ketika skema waktu-gerak digunakan dalam perhitungan numerik. Akibatnya, tahapan waktu harus kurang dari waktu yang digunakan di simulasi komputer dengan skema waktu-gerak, jika tidak simulasi akan menghasilkan hasil yang tidak stabil dan salah. Nilai CFL dasar untuk simulasi gelombang mengikuti persamaan : ∆ = .∆ Dimana C = Kecepatan rambat gelombang ∆t = tahapan waktu ∆x = resolusi grid Untuk model aliran nilai CFL juga sangat dipengaruhi oleh kedalaman air : ∆ ( . ℎ) + | | . + ( . ℎ) + = ∆
III. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian adalah pengambilan data dan sampel di lapangan kemudian mensimulasi dengan program Mike 21, kabupaten Merauke. Dalam penelitian digunakan dua sumber data, yaitu data primer yang merupakan data yang diperoleh di lokasi penelitian dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur dan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan studi pola transport sediment. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan terarah, maka dibuat langkah kerja yang akan dilakukan dalam bentuk bagan alir seperti pada (Gambar 3.1) berikut :
∆
| | . ∆ Dimana g = Grafitasi h = kedalaman air u = komponen kecepatan sumbu x v = komponen kecepatan sumbu y ∆t = tahapan waktu ∆x = resolusi grid Ukuran grid mesh, dikombinasikan dengan kedalaman air dan tahapan waktu digunakan untuk mengatur nilai courant number dalam pengaturan model. Nilai Courant maksimum harus kurang dari 1. Jadi waktu simulasi tergantung kepada triangulasi mesh, tidak hanya tergantung dari jumlah node dalam mesh, tetapi tergantung juga pada nilai courant yang dihasilkan. Sebagai hasil dari hal tersebut, efeknya pada waktu simulasi pada resolusi grid sedang di air yang dalam dapat relatif tinggi jika dibandingkan dengan resolusi grid tinggi di air yang dangkal. (Mesh Generator Step-by-step guide –MIKE DHI)
Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian
Pada tahap pengolahan data dilakukan meliputi: Setelah mendapatkan data pasang surut daerah pantai lampu satu kabupaten Merauke, selanjutnya dilakukan pengolahan data pasang surut dengan cara mengolah data pasang surut ke dalam software MIKE 21 dengan memakai modul Time Series. Setelah mendapatkan data kecepatan dan arah angin daerah pantai lampu satu kabupaten
10
Merauke, selanjutnya dilakukan pengolahan data kecepatan dan angin yaitu koreksi kecepatan angin lalu input data hasil koreksi kecepatan dan arah ke dalam software MIKE 21 dengan memakai modul Time Series. Data koreksi kecepatan dan arah angin juga digunakan untuk peramalan tinggi dan periode gelombang setelah menentukan panjang fetch efektif. Data hasil peramalan gelombang selanjutnya dimasukkan ke dalam software MIKE 21 dengan memakai modul Time Seris Setelah melakukan pengambilan sampel sedimen yang akan digunakan untuk mendapatkan sedimen propertis. Selanjutnya dilakukan percobaan Analisa saringan di laboratorium Mekanika Tanah yang akan menghasilkan data sedimen propertis sebagai bahan input dalam Modul Transport Sediment MIKE 21. Setelah mendapatkan data batimetri daerah pantai lampu satu kabupaten Merauke, selanjutnya dilakukan pengolahan batimetri menggunakan software Civil 3D. selanjutnya adalah pengolahan data garis pantai yang telah ditracking dengan menggunakan GPS. Data hasil dari bathimetri dan garis pantai harus dikonversikan kedalam format (.xyz) agar hasil digitasi pelabuhan bisa terbaca oleh software pengolah pemodelan arus MIKE 21. Setelah didapatkan data dalam format (.xyz). Import data tersebut kedalam software MIKE 21 dengan menggunakan modul mesh generator. Langkah pertama dalam pengolahan pemodelan dalam MIKE 21 adalah pembuatan mesh, harus ditentukan juga boundary condition dengan tujuan membedakan antara lautan dan daratan dari data garis pantai. Setelah itu mesh diinterpolasi dan export kedalam format (.mesh) file. Simulasi model arus dalam studi ini menggunakan modul Hydrodynamic MIKE 21 dengan durasi waktu selama 15 hari. Parameter yang dimasukan adalah data pasang surut dan batimetri kolam pelabuhan. Parameter fisis lainnya seperti densitas, viskositas Eddy, tidal potential dan coriolis forcing dimasukan nilai default. Simulasi model arus digunakan sebagai parameter dalam pembuatan simulasi model
transpor material sedimen dan model gelombang. Simulasi model gelombang dalam studi ini menggunakan modul Spatial Wave MIKE 21 dengan durasi selama 15 hari. Parameter yang dimasukan adalah data Gelombang, kecepatan angin dan data Area Seris dari hasil simulasi permodelan arus. Parameter fisis lainnya dimasukan nilai default. Dalam simulasi model transpor sedimen digunakan parameter dari karakteristik sedimen yaitu grain size sedimen yang telah didapatan dari hasil Analisa Saringan. Input data untuk modul transport sedimen adalah Area Seris dari hasil Permodelan Arus dan Gelombang .Untuk durasi pemodelan dimasukkan durasi waktu yang sama dengan pemodelan arus dan gelombang yaitu 15 hari. Output pada simulasi model transpor sedimen yaitu area series. Langkah akhir yaitu tahap pembuatan laporan dan hasil akhir dari simulasi Arus, Gelombang dan Transpor Sedimen yang akan dianalisa. 3.1 Simulasi dan permodelan menggunakan program DHI MIKE 21 3.1.1 Penyusunan Mesh Penyusunan mesh adalah pekerjaan pertama dan yang paling penting dalam proses pemodelan. Penyusunan mesh pada pemodelan ini berdasarkan flexible mesh dengan menggunakan mesh generator dari MIKE 21. Mesh file menggabungkan kedalaman perairan dengan posisi geografi yang berbeda dan berisi informasi-informasi sebagai berikut, yaitu: Grid komputasi Kedalaman perairan Informasi Boundary Tahap-tahap dalam pembentukan mesh ini adalah sebagai berikut: 1) Mengimpor batas-batas model 2) Mengedit batas daratan 3) Mengimport data kedalaman (Bathymeteri) 4) Menentukan batas laut 5) Spesifikasi batas-batas 6) Pembentukan mesh 7) Interpolasi batimetri terhadap mesh 8) Memperhalus mesh 3.1.2 Penentuan Waktu Simulasi Dalam melakukan Simulasi permodelan perlu ditentukan terlebih dahulu waktu simulasi
11
yang akan dilakukan dan dihasilkan oleh program DHI MIKE 21. Waktu simulasi akan menentukan tingkat akurasi dari simulasi, semakin banyak time step yang dihasilkan maka kualitas simulasi akan semakin tinggi tetapi akan membebani komputer yang digunakan dan menyebabkan running simulasi akan semakin lama. Dalam Simulasi Permodelan penelitian ini waktu simulasi yang digunakan adalah 15 hari dengan time step interval sebesar 3600 detik dengan jumlah time step sebanyak 360. 3.1.3 Syarat Batas Hal terakhir yang perlu disiapkan untuk Simulasi Permodelan adalah penentuan dan pengaturan syarat batas. Penentuan syarat batas akan menentukan batas–batas area yang akan dimodelkan. Pada syarat batas dilakukan pemberian nilai atribut yang bertujuan untuk membedakan antara daratan dan lautan pada area model. Terdapat enam syarat batas yang digunakan untuk running program Mike 21. Syarat batas terdiri dari tiga batasan laut yang akan dibuka, dua syarat batas untuk darat sesuai tracking garis pantai menggunakan gps dan satu syarat batas untuk sungai yang akan dibuka untuk kecepatan aliran yang berasal dari sungai.
Gambar 4.2 Grafik pasang surut Pantai Lampusatu Kabupaten Merauke
4.2 Pengujian Laboratorium Saringan Sedimen Dalam pengujian ini, pengambilan sampel tanah dilakukan secara langsung. Tanah yang diambil akan disimpan dalam kantong plastik tertutup dilengkapi identitas sebagai contoh tanah terganggu. Contoh tanah ini selanjutnya dikirim ke laboratorium mekanika tanah untuk diuji. Dalam simulasi model transpor sedimen digunakan parameter dari karakteristik sedimen yaitu grain size sediment dan mean size sedimen. Dari hasil rata-rata analisa saringan grain size sedimen sebesar 7.4 dan mean size sedimen 0.32. 4.3 Kecepatan Angin dan Peramalan Gelombang 4.3.1 Fetch Efektif Pantai lampu satu berada di bagian selatan Pulau papua menghadap benua australia, arah datang angin yang berpotensi untuk membangkitkan gelombang adalah dari tenggara, selatan dan barat daya, barat dan barat laut. 4.3.2 Hindcasting Tinggi dan Periode Gelombang
Gambar 3.2 Syarat batas pada program Mike 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pasang Surut Hasil pengamatan pasang surut 15 hari (27 Maret - 10 April 2016) dengan interval waktu 1 jam, dengan pembacaan elevasi muka air bedasarkan acuan titik nol adalah titik nol rambu pasang surut (peilschaal), sebagaimana disajikan dalam Grafik berikut
Gambar 4.3 WindRosse kecepatan angin selama pengamnilan data lapangan 27 maret – 10 April 2016 dan WaveRosse Gelombang hasil hindcasting
Dari hasil pengukuran kecepatan angin, menunjukkan arah datang angin dominan berasal dari arah tenggara dengan kecepatan
12
rata-rata 2.811 m/s dan kecepatan maksimum mencapai 3.86 m/s Dari hasil pengambilan data kecepatan angin dilapangan didapatkan nilai kecepatan angin yang akan digunakan untuk hindcasting tinggi dan periode gelombang. Dari hasil hindcasting gelombang dominan berasal dari arah Tenggara dengan Tinggi gelombang maksimum sebesar 1.75 m dan periode 7.41 s. 4.4 Simulasi Arus Parameter – parameter yang digunakan dalam pemodelan Arus menggunakan bantuan perangkat lunak MIKE 21 Modul Hydrodynamic yaitu dengan memasukkan data time seris pasang surut dan data mash bathimetri akan menghasilkan output berupa current speed dan current direction dalam bentuk area series. Parameter Simulasi Arus : Lama simulasi : 15 hari di Tanggal 27 Maret sampai 10 April Tahun 2016 Banyak step : 360 Rentang waktu/step : 3600 detik (1 jam)/step Output Simulasi : 360 jam Input data : Data Time seris Pasang Surut dan mesh Bathimetri Flood and Dry: Karena model terletak pada daerah dimana flooding and drying sering terjadi maka pada model ini digunakan fasilitas flood and dry. Jika kedalaman air lebih kecil dari wetting depth maka akan diperhitungkan lagi, dan hanya jika kedalaman air lebih kecil dari drying depth maka elemen tersebut dipindahkan dari simulasi. Flooding depth digunakan untuk menentukan suatu elemen flooded (dimasukkan kembali ke dalam perhitungan simulasi). - Drying depth, yaitu kedalaman yang dianggap kering : 0.005 m - Flooding depth, yaitu kedalaman yang diperhitungkan lagi: 0.05 m - Wetting depth, yaitu kedalaman yang dianggap basah : 0.1 m o Eddy Visikosity Eddy type, smagorinsky formulation : 0.28 m2/s constant (default) Bed Resistance Resistance type, chezy number : 30 m1/2/s constan, dipilih setelah dilakukan kalibrasi terhadap pasang surut. Nilai chezy yang
direkomendasikan oleh mike 21 berkisar antara 30-50 m1/2/s Boundary Condition : - BC 0 : daratan - BC 2 – 4 : menggunakan data pasang surut pengamatan - BC 5 : nilai kecepatan arus sungai pengamatan Parameter lain yang tidak disebutkan mengikuti nilai default. Hasil Pemodelan Arus disimulasikan dengan rentang waktu per jam selama 15 hari dan perubahan dari model tersebut di visualisasikan berdasarkan perbedaan gradien warna. Sehingga mudah untuk dilakukan pengamatan dan analisa terhadap hasil simulasi model arus yang terjadi diarea kolam. Pemodelan ini dilakukan pada 4 kondisi yaitu kondisi menuju pasang spring tide, menuju surut spring tide, menuju pasang neap tide, menuju surut neap tide dari pemodelan disekitar area pantai Lampusatu. Dari hasil tersebut bisa dilihat pola Arus akibat adanya pengaruh dari bathimetri dan pasang surut.
Gambar 4.3 Pola arus pada saat air surut (Neap Tide)
Dalam kondisi Neap Tide kecepatan arus pada saat menuju surut di sekitar garis pantai berkisar 0.02 – 0.04 m/s mengarah ke barat daya dan pada saat menuju pasang kecepatan di sekitar garis pantai berkisar 0.02 – 0.06 m/s yang mengarah ke arah timur laut.
13
data gelombang hasil peramalan gelombang (hindcasting) selama 15 hari yaitu bulan maret – april 2016 berupa time series. Parameter lain mengikuti nilai default
Gambar 4.4 Pola arus pada saat Spring Tide
Dalam kondisi Spring Tide kecepatan arus pada saat menuju surut di sekitar garis pantai berkisar 0.03 – 0.06 m/s mengarah ke barat daya dan pada saat menuju pasang kecepatan di sekitar garis pantai berkisar 0.03 – 0.06 m/s yang mengarah ke arah timur laut. 4.5 Simulasi Gelombang Dalam simulasi ini gelombang berasal dari suatu model numerik regional yang berperan sebagai syarat batas untuk simulasi gelombang lokal. Parameter – parameter yang digunakan dalam pemodelan gelombang menggunakan bantuan perangkat lunak MIKE 21 Modul Spatial Wave yaitu dengan memasukkan data time seris kecepatan angin, data time seris tinggi dan periode gelombang, data area seris dari hasil permodelan arus dan data mash bathimetri akan menghasilkan output berupa wave hight ,wave period, wave direction dalam bentuk area series. Parameter Simulasi Gelombang : Lama simulasi : 15 hari di Tanggal 27 Maret sampai 10 April Tahun 2016 Banyak step : 360 Rentang waktu/step : 3600 detik (1 jam)/step Output Simulasi : 360 jam Water Level Conditions : water level variation dari simulasi hydrodynamic (HD) Data angin dari pengambilan data lapangan dianggap mewakili angin yang ada di sekitar lokasi kajian Boundary Conditions : Data yang digunakan pada boundary conditions adalah
Hasil pemodelan gelombang disimulasikan dengan rentang waktu per jam selama 15 hari dan perubahan dari model tersebut di visualisasikan berdasarkan perbedaan gradien warna. Sehingga mudah untuk dilakukan pengamatan dan analisa terhadap hasil simulasi model gelombang yang terjadi diarea pantai. Pemodelan ini dilakukan pada 3 kondisi yaitu kondisi gelombang tertinggi dari arah barat laut dan tenggara dari pemodelan disekitar area pantai Lampusatu. Dari hasil tersebut bisa dilihat pola gelombang akibat adanya pengaruh dari bathimetri, arus, dan penempatan Geobag. Dari hasil hindcasting terlihat bahwa gelombang terjadi didominasi dari arah Tenggara. Dari hasil simulasi SW didapatkan parameter gelombang yaitu tinggi signifikan gelombang dan arah gelombang.
Gambar 4.5 Grafik tinggi dan arah gelombang laut dan garis pantai
Gambar 4.6 (a) Gelombang tertinggi dari arah barat dengan Hmax : 1.75 m dan T : 7.39 detik (b) Gelombang tertinggi dari arah tenggara dengan Hmax : 1.66 m dan T : 7.41 detik
Gelombang tertinggi yang berasar dari arah barat akan sedikit berbelok kearah timur laut semakin dekat dengan garis pantai dan akan sampai di garis pantai dengan ketinggian
14
berkisar antara 0 - 0.1 m.. Gelombang tertinggi yang berasar dari Tenggara akan berbelok mengikuti kontur pantai kearah timur laut semakin dekat dengan garis pantai dan akan sampai di garis pantai dengan ketinggian berkisar antara 0.0 – 0.1 m. 4.6 Simulasi Transport Sediment Parameter – parameter yang digunakan dalam pemodelan sedimen transport menggunakan bantuan perangkat lunak MIKE 21 Non Cohesive Sediment Transport yaitu dengan memasukkan data area seris dari hasil permodelan gelombang, data area seris dari hasil permodelan arus dan data mash bathimetri akan menghasilkan output berupa bad elevation change, deapth flow dan total load dalam bentuk area series. Parameter Simulasi Gelombang : Lama simulasi : 15 hari di Tanggal 27 Maret sampai 10 April Tahun 2016 Banyak step : 360 Rentang waktu/step : 3600 detik (1 jam)/step Output Simulasi : 360 jam Butiran sedimen D50, yang diperoleh dari hasil analisa ayakan sedimen Forcing parameter ini dihasilkan dari out put modul SW, berupa tinggi gelombang, periode gelombang dana rah gelombang Boundary Condition : Jenis boundary condition yang digunakan untuk semua batas adalah zero sediment flux gradient Parameter lain mengikuti nilai default Hasil pemodelan sedimen transport disimulasikan dengan rentang waktu per jam selama 15 hari dan perubahan dari model tersebut di visualisasikan berdasarkan perbedaan gradien warna. Sehingga mudah untuk dilakukan pengamatan dan analisa terhadap hasil simulasi model sedimen transport yang terjadi diarea pantai. Pemodelan ini dilakukan pada satu kondisi pada saat akhir waktu pengamatan disekitar area pantai Lampusatu. Dari hasil tersebut bisa dilihat berapa perubahan ketinggian dasar akibat sedimentasi.
Gambar 4.7 Perubahan elevasi dasar dan Total Load transport sediment
Setelah disimulasikan selama 15 hari terlihat perubahan ketinggian dasar di daerah 50 m dari garis pantai akan mengalami penurunan elevasi akibat erosi sekitar -0.10 m - -0.05 m dan setelah 50 m dari garis pantai akan mengalami kenaikan elevasi akibat sedimentasi sebesar 0.000 m – 0.005 m. Berdasarkan hasil penelitian pola transport sedimen berasal dari sungai maro menuju daerah pantai lampusatu, daerah yang berpotensi mengalami erosi terbesar yaitu daerah sejauh 50 m dari garis pantai lampusatu berkisar antara
15
1050 – 1200 m3/th setelah jarak itu transport sediment berkurang berkisar antara 0-150 m3/th. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari pembahasan sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : a. Dalam kondisi Neap Tide kecepatan arus pada saat menuju surut di sekitar garis pantai berkisar 0.02 – 0.04 m/s mengarah ke barat daya dan pada saat menuju pasang kecepatan di sekitar garis pantai berkisar 0.02 – 0.06 m/s yang mengarah ke arah timur laut. b. Dalam kondisi Spring Tide kecepatan arus pada saat menuju surut di sekitar garis pantai berkisar 0.03 – 0.06 m/s mengarah ke barat daya dan pada saat menuju pasang kecepatan di sekitar garis pantai berkisar 0.03 – 0.06 m/s yang mengarah ke arah timur laut. c. Gelombang tertinggi yang berasar dari arah barat akan sedikit berbelok kearah timur laut semakin dekat dengan garis pantai dan akan sampai di garis pantai dengan ketinggian berkisar antara 0 - 0.1 m.. d. Gelombang tertinggi yang berasar dari Tenggara akan berbelok mengikuti kontur pantai kearah timur laut semakin dekat dengan garis pantai dan akan sampai di garis pantai dengan ketinggian berkisar antara 0.0 – 0.1 m. e. Setelah disimulasikan selama 15 hari terlihat perubahan ketinggian dasar di daerah 50 m dari garis pantai akan mengalami penurunan elevasi akibat erosi sekitar -0.10 m - -0.05 m dan setelah 50 m dari garis pantai akan mengalami kenaikan elevasi akibat sedimentasi sebesar 0.000 m – 0.005 m. f. Berdasarkan hasil penelitian pola transport sedimen berasal dari sungai maro menuju daerah pantai lampusatu, daerah yang berpotensi mengalami erosi terbesar yaitu daerah sejauh 50 m dari garis pantai lampusatu berkisar antara 1050 – 1200 m3/th setelah jarak itu transport sediment berkurang berkisar antara 0-150 m3/th. 5.2 Saran a. Untuk simulasi model, sebaiknya dilakukan running program dengan waktu simulasi yang lebih lama sehingga hasil simulasi lebih akurat. b. Dalam pembuatan simulasi model transpor material sedimen perlu diperhatikan beberapa
parameter yang akan dimasukkan seperti angin, gelombang, gerak kapal, dan sungai. Hal ini dimaksudkan agar model yang dihasilkan dapat mengacu pada kondisi lapangan. c. Diperlukan penelitian yang lebih mendalam mengenai simulasi model transpor material sedimen yang diangkut oleh sungai. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2016. Merauke Dalam Angka, CV. Sekar Wangi, Merauke CERC (1984), Shore Protection Manual, Washington: US Army Coastal Engineering Research Center. CERC (2002), Costal Engineering Manual, Washington: US Army Coastal Engineering Research Center. DHI Mike. 2007. Flow Model Flexible Mesh. DHI Software DHI Mike. 2012. Mesh Generator step-bystep training guide. DHI Software DHI Mike. 2007. Sedimen Transport. DHI Software Haerik, Muhammad Imran. Hatta, Mukhsan Putra. Mustari, A Subhan. 2016. Studi Pola Transport Sediment Pantai Lampu Satu. Merauke. disajikan pada Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan ISOI. 1 - 2 desember 2016. Surabaya. Triatmodjo, Bambang, 1999, Teknik Pantai, Beta Offset, Yogyakarta. Yuwono, Nur. 1998, Pedoman Teknis Perencanaan Tanggul atau tembok laut, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
16