PENENTUAN KUANTITAS PERSEDIAAN BAHAN BAKU GUNA MENUNJANG KELANCARAN PRODUKSI (Studi Kasus di Pt Indonesia Rubber Pandaan Pasuruan) (Determination of Raw Material Inventory Quantity for Supporting Production Process) (Case Study at PT Indonesia Rubber Pandaan Pasuruan)
Suharmiaty Dosen Tetap Akademi Manajemen Kesatuan
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Penelitian ini berusaha untuk memecahkan permasalahan kurang tepatnya penentuan kuantitas persediaan bahan baku di perusahaan yang mengganggu kelancaran proses produksi. Hipotesis penelitian ini adalah belum tepatnya perusahaan dalam menentukan kuantitas persediaan bahan baku karet karena perusahaan kurang memperhatikan kebutuhan bahan baku, kemungkinankemungkinan, serta akibat-akibat yang dapat mempengaruhi jalannya proses produksi.
Setiap Perusahaan apa pun bentuknya akan selalu berusaha untuk tetap menjaga kelangsungan hidup perusahaannya. Masalah penentuan kuantitas persediaan bahan baku merupakan salah satu aspek penting dalam kelangsungan suatu usaha karena bahan baku merupakan hal yang menyangkut kebijaksanaan investasi dan kelanjutan proses produksi. Kekurangan persediaan bahan baku akan mengganggu pelaksanaan produksi, sebaliknya persediaan yang berlebihan akan berarti terlalu banyak modal yang menumpuk pada persediaan, keduanya bagi perusahaan kurang menguntungkan.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa hipotesis dapat diterima sehingga perlu dilakukan langkah-langkah dalam rangka mengatasi masalah tersebut antara lain dengan: (1) menentukan pembelian yang ekonomis, (2) menentukan persediaan minimum dan maksimum, (3) menentukan reorder point, dan (4) memisahkan tanggung jawab fungsional secara tepat. Kata kunci: Manajemen produksi, bahan baku, EOQ, proses produksi.
Beranjak dari pertimbangan tersebut diatas perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang bersifat menghambat/mendorong atas terjadinya permasalahan yang menyangkut persediaan bahan baku. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut akan dapat dirumuskan alternatif pemecahannya.
METODE PENELITIAN ABSTRACT This research was aimed at solving the problem in determining raw material quantity at the company that disturbs production process activities. The hypothesis of this research was the determination of raw material quantity in the company was not well-established because the company was not very concern to raw material demand and possibilities and effects that can influence production process activities. The result of this study has shown that the hypothesis was accepted, therefore it is necessary to take some actions in order to solve the problem namely: (1) determining more economic procurement system, (2) establishing maximum and minimum inventory, (3) determining reorder point, and (4) separating functional responsibilities precisely. Keywords: Production management, raw material, EOQ, production process.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Penelitian Lapangan Dilakukan untuk memperoleh data mengenai sesuatu masalah dengan cara mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek penelitian. Adapun pengumpulan data yang dilakukan dengan cara: (1) interview/wawancara dengan orang-orang yang berwenang dalam perusahaan, dan (2) Penyebaran kuesioner kepada orang yang berwenang di perusahaan sehubungan dengan masalah yang dibahas yaitu mengenai penentuan kuantitas persediaan bahan baku karet guna menunjang kelancaran produksi.
2.
Penelitian Kepustakaan Data diperoleh dengan mempelajari buku-buku kepustakaan. Hal ini dilakukan guna mendapat landasan teoritis sebagai dasar dalam melakukan penelitian dan penulisan.
Suharmiaty, Penentuan Kuantitas Bahan Baku Guna Menunjang Kelancaran Produksi, 21 - 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis data rencana dan realisasi pemenuhan bahan baku diperoleh gambaran kondisi proses produksi di perusahaan sebagai berikut: (1) tidak ada ketentuan pasti berapa seharusnya bahan baku karet yang dibeli oleh perusahaan setiap kali pesan, (2) tidak adanya ketentuan persediaan minimum yang harus ada dalam gudang, (2) tidak adanya ketentuan pasti persediaan bahanbahan karet yang harus ada dalam gudang perusahaan, dan (4) tidak adanya keseimbangan antara jumlah bahan baku karet yang masuk dan keluar atau pemakaian setiap bulannya. Beberapa faktor yang menjadi sebab munculnya fenomena di dalam perusahaan tersebut adalah: (1) adanya pembelian bahan baku karet yang kurang teratur, (2) kurang teraturnya pemakaian bahan baku karet, dan (3) tidak ada tenaga ahli yang khusus dalam menangani pengawasan persediaan bahan baku. Data pembelian bahan baku perusahaan memperlihatkan bahwa jumlah pembelian bahan baku karet belum tepat dan teratur. Hal ini dapat dilihat pada bulanbulan tertentu dimana jumlah pembelian berada di bawah jumlah kebutuhan atau pembelian yang telah direncanakan yang disebabkan oleh pembelian yang tidak didasarkan pertimbangan biaya yang paling ekonomis, tetapi hanya menggunakan sistem taksiran saja. Disamping itu, perusahaan ternyata tidak memiliki tenaga ahli di bidang pergudangan dan pengawasan serta persediaan bahan baku. Perusahaan hanya menempatkan tenaga kerja biasa sebagai pengawas persediaan bahan baku karet. Beberapa langkah yang dapat diambil oleh perusahaan dalam memecahkan persoalan yang ada adalah: (1) mengadakan persediaan bahan baku karet yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengawasan persediaan dengan jalan menentukan pembelian dengan biaya yang ekonomis (EOQ), menentukan persediaan minimum (safety stock), menentukan persediaan maksimum, dan menentukan pemesanan kembali (reorder point), (2) mengadakan penetapan cara alokasi penggunaan bahan baku karet, dan (3) mengadakan pengawasan gudang dengan cara menciptakan neraca yang teratur. Penyediaan bahan baku karet yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengawasan persediaan memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya antara lain adalah: (1) lancarnya proses produksi dapat terjamin karena perusahaan dapat menentukan jumlah pembelian yang optimal (ekonomis), disamping perusahaan dapat mengetahui jumlah persediaan yang paling kecil dan paling besar, (2) dapat diketahui kapan pemesanan kembali dilakukan, dengan keterlambatan bahan baku yang dipesan dapat diatasi, (3) dapat dihindarkan pemborosan pengeluaran biaya pesanan bahan baku, penyimpanan dan sebagainya, dan (4) kerusakan bahan baku relatif kecil. Di 22
lain pihak, kelemahan prinsip-prinsip pengawasan, terutama bagi perusahaan kecil, adalah: (1) memerlukan tambahan tenaga kerja, dan (2) jika dilakukan peningkatan produksi dengan mendadak dalam jumlah yang cukup besar maka tidak mungkin hal ini dapat terpenuhi sebab jumlah telah ditetapkan dalam batas-batas sebelumnya. Penetapan cara alokasi penggunaan bahan baku karet juga memiliki juga kebaikan dan kelemahan. Kebaikannya adalah besarnya pemesanan kembali, jumlah pemasukan, dan jumlah pemakaian bahan baku dapat diatur baik dalam waktu maupun jumlahnya serta kekhawatiran untuk kekurangan bahan baku dalam waktu mendadak dapat teratasi. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tambahan tenaga kerja dan biaya. Pengawasan gudang dengan cara menciptakan neraca gudang yang teratur juga memiliki konsekuensi kunggulan dan kelemahan. Kebaikannya adalah pembelian bahan baku dapat diketahui pada setiap period, dapat memerinci pemakaian bahan baku dalam gudang dan pemesanan kembali dapat dengan mudah diketahui. Sedangkan kelemahannya adalah kelalaian pencatatan dalam gudang dapat mengacaukan sistem persediaan bahan baku, adanya pekerjaan yang lebih rumit bagi kepala bagian gudang dan bagian gudang tidak boleh merangkap pekerjaan. Dengan asumsi bahwa rencana produksi dan kebutuhan bahan baku karet tetap, keuangan perusahan mencukupi untuk melealisir semua rencana yang akan dilaksanakan dimasa yang akan datang, kenaikan harga bahan dapat diatasi, tidak adanya kesulitan dalam mendaptkan bahan baku dan persoalan diluar perusahaan dapat diatasi, maka beberapa langkah pemecahan masalah penyediaan bahan baku berikut ini dapat dilaksanakan. 1. Menentukan pesanan yang paling optimal (EOQ). Dalam menentukan pesanan/pembelian yang paling ekonomis (EOQ) dapat dipergunakan rumus :
EOQ =
2 xRxS PxI
Dimana : R= Jumlah pesanan (dalam unit) ynag dibutuhkan selama satu periode, misalnya satu tahun. S = Biaya pemesanan setiap kali pesan P = Harga pembelian per unit / per kg barang I = Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang yang dinyatakan dalam persentase. Penggunaan rumus ini didasarkan suatu asumsi bahwa: (1) harga konstan, (2) jumlah kebutuhan bahan baku sudah dapat ditentukan lebih dahulu secara pasti untuk penggunaan selama satu periode atau satu tahun, (3) setiap saat dibutuhkan bahan baku yang selalu tersedia di pasaran, Jurnal Ilmiah Kesatuan, No. 2, Vol. 3, Oktober 2001
Suharmiaty, Penentuan Kuantitas Bahan Baku Guna Menunjang Kelancaran Produksi, 21 - 27
(4) penggunaan bahan baku selalu pada tingkat yang tetap secara kontinyu, dan (5) pesanan diterima persis pada saat tingkat persediaan sama dengan nol berada di atas safety stock. Perhitungan biaya bahan baku berupa karet saja adalah sebagai berikut: Untuk tahun 1986 - Jumlah pemakaian bahan baku karet berdasarkan target produksi tahun 1986.
1. 2. 3. 4.
Kebutuhan bahan baku karet selama satu tahun sebesar 582.000 kg. Harga per kg Rp 3.300 Biaya pemesanan untuk setiap kali pesan sebesar Rp 25.000 Biaya penyimpanan dan pemeliharaan 1, 096 %
Jadi EOQ
Bahan baku karet = 428.000 kg x Rp 3.300 = Rp 1.920.600.000
=
2 x 582 . 000 x 25 . 000 3 . 300 x 1, 096 %
29.100.000.000 36,168
= 840.578.633 = 28.365.095 kg, atau dibulatkan = 28.365 kg.
2.250.000 x 100 % 1.920.600.000
Jadi dalam tahun 1986 pembelian bahan baku karet dapat dilakukan pemasaran banyak
= 0.117 % − Biaya peralatan dan penghapusan alat-alat serta administrasi gudang Rp 68.000 per bulan atau Rp 816.000 per tahun atau 816.000 dengan prosentase = %
x 100 % = 0,042 1.920.600.000
− Biaya asuransi, biaya bunga, kurangnya bahan baku, dan biaya lainnya sebesar = Rp 10.000.000 per tahun, atau 10.000.000 dengan prosentase =
2 x R xS P x I
=
- Upah dan gaji tenaga pelaksana pergudangan sebesar Rp 187.500 per bulan atau Rp 2.250.000 atau
dengan prosentase =
=
x 100 % = 0,575 % 1.920.600.000
− Kemungkinan kerusakan bahan baku, kurangnya bahan baku, dan biaya lainnya sebesar Rp 7.000.000 per tahun atau
582.000 =
= 20,52 kali 28.365
atau dibulatkan = 21 kali Pembelian berdasarkan Economic Order Quantity (EOQ) dalam setiap bulannya adalah 21:12 = 1,75 kali atau 2 kali (dibulatkan). Untuk tahun 1987 - Jumlah pemakaian bahan banku karet berdasarkan rencana produksi 1987. Bahan baku karet = 600.000 kg x Rp 3.750 = Rp 2.250.000.000 - Upah dan gaji tenaga pelaksana pergudangan sebesar Rp 210.000 per bulan atau Rp 2.520.000 per tahun atau dengan prosentase adalah sebesar = 2.520.000
7.000.000 dengan prosentase =
x 100 % = 0,112 % x 100 % = 0,364 %
2.250.000.000
1.920.600.000 Dengan demikian besarnya biaya penyimpanan dan pemeliharaan dalam gudang (storage cost) adalah = 0,117% + 0,042% + 0,573% + 0,364% = 1,096% per tahun. Selanjutnya dapat dihitung besarnya pembelian yang paling ekonomis (EOQ) dari bahan baku karet sebagai berikut:
Jurnal Ilmiah Kesatuan, No. 2, Vol. 3, Oktober 2001
- Biaya peralatan dan penghapusan alat-alat serta administrasi gudang sebesar = Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun atau dengan prosentase = 900.000 x 100 % = 0,04 % 2.250.000.000
23
Suharmiaty, Penentuan Kuantitas Bahan Baku Guna Menunjang Kelancaran Produksi, 21 - 27
- Biaya asuransi, biaya bunga, dan pajak sebesar Rp 12.500.000 per tahun, atau dengan prosentase sebesar =
Pembelian berdasarkan Economic Order Quantity (EOQ) dalam setiap bulannya adalah = 20:12 = 1,67 kali, atau 2 kali (dibulatkan).
12.500.000 x 100 % = 0,556 % 2.250.000.000 - Kemungkinan kerusakan bahan baku, kurangnya bahan baku karet, dan biaya lainnya sebesar Rp 7.500.000 per tahun, atau dengan prosentase sebesar = 7.500.000 x 100 % = 0,333 % 2.250.000.000 Dengan demikian besarnya biaya penyimpanan dan pemeliharaan dalam gudang (storage cost) adalah = 0,112% + 0,04% + 0,556 %+ 0,333% = 1,04 % per tahun. Selanjutnya dapat dihitung besarnya pembelian yang paling ekonomis (EOQ) dari bahan bakukaret sebagai berikut: - Kebutuhan bahan baku karet selama tahun 1987 sebesar 600.000 kg - Biaya pemesanan untuk setiap kali pesan sebesar Rp 30.000 - Harga per kg Rp 3.750 - Biaya penyimpanan dan pemeliharaan = 1,04 per tahun Jadi EOQ =
=
=
2 xRxS PxI 2 x600.000 x30.000 3.750 x1,04% 36.000.000.000 39
=
923.076.923,1
= 30.382,18 kg, atau dibulatkan menjadi: = 30.382 kg.
2. Menentukan minimum dan maksimum persediaan bahan baku karet a) Menentukan minimum persediaan bahan baku karet. Berdasarkan data perusahaan, persediaan minimum dapat dihitung sebagai berikut: Untuk tahun 1986 - Kebutuhan bahan baku karet berdasarkan target produksi dalam satu bulan untuk tahun 1986 sebesar 48.500 kg - Jumlah hari kerja tiap bulan 25 hari - Kebutuhan dalam satu hari =
48.500 = 1.940 kg 25 - Lama pemesanan 3 hari. Maka besarnya persediaan minimum: 3 x 1.940 kg = 5.820. Untuk tahun 1987 - Kebutuhan bahan baku karet dalam satu bulan tahun 1987 berdasarkan target produksi sebesar 50.000 kg (lihat tabel 4) - Jumlah hari kerja tiap bulan 25 hari - Lamanya pemesanan 3 hari - Kebutuhan dalam satu hari =
50.000 = 2.000 kg. 25 Maka besarnya persediaan minimum 3 x 2.000 kg = 6.000 kg. Jadi besarnya persediaan minimum untuk bahan baku karet selama tahun 1986 adalah = 5.820 kg, dan selama tahun 1987 adalah 6.000 kg. Persediaan ini harus dipertahankan agar proses produksi tidak terganggu. b). Menentukan persediaan bahan baku karet maksimum.
Jadi dalam tahun 1987 pembelian bahan baku karet dapat dilakukan pesanan sebanyak =
600.000 = 19,75 kali atau 20 kali (dibulatkan). 30.382
24
Untuk tahun 1986 : - Jumlah pembelian yang paling ekonomis 28.365 kg. - Persediaan minimum sebesar 5.820 kg. Jadi besarnya persediaan maksimum = 28.365 kg + 5.820 kg = 34.185 kg.
Jurnal Ilmiah Kesatuan, No. 2, Vol. 3, Oktober 2001
Suharmiaty, Penentuan Kuantitas Bahan Baku Guna Menunjang Kelancaran Produksi, 21 - 27
Untuk tahun 1987 - Jumlah pembelian yang paling ekonomis 30.382 kg - Persediaan minimum sebesar 6.000 kg. Jadi besarnya persediaan maksimum adalah = 30.382 kg + 6.000 kg = 36.382 kg. Hasil penghitungan persediaan tersebut dapat dijadikan pedoman dalam penyediaan bahan baku untuk menunjang kelancaran jalannya proses produksi, sehingga tercapailah suatu persediaan yang optimal dan menguntungkan baik dari segi keamanan maupun pertimbangan-pertimbangan ekonomi lainnya. 3. Menentukan reorder point. Oleh karena pesanan memerlukan waktu atau lead time, maka sebelum bahan baku yang ada habis dipakai perlu segera dilakukan pesanan kembali, sehingga persis setelah pesanan datang, bahan baku sama dengan nol atau di atas safety stock. Penentuan reorder point yang dilakukakan perusahaan sama dengan besarnya safety stock dan kebutuhan selama lead time. Dengan demikian dapat diketahui: Untuk tahun 1986 - Safety stock (persediaan minimum) = 5.820 kg - Jumlah waktu lamanya pesanan 3 hari - Kebutuhan tiap hari 1.940 kg Re Order Point : Safety Stock Kebutuhan selama lead time (3 x 1.940 kg) Re Order Point tahun 1986
= 5.820 kg = 5.820 kg + = 11.640 kg
Untuk tahun 1987 - Safety stock (persediaan minimum) = 6.000 kg - Jumlah waktu lamanya pesanan 3 hari - Kebutuhan tiap hari 2.000 kg Re Order Point Safety stock Kebutuhan selama lead time (3 x 2.000) Re Order Point tahun 1987
= 6.000 kg = 6.000 kg + = 12.000 kg
Dengan demikian apabila perusahaan melakukan pesanan kembali sesudah persediaan kurang dari 11.640 kg (tahun 1986) dan 12.000 kg (tahun 1987). Kenyataannya perusahaan telah melanggar safety stock karena pada waktu pemesanan datang terpaksa mengambil bahan baku dari safety stock. Gambaran ringkas hasil penghitungan adalah sebagai berikut:
Jurnal Ilmiah Kesatuan, No. 2, Vol. 3, Oktober 2001
Tabel 1. Persediaan Minimum, EOQ, Re Order Point dan Persediaan Maksimum Table 1. Minimum Stock, EOQ, Re Order Point and Maximum Stock No 1 2 3 4
Keterangan Persediaan Minimum EOQ RE Order Point Persediaan Maximum
Bahan Baku Karet (tahun 1986) 5.820 kg 28.365 kg 11.640 kg 34.185 kg
Bahan Baku Karet (tahun 1987) 6.000 kg 30.382 kg 12.000 kg 36.382 kg
Jumlah biaya (total cost) yang dikelurkan terdiri dari 2 jenis biaya yaitu pesanan (order cost) dan carrying dapat diperoleh dengan formula sebagai berikut:
TC =
R Q xS+ xPxI S 2
dimana, TC = Total cost R = Kebutuhan bahan baku selama 1 tahun Q = Jumlah pesanan dengan biaya optimal S = Biaya pesanan untuk setiap kali pesan P = Harga bahan baku per unit, atau per KG I = Biaya inventory per unit, atau biaya penyimpanan dan pemeliharaan dalam gudang Untuk tahun 1986 a) Sebelum adanya EOQ. - Kebutuhan karet 1 tahun = 582.000 kg - Jumlah setiap kali pesan 547.841 kg : 12 45. 653,42 kg atau (dibulatkan 45.653 kg) - Biaya setiap kali pesan Rp 25.000 - Harga bahan baku karet per kg Rp 3.300 - Biaya inventory 1,096 % per tahun.
TC =
582.000 45.653 Rp25.000+ Rp3.300 x 1,096% 45.653 2
= Rp 318.708,52 + 825.588,85 = Rp 1.144.297,37 b) Berdasarkan EOQ - Kebutuhan karet 1 tahun 582.000 kg - Jumlah setiap kali pesan (EOQ) 28.365 kg - Biaya setiap kali pesan Rp 25.000 - Harga bahan baku karet per kg Rp 3.300 - Biaya bahan dalam gudang sebesar 1,04 %
25
Suharmiaty, Penentuan Kuantitas Bahan Baku Guna Menunjang Kelancaran Produksi, 21 - 27
582.000 28.365 TC = Rp25.000 + Rp3.750 x 1,04% 28.365 2 = Rp 512.956,11 + Rp 512.952,66 = Rp 1.025.908,77 Dengan demikian jelaslah bahwa setiap adanya penyelesaian berdasarkan EOQ, jumlah biaya yang tertanam dalam persediaan bahan baku serta jumlah biaya yang menjadi tanggungan perusahaan terdapat penghematan sebesar = Rp 1.144.297,37 Rp 1.025.908,77 = Rp 118.388,60 Untuk tahun 1987 a) Sebelum adanya EOQ - Kebutuhan karet 1 tahun - Jumlah setiap kali pesan
= 600.000 = 562.271 : 12 = 46.856 kg - Harga bahan baku karet / kg = Rp 3.750 - Biaya setiap kali pesan = Rp 30.000 - Biaya inventory sebesar = 1,04 %
600.000 48.856 TC = Rp30.000 + Rp3.750 x 1,04% 46.856 2 = =
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Penentuan jumlah bahan baku karet yang tidak teratur disebabkan kurangnya pengawasan persediaan. Timbulnya masalah yang dihadapi perusahaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) perusahaan belum mempunyai pedoman yang pasti dalam hal penyediaan bahan baku karet, (2) pelaksanaan pengawasan persediaan yang kurang baik karena persediaan minimum kurang diperhatikan dan persediaan maksimum hanya didasarkan pengalaman. Langkah-langkah dalam mengatasi masalah tersebut yaitu dengan manajemen persediaan bahan baku karet yang sesuai dengan prinsip-prinsip inventory control, yang meliputi: (1) menentukan pembelian yang ekonomis, (2) menentukan persediaan minimum dan maksimum, (3) menentukan re order point, dan (4) memisahkan tanggung jawab fungsional secara tepat.
B. SARAN 1.
perlu dibentuk suatu departemen khusus dalam struktur organisasi perusahaan yaitu departemen perencanaan pengadaan bahan baku karet serta pengawasannya. Hal ini untuk menjamin penentuan kuamtitas persediaan bahan baku karet sesuai dengan kebutuhan produksi.
2.
Meningkatkan personal dalam gudang supaya lebih mudah mengatasi deviasi antara target dan realisasi penggunaan bahan baku karet.
3.
Perlu adanya perbaikan terhadap administrasi barang (bahan baku karet) dalam gudang sehubungan dengan penggunaannya untuk keperluan produksi. Hal ini dapat melakukan dengan membuat kartu-kartu barang yang masuk dan yang keluar atau siap dipergunakan untuk proses produksi.
Rp 384.155,71 + Rp 913.692 Rp 1.297.847,71
b) Berdasarkan EOQ - Kebutuhan karet 1 tahun - Jumlah setiap kali pesan (EOQ) - Harga bahan baku karet / kg - Biaya setiap kali pesan - Biaya bahan dalam gudang
TC =
= 600.000 kg = 30.382 kg = Rp 3.750 = Rp 30.000 = 1.04 %.
600.000 30.382 Rp30.000 + Rp3.750 x 1,04% 30.382 2
= Rp 592. 456 + 592.449 = Rp 1.184.905
DAFTAR PUSTAKA Dengan demikian jelaskah bahwa setiap adanya penyelesaian berdasarkan EOQ, jumlah biaya yang tertanam dalam persediaan bahan baku serta jumlah biaya yang menjadi tanggungan perusahaan terdapat penghematan sebesar = Rp 1.297.848 - Rp 1.184.905 = Rp 112.943.
Nitisemito, A.S. 1984. Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keenam. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. Ahyari., A. 1985. Management Produksi – Pengendalian Produksi, Edisi III. BPFE. Yogyakarta. Riyanto, B. 1980. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi II, Cetakan IV. Gajah Mada. Yogyakarta. Gozali.
1973. Production Management. Yogyakarta.
PenerbitUGM.
Harsono. 1984. Manajemen Pabrik. Penerbit Balai Aksara. Jakarta. 26
Jurnal Ilmiah Kesatuan, No. 2, Vol. 3, Oktober 2001
Suharmiaty, Penentuan Kuantitas Bahan Baku Guna Menunjang Kelancaran Produksi, 21 - 27 Syamsudin, L. 1985. Manajemen Keuangan Perusahaan , Cetakan keenam. Penerbit PT. Hanandita. Yogyakarta.
Alwi, S. 1982. Alat-alat Analisa Dalam Pembelanjaan. Bagian Penerbit Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Assauri, S. 1980. Managemen Produksi, Edisi III. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Surachman, W. 1980. Dasar-dasar Research Pengantar Methodolgi Ilmiah. Penerbit Tarsito. Bandung.
Jurnal Ilmiah Kesatuan, No. 2, Vol. 3, Oktober 2001
27