PENENTUAN JENIS SARANA PENANGANAN SAMPAH MELALUI PENDEKATAN TIPOLOGI PERMUKIMAN DI KOTA TANGERANG
SUPRIYATNO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penentuan Jenis Sarana Penanganan Sampah Melalui Pendekatan Tipologi Permukiman di Kota Tangerang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Supriyatno NIM A156120214
RINGKASAN SUPRIYATNO. Penentuan Jenis Sarana Penanganan Sampah Melalui Pendekatan Tipologi Permukiman di Kota Tangerang. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan SOEKMANA SOMA. Selama paradigma pengelolaan sampah masih berpola kumpul-angkutbuang, peningkatan volume sampah akan senantiasa membebani kota karena adanya keterbatasan luasan dan kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang sampai saat ini masih dijadikan sebagai tempat penimbunan sampah terakhir. Keterbatasan inilah yang menjadikan pengurangan dan pengelolaan sampah di sumber, baik pada tingkat individu maupun komunitas, menjadi suatu kebutuhan yang perlu disegerakan. Salah satu komponen yang mempengaruhi upaya pengurangan sampah melalui pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat adalah ketersediaan sarana penanganan sampah dan peran serta masyarakat sebagai penghasil sampah. Indikator keberhasilan pelaksanaan 3R yang lebih penting adalah bagaimana mendorong perubahan sikap dan pola pikir masyarakat menuju pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk merumuskan penyediaan sarana penanganan sampah rumah tangga yang sesuai dengan karakteristik fisik dan karakter masyarakat di permukiman melalui: (1) identifikasi tipologi permukiman di Kota Tangerang dalam pengelolaan sampah, (2) mengidentifikasi faktor dominan yang berpengaruh terhadap pemilihan jenis sarana penanganan sampah, dan (3) merumuskan prioritas jenis sarana penanganan sampah berbasis masyarakat berdasarkan tipologi permukiman. Alat analisis yang digunakan antara lain (1) analisis spasial melalui interpretasi visual citra satelit resolusi tinggi, (2) analisis deskriptif terhadap karakter masyarakat dalam penanganan sampah, (3) Analytical Hierarchy Process (AHP), dan (4) Multi Criteria Decision Making (MCDM) metode Technique for Order Performance by Similiarity to Ideal Solution (TOPSIS). Untuk mengidentifikasi tipologi permukiman digunakan kombinasi analisis spasial dan analisis deskriptif terhadap hasil wawancara dan kuesioner yang dibagikan ke warga permukiman. Dari kombinasi analisis ini dihasilkan 12 tipologi permukiman yang menggambarkan karakteristik fisik lingkungan dan karakter masyarakat yang berpengaruh dalam pengelolaan sampah. Berdasarkan hasil AHP mengenai persepsi stakeholders terhadap faktorfaktor yang disyaratkan dalam pedoman umum pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat di kawasan permukiman, didapatkan bahwa tidak ada faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan jenis sarana penanganan sampah, dengan kisaran bobot antara 8-17 %. Jenis sarana penanganan sampah yang menjadi prioritas berdasarkan tipologi permukiman didapatkan dengan bantuan alat analisis MCDM-TOPSIS. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa terdapat 6 kelompok permukiman yang dikelompokkan menurut prioritas jenis sarana penanganan sampahnya. Kata kunci : AHP, MCDM-TOPSIS, 3R, sarana penanganan sampah, tipologi permukiman
SUMMARY SUPRIYATNO. Determining the type of Solid-Waste Treatment Facility by Residential Typology Approach In Tangerang City. Under direction of KOMARSA GANDASASMITA and SOEKMANA SOMA. As long as waste management paradigm is still collect-transpot-dump patterned, the increase in the volume of waste will continue burdening the city due to the capacity limitation on final disposal area. This limitation makes the reduction in and waste management from the household, both at the individual and community level, becomes a necessity that needs to be expedited. One of the components that affect waste reduction efforts through an integrated waste management 3R is the availability of community-based waste management and community participation as a waste generator. The most important indicators of successful the 3Rs implementation is how to encourage a change in attitude and mindset of the people towards environmentally and sustainability of waste management. This study aims to formulate the provision of domestic waste treatment facility in accordance with the physical characteristics and the character of the people in the residential through: (1) identification of the residential typology in the city of Tangerang based on its waste management, (2) identify the dominant factors that influence the choice of waste management facilities, and (3) to formulate the priority of different types of solid-waste treatment facility based on residential typology. Analysis tools used include (1) spatial analysis through visual interpretation of high-resolution satellite imagery, (2) descriptive analysis of the community character in waste management, (3) Analytical Hierarchy Process (AHP), and (4) Multi-Criteria Decision Making ( MCDM) by Technique for Order Performance by Similiarity to Ideal Solution (TOPSIS) method. In order to identify the residential typology used a combination of spatial analysis and descriptive analysis of the interviews and questionnaires were distributed to the residents. The result of this combination is 12 residential typology that describes the physical characteristics of the environment and character of the people that influential in waste management. Based on the results of AHP by stakeholders perception of the factors required under the general guidelines for community-based 3R waste management in residential areas, it was found that none of the factors very determinant for the waste management facilities choice, with a weight range between 8-17%. The priority type of solid-waste management facilities based on residential typology obtained with the aid of the MCDM-TOPSIS analysis. Based on the analysis we found that there are 6 groups of residentials were grouped according to the type of waste treatment facility priority. Keywords: AHP, MCDM-TOPSIS, 3R waste management, waste treatment facilities, residential typology
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENENTUAN JENIS SARANA PENANGANAN SAMPAH MELALUI PENDEKATAN TIPOLOGI PERMUKIMAN DI KOTA TANGERANG
SUPRIYATNO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Djuara Lubis, MS
Judul Tesis : Penentuan Jenis Sarana Penanganan Sampah Melalui Pendekatan Tipologi Permukiman di Kota Tangerang Nama : Supriyatno NIM : A156120214
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc Ketua
Dr Ir Soekmana Soma, MEng Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 24 Maret 2014
Tanggal Lulus:
Judul Tesis : Penentuan Jenis Sarana Penanganan Sarnpah Melalui Pendekatan Tipologi Permukiman di Kota Tangerang Nama : Supriyatno NIM : A156120214
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc Ketua
Dr Ir Soekmana Soma, MEng
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
J..,IIii.IJotmfo"'CJ~VUl~1J
Pascasarjana
Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus
TanggaJ Ujian: 24 Maret 2014
TanggaJ Lulus:
1 1 APR 2014
PRAKATA Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Azza wa Jalla atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Penentuan Jenis Sarana Penanganan Sampah Melalui Pendekatan Tipologi Pemukiman di Kota Tangerang” ini telah diselesaikan dengan baik. Dan yang terutama Penulis selalu panjatkan do’a untuk ayahanda dan ibunda rahimahullah, mudah-mudahan senantiasa mendapatkan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus hati kepada : 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bapak Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc selaku Ketua Komisi pembimbing yang di tengah kesibukannya selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada Penulis, dan telah membuka cakrawala berpikir Penulis untuk melihat dari sisi yang lain dan tidak hanya terpaku pada literatur dan hasil penelitian sebelumnya, dan Bapak Dr Ir Soekmana Soma, MEng selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing Penulis, memberikan arahan dan masukan yang sangat bermanfaat bagi Penulis, Bapak Dr Ir Djuara Lubis, MS selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini Ketua Program Studi Prof Dr Ir Santun RP Sitorus, beserta segenap dosen pengajar, asisten dan staff pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB, Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada Penulis, Pemerintah Kota Tangerang khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada Penulis, Rekan-rekan satu angkatan di PWL 2012 kelas khusus untuk kebersamaan, berbagi ilmu dan dukungan yang selalu menyemangati Penulis, terkhusus rekan-rekan Wisma Surya (Wawan, Ade, dan Akbar) Semua pihak yang berperan dalam proses penulisan karya ilmiah ini yang tak bisa Penulis sebut namanya satu persatu, atas bantuannya selama ini, Dan teristimewa untuk istri tercinta Kurniani Indah R; anak-anakku Yusuf, Muhammad, Ayyub dan calon adiknya; kedua mertua serta seluruh keluarga atas segala do’a, cinta, kesabaran, pengorbanan dan dukungan yang diberikan dengan tulus selama ini. Kepada mereka karya tulis ini Penulis persembahkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin. Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Bogor, April 2014 Supriyatno
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Kerangka Pemikiran
1 1 3 4 4 4 5
2 TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pengelolaan Sampah Dalam Paradigma Pembangunan Berkelanjutan Tipologi Permukiman Perumusan Prioritas Jenis Sarana Penanganan Sampah Sistem Informasi Geografis
7 7 8 10 11 11
3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Pendekatan Penelitian Bahan dan Alat Metode Analisis Data Identifikasi Tipologi Permukiman Identifikasi Faktor Dominan Pemilihan Jenis Sarana Penanganan Sampah Perumusan Jenis Sarana Penanganan Sampah Prioritas
12 12 12 12 13 13 15 19
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Kependudukan Pengelolaan Sampah di Kota Tangerang
22 22 23 25
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Tipologi Permukiman Faktor Dominan Penentuan Jenis Sarana Penanganan Sampah Perumusan Prioritas Jenis Sarana Penanganan Sampah
30 30 42 44
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
48 48 49
DAFTAR PUSTAKA
50
RIWAYAT HIDUP
67
DAFTAR TABEL 1. Peningkatan volume timbulan sampah dan sampah terangkut 2. Tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan output yang diharapkan untuk masing-masing tujuan penelitian 3. Pembagian lokasi sampling 4. Penilaian kriteria berdasarkan skala perbandingan Saaty 5. Jumlah, kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang tahun 2012 6. Proyeksi jumlah penduduk Kota Tangerang tahun 2013-2033 7. Proporsi dan laju timbulan sampah Kota Tangerang berdasar sumbernya 8. Karakteristik sampah Kota Tangerang 9. Jumlah sarana kebersihan Kota Tangerang tahun 2008-2012 10. Wilayah pelayanan sampah Kota Tangerang 11. Penanganan sampah Kota Tangerang tahun 2012 12. Biaya operasional pengelolaan persampahan Kota Tangerang tahun 2009 sampai 2012 13. Pemanfaatan jenis sarana penanganan sampah Kota Tangerang 14. Luasan pemanfaatan lahan TPA Kota Tangerang 15. Kelompok permukiman 16. Ketersediaan lahan 17. Aksesibilitas 18. Tipe permukiman berdasarkan kelompok permukiman, ketersediaan lahan dan aksesibilitas 19. Pembagian lokasi sampling 20. Sebaran jumlah informan 21. Karakter masyarakat tiap tipe permukiman 22. Tipologi permukiman 23. Hasil AHP 24. Prioritas sarana penanganan sampah masing-masing tipologi
2 13 15 16 24 24 25 25 26 27 27 28 29 30 31 33 35 36 37 37 39 40 42 44
DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka pikir penelitian 2. Skema manajemen pengelolaan sampah 3. Pola pengelolaan sampah kota 4. Struktur AHP perencanaan sarana penanganan sampah 5. Bagan Alir Penelitian 6. Peta administrasi Kota Tangerang 7. Pola pelayanan pengangkutan sampah di Kota Tangerang 8. Tampilan citra satelit permukiman kelompok 1 9. Foto contoh permukiman kelompok 1 10. Tampilan citra satelit permukiman kelompok 2
6 8 9 18 22 23 26 31 31 32
11. Foto contoh permukiman kelompok 2 12. Tampilan citra satelit permukiman kelompok 3 13. Foto contoh permukiman kelompok 3 14. Tampilan citra satelit permukiman ketersediaan lahan T1 15. Tampilan citra satelit permukiman ketersediaan lahan T2 16. Tampilan citra satelit permukiman ketersediaan lahan T3 17. Tampilan citra satelit permukiman aksesibilitas memadai 18. Tampilan citra satelit permukiman aksesibilitas tidak memadai 19. Peta sebaran lokasi sampling 20. Peta tipologi permukiman Kota Tangerang 21. Peta prioritas sarana penanganan sampah Kota Tangerang 22. Peta sebaran lokasi potensi 3R Kota Tangerang
32 33 33 34 34 34 35 36 38 43 45 47
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tampilan citra satelit resolusi tinggi Kota Tangerang Atribut fisik lingkungan pada poligon hasil digitasi on screen Atribut karakter masyarakat pada poligon hasil digitasi on screen Atribut tipologi permukiman berdasarkan hasil query Rekapitulasi hasil analisis AHP 9 informan Contoh hasil analisis MCDM TOPSIS
53 54 57 61 65 66
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Peningkatan produksi dan volume sampah berbanding lurus dengan perkembangan kota dan pertambahan jumlah penduduk. Peningkatan laju timbulan sampah yang tidak diikuti dengan ketersediaan prasarana dan sarana penanganan sampah yang memadai, berdampak pada pencemaran lingkungan yang akan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang 60% dari seluruh produksi sampahnya yang sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari (Daniel et al. 1985 dalam Prakasa 2010). Dengan selalu mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, beban pencemaran akan selalu menumpuk di lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Apabila jumlah sampah tidak dikurangi maka beban TPA suatu saat akan melampaui batas kapasitasnya dan akan mengakibatkan bencana, seperti longsor di TPA Leuwigajah Bandung pada 21 Februari 2005 yang menewaskan lebih dari 150 jiwa. Keterbatasan kapasitas TPA dan kesulitan perluasan lahan, terutama di perkotaan, menjadikan pengurangan dan pengelolaan sampah di sumber baik pada tingkat individu maupun komunitas menjadi suatu kebutuhan yang perlu segera dilakukan. Berdasarkan Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP) yang disajikan dalam Peraturan Menteri PU No.21/PRT/M/2006, disebutkan bahwa untuk mengurangi beban pengelolaan sampah kota serta efisiensi anggaran dan fasilitas salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mengurangi sampah sejak dari sumbernya, dengan target pencapaian pengurangan kuantitas sampah diupayakan bisa mencapai 20 % dari jumlah timbulan sampah. Untuk itu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 mengamanatkan perlunya perubahan paradigma yang mendasar dalam pengelolaan sampah menjadi pengolahan yang bertumpu pada pengurangan sampah dan penanganan sampah, yaitu melalui pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang dan pemanfaatan kembali sampah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Reduce, Reuse and Recycle (3R). Upaya pengurangan sampah merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 18/2008, oleh karenanya peningkatan peran serta masyarakat menjadi penting untuk mendukung keberhasilan pencapaian target pengurangan sampah. Dalam rangka mendorong masyarakat untuk dapat mengelola sampah melalui konsep 3R, PP No. 81/ 2012 menyatakan bahwa kewajiban dalam memfasilitasi sarana penanganan sampah merupakan tanggung jawab pengelola kawasan permukiman untuk skala kawasan dan pemerintah daerah untuk skala kota. Selama ini di Indonesia sebenarnya upaya pengurangan sampah sudah berjalan sejak lama, salah satunya dengan keberadaan para pemulung. Aktivitas mereka secara tidak langsung merupakan suatu upaya pemilahan dan daur ulang
2 sampah secara informal yang belum terorganisir dengan baik dan kurang manusiawi. Dengan suatu organisasi yang lebih baik, upaya pengurangan, pemilahan dan daur ulang sampah ini akan dapat turut mengatasi permasalahan sampah perkotaan. Pengelolaan sampah secara tepat sangatlah penting bagi kondisi lingkungan, perekonomian dan keberlanjutan pembangunan bagi masyarakat dimasa depan. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan strategi 3R dan mendorong penerapannya di masyarakat. Pengelolaan sampah berkelanjutan bukan bagaimana membuang sampah yang dihasilkan, ataupun bagaimana mendaurulangnya, tetapi yang terbaik adalah dengan memfokuskan bagaimana mengurangi sampah sejak dari sumbernya dengan pengurangan timbulan sampah secara signifikan dan diiringi dengan peningkatan efisiensi sumber daya (Phillips et al. 1999). Pada kebanyakan negara berkembang, memburuknya kondisi pengelolaan sampah dipengaruhi oleh besarnya tantangan sosial dan lingkungan (Ezeah dan Roberts 2012). Untuk itu diperlukan suatu perubahan strategi supaya dapat meningkatkan tingkat keberlanjutan suatu pengelolaan sampah, yaitu dengan mengupayakan (a) lebih menguntungkan secara ekonomi, (b) dapat memperbaiki kondisi lingkungan serta (c) dapat lebih diterima secara sosial kemasyarakatan (Wagner 2011). Data dari Masterplan Persampahan Kota Tangerang menunjukkan bahwa pertambahan jumlah penduduk di Kota Tangerang yang meningkat setiap tahunnya diiringi dengan peningkatan volume timbulan sampah. Peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2009 sampai 2012 sebesar + 875 ribu jiwa mengakibatkan peningkatan volume timbulan sampah sebesar 861 m3/hari, sehingga bisa diasumsikan terjadi peningkatan timbulan sampah + 1 m3/hari untuk setiap pertambahan 1.000 jiwa penduduk. Meskipun demikian ternyata tingkat pelayanan pengangkutan sampah dari tahun 2009 sampai 2012 hanya berkisar antara 70 sampai 74.1 % (Tabel 1). Tabel 1 Peningkatan volume timbulan sampah dan sampah terangkut Tahun 2009 2010 2011 2012
Jumlah Penduduk (jiwa) 1.137.793 1.175.466 1.865.946 2.013.294
Jumlah Timbulan Sampah (m3/hari) 3.458 4.027 4.173 4.319
Jumlah Sampah Terangkut (m3/hari) 2.421 2.931 3.049 3.201
Tingkat Pelayanan (%) 70,0 72,8 73,1 74,1
Sumber : DKP (2012)
Dengan peningkatan volume timbulan sampah dan sistem yang saat ini berjalan masih mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, TPA sebagai tempat terakhir penimbunan sampah akan menjadi sangat terbebani. Dari luas lahan TPA + 35 ha dan yang sudah terpakai seluas + 20,38 ha, salah satu tantangan berat bagi pemerintah kota adalah mempertahankan masa layan TPA hingga 20 tahun mendatang sesuai dengan Masterplan Pengelolaan Persampahan Kota Tangerang 2012. Hal ini dikarenakan upaya perluasan atau pencarian lahan TPA baru akan terkendala ketersediaan lahan yang memenuhi syarat di perkotaan dan faktor resistensi masyarakat.
3 Menurut hasil laporan Rencana Pengelolaan Sampah Kota Tangerang Tahun 2006 sampai 2010, yang dilakukan konsultan JABODETABEK Waste Management Corporation (JWMC), didapatkan bahwa sumber sampah terbesar di Kota Tangerang berasal dari permukiman sebesar 91,90 % dari jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, penyediaan sarana penanganan sampah di permukiman terutama sarana 3R merupakan salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk dapat mengelola aliran sampah mulai dari rumah tangga sebagai sumber sampah terbesar. Berdasarkan data Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Tangerang tahun 2012, persentase pemanfaatan sarana penanganan sampah 3R (komposter dan bank sampah) masih berkisar antara 44 sampai 67 %. Dengan komposisi sampah organik sebesar 78.99 %, sampah plastik sebesar 9.42 % dan sampah kertas sebesar 5.81 %, maka program 3R potensial untuk dikembangkan. Apabila setengah saja dari komposisi sampah organik dan sampah anorganik tersebut bisa dikurangi melalui sarana 3R (komposter dan bank sampah) serta TPST, timbulan sampah rumah tangga bisa berkurang + 1.866 m3/hari (+ 43 % dari jumlah timbulan sampah). Hal ini bisa dicapai dengan menambah jumlah dan mengoptimalkan pemanfaatan sarana tersebut. Perumusan Masalah Peningkatan volume sampah yang dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk pada akhirnya akan membebani kota. Pengumpulan dan pengangkutan membutuhkan biaya operasional bahan bakar truk sampah dan upah tenaga kerja, sedangkan pembuangan membutuhkan biaya untuk pengadaan lahan penimbunan sampah dan biaya operasional serta pemeliharaan TPA. Dengan adanya keterbatasan anggaran pemerintah daerah serta keterbatasan kapasitas TPA mengakibatkan belum semua sampah bisa terangkut ke TPA Salah satu upaya yang paling mudah dan efektif dalam menangani sampah adalah dengan mengurangi sampah sejak dari rumah tangga yang secara umum merupakan sumber sampah terbesar, terutama di Kota Tangerang. Salah satu komponen yang mempengaruhi upaya pengurangan sampah melalui pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat adalah ketersediaan sarana penanganan sampah yang merupakan aspek teknis pengelolaan sampah. Indikator keberhasilan pelaksanaan 3R yang lebih penting adalah bagaimana mendorong perubahan sikap dan pola pikir masyarakat menuju pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kondisi sarana penanganan sampah 3R terdistribusi yang belum semuanya beroperasi diakibatkan salah satunya karena rendahnya partisisi masyarakat. Untuk itulah penting kiranya dalam perencanaan sarana penanganan sampah juga mempertimbangkan karakter masyarakat dalam pengelolaan sampah, sehingga dapat disesuaikan jenis sarana penanganan sampah yang sesuai dan dapat mendukung program pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Menurut penelitian Saribanon (2007), keberlanjutan pengelolaan sampah memerlukan sistem yang efektif dalam mengatasi masalah lingkungan, menghasilkan secara ekonomi dan dapat diterima oleh masyarakat. Sebagian besar model pengelolaan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah, hanya
4 memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan serta sangat sedikit mempertimbangkan aspek sosial, sehingga seringkali mengakibatkan implementasi model tersebut kurang berhasil. Pendekatan tipologi permukiman dapat dijadikan dasar bagi perumusan sistem pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat, sebab dengan mempertimbangkan aspek keberagaman dalam permukiman di perkotaan, diharapkan penerimaan dan partisipasi masyarakat dapat lebih optimal. Dengan latar belakang dan perumusan masalah di atas, diharapkan penelitian ini dapat menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. 2. 3.
Bagaimanakah kaitan karakteristik kawasan permukiman dengan sikap atau persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah di Kota Tangerang? Apa saja faktor yang mempengaruhi pemilihan sarana penanganan sampah untuk mendukung pengelolaan sampah yang berkelanjutan? Bagaimana memilih jenis sarana pengelolaan sampah yang sesuai dengan tipologi permukiman? Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk: 1. 2. 3.
Mengidentifikasi tipologi permukiman di Kota Tangerang dalam pengelolaan sampah. Mengidentifikasi faktor dominan yang berpengaruh terhadap pemilihan jenis sarana penanganan sampah. Merumuskan prioritas jenis sarana penanganan sampah berbasis masyarakat berdasarkan tipologi permukiman. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Tangerang, dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan, dalam menyusun strategi perencanaan penyediaan sarana penanganan sampah untuk mendukung program 3R di kawasan permukiman sehingga dapat terwujud program pengelolaan sampah berkelanjutan. Disamping itu diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian lanjutan mengenai pengelolaan sampah yang berkelanjutan berbasis masyarakat secara lebih menyeluruh dari sumber sampah sampai TPA, dan diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan perencanaan wilayah terutama di bidang persampahan/ lingkungan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya mengkaji salah satu bagian dari keseluruhan sistem pengelolaan sampah, yaitu penanganan sampah di sumber yang merupakan bagian awal dari sistem tersebut. Untuk mendapatkan unsur homogenitas masyarakat, penelitian ini hanya mengkaji permukiman teratur, meskipun bukan berarti
5 penelitian ini mengesampingkan pengelolaan sampah di permukiman tidak teratur. Kondisi pengelolaan sampah di pemukiman yang tidak teratur cenderung lebih berpotensi mengakibatkan permasalahan lingkungan, yang salah satunya diakibatkan ketidakpedulian mereka terhadap sampah karena ada pressure/ tekanan hidup yang lebih besar. Oleh karena itu penelitian ini masih perlu penelitian lanjutan untuk bisa mewakili gambaran penanganan sampah kota secara keseluruhan. Jenis sarana penanganan sampah yang menjadi obyek studi adalah sarana 3R skala individu (komposter dan bank sampah), TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu), dan kontainer sampah yang ditempatkan di permukiman, karena sarana itulah yang selama ini telah disediakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Komposter merupakan suatu sarana dalam bentuk tong plastik volume 200 liter yang digunakan untuk menangani sampah organik untuk dijadikan sebagai kompos. Bank sampah merupakan suatu metode pengumpulan sampah anorganik (plastik, kertas, logam) untuk dijual kembali sebagai barang bekas, yang terdiri dari perlengkapan berupa kotak terpilah berukuran + 2 m3 yang dilengkapi dengan timbangan, buku catatan penerima dan penyetor sampah anorganik. TPST merupakan suatu tempat pengelolaan sampah organik dan anorganik terpadu skala kawasan dengan luas minimal 200 m2. Kontainer sampah merupakan sarana penampungan dan pengumpulan sampah mobile berupa bak yang menjadi bagian dari truk sampah (arm roll truck). Kerangka Pemikiran Selama paradigma pengelolaan sampah masih mengacu pada pola kumpulangkut-buang, maka TPA sebagai muara terakhir akan menjadi faktor pembatas terhadap keberlanjutan pengelolaan sampah. Ketersediaan lahan yang sesuai syarat dan tidak menghadapi resistensi masyarakat untuk perluasan maupun alternatif lokasi baru TPA di suatu perkotaan telah menjadi masalah bagi hampir seluruh pemerintah daerah, terutama daerah perkotaan. Dengan sumber sampah terbesar berasal dari rumah tangga, karakter masyarakat sebagai penghasil sampah perlu diidentifikasi untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan sampah dalam upaya mengurangi sampah yang harus ditimbun di TPA, sehingga masa layan TPA sebagai muara terakhir pembuangan sampah dapat diperpanjang. Menurut Saribanon (2007), karakteristik tertentu dari setiap kawasan permukiman dapat memberikan implikasi pada pola hubungan dan partisipasi dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat, baik dalam sistem yang sedang berjalan maupun potensi partisipasinya. Faktor lingkungan fisik tidak dapat dipisahkan dari aktivitas kemasyarakatan dan interaksi sosial, sebab merupakan manifestasi dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, identifikasi karakter masyarakat dalam pengelolaan sampah berdasarkan tipologi permukiman dalam penelitian ini dilakukan dengan mengintegrasikan antara karakteristik fisik suatu permukiman dengan sikap dan perilaku masyarakat dalam menangani sampah mereka, sehingga dapat ditentukan jenis sarana penanganan sampah yang sesuai supaya dapat diterima secara sosial (social acceptability). Untuk menentukan jenis sarana penanganan sampah yang sesuai dengan masing-masing tipologi perlu diidentifikasi faktor-faktor yang paling
6 mempengaruhi keberhasilan pengelolaan sampah yang berkelanjutan berdasarkan pertimbangan aspek ekologi/ lingkungan, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut dapat diketahui dengan menggali persepsi dan penilaian stakeholders yang terkait dengan pengelolaan sampah, antara lain dari unsur dinas sebagai operator kebersihan, kader lingkungan dan akademisi. Penentuan prioritas sarana penanganan sampah berdasarkan faktorfaktor yang berpengaruh tersebut merupakan hal yang penting untuk dapat merumuskan jenis sarana yang paling sesuai dengan tipologi permukiman. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
7
2
TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah
Menurut Djakapermana (2010), dalam pembahasan mengenai proses pengembangan wilayah terlebih dahulu harus dipahami mengenai konsep wilayah. Konsep wilayah dalam proses penataan ruang harus meliputi konsep ruang sebagai ruang wilayah ekonomi, ruang wilayah sosial budaya, ruang wilayah ekologi, dan ruang wilayah politik. Wilayah didefinisikan oleh Rustiadi et al. (2011) sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu, yang tidak selalu bersifat fisik dan pasti tetapi sering kali bersifat dinamis, dimana di antara komponen-komponen wilayah yang mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan saling berinteraksi satu sama lain secara fungsional. Pada dasarnya wilayah menurut Isard (1975) dalam Rustiadi et al. (2011) dianggap bukan sekedar areal dengan batas-batas tertentu, namun suatu area yang memiliki arti (meaningful) karena adanya masalah-masalah yang ada di dalamnya sedemikian rupa, khususnya karena menyangkut permasalahan sosial-ekonomi. Untuk itu dalam penelitian ini tidak menggunakan pendekatan berdasarkan batasan wilayah administrasi, karena permasalahan sampah merupakan permasalahan sosial masyarakat yang harus diatasi secara komprehensif dan menyeluruh tidak bisa secara parsial. Dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah, konsep pengelolaan sampah terpadu sebagai salah satu infrastruktur wilayah seharusnya dibuat bersamaan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/ Kota karena masing-masing saling mendukung dan mempengaruhi rencana pengembangan, pengelolaan dan rencana tindak pembangunan (Kodoatie 2005 dalam Riyanto 2008). Dengan mengintegrasikan pengelolaan sampah terpadu dalam RTRW diharapkan adanya kepastian atau jaminan hukum dalam penerapannya sehingga dapat didukung oleh seluruh stakeholder. Perencanaan pembangunan suatu wilayah perlu mempertimbangkan pengintegrasian aspek sosial dan lingkungan pada suatu wilayah sehingga dapat dicapai kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan (Dahuri dan Nugroho 2004). Dengan kondisi peningkatan volume sampah dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, maka aspek pertumbuhan yang menjadi salah satu tujuan pengembangan wilayah perlu diimbangi dengan aspek keberlanjutan (Anwar 2005) sehingga dapat dicapai pembangunan yang berimbang yaitu dengan terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas setiap wilayah (Rustiadi et al. 2011). Keberlanjutan dalam pengelolaan sampah selain ditekankan pada sudut pandang ekologi dan sosial ekonomi yang berbasis pada kehidupan manusia (Lele 1991) juga perlu memperhatikan indikator partisipasi masyarakat yang terkait dengan struktur kelembagaan suatu wilayah, sehingga dapat menjamin kesinambungan pelaksanaan suatu program di wilayah tersebut (Riyadi 2002).
8 Pengelolaan Sampah Dalam Paradigma Pembangunan Berkelanjutan Menurut SNI 19-2454-2002, sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sistem pengelolaan sampah, sebagaimana nampak pada Gambar 2, merupakan proses pengelolaan sampah yang meliputi 5 aspek/ komponen yang saling mendukung dan saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya (BSN 2002). Kelima aspek tersebut antara lain: Aspek Institusi, meliputi bentuk institusi pengelola sampah, struktur organisasi, tata laksana kerja, jumlah personil baik ditingkat staf maupun operasional, pendidikan formal maupun training yang pernah diikuti di dalam dan luar negeri, Aspek Teknik Operasional, meliputi daerah pelayanan, tingkat pelayanan, sumber sampah, komposisi dan karakteristik sampah, pola operasi penanganan sampah dari sumber sampai TPA serta sarana/ prasarana persampahan yang ada, Aspek Pembiayaan, meliputi biaya investasi dan biaya operasi / pemeliharaan (3 tahun terakhir), tarif retribusi, realisasi penerimaan retribusi termasuk iuran masyarakat untuk pengumpulan sampah (3 tahun terakhir) dan mekanisme penarikan retribusi, Aspek Peraturan, meliputi jenis perda yang ada, kelengkapan materi, penerapan sangsi, Aspek Peran Serta Masyarakat, meliputi program penyuluhan yang telah dilakukan oleh pemerintah kota / kabupaten,
Institusi
Peran serta masyarakat
Teknik Operasional Sampah
Peraturan
Pembiayaan
Sumber : SNI 19-2454-2002
Gambar 2 Skema manajemen pengelolaan sampah
9 Menurut Pedoman 3R yang dikeluarkan oleh Departemen PU (2006), pengelolaan sampah kota mulai dari sumber sampah sampai pemrosesan akhir dapat dibagi dalam 3 kelompok utama seperti terlihat dalam Gambar 3, yaitu : Penanganan sampah di tingkat sumber Merupakan kegiatan penanganan secara individual yang dilakukan sendiri oleh penghasil sampah dalam area dimana penghasil sampah tersebut berada. Penanganan sampah di tingkat kawasan Merupakan kegiatan penanganan secara komunal untuk melayani sebagian atau keseluruhan sumber sampah yang ada dalam area dimana pengelola kawasan berada Penanganan sampah di tingkat kota Merupakan penanganan sampah yang dilakukan oleh pengelola kebersihan kota, baik dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, atau dilaksanakan oleh institusi lain yang ditunjuk untuk itu, yang bertugas untuk melayani sebagian atau seluruh wilayah yang ada dalam kota yang menjadi tanggung jawabnya.
Sumber Sampah
(R1, R2)
Timbulan Sampah
Pemilahan
Pewadahan
(R2, R3)
Pengumpulan (R1) Pemindahan, Pengangkutan
Pengolahan
(R2, R3)
(R3) Pembuangan Akhir (R2, R3)
Sumber : DPU (2006)
Gambar 3 Pola pengelolaan sampah kota Berkaitan dengan proses pengelolaan sampah di atas, yang menjadi fokus penelitian ini adalah tahapan pewadahan dan pengumpulan pada kelompok penanganan sampah di tingkat sumber dan kawasan. Penanganan sampah di tingkat sumber dan kawasan sangat dianjurkan dengan 3R, yang diawali dengan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya.
10 Minimasi sampah (R1) dilakukan sejak sampah belum terbentuk yaitu dengan menghemat penggunaan bahan, membatasi konsumsi sesuai kebutuhan, memilih bahan yang mengandung sedikit sampah, dan sebagainya. Untuk pemanfaatan sampah (R2) dilakukan dengan menggunakan kembali botol minuman atau kemasan lainnya sesuai fungsinya. Tahapan pendaurulangan (R3), salah satunya diterapkan melalui pengomposan sampah, diharapkan diterapkan di sumber (rumah tangga, kantor, sekolah, dll). Bila lahan memungkinkan, pengomposan dapat dilakukan dengan penimbunan sampah, dan pengelolaan sampah di tingkat sumber dapat ditingkatkan dengan gabungan pengelolaan yang bersifat individual maupun komunal. UU No. 32 Tahun 2009 merumuskan bahwa pembangunan berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Di samping tiga aspek tersebut, Spangenberg (1999) dalam Rustiadi et al. (2011) menambahkan dimensi kelembagaan (institution) sebagai dimensi keempat keberlanjutan, sehingga membentuk suatu prima keberlanjutan (prism of sustainability). Menurut Morrissey dan Browne (2004) untuk membuat suatu model pengelolaan sampah dapat berkelanjutan, harus mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan, ekonomi dan sosial, tetapi dalam penelitian mereka belum ditemukan model yang mempertimbangkan tiga aspek tersebut bersama-sama. Dan sepengetahuan penulis dari beberapa literatur yang ditemui, belum ada yang mengembangkan model pendekatan pengelolaan sampah yang mempertimbangkan keempat aspek prisma keberlanjutan secara bersama-sama. Tipologi Permukiman Fenomena dan fakta yang menunjukkan bahwa permukiman sebagai penghasil sampah terbesar, baik di Kota Tangerang maupun kota-kota besar lainnya, menjadikan faktor partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sejak dari rumah tangganya sebagai suatu keharusan dalam mengurangi sampah yang harus dibuang ke TPA. Untuk itu, kajian karakteristik masyarakat dan kondisi fisik lingkungan dalam setiap tipe permukiman menjadi penting dalam penentuan pola partisipasi yang sesuai sehingga dapat diterima secara sosial (Saribanon 2007). Keragaman persepsi dan perilaku masyarakat perkotaan dalam pengelolaan sampah permukiman memerlukan implementasi pola partisipasi yang berbeda, sehingga melalui pendekatan yang sesuai dengan karakteristik masyarakat diharapkan program pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat dapat lebih berhasil (Chu et al. 2004 dalam Saribanon 2007). Untuk mengatasi faktor keragaman tersebut dapat dilakukan dengan mekanisme pengelompokan masyarakat melalui pendekatan tipologi permukiman. Terbentuknya tipologi permukiman ditengarai dipengaruhi oleh aspek-aspek yang berkaitan dengan pola partisipasi dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat yaitu luas bangunan, keteraturan kawasan dan kepadatan ruang, infrastruktur pengelolaan sampah dan aspek partisipasi dalam pengelolaan sampah.
11 Perumusan Prioritas Jenis Sarana Penanganan Sampah Dalam perumusan jenis sarana penanganan sampah yang diprioritaskan, digunakan gabungan alat analisis Proses Analisis Berhirarki (Analytical Hierarchy Process/ AHP) dan Multi Criteria Decision Making (MCDM). AHP adalah suatu proses analisis yang berhirarki melalui penyusunan prioritas dalam pengambilan keputusan yang mempunyai multi kriteria, dengan mempertimbangkan aspek kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan keputusan terbaik. Input utama dalam suatu hirarki AHP adalah persepsi stakeholders dengan pembobotan berdasarkan skala perbandingan (Saaty dan Sodenkamp 2008). MCDM merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengevaluasi berbagai alternatif berdasarkan banyak kriteria yang tidak dapat dievaluasi dengan pendugaan sederhana atau dengan satu dimensi (Vreeker dalam Postorino dan Pratico, 2012). Penggunaan AHP dan MCDM dalam pengelolaan sampah sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh para peneliti, antara lain Contreras et al. (2008) dalam Abeliotis et al. (2009) yang menggunakan AHP untuk menganalisis preferensi stakeholders dalam pengelolaan sampah di Boston, Karagiannidis dan Moussiopoulos (1997) dalam Abeliotis et al. (2009) yang menggunakan salah satu metode MCDM untuk melakuan pendekatan terhadap pengelolaan sampah terpadu di Athena, Yunani, dan Saribanon (2007) yang menggunakan pendekatan MCDM teknik AHP untuk melakukan penilaian dan pembobotan pada pembuatan peta tematik untuk penyusunan tipologi permukiman perkotaan di DKI Jakarta. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, dan menampilkan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya (Hakim 1995 dalam Zainul Arham 2011). Menurut Barus dan Wiradisastra (2000), SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra 2000). Pemakaian SIG sebagai alat bantu dalam pengelolaan sampah telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain Arham (2011) yang menggunakan SIG dalam merancang sistem informasi spasial berbasis web penyebaran tempat pembuangan sementara (TPS) sampah di Kota Tangerang, Ahmed (2006) yang menggunakan SIG dalam perencanaan pengelolaan sampah untuk menentukan lokasi tempat sampah yang tepat berdasarkan jarak ideal dengan masyarakat yang akan memanfaatkannya di Kota Aurangabad, India, dan Ghoze et al. (2006) yang menggunakan model transportasi berbasis SIG untuk menentukan rute optimal dari pengangkutan sampah di Kota Asansol, India.
12
3
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Tangerang, Provinsi Banten yang berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta dan terletak pada koordinat 106’36 – 106’42 Bujur Timur (BT) dan 6’6 - 6 Lintang Selatan (LS), dengan luas wilayah 183.78 km2 (termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19.69 km2). Pemilihan kelompok permukiman tidak berdasarkan batasan wilayah administratif tetapi melalui pertimbangan keseragaman kondisi fisik lingkungan dari permukiman tersebut dan menyebar pada seluruh wilayah kota, tetapi pada penelitian ini dibatasi hanya untuk permukiman yang teratur. Tampilan visualisasi permukiman melalui citra satelit resolusi tinggi dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai Oktober 2013.
Pendekatan Penelitian Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan data sekunder di peroleh dari instansiinstansi terkait. a. Data primer Data primer yang digunakan adalah citra satelit resolusi tinggi, hasil pengamatan langsung di lapangan dan hasil wawancara dan pengisian kuesioner oleh stakeholders dan perwakilan masyarakat (informan) di wilayah studi. Penentuan masyarakat yang menjadi informan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan purposive sampling, yaitu diutamakan ketua RW dan atau kader lingkungan, dengan pertimbangan lebih mengetahui kondisi pengelolaan sampah dan karakter sebagian besar masyarakat di lingkungannya masing-masing. Lokasi sampling penyebaran kuesioner, wawancara dan pengamatan lapangan menggunakan metode Stratified Random Sampling dengan pertimbangan aspek keterwakilan wilayah. Penentuan jumlah informan pada masing-masing lokasi sampling menggunakan pendekatan proposionalitas. b. Data sekunder Data sekunder berupa peta administrasi, peta RTRW, data persampahan, dan jumlah penduduk yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Tata Kota, Kantor Penelitian dan Pengembangan Statistik Kota Tangerang serta data-data lain yang terkait dengan penelitian pada instansi terkait. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Alat analisis dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel, add-ins Sanna dan software SIG. Tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan output yang diharapkan disajikan pada Tabel 2.
13 Tabel 2 Tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis data dan output yang diharapkan untuk masing-masing tujuan penelitian No
Tujuan
1.
Mengidentifikasi tipologi permukiman di Kota Tangerang dalam pengelolaan sampah.
- Citra satelit resolusi tinggi - Wawancara - Kuesioner - Data lapangan
2
Mengidentifikasi faktor dominan yang berpengaruh terhadap pemilihan jenis sarana penanganan sampah.
- Kuesioner - Pedoman umum 3R
Merumuskan sebaran prioritas jenis sarana penanganan sampah berbasis masyarakat berdasarkan tipologi permukiman.
- Kuesioner - Pedoman umum 3R
3
Jenis Data
Teknik Analisis Data Google Earth - Analisis spasial (interpretasi Informan visual) masyarakat - Analisis deskriptif (hasil wawancara, kuesioner dan data lapangan) Informan, Analytical stakeholders/ Hierachy Process expert (AHP Departemen Pekerjaan Umum
Sumber Data
-
-
- Informan, stakeholders/ expert - Departemen Pekerjaan Umum
Multi-Criteria Decision-Making (MCDM) metode TOPSIS
Output Yang Diharapkan Tipologi Permukiman
Faktor dominan dalam penentuan jenis sarana penanganan sampah prioritas Peta prioritas jenis sarana penanganan sampah berbasis masyarakat
Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) Analisis spasial dengan metode interpretasi visual citra satelit resolusi tinggi dan (2) Analisis deskriptif untuk menentukan tipologi permukiman berdasarkan karakteristik fisik lingkungan permukiman dan karakter masyarakatnya, (3) Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mengidentifikasi faktor dominan dalam penentuan sarana penanganan sampah yang diprioritaskan; dan; (4) Multi Criteria Decision Making (MCDM) metode Technique for Order Performance by Similiarity to Ideal Solution (TOPSIS) untuk merumuskan jenis sarana penanganan sampah yang diprioritaskan pada masing-masing tipologi permukiman. Identifikasi Tipologi Permukiman Untuk mengidentifikasi tipologi permukiman digunakan gabungan antara analisis spatial untuk mengetahui karakteristik fisik suatu permukiman dan
14 analisis deskriptif untuk mengetahui karakter masyarakatnya dalam pengelolaan sampah. Pada tahap awal identifikasi tipologi permukiman ini, terlebih dahulu disusun faktor-faktor yang menggambarkan karakteristik fisik suatu permukiman yang kemudian dianalisis untuk mendapatkan klasifikasi tipe permukiman. Tahap selanjutnya adalah memasukkan gambaran karakter masyarakat hasil kuesioner dan wawancara ke dalam atribut poligon masing-masing tipe permukiman. Analisis spasial Pada penelitian kali ini, analisis spasial dalam proses identifikasi tipologi permukiman dilakukan dengan menggunakan metode interpretasi visual citra satelit resolusi tinggi melalui software SIG untuk mengklasifikasikan permukiman yang ada di Kota Tangerang. Faktor-faktor yang dijadikan dasar klasifikasi antara lain keteraturan kawasan, kepadatan ruang, luas bangunan (Saribanon 2007), ketersediaan lahan kosong atau lahan terbuka, dan aksesibilitasnya. Dengan pertimbangan pendekatan homogenitas masyarakat, ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada permukiman teratur. Melalui intepretasi visual dilakukan digitasi on screen menggunakan software SIG untuk mengklasifikasikan permukiman dalam bentuk poligonpoligon berdasarkan ciri-ciri visualnya, yaitu sebagai berikut : - faktor kepadatan ruang serta luas bangunan digunakan untuk membedakan kelompok permukiman, - faktor ketersediaan lahan dibedakan sebagai tersedia atau tidak tersedia dan - faktor aksesibilitas dibedakan berdasarkan jarak permukiman terhadap jalan arteri dan/ atau jalan kolektor sebagai memadai (< 500 m) atau tidak memadai (> 500 m)) Ciri-ciri visual dari permukiman tersebut dijadikan sebagai atribut dari masing-masing poligon hasil digitasi. Melalui tools query pada software SIG didapatkan kombinasi atribut poligon yang mencerminkan pengklasifikasian permukiman berdasarkan kelompok permukiman, ketersediaan lahan dan aksesibilitas sehingga didapatkan beberapa tipe permukiman yang spesifik. Hasil klasifikasi tersebut digunakan sebagai lokasi sampling untuk survei lapangan, penyebaran kuesioner dan wawancara langsung. Analisis deskriptif Untuk mendapatkan gambaran karakter masyarakat dalam penanganan sampah, dilakukan analisis deskriptif. Analisis ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara langsung kepada warga pada masing-masing tipe permukiman yang menjadi lokasi sampling sekaligus survei lapangan untuk memvalidasi hasil interpretasi visual. Materi pertanyaan dalam kuesioner dan wawancara berkaitan dengan sikap, persepsi dan pendapat masyarakat dalam hal pengelolaan sampah, terutama yang berhubungan dengan kriteria pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat. Pemilihan lokasi sampling menggunakan metode Stratified Random Sampling, yaitu memilih poligon yang mewakili permukiman secara acak dari masing-masing tipe permukiman hasil klasifikasi dari analisis spasial sebelumnya. Pemilihan lokasi dilakukan dengan memperhatikan sebaran tipe permukiman tersebut berdasarkan wilayah pelayanan sampah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), yaitu wilayah barat, tengah dan timur Kota Tangerang.
15 Subyek dalam populasi pada penelitian ini menggunakan metode informan, yaitu dengan memilih individu yang mempunyai informasi mengenai pihak lain pada lingkungannya berkaitan dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dan dipilih secara secara sengaja (purposive). Penentuan jumlah informan mempertimbangkan jumlah dan ukuran dari poligon yang mewakili masing-masing tipe permukiman. Pembagian ukuran poligon kecil, sedang, dan besar menggunakan metode distribusi normal dengan batas ukuran dipisahkan berdasarkan range perbedaan ukuran yang paling mencolok. Contoh tabulasi pembagian lokasi sampling seperti tercantum pada Tabel 3. Tabel 3 Pembagian lokasi sampling Tipe Permukiman
Jumlah Poligon Wil. Barat Wil. Tengah Wil.Timur Kecil Sedang Besar Kecil Sedang Kecil Sedang
1 2 Dst Hasil kuesioner dan wawancara langsung kepada informan ini kemudian dideskripsikan / ditabulasi dan dijadikan sebagai atribut dari masing-masing poligon pada tiap tipe permukiman. Dengan menggunakan tool query, atribut ciri fisik permukiman dan atribut karakter masyarakat dari masing-masing poligon dikombinasikan dan dilakukan analisis deskriptif untuk memperoleh tipologi permukiman yang spesifik berdasarkan karakter masyarakat dalam menangani sampahnya. Identifikasi Faktor Dominan Pemilihan Jenis Sarana Penanganan Sampah Untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi pemilihan sarana penanganan sampah yang diprioritaskan digunakan AHP. Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP adalah suatu proses analisis yang berhirarki melalui penyusunan prioritas dalam pengambilan keputusan yang mempunyai multi kriteria, dengan mempertimbangkan aspek kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan keputusan terbaik. Input utama dalam suatu hirarki AHP adalah persepsi stakeholders dengan pembobotan berdasarkan skala perbandingan (Saaty 1977). Tujuan penggunaan Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah untuk mengurangi subyektifitas dalam pembobotan masing-masing faktor. AHP didesain untuk menangkap persepsi orang secara rasional mengenai permasalahan tertentu dan menentukan prioritas dari beberapa alternatif berdasarkan kriteria-kriteria yang dibangun. Metode ini dimaksudkan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang kompleks dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses pengekspresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dilakukannya
16 proses pengambilan keputusan secara efektif (Eriyatno dan Sofyar 2007). Untuk mengkuantifikasi penilaian responden, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Nilai bobot dari masingmasing faktor internal dan eksternal tersebut diperoleh dengan pengolahan data yang menggunakan program Microsoft Excel. Penyusunan hirarki disarankan tidak lebih dari 6 level dan 9 komponen untuk setiap levelnya, karena menurut Miller dalam Saaty dan Ozdemir (2003) berdasarkan hasil kajian psikologis memori manusia hanya mampu mempertimbangkan 7 +/- 2 komponen (item) secara simultan dan berdasarkan penelitian Saaty (1977) didapatkan bahwa penggunaan skala 1-9 untuk nilai perbandingan menghasilkan kesimpulan yang terbaik dan apabila lebih dari 9 cenderung akan mendapatkan hasil yang tidak konsisten. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Penilaian kriteria berdasarkan skala perbandingan Saaty Intensitas
Defenisi
Keterangan
1
Sama penting
Kedua pilihan berkontribusi sama penting terhadap tujuan
3
Moderat lebih penting
Salah satu pilihan sedikit lebih diminati dibandingkan pilihan lainnya
5
Lebih penting
Salah satu pilihan lebih diminati dibandingkan pilihan lainnya
7
Sangat lebih penting
Sangat nyata lebih penting dan terbukti dari beberapa fakta sangat lebih penting dibandingkan pilihan lainnya
9
Amat sangat lebih penting
Jelas dan sangat meyakinkan jauh lebih penting dibandingkan dengan pilihan lainnya
2,4,6,8
Kondisi diantara dua pilihan
Dipilih jika perlu kompromi antara 2 pilihan yang dibandingkan
Resiprok
Jika pilihan i berbobot salah Asumsi logis satu dari pilihan di atas dibandingkan pilihan j, maka jika perbandingan dibalik, maka menjadi nilai kebalikannya
Sumber : Saaty dan Sodenkamp (2008) Catatan tambahan : Bobot 2, 4, 6, and 8 dipilih jika seseorang (informan) tidak mampu memutuskan apakah salah satu kriteria, sub kriteria atau alternatif, misal sedikit lebih penting atau lebih penting.
17 Menurut Saaty dalam Eriyatno dan Sofyar (2007), langkah yang dilakukan dengan menggunakan metode AHP adalah sebagai berikut : (1) Penyusunan hirarki, dilakukan untuk menguraikan persoalan menjadi unsurunsur yang terpisah, dalam wujud kriteria dan alternatif, yang disusun dalam bentuk hirarki. (2) Penyusunan kriteria, digunakan untuk membuat keputusan yang dilengkapi dengan (a) uraian subkriteria, dan (b) bentuk alternatif yang terkait masingmasing kriteria tersebut untuk dipilih sebagai keputusan tercantum pada tingkatan paling bawah. (3) Penilaian kriteria dan alternatif, untuk melihat pengaruh strategis terhadap pencapaian sasaran, yang dinilai melalui perbandingan berpasangan. Nilai dan definisi pendapat kualitatif berdasarkan skala perbandingan Saaty (1977). (4) Penentuan Prioritas, menggunakan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk setiap kriteria dan alternatif. Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut diolah dengan menggunakan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif yang ada. Struktur AHP yang dibangun pada penelitian ini terdiri dari 2 level yaitu level 1 sebagai kriteria dan level 2 sebagai subkriteria (Gambar 4). Pada level 1 kriteria yang digunakan merupakan aspek/ pilar pada paradigma pembangunan berkelanjutan yaitu aspek lingkungan, sosial, ekonomi, serta kelembagaan, sedangkan level 2 merupakan subkriteria dari masing-masing aspek pada level 1 yang merupakan kriteria pemilihan lokasi yang tepat untuk pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat (DPU 2008). Subkriteria pada level 2 ini terdiri dari: (1) ketersediaan lahan, sebagai faktor untuk penentuan lokasi TPST; (2) aksesibilitas, faktor jarak permukiman terhadap jalan arteri/ kolektor yang menggambarkan kemudahan mobilitas sarana pengangkut sampah dari permukiman ke TPA maupun sebaliknya; (3) pemilahan sampah, merupakan faktor yang menggambarkan upaya masyarakat dalam memisahkan penempatan sampah organik dan anorganik pada wadah yang berbeda; (4) partisipasi masyarakat, faktor yang menggambarkan kesediaan dan kesanggupan masyarakat untuk turut serta mengelola sampah di rumah tangga masing-masing maupun di lingkungan permukimannya; (5) penerimaan masyarakat, faktor yang menggambarkan persetujuan dan kesediaannya menerima keberadaan pengelolaan sampah in situ di lingkungan mereka; (6) kemauan membayar, faktor yang menggambarkan kesediaan masyarakat untuk membayar retribusi sampah seperti yang telah ditetapkan; (7) kesanggupan membayar, faktor yang menggambarkan besaran pembayaran retribusi yang mampu dibayarkan oleh masyarakat; (8) keberadaan kader, merupakan faktor yang menggambarkan keberadaan masyarakat yang peduli lingkungan dan turut berperan aktif dalam pengelolaan sampah baik sebagai pelaku maupun sebagai fasilitator/ penyuluh bagi warga sekitarnya (agent of change);
18 (9) keberadaan pengelola, faktor yang menggambarkan keberadaan kelompok/ unsur masyarakat yang berperan sebagai koordinator/ pengelola kebersihan lingkungan, baik dalam hal pengumpulan iuran kebersihan maupun mengkondisikan keberadaan tenaga kebersihan harian. Untuk mendapatkan bobot pengaruh dari setiap faktor dalam pemilihan jenis sarana penanganan sampah yang menjadi prioritas, bobot dari setiap subkriteria pada level 2 dikalikan dengan bobot dari masing-masing kriterianya pada level 1.
Gambar 4 Struktur AHP perencanaan sarana penanganan sampah
19 Perumusan Jenis Sarana Penanganan Sampah Prioritas Untuk merumuskan jenis sarana penanganan sampah yang menjadi prioritas untuk masing-masing tipologi permukiman digunakan Multi Criteria Decision Making (MCDM) metode (Technique for Order Performance by Similiarity to Ideal Solution (TOPSIS). Multi Criteria Decision Making (MCDM) MCDM adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Menurut Hwang dan Yoon (1981) MCDM tidak selalu memberikan suatu solusi yang unik tetapi perbedaaan tipe dapat memberikan perbedaan solusi. Beberapa solusi yang mungkin muncul adalah : (1) Solusi ideal Kriteria atau atribut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu biaya (cost) dan keuntungan (benefit). Pada kategori biaya nilai dari kriteria akan diminimumkan, sedangkan pada kategori keuntungan akan memaksimumkan nilai dari kriteria. Solusi ideal terjadi apabila semua kriteria yang masuk dalam kategori keuntungan dimaksimumkan dan meminimumkan semua kriteria kategori biaya. (2) Solusi non-dominated Solusi ini sering dikenal dengan nama Pareto-optimal. Solusi feasible MCDM dikatakan non-dominated apabila tidak ada solusi feasible lain yang akan menghasilkan perbaikan terhadap suatu atribut tanpa menyebabkan degenerasi pada atribut lainnya. (3) Solusi yang memuaskan Solusi ini merupakan himpunan bagian dari solusi-solusi feasible dimana setiap alternatif melampaui semua kriteria yang diharapkan (4) Solusi yang lebih disukai Solusi yang paling banyak memuaskan pengambil keputusan adalah solusi non-dominated. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk analisis MCDM ini antara lain Simple Additive Weighting Method (SAW), Weighted Product Model (WPM), ELECTRE, AHP, dan (TOPSIS). TOPSIS merupakan teknik untuk menganalisis, membandingkan dan mengurutkan banyak alternatif, berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan sebelumnya pada tahapan analisis AHP, sehingga didapatkan prioritas untuk dapat dilaksanakan atau diimplementasikan (Shih et al. 2007). Berdasarkan pendapat Shih et al. (2007), ada empat kelebihan dari metode TOPSIS dibandingkan dengan metode lainnya yaitu: (1) Logis dalam merepresentasikan pilihan-pilihan secara rasional; (2) Sebuah nilai skalar yang dapat menghitung alternatif-alternatif terburuk dan terbaik secara simultan; (3) Proses komputasi yang sederhana dan dapat diprogram secara mudah; (4) Penilaian kinerja dari semua alternatif atau atribut dapat divisualisasikan dalam polihedron dan dua dimensi.
20 TOPSIS pertama kali diperkenalkan oleh oleh Hwang dan Yoon (1981) sebagai metode pengambilan keputusan multi-kriteria (MCDM), yang mengidentifikasi solusi dari pemilihan sejumlah alternatif. TOPSIS menggunakan prinsip bahwa alternatif yang terpilih harus mempunyai jarak terdekat dari solusi ideal positif dan terjauh dari solusi ideal negatif di mana secara geometris digunakan jarak euclidean untuk menentukan kedekatan relatif dari suatu alternatif dengan solusi optimal (Zhang 2011). Tahapan dalam Metode TOPSIS ini adalah sebagai berikut: (1) Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi Berdasarkan konsep perhitungan dari Jahanshahloo et al. (2009), perhitungan normalisasi matriks keputusan TOPSIS dilakukan di mana nilai normalisasi (nij) dihitung sebagai berikut:
(2) Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot Perhitungan matriks keputusan ternormalisasi terbobot dilakukan di mana pembobotan ditentukan oleh pengambilan keputusan. Nilai bobot ternormalisasi (Vij) dihitung sebagai berikut: dengan i=1,2,....m; dan j=1,2,......n. di mana wi adalah bobot dari atribut atau kriteria ke i (3) Menentukan matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif Penentuan matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif dilakukan di mana solusi ideal positif (A+) dan solusi ideal negatif (A-) dapat ditentukan berdasarkan ranking bobot ternormalisasi (Vij) dengan rumus sebagai berikut: , ,
,…., ,….,
max min
| 1 , min | 1 , max
| 0 | 0
(4) Menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan negatif Penentuan jarak euclidean antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan negatif dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
(5) Menghitung kedekatan dengan solusi ideal Perhitungan kedekatan relatif ke solusi ideal di mana kedekatan relatif alternatif Aj ke A+ didefinisikan sebagai berikut:
21 (6) Menentukan nilai preferensi untuk setiap Alternatif Dasar dari metode Topsis adalah memilih alternatif yang memiliki jarak terdekat ke solusi ideal positif dan memiliki jarak terjauh ke solusi ideal negatif, sehingga urutan alternatif ditentukan berdasarkan besarnya Rj. Proses analisis MCDM-TOPSIS ini dilakukan dengan menggunakan bantuan add-ins Sanna pada software Microsoft Excel. Pada penelitian ini analisis MCDM-TOPSIS untuk memperoleh sarana penanganan sampah prioritas dilakukan pada masing-masing tipologi permukiman dengan tahapan sebagai berikut : (1) menentukan jumlah baris dan kolom sesuai dengan jumlah item alternatif dan kriteria yang akan digunakan, pada penelitian ini item alternatif merupakan jenis sarana penanganan sampah dan kriterianya merupakan faktor-faktor level 2 pada struktur AHP; (2) memasukkan nilai atribut dari setiap alternatif menurut masing-masing kriteria dan menentukan kategori dari kriteria-kriteria tersebut, apakah masuk dalam kategori keuntungan atau kategori biaya untuk mendapatkan solusi ideal, pada penelitian ini kriteria yang digunakan diasumsikan kategori biaya (meminimalkan nilai) karena atribut yang diutamakan adalah yang paling kecil nilainya dimana nilai atributnya merupakan prioritas pemilihan sarana menurut masing-masing kriteria; (3) menentukan bobot dari masing-masing kriteria, pada penelitian ini bobot merupakan hasil analisis AHP; (4) menguji dominansi data untuk mencari solusi non-dominated karena merupakan solusi yang disukai; (5) menentukan metode MCDM yang akan dipakai, pada penelitian ini akan digunakan metode TOPSIS; (6) mengakhiri proses dengan memilih opsi untuk menyajikan hasil berupa grafik bobot kriteria, grafik Rank Unit Value (RUV) dan hasil peringkat terakhir. Kriteria yang dipakai dalam analisis ini berpedoman pada Pedoman Umum 3R Berbasis Masyarakat di Kawasan Permukiman (DPU 2008) yang menyebutkan bahwa kriteria untuk menentukan lokasi yang tepat untuk menerapkan pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat diantaranya adalah : (1) ketersedian lahan dengan status milik pemerintah atau pihak lainnya dengan surat persetujuan penggunaan, (2) lahan tersebut telah dimanfaatkan/ difungsikan sebagai tempat pembuangan sampah atau berada di area yang rencana pemanfaatan untuk fasilitas umum/ taman cukup rendah, (3) mempunyai aksesibilitas yang memadai untuk mobilisasi gerobak atau motor sampah, (4) mempunyai program lingkungan berbasis masyarakat, (5) ada tokoh masyarakat yang memiliki wawasan lingkungan cukup kuat, (6) penerimaan masyarakat terhadap program 3R, (7) bersedia membayar retribusi sampah dan (8) memiliki pengelola kebersihan/ sampah. Bagan alir penelitian yang menggambarkan metode analisis data di atas dapat dilihat pada Gambar 5
22
Gambar 5 Bagan Alir Penelitian
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Kota Tangerang terletak pada 106’36 – 106’42 Bujur Timur (BT) dan 6’6 6 Lintang Selatan (LS), dengan luas wilayah 183,78 km2 (termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19,69 km2). Jika diperhatikan dari posisi geografis, Kota Tangerang memiliki letak strategis karena berada diantara DKI Jakarta, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Posisi strategis tersebut menjadikan perkembangan Kota Tangerang berjalan dengan pesat. Pada satu sisi, menjadi daerah limpahan dari berbagai kegiatan di Kota Jakarta, di sisi lainnya Kota Tangerang menjadi daerah kolektor pengembangan
23 wilayah Kabupaten Tangerang sebagai daerah dengan sumber daya alam yang produktif. Pesatnya perkembangan Kota Tangerang, didukung pula dengan sistem jaringan transportasi terpadu dengan wilayah Jabodetabek, serta aksesibilitas dan konektivitas berskala nasional dan internasional yang baik sebagaimana tercermin dari keberadaan Bandara International Soekarno-Hatta. Secara administrasi wilayah Kota Tangerang terbagi atas 13 kecamatan dengan 3 wilayah pelayanan sampah (Gambar 6). Wilayah batas administrasi Kota Tangerang adalah sebagai berikut : Sebelah utara
: Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang. Sebelah selatan : Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong dan Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan. Sebelah timur : DKI Jakarta. Sebelah barat : Kecamatan Pasar Kemis dan Cikupa, Kabupaten Tangerang.
Gambar 6 Peta administrasi Kota Tangerang Kependudukan Sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta ditambah dengan keberadaan bandara internasional Soekarno Hatta, Kota Tangerang mempunyai tingkat perkembangan kota yang cukup pesat dan menjadi lokasi tempat tinggal favorit masyarakat, terutama yang mempunyai basis aktivitas di Jakarta. Pada tahun 2012, kepadatan penduduknya telah mencapai 12.428 jiwa/ km2 dengan tingkat pertumbuhan penduduk + 3,1 % dan mempunyai + 475 ribu rumah tangga beranggotakan rata-rata 4 jiwa per rumah tangga (Tabel 5).
24 Tabel 5 Jumlah, kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang tahun 2012 Laju Luas Rumah Rata-rata Kepadatan pertumbuhan Kecamatan Jml pddk wilayah Tangga jiwa/KK Pddk/km2 pddk (%) (km2) Ciledug 146.237 39.948 4,05 18.427 4,84 8,77 Larangan 171.550 43.780 4,03 18.748 3,69 9,4 Karang Tengah 124.946 31.470 4,02 10,47 12.069 3,28 Cipondoh 227.289 59.371 4,09 13.543 5,88 17,91 Pinang 188.422 43.497 4,02 8.090 4,41 21,59 Tangerang 182.679 40.799 3,98 10.272 3,25 15,79 Karawaci 214.810 47.389 3,73 13.098 1,52 13,48 Jatiuwung 118.374 43.491 2,78 8.381 0,23 9,61 Cibodas 188.733 39.733 3,73 15.404 1,93 14,41 Periuk 153.707 39.246 3,48 14.300 2,68 9,54 Batuceper 104.441 25.680 3,71 8.218 2,49 16,08 Neglasari 134.940 26.594 4,10 6.773 2,58 11,58 Benda 87.304 23.356 3,82 5,92 15.054 3,61 Sumber : BPS Kota Tangerang (2013)
Data proyeksi penduduk menurut RTRW Kota Tangerang periode tahun 2012 sampai 2033 dapat dilihat pada Tabel 6. Dari data ini dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kota Tangerang mengalami peningkatan yang cukup pesat dan akan mengalami pertambahan penduduk + 1 juta jiwa selama kurun waktu 20 tahun. Pesatnya pertumbuhan penduduk ini akan meningkatkan beban pengelolaan sampah kota terutama terhadap kapasitas TPA. Potensi permasalahan ini dapat diminimalisir salah satunya dengan upaya pengurangan sampah di sumber. Tabel 6 Proyeksi jumlah penduduk Kota Tangerang tahun 2013-2033 Kecamatan Ciledug Larangan Karang Tengah Cipondoh Pinang Tangerang Karawaci Cibodas Jatiuwung Periuk Neglasari Batuceper Benda Kota Tangerang Sumber : DTK (2012)
2013 123.154 168.357 129.596 200.882 146.534 146.995 200.836 161.484 141.685 145.180 134.147 90.216 88.765 1.877.831
2018 134.599 189.135 147.001 230.141 162.181 160.464 221.032 178.009 151.021 162.515 157.362 94.899 100.352 2.088.711
2023 146.085 209.867 164.536 259.570 177.897 173.981 241.311 194.602 160.361 179.936 180.828 99.477 112.002 2.300.453
2028 157.563 230.614 182.041 288.961 193.598 187.487 261.571 211.181 169.701 197.338 204.236 104.081 123.638 2.512.010
2033 169.114 250.750 199.854 318.583 209.408 201.083 281.969 227.881 179.058 214.884 228.360 108.206 135.361 2.724.510
25 Pengelolaan Sampah di Kota Tangerang Sumber, Timbulan dan Komposisi Sampah Berdasarkan data JWMC (2006) sumber terbesar timbulan sampah di Kota Tangerang adalah permukiman yaitu sebesar 2.977,33 m3/ hari atau 91,90 % dari jumlah timbulan sampah dengan jumlah laju timbulan sampah per kapita adalah 2,18 l/kapita/hari (Tabel 7) Tabel 7 Proporsi dan laju timbulan sampah Kota Tangerang berdasar sumbernya Proporsi Laju timbulan sampah Timbulan Sampah Sumber 3 Sebaran (%) (l/kapita/hari) (m /hari) Permukiman 2.977,33 91,90 2,00 Sosial (Sekolah) 46,30 1,43 0,03 Perkantoran 8,97 0,28 0,01 Pasar 60,56 1,87 0,04 Industri 125,53 3,87 0,08 Komersial 21,00 0,65 0,01 Jalan 0,01 0,00 0,00 JUMLAH 3.239,70 100 2,18 Sumber : JWMC (2006)
Komposisi sampah Kota Tangerang memiliki komponen organik sebesar 78,99 % dan komponen an-organik sebesar 21,01 %. Secara terperinci karakteristik sampah Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Karakteristik sampah Kota Tangerang No Komponen Persentase (%) 1. Sampah makanan 78,99 2. Kertas 5,81 3. Plastik 9,42 4. Gelas 1,48 5. Logam 0,84 6. Tekstil 0,63 7. Kayu, bambu 0,95 Sumber : JWMC (2006)
Sarana dan Prasarana Kebersihan Tingkat pelayanan pengangkutan sampah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan/ persampahan. Sehubungan dengan hal tersebut Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) melalui program dan kegiatannya selalu berupaya untuk memenuhi kebutuhan jumlah sarana dan prasarana kebersihan sesuai kebutuhan. Upaya pemenuhan sarana dan prasarana kebersihan yang sudah dilakukan oleh DKP dapat dilihat pada Tabel 9.
26
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Tabel 9 Jumlah sarana kebersihan Kota Tangerang tahun 2008-2012 2008 2009 2010 2011 2012 Sarana dan Prasarana (unit) TPS Pasangan 62 62 62 62 62 TPS Kerucut 335 335 335 335 335 TPS Bin 100 126 226 276 276 TPS Kontainer 92 94 154 154 154 TPS Beton 101 201 206 206 206 TPS Fiber Glass 11 11 Tong Sampah 110 220 Komposter 1.222 1.502 1.702 1.902 2.012 Gerobak Sampah 1.666 1.666 330 330 330 Bank Sampah 120 TPST 2 2 2 Bentor 0 0 0 0 21 Dump Truck 116 114 155 170 174 Pick Up 10 10 17 17 22 Arm roll 16 18 18 14 21 Shovel 4 4 4 4 9 Buldozer 4 4 4 4 6 Excavator 2 2 2 2 4 Sweeper 1 1 1 1 1
Sumber : DKP (2012)
Tingkat Pelayanan Tanggung jawab pengangkutan sampah oleh DKP adalah dari TPS ke TPA Tanggung jawab pengangkutan sampah oleh Dinas Kebersihan adalah dari TPS ke TPA, sedangkan untuk pengumpulan sampah dari sumber dan pemindahan ke TPS merupakan tanggung jawab masyarakat. Pola pelayanan yang selama ini dijalankan oleh DKP adalah mengangkut sampah dari TPS ke TPA pada jalur yang sudah ditetapkan. dengan jumlah ritase 2 sampai 3 ritasi perhari (Gambar 7), sedangkan untuk mengefektifkan teknis operasional pengelolaan sampah tanggung jawab pelayanan dibagi dalam 3 wilayah pelayanan (Tabel 10).
Tahap I: Pewadahan/ Pengumpulan
Tahap II: Pengangkutan dari TPS
Tahap III: Pengolahan Akhir
Sumber
TPA TPS
Masyarakat
DKP
DKP
Gambar 7 Pola pelayanan pengangkutan sampah di Kota Tangerang
27
No. 1.
2.
3.
Tabel 10 Wilayah pelayanan sampah Kota Tangerang Wilayah Area Pelayanan UPTD Barat Kec. Periuk Kec. Cibodas Kec. Jatiuwung Kec. Karawaci UPTD Timur Kec. Pinang Kec. Larangan Kec. Ciledug Kec. Karang Tengah Wilayah Tengah Kec.Benda Kec. Batuceper Kec. Neglasari Kec. Cipondoh Kec. Tangerang
Sumber : DKP (2012)
Saat ini pelayanan sampah Kota Tangerang masih dilaksanakan oleh 2 Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yaitu UPTD wilayah barat dan wilayah timur yang diberi tanggung jawab untuk melaksanakan operasional pengelolaan sampah/ kebersihan di wilayah pelayanannya, sedangkan untuk wilayah tengah masih menjadi tanggung Seksi Operasional dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Pada tahun 2012 tingkat pelayanan pengangkutan sampah di Kota Tangerang adalah sebesar 74% (Tabel 11). Namun demikian tingkat pelayanan tersebut masih dibawah Standar Pelayanan Minimal (SPM) bagi kawasan perkotaan yaitu sebesar 80%. Masih adanya selisih antara standar dengan tingkat pelayanan sebenarnya disebabkan karena sarana dan prasarana kebersihan yang dimiliki Pemerintah Kota Tangerang belum memadai serta masih rendahnya peran serta masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah. Tabel 11 Penanganan sampah Kota Tangerang tahun 2012 Persentase (%) No. Penanganan Volume (m3)/bulan 1. Diangkut ke TPA 131.850 74,1 2. Diolah : a. Kompos 4.329 2,43 b. Daur Ulang 12.210 6,86 3. Dipilah (bank sampah & TPA) 8.798 4,94 4. Tidak Terangkut 20.949 11,66 Sumber : DKP (2012)
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa proses pengurangan sampah dengan metode 3R relatif kurang berhasil, hanya berkisar kurang lebih 15 % dari jumlah sampah yang ada dan masih di bawah target yang ditetapkan pemerintah yaitu berkisar 20 %. Hal tersebut disebabkan masih kurangnya sarana pengelolaan sampah 3R dan kurang efektifnya pemanfaatan sarana yang sudah ada. Selain itu, masih adanya sampah yang belum terangkut ke
28 TPA (11,66 %) menunjukkan bahwa proses pengangkutan sampah juga belum secara optimal menjangkau ke seluruh wilayah Kota Tangerang. Biaya Pengelolaan Persampahan Sumber dana pengelolaan sampah Kota Tangerang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dari tahun ke tahun senantiasa meningkat, yaitu dari + 30 milyar pada tahun 2009 menjadi + 60 milyar pada tahun 2012. Porsi anggaran terbesar adalah untuk biaya bahan bakar, pemeliharaan armada truk sampah dan honor/ upah tenaga kebersihan yang bisa mencapai di atas 50 %, sedangkan untuk pengadaan sarana dan prasarana kebersihan tidak lebih dari 36 %. Diharapkan dengan metode pengelolaan sampah 3R, biaya operasional dapat ditekan dan dialihkan untuk memperbanyak sarana dan prasarana kebersihan, terutama sarana 3R berbasis masyarakat. Secara garis besar biaya pengelolaan persampahan Kota Tangerang dapat dilihat pada Tabel 12 Tabel 12 Biaya operasional pengelolaan persampahan Kota Tangerang tahun 2009 sampai 2012 No
Item
1 2
Honor tenaga kebersihan BBM - operasional pengangkutan - operasional TPA Pemeliharaan armada Operasional TPA Pengadaan sarana prasarana kebersihan JUMLAH
3 4 5
2009 2010 2011 2012 (dalam milyar rupiah) 10,8 13,9 22,2 26,5 7,2 2,6 5,9 1,2 3,3 30,2
6,8 2,2 6,3 1,8 17 48
6,0 1,7 7,2 1,3 12,7 51,1
8,1 2,5 7,3 2,1 14,8 61,3
Sumber : DKP (2012)
Pengelolaan Sampah 3R Eksisting Sebagai upaya untuk mengurangi sampah yang harus diangkat ke TPA, salah satunya adalah dengan pengelolaan sampah 3R. Sampai saat ini yang telah berjalan di Kota Tangerang adalah pengomposan sampah organik, pembuatan kerajinan berbahan baku sampah an organik, pembentukan bank sampah, dan pembangunan TPST. Tetapi hasil pengurangan sampah yang diharapkan belum memuaskan. Salah satu penyebabnya adalah masih belum optimalnya pemanfaatan sarana 3R oleh masyarakat. Berdasarkan data DKP pada tahun 2012, dari 2.012 unit komposter yang telah dibagikan ke masyarakat oleh DKP sejak tahun 2008, hanya 896 unit yang teridentifikasi berfungsi dan dimanfaatkan untuk pengomposan dengan jumlah pengolahan sampah organik 71,91 m3/bulan. Untuk program bank sampah, dari 121 set perlengkapan bank sampah yang telah dibagikan oleh DKP baru 82 lokasi yang telah beroperasi dengan jumlah sampah anorganik yang bisa dikumpulkan sebanyak 105 m3/bulan, sedangkan kapasitas pemilahan sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) yang saat ini telah berjalan masih berkisar 24 sampai 27 m3/hari. Untuk kontainer semuanya telah dimanfaatkan oleh DKP
29 sebagai tempat penampungan sampah. Persentase pemanfaatan dari masingmasing jenis sarana penanganan sampah tersebut tercantum pada Tabel 13 Tabel 13 Pemanfaatan jenis sarana penanganan sampah Kota Tangerang No. 1. 2. 3. 4.
Sarana
Komposter Bank Sampah TPST Kontainer Sumber : DKP (2012).
Jumlah (unit) Pengadaan Berfungsi 2012 896 121 82 2 2 104 104
Persentase Pemanfaatan (%) 44,53 67,77 100,00 100,00
Peran Serta Masyarakat Secara umum peran serta masyarakat dalam aktifitas pengelolaan persampahan di lingkungannya masih belum optimal. Kegiatan pemilahan sampah sejak dari rumah tangga baru dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat karena sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa pemilahan sampah di rumah tangga merupakan hal yang sia-sia selama sarana pengumpulan dan pengangkutan sampah belum terpilah juga. Saat ini yang dilakukan oleh masyarakat masih menerapkan sistem pewadahan sampah yaitu mencampur sampah basah maupun sampah kering (sampah organik dan anorganik). Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan perlunya pengelolaan sampah semenjak dari sumber, diadakan kegiatan penyuluhan dan pelatihan pengolahan sampah, penyuluhan di sekolah, iklan layanan masyarakat di radio dan media cetak, serta penyebaran sticker, spanduk dan brosur berisi pesan-pesan mengenai kebersihan. Selain itu, dibentuk juga daerah binaan pengelolaan sampah yang diprioritaskan pada perumahan-perumahan dan sekolah-sekolah yang menjadi obyek penilaian Adipura, yang sampai tahun 2012 telah terbentuk 48 daerah binaan dan 12 sekolah binaan. Pada tahun 2010 telah terbentuk Forum Komunikasi Pengelola Sampah (Forum Kompos) yang merupakan organisasi/ kelembagaan yang menaungi kader-kader kebersihan yang telah terbentuk di Kota Tangerang. Forum ini dibentuk untuk mengkonsolidasikan program-program pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah dari masing-masing daerah binaan kader. Pemrosesan Akhir Sampah Pada saat ini pemrosesan akhir sampah Kota Tangerang dilakukan di TPA Rawa Kucing dengan luas lahan terpakai 20,83 ha dari luas lahan 35 ha yang sudah dimiliki Pemerintah Kota Tangerang (Tabel 14). Lahan seluas 20,83 ha tersebut digunakan sel penimbunan sampah yang sudah tidak aktif seluas 14 ha dan sel penimbunan sampah yang masih aktif seluas 5 ha serta bangunan pendukung lainnya seluas 1,33 ha. Luas lahan yang tersisa merupakan lahan yang baru dibebaskan untuk rencana perluasan dan revitalisasi TPA menjadi TPA terpadu.
30 Tabel 14 Luasan pemanfaatan lahan TPA Kota Tangerang No. Pemanfaatan lahan Luas (ha) 1. Jumlah lahan terpakai 20,83 - Sel penimbunan sampah yang sudah tidak aktif 14,00 5,00 - Sel penimbunan sampah aktif - Kolam oksidasi 0,50 - Bangunan kompos, kantor, jalan operasional dll 1,33 2. Lahan kosong/ belum terpakai 14,17 LAHAN KESELURUHAN 35,00 Sumber : DKP (2012)
TPA Rawa Kucing ini telah beroperasi sejak tahun 1990 dan terletak di Kelurahan Kedaung Wetan, Kecamatan Neglasari, sekitar 7 km dari Pusat Kota Tangerang. Batas wilayah TPA Rawa Kucing yaitu : • Sebelah Utara : Lahan kosong dan Permukiman Penduduk • Sebelah Selatan : Permukiman Penduduk • Sebelah Barat : Jl. Iskandar Muda • Sebelah Timur : Lahan pertanian masyarakat Sampai dengan tahun 2005 TPA Rawa Kucing masih dioperasikan secara penimbunan terbuka (open dumping), kemudian secara bertahap sistem operasional ditingkatkan agar menjadi penimbunan terkendali (controlled dumping). Beberapa kegiatan peningkatan telah dilakukan antara lain meliputi penetapan zona penimbunan sampah, penyediaan jalan operasional yang dapat menjangkau seluruh area penimbunan sampah, aplikasi tanah penutup pada sel sampah yang tidak aktif, pengendalian leachate, pengadaan jembatan timbang, serta penghijauan di lingkungan TPA. Berdasarkan kajian Masterplan Persampahan Kota Tangerang pada tahun 2012, diprediksi bahwa masa layan TPA dengan kapasitas lahan seluas 35 ha akan berakhir pada tahun 2015 apabila program 3R kurang berjalan efektif, tanpa perluasan dan atau tanpa peningkatan teknologi operasional pengelolaan sampah di TPA.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Tipologi Permukiman Analisis spasial Berdasarkan pengamatan visual terhadap citra satelit resolusi tinggi, permukiman di Kota Tangerang dapat dibagi menjadi permukiman teratur dan tidak teratur. Berdasarkan ruang lingkup penelitian yang telah ditetapkan maka digitasi on screen hanya dilakukan untuk permukiman yang secara visual tampak teratur. Dari poligon-poligon yang terbentuk dari permukiman teratur tersebut kemudian diklasifikasikan lagi berdasarkan faktor kelompok permukiman, ketersediaan lahan dan aksesibilitasnya, sehingga menghasilkan poligon-poligon yang mempunyai atribut fisik lingkungan. Hasil yang didapatkan adalah terdapat 3 kelompok permukiman, 3 jenis ketersediaan lahan dan 2 macam aksesibilitas.
31 1. Kelompok Permukiman Pembagian kelompok permukiman sebagaimana tercantum pada Tabel 15 didapatkan melalui perbandingan faktor kepadatan ruang dan luas bangunan pada masing-masing poligon permukiman teratur tersebut. Tabel 15 Kelompok permukiman Kelompok Permukiman Kepadatan Luas bangunan 1 Jarang Besar 2 Rapat Sedang 3 Jarang Sedang a. Kelompok permukiman 1 Kelompok permukiman ini merupakan perumahan menengah atas yang dicirikan dengan luas tanah dan luas bangunan yang besar serta jarak antar rumahnya yang tidak begitu rapat. Rata-rata masyarakat yang tinggal di perumahan ini mempunyai tingkat perekonomian yang relatif lebih tinggi dari masyarakat di kelompok permukiman lainnya.
Gambar 8 Tampilan citra satelit permukiman kelompok 1
Gambar 9 Foto contoh permukiman kelompok 1
32 b. Kelompok permukiman 2 Kelompok permukiman ini merupakan perumahan kelas menengah yang bercirikan luas bangunan dan luas tanah yang tidak terlalu luas dan antar rumahnya tidak berjarak atau menempel. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di perumahan ini mempunyai tingkat perekonomian yang hampir seragam dan berada di kelas menengah.
Gambar 10 Tampilan citra satelit permukiman kelompok 2
Gambar 11 Foto contoh permukiman kelompok 2 c. Kelompok permukiman 3 Kelompok permukiman ini bukan merupakan tipe perumahan tetapi berupa tipe rumah biasa yang mempunyai tata letak rumah teratur mengikuti jalur jalan, dan bercirikan luas bangunan dan luas tanah yang tidak terlalu luas dan jarak antar rumahnya relatif agak jarang atau tidak menempel. Permukiman ini biasanya terletak di luar perumahan serta tumbuh di sepanjang jalan utama perumahan dan berkembang seiring dengan perkembangan perumahannya. Masyarakat yang tinggal di perumahan ini cenderung beragam tingkat perekonomian dan rata-rata merupakan masyarakat menengah.
33
Gambar 12 Tampilan citra satelit permukiman kelompok 3
Gambar 13 Foto contoh permukiman kelompok 3 2. Ketersediaan Lahan Dari masing-masing poligon yang sudah terklasifikasikan menjadi 3 kelompok permukiman tersebut kemudian dilakukan pengamatan mengenai faktor ketersediaan lahannya. Faktor ketersediaan lahan digunakan sebagai dasar penilaian kelayakan permukiman sebagai lokasi TPST, yaitu dengan melihat keberadaan lahan kosong pada setiap poligon, yang diklasifikasikan sebagai berikut : tersedia 1 (T1) merupakan permukiman yang mempunyai lahan terbuka di tengah-tengah poligon, tersedia 2 (T2) merupakan permukiman dengan lahan terbuka yang terletak tepat di luar poligon, dan tidak tersedia (TT) adalah permukiman tanpa lahan terbuka. Klasifikasi permukiman berdasarkan status ketersediaan lahannya ditunjukkan pada Tabel 16 dengan contoh tampilan visual seperti nampak pada Gambar 14 sampai Gambar 16. . Tabel 16 Ketersediaan lahan Ketersediaan Lahan Letak T1 Tengah Poligon T2 Di luar poligon TT Tidak tersedia
34
Gambar 14 Tampilan citra satelit permukiman ketersediaan lahan T1
Gambar 15 Tampilan citra satelit permukiman ketersediaan lahan T2
Gambar 16 Tampilan citra satelit permukiman ketersediaan lahan T3 3. Aksesibilitas Dari masing-masing poligon yang sudah terklasifikasi berdasarkan kelompok permukiman dan ketersediaan lahan, selanjutnya dilakukan
35 pengamatan dan pengukuran jarak poligon terhadap jalan arteri/ kolektor. Berdasarkan pedoman umum pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat di kawasan permukiman (DPU 2008), jarak ideal TPST adalah 500 meter dari jalan protokol yang mempertimbangkan aspek estetika kota dan kemudahan mobilitas truk sampah. Pada jarak 500 meter tersebut, diharapkan bangunan TPST cukup tersembunyi dari penglihatan warga yang lalu lalang di jalan protokol tetapi tidak terlalu menyulitkan mobilitas truk sampah yang mengangkut residu dari TPST. Dengan demikian, jarak 500 meter merupakan faktor penentu dalam pembagian klasifikasi aksesibilitas. Aksesibilitas memadai merupakan permukiman yang dilalui atau tidak terlalu jauh dari jalan arteri dan/ atau kolektor dengan jarak maksimal 500 m, sedangkan aksesibilitas tidak memadai mempunyai jarak lebih jauh minimal 500 m. (Tabel 17). Tampilan yang menunjukkan perbedaan aksesibilitas seperti dicontohkan pada Gambar 17 dan Gambar 18. Tabel 17 Aksesibilitas Aksesibilitas
Jarak dari jalan arteri/ kolektor
Memadai
<= 500 m
Tidak Memadai
> 500 m
Legenda : Batas poligon Jalan arteri primer Jalan arteri
Gambar 17 Tampilan citra satelit permukiman aksesibilitas memadai
36
dr jalan kolektor Legenda : Batas poligon Jalan kolektor sekunder Jalan lokal
916,18 meter
Gambar 18 Tampilan citra satelit permukiman aksesibilitas tidak memadai Pengklasifikasian permukiman berdasarkan faktor kepadatan dan luas bangunan, ketersediaan lahan dan aksesibilitas pada setiap poligon yang mewakilinya ditunjukkan melalui atribut fisik lingkungan permukiman yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Melalui proses query menggunakan software SIG, ketiga faktor tersebut dikombinasikan sehingga mendapatkan 12 tipe permukiman yang menggambarkan kondisi fisik lingkungan yang spesifik seperti yang tercantum pada Tabel 18. Tipe permukiman tersebut hanya dijadikan sebagai dasar stratifikasi permukiman untuk penentuan lokasi sampling dan jumlah informan. Tabel 18 Tipe permukiman berdasarkan kelompok permukiman, ketersediaan lahan dan aksesibilitas Tipe Permukiman a b c d e f g h i j k l
Kelompok Permukiman 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 2
Ketersediaan Lahan Tersedia 1 Tersedia 1 Tersedia 1 Tersedia 2 Tersedia 2 Tersedia 2 Tersedia 1 Tersedia 1 Tersedia 1 Tersedia 2 Tersedia 2 Tidak Tersedia
Aksesibilitas Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Tidak Memadai Tidak Memadai Tidak Memadai Tidak Memadai Tidak Memadai Memadai
Jumlah poligon 28 51 7 1 19 2 3 5 2 1 5 2
37 Berdasarkan pertimbangan tersebut penentuan lokasi survei dan jumlah informan wawancara dan pengisian kuesioner dapat dilihat pada Tabel 19 dan Tabel 20, sedangkan sebaran lokasi samplingnya dapat dilihat pada Gambar 19. Untuk memperoleh gambaran karakter masyarakat permukiman yang cukup komprehensif, target informan diutamakan tokoh masyarakat (Ketua RW/ kader lingkungan). Tabel 19 Pembagian lokasi sampling Tipe Permukiman
Wil. Barat Kecil Sedang Besar 3 5 7 4 1 2
a b c d e f g h i j k l JUMLAH Keterangan :
1
1
3
16
10
Jumlah Poligon Wil. Tengah Wil. Timur JUMLA H Kecil Sedang Kecil Sedang 9 7 3 1 28 16 4 13 6 51 1 4 7 1 1 4 2 9 2 19 1 1 2 3 1 4 5 2 2 1 1 5 5 2 2 34 15 40 10 126
= lokasi sampling
Tabel 20 Sebaran jumlah informan Tipe Permukiman a b c d e f g h i j k l Keterangan :
Jumlah Responden Wil. Barat Wil. Tengah Kecil Sedang Besar Kecil Sedang 1 3 1 3 1 5 2 3 1
Wil. Timur Kecil Sedang 1 1 3 1
1
1 1
3
1 1 1 1 1 1 = lokasi sampling
38
Gambar 19 Peta sebaran lokasi sampling
39 Analisis deskriptif Hasil kuesioner dan wawancara langsung di lapangan menjadi atribut karakter masyarakat pada masing-masing tipe permukiman, sebagaimana tercantum pada Lampiran 3, yang disimpulkan sebagai berikut : sebagian besar masyarakat di semua tipe permukiman belum melakukan pemilahan sampah dan tingkat partisipasinya relatif rendah karena sampah yang dihasilkan masih belum dikelola/ dimanfaatkan serta belum bersedia untuk turut serta mengelola sampah di lingkungannya; penerimaan masyarakat terhadap upaya pengelolaan sampah di lingkungan mereka (berupa TPST) relatif resisten dan hanya tipe b, c, d serta j yang dapat menerima tetapi dengan syarat ada sosialisasi lebih lanjut; kesanggupan dan kemauan masyarakat untuk membayar retribusi sampah semuanya sanggup dan mau membayar sesuai tarif yang berlaku, bahkan untuk tipe a, d dan g sanggup membayar lebih besar; keberadaan kader hanya dapat ditemukan pada tipe b dan keberadaan pengelola dapat ditemukan pada tipe a, b, e, g, k dan l. Lebih mudahnya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Karakter masyarakat tiap tipe permukiman Tipe Permukiman a
Pemilahan
Partisipasi
Penerimaan
Kesanggupan
Kemauan
Kader Pengelola
T Ada
Rendah
TM
Lebih
M
T Ada
Ada
b
T Ada
Rendah
M
Sesuai
M
Ada
Ada
c
T Ada
Rendah
M
Sesuai
M
T Ada
T Ada
d
T Ada
Rendah
M
Lebih
M
T Ada
T Ada
e
T Ada
Rendah
TM
Sesuai
M
T Ada
Ada
f
T Ada
Rendah
TM
Sesuai
M
T Ada
T Ada
g
T Ada
Rendah
TM
Lebih
M
T Ada
Ada
h
T Ada
Rendah
TM
Sesuai
M
T Ada
T Ada
i
T Ada
Rendah
TM
Sesua
M
T Ada
T Ada
j
T Ada
Rendah
M
Sesuai
M
T Ada
T Ada
k
T Ada
Rendah
TM
Sesuai
M
T Ada
Ada
l
T Ada
Rendah
TM
Sesuai
M
T Ada
Ada
Keterangan: T=tidak, M=mau
Pada saat menyebarkan kuesioner dan melakukan wawancara, peneliti juga melakukan cek lapangan mengenai kondisi dan status lahan terbuka yang diidentifikasi pada analisis spasial sebelumnya. Dari survei lapangan tersebut didapatkan bahwa pada lokasi sampel yang sebelumnya dinyatakan tersedia lahan terbuka, baik di dalam poligon (T1) maupun di luar poligon (T2), ada yang bisa langsung dimanfaatkan untuk lokasi pengelolaan sampah terpadu 3R (TPST) karena merupakan lahan fasos fasum pemerintah Kota Tangerang (TA) dan ada yang tidak bisa langsung dimanfaatkan karena status kepemilikannya masih milik pribadi, milik developer atau milik pemerintah tetapi sudah direncanakan dan atau sudah dimanfaatkan untuk fasilitasi publik/ taman (TB).
40 Kombinasi analisis spasial dan analisis deskriptif Berdasarkan hasil pengecekan lapangan, faktor ketersediaan lahan mengalami perubahan seperti telah dijelaskan di atas sehingga penentuan tipologi permukiman kembali mempertimbangkan setiap atribut faktor fisik lingkungan masing-masing poligon (kelompok permukiman, ketersediaan lahan dan aksesibilitas) terhadap atribut karakter masyarakat, bukan lagi berdasar tipe permukiman,. Oleh karena itu tipe permukiman a sampai l hanya digunakan sebagai dasar stratifikasi permukiman untuk keperluan penentuan lokasi sampling. Masing-masing atribut fisik lingkungan hasil analisis spasial dan atribut karakter masyarakat hasil analisis deskriptif tersebut kemudian dikombinasikan menggunakan teknik query pada software SIG, sehingga didapatkan tipologi permukiman sebagaimana tercantum pada Tabel 22 (lihat Lampiran 4 untuk hasil query atribut secara lengkap). Query yang dilakukan adalah dengan mengkombinasikan masing-masing atribut dari setiap kolom, dimulai dari atribut yang paling memenuhi kriteria pedoman umum pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat. Tabel 22 Tipologi permukiman
Keterangan : TA=bisa langsung dimanfaatkan, TB=pemanfaatan perlu negosiasi, TT=tidak tersedia lahan, T=tidak, Md=memadai, M=mau
Secara umum sebagian besar warga permukiman belum melaksanakan pemilahan sampah dan partisipasi masyarakat cukup rendah tetapi bersedia membayar retribusi sesuai ketentuan. Hasil tipologi permukiman yang diperoleh adalah sebagai berikut (Gambar 20) : (A) Permukiman teratur dengan jarak antar rumah yang rapat/ menempel dan luas bangunan sedang dan mempunyai aksesibilitas memadai. Berpotensi sebagai lokasi TPST karena mempunyai lahan terbuka yang dapat langsung dimanfaatkan, warga bersedia serta mempunyai kader dan pengelola kebersihan, meskipun kesanggupan masyarakat membayar retribusi masih terbatas sesuai dengan tarif yang berlaku. (B) Permukiman teratur dengan jarak antar rumah yang cukup lebar/ tidak menempel, luas bangunan besar dan mempunyai aksesibilitas tidak memadai. Meskipun kesanggupan masyarakat membayar retribusi masih terbatas serta
41 belum mempunyai kader dan pengelola kebersihan, tetapi karena tersedia lahan terbuka yang dapat langsung dimanfaatkan dan warganya bersedia maka permukiman ini juga berpotensi sebagai lokasi TPST. (C) Permukiman teratur dengan jarak antar rumah yang rapat/ menempel dan luas bangunan sedang dan mempunyai aksesibilitas tidak memadai. Dengan keberadaan lahan terbuka yang dapat langsung dimanfaatkan, permukiman ini dianggap cukup berpotensi sebagai lokasi TPST meskipun warga tidak menerima keberadaannya, belum ada pemilahan sampah dan kesanggupan masyarakat membayar retribusi masih terbatas serta belum mempunyai kader dan pengelola kebersihan. (D) Permukiman teratur dengan jarak antar rumah yang cukup lebar/ tidak menempel, luas bangunan besar dan mempunyai aksesibilitas memadai. Dengan lahan yang tersedia belum bisa dimanfaatkan langsung serta belum adanya kader dan pengelola kebersihan, tetapi karena warga menerima keberadaan TPST dan sanggup untuk membayar retribusi lebih besar dari tarif yang berlaku, maka permukiman ini cukup berpotensi sebagai lokasi TPST. (E) Permukiman teratur dengan jarak antar rumah yang cukup lebar/ tidak menempel tetapi luas bangunan sedang dan mempunyai aksesibilitas memadai. Dengan kesediaan warga untuk menerima keberadaan TPST tetapi ketersediaan lahan yang tidak bisa dimanfaatkan langsung, keberadaan kader dan pengelola kebersihan yang belum ada, serta kesanggupan warga untuk membayar retribusi yang terbatas maka permukiman ini dianggap kurang berpotensi sebagai lokasi TPST. (F) Permukiman teratur dengan jarak antar rumah yang cukup lebar/ tidak menempel, luas bangunan besar dan mempunyai aksesibilitas memadai. Dengan lahan tersedia tidak bisa dimanfaatkan langsung, warga yang tidak menerima dan keberadaan kader yang belum ada, maka permukiman ini dianggap tidak berpotensi sebagai lokasi TPST. Meskipun terdapat pengelola kebersihan dan warga sanggup membayar retribusi lebih besar, tetapi kecenderungannya warga lebih menginginkan supaya sampah dapat segera diangkut dari lingkungannya. (G) Permukiman teratur dengan jarak antar rumah yang cukup lebar/ tidak menempel tetapi luas bangunan sedang dan mempunyai aksesibilitas memadai. Keberadaan lahan terbuka yang tidak bisa dimanfaatkan langsung, warga yang tidak bersedia, belum mempunyai kader, dan kesanggupan warga untuk membayar retribusi yang terbatas menjadikan permukiman ini tidak berpotensi sebagai lokasi TPST meskipun terdapat pengelola kebersihan didalamnya. (H) Permukiman teratur dengan karakteristik fisik lingkungan yang mirip dan karakter masyarakat yang hampir sama dengan tipologi E, bahkan dengan kesediaan warga yang tidak menerima, menjadikan permukiman ini tidak berpotensi sebagai lokasi TPST. (I) Permukiman teratur dengan karakter masyarakat yang sama dan karakteristik fisik lingkungan yang hampir mirip tipologi F dengan aksesibilitas tidak memadai menjadikan permukiman ini tidak berpotensi sebagai lokasi TPST. (J) Permukiman teratur dengan karakteristik fisik lingkungan yang hampir mirip dan karakter masyarakat yang hampir sama dengan tipologi E, tetapi
42 mempunyai aksesibilitas tidak memadai dan warga yang tidak menerima keberadaan TPST, menjadikan permukiman ini tidak berpotensi sebagai lokasi TPST. (K) Permukiman teratur dengan karakter masyarakat yang sama dan karakteristik fisik lingkungan yang hampir mirip dengan tipologi G, bahkan tanpa lahan terbuka, menjadikan permukiman ini tidak berpotensi sebagai lokasi TPST. (L) Permukiman teratur dengan karakter masyarakat yang sama dan karakteristik fisik lingkungan yang hampir mirip dengan tipologi G, tetapi mempunyai aksesibilitas yang tidak memadai, menjadikan permukiman ini tidak berpotensi sebagai lokasi TPST. Faktor Dominan Penentuan Jenis Sarana Penanganan Sampah Hasil analisis AHP berdasarkan persepsi stakeholder yang menjadi responden mengenai perencanaan sarana penanganan sampah, sebagaimana tercantum pada Lampiran 5, didapatkan bahwa tidak ada faktor yang sangat berpengaruh (dominan) terhadap penentuan jenis sarana penanganan sampah yang diprioritaskan untuk mendukung pengelolaan sampah yang berkelanjutan, atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kriteria-kriteria yang ada mempunyai pengaruh yang sama besarnya. Meskipun demikian dari range bobot yang didapat, kriteria penerimaan masyarakat terhadap keberadaan pengelolaan sampah di lingkungan mereka (17,1 %) menjadi faktor yang cukup mempengaruhi penentuan prioritas jenis sarana penanganan sampah untuk tipologi permukiman tersebut. Hasil ini cukup sesuai dengan salah satu persyaratan yang terdapat dalam pedoman umum 3R berbasis masyarakat di kawasan permukiman (DPU 2008). Kriteria yang bisa dianggap tidak begitu berpengaruh adalah faktor keberadaan pengelola yang hanya mempunyai bobot 7,9 %. Hal ini bisa dimengerti karena walaupun menjadi salah satu faktor yang dipersyaratkan tetapi keberadaan pengelola kebersihan/ sampah bisa digantikan dengan mempekerjakan pihak ketiga atau orang di luar permukiman tersebut. Hasil pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 23 Tabel 23 Hasil AHP Faktor Bobot Penerimaan 17,1% Ketersediaan Lahan 13,3% Partisipasi 11,2% Aksesibilitas 11,0% Kemauan membayar 10,9% Kesanggupan membayar 9,7% Keberadaan kader 9,5% Pemilahan sampah 9,3% Keberadaan pengelola 7,9%
Gambar 20 Peta tipologi permukiman Kota Tangerang
43
44 Perumusan Prioritas Jenis Sarana Penanganan Sampah Pada penelitian ini, alternatif yang akan diranking adalah jenis sarana penanganan sampah yang selama ini digunakan oleh DKP dalam pengelolaan sampah di Kota Tangerang, yaitu sarana 3R yang terdiri dari komposter dan bank sampah, TPST dan kontainer truk sampah, sedangkan kriteria yang digunakan adalah faktor-faktor yang digunakan pada analisis sebelumnya, antara lain ketersediaan lahan, aksesibilitas, pemilahan sampah, partisipasi, penerimaan masyarakat, kesanggupan membayar lebih besar dari retribusi, kemauan membayar retribusi, keberadaan kader dan keberadaan pengelola. Nilai atribut yang diinput merupakan ranking dari masing-masing alternatif pada setiap kriteria yaitu ranking 1 sampai 3. Prioritas jenis sarana penanganan sampah dipilih berdasarkan tingkat ranking yang paling tinggi yaitu 1, sehingga nilai atribut dari masing-masing kriteria diminimalkan. Nilai bobot yang dipakai pada setiap kriteria menggunakan hasil pembobotan dari proses analisis AHP sebelumnya. Pemberian nilai atribut ini berdasarkan karakteristik tiap tipologi permukiman yang disesuaikan dengan pedoman umum 3R. Untuk tipologi permukiman yang mempunyai karateristik yang sesuai dengan pedoman umum 3R, maka alternatif sarana TPST dan/atau sarana 3R diberikan ranking yang lebih tinggi (ranking 1 dan/atau 2) dibandingkan alternatif kontainer (ranking 2 dan/atau 3) dan begitu sebaliknya. Untuk mendapatkan solusi yang non-dominated maka data yang telah diinput dicek dominansi datanya, dan hasilnya semua data yang diinput pada masing-masing tipologi sudah dalam keadaan yang non-dominated. Proses analisis MCDM kemudian dilanjutkan dengan memilih metode TOPSIS. Rekapitulasi hasil untuk masing-masing tipologi tercantum pada Tabel 24 dan sebaran prioritas sarana penanganan sampah pada masing-masing tipologi permukiman dapat di lihat pada Gambar 21 (contoh output MCDM-TOPSIS dapat dilihat pada Lampiran 6). Tabel 24 Prioritas sarana penanganan sampah masing-masing tipologi TIPOLOGI A B C D E F G H I J K L
ALT. TPST TPST Kontainer Kontainer TPST Kontainer Kontainer Kontainer Kontainer Kontainer Kontainer Kontainer
PRIORITAS SARANA R.U.V ALT. R.U.V ALT. R.U.V Sarana 3R 0,39 Kontainer 0,35 0,76 Sarana 3R 0,41 Kontainer 0,41 0,70 0,56 TPST 0,50 Sarana 3R 0,41 0,59 Sarana 3R 0,52 TPST 0,51 0,57 Kontainer 0,51 Sarana 3R 0,48 Sarana 3R 0,36 TPST 0,33 0,77 Sarana 3R 0,43 TPST 0,41 0,68 Sarana 3R 0,48 TPST 0,34 0,74 Sarana 3R 0,40 TPST 0,38 0,70 Sarana 3R 0,51 TPST 0,39 0,68 Sarana 3R 0,47 TPST 0,38 0,56 TPST 0,42 0,54 Sarana 3R 0,50
Keterangan : ALT = alternatif sarana, R.U.V = Rank Unit Value
Gambar 21 Peta prioritas sarana penanganan sampah Kota Tangerang
45
46 RUV merupakan nilai preferensi untuk setiap alternatif, dimana urutan ranking alternatif ditentukan berdasarkan besarnya nilai RUV. Semakin besar nilai RUV menunjukkan bahwa alternatif tersebut berjarak terpendek terhadap solusi ideal positif dan berjarak terjauh dengan solusi ideal negatif, sehingga semakin tinggi urutan rankingnya. Permukiman berdasarkan prioritas jenis sarana penanganan sampah dan besarnya perbedaan RUV antar alternatif hasil analisis MCDM-TOPSIS dapat dikelompokkan sebagai berikut : permukiman yang sarana prioritasnya hanya TPST permukiman dengan ketiga sarana yang mempunyai prioritas (nilai RUV) yang hampir sama besar, dengan urutan TPST, kontainer, dan sarana 3R permukiman yang mempunyai 2 sarana dengan prioritas (nilai RUV) yang hampir sama besar, dengan urutan kontainer dan sarana 3R permukiman yang mempunyai mempunyai nilai prioritas (nilai RUV) yang hampir sama untuk ketiga sarana dengan urutan kontainer, sarana 3R dan TPST permukiman yang mempunyai prioritas (nilai RUV) yang hampir sama besar untuk 2 sarana, dengan urutan prioritasnya kontainer dan TPST permukiman yang prioritasnya hanya kontainer Dari pengelompokan prioritas sarana penanganan sampah tersebut di atas, dapat diperoleh pengelompokan permukiman berdasarkan potensi sebagai lokasi pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat di kawasan permukiman sebagai berikut: permukiman yang sangat berpotensi menjadi lokasi pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat yaitu tipologi A dan B, permukiman yang berpotensi menjadi lokasi pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat yaitu tipologi E, permukiman yang cukup berpotensi menjadi lokasi pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat yaitu tipologi C, D dan L, permukiman yang kurang/ tidak berpotensi menjadi lokasi pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat yaitu tipologi F, G, H, I, J, dan K. Sebaran lokasi nya dapat dilihat pada Gambar 22. Permukiman tipologi A dan B dikategorikan dalam kelompok 1 karena TPST merupakan sarana yang sangat mendukung pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat di kawasan permukiman, dan perbedaan nilai RUV nya sangat jauh dengan alternatif lainnya sehingga dapat diasumsikan bahwa jarak alternatif lainnya terhadap solusi ideal relatif lebih jauh. Hal ini ditunjukkan dengan faktor kesediaan masyarakat di tipologi tersebut terhadap keberadaan pengelolaan sampah di lingkungan mereka dan ketersediaan lahan untuk pengelolaan sampah di lingkungannya. Kelompok 2 merupakan tipologi permukiman dengan perbedaan nilai RUV yang tidak terlalu besar untuk ketiga alternatif dan diasumsikan bahwa jarak ketiga alternatif terhadap solusi ideal relatif hampir sama, tetapi dengan prioritas pertama berupa TPST. Yang mempengaruhi tipologi permukiman E masuk dalam kelompok 2 ini karena walaupun masyarakat mau menerima, tetapi lahan belum/ tidak tersedia karena statusnya merupakan properti pribadi atau milik pemerintah daerah tetapi sudah direncanakan atau dimanfaatkan untuk fasilitas umum/ taman.
Gambar 22 Peta sebaran lokasi potensi 3R Kota Tangerang
47
48 Dengan perbedaan RUV yang tidak terlalu besar dapat diasumsikan bahwa urutan ketiga alternatif tersebut bisa dirubah atau disesuaikan dengan beberapa perlakuan/ perbaikan terhadap kondisi fisik lingkungan dan atau karakter masyarakat di tipologi tersebut. Kelompok 3 merupakan tipologi permukiman yang mempunyai perbedaan nilai RUV yang tidak terlalu besar untuk dua atau tiga alternatif tetapi dengan prioritas pertamanya adalah kontainer yang notabene bukan sarana 3R. Yang menjadi alasan kelompok 3 cukup berpotensi sebagai lokasi 3R karena masih mempunyai 1 kriteria yang cukup mempengaruhi keberhasilan program 3R, dimana tipologi C hanya kriteria ketersediaan lahan, tipologi D kriteria penerimaan masyarakatnya yang bersedia, dan tipologi L mempunyai kriteria pengelola kebersihan/ sampah. Permukiman yang masuk kelompok 4 dianggap kurang berpotensi menjadi lokasi pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat, karena sarana yang menjadi prioritas pertama adalah kontainer dan perbedaan nilai RUV dengan alternatif yang mendukung program 3R cukup besar, sehingga upaya yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kondisi fisik lingkungan dan atau karakter masyarakatnya harus lebih intensif. Untuk mendorong keberhasilan pengelolaan sampah yang berkelanjutan di semua tipologi permukiman, jenis sarana penanganan sampah yang diprioritaskan adalah sarana yang dapat mendukung pelaksanaan pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat.
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan serta dengan memperhatikan kaitannya dengan tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Melalui proses query menggunakan software SIG didapatkan 12 tipologi permukiman berdasarkan karakteristik fisik lingkungan dan karakter masyarakat dalam mengelola sampah, dari yang paling memenuhi kriteria pedoman umum pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat sampai yang kurang memenuhi kriteria. 2. Berdasarkan hasil AHP, ternyata tidak terdapat faktor dominan yang sangat mempengaruhi pemilihan jenis sarana penanganan sampah. Pengaruh dari kriteria-kriteria yang ada mempunyai pengaruh yang relatif hampir sama besar, yang mana faktor penerimaan masyarakat merupakan kriteria yang mempunyai bobot paling besar yaitu sebesar 17,1 % dan keberadaan pengelola kebersihan/ sampah mempunyai bobot paling rendah yaitu sebesar 7,9 %. 3. Dari hasil MCDM-TOPSIS, jenis sarana penanganan sampah yang menjadi prioritas untuk masing-masing tipologi permukiman yaitu: a. TPST menjadi sarana penanganan sampah prioritas di permukiman tipologi A dan B;
49 b. Ketiga sarana penanganan sampah (sarana 3R, TPST dan kontainer) mempunyai prioritas yang hampir sama pada permukiman tipologi D dan E, sehingga sarana yang akan diprioritaskan dapat disesuaikan dengan perkembangan tipologi permukiman; c. Kontainer dan TPST menjadi sarana yang diprioritaskan pada permukiman tipologi C karena mempunyai prioritas yang hampir sama besar; d. Kontainer dan Sarana 3R menjadi sarana prioritas pada permukiman tipologi L; e. Hanya Kontainer yang menjadi sarana penanganan sampah prioritas pada permukiman tipologi F, G, H, I, J dan K; Saran 1. Resistensi masyarakat terhadap program pengelolaan sampah di lingkungan seringkali disebabkan karena paradigma yang masih berkembang di masyarakat adalah sampah sebagai sebuah masalah dan tidak menginginkan ada di sekitarnya (Not in My Back Yard). Untuk itu perlu lebih mengintensifkan sosialisasi mengenai pengelolaan sampah 3R baik dari segi kepentingan dan manfaatnya. 2. Ketersediaan lahan merupakan faktor penting dalam upaya pengelolaan sampah 3R dalam bentuk TPST. Oleh karena itu status kepemilikan lahan terbuka/ lahan kosong perlu di pastikan. Untuk itu pemerintah daerah perlu berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait yang mempunyai kewenangan atau kepentingan dengan pertanahan serta melakukan pendataan mengenai lokasi, status kepemilikan dan rencana pemanfaatan lahan. 3. Untuk memperluas wilayah potensial dalam pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat, yang perlu dilakukan adalah : a. Mempertahankan dan bahkan meningkatkan kondisi fisik lingkungan dan karakter masyarakat pada tipologi permukiman C, D, E dan L supaya memenuhi kriteria dalam pedoman umum 3R (DPU 2008). b. Pada permukiman tipologi C perlu mengintensifkan sosialisasi mengenai pengelolaan sampah 3R (TPST), baik dari segi kepentingan maupun manfaatnya, sehingga warga yang sebelumnya tidak menerima keberadaan TPST di lingkungannya pada akhirnya dapat menerima dan bahkan turut mendukung keberhasilan operasionalnya. c. Pada permukiman tipologi D dan E perlu memastikan status lahan yang tersedia tetapi belum bisa dimanfaatkan langsung, baik karena permasalahan kepemilikan lahan yang bukan milik pemerintah maupun karena status lahan yang sudah direncanakan atau dimanfaatkan untuk fasilitas umum/ taman.
50
DAFTAR PUSTAKA Abeliotis K, Karaiskou K, Togia A, Lasaridi K. 2009. Decision support systems in solid waste management: a case study at the national and loval level in Greece. J Global Nest. 11(2):117-126. Ahmed SM. 2006. Using GIS in solid waste management planning: a case study for Aurangabad India [tesis]. Linkoping (SE): Linkopings University. Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan: Tinjauan Kritis. Bogor (ID): P4W Press. Arham Z. 2009. Rancang bangun sistem informasi spasial berbasis web pada sebaran lokasi tempat pembuangan sementara sampah Kota. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi; 2011 Jun 17-18; Yogyakarta. Yogyakarta (ID). [Lembaga penyelenggara/ penerbit tidak diketahui] Barus B, Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografis, Sarana Management Sumberdaya. Bogor (ID): Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi IPB. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia (SNI) 192454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. Jakarta. Dahuri R, Nugroho I. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta (ID): LP3ES. Djakapermana RD. 2010. Pengembangan Wilayah melalui Pendekatan Kesisteman. Bogor (ID): IPB Press. [DKP] Dinas Kebersihan dan Pertamanan. 2012. Master Plan Pengelolaan Persampahan Kota Tangerang. Tangerang (ID): DKP. [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Pedoman Tata Cara Pengelolaan Sampah 3R. Jakarta (ID): DPU. [DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Pedoman 3R Berbasis Masyarakat di Kawasan Permukiman. Jakarta (ID): DPU. [DTK] Dinas Tata Kota. 2011. RTRW Kota Tangerang 2011-2031. Tangerang (ID): DTK. Eriyatno, Sofyar F. 2007. Riset Kebijakan: Metode Penelitian untuk Pascasarjana. Bogor (ID): IPB Press. Ezeah C, Roberts CL. 2012. Analysis of barriers and success factors affecting the adoption of sustainable management of municipal solid waste in Nigeria. J Environment Management. 103:9-14 Ghoze MK, Dikshit AK, Sharma SK. 2006, A GIS based transportation model for solid waste disposal: A case study on Asansol municipality. Waste Management. 26:1287-1293. Hwang CL, Yoon K. 1981. Multiple attribute decision making: Methods and applications. Berlin: Springer. Jahanshahloo GR, Lotfi FH, Davoodi AR. 2009. Extention of TOPSIS for decision-making problems with interval data: interval eficiency. Math and Comp Modell. 49:1137-1142. [JWMC] Jabodetabek Waste Management Corporation. 2005. Rencana Pengelolaan Sampah Kota Tangerang Tahun 2006-2010. Tangerang (ID): JWMC.
51 Kementerian Pekerjaan Umum. 2006. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP). Jakarta (ID): Kementerian Pekerjaan Umum Lele SM. 1991. Sustainable development: a critical review. World Development. 19(6):607-621. [Litbangstat] Kantor Penelitian dan Pengembangan Statistik. 2013. Kota tangerang dalam angka 2013. Kerjasama BPS Kota Tangerang dengan kantor Litbangstat. Tangerang (ID): Litbangstat Morrissey AJ, Browne J. 2004. Waste management models and their application to sustainable waste management. Waste Management. 24:297-308. Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Phillips PS, Read AD, Green AE, Bates MP. 1999. UK waste minimisation clubs: a contribution to sustainable waste management. Resourc, Conserv, and Recycl. 27:217-247. Postorino, MN, Pratico FG. 2012. An application of multi-criteria decisionmaking analysis to a regional multi-airport system. Research In Transportation Business & Management 4:44-52. Prakasa ER. 2010. Volume produksi, sebaran tempat pembuangan sementara dan pengelolaan sampah padat rumah tangga di Jakarta. [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Riyadi DS. 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Kajian Konsep dan Pengembangan. Pengembangan Wilayah Teori dan Konsep Dasar. Jakarta (ID): Pusat Penkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah dan CV Cahaya Ibu. Riyanto B. 2008. Prospek pengelolaan sampah nonkonvensional di kota kecil (studi kasus: Kabupaten Gunungkidul). [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID): Crestpent Press. Saaty TL. 1977. A scaling method for priorities in hierarchical structures. J Math Psychol. 15:234-281. Saaty TL, Ozdemir MS. 2003. Why the magic number seven plus or minus two. Math and Comp Modell. 38:233-244. Saaty TL. 2007. Multi-decisions decision-making: In addition to wheeling and dealing, our national political bodies need a formal approach for prioritization. Math and Comp Modell. 46:1001-1016. Saaty TL, Sodenkamp M. 2008. Making decisions in hierarchic and network systems. Int. J. Applied Decision Sciences. 1(1):24-79. Saribanon N, Soetarto E, Sutjahjo SH, Sa’id EG, Sumardjo. 2007. Pendekatan tipologi dalam pengembangan partisipasi masyarakat (studi kasus: pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat di Kotamadya Jakarta Timur). J Tek Ling. 8(3):235-244.
52 Shih H, Shyur HJ, Lee ES. 2007. An extension of TOPSIS for group decision making. Math and Comp Modell. 45: 801-813. Wagner J. 2011. Incentivizing sustainable waste management. Ecological Economics. 70:585-594 Zhang H. 2011. The evaluation of tourism destination competitiveness by TOPSIS and information entropy: A case in the Yangtze river delta of China. Tourism Management. 32(2):443–451.
Lampiran 1 Tampilan citra satelit resolusi tinggi Kota Tangerang
53
54 Lampiran 2 Atribut fisik lingkungan pada poligon hasil digitasi on screen Poligon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Kelompok Ketersediaan Permukiman Lahan 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1
Akses
Wilayah
Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai
Tengah Tengah Tengah Tengah Barat Barat Timur Tengah Tengah Barat Tengah Tengah Timur Tengah Timur Barat Tengah Barat Barat Barat Tengah Barat Tengah Tengah Tengah Timur Tengah Tengah Barat Tengah Timur Barat Tengah Timur Timur Timur Tengah Tengah Tengah
Luas Poligon (m2) 20.000 46.653 50.261 53.955 72.887 85.886 92.009 120.801 135.272 160.688 161.469 163.134 172.851 188.910 196.385 239.080 246.400 251.340 254.449 257.043 319.308 386.010 529.955 534.850 535.197 645.589 661.054 984.896 10.681 19.768 20.772 24.594 28.776 32.363 32.556 34.428 37.924 39.862 42.208
55 Lampiran 2 (Lanjutan) Poligon 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
Kelompok Ketersediaan Permukiman Lahan 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1
Akses
Wilayah
Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai
Timur Tengah Timur Barat Tengah Tengah Timur Tengah Tengah Timur Timur Barat Barat Timur Tengah Timur Barat Tengah Timur Tengah Tengah Timur Tengah Barat Timur Tengah Tengah Timur Timur Tengah Timur Timur Barat Barat Barat Timur Tengah Barat Tengah
Luas Poligon (m2) 44.005 45.739 52.257 57.599 58.667 59.808 60.564 64.002 64.094 85.463 90.891 91.478 100.573 101.030 112.856 112.964 134.849 138.396 142.747 156.506 160.391 160.453 160.951 173.561 182.731 183.144 241.205 243.558 311.965 352.641 385.590 385.929 412.581 429.067 557.286 599.251 715.226 846.210 1.054.963
56 Lampiran 2 (Lanjutan) Poligon 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117
Kelompok Ketersediaan Permukiman Lahan 2 Tersedia 1 3 Tersedia 1 3 Tersedia 1 3 Tersedia 1 3 Tersedia 1 3 Tersedia 1 3 Tersedia 1 3 Tersedia 1 1 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 2 Tersedia 2 3 Tersedia 2 3 Tersedia 2 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 1 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 2 Tersedia 1 3 Tersedia 1
Akses
Wilayah
Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai
Barat Barat Barat Timur Timur Timur Tengah Timur Timur Tengah Timur Tengah Timur Tengah Tengah Timur Timur Timur Timur Tengah Timur Timur Tengah Barat Timur Timur Timur Barat Timur Tengah Barat Barat Barat Timur Tengah Timur Timur Timur Tengah
Luas Poligon (m2) 4.693.513 40.162 42.154 45.559 51.173 64.665 91.570 97.271 153.455 18.900 20.117 22.036 37.649 40.034 45.223 48.861 51.896 70.275 71.958 77.936 83.258 117.700 164.518 164.718 172.397 297.955 351.973 631.190 40.887 78.945 21.704 41.749 186.189 32.921 53.741 66.972 91.602 121.313 33.767
57 Lampiran 2 (Lanjutan) Poligon 118 119 120 121 122 123 124 125 126
Kelompok Permukiman 3 1 2 2 2 2 2 2 2
Ketersediaan Lahan Tersedia 1 Tersedia 2 Tersedia 2 Tersedia 2 Tersedia 2 Tersedia 2 Tersedia 2 Tdk Tersedia Tdk Tersedia
Akses
Wilayah
Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Tdk Memadai Memadai Memadai
Tengah Timur Timur Timur Timur Timur Timur Tengah Tengah
Luas Poligon (m2) 172.268 437.718 37.302 50.609 87.734 132.711 154.166 418.898 494.676
Lampiran 3 Atribut karakter masyarakat pada poligon hasil digitasi on screen Poligon
Tipe Kesang Pemilahan Partisipasi Penerimaan Kemauan Permukiman gupan
Kader Pengelola
1
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
2
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
3
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
4
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
5
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
6
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
7
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
8
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
9
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
10
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
11
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
12
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
13
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
14
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
15
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
16
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
17
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
18
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
19
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
20
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
21
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
22
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
23
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
24
a
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
58 Lampiran 3 (Lanjutan) Poligon
Tipe Kesang Pemilahan Partisipasi Penerimaan Kemauan Permukiman gupan
Kader
Pengelola
25
a
Tidak ada Tidak mau Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
26
a
Tidak ada Tidak mau Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
27
a
Tidak ada Tidak mau Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
28
a
Tidak ada Tidak mau Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
29
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
30
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
31
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
32
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
33
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
34
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
35
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
36
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
37
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
38
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
39
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
40
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
41
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
42
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
43
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
44
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
45
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
46
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
47
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
48
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
49
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
50
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
51
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
52
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
53
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
54
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
55
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
56
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
57
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
58
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
59
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
60
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
61
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
59 Lampiran 3 (Lanjutan) Poligon
Tipe Kesang Pemilahan Partisipasi Penerimaan Kemauan Kader Permukiman gupan
Pengelola
62
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
63
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
64
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
65
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
66
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
67
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
68
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
69
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
70
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
71
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
72
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
73
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
74
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
75
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
76
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
77
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
78
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
79
b
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
80
c
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
81
c
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
82
c
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
83
c
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
84
c
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
85
c
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
86
c
Tidak ada Tidak mau
Mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
87
d
Tidak ada Tidak mau
Mau
2
Mau
Tidak ada Tidak ada
88
e
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
89
e
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
90
e
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
91
e
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
92
e
Tidak ada Tidak mau
Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
93
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
94
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
95
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
96
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
97
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
98
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
60 Lampiran 3 (Lanjutan) Poligon
Tipe Kesang Pemilahan Partisipasi Penerimaan Kemauan Kader Permukiman gupan
Pengelola
99
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
100
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
101
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
102
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
103
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
104
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
105
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
106
e
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
107
f
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
108
f
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
109
g
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
110
g
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
111
g
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
2
Mau
Tidak ada
Ada
112
h
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
113
h
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
114
h
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
115
h
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
116
h
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
117
i
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
118
i
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
119
j
Tidak ada
Tidak mau
1
Mau
Tidak ada Tidak ada
120
k
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
121
k
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
122
k
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
123
k
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
124
k
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
125
l
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
126
l
Tidak ada
Tidak mau Tidak mau
1
Mau
Tidak ada
Ada
Mau
Keterangan : - angka 1 pada kolom kesanggupan menunjukkan kesanggupan masyarakat dalam membayar retribusi sesuai tarif dalam perda retribusi - angka 2 pada kolom kesanggupan menunjukkan masyarakat sanggup membayar lebih besar dari tarif retribusi yang ditetapkan
61 Lampiran 4 Atribut tipologi permukiman berdasarkan hasil query Kelompok Lahan Tipologi Permuki Tersedia man
Akses
Pemilah Partisipa Peneri Kesang Kemau Penge Kader an si maan gupan an lola
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada
T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
62 Lampiran 4 (Lanjutan) Kelompok Lahan Tipologi Permuki Tersedia man
Akses
Pemila Partisi Peneri han pasi maan
Kesang Kemau gupan an
Kader
Pengelo la
A
2
Tersedia A Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
A
2
Tersedia A Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
Ada
Ada
B
1
Tersedia A T Memadai T ada T mau
Mau
1
Mau
T ada
T ada
C
2
Tersedia A T Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
T ada
C
2
Tersedia A T Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
T ada
C
2
Tersedia A T Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
T ada
C
2
Tersedia A T Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
T ada
C
2
Tersedia A T Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
T ada
D
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
Mau
2
Mau
T ada
T ada
E
3
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
T ada
T ada
E
3
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
T ada
T ada
E
3
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
T ada
T ada
E
3
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
T ada
T ada
E
3
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
T ada
T ada
E
3
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
T ada
T ada
E
3
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
Mau
1
Mau
T ada
T ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B
Memadai
T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
Lampiran 4 (Lanjutan) Kelompok Lahan Tipologi Permukim Tersedia an
Akses
Pemilah Partisi Peneri Kesang Kemau Kader Pengelola an pasi maan gupan an
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
F
1
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
G
2
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
Ada
H
3
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
T ada
H
3
Tersedia B Memadai T ada T mau
T mau
1
Mau
T ada
T ada
I
1
Tersedia B T Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
I
1
Tersedia B T Memadai T ada T mau
T mau
2
Mau
T ada
Ada
64 Lampiran 4 (Lanjutan) Kelompok Lahan Tipologi Permukim Tersedia an
Akses
Pemil Partisi Peneri Kesang Kemau Pengelo Kader ahan pasi maan gupan an la
I
1
Tersedia B T Memadai T ada T mau T mau
2
Mau T ada
Ada
J
3
Tersedia B T Memadai T ada T mau T mau
1
Mau T ada
T ada
J
3
Tersedia B T Memadai T ada T mau T mau
1
Mau T ada
T ada
K
2
T Tersedia Memadai T ada T mau T mau
1
Mau T ada
Ada
K
2
T Tersedia Memadai T ada T mau T mau
1
Mau T ada
Ada
L
2
Tersedia B T Memadai T ada T mau T mau
1
Mau T ada
Ada
L
2
Tersedia B T Memadai T ada T mau T mau
1
Mau T ada
Ada
L
2
Tersedia B T Memadai T ada T mau T mau
1
Mau T ada
Ada
L
2
Tersedia B T Memadai T ada T mau T mau
1
Mau T ada
Ada
L
2
Tersedia B T Memadai T ada T mau T mau
1
Mau T ada
Ada
Keterangan :
- angka 1 pada kolom kesanggupan menunjukkan kesanggupan masyarakat dalam membayar retribusi sesuai tarif dalam perda retribusi - angka 2 pada kolom kesanggupan menunjukkan masyarakat sanggup membayar lebih besar dari tarif retribusi yang ditetapkan - Tersedia A = dapat langsung dimanfaatkan - Tersedia B = tidak dapat langsung dimanfaatkan - T = tidak
65
Lampiran 5 Rekapitulasi hasil analisis AHP 9 informan
FAKTOR AHP
NORMALISASI
VEKTOR EIGEN
A'
W'
Level 1 Lingkungan Lingkungan 1,00 Sosial 0,84 Ekonomi 0,61 Kelembagaan 0,52 Sum 2,98
Sosial 1,19 1,00 0,73 0,61 3,53
Ekonomi Kelembagaan 1,63 1,93 1,37 1,63 1,00 1,18 0,84 1,00 4,85 5,74
FAKTOR AHP Level 2 (Lingkungan) Pemilahan Ketersediaan Aksesibilitas Lahan sampah Ketersediaan 1,00 1,21 1,42 Lahan Aksesibilitas 0,83 1,00 1,18 Pemilahan 0,70 0,85 1,00 sampah Sum 2,53 3,06 3,60 Level 2 (Sosial) Partisipasi Penerimaan Partisipasi 1,00 0,85 Penerimaan 2,03 1,00 Sum 3,03 1,85 Level 2 (Ekonomi) Kemauan Kesanggupan membayar membayar Kemauan 1,00 1,12 membayar Kesanggupan 0,89 1,00 membayar Sum 1,89 2,12 Level 2 (Kelembagaan) Keberadaan Keberadaan kader pengelola Keberadaan 1,00 1,20 kader Keberadaan 0,84 1,00 pengelola Sum 1,84 2,20
0,34 0,28 0,21 0,17 1,00
0,34 0,28 0,21 0,17 1,00
NORMALISASI
0,34 0,28 0,21 0,17 1,00
0,34 0,28 0,21 0,17 1,00
0,33610 0,28335 0,20634 0,17420
VEKTOR EIGEN
BOBOT LEVEL 2
0,39
0,39
0,39
0,39
0,13269
0,33
0,33
0,33
0,33
0,11001
0,28
0,28
0,28
0,28
0,09340
1,00
1,00
1,00
1,00
0,33 0,67 1,00
0,46 0,54 1,00
0,39 0,61 1,00
0,11186 0,17149
0,53
0,53
0,53
0,10918
0,47
0,47
0,47
0,09717
1,00
1,00
1,00
0,54
0,54
0,54
0,09487
0,46
0,46
0,46
0,07934
1,00
1,00
1,00
66 Lampiran 6 Contoh hasil analisis MCDM TOPSIS Tipologi A
67
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 19 Maret 1979 sebagai anak bungsu dari sembilan bersaudara pasangan G. Karsono (rahimahullah) dan Ruslikah (rahimahullah). Saat ini telah dikaruniai tiga orang putra dan sedang menunggu kelahiran anak keempat dari sang istri tercinta Kurniani Indah Riyanti. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung, dan lulus pada tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan diperoleh pada tahun 2012 dan diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Program Pascasarjana IPB dengan beasiswa dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ((Pusbindiklatren - BAPPENAS). Saat ini penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Bidang Bina Program Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang sejak tahun 2009.