1
PENELUSURAN POTENSI ANTIKANKER DAUN PUCUK MERAH (Syzygium campanulatum Korth) DENGAN METODE Brine Shrimps Lethality Test (BSLT) 1
Encep Zulfikar ), Ike Yulia Wiendarlina2), Sri Wardatun 3) Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan
1), 2), 3)
ABSTRAK Telah dilakukan Penelitian yang bertujuan untuk penelusuran potensi antikanker dan perbandingan nilai LC50 pada metode ekstraksi yang berbeda. Penelusuran potensi antikanker dilakukan dengan metode Brine Shrimps Lethality Test (BSLT) menggunakan larva Artemia salina Leach, sedangkan perbandingan nilai LC50 dilakukan dengan analisis probit pada ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) hasil maserasi dan sokletasi. Hasil penelusuran potensi antikanker pada ekstrak kering 1:1 etanol-air termasuk kedalam klasifikasi toksik dengan nilai LC50 < 100 µg/mL. Dan perbandingan nilai LC50 dengan menggunakan analisi probit pada ekstrak kering hasil maserasi memiliki nilai LC50 106,478 µg/mL, sedangkan hasil sokletasi memiliki nilai LC50 78,265 µg/mL. Kata kunci : Daun pucuk merah, penelusuran antikanker, (Brine Shrimps Lethality Test (BSLT), nilai LC50 ABSTRACT The studies have been conducted searches of potential anticancer and LC50 value comparisons on different extraction methods.The research conducted with potential anticancer Brine Shrimps Lethality Test (BSLT) method using larvae Artemia salina Leach, The LC50 value comparisons done by probit analysis on young leaves dry extract of red leaf buds (P+5) maceration and soxhletation results. The results on the anticancer potential of dry extract 1: 1 ethanol-water included in the classification of toxic with LC50 values < 100 µg/mL and, the comparison of LC50 using probit analysis of the dry extract of maceration method results have a LC50 value of 106.478 µg/mL, the results of soxhletation method have a LC50 values 78.265 µg/mL. Keywords : Red Leaf Buds, Search Potential Anticancer, Brine Shrimps Lethality Test (BSLT), the value of LC50
PENDAHULUAN Indonesia memiliki banyak jenis tumbuhan yang dapat dibudidayakan karena manfaat dan kegunaannya yang besar bagi manusia, terutama dalam hal pengobatan. Potensi alam Indonesia yang bisa dikembangkan untuk obat salah satunya adalah tumbuhan pucuk merah (Syzygium campanulatum Korth) yang berasal dari keluarga Myrtaceae. Tumbuhan ini sering dijadikan sebagai tanaman hias di pekarangan rumah dan di sepanjang jalan raya. Buah Syzygium campanulatum Korth menurut penelitian mengandung antosianin, yang berguna sebagai pewarna alami (Santoni, dkk 2013). Sedangkan daun hijau Syzygium campanulatum Korth memiliki efek antiangiogenik (Aisha, et, al., 2013) dan sebagai antikanker (Memon, et, al., 2014). Sementara pucuk (P+5) daun muda Syzygium campanulatum
Korth yang berwarna merah belum diketahui aktivitasnya secara pasti, oleh karena itu peneliti tertarik untuk menguji aktivitas daun muda Syzygium campanulatum Korth yang berwarna merah sebagai potensi anti kanker dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BLST) Penyakit kanker dapat disebabkan oleh faktor endogen maupun eksogen. Faktor endogen dapat berupa faktor genetik, penyakit, dan hormon. Sedangkan faktor eksogen dapat berasal dari makanan, virus, senyawa-senyawa karsinogenik seperti polusi udara, zat warna, logam-logam karsinogen, dan banyak penyebab lainnya seperti siklofosfamida (Mosman, 1993; Hanahan and Weinberg, 2000). Uji aktivitas menggunakan metode Brine Shrimps Lethality Test (BLST) adalah sebagai uji pendahuluan (preliminary) toksisitas suatu senyawa. Hasil uji BLST dinyatakan sebagai
2
LC50, dengan toksisitas dapat dibedakan menjadi toksik (LC50 < 100 µg/mL) dan tidak toksik (LC50 > 100 µg/mL) (Meyer et, al., 1982). Beberapa keuntungan dari metode ini antara lain pelaksanaannya sederhana, murah, waktu relatif cepat, menggunakan sedikit sampel, serta tidak memerlukan serum hewan seperti pada metode sitotoksik lainnya (Mc Laughlin, et, al., 1998). Daun muda Syzygium campanulatum Korth yang berwarna merah diekstraksi dengan dua cara, yaitu dengan cara dingin menggunakan metode maserasi dan cara panas menggunakan metode sokletasi, untuk melihat pengaruh perbandingan metode ekstraksi terhadap Artemia salina Leach. Pelarut yang digunakan adalah etanol – air 1:1 yang bertujuan untuk menarik senyawa asam betulinat sesuai dengan penelitian Memon, et, al., 2014. Ekstrak lalu diuji pada larva Artemia salina Leach dengan beberapa konsentrasi berbeda, pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva Artemia salina Leach yang mati lalu dibuat kurva kalibrasi nilai probit terhadap log konsentrasi untuk mengetahui nilai LC50. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain perangkat soklet timbangan digital, botol coklat, perangkat grinder, ayakan mesh 40, oven, rotary evaporator, kertas saring, kain batis, moisture balance, akuarium, lampu pijar, alumunium foil, vial, aerator, gelas piala, cawan uap, kaca pembesar alat-alat gelas. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun muda (P+5) pucuk merah (Syzygium campanulatum Korth), pelarut dan pereaksi yang digunakan metanol, etanol 96%, air, telur udang (Artemia salina Leach), asam sulfat, pereaksi Meyer, Bouchardat, Dragendorf, asam klorida, natrium klorida, besi (III) klorida, gelatin, eter, asam asetat anhidrat, etil asetat, serbuk seng, serbuk magnesium, dimetil sulfoksida dan garam ikan. Pengumpulan Bahan Penelitian Daun pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yang digunakan untuk penelitian diperoleh dari daerah Cibatok kecamatan Cibungbulang kabupaten Bogor. Determinasi tumbuhan dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya – LIPI, Kota Bogor, Jawa Barat. Pembuatan Simplisia
Daun muda (P+5) pucuk merah (Syzygium campanulatum Korth) yang telah dikumpulkan dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel (sortasi basah) lalu dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian ditiriskan untuk menghilangkan air sisa-sisa pencucian. Daun muda pucuk merah (Syzygium campanulatum Korth) yang telah bersih dikeringkan di dalam oven pada suhu 40-500C, lalu dibersihkan kembali dari kotoran yang mungkin tidak hilang (sortasi kering). Simplisia kering tersebut selanjutnya diserbukkan mengguakan grinder hingga menjadi serbuk simplisia, serbuk simplisia lalu diayak dengan menggunakan ayakan mesh 40, lalu ditimbang untuk mendapatkan bobot akhir simplisia, disimpan dalam wadah yang kering dan bersih (DepKes RI, 2009) Rendemen Bobot simplisia yang diperoleh = x 100% Bobot awal Karakterisasi Serbuk Simplisia Penetapan Kadar Air Prosedur penetapan kadar air simplisia dilakukan dengan menggunakan alat moisture balance, yaitu dengan cara menyalakan tombol on/off terlebih dahulu, kemudian pinggan diletakan di tengah dan penahan punch di atasnya. Kemudian di set program. Ditimbang simplisia sebanyak 1 gram (akurasi rendah) atau 5 gram (akurasi sedang), simplisia disimpan di atas punch, diratakan sampai menutupi permukaan punch lalu ditutup, setelah 10 menit proses selesai maka persen kadar air dari simplisia akan tertera secara otomatis. Kadar air simplisia pada umumnya yaitu tidak lebih dari 10% (DepKes RI, 2009).
Penetapan Kadar Abu Penetapan kadar abu simplisia dengan menimbang dalam krus yang telah ditara, ditimbang seksama sejumlah 2 gram sampai 4 gram simplisia. Dipijarkan perlahan-lahan, kemudian suhu dinaikkan secara bertahap hingga 6750 ± 250 sampai bebas karbon dan ditetapkan kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (DepKes RI, 2009). Kadar abu (%) =
(Bobot krus + abu simplisia) − Bobot krus kosong x 100% Bobot sampel simplisia serbuk
Pembuatan Ekstrak (Depkes RI, 2000) Metode Ektraksi Cara Dingin (Maserasi)
3
Dimasukan 50 gram serbuk simplisia daun muda pucuk merah (Syzygium campanulatum Korth) ke dalam botol coklat, ditambahkan pelarut 1:1 etanol 96% – air sebanyak 125 mL. Direndam selama 6 jam pertama sambil diaduk selama 30 menit, setelah itu disaring. Ampas yang didapat kemudian diremaserasi dengan pelarut 1:1 etanol – air sebanyak 125 mL sampai 3 kali pengulangan remaserasi dengan waktu pengadukan 30 menit setiap 6 jam sekali, hingga hasil filtrat maserasi mendekati warna pelarut etanol, dengan total keseluruhan pelarut yang digunakan 500 mL 1:1 etanol 96% – air pada proses awal maserasi dan remaserasi. Filtrat kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 500C, hingga menjadi ekstrak kering (Istiqomah, 2013). Pembuatan Ekstrak Cara Panas (Sokletasi) Dipasang alat sokletasi, kemudian sampel sebanyak 50 gram dibungkus dengan kertas saring dan diikat dengan benang lalu, dimasukkan ke dalam alat soklet. Ditambahkan pelarut 1:1 etanol 96% – air sebanyak 500 mL ke dalam labu soklet. Sokletasi dilakukan dengan suhu 700C sampai tetesan siklus tidak berwarna lagi, dengan waktu maksimal 24 jam. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 500C (Istiqomah, 2013). Uji Fitokimia Ekstrak Syzygium Campanulatum Korth Uji Alkaloid (DepKes RI, 1995; Farnsworth, 1966) Sebanyak 500 mg ekstrak ditambahkan 1 mL asam klorida 2N dan 9 mL aquadest, dipanaskan di penangas air selama 2 menit, dan didinginkan. Kemudian disaring dan ditampung filtratnya. Filtrat digunakan sebagai larutan percobaan selanjutnya, yang akan diuji menggunakan pereaksi Bouchardat LP, Mayer LP dan pereaksi Dragendorf LP. a. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Bouchardat LP, terbentuk endapan coklat sampai dengan hitam (positif alkaloid). b. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Mayer LP, terbentuk endapan menggumpal putih atau kuning yang larut dalam metanol (positif alkaloid) c. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Dragendorf LP, terbentuk endapan jingga coklat (positif alkaloid) Uji Saponin (DepKes RI, 1995)
Sebanyak 0,1 gram ekstrak ditambah air 2 mL sampai ekstrak seluruhnya terendam air, lalu dipanaskan selama lima menit. Larutan tersebut didinginkan kemudian dikocok. Busa yang dihasilkan diuji kestabilannya dengan penambahan HCl. Untuk lebih jelas diamati dengan beberapa waktu untuk mengetahui busa yang diperoleh dan pada pengujian ini busa yang timbul selama ± 10 menit menunjukkan adanya saponin. Uji Flavonoid (DepKes RI, 1995) Sebanyak 500 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 mL etil asetat. Kemudian disaring dan filtrat ditampung. Filtrat digunakan sebagai larutan percobaan selanjutnya. a. Larutan percobaan sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering. Residu ditambahkan 2 mL etanol 95%, 0,5 gram serbuk seng P, dan 2 mL asam klorida 2 N, dan didiamkan 1 menit. Kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat, dikocok perlahan, dan didiamkan 2-5 menit. Terbentuk warna merah intensif (positif flavonoid) b. Larutan percobaan sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering. Residu ditambahkan 2 mL etanol 95%, 0,5 gram serbuk magnesium P, dan 10 tetes asam klorida pekat, dan dikocok perlahan. Terbentuknya warna merah jingga hingga merah ungu (positif flavonoid) atau kuning jingga (flavon, kalkon, auron). Uji Triterpenoid Sebanyak 500 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 mL larutan eter di dalam cawan penguap. Kemudian diuapkan hingga kering. Larutan pereaksi yang terdiri dari campuran 10 tetes asam asetat anhidrat, dan 5 tetes asam sulfat pekat disiapkan. Kemudian, larutan pereaksi ditambahkan ke dalam residu. Ekstrak mengandung terpen apabila terbentuk warna merah, hijau, violet dan biru (Farnsworth, 1966). Uji Tanin Sebanyak 500 mg ekstrak ditambahkan 15 mL air panas. Kemudian dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit. Larutan disaring dan filtrat ditampung. Filtrat digunakan sebagai larutan percobaan selanjutnya. a. Larutan percobaan sebanyak 1 mL ditambahkan beberapa tetes besi (III) klorida 1 %, terbentuk warna hijau (positif tanin) b. Larutan percobaan sebanyak 1 mL ditambahkan 3 mL larutan gelatin 10%, terbentuk endapan putih (positif tanin)
4
c.
Larutan percobaan sebanyak 1 mL ditambahkan larutan natrium kloridagelatin (1:10) membentuk endapan putih (positif tanin) (Farnsworth, 1966).
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) (Mc Laughlin, et, al., 1998) Penetasan Artemia salina Leach 1. Disiapkan wadah untuk penetasan larva udang, yang kemudian diberi sekat dan sebagian ditutup dengan menggunakan alumunium foil. 2 Wadah atau aquarium yang sudah siap, diisi dengan air laut buatan, (garam ikan 15 g dalam 1 liter air) 3. Sebanyak 20 mg telur Artemia salina Leach dimasukkan pada bagian wadah yang ditutupi dengan alumunium foil, dan diletakan di bawah pencahayaan lampu dan dibiarkan sampai 24 jam. 4. Larva (nauplii) Artemia salina Leach yang hidup akan bergerak mengikuti cahaya lampu sehinga akan berpindah dari tempat yang tertutup alumunium foil ke bagian yang terbuka dan terkena cahaya. 5 Larva Artemia salina Leach yang hidup selanjutnya dipipet dan dipindahkan ke dalam gelas piala, dan dibiarkan lagi hingga 24 jam berikutnya dengan tetap berada di bawah pencahayaan lampu, hingga larva Artemia salina Leach berumur 48 jam. Uji Potensi Antikanker pada Larva Artemia salina Leach 1. Disiapkan ekstrak daun muda merah Syzygium campanulatum Korth dari hasil ektraksi cara dingin dan cara panas masing-masing kemudian ditimbang sebanyak 100 mg, dan ditambahkan DMSO (dimetil sulfoksida) masing-masing sebanyak 3 mL hingga larut, kemudian ditambahkan air laut hingga volume 50 mL sehingga diperoleh konsentrasi 2000 ppm sebagai larutan induk. 2. Dipipet Larutan induk dari kedua hasil ektraksi cara panas dan cara dingin tersebut dengan dipipet masing-masing sebanyak 5, 4, 2, 1, 0,5 dan 0,25 mL lalu dimasukan ke dalam botol vial yang sudah diberi tanda sebanyak 10 mL. Kemudian ditambahkan air laut sampai ± 8 mL. Lalu ditambahkan larva udang Artemia salina Leach masing-masing 10 ekor dan air laut sampai batas, sehingga diperoleh konsentrasi pada masing-masing vial sebesar 1000, 800, 400, 200, 100, dan 50 ppm.
3. Pembuatan larutan kontrol dibuat dengan memipet 3 mL DMSO kedalam labu ukur 50 mL lalu ditambahkan air laut sampai batas dan tanpa penambahan ekstrak. Dipipet 10 mL lalu dimasukan kedalam vial 10 mL. Masingmasing vial ditambahkan satu tetes suspensi ragi (0,6 mg/ml) sebagai makanan larva udang. Uji toksisitas dilakukan terhadap larutan uji dan larutan kontrol yang telah dibuat, perlakuan uji toksisitas dilakukan sebanyak 3 kali ulangan pada masing-masing ekstrak sampel. Pengamatan dilakukan selama 24 jam terhadap kematian larva udang. Analisis Data Pengolahan data hasil pengamatan dilakukan dengan cara analisis probit dari persen mortalitas kumulatif untuk mendapatkan nilai lethal concentration pada 50% hewan uji (LC50), sesuai dengan petunjuk Nurhayati (2006) dengan cara: % Kematian = Jumlah larva mati − jumlah kematian kontrol x 100% Jumlah larva Uji Dengan mengetahui persentase mortalitas dari larva uji, selanjutnya dicari angka probit melalui tabel dan grafik dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap persentase mortalitas dalam satuan probit sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian 50% yang di peroleh dengan memakai persamaan regresi linier y = ax + b. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai LC50 < 100 µg/mL (ppm) (Meyer, et, al., 1982). Hasil Determinasi Tanaman Daun pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth diperoleh dari daerah Cibatok kecamatan Cibungbulang kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil Determinasi tanaman yang dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya – LIPI, Kota Bogor, Jawa Barat menunjukkan bahwa daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth berasal dari suku Myrtaceae. Hasil Parameter Tanaman Tanaman yang digunakan pada penelitian ini yaitu pucuk merah Syzygium campanulatum Korth. Bagian yang digunakan yaitu daun pucuk merah (P+5) yang masih muda. Proses pengeringan daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth dilakukan dengan
5
cara dijemur secara langsung sinar matahari dari jam 8 pagi, setelah lewat dari jam 11 siang daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth ditutup dengan kain hitam tipis agar kandungan kimia yang terdapat dalam daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth tidak menguap, karena terlalu panasnya sinar matahari pada siang hari. Untuk mendapatkan hasil simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yang kering dilakukan pengeringan selama 3 hari dengan penjemuran dilakukan antara jam 8 pagi sampai jam 3 sore. Simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yang diperoleh kemudian dibersihkan kembali dari kotoran yang mungkin tidak hilang saat sortasi kering. Simplisia kering tersebut selanjutnya diserbukan menggunakan blender setelah itu diayak menggunakan ayakan mesh 40, lalu ditimbang untuk mendapatkan bobot akhir simplisia sebesar 561 gram, dan rendemen yang diperoleh dari daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yaitu 35,06 %, rendemen tersebut diperoleh dari bobot awal daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yang masih segar sebanyak 1600 gram. Krakteristik Simplisia Karakterisasi dari serbuk simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yaitu memiliki warna merah, aromanya khas dan memiliki rasa agak pahit. Gambar serbuk simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Serbuk Simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Penetuan kadar air dilakukan pada serbuk simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth bertujuan untuk memperkecil pertumbuhan mikroorganisme dalam serbuk simplisia. Semakin berat kadar air yang didapat maka akan semakin banyak pula mikroorganisme yang tumbuh sehingga menyebabkan kerusakan pada simplisia tersebut serta dapat menyebabkan perubahan kimia pada senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia.
Dengan demikian penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan simplisia selama proses penyimpanan, aktifitas mikroba dan mencegah pertumbuhan jamur sehingga dapat disimpan lebih lama dan tidak rusak serta komposisi kimia tidak mengalami perubahan (Depkes RI, 2009). Selain itu, kadar air dilakukan untuk penentuan kadar dalam keadaan kering. Hasil penentuan kadar air pada serbuk simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth adalah 3,75%. Hal ini sesuai dengan persyaratan bahwa kadar air dalam simplisia tidak lebih dari 10% (KepMenKes RI, 1994). Penentuan kadar abu dilakukan pada serbuk simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth bertujuan untuk mengetahui kadar zat anorganik yang terkandung dalam simplisia. Hasil penentuan kadar abu simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth sebesar 6.6688%, hasil ini tidak sesuai dengan persyarata karena kadar abu simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth lebih dari 5%, besarnya kadar abu simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth karena banyaknya logam-logam adanya zat anorganik yang terkandung dalam simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth. (Depkes RI, 2000). Hasil Ekstraksi Metode Ektraksi Cara Dingin Maserasi Sebanyak 50 gram serbuk simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yang telah diayak dengan ayakan mesh 40 dimaserasi dengan pelarut 1:1 etanol 96% – air sebanyak 500 mL. Maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut 1:1 etanol 96% – air, air digunakan untuk menarik senyawa yang larut air (polar) pada simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth, dan digunakan juga pelarut etanol 96% karena sifatnya yang mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang bersifat polar, semi polar, dan non polar (Irianty, et. al., 2012), sehingga dapat menarik senyawa non polar pada simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth. Total keseluruhan pelarut yang digunakan adalah 500 mL, yaitu 1:10 antara serbuk simplisia yang diekstrak dan senyawa pelarutnya. Hal ini dilakukan agar simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium
6
campanulatum Korth terendam sempurna, sehingga mencapai titik optimum karena volume larutan besar maka daya larutnya akan bertambah besar (Wina, 2006). Dilakukan remaserasi beserta pengocokan agar senyawa dalam simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth dapat tertarik lebih banyak. Filtrat kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 500C, hingga menjadi ekstrak kering. Ekstraksi maserasi dilakukan sebanyak dua kali pengulangan, dikarenakan untuk melihat hasil ekstrak metode cara dingin dengan hasil yang sama atau hasil yang berbeda dari setiap pengulaangan, dari perlakuan yang sama yaitu dengan ekstraksi metode cara dingin maserasi sehingga nantinya mempunyai nilai rata-rata rendemen hasil ekstrak metode cara dingin maserasi dari pengulangan pertama dan ke dua, dan pengulangan juga sebagai faktor koreksi dari hasil yang didapat pada ekstraksi metode cara dingin maserasi. Hasil ekstrak metode cara dingin maserasi pengulangan pertama dan ke dua diperoleh ektrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth 21,8005 gram untuk yang pertama dan 22,0211 gram untuk hasil pengulangan yang ke dua. Metode Ekstraksi Cara Panas Sokletasi Sebanyak 50 gram serbuk simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yang telah diayak dengan ayakan mesh 40 dibungkus dengan kertas saring dan diikat dengan benang lalu, dimasukkan ke dalam alat soklet. Ditambahkan pelarut 1:1 etanol 96% – air sebanyak 500 mL ke dalam labu soklet. Sokletasi dilakukan karena penyariannya berulang-ulang dengan pelarut 1:1 etanol 96% – air, sehingga semua senyawa akan terisolasi sempurna pada simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth. Dilakukan dengan suhu 700C karena pelarut yang digunakan 1:1 etanol 96% – air yang memiliki titik didih berbeda, serta untuk menjaga senyawa yang diisolasi menjadi rusak dan karena prinsipnya metode sokletasi yaitu menggunakan pemanasan sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontiniu akan membahasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukan kembali kedalam labu dengan membawa senyawa yang diisolasi. Metode cara panas berakhir sampai tetesan siklus tidak berwarna lagi. Pelarut etanol 96% digunakan karena merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan
(Harbone, 1987). Etanol 96% juga memiliki kemampuan menyari dengan polaritas yang lebar mulai dari senyawa nonpolar sampai dengan polar (Saifudin et. al., 2011). Ekstrak didapatkan hingga tetesan siklus tidak berwarna lagi atau tersari sempurna dengan waktu ± 5 hari. Hasil Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 500C dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut hingga didapat ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth. Ekstraksi sokletasi dilakukan sebanyak dua kali pengulangan, adalah untuk melihat hasil yang sama atau hasil yang berbeda dari setiap pengulaangan metode cara panas sokletasi, dengan perlakuan yang sama yaitu dengan ekstraksi metode cara panas sokletasi, sehingga nantinya mempunyai nilai rata-rata rendemen hasil ekstrak metode cara panas sokletasi dari hasil pengulangan pertama dan ke dua, dan pengulangan juga sebagai faktor koreksi dari hasil yang didapat pada ekstraksi metode cara panas sokletasi. Hasil ekstrak metode cara panas sokletasi pengulangan pertama dan ke dua diperoleh ektrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth 24,1307 gram untuk yang pertama dan 24,0563 gram untuk hasil pengulangan yang ke dua. Hasil Organoleptik Ekstrak Organoleptik ekstrak bertujuan sebagai pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin menggunakan panca indra dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa (Depkes RI, 2000). Hasil organoleptik ekstrak daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Organoleptik Ekstrak
Ektrak daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth dari hasil maserasi dan hasil sokletasi dapat dilihat Gambar 5 dan 6. Hasil organoleptik ekstrak daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth dari hasil ektraksi metode cara dingin maserasi dan metode cara panas sokletasi menyatakan ekstrak berkosistensi kering, berwarna coklat dan bau khas.
7
ekstraksi. Efektifitas proses ekstraksi dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan sebagai penyari, ukuran partikel simplisia, metode dan lamanya ektraksi (Depkes RI, 2000).
Gambar 5. Ekstrak Kering Daun Muda Pucuk merah hasil ekstraksi maserasi
Gambar 6. Ekstrak Kering Daun Muda Pucuk merah hasil ekstraksi Sokletasi
Hasil Rendemen Metode Ekstraksi Cara Dingin Maserasi Nilai rendemen ektrak daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yang didapat dari hasil ektraksi cara dingin maserasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Rendemen Metode Ekstraksi Cara Dingin Maserasi
Rendemen ektrak daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yaitu 43,8216%. Besar kecilnya nilai rendemen menunjukan keefektifan proses ekstraksi. Efektifitas proses ekstraksi dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan sebagai penyari, ukuran partikel simplisia, metode dan lamanya ektraksi (Depkes RI, 2000). Metode Ekstraksi Cara Panas Sokletasi Nilai rendemen ektrak daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yang didapat dari hasil ektraksi cara dingin maserasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Rendemen Metode Ekstraksi Cara Panas Sokletasi
Rata-rata rendemen ektrak daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yaitu 48,187%. Besar kecilnya nilai rendemen menunjukan keefektifan proses
Hasil Kadar Air Ekstrak Tujuan penentuan kadar air yaitu untuk memberikan batas minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan (Depkes RI, 2000). Kadar air ditetapkan untuk menjaga kualitas ekstrak ektrak daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth. Hasil kadar air esktrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Kadar Air
Menurut Voigt (1995) range kadaar air tergantung terhadap jenis ekstrak, yaitu ekstrak kering kadar air <10%, ekstrak kental 5-30%, ekstrak cair >30%. Dari hasil ini menunjukkan kadar air dalam esktrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth yaitu untuk hasil ektraksi dengan metode cara dingin maserasi adalah 4,2177 % sedangkan esktrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil ekstraksi dengan metode cara panas sokletasi adalah 4,3113 %. Hasil tersebut menunjukan bahwa kadar air esktrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil maserasi dan sokletasi mempunyai hasil tidak jauh beda kadar airnya yaitu kurang dari 10%. Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan daya tahan suatu produk pangan dan akivitas mikroorganisme selama penyimpanan. Produk yang mempunyai kadar air yang tinggi lebih mudah rusak karena produk tersebut dapat menjadi media yang kondusif bagi pertumbuhan mikroorganisme. Produk dengaan kadar air rendah relative lebih stabil dalam penyimpanan jangka panjang dari pada produk yang berkadar air tinggi (Robinson, 1995). Hasil Kadar Abu Total Pada tahap ini esktrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum
8
Korth dipanaskan pada suhu 6250-7000C hingga senyawa organik serta turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan anorganik saja. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu total bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya esktrak (Depkes RI, 2000). Hasil kadar abu total ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth terdapat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Kadar Abu Total Ekstrak kering
Besarnya nilai kadar abu total ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil maserasi dan hasil sokletasi menunjukkan bahwa sisa anorganik yang terdapat dalam ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil maserasi sebesar 4,0702% dan hasil sokletasi yaitu 5,4336%. Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan kadar abu total ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth dari hasil maserasi dan hasil sokletasi. Kadar abu total ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil sokletasi lebih tinggi dibandingkan hasil ekstraksi maserasi, hal tersebut dikarenakan pada ekstraksi cara panas sokletasi penyarian simplisia daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth dilakukan selama 5 hari sehingga banyak logam-logam yang ikut tersari, sedangkan pada ekstraksi maserasi perendamannya dilakukan satu hari. Kadar abu menunjukkan oksida logam dan mineral yang terdapat pada suatu bahan. Tingginya kadar abu suatu bahan mengidentifikasi tingginya oksida logam dan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut. Abu yang terbentuk merupakan oksidaoksida logam atau logam yang terbakar (Sudarmaji et.al., 2007).
Hasil Skrining Fitokimia Penapisan fitokimia atau skrining fitokimia adalah pemeriksaan kandungan kimia secara kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan. Skrining fitokimia merupakan metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengungkapkan keberadaan senyawa-senyawa metabolit sekunder dari tumbuh-tumbuhan (Harborne, 1987). Skrining fitokimia ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil maserasi dan hasil sokletasi telah dilakukan dan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Skrining Fitokimia
Keterangan: + = positif mengandung senyawa tersebut Berdasarkan hasil uji fitokimia ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth pada Tabel 7, menunjukkan bahwa dalam ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil maserasi dan hasil sokletasi sama-sama mengandung senyawa alkaloid. Hasil pengujian alkaloid menunjukkan reaksi positif pada uji menggunakan pereaksi Mayer dengan adanya senyawa kompleks merkuri yang mengendap berwarna putih (Harborne, 1987). Pereaksi Mayer mengandung merkuri klorida dan kalium iodida yang akan bereaksi dengan alkaloid dan membentuk endapan putih. Pereaksi Dragendorff yang mengandung (Nitrooxy) oxobismut (BiNO4.H2O) dan kalium iodida (Harborne, 1987). Alkaloid akan bereaksi dengan bismuth menghasilkan warna jingga endapan merah (Harborne, 1987). Hasil positif yang diperoleh dari ketiga pereaksi yakni Mayer, Dragendorff, dan Bouchardat dapat disimpulkan bahwa ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil maserasi dan hasil sokletasi mengandung alkaloid. Hasil uji fitokimia saponin menunjukkan hasil positif, dapat dilihat pada tabung reaksi dengan adanya buih yang stabil. Saponin merupakan suatu glikosida dengan gugus hidroksil pada molekulnya. Saponin mempunyai sifat seperti sabun ketika dilarutkan kedalam air
9
yaitu akan membentuk busa. Busa yang dihasilkan diuji kestabilannya dengan penambahan HCl (Harborne, 1987). Hasilnya busa tetap stabil selama 10 menit ketika ditambahkan HCl. Pengujian flavonoid memberikan hasil positif terlihat dari terbentuknya warna merah jingga pada lapisan amil alkohol dalam tabung reaksi (Harborne, 1987). Pengujian triterpenoid menggunakan pereaksi Liberman-Bouchardat yang mengandung asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Triterpenoid akan breaksi sehingga menghasilkan warna merah, ini merupakan hasil positif pada pengujian triterpenoid. Pengujian tanin ditandai dengan terbentuknya endapan putih setelah penambahan larutan gelatin 1% dan NaCl 10% (1:1) dan FeCl3 1%, terbentuk warna hijau, ini merupakan hasil positif dalam pengujian tanin (Harborne, 1987). Hasil pengujian fitokimia pada daun muda pucuk merah berbeda dengan daun hijau pucuk merah hanya mengandung fenol, dan flavonoid. Uji Potensi Antikanker Dengan Metode BSLT Uji aktivitas BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) dilakukan terhadap ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil maserasi dan hasil sokletasi. Uji ini mengamati tingkat mortalitas udang yang disebabkan oleh toksisitas ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth selama 24 jam, bedasarkan data tersebut ditentukan LC50 menggunakan analisis probit. Analisis probit merupakan salah satu analisis regresi untuk mengetahui hubungan konsentrasi respon (persentase kematian sel/ % mortalitas) agar diperoleh persamaan garis lurus sehingga dapat digunakan untuk menetukkan nilai LC50 dengan lebih akurat (Juniarti, dkk 2009). Nilai LC50 menunjukkan kadar yang diperlukan untuk memberikan kematian sel sebesar 50%. Analisis probit dilakukan dengan cara mencari linearitas antara log kadar ekstrak dengan persentase kematian (% mortalitas) tingkat mortalitas dihitung dengan membandingkan antara jumlah larva yang mati di bagi dengan jumlah total larva pada vial masing-masing konsentrasi. Kemudian dibuat grafik antara log konsentrasi terhadap % mortalitas sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = ax – b. dengan memasukan nilai y = 50, maka didapat antilog kadar yang merupakan kadar ekstrak yang menyebabkan kematian larva sebesar 50% (LC50) (Siswandono, 2000).
Hasil pengamatan kematian larva udang Artemia salina Leach pada ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil maserasi dan hasil panas sokletasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Ekstrak kering daun muda pucuk merah hasil maserasi memiliki nilai LC50 106,478 µg/mL dan ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil sokletasi dengan nilai LC50 78,265 µg/mL. Mengacu pada konsep Meyer (1982) dan McLaughlin (1998) mengenai tingkat toksisitas suatu ekstrak pada pengujian dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) dimana ekstrak dinyatakan toksik jika LC50 < 100 µg/mL dan tidak toksik LC50 > 100 µg/mL. Oleh karna itu dapat dikatakan bahwa kedua ekstrak kering dinyatakan toksik. Kurva hubungan konsentrasi dan nilai probit dapat dilihat pada Lampiran 7. Secara kimia, ekstrak kering daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth hasil maserasi dan hasil sokletasi memiliki kandungan kimia alkaloid, flavonoid, saponin, triterpenoid dan tannin yang memberikan efek toksik terhadap hewan uji. Tetapi kedua ekstrak memiliki perbedaan pada nilai LC50. Hal ini dikarenakan kandungan kedua ekstrak berbeda. Perbedaan itu bisa dilihat pada rendemen hasil ektraksi dimana rendemen hasil sokletasi lebih banyak dari pada hasil maserasi. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan suhu pada proses sokletasi yang dapat meningkatkan kelarutan zat aktif sehingga zat aktif mudah terekstraksi menggunakan sokletasi. Kandungan senyawa daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth adalah senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid dan tannin sedangkan pada daun hijau Syzygium campanulatum Korth mengandung fenol, antioksidan, flavonoid dan asam betulinat yang memiliki efek antiangiogenik (Aisha, et, al., 2013), dan sebagai antikanker (Memon, et, al., 2014). Keberadaan asam betulinat yang memiliki aktivitas antikanker pada ekstrak daun muda pucuk merah (P+5) Syzygium campanulatum Korth belum diidentifikasi dalam penelitian ini, oleh karena itu perlu dilakukan analisis lanjutan mengenai asam betulinat pada daun muda pucuk merah. KESIMPULAN Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap daun muda Syzygium campanulatum Korth dapat disimpulkan :
10
1. Uji Toksisitas ekstrak kering daun pucuk merah muda (P+5) Syzygium campanulatum Korth dengan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) menghasilkan nilai LC50 untuk maserasi 106,478 µg/mL dan sokletasi 78,265 µg/mL kedua ekstrak kering dinyatakan toksik (LC50 < 100 µg/mL) mempunyai aktivitas antikanker. 2. Nilai LC50 ekstrak kering hasil metode cara panas sokletasi memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak kering hasil metode cara dingin maserasi. DAFTAR PUSTAKA Aisha, A.F.A., Z. Ismail., K.M. Abu-Salah., J.M. Siddiqui., G. Ghafar., and A.M.S. Abdul Majid. 2013. “Syzygium campanulatum Korth Methanolic Extract Inhibits Angiogenesis and Tumor Growth in Nude Mice”. BMC Complementary and Alternative Medicine. Vol 13, Article 168. Anderson, J.E., Goetz, C.M., McLaughlin, J.L., and Suffness, M. 1991. A Blind Comparison of Simple Bench-top Bioassays and Human Tumour Cell Cytotoxicities as Antitumor Prescreens. Phytochem Analysis (2): 107-111. Carballo JL, Hernandez ZL, Perez P, Garcia MD. Comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in marine natural products. BMC Biotechnology. 2002;2:1472-6570. Colegate, S. M., and R. J. Molyneux. 2008. Bioactive Natural Products: Detection, Isolation, and Structural Determination. CRC Press. United States of America (2): 11-17 DepKes RI. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta, Hal 337 DepKes RI. 2000. Acuan Sediaan Herbal. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. DepKes RI. 2000. Parameter Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta, Hal 9-12 DepKes RI. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta, Hal 169-174 Farnsworth, N.R. 1966. “Biological and Phytochemical Screening of Plants”. Journal of Pharmaceutical Sciences, 55 (3): 225-276
Fattorusso, E., and O.S. Taglialatela. 2008. Modern Alkaloid: Structur, Isolation, Synthesis and Biology. Wiley-VCH Verlag Gmbh and Co. Federal Republic of Germany: 111-133 Hanahan, D., and R. A. Weinberg, 2000.“The Hallmark of Cancer”, Cell Press, University of California, Vol 100 : 57-70. Handa, S.S., S.P.S. Khanuja., G. Longo., and D.D. Rakesh. 2008. Extraction Tecnologies for Medical and Aromatic Plants. ICSUNIDO. Trieste. Italy : 22-28. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan. Dari “Phytochemical Methods” oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB, Bandung, Hal : 47-245 Hodgson, E. 2010. A Textbook of Modern Toxicology fourth edition. North Carolina : A John Wiley & Sons. Inc : 31-79 Gu, Z.M., Zeng. L, J.T. Schwedler, K.V. Wood dan J.L. McLaughlin. 1995. New Bioactive Adjacent bis-THF Annonaceous Acetogenins from Annona Bullata. Phytochemistry, 40 : 242-248 Irianty, RS., Verawati, R. 2012, Variasi Komposisi Pelarut Etanol-Air Pada Ekstraksi Daun Gambir (Uncaria gambir roxb). ISSN. 1907-0500 Isnansetyo A, dan Kurniastuty., 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. Istiqomah., 2013. Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus). Universitas Islam Negeri : Jakarta Juniarti., D.Osmeli dan Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) dan antioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl) dari ekstrak daun saga (Abrus Precatorius L.). Makara Sains 13 (1) : 50-54. Kanwar, A.S. 2007. Brine Shrimp (Artemia salina) a Marine Animal for Simple and Rapid Biological Assays. Chinese Clinical Medicine 2 (4): 35-42. McLaughlin Jerry L., Lingling L, Rogers and Jon E. Anderson., 1998. The Use Of Biological Assay to Evaluate Botanical. Drug information Journal, Vol.32, pp.513-524 Memon, A. H., Z. Ismail., A, F. A Aiaha., F. S. R. Al-Suade., M. S. R. Hamil., S. Hasim., M.
11
A. A. Saeed., M. Laghari., A. M. S. Majid., 2014. ”Isolation Characterization Crystal Structur Elucidation and Anticancer Study of Dimethyl Cardamonin Isolated from Syzygium campanulatum Korth”. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. Vol 14 Meyer B.N., Ferigni N.R, Putnam J.E., Jacobsn L.B., Nicholas D.E., and McLaughlin J.L., 1982. Brine Shrimp: A Comventient General Bioassay for Active Plant Constituent. Planta Medica. 45. 31-45. Mosmann, T. 1993. Rapid Colorimetric Assay for Cellular Growth and Survival: Application to Proliferation and Citotoxicity Assays, Journal of Immunological Methods, 65: 55-63. Mudjiman, A. 1995. Makanan Ikan. Jakarta: PT. Penerbit Swadaya. Hal: 23-34 Nurhayati, A. 2006. Uji toksisitas ekstrak eucheuma alvarezii terhadap artemia salina sebagai studi pendahuluan potensi antikanker. Akta Kimindo 2(1): 41-46. Robinson, T. 1995. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh Prof.Dr. Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB Roseli. A.N.M., T.F. Ying, and M.F. Ramlan. 2010. “Growth inhibition of syzygium campanulatum korth. for container planting by the application of uniconazole,”
Pertanika Journal of Tropical Agricultural Science, vol. 33, no. 1, pp. 1–6. Saifudin, A. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu Santoni, A., D. Darwis., dan S. Syahri. 2013. Isolasi Antosianin dari Buah Pucuk Merah (Syzygium campanulatum Korth) Serta Pengujian Antioksidan dan Aplikasi sebagai Pewarna Alami. Universitas Andalas Press, Padang. Siswandono, SB. 2000. Kimia Medisinal. Airlangga University Press: Surabaya Sudarmaji, S., B. Haryon dan Suhardi. 2007. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Alih Bahasa. Soendani NS. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta; 577578. Wibowo, S., B.S.B. Utomo., TH. D. Suryaningrum., dan Syamsidin. 2013. Artemia Untuk Pakan Ikan dan Udang. Penebar Swadaya. Jakarta : 40- 67 Wina, E. 2006. Pengaruh Nisbah Rimang Dengan Pelarut Dan Lama EKstraksi Terhadap Mutu Oleoresin Jahe Merah (Zingiber Officinale Var. Rubrum). Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor Wirasuta, I.M.A.G., dan R. Niruri. 2007. Toksikologi Umum. Buku Ajar. Universitas Udayana. Bali : 92-93
2