JKK, Tahun 2015, Volume 4(1), halaman 75-83
ISSN 2303-1077
UJI TOKSISITAS DENGAN METODE BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) TERHADAP HASIL FRAKSINASI EKSTRAK KULIT BUAH TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) Arimbi Wahyu Ningdyah1*, Andi Hairil Alimuddin1, Afghani Jayuska1 1
Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jln. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi 78124, *e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tampoi (Baccaurea macrocarpa) dari family Euphorbiaceae adalah tumbuhan hutan endemik yang tersebar di Kalimatan hingga Semenanjung Malaya.Tampoi juga tanaman hutan yang rentan terhadap kepunahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioaktifitas toksisitas pada kulit buah tampoi dengan berbagai tahapan metode diantaranya partisi, uji fitokimia, KLT, Fraksinasi Kromatografi Vakum Cair (KVC) dan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Hasil uji fitokimia pada ekstrak metanol, fraksi metanol dan fraksinasi KVC metanol mengandung senyawa fenol dan terpenoid. Kemudian diuji menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) dengan hewan uji dari larva artemia salina tahap napuli. Nilai LC5O dari hasil uji pada ekstrak etil asetat yaitu sebesar 78,458 ppm, fraksi metanol sebesar 111,985 ppm, pada fraksi n-heksan 1000,207 ppm dan ekstrak kasar metanol 1146,764 ppm. Fraksi aktif dan terbanyak berupa fraksi metanol yang difraksinasi dengan KVC 371,415 ppm. Berdasarkan tingkat toksisistas nilai LC5O dari fraksi metanol, fraksi etila setat, fraksinasi KVC metanol berpotensi sebagai sitotoksik. Kata kunci : Baccaurea macrocarpa, Euphorbiaceae, KVC, toksisitas, BSLT, sitotoksik
PENDAHULUAN Tampoi tanaman endemik yang banyak ditemukan di daerah Kalimantan, Sumatra dan Semenanjung Malaya. Tampoi merupakan tanaman dari genus Baccaurea macrocarpa dari family Euphorbiaceae. Penelitan tentang tanaman tampoi yang telah dilakukan adalah uji aktivitas sebagai antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 33,11 µg/mg (Tirtana dkk., 2013). Fraksi etil asetat dari kulit buah tampoi menunjukkan aktivitas sebagai antibakteri E. Coli dan S. aureus secara berturut turut mampu menghambat pertumbuhan sebesar 22,01 mm dan 23,92 mm pada konsentrasi 20%. Fraksi etil asetat dari kulit batang tampoi juga memiliki aktivitas sitotoksik saat diuji metode BSLT dengan nilai LC50 sebesar 310,443 ppm (Dwijayanti dkk., 2014). Berdasarkan kajian literatur dari genus yang sama Baccaurea, daging buah dan kulit buah dari B. Lanceolata yang dibandingkan aktivitas sitotoksik dengan metode BSLT memiliki nilai LC50 sebesar 23,2190 ppm dari fraksi etil asetat pada kulit buah (Manullang dkk., 2013). Daun dan
batang B. Ramiflora yang diuji siotoksiknya menggunakan metode BSLT memiliki aktivitas LC50 tertinggi pada fraksi n-heksan sebesar 23,2190 ppm serta mengandung senyawa melation (Howlader et al., 2012; Padumanonda et al., 2014). B. Motleyana (Rambai) merupakan tanaman obat herba yang dikenal olah masyarakat, pada buah dan kulit yang diekstrak lalu difraksi dengan n-heksan dan diklorometan mampu menghambat cell lines kanker sel usus (Ismail dkk., 2012; Ramasamy et al., 2011). Daun B. javanic memiliki sitotoksik ketika diuji menggunakan cell lines MCF-7 sel kanker payudara(Subarnas et al., 2012). B. Lanceolata, B. Ramiflora dan B. Motleyana (Rambai) yang sama-sama satu genus dengan tampoi (B. macrocarpa), sehingga kemungkinan memiliki aktivitas toksisitas yang sama. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada ekstrak kulit buah B. macrocarpa, mengingat tanaman ini rentan terhadap kepunahan, sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang aktivitas toksisitas dan senyawa aktif 75
JKK, Tahun 2015, Volume 4(1), halaman 75-83
yang berpengaruh dalam ekstrak kulit buah B. macrocarpa. Uji toksisitas B. macrocarpa dilakukan dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Metode BSLT merupakan salah satu metode untuk skrining tanaman obat yang berpotensi sebagai antikanker karena lebih murah, singkat, mudah dikembangkan serta tidak ada aturan etika dalam penggunaan bahan uji (Anderson, 1991). Nilai mortalitas ditentukan dengan menggunakan analisa probit untuk menentukan nilai toksisitas menggunakan Lethal Consentration (LC50) pada semua fraksi serta fraksi yang paling aktif dan terbanyak dilakukan pemisahan lebih lanjut dengan metode Kromatografi Vakum Cair (KVC) dan tiap fraksi diidentifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Kemudian hasil fraksi yang baik dan aktif diuji BSLT dengan tujuan mengetahui LC50 sebelum dan setelah dilakukan proses KVC serta senyawa aktif yang berpengaruh di dalamnya.
ISSN 2303-1077
diperoleh ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat yang diperoleh diekstraksi partisi dengan n-heksan hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan atas dipisahkan (partisi nheksan), lapisan bawah ditambah etil asetat dan dikocok sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas dipisahkan (fraksi etil asetat) dan lapisan bawah dicuci dengan akuades hingga diperoleh fraksi metanol ( Zuhra dkk, 2002). Uji Fitokimia Pada setiap ekstrak dan fraksi terlebih dahulu dilarutkan dan dihomogenkan, kemudian disiapkan lempeng silika gel F254 yang berfungsi sebagai fase diam. Fasa gerak berupa eluen yang akan digunakan berupa nheksan:metanol:etil asetat (5:2,5:2,5)%. a. Uji Senyawa alkaloid Lempeng silika yang telah dielusi disemprot dengan menggunakan reagen Dragendrof. Perubahan warna yang terjadi diamati pada cahaya UV 254 dan 366 nm serta di panaskan dan amati perubahan yang terjadi. Jika timbul warna coklat hingga jingga maka senyawa yang ada mengandung alkaloid (Haryanti dkk, 2012). b. Senyawa Triterpenoid dan Steroid Lempengan plat yang telah ditotolkan dan dielusi kemudian disemprot dengan menggunakan reagen liberman buchard. Perubahan warna yang terjadi dapat diamati pada UV 254 dan 366nm kemudian dipanaskan lampengan di pemanas, diamati setiap perubahan yang warna. Senyawa triterpenoid dinyatakan ada jika warna merah ungu(violet), coklat, ungu tua. Sedangkan warna hijau biru untuk senyawa steroid (Sukadana, 2011). c. Senyawa flavanoida Lempengan plat yang telah ditotolkan dan dielusi kemudian disemprot dengan menggunakan reagen AlCl3. Perubahan warna yang terjadi dapat diamati pada UV 254 dan 366 nm, kemudian diamati setiap perubahan yang terbentuk warna kuning (Arianti dkk, 2013). d. Senyawa Polifenol Lempengan plat yang telah ditotolkan dan dielusi kemudian disemprot dengan menggunakan reagen FeCl3. Perubahan warna yang terjadi diamati jika terbentuk warna hitam, biru, hijau pekat (Sari dkk, 2010).
METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan Kimia dan Bahan Uji Bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian yaitu akuades, amoniak (merck), asam sulfat(merck), asam klorida (merck), kulit buah dari B. macrocarpa, asam asetat glacial (merck), DMSO (merck), etil asetat (teknis), bubuk Mg (Merck), plat KLT G60 F245 (merck), FeCl3 (merck), n-heksana (teknis), pereaksi Mayer, Dragendorff, Wagner, air laut dan methanol (teknis). Alat Alat-alat yang digunakan berupa alatalat gelas, plat KLT (merck), bejana KLT, lampu UV 254 nm dan 366 nm, neraca analitik, evaporator (Heidolph), termomoter, toples, kotak plastik, gabus, aerator (Amara) dan lampu neon akuarium. Prosedur Kerja Ekstraksi Ekstrak metanol kasar dari kulit buah B. macrocarpa ditimbang sebanyak 43,7747 gr, dimasukkan ke dalam bejana dan ditambahkan pelarut metanol sampai semua sampel terendam oleh pelarut dan dihomogenkan menggunakan pengadukan. Ekstrak methanol dievaporasi sehingga 76
JKK, Tahun 2015, Volume 4(1), halaman 75-83
ISSN 2303-1077
dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Hasil fraksinasinya yang aktif dan berpendar, diuji kembali toksisitasnya dengan BSLT.
Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT Telur udang ditetaskan di dalam bejana gelap dan terang. Zona gelap letak telur dan aerator, sedangkan zona terang diletakkan lampu untuk memberi pencahayaan dalam penetasan serta memisahkan antara kista. Pada bejana diisi dengan ±50-100 mg telur udang yang akan ditetaskan, selanjutnya pada bejana dibagi menjadi 2 bagian zona gelap dan zona terang yang diberi lampu yang dinyalakan selama 48 jam. Kemudian larva dipipet sebanyak 10 ekor pada 2500 μL air laut . Agar Sampel larut tambahkan 2 tetes DMSO. Ekstrak yang akan diuji dibuat dalam konsentrasi 20, 200, 400, 1000 dan 2000 ppm. Selanjutnya di pipet larutan sampel yang akan diuji masing-masing sebanyak 2,5 ml atau 2500 μL dan ditepatkan hingga 5 ml atau 5000 μL sehingga didapat konsentrasi 10, 100, 200, 500 dan 1000 ppm. Untuk setiap konsentrasi dilakukan 3 kali pengulangan. Untuk kontrol dilakukan tanpa penambahan sampel hanya ditmbahkan 2 tetes DMSO sebagai kontrol negatif. Larutan dibiarkan selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang mati dan masih hidup dari tiap vial kemudian dihitung dengan analisa probit untuk mentukan LC50(Meyer et al., 1982; Juniarti dkk, 2009; McLaughlin et al., 1998).
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji alkaloid dilakukan dengan perekasi Dragendrof yang mampu mendeteksi adanya senyawa yang mengandung basa nitrogen dan alkaloid. Hasil pengujian KLT dengan reagen semprot dragendrof tidak tampak adanya noda yang berwarna coklat-jingga, sehingga bahwa semua sampel uji tidak mengandung alkaloid (Haryanti dkk, 2012). Penentuan kandungan senyawa flavonoid menggunakan reagen semprot AlCl3. Plat KLT yang telah dielusi disemprot di bawah lampu 254 dan 366 nm dengan tujuan agar tampak noda hasil pemisahan serta memudahkan proses identifikasi. Kandungan senyawa flavonoid yang dapat diidentifikasi ketika terbentuk noda berwarna kuning. Plat yang telah disinari dengan UV 254 dan 366nm tidak terdapat perubahan warna noda yang terbentuk (Arianti dkk, 2013). Uji senyawa terpenoid dan steroid diidentifikasi dengan menyemprotkan perekasi liberman buchard (asam sulfat pekat dan asam asetat anhidrat) pada lempeng plat yang telah dielusi. Perubahan warna yang terjadi pada UV panjang gelombang 366 nm terbentuk warna hijau pada ekstrak kasar, fraksi etil asetat, fraksi metanol dan M9 (hasil KVC), warna biru pada fraksi n-heksana. Sedangkan saat dilihat visual ekstrak kasar, fraksi etil asetat, fraksi metanol dan M9 berwarna ungu hingga coklat gelap dan fraksi n-heksana berwarna coklat muda, senyawa steroid dengan pereaksi reagen liberman buchard menunjukkan warna noda hijau sedangkan warna hijau biru hingga coklat menujukan adanya kandungan senyawa triterpenoid (Syamsudin dkk, 2007; Hayati dkk, 2012; Sulistijowati dan Didik, 1999). Uji polifenol dengan pereaksi FeCl3 yang disemprotkan pada plat yang telah dielusi. Sample fraksi etil asetat mengandung senyawa tanin atau polifenol karena menghasilkan warna hijau kehitaman sedangkan pada fraksi metanol mengasilkan noda abu-abu yang samar-samar. Warna yang dihasilkan ini diakibatkan karena
Kromatografi cair vakum (KCV) Pemisahan senyawa aktif menggunakan teknik KVC dari Deny dkk, 2013 dengan sedikit modifikasi. Fraksi yang terbanyak dan aktif setelah proses uji BSLT dilajutkan ke proses KVC. Sejumlah kecil fraksi aktif dianalisis dengan KLT silika G 60 F254 (tebal 0,2mm; jarak elusi 4,5 cm) untuk menentukan eluen yang sesuai digunakan dalam KVC. Fraksi aktif difraksinasi dengan KCV menggunakan silika gel 60 F254 sebagai fasa diam. Sampel dielusi dengan kombinasi pelarut bergradien hasil KLT. Variasi eluen yang digunakan perbandingan metanol: etil asetat (1:9; 2:8; 3:7; 4:6; 5:5; 6:4; 7:3; 8:2; 9:1) %. Eluen hasil KVC ditampung dalam botol dengan volume masing-masing 50 mL dengan total pelarut 100 ml dengan 2 kali elusi. Selanjutnya eluen hasil fraksi tersebut di-KLT. Fraksi yang memiliki pola noda yang sama dapat digabungkan .Fraksi yang pemisahan senyawa yang baik dideteksi 77
JKK, Tahun 2015, Volume 4(1), halaman 75-83
terbentuknya senyawa kompleks Fe3+-tanin/ polifenol. Senyawa polifenol mempunyai ciri-ciri yaitu cincin aromatis yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Pada atom O pada tanin/polifenol mampu mendonorkan pasangan elektron bebasnya ke Fe3+ yang memiliki orbital d kosong membentuk ikatan kovalen koordinat untuk menjadi suatu senyawa kompleks. (Harborne, 1987).
sinar UV 366 yang berenergi menyinari senyawa yang memiliki ikatan rangkap(ikatan π) akan ada pendar warna yang dihasilkan akibat adanya elekton tereksitasi (Chang, 2003).
Tabel 1. Hasil Fitokimia Kulit Buah Tampoi
Alkaloid Flavonoid Steroid Terpenoid Polifenol
Ekstrak metanol
nheksan
Etil asetat
Methanol
-
+ -
+ +
+ +
ISSN 2303-1077
M9 (Ektrak KVC) + -
Senyawa terpenoid cukup mendominasi disetiap sampel kecuali fraksi n-heksan. Senyawa terpenoid dapat terikat pada glikosida sehingga dapat terlarut dalam polar dan semi polar (Harborne, 1987). Triterpenoid merupakan rantai panjang hidrokarbon C30 yang bersifat non-polar, namun dapat bersifat polar ketika didominasi gugus –OH. Gugus –OH (Harbone, 1987). Gugus –OH bersifat polar karena memiliki sifat elektronegatifan yang cukup tinggi. Elektrongatifan yaitu kemampuan untuk menarik eletron dalam ikatan kimia. Ketika gugus yang memiliki elektronegatifitas yang tinggi berhubungan dengan afinitas elektron dan energi ionisasi. Pada gugus OH membentuk ikatan kovalen polar yang mana ikatan ini yang menyebabkan senyawa dapat berubah sifat secara ketika ada penambahan gugus OH (Chang, 2003). Inilah yang menyebabkan terpenoid dapat bersifat polar akibat adanya gugus OH pada ikatannya. Senyawa terpenoid dapat berpendar hijau biru hingga coklat akibat senyawa yang ada di dalam plat menyerap energi dan mengeksitasinya dalam bentuk warna komplemanter. Senyawa di dalam plat (terpenoid) memiliki ikatan π dan ikatan σ. Ikatan σ adalah yang terbentuk akibat tumpang tindih antar orbital yang terkonsentrasi pada satu titik serta jenis ikatan ini lebih kuat. Sedangkan ikatan π merupakan ikatan yang terbentuk akibat tumpang tindih secara menyamping dan terkonsentasi di atas dan di bawah bidang inti (ikatan rangkap). Ikatan π lebih mudah lepas dan mengalami eksitasi, pada saat di
Uji Aktivitas Sitotoksis Dan Pembiakan Larva Udang Artemia Salina Daur hidup pertumbuhan Artemia salina terdiri atas 3 tahap yaitu kista, napuli dan dewasa. Tahap napuli adalah tahap uang digunakan sebagai larva uji untuk uji toksistas dengan menggunakan metode BSLT. Kadar salinitas air garam yang digunakan untuk pembiakan sebesar 32 ppt, ini memenuhi kriteria kadar penetasan telur udang menjadi kista antara 5 ppt hingga 70 ppt, ketika dalam kondisi kadar garam yang lebih dari 70 ppt maka telur udang tidak akan menetas sedangkan kondisi kurang dari 5 ppt akan hidup dalam waktu singkat. Telur udang ketika dalam kondisi kering akan berbentuk pipih sedangkan ketika berada di dalam air laut telur berubah menjadi bulat dengan cara menyerap air laut yang ada di sekelilingnya. Perubahan telur Artemia salina saat kondisi basah dan kering menjadi bahan uji yang cukup menarik dan praktis ditinjau dari praktis dalam penyimpanan dengan jangka lama serta mudah perawatan. Selain itu tingkat sensitifitasnya terhadap konsisi lingkungan cukup tinggi (Nunes et al., 2006). Telur larva yang sudah berbentuk bulat akan menentas kurang lebih 48 jam akan menentas dan berenang disebut napuli. Tahap napuli merupakan tahap kedua dari proses kehidupan dari Artemia salina yang hanya memiliki hanya memiliki 1 mata (fotoreseptor). Bentuk napuli yang ada diliteratur identik dengan napuli yang digunakan untuk uji. Napuli ini akan tumbuh dan mengembangkan dua mata, tapi mata awal tetap, sehingga tiga mata. Napuli yang phototactic, sementara orang dewasa tidak. Mereka berenang melalui kolom air (fototaksis) menggunakan antena. Rahang yang digunakan untuk menyaring air dan fitoplankton (Mioara, 2011). Uji Aktivitas Toksisitas Dengan Menggunakan Metode BSLT Sampel uji yang digunakan adalah hasil dari setiap fraksi dan hasil proses KVC dengan menggunakan hewan uji Larva artemia karena memiliki sensitifitas yang
78
JKK, Tahun 2015, Volume 4(1), halaman 75-83
tinggi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan kontaminasi bahan kimia yang ada di lingkungan sehingga dapat digunakan sebagai parameter awal suatu perubahan kondisi lingkungan. Ekstrak setiap fraksi diuji dengan menggunakan larva artemia jumlah kematian larva LC50 dengan menggunakan aplikasi SPSS analisa probit. Nilai LC50 (Letal Consentration) adalah jumlah kadar yang menyebabkan kematian dari 50% hewan uji
ISSN 2303-1077
dalam selang beberapa waktu tertentu. LC50 tidak berfokus pada kerusakan organ tertentu dan spesifik namun pada total kematian hewan uji itu sendiri sehingga nilai LC50 digunakan pada uji jangka pendek. LC50 digunakan untuk menghitung tingkat kematian kematian artemia mengingat susunan pencernaannya yang tidak rumit serta sensitifitas yang yang cukup tinggi (Lu, 1995).
Tabel 2. Hasil uji BSLT dari setiap fraksi pada kulit buah B. Macrocarpa Konsentrasi Akumulasi Akumulasi Mortalitas Sampel LC50 ppm Hidup Mati (%) Ekstrak metanol 10 39 0 0 1146,764 100 29,3332 1 3,296718 200 20,3332 3,3333 14,08447 500 12,6666 5,9999 32,14261 1000 5,3333 10,6665 66,66646 Fraksi n-heksan 10 32,9999 0 0 1.000.207 100 22,9999 1 4,1666 200 13,9999 3,3333 19,2307 500 6,3333 6,9999 52,4997 1000 5,3333 11,6666 68,6275 Fraksi etil asetat 10 16,9999 1 5,5556 78.458 100 7,9999 4 33,3336 200 2,3333 11,6662 83,333 500 0 21,3332 100 1000 0 31,3332 100 Fraksi metanol 10 20,9999 0 0 111.985 100 11,9999 2,3333 16,279 200 5,9999 5,9999 50 500 2,3333 11,9999 83,721 1000 0 20,9999 100 Fraksi KCV (M9) 10 31 0 0 371.415 100 22,3332 1 4,2857 200 13,3332 4 23,0771 500 6,3332 8,3333 56,8186 1000 0,6666 17,6666 96,364 Ekstrak metanol dan fraksinasinya yang diuji dengan menggunakan metode BSLT yang mampu mendeteksi tingkat toksisitas sebagai tahap awal pengujian aktivitas sebelum digunakan pada sel kanker. Dengan metode BSLT mampu mendeteksi tingkat toksisitas pad sampel khususnya tumbuhan. Berdasarkan nilai toksisitas dalam senyawa dari tumbuhan jika LC50 ≤ 30 ppm maka bersifat sangat toksik, ketika konsentrasi ekstrak 31 ppm ≤ LC50 ≤ 1000 ppm bersifat toksik jika LC50 >1000 ppm maka bersifat tidak toksik. Pada hasil uji menunjukkan bahwa fraksi etil
asetat adalah fraksi yang paling aktif dengan nilai LC50 sebesar 78,458 ppm, fraksi metanol dengan LC50 111,985 ppm. Berdasarkan tingkat toksisitas bahwa fraksi etil asetat, fraksi metanol bersifat toksik. Ekstrak yang bersifat toksik saat diuji dengan menggunakan metode Brine shrimp lethality test (BSLT) dapat menyebabkan kematian 50 % larva artemia dalam waktu 24 jam pada konsentrasi LC50<1000 ppm menandakan bahwa sampel memiliki potensi sebagai antikanker, antibakteri, antijamur dan sebagainya (Mayer, 1982).
79
JKK, Tahun 2015, Volume 4(1), halaman 75-83
Sedangkan pada fraksi n-heksan LC50 1000,207 ppm, dan ekstrak metanol kasar sebesar LC50 1146,764 ppm yang memiliki nilai LC50 >1000 maka bersifat tidak toksik. Selanjutnya ekstrak yang terbanyak dan aktif (fraksi metanol) dilanjutkan ketahap KVC adalah fraksi methanol ditinjau dari massa ektrak. Hasil fraksinasi dengan metode KVC kemudian diuji BSLT didapatlah hasil berupa nilai LC50 sebesar 371,415 ppm. Senyawa toksik yang ada pada ekstrak dapat masuk melalui bagian mulut A.salina dan diabsorbsi masuk ke dalam saluran pencernaan terjadi proses absorbsi melalui membran sel. Setelah proses absorbsi dilanjutkan dengan proses distribusi senyawa toksik ke dalam tubuh A. salina, dan terjadi proses kerusakan reaksi metabolisme. Struktur anatomi tubuh A. salina pada tahap naupli masih sangat sederhana, yaitu terdiri dari lapisan kulit, mulut, anthena, saluran pencernaan atau digesti yang masih sederhana, dan calon thoracopoda (Raineri, 1981). Perubahan gradien konsentrasi yang drastis antara di dalam dan di luar sel yang menyebabkan senyawa toksik mampu menyebar dengan baik ke tubuh A.salina. Efek kerusakan metabolisme yang ditimbulkan terjadi secara cepat dapat dideteksi dalam waktu 24 jam, hingga menyebabkan 50% kematian A. salina.
ISSN 2303-1077
KVC dan setelah KVC cukup berbeda, dengan nilai LC50 pada fraksi metanol lebih tinggi dibandingkan fraksi M9. Namun kedua sampel sama-sama memiliki nilai LC50<1000 yang bersifat cukup aktif. Fraksi metanol dan fraksi etil asetat memiliki nilai LC50 lebih besar dibandingkan M9 ini disebabkan adanya interaksi kimia dari metabolit sekunder yang berpengaruh di dalamnya adalah senyawa triterpen dan polifenol sedangkan pada M9 hanya ada senyawa triterpen. Fraksi etil asetat dan fraksi metanol cukup aktif karena terdapat 2 komponen senyawa yang saling bekerja sinergis di dalamnya. Senyawa polifenol berpengaruh dan berperan aktif dalam tingkat kematian larva artemia. Hubungan Tingkat Kematian Larva Dengan Konsetrasi Tingkat kematian larva tidak hanya dipengaruhi oleh komponen kimia yang terkandung di dalamnya tetapi erat hubungannnya dengan konsentrasi terhadap larva artemia. Tingkat kematian larva terhadap konsentrasi berbanding lurus. Seperti yang terlihat pada fraksi etil asetat dan fraksi metanol adalah fraksi yang paling aktif dimana pada konsetrasi maksimum mampu membunuh 100% larva yang ada ini karena pada kedua fraksi terdapat senyawa polifenol dan triterpen. Hubungan tingkat kematian larva yang berbanding dengan konsentrasi pada gambar 1.
Kromatografi Vakum Cair (KVC) Hasil fraksinasi diuapkan pelarutnya dengan cara dikering anginkan. Kemudian semua fraksi yang ada di KLT untuk melihat pola noda yang terbentuk. Pola noda yang terbentuk menjadi dasar untuk mengabungkan beberapa fraksi yang telah di peroleh dengan melihat noda yang terbentuk. Hasil KLT yang ada disinari dengan lampu UV 254 dan 366 nm serta diuji dengan serium sulfat untuk melihat hasil elusi yang ada. Fraksinasi yang terbanyak kemudian dilakukan uji lanjut dengan metode BSLT untuk mengetahui aktivitas toksisitas antara sebelum proses KVC dan setelah proses KVC. Fraksi M9 yang digunakan sebagai sample uji mewakili deretan sample M yang ada karena jumlah massa yang cukup besar dan memungkinkan dilakukan proses uji dan pengulangan. Ekstrak M9 ketika diuji dengan metode BSLT memiliki nilai LC50 sebesar 371,415 ppm. Nilai LC50 sebelum proses
Gambar
1.
Hubungan Kematian dengan konsentrasi
Larva
Hubungan tingkat kematian larva sangat erat hubungannya dengan konsentrasi. Efek sinergis adalah efek dari gabungan beberapa komponen senyawa yang bersifat saling meningkatkan aktivitas seperti yang terjadi pada fraksi metanol dan fraksi etil asetat(Lu, 1995). Pada gambar 2 merupakan hubungan kematian terhadap konsentrasi. 80
JKK, Tahun 2015, Volume 4(1), halaman 75-83
Gambar
ISSN 2303-1077
Anderson, C. M. Goetz and J. L. McLaughlin. 1991. A Blind Comparison of Simple Bench-top Bioassays and Human Tumour Cell Cytotoxici ties as Antitumor Prescreens . Phytochemical Analisis. vol. 2, (107) I-II Ariyanti, Dyah Arum, Khairul Anam, Dewi Kusrini. 2013. Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Daun Ketapang Kencana (Terminalia muelleri Benth.) dan Uji Aktivitas Sebagai Antibakteri Penyebab Bau Badan. Journal Chem Info Vol 1, No 1: 94-100 Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar Jilid. Penerjemah: Suminar Setiati Achmadi. Erlangga. Jakarta Deny, Rudiyansyah dan Puji Ardiningsih. 2013. Isolasi dan Kareakterisasi Senyawa Triterpenoid dari Fraksi Klorofom Kulit Batang Durian Kura(D. testudinarum Becc.). JKK, tahun 2013, volume 2 (1), halaman 7-12 Dwijayanti. Eka, Andi Hairil Alimuddin dan Muhamad Agus Wibowo, 2015, Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Sitotoksik pada Kulit Batang Tampoi (Baccaurea macrocarpa) terhadap Artemia Salina Leach dengan Metode BSLT, JKK, Tahun 2015, Volume 4(1): 6-10 Mioara D, 2011, Artemia salin, Research Journal Balneo, Vol.2 (4) ;119-122 Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Penerjemah: K. Padmawinata dan I. Soediro, terbitan ke-2, Penerbit ITB, Bandung Hayati. Elok Kamilah, Akyunul Jannah, Rachmawati Ningsih. 2012. Identifikasi senyawa dan Aktivitas Antimalaria in Vivo Ekstrak Etil Asetat Tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.). journal Molekul, Vol. 7. No. (1): 20 - 32 Hayati, Elok karmila dan Nur Halimah. 2010. Phytochemical test and Brine Shrimnp Lethality Test Against Artema salina Leach of Anting-Anting (Acaypha indica Linn.) Plant Extract. Journal Alchemy.Vol 1.no 2 hal: 53:103 Howlader Md. A., Apu A. Sarker., Saha R. Kumer., Rizwan F., Nasrin N., dan Asaduzzaman M., 2012.,Cytotoxic Activity Of N-Hexane, Chloroform And Carbon Tetrachloride Fractions Of The Ethanolic Extract Of Leaves And
2. Tingkat persentasi kematian larva udang terhadap konsentrasi
Fraksi metanol dan etil asetat memiliki tingkat persen kematian larva paling tinggi dibandingkan sampel lain, bahkan dikonsentrasi 500 ppm mampu mematikan 100% larva udang dalam waktu 24 jam. Pada ekstrak metanol dengan tingkat kematian larva yang cukup rendah. Tinggi rendahnya persentasi kematian larva berbanding terbalik dengan nilai LC50. Ketika nilai LC50 besar maka tingkat kematian larva akan semakin rendah begitu juga sebaliknya. Fraksi metanol, fraksi etil asetat dan M9 mampu membunuh larva artemia cukup signifikan bahkan pada konsentrasi yang kecil(10 ppm). Sedangkan pada fraksi n-heksana dan ekstrak metanol memiliki aktivitas yang rendah. SIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, dapat dibuat simpulan sebagai berikut: 1. Nilai LC5O dari hasil uji BSLT pada ekstrak etilasetat, hasil fraksi metanol dan KVC (M9) dan memiliki LC5O < 1000 ppm, pada fraksi n-heksan dan ekstrak kasar methanol LC5O > 1000 ppm. 2. Khususnya fraksi Ada perbedaan yang cukup signifikan antara KVC 371,415 ppm dan sebelum KVC 111,985 ppm ini dipengaruhi oleh kandungan senyawa polifenol dan terpenoid. 3. Bahan aktif yang bersifat sitotoksik merupakan senyawa semipolar dan polar, sedangkan nonpolar bersifat tidak aktif. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa polifenol yang berperan aktif dalam toksisitas. DAFTAR PUSTAKA 81
JKK, Tahun 2015, Volume 4(1), halaman 75-83
Stems Of Baccaurea Ramiflora., International Journal of Pharmaceutical Sciences and Researc., Vol. 3(3): 822825 Ismail Maznah, Gururaj Bagalkotkar, Shahid Iqbal dan Hadiza Altine Adamu. 2012. Anticancer Properties and Phenolic Contents of Sequentially Prepared Extracts from Different Parts of Selected Medicinal Plants Indigenous to Malaysia. Article Molecules.17. 5745-5756 Juniarti, Delvi Osmeli, dan Yuhernita 2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas (Brine Shrimp Lethality Test) dan Antioksidan (1,1-diphenyl-2pikrilhydrazyl) dari Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.). journal Makara Sains. Vol. 13, No. 1: 50-54 Lu, Frank C. 1995. Toksikologi dasar : asas, organ sasaran, dan penilaian resiok. .Penerjemah: Edi Nugroho dkk, Jakarta Penerbit UI McLaughlin. J. L and Roggers. L. L., 1998, The Use Of Biological Assays to Evaluate Botanicals, Drug Information Journal . vol 32: 513 - 524 Mayer B.N., Ferrigni N.R., Putnam J.E., Jacobsen L.B., Nichols D.E and McLaughlin JL., 1982, Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents., Planta Medica. vol 45: 31-34 Manullang Lisnawaty, Daniel dan Enos Tangke Arung. 2013. Uji Toksisitas Dan Antioksidan Ekstrak Buah Kelepesoh (Baccaurea Lanceolata (Miq.) Mull. Arg). Journal Science East Borneo. Volume 1 No.1 Nunes Bruno S., Fe´lix D. Carvalho , Lu´cia M. Guilhermino, Gilbert Van Stappen.2006 . Use of the genus Artemia in ecotoxicity testing. Review Environmental Pollution. 144: 453-462 Padumanonda Tanit, Jeffrey Johns, Autcharaporn Sangkasat dan Suppachai Tiyaworanant. 2012. Determination of melatonin content in traditional Thai herbal remedies used as sleeping aids. Daru Journal of Pharmaceutical Sciences, 22:6 Ramasamy Sujatha, Norhanom Abdul Wahab, Nurhayati Zainal Abidin dan Sugumaran Manickam. 2011. Cytotoxicity evaluation of five selected Malaysian Phyllanthaceae species on
ISSN 2303-1077
various human cancer cell Lines. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 5(11): 2267-2273 Raineri, M. Histochemical Localization of Chitin in Larvae of Artemia salina Leach (Phyllopoda). 1981. Italian Journal of Zoology 48 (2): 139 -141. Sangi Meiske, Max R. J. Runtuwene, Herny E. I. Simbala dan Veronica M. A. Makang. 2008. Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara.J Chem. Prog. Vol. 1, No. 1:47-53 Sari, Yeni Dianita, Sitti Nur Djannah, Laela Hayu Nurani. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.) secara in Vitro terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 35218 serta prodil Kromatografi Lapis Tipisnya. Journal KES MAS Vol. 4 No. 3, : 144 – 239 Syamsudin, Soesanto Tjokrosonto, Subagus Wahyuono dan Mustofa. 2007. Aktivitas antiplasmodium dari dua fraksi ekstrak n-heksana kulit batang asam kandis (Garcinia parvifolia Miq). Majalah Farmasi Indonesia. 18(4):210 – 215, Subarnas Anas, Ajeng Diantini, Rizky Abdulah, Ade Zuhrotun, Chiho Yamazaki, Mintao Nakazawa dan Hiroshi Koyama. 2012. Antiproliferative activity of primates-consumed plants against MCF-7 human breast cancer cell lines. Journal of Medical Research Vol. 1(4): 038-043 Sulistjowati, Asri dan Didik Gunawan. 1999. Efek Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A.Gray.) terhadap Candida albicans Serta Profil Koramotografinya. Artikel Media Litbangkes Edisi Khusus”Obat Asli Indonesia” Volume VIII (3 -4). hal: 3237. Sukadana, I Made. 2011.Kandungan Senyawa steroid –alkaloid pada ekstrak n heksan daun beringin (Ficus benjamina L). Jurnal Kimia. 5 (2): 169174. Tirtana Endra., Idiawati Nora., Warsida., Jayuska Afghani.,2013.,Analisa Proksimat, Uji Fitokimia Dan Aktivitas Antioksidan Pada Buah Tampoi
82
JKK, Tahun 2015, Volume 4(1), halaman 75-83
(Baccaurea Macrocarpa), JKK. volume 2 (1): 42-45 Yunus Renos, Andi Hairil Alimuddin, Puji Ardiningsih . 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Tampoi (Baccaurea macrocarpa) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan
ISSN 2303-1077
Staphylococcus aureus . JKK, tahun 2014, volume 3 (3): 19- 24 Zuhra. Cut.F, Juliati Br. Tarigan. Dan Herlince Sihotang. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid dari Daun Katuk (Sauropus Androgunus(L) Merr., Jurnal Biologi Sumatera .Vol. 3, No.1 hal 7:10.
83