perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UJI TOKSISITAS AKUT FRAKSI ETIL ASETAT DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)
TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi
Oleh : Ria Bekti Puspitarani NIM. M 3508065
DIPLOMA 3 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta,
Desember 2011
Ria Bekti Puspitarani NIM. M 3508065
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UJI TOKSISITAS AKUT FRAKSI ETIL ASETAT DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)
INTISARI Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dikenal dan digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung pada ekstrak eter dan air ekstrak metanolik daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas antioksidan terhadap radikal DPPH. Antioksidan mampu meredam radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu pencetus penyakit degeneratif seperti kanker, penyebab kematian tertinggi di beberapa negara berkembang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya efek toksisitas akut dari fraksi etil asetat daun belimbing wuluh dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) sebagai skrining awal pencarian senyawa antikanker. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental metode Post Test Only Control Group Design. Pada penelitian ini digunakan hewan uji larva udang Artemia salina Leach sebanyak 900 ekor yang terbagi dalam 6 kelompok yaitu 5 kelompok konsentrasi ( masing kelompok terdiri dari 10 ekor dengan 3 replikasi. Nilai LC50 diperoleh dengan menghitung jumlah larva yang mati 50 % selama 24 jam setelah perlakuan melalui analisis probit dengan membuat persamaan regresi linear menggunakan SPSS 16.0 for windows. Hasil uji toksisitas menunjukkan bahwa fraksi etil asetat mempunyai potensi toksisitas akut terhadap Artemia salina L. dengan nilai LC50 diperoleh berturut61,098 71,302 turut pada replikasi I, II, dan III yaitu 69,963 Rata-rata dari ketiga replikasi diperoleh nilai LC50 adalah sebesar 67,454 Hasil menunjukkan bahwa fraksi etil asetat daun belimbing wuluh bersifat toksik terhadap Artemia salina L. Kata Kunci : Averrhoa bilimbi L., toksisitas akut, fraksi etil asetat, larva udang, Brine Shrimp Lethality Test
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ACUTE TOXICITY TEST OF ETYL ACETATE FRACTION OF SOUR CARAMBOLA (Averrhoa bilimbi L.) LEAF USING BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)
ABSTRACT The sour carambola (Averrhoa bilimbi L.) leaf was known and used by Indonesian people as traditional medicine. The previous studies indicated that the compound contained in ether extract and methanol extract water of sour carambola leaf has antioxidant activity against DPPH radical. Antioxidant can muffle the reactive free radical that is one cause of generative diseases such as cancer, and the highest mortality cause in some developing countries. This research was conducted to find out the presence of acute toxicity effect of the ethyl acetate fraction of carambola leaf using Brine Shrimp Lethality Test (BST) as initial screening to look for anticancer compound. This study belongs to an experimental research with Post Test Only Control Group Design. In this research, 900 shrimp larva of Artemia salina Leach were used as the tested animals divided into 6 groups: 5 concentration groups (1000 µg/ml, 500 µg/ml, 250 µg/ml, 125 µg/ml, 62,5 µg/ml) and 1 concentration group (0 µg/ml) as the negative control. Each group consisted of 10 shrimps with 3 replications. The LC50 value was obtained by calculating the number of 50% dead lava for 24 hours after the treatment using probit analysis by developing a linear regression equation using SPSS 16.0 for windows software. The result of toxicity test showed that the ethyl acetate fraction had potential acute toxicity to Artemia salina L, with the LC50 values obtained respectively in replications I, II, and III of 69,963 µg/ml, 61,098 µg/ml, and 71,302 µg/ml. The mean LC50 value of those three replications was 67.454 µg/ml. Thus, the result showed that the ethyl acetate fraction of carambola leaf is toxic to Artemia salina L. Keywords: Averrhoa bilimbi L., acute toxicity, ethyl acetate fraction, shrimp larva, Brine Shrimp Lethality Test.
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Kegigihan belajar dan bekerja untuk mempertahankan hidup supaya selalu bisa beribadah kepada Allah SWT. Setiap orang pasti memiliki kesempatan kedua dan memiliki kekuatan untuk menyembuhkan dirinya sendiri Allah S.W.T. selalu mendampingi langkah kaki yang selalu ingin berusaha
Di dunia kita semua sama
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Tugas Akhir ini saya persembahkan untuk Allah SWT atas segala nikmat yang tak terhingga Keluarga besar saya yang selalu memberikan dukungan dan doa terbaiknya Rekan Farmasi 2008 yang selalu memberikan doa terbaik, dukungan, semangat, dan kebersamaan yang indah selama ini Semua pihak yang telah membantu penyusunan Tugas Akhir ini
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga dengan kerja keras penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan Tugas Akhir yang berjudul Uji Toksisitas Akut Fraksi etil asetat Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST . Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan suatu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan Tugas Akhir ini penulis mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.,(Hons)., Ph.D selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku Ketua Program D3 Farmasi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Anif Nur Artanti, S.Farm., Apt selaku pembimbing tugas akhir. 4. Ibu Nestri Handayani M.Si., Apt. selaku Penguji I sidang tugas akhir. 5. Ibu Estu Retnaningtyas, STP., M.Si selaku Penguji II sidang tugas akhir sekaligus pembimbing akademik. 6. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat. 7. Staf Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat FMIPA UNS.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Mas Ied yang selalu menemani, membantu dan mendukung selama tugas akhir dimulai hingga terselesaikan. 9. Antika, Mbak Yanti, Atin, Mega, Hayu, Via, Nuroh, Ruth, Muti, Riski, Ayu Okta serta semua teman-teman angkatan 2008. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, bagi penulis sendiri serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ekonomi untuk masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Namun demikian, penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang mengarah ketingkat yang lebih baik.
Penulis
Ria Bekti Puspitarani
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ..............................................................
iii
INTISARI .............................................................................................
iv
ABSTRACT ............................................................................................
v
HALAMAN MOTTO ...........................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ...........................................................
vii
KATA PENGANTAR ...........................................................................
viii
DAFTAR ISI .........................................................................................
x
DAFTAR TABEL ................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xv
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................
1
A. Latar Belakang .........................................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................
2
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
3
D. Manfaat Penelitian ...................................................................
3
BAB II LANDASAN TEORI ...............................................................
4
A. Tinjauan Pustaka .......................................................................
4
1. Belimbing Wuluh .................................................................
4
a. Klasifikasi .........................................................................
4
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Morfologi ..........................................................................
4
c. Kegunaan dan Kandungan Kimia .....................................
5
d. Penelitian Terdahulu .........................................................
5
2. Toksikologi ...........................................................................
6
3. Toksisitas ...............................................................................
7
4. Uji Toksisitas Akut ................................................................
7
5. Ekstrak ...................................................................................
8
6. Metode Penyarian dengan Maserasi ......................................
8
7. Flavonoid ...............................................................................
9
8. Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)...........................
10
9. Artemia salina Leach ............................................................
11
a. Klasifikasi .........................................................................
11
b. Lingkungan Hidup ............................................................
11
c. Perkembangan dan Siklus Hidup ......................................
11
10. Kromatografi Lapis Tipis ....................................................
13
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................
14
C. Hipotesis ....................................................................................
15
BAB III RENCANA PENELITIAN ...................................................
16
A. Definisi Operasional Variabel ..................................................
16
B. Rancangan Penelitian ................................................................
16
C. Variabel Penelitian ....................................................................
17
D. Spesifikasi Alat dan Bahan .......................................................
17
E. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................
18
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Tahap Penelitian ........................................................................
18
G. Pengumpulan dan Analisis Statistik Data .................................
21
H. Diagram Alir .............................................................................
22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................
23
A. Preparasi Sampel ......................................................................
23
B. Kontrol Kualitas Ekstrak..........................................................
24
1. Perhitungan Rendemen ......................................................
24
2. Uji Daya Lekat ...................................................................
24
3. Uji Bobot Susut Pengeringan .............................................
25
4. Uji Fitokimia secara Kualitatif (Metode KLT) ..................
25
C. Uji Toksisitas Metode BST ......................................................
28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................
32
A. Kesimpulan ..............................................................................
32
B. Saran ........................................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
33
LAMPIRAN...........................................................................................
36
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel I. Hasil Replikasi Uji daya lekat .................................................
25
Tabel II. Hasil uji fitokimia metode KLT ..............................................
26
Tabel III. Persentase kematian larva A. salina L. dengan 3 kali replikasi
29
Tabel IV. Persamaan regresi linier dan perhitungan nilai LC50 fraksi dengan 3 replikasi ..................................................................
commit to user xiii
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) ...............................
5
Gambar 2. Struktur flavonoid C6-C3-C6..................................................
9
Gambar 3. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana ........................................
9
Gambar 4. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana ....................................
9
Gambar 5. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana ...................................
9
Gambar 6. Artemia salina Leach ............................................................
11
Gambar 7. Siklus Artemia salina L. ........................................................
12
Gambar 8. Skema tahap penelitian secara keseluruhan ..........................
22
Gambar 9. Kromatogram hasil KLT .......................................................
26
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Determinasi daun belimbing wuluh ..................................
37
Lampiran 2. Perhitungan rendemen .......................................................
38
Lampiran 3. Perhitungan bobot susut pengeringan ................................
38
Lampiran 4. Perhitungan konsentrasi larutan uji ...................................
39
Lampiran 5. Analisis probit replikasi I ..................................................
40
Lampiran 6. Analisis probit replikasi II .................................................
42
Lampiran 7. Analisis probit replikasi III................................................
44
Lampiran 8. Grafik Linier Hubungan log konsentrasi vs persentase kematian ............................................................................
46
Lampiran 9. Diagram alir Metodologi Penelitian ..................................
47
Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian ....................................................
50
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN BST
=
Brine Shrimp Lethality Test
DPPH
=
1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl
GF254
=
Gel Fluoresence 254
IC50
=
Inhibition Concentration 50%
KLT
=
Kromatografi Lapis Tipis
LC50
=
Lethal Concentration 50%
LD50
=
Lethal Dose 50%
ppm
=
part per million
Rf
=
Retardation factor
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Melonjaknya harga obat sintetis dan efek sampingnya bagi kesehatan meningkatkan kembali penggunaaan obat tradisional oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar. Penggunaan obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang sejak berabadabad yang lalu secara turun temurun. (Sukandar, 2006). Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan tradisional alami baik pada buah, bunga maupun daunnya. Kandungan kimianya meliputi : kalium oksalat, flavonoid, pektin, tanin, asam galat, sulfur, saponin, triterpenoid, asam format, dan kalium sitrat (Anonim, 2001). Penelitian terdahulu melaporkan bahwa ekstrak eter dan air ekstrak metanolik daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas antioksidan terhadap radikal DPPH (Kuncahyo dkk, 2007). Aktivitas antioksidan mampu menghilangkan, membersihkan, menahan pembentukan efek spesies oksigen reaktif atau radikal bebas (Lautan,1997). Antioksidan bekerja sebagai inhibitor reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu pencetus penyakit degeneratif seperti kanker yang saat ini menempati peringkat tertinggi sebagai penyebab kematian di beberapa negara (Tahir dkk, 2003).
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Penggunaan daun belimbing sebagai antikanker perlu dibuktikan secara ilmiah mengenai toksisitas akutnya sebagai skrining awal pendahuluan pengujian sitotoksik antikanker. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan ketoksikan senyawa adalah Brine Shrimp Lethality Test (BST) dengan parameter LC50 dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan uji. Artemia merupakan organisme sederhana, mudah berkembang biak dan menetas dalam kondisi normal laboratorium (Kanwar, 2007). Pada penelitian ini digunakan fraksi etil asetat daun belimbing wuluh karena diharapkan memperoleh kandungan senyawa flavonoid dengan rendemen yang tinggi. Flavonoid telah dilaporkan mempunyai aktivitas antioksidan (Kahkonen et. al., 1999; Duthie et. al., 2010) dan antitumor (Washim, 2010). Berdasarkan penelitian tersebut diharapkan senyawa yang diduga berpotensi antikanker pada penelitian ini adalah senyawa flavonoid. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kandungan senyawa aktif yang terkandung dan potensi ketoksikan akut terhadap A. salina dengan metode BST yang ditimbulkan akibat penggunaan fraksi etil asetat daun belimbing wuluh. B. Perumusan Masalah 1. Apakah fraksi etil asetat daun belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoid? 2. Berapakah nilai LC50 setelah pemberian fraksi etil asetat daun belimbing wuluh terhadap Artemia salina L. selama 24 jam?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
3. Apakah fraksi etil asetat daun belimbing wuluh mempunyai potensi toksisitas akut terhadap Artemia salina L.? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui adakah kandungan senyawa flavonoid yang terdapat dalam fraksi etil asetat daun belimbing wuluh. 2. Mengetahui nilai LC50 setelah pemberian fraksi etil asetat daun belimbing wuluh terhadap Artemia salina L. selama 24 jam. 3. Mengetahui potensi toksisitas akut pada Artemia salina L. setelah pemberian fraksi etil asetat daun belimbing wuluh. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai potensi ketoksikan akut dari fraksi etil asetat daun belimbing wuluh yang dapat dijadikan dasar untuk langkah pengujian lanjutan sebagai pengembangan fitofarmaka. 2. Diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pengembangan fraksi etil asetat daun belimbing wuluh sebagai agen kemopreventif pada penyakit kanker dengan melihat efek sitotoksiknya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) a. Klasifikasi Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Classis
: Dicotyledonae
Bangsa
: Geraniales
Suku
: Oxalidaceae
Marga
: Averrhoa
Spesies
: Averrhoa bilimbi Linn. (Van Steenis, 1975)
b. Morfologi Habitus : Tinggi 5-10 meter. Tanda bekas daun bentuk ginjal atau jantung. Anak daun bulat telur atau memanjang, meruncing, 2-10 kali 1-3 cm, kearah ujung poros lebih besar, bawah hijau muda. Malai bunga menggantung, panjang 5-20 cm. Bunga semuanya dengan panjang tangkai putik yang sama. Kelopak panjang 6 mm. Daun mahkota tidak atau hampir bergandengan, bentuk spatel atau lanset, dengan pangkal yang pucat. 5 benang sari di depan daun mahkota mereduksi menjadi staminodia. Buah buni persegi membulat tumpul, kuning hijau, panjang 4-6,5 cm. Tanah asal
commit to user 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
tidak dikenal. Ditanam sebagai pohon buah, kadang-kadang liar (Van Steenis, 1975)
Gambar 1. Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) (Arland, 2006).
c. Kegunaan dan Kandungan Kimia Belimbing wuluh merupakan salah satu jenis tanaman asli Indonesia yang dapat digunakan masyarakat sebagai obat. Daun belimbing wuluh berkhasiat untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri dan pembunuh kuman, bunganya juga dapat digunakan sebagai obat batuk. Buahnya sangat baik untuk asupan vitamin C (Arland, 2006). Daun belimbing wuluh yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah sebagai analgetik misalnya rematik, pegal linu dan sakit gigi (Hariana, 2004). Daun belimbing wuluh mengandung tanin, sulfur, flavonoid, saponin, triterpenoid, asam format, dan kalium sitrat (Anonim, 2001). d. Penelitian Terdahulu Hasil uji farmakologi mengenai daun belimbing wuluh menunjukkan bahwa ekstrak eter dan air ekstrak metanolik daun belimbing wuluh memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal DPPH dengan nilai IC50 50,36 ppm dan 44,01 ppm (Kuncahyo dkk, 1997)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
2. Toksikologi Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia atas sistem biologi tertentu (Loomis, 1978). Sebagian besar manusia membutuhkan zat-zat yang berasal dari luar tubuh. Banyaknya paparan zat kimia dalam pencapaian kebutuhan tidak dapat terhindarkan. Dengan demikian manusia harus mempelajari sifat-sifat toksik serta bagaimana mekanisme timbulnya efek toksik (Priyanto, 2009). a. Kondisi efek toksik Kondisi efek toksik didefinisikan sebagai berbagai keadaan atau faktor yang mempengaruhi efektivitas absorpsi dan distribusi suatu zat dalam tubuh. b. Mekanisme efek toksik Keberadaan zat kimia dalam tubuh dapat menimbulkan efek toksik melalui 2 cara, yaitu berinteraksi secara langsung (toksik intrasel) dan secara tidak langsung (toksik ekstrasel). Toksik intrasel adalah toksisitas yang diawali dengan interaksi langsung antara zat kimia atau metabolitnya dengan reseptornya. Sedangkan toksik ekstrasel terjadi secara tidak langsung dengan mempengaruhi lingkungan sel sasaran tetapi dapat berpengaruh pada sel sasaran (Priyanto, 2009). c. Wujud efek toksik Wujud efek toksik berupa perubahan atau gangguan biokimiawi, fungsional atau struktural suatu sel. Seringkali kerusakan sel merupakan gabungan dua atau ketiga hal di atas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
d. Sifat efek toksik Sifat efek toksik meliputi 2 jenis, yaitu reversible (terbalikan) dan irreversible (tak terbalikan) yang masing-masing mempunyai ciri khas tersendiri (Priyanto, 2009). 3. Toksisitas Pengetahuan farmakologi diperlukan untuk menilai batas aman zat kimia, terutama bila zat itu akan digunakan untuk keperluan terapi terhadap diri hewan atau manusia. Berdasarkan hal tersebut, toksisitas diartikan kapasitas suatu zat kimia/beracun yang berbahaya atas sistem biologi tertentu (Loomis, 1978). Uji toksisitas merupakan parameter uji keamanan praklinis. Obat yang diberikan berdasarkan aturan (dosis) tertentu menurut penelitian umumnya tidak menimbulkan efek toksik atau manfaatnya jauh lebih besar daripada efek yang merugikan (Priyanto, 2009). 4. Uji Tokisitas Akut Uji toksisitas akut dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi dalam masa pemejanan dengan waktu yang singkat atau pemberiannya dengan takaran tertentu. Dengan demikian dapat mentukan suatu gejala sebagai akibat pemberian suatu senyawa dan menentukan peringkat letalitas senyawa itu. Prosedur awalnya ialah untuk mendapatkan satu seri kisaran dosis dari suatu senyawa pada suatu spesies hewan tunggal. Untuk keperluan ini dituntut adanya pemilihan jalur pemberian, penyiapan senyawa dalam bentuk sediaan yang sesuai untuk diberikan melalui jalur yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
telah dipilih, dan pemilihan spesies hewan uji yang cocok. Biasanya pengamatan dilakukan selama 24 jam, kecuali pada kasus tertentu selama 7-14 hari (Loomis, 1968). 5. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel 1981). Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. (Anonim, 1995). Tujuan ekstraksi untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Proses ekstraksi ini didasarkan atas perpindahan massa komponen zat padat yang ada dalam simplisia ke dalam pelarut organik. Setelah pelarut menembus lapisan permukaan, dinding sel zat padat yang terlarut, berdifusi karena faktor perbedaan konsentrasi dalam sel dan pelarut organik di luar sel, proses ini berselang terus-menerus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Anief, 1995). 6. Metode Penyarian dengan Maserasi Proses maserasi merupakan cara penyari yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Mekanisme yang terjadi yaitu cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat akan terdesak keluar. Peristiwa tersebut akan berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi di luar dan di dalam sel (Hargono, 1986). Lama waktu maserasi berbeda-beda tergantung pada sifat campuran serbuk dan pelarut. Maserasi biasanya dilakukan pada 150-200°C dalam waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut (Ansel, 1989). 7. Flavonoid Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam sayur dan buah. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6 (Markham (1988).
Gambar 2. Struktur flavonoid C6-C3-C 6 (Markham, 1988)
Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoid yaitu:
Gambar 3. Flavonoida atau
Gambar 4. Isoflavonoida atau
Gambar 5. Neoflavonoida
1,3-diarilpropana
1,2-diarilpropana
atau 1,1-diarilpropana ( Lenny, 2006)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan berbeda dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter atau minyak. Flavonoid mengandung sistem 10pectrum yang terkonjugasi sehingga dapat menunjukkan pita serapan pada daerah 10pectrum ultraviolet dan didaerah sinar tampak (Harbone, 1987). 8. Metode Brine Shrimp Letality Test (BST) Uji toksisitas dengan metode BST dilakukan sebagai uji pendahuluan untuk mengetahui bioaktivitas senyawa secara in vivo. Dasar pengujian dengan metode BST didasarkan pada kemampuan senyawa untuk mematikan larva udang. (Mc Laughlin, 1991). Uji BST ini merupakan salah satu metode uji yang sederhana dan cepat pada pengujian biological dan toxicological untuk semua penelitian, dalam usaha mengisolasi senyawa toksik dari ekstrak (Kanwar, 2007). Parameter yang digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas biologi suatu senyawa terhadap Artemia salina adalah kematian (Meyer dkk., 1982). Metode pengujian BST dengan menggunakan Artemia salina dianggap memiliki korelasi dengan daya sitotoksik senyawa-senyawa antikanker, sehingga sering dilakukan untuk skrining awal pencarian senyawa antikanker. Suatu ekstrak dikatakan toksik jika memiliki nilai LC50 (konsentrasi yang mampu membunuh 50% larva udang) kurang dari 1000 µg/ml setelah waktu kontak 24 jam (Meyer, dkk., 1982).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
9.
Artemia salina Leach a. Klasifikasi Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Crustacea
Subclass
: Branchipoda
Order
: Anostraca
Family
: Atemiidae
Genus
: Artemia
Species
: Artemia salina (L.) Leach
A. B. Gambar 6. Artemia salina Leach Keterangan : A. Jantan B. Betina
(Mudjiman, 1995). b. Lingkungan Hidup Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda. Mereka berkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti copepode dan daphnia (kutu air). Artemia hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia. Artemia hidup planktonik di perairan yang berkadar garam tinggi (antara 15- 300 per mil). Suhu yang dikehendaki berkisar antara 25-300° C, oksigen terlarut sekitar 3 mg/L, dan pH antara 7,3 8,4. Apabila kadar garam lebih dari 25% telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal (Mudjiman, 1995). c. Perkembangan dan Siklus Hidup Artemia diperjualbelikan dalam bentuk telur istirahat yang disebut kista. Kista ini berbentuk bulatan-bulatan kecil berwarna kecoklatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
dengan diameter berkisar 200-300 mikron. Kista yang berkualitas baik akan menetas sekitar 18-24 jam apabila diinkubasi air yang bersalinitas 570 permil. Ada beberapa tahapan pada proses penetasan Artemia ini yaitu tahap hidrasi, tahap pecah cangkang dan tahap payung atau tahap pengeluaran. Tahap hidrasi terjadi penyerapan air sehingga kista yang diawetkan dalam bentuk kering tersebut akan menjadi bulat dan aktif bermetabolisme. Tahap selanjutnya adalah tahap pecah cangkang dan disusul tahap payung yang terjadi beberapa saat sebelum nauplii keluar dari cangkang (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Siklus hidup A. salina dapat dilihat pada Gambar 7. I. VIII. II.
III. VII
IV.
VI.
V. Gambar 7. Siklus Artemia salina L. (Tamaru dkk., 2004 )
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Keterangan : No. Umur I. 24 36 jam II. III. 36 48 jam IV. 48 jam V. 1 minggu VI. 1 3 minggu VII. 3 minggu VIII. 5 hari
10. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisika kimia. Lapisan yang memisahkan terdiri atas butir-butir (fase diam), yang ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan lain yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan berupa bercak. Lempeng KLT yang ditotoli bercak atau lapisan diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang sesuai (fase gerak) selama perambatan. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Stahl, 1985). Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan harga Rf. Nilai Rf berjarak antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua decimal. hRf adalah nilai Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjarak 0 sampai 100 (Stahl, 1985). Nilai Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standard dari suatu senyawa yang telah diketahui (Sastrohamidjoyo, 2001)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
B. Kerangka Pemikiran Pemanfaatan fraksi etil asetat daun belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L.) diduga dapat digunakan menjadi salah satu potensi obat tradisional. Seperti pada penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung pada ekstrak eter dan air ekstrak metanolik daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas antioksidan terhadap radikal DPPH. Antioksidan berfungsi dalam menghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu pencetus penyakit degeneratif seperti kanker yang saat ini menempati peringkat tertinggi sebagai penyebab kematian di beberapa negara berkembang. Penggunaan daun belimbing wuluh sebagai antikanker perlu dibuktikan secara ilmiah mengenai toksisitas akutnya sebagai skrining awal pendahuluan pengujian sitotoksik antikanker. Oleh karena itu untuk mengetahui efek toksisitas akutnya dilakukan uji toksisitas akut melalui metode BST dengan parameter LC50 yang menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan uji. Nilai toksisitas senyawa potensial dapat mencapai batas konsentrasi tertentu sehingga dapat menyebabkan kematian pada Artemia Salina L. setelah perlakuan 24 jam yang dinyatakan dengan nilai LC 50 kurang dari 1000 µg/ml. Penyarian fraksi etil asetat daun belimbing wuluh diharapkan memperoleh kandungan
senyawa
flavonoid
sebagaimana
flavonoid
telah
dilaporkan
mempunyai aktivitas antioksidan dan antitumor. Berdasarkan penelitian tersebut diharapkan senyawa yang diduga berpotensi antikanker pada penelitian ini adalah senyawa flavonoid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
C. Hipotesis 1. Fraksi etil asetat daun belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoid 2. Nilai LC50 larva Artemia salina L. setelah pemberian fraksi etil asetat daun belimbing wuluh 3. Fraksi etil asetat daun belimbing wuluh mempunyai potensi toksisitas akut setelah pengujian selama 24 jam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III RENCANA PENELITIAN
A. Definisi Operasional Variabel 1. Uji Toksisitas Akut : Pengujian untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi dalam masa pemejanan 24 jam dengan waktu yang singkat atau pemberiannya dengan takaran tertentu. 2. Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) : Metode pengujian menggunakan Artemia salina Leach yang ditunjukkan dengan parameter kematian 3. Artemia salina L. : larva udang yang berusia sekitar 18-24 jam apabila diinkubasi air yang bersalinitas 5-70 per mil. 4. Ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa blimbi L) : ekstrak kental daun belimbing wuluh yang diduga diantaranya mengandung senyawa flavonoid 5. LC50 : Konsentrasi yang mampu membunuh 50% larva udang (Artemia salina L.) B. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini termasuk eksperimental dengan rancangan/desain penelitian berupa Post Test Only Control Group Design. Teknik sampling dilakukan secara Simple Random Sampling dimana anggota populasi homogen dipilih secara random, sehingga memberi kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel.
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
C. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas : Fraksi etil asetat daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) 2. Variabel Tergantung : Efek toksisitas akut terhadap larva Artemia salina Leach, angka kematian, LC50 3. Variabel Kendali : Teknik maserasi, umur larva Artemia salina Leach., Metode BST D. Spesifikasi Alat dan Bahan 1. Alat Oven, neraca analit (Denver TL603D), blender, toples kaca, rotary evaporator (Bibby RE 200B), waterbath, mikropipet, flakon, aerator, vortex, wadah bening untuk penetasan, lampu, bejana pengembang, kompor listrik, gelas beker (pyrex), gelas ukur (pyrex), kaca pengaduk, corong kaca, dan botol kaca sprayer. 2. Bahan Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) segar, etanol 70% (Bratachem), etil asetat (Bratachem), kertas saring, air laut dengan kadar garam 20%, telur A. Salina Leach, suspensi ragi (3 mg/10ml air laut) (Fermipan), aquadest, silica gel 60 GF254 (E.Merck), metanol (proAnalisis), asam format (pro-Analisis), asam asetat (pro-Analisis), ammonia (pro-Analisis), pereaksi semprot serium (IV) sulfat (E.Merck), dan FeCl3 (E.Merck).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
E. Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan
sampel
daun
belimbing
wuluh
dari
Karanganyar
Karangpandan pada bulan Maret 2011 kemudian dilanjutkan penelitian dilakukan hingga bulan Mei 2011 di
Laboratorium Morfologi Sistematik
Tumbuhan Universitas Setia Budi, Laboratorium Farmasetika FMIPA UNS dan Laboratorium Biologi Pusat UNS. F. Tahap Penelitian 1. Preparasi sampel Daun belimbing wuluh segar didapatkan dari Karanganyar. Setelah disortir, dicuci bersih, dikeringkan dibawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Selanjutnya dikeringkan menggunakan oven suhu sekitar 40-50o C selama 2-3 jam. Sampel
kering diserbuk halus
menggunakan blender hingga didapatkan serbuk halus daun belimbing wuluh. 2. Ekstraksi sampel Ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70% selama 24 jam sebanyak 3 kali kemudian disaring dengan corong kaca. Filtrat yang diperoleh diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental etanol. Selanjutnya ekstrak etanol dipartisi menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 1 liter secara bertahap setiap 250 ml, sehingga didapat filtrat etil asetat. Filtrat dipekatkan dengan diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga didapatkan fraksi etil asetat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
3. Kontrol Kualitas Ekstrak a. Perhitungan rendemen Perhitungan rendemen merupakan Persen bobot ekstrak kental terhadap bobot simplisia. Hasil rendemen dilakukan dengan cara membagi ekstrak kental dengan serbuk simplisia dalam persen (Setyaningrum, 2010). b. Uji daya lekat Sebanyak 50 mg fraksi etil asetat diletakkan pada obyek glass dan ditutupi dengan obyek glass. Lalu diberi beban diatasnya dengan beban 1 kg selama 5 menit. Kedua obyek glass tersebut dipisahkan dengan menarik sistem katrol dengan berat tertentu dengan dibantu penjepit, dicatat waktunya hingga terlepas (Anonim, 2000). c. Uji bobot susut pengeringan Fraksi etil asetat 1 gram dipijarkan dalam oven pada suhu 105º selama 30 menit. Setelah dingin, ekstrak ditimbang dengan saksama (proses pendinginan ekstrak dimasukkan dalam eksikator). Percobaan diulang hingga bobot konstan (Anonim, 2000). d. Uji fitokimia secara kualitatif (metode KLT) Fraksi etil asetat diambil secukupnya dan dilarutkan dengan metanol. Dari campuran tersebut diambil dengan menggunakan pipa kapiler kemudian ditotolkan pada plat KLT (silika gel 60GF254) . Plat KLT kemudian dimasukan ke dalam chamber yang telah dijenuhi oleh fase gerak berupa etil asetat : asam format : asam asetat : air
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
(100:11:11:26) dengan jarak pengembangan 7 cm. Sampel pada plat dibiarkan terelusi kemudian dilihat profil kenampakannya pada sinar UV254 nm dan UV366 nm. Selanjutnya disemprot dengan pereaksi penampak bercak uap ammonia dan FeCl3 (Wagner, 1984). 4. Uji toksisitas Metode BST Pengujian diawali dengan penetasan telur Artemia salina L. pada wadah bening dalam air laut dan diaerasi dibawah penerangan cahaya. Setelah menetas, ditambahkan beberapa tetes suspensi ragi (3mg/10 ml). Larva A. Salina L. siap digunakan uji pada umur 48 jam kemudian. Larutan uji dibuat dengan membuat larutan stok yaitu dengan cara mengambil 100mg fraksi etil asetat dan dilarutkan dalam 10mL etil asetat. Selanjutnya larutan uji dibagi dalam 6 kelompok konsentrasi yaitu
negatif. Perhitungan konsentrasi ekstrak tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Masing-masing larutan uji tersebut dimasukkan ke dalam flakon dan diuapkan hingga tidak berbau pelarut. Setiap flakon diisi dengan 1 ml air laut dan divortek hingga homogen. 10 ekor A. Salina L. yang dipilih secara acak dimasukkan pada setiap flakon yang berisi larutan uji berbagai konsentrasi dan kembali ditambah air laut sampai volume 5ml. A. Salina L. serta diberi makan suspensi ragi (3mg/10ml) sebanyak 1 tetes. Kemudian flakon-flakon diletakkan dibawah lampu penerangan selama 24 jam dan dihitung larva yang mati setelah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
perlakuan 24 jam. Larva dikategorikan mati apabila tidak bergerak. Setiap konsentrasi uji dilakukan 3 kali replikasi agar diperoleh data yang valid. Suatu senyawa dikatakan toksik jika pada konsentrasi sekecil mungkin mampu membunuh 50% larva udang dan mempunyai nilai LC50 dibawah 1000mg/ml (Meyer et al., 1982). G. Pengumpulan dan Analisis Statistik Data Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan dari jumlah larva yang mati 24 jam setelah perlakuan pada tiap konsentrasi ekstrak daun belimbing wuluh. Sedangkan uji toksisitas akut dianalisis dengan menghitung jumlah A. salina L. yang mati dengan rumus :
Bila ada kematian pada k
Nilai LC50 fraksi etil asetat daun belimbing wuluh ditentukan dengan analisis probit dengan membuat persamaan regresi linear menggunakan SPSS 16.0 for windows.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
H. Diagram Alir
Sampel Serbuk kering Daun Belimbing Wuluh
Dimaserasi dengan Etanol 70% Dipartisi dengan Etil Asetat
Fraksi etil asetat Daun Belimbing Wuluh
Kontrol kualitas ekstrak
Perhitungan rendemen
Uji daya lekat
Uji bobot susut pengeringan
Uji fitokimia (metode KLT)
Uji toksisitas metode BST
Dihitung Nilai LC50
Gambar 8. Skema tahap penelitian secara keseluruhan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Preparasi Sampel Daun belimbing wuluh segar didapatkan dari Karangpandan, Karanganyar pada bulan April 2011. Daun kemudian diidentifikasi berdasarkan spesimen serta dengan panduan Flora (untuk sekolah di Indonesia) karangan Van Steenis, C.G.G.J. (1975). Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Morfologi Sistematik Tumbuhan Universitas Setia Budi. Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Daun belimbing wuluh segar dicuci bersih, dikeringkan dibawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Hal ini bertujuan untuk mencegah kerusakan
senyawa akibat proses oksidasi atau reaksi lain yang
menyebabkan hidrolisis senyawa flavonoid seperti flavonoid glikosida (Cannel, 1998). Selanjutnya dikeringkan menggunakan oven suhu sekitar 40-50o C selama 2 jam agar sampel benar-benar kering dan mudah diserbuk (Hargono dkk, 1986). Daun belimbing yang telah kering diserbuk halus dengan blender dan diayak dengan ayakan 44/80 mesh hingga didapatkan 100 gram serbuk. Ekstraksi daun belimbing wuluh ini dilakukan dengan menggunakan metode remaserasi. Serbuk daun belimbing wuluh dimaserasi dengan pelarut etanol 70% sebanyak 1,5 liter selama 24 jam sebanyak 3 kali kemudian disaring dengan corong kaca. Pemilihan pelarut etanol ini bertujuan agar
commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
diharapkan dapat menyari semua senyawa aktif yang terkandung dalam daun belimbing wuluh. Larutan penyari etanol 70% merupakan pelarut universal yang dapat menyari senyawa yang bersifat polar, semi polar maupun non polar (Harborne, 1987). Filtrat yang didapat diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kental etanol sebanyak 22 gram. Selanjutnya ekstrak etanol dipartisi menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 1 liter secara bertahap setiap 250 ml, sehingga didapat filtrat etil asetat.
Kemudian
filtrat
etil
asetat
dipekatkan
dengan
diuapkan
menggunakan rotary evaporator hingga didapatkan fraksi etil asetat 8 gram. Partisi ekstrak etanol dengan pelarut etil asetat diharapkan dapat menyari senyawa flavonoid. Menurut Markham (1988), flavonoid mempunyai kepolaran yang rendah, dalam ekstraksinya menggunakan pelarut klorofom, dietil eter, atau etil asetat pada flavonoid glikosida. B. Kontrol Kualitas Ekstrak 1. Perhitungan rendemen Rendemen merupakan rentang perbandingan antara bobot ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal (Anonim, 2000). Rendemen fraksi etil asetat daun belimbing wuluh ini diharapkan mengandung flavonoid yang tinggi. Hasil perhitungan rendemen fraksi etil asetat daun belimbing wuluh yaitu 8%. Perhitungan rendemen dapat dilihat di Lampiran 2. 2. Uji daya lekat Uji ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari ekstrak pekat yang dihasilkan tetapi masih dapat dituang. Semakin kental atau pekat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
konsistensi
dari
ekstrak,
maka
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
memisahkan kedua obyek gelas menjadi semakin lama (Yuliana, 2011). Untuk memperoleh data yang valid dilakukan replikasi 3 kali seperti pada Tabel I. Tabel I. Hasil replikasi uji daya lekat Replikasi ke -
Waktu
Waktu (detik)
I II
1 menit 7 detik 0 menit 50 detik
67 detik 50 detik
III
0 menit 54 detik
54 detik
Hasil rata-rata replikasi didapatkan daya lekat selama 57 detik. Waktu yang dihasilkan dalam pengujian daya lekat ekstrak menunjukkan nilai kepekatan suatu ekstrak sebagaimana tercantum dalam persyaratan parameter standarisasi ekstrak yang harus dipenuhi (Hargono dkk, 1986). 3. Uji bobot susut pengeringan Pengujian bobot susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105º C selama 30 menit atau sampai berat konstan yang dinyatakan sebagai nilai persen (Anonim, 2000). Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa susut pengeringan fraksi etil asetat daun belimbing wuluh sebesar 16%. Persentase tersebut menunjukkan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3. 4. Uji fitokimia secara kualitatif (metode KLT) Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa apakah yang terkandung pada fraksi etil asetat daun belimbing wuluh. Profil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
kromatogram dapat dilihat pada Gambar 9. dan hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Tabel II. Rf
Rf 1
7 cm
1 7 cm
0,91
6,4 cm
0,86 0,8
6 cm 5,6 cm
0
Dibawah Sinar UV254
0
Dibawah Sinar UV 366
Setelah diuapi Amonia
Gambar 9.
Kromatogram hasil KLT Fase diam = Silika gel 60 GF254 Fase gerak = etil asetat:asam format:asam asetat:air (100:11:11:26)(v/v) Jarak pengembangan : 7 cm
Dibawah Sinar UV254
Dibawah Sinar UV366
Setelah disemprot FeCl3
Tabel II. Hasil uji fitokimia metode KLT Penam pak bercak Uap amonia
Pesem prot FeCl 3
Sinar tampak
Sinar UV254
Sinar UV366
Setelah diberi Penampak bercak
Rf
Warna
Teori
+/-
Warna
Teori
+/-
Warna
Teori
+/-
Warna
Teori
+/-
0,86
Kuning
Kuning
+
Coklat
Coklat
+
Kuning hijau
+
Kuning kuat
Kuning
Kuning
+
Coklat
Coklat
+
Kuning hijau
+
Kuning kuat
0,8
Kuning
Kuning
+
Coklat
Coklat
+
Biru
+
Hijau kuat berlatar belkang kuning
Kuning sampai merah jingga Kuning sampai merah jingga hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat berlatar belakang kuning
+
0,91
Kuning hijau atau biru Kuning hijau atau biru Biru sampai hitam
Keterangan : Rf = Retardation factor (+) = positif flavonoid
commit to user
+
+
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Metode KLT dipilih karena mudah, cepat dan hanya membutuhkan sedikit cuplikan (Stahl, 1985). Uji KLT ini menggunakan fase diam plat silika GF254 dan fase gerak campuran etil asetat : asam format : asam asetat : air (100:11:11:26). Pereaksi penampak bercak digunakan uap ammonia dan FeCl3. Uap amonia dan FeCl3 digunakan untuk mendeteksi senyawa golongan fenolik. Senyawa fenol terutama flavonoid dapat dideteksi pada kromatogram berdasarkan warnanya atau fluoresensinya dibawah sinar UV, warnanya diperkuat atau berubah menjadi kuning atau merah jingga bila diuapi ammonia (Wagner, 1984). Hasil kromatogram pada plat silika yang dikembangkan pada fase gerak muncul 2 bercak warna kuning kecoklatan dengan harga Rf1 = 0,86 dan Rf2 = 0,91. Setelah diuapi ammonia, kedua bercak berwarna kuning kuat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fraksi etil asetat daun belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoid. Demikian juga pada hasil kromatogram plat silika yang disemprot dengan pereaksi penampak bercak FeCl3 menunjukkan bahwa fraksi etil asetat daun belimbing wuluh positif mengandung flavonoid. Menurut Harborne (1987) senyawa fenol seperti flavonoid akan menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat berlatar belakang kuning setelah disemprot dengan pereaksi spesifik FeCl3. Bercak yang muncul pada plat silika berwarna hijau kuat berlatarbelakang kuning dengan Rf = 0,8.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
Senyawa flavonoid merupakan golongan senyawa fenol yang biasa ditemukan di dalam vakuola sel dengan jalur biosintesis flavonoid berasal dari pertemuan alur asetat malonat dan alur shikimat. Sifat kimia senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa. Fenol terdiri dari beraneka ragam struktur dengan ciri khas berupa cincin aromatik yang mengandung satu, dua gugus hidroksil atau lebih sering disebut polihidroksi ( Lenny, 2006).
Gambar 2. Struktur flavonoid C6-C3-C6 (Markham 1988)
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula sebagai sebagai glikosida dan aglikon flavonoid. (Harborne, 1987). Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yang meliputi flavon, flavononol, isoflavon, flavanol, flavanon, antosianin, katekin, auron dan kalkon. C. Uji toksisitas metode BST
Uji toksisitas merupakan parameter uji keamanan praklinis. Metode BST telah banyak dikembangkan sehingga salah satu cara penentuan bioaktivitas ekstrak tanaman maupun senyawa murni. Penggunaan yang luas metode ini pada mulanya adalah untuk mengetahui tingkat toksisitas suatu sediaan (Mudjiman, 1985).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
Dasar pengujian dengan metode BST didasarkan pada kemampuan senyawa untuk mematikan larva udang. Metode ini dapat digunakan sebagai bioassay-guided fractionation dari bahan alam, karena mudah, cepat, murah dan cukup reproducible. Penelitian Carballo dkk, menunjukkan adanya hubungan yang konsisten antara toksisitas dan letalitas brine shrimp pada ekstrak tanaman (Carballo, et al, 2002). Hasil pengamatan kematian A. salina L. setelah perlakuan 24 jam pada fraksi etil asetat daun belimbing wuluh dinyatakan dalam persen dengan rumus berikut :
Karena tidak ada kematian pada kontrol negatif, jumlah kematian pada kontrol dapat diabaikan. Persentase kematian larva dapat dilihat pada Tabel III. Tabel III. Persentase kematian larva A. salina L. dengan 3 kali replikasi Rata-rata % kematian
Konsentrasi (µg/ml)
Replikasi I
Replikasi II
Replikasi III
1000
96
100
100
500
76
88
88
250
70
76
72
125
60
68
60
62,5
52
54
54
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa konsentrasi 62,5 µg/ml sudah terlihat mampu menyebabkan 50% kematian larva udang. Dengan demikian fraksi etil asetat daun belimbing wuluh sudah dapat diduga mempunyai potensi toksisitas akut terhadap A. salina L.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Nilai rata-rata persentase kematian dari masing-masing replikasi tersebut selanjutnya dibuat kurva hubungan antara log konsentrasi (x) dan persentase kematian (y) sehingga diperoleh persamaan garis lurus (regresi linier). Nilai LC50 fraksi etil asetat daun belimbing wuluh ditentukan melalui analisis probit dengan membuat persamaan regresi linear menggunakan SPSS 16.0 for windows. Hasil analisis persamaan regresi linier dan nilai LC 50 dapat dilihat pada Tabel IV. Tabel IV. Persamaan regresi linier dan perhitungan nilai LC50 fraksi dengan 3 replikasi. Keterangan Replikasi I Persamaan Garis Lurus (y = bx + a) LC50
y = 0,345x
0,119
Rata-rata % kematian Replikasi II y = 0,371x
69,963
Rata-rata LC50
0,119
Replikasi III y = 0,398x
61,098
0,207
71,302
67,454
Nilai LC50 menunjukkan konsentrasi yang menyebabkan kematian pada 50% hewan uji pada paparan waktu selama 24 jam. Nilai LC50 yang diperoleh mencerminkan toksisitas bahan terhadap hewan uji. Semakin besar harga LC50 berarti toksisitasnya semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil harga LC50 maka semakin besar toksisitasnya. Menurut Meyer dkk. (1982), senyawa uji dikatakan toksik jika harga LC50 mL. Hasil perhitungan harga LC50 diperoleh berturutturut pada replikasi I, II, dan III yaitu 69,963 71,302
61,098
-rata dari ketiga replikasi adalah sebesar 67,454 . Hal ini menunjukkan bahwa fraksi etil asetat daun belimbing
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
wuluh mempunyai potensi ketoksikan akut terhadap larva udang A. salina L. dengan 50% kematian setelah pengamatan 24 jam. Mekanisme kematian larva berhubungan dengan fungsi senyawa dalam ekstrak tanaman yang dapat menghambat daya makan larva (antifedant). Cara kerja senyawa tersebut dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, bila senyawa tersebut masuk ke dalam tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu dapat menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva (Nguyen, 1999).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam fraksi etil asetat daun belimbing wuluh diantaranya adalah flavonoid. 2. Nilai LC50 setelah pemberian fraksi etil asetat daun belimbing wuluh terhadap A. salina L. setelah pengamatan 24 jam diperoleh berturut-turut pada replikasi I, II, dan III yaitu 69,963
61,098
71,302
-rata dari ketiga replikasi adalah sebesar 67,454
3. Fraksi etil asetat daun belimbing wuluh mempunyai potensi toksisitas akut terhadap A. Salina L. karena nilai LC50 < 1000 B. Saran 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap fraksi etil asetat daun belimbing wuluh dengan menggunakan konsentrasi dibawah 62,5 untuk melihat potensinya sebagai senyawa sitotoksik. 2. Perlu dilakukan uji toksisitas akut dengan hewan rodent/nirrodent untuk mengetahui nilai LD50 sebagai pengembangan fitofarmaka.
commit to user 32