A. Penelitian Terdahulu Penelitian Pardede (2008) dengan judul penelitian Analysis’ Perbedaan Tingkat Kesehatan BPR di Kotamadya Binjai Berdasarkan Metode Altman Z-Score dan CAMEL,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan
tingkat kesehatan BPR Talabumi dan Bumiasih berdasarkan metode Altman Z-Score dan CAMEL. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkat kesehatan BPR Talabumi dengan Bumiasih berdasarkan metode Altman Zscore dan terdapat perbedaan tingkat kesehatan BPR Talabumi dengan Bumiasih berdasarkan metode CAMEL (CAR, RORA, NPM, ROA, BOPO, LDR, NCM). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan kuantitatif. Metode analisis deskriptif untuk menggambarkan rasio-rasio Altman Z-Score dan CAMEL. Metode analisis kuantitatif untuk menghitung nilai dari rasiorasio Altman Z-Score dan CAMEL. Berdasarkan metode analisis deskriptif diperoleh bahwa rasio Altman Z-Score dan CAMEL BPR Talabumi menurun setiap tahun, sedangkan BPR Bumiasih ada peningkatan setiap tahun. Berdasarkan pengujian hipotesis diperoleh bahwa tingkat kesehatan BPR Talabumi dan Bumiasih berbeda dengan menggunakan metode Altman Z-Score, sedangkan untuk CAMEL yang berbeda adalah rasio RORA, ROA, dan BOPO tidak signifikan, sedangkan untuk rasio CAR, NPM, LDR, dan NCM adalah sama. Penelitian Pradhono dan Christiawan (2004) penelitian ini memiliki tujuan menganalisis pengaruh economic value added, residual income, earnings dan arus kas operasi, terhadap return yang diterima oleh pemegang saham perusahaan publik yang
Universitas Sumatera Utara
terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan mengetahui tolok ukur mana yang mempunyai pengaruh yang paling signifikan terhadap return yang diterima oleh pemegang saham. Penelitian yang dilakukan oleh Pradono dan Christiawan ini menggunakan regresi linier untuk melihat besar kontribusi masing-masing variabel bebas dalam mempengaruhi return pemegang saham. Adapun hipotesis penelitian ini adalah economic value added, residual income, earnings dan arus kas operasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap return yang diterima oleh pemegang saham. Berdasarkan hasil uji t disimpulkan bahwa variabel arus kas operasi berpengaruh paling signifikan terhadap return yang diterima oleh pemegang saham. Selanjutnya variabel berikutnya yang juga berpengaruh signifikan adalah earnings.
B. Pengertian Laporan Keuangan Pengertian laporan keuangan yang dikemukan oleh beberapa ahli manajemen keuangan antara lain, Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa laporan keuangan adalah beberapa kertas yang bertuliskan angka-angka, tetapi sangat penting juga untuk memikirkan aktiva riil di balik angka-angka tersebut. Sedangkan menurut Harahap (2004: 105), laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu. Menganalisis laporan keuangan berarti menggali lebih banyak informasi yang dikandung suatu laporan keuangan. Sebagaimana diketahui laporan keuangan adalah media informasi yang merangkum semua aktivitas perusahaan (Harahap, 2004:1). Kinerja perusahaan merupakan suatu tampilan perusahaan dalam periode tertentu. Penilaian kinerja perusahaan adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagan organisasi, karyawan berdasarkan sasaran,
Universitas Sumatera Utara
standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Zaretta dan Sitinjak, 2006: 39).
C. Analisis Laporan Keuangan Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005: 193), analisis laporan keuangan adalah seni untuk mengubah data dari laporan keuangan ke informasi yang berguna bagi pengambil keputusan. Keberhasilan perusahaan dalam pengelolaan keuangan merupakan presentasi dari kinerja perusahaan secara keseluruhan. Oleh sebab itu mengevaluasi kondisi keuangan suatu perusahaan sangatlah penting. Karena dengan melihat kondisi keuangan, suatu perusahaan dapat melihat kondisi perusahaan secara keseluruhan di masa lalu maupun kemungkinan kondisi di masa yang akan datang. Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil analisis keuangan perusahaan meliputi (Abdullah, 2005: 36): 1. Pihak Pemilik Perusahaan Pihak pemilik perusahaan berkepentingan terhadap hasil analisis keuangan guna mengetahui sejauh mana keberhasilan maupun kegagalan manajer perusahaan dalam mengatur perusahaan yang terlihat melalui kinerja keuangan yang dicapai. Keberhasilan manajer dapat diukur berdasarkan pencapaian laba perusahaan secara efisien. 2. Pihak Kreditur Kreditur dalam hal ini bank dan institusi pembiayaan lainnya berkepentingan terhadap hasil analisis keuangan guna mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar hutang-hutang, baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian bagi kreditur hasil analisis keuangan dijadikan dasar pertimbangan kebijakan kredit apabila perusahaan membutuhkan kredit. 3. Pihak Investor Investor adalah pihak yang menanamkan modalnya pada perusahaan. Investor mengharapkan adanya kemampuan perusahaan dalam hal tingkat pengendalian dari sejumlah investasi yang ditanamkan. Hasil analisis keuangan akan memberi pengembalian (return) dari sejumlah investasi. 4. Pihak Pekerja atau Karyawan Hasil analisis keuangan perusahaan memberikan informasi keuangan yang mencerminkan keuangan perusahaan dalam membayar kewajiban internal maupun bersifat eksternal. Termasuk kewajiban internal adalah berhubungan dengan pembiayaan rutin, termasuk kemampuan membayar gaji para pekerja (buruh dan karyawan). 5. Pihak Pemerintah Kebutuhan pemerintah terhadap hasil analisis keuangan berkaitan dengan kewenangan menetapkan pajak penghasilan perusahaan. Hasil analisis keuangan memberikan gambaran besarnya pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan.
D. Teknik Analisis Laporan Keuangan Abdullah (2005: 40) membedakan teknik analisis keuangan menjadi: 1. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan Merupakan teknik analisis dengan cara membandingkan laporan keuangan dua periode atau lebih dengan menunjukkan perubahan baik dalam jumlah (absolut) maupun dalam presentase (relatif).
Universitas Sumatera Utara
2. Analisis Trend (tendensi posisi) Merupakan teknik analisis untuk mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan perubahan naik atau mengalami penurunan. Hal yang membedakan antara kedua teknik analisis ini adalah tahun atau periode pembanding. Apabila analisis perbandingan menggunakan tahun sebelumnya (n-1) sebagai tahun pembanding, maka analisis trend menggunakan tahun dasar (Po) sebagai tahun pembanding. 3. Analisis Persentase per Komponen (Common Size), Merupakan teknik analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masingmasing aktiva terhadap total aktivanya. Analisis persentase ini juga berguna untuk mengetahui berapa besar proporsi setiap aktiva maupun hutang terhadap keseluruhan/ total aktiva maupun hutang. 4. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, Merupakan teknik analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal kerja melalui dua periode waktu yang dibandingkan. Selain mengetahui posisi modal kerja juga dimaksudkan untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya perubahan modal kerja dalam satu periode tertentu. 5. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas Merupakan teknik analisis untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab-sebab terjadinya perubahan kas pada satu periode waktu tertentu. 6. Analisis Rasio Keuangan Merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu dalam neraca maupun laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.
Universitas Sumatera Utara
7. Analisis Perubahan Laba Kotor Merupakan teknik analisis untuk mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba. Analisis ini juga dimaksudkan untuk mengetahui posisi laba yang diharapkan dengan laba yang benar-benar dapat dihasilkan. 8. Analisis Break Even Merupakan teknik analisis untuk mengetahui tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak mengalami kerugian, tetapi pada tingkat penjualan tersebut perusahaan belum memperoleh keuntungan. Harahap (2004: 217) mengemukakan teknik dalam analisis laporan keuangan sebagai berikut: 1. Metode Komparatif Adalah metode yang melakukan perbandingan antara satu pos dengan pos yang lainnya yang relevan dan bermakna untuk mengetahui perbedaan, besaran, maupun hubungannya. a. Intra perusahaan b. Inter perusahaan c. Industrial norm d. Budget 2. Trend Analysis-horizontal a. Indeks b. Numbers 3. Membuat laporan Keuangan dalam bentuk Common Size Financial Statement, atau bentuk sederhana (awam). Biasanya dibuat secara vertikal. 4. Metode index time series 5. Analisis Rasio:
Universitas Sumatera Utara
a. Likuiditas b. Profitabilitas / Rentabilitas c. Solvabilitas d. Leverage e. Aktivitas f. Market based ratio 6. Teknik analisis lain, seperti: a. Analisis sumber dan penggunaan dana b. Analisis Break even c. Analisis gross profit d. Dupont Analysis 7. Analytical review / Transactional Analysis 8. Model Analisis: a. Bond rating b. Bankruptcy model c. Net cash flow prediction model d. Take off prediction model e. Take over Model
E. Pengertian Kebangkrutan Kebangkrutan ditinjau dari sisi keuangan sering dikaitkan dengan istilah kegagalan keuangan (financial failure), kesulitan keuangan (financial distress) maupun kegagalan bisnis (business failure) sehingga di dalam keuangan pengertian tentang kebangkrutan tidak pernah terlepas dari istilah-istilah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Shim dan Siegel (1994:243) memberikan defenisi kebangrutan adalah pernyataan terakhir dari ketidakmampuan suatu perusahaan untuk melajutkan operasionalnya kewajiban membayar utang-utang yang ada. Berdasarkan
pengertian
tersebut
dapat
diambil
kesimpulan
bahwa
kebangkrutan adalah suatu kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban financialnya (terutama pembayaran cicilan hutang lancar beserta bunganya) pada saat jatuh tempo. Hal-hal yang menyebabkan kebangkrutan suatu usaha bervariasi untuk perusahaan satu dengan perusahaan lainnya. Berdasarkan penelitian Dun dan Bradstreet menunjukan beberapa faktor utama penyebab kebangkrutan terdiri dari kelemahan industri dalam persaingan dan lokasi yang tidak menguntungkan, faktor keuangan dari jumlah yang terlalu besar dan ketidakcukupan modal saja. Secara umum kebangkrutan merupakan kombinasi dari beberapa faktor tersebut. Tabel 2.1 Sebab-sebab kebangkrutan Sebab-sebab kebangkrutan Presentase Faktor-faktor ekonomi
55,1
Faktor keuangan
36,0
Kecelakaan, kurang serius, korupsi
7,1
Faktor lain
1,8
Sumber : Dun Bradstreet, Inc, Business Failure Record (New York: 1990/1991)
F. Analisis Altman Z-Score Metode altman Z-score adalah suatu model yang terkenal utk memprediksi kebangkrutan atau kesulitan keuangan pada perusahaan. Pada tahun 1968 seseorang bernama edward altman merupakan peniti awal yang mengkaji pemanfatan analisis
Universitas Sumatera Utara
rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebankrutan. Dalm penelitian nya altman menggunakan sampel 33 pasang perusahaan yang bankrut dan perusahaan yang tidak bangkrut berjumlah 66 perusahaan dan model yang disusun secara tepat mampu mengidentifikasikan 90 kasus kebangkrutan pada satu tahun sebelum kebangkurutan terjadi, dengan menggunakan teknik multivariate discriminant analysis. Formula yang dihasilkan pada tahun 1968 dikenal dengan model original. Berdasarkan formulasi dari Dr. Edward I. Altman untuk melihat kemungkinan perusahaan mengalami kegagalan usaha dapat digunakan analisis diskriminan. Altman dalam studinya telah menyeleksi 22 rasio keuangan, Altman menemukan lima rasio dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang sehat dan bangkrut. Prediksi yang diformulasikan oleh Altman dalam bentuk persamaan yang kemudian dikenal dengan formula Z-Score : Z = W1X1 + W2X2 +W3X3 + W4X4 + W5X5 Fungsi Z yang ditemukan adalah : Z = 0,012X1 + 0,142X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0,999X5 Model ini digunakan untuk perusahaan yang go public dan memiliki nilai pasar. Perkembangan selanjutnya banyak individu yang merasa lebih cocok dengan formula berikut : Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5 Formula ini juga digunakan untuk perusahaan yang go public dan industri perbankan. Mengingat bahwa tidak semua perusahaan go public dan memiliki nilai pasar, maka formula untuk perusahaan yang tidak go public dan tidak memiliki nilai pasar adalah : Z = 6,56 X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4
Universitas Sumatera Utara
Rasio-rasio tersebut merupakan rasio-rasio yang mendeteksi kondisi keuangan perusahaan yang berkaitan dengan likuiditas, profitabilitas, dan aktivitas perusahaan. Adapun rasio-rasio tersebut terdiri dari : 1.
X1 = Aktiva lancar – hutang lancar /Total Aktiva
2. X2 = Laba Ditahan/Total Aktiva 3. X3 = Laba Sebelum Bunga dan Pajak(EBIT)/Total Aktiva 4. X4 = total Equitas /Total Utang 5. Z = nilai keseluruhan (nilai akhir) Kriteria penilaian : Z > 2,99
Sehat
1,81
Daerah abu-abu
Z < 1,81
Bangkrut
Nilai Z yang semakin besar, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan tidak mengalami kegagalan usaha. Hasil penelitian ini, hanya signifikan untuk prediksi selama dua tahun ke depan. Formula Altman Z-Score merupakan kombinasi dari beberapa rasio keuangan yang dianggap dapat memprediksi kesehatan dan terjadinya kebangkrutan pada sebuah perusahaan. 1.
Modal Kerja/Total Aktiva (X1) Merupakan rasio yang mendeteksi likuiditas dari total aktiva dan posisi modal
kerja (netto), dimana modal kerja diperoleh dari selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Jika dikaitkan dengan indikator-indikator kebangkrutan, maka indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal seperti: ketidakcukupan kas, hutang dagang membengkak, utilitas modal (harta kekayaan) menurun, penambahan hutang yang tak terkendali, dan beberapa indikator lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan mengalami kesulitan keuangan pada umumnya modal kerjanya akan turun lebih cepat daripada total aktiva menyebabkan rasio ini turun (Sawir, 2005:25). Selisih bersih antara sumber dana dan penggunaan dana akan menunjukkan modal kerja perusahaan itu bertambah atau berkurang. Jika terjadi sumber dana lebih besar daripada penggunaan dana, maka terjadi surplus yang berarti modal kerja bertambah, demikian pula sebaliknya akan terjadi defisit (modal kerja berkurang) apabila sumber dana lebih kecil daripada penggunaan dana. Modal kerja bertambah karena penjualan aktiva tetap, bertambahnya hutang jangka panjang, dan modal sendiri. Modal kerja berkurang karena pembelian aktiva tetap, hutang jangka panjang, dan modal sendiri. 2.
Laba Ditahan/Total Aktiva (X2) Merupakan rasio-rasio profitabilitas yang mendeteksi kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan. Rasio Laba Ditahan/Total Aktiva akan mengukur besarnya kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan, ditinjau dari kemampuan perusahaan yang bersangkutan dalam memperoleh laba dibandingkan dengan kecepatan perputaran operating assets sebagai ukuran efisiensi usaha. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai awal laba ditahan mulai turun. Bagi banyak perusahaan, nilai dari rasio Laba Ditahan/Total Aktiva akan menjadi negatif (Sawir, 2005:25). 3.
Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aktiva (X3) Merupakan rasio yang mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan
dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor termasuk pemegang saham dan obligasi. Beberapa indikator yang dapat kita gunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah: piutang dagang meningkat, rugi terus menerus dalam beberapa semester, pendapatan menurun, terlambatnya hasil penagihan piutang, kredibilitas
Universitas Sumatera Utara
perusahaan berkurang, serta kesediaan memberi kredit pada konsumen yang tak dapat membayar pada waktu yang ditetapkan. Rasio ini dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktifitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar daripada rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman (Sawir, 2005:25). 4.
Nilai Pasar Modal Sendiri (Modal Sendiri)/Total Hutang (X4) Merupakan rasio yang mengukur aktivitas perusahaan. Rasio ini sering juga
digunakan dalam bentuk persamaan Net Worth/Total Debt. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memberikan jaminan kepada setiap hutangnya melalui modalnya sendiri. Umumnya perusahaan-perusahaan yang gagal adalah perusahaan yang mengkonsumsi lebih banyak hutang dibandingkan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan perusahaan semakin dipercaya, artinya nilai perusahaan menjadi lebih tinggi . Rasio ini kebalikan dari Debt Equity Ratio yang dikenal di dalam rasio keuangan (Sawir, 2005:25). 5.
Penjualan/Total Aktiva (X5) Rasio Penjualan/Total Aktiva merupakan rasio yang mendeteksi kemampuan
dana perusahaan yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam satu periode tertentu. Rasio ini dapat pula dikatakan sebagai rasio yang mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan oleh perusahaan untuk menghasilkan pendapatan (revenue). Semakin besar perputaran total aktiva semakin efektif perusahaan mengelola aktivanya. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada aktivitas perusahaan yang kemudian akan berpengaruh pada rasio-rasio tersebut di atas adalah : pangsa pasar menurun, berpindahnya penguasaan pangsa pasar pada
Universitas Sumatera Utara
pesaing, modal kerja menurun, kepercayaan konsumen berkurang, dan beberapa indikator lainnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat terlihat rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman Z-Score tidak hanya terfokus pada bagian-bagian keuangan perusahaan saja tetapi juga dapat dikorelasikan dengan beberapa indikator yang mungkin dapat mempengaruhi rasio-rasio tersebut. Hal ini berarti bahwa implementasi metode Altman Z-Score pada sebuah perusahaan di samping akan mendeteksi terjadinya kemungkinan kebangkrutan,
juga akan
mengarahkan
perusahaan yang sedang mengalami masalah dengan memperhatikan beberapa indikator yang berkaitan dengan likuiditas, profitabilitas, dan aktivitas perusahaan. Metode Altman Z-Score pertama kali dikembangkan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan. Pada dasarnya tujuan perhitungan nilai Z adalah untuk mengingatkan akan masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius dan menyediakan petunjuk untuk bertindak. Bila nilai Z perusahaan lebih rendah daripada yang dikehendaki manajemen, maka harus diamati laporan keuangan untuk mencari penyebab mengapa terjadi begitu. Hal yang menarik mengenai Altman ZScore adalah keandalannya sebagai alat analisis tanpa memperhatikan bagaimana ukuran perusahaan. Meskipun perusahaan sangat makmur, tapi bila nilai Z mulai turun dengan tajam, perusahaan harus segera waspada dan mengambil langkah tepat untuk memperbaiki kinerjanya. Pengamatan dimulai dengan menghitung nilai Z dari periode-periode sebelumnya dan dibandingkan dengan nilai Z sekarang. Bila kecendrungan menurun, cobalah pahami apa yang telah berubah sehingga menghasilkan rasio-rasio yang menyebabkan skor jatuh. Memantau kecendrungan nilai Z akan membantu mengevaluasi perubahan keuangan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Weston
dan
Copeland(Benjamin,2005:125)
menyebutkan
sebab-sebab
terjadinya ketidaksehatan suatu perusahaan yang berujung pada kondisi kegagalan perusahaan tersebut. Kondisi itu dapat berupa : 1. Kegagalan ekonomi yang diartikan : a. Ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. b. Biaya modal perusahaan lebih besar dari tingkat laba atas biaya historis investasi. c. Realisasi laba yang diterima perusahaan tidak dapat menututup biaya. 2. Kegagalan bisnis yaitu : a. Jika perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo dan perusahaan dinyatakan pailit. b. Jika total kewajiban melebihi nilai wajar dari total aktivanya. c. Modal atau networth perusahaan adalah negatif. Pada umumnya, jauh sebelum perusahaan mengalami kegagalan, tanda-tanda awal yang menunjukkan ke arah kecendrungan yang kurang menguntungkan itu telah kelihatan, tetapi sering kali manajemen mengindahkan bahkan tidak memperhatikan sama sekali. Manajemen juga terkadang menganggap bahwa tanda-tanda yang menunjukkan tidak sehatnya perusahaan merupakan gejala sementara yang akan hilang dengan sendirinya, tanpa perlu ada campur tangan manajemen. Anggapan ini mengakibatkan pihak manajemen terlambat melakukan tindakan antisipasi maupun proses perbaikan terhadap kinerja perusahaan. Menurut Adnan dan Kuniasih (2001) rasio tingkat kesehatan perusahaan dengan rasio-rasio dalam potensi kebangkrutan mempunyai hubungan yang sangat kuat dalam menentukan kondisi keuangan perusahaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
G. Analisis Economic Value Added (EVA) “Economic Value Added (EVA) is a residual income measure that subtract the cost of capital, from the operating profits generated in the business.” (Stewart, 1993: 118) Residual income adalah “the difference between operating income and the minimum dollar return required on a company’s operating assets.” (Hansen and Mowen, 1994: 834). Atau EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau strateginya selama periode tertentu. Prinsip EVA memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja dan prestasi keuangan manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar sebuah perusahaan. Secara matematis, EVA dapat dinyatakan sebagai berikut: (Stewart, 1993: 224). EVA = Operating Profits - ( cost of Capital x Capital ) EVA : Economic Value Added Operating profits : Laba operasi bersih setelah pajak Rumus yang digunakan dalam metode EVA sebagai berikut :
a) EVA = NOPAT – ( WACC x INVESTED CAPITAL ) Dimana : NOPAT : Net Operating Profit After Taxes WACC : Weighted Average Cost of Capital Invested Capital : Modal yang Ditanamkan EVA mengukur nilai sebenarnya yang sedang diciptakan, maka menjadikannya sebagai suatu ukuran kinerja yang lebih baik daripada pertumbuhan penjualan, return on investment, earning per share atau ukuran tradisional lainnya. EVA juga menyediakan kerangka untuk pembuatan keputusan. Oleh karena itu, diperlukan suatu rumusan mengenai bagaimana seharusnya EVA dihitung.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Young dan O’Byrne (2003:31) sebagai alat pengukuran kinerja keuangan, EVA dirumuskan sebagai berikut : Penjualan Bersih-Biaya Operasi = Laba operasi (pendapatan sebelum bunga dan pajak, EBIT) - Pajak = Laba operasi besih sesudah pajak (NOPAT) - Biaya modal (modal yang diinvestasikan x biaya modal) = EVA Perhitungan diatas sama dengan perhitungan EVA menurut Hansen dan Mowen (2001:829), yang menyatakan persamaan EVA sebagai berikut : EVA = Laba operasi setelah pajak – (Rata-rata tertimbang biaya modal x Total modal yang dipakai). Laba bersih setelah pajak sisebut juga dengan Net Operating After Tax (NOPAT) diperoleh dari laporan laba rugi yang dihasilkan perusahaan, sedangkan biaya modal dapat diketahui dengan melihat komposisi modal yang dimiliki oleh perusahaan seperti yang tercantumdi sisi passiva di neraca yang disajikan. Sedangkan Tunggal (2001:2) merumuskan EVA sebagai berikut : EVA = NOPAT – (C x CCR) Dimana : NOPAT
= Net Operating Tax
C
= Capital
CCR
= Capital Cost Rate atau Cost of Capital
Berdasarkan rumusan diataas Tunggal (2001: 6) membagi langkah-langkah menghitung EVA yaitu : a. Menghitung NOPAT (Net Operating After Tax) b. Mengidentifikasi Invested capital
Universitas Sumatera Utara
c. Menentukan Capital Cost Rate (WACC/ Weighted Average Cost of Capital) yang wajar d. Menghitung EVA perusahaan Rudianto (2006:341) merumuskan EVA dengan cara yang berbeda pula walaupun pada dasarnya memiliki pengertian yang sama yaitu : EVA = EBIT - Tax - WACC EBIT
= Earning Before Interest and Tax = Laba Usaha Sebelum Bunga dan Pajak
Tax
= Pajak Penghasilan Perusahaan
WACC
= Weighted Average Cost of Capital = Biaya Modal Rata-rata
Berdasarkan rumusan EVA diatas, Rudianto (2006:342) membagi beberapa langkah yang harus dilakukan manajemen dalam mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan EVA, yaitu sebagai berikut : a. Menghitung biaya modal (cost of capital) Biaya modal ini antara lain meliputi biaya utang (cost of debt), biaya saham preferen (cost of preferred stock), biaya modal saham biasa (cost of common stock) dan biaya laba ditahan (cost of return earning). b. Menghitung besarnya struktur permodalan/pendanaan (capital structure) yaitu modal saat perusahaan dapat dibangun dengan komposisi modal. c. Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average cost of capital=WACC) d. Menghitung nilai EVA . Sedangkan sebagai penggerak nilai Young and O’Byrne (2006:248) merumuskan EVA menjadi :
Universitas Sumatera Utara
EVA = (RONA – WACC) x Modal yang diinvestasikan RONA adalah return on net asset dihitung sebagai berikut : RONA = NOPAT Aktiva Bersih Dengan meningkatnya RONA maka meningkat pula EVA, artinya selama pengembalian yang diperoleh dari aktiva bersih yaitu jumlah uang kas, kebutuhan modal kerja, dan aktiva tetap melebihi modal yang diinvestasikan maka EVA adalah positif.
Asumsi :
(1)
Bila EVA > 0, maka perusahaan telah menciptakan nilai ekonomis kedalam perusahaan.
(2)
Bila EVA = 0, maka secara ekonomis semua laba perusahaan digunakan untuk membayar seluruh kewajiban kepada kreditur dan pemegang saham.
(3)
Bila EVA < 0, maka laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan PTPN III, kreditur, dan pemegang saham.
Manajemen dapat melakukan banyak hal untuk menciptakan nilai tambah, tetapi pada prinsipnya EVA akan meningkat jika manajemen melakukan satu dari tiga hal berikut (Stewart, 1993: 118-119): 1. Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal. 2. Menginvestasikan modal baru ke dalam project yang mendapat return lebih besar dari biaya modal yang ada. 3. Menarik modal dari aktivitas-aktivitas usaha yang tidak menguntungkan. Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal berarti manajemen dapat menggunakan aktiva perusahaan secara efisien untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Selain itu, dengan berinvestasi ke project-project yang menerima return
Universitas Sumatera Utara
lebih besar daripada biaya modal (cost of capital) yang digunakan berarti manajemen hanya mengambil project yang bermutu dan meningkatkan nilai perusahaan. Economic Value Added (EVA) juga mendorong manajemen untuk berfokus pada proses dalam perusahaan yang menambah nilai dan mengeliminasi aktivitas atau proses yang tidak menambah nilai. Perhitungan EVA suatu perusahaan merupakan proses yang kompleks dan terpadu karena perusahaan harus menentukan terlebih dahulu biaya modalnya. Economic Value Added (EVA) menjadi relevan untuk mengukur kinerja yang berdasarkan nilai (value) karena EVA adalah ukuran nilai tambah ekonomis yang dihasilkan oleh perusahaan sebagai akibat dari aktivitas atau strategi manajemen. Dengan adanya EVA, maka pemilik perusahaan hanya akan memberi imbalan (reward) aktivitas yang menambah nilai dan membuang aktivitas yang merusak atau mengurangi nilai keseluruhan suatu perusahaan. Aktivitas yang value added dapat dipisahkan dari aktivitas nonvalue added berdasarkan proses value added assessment. Diharapkan pemilik perusahaan dapat mendorong manajemen untuk mengambil actions atau strategi yang value added karena hal ini memungkinkan perusahaan untuk beroperasi dengan baik. Manajemen akan digaji dalam jumlah besar, jika mereka menciptakan nilai tambah yang besar pula. Banyak hal lain dalam perusahaan dimana EVA juga berperan. Economic Value Added membantu manajemen dalam hal menetapkan tujuan internal (internal goal setting) perusahaan supaya tujuan berpedoman pada implikasi jangka panjang dan bukan jangka pendek saja. Dalam hal investasi EVA memberikan pedoman untuk keputusan penerimaan suatu project (capital budgeting decision), dan dalam hal mengevaluasi kinerja rutin (performance assessment) manajemen, EVA membantu tercapainya aktivitas yang value added. EVA juga
Universitas Sumatera Utara
membantu
adanya
system
penggajian
atau
pemberian
insentif
(incentive
compensation) yang benar dimana manajemen didorong untuk bertindak sebagai owner (Utomo, 1999). Nilai tambah ekonomis (economic value added/EVA) menjadi metode nilai pemegang saham yang begitu popular dalam mengukur kinerja perusahaan dan divisi dan pada akhirnya menggantikan ROI sebagai standar pengukuran kinerja.EVA mengukur selisih antara nilai sebuah bisnis sebelum dan sesudah sebuah strategi diimplementasi. Jika selisih yang diperoleh ,yaitu diskonto terhadap biaya modalnya positif, maka strategi yang diambil perusahaan menghasilkan nilai bagi pemegang sahamnya. EVA adalah laba operasi setelah pajak dikurang dengan total biaya modal tahunan. Salah satu keunggulan EVA adalah hubungannya yang kuat pada harga saham. Para manajer dapat meningkatkan EVA Perusahaan atau unit bisnis dengan cara :
1. Mendapatkan lebih banyak laba tanpa menggunakan lebih banyak modal 2. Menggunakan lebih sedikit modal dan 3. Menginvestasi
modal
dalam
proyek
–
proyek
yang
menghasilkan
pengembalian yang tinggi.
EVA merupakan pengukuran kinerja yang mencerminkan keberhasilan perusahaan dalam menambahkan nilai kedalam investasi shareholder. EVA juga merupakan alat yang dapat digunakan sebagai pengukur keberhasilan kinerja manajemen dari perusahaan. McDaniel, Gadkari dan Viksel (2000) berpendapat bahwa, ada tiga hal utama yang membedakan EVA dengan tolok ukur keuangan yang lain yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1)
EVA tidak dibatasi oleh prinsip akuntansi yang berlaku umum. Pengguna EVA dapat menyesuaikan dengan kondisi spesifik.
2)
EVA dapat mendukung setiap keputusan dalam sebuah perusahaan, mulai dari investasi nol, kompensasi karyawan dan kinerja unit bisnis.
3)
Struktur EVA yang cukup sederhana membuatnya dapat digunakan oleh bagian lain seperti engineering, environmental dan personil yang lain sebagai alat yang umum untuk mengkomunikasikan aspek yang berbeda dari kinerja keuangan. Artikel yang dimuat pada majalah SWA (2002) membahas mengenai penilain
EVA perusahaan publik di Indonesia dari tahun 2000 sampai dengan 2002. hasil dari perhitungan yang mereka lakukan menunjukkan bahwa perusahaan yang mampu membukukan EVA positif semakin turun dari tahun ke tahun, yaitu 47 perusahaan pada tahun 2000, menjadi 33 perusahaan ditahun 2001 dan pada tahun 2002 hanya sebanyak 24 perusahaan. Majalah SWA yang terbit 2003 membahas mengenai emiten non bank dan lembaga keuangan lain dan mengukur kinerja keuangan mereka dengan menggunakan konsep EVA dan menemukan kenyataan bahwa tahun 2003 hanya 10,9% dari total emiten non bank dan lembaga keuangan lain yang menciptakan nilai (value) bagi para shareholdernya. Hal ini mungkin disebabkan untuk menanggung beban bunga dari hutang saja banyak perusahaan hanya mampu menghasilkan laba yang minim dan bahkan menderita kerugian apalagi kalau memperhitungkan beban ekuitas. Menurut Rudianto, (2006:340) “EVA adalah suatu sistem manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan, yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital)”.
Universitas Sumatera Utara
Economic Value Added (EVA), sebagai alternatif dari ROI adalah sebuah pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang dapat dengan mudah diintegrasikan dalam aktivitas perusahaan sehari-hari, karena semua pengurangan biaya dan kenaikan pendapatan ada di dalam istilah EVA (pengurangan biaya dalam suatu periode sama dengan kenaikan EVA dalam periode yang sama). EVA merupakan sebuah pengukuran kinerja berdasarkan nilai yang merefleksikan jumlah absolut nilai kekayaan pemegang saham yang dihasilkan, baik bertambah atau berkurang tiap tahunnya. EVA merupakan alat yang berguna untuk memilih investasi keuangan yang paling cocok untuk mengendalikan operasional perusahaan.
Universitas Sumatera Utara