ANALISIS TINGKAT KESEHATAN PERBANKAN BERDASARKAN METODE CAMELS MUNGNIYATI STIE TRISAKTI
[email protected]
PENDAHULUAN
Manajemen perbankan dituntut untuk melakukan perencanaan terarah dengan sistem pengawasan yang bertanggung jawab dalam menunjang tingkat kesehatan bank. Penilaian kesehatan bank dipandang sangat penting karena bank mengelola dana masyarakat. Kinerja setiap bank di Indonesia umumnya ditelaah dengan pendekatan regulatory policy. Komponen regulatory policy (Golin 2001) mencakup aspek permodalan (capital), aktiva produktif (asset quality), manajemen (management), profitabilitas/rentabilitas (earnings), dan likuiditas (liquidity). Pesatnya perkembangan usaha bank tentunya diikuti dengan meningkatnya resiko yang harus ditanggung oleh bank. Faktor sensitivitas terhadap resiko pasar dianggap penting untuk diperhitungkan dalam kehidupan perbankan saat ini. Untuk itu Bank Indonesia menambahkan faktor penilaiannya dalam menentukan kesehatan bank guna mengantisipasi resiko yang akan ditanggung oleh bank. Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasan dan pembina perbankan mengeluarkan Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang terbaru sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 yaitu dengan metode CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity, and Sensitivity to Market Risk). Dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan, diharapkan bank memiliki tingkat kesehatan yang baik ditinjau dari aspek permodalan (capital), aktiva produktif (asset quality),
merupakan aspek yang sangat K esehatan penting dalam berbagai bidang kehidupan.
Baik bagi kehidupan manusia maupun kelangsungan perusahaan. Demikian pula di dalam dunia perbankan, kesehatan harus pula selalu terjaga. Bank yang tidak sehat selain dapat membahayakan bank itu sendiri, juga dapat membahayakan berbagai pihak yang terkait dengan bank tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Bank merupakan lembaga intermediasi yang menghubungkan antara pihak pemilik dana dengan pihak pemakai dana. Bisnis perbankan merupakan bisnis jasa yang berasaskan kepercayaan, dimana nasabah akan terus menjadi loyal pada bank tersebut selama mereka mempercayainya. Untuk menjaga kredibilitasnya di mata masyarakat terutama nasabahnya, bank harus sanggup mengembalikan dana yang dipercayakan oleh pemilik dana setiap saat dikehendaki. Sektor perbankan memiliki pengaruh penting dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, kemajuan suatu bank di suatu negara dapat pula dijadikan ukuran kemajuan negara yang bersangkutan. Semakin maju suatu negara, maka semakin besar peranan perbankan dalam mengendalikan negara tersebut. Dengan kata lain keberadaan dunia perbankan semakin dibutuhkan oleh pemerintah dan masyarakatnya (Trihartanto dan Kurniawan 2005).
28
2010
manajemen (management), profitabilitas/rentabilitas (earnings), likuiditas (liquidity) dan risiko pasar (sensitivity to market risk). Kondisi bank yang sehat akan memberikan rasa aman baik bagi pemerintah, manajemen bank maupun nasabah. TINGKAT KESEHATAN PERBANKAN Penilaian tingkat kesehatan perbankan bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut berada dalam kondisi sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat sehingga Bank Indonesia selaku pengawas serta pembina bank dapat memberikan arahan bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau perlu dihentikan operasinya. Dalam rangka mendorong dan menjaga agar setiap bank sehat, maka perlu diadakan pengawasan dan pembinaan bank. Menurut Undang-Undang RI No.7 tahun 1992 tentang perbankan, pasal 29 menyebutkan bahwa: (1) Pengawasan dan pembinaan perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia, (2) Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang tingkat kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, (3) Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP berlaku sejak 31 Mei 2004, yang juga sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/ PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank secara triwulanan. Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan (capital), aktiva produktif (asset quality), manajemen (management), profitabilitas/rentabilitas
Mungniyati
(earnings), likuiditas (liquidity) dan risiko pasar (sensitivity to market risk). Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif maupun kualitatif setelah mempertimbangkan faktor-faktor penilaian, serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. Metode penilaian tingkat kesehatan bank tersebut kemudian dikenal dengan metode CAMELS. Penilaian tingkat kesehatan bank meliputi 6 aspek, yang selanjutnya akan dibahas lebih jauh. Capital (Permodalan) Modal bank adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank. Menurut SE BI No 6/23DPNP tanggal 31 Mei 2004, penilaian dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan dapat dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen: (1) Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku, (2) Komposisi permodalan, (3) Trend ke depan/ proyeksi KPMM, (4) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank, (5) Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan), (6) Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, (7) Akses kepada sumber permodalan, dan (8) Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank. Bank merupakan bisnis highly leverage, karena hampir sebagian besar assetnya dibiayai oleh hutang. Oleh sebab itu, bank harus mampu mengatur sedemikian rupa kecukupan modalnya untuk menghindari risiko kerugian. Bila terlalu banyak dana yang akan dianggurkan maka bank tersebut tidak efisien, karena dana dari masyarakat yang dihimpun oleh bank memiliki biaya bunga. Sebaliknya bila semua dana yang dimiliki disalurkan, maka bank akan
29
Media Bisnis
September
mengalami kesulitan keuangan apabila nasabah meminta dananya kembali. Capital adequate ratio adalah rasio yang memperlihatkan berapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut pula dibiayai modal sendiri disamping memperoleh dana dari sumber-sumber lain di luar bank. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001): Capital Adequate Ratio = Modal bank
x 100%
Aktiva tertimbang menurut risiko Asset Quality (Aktiva Produktif) Aktiva produktif adalah penanaman dana bank baik rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, termasuk komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administratif. Menurut SE BI No 6/23DPNP tanggal 31 Mei 2004, penilaian pendekatan kuantitatif maupun kualitatif faktor kualitas aktiva antara lain dilakukan melalui penilaian komponen-komponen berikut: (1) Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif, (2) Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit, (3) Perkembangan aktiva produktif bermasalah/ non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif, (4) Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP), (5) Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif, (6) Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif, (7) Dokumentasi aktiva produktif, dan (8) Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. Kredit merupakan sumber pendapatan dan keuntungan bank terbesar. Sebaliknya kredit juga merupakan jenis kegiatan penanaman
30
dana yang sering menjadi penyebab utama bank menghadapi masalah besar sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha bank sangat dipengaruhi oleh keberhasilannya dalam mengelola kredit. Bank yang berhasil mengelola kreditnya akan berkembang. Sebaliknya bank yang selalu mengalami masalah kelancaran kredit akan mengalami kemunduran. Non performing loan merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang telah diberikan bank. Semakin tinggi rasio ini semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit yang dimaksudkan adalah kredit yang diberikan pada pihak ketiga, tidak termasuk kredit pada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001): Non Performing Loan = Total kredit bermasalah Total kredit
x 100%
Management (Manajemen) Manajemen bank merupakan faktor penentu kesuksesan perbankan di masa kini maupun di masa mendatang. Dua bank yang persis sama dari aspek permodalan, aktiva produktif, rentabilitas dan likuiditas, dapat mengalami kesuksesan yang jauh berbeda. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan manajemen. Menurut SE BI No 6/23DPNP tanggal 31 Mei 2004, penilaian terhadap faktor-faktor manajemen antara lain: (1) Manajemen umum, (2) Penerapan sistem manajemen resiko, dan (3) Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
2010
Secara umum manajemen bertanggung jawab dalam hal perekrutan karyawan (termasuk pemberian pelatihan karyawan), operasional bank (saat ini maupun untuk perencanaan masa depan), serta pencapaian tujuan bank (baik laba ataupun non laba). Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas sumber daya manusia dalam bekerja, pendidikan serta kemampuan dalam menghadapi masalah. Bank yang memiliki manajemen yang baik tercermin dengan adanya sistem informasi manajemen dan manajemen risiko yang handal, pemilihan pasar dan produk yang tepat, adanya kompensasi yang sepadan, pengetahuan yang kompeten mengenai instrumen keuangan, serta memiliki strategi manajemen keuangan dalam menghadapi tantangan pasar dan kondisi yang terus menerus berubah. Earnings (Profitabilitas/Rentabilitas) Rentabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba dalam satu periode, selain itu juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaanya. Menurut SE BI No 6/23DPNP tgl 31 Mei 2004, penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas dapat dilakukan melalui penilaian komponen-komponen berikut: (1) Return on Assets (ROA), (2) Return on Earnings (ROE), (3) Net Interest Margin (NIM), (4) Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO), (5) Perkembangan laba operasional, (6) Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan, (7) Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan (8) Prospek laba operasional. Profitabilitas/rentabilitas dapat diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rasio ini sering juga disebut rasio efisiensi untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini, berarti semakin efisien biaya operasional
Mungniyati
yang dikeluarkan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001):
BOPO =
Total beban operasional ------------------------------------------Total pendapatan operasional
Sementara rasio Net Interest Margin digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya dalam menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini berarti semakin meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001): Net Interest Margin = Pendapatan bunga bersih Rata-rata aktiva produktif Liquidity (Likuiditas) Suatu bank dikatakan liquid apabila bank tersebut dapat memenuhi kewajibannya, dapat membayar kembali depositonya, serta dapat memenuhi permintaan kredit tanpa penangguhan. Idealnya sumber dana jangka pendek digunakan bank untuk pembiayaan jangka pendek. Sementara sumber dana dalam jangka panjang digunakan untuk pembiayaan jangka panjang, sehingga tidak terjadi mismatch. Menurut SE BI No 6/23DPNP tanggal 31 Mei 2004, penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-
31
Media Bisnis
September
komponen sebagai berikut: (1) Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan, (2) One month maturity mismatch ratio, (3) Loan to Deposit Ratio (LDR), (4) Proyeksi cash flow dalam 3 bulan mendatang, (5) Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti, (6) Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (Assets and Liabilities Management/ALMA), (7) Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, dan sumber-sumber pendanaan lainnya, dan (8) Stabilitas Dana Pihak Ketiga (DPK). Bank memiliki likuiditas yang baik, jika: (1) Bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang digunakan untuk memenuhi likuiditasnya, (2) Bank tersebut memiliki cash assets yang lebih kecil dari kebutuhan likuiditasnya, namun mempunyai aktiva lainnya (contoh: surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktuwaktu tanpa mengalami penurunan nilai pasar, dan (3) Bank tersebut mempunyai kemampuan menciptakan cash assets baru melalui berbagai bentuk hutang. Loan to Deposit Rasio digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendah kemampuan likuiditas bank bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk pada bank lain, sedangkan dana untuk pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, serifikat deposito. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001): Loan to Deposit Ratio = Total kredit x 100% Total dana pihak ketiga
32
Giro wajib minimum adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah harta lancar sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil angka persentasenya, semakin besar kemampuan bank untuk memberikan pinjaman, demikian pula sebaliknya. Jika bank sentral menaikkan giro wajib minimumnnya, maka jumlah uang beredar akan berkurang, sebaliknya jika giro wajib minimum diturunkan, maka jumlah uang beredar akan meningkat. Adapun giro wajib minimum dirumuskan sebagai berikut (SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001): Giro Wajib Minimum = Giro pada Bank Indonesia Seluruh dana yang berhasil dihimpun Sensitivity to Market Risk (Sensitivitas terhadap Risiko Pasar) Sensitivitas terhadap risiko pasar digunakan untuk mengukur seberapa besar pengaruh perubahan tingkat bunga, perubahan nilai tukar, dan harga komoditas dapat mempengaruhi laba atau modal bank. Menurut SE BI No 6/23DPNP tanggal 31 Mei 2004, penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen berikut ini: (1) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk meng-cover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga, (2) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk meng-cover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar, dan (3) Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar. Secara umum bank yang memiliki aktiva berjangka waktu panjang dalam jumlah besar akan jauh lebih sensitif dibandingkan bank
2010
yang lebih banyak memiliki asset berjangka waktu pendek, meskipun berada dalam pasar yang sama. Apabila perekonomian sangat fluktuatif sehingga menyebabkan kecenderungan penurunan suku bunga, bank biasanya akan lebih cepat melakukan repricing liabilities dari pada repricing asset (liability sensitive). Sebagai contoh apabila suku bunga pasar menurun, maka suku bunga pendanaan (tabungan dan deposito) akan segera turun tanpa diikuti penurunan suku bunga kredit. Namun apabila kecenderungan perekomian adalah kenaikan suku bunga, maka bank akan lebih cepat melakukan repricing asset dari pada repricing liabilities (asset sensitive). Contohnya jika suku bunga pasar meningkat maka suku bunga kredit akan segera disesuaikan, namun tidak diikuti dengan suku bunga pendanaan. PENUTUP Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rasio CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity, and Sensitivity to Market Risk) secara kuantitatif maupun kualitatif sangat mempengaruhi tingkat kesehatan perbankan. Kesehatan bank baik dari kondisi keuangan maupun non keuangan merupakan hal yang penting bagi semua pihak terkait (pemilik, pengelola/manajemen bank, masyarakat pengguna jasa bank, Bank Indonesia, dan pihak lainnya). Kondisi keuangan
Mungniyati
dan non keuangan bank ini dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesehatan yang tercermin dari kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Perkembangan penilaian kondisi bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan bank harus selalu diperbaharui dari waktu ke waktu agar dapat merefleksikan kondisi bank pada saat ini dan pada waktu mendatang. Pengaturan kembali bertujuan untuk penyempurnaan pendekatan penilaian (kuantitatif dan kualitatif) serta pula penambahan faktor penilaian. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang. Sementara bagi Bank Indonesia digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan perbankan sehingga bank-bank yang ada mampu menerapkan sistem penilaian tingkat kesehatan perbankan sebagaimana diatur dalam peraturan Bank Indonesia. Dari kesimpulan dan informasi di atas, maka diharapkan aspek CAMELS dapat dijadikan landasan oleh manajemen perbankan dalam mengelola bank. Penerapan CAMELS yang sesuai akan memberikan pengaruh positif terhadap tingkat kesehatan perbankan. Hal ini tentunya penting bagi bank, mengingat bank adalah bisnis yang berasaskan kepercayaan.
REFERENSI Bank Indonesia. 2001. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001. Bank Indonesia. 2004. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004. Bank Indonesia. 2004. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004. Golin, J. 2001. The Bank Credit Analysis Handbook- A guide for Analysts, Bankers and Investors. John Willey & Sons. New York. Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No.7 Tahun1992 pasal 29 tentang perbankan. Jakarta. Trihartanto dan Kurniawan. 2005. Penilaian Tingkat Kesehatan Perbankan Indonesia Menggunakan Fungsi Peluang Regresi Logistik. Perbanas Finance & Banking Journal, Vol.7, No.1. Juni 2005, 37-52. www.bi.go.id
33