PENDUGAAN DIVERSITAS GENETIK DAN KORELASI ANTAR KARAKTER AGRONOMI PADI GOGO (Oryza sativa L.) LOKAL SULAWESI TENGGARA Oleh: Gusti Ray Sadimantara1) ,, Titian Tanti2) , Muhidin, Ni Wayan S. Suliartini1) dan Teguh Wijayanto1)
ABSTRACT Rice production in Indonesia is needed to increase to feed a growing population. The potential area for growing rice is still high, especially on the estate or forestry area. But the growing and production capability is low because of limited light interception. Through a complete assessment on the genetic variability and agronomic characters of upland rice, the problem on rice production as policulture system will be defeated. The research aimed is to study and analyze the genetic variability on upland rice cultivar, and correlation among some agronomic characters of upland rice cultivars as auxiliary crop grown under the shade of forest trees. The research was arranged on split plot design. The first factor as main plot was shade levels, consisted of N1= shade of three-years-old teak trees, N2= shade o f fouryears-old teak trees and N3= shade of three-years-old nedun trees. The second factor as subplot was local upland rice cultivars, namely: P1= Pae Dedehi, P2= Pae Ndanggesalaka, P3= Pae Wanggole, P4= Pae Biu Tamalaki Kosebo, P5= Pae Besu, P6= Pae Dara and P7= Pae Biu Tamalaki (Mataiwoi). Observed variables were plant height, leaf length and width, number of leaf, angle of flag leaf, number of productive filial branch, genetic variability and heritability. The result showed that some agronomic characters of upland rice cultivars had different values in genetic parameters. Plant height, leaf length and width, number of leaf, and number of productive tiller had low genetic variability, therefore they can be selected at late generation, while the number of leaf and the number of productive tiller can be selected at early generation because they showed large genetic variability. Plant height, leaf length and the number of leaf have high genotypic correlation and actual different by the number of leaf and the number of productive tiller. These characters can be considered as a selection criteria. Keywords: Agronomic characters, genetic diversity, genotypic correlations, shade of forestry trees, upland rice
PENDAHULUAN Tantangan pengadaan pangan nasional ke depan akan semakin berat mengingat penduduk terus bertambah dan banyaknya lahan subur yang beralih fungsi untuk kepentingan non pertanian. Produktivitas lahan sawah juga semakin menurun akibat diterapkannya teknologi budidaya yang semakin intensif, tetapi pupuk yang diberikan tidak seimbang dengan hara yang terangkut panen dan jerami padi banyak yang diangkut ke luar petakan atau dibakar. Dengan semakin menciutnya luas lahan sawah akibat 1
pengalihan fungsi dan menurunnya tingkat produktivitasnya, maka lahan kering untuk pengembangan padi gogo (Hidayat et al., 1997; Las, 2002) harus segera dikembangkan dan dimanfaatkan. Pencapaian target produksi beras 2 juta ton sejak tahun 2007 dan tahun berikutnya bertambah sebesar 5% per tahun oleh pemerintah melalui program peningkatan produksi beras nasional (P2BN), masih bertumpu pada produksi lahan sawah irigasi yang luasnya semakin berkurang dan produktivitasnya cenderung stagnan, meskipun menurut Setyorini dan Abdulrahman (2008) masih tersedia lahan
AGRIPLUS, Volume 23Pertanian Nomor Universitas : 03 September 2013, ISSN 0854-0128 )Staf Pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Halu Oleo, Kendari
2)
Mahasiswa Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari
242
kering. Upaya peningkatan produksi beras nasional melalui pengembangan budidaya padi selain padi sawah perlu dilakukan. Pengembangan budidaya padi gogo merupakan salah satu alternatif peningkatan produksi padi nasional, mengingat lahan kering yang berpotensi untuk budidaya padi tersebut tersedia cukup Luas panen padi nasional tahun 2011 sekitar 12.883.576 ha dengan produksi 64.398.890 ton. Rata-rata tingkat produktivitas padi gogo di Sulawesi Tenggara baru mencapai 2,735 t ha-1 atau 36,8% dari tingkat produktivitas padi sawah Nasional yang telah mencapai 4,327 t ha-1 (BPS, 2010). Produksi tanaman padi gogo di Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 mencapai 3,218 t ha-1 (BPS, 2011) dan tahun 2011 berproduksi 3,062 t ha-1 atau menurun sekitar 4,85% dari produksi tahun 2010 (BPS, 2012). Hal ini dikarenakan kurangnya pengembangan yang dilakukan oleh petani, walaupun Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki lahan kering seluas 202.973 ha-1 yang belum dimanfaatkan (BPS, 2012), sehingga cukup potensial untuk pengembangan tanaman padi gogo. Pengembangan budidaya padi gogo sebagai tanaman tumpangsari atau tanaman sela masih menghadapi berbagai kendala terutama rendahnya intensitas cahaya yang sampai ke kanopi tanaman akibat ternaungi. Naungan akan mengurangi intensitas radiasi matahari yang selain berpengaruh langsung terhadap aktivitas fotosintesis berpengaruh pula terhadap iklim mikro tanaman. Kondisi ini menyebabkan terganggunya proses metabolisme dan turunnya laju fotosintesis serta sintesis karbohidrat yang berimplikasi terhadap menurunnya laju pertumbuhan dan produksi tanaman (Chozin et al. 1999). Intensitas cahaya rendah akibat adanya naungan dapat mempengaruhi mutu beras yang dihasilkan teritama untuk kkandungan antosianin. Pada tanaman kedelai pigmentasi antosianin meningkat pada persentase naungan yang semakin tinggi (Lamuhuria et al., 2006), sedangkan pada beberapa klon daun dewa yang tumbuh pada kondisi 100% cahaya menghasilkan kadar antosianin yang tidak berbeda nyata
(Ghulamahdi et al., 2006). Tanaman daun jinten (Urnemi et al., 2002), kadar kumarat dan fanilat tertinggi terdapat pada naungan 75%. Defisit cahaya pada tanaman padi gogo menyebabkan terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi pada menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat. Pengaruh tercepat dari cekaman naungan ialah terhadap penurunan karbohidrat (Kephart et a.l, 1992, Chaturvedi et al., 1994 dalam Sopandie et al., 2003). Kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman naungan bergantung pada kemampuannya untuk melanjutkan fotosintesis dalam kondisi defisit cahaya, yang dapat dicapai apabila respirasi juga efisien. Levit (1980) menyatakan bahwa adaptasi terhadap naungan dicapai melalui: (1) mekanisme penghindaran (avoidance), yang berkaitan dengan perubahan anatomi dan morfologi daun untuk fotosintesis yang efisien dan (2) mekanisme toleran (tolerance) yang berkaitan dengan penurunan titik kompensasi cahaya serta respirasi yang efisien. Secara agronomi, pada kondisi naungan genotip toleran umumnya mampu mempertahankan pertumbuhan dengan hasil dan komponen hasil relatif lebih tinggi dari yang peka (Sasmita et al., 2006). Keragaman genetik dan heritabilitas menjadi hal penting yang perlu diketahui (Nafisah et al., guna mengoptimalkan pemuliaan padi gogo tahan naungan. Hal ini karena selain kemajuan seleksi, nilai duga heritabilitas yang tinggi dan varietasvarietas yang sangat beragam secara genetik merupakan pertimbangan yang penting agar seleksi varietas padi gogo tahan naungan yang bersifat unggul dapat berlangsung efektif dan efisien.
METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman padi
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128
Dedehi, K2= Pae Ndanggesalaka, K3= Pae Wanggole, K4=Pae Biu Tamalaki Kosebo, K5= Pae Besu, K6= Pae Dara dan K7= Pae Biu Tamalaki (Mataiwoi), masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 63 unit percobaan. Data hasil pengamatan terhadap masing-masing variabel yang diamati dianalisis berdasarkan sidik ragam. Keragaman dapat dihitung setelah terlebih dahulu menghitung varians fenotipik dan varians genotipik. Untuk menghitung varians fenotipik dan varians genotipik disajikan model sidik ragam disertai nilai kuadrat tengah, mengikuti cara Johnson et al (1995). Genotip, ulangan, dan galat dianggap bersifat acak.
gogo tujuh kultivar, pupuk Urea, pupuk SP36, pupuk KCl, pupuk kandang sapi, gelas aqua, waring, polybag, kayu dolken dan kertas label. Alat yang digunakan adalah cangkul, parang, tugal, gembor, meteran, mistar, papan nama, Termometer, Hygrometer, Lightmeter, timbangan analitik dan kamera. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang diulang di beberapa kondisi naungan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah tingkat naungan yang terdiri atas 3 taraf yaitu N1 = Naungan jati umur tiga tahun, N2 = Naungan jati umur empat tahun dan N3 = Naungan kayu kuku umur 3 tahun. Faktor ke dua sebagai anak petak adalah varietas padi gogo lokal yang terdiri dari 7 kultivar yaitu K1= Pae
Tabel 1. Analisis Ragam Gabungan di Beberapa Lokasi Menggunakan Model Acak Sumber Keragaman
Derajat Bebas (DB)
Naungan (L)
(L-1)
Galat (a)
L(r-1)
Kultivar (G)
(G-1)
M3
LxK
(L-1)(G-1)
M2
Galat (b)
L(G-1)(r-1)
M1
Dimana :r = ulangan,
2
Kuadrat Tengah (KT)
= komponen ragam
= komponen ragam
2
2 2 b e
2 2 2 r ra e GL G
M3/M2
2 2 r e GL
M2/M1
2 e
Koefisien variasi genetik dan koefisien variasi fenotipik dihitung berdasarkan rumus :
GL
Genotipe x Lingkungan
KVG
2 σG
100%
KVP
X
Berdasarkan sidik ragam di atas, varians fenotipik dan varians genotipik dapat diduga dengan rumus sebagai berikut :
2 G
2 2 2 2 2 r rL r M3 M2 e GL G e GL rL rL
2 2 P G
Dimana :
L 2
P
Genotipe
2 GL
2e rL
= Ragam Fenotipe,
2
G
= Ragam
Fhitung
2 2 2 2 b r rb e GL L
e
acak,
Nilai Harapan E (KT)
Dimana ,
2 σP
100%
X X
= rataan populasi
Menurut Rebin et al. (1995), koefisien variasi genetik yang telah diperoleh dan diklasifikasikan 4 kriteria yaitu : Rendah = 0-25% dari KVG tertinggi Sedang = 25%-50% dari KVG tertinggi Tinggi = 50%-75% dari KVG tertinggi Sangat tinggi = >75% dari KVG tertinggi
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128
Untuk menentukan luas sempitnya variasi genetik suatu karakter yaitu karakter yang mempunyai koefisien variasi genetik relatif yang rendah dan sedang digolongkan sebagai karakter yang bervariabilitas sempit, koefisien varian genetik yang tinggi dan sangat tinggi digolongkan sebagai karakter yang bervariabilitas luas. Koefisien Korelasi Untuk mengetahui keeratan hubungan secara genetik antara karakter yang diamati digunakan rumus korelasi sederhana dari Singh dan Chaudary (1977). Di mana koefisien genotipik pasangan sifatsifat adalah sebagai berikut: r P
Pxy
r G
2 . 2 Px Py
r Pxy
t
2 . 2 Gx Gy
r Gxy
2 1r Pxy
2 1 r Gxy
db
db
Dimana : = koefisien korelasi fenotipik,
r P
= koefisien korelasi genotipik,
r G
= kovarian genotipik pasangan sifat x
Gxy
dan, y,
= kovarian fenotipik pasangan sifat x
Pxy
dan sifat y
2 Px
.
2 Py
dan y ,
= korelasi fenotipik pasangan sifat x
2
.
Gx
2 Gy
=korelasi genotipik pasangan
sifat x dan y
2
= Ragam genotipik sifat x,
Gx
2
=Ragam
Px
fenotipik sifat x
2
=Ragam genotipik sifat y,
Gy
2
=Ragam
Py
fenotipik sifat y r Pxy
= Korelasi fenotip sifat x dan y,
r Gxy
=
Korelasi genetik sifat x dan y 2
r Pxy
Gxy
Keberhasilan koefisien korelasi di atas dilakukan berdasarkan t-student dari Singh dan Chaudary (1977) pada taraf 5% sebagai berikut : t
= Kuadrat korelasi fenotip sifat x dan sifat y
2
r Gxy
db
= Kuadrat korelasi genetik sifat x dan sifat y = Derajat bebas (n-2)
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Varietas Padi Gogo yang Diteliti Padi gogo yang digunakan pada penelitian ini berjumlah tujuh kultivar yang berasal dari beberapa daerah di Sulawesi Tenggara. Satu kultivar diambil dari Kabupaten Muna yaitu Pae Wanggole (K3). Di Kabupaten Konawe diambil dua kultivar yaitu Pae Besu (K5) dan Pae Biu Tamalaki (Mataiwoi) (K7), sedangkan di Kabupaten Konawe Selatan juga diambil dua kultivar diantaranya Pae Dedehi (K1) dan Pae Biu Tamalaki Kosebo (K4). Kultivar Pae Ndanggesalaka (K2) dan Pae Dara (K6) diambil dari Kabupaten Buton.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128
Tabel 2. Nilai dan Kriteria Parameter Genetik pada Lokal di Bawah Tegakan Jati KVG Kriteria 2 No. Karakter (%) Genotipe G Tinggi 1 Tanaman 6.300 6.52 Sempit a. 4 MST 7.333 3.54 Sempit b. 8 MST 63.133 6.59 Sempit c. 12 MST 21.97 3.29 Sempit d. 16 MST 2 Panjang Daun 1.922 5.95 Sempit a. 4 MST 3.667 4.15 Sempit b. 8 MST 2.122 2.15 Sempit c. 12 MST 5.589 2.99 Sempit d. 16 MST 3 Lebar Daun 0.001 5.40 Sempit a. 4 MST 0.002 4.32 Sempit b. 8 MST 0.009 6.70 Sempit c. 12 MST 0.004 4.02 Sempit d. 16 MST 4 Jumlah Daun 0.189 10.60 Luas a. 4 MST 0.489 9.71 Luas b. 8 MST 0.956 8.97 Luas c. 12 MST 1.300 8.38 Luas d. 16 MST Jumlah Anakan 0.042 16.98 Luas 5 Produktif Hasil analisis terhadap parameter keragaman genetik berdasarkan klasifikasi Rebin, et al. (1995) menujukkan bahwa rata-rata karakter dari tujuh kultivar padi gogo lokal yang diteliti lebih banyak menunjukkan kriteria yang sempit. Nilai keragaman genetik tersebut berkisar antara 2.42% - 14.14%. Nilai dengan kriteria keragaman genetik luas ditunjukkan oleh karakter tinggi tanaman umur 12 MST, jumlah daun dan jumlah anakan produktif secara berturut-turut yaitu 7.24%, 10.35%, 10.55%, 10.86%, 10.15% dan 14.14%, sedangkan nilai keragaman genetik yang sempit yaitu 2.42% ditunjukkan oleh karakter panjang daun umur 12 MST. Berbeda dengan nilai keragaman fenotipe, dapat dilihat bahwa
Beberapa Karakter Agronomi Padi Gogo Heritabilitas Nilai Kriteria
GH
(%)
Kriteria KG
57.00 32.70 79.15 59.97
Tinggi Sedang Tinggi Tinggi
8.64 3.55 10.33 4.48
Sedang Rendah Tinggi Rendah
51.50 37.50 27.96 80.07
Tinggi Sedang Sedang Tinggi
7.51 4.45 2.00 4.72
Sedang Rendah Rendah Rendah
50.00 33.30 66.72 45.83
Tinggi Sedang Tinggi Sedang
6.78 4.40 9.58 4.76
Rendah Rendah Sedang Rendah
80.98 63.78 66.69 74.54
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
16.77 13.65 12.89 12.74
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
56.00
Tinggi
22.31
Tinggi
nilai tersebut lebih besar daripada nilai keragaman genotipe yang berkisar antara 3.39%-18.62%. Keragaman fenotipe terluas yang mencapai hingga 18.62% ditunjukkan oleh karakter jumlah anakan produktif dan 3.39% ditunjukkan oleh karakter panjang daun umur 16 MST. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa faktor lingkungan memberikan pengaruh yang lebih besar daripada faktor genetik sehingga dapat mempengaruhi tingkat efektif tidaknya bila dilakukan seleksi. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa faktor lingkungan memberikan pengaruh yang lebih besar daripada faktor genetik sehingga mempengaruhi tingkat efektif tidaknya bila dilakukan
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128
seleksi. Karakter yang memiliki nilai keragaman genetik rendah mengindikasikan bahwa karakter tersebut pada terdiri dariindividu- individu dengan genotipik yang sama atau tidak memilki perbedaan dalam hal komposisi gen. Keragaman genetik yang rendah ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1)kultivar-kultivar yang diperoleh merupakan kultivar yang berasal dari satu lokasi yang tidak memiliki perbedaan agroklimat yang berarti, (2) terjadi karena jumlah tetua kultivar padi gogo lokal di Sulawesi Tenggara terbatas. Tampake dan Luntungan (2002) menyatakan variabilitas genetik sempit terjadi akibat perbanyakan yang berasal dari tetua yang terbatas, (3) keragaman genetik sempit juga didugaakibat dari kegagalan genotipegenotipe untuk mengekspresikan penampilannya disebabkan oleh ketidak mampuan genotipe tersebut dalam mengoptimalkan potensi genetik pada suatu lingkungan tumbuh. Hal ini menyebabkan penampilan optimal potensi genetik suatu tanaman jarang tercapai dengan baik. Karakter yang diamati dan memiliki nilai keragaman genetik sempit merupakan karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen (poligen). Sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen diartikan sebagai hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan yang berkaitan dengan sifat morfologi dan fisiologi (Martono, 2009). Keadaan ini menggambarkan bahwa untuk sifat-sifat tinggi tanaman, panjang daun dan lebar daun tidak memperlihatkan peluang terhadap usaha-usaha perbaikan yang efektif dan efisien melalui seleksi sebab tidak memberikan keleluasaan dalam pemilihan genotipe-genotipe yang diinginkan. Pada penelitian ini nilai duga ragam genetik yang diperoleh merupakan keragaman total. Sebab padi gogo yang dibudidayakan merupakan tanaman menyerbuk sendiri sehingga ragam genetik yang meliputi komponen ragam genetik aditif, dominan dan epistasis seluruhnya akan diwariskan kepada
keturunannya. Dari hasil penelitian ini juga dapat ditemukan bahwa ada yang dapat diseleksi secara langsung dan ada yang tidak. Karakter yang tidak dapat diseleksi langsung antaralain adalah tinggi tanaman, panjang daun dan luas daun. Hal ini tidak lain karena karakter tersebut tidak memenuhi syarat keragaman genetik yang luas. Walaupun karakter tinggi tanaman umur 4, 12 dan 16 MST, panjang daun umur 4 dan 16 MST serta lebar daun memberikan nilai heritabilitas yang tinggi namun tetap saja karakter tersebut tidak akan efektif untuk dilakukan seleksi, sebab karakter-karakter tersebut dalam enotipe-genotipe yang populasi terdiri darig sama (keragaman genetik sempit), sehingga seleksi hanya efektif apabila dilakukan pada generasi lanjut. Nilai duga korelasi genotipe dan fenotipe dapat untuk menentukan seleksi baik secara langsung maupun tidak lansung antara satu karakter dengan karakter target. Hasil analisis korelasi ada penelitian ini menunjukkan bahwa korelasi genotipik dan fenotipik bernilai positif dan negatif dengan kisaran antara -0,5 hingga 1,0. Korelasi positif berarti bahwa peningkatan suatu sifat akan meningkatkan sifat lain yang dituju. Korelasi negatif berarti bahwa suatu sifat akan menurunkan nilai sifat yang lain yang dituju. Dalam praktek seleksi untuk perbaikan suatu sifat, nilai korelasi genetik yang besar antara suatu sifat terhadap hasil yang diinginkan dapat digunakan untuk melakukan seleksi secara tidak langsung (Samudin, 2005). Berdasarkan penelitian ini, karakter tinggi tanaman memiliki korelasi fenotipik yang tinggi dan berbeda nyata terhadap panjang daun dan lebar daun tetapi memiliki korelasi genotipik yang rendah dan berbeda tidak nyata. Karena nilai korelasi genotipiknya berbeda tidak nyata maka sifat ini belum dapat digunakan untuk kegiatan seleksi langsung maupun tidak langsung. Tinggi tanaman, panjang daun dan jumlah daun memiliki korelasi genotipik yang tinggi pula dan berbeda nyata terhadap karakter jumlah daun dan jumlah anakan produktif.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128
Oleh karena itu, sifat-sifat ini dapat di gunakan untuk melakuka seleksi secara tidak langsung untuk meningkatkan jumlah
anakan produktif pada tanaman padi gogo lokal.
Tabel 3. Nilai Korelasi Genotipe dan Fenotipe serta Nilai t-student (5%) Beberapa Karakter Agronomi Kultivar Padi Gogo Lokal di Bawah Tegakan Tanaman Kehutanan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Karakter Tinggi Tanaman (x) dan Panjang Daun (y) Tinggi Tanaman (x) dan Lebar Daun (y) Tinggi Tanaman (x) dan Jumlah Daun (y) Tinggi Tanaman (x) dan Jumlah Anakan Produktif (y) Panjang Daun (x) dan Lebar Daun (y) Panjang Daun (x) dan Jumlah Daun (y) Lebar Daun (x) dan Jumlah Daun (y) Panjang Daun (x) dan Jumlah Anakan Produktif (y) Lebar Daun (x) dan Jumlah Anakan Produktif (y) Jumlah Daun (x) dan Jumlah Anakan Produktif (y)
Pxy
Gxy
GLxy
exy
r Pxy
tstudent (5%)
r Gxy
tstudent (5%)
11.0 3
11.4 1
-9.95
28.71
0.7
3.44**
1.0
0.0tn
-0.13
-0.15
-0.08
0.42
0.2
5.77**
-0.5
16.52tn
2.72
2.13
-0.60
7.14
0.1
2.07*
0.4
11.4**
0.71
0.69
0.11
-0.18
0.4
1.64tn
0.7
3.63**
0.00 2
0.13
-0.19
0.46
0.1
0.73tn
0.9
8.45**
2.41
2.34
-1.42
4.90
0.7
0.71tn
0.9
43.5**
-0.04
-0.04
-0.02
0.08
-0.3
-0.99tn
-0.5
-2.23tn
0.44
0.46
0.13
-0.57
0.6
2.64*
0.9
3.19**
0.00 4
0.00 6
0.00 7
0.001
-0.2
-0.54tn
-0.5
-1.79tn
0.34
0.21
0.41
-0.13
0.9
8.43**
0.9
7.71**
Keterangan: t-student (1%=1.782) (5%=2.681)
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Terdapat nilai parameter genetik yang berbeda-beda pada semua karakter agronomi padi gogo lokal, yang ditanam di bawah tegakan tanaman kehutanan; (2) Karakter Jumlah daun dan jumlah anakan produktif dapat diseleksi secara langsung pada generasi awal karena memiliki keragaman genetik yang luas, nilai duga heritabilitas yang tinggi dan kemajuan genetik yang tinggi. Tinggi tanaman, panjang daun dan jumlah daun memiliki
korelasi genotipik yang tinggi dan berbeda nyata terhadap karakter jumlah daun dan jumlah anakan produktif sehingga dapat dipertimbangkan sebagai kriteria seleksi; dan (3) Seleksi padi gogo lokal di bawah tegakan dapat dilakukan secara langsung pada generasi awal untuk karakter jumlah daun dan jumlah anakan produktif sedangkan karakter lainnya akan efektif apabila dilakukan pada generasi lanjut
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128
DAFTAR PUSTAKA
Levit, J. 1980. response of plant to environmental stress. Academic Press. NY. 570 p
Badan Pusat Statistik, 2010. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik, Kendari.
Lamuhuria, D. Sopandie, N. Khumaida, Trikoesoemaningtyas, L.K. Darusman, dan T. June, 2006. Mekanisme Fisiologi dan Pewarisan Sifat Toleransi Kedelai (Glycine max L.) terhadap Intensitas Cahaya Rendah. Makalah Seminar Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Badan Pusat Statistik, 2011. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik, Kendari. Badan Pusat Statistik, 2012. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik, Kendari. Chozin M, Garner JO, Watson CE. 1999. Inheritance Of Traits Associated With Drought Resistance In Cowpea. Jurnal Ilmu Ilmu Pertenian Indonesia. 8(1):1-5. Ghulamahdi, M., S.A. Aziz dan Nirwan, 2008. Peningkatan Laju Pertumbuhan dan Kandungan Flavonoid Klon Daun Dewa (gynura pseudoching L.) Melalui Periode Pencahayaan. Bul. Agron (36). (1) 40. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian. Bogor. Hidayat, A., M. Sukardi dan B. H. Prasetyo. 1997. Ketersediaan Sumber Daya Alam dan Arahan pemanfaatan untuk Beberapa Komoditas. Prosiding Pertemuan pembahasan dan Komunikasi Hasil penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat penelitian tanah dan Agroklimat Bogor. 120p Johnson, H.D, N.O. Bosemark, and I. Romagosa. 1995. Plant Breeding Principles and Prospects. Chapman & hall, 2-6 Boundary Roe, London. Chapter 22. Knight, R. 1979. Practical in Statistics and Quantitative Genetic. In R. Knight, (ed). A Course Manual In Plant Breeding, p. 213-225. Australian Vice-Chancelors Committee.
Martono, B., 2009. Keragaman Genetik, Heritabilitas dan Korelasi Antar Karakter Kuantitatif Nilam (Pogostemon sp.) Hasil Fusi Protoplas. Jurnal LITTRI, 15(1): 9 – 15. Nafisah, A. , Daradjat dan H. Sembiring. 2007. Keragaman Genetik Padi Dan Upaya Pemanfaatannya Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Lokakarya Nasional Nasional. Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional . Hal 63-73 Rebin,
S., Purnomo, A. Somaryono, Soegito dan L. Moenir. 1995. Pendugaan Parameter Genetik Hasil dan Komponen Hasil Anggur. Balai Penelitian Hortikultura I : 1-7
Samudin, S., 2005. Penentuan Indicator Seleksi Untuk Perbaikan Hasil dan Mutu Tembakau Madura. J. Agroland 12(4): 339-445. Sasmita, P., Bambang S. Purwoko, S. Sujiprihati, I. Hanarida, I.S. Dewi dan M.A. Chozin, 2006. Evaluasi Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo Haploid Ganda Toleran Naungan dalam Sistem Tumpang Sari. (online), http://journal.ipb.ac.id/index.php/jur nalagronomi/article/viewFile/1283/3 83. Diakses pada tanggal 3 April 2013.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128
Setyorini, A dan S. Abdulrahman. 2008. Pengelolaan Hara Mineral tanaman padi. Dalam Suyamto (eds). 2008. Padi Inovasi Teknologi dan ketahanan Pangan. Balai Besar Penelitian tanaman padiu badan Litbang Departemen Pertanian. 499 hal. Singh, R. K., and B. D. Chaudary, 1977. Biometrical Methods In Quantitative Genetics Analysis. Kalyani Publishers. Indiana New Delhi. 304p. Sopandie, D., M.A. Chozin, S. Sastrosumarjo, T. Juhaeti, Sahardi. 2003. Toleransi Padi Gogo
Terhadap Naungan. Hayati 10 (2): 71-75 Tampake, H., dan H.T. Luntungan, 2002. Pendugaan Parameter Genetik dan Korelasi antar Sifat-sifat Morfologi Kelapa (Cocos nucifera, Linn.). Jurnal LITTRI, 8(3): 97-102 Urnemi, S. L. Yahya, dan K. Darusman, 2002. Pengaruh Pupuk Fosfor dan Pupuk Herbal pada Tiga Taraf Naungan terhadap Pertumbuhan dan Kadar Metabolit Sekunder Tanaman Daun Jinten (Coleus ambonicus Lour). (online), http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jur nal/361084147.pdf. Diakses pada tanggal 3 Agustus 2013.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128