KORELASI UJI P TANAH UNTUK PADI GOGO (Oryza sativa) VAR. SITU BAGENDIT PADA TANAH INCEPTISOL INDRAMAYU
BESTARI INTAN MAHARANI A14062334
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN BESTARI INTAN MAHARANI. Uji Korelasi P Tanah untuk Padi Gogo (Oryza sativa) Var. Situ Bagendit pada Tanah Inceptisol Indramayu. Dibimbing oleh KOMARUDDIN IDRIS dan DIAH SETYORINI. Uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia yang sederhana, cepat, murah, dan tepat untuk menduga ketersediaan hara tertentu dalam tanah dengan tujuan akhir memberikan rekomendasi pemupukan. Salah satu rangkaian uji tanah adalah korelasi uji tanah. Korelasi uji tanah merupakan suatu cara yang digunakan untuk memilih metode ekstraksi yang sesuai untuk tanaman pada suatu jenis tanah di suatu daerah. Dalam penelitian ini P-terekstrak dikorelasikan dengan respons tanaman. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah pembuatan status hara tanah menjadi sangat rendah (SR), rendah (R), sedang (S), tinggi (T), dan sangat tinggi (ST). Dari setiap status hara tersebut dianalisis hara P dengan metode ekstraksi HCl 25%, Olsen, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, dan Colwell. Selanjutnya untuk melihat respons tanaman, setiap status hara diberikan lima taraf pupuk P0, P1, P2, P3, dan P4 (0, 20, 40, 60 dan 80 kg P/ha). Pengamatan tanaman dilaksanakan 2, 4, 6 MST. Pemberian pupuk P tidak nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan bobot kering tanaman. Pengekstrak Mehlich dan HCl 25% berkorelasi nyata dengan serapan P-tanaman. Pengekstrak terbaik untuk tanaman padi gogo pada tanah Inceptisol Indramayu adalah Mehlich Kata kunci : Korelasi, Fosfor, Padi Gogo, Inceptisol
ABSTRACT BESTARI INTAN MAHARANI. P Soil Test Correlation for Gogo Rice (Oryza sativa) Var. Situ Bagendit in Inceptisol Indramayu. Supervised by KOMARUDDIN IDRIS and DIAH SETYORINI. Soil test is a chemical analysis of a simple, fast, inexpensive, and precise to predict the availability of certain nutrients in the soil with the final goal to give fertilizer recommendation.One set of soil test is the correlation of soil test. Correlation of soil test is a method used to select the appropriate extraction method for plants in a particular type of soil in an area. In this study Pextractable nutrients was correlated with crop response. The first step in this research was the creation of soil nutrient status namely very low (SR), low (R), moderate (S), high (T), and very high (ST). Of each nutrient were analyzed nutrient status of P with 25% HCl extraction method, Olsen, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, and Colwell. Furthermore, to see the response of plants, every nutrient status granted five fertilizer levels P0, P1, P2, P3, and P4 (0, 20, 40, 60 and 80 kg of P/ha). Observations of plants carried 2, 4, 6 weeks after planting. P fertilizer was not significantly increased plant height, number of tillers, and plant dry weight. Mehlich extraction and HCl 25% was correlated with plant uptake. Based on correlation test, the best extraction for gogo rice crop on soil Inceptisol Indramayu was Mehlich. Key word : Correlation, Phosphorus, Gogo Rice, Inceptisols
I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tanah secara ilmiah merupakan suatu tubuh alam yang bersifat tiga dimensi. Untuk mempelajari sifat dan ciri tanah kita perlu melakukan uji tanah. Uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia yang sederhana, cepat, murah, dan tepat untuk menduga ketersediaan hara tertentu dalam tanah dengan tujuan akhir memberikan rekomendasi pemupukan (Agus et al., 2004). Adapun langkahlangkah dalam uji tanah meliputi; 1) pengambilan contoh, 2) penjajagan hara di laboratorium, 3) penelitian korelasi uji tanah di laboratorium dan rumah kaca atau lapang, 4) penelitian kalibrasi uji tanah dan tanggap tanaman di lapangan, 5) penyusunan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi (Widjaja-Adhi et al., 2000; Adiningsih et al., 2000 dalam Sofyan et al., 2004). Salah satu bagian dari uji tanah yang dilakukan adalah korelasi uji tanah. Korelasi uji tanah merupakan suatu cara yang digunakan untuk memilih metode ekstraksi yang sesuai untuk tanaman pada suatu jenis tanah di suatu daerah. Contoh tanah terpilih dianalisis kadar haranya dengan beberapa jenis pengekstrak. Kemudian dilanjutkan dengan analisis respons tanaman terhadap pemupukan dan taraf status hara. Penentuan pengekstrak terbaik diambil dari persamaan regresi nilai analisis tanah dengan analisis respons tanaman (Sofyan et al., 2004). Pada penelitian ini, korelasi uji tanah dikhususkan pada unsur hara P untuk tanaman padi gogo pada tanah Inceptisol Indramayu. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca untuk menghilangkan pengaruh variabel dari penelitian di lapang yang tidak terkontrol seperti sub soil, iklim dan keragaman tanah. Di dalam pelaksanaannya, analisis tanah banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain rasio tanah dengan larutan, waktu mengekstrak, kecepatan pengocokan, dan bentuk dari tabung reaksi. Metode ekstraksi P yang sering digunakan adalah larutan asam keras HCl 25% (nisbah 1:5), Bray 1 (HCl 0.025 N + NH4F 0.03 N; nisbah 1: 10), Bray 2 (HCl 0.10 N + NH4F 0.03 N; nisbah 1:17), Truog (H2SO4 0.002 N + (NH4)2SO4; pH 3; nisbah 1:100) untuk
tanah masam, serta Olsen (NaHCO3 0.50 N; pH 8.5; nisbah 1:20) dan Colwell untuk tanah alkalin (Al-Jabri, 2007). Penelitian korelasi uji tanah telah dilakukan pada berbagai komoditas. Widjaja-Adhi dan Widjik (1984) melaporkan bahwa Bray 1 adalah penegekstrak terbaik untuk tanaman kentang pada tanah Hydric Dystrandepts, sedangkan pengekstrak HCl 25% berkorelasi tinggi pada persentase hasil jagung (Santoso, dan Al-Jabri, 1997). Pengekstrak modifikasi Truog, HCl 25%, dan Bray 1 merupakan pengekstrak yang cukup baik bagi tanaman padi gogo pada tanah Ultisol Lampung dan Sitiung (Al-Jabri et al., 1984). Suatu metode dirancang dengan jenis pengekstrak yang bervariasi dan tingkat kemasaman yang berbeda-beda sehingga dalam penggunaannya harus disesuaikan terlebih dahulu. Ekstraksi terbaik untuk suatu jenis tanah adalah ekstraksi yang mempunyai nilai koefisien korelasi tinggi dan nyata antara P terekstrak yang dihasilkan oleh metode tertentu dengan respons hasil tanaman atau persen hasil atau total serapan P oleh tanaman. Selain itu metode tersebut harus bersifat sederhana, mudah, murah, dan cepat sehingga nantinya seorang analis atau pengguna dapat bekerja lebih efektif dan efisien dalam mengekstraksi P dalam tanah.
1.2. Tujuan Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui respons tanaman terhadap taraf pemupukan P dan memilih metode ekstraksi hara P terbaik untuk tanaman padi gogo pada tanah Inceptisol Indramayu.
1.3. Hipotesis Pertumbuhan tanaman padi gogo dipengaruhi oleh taraf pemupukan P dan terdapat metode ekstraksi hara P terbaik yang memiliki tingkat korelasi tertinggi.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Inceptisol Inceptisol adalah tanah lain mempunyai satu atau lebih dari satu epipedon umbrik, mollik, histik atau plaggen. Terdapat fragipan atau horizon oksik dengan batas atasnya diantara jeluk 150-200 cm (Siradz, 1990). Inceptisol termasuk tanah yang mengandung mineral liat tipe 1:1, yaitu kaolinit. Tanah ini memiliki daya absorbsi sedang, kandungan bahan organik rendah dan permeabilitas tinggi (Soepardi, 1983). Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Asal kata dari Inceptisol adalah inceptum yang berarti permulaan. Karena tanah ini belum berkembang lanjut, kebanyakan tanah ini cukup subur. Dulunya tanah ini termasuk dalam golongan tanah Aluvial, Regosol, Gleohumus, Latosol dan lain-lain (Hardjowigeno, 2003). Sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol antara lain; bobot jenis 1.0 g/cm3, kalsium karbonat kurang dari 40%, pH mendekati netral atau lebih (pH < 4 tanah bermasalah), kejenuhan basa kurang dari 50% pada kedalaman 1.8 m, COLE antara 0.07 dan 0.09, nilai porositas 68% sampai 85%, air yang tersedia cukup banyak antara 0.1-1 atm (Smith, 1965 dalam Resman et al., 2006). Penggunaan lahan Inceptisol sangat beragam. Di daerah depresi atau dataran rendah pantai utara Jawa, tanah ini sangat cocok untuk tanaman padi sawah. Inceptisol berdrainase buruk dapat digunakan secara ekstensif untuk tanaman setahun dengan memperbaiki drainase, sedangkan tanah yang berkembang dari tuf volkan relatif muda merupakan media yang cocok bagi berbagai tanaman, tergantung pada iklim dan ketersediaan air (Rachim, 2007).
2.2. Fosfor (P) Fosfor di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di dalam tanah misalkan apatit. Jenis P dalam tanah dibedakan menjadi dua macam, yaitu P-organik dan P-anorganik. P memiliki peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman, antara lain: 1) pembelahan sel, 2) membentuk albumin, 3) perkembangan akar, 4) membentuk nucleoprotein
(penyusun gen RNA dan DNA), 5) menyimpan dan memindahkan energi, 6) membantu metabolisme karbohidrat. Hal-hal tersebut diatas yang membuat unsur P harus tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam tanah (Hardjowigeno, 2003). Tanah di Indonesia umumnya kekurangan unsur P. Sebab-sebab kekurangan P di dalam tanah adalah jumlahnya yang sedikit, sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diambil oleh tanaman, dan terjadi fiksasi oleh Al dan Fe pada tanah masam atau oleh Ca pada tanah alkalis. Faktor penting yang mempengaruhi tersedianya P dalam tanah adalah pH tanah. P paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar netral (pH 6-7) (Hardjowigeno, 2003). Untuk meningkatkan keefisienan pengambilan P dalam tanah oleh tanaman, dapat dilakukan antara lain dengan menurunkan kapasitas penyangga tanah melalui pengapuran, meningkatkan P dalam tanah, dan penempatan pupuk yang tepat (Sabiham et al., 1983). Fosfor diabsorbsi oleh akar tanaman dalam bentuk ion ortho fosfat, terutama H2PO4- dan hanya sedikit sekali sebagai HPO42-. Hal ini terjadi karena pH sekitar akar tanaman yang berkisar 5-6 membuat konsentrasi H2PO4- dalam larutan tanah lebih tinggi dari HPO42-. Bentuk P dalam tanaman antara lain nuclei proteida, phospolipida, phytin, ADP, ATP (Adiningsih, 1975). Tanaman memerlukan P pada semua tingkat pertumbuhan terutama pada awal pertumbuhan. Fosfor dalam tanaman lebih kecil diserap dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Unsur fosfor bagi tanaman sangat berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor berfungsi sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi dan pernafasan, serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji, dan buah (Lingga dan Marsono, 2006). Kekurangan fosfor pada tanaman terkadang sulit dikenali gejalanya. Tanaman mungkin menderita kekurangan fosfor yang sangat parah tanpa menunjukkan gejala. Bila kekurangan fosfor ini kemudian diketahui, mungkin saat itu sudah terlambat untuk diatasi. Gejala awal tanaman kekurangan fosfor adalah muncul warna ungu pada bibit tanaman muda yang kemudian berubah menjadi kuning. Pertumbuhan menjadi terlambat dan akibat selanjutnya proses pematangan menjadi terlambat (Sarief, 1986).
2.3. Metode Ekstraksi P Metode ekstraksi
HCl 25% akan melarutkan bentuk-bentuk senyawa
fosfat mendekati kadar P-total. Ion fosfat dalam ekstrak akan bereaksi dengan ammonium molibdat dalam suasana asam membentuk asam fosfomolibdat. Selanjutnya akan bereaksi dengan asam askorbat menghasilkan larutan biru molibdat yang intensitasnya dapat diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 693 nm (Balai Penelitian Tanah, 2005). Fosfat dalam suasana netral atau alkalin dalam tanah umumnya akan terikat oleh Ca, Mg-PO4. Pengekstrak Olsen (NaHCO3, pH 8.5) akan mengendapkan Ca, Mg-CO3 sehingga PO43-
dibebaskan ke dalam larutan.
Pengekstrak ini juga dapat digunakan untuk tanah masam. Fosfat pada tanah masam terikat sebagai Al, Fe-fosfat. Penambahan pengekstrak NaHCO3 pH 8.5 menyebakan terbentuknya Fe, Al-hidroksida, sehingga fosfat dibebaskan. Pengekstrak ini biasanya digunakan untuk tanah dengan pH lebih dari 5.5 (Balai Penelitian Tanah, 2005). Senyawa fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe, Alfosfat yang sukar larut. NH4F yang terkandung di dalam pengekstrak Bray akan membentuk senyawa rangkai dengan Fe dan Al dan membebaskan ion PO43- . Pengekstrak ini biasanya digunakan pada tanah dengan pH < 5.5. Langkah kerja dalam Metode Bray 2 sama dengan Bray 1, hanya dibedakan jenis larutan pengekstraknya yaitu 0.03 N NH4F + 0.025 N HCl untuk Bray 1 dan 0.03 N NH4F + 0.1 N HCl untuk Bray 2 (Fixen dan Grove, 1990). Uji tanah Mehlich untuk P, juga dikenal sebagai dilute double acid atau North Carolina extractant, yang dikembangkan pada awal 1950 oleh Mehlich dan rekan kerjanya. Di Amerika, Metode Mehlich umum digunakan di Atlantik Tengah dan Atlantik Tenggara sebagai multi elemen ekstrak untuk berbagai unsur yaitu, P, K, Ca, Mg, Cu, Fe, Mn, dan Zn. Mehlich mengekstrak P dari Al, Fe, dan Ca-P dan sangat sesuai untuk tanah yang masam (pH < 6.5), KTK kurang dari 10 me 100 g-1 dan bahan organik kurang dari 5% (Southern Cooperative Series, 2000). Cara kerja dari masing-masing metode terdapat pada Lampiran 1.
2.4. Respons Padi Gogo Terhadap Pupuk P Menurut Basyir et al. (1995), padi gogo adalah padi yang diusahakan di tanah tegalan kering secara menetap, serta diusahakan dengan menerapkan teknik budidaya seperti pengolahan tanah, pemupukan dan pergiliran tanaman. Umumnya padi gogo di kawasan Asia Tenggara memiliki ciri-ciri antara lain tanaman tinggi, jumlah anakan daun sedikit, umur panen 95-140 hari, gabah besar, lebar dan tebal, toleran terhadap kekurangan P dan keracunan Al dan Mn. Unsur P sangat diperlukan untuk pertumbuhan optimal padi gogo sebab pada jerami terkandung 0.8% P, yang terserap dari dalam tanah. Jika padi gogo kekurangan P maka tinggi tanaman agak kerdil, jumlah malai dan jumlah gabah permalai serta bobot seribu butir gabah isi juga berkurang, sehingga hasilnya juga rendah. Untuk itu pemberian pupuk P tetap perlu diperhatikan walaupun padi gogo toleran terhadap kekurangan unsur P (Basyir et al., 1995). Hal-hal yang menjadi faktor pembatas produktivitas padi gogo adalah; 1) pengolahan tanah kering dan tidak adanya genangan air menyebabkan reaksi fisikokimia tanah berlangsung dalam keadaaan aerobik dan oksidatif, sehingga pH tanah dan ketersediaan hara bagi tanaman tidak berubah, serta terjadi keracunan Fe, Al, dan kekahatan P, Ca, Mg, K, sehingga produktiviitas padi gogo relatif rendah, 2) gulma tumbuh bersamaan dengan padi gogo sehingga terjadi persaingan konsumsi hara, air, dan intersepsi cahaya matahari, 3) penyakit blas (Pyricularia grisea) yang merupakan penyakit utama padi gogo, 4) topografi berlereng dan tekstur tanah ringan sampai sedang menyebabkan tanah tidak dapat menyimpan air dan indeks kelengasan (moisture index) menjadi rendah (Toha dan Daradjat, 2008). Padi gogo (padi huma) mengacu pada sistem padi yang ditanam seperti tanaman lainnya, tanpa pengolahan tanah secara basah, tanpa persemaian, atau tanpa pematang di sekeliling lahannya. Ciri sistem ini adalah bahwa pengolahan tanah dilakukan dengan cara yang lazim, penyebaran benih langsung dilakukan pada tanah yang kering dan kelengasannya sama sekali bergantung pada curah hujan. Padi gogo ditanam di daerah dan musim yang bercurah hujan bulanan ratarata paling sedikit 150 mm (Sanchez, 1993).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pada penelitian korelasi ini pengambilan contoh tanah dilaksanakan di Gantar, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat. Penelitian korelasi uji tanah hara P dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca, Balai Penelitian Tanah, Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010.
3.2. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi; contoh tanah Inceptisol dengan status hara P sangat rendah berdasarkan ekstraksi HCl 25% dan Bray 1, tanaman Padi Gogo Varietas Situ Bagendit, Pereaksi P pekat, pereaksi pewarna P, standar 1000 ppm P (Tritisol), Pengekstrak HCl 25%, Pengekstrak Olsen, Pengekstrak Colwell, Pengekstrak Bray dan Kurtz, Pengekstrak Bray dan Kurtz 2, Pengekstrak Mehlich, Pengekstrak Truog, H2SO4 5N, askorbin, aquades dan lain-lain. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, neraca analitik ketelitian tiga desimal, corong, sudip, botol kocok 50 ml, botol filter, tabung reaksi, kertas saring, mesin kocok bolak-balik, dispenser 10 ml, dispenser 20 ml, pipet volume 2 ml, balep, tissue, pipet mikro, shaker, digestion block, tabung digestion spektrofotometer UV-VIS, dan lain-lain.
3.3. Metode Penelitian Di dalam penelitian
ini terdiri dari 4 rangkaian kegiatan, yaitu; 1)
percobaan respons tanaman padi gogo terhadap pemberian pupuk P, 2) analisis tanah, 3) analisis tanaman, dan 4) uji korelasi antara P-terekstrak dan respons tanaman.
3.3.1. Percobaan Respons Tanaman Padi Gogo Terhadap Pemberian Pupuk P Rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial rancangan acak lengkap, dengan 2 faktor, yaitu faktor pertama status hara dan faktor kedua pupuk. Baik status hara maupun pemberian pupuk, masing-masing terdiri dari 5 taraf perlakuan. Percobaan diulang 3 kali, sehingga jumlah satuan percobaan adalah 75. Hal yang pertama kali dilaksanakan pada tahap ini adalah pembuatan status P tanah buatan dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Contoh tanah Inceptisol dimasukkan ke dalam pot, masing-masing sebanyak ± 2 kg, kemudian diberikan pupuk P dengan dosis 0 X, ¼ X, ½ X, ¾ X dan X, dimana X adalah jumlah pupuk P yang diberikan untuk mencapai 0.2 μg P/liter larutan tanah, yaitu sebesar 1200 kg SP-36/ha (Fox dan Kamprath, 1970). Kemudian tanah yang sudah diberi perlakuan diinkubasi selama 3 bulan untuk mencapai kesetimbangan. Tanah dibiarkan tanpa tanaman dan selalu dipertahankan dalam keadaan kapasitas lapang. Setelah 3 bulan inkubasi dilakukan pengambilan contoh tanah untuk dianalisis dengan berbagai metode ekstraksi. Pada masing-masing taraf status hara buatan diberikan lima taraf pupuk P (P0, P1, P2, P3, dan P4) yaitu 0, 20, 40, 60 dan 80 kg P/ha (0, 10, 20, 30, 40 ppm P). Semua pupuk diberikan dalam bentuk larutan kecuali pupuk kompos (pupuk kotoran ayam, 5 ton/ha). Pupuk dicampurkan dengan tanah hingga homogen, kemudian inkubasi selama 1 minggu. Perlakuan pemberian pupuk terdapat pada Tabel Lampiran 1. Tanah yang telah memiliki tingkatan status hara P dengan lima taraf pupuk, kemudian ditanami benih padi gogo (5 biji/pot). Setiap perlakuan diberikan pupuk dasar pada waktu tanam dengan urea dan KCl dengan dosis 300 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha. Setelah tanaman berumur 1 minggu, tanaman dijarangkan menjadi 3 tanaman/pot. Pengamatan terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan dilaksanakan pada umur 2, 4 dan 6 minggu setelah tanam, sedangkan penetapan bobot kering tanaman dilaksanakan pada waktu panen (6 MST).
3.3.2. Analisis Tanah Tanah Inceptisol Indramayu diambil tanah bulk lapisan atas 0-20 cm, sebanyak ± 250 kg. Contoh tanah dikering udarakan, ditumbuk kemudian diayak dengan saringan 2 mm. Contoh tanah dibagi ke dalam 75 pot perlakuan sesuai dengan perlakuan status hara. Contoh tanah hasil pembuatan status hara dianalisis kadar P-terekstraknya dengan metode analisis: HCl 25%, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, Olsen, dan Colwell. 3.3.3. Analisis Tanaman Panen dilaksanakan 6 minggu setelah tanam. Timbang bobot basah kemudian keringkan pada suhu 700C selama 48 jam, setelah kering timbang bobot keringnya, selanjutnya giling contoh tanaman hingga halus. Untuk analisis kadar P total tanaman, sebanyak 0.25 g contoh tanaman ditambahkan 5 ml HNO3 pekat dan HClO4 pekat. Setelah suhunya turun destruksi selama 1 jam dengan suhu 1000C, kemudian suhu ditingkatkan hingga menjadi 2000C. Ekstrak diencerkan hingga 25 ml. Pipet 0.1 ml dari ekstrak kemudian tambahkan 0.9 ml air bebas ion dan 5 ml pereaksi pewarna fosfat, kocok dan biarkan selama 30 menit, ukur absorbansinya dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm. 3.3.4. Perhitungan Nilai Korelasi Antara P-terekstrak dan Respons Tanaman Analisis korelasi sederhana dilakukan untuk hubungan-hubungan antara P terekstrak dari masing-masing metode yang diuji dengan hasil tanaman (bobot kering
tanaman)
dan
serapan
P-tanaman.
Koefisien
korelasi
dihitung
menggunakan software Microsoft Office Excel 2007. Respons tanaman dihitung dengan menghitung persen hasil pada masing-masing kelas status hara P tanah dengan rumus sebagai berikut:
% Hasil tanaman = Yi-Yo x 100% Yi % Hasil tanaman
: Persentase hasil tanaman dari pemupukan P
Yo
: Hasil tanaman yang diperoleh dari perlakuan tanpa P
Yi
: Hasil tanaman yang diperoleh dari perlakuan dengan P
Serapan P-tanaman adalah kadar P-tanaman dikalikan
bobot kering
tanaman. Koefisien korelasi yang diperoleh (r hitung) dibandingkan dengan r tabel dengan taraf uji 5%. Koefisien korelasi yang nyata dikatakan terpilih dan mempunyai hubungan yang erat dengan respons tanaman. Selain itu, dipilih jenis pengekstraksi terbaik dengan mempertimbangkan kriteria uji tanah yang sederhana, mudah, murah, dan cepat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%, 50%, 12%. Tekstur tanah lempung liat berdebu membantu mempermudah perkembangan akar padi gogo (Basyir et al., 1995). Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1983 dalam Hardjowigeno, 2003) tanah ini tergolong masam. Tabel 2. Sifat fisik dan kimia tanah Inceptisol Indramayu Jenis Penetapan Inceptisol Indramayu Tekstur : Pasir % 38 Debu % 50 Liat % 12 pH : H2 O 4.73 KCl 3.81 Bahan organik : C (%) 1.39 N (%) 0.09 C/N 16 -1 P2O5 (HCl 25%) mg 100g 5.2 -1 K2O (HCl 25%) mg 100g 12.2 P-Bray 1 (ppm P) 0.77 -1 Kation : me 100g Ca 4.88 Mg 4.39 K 0.16 Na 0.05 -1 KTK me 100g 17.48 KB (%) 54.80 Al-dd me 100g-1 2.77 -1 H-dd me 100g 0.27 Kej-Al (%) 16
Status lempung liat berdebu
masam
rendah sangat rendah tinggi sangat rendah rendah sangat rendah rendah sangat tinggi rendah sangat rendah sedang tinggi rendah rendah rendah
Penetapan P2O5 dengan HCl 25% dan Bray 1 sangat rendah sedangkan nilai K20 dengan HCl 25% rendah. Rasio C/N tergolong tinggi. Keberadaan
kation Na sangat rendah, Ca dan K rendah, dan Mg sangat tinggi. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah sedang, sebaliknya kejenuhan basa (KB) tanah tinggi. Kejenuhan Al tergolong rendah.
4.2. P-terekstraksi dengan Metode Ekstraksi HCl 25%, Olsen, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, dan Colwell Metode ekstraksi Olsen, Bray 1, Bray 2, Truog, Mehlich, dan Colwell digunakan untuk menetapkan P-tersedia di dalam tanah, sedangkan metode ekstraksi HCl 25% digunakan untuk menetapkan P-potensial dalam tanah. Kemampuan masing-masing metode ekstraksi dalam menetapkan P-terekstrak dipengaruhi antara lain oleh bahan kimia yang terdapat dalam pengekstrak dan ketersediaan fosfor dalam tanah (Widayati, 2003). Pada Tabel 2, terlihat bahwa pengekstrak HCl 25% dan Colwell mempunyai kemampuan mengekstrak P lebih tinggi dibandingkan dengan pengekstrak lain. Secara berurutan kemampuan mengekstraksi P tanah dari yang tertinggi adalah HCl 25% > Colwell > Truog > Bray 2 > Bray 1 > Olsen > Mehlich. Ion H+ akan memperbesar kelarutan P dari semua bentuk Ca-P, Al-P, dan Fe-P (Leiwakabessy, 1988). Selain dari jenis larutan pengekstrak, lamanya waktu pengocokan juga mempengaruhi kemampuan ekstraksi. Seperti terlihat pada metode ekstraksi Olsen dan Colwell, keduanya terdiri dari 0.5 M NaHCO3 pH 8.5 akan tetapi menunjukkan hasil P-terekstrak yang berbeda. Pada metode ekstraksi Colwell, rasio tanah dengan larutan 1:100 dan waktu pengocokan selama 120 menit
mampu mengekstrak P-tersedia lebih besar dibandingkan pengekstrak
Olsen yang memiliki rasio tanah dengan larutan 1:20 dan waktu pengocokan selama 30 menit. Ion yang berpengaruh pada kedua metode ini adalah HCO3yang bereaksi dengan ion Ca2+ dalam bentuk Ca-P, sehingga ion fosfat terlepas. Pengekstrak Bray 1 dan Bray 2 memiliki perbedaan pada konsentrasi HCl yang digunakan. Dalam Bray 1 konsentrasi HCl sebesar 0.025 N HCl, sedangkan pada Bray 2 konsentrasi HCl sebesar 0.1 N HCl. Perbedaan tersebut memberikan kontribusi yang besar terhadap perbedaan jumlah P-terekstrak, ion H+ berperan penting dalam ekstraksi membentuk asam fosfat, sehingga hasil Pterekstraksi oleh Bray 2 lebih besar daripada hasil P-terekstraksi oleh Bray 1.
Tabel 2. Kadar P tanah oleh beberapa metode ekstraksi Metode Ekstraksi
Status Hara
P0
P1
Pupuk P2
P3
P4
--------------------ppm--------------------
Truog
Olsen
Mehlich
HCl 25%
Bray 1
Bray 2
Colwell
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
5.36 29.85 60.36 86.85 129.76 4.45 14.12 28.09 45.19 58.09 0.88 4.99 9.47 18.67 21.33 88.20 158.92 236.78 347.07 403.77 1.49 14.57 32.99 51.97 79.63 3.45 17.68 40.04 72.09 114.85 12.66 44.79 89.81 108.59 164.83
6.26 30.30 61.13 94.93 122.37 4.59 17.21 35.00 52.61 62.23 0.96 4.86 10.19 19.35 25.52 88.12 172.91 248.74 341.02 410.59 2.21 26.56 41.84 56.24 76.99 3.81 20.81 50.80 80.66 123.63 24.87 61.62 86.34 137.72 164.61
8.40 25.60 64.44 87.53 137.17 5.07 16.34 33.80 46.20 62.18 1.11 5.42 12.65 17.50 22.41 87.08 153.60 247.71 319.04 397.99 1.60 12.39 33.93 61.72 76.04 3.91 19.74 48.31 75.61 126.58 15.93 44.60 83.47 124.41 157.57
6.96 34.70 53.58 84.31 128.02 4.33 17.54 34.36 46.37 66.54 0.93 5.20 12.35 16.41 21.23 90.04 158.50 250.62 350.27 402.84 1.77 13.48 41.87 68.36 87.87 3.71 19.30 49.31 84.05 129.24 19.56 53.02 90.72 139.61 158.88
7.57 30.57 54.86 95.82 119.62 4.36 19.40 29.41 50.38 58.27 1.23 5.19 12.93 17.29 22.78 89.83 171.72 243.59 327.34 401.98 1.42 12.30 33.07 59.95 78.72 3.50 21.47 51.27 84.14 128.90 22.43 70.26 92.25 157.18 179.68
P-terekstraksi oleh metode ekstraksi Truog lebih besar bila dibandingkan dengan P-terekstraksi oleh metode ekstraksi Mehlich. Kedua metode ekstraksi ini terdiri dari asam kuat H2SO4. Ion fosfat yang bereaksi dengan ion H+ akan membentuk P-terekstraksi dan akan dipertahankan bentuknya oleh ion SO42-, sehingga Ca-P, Al-P, dan Fe-P tidak terbentuk kembali (Leiwakabessy, 1988). Lama waktu pengocokan menjadi faktor pembeda nilai terekstrak dari kedua metode ekstraksi ini. Nilai P-terekstraksi dari Truog lebih besar dibandingkan dengan P-terekstraksi dari Mehlich, karena waktu pengocokan Truog selama 30 menit, sedangkan pada Mehlich hanya selama 5 menit. 4.3. Respons Tanaman Terhadap Pemberian Pupuk P Pemberian pupuk fosfat dapat meningkatkan ketersediaan P untuk tanaman sehingga P dapat lebih digunakan untuk proses metabolisme yang terdapat dalam tanaman. Peningkatan metabolisme yang terjadi dalam tanaman akan terekspresikan dengan pertambahan masa pada tanaman. Selain itu fosfat juga digunakan untuk pembentukan dan perkembangan akar padi. Sehingga dengan adanya pertumbuhan yang optimal maka unsur hara yang diserap akan dipergunakan untuk masa pertumbuhan vegetatif (Widodo, 2004). Hasil padi ditentukan oleh komponen hasilnya, sedangkan
tiap
komponen tersebut ditentukan baik secara genetik varietas tanaman maupun oleh berbagai faktor lingkungan iklim, hara/tanah, air. (Norman et al., 1984; Ishii, 1995; Yoshida, 1981 dalam Suhartatik et al., 2008). 4.3.1. Tinggi Tanaman Pada pengamatan tinggi tanaman, pada taraf status hara P sangat rendah, respons tinggi tanaman menunjukkan peningkatan dari pupuk P0 hingga P2. Tinggi tanaman maksimum terdapat pada taraf pemupukan P2, kemudian terus menurun pada taraf pemupukan P3 dan P4. Pada taraf status hara rendah, tinggi tanaman maksimum pada pemupukan P0 dan minimum pada taraf pemupukan P4. Tinggi maksimum dari taraf status hara sedang, tinggi, dan sangat tinggi dihasilkan pada taraf pemupukan P1. Tinggi maksimum padi gogo di tanah Inceptisol terdapat pada taraf S-P1 (status hara P sedang dan taraf pemupukan 20 kg P/ha).
Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel Lampiran 7 hingga 9) , pada 2 MST dari kedua faktor baik status hara maupun pupuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Dalam Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada 4 MST, status hara mulai mempengaruhi tinggi tanaman. Sedangkan pada pengamatan 6 MST, selain status hara, pupuk juga memberikan sedikit pengaruh terhadap tinggi tanaman. Tabel 3. Pengaruh status hara terhadap tinggi tanaman (cm) Perlakuan Status Hara Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Tinggi tanaman (cm) 2 MST 4 MST 30.8 53.6bc 30.4 54.1bc 30.8 55.0c 30.1 52.4ab 29.8 51.2a
6 MST 72.9d 70.2bc 72.4cd 68.8ab 67.5a
Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT
Tabel 4. Pengaruh pupuk terhadap tinggi tanaman (cm) Perlakuan Pupuk P0 P1 P2 P3 P4
Tinggi tanaman (cm) 2 MST 4 MST 30.7 53.6 30.0 54.3 30.7 52.1 30.1 53.9 30.5 52.4
6 MST 69.7ab 72.7d 69.5ab 71.5bc 68.4a
Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT
4.3.2. Jumlah Anakan Pada pengamatan 2 MST, jumlah anakan berkisar 3 hingga 6 batang pada setiap perlakuan. Rata-rata jumlah anakan cenderung menurun sejalan dengan peningkatan status hara P tanah. Pada pengamatan 4 MST, jumlah anakan bertambah hingga 3 kali lipat dibandingkan dengan pengamatan 2 MST. Pada pengamatan 6 MST, pertumbuhan anakan melambat, sehingga jumlah anakan baru yang dihasilkan hanya berkisar 5 hingga 8 anakan. Rata-rata jumlah anakan tertinggi hingga 6 MST terdapat pada perlakuan R-P4 (status hara P rendah, taraf
4.3.3. Bobot Kering Tanaman Pengamatan bobot kering tanaman dilaksanakan pada saat panen (6 MST). Rata-rata bobot kering tanaman maksimum terdapat pada perlakuan SR-P1 (status hara P sangat rendah, taraf pemupukan 20 kg P/ha) dan SR-P2 (status hara P sangat rendah, taraf pemupukan 40 kg P/ha). Pada Tabel 6,dapat dilihat bahwa berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel Lampiran 13), faktor yang mempengaruhi bobot kering tanaman hanya faktor status hara, sedangkan pupuk tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman. Tabel 6. Pengaruh status hara terhadap bobot kering tanaman (g/pot) Perlakuan Status Hara Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Bobot Kering tanaman (g/pot) 8.5d 7.4bc 7.7c 6.9ab 6.6a
Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT
Semakin tinggi status hara P, bobot kering mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan hara dalam tanah, sehingga yang semula faktor pembatas pertumbuhan padi gogo adalah hara P, berubah menjadi hara lain. Agar tanaman tumbuh dengan baik diperlukan keseimbangan jumlah unsur hara yang sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut. Akibat yang didapat dari ketidakseimbangan hara antara lain, jika jumlah P yang ditambahkan terlalu berlebih, hara P kemungkinan berikatan dengan hara mikro Zn atau Cu membentuk Zn-P atau Cu-P, sehingga tanah menjadi kekurangan hara mikro tersebut (Hardjowigeno, 2003). Seng (Zn) berhubungan dengan pertumbuhan tanaman sebab Zn menjadi katalisator pembentukan triptophan yaitu salah satu jenis asam amino yang menjadi prekursor (senyawa awal) dalam pembentukan IAA yang selanjutnya menjadi auksin yaitu hormon yang bekerja dalam perkecambahan, pembelahan dan pembesaran sel. Selain itu, Zn merupakan bagian dari enzim amilum sintetase (pembentukan gula
menjadi amilum) dan sebagai penyusun enzim karbonic
anhidrase yang berfungsi sebagai buffer pertumbuhan (Anonim, 2010). Peranan unsur Cu di dalam tanaman antara lain: 1) mengaktifkan enzim, 2) metabolisme
pengekstraksi yang berkorelasi nyata dengan persen hasil tanaman. Namun, pada metode ekstraksi Mehlich dan HCl 25% berkorelasi nyata dengan serapan Ptanaman. Berdasarkan analisis korelasi dan kemudahan analisis, maka terpilih metode ekstraksi Mehlich sebagai metode terbaik untuk tanaman padi gogo pada tanah Inceptisol Indramayu. Tabel 7. Koefisien korelasi antara P-terekstrak dengan respons tanaman Metode Ekstraksi Truog Olsen Mehlich HCl 25% Bray 1 Bray 2 Colwell
Koefisien Korelasi Persen Hasil Tanaman Serapan P- Tanaman 0.034 -0.392 0.017 -0.432 0.139 -0.550* 0.021 -0.495* 0.058 -0.396 -0.013 -0.382 0.045 -0.315
*: berkorelasi nyata pada α 0.05
Metode ekstraksi Mehlich atau sering disebut dengan dilute double acid memiliki kandungan ion H+ dan SO42- yang merupakan ion penting dalam pembentukan P-terekstraksi. Ion-ion penting yang berperan dalam pembentukan P-terekstraksi akan bereaksi dengan bentuk-bentuk fosfor yang tidak tersedia (CaP, Fe-P, dan Al-P) membentuk fosfor yang tersedia H2PO4-. Menurut Sanchez (1992), sebagian besar pengekstrak yang bersifat asam, efektif untuk mengekstraksi Ca-P maupun Al-P.
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan Pemberian pupuk P tidak nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan bobot kering tanaman. Diantara beberapa metode ekstraksi yang diuji hanya metode ekstraksi Mehlich dan HCl 25% yang berkorelasi nyata dengan serapan P-tanaman, sedangkan tidak terdapat metode ekstraksi yang berkorelasi nyata dengan persen hasil. Berdasarkan besarnya koefisien korelasi metode ekstraksi terbaik untuk tanaman padi gogo pada tanah Inceptisol Indramayu adalah Mehlich.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, J. Sri. 1975. Kimia Tanaman. Penataran PPS Bidang Ilmu Tanah dan Pemupukan. Departemen Pertanian. Badan Pengendali Bimas dan Lembaga Penelitian Tanah. Bogor Al-Jabri, M., I M. Widjik, A. Hamid, Soeharto, dan M. Soepartini. 1984. Pemilihan Metode Uji P Tanah-tanah Masam dari Lampung dan Sitiung untuk Padi Gogo. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 3: 47-52 Agus, F., A. Abdurachman, S. Hardjowigeno, A. M. Fagi, dan W. Hartatik. 2004. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Departemen Pertanian Al-Jabri, M. 2007. Perkembangan Uji Tanah dan Strategi Program Uji Tanah Masa Depan di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Penelitian Tanah 26 : 54-66 Anonim. 2010. Pengaruh Unsur Hara Essensial Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman. www.tanindo.com. Diakses 24 Juni 2010, 22:28 Balai Penelitian Tanah. 2005. Buku Penuntun Analisis Kimia Tanah, Tanaman, dan Pupuk. Bogor Basyir, P., Suyamto, dan Supriyadin. 1995. Padi Gogo. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Malang Fixen, P. E., and J. H. Grove. 1990. Testing Soils for Phosphorus. Soil Testing and Plant Analysis. 3rd Edition. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA Fox, R. L., and E. J. Kamprath. 1970. Phosphate Sorption Isotherms for Evaluating The Phosphate Requirement of Soils. Soil Sci. Amer. Proc. 34 : 902. Department Agronomy and Soil Science, University Hawaii, Honolulu, HI and Department Soil Science, North Carolina State University, Raleigh, NC Harahap, R., M.H. Siagian, dan U. Hapid. 2001. Uji Adaptasi Tujuh Varietas Padi Gogo di Pulau Singkep. Laporan Teknik Bidang Botani. Pusat Penelitian Biologi LIPI, hlm : 104-107 Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Cetakan ke- 5. Akademika Presindo. Jakarta Irawan, B., dan K. Purbayanti. 2008. Karakterisasi dan Kekerabatan kultivar Padi Lokal di Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten
Sumedang. Makalah Seminar Nasional PTTI. Universitas Padjajaran. Bandung Leiwakabessy, F. M. 1988. Kesuburan Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Lingga, P., dan Marsono. 2006. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta Nursyamsi, D., dan Suprihati. 2005. Sifat-Sifat Kimia dan Mineralogi Tanah serta Kaitannya dengan Kebutuhan Pupuk untuk Padi (Oryza sativa), Jagung (Zea mays), dan Kedelai (Glycine max). Buletin Agronomi. Institut Pertanian Bogor dan Perhimpunan Agronomi Indonesia 33 (3) : 40-47 Nursyamsi, D., M.T. Sutriadi, dan U. Kurnia. 2004. Metode Ekstraksi dan Kebutuhan Pupuk P Tanaman Kedelai pada Typic Kandiudox di Papanrejo, Lampung. Jurnal Tanah dan Iklim. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat 22 : 15-25 Rachim, D. A. 2007. Dasar-dasar Genesis Tanah. Departemen Kehutanan dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Resman, S. A. Siradz, dan B. H. Sunarminto. 2006. Kajian Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Inceptisol pada Toposekuen Lereng Selatan Gunung Merapi Kabupaten Sleman. Dalam Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6 : 101-108 Rioardi. 2009. Unsur Hara dalam Tanah (Makro rioardi.wordpress.com. Diakses 25 Juni 2010, 11:52
dan
Mikro).
Sabiham, S., Djokosudardjo, dan G. Soepardi. 1983. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Terjemahan J.T. Jayadinata. Penerbit Institut Teknologi Bandung Sanchez, P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Terjemahan J.T. Jayadinata. Penerbit Institut Teknologi Bandung Santoso, D. dan M. Al-Jabri. 1977. Percobaan Pemupukan N, P, dan K untuk Tanaman Jagung di Lampung. Laporan Bagian Kesuburan. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor Sarief, S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Cetakan Kedua. Pustaka Buana. Bandung Setyorini, D. 2000. Analisis Data “Studi Korelasi Hara P dan K” untuk Tanaman Padi Sawah dan Jagung. Kumpulan Materi Praktek Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian Pertanian Bekerjasama dengan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor
Siradz, S. A. 1990. Taksonomi Tanah. Pedoman dalam Perencanaan Pelaksanaan dan Interpretasi Survei Tanah. Bagian I. Morfologi dan Kunci Determinasi Tanah. Yogyakarta Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor Sofyan, A., Nurjaya, dan A. Kasno. 2004. Status Hara Tanah Sawah untuk Rekomendasi Pemupukan. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor Southern Cooperative Series, 2000. Methods of Phosporus Analysis for Soils, Sediments, Residuals, and Waters. Department of Agronomy. Kansas State University, Manhattan Suhartatik, E., A. K. Makarim, dan T. Rustiati. 2008. Pertumbuhan dan Produktivitas Padi Sawah di Tanah Ultisol Sukamandi pada Dua Musim Tanam. Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Departemen Pertanian Toha, H. M., dan A. A. Daradjat. 2008. Keragaan Varietas Unggul dan Galur Harapan Padi pada Budidaya Padi Gogo dan Padi Sawah. Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Nasional Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Departemen Pertanian Truog, E. 1930. The Determination of Readily Available Phosphorus of Soils. J. Am. Soc. Agron. 22 : 874-882 Widayati, R. D. 2003. Pemilihan Metode Ekstraksi Phosphorus Inceptisol dan Ultisol untuk Tanaman Kedelai. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor Widjaja-Adhi, I P.G. dan I M. Widjik. 1984. Pemilihan dan Kalibrasi Uji Tanah Hara P untuk Tanaman Kentang pada Tanah Hydric Dystrandepts. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 3: 42-46 Widodo. 2004. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Gogo CV. IR-64 pada Pemberian Batu Fosfat dan Kedalaman Air Irigasi di Tanah Gambut. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 6 (1) : 43-49
LAMPIRAN
Lampiran 1. Cara kerja berbagai metode ekstraksi P tanah 1. Metode HCl 25% (Balai Penelitian Tanah, 2005) Caranya adalah timbang 2 g contoh tanah ukuran < 2 mm, masukkan ke dalam botol kocol kemudian ditambahkan 10 ml HCl 25% lalu kocok selama 5 jam. Masukkan ke dalam tabung reaksi, biarkan semalam. Pipet 0.5 ml ekstrak jernih contoh ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 9.5 ml air bebas ion (pengenceran 20x) lalu dikocok. Pipet 1 ml ekstrak contoh encer dan deret standar masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 10 ml larutan pereaksi pewarna P dan dikocok. Biarkan selama 30 menit lalu ukur absorbansinya dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm. 2. Metode Olsen (Balai Penelitian Tanah, 2005) Langkah kerja metode Olsen adalah, pertama-tama timbang contoh tanah halus < 2 mm sebanyak 1 g, masukkan ke dalam botol kocok, tambahkan 20 ml pengekstrak Olsen (0.5 M NaHCO3, pH 8.5) kemudian kocok selama 30 menit. Saring dan apabila larutan masih keruh larutan disaring kembali ke atas saringan yang sama. Setelah jernih, pipet 1 ml ekstrak ke dalam tabung reaksi dan bersama deret standar tambahkan 5 ml pereaksi pewarna P. Kocok homogen dan diamkan selama 30 menit. Ukur absorbansinya dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm. 3. Metode Bray 1 dan Bray 2 (Fixen dan Grove, 1990) Cara kerja dari metode ini adalah timbang 2.5 g contoh tanah yang berukuran < 2 mm, kemudian tambahkan pengekstrak Bray dan Kurtz 1 maupun Bray dan Kurtz 2 sebanyak 25 ml, kemudian dikocok selama 5 menit. Saring dan bila larutan keruh dikembalikan ke atas saringan semula (proses penyaringan maksimum 5 menit). Dipipet 1 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 5 ml, dikocok dan
dibiarkan selama 30 menit. Kemudian ukur absorbansinya
dengan spektrofotometer 693 nm. 4. Metode Truog (Truog, 1930) Cara kerja dari Metode Truog adalah timbang 0.5 g contoh tanah halus. Tambahkan 50 ml pengekstrak (4 ml H2SO4 5N + 3 g (NH4)2SO4 100%). Kocok selama 30 menit. Pipet ekstrak sebanyak 1 ml dan tambahkan 0.5 ml pereaksi P
(0.53 g askorbin + P pekat 50 ml). Diamkan selama 30 menit. Ukur P dalam larutan dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm. 5. Metode Mehlich (Southern Cooperative Series, 2000) Timbang 5 g contoh tanah halus kemudian tambahkan 25 ml ekstrak (6.25 ml HCl 25% + 5 ml H2SO4 5N). Kocok selama 5 menit. Pipet ekstrak sebanyak 1 ml dan tambahkan pereaksi pewarna P (0.53 g askorbin + P pekat 50 ml). Ukur P dalam larutan dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm. 6. Metode Colwell (Balai Penelitian Tanah, 2005) Pada metode ini contoh tanah yang ditimbang adalah 0.5 g. Kemudian tambahkan 50 ml pengekstrak, setelah itu dikocok dengan pengocok bolak-balik, kecepatan 180 rpm selama dua jam. Kemudian saring. Pipet ekstrak sebanyak 1 ml. Tambahkan dengan pereaksi pewarna P, kocok. Diamkan selama 30 menit, kocok lagi, kemudian ukur absorbansinya dengan spektrofotometer panjang gelombang 693 nm.
Tabel Lampiran 1. Perlakuan pemberian pupuk tahap dua Kode Perlakuan SR-P0 SR-P1 SR-P2 SR-P3 SR-P4
Status P buatan sangat rendah sangat rendah sangat rendah sangat rendah sangat rendah
Takaran P ppm P 0 10 20 30 40
kg P/ha 0 20 40 60 80
R-P0 R-P1 R-P2 R-P3 R-P4
rendah rendah rendah rendah rendah
0 20 40 60 80
0 10 20 30 40
0 20 40 60 80
S-P0 S-P1 S-P2 S-P3 S-P4
sedang sedang sedang sedang sedang
0 20 40 60 80
0 10 20 30 40
0 20 40 60 80
T-P0 T-P1 T-P2 T-P3 T-P4
tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi
0 20 40 60 80
0 10 20 30 40
0 20 40 60 80
mg P/pot 0 20 40 60 80
ST-P0 sangat tinggi 0 0 0 ST-P1 sangat tinggi 20 10 20 ST-P2 sangat tinggi 40 20 40 ST-P3 sangat tinggi 60 30 60 ST-P4 sangat tinggi 80 40 80 Pupuk dasar : 300 kg urea/ha, 150 kg KCl/ha, dan pupuk kandang (kotoran ayam) 5 ton/ha
Tabel Lampiran 2. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan 2 MST
SR - P0 SR - P1 SR - P2 SR - P3 SR - P4
Tinggi tanaman (cm) I II III 29.5 30.2 30.7 30.5 30.0 33.0 29.7 30.0 30.5 32.0 31.1 27.9 31.6 33.0 33.0
Ratarata 30.1 31.2 30.1 30.3 32.5
Jumlah anakan I II III 5 5 4 6 5 6 6 6 6 6 5 4 5 6 5
R R R R R
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
31.5 30.0 33.0 31.8 31.0
31.0 30.5 30.5 27.0 31.5
30.7 27.8 28.8 30.7 30.2
31.1 29.4 30.8 29.8 30.9
6 6 6 6 6
6 6 5 5 6
5 5 5 5 6
5.7 5.7 5.3 5.3 6.0
S S S S S
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
32.0 30.6 30.5 29.5 30.2
31.5 29.8 31.0 32.7 31.5
30.8 31.0 31.0 30.5 30.0
31.4 30.5 30.8 30.9 30.6
5 4 5 4 6
4 4 4 4 5
4 5 6 6 6
4.3 4.3 5.0 4.7 5.7
T T T T T
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
32.5 30.8 32.5 31.0 32.0
28.5 30.5 31.2 25.5 27.8
31.0 30.0 28.0 30.6 29.5
30.7 30.4 30.6 29.0 29.8
6 5 5 5 5
4 4 3 3 3
6 4 3 4 3
5.3 4.3 3.7 4.0 3.7
4 4 4 3 3
4.0 4.3 3.3 3.0 3.7
Perlakuan
ST - P0 29.0 31.0 30.0 30.0 5 3 ST - P1 27.5 29.0 29.5 28.7 5 4 ST - P2 38.7 28.5 26.0 31.1 3 3 ST - P3 31.0 33.0 27.5 30.5 3 3 ST - P4 31.7 27.5 27.0 28.7 5 3 SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi
Ratarata 4.7 5.7 6.0 5.0 5.3
Tabel Lampiran 3. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan 4 MST
SR - P0 SR - P1 SR - P2 SR - P3 SR - P4
Tinggi tanaman (cm) I II III 53.5 54.4 54.4 53.3 53.0 53.5 53.6 52.6 53.0 52.0 57.3 49.5 53.3 56.5 54.3
Ratarata 54.1 53.3 53.1 52.9 54.7
Jumlah anakan I II III 22 21 20 22 19 22 19 20 21 18 21 17 23 20 21
Ratarata 21.0 21.0 20.0 18.7 21.3
R R R R R
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
52.5 54.5 52.3 53.5 55.5
55.0 58.0 54.2 55.5 52.0
54.2 56.5 51.0 56.0 51.0
53.9 56.3 52.5 55.0 52.8
22 20 21 23 22
22 20 17 17 23
19 18 19 16 26
21.0 19.3 19.0 18.7 23.7
S S S S S
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
53.5 52.5 54.5 55.3 52.3
58.0 55.5 57.0 56.5 54.0
54.0 60.0 55.2 54.6 52.2
55.2 56.0 55.6 55.5 52.8
19 19 21 19 22
17 16 19 19 18
17 21 20 20 19
17.7 18.7 20.0 19.3 19.7
T T T T T
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
54.2 55.3 53.5 54.2 52.7
51.0 53.6 53.1 52.0 50.0
53.0 52.0 48.0 52.5 51.2
52.7 53.6 51.5 52.9 51.3
20 19 19 19 18
12 14 16 13 13
21 16 14 17 19
17.7 16.3 16.3 16.3 16.7
14 13 5 14 11
16.7 13.7 10.3 14.7 12.0
Perlakuan
ST - P0 50.2 55.0 50.5 51.9 19 17 ST - P1 50.0 54.0 53.5 52.5 13 15 ST - P2 57.0 47.0 40.0 48.0 15 11 ST - P3 51.0 57.0 52.0 53.3 13 17 ST - P4 52.5 50.0 48.5 50.3 16 9 SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi
Tabel Lampiran 4. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan 6 MST
SR - P0 SR - P1 SR - P2 SR - P3 SR - P4
Tinggi tanaman (cm) I II III 70.1 70.0 71.2 75.6 74.7 73.0 74.0 76.5 73.2 73.0 78.0 65.2 72.5 74.7 72.0
Ratarata 70.4 74.4 74.6 72.1 73.1
Jumlah anakan I II III 31 30 28 31 25 30 29 24 28 33 23 19 29 29 28
Ratarata 29.7 28.7 27.0 25.0 28.7
R R R R R
- P0 - P1 - P2 -- P3 - P4
73.0 69.5 69.0 69.0 68.7
74.2 73.2 71.0 70.5 68.5
71.5 70.6 68.0 74.0 63.0
72.9 71.1 69.3 71.2 66.7
26 26 25 27 31
24 24 22 20 29
21 27 23 21 31
23.7 25.7 23.3 22.7 30.3
S S S S S
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
65.8 72.3 71.7 73.2 68.5
75.0 74.2 76.0 74.0 74.2
68.7 81.2 68.7 73.0 69.8
69.8 75.9 72.1 73.4 70.8
33 25 25 24 26
20 20 21 22 21
25 25 25 23 23
26.0 23.3 23.7 23.0 23.3
T T T T T
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
71.4 74.0 70.0 70.0 67.0
67.5 71.2 72.2 70.0 65.5
68.3 68.2 61.8 70.4 65.0
69.1 71.1 68.0 70.1 65.8
22 25 25 26 23
13 19 21 18 15
21 21 17 21 25
18.7 21.7 21.0 21.7 21.0
19 14 5 22 12
22.0 17.0 10.3 19.7 17.3
Perlakuan
ST - P0 64.0 70.0 64.5 66.2 25 22 ST - P1 70.0 70.0 73.0 71.0 19 18 ST - P2 66.5 59.0 65.0 63.5 15 11 ST - P3 70.0 72.7 70.0 70.9 17 20 ST - P4 69.9 67.4 60.0 65.8 25 15 SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi
Tabel Lampiran 5. Penetapan bobot basah dan bobot kering tanaman
SR - P0 SR - P1 SR - P2 SR - P3 SR - P4
Bobot Basah (g) I II III 39.3 39.0 38.7 41.8 42.7 43.6 43.6 41.2 43.3 41.9 40.6 41.2 38.5 45.0 40.6
Ratarata 39.0 42.7 42.7 41.2 41.4
Bobot Kering (g) I II III 8.1 8.0 8.0 8.6 8.8 9.0 9.0 8.5 8.9 8.6 8.4 8.5 7.9 9.3 8.4
R R R R R
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
32.8 38.2 38.3 40.7 40.9
37.5 36.3 32.9 32.2 37.8
32.8 34.7 32.4 34.5 36.9
34.4 36.4 34.6 35.8 38.5
6.8 7.9 7.9 8.4 8.4
7.7 7.5 6.8 6.6 7.8
6.8 7.2 6.7 7.1 7.6
7.1 7.5 7.1 7.4 7.9
S S S S S
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
34.7 39.3 37.5 39.7 38.3
34.7 37.2 37.7 38.4 33.6
37.0 37.2 37.2 38.5 36.4
35.4 37.9 37.5 38.9 36.1
7.1 8.1 7.7 8.2 7.9
7.1 7.7 7.8 7.9 6.9
7.6 7.7 7.7 7.9 7.5
7.3 7.8 7.7 8.0 7.4
T T T T T
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
18.2 38.9 37.4 39.9 37.7
18.2 30.2 33.3 25.2 37.7
18.2 25.9 23.2 33.4 31.6
18.2 31.7 31.3 32.8 35.7
3.7 8.0 7.7 8.2 7.8
3.7 6.2 6.9 5.2 7.8
3.7 5.3 4.8 6.9 6.5
3.7 6.5 6.4 6.8 7.4
ST - P0 32.9 30.5 30.5 31.3 6.8 6.3 6.3 ST - P1 36.5 30.3 25.7 30.8 7.5 6.3 5.3 ST - P2 30.4 33.8 29.3 31.2 6.3 7.0 6.0 ST - P3 30.4 37.2 32.8 33.5 6.3 7.7 6.8 ST - P4 34.5 30.3 32.4 32.4 7.1 6.3 6.7 SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi
6.5 6.4 6.4 6.9 6.7
Perlakuan
Ratarata 8.0 8.8 8.8 8.5 8.5
Tabel Lampiran 6. Penetapan kadar dan serapan P-tanaman
SR - P0 SR - P1 SR - P2 SR - P3 SR - P4
Kadar P-tanaman (g/100g) I II III 0.18 0.16 0.14 0.20 0.16 0.17 0.21 0.18 0.21 0.23 0.20 0.25 0.24 0.21 0.37
Rata rata 0.16 0.18 0.20 0.23 0.27
Serapan P-tanaman (g/pot) I II III 1.46 1.29 1.12 1.73 1.41 1.53 1.89 1.53 1.87 1.98 1.67 2.12 1.91 1.95 3.10
Rata rata 1.29 1.55 1.76 1.93 2.32
R R R R R
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
0.16 0.20 0.23 0.24 0.26
0.13 0.17 0.18 0.19 0.21
0.17 0.17 0.21 0.22 0.22
0.15 0.18 0.21 0.22 0.23
1.08 1.57 1.82 2.02 2.19
1.01 1.27 1.22 1.26 1.64
1.15 1.22 1.40 1.56 1.67
1.08 1.35 1.48 1.61 1.83
S S S S S
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
0.20 0.19 0.21 0.23 0.26
0.18 0.19 0.22 0.24 0.24
0.18 0.18 0.20 0.24 0.26
0.19 0.19 0.21 0.24 0.25
1.43 1.54 1.62 1.88 2.06
1.29 1.46 1.71 1.90 1.66
1.37 1.38 1.53 1.90 1.95
1.36 1.46 1.62 1.90 1.89
T T T T T
- P0 - P1 - P2 - P3 - P4
0.17 0.20 0.23 0.23 0.27
0.16 0.19 0.20 0.21 0.28
0.13 0.17 0.18 0.20 0.22
0.15 0.19 0.20 0.21 0.26
0.64 1.60 1.77 1.89 2.10
0.60 1.18 1.37 1.09 2.18
0.49 0.91 0.86 1.38 1.43
0.57 1.23 1.34 1.45 1.90
1.01 1.01 1.15 1.49 1.87
1.10 1.20 1.31 1.50 1.73
Perlakuan
ST - P0 0.16 0.19 0.16 0.17 1.08 1.20 ST - P1 0.16 0.22 0.19 0.19 1.20 1.38 ST - P2 0.20 0.22 0.19 0.20 1.25 1.53 ST - P3 0.20 0.23 0.22 0.22 1.25 1.76 ST - P4 0.23 0.27 0.28 0.26 1.63 1.69 SR: sangat rendah, R: rendah, S: sedang, T: tinggi, ST: sangat tinggi
Tabel Lampiran 7. Analisis sidik ragam tinggi tanaman 2 MST Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: datatransfMST2 Corrected Model Source Intercept statushara pupuk statushara * pupuk Error Total Corrected Total
Type III,000 Sum a of Squares df 2,475 ,000 4,64E-005 ,000 ,002 2,477 ,002
24 1 4 4 16 50 75 74
2,04E-005 Mean Square F 2,475 3,81E-005 1,16E-005 1,82E-005 3,88E-005
,527 Sig. 63814,595 ,982 ,299 ,471
,955 ,000 ,426 ,877 ,950
a. R Squared = ,202 (Adjusted R Squared = -,181)
Tabel Lampiran 8. Analisis sidik ragam tinggi tanaman 4 MST Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: datatransfMST4 Corrected Model Source Intercept statushara pupuk statushara * pupuk Error Total Corrected Total
Type III2658834,023 Sum 24 a of Squares df 607512568 1 1409421,2224 591927,838 4 657484,962 16 3748246,39350 613919648 75 6407080,41674
110784,751 1,478 Mean Square F Sig. 607512567,98103,957 352355,305 4,700 147981,960 1,974 41092,810 ,548 74964,928
,121 ,000 ,003 ,113 ,906
a. R Squared = ,415 (Adjusted R Squared = ,134)
Tabel Lampiran 9. Analisis sidik ragam tinggi tanaman 6 MST Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: tinggiMST6 Corrected Model Source Intercept statushara pupuk statushara * pupuk Error Total Corrected Total
Type III674,363 Sum a of Squares df 371458,603 322,151 176,475 175,737 486,013 372618,980 1160,377
24 1 4 4 16 50 75 74
a. R Squared = ,581 (Adjusted R Squared = ,380)
28,098 Mean Square F 371458,603 80,538 44,119 10,984 9,720
2,891 Sig. 38214,857 8,286 4,539 1,130
,001 ,000 ,000 ,003 ,355
Tabel Lampiran 10. Analisis sidik Tests ragamofjumlah anakan 2 MST Between-Subjects Effects
Dependent Variable: datatransfMST2 Corrected Model Source Intercept statushara pupuk statushara * pupuk Error Total Corrected Total
Type III,164 Sum a of Squares df 3,786 ,114 ,009 ,041 ,088 4,038 ,252
24 1 4 4 16 50 75 74
,007 Mean Square F 3,786 ,029 ,002 ,003 ,002
3,883 Sig. 2147,313 16,210 1,284 1,450
,000 ,000 ,000 ,289 ,157
a. R Squared = ,651 (Adjusted R Squared = ,483)
Tabel Lampiran 11. Analisis sidik Tests ragamofjumlah anakan 4 MST Between-Subjects Effects
Dependent Variable: datatransfMST4 Corrected Model Source Intercept statushara pupuk statushara * pupuk Error Total Corrected Total
Type III,006 Sum a of Squares df ,244 ,005 ,000 ,001 ,004 ,254 ,010
24 1 4 4 16 50 75 74
,000 Mean Square F ,244 ,001 4,03E-005 5,02E-005 7,49E-005
3,411 Sig. 3251,868 17,248 ,538 ,669
,000 ,000 ,000 ,708 ,809
a. R Squared = ,621 (Adjusted R Squared = ,439)
Tabel Lampiran 12. Analisis sidik Tests ragamofjumlah anakan 6 MST Between-Subjects Effects
Dependent Variable: jumlahMST6 Corrected Model Source Intercept statushara pupuk statushara * pupuk Error Total Corrected Total
Type III1191,813 Sum a of Squares df 40043,853 881,947 63,947 245,920 661,333 41897,000 1853,147
24 1 4 4 16 50 75 74
a. R Squared = ,643 (Adjusted R Squared = ,472)
49,659 Mean Square F 40043,853 220,487 15,987 15,370 13,227
3,754 Sig. 3027,509 16,670 1,209 1,162
,000 ,000 ,000 ,319 ,330
Tabel Lampiran 13. Analisis sidikTests ragam kering tanaman of bobot Between-Subjects Effects
Dependent Variable: datatransfBK Corrected Model Source Intercept statushara pupuk statushara * pupuk Error Total Corrected Total
Type III8943,320 Sum a of Squares df 233427,034 7614,701 306,663 1021,956 4626,794 246997,148 13570,114
24 1 4 4 16 50 75 74
a. R Squared = ,659 (Adjusted R Squared = ,495)
372,638 Mean Square F 233427,034 1903,675 76,666 63,872 92,536
4,027 Sig. 2522,557 20,572 ,828 ,690
,000 ,000 ,000 ,513 ,790