PENDIDIKAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PEDESAAN BERBASIS POTENSI LOKAL DI DUSUN KARANG TENGAH, DESA ROWOSARI, KECAMATAN SUMBER JAMBE KABUPATEN JEMBER Titiek Rohanah Hidayati
(Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Jember) Abstrak: Mereka yang mempunyai SDM yang andal akan berada di depan dan memimpin. Sedangkan yang tertinggal dalam kualitas SDM-nya otomatis akan terseok-seok, bahkan terpinggirkan di pentas kehidupan. Kondisi inilah yang menyebabkan kesenjangan sosial. Bahwa perubahan kesejahteraan keluarga mempengaruhi pekerjaan dan sekolah bagi perempuan ketimbang laki-laki. Dengan tingkat pendidikan yang sama, perempuan lebih memiliki nilai tambah bagi kesejahteraan keluarga, karena pekerjaan yang berhubungan dengan pengasuhan, pendidikan, kesehatan dan perawatan dan rumah lebih banyak ditangani oleh perempuan. Oleh karena itu pendidikan pemberdayaan merupakan sesuatu yang niscaya. Penelitian ini menghasilkan masyarakat dampingan sebagai warga belajar pendidikan yang memperoleh ketrampilanketrampilan
yang
bermakna
bagi
kehidupan
sehari-hari,
Masyarakat perempuan, dari yang masih anak-anak, remaja dan dewasa dapat meningkatkan rasa percaya diri, memiliki wawasan keagamaan yang meningkatkan ketaqwaannya, lebih mendasarkan diri pada nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga
dapat
terlibat
dalam
perencanaan,
pelaksanaan
pendidikan perempuan berbasis potensi lokal.
Kata Kunci: pemberdayaan perempuan, keagamaam, potensi lokal
1
PENDAHULUAN Perbedaan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) antara laki-laki dan perempuan, dapat menyebabkan terjadinya perbedaan. Perbedaan ini menjadi salah satu penyebab terjadinya ketidakberdayaan perempuan. Selanjutnya hal tersebut dapat meningkat pula pada terjadinya perbedaan dalam penguasaan bidang-bidang kehidupan lain. Mereka yang mempunyai SDM yang andal akan berada di depan dan memimpin. Sedangkan yang tertinggal dalam kualitas SDMnya otomatis akan terseok-seok, bahkan terpinggirkan di pentas kehidupan. Kondisi inilah yang menyebabkan kesenjangan sosial. Bila kesenjangan ini terus berlangsung dan semakin tajam, maka kekecewaan dan tekanan mental terutama bagi kaum perempuan yang selalu tersisihkan ini bisa berubah menjadi kebencian yang akhirnya bisa mewujud dalam bentuk ketidak adilan sosial. Hal ini jelas merugikan proses pembangunan nasional yang sudah mulai menampakkan titik-titik keberhasilan-dalam skala fisik-diberbagai sektor. Pentingnya pendidikan bagi perempuan, riset Bank Dunia memberikan jawaban bahwa investasi pada pendidikan perempuan menghasilkan nilai manfaat yang tinggi di bidang ekonomi dan sosial bagi individu, keluarga dan masyarakat secara luas. Bahwa perubahan kesejahteraan keluarga mempengaruhi pekerjaan dan sekolah bagi perempuan ketimbang laki-laki. Dengan tingkat pendidikan yang sama, perempuan lebih memiliki nilai tambah bagi kesejahteraan keluarga, karena pekerjaan yang berhubungan dengan pengasuhan, pendidikan, kesehatan dan perawatan dan rumah lebih banyak ditangani oleh perempuan 1 (Marzuki, 2010). Oleh karena itu pendidikan pemberdayaan merupakan sesuatu yang niscaya. Pendidikan merupakan sebuah pengalaman belajar yang terjadi dan terus berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Menurut Syaiful Sagala, Pendidikan adalah karya bersama yang berangsung dalam suatu pola
1
Marzuki, Saleh, 2010, Pendidikan Non Formal dimensi dalam keaksaraan fungsional, pelatihan, dan andragogi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
2
kehidupan insani tertentu.2 Sementara Driyakarya mengatakan bahwa pendidikan itu adalah memanusiakan manusia muda, pengangkatan manusia muda ke taraf mendidik.3 UU No. 20 tahun 2003 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.4 Pendidikan pemberdayaan perempuan adalah usaha sadar untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dapat mengangkat harkat dan martabat perempuan. Potensi lokal adalah sumber daya, kemampuan, kearifan, nilai-nilai kreativitas dan kelembagaan yang ada dengan kemampuan daya dukung kelangsungan hidup masyarakat secara berkelanjutan pada satu wilayah/komunitas tertentu5 (Depdiknas, 2009). Pendidikan pemberdayaan perempuan berbasis potensi lokal adalah suatu model pendidikan pemberdayaan perempuan yang berbasis pada penggalian dan pengembangan potensi lokal yang ada di sekitarnya. Dalam kegiatan ini akan difokuskan pada kegiatan peningkatan pendidikan
keagamaan dan pendidikan keaksaraan. Peningkatan pendidikan
keagamaan melalui ceramah keagamaan di majelis ta’lim dan pengembangan pendidikan baca tulis (pemberantasan baca tulis) Al-qur’an Pemberdayaan Perempuan Berbasis Potensi Lokal merupakan bagian integral pengentasan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, 2
Syaiful Sagala, 2007. Manajemen strategik dalam peningkatan mutu pendidikan, Bandung : Alfabeta, 1 3 Nanang Fattah. 2006. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 4 4 Undang-Unang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 tahun 2003) dan Peraturan Pelaksanaannya. 1995. Jakarta: Sinar Grafika 5 Tim Pokja Perempuan, 2009, Pemberdayaan Perempuan Berbasis Potensi Lokal, Jakarta, Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional.
3
dan ketidakberdayaan dalam kerangka makro pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia. Salah satu aspek penentu tingkat pembangunan suatu bangsa diukur dari tingkat keaksaraan pendidikan, sehingga kebutaaksaraan penduduk merupakan salah satu indikator dalam meningkatkan indeks pendidikan sebagai komponen dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index. Pemberdayaan Perempuan Berbasis Potensi Lokal penting dilaksanakan. Beberapa dasar dilaksanakannya pemberdayaan perempuan berbasis potensi lokal antara lain, pertama, melek aksara merupakan hak dasar bagi setiap orang, sekaligus sebagai kunci pembuka bagi pemerolehan hak-hak lainnya. Kedua, masalah pemberdayaan perempuan Berbasis Potensi Lokal sangat terkait dengan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakberdayaan masyarakat. Sedangkan yang ketiga, berdampak terhadap pembangunan bangsa, yakni: 1) rendahnya
produktivitas
masyarakat,
2)
rendahnya
kesadaran
untuk
menyekolahkan anak/ keluarganya, 3) rendahnya kemampuan mengakses informasi, 4) sulit menerima inovasi (pembaharuan), serta 5) rendahnya indeks pembangunan manusia . Warga masyarakat Dusun Karang Tengah Barat Sawah, Desa Rowosari, Kecamatan Sumber Jambe tergolong masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan kurang memadai. Minimnya warga terdidik (hanya dua orang lulusan Perguruan tinggi), dan banyaknya warga masyarakat yang Buta aksara melahirkan kondisi yang sangat memprihatinkan, kesulitan untuk mengatasi berbagai problem dalam kehidupannya; social, politik ekonomi, dan pendidikan yang layak. Sehingga masyarakat hanya bisa bertahan dalam ketidak berdayaan. Dengan program pedidikan pemberdayaan berbasis potensi lokal ini diharapkan masyarakat Rowosari dapat memperoleh kemampuan keagamaan dan ketrampilan dalam membaca, menulis, berhitung serta mampu berbahasa Indonesia yang baik. Memperoleh keterampilan-keterampilan fungsional yang bermakna bagi kehidupannya sehari-hari, sehingga masyarakat mampu untuk meningkatkan kualitas hidupnya, dan mampu mengatasi kebutuhan informasi yang dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang membelenggu lingkungan
4
sosialnya. Kondisi Dusun Karang Tangah Barat Sawah, Desa Rowosari, Kecamatan Sumberjambe, Kabupaten Jember merupakan daerah yang masih berada di kategori dusun tertinggal baik dari segi pendidikan maupun ekonomi. Dua aspek inilah yang menurut peneliti menarik untuk diungkap. Pendidikan menjadi pondasi untuk bangkit menjadi lebih maju, sementara ekonomi terkadang menjadi penghambat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Untuk itulah maka penelitian ini difokuskan pada pemberdayaan di bidang pendidikan khususnya bagi kaum perempuan yang masih jauh tertinggal.
PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Karang Tengah Barat Sawah. Dinamakan Dusun Karang Tengah Barat Sawah, karena secara geografis dusun ini posisinya berada di atas karang yang terletak di tengah area persawahan. Sementara Rowosari berarti Rowo (rawa) yang banyak ditumbuhi bunga-bunga liar yang ada di sekitar hutan tersebut. Lahirnya desa Rowosari bermula dari seseorang yang bernama Bujuk Marliyah yang ‘hijrah’ meninggalkan tanah kelahirannya, yaitu Lamparan, Sampang, Madura menuju sebuah kawasan hutan dan rawa-rawa yang berada di bawah kaki Gunung Raung. Menurut ceritanya6 Bujuk Marliyah sebelum babat tanah Rowosari ini, ia melakukan ritual (berpuasa) selama 40 hari, ia dikenal oleh masyarakat setempat sangat sakti, bahkan menurut ceritanya macanpun takut dengan Bujuk Marliyah. Di lihat dari sejarahnya, tidak ada yang tahu persis, kapan Desa Rowosari ini didirikan. Tapi yang jelas masyarakat seolah-olah sepakat bahwa Bujuk Marliyah-lah yang menjadi leluhur mereka di desa Rowosari ini. Menurut bapak Husnan, Bujuk Marliyah ini mempunyai dua isteri dan sepuluh anak yaitu: Bujuk Landep, Bujuk Jisin, Bujuk Riya, Bujuk Sudin, Bujuk Dirat, Bujuk Arliman, 6
Cerita ini diambil dari dua Informan yang bernama Pak Husnan dan Kiai Burhan, keduanya sama-sama keturunan Bujuk Marliyah
5
Bujuk Sriba, Bujuk Purusa, Bujuk Manukdin dan Bujuk Karidin. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa dusun Rowosari ini adalah keluarga besar dari Bujuk Marliyah dengan sepuluh anaknya yang kemudian beranak cucu menyebar ke semua wilayah yang ada di Wonosari ini. Cacatan silsilah masyarakat desa hingga Bujuk Marliah tersimpan rapi di rumah Kyai Burhan. Catatan tersebut ditulis dengan huruf Arab berbahasa Madura. Menurut K. Burhan, tidak semua anggota masyarakat Desa Rowosari namanya tercatat dalam catatan sisilah ini, sepanjang bapak/moyangnya yang tertua masih hidup. Jika ada anggota masyarakat yang meninggal, maka catatan silsilah itu ditambahkan dengan penyebutan nama-nama anaknya. Kyai Burhan sendiri terhitung turunan yang ketujuh dari Bujuk Marliah. Sebagai layaknya sebuah keluarga besar, struktur sosial di masyarakatpun berbeda-beda, ada yang kaya ilmu, ada yang kaya harta dan ada juga yang miskin ilmu dan miskin harta. Walaupun stratifikasi sosialnya berbeda, mereka mempunyai suatu ikatan darah yang kuat. Inilah yang sesungguhnya menjadi potensi besar bagi masyarakat Rowosari, khususnya dusun Karang Tengah Barat Sawah untuk lebih maju bila mereka mau bekerjasama saling membahu membangun kehidupan yang lebih baik. Desa Rowosari ini terdiri dari 6 Dusun, yaitu: Dusun Gardu Utara, Gardu Tengah, Gardu Timur, Pring Paddu, Lumbung dan Barat Sawah. Khusus untuk dusun Barat Sawah ini mempunyai 6 RT, tapi khusus RT 4 dan 5 mempunyai sebutan lain yaitu Karang Tengah, karena tempatnya yang unik dikelilingi Karangan sehingga tempatnya ada pada posisi tengah sawah. Kondisi Dusun Karang Tangah Barat Sawah, Desa Rowosari, Kecamatan Sumberjambe, Kabupaten Jember merupakan daerah yang masih berada di kategori dusun tertinggal baik dari segi pendidikan maupun ekonomi. Dua aspek inilah yang menurut peneliti menarik untuk diungkap. Pendidikan menjadi pondasi untuk bangkit menjadi lebih maju, sementara ekonomi terkadang menjadi penghambat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
6
Bidang Pendidikan, Latar pendidikan masyarakat dusun Karang tengah Barat Sawah desa Rowosari, kecamatan Sumberjambe ternyata diketahui masih jauh dari program Wajar Dikdas (wajib belajar pendidikan dasar) sembilan tahun. Banyak anak-anak seusia sekolah SMP sudah bertanggungjawab mencari tambahan penghasilan ekonomi bagi keluarganya. Kebanyakan dari mereka adalah lulusan sekolah dasar (SD) dan ada beberapa dari mereka putus sekolah SMP/MTs. Fenomena putus sekolah ini lebih disebabkan oleh keterbatasan biaya yang harus dikeluarkan, dan ada juga karena faktor kesadaran pendidikan, ada kecenderungan lebih tertarik bekerja untuk mendapatkan uang ketimbang harus sekolah. Menurut kyai Burhan, faktor ekonomi sebenarnya bukan menjadi satusatunya faktor rendahnya pendidikan masyarakat Karang tengah Barat Sawah, akan tetapi kesadaran pendidikan yang memang masih perlu untuk terus ditingkatkan. Salah satu contoh misalkan, untuk membeli atau memperbaiki sepeda motor, TV, dan Handphone nampaknya orang tua tidak kesulitan untuk mengeluarkan biaya. Akan tetapi ketika urusan membeli buku Iqra’ yang hanya seharga 1000 atau 2000 merasa berat dengan alasan tidak punya uang. Untuk mengantisipasi lemahnya motivasi santrinya, maka pihak yayasan berinisiatif untuk menyediakan buku Iqra untuk diberikan kepada siswa yang bukunya rusak. Menurut
beberapa
warga
masyarakat
setempat
diketahui
bahwa
masyarakat dusun Karang Tengah Barat Sawah mayoritas hanya lulusan Sekolah Dasar (SD), bahkan ada beberapa yang tidak lulus SD. Dan dampak dari hal itu adalah rendahnya SDM masyarakat Dusun Karang tengah Barat Sawah itu sendiri yang secara otomatis berdampak pada aspek-aspek kehidupan yang lain, seperti kualitas perekonomian rendah, kesadaran tentang kesehatan yang masih rendah. Hal itu di buktikan dengan kondisi masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai buruh tani. Dan juga dengan masalah kesehatan lingkungan yang masih terkesan kumuh dan hampir semua rumah tidak memiliki fasilitas jamban sehat. Akan tetapi menurut Kyai Burhan Kesadaran masyarakat untuk mendorong anak-anak mereka agar melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih
7
tinggi sudah mulai tumbuh, walaupun kesadaran memotifasi belajar mereka kurang karena tidak di imbangi dengan keseharian peserta didik yang mengarah pada pengembangan pendidikan mereka, misalnya kelompok belajar yang dapat menjadi tempat untuk menunjang pengembangan hasil pembelajaran yang di dapat dari sekolah-sekolah baik formal, informal, maupun non formal. Meski ada lembaga–lembaga
penunjang pengembangan pendidikan mereka,akan tetapi
masih di kelola secara tradisional, misalnya Mushola, dan madrasah diniyah yang tentunya kesemua memiliki orientasi dan bidang keilmuan yang berbeda dengan sekolah Umum. Lembaga pendidikan keagamaan (non-formal) di Dusun Karang Tengah Barat Sawah terdapat TPQ (taman pendidikan al-Qur’an), Pengajian (Yasin dan Tahlil) untuk Muslimat dan Muslimin. Sementara pendidikan formalnya hanya berdiri RA (Raudhatul Athfal) yang bertempat di yayasan Al-Majid. Sedangkan untuk sekolah lanjutan, seperti MI (Madrasah Ibtidaiyah) dan SD (Sekolah Dasar) Rowosari 1, SD Rowosari2, SD Rowosari 3, dan SMP terletak di dusun lain, yaitu dusun Lumbung. Kegiatan pengajian (majlis Ta’lim) untuk muslimin dan muslimat yang ada di dusun Karang Tengah barat Sawah masih belum mampu menyentuh ke ranah pedagogic, sifatnya hanya sebatas rutinitas mengaji tahlil dan yasin, tidak ada aktifitas yang sifatnya mendidik untuk lebih baik dalam hal keaksaraan. Disamping itu kegiatan-kegiatan lain yang ada hanya bersifat perkumpulan atau arisan tanpa ada upaya yang mengarah pada peningkatan kemampuan di bidang agama dan keaksaraan (membaca, menulis, berhitung). Sehingga masih terdapat beberapa anggota masyarakat yang tidak bisa membaca, menulis, berhitung dan berbahasa Indonesia. Beberapa faktor yang mempengaruhi minimnya kesadaran orang tua terhadap urgensitas pendidikan antara lain dikarenakan mayoritas orang tua tidak memiliki
latar
belakang pendidikan
formal
sehingga
berdampak
pada
keterbelakangan ilmu pengetahuan, dan keterbatasan ekonomi orang tua yang menyebabkan rendahnya motivasi belajar peserta didik yang ada di Rowosari.
8
Namun disisi lain, tingkat kesadaran masyarakat dalam keagamaan boleh di bilang cukup baik, hal itu bisa dilihat dari indikasi banyaknya anggota pengajian rutinitas (yasin dan tahlil), banyaknya santri TPQ, terciptanya kerukunan bermasyarakat, minimnya tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan hampir tidak di temukannya kenakalan remaja, karena kebanyakan pemuda dan pemudi dusun karang tengah masih memiliki kesadaran dan motivasi untuk mengaji dan mengajar ngaji di musholla sehabis sholat maghrib di dusun ini. Bidang Ekonomi, Faktor ekonomi memiliki peran yang sangat urgen untuk menjadi pendukung sekaligus penghambat terhadap progam-progam yang dilakukan. Sehingga bidang ekonomi menjadi salah satu bidang yang kerap sekali menjadi topik utama dalam setiap penelitian suatu wilayah atau desa. Ekonomi yang mapan dapat memberikan dampak positif terhadap berkembanganya sebuah pendidikan. Dusun Karang Tengah Barat Sawah terletak di daerah tengah persawahan yang di kelilingi oleh bukit-bukit, jauh dengan pusat keramaian dan kegiatan masyarakat serta jauh dari perkotaan. Adapun sumber ekonomi atau mata pencaharian masyarakat Karang Tengah Barat sawah adalah buruh tani. Pada awalnya mereka banyak yang memiliki lahan sawah, akan tetapi pada akhirnya justru malah menjadi pekerja di lahan sendiri, hal itu disebabkan karena minimnya penghasilan, sehingga untuk membeli bibit dan pupuk untuk ditanam disawah sendiri tidak bisa terbeli. Agar bisa bertahan hidup, mereka banyak menggadaikan sawah, dan menjadi buruh bagi yang menyewa sawahnya. Disamping itu dominasi dan hegemoni rente membuat mereka sulit untuk keluar dari jebakan “bantuan” yang berujung pada hutang dengan bunga yang cukup tinggi, sehingga tidak jarang yang kemudian merelakan sawahnya untuk melunasi hutang-hutangnya. Namun juga tidak sedikit dari mereka yang merantau ke luar daerah (kebanyakan Bali), bahkan luar negeri (malaysia, arab saudi). Disamping sebagai buruh tani, mereka juga ternak sapi dan kambing, ada yang memang milik sendiri, ada juga yang sistem gaduh (bagi hasil).
9
Sistem gadai dipilih karena tidak menimbulkan risiko bagi pemilik uang. Mereka bahkan mendapat keuntungan ganda. Selain uang gadai akan kembali secara utuh, pemilik uang itu pun secara leluasa dapat memanfaatkan lahan tanah untuk dikelola. Inilah salah satu sistem utang piutang dengan jaminan tanah yang banyak ditemui di kalangan masyarakat petani. Menurut Mahsusi, ada dua alasan riil masyarakat menggadaikan tanah. Pertama, kebutuhan modal. “ini seperti yang dilakukan oleh Bapak Khairul yang menanam cabai, tetapi ia kekurangan modal, sehingga ia menggadaikan sawahnya seluas 1 ha dengan harga 100 juta’, kata Mahsusi mencontohkan. Yang kedua, pemenuhan barang konsumtif. “ ini yang dialami pak Sugik yang menggadaikan tanah kepada Chan seluas 0,300 ha untuk membeli sepeda motor Tiger untuk anaknya”, sambung Mahsusi. Diakui oleh mahsusi, Sistem gadai seringkali memaksa pemilik sawah, harus rela kehilangan hak miliknya ketika ia tak lagi mampu mengembalikan uang pinjamannya. Selain sistem gadai, sebagai salah satu mengakses modal dalam jumlah relatif besar, sistem lain yang bisa mereka akses adalah sistem pinjaman dengan bunga. Dengan demikian, keharusan bagi petani untuk menjual hasil panennya kepada pemberi pinjaman akan menempatkan petani pada posisi tawar yang lemah. Ia tidak bisa secara leluasa mendapatkan kesempatan untuk memperoleh harga yang dinginkan akan hasil panennya. Konpensasi kedua yang tidak kalah mengejutkan adalah pembebanan bunga pinjaman kepada petani. Menurut Mahsusi, besaran prosentase bunga yang dibebankan oleh Chan kepada petani peminjam itu adalah 3 % per bulan. Ini jika petani peminjam itu bisa mengakses langsung pinjaman modal itu kepada Chan. Bila tidak?, ia bisa menjadi perantara bagi calon peminjam untuk memperoleh pinjaman uang kepada Chan. Namun, untuk memperoleh pinjaman dana melalui dirinya, petani harus merogoh kocek lebih dalam. Sebab, Mahsusi pun ternyata menjual harga bunga kepada petani sebesar 4% per bulan. “Jadi, saya memperoleh keuntungan 1% per bulan dari dana pinjaman petani itu. Dari Chan saya dibebani 10
bunga 3 % per bulan, kepada petani saya membebani bunga itu sebesar 4 % per bulan”, demikian Mahsusi mengurai kerjanya. Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan keagamaan masyarakat merupakan salah satu faktor penyebab mudahnya mereka menjadi korban para tengkulak pemilik modal yang seenaknya memberlakukan sistem pinjaman dengan bunga yang tinggi. Untuk itulah maka perlu adanya pendidikan pemberdayaan bagi masyarakat utamanya dimulai sejak dini bahkan sejak anakanak sudah diperkenalkan dengan mengenal dan membaca Al-Qur’an 1. Pelaksanaan Pendidikan Pemberdayaan Berbasis Potensi Lokal a.
Kegiatan Pelatihan TPQ-TPA Kegiatan Pelatihan guru TPA-TPQ ini dimulai pada jam 13.00 WIB,
kegiatan ini dikoordinasikan oleh warga sekitar atas inisiatif guru-guru TPA-TPQ al-Majid, sebagaimana hasil mepping yang dilakukan oleh tim peneliti bersama tokoh sekitar muncul gagasan untuk melakukan pelatihan bagi guru karena dinilai kemampuan metode pengajaran pada guru-guru TPA-TPQ relatif kurang. Guru-Guru TPA dan Guru-guru TPQ berkumpul di salah satu ruang kelas TPA al-majid bersiap diri untuk mengikuti pelaksanaan kegiatan pelatihan dengan fasilitator us. Hasan dari kabupaten Jember. Ust. Hasan dalam penyampaian materinya menekankan pada beberapa teknik yang harus dikuasai oleh guru-guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di TPA-TPQ yang dilaksanakan setiap harinya. Namun Demikian sebelumnya Ust. Hasan juga memberikan penjelasan terkait bagaimana mental seorang ustad maupun ustadzah dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang guru al-Qur’an, menurutnya ada tanggungjawab besar yang harus diemban oleh seorang guru bahkan seorang guru/ustadz al-Qur’an menurutnya harus memiliki tanggungjawab besar juga terhadap kelancaran baca al-Quran dengan baik dan benar. Selain itu ust. Hasan dalam pelatihan yang dihadiri oleh sekitar 35 lebih ustadz dan ustadzah TPA-TPQ ini juga memberikan beberapa teknik dan metode membaca al-Qur’an yang baik dan benar.
11
Menurutnya Metode-metode pembelajaran baca tulis Al-Qur'an telah banyak berkembang di Indonesia sejak lama. Tiap-tiap metode dikembangkan berdasarkan karakteristiknya. 1. Metode Baghdadiyah. Metode ini disebut juga dengan metode “ Eja “, berasal dari Baghdad masa pemerintahan khalifah Bani Abbasiyah. Tidak tahu dengan pasti siapa penyusunnya. Dan telah seabad lebih berkembang secara merata di tanah air. Secara dikdatik, materi-materinya diurutkan dari yang kongkrit ke abstrak, dari yang mudah ke yang sukar, dan dari yang umum sifatnya kepada materi yang terinci ( khusus ). Secara garis besar, Qoidah Baghdadiyah memerlukan 17 langkah. 30 huruf hijaiyyah selalu ditampilkan secara utuh dalam tiap langkah. Seolah-olah sejumlah tersebut menjadi tema central dengan berbagai variasi. Variasi dari tiap langkah menimbulkan rasa estetika bagi siswa (enak didengar ) karena bunyinya bersajak berirama. Indah dilihat karena penulisan huruf yang sama. Metode ini diajarkan secara klasikal maupun privat. Beberapa kelebihan Qoidah Baghdadiyah antara lain : a. Bahan/materi pelajaran disusun secara sekuensif. b. 30 huruf abjad hampir selalu ditampilkan pada setiap langkah secara utuh sebagai tema sentral. c. Pola bunyi dan susunan huruf (wazan) disusun secara rapi. d. Ketrampilan mengeja yang dikembangkan merupakan daya tarik tersendiri. e. Materi tajwid secara mendasar terintegrasi dalam setiap langkah. Beberapa kekurangan Qoidah baghdadiyah antara lain : a. Qoidah Baghdadiyah yang asli sulit diketahui, karena sudah mengalami beberapa modifikasi kecil. b. Penyajian materi terkesan menjemukan. c. Penampilan beberapa huruf yang mirip dapat menyulitkan pengalaman siswa. Dan d. Memerlukan waktu lama untuk mampu membaca Al-Qur'an. 2. Metode Iqro’.
12
Metode Iqro’ disusun oleh Bapak As'ad Humam dari Kotagede Yogyakarta dan dikembangkan oleh AMM ( Angkatan Muda Masjid dan Musholla ) Yogyakarta dengan membuka TK Al-Qur'an dan TP Al-Qur'an. Metode Iqro’ semakin berkembang dan menyebar merata di Indonesia setelah munas DPP BKPMI di Surabaya yang menjadikan TK Al-Qur'an dan metode Iqro’ sebagai sebagai program utama perjuangannya. Metode Iqro’ terdiri dari 6 jilid dengan variasi warna cover yang memikat perhatian anak TK Al-Qur'an. 10 sifat buku Iqro’ adalah : a. Bacaan langsung. b. CBSA c. Privat d. Modul e. Asistensi Bentuk-bentuk pengajaran dengan metode Iqro’ antara lain : a. TK AlQur'an b. TP Al-Qur'an c. Digunakan pada pengajian anak-anak di masjid/musholla, d. Menjadi materi dalam kursus baca tulis Al-Qur'an e. Menjadi program ekstra kurikuler sekolah, f. Digunakan di majelis-majelis taklim. 3. Metode Qiro’ati Metode baca al-Qu ran Qira'ati ditemukan KH. Dachlan Salim Zarkasyi (w. 2001 M) dari Semarang, Jawa Tengah. Metode yang disebarkan sejak awal 1970-an, ini memungkinkan anakanak mempelajari al-Qur'an secara cepat dan mudah. Kiai Dachlan yang mulai mengajar al-Qur'an pada 1963, merasa metode baca al-Qur'an yang ada belum memadai. Misalnya metode Qa'idah Baghdadiyah dari Baghdad Irak, yang dianggap metode tertua, terlalu mengandalkan hafalan dan tidak mengenalkan cara baca tartil. Kiai Dachlan kemudian menerbitkan enam jilid buku Pelajaran Membaca al-Qur'an untuk TK al-Qur'an untuk anak usia 4-6 tahun pada l Juli 1986. Usai merampungkan penyusunannya, KH. Dachlan berwasiat, supaya tidak sembarang orang mengajarkan metode Qira'ati. Tapi semua orang boleh diajar dengan metode Qira'ati. Dalam perkembangannya, sasaran metode Qiraati kian diperluas. Kini ada Qiraati untuk anak usia 4-6 tahun, untuk 6-12 tahun, dan untuk mahasiswa. 13
Secara umum metode pengajaran Qiro’ati adalah : a. Klasikal dan privat b. Guru menjelaskan dengan memberi contoh materi pokok bahasan, selanjutnya siswa membaca sendiri (CBSA), c. Siswa membaca tanpa mengeja. d. Sejak awal belajar, siswa ditekankan untuk membaca dengan tepat dan cepat. 4. Metode Al Barqy Metode al-Barqy dapat dinilai sebagai metode cepat membaca al-Qur'an yang paling awal. Metode ini ditemukan dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya, Muhadjir Sulthon pada 1965. Awalnya, al-Barqy diperuntukkan bagi siswa SD Islam at-Tarbiyah, Surabaya. Siswa yang belajar metode ini lebih cepat mampu membaca al-Qur'an. Muhadjir lantas membukukan metodenya pada 1978, dengan judul Cara Cepat Mempelajari Bacaan al-Qur'an al- Barqy. 5. Metode Tilawati. Metode Tilawati disusun pada tahun 2002 oleh Tim terdiri dari Drs.H. Hasan Sadzili, Drs H. Ali Muaffa dkk. Kemudian dikembangkan oleh Pesantren Virtual Nurul Falah Surabaya. Metode Tilawati dikembangkan untuk menjawab permasalahan yang berkembang di TK-TPA, antara lain : Mutu Pendidikan Kualitas santri lulusan TK/TP Al Qur’an belum sesuai dengan target. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran masih belum menciptakan suasana belajar yang kondusif. Sehingga proses belajar tidak efektif. Pendanaan Tidak adanya keseimbangan keuangan antara pemasukan dan pengeluaran. Waktu pendidikan Waktu pendidikan masih terlalu lama sehingga banyak santri drop out sebelum khatam Al-Qur'an. Kelas TQA Pasca TPA TQA belum bisa terlaksana. Metode Tilawati memberikan jaminan kualitas bagi santri-santrinya, antara lain : a. Santri mampu membaca Al-Qur'an dengan tartil, b. Santri mampu membenarkan bacaan Al-Qur'an yang salah, c. Ketuntasan belajar santri secara individu 70 % dan secara kelompok 80%. Prinsip-prinsip pembelajaran Tilawati : a. Disampaikan dengan praktis, b. Menggunakan lagu Rost, c. Menggunakan pendekatan klasikal dan individu secara seimbang, 6. Metode Iqro’ Dewasa, 7. Metode Iqro’ Terpadu, Kedua metode ini disusun oleh Drs. Tasrifin Karim dari 14
Kalimantan Selatan. Iqro’ terpadu merupakan penyempurnaan dari Iqro’ Dewasa. Kelebihan Iqro’ Terpadu dibandingkan dengan Iqro’ Dewasa antara lain bahwa Iqro’ Dewasa dengan pola 20 kali pertemuan sedangkan Iqro’ Terpadu hanya 10 kali pertemuan dan dilengkapi dengan latihan membaca dan menulis. Kedua metode ini diperuntukkan bagi orang dewasa. Prinsip-prinsip pengajarannya seperti yang dikembangkan pada TK-TP Al-Qur'an. 6. Metode Iqro’ Klasikal Metode ini dikembangkan oleh Tim Tadarrus AMM Yogyakarta sebagai pemampatan dari buku Iqro’ 6 jilid. Iqro’ Klasikal diperuntukkan bagi siswa SD/MI, yang diajarkan secara klasikal dan mengacu pada kurikulum sekolah formal. 7. Dirosa ( Dirasah Orang Dewasa ) Dirosa merupakan sistem pembinaan islam berkelanjutan yang diawali dengan belajar baca Al-Qur’an. Panduan Baca Al-Qur’an pada Dirosa disusun tahun 2006 yang dikembangkan Wahdah Islamiyah Gowa. Panduan ini khusus orang dewasa dengan sistem klasikal 20 kali pertemuan. Buku panduan ini lahir dari sebuah proses yang panjang, dari sebuah perjalanan pengajaran Al Qur'an di kalangan ibu-ibu yang dialami sendiri oleh Pencetus dan Penulis buku ini. Telah terjadi proses pencarian format yang terbaik pada pengajaran Al Qur'an di kalangan ibu-ibu selama kurang lebih 15 tahun dengan berganti-ganti metode. Dan akhirnya ditemukanlah satu format yang sementara dianggap paling ideal, paling baik dan efektif yaitu memadukan pembelajaran baca Al-Qur'an dengan pengenalan dasar-dasar keislaman. Buku panduan belajar baca Al-Qur'annya disusun tahun 2006. Sedangkan buku-buku penunjangnya juga yang dipakai pada santri TK-TP Al-Qur'an. Panduan Dirosat sudah mulai berkembang di daerah-daerah, baik Sulawesi, Kalimantan maupun beberapa daerah kepulauan Maluku; yang dibawa oleh para da’i . Secara garis besar metode pengajarannya adalah Baca-Tunjuk15
Simak-Ulang,
yaitu
pembina
membacakan,
peserta
menunjuk
tulisan,
mendengarkan dengan seksama kemudian mengulangi bacaan tadi. Tehnik ini dilakukan bukan hanya bagi bacaan pembina, tetapi juga bacaan dari sesama peserta. Semakin banyak mendengar dan mengulang, semakin besar kemungkinan untuk bisa baca Al-Qur'an lebih cepat. 8. PQOD ( Pendidikan Qur’an Orang Dewasa ) Dikembangkan oleh Bagian dakwah LM DPP WI, yang hingga saat ini belum diekspos keluar. Diajarkan di kalangan anggota Majlis Taklim dan satu paket dengan kursus Tartil Al- Qur'an . Pembahasan efektivitas metode baca tulis Al-Qur'an. Seorang pengajar baca tulis Al-Qur'an , tidak serta merta mengadopsi metode yang baru dikenalnya, apalagi jika hanya mendapatkan informasi saja tentang metode tersebut . Para Pembina harus melakukan kajian yang mendalam, sebelum menetapkan metode apa yang akan dipakai dalam mengajarkan baca tulis Al-Qur'an kepada santri. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan metode pengajaran antara lain : 1. Mudah dan murahnya mendapatkan pelatihan-pelatihan bagi para pembina. 2. Mudah dikuasai oleh mayoritas Ustadz/ah 3. Mudah dan murah mendapatkan buku panduan 4. Mudah dan sederhana pengelolaan pengajarannya. Jika beberapa metode lolos pertimbangan di atas, maka ditentukan pemilihan berdasarkan skala prioritas. Perlu diketahui bahwa kegiatan pelatihan ini merupakan Salah satu bentuk kepedulian terhadap upaya peningkatan kemampuan Guru TPA-TPQ dilakukan oleh salah satu kelompok penelitian Partisipatory Action Research (PAR) sebagaimana program Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jember. Diharapkan kegiatan yang dipusatkan langsung di gedung TPA-TPQ alMajid ini dapat menjadi sarana bagi Guru TPA-TPQ untuk menambahkan wawasannya dalam penguasaan teknik dan metode pengajaran yang baik dan
16
efektif. Karena itu dalam kegiatan ini tim peneliti sengaja mendatangkan salah seorang ustadz dari Jember yang dinilai memiliki cukup kemampuan dibidang ini. b. Peningkatan Keagamaan Bagi Muslimin Dan Muslimat Karakteristik potensi lokal terbentuk dari sumber daya alam dan manusia yang dapat diklasifikasikan potensi lokal melalui penetapan karakter tipologi bofisik wilayah, karakter tipologi sosial dan karakter tipologi komoditas 7 pada masing-masing wilayah tertentu. Potensi local komunuitas dusun Karang tengah antara lain juga dalam bidang keagamaan yakni adanya kesadaran beragama dan motivasi dalam peningkatan kemampuan beragama. Sementara dalam upaya pembinaan ini secara khusus materi yang ditekankan kepada anggota kelompok pengajian bagi kaum muslimat dan fatayat Desa Karang Tengah Kecamatan Sumberjambe Jember terutama pada masalah amal ibadah, yang meliputi amal Ibadah Sholat, Ibadah Puasa dan Ibadah Zakat. Sebagaimana penjelasan Ust. Hefni Zein, S.Ag., MM, selaku Pemateri pengajian mendasarkan pada ayat Allah dalam kitab-Nya yang mulia (Al-Qur'an) sebuah kalimat yang besar maknanya, yang menunjukkan tujuan diciptakannya manusia dan jin. Menurutnya Allah ta'ala berfirman dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56, yang artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” Dan Rasul-Nya yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya: “Hak Alloh atas HambaNya adalah supaya mereka beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukan Alloh dengan sesuatu apapun” (HR. Bukhori dan Muslim).
7
Karakter tipologi biofisik wilayah meliputi letak geografis (letak geografis, batas wilayah dan iklim); tipe ekosistem darat (pegunungan, dataran rendah), ekosistem perairan (danau, payau, laut, rawa/gambut, mangrove), dan ekosistem pulau-pulau kecil (gugus kepulauan, pantai, pesisir). Selanjutnya yang membentuk potensi lokal biofisik wilayah adalah penentuan karakter tipologi flora-fauna khas wilayah tertentu. Karakter tipologi sosial meliputi; bentuk-bentuk pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat, adat istiadat dan budaya masyarakat tradisional.
17
Pada kali selanjutnya Hepni memberikan penjelasan bahwa Urusan diterima tidaknya amal ibadah seseorang adalah kehendak Allah ta'ala, tetapi Allah ta'ala menunjukkan adab diterimanya amal ibadah yang mana jika menyelisihi adab tersebut maka tertolak amal ibadah kita. Ketahuilah wahai saudaraku, sudah jelaslah syarat utama diterimanya amal seorang muslim haruslah seseorang tersebut bertauhid hanya kepada Allah dan berlepas diri dari kesyirikan. Apabila seorang muslim berbuat syirik niscaya hapuslah seluruh amal-amalnya dan Allah tak akan pernah mengampuni dosa syirik hingga orang itu bertaubat. Allah ta'ala berfirman, ”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia (Allah) mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Q.S An Nisaa':48). Selain itu menurut penjelasannya, ibadah seorang muslim akan diterima dengan 2 hal, yaitu amal yang dilakukan dengan IKHLAS hanya mengharapkan wajah Alloh semata dan amal yang dilakukan dengan ITTIBA’ (mengikuti
petunjuk nabi shollallohu ‘alaihi wasallam). 1. Ikhlas Ikhlas memiliki makna memurnikan tujuan beribadah kepada Allah dari hal-hal yang mengotorinya, yaitu riya’ (ingin dilihat orang) & sum’ah (ingin didengar orang). Arti lainnya adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan
dalam beribadah dengan mengabaikan pandangan makhluk. Berikut beberapa dalil tentang ikhlas adalah syarat wajib diterimanya amal ibadah: Allah ta'ala berfirman dalam QS. Az Zumar ayat 2, yang artinya: “Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” Allah ta'ala juga berfirman dalam QS. Al bayyinah ayat 5, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah
dengan
memurnikan
ketaatan
kepada-Nya
dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” Abu Umamah
18
meriwayatkan, seseorang telah menemui Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, dan bertanya, Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang berperang untuk mendapatkan upah dan pujian? Apakah ia mendapatkan pahala?” Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ia tidak mendapatkan apa-apa.” Orang tadi mengulangi pertanyaanya tiga kali, dan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pun tetap menjawab, “Ia tidak mendapatkan apa-apa.” Lalu beliaupun bersabda, “Sesungguhnya Alloh tidak menerima suatu amalan, kecuali jika dikerjakan murni karenaNya dan mengharap wajahNya.” (HR. Abu dawud dan An Nasa’i dengan sanad yang jayyid, dishohihkan oleh ibnu hajar dalam fathul baariy) Dari Amirul al-Mu’minin, Abu Hafsh ‘Umar bin al-Khaththab, beliau menjelaskan bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut” (HR. al-Bukhariy dan Muslim) Dari beberapa dalil diatas telah jelas bahwa ikhlas adalah salah satu syarat wajib diterimanya amal ibadah seseorang. 2. Ittiba' Ittiba’ secara bahasa berarti iqtifa’ (menelusuri jejak), qudwah (bersuri teladan) dan uswah (berpanutan). Ittiba’ terhadap Al-Qur’an berarti menjadikan Al-Qur’an sebagai imam dan mengamalkan isinya. Ittiba’ kepada Rasul berarti menjadikannya sebagai panutan yang patut diteladani dan ditelusuri langkahnya. (Mahabbatur Rasul, hal.101-102).
Adapun secara istilah ittiba’ berarti
mengikuti seseorang atau suatu ucapan dengan hujjah dan dalil. Ibnu Khuwaizi Mandad mengatakan : "Setiap orang yang engkau ikuti dengan hujjah dan dalil padanya, maka engkau adalah muttabi’ (orang yang beritiba'). (Ibnu Abdilbar dalam kitab Bayanul ‘Ilmi, 2/143)
19
Namun perlu diperhatikan bahwa mustahil seseorang itu berittiba’ kepada Rasulullah saw jika dia jahil (bodoh) terhadap sunnah-sunnah atau petunjukpetunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Oleh sebab itu jalan satu-satunya untuk memulai berittiba’ kepada Rasulullah adalah dengan mempelajari sunnahsunnah beliau sesuai penafsiran para sahabat rosul dengan mematuhi adab-adab menuntut ilmu. Berikut beberapa dalil tentang ittiba' sunnah adalah syarat wajib diterimanya amal ibadah: Allah ta'ala berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 21, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik., (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kesenangan) hari akhirat dan dia banyak menyebut Allah." Allah ta'ala juga berfirman dalam QS. Al Harsy ayat 7, “..apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintahnya (contohnya) dari kami maka dia tertolak” (HR. Muslim) Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini, sesuatu yang bukan bagian darinya (tidak ada contohnya), maka ia tertolak” (HR. Bukhori dan Muslim). Para ulama ahlussunnah juga telah menjelaskan mengenai hal ini (syarat diterimanya amal), diantaranya adalah Fudhail bin ‘iyadh rahimullah ketika menafsirkan firman Allah dalam QS. Al mulk ayat 2, “Supaya Dia menguji kamu, siapa yang lebih baik amalnya” Beliau menafsirkan ayat ini, “Maksudnya, dia ikhlas dan benar dalam melakukannya. Sebab amal yang dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar maka tidak akan diterima. Dan jika dia benar, tetapi tidak ikhlas maka amalannya juga tidak diterima. Adapun amal yang ikhlas adalah amal yang dilakukan karena Allah, sedang amal yang benar adalah apabila dia sesuai dengan sunnah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam.” Jadi, sudah jelaslah bahwa syarat diterimanya amal seorang muslim adalah dengan mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah dan dengan contoh dari rosul shalallahu ‘alaihi wa sallam. Maka saudaraku, jadikanlah dua syarat ini dasar kita
20
dalam beramal. Apakah kita mau beramal namun semuanya sia-sia? Dan apakah kita mau hanya mendapatkan lelah tanpa pahala? Dan apakah kita mau terjerumus dalam dosa? Apabila kedua syarat ini tidak terpenuhi maka akan sia-sia ibadah kita dan apabila salah satu saja tidak terpenuhi maka dapat menjerumuskan kita kedalam dosa. Apabila kita beribadah sesuai contoh nabi tetapi kita tidak ikhlas dan mengharapkan orang lain melihat kita dalam beribadah, maka kita akan terjerumus
ke dalam riya’. Jika kita beribadah hanya dengan niat ikhlas tanpa ittiba’ maka kita bisa terjerumus ke dalam bid’ah.
PENUTUP Melalui program pendidikan pemberdayaan perempuan berbasis potensi lokal di Desa Dampingan dalam hal ini adalah masyarakat perempuan pedesaan Desa Karang Tengan Kecamatan sumberjambe Jember dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain Pelatihan Guru TPQ-TPA, Pembinaan Keagamaan bagi kaum Muslimat, Pembinaan Keagamaan bagi kaum muslimin. Dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut (Sebagaimana potensi lokal yang ada) akan diperoleh tujuan sebagaimana berikut: Masyarakat Dampingan memiliki pemahaman tentang potensi lokal
yang dimiliki,
Masyarakat Dampingan dapat mengikuti program pendidikan, sehingga mereka dapat membaca, menulis, berhitung, memiliki ketrampilan yang pasti dan dapat diusahakan secara mandiri untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Masyarakat dampinagn sebagai warga belajar pendidikan semakin termotivasi untuk memperoleh ketrampilan-ketrampilan yang bermakna bagi kehidupan sehari-hari, Masyarakat perempuan dapat meningkatkan rasa percaya diri, memiliki wawasan keagamaan yang meningkatkan ketaqwaannya, lebih mendasarkan diri pada nilainilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga dapat terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan pendidikan perempuan berbasis potensi lokal.
21
REFERENSI
Marzuki, Saleh, 2010, Pendidikan Non Formal dimensi dalam keaksaraan fungsional, pelatihan, dan andragogi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Rais, M. Amin, 1998, Tauhid Sosial, Bandung, Mizan Shantini, Yanti, M.Pd, 2009 Pendidikan Keaksaraan Usaha Mandiri, Jakarta, Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional. Tim Pokja Perempuan, 2009, Pemberdayaan Perempuan Berbasis Potensi Lokal, Jakarta, Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, Departemen Pendidikan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
22