PENDIDIKAN MATEMATIKA KREATIF UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING SISWA INDONESIA DALAM ERA GLOBAL Oleh Abdur Rahman As’ari
Abstrak: Era global yang ditandai dengan perekonomian yang menyebar rata, perubahan permintaan dunia kerja, migrasi global yang tidak diperkirakan, serta ketidakstabilan iklim menuntut adanya penyesuaian dalam penyiapan sumber daya manusia. Pendidikan Matematika harus membantu siswa memiliki keterampialn 4C (critical thinking and problem solving, communication, collaboration, and creativity) agar mampu bertahan hidup atau bahkan mewarnai kehidupan dalam era global tersebut. Menurut hemat penulis, model-model pembelajaran yang selama ini telah beredar, termasuk Pendekatan Saintifik, sebenarnya memiliki potensi yang baik untuk mengembangkan keterampilan 4C tersebut. Permasalahannya hanyalah pada bagaimana kita memahami semua model dan pendekatan pembelajaran tersebut secara mendalam, mengembangkan indikator yang sesuai dengan 4C, dan melakukan tindak reflektif yang kontinyu melalui PTK. Kata-Kata Kunci: Global, Berpikir Kritis, Kolaborasi, Komunikasi, Kreativitas, Matematika, PTK.
Mansilla & Jackson (2011) menyatakan bahwa era global ditandai oleh tiga hal penting, yaitu: (1) Perekonomian global yang menyebar rata dan Perubahan Permintaan Dunia Kerja, (2) Migrasi global yang tidak bisa diperkirakan, dan (3) Ketidakstabilan iklim. Perekonomian Global Perekonomian global yang menyebar rata memungkinkan penduduk suatu Negara A, membangun pabrik di Negara B, mempekerjakan pegawai dari Negara C, didistribusikan di Negara D, dan mungkin saja dikonsumsi oleh warga Negara E. Begitu banyak bangsa dan Negara yang terlibat dalam produksi. Sebaliknya, penduduk Negara B, C, D, E, dan lain-lain bisa juga melakukan hal yang sama di Negara-negara lainnya. Kegiatan ekonomi telah tidak Abdur Rahman As’ari | Studium Generale UNILA 12 September 2015
1
terbatas dalam lingkup suatu negara saja. Perekonomian seakan-akan tidak mengenal batas-batas bangsa dan Negara. Penggunaan internet berkecepatan tinggi, teknologi otomatisasi telah pula mengubah tuntutan akan dunia kerja. Transaksi ekonomi bisa berjalan tanpa menuntut penjual dan pembeli berada di satu tempat yang sama. Dengan teknologi internet, pertemuan bisa dilangsungkan di dunia maya, dan transaksi pun bisa dilaksanakan tanpa sekat waktu. Otomatisasi pekerjaan dengan menggunakan mesin-mesin yang bekerja dengan sangat detil, sesuai dengan program yang ditetapkan, telah pula mengubah tuntutan dunia kerja penduduk dunia. Pekerjaan yang sifatnya mekanistis telah bisa dikerjakan dengan lebih cermat dan akurat oleh mesin-mesin dan robot-robot yang canggih. Akibatnya, kebutuhan dunia kerja pun juga berubah. Migrasi Kemajuan ekonomi di suatu Negara, ketersediaan lapangan kerja, dan kenyamanan hidup yang ditawarkan di Negara tertentu, seringkali telah membuat manusia dari berbagai belahan dunia berduyun-duyun mendatangi Negara tersebut. Kalau di abad sebelumnya migrasi tersebut bisa diprediksikan, era global ini telah memberikan peluang terjadinya migrasi yang tidak bisa dibayangkan, baik migrasi yang sifatnya permanen maupun yang sifatnya sementara. Migrasi ini telah menjadikan penduduk di suatu Negara tidak lagi bersifat homogen. Penduduk dengan berbagai macam etnis, tradisi, budaya dan keunikan yang macammacam telah banyak berkumpul menjadi satu. Mereka membentuk komunitas baru yang mengharuskan mereka saling mengenal satu sama lain, saling menghargai, dan saling mendukung untuk kebahagiaan bersama. Isyu multikulural menjadi hal yang nyata dalam era global.
Abdur Rahman As’ari | Studium Generale UNILA 12 September 2015
2
Perubahan Iklim Di samping hal-hal di atas, di era global ini terjadi pula perubahan iklim yang begitu cepat dan sporadic. Pemanasan global, gempa bumi, kebakaran hutan, dan berbagai bencana alam lain tampak begitu akrab dengan kehidupan di era global sekarang ini. Perekonomian global, migrasi yang tak dapat diperkirakan, serta perubahan iklim tersebut menuntut penyiapan pendidikan sumber daya manusia yang baru, yang lebih kreatif, yang memungkinkan lulusannya memiliki kesiapan untuk bertahan hidup atau bahkan mewarnai kehidupan di era global. KARAKTERISTIK SDM YANG KOMPETEN DALAM ERA GLOBAL Untuk bisa memiliki kesiapan bertahan hidup atau bahkan mewarnai kehidupan dalam era global, ada beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh alumni suatu program pendidikan. Mansilla & Jackson (2011) mengemukakan beberapa hal kompetensi tersebut. Pertama, alumni program pendidikan tersebut harus memiliki kemampuan untuk menyelidiki dunia beyond (di luar) yang berada di lingkungan sekitarnya. Mereka harus mampu mengidentifikasi masalah yang penting, dan melaksanakan kajian dan penelitian yang akurat. Mereka tidak boleh terpesona oleh yang ada di depannya saja. Mereka harus melihatnya secara lebih luas, melihat kaitannya dengan yang lain, mengidentifikasi hal penting yang perlu mendapat perhatian lebih, merancang tindakan yang tepat, melaksanakan rencana itu dengan cermat, akurat, dan reflektif, serta menindak lanjuti perbaikan yang diperlukan. Kedua, alumni program pendidikan tersebut harus mampu mengenali sudut pandang orang lain (karena mereka berasal dari tempat dan budaya berbeda tetapi harus hidup dalam lingkungan yang sama dan harus pula bekerjasama) dan sudut pandang dirinya sendiri. Mereka juga harus mampu mengartikulasikan dan menjelaskan sudut pandang yang dianutnya tanpa harus dengan penuh perhitungan sambal tetap menghormati sudut pandang orang lain, tanpa merugikannya.
Abdur Rahman As’ari | Studium Generale UNILA 12 September 2015
3
Ketiga, alumni program pendidikan di era global ini harus mampu mengomunikasikan ide mereka secara efektif kepada berbagai macam mitra kerja mereka. Mereka harus mampu membangun jembatan untuk mengatasi hambatan geografis, bahasa, budaya, dan bahkan ideology. Bisa tidak bisa, mereka akan bergaul dengan orang dari berbagai bangsa dan Negara yang berbeda, dan bekerja sama saling bahu membahu untuk mencapai tujuan bersama. Keempat, alumni suatu program pendidikan harus mampu melakukan tindakan untuk meningkatkan kondisi yang ada. Mereka harus memandang diri mereka sebagai pemain, sebagai actor dalam kehidupan di era global ini. Mereka dituntut untuk memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dan berkontribusi secara aktif dan reflektif. Karena itu, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam suatu program pendidikan agar alumninya mampu bertahan hidup dan bahkan mewarnai kehidupan. Dari karakteristik yang pertama dan kedua, tampak bahwa alumni program pendidikan itu harus memiliki kemampuan melakukan analisis kritis terhadap situasi yang ada. Dari karakteristik yang ketiga, tampak bahwa para alumni harus memiliki kemampuan kerjasama dan komunikasi. Dari karakteristik keempat, tampak bahwa alumni program pendidikan harus memiliki kreativitas yang tinggi. Karena itu, menurut hemat penulis, ada 4 hal yang harus dibekalkan kepada anak didik agar kelak mereka bisa berkompetisi dalam era global sehingga mereka tetap mampu bertahan hidup atau bahkan mewarnai kehidupan. Empat hal itu adalah: (1) kemampuan berpikir kritis, (2) kemampuan berkomunikasi, (3) kemampuan bekerjasama, dan (4) kreativitas. Siswa perlu dibekali dengan kemampuan berpikir kritis, dalam era global ini , mereka akan sering diharapkan dengan klaim dan buikti. Mereka harus mampu menilai kebenaran klaim dan bukti itu secara obyektif. Mereka harus mampu mengidentifikasi asumsi dan argument yang digunakan oleh pembuat klaim, menilai kelogisan argumen yang dijadikan dasar, mengidentifikasi hal lain yang mungkin lebih baik, dan mengambil keputusan yang tepat. Agar mampu melayani pihak lain, seseorang juga harus mampu berpikir kritis untuk Abdur Rahman As’ari | Studium Generale UNILA 12 September 2015
4
menilai kepuasan pelanggannya (implisit maupun eksplisit), mengidentifikasi kelemahankelemahan layanannya, dan menghasilkan layanan yang lebih baik serta terus menerus memberikan layanan yang lebih baik. Melubernya informasi yang tersedia di era global, juga menuntut siswa memiliki keterampilan informasi, komunikasi dan berpikir kritis. Siswa harus mengetahui dimana informasi yang diperlukannya dapat diperoleh. Siswa juga harus tahu informasi mana yang bisa dipercaya dan mana yang palsu. SIswa juga harus mampu mengomunikasikan idenya secara jelas, tepat, efektif, dan mengena. Apalagi dengan begitu heterogennya karakteristik tenaga kerja di era global yang menuntut mereka dengan latar belakang berbeda harus bekerja dalam satu tim. Kondisi ini tentu membuat siswa harus memiliki dan menguasai kemampuan komunikasi dan kolaborasi yang baik. Siswa harus mampu mengomunikasikan idenya dengan baik tanpa harus menjadikan mitranya merasa dilecehkan. Mereka harus mampu berkomunikasi yang elegan, dan menjaga kekompakan demi kesuksesan bersama. Mereka harus bisa menjadi pendengar yang baik, memiliki empati, tetapi juga harus mampu berbicara yang meyakinkan mitra bicaranya. Terakhir, kreativitas dan inovasi harus dibekalkan kepada siswa. Kemajuan teknologi memungkinkan semakin menipisnya peluang memperoleh pekerjaan yang sifatnya teknis dan mekanistis. Semua pekerjaan semacam itu akan bisa dikerjakan oleh mesin, dan memberikan hasil yang lebih baik daripada yang dihasilkan oleh tangan-tangan terampil sekalipun. Semakin lama, akan semakin banyak pekerjaan mekanis yang tidak bisa lagi ditangani oleh manusia. Pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya menuntut pemikiran kritis kreatif saja yang tampaknya akan banyak diserahkan kepada manusia. Karena itu, siswa perlu memiliki dan terus menumbuhkembangkan kreativitas mereka. Uraian di atas, tampak bersesuaian dengan rekomendasi NEA (tanpa tahun) tentang perlunya 4C’s dalam mempersiapkan siswa dalam menghadapi masyarakat global. 4C’s yang dimaksud adalah: (1) Critical Thinking dan Problem Solving, (2) Communication, (3) Collaboration, dan (4) Creativity and Innovation. Abdur Rahman As’ari | Studium Generale UNILA 12 September 2015
5
PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK BERPIKIR KRITIS Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk menilai apakah suatu klaim bisa dipercaya atau tidak (As’ari, 2014). Kemampuan ini menuntut seseorang menggunakan penalaran reflektif untuk melihat kebenaran suatu klaim. Orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis ini harus mampu mengidentifikasi asumsi yang digunakan, menganalisis unsur-unsur argumennya, menilai kesahihan argumen, dan mengambil keputusan yang tepat. Untuk itu, menjadikan siswa memiliki kemampuan berpikir kritis dalam matematika, guru tidak boleh berhenti membelajarkan siswanya hanya untuk penguasaan konsep. Sesudah menguasai konsep, siswa harus diajak untuk melakukan eksplorasi dan mengidentifikasi berbagai semesta pembicaraan yang mungkin, dan menggunakan penalaran untuk menghasilkan kesimpulan yang valid. Karena itu, ketika siswa sudah mampu menyelesaikan persamaan kuadrat, misalnya, agar siswa memiliki kemampuan berpikir kritis, hadapkan siswa tersebut dengan beberapa klaim dan mintalah mereka menilai kebenaran klaim tersebut. Terkait dengan persamaan kuadrat, misalnya, berilah contoh klaim berikut: Himpunan penyelesaian dari persamaan kuadrat 𝑥 2 = 1, pastilah {−1,1}. Bagi siswa yang terbiasa dengan belajar persamaan kuadrat, tanpa berpikir kritis, mereka akan menjawab bahwa klaim tersebut benar. Mereka akan selalu menganggap bahwa variable 𝑥 dalam persamaan itu harus merupakan bilangan real. Padahal, di dalam klaim itu tidak ada sama sekali kata-kata atau keterangan yang menyatakan bahwa 𝑥 harus bilangan real. Kalau kita berpikir kritis, maka himpunan penyelesaian dari persamaan kuadrat 𝑥 2 = 1 bisa bermacam-macam bergantung kepada semesta pembicaraannya. Kalau semesta pembicaraannya adalah Himpunan Bilangan Real atau Himpunan Bilangan Rasional, atau Himpunan Bilangan Bulat, maka benar bahwa himpunan penyelesaiannya adalah {−1,1}. Tapi, kalau semesta pembicaraannya adalah Himpunan Bilangan Asli, maka himpunan Abdur Rahman As’ari | Studium Generale UNILA 12 September 2015
6
penyelesaiannya adalah {1}. Kalau semesta pembicaraanya adalah himpunan bilangan bulat negative, maka himpunan penyelesaiannya adalah {−1}. Kalau semesta pembicaraanya adalah bilangan prima, maka himpunan penyelesaiannya adalah himpunan koson ∅. Bahkan, bisa saja kita akan melihat keanehan, dimana 4 bisa menjadi salah satu anggota dari himpunan penyelesaian. Kapan itu terjadi? 4 akan menjadi salah satu dari anggota himpunan penyelesaian persamaan kuadrat 𝑥 2 = 1 manakala semesta pembicaraannya adalah himpunan bilangan bulat modulo 5. Tentu masih banyak lagi yang lain. Ambil contoh. Mintalah siswa untuk menilai klaim berikut: 1. Grafik dari persamaan linear dua variable 𝑥 + 𝑦 = 5 adalah garis lurus. 2. Segitiga ABC siku-siku di B, yang memiliki BD sebagai garis tingginya, dan sudut BAC memiliki ukuran sebesar 30 derajat, ternyata beberapa sisinya memiliki ukuran sebagai berikut: Sisi BC panjangnya 3 satuan, dan sisi CD panjangnya 2 satuan. Apa artinya semua ini bagi kehidupan? Kalau kita memiliki kemampuan berpikir kritis seperti ini, kita akan lebih mudah memahami orang lain, tidak mudah memaksakan pikiran dan kehendak kita, sehingga kita tidak mudah tertipu dan kita juga tetap bisa menjaga keutuhan hubungan kerjasama kita. Jadi membelajarkan matematika yang mendorong anak untuk berpikir kritis itu penting. PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK KOMUNIKASI DAN KOLABORASI Sebenarnya sudah banyak pembelajaran matematika yang memungkinkan tumbuh berkembangnya kemampuan komunikasi dan kolaborasi siswa. Berbagai macam pembelajaran kooperatif seperti STAD, TGT, Jigsaw, TAI, CIRC, NHT dan lain sebagainya adalah pembelajaran yang dikembangkan atas dasar filsafat konstruktivisme social yang menekankan pentingnya bahasa dalam pembentukan konsep. Sepanjang karakteristikkarakteristik cooperative learning dipenuhi, terutama prinsip “swim together or sink together” dipenuhi, kemampuan komunikasi dan kolaborasi siswa akan tumbuh dan Abdur Rahman As’ari | Studium Generale UNILA 12 September 2015
7
berkembang. Beberapa pembelajaran dengan pendekatan kolaboratif, seperti Problem Based Learning (PBL), dan Project Based Learning (PjBL) juga memungkinkan siswa berkembang kemampuan komunikasi dan kolaborasinya. Oleh karena itu, dalam rangka membantu siswa memiliki kemampuan yang memadai dalam berkompetisi di era global, pembelajaran yang berbasis kooperatif dan kolaboratif harus terus diterapkan dan diupayakan berjalan optimal. PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK KREATIVITAS Untuk meningkatkan kreativitas siswa, pembelajaran harus lebih diarahkan kepada productive learning alih-alih receptive learning. Siswa harus didorong untuk menghasilkan dan menuangkan ide atau pemikirannya secara eksplisit, baik secara lisan maupun tulisan. Siswa hendaknya tidak terlalu banyak disuruh mendengar guru menjelaskan sesuatu. Selanjutnya, mereka juga perlu didorong untuk mengerjakan tugas-tugas yang bersifat open-ended, dan tugas-tugas yang memiliki multiple solutions, Ambil contoh: Tentukan satu bilangan yang harus dibuang dari kumpulan empat bilangan berikut, agar tiga bilangan yang lainnya memiliki karakteristik yang sama. Empat bilangan itu adalah 15, 20, 23, 27. Kita bisa membuang 15 karena salah satu alasannya adalah 15 memiliki angka puluhan 1 sedangkan yang lain memiliki angka puluhan 2. Kita bisa membuang 20 karena salah satu alasannya adalah 20 adalah bilangan genap sedang yang lainnya adalah bilangan ganjil. Kita bisa membuang 23 karena salah satu alasannya adalah 23 merupakan bilangan prima, sedang yang lainnya bukan bilangan prima.
Abdur Rahman As’ari | Studium Generale UNILA 12 September 2015
8
Kita juga bisa membuang 27 karena ia merupakan satu-satunya bilangan yang merupakan pangkat tiga. Tampak bahwa banyak sekali alasan yang bisa dibuat, dan semuanya benar. Ambil contoh yang lain 67
78
Tentukan mana yang lebih besar dari 68 dan 79 dengan menggunakan beberapa cara. Untuk menyelesaikan soal ini, mungkin kita bisa menggunakan prosedur “menyamakan penyebut”. Kita juga bisa menggunakan prosedur “mengalikan silang”, dan terakhir 67
1
78
1
mungkin akan ada yang menggunakan “cara bahwa 68 = 1 − 68 dan 79 = 1 − 79, dan prinsip makin besar penyebutnya makin kecil bilangannya”. Yang penting, siswa dituntut untuk menghasilkan beberapa cara yang berbeda untuk menyelesaikan tugas itu. Contoh yang lain lagi Kita bisa minta siswa untuk membuat konteks yang cocok dengan model matematika 2
3
+ 𝑦 = 1. 𝑥 Kalau ini yang kita minta, kreativitas siswa, terutama untuk menemukan konteks kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan model matematikanya tentu akan bagus sekali. Mereka tentu akan menjadi lebih melihat sisi positif matematika sebagai ilmu yang dekat dengan alam sekitar, bukan sebagai ilmu yang kering tanpa konteks. Mereka akan menjadi lebih melek matematis (mathematical literacy). Ujung-ujungnya, mereka akan semakin menyukai matematika, dan tumbuh berkembang kecintaanya untuk belajar matematika, dan berkembang pula kemampuan berpikir kreatifnya.
Abdur Rahman As’ari | Studium Generale UNILA 12 September 2015
9
APAKAH PEMBELAJARAN-PEMBELAJARAN TERSEBUT KREATIF? Kalau kita mau jujur, pembelajaran-pembelajaran yang diusulkan untuk menyiapkan siswa agar mampu berkompetisi dalam era global di atas sebenarnya bukanlah model-model pembelajaran yang baru. Semua sudah pernah diajarkan di LPTK-LPTK di Indonesia, dan juga sudah dilatihkan oleh para fasilitator dalam kegiatan pelatihan-pelatihan. Hanya saja, yang berkembang dalam praktiknya bukan pembelajaran tersebut. Para guru lebih suka membelajarkan dengan metode yang mudah dan efisien (baca: ceramah). Bahkan seakan ada kesan bahwa guru belum membelajarkan kalau belum berceramah. Kita, para guru (termasuk para pendidik di LPTK), sering tidak “sabaran” dalam menerapkan model-model pembelajaran yang mengembangkan 4C’s tersebut. Begitu mencoba dan hasilnya tidak memuaskan, kita cenderung langsung menyalahkan metodenya. Kita jarang melakukan refleksi diri untuk menemukan hal apa saja yang harus kita lakukan dalam menerapkan metode yang “baik” tersebut agar sesuai dengan potensinya. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang beredar di kalangan para guru jarang menengok kepada detil tindakan guru. PTK tersebut sering identic dengan “Pre Experimental Study”. Yang diteliti bukan tindakan gurunya, melainkan dampak dari tindakannya. Padahal, kalau kita mau melakukan refleksi terhadap semua tindakan yang kita lakukan, kita akan memperoleh teori tentang bagaimana menjalankan suatu tindakan yang memberikan dampak yang baik. BAGAIMANA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK? Kurikulum 2013 memang ditunda penerapannya. Pemerintah mengijinkan sebagian sekolah kembali ke KTSP. Akan tetapi, perlu diingat, bahwa Pak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Bapak Anis Baswedan), menurut Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Bapak Sucipto W), Bapak Menteri tidak akan mengubah kurikulum 2013. Yang akan dilakukan hanyalah revisi sedikit-sedikit kurikulumnya, terutama kompetensi dasarnya. Meskipun tidak akan menjadi satu-satunya pendekatan yang bisa digunakan dalam Kurikulum 2013, Pendekatan Saintifik akan terus diberlakukan. Guru perlu mendorong
Abdur Rahman As’ari | Studium Generale UNILA 12 September 2015
10
siswanya melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpukan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Kalau kita mau mengkaji secara cermat, kegiatan-kegiatan siswa dalam Pendekatan Saintifik ini memungkinkan mereka memiliki 4C’s seperti di atas. Dengan mengamati yang dilanjutkan dengan menanya, mereka didorong untuk berpikir kritis dan kreatif. Kemampuan komunikasi dan kolaborasi juga bisa ditumbuhkembangkan melalui kegiatan menggali informasi dan mengasosiasi, bahkan bisa dimulai dari kegiatan mengamati dan menanya. Kreativitas sangat dimungkinkan dari melakukan semua kegiatan mengamati, menanya, menggali informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Dengan demikian, penerapan Pendekatan Saintifik perlu diupayakan dengan baik agar kita mampu menyiapkan generasi muda untuk bisa berkompetisi dalam era global. Untuk itu, para guru perlu belajar dengan sungguh-sungguh karakteristik dari masingmasing kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengomunikasikan itu. Guru perlu memahami betul karakteristik dari masing-masing kegiatan, indikator dipenuhi kegiatan tersebut oleh siswa, dan secara tertib, cermat, dan reflektif selalu menilai dan menentukan perbaikan yang diperlukan. PENUTUP Itulah beberapa pemikian terkait dengan upaya mengembangkan pendidikan matematika kreatif dalam rangka menyiapkan anak didik dalam era global. Semoga ada manfaatnya. DAFTAR RUJUKAN As’ari, A.R. 2014. Ideas for Developing Critical Thinking at Primary School. Paper presented at an International Seminar on Adrressing Higher Order Thinking: Critical Thinking Issues in Primary Education. Makasar, April 12 – 13, 2014: Universitas Islam Muhammadiyah Makasar Mansilla, V.B. & Jackson, A. 2011. Educating for Global Competence: Preparing Our Youth to Engage the World. Asia Society
NEA. Tanpa tahun. Preparing 21st Century Students for a Global Society. Abdur Rahman As’ari | Studium Generale UNILA 12 September 2015
11