PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 359
Pendidikan Karakter Bangsa dalam Perspektif Perubahan Global Syamsul Huda Universitas Pakuan Bogor
Abst ract In the listening problems of human resource development in the XXI century, identified four forces in the era of globalization, the international and regional cooperation, the process of democratization and human rights, the rapid development of science and technology, and national identity. The four global forces define the vision, mission, and programs for the development of education and training in Indonesia. Global forces constitute a major force to reckon with in the developing human resources in Indonesia as a nation-state (nation-state) that diversity has a special problem in the face of the wave of globalization. In the era of globalization, one issue that stands out is the position of nation-state (nation-state). Huntington is alarming erosion of the role of the nation-state in the era of globalization. According to Huntington State and Nation fundamentally different. Nation is an ethnic and cultural communities. This is what is the source of the nation’s identity. The state is a political institution. And this is a source of power. Keywords: Perubahan Global, Karakter Bangsa, Pendidikan Karakter, Pendidikan
Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
360 SYAMSUL HUDA
Pendahuluan Globalisasi dalam Konteks Nasional Memasuki milenium ketiga kita disibukkan dengan pengertian yang baru, yaitu globalisasi sebagai suatu kekuatan yang tidak dapat dibendung1. Di dalam Konferensi Berlin dari kelompok yang menyebut dirinya sosial democrat, Shimon Peres 2 menyatakan kekuatan globalisasi sebagai pengalaman seseorang yang bangun pagi dan melihat sesuatu sudah berubah. Banyak hal yang kita anggap biasa, banyak paradigm yang kita anggap suatu kebenaran tiba-tiba menghilang tanpa bekas. Itulah globalisasi. Para pakar dari berbagai bidang mengakui bahwa perubahan kehidupan manusia dewasa ini yang dilanda arus globalisasi telah mengubah bukan hanya tata cara kehidupan dalam bidang ekonomi, tetapi juga di dalam bidang social, budaya, dan politik. Orang mulai berkata-kata mengenai perlunya parangkat peraturan-peraturan dan kesepakatan baru untuk mengatur dan tata cara kehidupan umat manusia yang berubah total itu. Begitu dahsyatnya gelombang globalisasi sampai-sampai ada yang menghawatirkannya dan menyebutnya globapholia 3. Di dalam gelombang globalisasi dikhawatirkan ada Negara atau kelompok masyarakat yang diuntungkan tetapi juga ada yang akan dirugikan. Masyarakat atau bangsa yang kurang siap tentunya akan dilanda oleh gelombang globalisasi tersebut. Persaingan, pasar bebas, keunggulan sumber daya manusia merupakan istilah-istilah yang sangat popular. Persaingan artinya, siapa yang unggul dia yang hidup di dalam pasar bebas. Kualitas sumber daya manusia akan menentukan eksistensi manusia dan masyarakatnya. Di dalam menyimak masalah pengembangan sumber daya manusia dalam abad XXI, Tilaar 4 mengidentifikasikan empat kekuatan dalam era globalisasi, yaitu kerja sama internasional dan regional, proses demokratisasi dan hak asasi manusia, perkembangan yang pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, serta identitas nasional. Keempat kekuatan global tersebut menentukan visi, misi, dan program pengembangan pendidikan dan pelatihan untuk Indonesia. Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 361
Kekuatan-kekuatan global tersebut merupakan suatu kekuatan besar yang perlu diperhitungkan di dalam membina sumber daya manusia di Indonesia. Apabila upaya tersebut tidak berhasil maka manusia Indonesia akan terlempat dari gelombang globalisasi. Yang menarik di dalam proses tersebut adalah identitas nasional. Negara Indonesia sebagai suatu Negara-bangsa (nation-state) yang bhinneka mempunyai masalah khusus di dalam menghadapi gelombang globalisasi tersebut. Perkembangan demokratisasi, otonomi daerah dapat mengguncang integritas nasional dan seterusnya mempertanyakan identitas nasional. Persoalan yang muncul di dalam konteks ini ialah bagaimana manusia Indonesia yang bhinneka tersebut dapat mempertahankan dan mengembangkan identitas manusia Indonesia. Di dalam era globalisasi salah satu masalah yang menonjol ialah kedudukan Negara-bangsa (nation-state). Huntington 5sudah mengkhawatirkan terjadinya erosi dari peranan nation-state di dalam era globalisasi. Menurut Huntington bangsa dan Negara berbeda secara mendasar. Bangsa merupakan suatu masyarakat etnis dan budaya. Inilah yang merupakan sumber jati diri dari bangsa itu. Negara merupakan suatu lembaga politik. Dan inilah yang merupakan sumber kekuasaan. Di dalam era globalisasi, sumber kekuasaan tentunya bukan lagi mutlak dari Negara. Oleh sebab peranan Negara semakain berkurang maka suatu Negara akan mengalami kesulitan di dalam legitimasinya. Bangsa di dalam era globalisasi relative akan lebih mempan dari tabrakan. Bukankah suatu masyarakat etnis dengan budayanya merupakan suatu benteng yang kuat karena merupakan sumber dari jati diri kelompok masyarakat. Di dalam era globalisasi yang akan survive di dalam terapan gelombang perubahan ialah kelompok yang mempunyai jati diri. Tidak mengherankan apabila Huntington dalam The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order memprediksikan hapusnya Negara-negara dan lahirnya kelompok-kelompok budaya yang besar. Apakah hal ini akan menjadi kenyataan tergantung kepada perjalanan hidup umat manusia untuk menciptakan kehidupan bersama yang aman dan Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
362 SYAMSUL HUDA
bermutu. Apabila dilihat nasib suatu Negara-bangsa di masa depan maka kita akan bertanya-tanya mengenai konsep nasionalisme Indonesia. Pencetus nasionalisme Indonesia, Bung Karno, menyatakan bahwa persatuan Indonesia diperlukan untuk keadilan social. Dengan kata lain para founding fathers kita menyatakan bahwa kebangsaan adalah konsep politik bukan budaya. Oleh sebab itu, Negara harus menjamin warganya bebas menghayati keragaman kulturnya. Dengan kata lain nasionalisme Indonesia merupakan kebangsaan yang mengatur Negara dan bukan sebaliknya. Dengan kata lain, nasionalisme Indonesia harus menghormati akan keragaman kebudayaannya. Nasionalisme Indonesia didasarkan kepada kebudayaan yang bhinneka itu. Disinilah terletak kekuatan masa kebangsaan kita. Gelombang globalisasi bukan hanya mengubah tatanan kehidupan global, tetapi juga mengubah tatanan kehidupan pada tingkat mikro. Dalam hal ini kita berbicara mengenai pengaruh arus globalisasi di alam ikatan kehidupan social. Seperti telah diuraikan, globalisasi dapat mengandung unsur-unsur positif, tetapi juga yang yang dapat bersifat negatif. Salah satu dampak Negatif dari proses globalisasi ialah kemungkinan terjadinya disintegrasi social. Beberapa gejala transisi social akibat globalisasi antara lain ialah hilangya tradisi. Bentuk-bentuk budaya global telah memasuki kehidupan social pada tingkat mikro, sehingga dikhawatirkan nilai-nilai tradisi dan nilai-nilai moral yang hidup di dalam masyarakat semakin lama semakin menghilang. Hal ini di sebabkan pula karena masih rendahnya tingkat pendidikan, terutama di Negara-negara berkembang. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan, masyarakat kemampuan selektif dan adaptasi terhadap perubahan-perubahan global mudah di pengaruhi sehingga tradisi terancam punah. Lebih daripada itu, dengan hilangnya nilai-nilai tradisi sebagai pengikat kehidupan bersama mulai melonggar, sehingga terjadi banyak penyimpangan social yang merongrong displin hidup bermasyarakat. Salah satu dampak dari globalisasi ialah meningkatnya kriminalitas kerah putih (while collar crime) bahkan ada yang mengatakan bahwa masyarakat modern telah Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 363
menderita penyakit kleptokrasi. Bentuk-bentuk kleptokrasi ini misalnya terlihat di dalam semakin meningkatnya gejala-gejala korupsi di banyak Negara berkembang. Globalisasi dalam Konteks Pendidikan Nanang Fatah6 Globalisasi dampaknya terasa memasuki berbagai aspek kehidupan. Disadari atau tidak semua pihak dan kalangan perlu menyikapinya dengan baik. Untuk sector pendidikan dituntut untuk lebih arif dan bijak dalam menghadapi tantangan global pendidikan. Menurut Gudmund Hernes (2003:7) dalam Nanang Fatah7 sedikitnya ada tujuh tantangan global yang dihadapi oleh pendidikan, yaitu sebagai berikut. a) Reducing inequelities, poverty, marginalization and exclusion. b) Establishing better link between education and the local economy, and between education and the globalizating world of work. c) Preventing the growing role of market-driven research and education from widening the technology and knowledge gaps between industrialized and devoleping countries. d) Ensuring that the research requirement of devoleping countries receive the necessary attention and can be addressed by their own scientist and scholar. e) Reducing negative impact of the brain from the poor to the rich countries and from backward to advantaged regions as the market for students is also becoming globalized. f) Addressing the impact of market principles and the changing role of the state on education and their bearing on the planning and the changing role of the state oneducation and their bearing on the planning and management of education g) Using the education system it self not just to transmit the general body of science wichh can be used in all places, but also to preserve variety and the richness of the world heritages, languages, artistic expressions, lifestyle-in world becoming more homogeneous.
Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
364 SYAMSUL HUDA
Ketujuh tantangan global tersebut adalah: (1) mengurangi kesenjangan dalam pemerataan pendidikan, kemiskinan, marginalisasi dan eklusivitas pendidikan, (2) mengukuhkan hubungan yang lebiih baik antara pendidikan dan ekonomi setempat (lokal), dan antara pendidikan dengan dunia kerja yang mengglobal, (3) mencegah berkembangnya peran dari riset dan pendidikan yang dikendalikan oleh pasar dan melebarnya kesenjangan teknologi dan ilmu pengetahuan diantara negara industri dan negara berkembang, (4) menjamin bahwa persyaratan riset negara berkembang menerima perhatian dan ditujukan oleh ilmuwan dan sarjananya, (5) mengurangi dampak negative dari “brain drain” dari Negara miskin ke Negara kaya, dari wilayah tertinggal ke wilayah maju, sebagai pasar untuk siswa yang juga mengglobal, (6) mengarahkan dampak dari prinsip-prinsip pemasaran dan perubahan peran dari Negara terhadap pendidikan dan membantu perencanaan dan manajemen pendidikan, (7) menggunakan system pendidikan tidak hanya untuk memindahkan batang tubuh keilmuan secara umum, tetapi melestarikan berbagai warisan budaya dunia, bahasa seni, gaya hidup di dunia yang semakin menjadi homogen. Selain tantangan di atas, ada tantangan lain yang dihadapi oleh penddikan, yaitu: 1. Education for more in the developing countries-but education for shrinking numbers in many other countries; 2. Education of better guality, at all levels; 3. Expanded education opportunities after basic education; 4. Education for urban jobs; 5. Multicultural education for multi ethnic societies; 6. Educational opportunities addressing the need and demand of the growing numbers of older citizens. (Gudmund Hernes:2003:5) Tantangan tersebut adalah (1)peningkatan lebih banyak pendidikan di Negara berkembang, (2) peningkatan mutu pendidikan di tiap jenjang, (3) memperluas kesempatan pendidikan lanjutan setelah pendidikan dasar, (4) pendidikan untuk daerah pedesaan, (5) Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 365
pendidikan multibudaya untuk multietnis dalam masyarakat, (6) pendidikan untuk para manusia lanjut (manula). Terkait dengan masalah ketidakmerataan pendidikan sedikitnya ada tiga isu penting yaitu: a) Racial inequalities, b) Inequality based on sex, dan c) Inequality due to social and economic status, (Power Edward J.,1982:220). Ketiga isu tersebut tampaknya suku, gender, dan status social ekonomi menjadi penyebab ketidakmerataan pendidikan.
Filosofi Pendidikan ke depan Manajemen pendidikan nasional merupakan keseluruhan strategi untuk mencapai atau mewujudkan visi dan misi pendidikan nasional, H.AR Tilaar,1999 dalam Nanang Fattah 8 Strategi tersebut perlu dirumuskan dengan sebaik-baiknya mengingat kemampuankemampuan yang tersedia baik kemampuan dana maupun sumber daya manusia. Manajemen pendidikan di jenjang pendidikan dasar merupakan salah satu focus perhatian Pemerintah. Pendidikan dasar menjadi fundamen bagi pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu, semua sumber daya harus di fokuskan kearah tujuan tersebut. Selanjutnya Nanang9 terkait dengan reformasi dalam manajemen pendidikan, maka reformasi filosofi dan nilai –nilai dasar pendidikan sangat diperlukan sebagai dasar pembangunan nasional yang secara konseptual dapat diterima oleh logika, secara cultural sesuai dengan budaya bangsa, dan secara politis dapat diterima oleh masyarakat luas. Dalam proses perubahan itu, pendidikan memiliki dua peran, pertama, pendidikan akan berpengaruh terhadap perubahan masyarakat, dan kedua pendidikan harus memberikan sumbangan optimal terhadap proses tranformasi menuju terwujudnya masyarakat madani. Oleh sebab itu kata Nanang10, berbagai kaidah mendasar dapat dikaji untuk merumuskan kebijiakan-kebijakan pendidikan nasional Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
366 SYAMSUL HUDA
yang baru agar sesuai dengan arah: (1) pembangunan untuk manusia seutuhnya termasuk pengembangan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang tengah berlangsung amat cermat, (2) pengembangan pendidikan masyarakat yang dapat menumbuhkan perspektif historis, yaitu kesadaran akan nilai-nilai yang diyakini sangat dibutuhkan dalam tatanan kehidupan masyarakat baru Indonesia, dan (3) pengembangan pendidikan massal melalui pemberdayaan dan penggunaan media komunikasi cetak dan elektronika. Menurut Rochimin11, para ahli filsafat pendidikan dan sosiologi pendidikan berpendapat, setiap orang kini harus, pertama mampu belajar sendiri, memposisikan diri dalam masyarakat modern; kedua berproyeksi ke masa datang yaitu era globalisasi yang penuh tantangan dan juga ketegangan eksternal dan internal untuk itu di negara maju (termasuk USA dimana tidak ada system persekolahan nasional) terdapat kecendrungan umum mempertaruhkan nasib generasi muda kepada sekolah-sekolah (prasekolah). Sekurangnya disekolah harus terjadi pembelajaran menanggulangi iklim, ketegangan dan konflik dalam perubahan-perubahan social. Untuk itu, pada satu sisi masyarakat kita melalui pemerintah, profesi pendidikan, juga awam harus memodifikasi/mengubah maksud dan tujuan pendidikan. Pada sisi lain, sekolah-sekolah harus mengubah program, kegiatan termasuk kurikulumnya agar mampu menjadi cermin yang memantulkan persoalan menjadi pemecahan masalah. Kiranya itulah yang diimpikan dalam visi penjelasan UU- RI No. 20/ 2003 untuk menjadikan system pendidikan nasional sebagai suatu pranata social yang tertata baik. Suatu kesenjangan mencolok selama ini adalah antara cita-cita nasional pendidikan dalam UU-specifik guru yang bertaksonomi sejak lama menurut Ornstein dan Levine (1989) dalam I Rochimin12, maksud dan tujuan pendidikan bisa berarti (i) cita-cita bangsa dan/atau (ii) masyarakat se wilayah, (iii) maksud jangka panjang tingkat daerah, (iv) tujuan menengah tingkat daerah, (v) tujuan-tujuan khusus jangka pendek distrik, (vi) ataupun tingkat sekolah, (vii) tingkat kelas, (viii) Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 367
tingkat satuan pelajaran atau (ix) persiapan mengajar. Isu-isu Kebijakan Berikut ini adalah beberapa isu dan menjadi program Depdiknas13, untuk meningkatkan pendidikan dasar: (1) pemerataan dan perluasan akses, (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan public. a. Pemerataan dan Perluasan Akses Program pemerataan dan perluasan akses akan dilakukan dengan mengupayakan menarik semua anak usia sekolah yang sama sekali belum pernah sekolah, menarik kembali siswa putus sekolah, dan lulusan yang tidak pernah melanjutkan pendidikan. Berbagai kegiatan berikut akan dilaksanakan dalam rangka melaksanakan program pemerataan dan perluasan. Pemberian batuan biaya operasional. Bantuan biaya operasional pendidikan diberikan dalam rangka membantu sekolah mencapai proses pembelajaran secara optimal. Bantuan pembiayaan tdiak membedakan sekolah negeri maupun swasta, madrasah maupun sekolah umum. Target tahun 2009 siswa pada stuan dikdas memperoleh bantuan biaya operasional. Penyediaan perpustakaan, buku teks pelajaran maupun nonteks pelajaran yang tidak membedakan baik sekolah negeri maupun sekolah swasta, sekolah umum dan madrasah. Target pada tahun 2009 diharapkan setiap siswa pada satuan pendidikan memperoleh buku teks dan buku nonteks pelajaran. Rehabilitasi ruang kelas yang rusak, merupakan upaya melakukan penyediaan sarana penunjang pendidikan yang layak untuk pendidikan dasar. Target rehabilitasi pada tahun 2007 mencapai sekitar 200 ribu ruang kelas yang rusak berat dan 200 ribu ruang yang rusak ringan pada SD; sekitar 9500 ruang kelas yang rusak berat dan lebih dari 23 ribu ruang kelas rusak ringan pada SMP. Unit Sekolah Baru dan RKB. Penyediaan prasarana
Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
368 SYAMSUL HUDA
pendidikan termasuk pembangunan unit sekolah baru (USB) dan ruang kelas baru (RKB) juga diupayakan dalam rangka pemerataan dan perluasan di tingkat SMP/MTS untuk menampung peningkatan jumlah lulusan SD/MI. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan di tingkat SD, juga dilakukan dengan memanfaatkan layanan pendidikan yang sudah ada. Perintisan pendidikan dasar 9 tahun satu atap, merupakan langkah untuk mendirikan SD-SMP Satu Atap atau SMP khusus, yaitu penambahan tingkat kelas (extended classes) untuk penyelenggaraan pendidikan menengah pertama pada setiap SD negeri yang ada di daerah terpencil, serta berpenduduk jarang atau terpencar. Untuk itu, akan dilakukan pemetaan sekolah agar program dikdas satu atap dan SMP Terbuka dapat lebih optimal. Pada pendidikan luar biasa (PLB), upaya pemerataan dan perluasan akses dilakukan dengan pengembangan sekolah terpadu (SMP dan SMPLB) melalui pendidikan inklusif. Penyelenggaraan Kelas Layanan Khusus di Sekolah Dasar, merupakan layanan pendidikan bagi anak usia sekolah dasar (712) yang putus sekolah atau sama sekali belum pernah sekolah dasar sampai tamat. Layanan pendidikan dilaksanakan selama kurang satu tahun di luar kelas regular. Target pada tahun 2009 adalah penduduk usia sekolah dasar memperoleh layanan dikdas. Upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada tingkat SD dilaksnakan untuk mencapai target meningkatkan APS penduduk usia 7-12 tahun dari 99, 12% (2005) menjadi 99,57% pada tahun 2009. APM SD/Paket A/MI/SDLB diusahakan akan meningkat dari 94,3% (2005) menjadi 95,0% pada tahun 2009. Pada tingkat SMP, target yang akan dicapai, yaitu meningkatkan APS pendudk usia 13-15 tahun dari 83,32% menjadi 96,64% pada tahun 2009. APK SMP/MTS/SMPLB dan Paket B diusahakan meningkat dari 85,22% (2005) menjadi 98% pada tahun 2009. APM SMP-MTs dari tahun 2005 sebesar 63,67% diusahakan menjadi 75,46% pada tahun 2009 sehingga dalam kurun waktu lima tahun akan terjadi kenaikan sebesar Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 369
b.
14,79%. Sementara itu pada PLB target sasaran yang akan dicapai yaitu meningkatkan APK-PLB dari 5% tahun 2005 menjadi 10% pada tahun 2009. Penigkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing dikdas akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berikut: sebagai bagian dari kegiatan yang mendasar dan sistematis adalah pengembangan kurikulum, metode pembelajaran, dan sitem penilaian. Model kurikulum yang dikembangkan perlu memperhatikan potensi peserta didik, karakteristik daerah serta akar sosiokultural komunitas setempat, perkembangan iptek. Dinamika perkembangan global, lapangan kerja, lingkungan budaya dan seni, dan lain-lain. Pada jenjang dikdas, muatan kecakapan dasar (basic learning content) perlu ditekankan, mencakup kecakapan berkomunikasi (membaca, menulis, mendengarkan, menyampaikan pendapat), kecakapan intrapersonal (pemahaman diri, penguasaan diri, evaluasi diri, dan tanggung jawab, dsb). Kecakapan interpersonal (bersosialisasi, bekerja sama, memengaruhi/mengarahkan orang lain, bernegosiasi, dan sebagainya), kemampuan mengambil keputusan (memahami masalah, merencanakan, analisis, menyelesaikan masalah, dan sebagainya). Perluasan pendidikan kecakapan hidup dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang mendukung pengenalan dasar kewirausahaan dan kepemimpinan, pengenalan dan pengembangan etika, penanaman dasar apresiasi terhadap estetika dan lingkungan hidup. Kapasitas profesi pendidikan juga akan dikembangkan agar mereka mampu membawakan proses pembelajaran efektif, sesuai dengan standar kompetensi pendidkan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran efektif diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, memotivasi, menyenangkan, dan mengasyikkan untuk mendorong peserta didik berpartisipasi aktif, berinisiatif, kreatif, dan mandiri, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
370 SYAMSUL HUDA
dan kematangan psikologis. Perbaikan sarana dan bahan belajar, seperti perpustakaan, media pembelajaran, laboratorium bahasa/IPA/Matematika, alat peraga pendidikan, buku pelajaran, buku nonteks pelajaran/buku bacaan lain yang relevan. Pemerintah akan melaksanakan pengembangan naskah buku pendidikan dan melakukan pengendalian mutu buku teks pelajaran dan buku nonteks pelajaran. Dengan mempertimbangkan pesatnya perkembangan pemanfaatan ICT dalam berbagai sector kehidupan, pemerintah akan terus mengembangkan pemanfaatan ICT untuk system informasi persekolahan dan pembelajaran termasuk pengembangan e-learning. Hingga tahun 2009, langkah-langkah yang akan di lakukan adalah (a) merancang system jaringan yang mencakup jaringan internet, yang menghubungkan sekolahsekolah dengan pusat data dan aplikasi, serta jaringan internet sebagai sarana dan media komunikasi, dan informasi intern sekolah; (b) merancang dan membuat aplikasi database, yang menyimpan dan mengolah data dan onformasi persekolahan manajemen pesekolahan, konten-konten pembelajaran; (c) merancang dan membuat aplikasi pembelajaran berbasis portal, web, multimedia interaktif, yang terdiri atas aplikasi tutorial dan learning tool; (d) mengoptimalkan pemanfaatan TV edukasi sebagai materi pengayaan dalam rangka menunjang peningkatan mutu pendidikan; (e) implementasi sitem secara bertahap untuk mencapai secara signifikan jumlah sekolah SMP yang akan memudahkan pemanfaatan untuk manajemen pendidikan dan sekaligus juga pemanfaatan ICT untuk mendukung proses pembelajaran di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2009. Untuk mempersiapkan lulusan SMP/MTS yang tidak dapat melanjutkan diberikan pendidikan kecakapan hidup (keterampilan praktis) sehingga mereka dapat bekerja dan melakukan kegiatan produktif di masyarakat. Karena keterbatasan dana pemerintah, program wajib belajar belum Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 371
c.
dapat diteruskan sampai pendidikan menengah sehingga ancaman lulusan SMP/MTs yang tidak dapat melanjutkan harus diantisipasi. Pengembangan sekolah berkeunggulan pada dikdas menargetkan paling tidak satu SD dan satu SMP pada masingmasing kabupaten/kota akan menjadi sekolah berkeunggulan lokal pada taun 2009, dan target yang sama untuk sekolah bertaraf internasional. Sementara itu, dalam kaitan dengan pengembangan kecakapan berbahasa pada jenjang SMP, dilakukan upaya pengembangan kecakapan program bilingual dengan sasaran sebanyak 430 buah sekolah hingga tahun 2009. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan public Pengembangan kapasitas Dewan Pendidikan (DP) dan Komite Sekolah (KS) serta Komite PLS merupakan kegiatan yang terus dilakukan dalam rangka pemberdayaan partisipasi masyarakat untuk ikut bertanggung jawab mengelola dikdas. Berfungsinya kedua kelembagaan tersebut secara optimal akan memperkuat pelaksanaan prinsip good governance dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Perkembangan kapasitas juga akan terus dilakukan terhadap para pengurus sekolah atau satuan pendidikan nonformal lainnya untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan leadership menuju otonomi pengelolaan. Kegiatan ini, bersama dengan penguatan DP/KS/Komite PLS, merupakan bagian dari upaya penerapan MBS dan Manajemen Berbasis Masyarakat (MBM) secara maksimal. Pengembangan EMIS (Education Manaagement Information Systems) sebagai system pendukung manajemen akan dilakukan unuk menunjang keberhasilan upaya mengukur sejumlah indikator penting perluasan, mutu dan efisiensi sesuian dengan standar nasional dikdas. Termasuk dalam kemampuan EMIS adalah menggunakan indicator-indiktor tersebut untuk memetakan SD/SMP atau pendidikan lainnya yang masuk dalam kategori sekolah diatas SNP, sesuai dengan SNP dan dibawah Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
372 SYAMSUL HUDA
SNP (Standar Nasional Pendidikan) pada masing-masing daerah dan wilayah. Selain itu, EMIS bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas data dan informasi pendidikan. Kondisi mengembangkan pencitraan yang positif.
Realitas Pendidikan Kita dan Dampaknya Perspektif Pendidikan Sebagaimana telah diatur dalam undang-undang No. 22 Tahun 1999 Jo UU Nomor 32 Tahun 2004, urusan pendidikan diserahkan kepada daerah. Hal ini berarti bahwa daerah mempunyai wewenang yang penuh di dalam mengatur dan mengelola pendidikan yang ada di daerahnya, baik pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi14. Yang menjadi masalah dewasa ini ialah apakah juga Pemerintah Daerah Mempunyai wewenang untuk seluruh jenjang dan jenis pendidikan di daerahnya? Masalah ini muncul, terutama mengenai pendidikan tinggi yang terus beranggapan bahwa Pemerintah Daerah tidak mempunyai wewenang terhadap manajemen pendidikan tinggi. Hal ini merupakan suatu kekeliruan. Otonomi daerah perlu dibedakan dengan otonomisasi pendidikan. Bahwa Pemerintah Daerah mempunyai hal di dalam manajemen seluruh jenjang dan jenis pendidikan di daerahnya, bukan berarti Pemerintah Daerah mempunyai hak di dalam perkembangan ilmu. Sebenarnya, dengan adanya otonomi daerah dan otonomi pendidikan akan terwujud otonomisasi pendidikan. Di sinilah terletak kebebasan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang tumbuh di daerah. Pendidikan tinggi tidak akan di batasi perkembangan ilmunya karena tunduk kepada manajemen Pemerintah Daerah. Justru di sinilah pendidikan tinggi itu mempunyai kebebasan atau otonomi untuk mengembangkan program pendidikannya yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Program yang sesuai dengan kebutuhan daerah bukan berarti membatasi pengembagan ilmu pengetahuan, tetapi justru mendorong pengembangan ilmu pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan. Ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan daerah justru akan Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 373
memberikan makna bagi relevansi serta akuntabiltas ilmu pengetahuan tersebut, yang bias disumbangkan kepada peningkatan taraf hiudp masyarakat daerah dan bagi umat manusia. Ilmu pengetahuan tidak dibatasi oleh batas-batas geografis, tetapi justru dapat berkembang karena berpijak pada kebutuhan kemanusiaan yang konkret. Dengan adanya perubahan di dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia dari orientasi sentralistik kepada disentralisasi, maka perubahan di dalam manajemen pendidikan telah merupakan suatu keharusan. Di dalam mengubah manajemen sesuai dengan tuntutan masyarakat, tentunya terdapat tantangan-tantangan dan hambatan. Tantangan pertama yang dihadapi ialah perlunya suatu perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan tuntutan manjemen modern. Dari manajemen yang otoriter diarahkan kepada manajemen yang demokratis Menurut tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI15 Desentralisasi manajemen pendidikan berusaha untuk mengurangi campur tangan atau intervensi pejabat atau unit pusat terhadap persoalan-persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa di putuskan dan dilaksanakan oleh unit di tataran bawah, pemerintah daerah, atau masyarakat. Sehingga diharapkan terjadi pemberdayaan peran unit di bawah atau peran rakyat dan masyarakat daerah. Akan tetapi, walaupun begitu luasnya otonomi dalam pendidikan diberikan kepada daerah, tetap harus konsisten dengan system konstitusi. Dan walaupun bidang administrasi dan manajemen pendidikan termasuk bidang yang diserahkan dan wajib dilaksanakan oleh daerah, namun perlu adanya ketegasan bidang – bidang garapan apa yang menjadi wewenang daerah. Tampaknya, manajemen aspek-asppek pendidikan yang berkaitan dengan identitas dan integritas bangsa memerlukan standarisasi nasional melalui komitmen politik. Sedangkan manajemen aspek-aspek spesifik dan model penyelenggaraan pendidikan menjadi wewenang masing-masing daerah, sehingga keinginan, kebutuhan dan harapan semua pihak dapat terpenuhi. Artinya, pencapaian warga Negara yang bermutu dapat diprediksi Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
374 SYAMSUL HUDA
mempunyai kapabilitas dan keunggulan kompetitif dalam percaturan global. Menurut Hamzah B. Uno16, Desentralisasi pendidikan merupakan upaya untuk mendelegasikan sebagian atau seluruh wewenang di bidang pendidikan yang seharusnya dilakukan oleh unit atau pejabat pusat kepada unit atau pejabat di bawahanya, atau dari pemerintah kepada masyarakat. Salah satu wujud dari desntralisasi ialah terlaksananya proses otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan. Sekarang sudah tiba saatnya memikirkan dan melaksanakan upaya desentralisasi kewenangan di bidang pendidikan. Kewenangan di bidang pendidikan bias dirinci mulai dan kewenangan merumuskan atau membuat kebijaksanaan nasional di bidang pendidikan, melaksanakan kebijakan nasional, dan mengevaluasi atau memonitor kebijaksanaan nasional tersebut. Desentralisasi pendidikan berusaha untuk mengurangi campur tangan atau intervensi pejabat atau unit pusat terhadap personalpersonal pendidikan yang sepatutnya bisa diputus dan dilaksanakan oleh unit di tataran bawah atau pemerintah daerah, atau masyarakat. Dengan demikian, diharapkan bisa memberdayakan peran unit di bawah atau peran rakyat dan masyarakat daerah17. Kebijaksanaan yang berdimensi local adalah semua hal yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat daerah. Kebijaksanaan seperti ini biarkanlah rakyat daerah (baik melalui DPRD maupun kelompok-kelompok kepentingan daerah) dan pemerintah daerah yang memutuskannya. Memilih lokasi tempat berdirinya gedung sekolah, menambah dan mengangkat guru, memilih dan menetapkan kepala sekolah, mendidik dan mendiklat guru, menentukan kurikulum local, dan lain sebagainya yang lebih tepat dan efesien jika daerah yang melakukannya. Akan tetapi, pelaksanaan itu tetap berlandaskan kebijakan, ketentuan, standardisasi, dan ketetapan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi manajemen pembangunan pendidikan di tingkat daerah dewasa ini merupakan sesuatu yang baru, yang memerlukan kecermatan dalam pelaksanaannya, agar tidak Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 375
menimbulkan dampak negatif. Dampak negative ini perlu diantisipasi, karena di samping masih diharapkan pada berbagai problemaproblema pembangunan di bidang lainnya, juga dihadapkan pada berbagai problema pendidikan yang harus dihadapi. Problema-problema yang berkaitan dengan kualitas pendidikan di daerah penanganannya memang tidak sederhana seperti yang dibayangkan. Diakui, bahwa keragaman letak geografis dengan aneka ragam budaya, adat-istiadat, dan bahasa, menurut adanya pola-pola pelaksanaan pendidikan yang tidak seragam. Keragaman latar belakang lingkungan alam dan pekerjaan, menurut pula adanya isi dan pola layanan pendidikan yang berbeda. Permasalahan berat pendidikan yang dihadapi dewasa ini sebenarnya telah disinyalir oleh Coombs (1968),dalam Yoyon Bahtiar18 yang mengemukakan bahwa krisis yang melanda dunia pendidikan karena muncul ketidakseimbangan peran. Bahwa krisis pendidikan disebabkan oleh empat factor: Pertama, the increase in popular aspirations for education, yang ditandai oleh tumbuh kembangnya sekolah-sekolah dan universitas di mana-mana; kedua, the acute scarsity of the resources, yang ditandai oleh kurang responsifnya system pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat secara menyeluruh; Ketiga, the inherent inertia of educational system, yang ditandai oleh mengapa pendidikan selalu terlambat berantsipasi untuk menyesuaikan diri terhadap hal-hal di luar dunia pendidikan; Keempat, the inertia of societies themselves, hal-hal seperti sikap tradisional, prestige and incentive pattern menghalangi meningkatkan tenaga kerja pembangunan. Tampaknya, apa yang disinyalir oleh Coombs tersebut, masih relevan dengan kondisi di Indonesia. Pendidikan Karakter Bangsa Menjawab Tantangan Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa. Pada hal, pendidkan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat
Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
376 SYAMSUL HUDA
penting dan perlu ditanamkan sejak kini kepada anak-anak.19 Senada dengan itu, Garin Nugroho, ketika memberikan orasi budaya pertama “Pendidikan Karakter Kunci Kemajuan Bangsa” di Jakarta, sabtu (3/3/2010), mengatakan bahwa sampai saat ini dunia pendidikan Indonesia di nilai belum mendorong pembangunan karakter bangsa. Hal ini disebabkan oleh ukuran-ukuran dalam pendidikan tidak dikembalikan kepada karakter peserta didik, tapi dikembalikan kepada pasar. “Pendidikan nasional belum mampu mencerahkan bangsa ini. Pendidikan kita kehilangan nilai-nilai luhur kemanusiaan, padahal pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai luhur itu,” katanya, lebih lanjut ia mengemukakan bahwa pendidikan nasional kini telah kehilangan rohnya lantaran tunduk terhadap pasar bukan pencerahan terhadap peserta didik.” Pasar tanpa karakter akan hancur dan akan menghilangkan aspek-aspek manusia dan kemanusiaan, karena kehilangan karakter itu sendiri,” ucapnya.20 Fenomena tersebut seolah memantapkan hasil survey PERC (Political and Economic Risk Consultasy) dan UNDP (United Nations Development Program). PERC menyebutkan bahwa system pendidikan di Indonesia menempati posisi terburuk di kawasan asia (dari 12 negara yang di survey oleh PERC). Korea Selatan dinilai memiliki system pendidikan terbaik, di susul singapura, jepang, Taiwan, India, Cina dan Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke 12 setingkat di bawah Vietnam (Kompas, 5/9/2001). Sementara itu, laporan UNDP tahun 2004 dan 2005 menyatakan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia pun tetap terpuruk tahun 2004 Indonesia menempati urutan 111 dari 175; sedangkan tahun 2005 IPM Indonesia berada pada urutan ke 110 dari 177 negara. Pada tahun 2004 IPM Indonesia menempati posisi di bawah Negaranegara miskin seperti Kirgistan (110), Equatorial Guinea (109), dan Algeria (108). Data tersebut terasa lebih menyakitkan jika posisi Indonesia dibandingkan dengan beberapa Negara anggota ASEAN lainnya; singapura (25) Brunai Darussalam (33) Malaysia (58), Thailand (76), dan Filiphina (83). Indonesia hanya satu tingkat di Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 377
atas Vietnam (112) dan lebih baik dari Kamboja (130), dan Laos (132). Banyak factor yang menyebabkan runtuhnya potensi bangsa Indonesia pada saat ini. Diantaranya adalah factor pendidikan. Kita tentu sadar bahwa pendidikan merupakan mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karekter bangsa dan juga berpungsi sebagai arena mencapai tiga hal prinsip dalam pembinaan karakter bangsa. Tiga hal prinsip tersebut (menurut Rajasa, 2007) adalah sebagai berikut. 1. Pendidikan sebagai arena untuk reaktivasi karakter luhur bangsa Indonesia. Secara historis bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki karakter kepahlawanan, nasionalisme, sifat heroic, semangat kerja keras serta berani menghadapi tantangan. Kerajaan-kerajaan nusantara di masa lampau adalah bukti keberhasilan pembangunan karakter yang mencetak tatanan masyarakat maju, berbudaya dan berpengaruh. 2. Pendidikan sebagai sarana untuk membangkitkan suatu karakter bangsa yang dapat mengakselerasi pembangunan sekaligus mobilisasi potensi domestic untuk meningkatkan daya saing bangsa. 3. Pendidikan sebagai sarana untuk menginternalisasi kedua aspek di atas yakni reaktivasi sukses budaya masa lampau dan karakter inovatif serta kompetitif ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan bangsa dan program pemerintah.Internalisasi ini harus berupa suatu concerted efforts dari seluruh masyarakat dan pemerintah. Gagasan pembangunan bangsa unggul sebenarnya telah ada semenjak Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945. Presiden pertama kita, Soekarno 21 telah menyatakan perlunya nation and character building sebagai bagian integral dari pembangunan bangsa. Beliau menyadari bahwa karakter suatu bangsa berperan besar dalam mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia. Cukup banyak empiris membuktikan bahwa karakter bangsa yang kuat berperan besar dalam mencapai tingkat keberhasilan dan kemajuan bangsa. Contoh pertama adalah cina. Negari ini bisa dikatakan tidak lebih makmur dibandingkan dengan Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
378 SYAMSUL HUDA
Indonesia era ’70-an. Namun, dalam kurun waktu kurang dari 30 tahun, dengan disiplin baja dan kerja keras,cina telah berhasil bangkit menggerakkan mesin produksi nasionalnya.budaya di siplin Cina tercermin dari berhasilnya negeri ini menekan masalah korupsi dikalangan birokrat secara subtansial. Sementra itu, budaya kerja keras menampak pada rakyat cina untuk bersedia selama 7 hari dalam seminggu untuk bekrja demi mencapai keunggulan dan kejayaan negrinya.saat ni Cina tidak saja menjadi negeri pengekspor terbesar, akan tetapi produksi ekspor cina semakin banyak memiliki kandungan teknologi menengah dan teknologi tinggi. Contoh lainnya adlah India. Negeri ini telah berhasil menjadi salah satu Negara yang sanggup barswasembada pangan. Dengan jumlah penduduk kedua terbanyak di dunia, mencapai posisi kesanggupan memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri merupakan prestasi yang sangat membanggakan. Keberhasilan ini di dorong oleh karakter kuat bangsa India untuk maju dan membangun dengan kemampuan sendiri atau yang di kenal dengan istilah budaya Swadeshi. Prinsip inilah yang membuat India tumbuh menjadi Negara paling mandiri di asia saat ini.berbagai kebutuhan hidup mulai dari paling sederhana,seperti sabun mandi hingga mobil,mesin-mesin industri, kapal laut bahkan kapal terbang di buat sendiri. Meskipun produk-produk tersebut kualitasnya rendah bila dibandingkan jepang dan barat, akan tetapi semangat Swadeshi telah menjadikan ketergantungan india terhadap produk impor sangat rendah. Ekonomi India bukanlah yang terbaik di Asia, namun hutang luar negeri India nyaris tidak ada. Karakter bangsa-bangsa lainnya juga hampir sama. Prinsipnya adalah ada kombinasi antara semangat juang, disiplin, dan kerja keras. Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah seharusnya dapat menjadi salah satu bangsa yang unggul di kancah dunia. Namun, untuk mencapai hal tersebut bangsa Indonesia haruslah berbenah diri terlebih dahulu dan harus membangun bangsa ini dengan menumbuhkan karakter positif diri setiap bangsa Indonesia. Pemerintah sebagai regulator bangsa harus Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 379
menyiapkan langkah-langkah strategis, agar dapat membangun karakter bangsa Indonesia yang unggul dan siap bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi. Beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah untuk membangun karakter bangsa antara lain sebagai berikut. Pertama, mengiternalisasikan pendidikan karakter pada instansi pendidikan semenjak tingkat dini atau kanak-kanak. Pendidikan karakter yang dilakukan di instansi pendidikan dapat dilakukan dengan selalu memberikan arahan mengenai konsep baik dan buruk sesuai dengan tahap perkembangan usia anak. Sebagai contoh, penerapan pendidikan karakter di instansi pendidikan dapat mengikuti pilot project SBB dan TK Karakter milik Indonesia Heritage foundation. Penerapan model tersebut adalah sebagai berikut. a. Memakai acuan nilai-nilai dari Sembilan pilar karakter, yaitu cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kemandirian dan tanggung jawab; kejujuran atau amanah dan bijaksana; hormat dan santun, dermawan, suka menolong dan gotong royong; percaya diri, kreatif, dan pekerja keras; kepemimpinan dan keadilan; baik dan rendah hati; serta toleransi, kedamaian dan kesatuan. b. Mengajarkan pilar-pilar dalam kurun 2 tahun sekolah. c. Menggunakan kurikulum karakter (kurikulum eksplisit), yang diterapkan dengan refleksi pilar setiap hari selama 20 menit d. Menggunakan system “ Pembelajaran Terpadu Berbasis Karakter”. e. Menggunakan Teori DAP (Development Appropriate Practices), teori Integrated Learning System, metode pembelajaran inquiry based learning, dan cooperatice learning. f. Menerapkan co-parenting. Kedua, menanamkan sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan bersama generasi muda, yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap upaya nihilisasi pihak luar terhadap nilai-nilai budaya positif bangsa Indonesia. Upaya ini memerlukan andil generasi muda sebagai sebjek program karena para generasi muda adalah penerus bangsa yang akan Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
380 SYAMSUL HUDA
menentukan masa depan dan integritas bangsa Indonesia. Menurut Rajasa (2007), tiga peran penting generasi muda dalam upaya pembangunan karakter bangsa adalah sebagai berikut. a. Pemuda sebagai pembangun kembali karakter bangsa yang positif. Esensi peran ini adalah adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi muda untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral di atas kepentingan-kepentingan sesaat sekaligus upaya kolektif untuk menginternalisasikannya pada kegiatan dan aktifitasnya sehari-sehari. b. Pemuda sebagai pemberdayaan karakter. Pembangunan kembali karakter bangsa tentunya tidak akan cukup jika tidak dilakukan pemberdayaan secara terus-menerus sehingga generasi muda juga di tuntut untuk mengambil peran sebagai pemberdayaan karakter. Bentuk praktisnya adalah kamauan dan hasrat yang kuat dari generasi muda untuk menjadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif. c. Pemuda sebagai perekayasa karakter sejalan dengan adaptifitas daya saing untuk memperkuat ketahanan bangsa. Peran ini menuntut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran. Ketiga, meningkatkan daya saing bangsa dalam bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Porter (dalam Rajasa (2007), pemahaman daya saing sebagai salah satu keunggulan yang dimilki suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya, bukanlah baru muncul di era abad 21 sekarang ini. Peran daya saing dalam menwujudkan suatu entitas lebih unggul dibandingkan lainnya sebenarnya suatu keniscayaan semenjak masa lampau. Daya saing disini tentunya harus di pahami dalam arti yang sangat luas. Peran teknoligi informasi dan telekomunikasi, menurut Porter, hanya sebatas mempercepat sekaligus memperbesar peran daya saing dalam menentukan keunggulan suatu entitas dibandingkan dengan entitas lainnya. Keempat, menggunakan media massa sebagai penyalur upaya pembangunan karakter bangsa. Menurut Oetama (2006) peran media ada tiga, yaitu sebagai penyampai informasi, edukasi, dan hiburan. Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 381
Peran strategis ini hendaknya dapat diberdayakan pemerintah bekerjasama dengan pemilik media dalam penayangan informasi yang positif dan mendukung terciptanya karakter bangsa yang kompetitif. Keempat langkah di atas hanyalah sebagian dari langkah-langkah startegis yang dapat diambil oleh pemerintah Indonesia untuk membangun karakter bangsa ini. Masih banyak cara yang dapat ditempuh agar bangsa ini menjadi bangsa yang memiliki kapasitas daya saing yang tinggi, agar mampu memberikan komplementasi pada system sivilisasi global atau pada era globalisasi, dan dapat memberikan peran pada sector ekonomi dan sektor lain.
Rekomendasi Pertama, di Indonesia pembaruan dalam bidang manajemen pendidikan merupakan penerapan cara-cara baru dan kreatif dalam seleksi. Organisasi, dan penggunaan sumber-sumber manusia dan material yang diharapkan akan meningkatkan mutu proses pengelolaan pendidikan dan hasil-hasilnya. Secara lebih berdaya guna dan berhasil guna. Kedua, kebijakan pembaruan dalam bidang manajemen pendidikan yang inovatif akan mampu mewujudkan tujuan sekolah, yaitu pendidikan dan pengajaran terhadap anak didik secara lebih efektif dan efesien. Untuk mengaplikasikan kebijakan baru tertentu, yaitu dengan cara menggunakan power pimpinan dan meningkatkan kesadaran kepala sekolah akan pentingnya peningkatan mutu manajemen pendidikan di sekolah. Ketiga, dengan luasnya kewenangan yang diberikan kepada sekolah melalui disentralisasi di berbagai jenjang pendidikan semakin mempermudah pendidikan karakter bangsa diterapkan sebagai kurikulum di semua jenjang pendidikan. Desentralisasi manajemen pendidikan bisa mencakup seluruh subtansi manajemen pendidikan, dan dapat juga hanya salah satu atau beberapa bidang garapan saja, antara lain kurikulum, tenaga kependidikan, keuangan, sarana-prasarana pendidikan. Misi utama Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
382 SYAMSUL HUDA
desentralisasi dalam manajemen pendidikan ialah untuk menumbuhkembangkan kemandirian masyarakat daerah dalam mengelola pendidikan. Artinya, tugas utama dalam desentralisasi manajemen pendidikan di daerah harus dprioritaskan pada upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia mampu melakukan tindak kekerasan yang sebelumnya mungkin belum pernah terbayangkan, globalisasi telah membawa bangsa ini ke kecenderungan materialism, hedonism sehingga terjadi ketidak seimbangan antara pembangunan ekonomi dan tradisi kebudayaan masyarakat, kita telah melupakan pendidikan karakter bangsa pada hal pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anakanak. Menginternalisasikan pendidikan karakter dan budaya bangsa pada instansi pendidikan semenjak dini atau kanak-kanak dengan selalu memberikan arahan mengenai konsep baik dan buruk sesuai dengan tahap perkembangan usia anak. Pendidikan yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau lebutuhan daerah tempat dilangsungkan pendidikan, unsure muatan local yang dikembangkan harus sesuai dengan daerah setempat, mutu pendidikan dapat ditingkatkan dengan melakukan serangkaian pembenahan terhadap kurikulum, pendidikan yang dapat memberikan kemampuan dan ketrampilan dasar minimal menerapkan konsep belajar tuntas dan membangkitkan sikap kreatif, demokratis, dan mandiri. Perlu diidentifikasi unsure-unsur yang ada di daerah yang dapat di manfaatkan untuk memfasilitasi proses peningkatan mutu pendidikan, selain pemerintah daerah, kelompok pakar, paguyupan, mahasiswa, LSM, perguruan tinggi, organisasi massa, Orpol, media massa, dan jejaring sosial. Desentralisasi pendidikan merupakan suatu tindakan mendele gasikan wewenang pada satuan kerja yang langsung berhubungan dengan peserta didik, dengan tujuan mendasar. pertama, sistim Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 383
persekolahan harus lebih tanggap terhadap kebutuhan individu peserta didik, guru dan sekolah. Kedua, iklim pendidikan harus menguntungkan untuk pelaksanaan proses pendidikan. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan educational networks ,yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips dalam Muslich 22 keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang (Philips, 2000) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah). Sedangkan pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherishing) nilai-nilai yang baik dan sebaiknya mengecam dan mencegah (discowwaging) berlakunya nilai-nilai yang buruk. Selanjutnya menerapkan pendidikan berdasarkan karakter (characterbase education) dengan ,menerapkan ke dalam setiap pelajaran yang ada di samping mata pelajaran khusus untuk mendidik karakter, seperti; pelajaran Agama, Sejarah, Kewarganegaraan, dan sebagainya. Catatan: 1 . H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan, Jakarta: PT.RINEKA CIPTA, 2012, hal. 64 2 . Ibid. hal. 64 3 . Ibid, hal. 64 Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
384 SYAMSUL HUDA 4 . Ibid, hal. 67 5 . Ibid, hal. 68 6 . Fatah, Nanang, Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2012 hal. 141 7 . Ibid, hal. 141 8. Ibid, hal. 79 9 . Ibid, hal. 79 1 0 . Ibid, hal. 79 1 1 . Wikipedia. “Landasan filisofis KTSP”,http://www.yahoo.com. dikutip 15 Oktober 2012 12 . Ibid 13 . Nanang Fatah, op.cit.,hal 80 14 . H.A.R. Tilar. Loc.cit. Hal. 472 1 5 . Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. Manajemen Pendidikan. Bandung. ALPABETA. 2011. Hal. 25 16 . Hamzah B. Uno. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Hal.35 1 7 . Ibid. Hal. 36 18 . Yoyon Bakhtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Jakarta : Rajawali Pers, 2011. hal. 93 19 . Masnur Muslich, Pendidikan Karakter, Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Cet.2.— Jakarta : Bumi Aksara, 2011. hal. 1 20 . Ibid, hal 1 21 . Ibid, hal. 5 22. Loc cit, hal. 52
Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA 385
DAFTAR PUSTAKA Tilaar H.A.R. 2012. Perubahan Sosial dan Pendidikan. PT.RINEKA CIPTA: Jakarta. Nanang Fatah. 2012. Analisis Kebijakan Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya Offset: Bandung. Wikipedia. “Landasan filisofis KTSP”,http://www.yahoo.com. dikutip 15 Oktober 2012. Uno Hamzah. 2011. Profesi Kependidikan. Bumi Aksara: Jakarta. Muslich Masnur. 2011. Pendidikan Karakter, Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Bumi Aksara: Jakarta. Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI. 2011. Manajemen Pendidikan. Alfabeta: Bandung.
Media Akademika, Vol. 27, No. 3, Juli 2012