MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS GEOGRAFI SISWA SMA Nike Nur Fitriana1 Yuswanti Ariani Wirahayu2, Purwanto3 Pendidikan Geografi, Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang
Abstrack: The problem that occur in SMAN 1 Kauman Tulungagung is students' low ability in critical thinking, it is shown from students who are passive during teaching and learning process and teacher centered. The purpose of this research is to improve students' ability in critical thinking. This type of research is Classroom Action Research. The learning activity consists of two cycles; each cycle consists of planning, implementation, observation and reflection. Object of this study was the students of class XI IPS 3 SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung. The learning strategy used in this study is problem based learning. Students’ ability in critical thinking before the action is 36.25%, during first cycle students’ ability in critical thinking increased to 58.25%, while in the second cycle students’ ability in critical thinking increased to 80.75%. Keywords: model of problem based learning, critical thinking Abstrak: Permasalahan yang terjadi di SMAN 1 Kauman Tulungagung adalah rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa, terlihat selama pembelajaran siswa pasif dan bersumber pada guru. Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan peningkatan kemampuan siswa berpikir kritis. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Kegiatan pembelajaran terdiri dari 2 siklus, setiap siklus terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Obyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah model pembelajaran PBL. Kemampuan berpikir kritis siswa sebelum tindakan sebesar 36,25%, pada tindakan siklus I kemampuan berpikir kritis siswa meningkat menjadi 58,25% sedangkan pada tindakan siklus II kemampuan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan sebesar 80,75%. Kata Kunci: model pembelajaran berbasis masalah, berpikir kritis
1. Nike Nur Fitriana Mahasiswa Jurusan Geografi FIS UM 2. dan 3 Pembimbing, Dosen, Jurusan Geografi FIS UM
1
PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan suatu kegiatan dengan maksud agar proses belajar seseorang atau sekelompok orang dapat berlangsung. Menurut Setyosari (2001:1) ”pembelajaran merupakan suatu usaha manusia yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu memfasilitasi belajar orang lain”. Untuk memperoleh pembelajaran yang dapat berjalan secara kondusif, maka harus diciptakan suasana belajar yang dapat mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Pembelajaran sebagai upaya membelajarkan siswa, artinya siswa dalam pembelajaran di kelas tidak hanya berinteraksi dengan guru saja sebagai salah satu sumber belajar, tetapi bisa menggunakan sumber belajar lain. Model pembelajaran dalam proses belajar mengajar sangat berperan dalam keberhasilan belajar siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan memperbesar peluang pencapaian keberhasilan belajar. Fenomena yang ada di kelas XI IPS 3 SMAN 1 Kauman Tulungagung tahun ajaran 2012/2013 menunjukan masih memiliki banyak permasalahan dalam proses pembelajaran, antara lain sebagian besar kegiatan pembelajaran masih didominasi oleh guru mata pelajaran, sedangkan siswa hanya duduk untuk mencatat dan mendengarkan ceramah guru. Selama aktivitas pembelajaran siswa sangat pasif, siswa tidak memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan menjawab pertanyaan. Apalagi berpikir kritis dalam mencari permasalahan dan pemecahannya serta keberanian membuat kesimpulan dari topik yang dipelajari. Pada pembelajaran yang cenderung terpusat kepada guru (teacher centered), sebagian besar aktivitas pembelajaran dilakukan oleh guru, sedangkan siswa bersifat pasif (hanya menerima informasi dan kurang memiliki kesempatan untuk mengembangkan kreativitas). Pembelajaran semacam inilah untuk masa sekarang dipandang kurang efektif, karena kurang melibatkan pengembangan kemampuan berfikir secara kritis. Cara yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah pemilihan model pembelajaran yang tepat. Dengan model pembelajaran yang tepat diharapkan mampu mengarahkan siswa agar dapat menggunakan pengetahuan yang diperoleh di kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah baru yang belum pernah dihadapi
2
di dunia nyata, serta memiliki tanggung jawab yang lebih terhadap belajarnya seiring dengan peningkatan pengalaman dan pengetahuan mereka. Salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif oleh guru adalah diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) yaitu “Model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran”(Nurhadi ,dkk. 2004:56). Siswa dituntut agar dapat kreatif dan mampu mengembangkan kemampuan berfikir kritis dalam menghadapi pelajaran juga dalam menghadapi masalah-masalah yang sedang terjadi saat ini. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam pembelajaran karena siswa didorong untuk mencari dan menemukan pengetahuan baru yang melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran (student oriented). Berdasarkan uraian latarbelakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih luas permasalahan, yaitu dengan penelitian yang berjudul: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Berfikir Kritis Mata Pelajaran Geografi Kelas XI IPS-3 Semester 2 SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) atau disingkat PTK. Penelitian Tindakan Kelas Meliputi empat tahapan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan, dan refleksi. Adapun tahap-tahap penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut.
3
Permasalahan
Pelaksanaan Tindakan I
Perencanaan Tindakan I
Siklus I Refleksi I
Permasalahan baru hasil refleksi
Siklus II
Pengamatan/Pengumpulan Tindakan I
Perencanaan Tindakan II
Pelaksanaan Tindakan II
Pengamatan/Pengumpulan Tindakan II
Refleksi II
Dilanjutkan ke siklus berikutnya, jika masalah belum selesai Gambar 1 : Diagram Siklus Penelitian Tindakan Kelas Arikunto, (2010:74)
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah hasil tes kemampuan berpikir kritis setelah tindakan. Sumber data pada penelitian ini siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung tahun ajaran 2012/2013. Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar obsevasi dan soal tes. Lembar Observasi digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis yang dilakukan oleh siswa selama kegiatan pembelajaran. Dimana lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa terdiri dari beberapa indikator dan deskriptor kemampuan berpikir kritis siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Soal tes bertujuan untuk mengukur seberapa besar peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah dilakukan penerapan model pembelajaran PBL. Tes dalam penelitian ini meliputi tes pra tindakan, tes akhir siklus I, dan tes akhir siklus II. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemberian tes. Data kemampuan berpikir kritis diperoleh dengan memberikan tes sebagai alat evaluasi kepada siswa. Tes dilakukan sebanyak 2 kali yang meliputi tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II. Analisis data dilakukan dengan membandingkan persentase kemampuan berpikir kritis yang diperoleh pada pra tindakan, siklus I dan siklus II. Peningkatan kemampuan berpikir kritis dapat diketahui dari persentase 4
kemampuan berpikir kritis dari tiap-tiap indikator yang mengalami kenaikan pada setiap tindakan. Persentase sebelum tindakan atau pra tindakan akan dibandingkan dengan siklus I, dan juga siklus II, sampai ke siklus berikutnya. Alat yang digunakan untuk melihat adanya peningkatan adalah tabel dan garfik yang diperoleh dari data kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I dan II.
HASIL PENELITIAN Kemampuan berpikir kritis siswa dalam penelitian ini terdiri dari kemampuan berpikir kritis pra tindakan, kemampuan berpikir kritis siklu I, dan kemampuan berpikir kritis siklu II. Kemampuan berpikir kritis pra tindakan dilaksanakan sebelum siswa diberikan tindakan. Kemampuan berpikir kritis pra tindakan digunakan untuk mengetahui kemamapuan awal siswa sebelum diberikan tindakan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung pada pra tindakan menunjukan kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah. Hal ini dibukikan dengan perolehan berdasarkan beberapa aspek kemampuan berpikir kritis yaitu merumuskan masalah, memberikan argumen, melakuakn evaluasi, melakukan deduksi, memutuskan dan melaksanakan, melakukan induksi yaitu sebesar 36,25% dengan kriteria kurang baik. Adapun hasil penilaian kemampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa sebelum dilaksanakan tindakan tercantum pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Hasil Penilaian Kemampuan Siswa Berpikir Kritis Pra Tindakan No
1 2 3 4 5 6
Indikator
Rata-Rata Skor
Persentase
Kriteria
1,37 1,40 1,53 1,60 1,33 1,47 1,45
34,25 35,00 38,25 40,00 33,25 36,75 36,25
Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik
Merumuskan masalah Memberikan argumen Melakukan Evaluasi Melakukan Deduksi Memutuskan dan Melaksanakan Melakukan Induksi Nilai Rata- Rata
5
Selain pengukuran kemampuan berpikir kritis sebelum para tindakan juga dilakukan kemampuan berpikir kritis siswa pada setiap siklus didapatkan melalui tes yang diberikan setelah selesai diterpakannay model pembelajaran PBL didapatkan hasil peningkatan kemampuan berpikir kritis pada tiap-tiap indikator kemampuan berpikir kritis. Berikut ini adalah hail analisis kemampuan berpikir kritis.
Tabel 2. Hasil Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Indikator 1. 2. 3. 4. 5.
Merumuskan Masalah Memberikan Argumen Melakukan Evaluasi Melakukan Deduksi Memutuskan dan Melaksanakan Melakukan Induksi
Rata-rata
Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Pra Tindakan Siklus I Siklus II 34,25 58,25 86,75 35,00 59,00 77,50 38,25 55,00 82,50 40,00 60,75 75,00
Keterangan Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
33,25
54,25
78,25
Meningkat
36,75
61,75
85,75
Meningkat
36,25
58,25
80,75
Meningkat
Berdasarkan Tabel 2. terdapat peningkatan persentase mulai dari pra tindakan yaitu sebesar 36,25%, tindakan siklus I yaitu sebesar 58,25%, dan tindakan siklus II yaitu sebesar 80,75%. Dari hasil yang diperoleh pada siklus II peneliti dapat menyimpulkan bahwa adanya peningkatan yang cukup signifikan pada persentase taraf keberhasilan untuk kemampuan berpikir kritis dan ini membuktikan bahwa Penerapan Model Pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis siswa XI-IPS 3 SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung. Adapun besarnya peningkatan kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada Gambar 1. berikut ini.
6
Gambar 1. Grafik Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Penerapan pembelajaran masalah (Problem Based Learning) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung. Hal ini dapat dilihat pada hasil kemampuan berpikir kritis siswa saat pra tindakan, siklus I dan siklus II. Hasil Kemampuan Berpikir kritis yang meningkat pada kegiatan siklus I dan siklus II juga lebih meningkat lagi dan lebih baik daripada siklus I. Berdasarkan uraian temuan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa keterlaksanaan pembelajaran dengan model PBL terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mata pelajaran geografi kelas XI IPS 3 SMAN 1 Kauman Tulungagung.
PEMBAHASAN Paparan data hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan model Pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil analisis tes akhir siklus siswa dan hasil observasi kemampuan siswa berpikir kritis siswa secara umum mengalami peningkatan pada tiap aspeknya. Pembelajaran yang disampaikan dengan metode diskusi tersebut memberikan
7
kesempatan kepada siswa untuk berpikir kritis dan sistematis dalam menganalisis permasalahan lingkungan yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Dengan didukung oleh pemilihan topik permasalahan yang berada di sekitar lingkungan mereka (kontekstual), siswa telah terlatih untuk peka terhadap kondisi lingkungan tempat tinggal mereka. Hal ini sesuai dengan pernyataan Krulik dan Rudnick (dalam Santyasa,2005:4) bahwa ”pemecahan masalah adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tidak lumrah”. Dari beberapa indikator yang diteliti yaitu merumuskan masalah, memberikan argumen, melakukan evaluasi, melakukan deduksi, memutuskan dan melaksanakan dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis siswa menjadi lebih meningkat pada siklus II. Pada siklus I indikator terendah yaitu pada aspek melakukan memutuskan dan melaksanakani siswa masih belum terbiasa membuat solusi dengan model pembelajaran berbasis masalah, Kegiatan belajar mengajar kurang kondusif, masih banyak siswa yang kurang bersemangat. Kemampuan berpikir kritis siswa juga belum optimal, karena pada proses pembelajaran pada siklus I ada beberapa siswa yang tidak mendengarkan langkah-langkah pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Hal ini berbeda sekali dalam siklus II, siswa lebih antusias untuk mengikuti pembelajaran karena sebelumnya guru telah memberikan motivasi serta menjelaskan secara rinci bagaimana langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah sehingga siswa menjadi lebih mengerti apa yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran tersebut. Meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa, karena pada model pembelajaran berbasis masalah, siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan masalah tersebut serta dibiarkan mencari solusi terhadap permasalahanyaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar. Dari pemahaman siswa itu, kemampuan siswa dalam merumuskan suatu permasalahan juga menjadi lebih baik. Guru lebih melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, sehingga siswa menjadi aktif dalam proses diskusi berlangsung. Hal ini dapat terlihat bahwa banyak siswa yang bertanya maupun menjawab selama proses diskusi berlangsung.
8
Selain itu, dalam pembelajaran berbasis masalah kemampuan siswa dalam mengambil keputusan dikembangkan. Apabila kemampuan dalam mengambil keputusan meningkat, maka pengambilan keputusan oleh siswa dalam mencari alternatif permasalahan yang diberikan oleh guru akan menjadi lebih baik. Selain itu dalam pembelajaran berbasis masalah, membuat siswa lebih aktih dan mempunyai tanggung jawab tentang pembagian tugas dalam anggota kelompoknya, sehingga tugas yang diberikan oleh guru dapat terselesaikan dengan baik. Pemberian motivasi dalam belajar membuat siswa lebih antusias dalam belajar. Karena motivasi tersebut, antusiasme siswa menjadi lebih besar, siswa mendapatkan pengalaman pribadi dari lingkungan di kelas maupun lingkungan sekitar. Apabila motivasi dan antusiasme siswa meningkat, maka dorongan untuk melakukan investigasi dalam berdiskusi menjadi lebih baik. Motivasi tersebut juga membuat siswa mau untuk belajar terlebih dahulu sebelum pelajaran di dalam kelas. Hal ini mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya. Selain itu, siswa menjadi lebih inovatif dalam menyajikan hasil karyanya. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang telah didapat bahwa PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok (Dasna dan Sutrisno, 2007). PBL adalah suatu tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memilki keterampilan untuk memecahkan masalah.
KESIMPULAN Hasil Penelitian menunjukan bahwa penerapan pembelajaran masalah (Problem Based Learning) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung pada kompenetensi dasar menganalisis pelesataian lingkungan hidup dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan. Pada saat model pembelajaran Problem Based Learning hendaknya guru perlu memperhatikan pengelolaan kelas yang lebih baik terutama dalam
9
mengatasi siswa yang sering membuat ramai dan gaduh, sehingga pelaksanaan kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lancar juga pemotivasian dalam belajar agar siswa lebih antusias dalam belajar. Guru maupun mahasiswa sebagai calon guru dapat menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning sebagai salah satu alternatif pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara. Dasna, I. Fatchan, A. 2008. Penelitian Tindakan Kelas 7 Penulisan Karya Ilmiah.Malang: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang PSG Rayon 15 Dhiroh, Anis Satuna. 2009. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe PBL dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar pada materi Pelestarian Lingkungan Hidup siswa kelas XI IPS-2 SMAN 1 Kesamben. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Geografi FMIPA UM. Ibrahim, M dan M. Nur. 2004. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pascasarjana UNESA, University Press. Jhonson, B. Elaine. 2007. Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung : PT MLC Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. Santyasa, I Wayan. 2005. Pengembangan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa SMA Dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Bersetting Investigasi Kelompok. (Online), http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2/PENGEMBANGAN_PEMAH AMAN_KONSEP.pdf, diakses 29 Maret 2013. Setyosari, Punaji. 2001. Rancangan Pembelajaran Teori dan Praktek. Malang: Elang Mas
10