PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN SIKAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL ANAK (STUDI KUALITATIF PADA WARGA RW 07 JATIASIH BEKASI) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh: HERAWATI 105011000160
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul: “Pendidikan Akhlak dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan Sikap Tanggung Jawab Sosial Anak (Studi Kualitatif pada Warga Rw 07 Jatiasih Bekasi)” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada 02 September 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama.
Jakarta,
Desember 2010
Panitia Ujian Munaqasyah Ketua Panitia (ketua Jurusan / Program studi)
Tanggal
Tanda Tangan
Bahrissalim, M. Ag.
...............
........................
...............
........................
...............
........................
...............
........................
NIP. : 19680307 199803 1 002 Sekretaris (Sekretaris Jurusan / Prodi) Drs. Sapiuddin Shiddiq, M. A. NIP. : 19670328 200003 1 001 Penguji I Drs. Sapiuddin Shiddiq, M. A. NIP. : 19670328 200003 1 001 Penguji II Dr. Zaimuddin, M. A. NIP. : 19590705 199103 1 002
Mengetahui: Dekan,
Prof. Dede Rosyada, M. A. NIP. : 19571005 198703 1 003
SURAT PERNYATAAN ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Herawati
NIM
: 105011000140
Jurusan/Semester
: Pendidikan Agama Islam/X
Angkatan Tahun
: 2005
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi dengan judul “Pendidikan Akhlak dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan Sikap Tanggung Jawab Sosial Anak (Studi Kualitatif pada Warga RW 07 Jati Asih Bekasi) adalah benar hasil karta sendiri di bawah bimbingan dosen Dr. Sururin, M. Ag..
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima konsekuensi secara akademis, apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, 17 Juni 2010 Menyatakan,
Herawati 105011000140
ABSTRAKSI Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang keberadaannya mencerminkan kualitas bangsa. Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama bagi para kader-kader bangsa. Dan keluarga pun sebagai cermin tegaknya suatu kepemimpinan walau tanpa terorganisir. Di dalamnya terdapat proses interaksi yang bermakna sebagai proses pendidikan. Pesan-pesan intelektual dan emosional tertransfer dengan baik dari orang tua sebagai pendidik kepada anak sebagai peserta didik. Anak sebagai peserta didik yang mempunyai naluri untuk mencontoh apa yang dia lihat dan dia ketahui dari kedua orang tuanya secara cepat akan mencontoh sehingga tertanam dalam dirinya. Sikap anak yang cenderung mencari model untuk ditiru tersebut memberikan perhatian yang sangat penting terhadap para orang tua untuk berperilaku dan bertutur kepada anak. Hal ini pun dikarenakan setiap orang tua mempunyai citacita yang terbaik untuk anak-anaknya, seperti anak yang berbakti, sukses dan taat beribadah. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut para orang tua dengan penuh semangat bahkan sampai melupakan waktu bersama keluarga untuk mencari nafkah agar dapat memenuhi biaya-biaya pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Namun, ada yang terlupakan oleh para orang tua, bahwa upaya yang dilakukan itu tidaklah cukup untuk mewujudkan cita-cita mereka. Anak memerlukan kasih sayang dari orang tuanya baik melalui ucapan atau perbuatan. Anak membutuhkan tempat perlindungan yang mampu menampung rasa kebahagiannya, kesedihannya dan keluh-kesahnya. Untuk itu, dibutuhkan interaksi yang baik antara orang tua dan anak dengan adanya waktu untuk berkumpul bagi keluarga. Selain itu, para orang tua pun harus mengikutsertakan anak untuk mengambil keputusan dalam hal-hal yang terkait dengannya seperti, menentukan sekolah, makanan dan tempat rekreasi. Atau bahkan orang tua mengajak anak berdiskusi untuk memecahkan sebuah masalahnya dengan memberikan kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapatnya dan kemudian orang tua mengarahkannya. Apalagi anak yang beranjak remaja awal mulai kritis dalam menilai sesuatu, tentunya hal ini memberikan peluang bagi anak agar dapat memilih dan membedakan antara hal yang baik dan buruk tanpa adanya tekanan atau paksaan dari orang tua dan dapat menumbuhkan kesadaran tentang sikap tanggung jawab. Hal tersebut di atas merupakan pendidikan akhlak dalam keluarga yang mampu menjadikan anak yang mempunyai akhlak yang baik dan terpuji. Peluang memilih bagi anak sangat penting untuk menumbuhkan sikap tanggung jawab pada dirinya. Tanggung jawab merupakan salah satu sikap terpuji yang membutuhkan keberanian, kerelaan dan keikhlasan. Sedangkan pemilihan lokasi penelitian yaitu Rw 07 Jatiasih Bekasi karena lokasi dalam tahap pembangunan yang banyak mendatangkan penduduk dari berbagai wilayah sehingga penduduknya bersifat heterogen dan kemudian mempunyai keragaman dalam pendidikannya.
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah senantiasa terucap hanya untuk Sang Khaliq Yang Maha Esa Raja bagi seluruh alam, karena dengan limpahan karunia, nikmat dan rahmat-Nya akhirnya tugas terakhir dalam pendidikan ini telah selesai. NikmatNya yang terus abadi sampai kapan pun, yang tidak dapat diukur dengan hitungan angka, dan tidak akan cukup terungkap dengan untaian kata-kata dengan sejuta makna. Kesehatan jasmani dan rohani, panjang umur dan akal yang terus berpikir adalah sebagian kecil dari nikmat-Nya. Oleh karena itu, selesainya tugas akhir ini adalah atas kehendak-Nya dan kasih sayang-Nya.
Shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad SAW yang dengan keimanan yang teguh, kesabaran dan keikhlasan telah menyampaikan ajaran Allah SWT kepada umatnya. Beliau merupakan guru dari segala guru besar yang pernah ada. Panglima besar diantara panglima besar yang pernah ada. Nabi memberikan contoh dan ajaran agama kepada umatnya dan menetapkan peraturan-peraturan dengan berdasarkan cinta kasih dan sayang.
Terima kasih atas bantuan yang diberikan untuk terlaksananya pengajaran, bimbingan dan latihan serta fasilitas dalam terlaksananya pendidikan dari awal sampai akhir. Adapun pihak-pihak yang andil dalam pendidikan ini, diantaranya:
1. Bapak Dede Rosyada sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah. 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah. 3. Bapak Zaimuddin M. Ag. sebagai dosen penasihat akademik yang memberikan motivasi untuk menjalankan penelitian dengan sungguhsungguh. 4. Ibu Sururin M. Ag. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan koreksi dan sumbangan
ii
pemikiran pada saat bimbingan serta telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan ilmu tanpa lelah dan penuh dengan keikhlasan. Serta staf administrasi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan segala kelengkapan surat menyurat dan sebagainya. 6. Orang tua tersayang, yaitu Ayahanda Rohali Amin dan Ibunda Mulya Syuaib (almrh.), yang telah banyak berkorban tanpa kenal lelah, selalu berdoa tanpa kenal waktu dan selalu memberikan semangat tanpa henti. 7. Kakanda tersayang, Arjawi dan Nur Syiddah, Armawi dan Melly, Jamiluddin dan Satya, Ida Sa’idah dan H. Abdur Rahman Hakim, Darul ‘Ulum dan Tati Yuningsih, Makmun dan Masni, Nurjayadi dan Anita dan Kiki Zakiyah dan H. Hasanain yang telah memberikan fasilitas baik berupa materi maupun non materi. Terima kasih atas doanya juga. 8. Sandhytia Nur Ramadhan yang telah memberikan support dan bersedia dengan senang hati menemani di kampus, perpus maupun di toko buku. 9. Teman-teman PAI Angkatan 2005 terutama PAI D yang telah bahu membahu agar semua teman-teman dapat menempuh tugas akhir dengan baik dan sukses.
Perasaan bahagia yang penuh dengan rasa syukur kepada Allah SWT Dan rasa terima kasih kepada semua pihak yang terkait. Semoga kebaikan dan keikhlasan mereka dibalas oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya pembalasan. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Jakarta, 17 Juni 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI ABSTRAKSI ....................................................................................................i KATA PENGANTAR ......................................................................................ii DAFTAR ISI ....................................................................................................iv DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ................................................................vii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................1 B. Masalah dan Rumusan Masalah ...................................................................8 1. Identifikasi Masalah ...............................................................................8 2. Batasan Masalah.....................................................................................8 3. Rumusan Masalah ..................................................................................9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................................9 D. Tujuan Penelitian .........................................................................................9 E. Manfaat Penelitian .......................................................................................9 F. Sistematika Penulisan ...................................................................................10 BAB II PENDIDIKAN AKHLAK, KELUARGA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL ............................................................................................12 A. Pendidikan Akhlak .......................................................................................12 1. Pengertian Pendidikan Akhlak ................................................................12 2. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ........................................................15 B. Keluarga ......................................................................................................20 1. Pengertian Keluarga ...............................................................................20 2. Fungsi Keluarga sebagai Lembaga Pendidikan .......................................22 3. Macam-macam Pola Pendidikan dalam Keluarga ...................................23 4. Sifat-sifat Umum dan Khusus Pendidikan Keluarga................................25 C. Tanggung Jawab Sosial ................................................................................27 1. Pengertian Tanggung Jawab Sosial .........................................................27 2. Hak dan Kewajiban Terhadap Orang lain ...............................................29 D. Pendidikan Akhlak dalam Keluarga .............................................................33 1. Landasan Pendidikan Akhlak dalam Keluarga ........................................33 2. Metode Pendidikan Akhlak dalam Keluarga ...........................................35 3. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Akhlak dalam Keluarga........................39
iv
E. Pendidikan Akhlak dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan Sikap Tanggung Jawab Sosial Anak.......................................................................40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................43 A. Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................................43 B. Pendekatan dan Metode................................................................................44 C. Sumber Data ................................................................................................44 D. Responden ...................................................................................................44 E. Teknik Pengumpulan Data ...........................................................................45 F. Teknik Analisa Data.....................................................................................46 G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ............................................46 BAB IV PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA PADA WARGA RW 07 KECAMATAN JATIASIH BEKASI..................................................48 A. Gambaran Umum Rw 07 Jatiasih Bekasi ......................................................48 1. Letak RW 07 Jatiasih Bekasi ..................................................................48 2. Struktur Organisasi .................................................................................49 3. Sarana dan Prasarana serta Acara Sosial .................................................51 B. Karakteristik Responden ..............................................................................53 C. Pendidikan Akhlak dalam Keluarga pada Warga RW 07 Kecamatan Jatiasih Bekasi ..........................................................................................................54 1. Hablu Minallah ......................................................................................55 2. Hablu Minannafs....................................................................................57 3. Hablu Minannas.....................................................................................58 4. Hablu Minal’alam ..................................................................................59 BAB V SIKAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL YANG TERDAPAT PADA WARGA RW 07 KECAMATAN JATIASIH BEKASI .................................62 A. Tanggung Jawab kepada Orang Tua………………………………………...62 B. Tanggung Jawab kepada Saudara…………………………………………...64 C. Tanggung Jawab kepada Teman…………………………………………….66
v
BAB VI SIKAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PADA ANAK DAPAT TERBENTUK MELALUI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA WARGA RW 07 KECAMATAN JATIASIH BEKASI .................................69 A. Kebiasaan Orang Tua……………………………………………………….69 B. Pendidikan Akhlak Melalui Keteladanan…………………………………...72 C. Diskomunikasi………………………………………………………………73 D. Sikap Tanggung Jawab Sosial pada Anak…………………………………..75 BAB VII PENUTUP…………………………………………………………….77 A. Kesimpulan………………………………………………………………….77 B. Saran………………………………………………………………………...78 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...79 CATATAN LAPANGAN LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2
Data Pendidikan Orang Tua ...........................................................53 Data Pekerjaan Orang Tua .............................................................54 DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4
Peta Lokasi ....................................................................................49 Struktur Organisasi ........................................................................50 Sarana dan Prasarana serta Acara Sosial.........................................51 Tanggung Jawab kepada Teman.....................................................67
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dengan terjadinya perkembangan global disegala bidang kehidupan, selain mengindikasikan kemajuan umat manusia di satu pihak, juga mengindikasikan kemunduran akhlak di pihak lain. Hal ini dikarenakan kemajuan kebudayaan melalui pengembangan IPTEK tidak diimbangi dengan kemajuan moral akhlak. Ironisnya, semakin tinggi kemajuan teknologi yang dihasilkan semakin membuat manusia kehilangan jati diri yang sesungguhnya atau membuatnya menjadi tidak manusiawi. Stasiun televisi dan artikel di media cetak yang merupakan salah satu sumber informasi banyak menggambarkan tentang berbagai tindak kejahatan, tindakan anarkis, tawuran yang dilakukan oleh orang dewasa, anak-anak di bawah umur pun melakukan tindak kejahatan seperti siswa Sekolah Menengah Pertama di Sidoarjo, Jawa Timur, dicokok setelah mencuri sebuah sepeda motor, mereka ngebet memiliki motor, sementara orang tua tidak mampu membelikan. 1 Selain itu, ada pula tentang beberapa orang wakil rakyat yang seharusnya menjadi contoh dan membela rakyak malah berbalik arah menjadi seorang yang menikam rakyat melalui sifat semutnya2 seperti BUMN menjadi salah satu 1
Heri Susetyo, “Tiga Siswa SMP Dicokok Setelah Mencuri Motor”, Metrotvnews.com, Kamis, 22 Oktober 2009 20:08 WIB. 2 Sifat semut yaitu “budaya menumpuk,” yaitu menghimpun dan menumpuk ilmu (tanpa mengolahnya) dan materi (tanpa disesuaikan dengan kebutuhan). (M. Quraish Shihab, Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 1994), h. 191)
1
lembaga paling banyak melakukan praktik korupsi.3 Hal tersebut menyampaikan pesan bahwa sudah sedemikian terpuruknya akhlak moral manusia Indonesia. Manusia diciptakan oleh Allah SWT bertujuan untuk menjadi seorang ‘abid dan khalifah di muka bumi. Hal ini berdasarkan firman-Nya dalam QS. AdzDzariyat: 56,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”4 Dan QS. Al-Baqarah: 30
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."”5 Peran manusia sebagai ‘abid yaitu sebagai hamba yang beribadah kepada Allah SWT sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw seperti ibadah sholat, puasa, zakat dan haji. Hal ini pun memberikan pengertian bahwa “manusia dalam kehidupan di muka bumi ini tidak terlepas dari kekuasaan yang transendental”. 6
3
Frans Agung Setiawan, “BUMN Terkorup, SBY Didesak Lakukan Pengawasan Ketat Anggaran”, Laporan wartawan KOMPAS.com Selasa, 20 Oktober 2009, 15:15 WIB 4 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 2007) h. 1175 5 Departemen Agama RI, al-Qur’an…,h. 11 6 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), Cet. I, h. 65
2
Memang sejak zaman dahulu manusia telah memiliki kecenderungan untuk percaya bahwa di luar dirinya terdapat kekuatan yang lebih berkuasa dan menguasai seluruh kehidupan. Oleh karena itu, Allah SWT menciptakan manusia dengan salah satu potensinya yaitu untuk mengenal Tuhannya dengan melalui agama. Sedangkan khalifah merupakan pengemban amanat untuk mengelola wilayah yang ada di muka bumi dengan sebaik-baiknya, seperti mengelola pemerintahan yang mencakup hubungan antar manusia dengan manusia atau manuisa dengan lingkungannya. Muhammad Baqir Al-Shadr mengupas surat Al-Baqarah ayat 30 dengan menggunakan metode tematik, beliau mengemukakan bahwa kekhalifahan mempunyai tiga unsur yang saling terkait. Kemudian ditambahkannya unsur keempat yang berada di luar, namun amat menentukan arti kekhalifahan dalam pandangan Al-Qur’an. Adapun unsur-unsur tersebut yaitu: 1. Manusia, yang dalam hal ini dinamai Khalifah. 2. Alam raya, yang ditunjuk oleh ayat Al-Baqarah sebagai, Ardh. 3. Hubungan antara manusia dengan alam dan segala isinya, termasuk dengan manusia. 4. Unsur yang ke empat yang berada di luar adalah yang digambarkan oleh ayat tersebut dengan kata Inni Ja’il atau Inna Ja’alnaka Khalifat yaitu yang memberi penugasan, yakni Allah SWT. 7 Tugas yang diberikan oleh Allah SWT itu tidak dapat terwujud tanpa adanya usaha yang dilakukan. Untuk itu, diwujudkan oleh Nabi Muhammad Saw melalui jalur pendidikan, seperti Nabi memerintahkan para budak yang pandai baca tulis untuk mengajarkan anak-anak muslim baca tulis. Pendidikan menjadi kata kunci dalam pembentukan diri seseorang. Bermula dari bentuk sederhana proses mendidik pada masa Nabi Muhammad Saw, lambat laun ketika struktur masyarakat menjurus pada arah yang lebih kompleks, kehadiran pendidikan melalui wajah ‘institusi’ menjadi keniscayaan. Kehadiran institusi yang diharapkan mampu menggantikan posisi ayah dan ibu – 7
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, (Bandung: Mizan, 2007) Cet. XXX, h. 158-159
3
membimbing, merawat dan mendidik anak – tak dapat dilepaskan dari pentingnya makna pendidikan itu sendiri. Penggantian posisi orang tua dalam mendidik anak, dipahami sebagai proses sosial yang memiliki dinamika untuk bergerak. Akan tetapi, yang perlu menjadi perhatian disini, adalah proses perubahan peran tersebut dalam cakupannya yang lebih luas. Di satu sisi, perubahan peran disebabkan oleh suatu proses sosial, orang tua yang lebih disibukkan oleh aktifitas di luar rumah dalam mencari nafkah keluarga dibanding dengan kesediaan waktunya untuk menemani anaknya, di sisi lain perubahan ini pula menjadi dasar untuk menarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah segalagalanya.
Dengan demikian,
dapat
dilihat
bagaimana
bangsa
Yunani
mendudukan pendidikan dalam kaca mata yang luhur, artinya proses pendidikan sedapat mungkin harus dilakukan oleh orang tua semenjak dini kepada anakanaknya. Sementara itu, jika peran sosial lebih menuntut orang tua untuk berkiprah di luar, maka hendaknya proses mendidik anak tidak menjadi terbengkalai. Inipun dengan catatan, bahwa pergantian peran tersebut hanya sebatas mengisi kekosongan kecil yang ditinggalkan oleh orang tua bagi anak-anaknya. Sedangkan porsi terbesarnya tetap dipegang oleh orang tua sebagai pihak yang sangat vital dalam perkembangan anak. Lembaga pendidikan dalam keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencetak tujuan diciptakannya manusia yang telah ditetapkan Allah SWT tersebut. Selain pendidikan dalam keluarga yang harus berjalan secara maksimal maka lembaga pendidikan yang lain baik sekolah, majlis pengajian, maupun lembaga pendidikan yang terdapat dalam masyarakat harus berjalan maksimal pula dan harus berintegrasi untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diharapkan. Era transparansi sekarang ini memperlihatkan betapa pentingnya fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan. Di mana dengan hitungan detik gambaran budaya luar yang bersifat negatif dapat diketahui di berbagai Negara, dari hal gaya pergaulan bebas, model rambut dan warnanya, penampilan busana yang
4
memperlihatkan sebagian anggota tubuh dan lain sebagainya. Belum lagi dampak negatif dari berkembangnya teknologi yang memudahkan kehidupan manusia. Dengan ini banyak orang-orang yang berlomba-lomba untuk memiliki fasilitas yang ada dan mereka melupakan hal-hal yang sangat prinsipil yang kemudian larut dalam kehidupan materialistis dan penuh dengan sifat keegoisan. Dengan bukti berupa data-data tentang keterpurukan akhlak moral manusia Indonesia, seharusnya yang dilakukan bukan lah mencari-cari siapa yang salah atau dalang dibalik kekacauan ini. Hal yang harus dilakukan adalah membenahi jiwa dengan akhlak karimah yang sudah Rasulullah Saw contohkan yaitu membenahi diri sendiri dan kemudian melalui pendidikan dalam keluarga. Membenahi diri sendiri seperti seorang ayah yang bekerja keras di luar untuk memenuhi kebutuhan keluarga tidak bersikap semena-mena terhadap ibu tetapi menghargainya sebagai partnership relation. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa manusia diciptakan Sang Khalik untuk mengemban tugas yang sangat berat sampai-sampai para malaikat dan gunung-gunung pun menolak untuk menerima amanat itu. Tugas yang diemban manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi Allah SWT ini. Masyarakat muslim tentunya harus memperhatikan pendidikan anaknya untuk menjadi seorang khalifah yang baik di hadapan Allah SWT. dan di hadapan semua makhluk. Untuk itu dalam keluarga sangat penting adanya pendidikan akhlak yang mana seorang anak sejak dini dididik untuk mempunyai tanggung jawab bagi dirinya sendiri dan yang penting memiliki tanggung jawab yang merupakan wujud dari perannya sebagai makhluk bertuhan dan makhluk sosial. Tetapi pendidikan akhlak dalam keluarga saat ini hanya berbentuk penekanan untuk melakukan hal yang baik tanpa diberikan pemahaman yang mendalam tentang akhlak yang baik tersebut. Penekanan ini tidak akan berhasil, kerena pendidikan akhlak sangat berkaitan erat dengan ranah afektif yang berhubungan dengan rasional dan emosional. Pendidikan yang seperti ini mengakibatkan si anak tidak cepat tanggap ketika harus melakukan hal yang baik dan kurang menyadarkan si anak untuk berbuat baik.
5
Salah satu contoh konkritnya yaitu ketika ibu meminta tolong kepada anaknya untuk membelikan barang yang tidak tersedia di rumah, penekanan di sini si ibu hanya berkata atau memberi pengertian bahwa jika seseorang yang lebih tua memerintah maka orang yang lebih muda atau kecil harus patuh, jika tidak mau maka dia (orang yang lebih muda) akan mendapatkan dosa. Penekanan sikap di sini kurang memberikan arahan kepada anak yang akan membuat anak kurang menyadari tentang hak dan kewajibannya sebagai seorang anak. Oleh karena itu, pendidikan akhlak dalam keluarga harus dapat menumbuhkan kesadaran anak dengan memberikan pemahaman tentang akhlak karimah disertai dengan contoh konkrit dari ayah dan ibu yang merupakan pendidik bagi anak. Masa yang sangat menghawatirkan bagi pertumbuhan anak yaitu pada masa remaja (12-18). Masa ini juga disebut masa genital/reproduksi.8 Pada masa ini jika para orang tua tidak cepat menanganinya dengan baik maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya anak menjadi gelisah, bingung, malu, takut dan sebagainya. Untuk pencegahannya, orang tua harus menjadi teman untuk memahami anak dan memberikan penjelasan untuk mempunyai segala persiapan-persiapan yang dibutuhkan sesuai dengan bertambahnya umur mereka. Sebagai contoh di warga RW 07 Jati asih bekasi. Ada dua keluarga dari beberapa keluarga di wilayahnya yang mempunyai anak sudah menduduki usia sekolah SMP. Keluarga yang satu mempunyai anak yang disenangi banyak orang, anak ini bergaul dengan ramah terhadap semua orang, baik yang lebih kecil, sebaya maupun yang lebih tua. Sedangkan yang kedua mempunyai anak yang tidak disenangi banyak orang karena kenakalannya dan suka mengganggu anak yang lebih kecil, teman sebaya dan tidak menghormati orang yang lebih tua. Fenomena dari dua keluarga ini sangat bertolak belakang sehingga patut
8 Disebut masa demikian karena pada masa ini perkembangan jasmani sudah sedemikian rupa, sehingga mampu mengeluarkan benih manusia baru. Anak laki-laki mengeluarkan sperma dan anak perempuan mulai menstruasi. (R.I. Suhartin C., Cara Mendidik Anak Dalam Keluarga Masa Kini, Jakarta 1980).
6
untuk diteliti dalam hal pendidikan akhlak dalam kelurga sebagai upaya pembentukan sikap tanggung jawab sosial anak. Selain hal tersebut di atas, penelitian ini ditujukan pada keluarga yang di dalamnya terdapat anak usia sekolah SMP dikarenakan pada masa awal Sekolah Menengah Pertama anak membutuhkan segala persiapan pemahamanpemahaman untuk dapat mengerti dirinya sendiri dan dapat berinteraksi sosial dengan baik. Masa remaja awal ini ditandai sebagai perasaan yang sangat peka; remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya; dan tidak aneh lagi bagi orang yang mengerti kalau melihat sikap dan sifat remaja yang sesekali bergairah dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak-ledak bertukar rasa sedih yang sangat, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan. 9 Pemilihan wilayah di warga RW 07 Jati Asih Bekasi karena wilayah ini merupakan salah satu warga yang wilayahnya sedang mengalami banyak pembangunan. Pembangunan ini membuat pertambahan penduduk baik dari kota maupun dari desa. Hal ini membuat warga setempat tidak lagi bersifat homogen tetapi bersifat heterogen. Beraneka ragam latar belakang penduduk ini akan mempengaruhi corak pemikiran dan perilaku penduduk sekitar, seperti seorang istri tidak lagi diam di rumah tetapi bekerja untuk membantu suami dalam mencukupi kebutuhan keluarga. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di lokasi ini untuk mengetahui pendidikan akhlak dalam keluarga untuk membentuk sikap tanggung jawab sosial anak.
B. Masalah dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah a. Orang tua terlalu sibuk bekerja di luar rumah. b. Orang tua kurang memberikan pengajaran tentang keharusan bersikap dan berperilaku yang baik terhadap orang lain.
9
Muhibbuddin Al Insaniyah, Memahami-Remaja, dari http://sosbud.kompasiana.com, 04 Mei 2010.
7
c. Kurangnya contoh yang konkrit dari orang tua tentang sikap tanggung jawab. d. Rendahnya pengembangan kemampuan anak dalam ranah afektif dan psikomotorik seperti anak malas bekerja dan kurang membantu orang tuanya. e. Kurangnya pemahaman orang tua tentang masa genital/reproduksi yang dialami anak pada usia SMP. f. Orang tua tidak menangani anak di masa genital/reproduksi dengan baik. g. Pembangunan di kecamatan Jati Asih Bekasi Selatan menyebabkan penambahan penduduk yang bersifat heterogen yang mengakibatkan kecenderungan akan material semakin meningkat dengan tidak diimbangi pendidikan akhlak dalam keluarga. 2. Batasan Masalah Pendidikan akhlak dalam keluarga ini dibatasi pada warga RW.07 kecamatan Jati Asih Bekasi Selatan yang di dalamnya terdapat anak usia sekolah SMP. 3. Rumusan Masalah Dari identifikasi masalah dan batasannya maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: ”Bagaimana pelaksanaan pendidikan akhlak dalam keluarga untuk membentuk sikap tanggung jawab sosial pada anak di RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan?”
C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah: a. Bertujuan untuk mengetahui pendidikan akhlak dalam keluarga pada warga RW 07 kecamatan Jati Asih Bekasi Selatan. b. Bertujuan untuk mengetahui sikap tanggung jawab sosial warga RW 07 kecamatan Jati Asih Bekasi Selatan.
8
c. Bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan akhlak dalam keluarga untuk membentuk sikap tanggung jawab sosial pada anak di RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan. 2. Manfaat a. Teoritis Untuk menambah khazanah keilmuan. Sebagai dokumentasi perpustakaan tentang pendidikan akhlak dalam keluarga sebagai upaya pembentukan sikap tanggung jawab sosial anak. b. Praktis Sebagai sumbangan pikiran dalam bentuk tulisan yang bersifat ilmiah guna dapat bermanfaat oleh berbagai pihak yang memerlukannya. Menambah pengetahuan penulis dalam bidang pendidikan akhlak dalam keluarga dan pentingnya pembinaan sikap tanggung jawab sejak dini.
D. Sistematika Penulisan Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab dan setiap bab-bab pembahasan dengan sistematika penyusunan sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah; permasalahan yang terdiri dari identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah; tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II
: Pendidikan Akhlak, terdiri dari Pengertian Pendidikan Akhlak,
dan Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak; Keluarga, terdiri dari Pengertian keluarga, Fungsi keluarga sebagai Lembaga Pendidikan, Macam-macam Pola Pendidikan dalam Keluarga, dan Sifat-sifat Umum dan Khusus Pendidikan dalam Keluarga; Tanggung Jawab Sosial, yang terdiri dari Pengertian tanggung jawab sosial, dan Hak dan Kewajiban Terhadap Orang Lain; Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga, yang terdiri dari Landasan Pendidikan Akhlak Dalam
9
Keluarga, Metode Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga, dan Tujuan dan Manfaat Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga; dan Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan Sikap Tanggung Jawab Sosial Anak. BAB III
: Metodologi penelitian, yang terdiri dari Waktu dan Tempat
Penelitian, Pendekatan dan Metode, Sumber Data, Responden, Teknik Pengumpulan Data, Teknik analisa data, dan Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data. BAB IV
: Pendidikan akhlak dalam keluarga pada warga rw 07 kecamatan
jati asih bekasi selatan, yang terdiri dari Gambaran Umum RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan, Letak RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan, Struktur Organisasi, dan Sarana dan Prasarana serta Acara Sosial; Karakteristik Responden; Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Pada Warga RW 07 Kecamatan Jati Asih Bekasi Selatan, yang terdiri dari Hablu Minallah, Hablu Minnafs, Hablu Minannas dan Hablu Minal’alam. BAB V
: Sikap tanggung jawab sosial yang terdapat pada warga rw 07
kecamatan jati asih bekasi selatan, yang terdiri dari Indikator I, Indikator II, dan Indikator III. BAB VI
: Sikap tanggung jawab sosial pada anak dapat terbentuk melalui
pendidikan akhlak dalam keluarga warga rw 07 kecamatan jati asih bekasi selatan. BAB VII
: Penutup, yang terdiri dari Kesimpulan dan saran.
10
BAB II PENDIDIKAN AKHLAK, KELUARGA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
A. Pendidikan Akhlak 1.
Pengertian Pendidikan Akhlak
Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe” dan akhiran “an”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
11
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.10 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1 dikemukakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.11 Menurut Ibrahim Amini dalam bukunya Agar Tak Salah Mendidik mengatakan bahwa, “pendidikan adalah memilih tindakan dan perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang diperlukan dan membantu seorang individu yang menjadi objek pendidikan supaya dapat dengan sempurna mengembangkan segenap potensi yang ada dalam dirinya dan secara perlahan-lahan bergerak maju menuju tujuan dan kesempurnaan yang diharapkan.”12 Sedangkan dalam bahasa Arab kata pendidikan yang umum digunakan adalah “tarbiyah,” dengan kata kerja “rabba.” Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Isra’: 24
... “...Ya Tuhan, sayangilah keduanya (ibu bapakku) sebagaimana mereka telah mengasuhku (mendidikku) sejak kecil.”13 Dalam bentuk kata benda, kata rabba ini digunakan juga untuk Tuhan, hal ini dikarenakan sesuai dengan sifat Tuhan yang mendidik, mengasuh, memelihara dan mencipta. Dalam tafsir Al-Mishbah karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab kata rabba yang digunakan untuk Tuhan seperti Rabbal ‘alamin itu
10
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. 1, hal. 204. 11 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional dari http://www.hukumonline.com, 04 Mei 2010. 12 Ibrahim Amini, Agar tak Salah Mendidik, (Jakarta: al-Huda, 2006), Cet. I, hal. 5. 13 Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), jilid V, hal. 550-551.
12
merupakan seakar dengan kata tarbiyah, yaitu mengarahkan sesuatu tahap demi tahap menuju kesempurnaan kejadian dan fungsinya. 14 Kata lain yang mengandung kata pendidikan yaitu “addaba” seperti Abdullah Bin Mas’ud berkata Rasulullah bersabda:
أدﺑﻨﻲ رﺑﻲ ﻓﺄﺣﺴﻦ ﺗﺄدﯾﺒﻲ “Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku.”15
Kedua kata tersebut (rabba dan addaba) terkandung kata pembinaan, pimpinan, pemeliharaan dan sebagainya. Keterangan di atas menunjukkan bahwa pendidikan merupakan proses yang melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan menuju kesempurnaan kejadian dan fungsi yang telah ditetapkan pula. Tentunya kesempurnaan yang dimaksud yaitu mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri peserta didik untuk menjadi manusia yang dewasa yang bisa mengemban tanggung jawab bagi dirinya sendiri, tanggung jawab kepada orang lain, lingkunngannya dan yang terpenting yaitu tanggung jawab kepada Tuhannya. Sedangkan fungsinya yaitu seiring dengan diciptakannya manusia sebagai khalifah dan ‘abid. Sedangkan kata akhlak berasal dari kata bahas Arab yang merupakan jama’ dari kata khulqun yang artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.16 Imam Al-Ghazali mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
اﻟﺨﻠﻖ ﻋﺒﺎرة ﻋﻦ ھﯿﺌﺔ ﻓﻲ اﻟﻨﻔﺲ راﺳﺨﺔ ﻋﻨﮭﺎ ﺗﺼﺪر اﻻﻓﻌﺎل ﺑﺴﮭﻮﻟﺔ و ﯾﺴﺮ ﻣﻦ ﻏﯿﺮ ﺣﺎﺟﺔ اﻟﻲ ﻓﻜﺮ و روﯾﺔ “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).”17 14
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2000, Vol. 1, hal. 30. Abu Said Abd. Karim bin Muhammad Manshur Attamimi Assam’aniy, Adabul Imlaa wal Istimlaa, (Beirut: Maktabah Al-Hilal, 1989M/1409H), hal. 5. 16 A. Mustofa, akhlak tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997, hal. 11. 15
13
Sedangkan prof. Dr. Ahmad Amin memberikan definisi,
ﻋﺮف ﺑﻌﻀﮭﻢ اﻟﺨﻠﻖ ﺑﺎﻧﮫ ﻋﺎدة اﻻرادة ﯾﻌﻨﻲ ان اﻻ رادة اذااﻋﺘﺎدت ﺷﯿﺄ ﻓﻌﺎدﺗﮭﺎ ھﻲ اﻟﻣﺳﻤﺎة ﺑﺎﻟﺨﻠﻖ ”Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak.”18 Selanjutnya Ahmad Amin menjelaskan arti dari kehendak yaitu ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan yaitu perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan yang lebih besar, dan kekuatan yang besar inilah dinamakan akhlak. Dari penjelasan mengenai akhlak di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah suatu kehendak yang berasal dari dorongan jiwa yang kuat yang melakukannya tanpa ada tekanan-tekanan dari luar dan melakukannya tanpa ada pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu karena sudah menjadi kebiasaan. Jadi, pendidikan akhlak yang dimaksud di sini adalah proses yang melalui tahapan-tahapan yang telah ditentukan menuju kesempurnaan akhlak peserta didik. Kesempurnaan di sini yaitu berakhlak karimah sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an Al-Karim yang tercermin dalam diri Rasulullah Saw yang merupakan guru yang sesungguhnya bagi umat Islam. 2.
Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Ilmu akhlak atau pendidikan akhlak tersebut jika diperhatikan dengan seksama akan tampak bahwa ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya 17
Rizal, dkk., Pemikiran Al-Ghazali http://eprints.ums.ac.id/89/, 11 Pebruari 2008. 18 A. Mustofa, Akhlak Tasawuf,…, hal. 12.
14
Tentang
Pendidikan
Akhlak,
apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak juga dapat disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong kepada perbuatan baik atau buruk. Dalam menempatkan suatu perbuatan sesuai dengan penjelasan makna Akhlak di atas yaitu bahwa ia lahir dengan kehendak dan disengaja hingga dapat dinilai baik atau buruk. Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap tingkah laku yang dilakukan tanpa paksaan dan sesuai kehendak yang disadari maka akan terlihat nilai baik atau buruk dari tingkah laku tersebut. Kesengajaan merupakan dasar penilaian terhadap tindakan seseorang. Dalam Islam faktor kesengajaan merupakan penentu dalam menetapkan nilai tingkah laku atau tindakan seseorang. Seseorang mungkin tak berdosa karena ia melanggar syari’at, jika ia tidak tahu bahwa ia berbuat salah menurut ajaran Islam, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang rasul. (QS. Al-Isra: 15)19 Pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya ditentukan kriteria apakah baik atau buruk. Dengan demikian ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan
19
Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an ..., Jilid V, hal. 539.
15
oleh seseorang. Jika perbuatan tersebut dikatakan baik atau buruk, maka ukuran yang harus digunakan adalah ukuran normatif. Selanjutnya jika dikatakan sesuatu itu benar atau salah maka yang demikian itu termasuk masalah hitungan atau pikiran. Melihat keterangan di atas, bahwa ruang lingkup pendidikan akhlak ialah segala perbuatan manusia yang timbul dari orang yang melaksanakan dengan sadar dan disengaja serta ia mengetahui waktu melakukannya akan akibat dari yang diperbuatnya baik terhadap dirinya sendriri, orang lain, lingkungannya dan kepada Sang Khaliq. Demikian pula perbuatan yang tidak dengan kehendak, tetapi dapat diikhtiarkan penjagaannya pada waktu sadar. Adapun rincian ruang lingkup Menurut Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H. tersebut terbagi menjadi dua, yaitu: a. Akhlak kepada Allah
Mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan siapa pun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan.
Melaksanakan
segala
perintah-Nya
dan
menjauhi
segala
larangan-Nya.
Mengharapkan dan berusaha memperoleh keridaan-Nya.
Mensyukuri nikmat dan karunia-Nya.
Menerima dengan ikhlas semua kada dan kadar Ilahi setelah berikhtiar maksimal (sebanyak-banyaknya hingga batas tinggi).
Memohon ampun hanya kepada-Nya.
Bertaubat hanya kepada-Nya.
Tawakkal (berserah diri) kepada-Nya.
b. Akhlak terhadap makhluk. Hubungan terhadap makhluk ini kemudian dibagi menjadi 2, yaitu:
Akhlak terhadap manusia. Akhlak terhadap manusia dibagi menjadi 6, yaitu: (a)
Akhlak terhadap Rasulullah (Nabi Muhammad), antara lain:
16
(i) Mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya. (ii) Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri tauladan dalam hidup dan kehidupan. (iii) Menjalankan apa yang disuruhnya, tidak melakukan apa yang dilarangnya. (b)
Akhlak terhadap , antara lain: (i) Mencintai melebihi cinta kepada kerabat lainnya. (ii) Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang. (iii) Berkomunikasi dengan dengan khidmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut. (iv) Berbuat baik kepada ibu-bapak dengan sebaik-baiknya. (v) Mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.
(c)
Akhlak terhadap diri sendiri, antara lain: (i) Memelihara kesucian diri. (ii) Menutup aurat. (iii) Jujur dalam perkataan dan perbuatan. (iv) Ikhlas. (v) Sabar. (vi) Rendah hati. (vii) Malu melakukan perbuatan jahat. (viii) Menjauhi dengki. (ix) Menjauhi dendam. (x) Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain. (xi) Menjauhi segala perkataan dan perbuatan sia-sia.
(d)
Akhlak terhadap keluarga, karib kerabat, antara lain: (i) Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga.
17
(ii) Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak. (iii) Berbakti kepada ibu bapak. (iv) Mendidik anak dengan kasih sayang. (v) Memelihara hubungan tali silaturrahmi dan melanjutkan silaturrahmi yang dibina yang telah meninggal dunia. (e)
Akhlak terhadap tetangga, antara lain: (i) Saling mengunjungi. (ii) Saling membantu di waktu senang lebih-lebih tatkala susah. (iii) Saling beri memberi. (iv) Saling hormat menghormati. (v) Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan.
(f)
Akhlak terhadap masyarakat, antara lain: (i) Memuliakan tamu. (ii) Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. (iii) Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa. (iv) Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan orang lain melakukan perbuatan jahat (munkar). (v) Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupannya. (vi) Bermusyawarah
dalam
segala
urusan
mengenai
kepentingan bersama. (vii) Mentaati putusan yang telah diambil. (viii) Menunaikan
amanah
dengan
jalan
melaksanakan
kepercayaan yang telah diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita. (ix) Menepati janji.
18
Akhlak terhadap bukan manusia (lingkungan hidup), di antaranya: (a)
Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.
(b)
Menjaga dan memanfaatkan alam terutama fauna dan flora (hewan dan tumbuh-tumbuhan) yang sengaja diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya.
(c)
Sayang pada sesama makhluk. 20
Hubungan dengan Allah merupakan hubungan yang harus dibina manusia di mana saja ia berada. Manusia diciptakan oleh Allah bertujuan hanya untuk beribadah kepada-Nya, mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Perintah-perintah-Nya dalam beribadah yaitu ibadah shalat lima waktu, puasa, zakat, membaca kalam-Nya dan pergi haji jika mampu, tidak hanya merupakan ritual belaka melainkan didalamnya terdapat hikmah yang sangat besar pengaruhnya, seperti ibadah shalat baik untuk menjaga kesehatan tubuh beserta organ-organnya. Hubungan dengan sesama manusia pun harus dibina dengan baik dalam jalan Allah. Manusia yang baik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Jika salah satu di antaranya mengalami kesulitan maka yang lain membantu dan menolongnya. Alam sebagai tempat yang disediakan oleh Allah untuk manusia dengan segala kekayaannya merupakan anugerah yang tidak dapat terbayar dengan materi dan keasriannya serta keindahannya harus tetap terjaga untuk keberlangsungan hidup manusia dan makhluk-makhluk lainnya.
B. Keluarga 1.
Pengertian Keluarga
Menurut KBBI, keluarga adalah satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.21 Anggota keluarga yaitu yang terdiri dari ibu, bapak, anak, 20
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2008), hal. 356-359.
19
nenek, kakek, bibi, dan lain-lain. Selain itu, ada beberapa pengertian keluarga menurut para ahli, di antaranya: a. Hasan Langgulung menjelaskan tentang definisi keluarga: “.....Jadi keluarga dalam pengertian yang sempit merupakan suatu unit sosial yang terdiri dari seorang suami dan seorang istri atau dengan kata lain keluarga adalah perkumpulan yang halal antara seorang lelaki dan seorang perempuan yang bersifat terus-menerus dimana yang satu merasa tentram dengan yang lain sesuai dengan yang ditentukan agama dan masyarakat. Dan ketika kedua suami istri itu dikaruniai seorang anak atau lebih, maka anak-anak itu menjadi unsur ke tiga pada keluarga tersebut disamping dua unsur sebelumnya.” b. Anshori Thayib struktur rumah tangga dapat terbangun melalui darah (Natural Blood Pies) ataupun pernikahan (Marriage). Menurut ajaran Islam, perikatan itu mengandung tanggung jawab. c. Ny. Soenarti Hatmanto menjelaskan bahwa keluarga merupakan panduan kata bahasa jawa, yaitu “Kulo yang artinya hamba; seorang abdi yang tugas dan kewajibannya mengabdikan diri, dan kata “wargo” yang artinya anggota yang mempunyai hak dan kewajiban atas terselenggaranya segala sesuatu yang baik sesuai dengan tuntunan lingkungannya.” d. Sutari Imam Barnadi mengatakan kata keluarga berasal dari kata “kulo” dan “wargo”. Artinya: “Kulo, abdi, hamba mengabdi untuk kepentingan umum, warga anggota, berhak untuk bicara, bertindak, jadi keluarga adalah perpaduan kata-kata yang arti keseluruhannya adalah mengabdi, bertindak dan bertanggung jawab untuk kepentingan umum. Disini yang menjadi pemimpin adalah .”22 Selain definisi para tokoh di atas menurut Ensiklopedi Sosial bahwa keluarga terdapat dua makna pokok yang sering dipakai, yaitu: Keluarga adalah ikatan kekerabatan antar individu. Jadi keluarga dalam pengertian ini merujuk pada mereka yang punya hubungan darah dan pernikahan. Keluarga sebagai sinonim bagi istilah “Rumah Tangga.” Dalam makna ini ikatan kekerabatan tetap penting, namun ditekankan adalah adanya kesatuan hunian dan ekonomi. Faktor lain dalam mengartikan keluarga adalah batas-batas yang menentukan siapa yang termasuk anggota keluarga dan siapa yang bukan. Kian erat hubungan darah, kian besar kemungkinan seseorang dianggap angota keluarga, meskipun hubungan darah bukan satu-satunya faktor. Hal lain yang 21 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. 1, hal. 413. 22 Sutari Imam Barnadi, Pengantar Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, (Yogyakarta : Institut Press IKIP, 1980), hal. 6.
20
berpengaruh adalah hubungan-hubungan sosial dan hakikat kewajiban yang harus dipikul anggota keluarga. 23 Jika dilihat dari beberapa definisi di atas tentang keluarga, maka dapat dikatakan keluarga adalah ikatan kekerabatan antar individu yang mempunyai hubungan darah dan pernikahan, yang mana di dalamnya terdapat kewajiban dan hak pada masing-masing anggotanya sebagai bentuk pengabdian dan biasanya keluarga beranggotakan ayah, ibu dan anak. Agama Islam memberikan perhatian yang sangat terhadap pembinaan keluarga. Hal ini demi terpeliharanya kehidupan keluarga yang harmonis dan dapatnya unit terkecil dari suatu Negara itu menjalankan fungsinya dengan baik. Islam melalui syari’atnya menetapkan sekian banyak petunjuk dan peraturan baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat yang mempunyai peran yang sangat besar untuk mencetak kader-kader yang berkualitas bagi sebuah Negara. Apabila suatu Negara diibaratkan sebuah bangunan, maka keluarga merupakan pondasinya dan apabila Negara diibaratkan sebagai kesatuan tubuh, maka keluarga adalah jantungnya. Kedudukan dan fungsi keluarga dalam kehidupan manusia adalah termasuk hal yang penting karena bersifat dasar yang pada hakikatnya keluarga merupakan wadah pendidikan awal yang membentuk watak dan akhlak bagi anak. 2.
Fungsi Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan
Sebagai salah satu pusat pendidikan, keluarga mempunyai tugas yang sangat fundamental dalam upaya mempersiapkan anak bagi peranannya pada masa yang akan datang. Dalam lingkungan keluarga sudah mulai ditanamkan dasardasar perilaku, sikap hidup dan kebiasaan lainnya. Dengan demikian perlu diciptakan lingkungan keluarga yang kondusif bagi terbentuknya kepribadian anak. Di sini lah terlihat begitu banyak fungsi keluarga untuk membentuk perkembangan kepribadian anak baik jasmani maupun rohani. 23
Adam Kuper & Jesica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial, terj.dari The Social Science Encyclopedia, oleh : Haris Munandar, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 338.
21
Sedangkan menurut H. Ali Akbar, fungsi pendidikan dalam keluarga sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tempat istirahat sesudah kerja fisik mencari nafkah. Menumbuhkan rasa cinta kasih dan melestarikannya. Mendidik anak (kedua adalah guru pertama dan utama dalam bidang ini). Mendidik diri sendiri dalam bidang agama, seperti shalat berjamaah dan baca Al-Qur’an. Mendidik anak dalam ibadah, ketabahan, ketekunan belajar, kesabaran, akhlak, bertutur kata, berpakaian dan lain sebagainya. Mendidik anak dalam bidang kasih sayang, baik diantara mereka maupun terhadap famili dan orang lain di tengah masyarakat. Mendidik manajemen perbelanjaan untuk tidak boros. Mendidik anak-anak dalam menyelesaikan pertikaian dengan musyawarah.24
Selain hal tersut di atas, menurut Prof. Drs. Soelaiman Joesoef, Fungsi pendidikan keluarga di antaranya : 1. Pengalaman pertama masa kanak-kanak, yang mana pengalaman pertama ini yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. 2. Menjamin kehidupan emosional anak. Hal ini dikarenakan adanya hubungan darah, atas dasar kasih sayang dan pendidik hanya menghadapi beberapa anak didik. 3. Menanamkan dasar pendidikan moral melalui contoh-contoh yang konkrit dalam perbuatan hidup sehari-hari. 4. Memberikan dasar pendidikan kesosialan. 5. Meletakkan dasar pendidikan agama.25 Fungsi pendidikan dalam keluarga yang disebutkan dua tokoh di atas menjelaskan bahwa pendidikan dalam keluaga membimbing anak dalam kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Dalam keluarga anak dididik untuk berpikir kritis dengan cara
selalu berdialog kepada anak untuk
memecahkan masalah dan dalam keluarga anak pun dididik untuk dapat menghargai dan menghormati orang lain seperti ketika sedang berbicara anak
24
Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih Untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera, Membina Keluarga Bahagia, (Jakarta : Pustaka Antara, 1996), Cet. Ke-54 h. 160. 25 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 75-76.
22
dilarang untuk memotong pembicaraannya dan ketika libur sekolah anak membantu pekerjaan nya di rumah. Dalam setiap keluarga terdapat gaya interaksi dan model pengajaran yang berbeda-beda antara keluarga satu dengan keluarga yang lain. Hal ini berdasarkan pendapat Dr. Zakiyah Daradjat yaitu: “Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan di antara anggotanya bersifat khas. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar pendidikan. Di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya, artinya tanpa harus diumumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Di sini diletakkan dasar-dasar pengalaman melalui rasa kasih sayang dan penuh kecintaan, kebutuhan akan kewibawaan dan nilai-nilai kepatuhan. Justru karena pergaulan yang demikian itu berlangsung dalam hubungan yang bersifat pribadi dan wajar, maka penghayatan terhadapnya mempunyai arti yang sangat penting.”26 Walaupun demikian, pendidikan dalam keluarga menduduki tempat yang utama dan paling utama. Meski tidak disertai dengan perencanaan yang rapi dan terprogram maka hal ini tidak membuat perannya tidak penting. Pendidikan dalam keluarga telah diberikan suatu karunia yang tidak dapat digantikan oleh apapun, yaitu terdapatnya hubungan cinta, kasih dan sayang antara dan anak. 3.
Macam-macam Pola Asuh Dalam Keluarga
Menurut Aliah B. purwakania Hasan, terdapat empat pola asuh dalam keluarga, di antaranya: a.
Pola asuh otoritatif, yaitu merupakan gaya pengasuhan yang fleksibel, dimana orang tua memberi anak otonomi, namun berhati-hati menjelaskan batasan yang mereka harapkan dan memastikan anak untuk mengikuti pedoman ini. Pola asuh ini mempunyai ciri-ciri seperti ada kerja sama antara orang tua dan anak, anak diakui sebagai pibadi, ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, dan ada kontrol dari orang tua yang tidak kaku.
26
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan..., hal. 6.
23
b. ......................................................................................................................... P ola asuh otoriter merupakan pola yang sangat mengikat dimana orang tua memberi banyak aturan bagi anak-anaknya, mengharapkan kepatuhan yang berdasarkan kekuatan daripada pengertian. Pola asuh ini mempunyai ciri-ciri seperti kekuasaan
dominan, anak tidak diakui
sebagai pribadi, kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat dan orang tua menghukum anak jika anak tidak patuh. c. ......................................................................................................................... P ola asuh yang permisif merupakan pola dimana orang tua hanya sedikit memberikan batasan pada anak, atau orang tua jarang mengontrol perilaku anak. Pola asuh ini memiliki ciri seperti dominasi pada anak, sikap longgar atau kebebasan dari orang tua, tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua dan kontrol serta perhatian orang tua sangat kurang. d. ......................................................................................................................... P ola asuh yang tidak peduli, yaitu cara pengasuh yang keras (sering bermusuhan) dan sangat permisif, seperti tidak memperhatikan anaknya dan masa depan anaknya.27 Macam-macam pola asuh anak di atas, jika diterapkan sejak kecil maka hal tersebut mempengaruhi perkembangan anak hingga tumbuh menjadi dewasa. Misalnya pola asuh yang pertama menghasilkan anak yang memiliki kompetensi yang tinggi dan pandai menyesuaikan diri. Pola asuh yang kedua dan ketiga akan menghasilkan anak yang mengalami perkembangan yang sedikit kurang diinginkan, seperti selalu dihantui rasa takut untuk memberi keputusan, putus asa dan gampang menyerah. Sedangkan pola asuh yang keempat akan menghasilkan anak yang mengalami kekurangan hampir pada segala aspek fungsi psikologis.
27
Aliah B. purwakania Hasan, psikologi Perkembangan Islam; menyingkap rentang kehidupan manusia dari prakelahiran hingga pasca kematian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 208.
24
Islam memberikan ajaran-ajaran kepada kedua untuk menggunakan pola asuh otoritatif atau dapat dikatakan dengan pola asuh demokratif. Pola asuh demokratif merupakan pola asuh yang mana orang tua mengakrabi anak dengan menjadi teman anak, tempat curhat anak dan bukan mengacuhkannya. Kesempatan dengan mengakrabi anak untuk pendidikan sangat bagus sekali, karena ketika anak mempunyai masalah maka anak akan merasa nyaman untuk berbicara dan meminta pendapat serta solusinya kepada nya. Dengan demikian orang tua dapat mengekspresikan kasih sayangnya, memberikan bimbingan dan arahan tanpa menghilangkan hak otonomi anak. 4.
Sifat umum dan khusus pendidikan dalam keluarga
Soelaiman Joesoef membagi sifat pendidikan dalam keluarga pada dua bagian, yaitu: a. Sifat-sifat umum pendidikan keluarga Lembaga pendidikan tertua Lembaga pendidikan informal Lembaga pendidikan pertama dan utama Bersifat kodrat28 b. Sifat-sifat khusus pendidikan keluarga Sifat menggantungkan diri Anak didik kodrat Kedudukan anak didik dalam keluarga seperti sulung, bungsu, anak perempuan di antara anak laki-laki dan sebaliknya, dan sehingga hal ini
menimbulkan
kesulitan-kesulitan
atau
problema-problema
pendidikan dalam keluarga.29 Sifat pendidikan dalam keluarga yang pertama dan kedua yaitu lembaga pendidikan tertua dan termasuk dalam pendidikan informal. Pendidikan dalam keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama yang pernah ada dalam peradaban manusia sebelum mengenal dengan pendidikan formal. Pendidikan
28 29
Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan..., hal. 74-75. Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan..., h. 76-77.
25
tertua ini pun dikenal sebagai salah satu dari pendidikan informal yang berlangsung sacara terus-menerus tanpa terorganisir dengan tujuan dan ciri-ciri tersendiri. Sehingga dalam hal ini pendidikan informal tidak hanya paling tua, tetapi menurut sejarahnya juga paling banyak kegiatannya, paling luas jangkauannya, tidak membatasi usia (meliputi berbagai usia) dan tidak dibatasi oleh waktu, kapan saja dan di mana saja. 30 Ketiga, lembaga pendidikan yang pertama dan utama karena terjadi sejak peserta didik dilahirkan ke dunia bahkan ketika berada dalam kandungan dan yang utama karena pendidikan ini merupakan pembangunan pondasi awal untuk melanjutkan tahap pendidikan selanjutnya serta berpengaruh besar dalam proses perkembangan dari berbagai aspek terutama emosional dan spiritual. Yang terakhir, bersifat kodrati karena Allah menganugerahkan anak tumbuh dan berkembang dari rahim seorang ibu yang kemudian dilahirkan olehnya yang merupakan benih dari ayah, hal ini membuat ikatan batiniah sangat kuat di antara orang tua dan anak. Sedangkan sifat khusus dalam keluarga merupakan sifat yang mana keluarga satu dengan yang lainnya berbeda dan tidak sama. Yang pertama, Sifat menggantungkan diri, dalam suatu keluarga setiap anak berbeda satu sama lain memang pada awalnya semua anak pasti menggantungkan dirinya kepada orang tua seperti ketika bayi anak dibantu orang tua untuk mandi, makan dan memakai baju. Yang kedua, sifat anak didik kodrat, kodrat merupakan hal yang pada dasarnya sudah diberikan padanya, Allah menganugerahkan anak kepada orang tua dan kodrat pula orang tua mempunyai rasa cinta, kasih dan sayang kepada anak. Yang terakhir, Kedudukan anak didik dalam keluarga seperti sulung, bungsu, anak perempuan di antara anak laki-laki dan sebaliknya, dan sehingga 30
Maksudnya adalah pendidikan informal terjadi asalkan ada insan yang berkomunikasi secara sadar dan bermakna, baik secara langsung atapun dengan perantara medium komunikasi. Dapat terlaksana kapan saja, dalam arti bahwa pendidikan informal tersebut dalam pelaksanaannya “tidak terikat jam, hari, bulan atau tertentu.” Sehingga pendidikan ini dapat berlangsung setiap saat di mana hal tersebut dikehendaki. Dan terlaksana dimana saja dalam arti pendidikan informal dapat berlangsung di dalam keluarga, dalam pekerjaan atau pergaulan sehari-hari atau secara singkat” sejak seorang lahir sampai mati.” (Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan...h. 66-67).
26
hal ini menimbulkan kesulitan-kesulitan atau problema-problema pendidikan dalam keluarga, dalam hal ini Islam memberikan arahan kepada keluarga dalam mendidik anak untuk tidak membeda-bedakan anak dalam pengasuhannya atau dengan kata lain orang tua harus berlaku adil.
C. Tanggung Jawab Sosial 1.
Pengertian Tanggung Jawab Sosial
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kata wajib yang terdapat dalam pengertian tersebut berarti tidak boleh tidak atau harus dilakukan) artinya jika ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya. 31 Sedangkan menurut Wuryanano, “tanggung jawab adalah siap menerima kewajiban dan tugas.” 32 Tanggung jawab ini pun bertolak belakang dengan kata “kebebasan” karena kata bebas mengandung makna tidak menanggung atau merdeka untuk membentuk perbuatan yang sesuai dengan kemauan sendiri atau dalam istilah jawa “sak enake dewe.” Tanggung jawab ini pula memiliki arti yang lebih jauh bila memakai imbuhan, contohnya ber-, bertanggung jawab dalam kamus tersebut diartikan dengan “suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya”. Dalam artian lain, tanggung jawab meminjam istilahnya Bung Hatta adalah integritas individual.33 Perlu menjadi perhatian utama, adalah bagaimana membentuk pola pikir anak agar pada suatu saat nanti mampu memiliki integritas – tanggung jawab – baik itu secara pribadi maupun dalam kehidupan kolektif, sebagaimana hal itu tercantum dalam definisi di atas. Dengan kata lain, tanggung jawab yang 31
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar ..., Cet. 1, hal.899. 32 Wuryanano, Memahami Tanggung Jawab, dari http://Wuryanano.wordpress.com, 27 Oktober 2007. 33 Alike Mulyadi Kertawijaya, Tanggung Jawab Dalam Pendidikan, dari www.mailarchive.com/
[email protected]/msg02931.html, 22 Agustus 2008.
27
dimaksudkan disini adalah suatu investasi yang tak ternilai harganya, yang ditanamkan pada seorang anak demi masa depannya kelak. Dan penanaman tanggung jawab itu sendiri hanya dapat tercapai jika dijalani lewat proses pendidikan. Pendidikan disini bukanlah pendidikan sebagaimana pandangan konvensional yang mengatakan bahwa mendidik adalah urusan sekolah (institusi). Akan tetapi pendidikan yang dimaksudkan adalah pendidikan yang sebenar-benar pendidikan, yaitu pendidikan yang dilalui sepanjang hayat, yang dilakukan oleh semenjak kehadiran anak di dunia, melalui transmisi kasih sayang, kepedulian, kepercayaan, empati dan kesinambungan serta pengarahan secara spiritual. Setiap manusia yang dilahirkan menanggung tanggung jawabnya yaitu sebagai manusia, yang meliputi tanggung jawab kepada dirinya sendiri, orang lain, lingkungan dan tentunya kepada Sang Khaliq. Tanggung jawab sebagai konsekuensi dan resiko atas perbuatan yang telah ditetapkan. Manusia sebagai individu harus memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya agar dapat mencapai kebahagiaan, manusia sebagai makhluk sosial harus menanggung kesulitan orang lain semampunya, seperti saling bantu-membantu, tolongmenolong, dan saling menghormati, manusia sebagai makhluk yang menetap di atas bumi yang mampu berpikir juga harus menjaga lingkungan yang Allah sediakan untuk mata pencahariannya, sedangkan manusia sebagai makhluk religius harus menanggung konsekuensinya yaitu melakukan segala perintah yang telah ditetapkan dalam ajaran agama serta larangan-Nya, karena manusia memiliki tanggung jawab pada Tuhannya dengan melalui ajaran agama-Nya. Sedangkan definisi sosial menurut KBBI yaitu “berkenaan dengan masyarakat atau suka memperhatikan kepentingan umum”.34 Definisi di atas meliputi semua orang selain individu tersebut seperti kedua orang tua, kakak adik, teman bermain, guru dan lain sebagainya. Sehingga dapat dimengerti bahwa sikap sosial yaitu bentuk interaksi seseorang dengan orang
34
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar..., Cet. 1, hal. 855.
28
lain, sikap ini berupa sikap menolong, membantu dan menyapa serta memberikan selamat diberbagai kesempatan. Penjelasan di atas dapat penulis simpulkan tentang tanggung jawab sosial yaitu sikap sadar terhadap hak masyarakat yang harus dipenuhi dan kewajibankewajiban yang harus dilakukan untuk masyarakat pula. Hak di sini merupakan hak sosial seperti jika ada seseorang yang sedang kesulitan maka hak dia untuk mendapatkan bantuan, hak orang yang lebih tua untuk dihormati atau sebaliknya hak orang yang lebih kecil untuk disayangi. Sedangkan kewajiban disini merupakan suatu tindakan yang harus dilakukan bagi setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai makhluk sosial, seperti menghargai pendapat orang lain, bersedekah jika mempunyai kelebihan harta dan lainnya. Dengan ini maka dapat dimengerti ketika seseorang telah menentukan pilihan untuk memenuhi hak dan menjalankan kewajiban, maka dia telah bertanggung jawab. Dalam ajaran Islam manusia sudah diingatkan untuk mempertanggung jawabkan perannya, seperti dalam hadits :
ﻛﻟﻛم ﺮاع و ﻜﻟﻜﻢ ﻣﺴﺆوﻞ ﻋﻦ ﺮﻋﯿﺘﮫ “Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dipertanggungjawabkan atas kepemimpinannya.” (HR. Muslim)35 Dengan demikian Humanisasi menjadi kenyataan, yaitu penciptaan iklim mendidik anak untuk menjadi manusia yang berbudi, memiliki jiwa, merdeka, mampu menghargai dirinya, dan mampu pula untuk memaknai akan makna penciptaannya di dunia. Artinya pendidikan yang dimaksudkan disini tak lain merupakan suatu upaya memanusiakan manusia, dan mempunyai sifat tanggung jawab merupakan salah satu indikator keberhasilannya. 2.
Hak dan kewajiban terhadap orang lain
Hak dan kewajiban terhadap orang lain merupakan hal yang harus dipupuk sejak dini dalam masa pendidikan anak. Hal ini pun demi terciptanya anggota 35
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairiy, Shohih Muslim, (Beirut: Darul-Kutub Al‘Ilmiyah, 2008), h.732.
29
masyarakat yang baik dan berakhlak mulia. Jika sebaliknya, para anak-anank tidak dididik tentang bagaimana berhubungan dengan masyarakat banyak dengan baik maka anak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan bahkan mereka akan menjadi alat yang dapat merusak dan meruntuhkan eksistensi masyarakat tersebut. Menurut Abdullah Nashih Ulwan, hak-hak sosial terpenting yang harus disampaikan sebagai upaya pendidikan kepada anak agar menjadi seorang anak yang baik, di antaranya: a. Hak terhadap kedua orang tua. Ridha Allah ada pada Ridha orang tua Berbakti kepada orang tua lebih utama daripada berjihad (perang) di jalan Allah. Mendoakan setelah meninggal dan menghormati teman mereka. Lebih mengutamakan berbakti kepada ibu dari pada ayah. Etika berbakti kepada kedua orang tua. Maksudnya adalah anak harus mengetahui cara bergaul yang baik dengan ayah dan ibu, seperti tidak berjalan di depan mereka, tidak memanggil dengan nama mereka, tidak membantah nasihat mereka dan tidak menyalahi perintahnya. Larangan
berbuat
durhaka.
Durhaka
berarti
melakukan
pembangkangan, menentang dan tidak melaksanakan hak-hak, seperti anak melotot sinis kepada ayahnya ketika marah, anak memandang dirinya sama dengan ayahnya, anak mengagungkan dirinya tanpa mau mencium tangan kedua nya, atau tidak mau menghormatinya. b. Hak terhadap sanak saudara. Yang dimaksud saudara di sini adalah orang-orang yang mempunyai pertalian kerabat dan keturunan. Secara berturutan mereka adalah ayah, ibu, kakek, nenek, saudara anak laki-laki, anak dari saudara perempuan, paman dari ibu, bibi
30
dari ibu dan seterusnya. Adapun hak-hak terhadap mereka yaitu menjaga tali silaturrahmi dan selalu berbuat baik terhadap mereka. c. Hak terhadap tetangga Tidak menyakiti tetangga Melindungi tetangga Berbuat baik kepada tetangga Ikut menanggung penderitaan tetangga d. Hak terhadap guru Hendaknya hormat kepada guru, mengikuti pendapat dan petunjuknya. Hendaknya memandang guru dengan keagungan, dan meyakini bahwa guru itu memiliki derajat sempurna. Hendaknya mengetahui hak-hak terhadap guru dan jangan melupakan jasanya. Jika guru mempunyai perangai kasar dan keras, hendaklah bersikap sabar. Hendaknya duduk dengan sopan di depan guru, tenang, merendahkan
diri
dan
hormal,
sambil
mendengarkan,
memperhatikan, dan menerima apa yang disampaikan gurunya, tanpa menoleh kemana pun, kecuali jika perlu. Tidak boleh menghadap guru di kelas atau di tempat khusus kecuali sudah mendapatkan ijinnya, baik guru itu sedang sendirian maupun bersama orang lain. Apabila mendengar guru menyebutkan suatu dalil hukum, suatu hal yang bermanfaat, menceritakan atau menyenandungkan syair dnegan hafalan, hendaklah ia mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa butuh, dan gembira seakan-akan ia belum pernah mendengarnya sama sekali. e. Hak terhadap teman Mengucapkan salam ketika bertemu.
31
Menjenguk teman sakit. Menziarahi di jalan Allah. Menolong ketika susah. Memenuhi undangannya. Memberikan ucapan selamat. Saling memberi hadiah. f. Hak terhadap orang yang lebih tua. Mendudukkan orang yang lebih tua secara layak. Mendahulukan orang yang lebih tua dalam segala permasalahan. Melarang anak meremehkan orang yang lebih tua.36 Hak-hak tersebut di atas merupakan hak-hak orang lain yang wajib dipenuhi. Tentunya hal tersebut di atas berdasarkan ajaran Islam dalam Nash. Seperti Firman Allah SWT QS. Al-Isra: 24:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.”37 Dan Seperti hadits Rasulullah Saw dari Anas bin Malik, tentang etika menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih kecil, “Bukan dari golongan kita, orang yang tidak sayang kepada yang lebih muda
36
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam (Pendidikan Anak Dalam Islam), oleh Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. I, hal. 433-489. 37 Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya..., Jilid V, hal. 550-551.
32
dan tidak menghormati orang yang lebih tua.”(HR. At-Tirmidzi).38 Dan Hadits Rasulullah Saw tentang etika bertetangga, diriwayatkan oleh Thabrani dan AlKharaiti dari ‘Umar bin Syu’aib dia berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda: “Apabila engkau membeli buah-buahan, maka berikanlah sebagian kepada tetanggamu. Namun apabila engkau tidak melakukannya, maka makanlah dengan sembunyi-sembunyi dan janganlah anakmu keluar rumah dengan membawa makanan tersebut sehingga membuat anak tetanggamu sakit hati.”39 D. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga 1.
Landasan Pendidikan Akhlak dalam Keluarga a. Al-Qur’an QS. At-Tahrim : 6
... “Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….”40 Ayat Al-Qur’an di atas menjelaskan peran terutama seorang ayah untuk menjaga keluarganya dari api neraka. Menjaga dari api neraka berarti menjadikan keluarga menjadi seseorang yang bertaqwa kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Hal ini karena jika tidak seperti hal telah disebutkan maka anggota keluarga akan berada dalam neraka dan mengalami siksa yang pedih. Hal ini dapat diwujudkan melalui proses pendidikan yang tidak singkat, dengan kata lain harus kontinue dan terusmenerus, sedangkan proses interaksi, komunikasi yang bersifat mendidik secara kontinue dan terus-menerus ada dalam keluarga. Hal ini sejalan dengan tafsif Ibnu Katsir, yaitu: “Dalam tafsir ibnu katsir yaitu kamu diperintahkan untuk menjadi dirimu dan keluargamu yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita 38
Muhammad Nur Abdul hafizh Suwaid, Manhaj Al-Tarbiyah Al-Nabawiyyah ..., hal.
39
Muhammad Nur Abdul hafizh Suwaid, Manhaj Al-Tarbiyah Al-Nabawiyyah..., hal.
40
Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya..., Jilid X, hal. 223-224.
182. 184.
33
dan sahaya laki-laki untuk taat kepada Allah. Dan dilarang untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah SWT Dan kamu larang dirimu berserta semua orang yang berada di bawah tanggung jawabmu untuk tidak melakukan kemaksiatan kepada Allah. Kamu ajari dan didik mereka serta pimpin mereka dengan perintah Allah. Kamu perintahkan mereka untuk melaksanakannya dan kamu bantu mereka dalam merealisasikan. Bila kamu melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah maka cegah dan larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu mengajarkan kepada orang yang berada dalam tanggung jawabnya segala sesuatu yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah Ta’ala kepada mereka.”41 b. Al-Hadits Ada beberapa hadits tentang pendidikan dalam keluarga, di antaranya: .............................................................................................................. D alam keluarga terdapat organisasi “Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya itu. Dan seorang wanita (istri) adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya itu.” (HR. Bukhari Muslim.)42 Hadits di atas menjelaskan bahwa dalam keluarga ayah menjadi pemimpin, ayah harus mampu mengarahkan ke arah yang baik terhadap keluarganya. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin ayah pun dibantu dengan ibu dalam mengatur strategi perjalanan panjang menuju kebahagiaan. Hal ini disebabkan ayah lebih banyak menghabiskna waktunya di luar untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarganya, dan ibu lah yang aktif berperan di rumah menjaga harta ayah dan mendidik anakanaknya. Di sini lah terlihat kerja sama mereka di dalam perjalanan rumah tangga dan saling melengkapi. .............................................................................................................. P enghargaan terhadap pendidikan dalam rumah
41 Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Taisiru Al-Aliyyul QodirLi Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir (Kemudahan Dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir), oleh Syihabuddin, (Jakarta:Gema Insani Pers, 2000), hal. 751-752. 42 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an..., hal. 256.
34
ُ ﻗَﺎلَ رَﺳُﻮْلُ اﷲِ ﺻَﻠﱠﻰ اﷲ: َﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮِ ﺑْﻦِ ﺳَﻤُﺮَةَ ﻗَﺎل َﻋَﻠَﯿْﮫِ وَ ﺳَﻠﱠﻢَ ﻟَﺄَنْ ﯾُﺆَدِّبَ اﻟﺮﱠﺟُﻞُ وَﻟَﺪَهُ ﺧَﯿْﺮٌ ﻣِﻦْ أَنْ ﯾَﺘَﺼَﺪﱠق ٍﺑِﺼَﺎع Dari Jabir bin Samuroh RA ia berkata: Rasul SAW bersabda: Sungguh! Seseorang yang mendidik anaknya itu lebih baik daripada bersedekah satu sha’.(HR. At-Tirmidzi).43
أن رﺳﻮل اﷲ: ﻋﻦ اﯾﻮب ﺑﻦ ﻣﻮﺳﻰ ﻋﻦ أﺑﯿﮫ ﻋﻦ ﺟﺪه َﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﻣَﺎ ﻧَﺤَﻞَ وَاﻟِﺪٌ وَﻟَﺪًا ﻣِﻦْ ﻧَﺤْﻞٍ أَﻓْﻀَﻞ ٍﻣِﻦْ أَدَبٍ ﺣَﺴَﻦ Dari Ayyub bin Musa, dari bapaknya, dari kakeknya menjelaskan, bahwasanya Rasul SAW pernah bersabda: “Tidak ada pemberian seorang bapak kepada anaknya yang lebih baik dari budi pekerti yang luhur.” (HR. At-Tirmidzi).44 Nabi Muhammad Saw memberikan perhatian yang amat besar terhadap penanaman budi pekerti dalam rangka pembinaan akhlak seorang anak. Hadits tersebut di atas bila direnungkan maka akan melahirkan makna yang sangat besar antara pendidikan anak dan harta benda. Hal ini karena budi pekerti yang luhur dapat memberikan harta dan kemuliaan, dan rasa cinta terhadap sesama makhluk, atau dapat dikatakan bahwa budi pekerti luhur dapat memberikan kenikmatan dunia dan akhirat. .............................................................................................................. M ateri pendidikan dalam keluarga
ﻋَﻦْ أَﻧَﺲِ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﯾُﺤَﺪِّثُ ﻋَﻦْ رَﺳُﻮْلِ اﷲِ ﺻﻠﻰ اﷲ ( ْ ﻗَﺎلَ ) أَﻛْﺮِﻣُﻮْا أَوْﻻَدَﻛُﻢْ وَأَﺣْﺴِﻨُﻮْا أَدَﺑَﮭُﻢ: ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ
43
Abu ‘Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Juz.III, (Beirut: Darul-Fikr, 2003M/1424H), hal. 383. 44 Abu ‘Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Juz.III..., hal. 382.
35
Dari Anas bin Malik RA, ia bercerita bahwa Rasul SAW bersanda: Muliakanlah anak-anak kalian dan ajarkanlah mereka budi pekerti yang luhur. (HR. Ibnu Majah). 45 Materi pendidikan dalam keluarga yang disebutkan dalam hadits tersebut adalah tentang budi pekerti yang luhur atau akhlak. Adapun rincian-rincian dari budi pekerti yang luhur pun dirinci dalam Nash. Seperti akhlak terhadap , sanak saudara, teman atau tetangga. 2.
Metode Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Metode merupakan hal yang terpenting dalam proses pendidikan, metode ini pun merupakan cara untuk menyampaikan pesan kepada peserta didik. Adapun metode pendidikan Islam banyak macamnya, tapi dalam pendidikan akhlak Imam Al-Ghazali memberikan beberapa macam metode, yaitu: “Ada dua cara dalam mendidik akhlak, yaitu; pertama, mujahadah dan membiasakan latihan dengan amal shaleh. Kedua, perbuatan itu dikerjakan dengan di ulang-ulang. Selain itu juga ditempuh dengan jalan pertama, memohon karunia Illahi dan sempurnanya fitrah (kejadian), agar nafsusyahwat dan amarah itu dijadikan lurus, patuh kepada akal dan agama. Lalu jadilah orang itu berilmu (a’lim) tanpa belajar, terdidik tanpa pendidikan, ilmu ini disebut juga dengan ladunniah. Kedua, akhlak tersebut diusahakan dengan mujahadah dan riyadhah, yaitu dengan membawa diri kepada perbuatan-perbuatan yang dikehendaki oleh akhlak tersebut. Singkatnya, akhlak berubah dengan pendidikan latihan.”46 Dengan demikian Imam Al-Ghazali sangat menganjurkan agar mendidik anak dan membina akhlaknya dengan cara latihan-latihan dan pembiasaanpembiasaan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya walaupun seakan-akan dipaksakan, karena hal ini untuk menjauhkan anak dari kesesatan. Pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat yang akhirnya tidak akan tergoyahkan lagi karena telah masuk dalam kepribadiannya. Menurut
tokoh
Islam
Al-Nahlawi pengertian metode pembiasaan,
keteladanan dan targhib wa tarhib yaitu: 45 Muhammad bin Yazid Al-Qozwiniy, Sunan Ibnu Majah, Juz II, (Beirut: Darul-Fikr, 2004M/1424H), hal. 395. 46 Rizal, dkk., Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan Akhlak, dari http://eprints.ums.ac.id/89/, 11 Pebruari 2008.
36
a. Pembiasaan, menurut Al-Nahlawi, “pembiasaan berintikan pengalaman dan pengulangan.” Pembiasaan ini bisa dikatakan bersifat kontinue dan tidak dapat dengan cara hanya sekali atau dua kali karena hal ini tidak akan melekat pada jiwa anak. b. Teladan, secara psikologis manusia memang memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya; ini adalah sifat pembawaan. Taqlid atau meniru adalah salah satu sifat pembawaan manusia. Peneladan ini terbagi menjadi dua macam, yaitu sengaja dan tidak sengaja. Keteladanan yang tidak sengaja ialah keteladanan dalam keilmuan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sebagainya, sednagkan keteladanan yang disengaja ialah seperti memberika contoh membaca yang baik, mengerjakan sholat yang benar atau lain sebagainya. c. Metode targhib dan tarhib, Targhib ialah janji terhadap kesenangan, kesenangan akhirat yang disertai bujukan dan Tarhib ialah ancaman karena dosa yang dilakukan. Penekana Targhib agar anak didik menjalankan perintah Allah sedangkan Tarhib agar anak didik menjauhi larangan Allah. 47 Itulah metode yang dipaparkan oleh Al-Nahlawi, sedangkan metode yang lain di antaranya: Metode bermain, bermain adalah keinginan anak secara alamiah.48 Mainan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Kadang-kadang anak lebih mementingkan bermain daripada makan dan minum. Bermain ini pun tidak hanya dilakukan anak-anak kecil bahkan anak-anak yang sudah remaja dan dewasa senang bermain. Di sini lah harus cerdas dalam mensiasati permainan yang mendidik. Bermain itu dapat dilakukan secara individual maupun secara individual maupun secara beregu. Untuk bermain dalam satu regu dituntut suatu kerja sama yang cukup baik. Dengan bermain dalam suatu regu dapatlah dikembangkan sifat-sifat yang baik seperti rasa sosial, kesediaan untuk bekerja sama, rasa tanggung jawab, percaya pada orang lain, dan sebagainya. Bekerja sendiri tanpa menghiraukan orang lain dalam satu regu, pasti tidaklah akan banyak membawa hasil. Hal tersebut akan menumbuhkan 47
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005) h. 144. 48 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam..., h. 172.
37
kesadaran, bahwa bekerja sama itu penting. Sebab hasilnya ialah dapat mengurangi rasa egois, dan mengembangkan kesanggupan untuk mempercayai orang lain, serta memupuk rasa tanggung jawab terhadap kelompok. Maka sifatsifat baik yang dilatih dalam bermain ini dapat dikembangkan, dan kemudian dapat ditransfer ke dalam kehidupan sehari-hari. Contoh lain yaitu ketika Rasulullah Saw Mempercepat dua rakaat terakhir dari shalat dzuhurnya. Melihat kejadian ini, para sahabat terheran-heran dan setelah selesai salam salah seorang tampil bertanya: ”Apa yang terjadi dengan shalat kita, wahai Rasul?” “Memangnya ada apa?” tanya Nabi. “Singkat sekali dua rakaat yang terakhir.” “Apakah kalian tidak mendengar tangisan anak-anak?” Ada lagi peristiwa lain. kali ini beliau memperpanjang sujudnya, dan salah seorang bertanya: “Kali ini sujud Anda panjang, tidak seperti biasanya, apakah anda menerima wahyu?” “Tidak, hanya saja putraku menunggangiku pundakku. Aku enggan bangun (dari sujud) sebelum ia puas.”49 Demikianlah dua dari sekian banyak peristiwa sekaligus merupakan pengajaran Nabi Muhammad Saw Kepada umatnya untuk mendidik anak-anak. Metode-metode yang dipaparkan di atas tidak efektif apabila digunakan dengan sendiri-sendiri. Artinya satu metode tidak dapat sempurna dengan sendirinya karena setiap metode terdapat kelebihan dan kekurangan, metode dikatakan sempurna apabila metode satu dengan lainnya saling melengkapi seperti metode bermain dengan metode ceramah atau tanya jawab. Sedangkan untuk metode pendidikan akhlak disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, tetapi dalam keluarga tidak ada sejenis silabus yang menjadi acuan karena terjadi dengan sendirinya, untuk itu para dianjurkan harus cerdas dalam mengatur strategi dan menjadi contoh untuk ditiru anak-anaknya.
3.
Tujuan dan Manfaat Pendidikan Akhlak dalam keluarga
49
M. Quraish Shihab, Lentera Hati..., hal. 216.
38
Muhammad Athiya Al-Abrasy mengatakan pembinaan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku bersifat bijaksana, sopan dan beradab. Jiwa dari pendidikan Islam pembinaan moral dan akhlak. 50 Ibnu Miskawaih merumuskan tujuan pembinaan akhlak untuk terwujud sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik, sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.51 Tujuan yang dirumuskan oleh dua tokoh Islam tersebut sesuai dengan fitrah manusia yang diciptakan Allah SWT untuk menjadi ‘abid dan khalifah di muka bumi ini dengan berakhlak karimah. Seorang manusia harus dididik dengan pendidikan akhlak untuk menjadi seorang ‘abid dan khalifah yang mampu mengemban amanat yang telah diberikan dengan baik dan bertanggung jawab. Selain itu, tujuan pendidikan akhlak ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Bab III Pasal 3 yang salah satunya yaitu menjadikan peserta didik yang seseorang yang bertanggung jawab. “Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”52 Sedangkan manfaat pendidikan akhlak dalam keluarga adalah menciptakan kader-kader yang berkualitas yang mempunyai budi pekerti luhur, mampu bertanggung jawab dan mempunyai dedikasi yang tinggi, yang mana hal ini akan sangat menguntungkan bagi kehidupan sebuah lembaga seperti negara. Keluarga adalah jiwa masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahteraan lahir dan batin yang dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan
50
Muhammad Athiya Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1993), hal. 15. 51 Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra-Sekolah, (Yogyakarta : Penerbit Belukar), hal. 53-60. 52 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional dari http://www.hukumonline.com, 04 Mei 2010.
39
keterbelakangannya adalah cerminan dari keadaan dari keadaan keluargakeluarga yang hidup pada masyarakat bangsa tersebut. Dalam keluarga sangat efektif untuk menjalankan pendidikan akhlak karena keluarga adalah “umat kecil”53 yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masingmasing anggotanya. Hak dan kewajiban serta lainnya itu lah yang menjadi perekat bagi bangunan keluarga. Allah SWT menetapkan hal tersebut untuk menciptakan keharmonisan dalam hidup berumah tangga yang pada akhirnya menciptakan suasana aman, bahagia dan sejahtera bagi seluruh masyarakat bangsa. Penjelasan “umat kecil” di atas memberikan keterangan bahwa dalam keluarga terdapat pemimpin dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. “Umat besar” atau sebuah negara pun demikian pula halnya. Al-Qur’an menamakan satu komunitas sebagai umat, dan dalam suatu keluarga terdapat seorang ibu yang yang melahirkan anak keturunan yang dalam Al-Qur’an pula menamakan ibu sebagai umm. Kedua kata tersebut terambil dari akar yang sama karena ibu yang melahirkan dan yang di pundaknya terutama dibebankan pembinaan anak dan kehidupan rumah tangga merupakan tiang umat, tiang negara dan bangsa.
E. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Sebagai Upaya Pembentukan Sikap Tanggung Jawab Sosial Anak Setiap proses tentunya terikat oleh ruang dan waktu. Ruang disini adalah kondisi dimana terjadi, penciptaan proses, bentuk proses, cara berproses, dan apa yang diharapkan dari proses itu sendiri. Maksudnya setiap proses yang ada melibatkan hal-hal di atas, sehingga proses yang berjalan dilalui secara objektif, dalam artian memasuki wilayah yang rasional, sebagai bentuk lain dari hubungan kausalitas. Keterikatan proses dengan waktu juga nampak jelas, sebab 53
Istilah “umat kecil” ini merupakan istilah yang digunakan M. Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-Qur’an, fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, (Bandung: Mizan, 2007) Cet. XXX, hal. 255.
40
proses pada akhirnya akan menuju pada cita-cita ideal sebagaimana ketika proses itu diciptakan. Artinya, suatu saat proses tersebut akan berhenti, sebagai tuntutan dari pertanyaan mengenai berhasil atau tidaknya proses yang dijalani. Sehingga jika proses tersebut dinilai kurang, maka akan menjadi bahan evaluasi yang harus dilakukan sedini mungkin. Kaitannya dengan tanggung jawab adalah bahwa tanggung jawab, sebagaimana hal ini juga ingin ditujukan kepada orang tua disamping kepada anak-anak, tentunya terjadi jika melalui suatu proses tertentu. Proses disini adalah sebuah peristiwa yang tercipta lewat upaya sadar dengan tujuan keinginan menuai hasil secara baik dari misi yang ditanamkan sebelumnya. Dan proses tersebut merupakan rangkaian yang saling berkaitan serta membutuhkan perjalanan yang cukup panjang. Akan tetapi, keikatan waktu pada akhirnya yang membatasinya, artinya perlu ada satu standar yang dapat dijadikan patokan untuk menilai hasil dari proses penanaman tanggung jawab selama proses tersebut berlangsung. Dapat dikatakan proses disini adalah suatu pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan akhlak dalam keluarga sangatlah penting dan merupakan lembaga yang sangat efektif dalam menumbuhkan sifat tanggung jawab. Hal ini karena dalam keluarga yang menjadi pendidik adalah
yang mana telah
dianugerahkan Allah SWT yang bersifat kodrat sifat yaitu rasa cinta. Menurut M. Quraish Shihab, “cinta adalah dialog dan pertemuan dua “aku” dan cinta tidak melebur keperibadian”. 54 Bukan cinta namanya jika memaksa anak untuk menjadi “duplikat” dari dirinya. Walaupun anak pada hakikatnya adalah “bagian” dari nya, tetapi ia bukan kelanjutan dari mereka. Itu sebabnya agama menganjurkan agar orang tua mewujudkan kepribadian anak. Sehingga sang anak merasa sebagai salah seorang anggota keluarga yang mempunyai peranan dan tanggung jawab. Hal ini sejalan dengan perkataan Sayyidina Ali r.a. yaitu: “Didiklah anak-anakmu, (dengan pendidikan yang sesuai) karena mereka
54
M. Quraish Shihab, Lentera Hati..., hal. 214.
41
itu diciptakan untuk masa yang berbeda dengan masamu” (Sayyidina Ali ra).55 Mengajarkan akhlak yang baik bukan hanya sekedar bentuk penekanan yang tidak berarti melainkan dalam bentuk pemberian contoh yang baik kepada anak. Karena itu Rasulullah Saw Bersabda:
ﻋﻦ ﻋﻄﺎء ﺑﻦ أﺑﻲ رﺑﺎح أن رﺳﻮل اﷲ ] ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻛَﯿْﻒَ ﯾَﺎ: ) ) رَﺣِﻢَ اﷲُ وَاﻟِﺪاً أَﻋَﺎنَ وَﻟَﺪَهُ ﻋَﻠَﻰ ﺑِﺮﱢهِ ﻗَﺎﻟُﻮْا: [ ﻗﺎل . ( ( ِ ﯾُﻘْﺒِﻞُ إِﺣْﺴَﺎﻧَﮫُ وَﯾَﺘَﺠَﺎوَزُ ﻋَﻦْ إِﺳَﺎءَﺗِﮫ: رَﺳﻮل اﷲ ؟ ﻗﺎل Dari ‘Atho bin Abu Robah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Alloh SWT merahmati orangtua yang membantu anaknya untuk berbakti kepadanya. Para sahabat bertanya, bagaimana dia membantunya? Rasul SAW menjawab: “Menerima perbuatan baik anaknya dan memaafkan kesalahannya”.56 “Allah merahmati orang tua yang membantu anaknya untuk berbakti padanya. Para sahabat bertanya, bagaimana dia mebantunya? Nabi Saw Menjawab, dia menerima apa yang mudah atau sedikit dari (anak) nya, dia memaafkan yang salah atau berat, dia tidak membebaninya melebihi kemampuannya, tidak pula memaki atau menghinanya.”57 Hadits tersebut di atas memberikan ajaran tentang pengajaran terhadap anak untuk bersikap mulia dengan memulai dari diri sendiri, seperti rasa bersyukur, selalu memaafkan dan menerima kelemahan orang lain serta menghargainya. Para harus memahami kejiwaan anak dan harus berhati-hati dalam perbuatan dan perkataan. Seperti dalam hadits di atas harus senantiasa menerima sesuatu yang diberikan oleh anak baik itu hal yang sedikit atau banyak bahkan hal yang tidak disukaipun harus menerimanya, perbuatan ini akan membimbing anak untuk bersikap selalu menerima dan bersyukur atas apa yang telah diterimanya.
55
M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an; Kalung Permata Buat Anak-Anakku (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal. 161. 56 ‘Abdulloh bin Wahb Al-Qurosyiy al-Mishriy, Al-Jami’ Fil Hadits, Juz.I, Ed.Mushthofa Husain, (Saudi Arabia: Dar Ibnu Jawzi, 1996), hal. 212. 57
M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an..., hal. 162.
42
Dan dalam perkataan, dilarang untuk memaki dan menghina anak walau pun anak memiliki sebuah kesalahan atau kecerobohan, karena hal ini akan membuat anak merasa rendah diri, selalu takut, dan tidak percaya diri sehingga kreatifitas yang ada pada dirinya terhenti dan tidak berkembang dengan baik kepribadiannya karena perasaan tersebut.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Tempat penelitian di RW 07 Desa/Kelurahan Jati Asih Kecamatan Jati Asih Kota Bekasi Selatan. Daerah Jati Asih Bekasi di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jati Mekar, Desa Jati Kramat, Jati Makmur dan kemudian Desa Jati Waringin (Pondok Gede). Sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Jati Sari, Desa Cakung dan kemudian sampai Kota Cibubur. Dan di sebelah Utara berbatasan dengan Pekayon yang sampai ke Bekasi Barat. Wilayah ini merupakan daerah yang sedang proses pembangunan, dilihat dari segi geografis lokasinya sangat strategis karena tidak terlalu jauh dengan pintu masuk tol sehingga alternatif transportasi sangat strategis. Karena hal demikian daerah ini banyak juga didatangi oleh pendatang dari berbagai wilayah. Selain itu, di sana telah banyak dibangun pusat-pusat perbelanjaan dan perkantoran. Hal ini lah yang mempengaruhi pola kebiasaan masyarakat sekitar dan tentunya mempengaruhi juga pola pendidikan di dalam keluarga yang bervisi menjadikan anak menjadi seorang ’abid dan khalifah di muka bumi yang dapat beradaptasi dengan baik dan bertanggung jawab.
43
Waktu penelitian dimulai sejak peneliti observasi lokasi sampai batas waktu yang direncanakan peneliti.
B. Pendekatan dan Metode Pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang secara primer menggunakan paradigma pengetahuan yang berdasarkan pandangan konstruktivist (seperti makna jamak dari pengalaman individual,
makna
yang
secara
historis
dibangun
dengan
maksud
mengembangkan suatu teori atau pola) atau pandangan advokasi/partisipatori (seperti, orientasi politik, isu, kolaboratif, atau orientasi perubahan) atau keduanya.581 Sedangkan metode yang digunakan adalah metode etnografi mikro yaitu penelitian lapangan yang melukiskan suatu kebudayaan kelompok kultural tertentu secara sempit di dalam kurun waktu yang sama dengan cara sistematis dan analisis.
C. Sumber Data Peristiwa,592 Proses pendidikan akhlak dalam keluarga dalam
1.
membentuk sikap tanggung jawab sosial anak di dalam rumah. 2.
Informan, bapak/ibu sesuai dengan responden dan beberapa anak usia sekolah kelas SMP yang ditetapkan oleh peneliti.
3.
Dokumen, informasi tertulis yang berkenaan dengan topik pembahasan.
D. Responden 58
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hal.28 2 Peristiwa yang dimaksud adalah kejadian-kejadian di dalam keluarga yang berupa interaksi antara orang tua dan anak dalam kehidupan sehari-hari dan berupa hal-hal yang menggambarkan perilaku anak di rumah, seperti anak merapikan tempat tidur setelah bangun dari tidur atau anak mengucapkan salam kepada kedua orang tua ketika hendak berangkat ke sekolah dan lain sebagainya.
44
Populasi adalah semua individu yang dijadikan sumber pengambilan sampel untuk pengumpulan data. Populasi yang diambil dalam penelitian kali ini adalah seluruh keluarga pada usia anak sekolah SMP yang berdomisili di RW.07 Jati Asih Bekasi Selatan yang berjumlah 54 warga. Sedangkan sampel adalah sebagian dari individu yang menjadi objek penelitian. Sampel dari penelitian ini sebanyak 50% dari keseluruhan jumlah populasi yang ada. Jadi sampel yang digunakan berjumlah 27 warga dari keselurahan jumlah populasi.
E. Teknik Pengumpulan Data 1.
Pengamatan (observasi), yaitu pengamatan dan pencatatan sistematis fenomena-fenomena atau gejala yang sedang diteliti dengan cara langsung. Pengamatan ini di lakukan terhadap peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan pendidikan akhlak dalam keluarga yang merupakan bentuk proses mendidik anak untuk menjadi seseorang yang bertanggung jawab dalam lingkungan sosial. Selain itu, pengamatan dilakukan untuk pengambilan data wilayah termasuk letak dan jumlah warga. Dalam observasi di lapangan ini peneliti membuat Catatan Lapangan (field notes). Catatan lapangan ini yang memuat secara deskriptif berbagai kegiatan, suasana keluarga, hubungan interaksi orang tua dengan anak, leadership seorang ayah, dan lain sebagainya.
2.
Wawancara, berasal dari bahasa latin inter yang berarti “antara” dan videre yang berarti “melihat.” Atau dari bahasa prancis entrevoir yang berarti melihat sekejap atau melihat tidak jelas. Wawancara berarti pertemuan tatap muka antara pewawancara dan yang diwawancarai. 602 Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap responden yang bersangkutan, seperti ketua RW/RT, tokoh masyarakat, para orang tua dan anak-anak.
60
Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. 3, hal. 55
45
3.
Kajian
Dokumentasi
dan
Pustaka.
Kajian
dokumentasi
yaitu
pengumpulan data berupa dokumen-dokumen, salah satunya yaitu berupa data kependudukan yang ada pada ketua Rukun Tetangga (RT) tersebut. Sedangkan kajian pustaka ini dilakukan dengan mencari datadata yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas untuk menambah pengetahuan penulis tentang pendapat-pendapat dan teoriteori yang ada relevansinya dengan masalah yang akan dibahas.
F. Teknik analisa data Menganalisa data merupakan suatu cara yang digunakan untuk menguraikan data yang diperoleh agar dapat dipahami bukan hanya oleh peneliti, tetapi juga oleh orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian. Untuk menganalisa data dalam penelitian ini, penulis melakukan langkahlangkah sebagai berikut: 1.
Analisis Domain (kategori simbolis), yaitu memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari objek penelitian atau situasi sosial. Melalui pertanyaan umum dan pertanyaan rinci peneliti menemukan berbagai kategori atau domain tertentu sebagai pijakan penelitian selanjutnya.
2.
Analisis Taksonomi, yaitu menjabarkan domain-domain yang dipilih menjadi lebih rinci untuk mengetahui struktur internal. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengamatan yang lebih berfokus.
3.
Analisis Komponen, yaitu mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara mengontraskan antarelemen. Hal ini dilakukan melalui observasi dan wawancara terseleksi melalui pertanyaan yang mengontraskan.61
G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
61
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan..., hal. 165-166.
46
Mengukur kredibilitas dan derajat keterpercayaan sebuah penelitian kualitatif, yaitu dengan mengkaji dan mengimplementasikan langkah validasi, yaitu: Validasi Triangulasi. Menurut Elliott (1976) tiangulasi yaitu memeriksa kebenaran yang dilakukan berdasarkan tiga sudut pandang, seperti: 1. Triangulasi teknik pengumpulan data, yaitu sudut pandang dari data observasi, sudut pandang dari data wawancara, dan sudut pandang dari data dokumentasi. 2.
Triangulasi sumber data, yaitu sudut pandang dari peristiwa, sudut pandang dari informan, dan sudut pandang dari dokumen.62
Setiap sudut pandang mempunyai kedudukan epistimologis yang unik dalam kaitannya dengan akses data mengenai situasi pendidikan akhlak dalam keluarga, karena dari analisis triangulasi ini pengumpulan pendapat dari tiga sudut pandang yang berbeda tersebut mempunyai alasan pembenaran, dan justifikasi epistimologis.
62
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan..., hal. 181.
47
BAB IV PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA PADA WARGA RW 07 KECAMATAN JATI ASIH BEKASI SELATAN
A. Gambaran Umum RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan 1. Letak RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan Jati Asih adalah sebuah kecamatan di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Jati Asih berbatasan dengan Kecamatan Bekasi Selatan di sebelah utara, kecamatan Pondok Gede di sebelah barat, Kecamatan Rawa Lumbu di sebelah timur, dan Kecamatan Jati Sampurna dan Gunung Putri di sebelah selatan. Jati Asih dilalui Jalan Toll JORR yang memudahkan akses jalan ke Jakarta Selatan, Jalan Tol Jagorawi, Jalan Tol Jakarta-Cikampek, Cikunir, Bintara, Cakung, dan Jakarta Utara. Ada pula Jalan Jati Sari yang menghubungkan Jati Asih langsung dengan Jati Sampurna, Depok, dan Kabupaten Bogor dan Jalan Jati Mekar yang menghubungkan Jati Asih langsung dengan Pondok Gede, Makasar, Kramat Jati, dan Jalan Tol Insinyur Wiyoto Wiyono. Jalan lain ada
48
Jalan Swatantra-Jati Asih yang menghubungkan langsung dengan pusat Kota Bekasi dan Jalan Wibawa Mukti 2 yang menghubungkan Jati Asih langsung dengan Kab. Bogor.63 Wilayah RW 07 Jati Asih terletak tidak terlalu jauh dari pintu masuk Jalan Tol JORR. RW 07 mempunyai dua RT yaitu RT 01 dan RT 02. Kepala Keluarga pada RT 01 berjumlah 127 dan RT 02 berjumlah 132, dan total keseluruhan yaitu 259 kepala keluarga dengan total penduduk 1.076 jiwa. Wilayah ini menjadi letak yang strategis untuk menjadi hunian karena tidak jauh dari pintu tol tersebut yang mulai diresmikan pada tahun 2007 oleh Menko Perekonomian Boediono. Sarana transportasi di wilayah ini pun siap melayani warga selama 24 jam. Adapun mengenai warga, RW 07 terdiri dari penduduk asli setempat dan pendatang yang berasal dari Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra dan lainnya. Mata pencaharian mereka pun beragam dari petani, karyawan swasta, supir, ojek, wiraswasta, pengajar dan PNS. Keberagaman ini pun menjadikan penduduk bersifat heterogen. Berbeda dari sudut pandang, perilaku dan kebiasaan, baik dalam berkeluarga dan bermasyarakat. Hal ini yang membuat unik karena keberanekaragaman penduduknya. Salah satu contoh dalam hal interaksi antara orang tua dan anak, ada penduduk yang menerapkan pola otoriter dalam mendidik, ketika orang tua meminta anak untuk melakukan sesuatu maka si anak harus mengikuti, tidak boleh menentang, sedang penduduk lain menerapkan pola demokratif dalam mendidik, ketika orang tua menginginkan anak melakukan sesuatu orang tua memberikan pilihan yang mana anak harus memilih kehendaknya dan tentunya pilihan itu dibimbing dengan orang tuanya. 2. Struktur Organisasi Wilayah RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan ini mempunyai dua RT, yaitu RT 01 dan RT 02. Dengan masing-masing mempunyai seksi-seksi yang mempuyai tugas yang telah ditentukan. Adapun rincian struktur organisasi di antaranya: 63
Jati Asih dari www.wikipedia.com, tanggal 14 Mei 2010.
49
Gambar 1. Struktur organisasi di RW 07. Ketua RW mempunyai tugas mempimpin dan mengawasi para ketua RT beserta stafnya dalam bekerja sama untuk memajukan dan mengembangkan wilayahnya dan melayani warga setempat. Sedangkan Ketua RT memimpin dan mengawasi yang lingkupnya lebih kecil agar lebih terfokus dan lebih konsentrasi dengan dibantu para seksinya. Membantu dalam mendata penduduk dan penggalangan dana kas RT yang mana dana tersebut untuk perbaikan sarana jalan dan sebagainya. Pengurus wilayah RW dan RT di wilayah ini baru saja diadakan pemilihan. Oleh karena itu, program-program yang ada belum terealisasikan. Tetapi para Ketua RW dan RT bersemangat untuk mengadakan perubahan-perubahan baik dalam masalah kebersamaan dan kekompakkan warga, keamanan dan kebersihan. Adapun mengenai struktur organisasi pemuda yaitu Karang Taruna di RW. 07 Jati Asih ini tidak aktif. Hal ini pun dikarenakan pengurus lama sudah tidak aktif lagi dalam kegiatan ini karena kesibukannya bekerja atau telah
50
berkeluarga, sedang para generasinya tidak meneruskan karena kurang arahan, motivasi dan tidak ada yang menggerakkan. Tetapi para pemuda di RW. 07 ini sesekali mengadakan acara tahunan seperti peringatan Hari Kemerdekaan RI dengan berbagai acara perlombaan dan malam puncaknya. 3. Sarana dan Prasarana serta acara sosial Sarana dan prasarana di wilayah ini diantaranya terdapat mushalla yang bernama “Nurul Ihsan” yang terletak di RT 02 dan lapangan bulu tangkis yang terdapat di RT 01 serta lapangan futsal di RT 02.
Gambar 2. Terlihat di sebelah kiri ustadz Hafidzi sedang mengajar ngaji seorang anak didik dan para anak didik yang lain sedang menulis materi yang ada di papan tulis. Gambar 2 di atas adalah gambar Mushalla Nurul Ihsan yang dijadikan tempat shalat jamaah atau beribadah dan merupakan tempat menuntut ilmu bagi anakanak yang berusia sejak TK sampai SMP. Mushalla ini mempunyai kamar mandi serta tempat wudlu antara laki-laki dan perempuan yang belum terpisah dan mempunyai kantor yang tidak terlalu luas.
51
Materi yang diberikan bermacam-macam di antaranya pengajaran baca tulis al-Qur’an bagi yang awal dan yang tingkat atas diberikan materi hafalan juz ‘amma dan hadits-hadits nabi, fiqh, sejarah peradaban Islam dan ilmu-ilmu alat seperti nahwu dan shorof. Tenaga pendidiknya berasal dari penduduk setempat yang mempunyai keahlian membaca al-Qur’an. Sedang kepala sekolah atau pendiri taman pendidikan ini merupakan tokoh masyarakat pada wilayah setempat yang bernama Ustadz Hafidzi. Selain mushalla yang dijadikan sarana dan pra sarana terdapat lapangan olah raga badminton. Tapi sayangnya lapangan olah raga ini hanya beberapa kali saja difungsikan seperti ketika acara lomba di bulan Agustus dan selebihnya tidak difungsikan. Hal ini karena, lapangan tersebut kurang strategis untuk melakukan olah raga, jauh dari warung-warung dan dikelilingi dengan bidangan tanah kosong yang luas. Tentunya suasana ini yang mengakibatkan penduduk setempat kurang berminat untuk bermain di lapangan tersebut. Sedangkan acara pendidikan untuk anak remaja di wilayah ini yaitu pengajian remaja yang diadakan satu bulan sekali yang sistem pemilihan tempatnya dengan menggunakan sistem rolling yang diacak. Para tuan rumah yang terpilih siap untuk menyediakan tempat dan segala jamuan ala kadarnya. Setelah pengajian selesai para anggota pengajian tidak langsung pulang melainkan membantu membersihkan tempat-tempat yang kotor hingga menjadi bersih. Kemudian setelah semuanya selesai maka mereka pamit dan mengucapkan terima kasih kepada tuan rumah dan keluarganya. Selain kegiatan tersebut di atas, terdapat arisan yang diselenggarakan oleh warga setempat baik dari kalangan ibu-ibu maupun bapak-bapak. Arisan ini dijadikan ajang untuk membicarakan masalah-masalah yang terdapat di wilayahnya, seperti masalah keamanan, kesehatan dan kebersihan lingkungan. Selain itu, arisan ini pun dijadikan tempat mengumumkan segala kegiatan seperti akan diadakan gotong royong atau penggalangan dana sosial. B. Karakteristik Responden
52
Responden pada penelitian ini adalah seluruh keluarga pada usia anak sekolah SMP yang berdomisili di RW.07 Jati Asih Bekasi Selatan yang berjumlah 54 kepala keluarga. Dari 54 warga tersebut terdiri dari 18 penduduk asli dan 36 pendatang dari berbagai daerah di Indonesia. 48 kepala keluarga merupakan keluarga utuh atau orang tua (ibu dan bapak) masih lengkap, 5 kepala keluarga yang merupakan single parent dan 1 kepala keluarga yang yatim piatu atau kakak tertua yang menjadi pengganti orang tua. Dari 54 kepala keluarga yang beragama Islam berjumlah 44 warga sedangkan 10 warga yang lain beragama Kristen, tetapi dalam hal ini peneliti hanya meneliti responden yang beragama Islam. 54 kelapa keluarga tersebut terdiri dari 43 jumlah lakilaki dan 49 jumlah perempuan dengan total 92 jiwa. Adapun mengenai pendidikan orang tua pada warga RW. 07 di antaranya: Tabel 1. Data Pendidikan Orang Tua No. Pendidikan Jumlah 1. Strata 09 2. SLTA 24 3. SLTP 08 4. SD 13 Tabel 1 di atas memberikan informasi bahwa jumlah orang tua yang berpendidikan SLTA mendapat peringkat tertinggi dengan jumlah 24 warga yaitu 47%. Peringkat kedua yaitu orang tua yang berpendidikan Sekolah Dasar dengan jumlah 13 warga yaitu 24%. Peringkat ketiga yaitu orang tua yang berpendidikan Tingkat Atas/Strata dengan jumlah 09 warga yaitu 16.7%. sedangkan yang terakhir yaitu orang tua yang berpendidikan SLTP dengan jumlah 08 warga yaitu 14.8%. Gambaran pendidikan orang tua di atas mengindikasikan bahwa responden memiliki taraf pendidikan yang baik karena sebagian besar responden berpendidikan SLTA. Tetapi banyak juga responden yang berpendidikan hanya sampai Sekolah Dasar. Sedangkan mengenai mata pencaharian responden sebagai berikut:
53
Tabel 2. Data Pekerjaan Orang Tua No. Jenis Pekerjaan Jumlah 1. Karyawan Swasta 16 2. Karyawan 10 3. Pedagang 09 4. Wiraswasta 08 5. Pegawai Negeri Sipil 03 6. Ibu Rumah Tangga 02 7. Sopir 02 8. Karyawan BUMN 01 9. Petani 01 10. Buruh 01 11. Guru 01 Tabel 2 di atas sebagian besar merupakan karyawan swasta yang berjumlah 16 warga, karyawan biasa berjumlah 10 warga, pedagang berjumlah 09 warga, wiraswasta berjumlah 08 warga, PNS berjumlah 03 warga, Ibu Rumah Tangga berjumlah 02 dan lain sebagainya. Keterangan di atas memberikan indikasi bahwa sebagian besar responden mempunyai pekerjaan dan hanya beberapa saja yang tidak memiliki pekerjaan.
C. Pendidikan akhlak dalam keluarga pada warga RW 07 Kecamatan Jati Asih Bekasi Selatan Pendidikan akhlak dalam keluarga pada warga RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan ini belum dapat dikatakan berjalan dengan maksimal. Seperti penurutan dari Tokoh Masyarakat setempat, hasil wawancara yaitu: “Kondisi latar belakang pendidikan orang tua yang merupakan pendidik dalam keluarga pada umumnya berbasic pendidikan umum yang mana lebih menekankan mata pelajaran umum dari pada pelajaran agama. Dengan demikian, para pendidik utama kurang memberikan arahan dan bimbingan terhadap pendidikan agama termasuk pendidikan akhlak.”64 Untuk membahas pendidikan akhlak dalam keluarga akan dibahas beberapa ruang lingkup akhlak, di antaranya: 64
Wawancara peneliti dengan Ustadz Hafidzi, pukul 19.30-20.15 WIB, Bekasi: Jum’at, 30 April 2010, lampiran I.
54
1. Hablu Minallah Pendidikan akhak terhadap Allah dalam keluarga di RW. 07 yaitu berbentuk ketaatan seperti mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Salah satu perintah Allah yang ditekankan dalam pendidikan akhlak terhadap Allah yaitu perintah shalat. Sudah kebiasaan masyarakat desa ketika maghrib tiba anak-anak tidak ada yang boleh bermain atau berkeliaran di luar. Hal ini karena terdapat mitos bahwa jika anak bermain di waktu maghrib maka anak itu akan dibawa oleh makhluk halus yang bernama “kantong wewe”. Tetapi hal ini bisa dikatakan bahwa mitos tersebut hanya sebagai alat yang dipakai orang tua jaman dulu untuk menakut-nakuti anak-anaknya agar cepat pulang. 65 Dengan itu, ketika maghrib tiba, anak sudah berada di rumah dan orang tua mengajak anak untuk sholat baik shalat secara individu atau berjamaah. Dan pada waktu-waktu lain anak diingatkan oleh orang tua untuk shalat lima waktu juga. Kegiatan shalat ini menurut warga untuk menumbuhkan rasa keimanan pada anak. Hal ini dikarenakan anak tidak akan biasa jika tidak dibiasakan. Ada warga yang pendidikannya hanya tamat Sekolah Dasar dapat memberikan pendidikan akhlak kepada anak-anaknya dengan baik. Orang tua tersebut bernama Bpk. Ahmad yang berprofesi sebagai Pedagang berbagai jenis makanan dan peralatan rumah yang berlokasi di rumahnya. Bpk. Ahmad dan istrinya tersebut selalu melakukan dialog pada anak-anaknya mengenai aktivitas yang dilalui anaknya selama di sekolah atau ketika anaknya pergi jalan dengan temannya. Kebetulan dia adalah orang tua yang dahulu berada dalam keluarga yang pola asuhnya otoriter tetapi materi yang dididik berupa materi agama, seperti sholat, puasa, mengaji dan memanggil orang yang lebih tua dengan sebutan yang pantas sehingga dia beranggapan bahwa pendidikan yang
65
Wawancara peneliti dengan Ustadz Hafidzi, pukul 19.30-20.15 WIB, Bekasi: Jum’at, 30 April 2010, lampiran I.
55
diterimanya waktu kecil merupakan pendidikan yang bagus tetapi dia mengurangi paksaan terhadap anak dengan melakukan dialog.66 Selain gambaran keluarga di atas, kebanyakan warga cuek dengan pendidikan shalat anak. Anak dibiarkan bermain walau waktu shalat telah tiba dan tidak mengingatkan apalagi menyuruhnya. Ketidakpedulian orang tua ini dikarenakan pada diri orang tua tersebut pun belum menyadari pentingnya perintah shalat tersebut atau dengan kata lain orang tua pun tidak melaksanakan shalat lima waktu. Hal ini pun dikarenakan orang tua tersebut besar dengan pendidikan yang tidak tinggi atau pendidikan tinggi yang kurang pendidikan agamanya. Oleh kerana itu, Ketika orang tua tidak melaksanakannya maka anak yang harus mencontoh orang tuanya akan menirunya. Seperti ketika Peneliti sedang melakukan wawancara pada hari sabtu, 01 Mei 2010 terdapat seorang anak yang sedang
bermain di saat Adzan Dhuhur berkumandang yang menandakan waktu shalat telah tiba. Tetapi orang tua anak itu tidak memperhatikan jadwal shalat anaknya walau waktu shalat telah tiba, dia membiarkan anaknya tetap bermain tanpa batas waktu yang tidak menentu.
Akhlak kepada Allah seperti mencintai Allah melebihi cinta kepada apa dan siapa pun juga dengan mempergunakan firman-Nya dalam al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan kehidupan, melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, mengharapkan dan berusaha memperoleh keridaan-Nya, mensyukuri nikmat dan karunia-Nya, menerima dengan ikhlas semua kada dan kadar Ilahi setelah berikhtiar maksimal (sebanyak-banyaknya hingga batas tinggi), memohon ampun hanya kepada-Nya, bertaubat hanya kepada-Nya, tawakkal (berserah diri) kepada-Nya. Rincian akhlak terhadap Allah SWT tersebut merupakan materi yang harus disampaikan para orang tua terhadap anaknya akan tetapi hanya sedikit materi yang disampaikan sehingga pendidikan dalam hal ini tidak berjalan dengan baik.
66
Wawancara peneliti dengan Bpk. Ahmad, pukul 13.00-13.20 WIB, Bekasi: Jum’at, 14 Mei 2010, lampiran II.
56
2. Hablu Minannafs Berhubungan terhadap diri sendiri yaitu bagaimana akhlak terhadap diri sendiri. Tentunya hal ini berkaitan tentang akhlak yang baik terhadap diri sendiri, seperti memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Memenuhi kebutuhan jasmani pada warga sekitar terdapat dua golongan. Pertama, golongan bawah, golongan ini hidup dengan ekonomi yang pas-pasan atau dapat dikatakan orang tua memiliki pekerjaan tapi tidak menentu. Hal ini pun menyebabkan kondisi keuangan yang tidak stabil sehingga berpengaruh pada menu makanan sehari-hari. Mereka makan dengan menu seadanya dengan tidak ada buah-buahan; Sedangkan yang kedua, golongan atas, golongan ini merupakkan golongan yang mana orang tuanya mempunyai pekerjaan tetap sehingga keadaan ekonominya dapat dikatakan stabil. Mereka makan makanan yang sesuai dengan empat sehat lima sempurna. Selain mengenai asupan makanan yang sesuai dengan tubuh, yaitu olah raga. Dari keterangan yang didapat, sedikit sekali keluarga yang melakukan olah raga, seperti penuturan Bapak Encep, “Saya tidak pernah menyuruh anak-anak olah raga, kalau makan saya selalu menyuruhnya.” 67 Selain itu, terdapat juga orang tua yang tidak pernah menyuruh anaknya untuk olah raga tetapi anaknya mau melakukan olah raga, seperti penuturan Ibu Syifa, “Saya tidak pernah menyuruh anak saya berolah raga, paling dia bermain bulu tangkis dengan temantemannya.”68 Adapun mengenai kebutuhan rohani kebanyakan keluarga tidak memberikan materi yang cukup dan hanya sedikit keluarga yang memberikan materi tentang rohani tersebut. Keluarga yang tidak memberikan arahan yang penuh dalam hal ini, seperti harus berlaku jujur, sabar, dan sebagainya, kebanyakan dari mereka menyarankan anak sekolah di Sekolah Menengah Pertama hanya beberapa saja yang menyekolahkan anaknya ke pesantren. Hal ini pun terlihat bahwa pendidikan keluarga dalam mendidik anak terhadap diri sendiri dalam hal 67 Wawancara peneliti dengan Bpk. Encep, pukul 10.00-10.20 WIB, Bekasi: Minggu, 02 Mei 2010, lampiran III. 68 Wawancara peneliti dengan Ibu Syifa, pukul 14.30-15.10 WIB, Bekasi: Minggu, 02 Mei 2010, lampiran IV.
57
kebutuhan rohani tidak berjalan dengan baik atau mereka masih mengandalkan pendidikan di sekolah dengan materi agama yang lebih sedikit. 3. Hablu Minannas Saling tolong-menolong, bantu-membantu, menjenguk yang sakit dan tidak saling mengolok merupakan beberapa contoh dalam bersikap dengan orang lain. orang lain yang dimaksud termasuk anggota keluarga, tetangga, guru, teman bermain atau teman satu organisasi. Sebagai makhluk sosial, seseorang tidak dapat berdiri sendiri tanpa membutuhkan pertolongan orang lain, apalagi manusia merupakan makhluk yang dikenal lemah. Mayoritas responden yang berada pada RW 07 Jati Asih memiliki jiwa solidaritas yang tinggi terhadap orang lain. Jika salah satu di antara mereka yang sedang sakit maka dengan suka rela mereka menjenguknya. Orang tua di sini baik para orang tua laki-laki atau orang tua perempuan. Selain itu jika ada salah satu warga yang mempunyai hajat seperti acara khitan, aqiqah atau haul maka para warga yang lain saling berdatangan untuk membawakan kue atau sejenis makanan lainnya, dan ada juga yang membantu dengan memberikan tenaga dengan membantu memasak, menyiapkan ruang acara atau membersihkan dapur dan sebagainya. Dari contoh yang diberikan para orang tua tersebut di atas, maka para anakanak akan mencontohnya. Jika terdapat teman di sekolahnya sakit maka anakanak mengumpulkan dana untuk membelikan sesuatu yang akan dibawa ke rumah temannya yang sakit. Sudah merupakan kebiasaan bahwa disetiap dalam pergaulan terdapat teman yang menurut salah satu warga yang memang sampai seperti anggota keluarga sendiri, teman yang seperti ini sering disebut sebagai teman akrab atau teman dekat. Hal ini karena teman akrab merupakan teman yang mau dijadikan tempat untuk mencurahkan sebuah masalah baik senang maupun susah sampai meminta solusi yang baik untuk memecahkannya. Sehingga jika terdapat waktu luang mereka meluangkan waktu untuk berbicara dan bersenda gurau dengan teman dekat mereka. Seperti penuturan ibu Nurul, hasil wawancara yaitu:
58
“Saya sudah biasa berbincang-bincang dengan Mama Difa (panggilan untuk tetangga sekaligus teman akrabnya) setelah selesai pekerjaan rumah. Kami membicarakan masalah anak dan sampai infoteiment. Ketika ada masalah pun kami selalu saling berbicara, saling membantu dan meminta pendapat satu sama lain. Yah...kedekatan kami ini sudah seperti keluarg sendiri.”69 Dan sedikit dari responden tidak memiliki jiwa solidaritas yang tinggi. Mungkin hal ini dikarenakan mereka kurang bersosialisasi dengan baik terhadap warga sekitar karena kesibukkannya. Sikap seperti ini membuat asumsi negatif di kalangan warga yang lain, warga satu dengan yang lainnya saling mencurigai. Seperti salah satu warga yang termasuk golongan atas (warga tersebut menamainya dengan “orang kaya”) tidak pernah ikut bergabung dengan warga yang dari golongan bawah. Tentu saja hal seperti ini memunculkan anggapan bahwa orang kaya tersebut sombong. 70 4. Hablu Minal’alam Alam merupakan hal yang harus dijaga. Keberadaannya merupakan anugerah bagi makhluk hidup. Tapi kebanyakan dari makhluk hidup terutama manusia tidak menyadari bahwa mereka harus menjaga dan melestarikannya. Sebagian besar tanah kosong yang ada di RW 07 ini dijadikan tempat pembuangan sampah. Sampah rumah tangga yang berbagai macam jenisnya menjadi satu tanpa ada pemilahan terlebih dahulu. Hal ini membuat lahan tersebut menjadi kotor dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu, di setiap pagi warga membersihkan halaman luar mereka sehingga menjadi bersih tetapi di tempat lain mereka membuat polusi. Seperti salah seorang warga yang ditemui pada pagi hari. Dia sedang menyapu halaman dan jalan yang di depan rumahnya. Hal ini merupakan hal yang bagus, tetapi ada hal buruk setelahnya, ternyata sampah-sampah tersebut dibuang ke selokan atau got-got di pinggir jalan, Seperti ketika peneliti akan melakukan wawancara pada hari Jum’at, 30 April 2010 Pukul 09.00 WIB, Ibu Sari
69 Wawancara peneliti dengan Ibu Nurul, pukul 11.00-11.20 WIB, Bekasi: Jum’at, 07 Mei 2010, lampiran V. 70 Wawancara peneliti dengan Ibu Tuti, pukul 08.30-08.50 WIB, Bekasi: Sabtu, 15 Mei 2010, lampiran VI.
59
yang sedang menyapu halaman rumah dengan membuang sampah halamannya di tempat aliran air atau got. Jika dilihat lebih jauh maka hal itu menjadi wajar karena
dia seorang yang mempunyai pendidikan rendah hanya setingkan Pendidikan Sekolah Dasar, tentunya hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman terhadap perilaku yang dilakukannya dengan akibat atas hal tersebut. Kemudian warga yang mempunyai seorang pembantu rumah tangga yang mana mereka adalah seorang yang berkarir atau menjadi karyawan swasta. Mereka tidak memperdulikan pembantu mereka membuang sampah di mana, akan tetapi mereka memperdulikan bahwa sampah yang ada di rumahnya telah dibuang dan tidak boleh ada sampah di rumahnya. Seperti Ibu Sari yang merupakan Seorang Pembantu Rumah Tangga yang menuturkan bahwa dia sudah terbiasa membuang sampah di tanah kosong bahkan ketika dia sedang bekerja pun demikian majikannya hanya menegaskan bahwa sampah di rumahnya
harus
dibuang
tanpa
memberikan
tempat
khusus
untuk
membuangnya. “Saya biasanya membersihkan sampah di rumah saya dan membuang sampah itu di tanah-tanah kosong. Jika saya sedang bekerja pun demikian, majikan saya tidak mau tahu sampahnya dibuang di mana, pokoknya sampah yang ada di rumah harus dibuang.”71 Dari sikap kebanyakan warga yang seperti itu, maka dengan tidak disadari mereka telah memberikan pendidikan yang tidak baik terhadap anak-anak mereka yaitu membuang sampah tidak pada tempatnya atau disembarang tempat. Selain hal tersebut di atas, ada satu warga yang tergolong pada golongan atas yang kebetulan ibu rumah tangga tersebut adalah seorang dosen di salah satu universitas Islam terkemuka. Di rumah yang besar, dia memiliki halaman belakang dan yang mana halaman belakang tersebut salah satunya difungsikan sebagai pembuangan sampah. Tentu saja hal ini tidak membuat polusi lingkungan yang dapat menimbulkann kerusakan tanah dan bau yang tidak
71
Wawancara peneliti dengan Ibu Sari, pukul 09.00-10.00 WIB, Bekasi: Jum’at, 30 April 2010, lampiran VII.
60
sedap. Penuturan dari Ibu Melati (pemilik rumah), “Pembuangan sampah dilakukan sendiri karena untuk menekan jumlah sampah yang ada di daerah tersebut dan agar tidak menimbulkan polusi.”72 Ibu Melati merupakan salah satu warga berpendidikan tinggi. Profesi dia adalah seorang dosen di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta. Jadi terlihat disini bahwa sudah menjadi kewajaran dia mengolah sampahnya sendiri karena termasuk golongan yang mempunyai intelektual dan kesadaran lingkungan yang tinggi. Sikap terhadap lingkungan dari responden sebanyak 98% tidak menjaga dan melestarikan alam dengan baik yaitu dengan membuang sampah dengan berbagai jenis di tanah-tanah kosong dan ketika berada di jalan mereka tidak membuang sampah di tempatnya. Sedangkan 2% dari responden menjaga kelestarian alam dengan membuat penampungan sampah sendiri. Dengan demikian pendidikan akhlak terhadap lingkungan dengan materi menjaga dan melestarikannya tidak berjalan dengan baik sehingga mengakibatkan polusi lingkungan.
72
Wawancara peneliti dengan Ibu Melati, pukul 09.00-09.50 WIB, Bekasi: Minggu, 09 Mei 2010, lampiran VIII.
61
BAB V SIKAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL YANG TERDAPAT PADA WARGA RW 07 KECAMATAN JATI ASIH BEKASI SELATAN
A. ............................................................................................................................ T anggung Jawab Kepada Orang Tua Orang tua merupakan orang yang sangat berperan penting terhadap anak baik pertumbuhan, perkembangan dan pendidikannya. Orang tua mempunyai peranan penting dalam membentuk akhlak anak baik akhlak terhadap dirinya dan orang lain. Perilaku orang tua terhadap anak membentuk sikap anak terhadap orang lain dan akhlak orang tua yang diperlihatkan kepada anak itu lah anak mencontoh dan menjadikan hal yang dicontoh itu menjadi sikapnya. Adapun tanggung jawab anak yaitu memenuhi hak-hak orang tua. Adapun hak-hak kedua orangtua di antaranya: ...................................................................................................................... R idha Allah ada pada Ridha orangtua ...................................................................................................................... B erbakti kepada orangtua lebih utama daripada berjihad (perang) di jalan Allah. ...................................................................................................................... M endoakan orang tua setelah meninggal dan menghormati teman mereka. ...................................................................................................................... L ebih mengutamakan berbakti kepada ibu dari pada ayah.
62
...................................................................................................................... E tika berbakti kepada kedua orangtua. Maksudnya adalah anak harus mengetahui cara bergaul yang baik dengan ayah dan ibu, seperti tidak berjalan di depan mereka, tidak memanggil dengan nama mereka, tidak membantah nasihat mereka dan tidak menyalahi perintahnya. ...................................................................................................................... L arangan berbuat durhaka. Durhaka berarti melakukan pembangkangan, menentang dan tidak melaksanakan hak-hak, seperti anak melotot sinis kepada ayahnya ketika marah, anak memandang dirinya sama dengan ayahnya, anak mengagungkan dirinya tanpa mau mencium tangan kedua orang tuanya, atau tidak mau menghormatinya. 73 Sikap anak usia sekolah SMP di RW 07 Jati Asih terhadap orang tua beraneka ragam. Sikap anak yang beraneka ragam merupakan cermin dari pola didik orang tua yang beranekaragam pula. Anak yang dididik dengan pola demokratis maka akan terbentuk akhlak yang baik sedangkan sebaliknya anak yang dididik menggunakan pola otoriter maka akan membentuk akhlak yang buruk. Mayoritas responden baik warga yang berasal dari keluarga yang orang tua tidak berpendidikan tinggi atau yang orang tuanya berpendidikan tinggi, anak menjadi seorang anak yang membangkang. Hal ini pun karena anak sering dipaksa untuk mengikuti kehendak orang tuanya atau orang tua yang selalu menuruti keinginan anaknya. Hal ini terlihat ketika sang ibu menceritakan pengalamannya yaitu ketika sang ibu tersebut sedang memasak lalu ada bahan bumbu yang tidak ada di dapur, kemudian ibu memerintah anaknya yang sedang menonton televisi untuk membelikannya di warung. Alhasil, anak tidak mau diganggu menonton televisi dan dia tidak mau atau menolak membelikan bumbu di warung. Dan ketika ibu melarang suatu pekerjaan tertentu anaknya tidak mau melakukannya. Sang ibu yang bernama Ibu Minah (seorang single parent) yang tamatan Sekolah Dasar menuturkan bahwa anaknya jika sudah mempunyai 73
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam (Pendidikan Anak Dalam Islam), oleh Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. I, hal. 433.
63
keinginan baik itu masalah makanan atau mainan, tidak dipenuhi, dia akan marah dan melontarkan kata-kata yang tidak baik. 74 Sedangkan sedikit dari responden yang berasal dari keluarga yang sama, anak mematuhi kedua orang tuanya. Hal ini pun dikarenakan orang tua selalu memberikan nasehat dan arahan tentang bagaimana bersikap dan keinginan orang tua terhadap anak, seperti anak yang bernama Lintang yang selalu mematuhi orang tuanya ketika diperintah walau dia sedang asyik bermain atau menonton acara televisi, seperti ketika peneliti sedang melakukan wawancara pada hari jum’at tanggal 14 Mei 2010 Pukul 13.30. Lintang dengan bersegera langsung menuju ke arah ibunya yang telah memanggilnya untuk dimintai bantuan. Bapak Ahmad dan istrinya, yang keduanya hanya tamatan Sekolah Dasar menuturkan bahwa mereka selalu memberikan arahan dan nasihat, seperti ketika Lintang berkeinginan untuk berlibur ke salah satu tempat rekreasi karena libur panjangnya, Bapak Ahmad dan Ibu Rosi tidak mempunyai uang untuk membekalinya, kemudian mereka tidak mengizinkan Lintang untuk pergi dengan alasan-alasan yang mereka ungkapkan, dengan penjelasan dari mereka maka Lintang pun mengerti dan tidak jadi pergi.75 Hal ini pun memberikan indikasi bahwa warga RW 07 dalam sikap anak terhadap orang tua yang mana faktor pendidikan orang tua tidak menjamin anak menjadi anak yang baik akan tetapi pola asuh yang diterapkan di dalam pendidikan keluarga yang mempengaruhi sikap anak. Tanggung jawab kepada orang tua seperti yang telah disebutkan di atas, masih belum terlaksana dalam pendidikan akhlak dalam keluarga. B.............................................................................................................................. T anggung Jawab Kepada Saudara Saudara seperti yang telah disebutkan dalam bab II adalah orang-orang yang mempunyai pertalian kerabat dan keturunan. Secara berturutan mereka adalah ayah, ibu, kakek, nenek, saudara anak laki-laki, anak dari saudara perempuan, 74 Wawancara peneliti dengan Ibu Minah, pukul 08.30-08.45 WIB, Bekasi: Sabtu, 01 Mei 2010, lampiran IX. 75 Wawancara peneliti dengan Bapak Ahmad dan istrinya, pukul 13.00-13.20 WIB, Bekasi: Jum’at, 14 Mei 2010, lampiran II.
64
paman dari ibu, bibi dari ibu dan seterusnya. Tetapi penulis membatasi indikator kedua tentang tanggung jawab kepada sanak saudara hanya sebatas nenek, kakek, adik dan kakak baik sepupu atau kandung. Tanggung jawab seperti yang telah disebutkan pada bab II yaitu menjaga tali silaturrahmi dan berbuat baik. Untuk menjaga tali silaturrahmi, salah satu responden selalu meluangkan waktu atau di waktu libur untuk berkunjung ke rumah nenek dan kakek mereka atau sanak saudara. Salah satu penuturan dari salah seorang responden, yaitu Ibu Fatima mengatakan “saya senang membawa anak saya berkunjung ke rumah orang tua, bahkan jika tidak diajak maka dia (si anak) akan marah. karena di sana mereka dimanjakan olehnya dan mendapat tambahan uang jajan”; 76 Selain itu, ada warga pendatang dari luar propinsi yang jaraknya jauh. Mereka menjaga tali silaturrahmi melalui alat komunikasi telepon. Mereka mengaku bahwa jarak tidak membuat mereka jauh dari nenek kakek mereka, ketika penulis bertanya kepada Ibu Melati yang berasal dari Nias mengatakan, “Memang ada beberapa sanak saudara yang berada di Jakarta, tetapi orang tua saya berada di kampung halaman. Kalau yang ada di Jakarta kadang-kadang saya main. Tapi yang jauh, saya cuma lewat telepon atau handphone saja, jika memungkinkan pulang kampung, saya pulang seperti acara Hari Raya Lebaran.”77 Kemudian ada salah satu warga yang mana orang tuanya selalu berkunjung tetapi mereka tidak mengikutsertakan anaknya untuk ikut, seperti Bapak Zakarya, yang mengatakan bahwa “saya jarang membawa anakanak pergi baik ke rumah saudara atau lainnya, apalagi sekarang mereka sudah besar-besar yang apabila naik motor tidak bisa.”78 Tentunya hal ini membuat si anak tidak membuat hal itu penting bagi dirinya atau dapat dikatakan cuek dan bahkan tidak mau mengunjungi nenek kakeknya. Di atas merupakan gambaran tentang silaturrahmi kepada kakek nenek, dan kemudian cara bergaul anak terhadap adik dan kakak. Sikap anak usia sekolah 76
Wawancara peneliti dengan Ibu Fatima, pukul 14.00-14.20 WIB, Bekasi: Jum’at, 21 Mei 2010, lampiran X. 77 Wawancara peneliti dengan Ibu Melati, pukul 09.00-09.50 WIB, Bekasi: Minggu, 09 Mei 2010, lampiran VIII. 78 Wawancara peneliti dengan Bapak Zakarya, pukul 13.00-13.20 WIB, Bekasi: Minggu, 02 Mei 2010, lampiran XI.
65
SMP pada warga RW 07 Jati Asih Bekasi ini pun beraneka ragam, ada yang bersikap baik dan ada pula yang bersikap buruk. Anak yang bersikap baik terhadap adik kakaknya dikarenakan orang tua yang tidak membeda-bedakan di antara mereka dan selalu berlaku adil, seperti anak yang bernama Yenli yang selalu menjaga adiknya sehabis pulang sekolah karena ibunya sedang sibuk dengan pekerjaan rumah.79 Sedangkan anak yang bersikap buruk terhadap kakak adiknya, seperti tidak mau mengalah dengan adiknya, memanggil kakaknya dengan nama tidak dengan panggilan “kakak” dan sebagainya, dikarenakan anak itu merasa ketidakadilan orang tuanya yang selalu membela adiknya yang masih kecil atau selalu menuruti keinginan kakaknya, seperti penuturan Ibu Tuti, “anak saya yang bernama Riani selalu bertengkar dengan adiknya karena adiknya mengganggu jika dia sedang bermain atau belajar.
Dan selalu memanggil
kakaknya dengan nama, padahal sudah saya beri tahu berulang-ulang kali kalau sama adik itu yang baik dan panggil kakaknya dengan sebutan “kakak”.”80 Beraneka ragam sikap anak terhadap sanak saudara tersebut di atas dikarenakan sikap orang tua terhadapnya. Jika sikap orang tua adil antara anak yang satu dengan yang lainnya maka anak akan berhubungan dengan baik, dan jika sebaliknya, orang tua bersikap tidak adil yang selalu membela adik atau kakaknya tanpa ada arahan, maka anak akan merasa tidak disayang dan akan sifat cemburu terhadap saudaranya yang ia tunjukkan dengan selalu bertengkar dengan saudaranya. Untuk itu, para orang tua sebaiknya lebih memahami lagi tentang kebutuhan anak terutama rasa kasih sayang dan rasa kenyamanan untuk berlindung.
C. ............................................................................................................................ T anggung Jawab Kepada Teman Ikatan persahabatan pada anak usia sekolah SMP di RW 07 Jati Asih Bekasi ini sangat kuat. Tentunya hal ini dikarenakan anak dengan temannya memiliki 79 Wawancara peneliti dengan Ibu Ros, pukul 13.30-13.50 WIB, Bekasi: Jum’at, 07 Mei 2010, lampiran XII. 80 Wawancara peneliti dengan Ibu Tuti, pukul 08.30-08.50 WIB, Bekasi: Sabtu, 15 Mei 2010, lampiran VI.
66
kegemaran yang sama dan kegiatan yang sama pula. Kesamaan ini membuat anak lebih senang bercerita tentang kejadian yang dialaminya kepada teman. Selain kesamaan tersebut persahabatan mereka sangat erat, jika di antara mereka sedang sedih maka yang lain menghibur dan begitu juga sebaliknya. Seperti telah disebutkan pada Bab II, bahwa hak-hak teman yaitu: ...................................................................................................................... M engucapkan salam ketika bertemu. ...................................................................................................................... M enjenguk teman sakit. ...................................................................................................................... M enziarahi di jalan Allah. ...................................................................................................................... M enolong ketika susah. ...................................................................................................................... M emenuhi undangannya. ...................................................................................................................... M emberikan ucapan selamat. ...................................................................................................................... S aling memberi hadiah.81
81
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad Fil Islam (Pendidikan Anak Dalam Islam), oleh Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. I, hal. 480.
67
Gambar 3. Fildjah (sebelah kanan) dengan teman-temannya membungkus kado untuk temannya yang sedang ulang tahun.
sedang
Gambar 3 di atas adalah gambar Fildjah bersama dengan temannya yang sedang membungkus sebuah kado yang direncanakannya untuk hadiah temannya yang ulang tahun. Merekapun membungkus dengan perasaan gembira dan senang serta menuliskan kata-kata ucapan yang berupa doa untuk temannya. Selain memberikan hadiah, menjenguk teman ketika sakit pun menjadi tanggung jawab warga RW 07. Warga RW 07 tersebut pun menjenguk teman atau tetangga yang sedang sakit baik bersama-sama dengan warga lainnya atau datang sendiri. Ketika menjenguk pun mereka memberikan bantuan berupa uang, makanan dan doa. Selain itu, ada hal yang belum dibiasakan warga RW 07 setempat yaitu mengucapkan salam ketika bertemu, mereka hanya memanggil nama saja atau tesenyum, sekitar 100 % mereka melakukan hal tersebut. Seperti penuturan dari Ibu Siti, “jika bertemu dengan teman, saya hanya memanggil nama saja atau menawarkan untuk mampir ke rumah. Dan
68
kalau mengucapkan salam, tidak karena belum dibiasakan.”82 Memang masyarakat sekitar tidak membiasakan mengucapkan salam ketika bertemu dengan seseorang dan mengucapkan salam digunakan untuk berangkat dari rumah atau ketika tiba di rumah.
BAB VI
82
Wawancara peneliti dengan Ibu Siti, pukul 11.00-11.45 WIB, Bekasi: Minggu, 16 Mei 2010, lampiran XIII.
69
SIKAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PADA ANAK DAPAT TERBENTUK MELALUI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA WARGA RW 07 KECAMATAN JATI ASIH BEKASI SELATAN
A. ........................................................................................................................... K EBIASAAN ORANG TUA Wilayah RW 07 Jati Asih dapat dilalui dua gang yaitu Gg. Dukuh I dan Gg. Dukuh II. Jalan di Gg. Dukuh I merupakan perbatasan antara RW 07 dan RW 06, RW 07 berada di sebelah kanan dan RW 06 berada di sebelah kiri. Sedangkan Gg. Dukuh II langsung menuju wilayah RW 07, dan ketika memasuki jalan ini, terdapat tanah kosong yang di atasnya belum berdiri bangunan dan di tanah kosong tersebut terdapat banyak pohon rambutan yang tertata rapi. Selain pepohonan di area tanah yang kosong, suasana yang sejuk karena banyak pepohonan tersebut dapat mengusir rasa gersang akibat dari pemanasan global. Tetapi, jika dilihat ke dalam lagi, sudah banyak bangunanbangunan rumah pendatang baik untuk rumah pribadi atau dibuat kontrakan. Yang tadinya banyak pohon bambo, kini sudah tidak banyak lagi hanya sedikit yang tersisa. Jalan yang menghubungkan antara Gg. Dukuh I dan Dukuh II merupakan Jalan Cor Semen yang merupakan cara yang digunakan untuk memperlambat kerusakan jalan akibat hujan. Sedangkan jalan-jalan yang bukan merupakan jalan utama wilayah tersebut masih berupa tanah atau hanya berupa sisa-sisa bahan bangunan yang dihancurkan. Itu lah sedikit gambaran tentang wilayah RW 07. Dan peneliti akan menguraikan beberapa kebiasaan orang tua pada wilayah RW 07 yang berasal dari salah satu informan, yaitu keluarga Bapak Syukur dan Bapak Jajang. Pukul 02.00 WIB adalah waktu istirahat bagi kebanyakan warga RW 07 Jatiasih, tetapi bagi Bapak Syukur merupakan waktu untuk mencari nafkah. Sebagai seorang pedagang, bapak syukur berangkat di sepertiga malam tersebut sudah merupakan kebiasaan. Dengan menaiki angkutan umum, dia menuju
70
Pasar Induk Kramat Jati untuk membeli barang dagangannya untuk dijajakan kepada pembeli. Setelah dari sana, dia menuju Pasar Pondok Gede untuk berdagang dengan menaiki mobil bak bersama pedagang lainnya. Setelah selesai berjualan, dia pun pulang ke rumah dengan membawa sisa dagangannya yang tidak terjual. Pukul 10.00 WIB, Bapak Syukur tiba di rumah dan dia pun langsung membersihkan diri untuk beristirahat. Sedangkan Ibu Mirna istri Bapak Syukur mengerjakan pekerjaan rumah seperti ibu rumah tangga lainnya seperti mencuci, membersihkan rumah dan memasak. Di saat Bapak Syukur pergi untuk berdagang, Ibu Mirna sedang tertidur lelap, dia hanya dibangunkan ketika suaminya pergi untuk mengunci pintu rumah. Adzan Shubuh pun berkumandang, Ibu Mirna pun bangun dan tidak dapat tidur kembali. Dia pun langsung mengerjakan pekerjaan rumah agar dapat selesai. Pada hari libur Ibu Mirna mengerjakan pekerjaan rumah sedangkan pada hari kerja, Ibu Mirna membantu Bapak Syukur untuk menunjang ekonomi keluarga. Ibu Mirna bekerja sebagai buruh di tempat pembersihan daur ulang botol, kebetulan tidak jauh dari terdapat lahan pekerjaan tersebut sehingga tidak memerlukan ongkos transportasi. Sebelum berangkat kerja, Ibu Mirna memasak nasi dan lauk pauk untuk bekalnya bekerja dan untuk persediaan anak-anaknya makan siang. Sore hari, Ibu Mirna pun pulang ke rumah karena pekerjaannya sudah selesai. Dalam mengerjakan pekerjaan rumah, Ibu Mirna dibantu oleh anak perempuannya seperti mencuci, kedua anak perempuan Ibu Mirna mencuci sendiri pakaiannya sendiri sedangkan Ibu Mirna hanya mencuci pakaiannya sendiri, suaminya dan anak laki-lakinya. Selain mencuci, kedua anak perempuannya membantu membersihkan rumah seperti menyapu rumah. Siang hari ketika anak-anaknya pulang, mereka pun langsung masuk ke kamar untuk mengganti pakaian. Kemudian mereka menuju dapur untuk mengambil menu yang sudah disediakan lalu menuju ruang keluarga untuk makan dengan sambil menonton acara televisi.
71
Ibu Mirna biasa membuat janji dengan tetangganya untuk pergi memenuhi undangan pernikahan kerabat atau tetangganya. Jika hendak pergi, Ibu Mirna mendatangi tetangga yang satu yang sudah sepakat untuk pergi bersama dan kemudian menyusulah tetangga yang lain sehingga mereka bersama-sama memenuhi undangan tersebut. Lain halnya dengan keluarga Bapak Jajang. Bapak Jajang adalah seorang yang trampil memperbaiki mesin air dan mesin cuci. Setiap kali ada salah seorang dari tetangganya yang rusak mesin air atau mesin cucinya, dia pun diminta untuk memperbaikinya. Selain keahlian itu, dia dapat membuat rumah atau dapat dikatakan sebagai buruh bangunan. Dari keahlian itu lah dia dapat menghidupi keluarganya. Dan keahliannya itu merupakan pekerjaan yang tidak tetap atau terkadang tidak ada pekerjaan sama sekali. Selain hal di atas, bapak jajang senang melakukan ronda pada malam harinya. Karena hal itu, dia pun sering bangun siang sekitar jam 08.00 atau bahkan lebih jika tidak ada pekerjaan pada pagi harinya dan jam 07.00 jika ada pekerjaan. Sedangkan istri bapak Jajang, Ibu Pipit adalah seorang itu rumah tangga yang mengurus rumah dan anak-anak. Ibu Pipit sudah bangun ketika anak-anak akan pergi ke sekolah. Ketika anaknya sudah pergi ke sekolah, dia pun pergi ke warung terdekat untuk membeli sarapan dan belanja sayuran. Setibanya di rumah, dia pun langsung mengerjakan pekerjaan rumah yang lainnya seperti mencuci, membersihkan rumah dan memasak. Pada siang harinya, Ibu Pipit biasanya berkunjung ke rumah saudaranya yang dekat untuk bermain dan berbincang-bincang dan ketika anak-anaknya pulang sekolah dan menengoknya barulah Ibu Pipit pulang ke rumah. Sore harinya, Ibu Pipit menyuruh anaknya yang bernama Riani untuk mencuci piring yang kotor. Terkadang Ibu Pipit memarahi Riani karena jika dipanggil, Riani tidak langsung menjawab atau menghampirinya. Selain hal di atas, jika hari libur anak-anak perempuan Ibu Pipit dibagikan tugas untuk mengerjakan pekerjaan di rumah. Seperti jika salah satu di antara mereka menyapu rumah maka yang lainnya mencuci piring.
72
Pada sore harinya, keluarga Bapak jajang biasa berkumpul. Mereka biasa membicarakan pengalaman-pengalaman mereka sambil bercanda ria antara satu dengan yang lainnya. Malam harinya, Ibu Pipit tidak banyak menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang dengan keluarganya. Karena banyak kegiatan di siang harinya, sehingga ketika malam tiba badan terasa sudah lelah dan ingin cepat tidur. Sedangkan anak-anaknya masih asyik menonton acara televisi dan Bapak Jajang keluar rumah untuk meronda sekaligus berkumpul dengan temantemannya. Seperti Ibu Mirna, Ibu Pipit pun terkadang membuat kesepakatan dengan tetangganya untuk memenuhi undangan pernikahan atau khitanan, melihat kelahiran bayi atau menjenguk tetangganya yang lain yang sedang sakit sehingga dapat bersama-sama pergi ke tempat yang dituju. Biasanya Ibu Pipit mengumpulkan dana seikhlasnya dengan tetangga yang lain untuk memberikan buah atau uang untuk menjenguk, sedangkan untuk acara pernikahan, khitanan dan kelahiran bayi, mereka secara individu memberikan sesuatu yang telah disiapkan masing-masing.
B............................................................................................................................. P ENDIDIKAN AKHLAK MELALUI KETELADANAN Keteladanan orang tua merupakan sikap yang dijadikan contoh oleh anak baik sikap atau perkataan. Keteladanan di sini terdapat dua bagian, yaitu keteladanan yang bersifat positif dan keteladanan yang bersifat negatif. 1.
Keteladanan yang positif
Keteladanan yang positif yaitu keteladanan yang bernilai pendidikan yang baik untuk anak. Dengan ini, anak akan tumbuh menjadi seseorang yang baik dan berbudi luhur yang dapat membantu orang lain. Dari informan yang ditemui, ada beberapa contoh yang baik di antaranya: 3. Seorang ayah yang bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. 4. Seorang ibu yang mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus anak dengan membersihkan rumah dan mencuci pakaian anak-anaknya.
73
5. Menjenguk kerabat atau tetangga yang sakit. 6. Memenuhi undangan seseorang yang telah mengundangnya. 7. Ikut berbahagia dengan kelahiran bayi dengan menjenguknya. 2.
Keteladanan yang negatif a. ................................................................................................................... S eorang ayah yang bangun siang atau pukul 08.00 WIB. b.................................................................................................................... M engeluarkan kata-kata yang tidak pantas ketika sedang memarahi anak. c. ................................................................................................................... T idak mengucapkan terima kasih jika anak sudah menyelesaikan suatu pekerjaan yang seharusnya menjadi pekerjaan orang tuanya.
C. ........................................................................................................................... D ISKOMUNIKASI Diskomunikasi merupakan situasi dimana seseorang mengalami komunikasi yang terputus atau dapat dikatakan bermasalah dengan komunikasi. Dalam pembahasan ini, diskomunikasi yang maksud adalah situasi dimana orang tua mengalami komunikasi yang terputus dengan anak karena terdapat suatu masalah, seperti orang tua memarahi anaknya dan kemudian si anak tidak terima kemudian orang tua dan anak tidak saling berkomunikasi karena masih terdapat perasaan marah. Ibu Pipit seorang salah satu informan yang diteliti, pernah mengalami kemarahan yang sangat terhadap anak tertuanya. Awalnya ketika hari libur, si anak yang bernama Nia, meminta ijin terhadap orang tuanya yaitu Bapak Jajang dan Ibu Pipit untuk meminta ijin pergi bersama temannya, tanpa curiga mereka pun mengijinkan Nia untuk pergi dengan catatan pulangnya tidak larut malam. Menit berganti jam hingga akhirnya pukul 20.00 WIB Nia pun belum pulang. Bapak Jajang kebetulan sedang keluar rumah, sedangkan Ibu Pipit yang berada di rumah menghawatirkan anaknya yang belum pulang. Beberapa kali Nia ditelepon dan tidak dijawab. Kemudian Bapak Jajang pun pulang ke rumah dan
74
dia mengetahui bahwa anaknya belum pulang ke rumah. Beberapa kali dia menelpon dan hasilnya sama, tidak ada jawaban, belum lagi mendengar cerita Ibu Pipit yang menghawatirkan anaknya yang mengatakan “sudah dari tadi di telepon tapi tidak diangkat-angkat.” Bapak Jajang pun beberapa kali melihat ke jalan berharap melihat anaknya pulang. Hingga sampai pukul 22.00 WIB, akhirnya Nia pun pulang ke rumah. Menyaksikan anak perempuannya pulang selarut itu, Bapak Jajang dan Ibu Pipit pun langsung memarahi Nia dengan rasa amarah yang sangat. Mereka pun memberika pertanyaan kepada Nia, “kenapa sampai rumah selarut ini?” Nia pun hanya menjawab, “ke rumah teman dan tidak berbuat yang tidak-tidak.” Bapak Jajang pun tidak langsung percaya, dibukanya ikat pinggang dari celananya dan hendak memukulkannya ke Nia, tetapi tertahan oleh Ibu Pipit. Kemudian Bapak Jajang pun mengatakan, “anak perempuan pulang semalam ini, emang mau jadi apa? Kurang ajar banget jadi anak.” Ketika mengalami masalah tentang anaknya, Bapak Jajang dan Ibu Pipit terkadang meminta pendapat dengan saudaranya. Berharap mendapatkan solusi untuk masalahnya dengan anaknya. Sedangkan Nia adalah anak yang tidak dapat marah terlalu lama dengan orang tuanya, malam dimarahi tetapi pagi harinya sudah seperti semula seperti tidak ada masalah malam harinya. Selain dari contoh keluarga Bapak Jajang tersebut, lain halnya dengan keluarga Bapak Syukur. Bapak Syukur dan Ibu Mirna tidak pernah membicarakan masalahnya dengan anaknya kepada siapapun kecuali dengan anak pertamanya yang dapat membantu membiayai adik-adiknya yang masih membutuhkan biaya untuk pendidikan.
D. SIKAP TANGGUNG JAWAB SOSIAL PADA ANAK Proses pendidikan akhlak dalam keluarga terjadi dengan dilihat dari interaksi antara orang tua dan anak dalam ruang dan waktu. Interaksi ini dapat dikatakan tidak berjalan dengan baik karena para orang tua sangat jarang berbincagbincang dengan anak. Waktu yang tidak tertentu dan kesibukan yang berbeda membuat mereka berinteraksi secukupnya, seperti ketika waktu makan tiba para
75
orang tua menyuruh anaknya untuk makan atau ketika pada waktu pagi hari para orang tua membangunkan anak untuk pergi ke sekolah. Tidak ada waktu yang khusus untuk berinteraksi antara anggota keluarga dengan suasana yang kondusif untuk melakukan perbincangan dalam hal pengajaran. Para orang tua seharusnya memberikan arahan yang berarti atau yang bersifat mendidik dengan strategi yang tidak membuat anak tertekan. Hal seperti ini diharapkan mampu memerankan berbagai peran untuk membuat anak nyaman, seperti orang tua yang menjadi teman ketika anak mempunyai masalah dan membutuhkan tempat untuk mencurahkan isi hatinya, orang tua menjadi seorang bapak/ibu ketika anak membutuhkan tempat kasih sayang dan perlindungan. Dari penelitian yang dilakukan, sikap tanggung jawab sosial anak sudah mulai terbentuk dari pendidikan di rumah, seperti membantu ibu membersihkan rumah, mencuci baju sendiri dan menjaga adik ketika ibu sedang sibuk. Tetapi, sikap yang ditanamkan tersebut masih belum memberikan kesadaran anak dengan sendirinya karena masih ada orang tua yang marah karena anak lamban, seperti tidak cepat menghampiri orang tua ketika dipanggil atau diminta pertolongan. Hal ini pun dikarenakan arahan dan pengertian yang diberikan orang tua kepada anak tidak lah banyak dalam interaksi dua pihak anatara orang tua dan anak. Dengan demikian, Sikap tanggung jawab sosial pada warga RW 07 Jati Asih Bekasi sudah berjalan dengan baik tetapi masih belum maksimal. Kesadaran untuk memulai dari diri sendiri pada diri orang tua untuk kepentingan bersama dan kemajuan anak masih sangat kurang. Hal ini pun dikarenakan keterbatasan pengetahuan orang tua dalam mendidik anak dengan baik dan benar.
76
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan akhlak dalam keluarga untuk membentuk sikap tanggung jawab sosial pada anak di RW 07 Jati Asih Bekasi Selatan sudah berjalan dengan cukup baik tetapi belum maksimal. Hal ini terbukti pada hasil penelitian Bab IV, V dan VI bahwa pendidikan akhlak dalam keluarga berjalan cukup baik sehingga dapat membentuk sikap tanggung jawab sosial anak. Belum maksimal peran orang tua dalam memberikan arahan kepada anak tentang sikap yang baik terhadap orang lain, walaupun memberikan arahan tetapi melalui omelan-omelan yang mana pada saat orang tua memberikan arahan dengan omelan maka oleh anak hal tersebut bukanlah dianggap sebagai pendidikan melainkan kemarahan orang tua. Orang tua kurang memberikan contoh konkrit dalam masalah pendidikan akhlak sehingga anak kurang menyadari tanggung jawabnya. Walaupun demikian, anak sudah dapat membantu pekerjaan orang tua dan saudaranya.
77
B. Saran Kesimpulan di atas memberikan beberapa aspek yang harus diperbaiki, di antaranya: 1.
Pendidik. Tentunya pendidik di sini adalah para orang tua yang bertanggung jawab atas pendidikan anak baik rohani atau jasmani. Para orang tua seharusnya mendapatkan penyuluhan di berbagai kesempatan baik melalui perkumpulan sehari-hari atau melalui pengajian. Para orang tua pun seharusnya mengikutsertakan anak diberbagai kegiatan orang dewasa, seperti acara musyawarah keluarga, mengunjungi sanak saudara dan teman dan diajak pula dalam mengambil keputusan dalam masalahmasalah tertentu yang berkenaan dengan diri sang anak.
2.
Tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat di sini adalah orang yang memberikan pendidikan dan mampu menjadi tauladan bagi masyarakat sekitar. Tokoh masyarakat diharapkan mampu memberikan pengajaran seraca teori atau praktik tentang bagaimana cara mendidik dan mengajarkan anak di dalam rumah yang mencakup metode dan strateginya di berbagai kesempatan seperti acara pengajian atau arisan bulanan. Hal ini pun diharapkan para orang tua terutama para ibu mendapatkan
pengetahuan
dan
pemahaman
dalam
memberikan
pendidikan pada anak karena pada dasarnya orang tua selalu berkeinginan anaknya menjadi seseoorang yang baik.
78
DAFTAR PUSTAKA
Agung Setiawan, Frans, “BUMN Terkorup, SBY Didesak Lakukan Pengawasan Ketat Anggaran”, dari Laporan wartawan KOMPAS.com, 20 Oktober 2009. Akbar, Ali, Merawat Cinta Kasih Untuk Mewujudkan Keluarga Sejahtera, Membina Keluarga Bahagia, (Jakarta : Pustaka Antara, 1996) Cet. Ke54. Al-Abrasyi, Muhammad Athiya, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1993). Al
Insaniyah,
Muhibbuddin,
Memahami-Remaja,
dari
http://sosbud.kompasiana.com, 04 Mei 2010 Ali, Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2008. Amini, Ibrahim, Agar tak Salah Mendidik, Jakarta: al-Huda, 2006, Cet. I. Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib, Taisiru Al-Aliyyul QodirLi Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir (Kemudahan Dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir), oleh Syihabuddin, (Jakarta:Gema Insani Pers, 2000). Assam’aniy, Abu Said Abd. Karim bin Muhammad Manshur Attamimi, Adabul Imlaa wal Istimlaa, (Beirut: Maktabah Al-Hilal, 1989M/1409H). Azmi, Muhammad, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra-Sekolah, (Yogyakarta : Penerbit Belukar). Barnadi,
Sutari Imam,
Pengantar Pendidikan Kesejahteraan Keluarga,
(Yogyakarta : Institut Press IKIP, 1980). Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, Semarang: CV. Asy-Syifa, 2007. Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008).
79
Hasan, Aliah B. Purwakania, psikologi Perkembangan Islam; menyingkap rentang kehidupan manusia dari prakelahiran hingga pasca kematian, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008). http://sosial-budaya.blogspot.com/2009/11/aspek-aspek-sosial-budaya.html Indonesia, Universitas Islam, Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Jilid V. __________, Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Jilid VII. __________, Al-Qur’an dan Tafsirnya,(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Jilid X. Joesoef, Soelaiman, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992). Kertawijaya, Alike Mulyadi, Tanggung Jawab Dalam Pendidikan, dari : dari www.mail-archive.com/
[email protected]/msg02931. html, 22 Agustus 2008 Kuper, Adam & Jesica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial, terj.dari The Social Science Encyclopedia, oleh : Haris Munandar, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008. Mustofa, A., Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997. Nizar, Samsul, pengantar dasar-dasar pemikiran pendidikan islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001, Cet. I. Rizal,
dkk.,
Pemikiran
Al-Ghazali
Tentang
Pendidikan
Akhlak,
http://eprints.ums.ac.id/89/, 11 Pebruari 2008. Shihab, M. Quraish, Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 1994). _________, Membumikan al-Qur’an, fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, Bandung: Mizan, 2007, Cet. XXX. _________, Pengantin Al-Qur’an; Kalung Permata Buat Anak-Anakku (Jakarta: Lentera Hati, 2007). _________, Tafsir al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati, 2000, Vol. 1. Suhartin C, R.I.., Cara mendidik anak dalam keluarga masa kini, Jakarta, 1980.
80
Susetyo, Heri, “Tiga Siswa SMP Dicokok Setelah Mencuri Motor”, dari Metrotvnews.com, 22 Oktober 2009. Suwaid, Muhammad Nur Abdul hafizh, Manhaj Al-Tarbiyah Al-Nabawiyyah Li Al-Thifl (Mendidik Anak Bersama Rasulullah), oleh Kuswandani, dkk., (Bandung: Al-Bayan, 1997), Cet. I. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005). Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. 1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dari http://www.hukumonline.com, 04 Mei 2010 Ulwan, Abdullah Nashih, Tarbiyatul Aulad Fil Islam (Pendidikan Anak Dalam Islam), oleh Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), Cet. I. Wikipedia Bahasa Indonesia, Norma Sosial, dari http://id.wikipedia.org, 17 Maret 2010 Wiriaatmadja, Rochiati, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. 3. Wuryanano,
Memahami
Tanggung
http://Wuryanano.wordpress.com, 27 Oktober 2007.
81
Jawab,
dari