TOPIK UTAMA
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN Shinta Prastyanti Jurusan Ilmu Komunikasi – FISIP, Universitas Jenderal Soedirman
[email protected]
ABSTRACT There is no single term to explain exactly what poverty is. Some scholars argue that poverty is only deal with economic aspect, but others have different opinions. Poverty is multidimensional. Poverty is not just about how much income we have per day, but it is more complex rather than that. Poor is also like “a lable” that always follow the rural’s life. Many poverty alleviation programs including in rural areas have been done, but poverty is still exists. Poverty alleviation program is not only becomes the government responsibility. It takes other stakeholders participation, such as rural people and public sector. Their active participations have colored the rural poverty alleviation programs and will give positive impact to the success of the program. The involvement of many stakeholders in the rural poverty alleviation program as a result of the government policy which correlate to the development approach. Top down approach as a basis of the development policy makes the people are almost impossible to get involved on to the program because of the very big role and power of the government. On the other hand, bottom up approach gives a greater chance for the people and other stakeholders to participate in the development program including rural poverty alleviation. The government in some cases still has an opportunity to get involved but not as a dominant party. The weakness of this approach is, it needs longer time and process. Keywords: development approach, poverty alleviation, rural areas ditemukan kemiskinan.
PENDAHULUAN
Feomena tersebut
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
Tidak dapat dipungkiri bahwa hingga masih tetap menjadi
oleh Khan (2000) yang menyatakan bahwa di
momok tidak hanya bagi Indonesia, namun
banyak negara yang sedang berkembang
juga bagi banyak negara di dunia terutama di
kemiskinan memang lebih menyebar luas di
negara-negara
daerah-daerah
saat ini kemiskinan
Kemiskinan
yang
sedang
berkembang.
pedesaan
dibanding
di
perkotaan .
ternyata lebih akrab dengan pedesaan,
Mengapa di daerah-daerah pedesaan
meskipun bukan berarti di perkotaan tidak
lebih banyak ditemukan kemiskinan? Apakah
penduduk
di
daerah-daerah
104
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
di di pedesaan tidak memliki sumber daya
Beberapa
pernyataan
di
atas
yang memadai sehingga sulit terlepas dari
menunjukkan bahwa kemiskinan terjadi karena
belenggu kemiskinan? Lebih lanjut Ellis &
ketergantungan
Freeman (2004) menyatakan bahwa penyebab
pedesaan pada tanah dan sektor pertanian,
dari banyaknya kantong-kantong kemiskinan
sementara banyak lahan pertanian yang beralih
di
fungsi.
pedesaan
adalah
karena
rendahnya
yang
Kemiskinan
besar
masyarakat
juga
seolah-olah
pendapatan keluarga di pedesaan di seluruh
merupakan sebuah image yang sulit terlepas
negara yang berkaitan dengan sempitnya
dari wajah desa, padahal desa adalah pen-
kepemilikan
Faktor
supply utama sumber daya yang luar biasa
penyebab lainnya meneurut keduanya adalah
buat kota. Selain faktor-faktor yang telah
ketergantungan
disebutkan di atas, kenapa justru desa menjadi
tanah
dan
yang
ternak.
tinggi
masyarakat
pedesaan pada pertanian, khususnya tanaman
tetap
pangan. Senada dengan Ellis & Freeman,
menjauh
Wilkinson, dkk. (2010) menambahkan faktor
kemajuannya? Kondisi tersebut seharusnya
yang lain yakni berubahnya tanah-tanah
membuat kemiskinan khususnya di wilayah
pertanian
pedesaan menjadi salah satu agenda utama
menjadi
area-area
yang
dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan non
miskin?
Sementara
dari
desa
kota
dengan
semakin berbagai
yang harus segera diselesaikan.
pertanian, serta meningkatnya pengangguran.
Berbicara mengenai kemiskinan pasti
Dalam penelitiannya yang lain, Ellis & Mdoe
tidak bisa dilepaskan dari suatu aktivitas yang
(2003) menegaskan bahwa selain faktor-faktor
disebut sebagai pembangunan. Pembangunan
tersebut,
dalam
merupakan sebuah proses yang terintegrasi dan
mengamankan sumber-sumber pendapatan lain
terus menerus dilakukan, dan melibatkan
di luar sektor pertanian juga menjadi indikator
semua
mengapa kemiskinan lebih banyak dijumpai di
pembangunan dapat berjalan secara maksimal
daerah-daerah
sesuai yang diharapkan, salah satunya adalah
perkotaan.
kemampuan
petani
pedesaan
Meskipun
dibanding
berbagai
di
program
komponen
mengentaskan
bangsa.
kemiskinan
Agar
proses
khususnya
di
pengentasan kemiskinan di pedesaan telah
pedesaan, maka program pembangunan yang
dilakukan di banyak negara, akan tetapi
dilaksanakan harus mampu menyentuh akar
permasalahan kemiskinan masih tetap sulit dituntaskan.
105 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015
permasalahan dari kemiskinan itu sendiri. Mengentaskan
masyarakat
desa
dari
105
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
kemiskinan
tidaklah
semudah
Belajar
membalik
dari
kegagalan
tersebut
telapak tangan, namun diperlukan suatu upaya
dilakukan suatu upaya yang lebih dapat
untuk merubah
mengapresiasi keberadaan masyarakat dengan
mind set bahwa sejatinya kemiskinan
menempatkan masyarakat sebagai subyek
yang dilakukan merupakan bagian yang tak
pembangunan. Artinya adalah, masyarakat
terpisahkan
tidak lagi hanya sekedar menjadi sasaran
program-program
pengentasan
dari
Program-program
program
pembangunan.
pengentasan
kemiskinan
program pembangunan, namun masyarakat juga diberi kesempatan untuk turut memberi
bukanlah hanya milik pemerintah semata. Pendekatan lama yang bersifat top
warna
atas
berhasil
tidaknya
program
down memandang peran pemerintah yang
pembangunan tersebut. Pembangunan dalam
sangat besar dalam pembangunan sehingga
hal ini program pengentasan kemiskinan di
pemerintahlah
yang
bertindak
sebagai
pedesaan yang berbasis pada masyarakat ini
komunikator
utama
dalam
program
pembangunan. Tidak hanya itu, pendekatan ini menempatkan pemerintah sebagai aktor yang paling penting dan dominan dalam jalannya
diharapkan menjadikan program pembangunan yang dilaksanakan dapat lebih mengakar dan sesuai
hanya
diposisikan
sebagai
kebutuhan
dan
harapan
masyarakat. Akan
proses pembangunan. Di sisi lain, masyarakat benar-benar
dengan
tetapi
maksimalnya
permasalahan
program
kurang
pembangunan
mau
khususnya mengenai pengentasan kemiskinan
“ditembaki” oleh pesan-pesan pembangunan
di pedesaan seperti yang telah dipaparkan di
yang disampaikan oleh sang aktor utama,
atas tidak hanya terletak pada siapa yang
yakni pemerintah, yang acapkali kurang
menjadi
khalayak
sasaran
yang
mau
tidak
melihat dari sisi kebutuhan masyarakat. Hal inilah yang ditengarai menjadi salah satu penyebab kegagalan program pembangunan di masa lampau yang lebih menekankan pada aspek komunikator pembangunan, yang akan berdampak erat pada belum maksimalnya upaya pengentasan kemiskinan di pedesaan.
106
pelaku
utama
dalam
program
pembangunan saja, namun ada hal lain yang lebih mendasar yang melatarbelakangi kondisi tersebut.
Faktor
yang
dipandang
turut
berkorelasi dengan fenomena tersebut adalah berkaitan dengan pendekatan pembanguanan yang diterapkan atau yang menjadi acuan bagi pemerintah Untuk
lebih
dalam dapat
mengambil
kebijakan.
menjawab
fenomena
106 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
tersebut di atas secara lebih detail, diskusi
Berdasarkan pendapat Soetomo dan
mengenai pendekatan pembangunan yakni
Sabathier tersebut dapat diketahui bahwa top
pendekatan bottom up dan top down dalam
down memiliki kelebihan dalam hal kecepatan
program pengentasan kemiskinan di pedesaan
penyelesaian program dan pencapaian target-
menjadi sebuah kajian yang sangat menarik
target yang telah ditetapkan karena masyarakat
untuk dikaji.
tinggal
melaksanakan
apa
yang
telah
ditetapkan oleh pemerintah pusat. Intervensi
TINJAUAN PUSTAKA
pemerintah pusat menjadikan keberlangsungan
Top down versus bottom up
program pembangunan lebih terjamin karena
Salah satu pendekatan pembangunan
sumber dana dan sumber daya tidak lagi
yang sempat menjadi favorit selama beberapa
menjadi
dekade dalam artian menjadi pilihan utama
memberikan
bagi suatu negara adalah pendekatan top down.
penyediaan infrastruktur pendukung. Mengapa
Pendekatan ini terjadi ketika pemerintah pusat
keberlanjutan program menjadi salah satu
menjadi stakeholder atau pemain utama dalam kebijakan-kebijakan yang diambil termasuk diantaranya yang berkaitan dengan programprogram pembangunan. Pemerintah pusatlah yang
menyusun
program-program
pembangunan secara lengkap hingga yang bersifat teknis (Soetomo, 2006). Hal senada juga disampaikan oleh Sabathier. Menurut Sabathier
(1986),
pendekatan
top
down
bermula dengan pembuatan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah, seringkali oleh pemerintah pusat. Dominasi pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat menjadikan kebijakan yang diambil mempunyai beberapa aspek positif yang tidak dapat ditemukan pada pendekatan
bottom
up,
terutama
dalam
hambatan.
Pemerintah
dukungan
penuh
juga dalam
andalan bagi pendekatan top down? Lebih lanjut Sabathier (1986) menekankan bahwa hal tersebut berkaitan erat dengan kebijakankebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) tujuan yang jelas dan konsisten, (2) teori yang memadai, (3) proses pelaksanaan secara terstruktur yang sah untuk meningkatkan pemenuhan kelompok-kelompok sasaran, (4) tenaga-tenaga yang memiliki kemampuan dan komitmen,
(5)
dukungan
dari
berbagai
kelompok kepentingan termasuk dari asing, serta (6) perubahan kondisi sosial ekonomi yang secara substansial tidak melemahkan dukungan politik.
kaitannya dengan keberlanjutan program. 107 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015
107
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
Karakteristik-karakteristik
diatas
diimplementasikan ketika tidak ada aktor yang
menunjukkan bahwa segala sesuatu yang
dominan (Hjern and Hull, 1982; Hanf, 1982,
berkaitan
pembangunan
Barret and Fudge, 1981; Elmore,1979), seperti
pemerintah pusatlah yang memegang kendali
halnya strategi-strategi yang digunakan pada
sehingga pemerintah daerah benar-benar hanya
tingkat birokrasi di lapangan dan kelompok
sebagai
sasaran
dengan
program
pelaksana
segala
instruksi
yang
untuk
bisa
memasuki
pusaran
disampaikan oleh pemerintah pusat. Lebih jauh
lingkaran
lagi, intervensi pemerintah pusat yang besar
mengalihkannya
dapat
mereka sendiri (Weatherly and Lipsky, 1977;
menjadi
sebuah
jaminan
atas
keberlanjutan program pembangunan tersebut
(pusat
kekuasaan)
untuk
dan
kepentingan
diri
Elmore, 1978; Berman, 1978).
khususnya dalam kaitannya dengan sumber
Di akhir tahun 1970-an dan awal tahun
daya dan sumber dana. Pendekatan ini
1980-an, muncul sebuah pendekatan untuk
memungkinkan
merespon kelemahan pendekatan top down.
program
cepatnya
penyelesaikan
pembangunan
terlepas
dari
Pendekatan baru ini, yakni bottom up, lebih
kesesuainnya dengan kebutuhan khalayak
mengapresiasi keberadaan stakeholder lain
sasaran. Lantas di mana posisi masyarakat?
selain
Apakah masyarakat diberikan peran untuk
pemahaman yang lebih mendalam atas peran
berpartisipasi dalam pembangunan? Dalam
masyarakat dalam pembangunan (Sabathier,
pendekatan ini ternyata masyarakat yang
1986). Berbeda dengan pendekatan top down
seharusnya menjadi salah satu elemen penting
yang terpusat pada pemerintah terutama
dalam pembanguanan kedudukannya hanyalah
pemerintah pusat, identifikasi jaringan pihak-
sebatas sebagai ‘penonton” dan obyek dari
pihak
pembangunan itu sendiri.
pembangunan pada satu atau lebih lokasi
pemerintah
yang
terlibat
yakni
memberikan
dalam
program
Meskipun di satu sisi pendekatan ini
menjadi awal dari kegiatan pembangunan
mempercepat
pembangunan,
menurut pendekatan bottom up ini. Setelah
namun pendekatan ini mendapatkan berbagai
dilakukan identifikasi siapa saja yang terlibat,
kritik. Dominasi yang besar dari pemerintah
tahap selanjutnya adalah menanyakan kepada
pusat cenderung mengorbankan keterlibatan
masyarakat mengenai tujuan, strategi, dan
pihak
Dalam
aktifitas yang hendak dilakukan. Selain itu
sulit
juga menjalin kontak dengan aktor-aktor baik
dapat
kondisi
108
lain ini
termasuk
proses
masyarakat.
pendekatan
top
down
108 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
yang
bersifat
nasionnal
lokal,
yang
regional,
hanya
memberikan
kontribusi
pada
institusi-institusi lokal yang baru muncul
perencanaan, pembiayaan, dan menentukan
sehingga institusi baru tersebut dapat bertahan.
program-program
Meskipun berdasarkan pendapat Honadle dan
yang
dan
sejak
luar
tahap
kebutuhan
terlibat
maupun
cocok
harapan
dengan
masyarakat.
VanSant
tersebut
masih
memungkinkan
Mekanisme ini merupakan sebuah alur yang
adanya kesempatan bagi pihak luar untuk
berawal dari birokrasi di tingkat bawah hingga
melakukan intervensi, namun campurtangan
pada pengambil kebijakan ti tingkat puncak
pihak luar tidaklah sebesar pada pendekatan
baik pada sektor publik maupun swasta (Hejrn
top down. Pada pendekatan ini masyarakatlah
et al, 1978; Hejrn and Porter, 1981; Hjern and
yang menjadi aktor utama pembangunan,
Hull, 1985). Paparan di atas memberikan
sehingga
pemahaman
kesempatan yang sangat luas untuk terlibat dan
mengenai
perubahan
posisi
masyarakat
masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat
mewarnai
tidak lagi hanya sekedar menjadi pelengkap
dilaksanakan.
program
juga
memiliki
pembangunan
yang
penderita, akan tetapi keberadaannya diakui
Mengabaikan keterlibatan masyarakat
dan dianggap menjadi satu poin yang sangat
dalam program pembangunan termasuk dalam
penting yang dapat ikut menentukan berhasil
pengentasan kemiskinan di pedesaan hanya
tidaknya
akan membuat program pembangunan tersebut
program
pembangunan
yang
dilaksanakan.
kurang sesuai dengan kenyataan yang dihadapi
Menurut Soetomo (2006) pendekatan
dan dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya
bottom up memiliki beberapa kekuatan dalam
pada masyarakat yang bersifat heterogen.
hal fleksibilitasnya. Pendekatan ini memang
Rasanya sulit membuat pembangunan menjadi
tidak mengizinkan campur tangun pemerintah
lebih mampu merepresentasikan kebutuhan
sepanjang
dan
hal
tersebut
menjadikan
aspirasi
masyarakat
ketika
masih
ketergantungan masyarakat pada pemerintah.
mempergunakan pendekatan yang sifatnya
Keikutsertaan
pada
terpola dan terkontrol. Berkaitan dengan hal
memberikan stimulus/rangsangan yang dapat
tersebut, Korten (1987) berpendapat bahwa
mewujudkan harapan dan menggali potensi
pengembangan masyarakat tidak dapat terpusat
yang dimiliki masyarakat.
ketika terdapat variasi lokal, sumber daya,
pemerintah
lebih
Hal senada juga
disampaikan oleh Honadle and VanSant (1988)
serta tanggungjawab
yang menambahkan bahwa intervensi pihak 109 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015
109
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
Pelibatan
masyarakat
satu sisi
(1996), Hejrn (1982), dan lain-lain. Sabathier
memang menjadi mesin penggerak dalam
berpendapat bahwa top down sebagai sebuah
program
Permasalahannya
pendekatan lama/kuno, sedangkan bottom up
adalah tidaklah mudah melibatkan masyarakat
sebaliknya. Lebih lanjut Sabathier memberikan
dalam program pembangunan. Hal tersebut
8 (delapan) indikator untuk menggambarkan
berkaitan
perbedaan kedua pendekatan tadi, yakni:
pembangunan.
dengan
kebiasaan
di
lama
yang
bergantung pada pemerintah, kemampuan,
tujuan
maupun kemauan masyarakat itu sendiri. Agar
kesejahteraan pihak yang terlibat, dampak
supaya
terlibat/
pembangunan, keuangan, transfer teknologi,
maka
penilaian pada sumberdaya yang digunakan,
masyarakat perlu diorganisir. Pengorganisasian
prinsip-psinsip pembangunan, serta peranan
masyarakat ini tentu saja membutuhkan waktu
negara.
yang lama dan bukan proses yang mudah.
indikator yang dinyatakan oleh Shepherd dan
Kondisi tersebut menjadikan pendekatan ini
Tjokrowinoto
menjadi kurang efisien ketika dibutuhkan
kesamaan. Jika Shepherd melihat perbedaan
perubahan yang cepat. Selain itu keterlibatan
antara pendekatan top down dengan bottom up
banyak
dalam
masyarakat
berpartisipasi
besedia
dalam
pemangku
pembangunan,
kepentingan
akan
akhir
pembangunan,
redistribusi
Dalam penjabaran secara global,
8
ternyata
(delapan)
banyak
memiliki
indikator,
maka
berdampak pada sulitnya melakukan kontrol/
Tjokrowinoto merincinya ke dalam 14 (empat
pengawasan dalam pelaksanaannya karena
belas)
masing-masing pemangku kepentingan pasti
kemungkinan kesalahan, proses, pelatihan
memiliki agenda dan kepentingan sendiri. Hal
pribadi,
tersebut
dari
menejemen. Penjelasan secara lebih sederhana
program pembangunan yang disebabkan oleh
mengenai perbandingan kedua pendapat tadi
sulitnya mendesign perencanaan pada tingkat
dapat ditemukan pada bukunya Sabathier
nasional.
(1986) yang berkolaborasi dengan pemikir
disebabkan
ketidakpastian
Perbandingan antara pendekatan top
indikator serta
dengan
menambahkan
kepemimpinan
dan
fokus
yang lain seperti Masmanian, Hejrn, dan
down dan bottom up dapat dilihat berdasarkan
kawan-kawan
pada
oleh
perbandingan antara pendekatan top down
(1991),
dengan bottom up dalam 4 (empat) indikator,
Sabathier & Masmanian dalam Sabathier
yakni: fokus awal, identifikasi pelaku utama,
indikator
Shepherd
110
yang
(1998),
disampaikan
Tjokrowinoto
yang
menyampaikan
110 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
kriteria
evaluasi,
serta
fokus
secara
keseluruhan.
Definisi yang disampaikan oleh BPS di atas ternyata juga disanggah oleh Akindola (2009) yang menyatakan bahwa kemiskinan
PEMBAHASAN
bukanlah sekedar kurangnya pendapatan tetapi
Kemiskinan dan Pengentasan kemiskinan
merupakan sebuah kombinasi dari berbagai
Kemiskinan adalah unik. Berbagai
kekurangan yang secara bersama-sama turut
definisi mengenai kemiskinan disampaikan
berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki.
oleh banyak pakar, namun ternyata belum ada
Lebih lanjut Akindola juga menyampaikan
kesepakatan atau definisi yang tetap mengenai
bahwa meskipun tidak dapat dipungkiri uang
apa itu kemiskinan. Hal tersebut sesuai dengan
memang menjadi variabel yang penting, akan
pendapat
tetapi peningkatan pendapatan saja tidak cukup
Ladherci,
menyatakan
bahwa
dkk.
(2003)
hanya
ada
yang sedikit
mampu
untuk
mengentaskan
kemiskinan.
kesepakatan mengenai definisi kemiskinan.
Pendapat Akindola mempertegas kenyataan
Meskipun demikian, Biro Pusat Statistik
bahwa meskipun pendapatan yang diterima
(2011) berpendapat bahwa orang miskin
meningkat namun belum tentu dapat menjadi
adalah orang yang berpendapatan kurang dari
sebuah jaminan kemiskinan dapat dituntaskan.
1
(satu)
dolar
Amerika
setiap
harinya.
Pendapatan sejumlah itu diharapkan dapat memenuhi standar minimal yang dibutuhkan oleh tubuh, dan juga kebutuhan di luar makanan seperti baju, perumahan, dan lainlain. Definisi yang disampaiakan oleh BPS tersebut
juga
mengindikasikan
bahwa
kemiskinan hanya dilihat dari sisi ekonomi saja, yakni pendapatan yang diperoleh untuk mencukukupi kebutuhan sehari-hari. Padahal sebenarnya ketika melihat kemiskinan hanya dari
aspek
indikator
ekonomi
penting
berarti
lainnya
budaya, politik, dan lain-lain.
111 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015
meniadakan
seperti
sosial,
Definisi
yang
lebih
luas
dan
mengakomodir variabel lain disampaikan oleh Mosley (2001) yang berpendapat bahwa konsep
kemiskinan
meliputi
pendapatan,
kepemilikan dan keragaman aset yang dimiliki, serta berbagai ukuran yang berkaitan dengan kerentanan. Hampir senada dengan Mosley, Carterr & Barret (2003) yang juga melihat kepemilikan aset dapat menjadi salah satu dasar
pendekatan
untuk
menganalisis
kemiskinan secara lebih komprehensif. Namun demikian, pendapat Mosley serta Carterr & Barret tidak sepenuhnya disepakati oleh Towsend. Secara lebih mendalam Towsend
111
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
(1974) menyatakan bahwa seseorang dapat
Meskipun definisi tentang kemiskinan
dikategorikan ke dalam kategori orang miskin
tidak bersifat mutlak, akan tetapi sudah pasti
ketika kehidupannya secara relatif berada
bahwa
dibawah standar kehidupan orang lain di
golongan orang yang kaya. Dalam artian,
masyarakat. Tidak hanya itu, kemiskinan juga
orang miskin mau tidak mau harus berurusan
tidak
masalah
dengan berbagai keterbatasan baik sosial,
kepemilikan sedikit aset semata, tetapi juga
ekonomi, maupun politik. Hal ini senada
kendala
keefektifan
dengan apa yang disampaikan oleh Chambers
pemanfaatan aset tersebut. Agak berbeda
(1983) yang menegaskan bahwa orang miskin
dengan beberapa pendapat di atas, Usman
juga harus berhadapan dengan 5 (lima)
(2008) melihat kemiskinan dari perspektif
ketidakberuntungan yang menjebaknya dalam
budaya,
adalah
kondisi yang kurang menguntungkan seperti
ketergantungan, jumlah keluarga, fatalism, dan
halnya kemiskinan itu sendiri, kerentanan fisik,
lain-lain yang menurut Usman dapat menjadi
terisolasi, kerentanan dan tidak memiliki daya.
indikator
Keterbatasan
hanya
berkaitan
yang
dengan
membatasi
yakni
antara
dalam
lain
menjelaskan
konsep
kemiskinan.
orang
miskin
tersebut
tidak
seberuntung
diperparah
dengan
ketergantungan pada kaum elit yang terkadang mengenai
justru bertindak curang dan tidak memberikan
kemiskinan di atas dapat disimpulkan bahwa
kesempatan bagi kaum miskin untuk memiliki
kemiskinan tidak dapat dilihat dari satu aspek
nilai tawar. Dampaknya adalah, kaum miskin
saja, yakni melalui pendapatan yang diterima
menjadi semakin lemah dan terjebak pada
setiap
bersifat
kaum elit. Sebaliknya, kaum elit dengan
multidimensional, meliputi berbagai indikator.
kemampuan dan kekuasaan yang dimilikinya
Selain itu kemiskinan juga bersifat relatif,
mempunyai banyak kesempatan untuk meraih
dalam artian parameter kemiskinan tidaklah
kehidupan yang lebih baik. Mau tidak mau
bersifat baku. Bisa jadi ukuran kemiskinan
kondisi tersebut memunculkan jurang pemisah
antara kelompok masyarakat yang satu dengan
diantara kaum miskin dengan kaum elit.
Dari
beberapa
harinya.
pendapat
Kemiskinan
kelompok masyarakat yang lainnya berbeda. Jalan
Ravalion
(2000)
meminimalisir
agar
jurang
membedakan
pemisah antara kaum elit dengan kaum miskin
kemiskinan menjadi 2 (dua) yakni kemiskinan
di pedesaan tidak bertambah jauh maka
yang bersifat sedang dan kemiskinan yang
program pengentasan kemiskinan menjadi
bersifat kronis.
salah satu pilihan yang harus dilakukan.
112
&
Untuk
112 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
Sayangnya
meski
berbagai
program
kemiskinan
tentu
saja
akan
sangat
pengentasan kemiskinan telah dilaksanakan,
berhubungan dengan solusi yang hendak
kemiskinan masih sulit sekali dihapus di
diambil.
pedesaan. Seolah-olah kemiskinan masih tetap
Solusi yang hendak diambil dalam
jalan di tempat, belum ada perubahan yang
pengentasan kemiskinan di pedesaan sangat
signifikan berkaitan dengan hal tersebut.
berkaitan dengan pendekatan pembangunan
Sehubungan dengan fenomena ini, Carr (2008)
suatu negara. Ketika pendekatan top down
berpendapat
menjadi dasar kebijakan yang diambil oleh
bahwa
pelaksanaan
program
pengentasan kemiskinan dibatasi oleh sebuah
pemerintah
pandangan mengenai kemiskinan yang gagal
kemiskinan hanyalah menjadi sebuah program
mengidentifikasi/mengeksplorasi
penyebab
milik pemerintah terutama pemerintah pusat.
kemiskinan secara lokal dan spesifik, dan juga
Dampaknya adalah, program pengentasan
jalan
kemiskinan di pedesaan yang dilaksanakan
keluar
yang
diharapkan
mampu
maka
program
pengentasan
memperbaiki kondisi dan kehidupan kaum
belum
miskin.
Kedua hal itulah yang ditengarai
kebutuhan dan harapan masyarakat pedesaan
menjadi kunci mengapa pelaksanaan program
itu sendiri. Hasil yang dicapainyapun juga
pengentasan
tidak
memperlihatkan
kemiskinan hasil
yang
belum
tentu
mampu
dapat
merepresentasikan
mengentaskan
kemiskinan
maksimal
seperti halnya tujuan yang hendak dicapai,
dibanding upaya-upaya sebelumnya yang telah
namun justru sebaliknya yakni memperlebar
dilakukan.
jurang pemisah antara kaum kaya dengan
Kekurangmaksimalan
hasil
dari
program pengentasan kemiskinan yang salah
kaum miskin di pedesaan. Program
pengentasan
kemiskinan
satunya disebabkan oleh kurang tepatnya
sebenarnya
mengidentifikasi penyebab dan solusi di
tanggungjawab
tingkat lokal seperti yang disampaikan oleh
merupakan
Carr di atas, Aliber (2003) menambahkan
komponen bangsa termasuk juga rakyat,
bahwa pemerintah juga harus mampu secara
sektor swasta, serta stakeholder lainnya, meski
bijaksana mengenali dan memisahkan jenis
terkadang pemerintah masih bertindak sebagai
kemiskinan, yakni kemiskinan yang bersifat
pihak yang paling bertanggungjawab (Kay,
kronis dan sementara. Perbedaan jenis/bentuk
2011) . Pendekatan bottom up memungkinkan
113 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015
bukan
hanya
menjadi
pemerintah
saja,
tetapi
tanggungjaawab
bagi
semua
113
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
apa yang disampaikan oleh Kay tadi menjadi
2. Program
kenyataan karena dalam pendekatan aktor-
pedesaan
aktor
terutama
tanggungjawab pemerintah semata, namun
untuk
diperlukan pasrtisipasidari semua elemen
berpartisipasi dalam program pengentasan
bangsa. Partisipasi dari semua stakeholder
kemiskinan di pedesaan.
ini
lain
selain
masyarakat,
pemerintah,
diberikan
ruang
Keterlibatan masyarakat secara aktif
pengentasan bukan
menjadikan
kemiskinan hanya
program
di
menjadi
pengentasan
kemiskinan menjadi lebih tepat sasaran dan
kemiskinan
sesuai dengan kebutuhan serta harapan
kepedulian
masyarakat.
masyarakat dalam mengatasi permasalahan di
3. Keterlibatan
dalam
program
merupakan
pengentasan
suatu
lingkungannya,
bentuk yakni
para
stakeholder
tersebut
permasalahan
dimungkinkan tidak terlepas dari kebijakan
kemiskinan, dan juga memberikan kontribusi
yang diambil oleh pemerintah. Kebijakan
terhadap kebijakan-kebijakan yang berkaitan
pemerintah ini sangat berkaitan dengan
dengan kehidupannya (Ohmer, 2007). Itzhaky
pendekatan pembangunan yang dianut oleh
dan York (2002) menyatakan bahwa partisipasi
suatu negara.
dapat meningkatkan kebutuhan diri dan rasa memiliki terhadap lingkungan sekitar. Menurut Trevor
(2004)
dimanfaatkan
partisipasi
untuk
juga
dapat
menciptakan
luaran
sekaligus tujuan, dalam hal ini mengentaskan masyarakat
pedesaan
dari
belenggu
kemiskinan.
4. Kedua pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pendekatan
top down memberikan porsi yang sangat besar pada pemerintah untuk memegang kendali atas pelaksanaan pembangunan sehingga masyarakat hanyalah bertindak sebagai
obyek
pembangunan.
KESIMPULAN
Keuntungannya
1. Kemiskinan tidak dapat dianalisis hanya
program akan lebih terjamin. Sebaliknya
dari satu aspek saja, yakni besarnya
pendekatan bottom up lebih memberikan
pendapatan yang direima setiap harinya.
ruang pada masyarakat beserta stakeholder
Agar dapat melihat kemiskinan secara
lainnya untuk ikut terlibat dalam program
lebih mendalam perlu dipertimbangkan
pembangunan,
aspek-aspek yang lain seperti sosial,
pemerintah
budaya, dan politik
dimungkinkan
114
adalah
meskipun dalam tetapi
hal
keberlanjutan
keterlibatan ini
sebatas
masih sebagai
114 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
fasilitaor. Keterlibatan para stakeholder ini
stakeholder
agar
bersedia
terlibat,
tidak hanya pada tahap pelaksanaan,
sehingga pendekatan ini tidak cocok ketika
namun juga pada saat perencanaan hingga
dibutuhkan perubahan dalam waktu yang
evaluasi. Kelemahan pendekatan ini adalah
cepat.
diperlukan waktu dan proses yang lama untuk
dapat
mengorganisir
semua
DAFTAR PUSTAKA
Akindola, Rufus B. 2009. Towards a Definition of Poverty. Poor People’s Perspectives and Implications for Poverty Reduction. Journal of Developing Societies A pril/June 2009 vol. 25 no. 2 Anker, R. 2006. Poverty Lines around The W orld: A new Methodology and Internationally Comparable Estimates. International Labour Review. Vol. 145, Issue: 4,No. 279 Aliber, Michael. 2OO3. Chronic Poverty in South Africa: Incidence, Causes and Policies. World Development, Vol 31, Issue 3 Ascher, William & Robert Healy. 1990.Natural Resources Policy Making in Developing Countries. Duke University, Durham Barret, Susan and Fudge, Colin, eds. (1981). Policy and A ction. London: Metheun Berman, Paul (1978).’The Study of Macro-Micro Implementation’,Public Policy 26: 157-84 Biro Pusat Statistik, 2O11.
Carr, Edward R. 2008. Rethinking poverty alleviation: a ‘poverties’ approach. Development in Practice, Volume 18, Issue 6 Carter, Michael R & Christopher B Barret. 2006. The economics of poverty traps and persistent poverty: An asset-based approach. Journal of Development Studies , Volume 42, Issue 2 Chambers, R , 1983. Rural Development: PuttingThe Last First, Pearson Education Limited, Essex Ellis, Frank & Ntengua Mdoe. 2003. Livelihoods and Rural Poverty Reduction in Tanzania. World Development. Volume 31, Issue 8
Ellis, Frank & H. Ade Freeman. 2004 . Rural Livelihoods and Poverty Reduction Strategies in Four African Countries. Journal of Development Studies, Volume 40, Issue 4, Elmore, Richard (1978).’Organisational Model of Social Program Implementation’, Public Policy 26 (Spring): 185228 Hanf, Kenneth (1982).’The Implementation of Regulatory Policy: Enforcement as Bargaining’, European Journal of Political Research 10 (June 1982): 159-72 Hejrn, Benny (1982).’Implementation Research-The Link Gone Missing’, .Journal of Public Policy 2(3): 301-8 ______and Porter, David (1981).’Implementation Structure: a New Unit of administrative analysis, Organisation Studies 2:211-27 ______and Hull, Chris (1982). ‘Implementation Research as Empirical Constitutionalism’, European Journal of Political Research 10 (June1982): 105-18 Honadle, George and Jerry VanSant.1985.”Implementation for Sustainability, Lesson from Integrated Rural Development, Kumarian Press, West Hartford Connecticut Itzhaky, H., & York, A. S, 2002. Showing results in community organization. Social W ork, 47,
115 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015
115
PENDEKATAN PEMBANGUNAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI PEDESAAN
Kay, Cristobal. 2011. Rural Poverty Reduction Policies in Honduras, Nicaragua and Bolivia: Lessons from a Comparative Analysis. European Journal of Development Research (2011) 23 Khan,
MH. 2OOO. Rural Poverty Issues and Policies. IMF Working Paper No. 00/78
in
Developing
Countries
Korten, David C. 1987.Community Management, Kumarian Pres, West Hardfort, Connecticut
Ladherci, Caterina Ruggeri, Ruhi Saith & Frances Stewart 2003 . Does it Matter that we do not Agree on the Definition of Poverty? A Comparison of Four Approaches. Oxford Development Studies, Volume 31, Issue 3, 2003 Mosley, P. 2001. Microfinance and Poverty in Bolivia, Journal of Development Studies, Volume 37, Number 4, April 2001 , pp. 101-132(32)
Ohmer, Mary L, 2007. Citizen Participation in Neighborhood Organizations and Its Relationship to Volunteers' Self- and Collective Efficacy and Sense of Community, Social Work Research, Vol. 31 Sabathier , Paul A (1986).’Top-Down and Bottom-Up approaches to Implementation Research: a Critical analysis and Suggested Synthesis, Journal of Public Policy 6, : pp 21-48 Shepherd, A. 1998. Sustainable Rural Development. Macmillan. Basingstoke and London
Soetomo. 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Tjokrowinoto, Mulyarto (1991). Makna dan Logika Pengelolaan Sumberdaya. Makalah. Yogyakarta: PAU- SS UGM
Towsend.1974. The Concept of Poverty in Fulcher, James & John Scott, 1995. Sociology. Oxford: Oxford University Press Trevor, Parfitt. 2004. The ambiguity of participation: a qualified defence of participatory development. Third World Quarterly Volume 25, Issue 3
Usman, Sunyoto. 2004. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat,Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Weatherly, Richard and Lipsky, Michael (1977).’Street Level Bureaucrats and Institutional Innovation: Implementing Special Education Reform,’Harvard Educational Review 47 (2): 171-97
Wilkinson, Mick, Gary Craig and Aline Gaus. 2010. Forced labour and the Gangmaster's Licensing Authority Hull/Manchester: Oxfam/WISE
116
116 Acta diur nA │Vol 11 No . 1 │2015