Pendekatan Nilai: Kajian atas Implementasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Proses Pembelajaran Ali Murtadlo UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Abstract: Moral education should have gotten a special attention, particularly in its connection with preventive effort and nation charater building. In a course of transforming moral education, experts have different opinions. First, moral education is delivered as an independent course. Second, it should be given integrally in a relevant course. Finally, moral education is integrated within all courses. Keywords: Pendekatan Nilai, Pendidikan Budi Pekerti, Proses Pembelajaran
I. Pendahuluan Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 disebutkan bahwa salah satu misi mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan ialah mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggung jawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia. Sedangkan arah kebijakan di bidang pendidikan pada GBHN tersebut adalah: meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
107
Ali Murtadlo
optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan; memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai. Lebih lanjut UUSPN menegaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Aturan-aturan dasar tersebut menegaskan abhwa pembentukan watak dan budi pekerti menjadi perhatian khusus segenap komponen bangsa Indonesia dan sekaligus memiliki landasan hukum yang kuat. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa krisis akhlak menerpa semua lapisan masyarakat. Krisis akhlak tersebut bukan hanya terjadi pada orang tua, orang dewasa, melainkan juga pada anak-anak usia sekolah. Tulisan ini mencoba menawarkan beberapa pendekatan, metode, serta implementasi yang kiranya dapat dijadikan sebagai upaya untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, khususnya melalui pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah.
II. Pendekatan Nilai, Tujuan, dan Metode Pembelajaran Pendekatan nilai menurut Teuku Ramli Zakaria adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai tertentu dalam diri siswa.1 Sementara menurut Zakiah Darajat bahwa dalam pendidikan Islam, nilai-nilai tertentu itu adalah nilai-nilai Teuku Ramli Zakaria, Pendekatan-pendekatan Pendidikan Nilai dan Implementasi dalam Pendidikan Budi Pekerti, dalam http://www. depdiknas.go.id/Jurnal/26/pendekatan_pendidikan_teuku_ramli.htm, diakses 5 April 2005 1
108
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Pendekatan Nilai
ajaran yang terkandung dalam ajaran agama Islam.2 Berdasarkan pengertian di atas, pendekatan nilai juga dapat diartikan cara pandang berdasarkan nilai-nilai tertentu, dimana nilainilai itu sekaligus akan ditanamkan atau diinternalisasikan ke dalam diri seseorang. Dalam sebuah proses pembelajaran, pendekatan nilai belum dapat diaplikasikan secara langsung. Pendekatan nilai memerlukan metode-metode atau teknik-teknik tertentu. Pendekatan dan metode atau teknik melekat erat bagaikan dua sisi mata uang. Superka, sebagaimana dikutip oleh Zakaria,3 menyatakan terdapat lima macam pendekatan nilai, yaitu: (1) Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach), (2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cogni-tive moral development approach), (3) Pendekatan analisis nilai (values analysis approach), (4) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach), dan (5) Pendekatan pem-belajaran berbuat (action learning approach). Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah: Pertama, diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa; Kedua, berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilainilai sosial yang diinginkan. Metoda yang digunakan dalam proses pembelajaran menurut pendekatan ini antara lain: keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain. Pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan tradisional. Banyak kritik yang ditujukan kepada pendekatan ini. Pendekatan ini dipandang indoktrinatif, tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan demokrasi. Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas. Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral deveZakiah Darajat, 2001. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara. hlm. 79 3 Teuku Ramli Zakaria. op. cit. 2
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
109
Ali Murtadlo
lopment approach) memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusankeputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi. Tujuan utama yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal. Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kom-pleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral. Metoda yang digunakan dalam proses pembelajaran menurut pendekatan ini adalah metoda diskusi kelompok. Diskusi itu dilaksanakan dengan memberi perhatian kepada tiga kondisi penting. Pertama, mendorong siswa menuju tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi. Kedua, adanya dilemma, baik dilemma hipotetikal maupun dilemma faktual berhubungan dengan nilai dalam kehidupan seharian. Ketiga, suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik Proses diskusi dimulai dengan penyajian cerita yang mengandung dilemma. Dalam diskusi tersebut, siswa didorong untuk menentukan posisi apa yang sepatutnya dilakukan oleh orang yang terlibat, apa alasan-alasannya. Siswa diminta mendiskusikan tentang alasan-alasan itu dengan teman-temannya. Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial. Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilemma moral yang bersifat perseorangan. Tujuan utama pendidikan moral yang ingin dicapai oleh pende110
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Pendekatan Nilai
katan ini ada dua. Pertama, membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah sosial, yang berhubungan dengan nilai moral tertentu. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan proses berpikir rasional dan analitik, dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai-nilai mereka. Metoda-metoda pembelajaran yang sering digunakan adalah: pembelajaran secara individu atau kolompok tentang masalah-masalah sosial yang memuat nilai moral, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasarkan kepada pemikiran rasional Pendekatan klarifikasi nilai memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada tiga. Pertama, membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain; Kedua, membantu siswa, supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilainilainya sendiri; Ketiga, membantu siswa, supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri. Dalam proses pengajarannya, pendekatan ini menggunakan metoda: dialog, menulis, diskusi dalam kelompok besar atau kecil, dan lain-lain. Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok. Ada dua tujuan utama pendidikan moral berdasarkan kepada pendekatan ini. Pertama, memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan per-buatan moral, baik secara perse-orangan maupun secara bersama-sama, berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri; Kedua, mendorong siswa un-tuk melihat diri mereka sebagai mak-hluk individu dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan sesama, yang Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
111
Ali Murtadlo
tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai warga dari suatu masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu proses demokrasi. Metoda-metoda pengajaran yang digunakan dalam pendekatan analisis nilai dan klarifikasi nilai digunakan juga dalam pendekatan ini. Selain itu, juga digunakan metode proyek untuk dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan praktek keterampilan dalam berorganisasi atau berhubungan antara sesama. Pendekatan nilai, sebagaimana dikemukakan di atas, pada tataran praksisnya mengambil bentuk pendidikan budi pekerti. Makna pendidikan budi pekerti itu sendiri dapat ditelusuri dari akar katanya, yaitu “pendidikan” dan “budi pekerti”. Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental dan emosional ke arah alam dan sesama manusia,4 serta sadar untuk mengabdi hanya kepada Tuhan. Sementara menurut Ahmad D. Marimba bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.5 Kepribadian yang utama (manusia seutuhnya) dalam konteks keIndonesia-an yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan.”6 Soedjadi Setjonegoro dalam buku Pedoman untuk Peladjaran Boedi Pekerti pada Sekolah Rakjat, seperti dikutip oleh I Gede Sura, merumuskan pengertian budi pekerti sebagai “pimpinan bagi segala pekerti, perbuatan, yang bersumber pada budi atau ratio”. Ditambahkan bahwa yang dimaksudkan dengan pimpinan ialah pimpinan ke arah kebaikan yang didasarkan atas kesadar-an. Kesatuan budi yang bersifat batiniah dengan perbuatan yang ber-sifat lahiriah tersirat dalam rumus ini. M. Imram Pohan dalam buku Budi Pekerti Dalam Jhon Dewey. tt. Pendidikan Dasar arah dan Tujuannya. (terjemahan ). Jakarta: Gema Insani Pers. hlm. 6 5 Ahmad D. Marimba. 1964. Ilmu Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang. hlm. 19. 6 Anonim, Undang-undang No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 4
112
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Pendekatan Nilai
Rangka Sosialisme Indonesia, juga dikutip I Gede Sura, menerangkan bahwa budi pekerti ialah “segala tabiat atau perbuatan manusia yang berdasar pada akal atau pikiran”. Karena akal atau budi merupakan kesadaran, keinsyafan, maka budi pekerti mencakup perbu-atan yang dilakukan atas keinsyafan menentukan baik buruk.7 Berdasarkan pengertian di atas, Pendidikan budi pekerti dapat diartikan sebagai proses pendidikan yang ditu-jukan untuk mengembangkan nilai, sikap dan perilaku siswa yang me-mancarkan akhlak mulia/budi pekerti luhur.8 Pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan yang sarat akan nilai-nilai luhur. Karena itu, pendidikan ini dapat dipandang sebagai pendidikan yang sangat strategis dalam pembentukan karakter (character building) siswa sebagai titik awal pembentukan karakter bangsa (nation and character building). Pendidikan budi pekerti merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan setiap bahan ajar, dan menjadi tanggung jawab bersama antara lembaga pendidikan sekolah dan luar sekolah. Oleh karena itu, ia bukanlah suatu bahan ajar yang berdiri sendiri dan dilaksanakan oleh sebagian pihak saja, misalnya hanya oleh sekolah. Satu hal yang dipandang prinsip oleh Dimyati dan Mudjiono adalah bahwa pelaksanaan kegiatan (pembelajaran budi pekerti) itu harus dapat mempengaruhi secara psikologi individu atau kelompok. 9 Pelaksanaan pendidikan budi pekerti tidak hanya harus menyentuh wilayah kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotor. Yang perlu dilakukan oleh tenaga pendidik adalah memberikan contoh atau sikap kepada setiap siswa, membimbing siswa ke arah yang benar dengan nilai-nilai kegiatan yang bersifat positif.
I Gede Sura, Implementasi Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah, http:// www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/4/11/kel2.html, di akses 5 April 2005 8 Anonim, http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/budipekerti/ 01-pendahuluan.htm, diakses 5 April 2005 9 Dimyati dan Mudjiyono, 1999. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 20 7
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
113
Ali Murtadlo
III.Belajar dan Pembelajaran Pembelajaran adalah suatu perangkat kegiatan untuk mempengaruhi orang yang belajar sedemikian rupa sehingga proses belajar berlangsung. Pada pembelajaran murid lebih diarahkan dan dilibatkan untuk mencapai berbagai tujuan yang telah direncanakan secara sistematik.10 Di dalam pembelajaran terjadi proses memperoleh informasi melalui kegiatan belajar.11 Kegiatan ini berlangsung dengan melibatkan aspek internal dan eksternal siswa. Para pakar pendidikan menilai bahwa setiap praktik pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan pribadi, kemampuan sosial atau kemampuan kerja. Untuk menyampaikan bahan pelajaran, ataupun mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan metode penyampaian serta alat bantu tertentu. Demikian juga untuk menilai proses dan hasilnya. Konsep di atas menjadi terpadu dalam suatu kegiatan manakala terjadi interaksi pembelajaran. Interaksi pembelajaran itu memiliki peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Mengingat siswa sebagai subyek dalam pembelajaran, maka inti proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran melalui interaksi pembelajaran. Tugas guru yang terpenting adalah membelajarkan siswa supaya belajar. IV.Pendidikan Budi Pekerti dan Pembelajaran Selama proses pembelajaran berlangsung, pendidikan budi pekerti merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari mata pelajaran. Ini berarti (1) pendidikan budi pekerti bukanlah sebuah mata pelajaran yang berdiri sendiri, dan (2) pendidikan budi pekerti menjadi bagian integral dari mata pelajaran lain yang relevan.12 Di samping dengan materi pelajaran, pendidikan budi pekerti juga menjadi bagian integral dari prosedur penyampaian dan pemakDimyati dan Mudjiyono, op. cit. hlm. 120 Ibid., hlm. 9 12 I Gede Sura, op. cit. 10 11
114
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Pendekatan Nilai
naan pengalaman belajar para siswa. Konsekuensinya dalam proses pembelajaran, maka modus belajar para siswa harus bervariasi sesuai dengan karakter masing-masing siswa. Variasi belajar itu dapat berupa membaca bahan rujukan, melakukan pengamatan, melakukan percobaan, mewawancarai nara sumber, dan sebagainya dengan cara kelompok maupun individual. Nilai-nilai budi pekerti itu dalam pengembangannya diterapkan secara adaptif. Artinya setiap mata pelajaran yang akan menjadi wahana pendidikan budi pekerti perlu (1) diseleksi dan diorganisasikan butir-butir nilai mana yang secara koheren dapat diintegrasikan ke dalam instrumentasi dan praksis mata pelajaran itu, dan (2) diseleksi dan diorganisasikan pengalaman belajar yang secara koheren layak dan bermakna dalam praksis mata pelajaran itu. Terselenggaranya variasi modus belajar para siswa perlu ditunjang oleh variasi modus penyampaian pelajaran oleh guru. Kebiasaan penyampaian pelajaran secara ekspository learning yang lebih bersifat show force guru, hendaknya dikembangkan kepada pendekatan yang lebih beragam seperti discovery learning atau inquiry learning. Kegiatan penyampaian informasi, pemantapan konsep, pengungkapan pengalaman para siswa secara monolog oleh guru perlu diganti dengan modus penyampaian dialogis yang ditandai oleh pelibatan aktif para siswa baik secara intelektual (bermakna), emosional (dihayati kemanfaatannya), maupun secara praksisnya sehingga, siswa lebih responsif terhadap upaya mewujudkan tujuan utuh pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan budi pekerti tidaklah sematamata diajarkan dengan transformatif semata, yaitu mengalihkan pengetahuan tentang nilai/budi pekerti dari guru kepada siswa sehingga lebih bersifat indoktrinasi. Tetapi ia harus bersifat transinternalisasi, artinya dipelajari, dihayati, dan dialami sehingga menjadi bagian utuh dari kepribadiannya dan terhindar dari split personality. Karena itu pendekatannya harus berubah dari pendekatan mengajar menjadi pendekatan belajar, yang lebih menekankan kedudukan dan peran peserta didik sebagai subjek ajar, bukan Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
115
Ali Murtadlo
sebagai objek ajar. Dalam pengembangan kurikulum (sebagai bahan ajar) seyogianya dihindarkan penggunaan rumusan butir nilai budi pekerti sebagai pokok bahasan dan sebagai gantinya dapat dipakai kasus, tema, masalah yang secara konseptual dapat mewadahi nilai-nilai budi pekerti tertentu.
V. Pendidikan Budi Pekerti dalam Proses Pembelajaran Dengan bekal variasi modus pembelajaran tersebut, maka skenario pembelajaran yang di dalamnya terkait pendidikan budi pekerti, perlu dirancang sedemikian rupa baik perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasinya, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih berarti. A. Perencanaan Pembelajaran Dalam penyusunan perencanaan program pembelajaran, komponen penting yang harus dilalui adalah: (1) penguasaan materi, (2) analisis mata pelajaran (AMP), dan (3) penyusunan persiapan mengajar.13 Dengan diintegrasikannya pendidikan budi pekerti ke dalam mata pelajaran, guru, selain harus menguasai materi pelajaran, juga harus menguasai materi pendidikan budi pekerti dan relevansi antara keduanya. Penguasaan materi sangat penting bagi guru, karena selain merupakan bagian dari kompetensi profesionalnya, juga modal utama untuk mengembangkan kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas. AMP harus dikembangkan dengan menambah sasaran nilai-nilai budi pekerti yang diintegrasikan. Penambahan ini dapat dilakukan dalam penjabaran pokok bahasan/sub pokok bahasan atau menjadi bagian/catatan tersendiri. Dalam penyusunan persiapan program pembelajaran, pendidikan budi pekerti harus secara jelas dan eksplisit terintegrasi dalam http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/budipekerti/ModelIntegrasi/Agama%20Islam/agama-sd-C-teknik.htm, diakses 5 April 2005 13
116
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Pendekatan Nilai
program tahunan, program catur wulan, program satuan pelajaran, dan rencana pembelajaran. Integrasi pendidikan budi pekerti dalam perencanaan pembelajaran, merupakan upaya awal dalam menanamkan nilai-nilai akhlak dan budi pekerti dalam kegiatan pembelajaran. Upaya ini harus ditindaklanjuti dengan kegiatan pelaksanaan, dan evaluasi proses dan evaluasi hasil pembelajaran yang memungkinkan dicapainya keterpaduan antara penyajian materi mata pelajaran. B. Pelaksanaan Perlu disadari dan disikapi benar bahwa pembentukan watak dan budi pekerti anak tidak cukup hanya diberikan di sekolah melainkan harus ditunjang oleh pendidikan luar sekolah. Pendidikan sekolah maupun luar sekolah, secara proporsional harus dapat memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Keterpaduan, kesinambungan, dan keberlanjutan pendidikan budi pekerti yang dikembangkan di sekolah dengan pendidikan budi pekerti di luar sekolah diharapkan akan menghasilkan generasi bangsa yang memiliki watak dan budi pekerti luhur seperti yang diharapkan. Mengingat budi pekerti berkembang melalui tahapan-tahapan perkembangan anak dan pengaruh lingkungan dimana anak memiliki hak mengembangkan dirinya, maka pendidikan budi pekerti hendaknya diberikan secara dini, sekarang, dan selalu setiap waktu. Oleh karena itu, guru di sekolah, orang tua di rumah, instruktur/ pelatih di tempat kursus, tokoh masyarakat di masyarakat dalam mengembangkan budi pekerti anak harus bersifat spontan dan segera. Spontan dalam merespon, menegur, mengarahkan ketika anak berbuat tidak sesuai dengan nilai budi pekerti; segera memberi penguatan ketika anak berbuat sesuai dengan nilai budi pekerti. Dalam proses pembelajaran sebagaimana di atas, guru dapat mengambil langkah-langkah pembelajaran misalnya dengan: orientasi, pemberian contoh, latihan, dan umpan balik sesuai dengan
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
117
Ali Murtadlo
rencana pembelajaran. Selanjutnya guru melakukan curah gagasan tentang muatan nilai budi pekerti yang terkandung pada tema, sehingga ditemukan nilai yang terkait seperti: ketaqwaan, displin, kepatuhan, kasih sayang, tidak egois, dan cinta sesama/alam. Setelah itu guru melakukan tanya jawab dan diskusi dengan mengaitkan nilai ketaqwaan, disiplin, kasih sayang, dan cinta sesama dan lingkungan. Terakhir, guru bersama-sama para siswa merumuskan kesimpulan pelajaran. Ketika pendidikan budi pekerti diintegrasikan dengan semua mata pelajaran, hal ini tidak berarti bahwa ia tidak memiliki konsekuensi. Oleh karena itu, perlu ada komitmen untuk disepakati dan disikapi dengan saksama sebagai konsekuensi logisnya. Komitmen tersebut antara lain sebagai berikut.14 1. Pendidikan Budi Pekerti (sebagai bagian dari kurikulum) yang terintegrasikan dalam semua mata pelajaran, dalam proses pengembangannya haruslah mencakupi tiga dimensi yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum sebagai proses terhadap semua mata pelajaran yang dimuati pendidikan budi pekerti. Pengembangan ide berkenaan dengan filosofi kurikulum, model kurikulum, pendekatan dan teori belajar, pendekatan atau model evaluasi. Pengembangan dokumen berkaitan dengan keputusan tentang informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan, bentuk/format GBPP, dan komponen kurikulum yang harus dikembangkan. Pengembangan proses berkenaan dengan pengembangan pada tataran empirik seperti rencana pelajaran/satuan pelajaran, proses belajar di kelas, dan evaluasi yang sesuai. 2. Dalam pembelajaran terpadu agar pembelajaran efektif dan berjalan sesuai harapan ada persyaratan yang harus dimiliki yaitu (a) kejelian profesional para guru dalam mengantisipasi pemanfaatan berbagai kemungkinan arahan pengait yang harus dikerjakan para siswa untuk menggiring terwujudnya kaitan-
14
118
Ibid Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Pendekatan Nilai
3.
kaitan konseptual intra atau antarmata pelajaran dan (b) penguasaan material terhadap bidang-bidang studi yang perlu dikaitkan. Berkaitan dengan Pendidikan Budi Pekerti sebagai pembelajaran yang terpadu dengan semua mata pelajaran arahan pengait yang dimaksudkan dapat berupa pertanyaan yang harus dijawab atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa yang mengarah kepada perkembangan budi pekerti dan pengembangan kualitas kemanusiaan. Guru merupakan titik sentral keberhasilan pendidikan budi pekerti di sekolah. Walaupun demikian, perlu ada gerakan awal mensosialisasikan pencanangan budi pekerti di sekolah itu kepada semua guru, orang tua siswa, dan pejabat, serta Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
VI. Evaluasi Hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung pengajaran dinamakan dampak instruksional/dampak pengajaran (instructional effects) sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru disebut dampak pengiring (naturant effects). Dalam penilaian hasil belajar, semua guru akan dan seharusnya mengukur kemampuan siswa dalam semua ranah. Dengan penilaian seperti itu maka akan tergambar sosok utuh siswa sebenarnya. Artinya, dalam menentukan keberhasilan siswa harus dinilai dari berbagai ranah seperti pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor). Seorang siswa yang menempuh ujian secara tertulis, sebenarnya siswa tersebut dinilai kemampuan penalarannya yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal. Juga dinilai kemampuan budi pekertinya yaitu kemampuan melakukan kejujuran dengan tidak menyontek dan bertanya kepada teman dan hal ini disikapi karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, ia
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
119
Ali Murtadlo
dinilai kemampuan gerak-geriknya, yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal ujian dengan tulisan yang teratur, rapi, dan mudah dibaca. Selain penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru memperhitungkan tindak-tanduk siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran tertentu karena perilaku siswa tersebut sehari-harinya adalah kurang sopan, selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan yang jelas dan rapi. Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran dirumuskan tujuan pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya, pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak instruksional; dan dampak pengiring. Dengan demikian, seorang guru akan menilai kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata pelajaran secara absah, tanpa ragu, dan dapat dipertangungjawabkan.15 Mendasarkan pada pemikiran-pemikiran dan prinsip-prinsip tersebut maka dapat dimengerti bahwa pendidikan budi pekerti menghendaki keterpaduan dalam pembelajarannya dengan semua mata pelajaran. Pendidikan budi pekerti diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, dengan demikian akan menghindarkan adanya “mata pelajaran baru, alat indoktrinasi, media penyaluran kepentingan, dan pelajaran hafalan yang membosankan.” Penilaian dalam pembelajaran terpadu ini adalah penilaian terhadap sosok utuh para siswa. Oleh karena itu, penilaiannya pun memerlukan perhatian khusus karena yang akan ditangkap adalah kemampuan dan kepribadian; alat yang bervariatif seperti portofolio, catatan observasi, wawancara, tes skala sikap, inventori kepribadian, proyektif; waktu yang cukup dan terus menerus; dan keterlibatan semua pihak seperti guru, orang tua, dan masyarakat. Maman Rachman, Implementasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Keterpaduan Pembelajaran, dalam http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/ 36/implementasi_pendidikan_budi_pek.htm, diakses 5 April 2005 15
120
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Pendekatan Nilai
Alat-alat penilaian tersebut tepat digunakan untuk mengetahui sosok utuh para siswa. Setidaknya, berdasarkan hasil penelitian Dudi Fathuljawad16 bahwa model evaluasi porto folio, daftar observasi (berupa lembaran pengamatan) dan skala sikap, efektif untuk mengetahui hasil pembelajaraan pendidikan budi pekerti yang diintegrasi pada mata pelajaran PPKn.
VII. Kesimpulan Pendekatan nilai merupakan cara pandang berdasarkan nilai-nilai tertentu, dimana nilai-nilai itu selanjutnya akan ditransinternalisasikan melalui proses pembelajaran. Setidaknya terdapat lima macam pendekatan nilai yaitu: inculcation, cognitive moral development, values analysis, dan action learning approach. Masing-masing pendekatan memiliki metode dan tujuan tertentu. Dalam proses pembelajaran, pendekatan-pendekatan itu dapat diimplementasikan melalui pendidikan budi pekerti. Pendidikan budi pekerti di sini disajikan secara integral dengan isi/materi mata pelajaran, tujuan, metode dan media, serta evaluasi. Pengintegrasian dilakukan dalam keseluruhan pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi hasil maupun evaluasi proses pembelajaran. Oleh karena itu pendidikan budi pekerti bukanlah mata pelajaran yang berdiri sendiri.
Dudi Fathuljawad, Implementasi Pendidikan Budi Pekerti pada Mata Pelajaran PPKn di Sekolah (Penelitian Naturalistik di SMU Negeri I Sukabumi), dalam http://pps.upi.edu/org/abstrakthesis/abstrakpu/abstrakpu02. html, diakses 5 April 2005 16
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
121
Ali Murtadlo
BIBLIOGRAFI Ahmad D. Marimba. 1964. Ilmu Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang Anonim,http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/budipekerti/01pendahuluan.htm, diakses 5 April 2005 Anonim, Undang-undang No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Dimyati dan Mudjiyono, 1999. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta Dudi Fathuljawad, Implementasi Pendidikan Budi Pekerti pada Mata Pelajaran PPKn di Sekolah (Penelitian Naturalistik di SMU Negeri I Sukabumi), dalam http://pps.upi.edu/org/abstrakthesis/ abstrakpu/abstrakpu02.html, diakses 5 April 2005 http://www.dikdasmen.depdiknas.go.id/budipekerti/ ModelIntegrasi/Agama%20Islam/agama-sd-C-teknik.htm, diakses 5 April 2005 I Gede Sura, Implementasi Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah, http:// www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/4/11/kel2.html, di akses 5 April 2005 Jhon Dewey. tt. Pendidikan Dasar arah dan Tujuannya. (terjemahan ). Jakarta: Gema Insani Pers. Maman Rachman, Implementasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Keterpaduan Pembelajaran, dalam http://www.depdiknas.go.id/ Jurnal/36/implementasi_pendidikan_budi_pek.htm, diakses 5 April 2005 Teuku Ramli Zakaria, Pendekatan-pendekatan Pendidikan Nilai dan Implementasidalam Pendidikan Budi Pekerti, dalam http:// www.depdiknas.go.id/Jurnal/26/pendekatan_pendidikan_ teuku_ramli.htm, diakses 5 April 2005 Zakiah Darajat, 2001. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
122
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009