Tri Joko Siswanto, Wiendarti I.W., dan Gunawan
PENDAPATAN USAHA TERNAK SAPI PERAH PASCAERUPSI MERAPI 2010 DI DUSUN BOYONG HARGOBINANGUN, SLEMAN Post Merapi Eruption Income of Milk Enterprise in Hamlet Boyong Hargobinangun, Sleman Tri Joko Siswanto, Wiendarti I.W., dan Gunawan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Ringroad Utara, Karangsari Sleman Kotak Pos 1013 Demanggu Baru, Yogyakarta 55010
ABSTRACT Study on milk farming income after Merapi eruption was carried out in hamlet Boyong Hargonibanguin, the Regency of Sleman. The result of the study indicated that: (a) a positive income was obtained through from farmers with 3 lactating cows out of 7 ownership of milking cow, and (b) the break even point could be properly reached with 60 percent lactating cow with minimum daily milk production of 10 liters of milk. Key words : income, milking cattle, Merapi eruption
ABSTRAK Penelitian pendapatan usaha tani sapi perah pascaerupsi Merapi dilaksanakan di Dusun Boyong Hargobinangun, Kabupaten Sleman. Hasil kajian menunjukkan bahwa (a) pendapatan dari usaha ternak sapi perah pada tingkat kepemilikan induk 7 ekor (dengan 4 ekor induk laktasi) maupun tingkat pemilikan 5 ekor (dengan 3 ekor induk laktasi) menunjukkan nilai pendapatan positif, dan (b) perhitungan analisis input output atau BEP dapat berjalan apabila proporsi induk laktasi adalah 60 persen dari kepemilikan dengan produksi susu minimal 10 liter/ekor/hari. Kata kunci : pendapatan, sapi perah, erupsi merapi
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi perdesaan akan mengarah pada industrialisasi tidak bisa terhindarkan dan akan mempengaruhi dinamika aspek kehidupan masyarakat perdesaan. Transformasi ini menimbulkan berbagai masalah yang diakibatkan oleh kurangnya dukungan beberapa faktor utama yaitu : (1) sumber daya manusia yang mendukung nilai-nilai masyarakat agroindustri berorientasi pada mutu efisiensi dan produktivitas, (2) dukungan institusi yaitu lembaga yang berfungsi sebagai fasilitator dari proses produksi dan distribusinya, (3) teknologi yang mendukung usaha pemenuhan standar mutu dan keamanan pangan, dan (4) etos kerja sebagai penggerak perubahan sosial.
396
Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Pascaerupsi Merapi 2010 di Dusun Boyong Hargobinangun, Sleman
Tantangan dalam pembangunan sektor pertanian perdesaan adalah mulai terbatasnya (1) sumber daya lahan dan air, (2) tenaga kerja pertanian, (3) penguasaan dan penerapan teknologi, (4) pasar dan pemasaran, dan (5) kelembagaan (Kasryno, 1999). Diantara kelima tantangan tersebut aspek pasar, pemasaran, dan kelembagaan merupakan aspek terlemah. Paradigma baru pembangunan nasional menuntut kemandirian dan kreativitas daerah melalui otonomi daerah, dimana daerah dituntut lebih mandiri. Kemandirian sektor pertanian juga secara tidak langsung berperan dalam penciptaan iklim yang kondusif bagi pembangunan sektor lain Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan pertanian secara umum dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta memenuhi kebutuhan pangan dan gizi yang sesuai. Pencapaian tujuan ini dilakukan dengan usaha pembinaan daerah-daerah produksi peternakan yang telah ada maupun pengembangan dan pemanfaatan teknologi yang dapat menunjang pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Perkembangan usaha peternakan sapi perah di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan permintaan akan bahan pangan asal ternak, sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya susu sebagai salah satu sumber protein hewani. Di lain pihak harus diakui bahwa produksi susu dalam negeri masih rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan. Usaha ternak sapi perah sedang dalam perjalanan menuju suatu industri andalan yang dapat menyediakan susu yang cukup bagi masyarakat dengan harga yang layak. Konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia relatif masih rendah, 4 kg per tahun sedang rata-rata konsumsi per kapita negara maju lebih dari 200 kg per tahun. Kalau konsumi susu di Indonesia meningkat setengah saja dari rata-rata konsumsi susu di Negara maju, maka kebutuhan susu di Indonesia meningkat (Michell,2000). Industri susu nasional menghadapi tantangan memenuhi permintaan susu di masa yang akan datang. Apalagi negara-negara maju dalam industri susu telah memperlihatkan bahwa usaha sapi perah merupakan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat sangat besar baik bagi pengusaha, masyarakat konsumen, dan bagi negara. Perkembangan produksi dan harga susu menunjukkan komoditas yang penting, yang mana ditandai dengan meningkatnya jumlah produksi dan fluktuasi harga yang semakin berarti. Produksi susu dan olahannya memiliki peranan penting bagi masyarakat khususnya balita. Usaha peternakan sapi perah di Indonesia saat ini, sebagian besar terdiri dari usaha peternakan rakyat dengan skala usaha yang relatif kecil. Oleh karena itu, perhatian khusus perlu diberikan pada petani peternak sebagai usaha pengembangan peternakan rakyat, sehingga diperlukan adanya suatu wadah bagi petani peternak yang dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani peternak terutama dibidang manajemen untuk mencapai keberhasilan usaha sapi perah. Sentra usaha ternak sapi perah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat di Kabupaten Sleman dengan populasi sapi perah sebanyak 7.971 ekor
397
Tri Joko Siswanto, Wiendarti I.W., dan Gunawan
(tahun 2010). Hasil quick assessment Badan Litbang Pertanian menunjukkan sebanyak 1.924 ekor ternak sapi perah mati sebagai kerugian langsung dampak primer erupsi merapi karena terkena awan panas dan lahar panas, serta sebanyak 4.257 ekor sapi perah yang terancam mati dari total 5.273 ekor sapi perah yang berada di tiga kelembagaan koperasi susu (Koperasi Warga Mulya, UPP Kaliurang, dan Sarono Makmur). Sebelum erupsi Merapi, produksi susu sapi perah rata-rata per hari mencapai 10 liter per ekor, namun saat erupsi dan pascaerupsi Merapi produksi susu sapi perah berkisar antara 3 liter hingga 5 liter per ekor per hari. Data menunjukkan hingga bulan April 2011, pada tiga kelompok peternak (besar) anggota koperasi Warga Mulya terjadi penurunan produksi susu yaitu sebesar 57 persen terjadi pada kelompok peternak di Dusun Kemiri, 41 persen terjadi pada kelompok peternak di Dusun Boyong dan 30 persen terjadi pada kelompok peternak di Dusun Ngepring. Mengingat betapa pentingnya pemulihan produktivitas ternak sapi perah di kawasan sentra produksi susu, maka diperlukan informasi tentang struktur biaya dan besarnya pendapatan untuk ternak sapi perah. Besarnya pendapatan peternak sapi perah, ditentukan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan dari masing-masing komponen, seperti biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja mulai dari perawatan sampai dengan penanganan panen dan pascapanen. Disamping itu, pendapatan usaha tani juga ditentukan oleh harga jual dari produksi yang dihasilkan pada usaha tani yang dikelolanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan serta pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak sapi perah di Kabupaten Sleman yang terkena dampak erupsi Merapi.
METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Peternak Sedyo Mulyo di Dusun Boyong, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Penetapan lokasi secara purposive, mengingat dusun ini merupakan sentra produksi susu sapi yang ada di Kabupaten Sleman dan terkena dampak erupsi Merapi. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2011 dengan menggunakan metode PRA (Partisipatif Rural Apraisal). Penelitian ini dilakukan melalui pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari petani/kelompok tani dengan teknik wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan dan diskusi kelompok atau focus group discusion (FGD), dimana permasalahan digali langsung dari petani/responden bersifat aktif dan enumerator pasif. Data sekunder diperoleh dari tingkat desa, kecamatan, dan instansi lain terkait di pemerintah Kabupaten Sleman serta Dinas Pertanian Provinsi D.I. Yogyakarta. Data yang diperoleh dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan analisis input-output usaha tani dengan parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap, serta biaya lain yang dianggap perlu.
398
Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Pascaerupsi Merapi 2010 di Dusun Boyong Hargobinangun, Sleman
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Pengkajian Lokasi pengkajian di Desa Hargobinangun merupakan salah satu desa yang paling luas (1.430 ha) di Kecamatan Pakem. Letaknya paling utara dan paling jauh dari pusat pemerintahan kota Kecamatan Pakem dan berbatasan langsung dengan Gunung Merapi. Kondisi geografis desa meliputi ketinggian tempat dari permukaan laut 700 – 1.325 m dpl, dengan curah hujan 3.764 mm/ o tahun, dan suhu rata-rata harian 26 C. Secara administratif Desa Hargobinangun terdiri atas 19 dusun, termasuk di dalamnya adalah Dusun Boyong. Desa Hargobinangun memiliki beberapa sumber air yaitu: Umbul Lanang, Umbul Wadon, Tlogo Putri, Tlogo Nirmolo, dan kawasan konservasi hutan yang merupakan daerah penyangga air untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa tersebut mempunyai zona agroekosistem yang cocok untuk pengembangan usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura, dan sapi perah. Desa Hargobinangun memiliki populasi ternak yang beragam, yaitu kambing 1230 ekor, domba 1.570 ekor, sapi perah 735 ekor, sapi potong 112 ekor, kerbau 13 ekor, kuda 10 ekor, ayam kampung 15.000 ekor, dan ayam ras 60.000 ekor (Monografi Desa Hargobinangun, 2008). Jenis ternak yang dibudidayakan terdiri atas 8 jenis ternak ruminansia. Diantara jenis ternak yang ada, sapi perah merupakan komoditas peternakan yang paling diandalkan untuk menopang perekonomian keluarga. Sapi perah di desa ini berada di 4 dusun, yaitu Dusun Boyong Utara, Boyong Selatan, Dusun Ngipik Sari, dan Dusun Kaliurang Timur. Ternak sapi perah selain merupakan sumber pendapatan bagi petani, juga dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik untuk tanaman sayuran. Tingginya penggunaan pupuk kandang dalam usaha tani sayuran memberikan ide bagi petani untuk membentuk usaha pengolahan kotoran ternak terpusat di satu lokasi. Beberapa petani Desa Hargobinangun sudah ada yang memanfaatkan urine sapi sebagai pupuk cair pada tanaman sayuran. Urine sapi ditampung, kemudian digunakan untuk menyiram sayuran secara langsung tanpa diproses terlebih dahulu.
Karakteristik Peternak. Kelompok Peternak Sedyo Mulyo merupakan kelompok peternak sapi perah yang berada di Dusun Boyong, merupakan salah satu dusun di Desa Hargobinangun. Dalam pengkajian ini karakteristik peternak Kelompok Sedyo Mulyo di Dusun Boyong, yang diamati yaitu umur peternak sebagian besar (71%) berada pada usia produktif yaitu 30-50 tahun. Umur peternak berkaitan erat dengan kemampuan fisik dalam mengelola usaha ternaknya. Seseorang yang masih muda aktivitas fisiknya cenderung lebih tinggi dan lebih mampu mengelola usaha ternaknya dan sebaliknya semakin tua umur seseorang, kemampuan fisiknya cenderung semakin berkurang. Selain itu, pada usia produktif tersebut
399
Tri Joko Siswanto, Wiendarti I.W., dan Gunawan
seseorang masih tergolong responsif terhadap inovasi baru (Rogers,E.M.,1983). Peternak berusia produktif lebih terbuka menerima perubahan, sehingga kecenderungan menerima inovasi baru lebih baik jika dibandingkan dengan peternak yang berusia tua (> 60 tahun). Peternak berusia tua umumnya menerima pembaharuan/inovasi agak lambat, karena cenderung melaksanakan kegiatan yang sudah biasa diterapkannya. Sedangkan dari tingkat pendidikan, sebagian besar (75%) berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Menurut Rogers (1962) dalam Adiyoga et al.(1999) semakin tinggi pendidikan seseorang semakin cepat pula yang bersangkutan menerima inovasi. Dengan kata lain, pendidikan formal peternak yang cukup rendah (SD) mengindikasikan bahwa peternak sapi perah Sedyo Mulyo termasuk dalam kategori yang lambat menerima inovasi. Namun demikian, dengan pengalaman usaha ternak sapi perah yang telah cukup lama dijalaninya yaitu rata-rata telah berpengalaman > 15 tahun, maka kemampuan pengelolaan usaha ternak yang dimiliki juga cukup tinggi. Hal ini mungkin dapat menutupi kekurangan akibat rendahnya pendidikan formal yang dimilikinya. Margaretha SL dalam Bahtiar (2007) menyebutkan bahwa umur dan pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat menentukan sikap dan perilaku seseorang untuk menyikapi suatu informasi baru.
Analisis Usaha Sapi Perah Semua anggota kelompok menjual hasil susunya ke koperasi yang dilakukan melalui kelompok. Pada umumnya semua anggota sudah memahami dan menerima persyaratan standar yang harus dipenuhi terhadap kualitas susu yang disetor. Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada saat disetor ke kelompok, meliputi : penyaringan, dan pemeriksaan standar terhadap berat jenis (harus mencapai 20), dan kebersihan susu. Pada saat sebelum erupsi harga susu Rp 2.750,- per liter, namun setelah erupsi pernah mencapai Rp 2.500,- per liter. Untuk saat ini harga dapat mencapai Rp 3.000,-/liter yang merupakan harga tertinggi saat ini dan terendah mencapai Rp 2.500,-. Rendahnya kualitas susu berkait dengan kualitas pakan yang diberikan. Sehingga kualitas konsentrat dan hijauan serta suplementasi lain masih sangat diperlukan untuk memperbaiki kualitas susu. Analisis input-output usaha ternak sapi perah pada tingkat kepemilikan induk 7 ekor dengan 3 ekor induk laktasi (45%). Produksi susu rata-rata 10 liter/ekor/hari dengan tingkat harga yang diterima peternak Rp 2.800/liter. Pendapatan atas biaya riil yang dikeluarkan atas pakan konsentrat sebesar Rp -19.500/hari. Apabila proporsi induk laktasi sebanyak 3 ekor (40%) maka pendapatan tersebut akan mencapai nilai positif bila produksi susu induk laktasi rata-rata 12,5 liter/ekor yaitu sebesar Rp 1.500/hari. Sedangkan bila proporsi induk sebanyak 4 ekor (60%) maka pendapatan mencapai Rp 36.500/hari.
400
Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Pascaerupsi Merapi 2010 di Dusun Boyong Hargobinangun, Sleman
Tabel 1. Analisis Input-Output Usaha Ternak Sapi Perah pada Tingkat Kepemilikan Induk 7 Ekor dengan 3 Ekor Induk Laktasi No. I. 1.
2. II. 1.
2.
III. IV.
Uraian Biaya tetap Ternak - Induk kering/bunting - Induk laktasi Kandang Biaya variable Biaya riel dikeluarkan - Konsentrat - Induk kering/bunting - Induk laktasi Biaya tidak dikeluarkan - Pakan hijauan - Tenaga kerja Hasil produksi susu Pendapatan atas biaya pakan konsentrat
atuan
Harga satuan
Volume
Jumlah 102.500.000
ekor ekor ekor unit
14.000.000 12.000.000 1.500.000
4,0 3,0 7,0
kg kg kg
2.250 2.250
16,0 30,0
kg HOK liter
200 25.000 2.800
262,5 1,5 30,0
56.000.000 36.000.000 10.500.000 193.500 103.500 103.500 36.000 67.500 90.000 52.500 37.500 94.000 (19.500)
Analisis input-output usaha ternak sapi perah pada tingkat kepemilikan induk 5 ekor dengan rata-rata 2 ekor induk laktasi (40%). Produksi susu rata-rata 10 liter/ekor/hari dengan tingkat harga yang diterima peternak Rp 2.800,-/liter. Pendapatan atas biaya riil yang dikeluarkan atas pakan konsentrat sebesar (- Rp 16.000/hari). Tabel 2. Analisis Input-Output Usaha Ternak Sapi Perah pada Tingkat Kepemilikan Induk 5 Ekor dengan 2 Ekor Induk Laktasi No. I. 1.
2. II. 1.
2.
III. IV.
Uraian Biaya tetap Ternak - Induk kering/bunting - Induk laktasi Kandang Biaya variable Biaya ril dikeluarkan - Konsentrat - Induk kering/bunting - Induk laktasi Biaya tidak dikeluarkan - Pakan hijauan - Tenaga kerja Hasil produksi susu Pendapatan atas biaya pakan konsentrat
atuan
Harga satuan
Volume
Jumlah 69.500.000
ekor ekor ekor unit
14.000.000 12.000.000 1.500.000
3,0 2,0 5,0
kg kg kg
2.250 2.250
12,0 20,0
kg HOK liter
200 25.000 2.800
187,5 1,5 20,0
28.000.000 24.000.000 7.500.000 109.500 72.000 72.000 27.000 45.000 75.000 37.500 37.500 56.000 (16.000)
401
Tri Joko Siswanto, Wiendarti I.W., dan Gunawan
Untuk kepemilikan ternak 4-5 ekor dengan induk laktasi 2 ekor atau proporsi 40 persen kepemilikan, apabila produksi susu harus dapat mencapai rata-rata 13 liter/ekor, agar pendapatan atas biaya pakan konsentrat mencapai nilai positif yaitu Rp. 800,-. Dengan demikian diperlukan upaya perbaikan kualitas pemberian pakan untuk meningkatkan produksi susu ternak. Analisis input-output usaha ternak sapi perah pada tingkat kepemilikan induk 5 ekor dengan 3 ekor induk laktasi (60%). Produksi susu rata-rata 10 liter/ekor/hari dengan tingkat harga yang diterima peternak Rp 2.800,-/liter. Pendapatan atas biaya ril yang dikeluarkan atas pakan konsentrat bernilai positif yaitu sebesar Rp 12.000/hari. Tabel 3. Analisis Input-Output Usaha Ternak Sapi Perah pada Tingkat Kepemilikan Induk 5 Ekor dengan 3 Ekor Induk Laktasi No. I. 1.
2. II. 1.
2.
III. IV.
Uraian Biaya tetap Ternak - Induk kering/bunting - Induk laktasi Kandang Biaya variable Biaya riel dikeluarkan - Konsentrat - Induk kering/bunting - Induk laktasi Biaya tidak dikeluarkan - Pakan hijauan - Tenaga kerja Hasil produksi susu Pendapatan atas biaya pakan konsentrat
Satuan
Harga satuan
Volume
Jumlah 61.500.000
ekor ekor ekor unit
14.000.000 12.000.000 1.500.000
2,0 3,0 5,0
kg kg kg
2.250 2.250
8,0 30,0
kg HOK liter
200 25.000 2.800
187,5 1,5 30,0
28.000.000 26.000.000 7.500.000 109.500 72.000 72.000 18.000 67.500 75.000 37.500 37.500 84.000 12.000
Berdasar hasil perhitungan analisa input output, usaha, atau BEP dapat berjalan apabila proporsi induk laktasi atau sapi produksi adalah 60 persen dari kepemilikan dengan produksi susu minimal 10 ltr/ekor /hari. Pendapatan dari usaha ternak sapi perah pada tingkat kepemilikan induk 7 ekor (dengan 3 ekor induk laktasi) maupun tingkat pemilikan 5 ekor (dengan 2 ekor induk laktasi) menunjukkan nilai pendapatan negatif. Pendapatan tersebut dapat berubah menjadi positif apabila jumlah sapi induk laktasi ditingkatkan, yaitu kepemilikan induk 7 ekor (dengan 4 ekor induk laktasi) atau kepemilikan 5 ekor (dengan 3 ekor induk laktasi).
402
Pendapatan Usaha Ternak Sapi Perah Pascaerupsi Merapi 2010 di Dusun Boyong Hargobinangun, Sleman
7 Induk 3 Laktasi (45%)
7 Induk 4 Laktasi (60%)
Pendapatan - Rp 19.500/hari
Pendapatan Rp 36.500/hari
Induk laktasi 60 persen dari kepemilikan, dapat memberikan keuntungan
5 Induk 2 Laktasi (40%) Pendapatan - Rp 16.500/hari
5 Induk 3 Laktasi (60%) Pendapatan Rp 12.000/hari
Gambar 1. Skema Proporsi Induk Laktasi yang Memberikan Keuntungan
KESIMPULAN
Dari hasil analisis pendapatan usaha ternak sapi perah pascaerupsi Merapi, di Kelompok Sedyo Mulyo, Boyong, Hargobinangun Pakem Sleman, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendapatan dari usaha ternak sapi perah pada tingkat kepemilikan induk 7 ekor (dengan 3 ekor induk laktasi) maupun tingkat pemilikan 5 ekor (dengan 2 ekor induk laktasi) menunjukkan nilai pendapatan negatif. Pendapatan tersebut dapat berubah menjadi positif apabila jumlah sapi induk laktasi ditingkatkan, yaitu kepemilikan induk 7 ekor (dengan 4 ekor induk laktasi) atau kepemilikan 5 ekor (dengan 3 ekor induk laktasi). 2. Berdasar hasil perhitungan analisa input output, usaha atau BEP dapat berjalan apabila proporsi induk laktasi atau sapi produksi adalah 60 persen dari kepemilikan dengan produksi susu minimal 10 liter/ekor/hari.
DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, W. dan T.A. Soetiarso. 1999. Strategi Petani dalam Pengelolaan Risiko pada Usaha Tani Cabai. Jurnal Hortikultura 8 (4):1299-1311.
403
Tri Joko Siswanto, Wiendarti I.W., dan Gunawan
Antara. 2010. Anggaran Pemulihan Hutan Merapi Rp 5 Juta Per Hektare. Edisi 13 November 2010. Badan Litbang Pertanian. 2010. Pengembangan Inovasi Pertanian. Majalah. Vol 3. Nomor 1. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian - IAARD online. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Rangkuman Kebutuhan Bahtiar. 2007. Preferensi dan Persepsi Petani terhadap Varietas Sukmaraga di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Pertanian dalam Upaya Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta, h.611-616 Harian Yogya. 2010. Tim Identifikasi Penanganan Ternak Korban Merapi. Edisi 01 Desember 2010. IMQ Indonesia. 2011. Komitmen PKBL, BRI Gelontorkan Rp 20 Miliar. Edisi 23 Februari 2011. Kasryno. 1999. Pemanfaatan Sumber Daya Pertanian dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Menuju Era Globalisasi Ekonomi. Dalam Dinamika Inovasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Balitbang Deptan.1999. Buku 1. Hal 29-41. Kedaulatan Rakyat. 2011 14:35:00. Distan DIY Siap Bangun Tempat Pembibitan Sapi Perah. Edisi Sabtu, 15 Januari 2011. Malian, A. H. 2004. Analisis Ekonomi Usaha Tani dan Kelayakan Finansial Teknologi pada Skala Pengkajian. Makalah Pelatihan Analisis Finansial dan Ekonomi bagi Pengembangan Sistem dan Usaha Tani Agribisnis Wilayah. Bogor. Pemerintah Desa Sumberharjo. 2009. Potensi Desa Sumberharjo. Laporan Tahunan. Rogers, E.M.,1983. Diffusion of Innovation (Third Edition).The Free Press A Division of Macmillan. Publising Company. Belmont, California. Singarimbun, M dan S. Effendi, 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.
404