DARI REDAKSI
Salam hangat para pembaca Geospasial, Edisi April tahun 2014 kembali menyapa pembaca, membuka wawasan dan memberikan informasi terkini dari lingkup pandangan para geograf. Tahun 2014 menjadi titik awal yang baru, seperti sudah muncul pimpinan baru di Fakultas dan Departemen Geografi yakni Dekan yang baru adalah Dr. Abdul Haris dan Ketua Departemen Geografi yang baru adalah Dr. Djoko Harmantyo. Spesial kado untuk Geografi adalah berhasil diraihnya akreditasi Program S2 Geografi dari BAN-PT untuk 5 tahun mendatang. Hasil karya mahasiswa S2 Geografi dan alumni S2 Geografi menjadi juga menu utama di Majalah Geospasial Edisi April 2014. Alumni S1 Geografi tidak ketinggalan ambil bagian juga memberikan kontribusi baik tulisan maupun pengalaman kerja sesuai bidang masing-masing. Mulai alumni Angkatan 81, hingga alumni angkatan 2008 yang menceritakan kiprahnya mengajar di Indonesia Timur. Sebagai institusi pendidikan Departemen Geografi juga menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah, yakni Badan Informasi Geospasial sebagai langkah dari pelaksanaan pemanfaatan peta secara baik dan benar serta penelitian-penelitian dan UI sebagai tempat pengembangan sumber daya manusia khususnya bidang informasi Geospasial. Terbitan kali juga memberikan informasi tentang kegiatan pengabdian masyarakat dari dosen Geografi dalam pemanfaatan ruang pekarangan untuk meningkatan ekonomi pedesaan. Akhir kata selamat membaca, dan sukses selalu dalam pekerjaan dan berkarya membangun bangsa dan negara. Salam Redaksi
TIM REDAKSI Penasehat - Dr. Rokhmatuloh, M.Eng Readksi - Adi Wibowo, Iqbal Putut Ash Shidiq, Laju Gandharum, Ratri Candra, Weling Suseno, Rendy P, Ardiansyah Staf Ahli - Astrid Damayanti, Sugeng Wicahyadi, Supriatna, Triarko Nurlambang Alamat Redaksi - Departemen Geografi FMIPA UI, Kampus UI Depok Diterbitkan oleh: Forum Kounikasi Geografi Universitas Indonesia
Redaksi menerima artikel/opini/pendapat dan saran dari pembaca, utamanya berkaitan dengan masalah keruangan.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
DAFTAR ISI Dari Redaksi
Dinamika Pemahaman Ekonomi Regional dan Geografi Ekonomi - 35
Daftar Isi - 01 Saat Cina Atur Dunia: Akhir Kedigdayaan Barat dan Kemunculan Orde Global Baru - 02
Pembangunan Ekonomi Dalam Perspektif Geografi - 10
Petroleum System dan Aspek Potensi pada Cekungan Kutai Basin Bagian Selatan - 43
Bagaimana WhatsApp dan Google Map Mengubah Cara Survey - 50 Desa Sedari-Karawang - 51
Peran Informasi Geospasial dalam Pembangunan Bangsa - 14
Pemberdayaan Keluarga Miskin Melalui Pemanfaatan Lahan Pekarangan di Desa Senanghati Kecamatan Malingping Kabupaten Lebak Provinsi Banten - 54 Dr. Djoko Harmantyo Ketua Departemen Geografi FMIPA UI (2014-2018) - 58
Pemanfaatan Data Spatial Wilayah Banjir dalam Perencanaan Pembangunan - 15 Penataan Ruang Wilayah Pesisir dan Laut Berbasis Lingkungan Hidup - 17
Heart of Borneo: “Paru-Paru” Dunia
MP3EI Pada Dua Dasar Penguat - 23
Sepenggal Kisah: Geliat Pendidikan Dari Tanah Saruma, Kie Raha - 67
di Hamparan Negara Serumpun - 60
Optimalitas Penggunaan Lahan Minggu Pagi di Lorong Tun Ismail - 69 Bagi Pengembagan Daerah Perkotaan dalam Mendukung Implementasi “MP3EI HIJAU” (Studi Kasus Jabodetabek) - 29 Berburu Kuliner di Negeri Jiran - 71
Volume 12 / No. 1 / April 2014
OPINI
SAAT CINA ATUR DUNIA: AKHIR KEDIGDAYAAN BARAT DAN KEMUNCULAN ORDE GLOBAL BARU Oleh: Raldi Hendro Koestoer
Judul Asli: WHEN CHINA RULES THE WORLD: The End of The Western World and the Birth of a New Global Order Oleh Martin Jacques The Penguin Press, New York, 2009 ; 550 halaman; 13 peta, 7 tabel, 53 grafik; ISBN 978-1-59420-185-1
Pendahuluan Buku ini mengungkapkan bagaimana seseorang dapat memahami situasi Cina mengatur dunia. Sebagaimana diketahui dunia telah dibawa ratusan tahun oleh kehidupan Barat dengan kehidupan modernnya. Kaum Konservatif memperkirakan pada tahun 2027, Cina akan mengambil-alih Amerika Serikat sebagai negara ekonomi terbesar dunia. Cina memperluas cakrawala diluar batas lingkup ekonomi sebelumnya; bahkan di tahun 2050, Cina akan melipat-gandakan ekonomi lebih besar dari Amerika menguasai dunia saat ini. Dampak sosial, budaya dan politik Cina meningkat bersama komunitas dunia hingga batasan yang menakjubkan, namun sedikit yang baru dipahami tentang hal ini. Melalui bahasan sejarah, Penulis mengungkapkan pendapat yang menganulir bahwa Cina akan menjadi negara seperti Amerika. Cina memiliki sejarah panjang dan kaya sebagai negara madani, serta 94% penduduknya percaya bahwa mereka adalah satu ras, yaitu keturunan Han. Selama ratusan tahun sistem tributary menghantar kepada kerajanaan kelas menengah. Cina menempatkan diri di pusat dari wilayah Asia timur. Penulis berpendapat sistem tributary lama ini akan merubah dunia dalam bentuk modern. Gagasan kontemporer dari strata rasial akan disimpulkan dan Cina yang matang dalam superioritas akan muncul. Secara umum, tulisan Jacques dibagi dalam dua kelompok: berakhirnya pengaruh Dunia Barat dan
muncul masa kejayaan Cina. Pada kelompok pertama diungkapkan beberapa aspek tentang (i) sejarah perkembangan kemunculan dunia modern Barat, (ii) Jepang dengan keBaratannya, (iii) ke’aib’an Cina dan (iv) Pertaruhan modernitas. Pada kelompok kedua, dijabaran tentang: (i) Cina sebagai Ekonomi berkekuatan besar, (ii) Negara madani, (iii) Mentalitas Kerajaan Menengah, (iv) Cina sebagai Kekuatan Global Baru, (v) Cina Atur Dunia, dan (vi) kecirian Cina. Kompetisi Aliran Barat, Jepang dan Cina Pada pertengahan abad 19, supremasi Eropa terhadap Asia Timur semakin mantap. Dimulai dengan perang Opium Antar Inggeris dan Cina, sekitar tahun 1839-42, bahkan diduga lebih pagi dari ranah waktu tersebut. Keraguan waktu tersebut didasarkan sebagian pada sejarah Cina sewaktu Dynasty Ming (1368-1644), terutama setelah Dynasty Song yang genius (960-1279); dimana memberangus hampir semua jejak innovatif, Penulisan Dynasty Qing (1644)-1912) menyiratkan bahwa Cina telah memiliki sejarah panjang dalam dunia sains dan teknologi yang terkubur, berserakan dalam unggulan masa silam dan kehilangan kecepatan tumbuh sebagai akibat dari kepiawaian yang terpendam. Waktu berlalu puluhan hingga ratusan tahun dimana Eropa meninggalkan Cina, jauh dibelakang. Eropa, berlainan dengan Cina saat itu, di tahun 1400an, mulai menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang lebih dinamis, sementara pemikiran intelektual di jaman Renaisans memberikan beberapa landasan bagi revolusi industri dan sains. Pada permulaan abad 19 ada suatu mitos dibalik pemikiran bahwa Eropa mengalami dominasi luar biasa dan kesuksesan yang tidak terduga. Hasil secara umum telah memberi kecenderungan dan hampir seluruh dunia mempercayai bahwa Eropa mengungguli Cina dan Cina sendiri menurun. Volume 12 / No. 1 / April 2014
Pemikiran bahwa Eropa mengungguli Cina dan Jepang telah menantang para sejarawan. Kaoru Sugihara mengemukakan, jauh dari penurunan setelah tahun1600an, melalui peristiwa tiga abad, muncul ‘keajaiban Asia Timur’, yang berlandaskan pada pemanfaatan intensif tenga kerja dan pertumbuhan ekonomi pasar; ini dimaksudkan sebagai ‘revolusi ke-industrian’. Sebagai pencapaian ekonomi menyusul setelah ‘keajaiban Bangsa Eropa’ dengan industrialisasi. Disebutkan bahwa pertanian Jepang menerapkan kapasitas innovasi yang terjadi jauh sebelum Restorasi Meiji tahun 1868, khususnya dalam tanaman pangan dan produktivitas yang menunjang pertumbuhan penduduk. Adam Smith menjabarkan bahwa Cina mengungguli Eropa di akhir abad 19. Kontribusi hasil panen Cina di pasar, dengan jarak yang jauh, dipertimbangkan melampaui kinerja Eropa. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan feodalisme.
Life Expectancy Eropa, sebagai ukuran kemakmuran, tidak melebihi Cina sampai akhir abad 19. Paul Bairoch mencatat tingkat pendapatan perkapita Cina diatas Eropa pada tahun 1800, sementara Asia secara keseluruhan berada di bawah Eropa Barat, tetapi di atas Eropa. Dalam kaitan ini, perlu dipertimbangkan kondisi tanah yang luas dengan jumlah penduduk yang besar. Dalam tahun 1820, jumlah penduduk Cina adalah 381 juta orang, sementara jumlah penduduk Eropa Barat hanya 133 juta orang
Volume 12 / No. 1 / April 2014
dan Eropa keseluruhan adalah 169 juta orang. Tentunya tingkat perkembangan ekonomi dan kebutuhan hidup antar wilayah sangat bervariasi ; wilayah yang paling maju di Cina, yaitu Delta Yangzi, setara dengan daerah yang paling makmur di Eropa Barat Laut, seperti Inggeris pada akhir abad 18.
ke-otonomian, individu terpisah, dan nilai ke-individuan tersebut lebih penting ketimbang pendapat kelompok komunitas yang lebih besar. Sangat berbeda dengan budaya Asia Timur dan Selatan, dimana pendapat komunitas lebih memiliki arti, ketimbang pendapat individu.
Sekitar tahun 1800, daerah yang sangat padat penduduk di Cina dan Eropa, menghadapi situasi yang sulit untuk menunjang pertumbuhan penduduknya. Masalah utama adalah, sandang, pangan, bahan bakar dan pasokan yang pada gilirannya menjadikan kelangkaan terhadap tanah dan hutan. Di sekitar sungai Kuning dan Yangzi, wilayah nya sangat subur dan harus menunjang kebutuhan penduduk yang besar sehingga saat ini merujuk pada pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dalam kaitan ini, Eropa, khususnya Inggeris dapat mensolusikan kendala pertanahan dibanding Cina. Pertama, Inggeris menemukan batubara dalam jumlah besar yang dapat menggantikan keterbatasan kayu dan bahan bakar. Kedua, Kolonisasi dunia baru, yaitu Karibia dan Amerika Utara, yang menyediakan lahan yang luas dengan tenaga kerja murah sebagai budak, jumlah pangan dan bahan baku melimpah.
Amerika muncul sebagai metafora baru untuk modernitas. Secara sepintas, Amerika cenderung dikelompokkan sama dengan Eropa, padahal keduanya relatif berbeda. Para pemukim pertama di Amerika berasal dari orangorang Eropa pada tahun 1607. Sampai tahun 1790, jumlah penduduknya 3.929.000 orang, dimana 698.000 orang adalah bukan yang dipertimbangkan bukan kelompok masyarakat Amerika. Diantara 80% kulit putih berasal dari Inggris, dan sisanya adalah Jerman dan Belanda. Gelombang pemukim Eropa yang kemudian, membentuk nilai, kepercayaan, kebiasaan, pengetahuan dan kebudayaan. Berbeda dengan Eropa, kapitalisme dibentuk oleh anteseden feodal; pemukim tidak dibatasi oleh struktur sosial atau customs yang ada. Bangsa Eropa mempunyai rasa kepemilikan terhadap teritori dan tempat; sementara bangsa Amerika tidak demikian. Mereka lebih bebas menentukan aturan dan desainnya sendiri.
Transformasi Eropa telah dibedakan oleh individualisme. Pakar sejarah dan anthropologi, Alan Macfarlane mengutarakan bahwa individualisme adalah suatu pandangan masyarakat yang dibangun dari nilai
Jepang adalah negara Asia pertama yang mengalami industrialisasi pada abad 19. Jepang cenderung meniru Barat dalam beragai standar.
Proses industrialisasi pesat bermula sebelum tahun 1914 dan sebelum 1939; tahun 1945, Jepang menjajah sebagian besar Asia Timur. Di tahun 1980an, GDP per kapita nya melampaui tingkat sebagian besar negara Eropa. Tidak mengherankan pengaruh model ‘take-off’ ekonomi nya pada akhir 1950an dikenal sebagai macan Asia Timur. Jika ingin memahami modernitas Asia alamiah, Jepang adalah contoh yang tepat. Jepang dibentuk oleh 2 momentum pengikatan: (i) Cina pada abad 5 dan 6, dan (ii) Barat pada abad 19 dan 20. Menurut sejarah mulanya, Jepang dipengaruhi dari kemiripan Cina. Sebelum ada keterkaitan dengan Cina, Jepang tidak memiliki sistem tulisan sendiri, tetapi kemudian mengadopsi karakter huruf Cina dan menggabungkan dengan ciptaannya sendiri. Dalam proses, tradisi literasi Cina menjadi salah satu landasan utama budaya Japang. Taoisme, Budisme dan Konfusianisme berasala dari Cina dan masuk ke Jepang melalui Korea. Dalam berabad-abad pengaruh Pengaruh Cina melanda Jepang dan terakhir digantikan oleh Barat dengan Restoraasi Meiji 1968. Jepang hidup dibelakang bayang-bayang Cina sekitar 14 abad. Cina dan Jepang, kedua nya diatur dalam keluarga imperial. Namun keduanya memiliki perbedaan yang nyata. Pertama, dynasty Cina dapat berganti; dimana ada 36 dysnasty dalam sejarah Cina. Berbeda dengan CIna, keluarga imperial Jepang dipandang sebagai sakral. Keluarga yang sama dapat menduduki sekitar 1700 tahun dalam sejarah. Kedua, Sementara Dynasty Cina memegang kekuatan absolut, Imperial Jepang tidak demikian. Hanya sepertiga sejarahnya keluarga imperial Jepang mengatur nama dan realitas. Sebagian besar sejarahnya diatur dalam 2 atau 3 kepemerintahan, yang dalam prakteknya adalah membagi kekuatan. Hal yang sangat tipikal adalah dual kepemerintahan, kekuatan politik apakah dikontrol oleh syoguns (kepala militer) atau oleh perdana menteri atau bahkan oleh kepala penasehat yang ditunjang oleh kekuatan militer. Tawaran berdagang Inggeris terhadap Cina berakhir dengan peperangan. Atas perintah King George III, Delegasi Perdagangan Inggeris pertama ke Cina berangkat dari London 1792. Pertemuan di bulan September 1793 berusaha untuk membuka pelabuhan baru selain Canton (Guangzhou) sebagai tempat
berdagang. Qianglong menyatakan bahwa Cina tidak akan meningkatkan perdagangan dengan asing karena tidak membutuhkan barang dari asing. Missi dagang Inggeris gagal. East India Company, pada saat Duta Besar Macartney ke Beijing, mulai expor opium dari India ke Cina dan menunjukkan keuntungan yang sangat besar. Pada tahun 1829. Pemerintah Cina menghentikan impor opium. Hubungan dagang menurun, Inggeris memulai Perang Opium/ Candu pertama (1839-42) dan memborbardir Cina Selatan. Dalam Traktat Nanjing, Cina ditekan untuk melepaskan Hongkong. Cina mulai membentuk kemodernannya berabad-abad sebelum Kristus lahir. Tepatnya dikala Dynasty Qin (Qin Shihuangdi, 221-206 sebelum masehi/ Before Christ, BC). Batas luasan kerajaan Qin adalah bagian inti daratan Cina, memanjang sampai ke Vietnam di Selatan, sepanjang Tembok Cina di Utara, termasuk wilayah padat penduduk antara sungai Yangzy dan Kuning. Batas negara meluas dikala Dynasty Han (206 BC-220 AD), dan terus melanjut pada 141-87 BC. Cina meluas ke berbagai arah, ke Selatan Manchuria, dan kepulauan Korea di Timur Laut, ke Selatan dan Barat Daya di Utara Vietnam, Pada Milenium selanjutnya, Cina meluas ke Utara, Barat Laut, Timur Laut, Selatan, dan Tenggara. Perluasan Cina dibatasi oleh Steppe (padang rumput) Alamiah di Utara, garis pantai di Selatan dan Timur, serta pegunungan di Tenggara. Menurut sejarah, terjadi migrasi internal dan pengembangan pertanian yang maju, serta mampu menunjang jumlah penduduk yang besar. Dipahami bahwa millet dan padi pertama muncul masingmasing di Utara dan Selatan Cina sekitar 12000 tahun yang lalu, lebih dulu dari Mesopotamia, dimana pertanian sedentary muncul 8000 tahun yang lampau. Metoda bercocok tanam padi baru diterapkan, termasuk menanam benih, panen lebih cepat, sistematika seleksi spesies, peralatan baru dan sistem irigasi canggih. Ini semua yang menjadikan penanam padi Cina adalah salah satu pertanian teknis unggul kelas dunia, yang mendorong panen meningkat drastis. Selama Dynasty Song (960-1279 AD), teknisteknik pertanian diterapkan dan memperluas kemakmuran di pertanian, sementara jumlah penduduk meningkat drastis hampir dua kali-lipat antara tahun 1000-1300.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Ekonomi Cina mulai komersial dikala uang kertas diterapkan di Utara dan Selatan Cina sekitar abad 12. Perdagangan antar wilayah dikembangkan secara besar-besaran. Selama Dynasty Song, perdagangan pantai berkembang sampai ke Jepang dan Asia Tenggara. Sejalan dengan itu, urbanisasi berkembang, seperti pada akhir abad 13 Hangzhou, kota terbesar Cina berpenduduk sekitar 7 juta orang, yang membuat Cina sebagai masyarakat perkotaan terbesar di dunia. Dalam masa Dynasty Song (960-1126) selama satu setengah abad terjadi suatu gelombang perubahan nyata terhadap temuan-temuan lbaru, yang disebut sebagai Renaisans Cina; pada masa itu, dikenalkan sistem ujian klasik, kelahiran neokonfusianisme, temuan temuan teknologi dan kemajuan ilmu matematik, ilmu alam, astronomi dan geografi. Mesin putar dalam jumlah besar ditemukan yang mensejajarkan revolusi keindustrialan sebagai mana di dunia Barat pada masa kemudian. Persebaran buku-buku, pencetakan kayu, ensiklopedia sangat meluas. Bermunculan pakar ilmu matematik, terutama aljabar yang sangat menandai Cina dan hanya Islam yang dapat menandinginya. Setelah tahun 1300, revolusi ekonomi tampak menurunan hingga stagnan dan berakhir pada tahun 1500. Invasi Mongol menandai peristiwa ini dengan Dynasty Yuan (1279-1368) memantapkan posisi. Pada saat itu Cina bergabung dengan kerajaan Mongol. Adabeberapa alasan
Volume 12 / No. 1 / April 2014
terjadinya penurunan ekonomi tersebut. Pengembangan daerah inti di Selatan yang kaya hasil pertanian, khususnya pangan, telah menarik migrasi dari utara. Kemajuan iptek mengalami kejenuhan. Dynasti Song menekankan perdaganagn internasional dengan Jepang, Asia Tenggar, melampaui Cina Tengah, India hingga pantai Afrika Timur. Proses penurunan terjadi di kala Dynasti Ming (1386-1644). Pada tahun 1371, dynasti Ming menghentikan perdagangan melalui laut karena hambatan perompak Jepang bersekala besar. Sampai 1757, hanya Canton sebagai pelabuhan dagang resmi. Antara tahun 1500-1800, stagnasi berakhir dan berlanjut dengan peningkatan ekonomi dan kemakmuran. Peningkatan pangan terjadi karena perbaikan dalam pertanian. Migrasi dan permukiman meningkat di wilayah Barat dan Tengah, demikian pula peningkatan produktivitas dan irigasi. Perkembangan tersebut mendorong pertumbuhan jumlah penduduk lima kali lipat (14001800). Dengan harga tenaga kerja yang rendah, batas keuntungan pun menurun, tidak ada insentif untuk investasi dalam permesinan pengganti tenaga kerja. Negara Cina tidak mengakui kekuatan elit bebas sebagaimana di Barat. Cina lebih suka otoritas universal dan sentralistik. Wilayah perbatasan tampak kabur karena dianggap tidak ada jurang pemisah sosial Cina, dimana lebih mementingkan kesatuan yang lebih besar ketimbang lainnya. Dengan demikian, Cina dapat
menghindari perang antar saudara, sebagaimana yang sering terjadi di Eropa. Ekonomi Lepas Landas, Modernitas dan Kebudayaan Pada abad 19, Cina mengalami suatu kejadian melalui peristiwa kegagalan industrialisasi pada waktu yang sama sekitar apa yang terjadi di Barat dan Jepang. Dari sekitar tahun 1860, Cina merupakan contoh pengembangan industri yang sebanding dengan Jepang , khususnya di Shanghai; namun, karena demikian besar negara nya, pengembangan industri sangat terbatas dan menyebar. Dua hal utama yang tidak dimiliki Cina, yaitu kondisi modernitas yang kuat dan sektor agraris yang makmur yang mampu mendorong kelebihan dana yang dibutuhkan untuk industrialisasi. Setengah abad kedua pada abad 19, pertanian Cina mengalami stagnasi, sebagai akibat dari kehancuran perang sipil, kenaikan harga perak, banjir dan kelaparan. Lebih buruk lagi, sewaktu kalah perang dengan Jepang (1894). Cina hampir bangkrut. Barat memanfaatkan kelemahan Cina melalui pengaruhnya. Sejak 1920, Cina telah mengalami dinamika kehancuran dalam pencapaian nilai GDP, selama sekitar 120 tahun. Namun, lebih dari 80 tahun setelah Restorasi Meiji dan lebih dari satu abad setelah Revolusi industri Inggeris, ekonomi Cina beranjak meningkat. Terlepas dari kondisi pemulihan kembali negara kesatuan, tugas utama pemerintah adalah industrialisasi.
Dibawah sistem Mao, Cia mencapai pertumbuhan yang menarik 4,4% selama 1950-1980 dan meningkat 4 kali lipat GDP negara dan lebih dari 2 kali lipat dalam percapita GDP. Cina dalam kinerja sosial, lebih impresif. Hal ini ditunjukkan melalui Human Development Index. Pembangunan nya bertumpu pada pendidikan, penanggulangan buta huruf, peningkatan kesamaan hak, dan perbaikan asuransi kesehatan. Strategi ini menjadikan Cina mampu menanggulangi berbagai masalah seperti yang terjadi pada umumnya di negaranegara Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Fase pertama Pemerintahan Komunis menandai pengendalian dalam keberuntungan Cina. Bukti Revolusi tahun 1949, tidak seperti tahun 1911, adalah merupakan salah satu titik balik sejarah yang sangat penting. Sewaktu seorang wisman sampai di Shanghai, kesan pertama yang dilihat adalah deretan gedung tinggi, jalan raya penuh dengan mobil, sepanjang jalan ada pusat pertokoan dan reaksinya adalah:’Sungguh modern seperti di Barat!’. Dengan kemunculan beberapa kehidupan Barat di Cina, seperti McDonald, tampak suatu bukti positif bahwa Cina cenderung lebih ke’Barat’an. Kunci dari pemahaman kemodernitasan Asia yang cenderung ke’Barat’an terletak bukan pada piranti keras, tapi justru pada piranti lunaknya, seperti hubungan kekerabatan, peranan keluarga, tata nilai, kelembagaan, bahasa dan tradisi upacara. Mulai tahun 1950an, muncul bentuk-bentuk campuran yang cukup nyata di Asia Timur. Jepang yang pernah menderita dari kerusakan perang, pulih secara menakjubkan. Dari sudut ekonomi, muncul ‘Macan Asia’, yang mencakup, Korea Selatan, Taiwan, Singapore dan Hongkong; di akhir tahun 1970an, turut bergabung Malaysia, Thailand dan Indonesia. Diantara anggota Macan Asia, Cina muncul lebih cepat dari yang lain, sementara, ada pendapat bahwa akan sukar bagi pendatang baru, seperti Cina, untuk menyaingi kinerja kelompok negara yang telah maju. Keunggulan pendatang baru antara lain adalah: mereka dapat belajar pengalaman dari yang sudah maju, menerapkan teknologi yang mutahir, lompatan katak dari teknologi masa lampau, dan mampu mengikuti pengembangan yang dahsyat. Bentuk monopoli tidak
berlaku, dan kecirian Karl Marx, sebagaimana dipercaya oleh pakar Amerika di tahun 1950-60an, ditiru oleh negara berkembang untuk membentuk suatu dunia yang berkembang. Inilah contoh referensi pengalaman Asia Timur. Dalam pola kehidupan masa depan berlaku saat ini, karakteristik perubahan cepat dapat dilihat pada struktur kota-kota Asia. Tidak seperti Eropa atau Amerika dimana lokasi gedung-gedung tinggi diatur dalam sistem Zonasi, di kota-kota Asia cenderung pembangunan gedung-gedung dengan berbagai ukuran dan bentuk dibiarkan sekedar berdiri dan cukup lengkap dengan pendukungnya. Di kota-kota Asia, lokasi pusat tidak demikian dapat didefinisikan, terbentuk secara mantap, sebagaimana kota berkembang melalui sebuah metamorfosis dan secara berurutan terbentuk selanjutnya, sehingga membentuk pusat-pusat ganda ketimbang satu pusat. Shanghai, sebagai contoh, menawarkan wilayah sekitar pusat. Shanghai, Lujiazui, Bund, Hongqiao, Xijiahui dan Pudong. Kuala Lumpur memiliki Golden Triangle dan diikuti oleh Putrajaya. Tokyo, seperti Taipei dan Seoul, telah berkembang tanpa konsep, sebagai hasil dari pengembangan secara spontanitas. Kota-kota Asia berkembang sangat cepat, tidak seperti di Eropa yang berkembang relatif terbatas dalam 1 abad. Pola kota-kota Asia, adalah kombinasi masa lalu dan masa depan, yang cukup berbeda dengan modernitas Barat. Pada waktu yang sama, kedua bentuk bangunan, baik yang masa lalu maupun masa depan, didirikan bersamaan dan berdekatan. Paradox ekstrim ini tampak di Shanghai, dimana pola klasik lama masih ada disertai pembangunan mutahir masa depan. Pola kota dengan penuh ambisi ditunjukkan di Pudong. Pendapat Gao Rui-qian, profesor filsafat, universitas Nasional Cina Timur, Shanghai memandang bahwa Cina bagaikan negara yang selalu memahami tujuan akhirnya, dan ingin secepatnya meraih tujuan tersebut. Modernitas Asia Timur adalah kombinasi unik, dimana masyarakat yang dipadatkan oleh waktu, sehingga bentukan masa lalu dan masa depan digabung menjadi bentuk masa kini. Langkah-langkah yang dilakukan Cina menuju modernitas sangat berlainan dengan cara yang diikuti Barat. Cina sangat memperhatikan kekayaan budaya, sejarah dan pengalamannya.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Model Ekonomi Cina beranjak dari ekonomi komando ke ekonomi pasar, dan ini merujuk pada kesamaan antara model ekonomi Cina dan kapitalis ekonomi Barat. Model Cina lebih menarah berdasarkan kepemimpinan yang mengikuti ranah reformasi pasar. Negara memiliki peran penting yang menjaga kesatuan ekonomi. Negara dalam berbagai strata, mulai daripusat provinsi sampai lokal, melanjutkan peran yang sangat besar dalam ekonomi apapn reformasi ekonominya. Pada saat krisis keuangan melanda, Cina menciutkan secara drastis sejumlah besar BUMN nya. Pada pertengahan tahun 1990an sebanyak 120 ribuan, direduksi hingga 31.750 pada tahun 2004, yang menyebabkan restrukturisasi dan mengakibatkan puluhan ribu orang terkena PHK. Pemerintah memaksa proses yang efisien dan sekompetitif mungkin. Hal ini menjadikan 150 perusahaan BUMN papan atas mengalami keuntungan, yang pada mulanya parah, berubah menjadi sangat untung, sehingga agregasi keuntungan mencapai US$ 150m pada tahun 2007. Ini merupakan strategi pemerintah Cina yang meluas untuk menciptakan suatu klaster perusahaan-perusahaan kompetitif internasional Cina. Cina mendorong BUMN nya untuk berkompetisi secara keras baik antara perusahaan Cina sendiri, maupun terhadap perusahaan asing. Berbeda dengan Jepang dan Korea dimana swasta sangat dominan, Cina memiliki BUMN yang lebih menonjol kinerjanya, terutama di sektor pemerintah. Cina dengan jumlah penduduk dan kinerja pertumbuhan Volume 12 / No. 1 / April 2014
ekonomi sangat tinggi mengimplikasikan sorotan dunia ke negara tersebut. Pada waktu Amerika mengalami ‘take off’, jumlah penduduknya pada tahun 1870 adalah 40juta jiwa dan meningkat menjadi 98 juta jiwa pada tahun 1913. Jepang dengan 84 juta jiwa pada tahun 1950 dan mencapai 109 juta jiwa pada akhir tahun 1973. Secara kontras, Cina pada ‘take off’ pertamanya, jumlah penduduk mencapai 963 juta jiwa pada tahun 1978, ini sama dengan 24 kali jumlah Amerika pada tahun 1870, dan 11,5 kali Jepang pada tahun 1950. Di proyeksikan pada tahun 2020, penduduk Cina mencapai 1,4m jiwa; berarti 14 kali Amerika pada tahun 1913 dan 13 kali Jepang pada tahun 1973. Jumlah penduduk ini, hanya merupakan gambaran Cina menurut sekala besarnya. Walaupun saat ini jumlah penduduknya merupakan 21% penduduk dunia, proporsi angkatan kerja mencapai 25%. Dalam tahun 1978, hanya 118 juta jiwa yang kerja di non-pertanian, dibandingkan dengan 455 juta di negara yang berkembang. Sampai 2020 diestimasikan di Cina sekitar 533 juta bekerja di sektor nonpertanian pada mana melebihi jumlah negara berkembang, tidak kurang dari 100juta. Dalam konteks ini dapat dilihat bahwa Cina memiliki jumlah penduduk yang sangat besar dan masif di sektor non-pertanian. Di sektor ekonomi dan perdagangan, Cina juga menunjukkan peningkatan yang sangat menonjol. Sejak tahun 1978, pertumbuhan GDP Cina adalah 9,4%, dua kali dari GDP Amerika pada tahun 1870-1913. Di
dunia perdagangan, Cina sewaktu masih dalam kondisi ekonomi tertutup, nilai expor hanya 0,7% dari total dunia, khususnya pada sekitar tahun 1970, termasuk terendah di dunia. Tetapi setelah tahun 1978, dimana ekonomi terbuka diterapkan, dengan ratarata impor tarif menurun dari 23,7% di tahun 2001, menjadi 5,7% di tahun 2011. Ketergantungan perdagangan kurang dari 10% di tahun 1978, sampai 2004 meningkat menjadi 70% jauh lebih besar dari negara besar lainnya. Saat ini Cina mengambil alih posisi Amerika dalam expor terbesar dunia dimana berada pad aperingkat dua. Pada setiap efek tahapan sekala, penduduk, ekonomi dan perdagangan, Cina memiliki dampak positif pada dunia yang melancarkan pertumbuhan gloal keseluruhan dan perluasan ekonomi nasional. Namun, efek terhadap konsumsi sumberdaya, memberi dampak negatif global. Kebutuhan terhadap dumberdaya alam sangat besar dan berdampak pada harga bahan baku dua kali lipat, dan menguras stok dunia; ini cenderung meningkat di masa depan. Delapan perbedaan mencirikan Cina Secara umum, ada 2 tanggapan Barat terhadap bangkitnya Cina, yaitu pertama, Cina dari sisi ekonomi semata dan kedua, keraguan terhadap kebangkitan Cina. Tidak lepas dari itu, ada 8 kecirian yang dapat diungkapkan dari Cina.
Pertama, Cina merupakan negara beradab; gejolak selama perjalanan sejarah cenderung menorehkan bentuk Cina yang secara mendasar menjadi pusat dunia. Kedua, Cina mengkonsepkan hubungannya dengan negara-negara Asia Timur. Sebelum pertengahan abad 19, Cina tidak tampak demikian penting peranannya di Asia Timur. Sistem yang dibentuk pertama terjadi akibat pengaruh kekuatan Barat bersama dengan Jepang. Peran Barat disusul oleh Amerika, Jepang dan kemudian Cina sendiri membayangi, yang pada gilirannya, Cina menjadi tumpuan Ekonomi Asia Timur.
Ketiga yatu kecirian menonjol dari sikap yang merujuk pada ras dan etnisitasnya. Satu ras yang dikenal adalah ras orang Cina Han. Cina percaya bahwa Taiwan dan Hongkong sejak dulu tidak pernah terlepas dari Cina. Keempat adalah Cina bersinambungan di landasan kontinen yang berbeda antara negara, dengan kontinen lainnya antara lain Amerika dan Australia. Kelima, Kepemerintahan Cina adalah sangat spesifik. Cina di masa lampau belum mengatur agama selayaknya di Barat. Etos konfusius membentuknya selama dua milenium, tidak butuh pengakuan masyarakat, tetapi lebih menekankan loyalitas persepsi moral. Sedikit berubah dengan aturan Komunist sejak 1949. Popularitas Barat menurun. Selama Maoist berpengaruh, negara mengarus-utamakan sistem kelas baru diaman pekerja dan petani menjadi utama.
Keenam adalah modernitas bangsa Cina. Seperti juga negara Asia Timur lainnya, perkembangan Cina ditandai dengan kecepatan transformasinya. Ada suatu bentuk kombinasi, yang cukup berbeda dengan Barat dalam pengalaman modernitasnya, kehidupan masa lampau dan masa depan, muncul pada masa sekarang, sebagai contoh, negara Macan Asia. Ketujuh, Cina dikendalikan oleh rejim Komunis. Komunis Cina dipandang lebih pluralistik. Partai Komunis Cina sangat berbeda dengan Soviet; sejak 1978 menunjukkan kelenturan dan pragmatis, dibandingkan dengan Soviet. Terakhir, Cina, untuk beberapa puluh tahun ke depan, menggabungkan kecirian negara maju dan negara berkembang. Ini yang menjadikan keunikan tersendiri dalam kekuatan global. Hasil modernitas diwarnai oleh keterkaitan dengan wilayah perdesaan. Modernitas Cina tidak akan meninggalkan kecorakan sejarahnya.
Dari kedelapan corak tersebut, tampak bahwa Cina akan berbeda dengan Barat dalam modernitas. Cina akan merubah bentuk dunia secara mendasar ketimbang kekuatan global lainnya. Cina telah muncul sebagai pihak luar yang sabar mencari jalan untuk masuk sebagai pemain dalam. Cina telah berjuang sejak 1978 untuk menjadi bagian masyarakat internasional dengan hak istimewa yang menonjol. Cina menjadi pusat gravitasi kekuatan bagi negara lain. Jepang secara berproses, akan menerima kepemimpinan Cina di Asia Timur. Penilaian Terhadap Buku Sesuai dengan judul buku, maka isi materi yang diilustrasikan mulai dari sejarah ekonomi, sosial, budaya hingga geo-politik Cina, tampak tidak ada celah yang membuat pembaca tidak puas. Expresi dan urutan cerita dapat menghantarkan informasi dinamika yang kompleks secara spatial maupun sektor, menjadi mudah untuk dipahami. Namun, pengulas tergelitik melihat dari sisi expresi mendasar yang dipaparkan dalam buku ini dengan beberapa masukan. Pertama, buku ini menggunakan data untuk Tabel, Gambar, Grafik dan Peta. Namun bagi pembaca, tidak dapat secara langsung memahami sumber informasi tersebut berasal. Dalam kaitan ini, pembaca perlu memperhatikan kuotasi disekitar Gambar, Tabel, Grafik dan Peta untuk memahami informasi dimaksud, yang mana kuotasi tersebut diurut dalam ‘Notes’ di halaman belakang (‘Catatan’). Hal ini cukup memakan waktu; dengan kata lain, untuk mencari ‘sumber data’ menjadi relatif tidak praktis. Kedua, Penulis cukup sabar untuk memberikan ilustrasi yang menguatkan tentang pendapat bahwa Cina akan menjadi negara ‘superpower’. Hal ini ditunjukkan hampir dalam setiap lembar paparan, sehingga ada kecenderungan subyektif muncul untuk mengekspresikan curahan gagasan-gagasan exagerasi. Sampai pada expresi ini, tentunya, tidak mengurangi nilai dari buku tersebut. Tetapi dalam kenyataannya, sering kali, jika seseorang yang baru memahami sistem bisnis/ ekonomi di Cina dan akan melakukan kerjasama melalui investasi, maka akan cenderung tidak akan melanjut secara jangka panjang. Berbagai tingkat kesulitan muncul, mulai dari bahasa, tulisan sampai ke budaya dan kebiasaan sehari-harinya, sangat mengganggu keseriusan pihak ‘luar’ untuk berbisnis. Volume 12 / No. 1 / April 2014
Ketiga, dalam penjabaran kegiatan transaksi perdagangan, penulis sama sekali tidak menyinggung kondisi makro geo-politik ekonomi dengan kemunculan BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina dan South Africa), dimana dimana memiliki potensi transaksi perdagangan global cenderung dikuasai oleh 4 negara tersebut (menguasai sekitar 60% transaksi dunia), dengan Indonesia yang ‘masih samar’ posisinya dan kemungkinan menjadikan lebih lengkap, yaitu BRIICS (Brazil, Rusia, India, INDONESIA, Cina dan South Africa). Terakhir, buku dengan harga US$29.95 tentu tidak demikian mahal untuk dimiliki secara pribadi, terlebih lagi dengan pembungkus kertas keras (hard cover). Namun bagi para mahasiswa,tentu harga sekian akan terasa berat untuk dimiliki. Mungkin Penguin publisher akan dapat meluaskan percetakannya melalui penjualan buku yang ‘soft-cover’. Terlepas dari keterbatasan yang ada, buku ini tetap menjadi favorit bagi para cendekia dan masyarakat pembaca yang ingin memahami (tahap permulaan) Cina dari sisi sosial, ekonomi, budaya, sejarah dan geopolitiknya.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
OPINI
PEMBANGUNAN EKONOMI
DALAM PERSPEKTIF GEOGRAFI Oleh: Dede Prabowo Wiguna
Judul Asli: The Role of Geography in Development Oleh Paul Krugman (1998) Annual World Bank Conference on Development Ecoomics, Washington, D.C., 35 halaman
Pendahuluan Makalah ini menyatukan dua hal yang saling selalu bertolak belakang yaitubagaimana ketegangan antara kekuatan "centripetal" seperti keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang dalam produksi dan meningkatkan keuntungan dalam transportasi, dan kekuatan "centrifugal" seperti faktor tidak bergerak dan sewa lahan, dapat menghasilkan proses organisasi sendiri dimana kurang lebih lokasi simetris dapat berakhir memainkan peran ekonomi yang sangat berbeda. Proses tersebut dapat terjadi pada beberapa tingkat yang berbeda. Paper ini membahas model "geografis" pembagian dunia menjadi negara industri dan non-industri, munculnya kesenjangan regional di negara-negara berkembang, dan munculnya pusatpusat kota besar. Nama besar Paul Krugman sebagai peraih Nobel Ekonomi tentu sebagai tanda kehormatan sehingga menjadi alasan khusus untuk mengulas makalah ini. Tentunya hal yang di ulas bagian-bagian paling penting dari sajian paper ini. Bukan berarti yang lain tidak penting; hal demikian dalam tujukan untuk ‘mensarikan’ isi makalah. Tulisan yang berjudul The Role of Geography in Development karya Paul Kruman sesungguh memberikan wawasan yang sangat luas kepada pembaca. Makalah ini secara eksplisit menjelaskan pentingnya aspek lokasi dalam ekonomi. Bagaimana kekuatan sentripetal dan sentrifugal berperan pada masalah ataupun peristiwa ekonomi. Sehingga tujuannya dapat menelaah peran dari geografi ekonomi dalam pembangunan ekonomi.
Peran Geografi dalam Pembangunan Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi lonjakan kepentingan dalam aspek geografi pembangunan yaitu, dalam pertanyaan dimana kegiatan ekonomi berlangsung.Tidak ada yang mengejutkan tentang ini, mungkin yang mengejutkan adalah bahwa butuh waktu lama untuk kepentingan ini menjadi perhatian arus utama dalam ekonomi. Setelah tampilan kasual pada peta menunjukkan bahwa perbedaan dalam pembangunan ekonomi setidaknya terkait dengan lokasi. Negara-negara dekat dengan khatulistiwa cenderung lebih miskin daripada yang di zona beriklim sedang, dan pendapatan per kapita di Eropa tampaknya mengikuti gradien ke bawah dari sudut barat laut benua. Hal ini juga jelas menunjukkan bahwa ada kesenjangan regional yang besar dalam pembangunan di negaranegara tersebut dan sering terjadi kecenderungan kuat bagi penduduk untuk berkonsentrasi pada beberapa daerah padat penduduk. Tapi hanya baru-baru ini memiliki upaya untuk menjelaskan pola lokasional tersebut menjadi subjek penelitian oleh sejumlah besar ekonom. Terhadap minat baru dalam geografi ekonomi, apa yang tampaknya menjadi perbedaan paradoks antara dua pendekatan umum. Salah satu pendekatanpendekatan yang dicontohkan oleh Jeffrey Sachs, upaya untuk menjelaskan perbedaan dalam pembangunan ekonomi di berbagai lokasi dalam hal yang mendasari, perbedaan yang melekat di lokasi tersebut. Artinya, mencari asosiasi seperti kecenderungan negara-negara dengan iklim tropis memiliki pendapatan per kapita yang rendah, atau kota-kota besar muncul dimana ada pelabuhan yang baik.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Pendekatan lain biasanya bertanya mengapa nasib lokasi ekonomi mungkin berbeda bahkan dalam ketiadaan keuntungan yang melekat atau kekurangan, mengapa kecelakaan sejarah kecil dapat menyebabkan suatu negara untuk menjadi bagian dari industri "inti" sementara yang lain menjadi bagian utama dari produksi "pinggiran", atau mengapa beberapa lokasi yang lebih atau kurang berkuasa menjadi tempat mimpi buruk bagi metropolitan. Centri Petals versus Centri Fugals Banyak kegiatan ekonomi yang nyata terkonsentrasi secara geografis. Kebanyakan orang di negara-negara maju dan semakin banyak di negara-negara berkembang hidup dalam jumlah besar, daerah metropolitan berpenduduk padat. Banyak industri (termasuk industri jasa seperti perbankan) juga terkonsentrasi secara geografis, dan cluster tersebut jelas merupakan sumber penting dari spesialisasi dan perdagangan internasional. Namun, kita tidak semua tinggal di salah satu kota besar ekonomi dunia juga tidak produksi secara terkonsentrasi dari masing-masing baik dalam satu lokasi. Jelas ada tarik menarik antara pasukan yang cenderung mengedepankan konsentrasi geografis dan orang-orang yang cenderung menentang itu antara kekuatan "sentripetal " dan " sentrifugal ". Tercantum di sisi kiri dari tabel adalah tiga sumber kekuatan Sentripetal, ekonomi klasik Marshallian. Sebuah pasar lokal
Volume 12 / No. 1 / April 2014
yang besar menciptakan keduanya "keterkaitan ke belakang" yaitu, situs dengan akses yang baik ke pasar-pasar besar adalah lokasi untuk produksi barang dan "keterkaitan ke depan" pilihan pasar lokal yang besar mendukung produksi lokal barang setengah jadi, menurunkan biaya bagi produsen hilir. Sebuah konsentrasi industri mendukung pasar tenaga kerja lokal, terutama untuk keterampilan khusus sehingga karyawan merasa lebih mudah untuk menemukan pimpinannya dan sebaliknya. Dan konsentrasi lokal dari kegiatan ekonomi dapat menciptakan ekonomi lebih. Kekuatan Sentrifugal tercantum di sisi kanan tabel agak kurang standar tapi penting. Faktor tidak bergerak, tentu tanah dan sumber daya alam dan dalam konteks internasional orang bertentangan dengan konsentrasi produksi, baik dari sisi penawaran (beberapa produksi harus pergi kemana pekerja) dan dari sisi permintaan (faktor tersebar membuat pasar tersebar, dan beberapa produksi akan memiliki insentif untuk menemukan dekat dengan konsumen). Konsentrasi kegiatan ekonomi menghasilkan meningkatnya permintaan lahan setempat, menaikkan sewa tanah dan sehingga memberikan disinsentif untuk konsentrasi lebih lanjut. Dan konsentrasi aktivitas dapat menghasilkan kerugian
ekonomi yang lebih seperti kemacetan. Dalam dunia nyata tidak hanya aglomerasi secara umum, tetapi setiap contoh khusus aglomerasi. Mengapa industri jasa keuangan terkonsentrasi di New York? Sebagian karena daerah yang kecil dari New York membuatnya menjadi tempat yang menarik untuk melakukan bisnis, dan konsentrasi industri keuangan berarti bahwa banyak klien dan banyak layanan tambahan yang terletak disana. Pasar bagi mereka dengan keterampilan khusus, seperti pengacara sekuritas. Mengapa tidak semua bisnis keuangan berkonsentrasi di New York? Sebagian karena banyak klien yang tidak disana, sebagian karena menyewa ruang kantor di New York mahal dan sebagian lagi karena berurusan dengan lalu lintas kota, kejahatan, dan sebagainya. Untuk melakukan kajian dan analisis terhadap geografi ekonomi, bagaimanapun perlu untuk memotong melalui kompleksitas dunia nyata dan fokus pada satu bagian kekuatan yang lebih terbatas. Bahkan, hal yang wajar adalah untuk memilih satu kekuatan dari kolom A dan satu dari kolom B. Untuk fokus pada ketegangan antara satu sentripetal dan satu gaya sentrifugal.
Pertama, hal ini diinginkan untuk menempatkan beberapa jarak antara asumsi dan kesimpulan, untuk menghindari sesuatu yang tampak terlalu banyak seperti pernyataan aglomerasi yang terjadi karena aglomerasi ekonomi. Hal ini terutama berlaku karena banyak analisis kita akan ingin melakukan melibatkan bertanya bagaimana lingkungan ekonomi yang berubah mengubah geografi ekonomi. Kedua, jika lokasi adalah masalah akan sangat membantu untuk dapat menangani dengan model dimana jarak masuk dengan cara alami. Efek Linkage, yang dimediasi oleh biaya transportasi secara alami terkait dengan jarak, maka akses ke faktor bergerak. Di sisi lain, banyak pasar tenaga kerja, sementara itu harus memiliki sesuatu untuk dilakukan dengan jarak, tidak serta merta begitu mudah untuk ditempatkan dalam pengaturan tata ruang. Sewa lahan sebagai kekuatan sentrifugal ternyata menimbulkan beberapa masalah konseptual. Singkatnya, pekerjaan pada "geografi ekonomi baru" telah didorong oleh pertimbangan strategi pemodelan untuk berkonsentrasi pada peran efek pasar, dalam menghasilkan hubungan yang mendorong konsentrasi geografis di satu sisi, dan kekuatan lawan faktor pekerja tidak bergerak melawan konsentrasi tersebut, di sisi lain. Trik Pemodelan Idenya adalah baru, yang mungkin ada proses dimana keputusan produsen individu untuk memilih lokasi dengan akses yang baik ke pasar dan pemasok benar-benar meningkatkan pasar atau akses pasokan produsen lain di lokasi itu. Memang, itu adalah tema sentral dari studi oleh Harris (1954) dan Pred (1966) terkenal di kalangan geografer. Jawaban yang paling mungkin adalah bahwa yang mendasari karya Harris dan Pred adalah asumsi implisit bahwa ada skala ekonomi besar di tingkat pabrik. Dengan tidak adanya skala ekonomi tersebut, produsen akan memiliki insentif untuk sama sekali berkonsentrasi pada aktivitas mereka, mereka hanya akan memasok konsumen dari berbagai tanaman lokal. Perluasan pasar regional tidak akan diduga mengarah pada peningkatan berbagai barang yang diproduksi di dalam wilayah itu. Hal yang sama dapat dikatakan ekonomi spasial pada umumnya. Hampir semua ide-ide yang menarik dalam teori lokasi mengandalkan implisit maupun eksplisit
pada asumsi bahwa ada ekonomi penting dari skala menegakkan konsentrasi geografis dari beberapa kegiatan. Jadi analisis Weber (1909) keputusan lokasi produsen individu mencoba untuk meminimalkan biaya gabungan, memproduksi dan mengirimkan produknya. Weber mengasumsikan bahwa hanya ada satu tempat produksi; Christaller (1933) menyarankan bahwa kota membentuk sebuah hirarki tempat sentral tergantung pada asumsi bahwa kota-kota besar dapat mendukung berbagai aktivitas yang lebih luas, dan Losch (1940) terkenal yang pola efisien tempat sentral akan berarti daerah pasar heksagonal. Losch mengasumsikan bahwa ada kegiatan ekonomi yang dapat dilakukan hanya pada sejumlah situs. Contoh utama dari model lokasi yang tidak bergantung pada beberapa bentuk skala ekonomi, analisis tanah sewa von Thünen (1826), pada dasarnya menyembunyikan peran hasil tambahan dengan hanya mengasumsikan adanya pusat kota. Tapi skala ekonomi melemah pada tingkat perusahaan dimana tentu melemahkan persaingan sempurna. Dinamika Perubahan Geografis Misalkan untuk beberapa alasan beberapa kegiatan ekonomi memiliki konsentrasi sedikit lebih besar di satu lokasi daripada yang lain. Akankah konsentrasi yang akan menguatkan dirinya sendiri, dengan perbedaan tumbuh antara lokasi atau akan ada kecenderungan kembali ke keadaan simetris? Jawabannya mungkin tergantung pada kekuatan relatif kekuatan-kekuatan sentripetal dan sentrifugal. Disisi lain misalkan, bahwa konsentrasi kegiatan ekonomi sudah ada, tetapi bahwa beberapa kegiatan untuk beberapa alasan bergerak di tempat lain. Apakah aktivitas kembali bergerak, atau akan tetap terkonsentrasi? Jawaban atas pertanyaan ini sama tergantung pada kekuatan relatif kekuatankekuatan sentripetal dan sentrifugal. Teori Geografi Ekonomi Dunia Satu generasi yang lalu hal itu biasa bagi pengkritik sistem ekonomi untuk berpendapat bahwa negaranegara berkembang tidak hanya ekonomi di jalan yang sama sebagai ekonomi industri, meskipun kurang canggih. Sebaliknya, mereka berpendapat munculnya negara-negara kaya maupun miskin adalah bagian dari proses umum dari pembangunan yang tidak merata, dimana beberapa keuntungan awal pada bagian dari daerah tertentu telah terakumulasi dari waktu ke waktu, memberi mereka posisi ekonomi istimewa sementara.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Dalam dekade terakhir, tentu saja kekhawatiran sebagian besar telah terbalik, sekarang adalah negaranegara maju yang tampaknya takut bahwa munculnya ekonomi industri baru akan merusak kesejahteraan mereka. Konsep dasar yang diperkenalkan oleh Venables (1995), anggapannya berbeda dengan model daerah yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa faktor-faktor yang benar-benar bergerak antar negara. Namun, kemungkinan untuk proses kumulatif diperkenalkan dengan membuat perbedaan antara sektor pertanian konstan dan sektor manufaktur meningkatkan pengembalian yang menggunakan dan menghasilkan input antara. Ide dasarnya adalah bahwa produsen barang setengah jadi di suatu wilayah dengan sektor manufaktur besar akan memiliki akses lebih unggul dari pasar besar yang diberikan oleh produsen hilir (backward linkage), sementara produsen ini pada gilirannya akan memiliki keuntungan dari akses yang lebih baik untuk barang setengah jadi diproduksi di wilayah mereka sendiri (forward linkage). Dalam rumusan asli, komponen hulu dan hilir manufaktur diperlakukan sebagai sektor yang terpisah, dalam kerja berikutnya termasuk Krugman dan Venables (1995) dan Puga dan Venables (1997), barang dibedakan sama diasumsikan untuk masuk ke dalam konsumsi dan produksi, memungkinkan konsolidasi sektor ini menjadi agregat manufaktur umum. Misalkan, bahwa kita membayangkan dunia yang terdiri dari dua daerah awalnya identik, dengan biaya pengangkutan barang-barang manufaktur di antara mereka. Jika biaya transportasi tinggi, masing-masing daerah akan mandiri pada dasarnya. Tapi sekarang bayangkan secara bertahap mengurangi biaya transportasi. Sekarang menjadi semakin mungkin bagi perusahaan untuk mengekspor barang-barang mereka diproduksi dengan daerah lain, namun karena produksi biaya transportasi dimana daerah memiliki sektor manufaktur yang lebih besar akan mendapatkan keuntungan dari akses yang lebih baik untuk kedua pasar dan pemasok. Dampak dari proses ini tergantung pada ukuran dari sektor manufaktur, lebih khusus lagi pada alokasi dalam pengeluaran barang-barang yang diproduksi. Wilayah yang menjadi inti tidak mendapatkan upah secara signifikan lebih tinggi. Tetapi jika cukup besar (dalam model dua wilayah, jika melebihi setengah dari total belanja pada barang yang diperdagangkan), maka inti dengan upah lebih tinggi
dari pinggiran, dan proses diferensiasi dapat mengalami kondisi untuk daerah perifer. Analisis dalam Krugman dan Venables, seperti banyak teori perdagangan internasional membayangkan dunia dengan hanya dua lokasi terpisah, mereka dimodelkan sebagai poin. Ini melibatkan ruang hanya sebatas yang ada diasumsikan biaya transportasi antara titik-titik ini.Untuk seorang ahli geografi yang serius, tentu saja ini sangat tidak memadai hubungan spasial baik antara negara harus diperhitungkan. CATATAN PENUTUP Dari beberapa ulasan tersebut di atas dapat dikompilasi kumpulan catatan ‘kecil’. Pertama, peran geografi ekonomi dalam pembangunan adalah begitu pentingnya peran lokasi dalam kegiatan ekonomi suatu wilayah (negara) bagaimana ada sebuah perbedaan letak suatu Negara menimbulkan kesenjangan ekonomi. Misalnya, daerah beriklim sedang lebih maju dibandingkan daerah tropis. Dengan demikian ‘berlaku’ pendapat Huntington yaitu iklim sebagai penentu kehidupan.
Kedua, ketengangan kekuatan sentripetal dan sentrifugal memberikan pengaruh pada lokasi kegiatan ekonomi yang cenderung berkonsentrasi pada tempat tertentu. Ketiga, teori lokasi dari tokoh-tokoh zaman klasik masih menjadi perhatian (model) tersendiri pada paper ini. Keempat, tulisan tersebut memberikan gambaran tentang perdagangan internasional, faktor-faktor produksi seperti biaya transportasi ataupun jarak, dan sebagainya mempengaruhi dari keuntungan ekonomi. Hal ini yang menurut (Sokol, 2011) geografi ekonomi adalah sub - disiplin yang menggunakan pendekatan geografis untuk mempelajari ekonomi. Secara keseluruhan, makalah Krugman ini memberikan pencerahan kepada masing-masing ‘keywords’ terpakai, yaitu Ekonomi dan Geografi, sehingga sudah selayaknya menjadi konsep pegangan bagi mereka yang mempelajari Spatial Economics (atau Regional Science) dan Economic Geography. REFERENSI ACUAN [1]
Krugman, Paul. 1998. The Role of Geography in Development.Annual World Bank Conference on Development Economics,Washington, D.C.
[2]
Sokol, M. 2011. Economic Geography. Undergraduate Study in Economics, Management, Finance and the Social Sciences. International Program University of London.
[3]
Sewell, W. R., dkk. 1968. Human Response to Weather and Climate Geographical Contributions. The Geographical Review. Vol LVIII, No. 2, pp. 262-280.
KAMPUSIANA
PERAN INFORMASI
GEOSPASIAL DALAM PEMBANGUNAN BANGSA Posted by humas-ui on 2014-03-12 11:29:40 (http://www.ui.ac.id/id/news/archive/7505)
M
emandang pentingnya pemanfaatan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi terkait informasi geospasial, Universitas Indonesia (UI) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) menandatangani nota kesepakatan bersama, Rabu (5/3/2014), di Balai Sidang UI. Penandatangan dilakukan oleh Kepala BIG, Dr. Asep Karsidi, M.Sc. dan Pejabat Rektor UI, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met. Dengan adanya kerja sama tersebut, UI dan BIG dapat melakukan penelitian dan menyelenggarakan kegiatan peningkatan kompetensi sumber daya manusia terkait dengan data dan informasi geospasial. Acara penandatanganan dilanjutkan dengan sarasehan bertema "Peran Informasi Geospasial dalam Pembangunan". Pembicara dalam seminar tersebut adalah Dr. Asep Karsidi, M.Sc. dan Dr. Iwan Gunawan, M.Sc. selaku pakar manajemen risiko bencana dari The World Bank. Acara yang dihadiri para peneliti dan pemerhati bidang geospasial tersebut diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis ke- 53 FMIPA UI dan ulang tahun ke-54 Geografi FMIPA UI.
Informasi geospasial adalah informasi yang sangat berharga dan dapat digunakan untuk mengelola sumber daya alam, penyusunan rencana tata ruang, dan perencanaan lokasi investasi. Tak hanya itu, informasi geospasial juga dapat digunakan untuk menentukan garis batas wilayah, pertanahan, kepariwisataan, dan pertahanan keamanan. Demikian ucap Muhammad Anis dalam pidato sambutannya. Sementara itu, Asep Karsidi mengatakan, ketersediaan informasi geospasial yang akurat dan terpercaya dapat meningkatkan pengambilan keputusan yang lebih efisien, efektif, dan komunikatif. Selembar peta mengandung beragam informasi yang menyangkut aspek keruangan atau informasi geospasial. Dalam
peta, informasi tersebut berupa fakta yang terdapat pada daerah atau wilayah, meliputi kondisi alam maupun sosial ekonominya. "Informasi geospasial sangat penting untuk program pembangunan nasional dan kehidupan sehari-hari," kata Asep. Lebih lanjut Asep menyampaikan, dengan adanya UU No. 4 tahun 2011 tentang informasi geospasial, BIG saat ini memiliki tugas pokok dan fungsi yang lebih luas. BIG tidak hanya bertugas mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan survei dan pemetaan, tetapi juga membangun informasi geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan dan mudah diakses. Agar terselenggara dengan baik, BIG mencanangkan penerapan kebijakan satu peta. Hal tersebut merujuk pada pernyataan Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan perlunya satu peta sebagai satu-satunya referensi nasional. Sementara itu, pada pemaparan selanjutnya, Iwan Gunawan menyampaikan pandangannya tentang informasi geospasial skala rinci untuk membangun ketahanan kota terhadap risiko bencana dan iklim di perkotaan. Ia antara lain berbicara tentang pembangunan kota berketahanan iklim dan bencana serta peluang menggali data geospasial skala rinci untuk tata ruang yang detail. Menurut Iwan, penting untuk menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan kota, menjadi responsif dan adaptif terhadap perubahan iklim dan bencana. Selain itu, penting juga untuk secara efisien memanfaatkan sumber daya air, energi, dan ruang kota yang memerhatikan dan menjamin kesehatan lingkungan kota. (KHN)
Volume 12 / No. 1 / April 2014
GEOGRAFIANA
PEMANFAATAN DATA SPASIAL WILAYAH BANJIR DALAM PERENCAAN PEMBANGUNAN Oleh: Musnanda Satar
Banjir di Jakarta terjadi hampir setiap tahun, salah satu puncaknya tahun 2007 yang mengakibatkan kerugian mencapai 900 juta dollar dan menimpa 350.000 penduduk dengan 70 orang tewas. Demikian juga dengan tahun 2014, bencana banjir melanda beberapa lokasi dan hampir semua lokasi tersebut adalah lokasi yang biasa terkena banjir.
K
ejadian cuaca ektrem yang terus terjadi dan dikaitkan dengan isu-isu perubahan iklim mengharuskan adanya kebijakan jangka panjang dalam mengantisipasi dan mengurangi bencana banjir yang terjadi setiap tahunnya. Salah satu data dasar yang diperlukan adalah data spatial yang menggambarkan kejadian dan pola banjir yang terjadi di Jakarta. Data spatial yang disajikan dalam bentuk peta ini dilakukan oleh banyak lembaga baik itu lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Ada banyak literatur yang mengkaitkan banjir dengan rencana pembangunan, khususnya rencana tata ruang. Misalnya The Planning System and Flood Risk Management, yang dikeluarkan pemerintah Irlandia tahun 2009 (http://www.environ.ie/en/Publications/ DevelopmentandHousing/Planning/ FileDownLoad,21709,en.pdf). Dalam buku ini dibahas
bagaimana tata ruang melakukan melakukan adopsi dan mitigasi dalam perencanaan ruang di wilayah rentan banjir. Pemetaan Wilayah Banjir Ada banyak lembaga yang mencoba memetakan banjir di Jakarta mulai dari lembaga pemerintah seperti BMKG, BIG sampai pada lembaga non pemerintah dan bahkan penyedia peta online seperti google.
BMKG menampilkan beberapa peta seperti perkiraan banjir dan daerah rawan banjir. Sayang sekali untuk lembaga sebesar ini peta yang ditampilkan sangat buruk dan tidak memberikan informasi yang detail. Pemetaan yang dilakukan oleh BIG dmana BIG menggunakan data dari tata kota antara tahun 2002-2007 dan memetakan pola kawasan rawan banjir. Pemetaan banjir dilakukan dengan beberapa metode, misalnya open street map menggunakan metode pemetaan berbasis data sekunder dan partisipatif melalui data dan informasi pengaduan.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
FOKUS
PENATAAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN LAUT BERBASIS LINGKUNGAN HIDUP Oleh: B. Realino
I
ndonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan luas wilayah laut berdasarkan UNCLOS 1982 mencapai 284.210,9 km2 untuk wilayah laut teritorial, 2.981.211 km2 untuk wilayah laut ZEEI, dan 279.322 km2 untuk wilayah laut 12 mil. Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumberdaya kelautan yang besar termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar (KKP, 2012). Dalam Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tahun 2010-2014, salah satu program yang dilaksanakan adalah Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Tujuan dari program tersebut adalah mewujudkan tertatanya dan dimanfaatkannya wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara lestari, dengan sasaran antara lain peningkatan luas Kawasan Konservasi Perairan yang dikelola secara berkelanjutan, pengembangan pengelolaan pulau-pulau kecil, dan jumlah produksi garam. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kegiatan yang akan dilaksanakan adalah: •
Penataan Ruang dan Perencanaan Pengelolaan Wilayah Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
•
Pendayagunaan Pesisir dan Lautan;
•
Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil;
•
Pengelolaan dan Pengembangan Konservasi Kawasan dan Jenis;
•
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pengembangan Usaha;
•
Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Ditjen KP3K).
Berdasarkan rincian kegiatan yang dilaksanakan tersebut, terlihat bahwa kegiatan penataan ruang dan perencanaan pengelolaan wilayah laut, pesisir dan Volume 12 / No. 1 / April 2014
pulau-pulau kecil merupakan kegiatan prioritas pertama. Disamping itu, kegiatan pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi juga menjadi bagian dalam Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dapat dikatakan bahwa wilayah pesisir dan laut memegang peran sangat penting bagi kelangsungan proses yang mendukung kegiatan ekonomi di Indonesia. Untuk itu, rencana tata ruang wilayah pesisir dan laut harus berdasarkan potensi yang ada, serta berpihak kepada masyarakat. Disamping itu, aspek lingkungan hidup yang lestari juga harus menjadi salah satu acuan. Kebijakan nasional tentang penataan ruang secara formal telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (UU 24/1992), yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 (UU 26/2007). Selanjutnya, kebijakan tentang pengelolaan wilayah pesisir dan laut telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU 27/2007). Dengan mengacu kepada 2 (dua) kebijakan tersebut, seharusnya wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki perencanaan yang baik dengan tetap memperhatikan potensi sumber daya alam dan kondisi masyarakatnya, serta daya dukung lingkungannya. Namun, kualitas tata ruang wilayah pesisir dan laut masih belum memenuhi harapan. Bahkan cenderung sebaliknya, justru yang belakangan ini sedang berlangsung adalah adanya indikasi penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan pesisir dan laut. Pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir dan laut bahkan makin terlihat secara kasat mata di beberapa daerah. Padahal, UU 26/2007 menuntut proses perencanaan tata ruang harus diselenggarakan dengan baik agar penyimpangan pemanfaatan ruang bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang wilayah.
Guna membantu mengupayakan perbaikan kualitas rencana tata ruang wilayah pesisir dan laut, maka Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau Strategic Environmental Assessment (SEA) menjadi salah satu pilihan alat bantu melalui perbaikan kerangka pikir (framework of thinking) perencanaan tata ruang wilayah pesisir dan laut untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup. Ketentuan-ketentuan yang tardapat dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam Penyusunan atau Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah, dapat dijadikan acuan dalam melakukan kajian. Tulisan ini akan membahas permasalahan-permasalahan tata ruang wilayah pesisir dan laut di Indonesia, dimana masih terjadi perusakan dan pencemaran ekosistem wilayah pesisir. Pembahasan akan dilakukan melalui kebijakan-kebijakan yang ada serta realitas di lapangan (berdasarkan data sekunder). KLHS, sebagai kebijakan yang ditetapkan guna membantu agar perencanaan tata ruang dapat memperhatikan daya dukung lingkungan, akan digunakan sebagai langkah pemecahan.
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah wujud acuan formal kebijakan, rencana, dan program (KRP) yang mengatur penataan ruang sebuah wilayah tertentu. Akan tetapi, dalam prakteknya menunjukkan bahwa banyak hambatan dan keterbatasan yang bersifat struktural maupun operasional menciptakan ketidaksinambungan antar jenjang (vertikal), juga antar satuan wilayah RTRW yang berada dalam jenjang yang sama (horisontal). Kondisi ini menyebabkan lingkup dan penjabaran aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup dalam masing-masing RTRW belum tentu sesuai dengan harapan dan acuan. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup telah menerbitkan peraturan tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang bertujuan untuk menghasilkan rencana tata ruang yang berwawasan lingkungan hidup, yaitu melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis, serta didukung oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam Penyusunan atau Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah.
Definisi Ada dua definisi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang lazim diterapkan, yaitu definisi yang menekankan pada pendekatan telaah dampak lingkungan (EIA-driven) dan pendekatan keberlanjutan (sustainability-driven). Pada definisi pertama, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan. Sedangkan definisi kedua, menekankan pada keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya. Definisi KLHS untuk Indonesia kemudian dirumuskan sebagai proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup dari, dan menjamin diintegrasikannya prinsip-prinsip keberlanjutan dalam, pengambilan keputusan yang bersifat strategis
(SEA is a systematic process
for evaluating the environmental effect of, and for ensuring the integration of sustainability principles into, strategic decision-making). Peran KLHS dalam Perencanaan Tata Ruang KLHS adalah sebuah bentuk tindakan stratejik dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren dalam kebijakan, rencana dan program (KRP).
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Oleh karena tidak ada mekanisme baku dalam siklus dan bentuk pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang, maka manfaat KLHS bersifat khusus bagi masing-masing hirarki rencana tata ruang wilayah (RTRW). KLHS bisa menentukan substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyusunan dan evaluasi keputusan, bisa dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap (komplementer) atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW, atau kombinasi dari beberapa atau semua fungsifungsi di atas. Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dan atau instrumen pengelolaan lingkungan lainnya, menciptakan tata pengaturan yang lebih baik melalui pembangunan keterlibatan para pemangku kepentingan yang strategis dan partisipatif, kerjasama lintas batas wilayah administrasi, serta memperkuat pendekatan kesatuan ekosistem dalam satuan wilayah (kerap juga disebut “bio-region” dan/atau “bio-geo-region”). Sifat pengaruh KLHS dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu KLHS yang bersifat instrumental, transformatif, dan substantif. Tipologi ini membantu membedakan pengaruh yang diharapkan dari tiap jenis KLHS terhadap berbagai ragam RTRW, termasuk bentuk aplikasinya, baik dari sudut langkah-langkah prosedural maupun teknik dan metodologinya. Secara umum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan, sekaligus mendorong pemenuhan tujuan- tujuan keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan. Kaidah terpenting KLHS dalam perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan sedapat mungkin didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP tata ruang (selfassessment) agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan efektif. Asas-asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah :
Volume 12 / No. 1 / April 2014
•
Keterkaitan (interdependency), menekankan pertimbangan keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.
•
Keseimbangan (equilibrium), menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek, kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan pengelolaan dampaknya, dan lain sebagainya.
•
Keadilan (justice), menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada sekelompok orang tertentu.
Pendekatan KLHS Jenis-jenis pendekatan KLHS dalam penataan ruang dibentuk oleh kerangka bekerja dan metodologi berpikirnya. Terdapat 4 (empat) model pendekatan KLHS untuk penataan ruang, yaitu : a. KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup/AMDAL (EIAMainframe). KLHS dilaksanakan menyerupai AMDAL, baik dari segi langkah-langkah prosedur bekerjanya, maupun metodologi berpikirnya, yaitu mendasarkan telaah pada efek dan dampak yang ditimbulkan RTRW atau KRP tata ruang terhadap lingkungan hidup. b. KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan Hidup (Environmental Appraisal). KLHS yang memiliki pendekatan ini menempatkan posisinya sebagai uji kebijakan untuk menjamin keberlanjutan lingkungan hidup, sehingga bisa diterapkan sebagai sebuah telaah khusus yang berpijak dari sudut pandang aspek lingkungan hidup.
c.
KLHS sebagai Kajian Terpadu/ Penilaian Keberlanjutan (Integrated Assessment/ Sustainability Appraisal). Pendekatan ini menempatkan posisinya sebagai bagian dari uji kebijakan untuk menjamin keberlanjutan secara holistik, sehingga sudut pandangnya merupakan paduan kepentingan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. d. KLHS sebagai pendekatan Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya Alam (Sustainable Natural Resource Management) atau Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya (Sustainable Resource Management). KLHS diaplikasikan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, dan a) dilaksanakan sebagai bagian yang tidak terlepas dari hirarki sistem perencanaan penggunaan lahan dan sumberdaya alam, atau b) sebagai bagian dari strategi spesifik pengelolaan sumberdaya alam. Model a) menekankan pertimbanganpertimbangan kondisi sumberdaya alam sebagai dasar dari substansi RTRW atau KRP tata ruang, sementara model b) menekankan penegasan fungsi RTRW atau KRP tata ruang sebagai acuan aturan pemanfaatan dan perlindungan cadangan sumberdaya alam. Aplikasi-aplikasi pendekatan di atas dapat diterapkan dalam berbagai bentuk kombinasi, baik dari segi cara maupun metoda
telaahnya, sesuai dengan: 1) hirarki dan jenis KRP tata ruang atau RTRW yang akan dihasilkan/ ditelaah, 2) lingkup isu yang menjadi fokus, 3) kapasitas institusi dan sumberdaya manusia selaku pelaksana dan pengguna KLHS, serta 4) kemauan politis pemanfaatan KLHS untuk KRP tata ruang. PENATAAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN LAUT BERBASIS LINGKUNGAN HIDUP Dalam konteks sistem ekologi, wilayah pesisir dan laut memiliki produktifitas yang sangat tinggi. Wilayah pesisir dan laut berfungsi sebagai sistem pendukung kehidupan berupa daerah asuh bagi banyak spesies ikan. Di Indonesia, wilayah pesisir dan laut menjadi habitat bagi sejumlah besar hewan dan tumbuhan yang menjadi penunjang kehidupan manusia. Wilayah pesisir juga berfungsi sebagai pelindung alami dari dinamika proses kelautan dan iklim yang seringkali tidak dapat diduga. Selain itu, keterkaitan wilayah pesisir dan laut sangat berpengaruh terhadap keberadaan dan kesehatan habitan dan rantai makanan. Masalah yang biasa terjadi dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut berkaitan erat dengan perilaku masyarakat pengguna sumber daya pesisir dan laut tersebut. Perlakuan terhadap sumber daya ini hampir selalu dilandasi oleh kerangka pikir open access. Lebih lanjut, karena dalam kerangka pikir open access tidak memiliki arti kepemilikan sama sekali, pemanfaatan sumber daya alam pesisir cenderung untuk menjadi berlebih. Kerangka pikir
open access ini yang menyebabkan tidak seimbangnya laju pemanfaatan dan laju pemulihan sumber daya alam tersebut. Dengan demikian, dalam konteks pengelolaan sumber daya pesisir yang berkelanjutan diperlukan suatu upaya terpadu yang mempertimbangkan pengagihan sumber daya bagi tabungan di masa datang. Sejalan dengan karakteristik sumberdaya yang beragam, pengguna wilayah pesisir berasal dan memiliki kepentingan yang berlainan pula. Berbagai kepentingan yang tercemin dari pola pemanfaatan yang berbedabeda, yang lebih lanjut menjadikan wilayah pesisir dan laut menjadi suatu ruang yang rentan akan konflik. Bersamaan dengan itu, karena peningkatan populasi serta laju pemanfaatannya, sumber daya pesisir dapat mengalami degradasi hingga mencapai kondisi yang tidak memungkinkan bagi sumber daya alam pesisir tersebut untuk memulihkan kondisinya secara alami. Bila hal ini dibiarkan, sumber daya pesisir sebagai penunjang kehidupan manusia tidak dapat bertahan ketersediannya. Dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, konservasi berarti menghemat sumber daya alam sehingga ketersediaannya selalu terjaga. Karena sifat wilayah pesisir dan laut yang memiliki lebih dari satu pengguna (multi-users), suatu kegiatan pemanfaatan di suatu wilayah dalam wilayah pesisir dapat mempengaruhi kegiatan pemanfaatan yang lain.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Pemanfaatan berlebih (over-exploitation) dan turunnya produktivitas dalam suatu kegiatan pemanfaatan dapat memicu konflik pengguna yang di wilayah pesisir dan laut. Dengan demikian, konservasi sumber daya alam pesisir dan laut amat diperlukan untuk menjaga dan memastikan bahwa sumber daya terjaga etersediaannya sehingga dapat digunakan secara terus-menerus, berkelanjutan. Dalam pemanfaatannya, sumber daya pesisir dan laut memiliki dimensi keruangan yang sangat kuat. Ruang wilayah pesisir dan laut menjadi titik temu setiap komponen-komponen subsistem yang membentuk sistem pesisir dan laut secara utuh. Setiap kegiatan pemanfaatan di wilayah pesisir dan laut memiliki karakteristik keruangan tersendiri dengan batas sendirisendiri. Sehingga, upaya konservasi yang akan dilakukan harus mengakomodasi aspek keruangan yang menjadi karakteristik sumber daya alam. Aspek keruangan dari konservasi ini harus dari sejak awal menjadi bagian dari perencanaan dan penataan ruang pesisir dan laut. Pendekatan ekologi bentang alam, sebagai landasan aspek konservasi dalam menata ruang di wilayah pesisir dan laut, menyadari bahwa proses ekologis mempengaruhi dan dipengaruhi oleh interaksi dinamis setiap ekosistem, dalam hal ini wilayah pesisir dan laut. Pendekatan ini fokus pada 3 (tiga) karakteristik keruangan yang utama, yaitu: 1) Struktur, yang merupakan hubungan keruangan antara ekosistem yang berbeda. Khususnya distribusi energi, materi dan spesies yang berkaitan dengan ukuran, bentuk, jenis dan konfigurasi ekosistem tersebut. 2) Fungsi, yang merupakan interaksi dalam elemenelemen spasial, aliran energi, materi dan spesies dari asing-masing komponen ekosistem. 3) Perubahan, yang berkaitan dengan struktur dan fungsi dari mosaik ekologi sepanjang waktu. Perubahan ini mencakup yang dipicu oleh kegiatan manusia (antropogenik) atau secara alami. Dalam pendekatan ini, batas sub sistem, misalnya ekosistem, geofisik, biofisik, sistem biologis, dan lain-lain menjadi sangat penting untuk menentukan wilayah mana dalam wilayah pesisir dan laut yang tepat sebagai tabungan sumber daya alam demi keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam pesisir dan laut. Pola pikir dan pendekatan yang telah dijelaskan di atas Volume 12 / No. 1 / April 2014
terlihat sangat sesuai dengan apa yang terdapat dalam KLHS. KLHS telah secara rinci mengidentifikasi berbagai kemungkinan yang terjadi terhadap lingkungan hidup terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah pada umumnya, dan juga terhadap wilayah pesisir dan laut. Hal ini tercermin sebagaimana terdapat pada Pasal 4 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yaitu pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan KLHS terhadap Rencana Tata Ruang yang: a. menimbulkan konsekuensi adanya rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan; dan/atau b. berpotensi : 1. meningkatkan risiko perubahan iklim; 2. meningkatkan kerusakan, kemerosotan, atau kepunahan keanekaragaman hayati; 3. meningkatkan intensitas bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis; 4. menurunkan mutu dan kelimpahan sumber daya alam terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis; 5. mendorong perubahan penggunaan dan/atau alih fungsi kawasan hutan terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis; 6. meningkatkan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan (livelihood sustainability) sekelompok masyarakat; dan/atau 7. meningkatkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Pentingnya dan perlunya pelaksanaan KLHS dalam penyusunan RTRW terlihat dari apa yang telah menjadi temuan dalam penelitian Wirasaputri (2006) pada RTRW Provinsi Jawa Tengah 2003-2018, yaitu bahwa cara pengkajian dampak tata ruang terhadap kelestarian ruang terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup di Propinsi Jawa Tengah masih kurang jelas, dimana hal ini terlihat dari Rencana Tata Ruang yang ada belum menyajikan konsep pengkajian terhadap kelestarian lingkungan hidup di Propinsi Jawa Tengah.
Untuk itu, RTRW Provinsi Jawa Tengah 2003-2018 yang masih berlaku selama 5 tahun ke depan, perlu dilakukan revisi dengan dengan memasukan unsur KLHS, sehingga kelestarian fungsi lingkungan hidup di Jawa Tengah dapat dipertahankan keberadaannya. PENUTUP Kegiatan pembangunan, baik yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, selalu lebih mengutamakan kepentingan ekonomi agar diperoleh pendapatan atau penghasilkan yang dapat digunakan untuk pelaksanaan pembangunan selanjutnya. Dalam prosesnya, kegiatan pembangunan direncanakan melalui penyusunan rencana tata ruang guna mengatur pemanfaatan ruang di suatu wilayah. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memiliki potensi pemanfaatan ruang yang optimal mengingat kondisi topografinya yang tidak membutuhkan usaha lebih, jika dibanding dengan wilayah perbukitan. Dengan demikian, proses penyusunan rencana tata ruang di wilayah pesisir akan lebih kompleks, mengingat banyak pihak yang berusaha untuk memanfaatkannya. Di sisi lain, tidak semua wilayah pesisir dapat dimanfatakan untuk kepentingan pembangunan, akan tetapi diperlukan wilayah-wilayah yang perlu dilindungi guna mempertahankan eksistensi daya dukung lingkungannya. Untuk itu, konflik kepentingan di wilayah pesisir antara kepentingan ekonomi dan lingkungan merupakan permasalahan yang sering dihadapi dalam proses penyusunan rencana tata ruang wilayah pesisir dan laut. Dalam proses penyusunan rencana tata ruang, sebetulnya telah diamanatkan akan pentingnya kawasan lindung di setiap wilayah perencanaan, agar fungsi lingkungan hidup di wilayah tersebut dapat berlanjut. Demikian halnya dengan wilayah pesisir dan laut. Selanjutnya, agar diperoleh kepastian keberadaan fungsi lingkungan hidup di kawasan pesisir dan laut dapat dipertahankan, dilakukan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut: a. Mewajibkan seluruh daerah yang memiliki wilayah pesisir dan telah memiliki RTRW Pesisir dan Laut yang masih berlaku minimal untuk 3 (tiga) tahun ke depan, untuk melakukan revisi dengan memasukan unsur KLHS. b. Mewajibkan seluruh daerah yang memiliki wilayah pesisir akan tetapi belum memiliki RTRW Pesisir dan Laut, untuk melakukan penyusunan RTRW Pesisir
dan Laut dengan memasukan unsur KLHS. c. KLHS dilakukan dengan menitikberatkan pada: 1. Meningkatnya risiko perubahan iklim di wilayah pesisir dan laut. 2. Meningkatnya kerusakan, kemerosotan, atau kepunahan keanekaragaman hayati di wilayah pesisir dan laut. 3. Menurunkan mutu dan kelimpahan sumber daya alam di wilayah pesisir dan laut terutama pada daerah yang kondisinya telah tergolong kritis. d. Menggunakan pendekatan ekologi bentang alam, sebagai landasan aspek konservasi dalam menata ruang di wilayah pesisir dan laut. DAFTAR PUSTAKA Gunawan, Tiene. 2004. Konsep Perencanaan Konservasi dalam
Menata Ruang Darat-Laut Terpadu. Menata Ruang Laut Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tahun 2010-2014.Jakarta. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam Penyusunan atau Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Sunyowati, Dina. 2008. Penataan Ruang Laut Berdasarkan Integrated Coastal Management. Mimbar Hukum. Volume 20 Nomor 3. Setyabudi, Bambang. 2008. Pertimbangan-pertimbangan
dalam Penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis untuk Kebijakan, Rencana dan Program Penataan Ruang. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Setyabudi, Bambang. 2008. Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) Sebagai Kerangka Berfikir dalam Perencanaan Tata Ruang Wilayah. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Wirasaputri, Nina Mirantie. 2006. Proses Penyusunan Rencana Tata Ruang untuk Menjaga Kelestarian Fungsi Lingkungan Hidup di Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Tesis. Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro. Semarang.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
OPINI
MP3EI PADA DUA DASAR PENGUAT Oleh: Gian Gardian Sudarman
G
eografi adalah satu-satunya bidang ilmu, dimana space (ruang) adalah konsep utamanya Julliard, 1974. Geografi mempelajari aktivitas manusia di dalam ruang tersebut. Claval, 2006 juga menyebutkan bahwa geografi bisa terhubung dengan ilmu-ilmu lain, seperti, pengetahuan alam, sosiologi, sejarah dan ekonomi. Geografi menjadi sangat populer karena kegunaannya di berbagai bidang tersebut. Salah satu bidang ilmu yang berhubungan dengan geografi adalah bidang ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi ini berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Menyadari bahwa perkembangan ekonomi berjalan beriringan dengan perkembangan suatu wilayah, maka ilmu ekonomi ini mulai menggandeng geografi sebagai tools untuk membantu mengkaji persoalanpersoalan ekonomi khususnya yang menyangkut kewilayahan. Di Eropa perpaduan ilmu ekonomi dan ilmu geografi melahirkan disiplin ilmu geografi ekonomi. Ilmu geografi ekonomi ini kemudian berkembang dan melahirkan disiplin ilmu-ilmu lain, salah satu diantaranya adalah ekonomi regional. Ekonomi regional berkembang dan mulai membantu menyelesaikan masalah-masalah ekonomi khususnya yang menyangkut kewilayahan. Ilmu ini membantu pendeskripsian suatu wilayah dengan melihat potensi yang ada di wilayah tersebut. Ascani (2012) mengemukakan untuk melihat potensi pengembangan dan keunggulan yang kompetitif dari suatu wilayah, maka pendekatan ekonomi regional harus digunakan sebagai dasar pembangunan ekonominya. Dalam konteks yang lebih kecil, Woods (1999) bahkan berani menyatakan bahwa regionalisasi sangat penting karena manusia hidup dan bekerja secara regional melintasi batas-batas administrasi lokal dan unit-unit spasial dalam perencanaan hidupnya. Di dalam “A Practitioner’s Guide, U.S. Economic Development Administration” menyebutkan
Volume 12 / No. 1 / April 2014
pembangunan ekonomi yang semakin kompetitif harus fokus kepada dua hal, yaitu region dan inovasi. Lokasi yang strategis dan dengan peramalan potensi kawasan yang meyakinkan akan menjadi modal dasar untuk menarik para investor. Namun perlu disadari bahwa ada perbedaan mendasar yang perlu mendapat perhatian ketika mempelajari geografi regional dan ekonomi regional, khususnya dalam konteks Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Argumentasi terhadap sasaran paparan MP3EI dapat ditinjau dari ‘kaca mata’ kedua disiplin ilmu tersebut. Sebelum beranjak jauh, pada tulisan ini akan diupayakan mem’bongkar’ pemahaman dasar arti Ekonomi Regional dan Geografi Ekonomi. Ulasan Sederhana Ekonomi Regional dan MP3EI Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin penuh dengan tantangan, ilmu ekonomi regional hadir untuk menjawab salah satu tantangan tersebut. Ilmu ekonomi regional muncul sebagai suatu perkembangan baru dalam ilmu ekonomi dimana adanya dimensi ruang yang dimasukan dalam analisis ekonomi dan secara resmi baru mulai pada pertengahan tahun lima puluhan yang dipelopori oleh Walter Isard (Boyce, 2004). Pada tahun 1851, von Thunen sudah memasukan aspek ruang dalam analisis ekonomi mikro begitu pula Weber di tahun 1929 dan Losch pada tahun 1954, namun belum menjadikan ekonomi regional sebagai ilmu tersendiri dan masih bagian dari ilmu ekonomi konvensional atau klasik. Pada tahun 1956 Walter Isard berhasil mendeklarasikan ilmu ekonomi regional sebagai cabang ilmu tersendiri melalui organisasi formal, yaitu RSA atau Regional Science Association. Tujuan hadirnya ilmu ini adalah untuk menjawab berbagai permasalahan pada masa itu khususnya masalah kewilayahan. Masalah kewilayahan muncul akibat peperangan yang mengharuskan perencanaan ekonomi disesuaikan dengan situasi yang tidak menentu.
Di Indonesia ilmu ekonomi regional masuk pada awal tahun 1970 atau pada awal repelita II, karena pemerintah menyadari pentingnya pembangunan ekonomi daerah/ wilayah sebagai bagian dari cara mencapai tujuan pembangunan nasional. Ilmu ekonomi regional merupakan ilmu ekonomi wilayah yang menitikberatkan pada bahasan dimensi tata ruang. Tujuan ilmu ekonomi regional untuk menentukan wilayah mana suatu kegiatan ekonomi sebaiknya dipilih dan mengapa wilayah tersebut menjadi pilihan. Peran dari ilmu ekonomi regional sebagai penentuan kebijaksanaan awal, sektor mana yang dianggap strategis, memiliki daya saing dan daya hasil yang besar serta membandingkan kelebihan dan kekurangannya. Selain itu dapat menyarankan komoditi atau kegiatan apa yang perlu dijadikan unggulan dan disub wilayah mana komoditi itu dapat dikembangkan. Manfaat secara makro ilmu ini membantu pemerintah pusat dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi keseluruh wilayah dan secara mikro membantu perencanaan wilayah menghemat waktu dan biaya dalam proses menentukan lokasi suatu kegiatan ekonomi. Ilmu ekonomi regional cenderung melakukan pendekatan yang sifatnya sektoral dalam mendeskripsikan suatu wilayah. Pada dasarnya masing-masing sektor tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan. Kemajuan suatu sektor tidak akan terlepas dari dukungan yang
Gambar 1. Prinsip Dasar MP3EI
diberikan oleh sektor lainnya sehingga sebenarnya keterkaitan antar sektor ini harus dapat dimanfaatkan untuk memajukan seluruh sektor yang terdapat dalam perekonomian. Dengan melihat keterkaitan antar sektor dan memperhatikan efisiensi serta efektivitas yang hendak dicapai dalam pembangunan, maka sektor yang mempunyai keterkaitan tinggi dengan banyak sektor pada dasarnya merupakan sektor yang perlu mendapatkan perhatian lebih (Nazara, 2009). Soepono (1993) dalam Subanti dan Hakim, (2009) menjelaskan bahwa studi basis ekonomi regional umumnya berupaya untuk mengenali aktivitas ekonomi wilayah, kemudian meramalkan pertumbuhan dan mengevaluasi dampak aktivitas ekonominya. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang dicanangkan pemerintah dimasa
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan ambisi pemerintah untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional ditengah perubahan gejolak ekonomi regional dan global. Lihat Gambar 1. Ada 3 pilar strategi utama dalam MP3EI, yaitu: Pengembangan Koridor Ekonomi, (ii) Penguatan Konektivitas dan (iii) Penguatan SDM dan Iptek Nasional. Studi ekonominya berbasis sektoral dimana masing-masing sektor diidentifikasi kelebihan dan kekurangannya kemudian dikaitkan dengan sektor-sektor lainnya. Setelah semua teridentifikasi sektorsektor tersebut, diestimasikan kinerja pertumbuhan ekonomi dan dievaluasi juga dampak aktivitas ekonominya. Sebagai contoh koridor ekonomi Sumatera telah diidentifikasi terdiri dari 11 pusat ekonomi yang tersebar merata dari Sumatera Utara hingga Sumatera Selatan.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Kegiatan Ekonomi Utama, diantaranya kelapa sawit, karet, batu bara, perkapalan, besi baja, dan kawasan strategis nasional (KSN) Selat Sunda. Setiap kegiatan ekonomi diidentifikasi regulasi dan kebijakan, konektivitas, SDM dan IPTEk. Dari hasil identifikasi tersebut, ditentukanlah target pembangunan di koridor Sumatera, yaitu sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. Kiprah Geografi Regional Secara umum geografi adalah ilmu tentang lokasi serta persamaan dan perbedaan (variasi) keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi. Istilah geografi untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Erastothenes pada abad ke-1. Menurut Erastothenes geografi berasal dari kata geographica yang berarti penulisan atau penggambaran mengenai bumi. Selanjutnya beberapa tokoh berpendapat mengenai geografi, diantaranya Claudius Ptolomaeus mengatakan bahwa geografi adalah suatu penyajian melalui peta dari sebagian dan seluruh permukaan bumi, “Geografi adalah interaksi antar ruang”. Definisi ini dikemukakan oleh Ullman (1954), dalam bukunya yang berjudul Geography a Spatial Interaction. Menurut hasil SEMLOK (seminar dan lokakarya) di Semarang tahun 1988. Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan dan kelingkungan dalam konteks keruangan. Ekblaw dan Mulkerne, 1958 mengemukakan, bahwa geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari bumi dan kehidupannnya, mempengaruhi pandangan hidup kita, makanan yang kita konsumsi, pakaian yang kita gunakan, rumah yang kita huni dan tempat rekreasi yang kita nikmati. Strabo (1970) Geografi erat kaitannya dengan faktor lokasi, karakteristik tertentu, dan hubungan antar wilayah secara keseluruhan, Konsep itu disebut Natural Attribute of Place dan James Fairgrieve (1966) menerangkan bahwa geografi memiliki nilai edukatif yang dapat mendidik manusia untuk berpikir kritis dan bertanggung jawab terhadap kemajuan – kemajuan di dunia, dan peta menjadi alat yang sangat penting untuk menjawab pertanyaan “di mana” dari berbagai aspek dan gejala geografi. Regional adalah wilayah yang jelas teridentifikasi meskipun sebenarnya untuk wilayah tersebut relatif tergantung konteks waktu; selain itu unsur yang
Volume 12 / No. 1 / April 2014
mendorong identifikasi diri adalah secara sejarah dan juga geografisnya serta aktivitas yang dilakukan terutama di bidang ekonomi. Berdasarkan pengertian geografi, regional adalah suatu wilayah dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan dengan wilayah lainnya. Pengertian lain Regional adalah sebuah daerah yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan. Pada masa lampau, seringkali sebuah wilayah dikelilingi oleh batas-batas kondisi fisik alam, misalnya sungai, gunung, atau laut. Sedangkan setelah masa kolonialisme, batas-batas tersebut dibuat oleh negara yang menduduki daerah tersebut, dan berikutnya dengan adanya negara bangsa, istilah yang lebih umum digunakan adalah batas nasional. Geografi regional adalah studi tentang variasi penyebaran gejala dalam ruang pada suatu wilayah tertentu baik secara lokal negara maupun wilayah yang luas seperti benua. Geografi regional mempelajari hubungan yang bertautan antara aspek – aspek fisik dengan aspek – aspek manusia dan kaitan keruangan di suatu wilayah (region) tertentu (Mustofa, 2008). Geografi regional menegaskan kembali topik bahasan geografi pada ruang dan tempat. Ahli geografi regional memfokuskan pada pengumpulan informasi deskriptif tentang suatu tempat, juga metode yang sesuai untuk membagi bumi menjadi beberapa wilayah atau region. Basis filosofi kajian ini diperkenalkan oleh Richard Hartshorne (1939). Geografi regional merupakan deskripsi yang komprehensif-integratif aspek fisik dengan aspek manusia dalam relasi keruangan di suatu wilayah geografi regional suatu bagian atau keseluruhan bagian yang didasarkan atas aspek keseluruhan suatu wilayah atau suatu studi tentang variasi penyebaran gejala dalam ruang pada suatu wilayah tertentu, baik lokal, negara maupun continental. Seluruh aspek dan gejala geografi ditinjau dan dideskripsikan secara bertautan dalam hubungan integrasi dan interelasi keruangannya. Melalui interpretasi dan analisa geografi regional ini, karakteristik suatu wilayah yang khas dapat ditonjolkan, sehingga perbedaan dan persamaan antar wilayah menjadi kelihatan jelas (Sumaatmadja, 1988).
Indonesia merupakan suatu region berdasarkan kenyataan bahwa antar wilayah di Indonesia mempunyai kesamaan-kesamaan tertentu, seperti kesamaan iklim (iklim tropis), kesamaan letak, kesamaan bahasa dan ideologi, kesamaan budaya, dan yang paling penting secara hukum antar bagian wilayah indonesia merupakan satu kesatuan hukum negara ditambah dengan dua daerah istimewa (DIY Yogyakarta dan DIY Nangroe Aceh Darussalam). Di dalam MP3EI, Indonesia membagi wilayah ke dalam 6 koridor utama (Lihat Gambar 2), pembagian koridor itu untuk memudahkan Indonesia mengidentifikasi dirinya sendiri dan untuk memudahkan para investor membaca kondisi perekonomian di Indonesia. Berdasarkan pengertian diatas, cakupan geografi regional sangatlah luas karena mencakup wilayah di permukaan bumi dan aktivitas manusia di dalamnya. Aspek-aspek geografi regional yang dipelajari, diantaranya luas, bentuk wilayah, iklim, sumber daya alam, penduduk dan pembangunan ekonomi. Terkait pembangunan ekonomi White, 2004 menyebutkan bahwa ekonomi
geografi adalah kajian tentang lokasi, distribusi dan interaksi fenomena ekonomi. Geografi telah memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan ekonomi (Fik, 2000). White (2004) juga menyatakan bahwa pembangunan ekonomi suatu negara sangat ditentukan oleh lokasi negara tersebut disamping variabel politik dan penduduk. Semakin strategis lokasi negara, kondisi politik yang stabil dan penduduk yang memadai, pembangunan ekonominya pun akan berkembang dengan cepat. geografi juga mampu memberikan kontribusi yang sangat signifikan untuk globalisasi ekonomi (Yeung, 2002). Globalisasi ekonomi tidak bisa berdiri sendiri karena terdiri dari berbagai aspek khususnya aspek geografi sebagai pondasi utamanya. Pembangunan ekonomi suatu negara akan sangat tergantung dari negara itu untuk memposisikan dirinya baik di negara itu sendiri maupun diantara negara-negara lainnya. Ranah Ekonomi Regional dan Geografi Regional Secara sederhana ekonomi regional
dan geografi regional merupakan ilmu yang mempelajari wilayah di permukaan bumi dengan aktivitas manusia di dalamnya. Perbedaan yang teridentifikasi pada umumnya akan terlihat pada objek yang dipelajari. Pada ilmu ekonomi regional objek kajian fokus pada aktivitas ekonomi yang bersifat sektoral atau sektor-sektor ekonomi, karena yang dicari adalah potensi suatu wilayah. Sebagai contoh di dalam MP3EI koridor Sumtera telah teridentifikasi sebagai sentra produksi hasil bumi dan lumbung energi nasional sedangkan di koridor Papua telah teridentifikasi sebagai sentra pengembangan pangan, perikanan, energi dan pertambangan nasional. Ekonomi regional merupakan pendekatan yang tepat untuk mengatasi permasalahan wilayah, karena dapat membandingkan perkembangan sektoral yang komprehensif dan dapat merujuk di wilayah mana yang tepat untuk mengembangkan suatu sektor. Pada geografi regional objek kajian fokus pada karakteristik suatu wilayah. Profil wilayah diulas dalam (i) segala gejala alam secara lokasional dan sistematik, (ii) dampak kegiatan di suatu wilayah dengan wilayah lainnya, dan (iii) bagaimana pola interaksi dengan manusianya. Hobbs (2012) menyatakan bahwa geografi merupakan ilmu yang mempelajari ruang di permukaan bumi dan aktivitas manusia yang hidup di dalamnya. Pendekatan keruangan merupakan ciri utama dalam geografi regional. Manusia sebagai salah satu komponen hidup utama di bumi memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri.
Gambar 2. Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Karakteristik dan keunikan itu timbul akibat ruang yang mereka tempati tidaklah sama di seluruh permukaan bumi cara pemanfaatan wilayahnya pun akan berbedabeda sehingga akan melahirkan satu keunikan wilayah yang akhirnya berbeda dengan wilayah lainnya. Pembangunan ekonomi saat ini sudah semakin komplek dan menantang dimana perekonomian suatu wilayah bukan lagi merupakan kumpulan sektor-sektor unggulan, melainkan merupakan suatu sistem yang saling berhubungan (Martono, 2008). Globalisasi ekonomi sudah tidak dapat dipisahkan lagi dengan geografi dan pondasi geografi telah menjadi bagian dari pembangunan ekonomi (Yeung, 2002). Beberapa penelitian khususnya mengenai pembangunan wilayah selalu mensejajarkan ekonomi dan geografi. Martono, (2008) menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) hal yang dapat dijadikan patokan perkembangan suatu wilayah, yaitu, sumber daya alam, sumber daya manusia dan posisi kawasan. Tiga hal tersebut merupakan cikal bakal pembangunan ekonomi suatu wilayah. Sumber daya alam merupakan modal dasar pembangunan, sumber daya manusia merupakan faktor penggerak pembangunan dan posisi kawasan yang strategis merupakan faktor kunci pengembangan wilayah. Selain ketiga hal diatas, jarak antar wilayah menjadi salah satu variabel yang harus diperhatikan. Dalam gravity model (Leamer dan Levinsohn, 1996 dalam Fujita, Krugman dan Venable, 1999) variabel jarak selalu muncul sebagai faktor penentu yang signifikan karena jarak akan sangat mempengaruhi biaya transportasi. Walaupun akses transportasi sudah tersedia tapi apabila jarak dari produsen ke konsumen terlalu jauh akan menjadi tidak efektif karena biaya transportasi akan tinggi. Fujita, Krugman dan Venable (1999) menyebutkan bahwa biaya transportasi menjadi salah satu variabel yang sangat berpengaruh dalam pergerakan ekonomi. Penjualan suatu barang tergantung dari penghasilan setiap lokasi, index harga setiap lokasi, harga pabrik dan biaya transportasi. Biaya transportasi yang rendah dan jaringan komunikasi yang semakin canggih membuat dunia semakin kecil dan perdagangan pun akan semakin mudah dilakukan (Krugman, 1995).
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Semakin jauh jarak dan semakin lama barang sampai ke konsumen, akan semakin tinggi harga suatu barang dan akan semakin sulit bersaing di pasaran. Biaya produksi pun harus ditekan untuk menutupi biaya trasnportasi yang tinggi. Dengan mengendalikan biaya transportasi, maka harga suatu barang akan tetap terjaga dan akan tetap mampu bersaing di pasaran. Dalam hal ini produksi harus dilakukan di “lokasi” yang tepat agar biaya tranportasi dapat dikendalikan. Kemudahan berinteraksi dengan wilayah lain akan melancarkan aliran barang dan jasa sehingga roda perekonomian akan selalu bergerak. Dari uraian di atas baik ekonomi regional maupun geografi regional merupakan dua hal yang menjadi landasan pembangunan ekonomi suatu wilayah. Ekonomi regional maupun geografi regional akan saling terkait satu sama lain dan akan sulit untuk dipisahkan karena dasar kajiannya sama, yaitu ruang dan manusia yang menjadi pembeda adalah objek yang dikaji. Geografi regional mengkaji karakteristik suatu wilayah sedangkan ekonomi regional mengkaji aktivitas ekonomi melalui sektor-sektor yang ada di wilayah itu. Butir Penting dari 2 Sisi Dasar Baik ekonomi regional maupun regional geografi merupakan disiplin ilmu yang fokus utamannya adalah ruang (space). Yang pertama melihat ‘space’ dari sisi ‘sector wise’ di suatu lokasi, sementara yang lain, melihat ‘space’ dalam konteks ‘regional wise’. Aktivitas manusia menjadi aktor di dalam ruang tersebut yang menjadikan ruang tersebut menjadi dinamis. Saat ini pendekatan geografi menjadi sangat penting di bidang ekonomi, karena analisis ekonomi tidak hanya membahas permintaan dan penawaran pasar semata, melainkan membahas mekanisme pergerakan barang dan jasanya di suatu wilayah.
Perbedaan dari ekonomi regional dan regional geografi tidak perlu menjadikan suatu kendala terhadap analisis keruangan, tapi justru dapat digunakan untuk saling melengkapi temuan yang lebih bermakna. MP3EI sebagai contoh, didahului dengan data ekonomi daerah, yang kemudian di ‘reconstruct’ secara spatial dalam paparan sederhana 2 dimensi. Dalam kaitan tersebut, perencanaan investasi menurut wilayah dimaksudkan untuk memudahkan para pengambil keputusan guna menyiasati porsi investasi dan kegiatan pembangunan dalam basis sumberdaya alam dan manusia, ke depan. Dalam kaitan tersebut, tentunya perspektif ekonomi regional dan geografi rekonomi merupakan dasar berpijak dalam tataran estimasi dan hipotesis keruangan yang mudah dicerna dalam sistem pengambilan keputusan. Dengan demikian diharapkan pembangunan yang optimal dapat dicapai melalui 2 pendekatan sederhana tersebut. Dalam suatu wilayah, dimana telah ditemukenali potensi sektor unggulan secara relatif berbanding terhadap sektor lainnya, maka langkah selanjutnya adalah, bagaimana memahami potensi persebaran dari sumberdaya sektor tersebut. Hal ini bermanfaat (i) guna pencapaian nilai optimalisasi investasi yang dibutuhkan di wilayah tersebut dan (ii) bermulti-guna bagi pendorong pembangunan sektor lainnya di wilayah yang bersangkutan, karena kedua disiplin ilmu tersebut mempunyai peranan masing-masing dan peran tersebut dapat saling melengkapi. Daftar Pustaka Ascani, Andrea., Riccardo. C. and Simona. I. 2012. Regional Economic Development: a Review. SEARCH WPOL/03. Boyce, David. 2004. A Short History of the Field of Regional Science. Papers Reg. Sci. 83, 31-57. Claval, Paul. 2006. Regional Geography: Past and Present (a review of ideas/concept, Approaches and Goal). UFR de Geographie et Amenagement, Universite paris Sorbonne, Paris. Dalam http://sgo.pccu.edu.tw/geog/ chi/b/b1/chapters-culture-geog/b.pdf. Diakses tanggal 3 Maret 2014. Djunijanto. 2009. Perkembangan Sejarah Geografi. http:// djunijanto.wordpress.com/materi/perkembangansejarah-geografi/. Diakses tanggal 3 Maret 2014. Pukul 20.21 WIB. Dwi, ichwan, 2010. Definisi Geografi Regional. http://onegeo.blogspot.com/2010/03/definisi-geografiregional.html. Diakses tanggal 3 Maret 2014. Pukul
20.15 WIB. Ekblaw, S. E. dan Mulkerne. D. J.D. 1958. Economic and Social Geography. McGraw-Hill. Emilia dan Imelia. 2006. Modul Ekonomi Regional. Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Jambi. Fairgrieve, James. 1966. North America: Real geography series, book 2. G. Philip. Fik, Timothy J. 2000. The Geography of Economic Development: Regional Changes, Global Challenges. Boston: McGraw Hill Higher Education. Fujita, M., Paul. K. and Venable. J. 1999. The Spatial Economy: City, Regions and International Trade. The MIT Press Cambridge, Massachusetts London, England. Hartshorne, Richard. 1939. The Nature of Geography. The Association Lancaster. Hobbs, Joseph. J. 2012. Fundamental of World Regional Geography: Third Edition. CengageBrain User. Julliard, E. 1974. La”region”, Ophrys, Paris. http:// www.eolss.net/sample-chapters/c01/e6-14-03-10.pdf. Diakses tanggal 3 Maret 2014. Krugman, Paul. 1995. Growing World Trade: Cause and Consequences. Brookings Papers on Economic Activity, I. Page 327-377. Martono, Primasto. A. 2008. Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi dan Antar daerah di Wilayah Kedungsepur. Tesis. Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro, Semarang. Mustofa, Bisri. Inung Sektiyawan. 2008. KAMUS LENGKAP GEOGRAFI. Panji Pustaka: Yogyakarta Nazara, Suahazil. 2009. Bahan Kuliah Ekonomi Regional. Bahan Ajar Kuliah Ekonomi Regional PPIE Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Strabo. 1970. Geography: v. 6. Loeb. Subanti dan Hakim. 2009. Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara: Pendekatan Sektor Basis dan Analisis Inputoutput. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan. Vol. 10, No. 1: 13-33 Syaeful, Hadi. B. 2008. Geografi Regional Indonesia. Jurusan Pendidikan Geografi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta. www.ekon.go.id. MP3EI White, Kristopher D. 2004. Re-Thinking the Measurement of Economic Development: Application of a Revised Development Index to Central Asia. Paper. Kazakhstan Institute of Management, Economic and Strategic Research. Wood, Gerald. 1999. On the Future of Regional Geography. Geographica Helvetica Jg. 54 1999/Heft 4. Yeung, Henry. W-Chung. 2002. The Limits to Glonalization Theory: A Geographic Perspective on Global Economic Change. Economic Geogrphy. Vol. 78, Page 285-305. http://www.statsamerica.org/innovation/guide/ practitioners_guide.pdf. Diakses tanggal 7 Maret 2014.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
FOKUS
OPTIMALITAS PENGGUNAAN LAHAN BAGI PENGEMBANGAN DAERAH PERKOTAAN
DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI “MP3EI HIJAU” (STUDI KASUS JABODETABEK) Oleh: Anita Sitawati Wartaman
PENDAHULUAN Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, menjadikan wilayah Jabodetabek sebagai salah satu dari 22 kegiatan utama yang didorong untuk realisasi investasi skala besar. Dalam skala nasional, nilai investasi pengembangan Jabodetabek Area menempati urutan ke-dua tertinggi setelah sektor migas. Ini berarti, pelaksanaan MP3EI akan membawa konsekuensi pada semakin intensifnya kegiatan perekonomian di wilayah Jabodetabek. Peningkatan kegiatan perekonomian tersebut akan berdampak terhadap semakin meningkatnya perluasan lahan terbangun, sehingga mengakibatkan semakin berkurangnya kemampuan lahan untuk meresap air dan pada gilirannya menjadikan semakin rendahnya ketersediaan air tanah. Sementara, saat ini masalah rendahnya ketersediaan air bersih di Jabodetabek justru merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Jabodetabek Area (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011:90) Tidak terlepas dari hal di atas, sumberdaya alam memiliki keterbatasan untuk menampung kegiatan manusia. Memperhatikan adanya keterbatasan ketersediaan sumberdaya alam di atas dan pelaksanaan MP3EI merujuk pada pembangunan berkelanjutan; maka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam, khususnya sumberdaya air dalam mendukung pelaksanaan MP3EI, harus memperhatikan azas keberlanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan aktivitas manusia, sumber air bersih yang paling sering digunakan bersumber dari air permukaan dan air tanah. Penggunaan air tanah beresiko mengakibatkan penurunan muka tanah dan infiltrasi air laut. Selain itu, air tanah terutama air tanah dalam dikategorikan sebagai sumberdaya alam tidak terbarukan (non renewable resources) karena diperlukan ± 300 tahun untuk dapat terisi kembali (Fatimah dkk, Volume 12 / No. 1 / April 2014
2012). Oleh sebab itu, pemanfaatan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan air bersih sebaiknya dibatasi. Dengan demikian, sumber air bersih yang digunakan untuk mendukung aktivitas manusia, sebaiknya bersumber dari air permukaan. Di muka bumi, besarnya penyimpanan air permukaan tergantung antara lain dari penggunaan lahan. Semakin luas penggunaan lahan daerah terbangun, kemampuan tanah menyerap air juga semakin berkurang karena sifat perkerasan tutupan lahan. Terkait dengan program pengembangan Jabodetabek Area yang merupakan salah satu kegiatan utama dalam MP3EI, pengembangan daerah terbangun sebagai salah satu alat dalam menjaga ketersediaan air bersih perlu diperhatikan. TUJUAN PENELITIAN Dalam upaya mendukung pelaksanaan MP3EI berkelanjutan, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara pengembangan daerah terbangun dan daya dukung lingkungan, khususnya dalam upaya menjaga ketersediaan air bersih bagi pengembangan daerah perkotaan hingga tahun 2025. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan (i) lokasi mana yang masih memungkinkan untuk pengembangan kawasan perkotaan dalam upaya mendukung pelaksanaan MP3EI? dan (2) bagaimana skenario optimalitas penggunaan lahan untuk mempertahankan ketersediaan air tanah di wilayah Jabodetabek METODOLOGI Pendekatan : Dalam mendukung pelaksanaan MP3EI hijau khususnya terkait dengan ketersediaan air bersih, daya dukung lingkungan suatu wilayah menjadi faktor penting yang harus diperhatikan agar proses pembangunan dapat berkelanjutan.
Analisis lingkup wilayah menggunakan pendekatan satuan wilayah ekologis Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut dialirkan melalui sungai sungai kecil kemudian ke sungai utama (Asdak, 2002). DAS merupakan satuan pemantauan tataguna lahan yang baik karena dalam suatu DAS terjadi siklus hidrologi yang dapat menunjukkan adanya keterkaitan biofisik antara daerah hulu dan hilir. Aktivitas perubahan penggunaan lahan dapat memberi dampak dalam bentuk antara lain perubahan fluktuasi debit air. Secara hidrologis DAS memiliki karakteristik khusus yang berhubungan dengan unsur utamanya yaitu jenis tanah, tataguna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng. Tidak terlepas dari hal di atas, Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi). Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara. Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Air permukaan sering digunakan sebagai sumber air baku untuk keperluan penyediaan air bersih. Penyimpanan air permukaan besarnya tergantung antara lain dari kondisi geologi dan penggunaan lahan. Semakin luas penggunaan lahan daerah terbangun, kemampuan tanah menyerap air juga semakin berkurang karena sifat perkerasan tutupan lahan. Dengan demikian, semakin luas daerah terbangun akan berpengaruh terhadap kondisi air tanah baik secara kualitas maupun kuantitas. Hubungan antara kondisi tutupan lahan yang mengekspresikan suatu penggunaan lahan dan kemampuan menyerap air di representasikan melalui modifikasi metode Rasional dengan rumus:
L = 1/360 (1-C) . I . A dimana: L = Debit laju resapan air (m3/detik) (1-C) = Koefisien laju resapan air, yang besarnya tergantung pada karakteristik tutupan lahan I = Intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam) A = Luas daerah (Ha)
Dalam penelitian ini, nilai koefisien limpasan (C) yang digunakan sebagai berikut: Penggunaan Lahan Pertanian dan tegalan Daerah terbangun Daerah tidak terbangun
C
Keterangan
0,5
Asumsi karakteristik tanah lempung dan sejenisnya Asumsi nilai rata-rata untuk daerah permukiman padat, perdagangan dan industri Asumsi merupakan ruang terbuka hijau (taman/ lapangan bermain dan kuburan)
0,6
0,1
Sumber : SNI 03-2415-1991, dalam Yelza, Merry. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Limpasan Drainase di Kota Bukit Tinggi.
Penggunaan lahan daerah tidak terbangun yang diasumsikan sebagai ruang terbuka hijau (taman/ lapangan bermain/pekuburan) memiliki koefisien limpasan (run-off) sangat kecil, yaitu sekitar 0,10 (Tabel 1). Ini berarti, daya menyerap air penggunaan lahan ruang terbuka hijau tersebut sangat tinggi. Untuk itu, dalam penelitian ini, ketersediaan ruang terbuka digunakan sebagai salah satu alat kendali penataan ruang bagi usaha mempertahankan ketersediaan air tanah. Dalam Pasal 17 Undang-undang Tata Ruang Nomor 26 tahun 2007 pun dinyatakan bahwa dalam rangka pelestarian lingkungan, dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai. Berdasarkan ulasan di atas; dalam penelitian ini, ketersediaan Ruang Terbuka dan metoda Rasional digunakan sebagai pendekatan utama penilaian tata ruang dan lingkungan. Selain itu, luas perkerasan tutupan lahan pada daerah terbangun juga ditentukan oleh faktor persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai atau yang disebut dengan istilah KDB. Semakin besar angka KDB nya, semakin luas lantai dasar bangunan gedung yang dapat dibangun dan semakin kecil ruang terbuka pada lahan/tanah perpetakan. Dengan demikian, dalam penelitian ini, nilai KDB digunakan sebagai pendekatan penilaian optimalitas penggunaan lahan.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
lahan (1) pertanian dan tegalan, dan (2) penggunaan lahan daerah tidak terbangun yang meliputi taman dan pemakaman, rawa, sungai, dan kolam, semak dan hutan, hutan bakau, dan tanah 2.
berbatu. Mengidentifikasikan DAS yang dikategorikan memiliki kondisi “baik” dan kondisi “tidak baik”. Kriteria identifikasi menggunakan pendekatan Pasal 17 UU Tata Ruang nomor 26 tahun 2007. Suatu DAS dikategorikan memiliki kondisi ‘baik’ bila memiliki RTH di atas 30% dan ‘kurang baik’ bila memiliki RTH di bawah atau sama dengan 30%. DAS yang memiliki
Lingkup Penelitian : DAS yang menjadi lokasi penelitian adalah wilayah Jabodetabek yang terletak di (1) DAS Cisadane, (2) DAS Kali Angke, (3) DAS Kali Pesanggrahan, (4) DAS Kali Krukut, (5) Das Ciliwung, (6) Das Kali Sunter, (7) DAS Kali Cakung dan (8) DAS Kali Bekasi. Total luas wilayah DAS sekitar 349,7 ribu hektar. Dalam upaya menjaga ketersediaan air tanah baku di wilayah Jabodetabek, lingkup penelitian akan memfokuskan pada upaya menemukenali optimasi penggunaan lahan bagi pengembangan daerah perkotaan di wilayah Jabodetabek yang termasuk ke dalam lingkup 8 (delapan) DAS di atas.
2. 3.
Data-data tersebut diperoleh melalui survey institusional. Sedangkan berdasarkan waktu pengambilan, data yang dipergunakan termasuk ke dalam bentuk jenis data cross section. Tahapan Analisa Pada penelitian ini, unit analisa yang digunakan adalah satuan wilayah ekologis Daerah Aliran Sungai (DAS). Variabel penilainya berorientasi pada variabel fisik. Proses analisa yang dilakukan meliputi: 1.
Data yang Dibutuhkan Untuk mencapai tujuan penelitian, jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri atas : 1. Penggunaan lahan DAS Cisadane, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Krukut, Ciliwung, Kali Sunter, Kali Cakung dan Kali Bekasi.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Curah hujan Kebijkan dan standar-standar terkait, antara lain UndangUndang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
kondisi “baik” merupakan DAS terpilih bagi pengembangan 3.
wilayah perkotaan. Memprediksikan distribusi penggunaan lahan tahun 2025 pada DAS terpilih. Pasal 17 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang ketersediaan ruang terbuka hijau digunakan sebagai pendekatan dalam melakukan prediksi penggunaan lahan tahun 2025.
4.
Menghitung laju resapan air permukaan pada tahun 2010 dan 2025. Perhitungan laju resapan air permukaan menggunakan pendekatan modifikasi metoda rasional. Perhitungan menggunakan asumsi bahwa nilai C untuk kawasan terbangun adalah 0,60, nilai C untuk pertanian dan tegalan adalah 0,5,
Menghitung luas distribusi penggunaan lahan tiap DAS pada
dan nilai C untuk daerah tidak terbangun adalah 0,10 serta curah
tahun 2010. Dalam penelitian ini, penggunaan
hujan rata-rata = 2.500 mm/ tahun.
lahan diklasifikasikan menjadi (1) penggunaan lahan daerah terbangun dan (2) penggunaan lahan ruang terbuka. Penggunaan lahan ruang terbuka itu sendiri dirinci lagi menjadi 2 klas, yaitu penggunaan
5.
Menghitung distribusi penggunaan lahan dan laju resapan air permukaan pada tahun 2025 dengan menggunakan 3 model, yaitu model distribusi penggunaan lahan dengan KDB 40%, 30% dan 20%.
Berdasarkan kondisi penggunaan lahan di atas (Tabel 1), debit laju resapan air untuk wilayah Jabodetabek yang terletak pada 8 DAS pada tahun 2010 dapat di lihat pada Tabel 2 di bawah ini.
ANALISIS /DISKUSI Total luas 8 (delapan) DAS yang berada di wilayah Jabodetabek adalah 349.477 Ha. Luas distribusi penggunaan lahan masing-masing DAS yang dimaksudkan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Bila dihitung laju resapan air untuk wilayah Jabodetabek secara keseluruhan, dengan nilai C rata-rata 0,48; maka laju resapan air pada tahun 2010 adalah 145,58 m3/detik. Dalam upaya melaksanakan MP3EI hijau, yaitu memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem; Pasal 17 Undang-undang Penataan Ruang No 26 tahun 2007 digunakan sebagai pendekatan utama dalam melakukan prediksi distribusi penggunaan lahan tahun 2025. Dengan menggunakan pendekatan tersebut, perluasan daerah terbangun hanya dapat dilaksanakan sekitar 86 ribu hektar. Arahan lokasi perluasan daerah terbangun adalah pada DAS Ciliwung sekitar 5 ribu hektar, DAS Cisadane sekitar 67 ribu hektar dan DAS Kali Bekasi sekitar 14 ribu hektar (Tabel 3).
Dengan menggunakan pendekatan Pasal 17 Undangundang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007; hanya 3 DAS yang dapat dikatakan dalam keadaan “baik”, yaitu DAS Ciliwung, DAS Cisadane dan DAS Kali Bekasi (Tabel 1). Sementara, DAS Kali Angke, DAS Kali Pesanggrahan, DAS Kali Krukut, Das Kali Sunter, dan DAS Kali Cakung dapat dikatakan “kurang baik”. Berdasarkan hasil identifikasi di atas, untuk melindungi ketersediaan air tanah baku bagi kebutuhan manusia, perluasan daerah perkotaan di wilayah Jabodetabek sebaiknya di arahkan pada wilayah Jabodetabek yang terletak pada DAS Cisadane, DAS Kali Bekasi dan DAS Ciliwung.
Tabel 1. Luas Distribusi Penggunaan Lahan Wilayah Jabodetabek Tahun 2010 WILAYAH JABODETABEK PENGGUNAAN LAHAN
NO.
1.
Daerah terbangun
2.
Ruang Terbuka Pertanian dan Tegalan Daerah tdk terbangun Sub total ruang terbuka %
DAS CILIWUNG
DAS CISADANE
DAS K. ANGKE
DAS K. BEKASI
DAS K. CAKUNG
21.608
38.558
23.014
22.539
13.791
18.594
14.451
14.470
167.025
56
26
76
42
78
83
78
79
48
9.918
76.903
6.158
22.519
2.993
1.900
3.327
2.014
125.732
6.762
35.338
1.225
8.014
999
1.859
673
1.849
56.720
16.680
112.240
7.383
30.534
3.992
3.759
4.001
3.863
182.452
%
a b
TOTAL
DAS K.KRUKUT
DAS K. PESANGGRAHAN
DAS K. SUNTER
TOTAL
44
74
24
58
22
17
22
21
52
38.288
150.798
30.397
53.072
17.783
22.353
18.452
18.334
349.477
Tabel 2. Laju Resapan Air Wilayah Jabodetabek Tahun 2010 NO.
PENGGUNAAN LAHAN
1.
Daerah terbangun
2.
Ruang Terbuka
a
Pertanian dan Tegalan
b
Daerah tdk terbangun
LUAS (Ha)
KOEFISIEN LAJU RESAPAN AIR
CURAH HUJAN (mm/jam)
LAJU RESAPAN AIR (m3/detik)
167.025
0,4
0,29
53,82
125.732
0,5
0,29
50,64
56.719
0,9
0,29
41,12
Sub total ruang terbuka
182.451
TOTAL
349.476 Volume 12 / No. 1 / April 2014
Tabel 3. Luas Distribusi Penggunaan Lahan Wilayah Jabodetabek Tahun 2025 WILAYAH JABODETABEK NO.
PENGGUNAAN LAHAN
DAS CILIWUNG
DAS CISADANE
DAS K. ANGKE
DAS K.BEKASI
DAS K. CAKUNG
DAS K.KRUKUT
DAS K. PESANGGRAHAN
DAS K. SUNTER
26.776
105.558
23.014
37.039
13.791
18.594
14.451
14.470
253.693
69,93
70,00
75,71
69,79
77,55
83,18
78,32
78,93
72,59
4.750
9.903
6.158
8.019
2.993
1.900
3.327
2.014
39.065
6.762
35.338
1.225
8.014
999
1.859
673
1.849
56.720
11.512
45.241
7.383
16.033
3.992
3.759
4.000
3.863
95.785
30,07
30,00
24,29
30,21
22,45
16,82
21,68
21,07
27,41
38.288
150.798
30.397
53.072
17.783
22.353
18.452
18.334
349.477
Daerah terbangun
1.
% 2.
TOTAL
Ruang Terbuka Pertanian dan Tegalan Daerah tdk terbangun Sub total ruang terbuka
a b
% TOTAL
Tabel 4. Laju Resapan Air Wilayah Jabodetabek Tahun 2025 NO.
PENGGUNAAN LAHAN
1.
Daerah terbangun
2.
Ruang Terbuka
LUAS (Ha)
KOEFISIEN LAJU RESAPAN AIR
CURAH HUJAN (mm/jam)
0,4
0,29
253.693
LAJU RESAPAN AIR (m3/detik) 81,75
a
Pertanian dan Tegalan
39.065
0,5
0,29
15,73
b
Daerah tdk terbangun
56.720
0,9
0,29
41,12
Sub total ruang terbuka TOTAL
95.785 349.478
Dari Tabel 3 di atas tampak bahwa total luas daerah terbangun pada DAS Ciliwung menjadi 26.776 Ha atau sekitar 69,93% dari total luas DAS. Total luas daerah terbangun pada DAS Cisadane adalah 105.558 Ha atau sekitar 70,00% dari total luas DAS, dan total luas daerah terbangun pada DAS Kali Bekasi adalah 37.039 Ha atau sekitar 69,79% dari total luas DAS. Selain menggunakan pendekatan Pasal 17 Undang-undang Penataan Ruang No 26 tahun 2007, prediksi juga dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa alih fungsi lahan untuk perluasan daerah terbangun hanya terjadi pada areal pertanian dan tegalan. Sedangkan, penggunaan lahan ruang terbuka lainnya (taman dan pemakaman, rawa, sungai, dan kolam, semak dan hutan, hutan bakau, dan tanah berbatu) diasumsikan tetap. Dengan konfigurasi distribusi penggunaan lahan seperti pada Tabel 3, total laju
Volume 12 / No. 1 / April 2014
resapan air wilayah Jabodetabek yang terletak pada 8 DAS dapat di lihat pada Tabel 4. Secara keseluruhan, dengan nilai C rata-rata 0,49; laju resapan air pada wilayah Jabodetabek tahun 2025 adalah 138,60 m3/detik. Jika dibandingkan dengan laju resapan air tahun 2010 (145,58 m3/detik), terjadi penurunan daya dukung lingkungan dalam aspek penyerapan air tanah sekitar 5%. Dari perhitungan di atas tampak bahwa karakteristik tutupan lahan sebagai ekspresi dari suatu penggunaan lahan, sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya laju resapan air tanah. Untuk menambah laju resapan air tanah, dengan tidak merubah penggunaan lahan suatu kawasan; Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dapat digunakan sebagai pendekatan pembatasan perkerasan tutupan lahan. KDB kecil perlu
diberlakukan khususnya pada wilayah-wilayah yang dapat berpotensi sebagai daerah resapan air tanah, yaitu kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. Suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan resapan air apabila memiliki curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besarbesaran. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan penerapan KDB dalam 3 model, yaitu KDB 40%, 30% dan 20%. Distribusi penggunaan lahan dengan menggunakan KDB 40%, 30% dan 20% yang dimaksudkan dapat dilihat pada Tabel 5. Penambahan ruang terbuka sebagai dampak pengurangan KDB berkisar sekitar 50-70 % (Tabel 5). Dengan komposisi distribusi penggunaan lahan seperti pada Tabel 5 di atas, total laju resapan air wilayah Jabodetabek dapat di lihat pada Tabel 6.
Tabel 5. Luas Distribusi Penggunaan Lahan Wilayah Jabodetabek Berdasarkan KDB 40%, 30% dan 20% Tahun 2025 LUAS LAHAN
NO.
PENGGUNAAN LAHAN
KDB 40%
KDB 30%
1.
Daerah terbangun
201.825
193.125
184.425
KDB 20%
2.
Ruang Terbuka
a
Pertanian dan Tegalan
38.732
38.732
38.732
b
Daerah tdk terbangun Sub total ruang terbuka TOTAL
108.919
117.619
126.319
147.651
156.351
165.051
349.476
349.476
349.476
Tabel 6. Laju Resapan Air Wilayah Jabodetabek Berdasarkan Disrtibusi Penggunaan Lahan dengan Menggunakan Model KDB 40%, 30% dan 20% pada Tahun 2025 NO. 1. 2. a b
PENGGUNAAN LAHAN Daerah terbangun
LAJU RESAPAN AIR KDB 40%
KDB 30%
KDB 20%
65,03
62,23
59
15,60
15,60
16
78,97
85,27
92
159,60
163,10
166,61
Ruang Terbuka Pertanian dan Tegalan Daerah tdk terbangun Wilayah Jabodetabek
Bila dibandingkan dengan laju resapan air permukaan tahun 2010; tampak bahwa dengan penerapan KDB sebesar 40%, terdapat peningkatan daya dukung lingkungan, laju resapan air permukaan bertambah sekitar 9%. Sedangkan bila KDB daerah terbangun 30%, terdapat penambahan laju resapan air permukaan sekitar 17%, dan bila KDB daerah terbangun 20%, terdapat penambahan laju resapan air permukaan sekitar 21%. Dari hitungan di atas, tampak jelas peranan KDB dalam mengatur laju resapan air tanah. Dalam upaya mewujudkan MP3EI hijau, penerapan KDB yang tepat bagi pengembangan daerah terbangun, merupakan salah satu upaya mengatasi ketersediaan air tanah di Jabodetabek. KESIMPULAN 1. Dalam mendukung MP3EI hijau, rencana perluasan kawasan perkotaan di wilayah Jabodetabek sebaiknya di arahkan pada wilayah Jabodetabek yang terletak pada DAS Ciliwung, DAS Cisadane dan DAS Kali Bekasi. Secara lebih rinci, untuk menemukenali lokasi terpilih diperlukan analisis korelasi antara pola penggunaan lahan dan faktor ketinggian permukaan tanah. 2. Sebagai akibat dari adanya perluasan kawasan perkotaan di wilayah Jabodetabek tersebut, pada tahun 2025 terjadi penurunan daya dukung
lingkungan dalam aspek penyerapan air tanah sekitar 5%. Untuk menambah laju resapan air tanah, Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dapat digunakan sebagai pendekatan pembatasan perkerasan tutupan lahan. KDB kecil perlu diberlakukan khususnya pada wilayah-wilayah yang dapat berpotensi sebagai daerah resapan air tanah. Asumsi KDB daerah terbangun 40%, terdapat peningkatan daya dukung lingkungan, laju resapan air permukaan bertambah sekitar 9%. Sedangkan bila KDB daerah terbangun 30%, terdapat penambahan laju resapan air permukaan sekitar 17%, dan bila KDB daerah terbangun 20%, terdapat penambahan laju resapan air permukaan sekitar 21% dibandingkan dengan laju resapan air tahun 2010. Untuk menemukenali lokasi yang tepat bagi penerapan alternatif KDB 40%, 30% atau 20%, diperlukan analisis korelasi antara pola penggunaan lahan lokasi terpilih dan kondisi geologi lokasi terpilih. DAFTAR PUSTAKA _____Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
_____Analisa Hidrologi Terapan Untuk Perencanaan Drainase Perkotaan. http:// referensi.dosen.narotama.ac.id. 16 September 2012 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. 2011 Suryanto, 2007. Daya Dukung Lingkungan Daerah Aliran Sungai Untuk Pengembangan Kawasan Permukiman (Studi Kasus Das Beringin Kota Semarang). Magister Tesis. Program PascasarjanaMagister Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota Universitas DiponegoroSemarang Yelza, Merry dkk. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan
Terhadap Debit Limpasan Drainase di Kota Bukit Tinggi. www.ftsl.itb.ac.id/wp.../95010005-MerryYelza.pdf, 9 Januari 2014
Volume 12 / No. 1 / April 2014
OPINI
DINAMIKA PEMAHAMAN EKONOMI REGIONAL DAN GEOGRAFI EKONOMI Oleh: Arief Prasetyo
PENDAHULUAN Manusia diciptakan sebagai mahluk yang tidak pernah puas. Dalam kehidupannya manusia selalu dituntut untuk sebisa mungkin memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik yang berupa kebutuhan hidup primer, sekunder maupun tersier. Namun demikian manusia terbentur oleh keterbatasan alat pemuas kebutuhan tersebut. Manusia dituntut untuk melakukan usaha pemenuhan kebutuhan ini. Usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ini diartikan sebagai kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia tidak terlepas dari proses produksi, distribusi dan konsumsi berbagai produk barang dan jasa. Pada perkembangannya ilmu ekonomi mulai berkembang dan mulai muncul berbagai cabang ilmu ekonomi yang lebih spesifik pada bidang ekonomi tertentu. Samuelson (1955) mengungkapkan bahwa persoalan pokok ilmu ekonomi sejatinya mencakup tiga hal: 1) barang apa yang diproduksi. Hal ini bersangkut paut dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang ada dalam masyarakat. 2) bagaimana atau oleh siapa barang itu diproduksi. Hal ini bersangkut paut dengan pilihan tehnologi untuk menghasilkan barang tersebut dan apakah ada pengaturan dalam pembagian peran itu. 3) untuk siapa atau bagaimana pembagian hasil dari kegiatan memproduksi barang tersebut. Hal ini bersangkut paut dengan pengaturan balas jasa, sistem perpajakan, subsidi, bantuan kepada fakir miskin, dll. Ketiga hal ini melandasi analisis ekonomi klasik. Namun ada beberapa permasalahan pokok ilmu ekonomi yang juga dibahas oleh pakar lain, yaitu : 4) kapan berbagai kegiatan tersebut dilaksanakan. Pertanyaan ini dijawab dengan menciptakan teori ekonomi dinamis (dynamic economic analysis) dengan memasukkan unsur waktu ke dalam analisis.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
5) dimana lokasi dari berbagai kegiatan tersebut. Di dalam ilmu ekonomi regional untuk memecahkan masalah khusus yang terpaut dengan pertanyaan dimana diabaikan dalam analisis ekonomi tradisional. Dalam pertanyaan ini ilmu ekonomi regional berperan untuk menjawab. Sebagai sebuah disiplin, ilmu ekonomi senantiasa berkembang sesuai tuntuan zaman. Salah satu lompatan ilmu yang cukup menarik dalam ilmu ekonomi adalah dikenalnya konsep spatial economic. Konsep ini merupakan bentuk ketidakpuasan terhadap konsep ekonomi konvensional yang telah dikenal sebelumnya. Dengan pendekatan ekonomi konvensional, keuntungan diperhitungkan dari selisih antara harga jual dikurangi biaya produksi. Sedangkan dengan pendekatan ekonomi regional, keuntungan juga mempertimbangkan biaya transport. Biaya transport ini meliputi biaya transport ke pasar (market) maupun ke sumber produksi. Dari titik inilah mulai muncul kajian baru mengenai ekonomi yaitu regional science dan geografi ekonomi. Kedua kajian tersebut sebenarnya berangkat dari pemikiran yang sama, yaitu bagaimana untuk menganalisis mengenai kegiatan ekonomi dari aspek spatial (keruangan). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat dan mendekati kenyataan. Kajian ekonomi dengan pendekatan spatial merupakan bentuk koreksi dari teori ekonomi konvensional yang berkembang sebelumnya. Namun demikian ada beberapa hal yang membedakan antara ekonomi regional dan geografi ekonomi yang akan dijelaskan dalam uraian selanjutnya. Menarik untuk dikaji mengenai dinamika pemahaman perspektif ekonomi regional dan geografi ekonomi, dengan demikian akan lebih jelas untuk ditarik esensi nilai kemanfaatan masing-masing cabang ilmu tersebut, beserta kombinasi keduanya.
ILMU WILAYAH Aspek wilayah (spasial), adalah dimensi yang belum banyak terfikirkan dalam teori ekonomi konvensional. Padahal aspek wilayah atau lokasi sangat berpengaruh terhadap keuntungan yang akan diperoleh. Teori Lokasi mulai diperkenalkan oleh John Heinrich Von Th nen (1826) dengan dengan Bid Rent Theory. Von Th nen membuat sebuah model yang menggambarkan bagaimana pasar memberikan pengaruh terhadap penggunaan lahan pertanian. Central Place Theory dikemukakan oleh Walter Christaller setelah dia menemukan adanya hubungan ekonomi antara pusat kota dengan daerah sekitarnya (hinterland). Dia berasumsi bahwa semua daerah adalah datar dan tidak ada batas fisiografis yang membatasi mobilitas orang. Dalam konsep Christaller, treshold (ambang batas) adalah konsep yang cukup penting, konsep ini mengedepankan besar populasi yang membutuhkan barang/jasa pada suatu area, sehingga aktivitas ekonomi yang dijalankan pada lokasi itu akan tetap berkelanjutan. Pada tahun 1954, August Losch memodifikasi central place theory. Hal ini dilakukan karena dia berpendapat bahwa teori yang dikembangkan oleh Christaller sebelumnya terlalu kaku. Dia berpendapat bahwa model Christaller menyebabkan pola distribusi barang/jasa dan akumulasi keuntungan hanya didasarkan sepenuhnya oleh lokasi. Christaller tidak berfokus pada memaksimalkan kesejahteraan konsumen dan menciptakan landscape konsumen dengan meniminalkan perjalanan konsumen
dengan mempertahankan tingkat keuntungan.
Regional Science atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah ilmu wilayah. Definisi dari ilmu
wilayah itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari masalah sosial yang memiliki dimensi wilayah dan spasial dengan cermat dan teliti, dengan menggunakan penelitian secara analitis dan empiris (Isard,1956). Mencermati definisi yang dikemukakan Issard, jelas disebutkan bahwa aspek wilayah (spasial) memegang peranan yang penting dalam melakukan memecahkan berbagai permasalahan terutama masalah sosial dan ekonomi. Dijelaskan pula bahwa dimensi spasial bisa diteliti/ dikaji secara analitis maupun empiris, artinya dimensi tersebut bisa diukur dan dihitung untuk mendapatkan sebuah kajian yang tepat. Ilmu wilayah belum bisa menjawab pertanyaan; dimana semua aktifitas ekonomi tersebut harus dilakukan? dan Mengapa aktifitas ekonomi tersebut harus bertempat di lokasi tertentu?
Regional Science menjadi lebih terkenal ketika Walter Isard bersama Wassily Leontief berhasil menerapkan teori input-output. merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan kegiatan ekonomi (sektor) dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Model ini menghasilkan indeks yang mengukur total efek atau dampak dari sebuah penambahan
kebutuhan akan tenaga kerja atau penambahan pendapatan. Model ini bisa digunakan dalam memprediksi dan meramal dampak dari performa dari ekonomi regional di masa depan dan perubahan dalam transaksi antar industri (Stimson, Stough and Roberts, 2002). Pada perkembangannya konsep ini bisa diterapkan untuk kajian antar wilayah yang dikenal sebagai Interregional Input-Output Analysis. Dalam tulisannya yang berjudul Location and Space Economy, Isard memasukkan unsur spasial/ruang. Menurut Isard, General Theory of
Location and Space Economy mencakup semua kegiatan ekonomi dengan memperhatikan distribusi geografis dari input dan output serta distribusi geografis dari harga dan biaya (dalam Fujita, 1999). Dari sinilah kmudian Isard dianggap sebagai pembaharu dari kajian ilmu ekonomi sebelumnya yang hanya terfokus pada supply dan demand tanpa memperhatikan aspek spasial. Bahkan kajian dari dari ahli ekonomi sebelumnya seperti John von Thunen, Webber, Christaller maupun Losch yang telah mulai mengenalkan konsep spatial economic, tidak menyadari adanya distribusi geografis dari input dan output serta distribusi geografis dari harga dan biaya yang mungkin tidak sama untuk semua region. Albert Hirschmann seorang ekonom kelahiran Berlin Jerman, adalah ekonom penganjur teori pertumbuhan tidak seimbang. Hirschmann berpendapat dalam proses pertumbuhan selalu dapat dilihat kemajuan pada satu titik (titik) yang menimbulkan tekanantekanan, ketegangan-ketegangan dan dorongan-doronan pada titik selanjutnya. Volume 12 / No. 1 / April 2014
Hirschmann menggunakan istilah Titik Pertumbuhan (Growth Point) atau Pusat Pertumbuhan (Growth Centre). Antara pusat dan daerah belakang terdapat ketergantungan dalam suplai barang dan tenaga kerja. Pengaruh yang paling hebat adalah migrasi penduduk ke kota-kota besar (urbanisasi) akan dapat mengabsorsikan tenaga kerja yang trampil dan pihak lain akan mengurangi pengangguran tidak kentara di daerah belakang. Dalam teorinya, ada dua kemungkinan yang terjadi dalam suatu pertumbuhan, yaitu trickle down dan polarization effect. Trickle down adalah aspek positif dimana daerah yang lebih maju mampu membantu daerah yang lebih terbelakang dengan cara membeli faktor-faktor produksi, berinvestasi maupun menyerap pengangguran. Sedangkan Polarization effect adalah efek sebaliknya, dimana terjadinya sebuah kemunduran yang bisa berupa migrasi tenaga kerja ke kawasan/region yang lain. Walaupun terlihat suatu kecenderungan yang suram, Hirschman optimis dan percaya bahwa pengaruh trikling-down akan mengatasi pengaruh polarisasi. Misalnya bila daerah perkotaan berspesialisasi pada industri dan daerah perdesaan berspesialisasi pada produksi primer, maka meluasnya permintaan daerah perkotaan harus mendorong perkembangan daerah perdesaan, tetapi apa yang terjadi tidak seperti yang diharapkan (Nurhadi, 2003). Hirschmann memandang hubungan antara berbagai industri dalam menyediakan barang dan jasa yang digunakan sebagai bahan mentah industri adalah sebagai pendorong pembangunan pada sektor produktif. Kegiatan ini menciptakan hubungan keterkaitan ke depan (forward linkage effects) dan pengaruh keterkaitan kebelakang (backward linkage effects). Forward linkage effects maksudnya adalah tingkat rangsangan yang diciptakan oleh pembangunan suatu industry terhadap perkembangan industri-industri yang menggunakan produk industry yang pertama sebagai input (bahan baku) mereka, sedangkan backward linkage effects maksudnya adalah tingkat rangsangan yang diciptakan oleh pembangunan suatu industry terhadap perkembangan industri-industri yang menyediakan input (bahan baku) bagi industri tersebut. Gunnar Myrdal, seorang ekonom Swedia, pada tahun 1957 memberikan kritik kepada teori ekonomi klasik yang menyebutkan bahwa mekanisme pasar dalam jangka panjang dapat menciptakan struktur ekonomi yang seimbang. Myrdal berpendapat bahwa proses Volume 12 / No. 1 / April 2014
pembangunan jangka panjang justru akan menyebabkan ketimpangan-ketimpangan perkembangan ekonomi antar wilayah. Teori yang dikemukakan Myrdal memberikan gambaran yang sederhana mengenai penjalaran dampak industrialisasi terhadap proses sosial-ekonomi yang berjalan menurut pola sirkulatif-kumulatif. Myrdal menyatakan bahwa bahwa, apapun alasannya, ekspansi industri yang berawal dari pusat pertumbuhan (growth centre) akan menyebabkan meluasnya keuntungan internal dan eksternal industri bersangkutan sehingga memperkuat pertumbuhannya, namun dengan mengorbankan daerah lain. Menurut pandangannya, ekonomi ini tidak hanya mencakup keahlian tenaga kerja dan modal publik, tetapi juga perasaan positif untuk tumbuh dan semangat dari pengusaha/wiraswasta baru (Hafidz, 2009). Myrdal memperkenalkan konsep backwash effect dan spread effect. Backwash effect diartikan sebagai wilayah yang maju akan menghambat perkembangan wilayah yang lebih terbelakang, sedangkan spread effect memiliki pengertian bahwa wilayah yang lebih maju akan menciptakan keadaan yang mendorong perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang. Konsep ini sangat identik dengan konsep Albert Hirschmann yaitu trickle down dan polarization effect. Namun, dalam penekanan pembahasan dan kesimpulan-kesimpulan terdapat perbedaan yang cukup besar. Analisa Myrdal memberikan kesan pesimistis, ia berpendapat bahwa polarisasi muncul lebih kuat dari pada penyebaran pembangunan, permintaan faktorfaktor produksi akan menumpuk di daerah-daerah perkotaan yang memberikan manfaat kepadanya, dan sebaliknya di daerah perdesaan yang tidak menguntungkan akan menipis (Nurhadi, 2003). Friedman, 1979, menampilkan teori core-periphery region. Teori ini mencoba untuk memandang aspek spasial (ruang), lokasi, serta persoalan-persoalan kebijaksanaan dan perencanaan pengembangan wilayah dalam ruang lingkup yang lebih umum. Konsep ini periphery region atau daerah pinggir berada di sekeliling core region atau daerah inti. Friedman menjelaskan bahwa pembangunan yang terjadi adalah bergerak dari daerah inti (core) dan kemudian menuju daerah sekitarnya (periphery). Hal ini karena daerah inti (core) umumnya lebih dinamis jika dibandingkan dengan daerah pinggiran (periphery) yang lebih statis.
Friedman menyatakan bahwa bahwa dalam skala regional terdapat hirarki pusat-pusat pertumbuhan adalah sebagai berikut “Pusat Pertumbuhan Primer” yang merupakan pusat utama dari daerah yang dapat merangsang pertumbuhan pusat-pusat yang lebih rendah tingkatannya; “Pusat Pertumbuhan Sekunder” yang berperan memperluas dampak perambatan ke wilayah yang tidak terjangkau oleh pusat pertumbuhan primer; dan “Pusat Pertumbuhan Tersier” sebagai titik pertumbuhan bagi daerah belakangnya (Hafidz, 2009). Michael Porter pada 1990-an memberikan perhatian pada regional cluster dari sektor-sektor industri yang berhubungan dengan tujuan meningkatkan produktifitas, inovasi dan daya saing secara umum. Porter berpendapat bahwa industri-industri yang berada dan berkumpul pada suatu tempat (cluster) akan berdampak positif pada produktifitas. Porter menjelaskan interaksi tersebut sangat bergantung pada empat faktor, yaitu: strategi, struktur dan persaingan perusahaann; kondisi faktor input; kondisi permintaan; dan industri yang yang berhubungan dan mendukung. Interaksi yang intensif dari keempat faktor tersebut akan menghasilkan produktifitas yang lebih baik, meningkatnya inovasi dan pertumbuhan sektor ekspor. Porter (1990) menyebutkan pentingnya konsentrasi perusahaan secara geografis untuk yang akan memperbaiki cluster’s work. Namun demikian Porter tidak mendifinisikan secara jelas mengenai aspek keruangan dari cluster yang dimaksud (Vuković dkk., 2012). Porter (dalam Vuković dkk,, 2012)
mendefinisikan cluster sebagai perusahaan yang terkonsentrasi secara geografis dan masing-masing perusahaan masing-masing terhubung dengan specialized suppliers, penyedia jasa yang beroperasi pada industry yang sama dan berhubungan dengan beberapa instansi seperti universitas ataupun lembaga-lembaga perdagangan. Walaupun pendekatan yang diberikan oleh Porter menjadikan bidang ekonomi regional menjadi lebih dikenal, namun pendekatan yang diberikan belum sempurna dan segera mendapat berbagai kritik. Porter banyak berbicara mengenai dampak sebuah cluster terhadap keunggulan wilayah/negara. Dia menyatakan bahwa jika sebuah negara menciptakan sebuah lingkungan bisnis, dimana negara memberikan dukungan penuh dengan menciptakan situasi yang nyaman, maka hal itu akan mencerminkan keunggulan kompetitif dari negara itu. Porter juga menambahkan bahwa hal ini bisa diaplikasikan dalam skala regional. Namun hal ini segera mendapat bantahan, salah satunya dari Paul Krugman. Krugman berpendapat bahwa sebuah negara tidak bersaing dengan negara lainnya. Kompetisi antar perusahaan dan wilayah tidak bisa dibandingkan. Perusahaan dapat dengan mudah masuk atau keluar dari suatu negara tergantung dari keuntungan dan prospek bisnisnya. Namun sebuah negara tidak dengan mudah melupakan wilayahnya yang sudah tertentu (given). GEOGRAFI EKONOMI Geografi ekonomi adalah sub-disiplin dari ilmu geografi yang
memanfaatkan pendekatan geografi dalam mempelajari ekonomi. Lingkup studinya adalah tentang variasi wilayah di muka bumi yang mencakup aktifitas manusia seperti produksi, konsumsi dan distribusi dalam hubungannya dengan lingkungan tempat hidupnya (Alexander, 1963). Secara historis, geografi ekonomi disibukkan dengan jarak dan tatanan hierarkis dari pemukiman, lokasi optimal untuk manufaktur dan kegiatan ritel, dan struktur geografis perdagangan dan komunikasi. Dalam hal ini, geografi ekonomi tegas berlabuh dalam teori lokasi dan metode serta teknik optimasi yang terkait dengan teori ekonomi utama (Clark dkk. 2000). Barnes (2000) menjelaskan ada dua teori mengenai munculnya disiplin ilmu geografi ekonomi. Pertama, adalah era ketika beberapa disiplin ilmu (terutama dari ilmu sosial) diperkenalkan di beberapa universitas di Eropa Barat dan Amerika Utara, salah satunya ilmu Geografi Ekononomi. Kedua, kemunculan disiplin ilmu geografi ekonomi berkaitan dengan erat dengan kolonoalisme. Banyak tulisan yang menghubungkan munculnya disiplin Geografi Ekonomi dengan munculnya imperialisme di Eropa Barat pada abad ke-19. Hubungan antara imperialisme dan kemunculan geografi ekonomi adalah hubungan mengenai konsep environment determinism yang sering dikemukakan oleh geograf masa itu dengan pembenaran imperialisme. Konsep environment determinism adalah konsep yang menyebutkan bahwa lingkungan alami mempengaruhi penduduk lokal (given people). Volume 12 / No. 1 / April 2014
Contohnya adalah penduduk di lingkungan tropis dinyatakan kurang bertenaga jika dibandingkan dengan penduduk di Eropa. Perkembangan ilmu Geografi Ekonomi tidak lepas dari jasa seorang George G Chisholm (1850-1930). Chisholm menulis sebuah buku berjudul Handbook of Commercial Geography (1889) yang banyak berisi tentang semua produksi komoditas dunia dan kondisi geografis untuk perdagangan. Chisholm tidak hanya menilai keuntungan ekonomi dari tingginya volume perdagangan, namun juga dari sisi geografi ekonomi. Dia berpendapat bahwa perdagangan sangat tergantung dari aspek geografis wilayah. Kondisi wilayah yang berbeda akan menghasilkan produk yang berbeda atau menyediakan produk dengan kondisi yang kondisi yang tidak sesuai harapan. Smith (1874-1966) menerbitkan buku Industrial and Commercial Geography pada tahun 1913. Buku tersebut disebut sebagai Chisholm's Handbook versi Amerika. Pada bagian pertama dari buku tersebut membahas mengenai produksi dari sumberdaya tertentu dan barang-barang pabrik dan pada bagian kedua menjelaskan tentang perdagangan dunia. Dalam kajiannya, Smith menjelaskan mengenai dinamika dan pergerakan yang tidak dibahas dalam Chisholm's Handbook. Smith berfokus pada perubahan teknologi seputar transportasi dan telekomunikasi. Dengan berfokus pada dua tokoh diatas, beberapa elemen/aspek yang baru ilmu Geografi Ekonomi ditemukan. Ilmu Geografi memperhatikan kedetilan secara empiris, kategorisasi global secara geografis atas komoditas tertentu serta pola spasial dan kondisi perdagangan (Barnes, 2000). Pada tahun 1930an. kajian Geografi Ekonomi mulai bergeser dari hubungan komersial umum secara global menjadi kajian yang lebih sempit, pada region yang unik, dan terutama yang dekat dengan tempat tinggal. Diawali oleh kritik Ray Whitbeck (dalam barnes 2000) terhadap karya Smith, Industrial and Commercial. Industrial and Commercial karya Smith terstruktur secara tematik, seputar komoditas, perdagangan dan transportasi. Struktur yang dijelaskan Smith tidak secara regional. disinilah kritik yang diberikan oleh Whitbeck dimana dia berpendapat bahwa ada perbedaan yang jelas antara perdagangan dan industri dengan geografi perdagangan dan industri. Whitbeck memberikan kritik bahwa penekanan yang seharusnya diberikan adalah
pada aspek negara (country) bukan pada komoditas. Pendapat ini menjadi populer dan melahirkan sebuah perspektif wilayah (region) yang membentuk sebuah wilayah, dengan keunikannya dan fokus kepada kebutuhan wilayah tersebut. Whitbeck mennulis buku dengan judul Economic Geography yang meluruskan definisi geografi ekonomi dengan menyediakan pengetahuan yang mendidik manusia mengenai kebutuhan dan kegunaan. Hal yang mendasar dari ide ini adalah perbadaan karakter wilayah. Richard Hartshorne (1899-1992) seorang geografer dari Amerika memberikan penjelasan mengenai perpektif ruang dengan kodifikasi yang sistematis dan penjelasan yang cerdas.Hartshorne menulis The Nature of Geography (1939). Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa region adalah unit geografis yang bisa digunakan sebagai basis untuk mengatur dan mengintegrasikan informasi yang tersebar dan beranekaragam yang telah dikumpulkan oleh geografer. Hartshorne berpendapat bahwa dalam regionalisasi (pewilayahan) menekankan pada keunikan wilayah dalam hal ini Hartshorne menekankan pendekatan geografi yang deskriptif. Keunikan wilayah yang ditekankan oleh Hartshorne memberikan pembenaran terhadap penyebaran yang cepat dari tipologi wilayah yang menentukan geografi ekonomi wilayah tersebut. Dalam kajian yang dilakukan oleh Chisholm dan Smith sebelumnya, sedikit memperhatikan terhadap tipologi. Mereka memperhatikan lokasi, tetapi hanya berdasarkan komoditas yang dihasilkan dan diperdagangkan. Perkembangan Geografi Ekonomi selanjutnya adalah munculnya kajian Geografi Ekonomi dengan pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan dan prosedur kuantitatif (terutama dengan statistik). Mulai berkembang kajian Geografi Ekonomi yang dikaji dari belakang meja dengan menggunakan peralatan seperti komputer dan kalkulator. Ini sangat berbeda dengan dasar yang dikemukakan Hartshorne yang berupa field-based, typological, bersifat deskriptif pada satu pusat wilayah. Hal ini dipelopori oleh Harold McCarty yang sejatinya meneruskan ide dari Freed Schaefer (1953) yang mengkritik pendekatan Hartshorne, bahwa seharusnya Geografi Ekonomi menggunakan pendekatan ilmiah untuk mencari hukum Geografi (the ultimate form of a scientific generalization).
Senada dengan pendapat Schaefer, McCarty berpendapat bahwa Geografi Ekonomi seharusnya beralih dari kajian yang bersifat regional dan menjadi lebih scientific. pada 1940 McCarty menerbitkan buku dengan judul The geographic basis of American economic life, dimana pada saat itu Geografi Ekonomi AS diperhitungkan secara konvensional per region. McCarty memperkenalkan aspek tekanan pasar (market forces) yang membuat kajian ekonomi lebih terlihat realistis secara geografis. Geografi ekonomi menjadikan konsep ini semakin luas daripada konsep ekonomi dan metode yang digunakan menjadi lebih luas jika dibandingkan bidang ilmu Geografi (McCarty, 1940, in Barnes 2000). Dari sini mulai dapat dilihat munculnya sebuah ilmu Geografi Ekonomi dengan pendekatan yang lain, yang sangat berbeda dari konsep yang dikemukakan Hartshorne. Geografi Ekonomi berkembang menjadi sebuah ilmu sosial matang yang menekankan analisis sosial daripada fisik dan menggunakan analisis ilmiah daripada analisis deskriptif belaka (Barnes, 2000). Namun hal ini dipandang sangat berat untuk dikerjakan. Peter Hagget (1965) berpendapat bahwa analisis Geografi Ekonomi seharusnya mempergunakan sebuah model sederhana yang sama dengan kenyataan dan mempergunakan metode statistik untuk mengujinya dengan kenyataan di lapangan (dalam Barnes, 2000). Perkembangan Geografi Ekonomi pada 1960-an diwakili oleh William Alonso dan Brian Berry. Alonso mengeluarkan buku Location and Land Use pada 1964. Sedangkan Brian Berry menerbitkan buku Market Center and Retail
Distribution. Dalam bukunya tersebut, Berry menguji teori dan prinsip Central Place Theory milik Christaller. Berry (1992) menyatakan bahwa ilmu ekonomi menaruh perhatiannya bagaimana sumberdaya alam langka berada diantara pengguna yang saling berkompetisi untuk mendapatkannya melalui bagaimana sebuah harga ditentukan dan pendapatan yang terdistribusi, dan dengan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sama halnya dengan ekonomi, geografi juga menaruh perhatian dengan aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam, namun dengan perspektif distribusi spasial, pola dari interaksi spasial, dan wilayah sebagai hasil analisis. Menurut sejarahnya, para ahli geografi ekonomi sering mengabaikan kontribusi dari prinsip ilmu ekonomi yang dapat membantu mereka untuk mencapai tujuannya. Berry juga mengatakan bahwa tujuan ekonomi geografi modern adalah untuk menjelaskan sistem geografi dalam ekonomi dengan menggunakan jumlah variabel yang sedikit. Jika pada analisi ekonomi regional dikenal analisis input-output yang dikembangkan Isard, maka di bidang Geografi Ekonomo, dikenal sebuah alat analisis yang diakomodasi oleh Miller dan Wright (1991), Isserman (1997), dan Ron Hood (1998). Alat analisis ini dikenal dengan istilah Location Quotient (LQ). Analisa ini merupakan suatu metode pengembangan/penilaian ekonomi sederhana yang digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang memacu pertumbuhan. LQ mengukur
konsentrasi relatif kegatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan wilayah. Paul Krugman (1991) dalam karyanya Geography and Trade memperkenalkan sebuah pemikiran baru mengenai Geografi Ekonomi, yang kemudian dikenal sebagai New Economic Geography (NEG). dalam teori ini Krugman menjelaskan mengenai pola perdagangan internasional dan konsentrasi kesejahteraan (welfare) secara geografis. Pola ini diukur dengan menguji dampak skala ekonomi terhadap kesukaan konsumen pada layanan barang dan jasa. Krugman menjelaskan dua teori, yaitu International Trade dan Economic Geography.
International Trade atau perdagangan bebas yang selama ini menganut konsep yang diciptakan David Ricardo yaitu Comparative Advantage, dianggap sudah tidak lagi mampu menjawab fenomena perdagangan internasional saat ini. Ricardo dalam teorinya menjelaskan bahwa tiap negara perlu mencari spesialisasi produksi agar proses “barter” komoditas antar negara bisa terjadi dan pendapatan negara meningkat. Krugman menganggap teori ini sudah tidak berlaku pada abad 20 dan 21. Krugman mengungkap fakta bahwa saat ini proses perdagangan dan jasa didominasi oleh segelintir negara yang ternyata memperdagangkan komoditas yang sama. Lebih jauh Krugman menjelaskan bahwa pada saat ini permintaan lebih didorong oleh variasi meskipun produknya sama. Hal ini akan cenderung lebih menguntungkan kedua belah pihak karena bisa memperluas jaringan global. Volume 12 / No. 1 / April 2014
Dalam Economic Geography, Krugman menjelaskan terjadinya konsentrasi populasi di suatu wilayah. Krugman menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena ada kecenderungan pekerja bermigrasi ke wilayah pusat pekerja terbesar yang akhirnya manghasilkan variasi produk baru yang sangat beragam. Konsentrasi terjadi dalam hal barang dan jasa yang diproduksi maupun lokasi barang tersebut dibuat. Dalam menjelaskan aglomerasi Krugman menggunakan prinsip Increasing Returns. Faktor pembentuk increasing returns tersebut adalah kombinasi economies of scale dan penurunan biaya transportasi. Biaya transportasi (minimal untuk mencapai konsumen) yang lebih murah akan memicu self-reinforcing process di mana populasi metropolitan yang tumbuh akan meningkatkan skala produksi, gaji riil, dan keragaman pasok barang. Hal ini pada gilirannya akan merangsang migrasi penduduk lebih lanjut ke kota. Akhirnya menurut teori Krugman ini, akan terbentuk kawasan inti yang hi-tech dan terurbanisasi, dan kawasan pinggiran yang kurang berkembang. NEG berusaha menjelaskan tentang variasi bentuk dari Aglomerasi Ekonomi dalam ukuran besar dalam ruang Geografi. Kita juga harus memahami bahwa aglomerasi ekonomi ini bisa terjadi pada tiap tingkatan ruang geografi dengan berbagai komposisi yang berbeda-beda. Contoh nyata pada skala kecil adalah berkumpulnya toko-toko kecil, restoran yang bisa ditemukan di lingkungan sekitar kita.
dianggap belum cukup untuk menjelaskan berbagai fenomena atau permasalahan di muka bumi. Geografi harus bisa menjelaskan berbagai fenomena tersebut. Geografi harus menyelidiki lebih jauh lagi keteraturan dalam distribusi spasial, geografi juga harus menjadi pengetahuan dasar dalam mengatur faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi spasial objek-objek dipermukaan bumi. Sehingga muncullah kajian Geografi Ekonomi yang menggunakan prosedur dan pendekatan secara kuantitatif (secara statistik dan matematik). Penggunaan model dalam menyederhanakan fenomena dipermukaan bumi juga dimungkinkan untuk mempermudah analisis yang kemudian dianalisis secara statistik untuk mendapatkan hasil yang akurat dan sesuai kenyataan. Namun demikian ada perbedaan antara ekonomi regional dan geografi ekonomi. Perbedaan yang paling mendasar adalah cara pandang terhadap ruang. Ekonomi regional sangat sedikit memberikan perhatian terhadap dimensi ruang. Perspektif Regional Science dalam aspek spasial hanyalah sebatas pada “apa yang menjadi masalah” dan “mengapa masalah itu bisa terjadi”. Aspek spasial hanya berkepentingan terhadap tempat berkumpulnya perusahaan-perusahaan (firm concentration) tanpa mempertimbangkan keberadaan lokasi tersebut berada dimana dan mengapa berada disana. Jika menilik berbagai teori tokoh-tokoh regional science misalnya von Thϋnen (Bid Rent Theory), Walter
PEMAHAMAN DINAMIS KEDUA PERSPEKTIF: EKONOMI REGIONAL DAN GEOGRAFI EKONOMI Dari penjelasan diatas, Ekonomi Regional dan Geografi Ekonomi adalah studi yang sama-sama memperhatikan aspek wilayah dalam kajiannya. Kedua sub-disiplin ilmu tersebut lahir karena adanya ketidakpuasan terhadap teori-teori terdahulu. Ekonomi regional lahir karena ketidakpuasan terhadap pandangan teori ekonomi klasik yang terlalu menyederhanakan konsep ekonomi dengan hanya melibatkan aspek harga jual dengan biaya produksi untuk memperhitungkan keuntungan. Padahal dalam prakteknya ada komponen lain yaitu biaya transport ke pasar maupun ke sumber produksi yang berbanding lurus dengan jarak, dalam hal ini ekonomi regional mulai memperhatikan aspek spasial.
Chrystaller (Central Place Theory), Walter Isard (General Theory of Location and Space Economy) selalu dikatakan bahwa kajiannya berhubungan dengan ruang, namun apabila dianalisis lebih lanjut, analisisnya hanya terbatas pada faktor-faktor pembentuk ruang yang biasanya berhubungan dengan sektor-sektor ekonomi yang terlibat. Regional science tidak memperhatikan aspek ruang yang lebih luas seperti distribusi spasial obyekobyek dipermukaan bumi yang mempengaruhi aktifitas manusia. Begitu juga dengan teori backwash effect dan spread effect yang dikemukakan Myrdal dan teori polarization dan trickle down effect yang dikemukakan Hirchmann yang tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai distribusi spasial mengenai permasalahan tersebut.
Sedangkan Geografi Ekonomi lahir karena ketidakpuasan terhadap kajian Geografi Ekonomi terdahulu yang hanya menggambarkan wilayah secara deskriptif atau pada aspek kualitatif saja. Hal ini
Analisis Input-Output (I-O) yang menjadi alat analisis dari ekonomi regional. Analisis I-O memperlihatkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam suatu wilayah tertentu secara komprehensif.
Tabel input-output dapat mendeskripsikan arus transaksi antar pelaku perekonomian. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan tingkat produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat dilihat. Analisis I-O memperlihatkan keterkaitan antar sektor ekonomi dalam suatu wilayah tertentu secara komprehensif. Tabel input-output dapat mendeskripsikan arus transaksi antar pelaku perekonomian. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan tingkat produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat dilihat. Namun analisis I-O hanya bisa menjelaskan mengenai karakter struktur ekonomi suatu wilayah tanpa bisa menjelaskan distribusi spasialnya. Location Quotient atau LQ adalah alat analisis yang digunakan Geografi Ekonomi. Digunakan untuk mengetahui tingkat spesialisasi dan mengindikasikan sektor basis atau leading sector yang ada. Tabel LQ dapat mendeskripsikan bagaimana derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan antar wilayah. Dari segi metode analisis ini nampak bahwa ekonomi regional dalam kajiannya berbasis pada sektor sedangkan ekonomi regional lebih menganalisa basis lokasi secara relatif atas kegiatan ekonomi tertentu pada beberapa wilayah. Contoh mudah memahaminya adalah jika dengan analisa I-O kita bisa mengetahui sektor uggulan sebuah negara yang akan sangat berpengaruh terhadap sektor yang lain. Namun dengan LQ kita bisa melakukan penilaian terhadap potensi ekonomi lokal yang (berbasis lokasi) dengan membandingkannya dengan region yang lain. Perbedaan yang lain adalah dipengaruhi oleh masih dipengaruhinya regional science oleh pandangan ekonomi ortodoks yang menganut Homo economicus (rational man), dimana semua manusia dianggap berkelakuan rasional, berorientasi keuntungan dan merespon terhadap market signal. Bagaimanapun, hidup adalah kompleks, dan perilaku manusia tidak selalu rasional dalam mengambil keputusan. Hal ini bisa berkaitan dengan jenis kelamin, ras, usia, klas sosial, keyakinan budaya, kesehatan atau disabilitas. Geografer dengan tajam mengulas aspek ini ketika mengkaji masalah ekonomi. Hal ini didasari bahwa Geografi merupakan ilmu yang holistik dan memperhitungkan semua aspek yang mungkin berpengaruh terhadap sebuah kajian. Termasuk dalam ekonomi, Geografi Ekonomi juga mempelajari mengenai spatial behaviour dan behaviour in space dari subyek dan obyek ekonomi tersebut.
TITIK PENTING BAGI KEDUA PENDEKATAN Perkembangan ilmu sangat dinamis, termasuk ilmu ekonomi yang bergerak dari ilmu ekonomi konvensional secara perlahan bergerak meluaskan kajiannya dengan memperhatikan aspek ruang. Begitu juga dengan ilmu Geografi yang juga berevolusi untuk mempelajari aktifitas ekonomi manusia di atas permukaan bumi dengan mulai menggunakan pendekatan kuantitatif. Pada suatu titik terjadi overlap antara kajian ekonomi regional dan geografi ekonomi karena kedua ilmu tersebut mengklaim berbicara mengenai ruang. Namun penekanan kajian dari kedua ilmu tersebut berbeda, ekonomi regional lebih menekankan pada sektor sebagai fokus (sector wise), sedangkan Geografi Ekonomi lebih menekankan pada aspek distribusi spasial dari sektor-sektor tersebut berada dimana. Perbedaan tersebut bisa dimaklumi, namun hendaknya dalam sebuah kajian ekonomi digunakan analisa pemecahan masalah dengan pendekatan yang lebih holistik (menyeluruh). Sehingga hasil analisa yang dihasilkan bermanfaat baik dari sisi ekonomi maupun sosial. Perlu dipertimbangkan integrasi antara kedua pendekatan analisis tersebut untuk menghasilkan kajian yang ekonomi yang tajam, baik dilihat dari sisi sektor maupun wilayah (muasal sumberdaya tersebut). Daftar Bacaan Alonso, W. 1964. Location and Land Use. Cambridge, Mass.: Harvard University Press Alexander, John W., 1963. Economic Geography. Prentice Hall, [On OUGL Reserve: 911.2 A127e] Barnes, 2000, Inventing Anglo-American Economic geography ; in A Companion to economic geography, Blackwell Publishing Berry, Brian, Edgar C. Conkling, dan D. Michael Ray. 1987, Global Economy: Resources Use Locational Choice, and International Trade, Prentice Hall, New Jersey. Chisholm, G.G, 1889, The Handbook of Commercial Geography, London and New York : Longman, Green, and Co. Christaller, W. 1933. Die zentralen Orte in Süddeutschland. Jena: Fischer. Clark, Gordon, Maryann P. Feldman, Meric S. Gertler, 2000, The Oxford Handbook of Economic Geography, Oxford University Press Freidmann,John and Clyde Weaver. 1979. Territory and Function: the Evolution of Regional Planning. Berkeley: University of California Press. Fujita, Masahisa, 1999, Location and Space-Economy at half a century: Revisiting Professor Isard's dream on the general theory, Institute of Economic Research, Kyoto University, Yoshida±Hanmachi, Sakyoku, Kyoto, 606-01, Japan Hafid Setiadi, 2009, Konsep Pusat – Pinggiran : Sebuah Tinjauan Teoritis, Departemen Geografi, FMIPA UI Hagget., P. 1965, Locational Analysis in Human Geography, London : Arnold Hartshorne., R, 1939, The Nature of Geography. A Critical Survey of Current Thought in Light of The Past. Lancaster, PA : AAG Hirschman, A. O. 1958. The Strategy of Economic Development. New Haven: Yale University Press. Lösch, A. 1940. Die räumliche Ordnung der Wirtschaft. Jena: Fischer. M Sokol, 2011, Economic geography, University of London Mc Carty, H.H. 1940. The Geographic Basis of American Economic Life/ New York : Harpers & Brothers Myrdal, G. 1957, Economic Theory and Underdeveloped Regions, Nurhadi, 2003, Konsep Teori Pembangunan Pusat Pinggiran Dalam Kajian Geografi, Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Paul Krugman, 1991, Geography and Trade, Leuven University Press Leuven, Belgium and The MIT Press Cambridge, Massachusetts London, England Porter, M. (1990). The competitive advantage of nations. London:MacMillan Press. Samuelson, Paul A. The Review of Economics and Statistics. Vol. 37, No. 4. (Nov., 1955), pp. 350-356. The MIT Press. Schaefer, F.K. 1953. Expectationalism in Geography : a methodological introduction. Annals, Association of American Geographers, 43, 226-49 Smith, J. Russel. 1913, Industrial and Commercial Geography. New York : Henry Holt and Co Stimson, R.J., Stough, R.R., Roberts, B.H., 2002, Regional Economic Development: Analysis and Planning Strategy, Springer-Verlag Berlin Heidelberg Von Thunen, J.H. 1966, The Isolated State, an English translationof Der Isolierte Staat by C.M. wartenberg (ed. P.Hall). Oxford : Pegamon Press (originally published in 1862) Vuković, Darko, Jovanović, Ana dan Mališa Đukić, 2012, Defining Competitiveness Through The Theories Of New Economic Geography And Regional Economy, Faculty of Entrepreneurial Business, University of Union-Nikola Tesla in Belgrade Walter Isard, 1957, An Introduction to Regional Science, Englewood Cliff, N.J Prencitce Hall WEBER, A. 1909. Über den Standort der Industrien. Tubingen: J. C. B. Mohr. Whitbeck, R. H. 1914. Review of J Russel Smith's Industrial and Commercial Geography. BUlletin of The American Geographical Society, 46, 540-1
GEOSAINS
PETROLEUM SYSTEM DAN ASPEK POTENSI PETROLEUM
PADA CEKUNGAN KUTAI BASIN BAGIAN SELATAN Oleh: Andipa Damatra dan Sadhu Zukhruf Janottama
Latar Belakang Petroleum atau yang dikatakan sebagai minyak dan gas merupakan salah satu komoditi yang banyak dicari dan penting karena sangat dibutuhkan oleh banyak pihak. Minyak dan gas merupakan sumberdaya geologi yang telah banyak memberikan kontribusi dalam penerimaan devisa negara maupun peranan-nya dalam menggerakkan roda perekonomian nasional. Salah satu daerah yang memiliki potensi minyak dan gas adalah Provinsi Kalimantan Timur. Provinsi ini tepatnya pada formasi Cekungan Kutai memiliki potensi minyak dan gas yang sangat besar. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai potensi petroleum pada Cekungan Kutai dan bagaimana Struktur Geologi pada Cekungan Kutai mempengaruhi aspek potensi petroleum yang terkandung didalamnya. Maksud dan Tujuan Tulisan ini bermaksud untuk memberikan informasi awal mengenai potensi minyak dan gas bumi yang berada di dalam Cekungan Kutai berdasarkan petroleum sistem yaitu batuan induk (source rock), batuan reservoar (reservoir rock), batuan penutup (cap rock), dan waktu migrasi (proper timing of migration). Keadaan Geologi Cekungan Kutai
Tatanan Tektonik Mengacu kepada konsep tektonik lempeng (Katili, 1978), Cekungan Kutai di Kalimantan merupakan cekungan busur belakang atau back arc di bagian barat. Terbentuk akibat tumbukan antara lempeng benua dan lempeng samudera yang kemungkinan terjadi pada akhir masa Kapur hingga awal Paleogen. Peregangan di Selat Makassar sangat mempengaruhi pola pengendapan terutama pada bagian timur cekungan. Secara regional,pengendapan yang terjadi di Cekungan Kutai berlangsung sejak Eosen hingga Pliosen dan dipisahkan oleh tiga fase tektonik yaitu pada masa Oligosen, Miosen dan Pliosen.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Stratigrafi Regional Mengacu kepada Peta Geologi Lembar Muaraancalong, Kalimantan (Atmawinata S, Ratman, N.,1995), daerah ini merupakan sebuah basin atau cekungan yang terletak di bagian timur dari Pulau Kalimantan. Cekungan ini terbentuk mulai Tersier Awal dengan batuan sedimen pengisi cekungan diperkirakan mencapai tebal sekitar 7500 m yang diendapkan mulai dari lingkungan delta, laut dangkal hingga laut dalam. Sedimentasi yang terjadi mulai Eosen hingga Pliosen menghasilkan seri batuan sedimen dari batuan tua ke muda antara lain Formasi Keham Halo, Formasi Boh, Formasi Atan Formasi Marah, Formasi Batuayau, Formasi Wahau, Formasi Gunung Sekerat, Formasi Pamaluan, Formasi Bebuluh, Formasi Pulau Balang, Formasi Balikpapan, Formasi Kampung Baru. Terjadinya tiga proses tektonik berupa pengangkatan pada Oligosen, Miosen dan Pliosen menyebabkan ketidakselarasan antara pengendapan Formasi Batuayau, Formasi Wahau dan Formasi Balikpapan.
Struktur Regional Struktur geologi Cekungan Kutai yang dapat dilihat pada Gambar 1 (Moss & Finch, 1997) adalah berupa lipatan yang terdiri dari antiklin dan sinklin dengan sumbu lipatan berarah baratdaya-timurlaut. Struktur geologi yang lainnya berupa sesar yang mempunyai arah sejajar dengan arah sumbu lipatan yaitu baratdaya-timurlaut, atau dapat digolongkan menjadi kelompok sesar mayor. Sedangkan sesar minor arahnya relatif tegak lurus dengan sumbu sesar mayor, yaitu sumbu bearah utaraselatan. Petroleum
Definisi Petroleum Petroleum (minyak batu, dari bahasa Greek petra – batu dan oleum – minyak) merupakan sejenis cairan gelap, pekat, berwarna hitam kekuningan, flammable, dan berupa hidrokarbon yang ditemukan dibawah permukaan bumi.
CaCO3 + Alkali CaC2 + HO = CH Minyak bumi
HC
2) Teori Biogenesis Berdasarkan teori Biogenesis, minyak bumi terbentuk karena adanya kebocoran kecil yang permanen dalam siklus karbon. Siklus karbon ini terjadi antara atmosfir dengan permukaan bumi, yang digambarkan dengan dua panah dengan arah yang berlawanan, dimana karbon diangkut dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Pada arah pertama, karbon dioksida di atmosfir berasimilasi, artinya CO2 diekstrak dari atmosfir oleh organisme fotosintetik darat dan laut. Pada arah yang kedua CO2 dibebaskan kembali ke atmosfir melalui respirasi makhluk hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme). Proses pembentukan minyak bumi terdiri dari tiga tingkat, yaitu: 1) Pembentukan sendiri, terdiri dari:
Gambar 1. Struktur Geologi Cekungan Kutai (Moss & Finch, 1997)
Hidrokarbon terbentuk dengan kandungan utama berupa atom karbon (C) dan hidrogen (H). Menurut pembentukkannya Petroleum merupakan hasil akumulasi dari jasad renik lautan, tumbuhan, dan material organik pada suatu lingkungan pengendapan tertentu. Material organik tersebut kemudian berubah menjadi batuan karena pengaruh tekanan lapisan di atasnya. Sementara itu, dengan meningkatnya tekanan dan suhu, bakteri anaerob menguraikan sisasisa jasad renik, tumbuhan, dan material organik tersebut kemudian mengubahnya menjadi minyak dan gas. Proses pembentukan minyak bumi dan gas ini memakan waktu jutaan tahun. Minyak dan gas yang
terbentuk meresap dalam batuan yang berpori seperti air dalam batu karang. Minyak dan gas dapat pula bermigrasi dari suatu daerah ke daerah lain, kemudian terkosentrasi jika terhalang oleh lapisan yang kedap.
Pembentukan Minyak dan Gas Bumi Proses Pembentukan Minyak Bumi berdasarkan tiga teori, yaitu: 1) Teori Abiogenesis Teori Abiogenesis dikemukakan oleh Berthelok (1866) yang menyatakan bahwa minyak bumi berasal dan reaksi kalsium karbida, CaC2 (dan reaksi antara batuan karbonat dan logam alkali) dan air menghasilkan asetilen yang dapat berubah menjadi minyak bumi pada temperatur dan tekanan tinggi.
• pengumpulan zat organik dalam sedimen • pengawetan zat organik dalam sedimen • transformasi zat organik menjadi minyak bumi. 2) Migrasi minyak bumi yang terbentuk dan tersebar di dalam lapisan sedimen yang terperangkap. 3) Akumulasi tetes minyak yang tersebar dalam lapisan sedimen hingga berkumpul menjadi akumulasi komersial. Proses kimia organik pada umumnya dapat dipecahkan dengan percobaan di laboratorium, namun berbagai faktor geologi mengenai cara terdapatnya minyak bumi serta penyebarannya didalam sedimen harus pula ditinjau. Volume 12 / No. 1 / April 2014
Fakta ini diantaranya adalah: •
Minyak bumi selalu terdapat di dalam batuan sedimen dan umumnya pada sedimen marine, fesies sedimen yang utama untuk minyak bumi yang terdapat di sekitar pantai.
•
Minyak bumi memang merupakan campuran kompleks hidrokarbon.
•
Temperatur reservior rata-rata 107°C dan minyak bumi masih dapat bertahan sampai 200°C, diatas temperatur ini forfirin sudah tidak bertahan.
•
Minyak bumi selalu terbentuk dalam keadaan reduksi ditandai adanya forfirin dan belerang.
•
Minyak bumi dapat tahan pada perubahan tekanan dari 8-10000 psi. Proses transformasi zat organik menjadi minyak bumi.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi peristiwa diatas, diantaranya: - Degradasi thermal Akibat sedimen terkena penimbunan dan pembanaman maka akan timbul perubahan tekanan dan suhu. Perubahan suhu adalah faktor yang sangat penting. - Reaksi katalis Adanya katalis dapat mempercepat proses kimia. - Radioaktivasi Pengaruh pembombanderan asam lemak oleh partikel alpha dapay membentuk hidrokarbon parafin. Ini menunjukan pengaruh radioaktif terhadap zat organik. - Aktifitas bakteri Bakteri mempunyai potensi besar dalam proses pembentukan hidrokarbon minyak bumi dan memegang peranan dari sejak matinya senyawa organik sampai pada waktu diagnosa, serta menyiapkan kondisi yang memungkinkan terbentuknya minyak bumi. Jenis zat organik yang dijadikan sumber minyak bumi menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa jenis zat organik yang merupakan zat pembentuk utama minyak bumi adalah lipid zat organik dapat terbentuk dalam kehidupan laut ataupun darat dan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: yang berasal dari nabati dan hewani. 3) Teori Duplex Teori duplex yang merupakan perpaduan dari kedua teori biogenesis dan abiogenesis. Teori duplex menjelaskan bahwa minyak dan gas bumi berasal dari Volume 12 / No. 1 / April 2014
berbagai jenis organisme laut baik hewani maupun nabati. Di perkirakan bahwa minyak bumi berasal dari materi hewani dan gas bumi berasal dari materi nabati, yang jelas minyak dan gas bumi terdiri dari senyawa kompleks yang unsur utamanya adalah karbon (C) dan unsur hydrogen (H), secara sederhana senyawa ini dapat ditulis dengan rumus kimia CXHY, sehingga sering disebut sebagai senyawa hidrokarbon. Pada zaman purba, di darat dan di laut hidup beraneka ragam binatang dan tumbuh-tumbuhan. Binatang serta tumbuh-tumbuhan yang mati ataupun punah itu akhirnya tertimbun di bawah endapan Lumpur. Endapan Lumpur ini kemudian di hanyutkan oleh arus sungai menuju lautan, bersama bahan organik lainnya dari daratan. Akibat pengaruh waktu, temperatur tinggi dan tekanan beban lapisan batuan di atasnya binatang serta tumbuh-tumbuhan yang mati tadi berubah menjadi bintik-bintik dan gelembung minyak atau gas. Akibat pengaruh yang sama, maka endapan lumpur berubah menjadi batuan sediment. Batuan lunak yang berasal dari Lumpur yang mengandung bintik-bintik minyak dikenal sebagai batuan induk atau source rock. Selanjutnya minyak dan gas ini akan bermigrasi menuju tempat yang bertekanan lebih rendah dan akhirnya terakumulasi di tempat yang disebut perangkap (trap). Suatu perangkap dapat mengandung : 1. Minyak, gas, dan air 2. Minyak dan air 3. Gas dan air Karena perbedaan berat jenis, apabila ketiga-tiganya berada dalam suatu perangkap dan berada dalam keadaan stabil, gas senantiasa berada di atas, minyak di tengah dan air di bagian bawah. Gas yang terdapat bersama-sama minyak bumi disebut associated gas sedangkan yang terdapat sendiri dalam suatu perangkap disebut non-associated gas.
Petroleum System a. Pengertian petroleum system Minyak dan gas bumi merupakan senyawa hidrokarbon, berasal dari bahan organik dalam batuan induk yang mengalami proses pematangan.
Adanya akumulasi minyak dan gas bumi di bawah permukaan memerlukan beberapa syarat yang dikenal sebagai petroleum system yaitu batuan induk (source rock) yang matang, perangkap (trap), batuan reservoar (reservoir rock) yang porous dan permeable, batuan penutup (cap rock) yang impermeable, serta lapisan pembawa (carrier bed) dan waktu migrasi (proper timing of migration) yang memungkinkan minyak dan gas bumi bermigrasi dan terjebak dalam perangkap (trapping mechanism). b. Parameter-parameter yang harus diketahui dalam mencari jebakan hidrokarbon (HC). Terdapat beberapa parameter yang harus diketahui dalam mencari jebakan hidrokarbon (HC) yaitu: - Batuan Induk (source rock) Batuan induk adalah adalah batuan sedimen yang sedang, akan, atau telah menghasilkan hidrokarbon (Tissot and Welte, 1984 vided Peter and Cassa, 1994). Batuan induk ini adalah sumber daripada hidrokarbon, sehingga tanpa adanya batuan induk ini tidak akan ada hidrokarbon yang terbentuk. Batuan induk ini memerlukan beberapa syarat untuk dapat menghasilkan hidrokarbon, antara lain tercapainya kondisi kematangan termal dan kandungan material organik yang cukup tinggi. Pada umumnya batuan induk ini terdiri dari shale berwarna hitam dikarenakan tingginya kandungan organik. - Perangkap (trap) Perangkap adalah suatu kondisi dimana hidrokarbon tidak dapat mengalir keluar dan terjebak dalam batuan reservoar. Fungsi dari perangkap ini adalah untuk
menampung adanya aliran hidrokarbon dan mengakumulasinya pada perangkap tersebut. Tanpa adanya perangkap, hidrokarbon akan mengalir hilang dan tidak akan terjadi suatu akumulasi hidrakarbon. Perangkap terbagi atas perangkap struktur, perangkap stratigrafi atau perangkap kombinasi antara keduanya. - Batuan reservoar (reservoir rock) Batuan reservoar adalah batuan sedimen yang umumnya mempunyai butiran kasar dan porous dengan permeabilitas yang tinggi, sehingga hidrokarbon dapat terakumulasi dan mengalir di dalamnya. Batuan yang paling banyak dijumpai adalah batupasir dikarenakan porositas dan permeabilitasnya yang tinggi. Batuan karbonat juga merupakan batuan reservoar yang baik dikarenakan adanya pori-pori dan rongga yang besar pada batuan ini. - Batuan penutup (seal rock) Batuan penutup adalah batuan yang memiliki permeabilitas dan porositas yang rendah, sehingga menghambat kandungan petroleum dalam reservoar untuk bermigrasi. Batuan penutup yang umum adalah serpih (shale) dan batuan avaporit. - Waktu migrasi (proper timing of migration) Waktu migrasi amat menentukan dalam suatu petroleum system. Adanya waktu migrasi yang tidak tepat dalam suatu petroleum system, akan mengakibatkan tidak adanya akumulasi hidrokarbon yang terbentuk pada suatu reservoar. Sebagai contoh, pada saat batuan induk telah mencapai suatu kematangan termal tertentu dan
menghasilkan hidrokarbon sedangkan perangkap dalam sistem tersebut belum terbentuk, maka hidrokarbon yang dihasilkan akan mengalir hilang dan tidak akan
Gambar 2. Petroleum System
membentuk akumulasi hidrokarbon. Keterkaitan antara parameter yang satu dengan yang lain dalam petroleum system Masing-masing parameter dalam petroleum system amat terkait satu sama lain dan tidak dapat berdiri sendiri. Sebagai contoh, adanya suatu batuan induk tidak akan berfungsi sebagai suatu petroleum system jika tidak terdapat batuan reservoar dan demikian juga sebaliknya Potensi Petroleum di Cekungan Kutai
Evolusi Cekungan dan Genesa Deposit Hidrokarbon Evolusi cekungan dan asal-usul terbentuknya mineral dan cadangan hidrokarbon pada masa Eosen Tengah terlihat pada pembentukkan beberapa diskrit half-graben yang asimetris (Gambar 3) (Cloke, Milsom & Blundell, 1999). Pembentukkan cekungan adalah secara kontemporer dan didahului oleh letusan dari batuan vulkanik felsic yang telah diidentifikasi di seluruh Kalimantan (Moss et al. 1997). Volume 12 / No. 1 / April 2014
Gambar 3. Half-graben dan pengisian sedimen selama fase rifting (Cloke, Milsom & Blundell, 1999)
Half-graben dengan cepat diisi oleh syn-rift sediment dari pedalaman Kalimantan. Pada tempat-tempat tersebut, syn-rift sediment ini adalah reservoir hidrokarbon yang sangat potensial (J. Chambers, pers. Comm.). Survey lapangan menyebutkan adanya kehadiran batubara dengan tebal hingga 1 meter di pengisian syn-rift sediment pada masa Eosen Tengah. Sumur eksplorasi yang baru-baru ini dibor oleh LASMO plc telah menunjukkan adanya sumber endapan danau yang sebelumnya tak dikenal, berasal dari masa Eosen pertengahan dan berada di sumbu Half-graben Wahau (J. Chambers, pers. Comm.). Bagian rekonstruksi menunjukkan bahwa inversi syn-rift sediment yang tersimpan pada ekstensional half-graben terkubur sampai kedalaman > 6 km (Gambar 4).
Sebuah korelasi yang sama antara waktu vulkanisme dan pensesaran dalam pengaturan ekstensi-onal telah terdapat sebelumnya [misalnya Ethiopian Rift, Bonini et al. (1997), East African Rift (Foster et al. 1997.)]. Studi ini menunjukkan bahwa sesar-sesar yang terkait dengan sesar rift-bounding (Gambar 4), dan sesar antitesis dikembangkan pada sisi half-graben yang lentur, yang menyediakan ruang untuk lava vulkanik. Half-graben terbentuk di Cekungan Kutai selama fase rifting awal di bagian utara-selatan, timur laut-barat daya dan utara-timur laut-selatan-barat daya, dan telah diidentifikasi di utara (Cloke et al 1997,. 1999), Barat (Moss & Chambers 1.999 ) dan pada margin cekungan selatan. Sesar di tepi cekungan ini tumpang tindih secara eselon (Gambar 3). Ada tiga penamaan umum yang berkaitan dengan lapisan-lapisan sedimen yang terbentuk di zona rifting, ketiga istilah tersebut yaitu: sedimen pre-rift, sedimen syn-rift, dan sedimen post-rift. Sedimen pre-rift merupakan sedimen yang terendapkan pada saat sesar-sesar normal yang mengontrol terjadinya rifting belum aktif. Sedimen syn-rift merupakan sedimen yang terendapkan pada saat rifting berlangsung (sesar-sesar normal aktif). Sedangkan sedimen post-rift merupakan sedimen yang terendapkan pada saat sesar-sesar normal yang mengontrol terjadinya rifting tidak aktif lagi.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Gambar 4. Interpretasi menunjukkan adanya antiklin Gongnyay, Gergaji, dan Wahau terinversi half-graben dengan sedimen masa Eocene Tengah (Cloke, I. R. 1997)
Potensi deposit petroleum di cekungan Kutai Berdasarkan pembaginan unitnya pembagian susunan petroleum system di daerah Cekungan Kutai adalah batuan induk, batuan reservoir, batuan tudung, dan migrasi. Batuan induk dari minyak dan gas bumi di Cekungan Kutai merupakan batubara, batu lempung serpih karbonat, dan batu lempung serpih dari sedimen delta. Pada daerah Cekungan Kutai yang dianggap sebagai sumber utama minyak dan gas bumi adalah batubara dan batu lempung serpih karbonat.
Material organik yang terdistribusi kesuluruhan interval Oligosen–miosen di Cekungan Kutai. Kandungan organik yang tinggi pada setiap urutan sedimen tidaklah selalu berhubungan dengan kondisi delata pada umur miosen sampai resen secara keseluruhan. Batu lempung serpih dicirikan dengan material organic yang berasal dari delta bagian depan. Batu lempung serpih pembentuk minyak berasal dari batubara yang pada tahapan transformasi dari minyak gas ke gas.
juga ditemukan volume gas pada kedalaman tertentu. Rose dan Hartono (1978), Combaz dan Matharel (1978), Paterson (1966) dan Pertamina BPPKA (1997) telah menyebutkan terdapatnya beberapa batuan induk yang potensial di bagian selatan Cekungan Kutai. Batuan induk yang dimaksud adalah batubara dan batulempung serpih karbonat.
Pada Cekungan Kutai awal pembentukan gas berasal dari pemecahan minyak bumi yang insitu. Kerogen terbentuk menjadi gas dan tidak akan terjadi apabila tercapai level temperature dan kedalaman yang sesuai untuk pembentukannya. Efisiensi batuan induk dalam meningkatkan produksi minyak menjadi gas, pemecahan minyak bumi ini membentuk minyak terang dengan minyak mentah tipe yang kedua.
Pembagian susunan petroleum system yang kedua adalah batuan reservoir. Pada Cekungan Kutai terdapat dua jenis fasies batupasir yang dikenali pada endapan delta miosen yaitu fluviatile dominated to distributary channel dan tidally dominated-delta front deposit. Batupasir yang termasuk kedalam karakter reservoir secara umum termasuk ke dalam litik arenit dengan sifat tekstural butiran yang didukung oleh matrik, butiran berukuran halus sampai menengah, pemilahan menengah sampai baik, dan kekerasan menengah. Komposisi batuan didominasi oleh umumnya oleh batupasir mineral kuarsa monokristalin, kuarsa polikristalin, fragmen batuan andesit dan quatzose, dan sangat sedikit akan kandungan dari K-feldspar dan plagioklas. Nilai porositas terbadi menjadi dua yaitu porositas primen yang mempunyai nilai 2 hingga 3 & dan posoritas sekunder yang mempunyai nilai 3 hingga 13%.
Cekungan Kutai didominasi oleh gas provenance sebab diawali dengan produksi minyak menjadi gas. Minyak dan gas bumi terperangkap lebih dalam dari 10.000 kaki yang didominasi oleh gas. Minyak ditemukan pada kedalaman yang lebih dangkal dari 10.000 kaki yang
Pembagian susunan petroleum system yang ketiga adalah batuan tudung. Batu lanau dan batu lempung serpih pada lingkungan pengendapan fluvial-deltaic termasuk kedalam batuan tudung dengan tipe buruk pada tipe jebakan antiklin. Hal ini
Pada penelitian sebelumnya (Yuyun Yunardi, 2012) didapatkan dua tipe minyak mentah.Tipe yang pertama yaitu tipe yang menunjukan sifat asal darat yang kuat. Tipe yang kedua yaitu tipe minyak mentah yang dihasilkan dari thermal cracked pada batuan induk yang dikeluarkan dengan tingkat maturasi yang lebih tinggi dibandingkan tipe yang pertama.
Gambar 5. Rekonstruksi structural (a) Interpretasi geosismic saat kini. Inversi dihasilkan pada pembentukkan antiklin pada hanging wall dan perlipatan foot wall. (b) Rekonstruksi pada akhir Oligocene. Penimbunan maksimum dan pembentukkan hidrokarbon. (c) Rekonstruksi pada akhir pertengahan Eocene. (d) Rekonstruksi pada Eocene pertengahan. (Cloke, I. R. 1997)
menyebabkan volume minyak dan gas buminya akan dibatasi pada penyebaran lateral batuan tudungnya. Selain itu juga terdapat batuan tudung yang baik dimana volume minyak dan gas bumi secara signifikan dapat terperangkap pada satu jenis batuan reservoir. Pembagian susunan petroleum system yang terakhir adalah migrasi. Migrasi primer (penguraian minyak dan gas bumi) dari batuan induk pada daerah ini umumnya diakibatkan oleh rekahan minor dari batuan induk dengan terdapatnya internal pressure yang mentransformasikan minyak ke gas.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Gambar 6. Geologi Regional Cekungan Kutai Bagian Selatan (Yuniardi Yuyun. 2012)
Kesimpulan Cekungan Kutai adalah salah satu cekungan di Indonesia yang memiliki potensi petroleum yang besar. Hal ini dilihat dari kondisi petroleum system yang sangat menunjang untuk terakumulasinya minyak dan gas bumi pada daerah ini. Potensi batuan induk berasal dari batubara dan batulempung karbonat. Pada Cekungan Kutai terdapat dua jenis fasies batupasir yang telihat yaitu endapan delta miosen yaitu fluviatile dominated to distributary channel dan tidally dominated delta front deposit.
tion, Pro-ceedings of the 24th Annual Convention.” Jakarta, I, 111130 Cloke, I. R. 1997. Structural controls on the Basin evolution of the Kutai Basin and Makassar Straits.PhD Thesis, University of London. Combaz, A. & De matherel, M. 1978.Organic Sediment and Genesis of Petroleum Mahakam Delta Borneo.American Association Petroleum Geology Buletin. Foster, A., Ebinger, C., Mbede, E. & Rex, D. 1997. ”Tectonic development of the northern Tanzanian sector of the East African Rift system.” Journal of the Geological Society, London, 154, 689-700. Katili, J., 1978, Past and Present Geotectonic Position, Indonesia.Tectonophysics. Moss, S. J. & CRAIG, J. 1997.“The influence of basement reactivation on the extensional and inversional history of the Kutai Basin, Eastern Kalimantan.” Journal of the Geological Society, London, 154, 157163.
Daftar Pustaka _____. 1999. “Structural Controls on the Evolution of the Kutai Basin, East Kalimantan.” Journal of SE Asian Earth Sciences, in press. Atmawinata, S., Ratman, N. 1995. Peta Geologi Lembar Muaraancalong, Kali-mantan, skala 1 : 250.000. Bandung : Puslitbang Geologi Bonini, M., Souriot, T., Boccaletti, M. & Brun, J.-P. 1997. “Successive orthogonal and oblique extension episodes in a rift zone: Laboratory experiments with application to the Ethiopian Rift.” Tectonics, 16, 347-362 Chambers, j. L. C. &daley, T. 1995. “A tectonic model for the onshore Kutai Basin, East Kalimantan, based on an integrated geological and geophysical interpretation. Indonesian Petroleum AssociaVolume 12 / No. 1 / April 2014
Paterson, D. W., Tanean, H., & Endharto, M., 1996. Source Provenance Interpretation of Kutei Basin Sandstone and The Implications for The Tectono-Stratigraphic Evolution of Kalimantan. Proceedings Indonesia Petroleum Association, 25th Annual Convention. Pertamina BPPKA, 1997. Petroleum Geology of Indonesia Basin, Priniples, Method and Application : Volume X Rose, R., Hartono, P., 1978. Geological Evolution of The Tertiary KutaiMelawai Basin Kalimantan, Indonesia :Proceedings Indonesia Petroleum Association, 7th Annual Convention. Yuniardi Yuyun. 2012. Petroleum System Cekungan Kutai Bagian Bawah, Daerah Balikpapan dan sekitarnya, Propinsi Kalimantan Timur. Bulletin of Science Contribution, Volume 10.
GEOSAINS
BAGAIMANA
DAN Google
MENGUBAH CARA SURVEI? Oleh: Eko Prabowo
S
epuluh tahun yang lalu, perlengkapan survey lapangan adalah GPS. Setidaknya, itulah yang saya lakukan saat memetakan agen koran Harian Kompas se-Indonesia. Prosedurnya? Ajak orang Sirkulasi (yang menangani pengelolaan keagenan koran) ke lapangan, datangi lokasi agen, lalu plot di GPS. Jika perlu, ambil satu atau dua foto lokasi. Sekarang, berkat kemajuan teknologi komunikasi dan pemetaan digital, survey lapangan tidak lagi harus dilakukan dengan cara bertele-tele seperti itu. Bagaimana caranya? Cara pertama masih mirip dengan prosedur lama. Minta orang Sirkulasi datang ke lokasi agen, lalu plot dan foto lokasinya. Hanya saja, kali ini, orang yang bersangkutan tidak lagi perlu membawa GPS melainkan hanya sebuahsmartphone. Menggunakan WhatsApp, dia bisa plot lokasi agen dan kemudian mengirimkannya ke saya yang asyik-asyikan ngopi di kantor. Ya, saya tidak perlu lagi ikut turun ke lapangan. Asyik, kan? Cara kedua sedikit berbeda. Baik orang Sirkulasi dan saya sama-sama tidak perlu lagi ke lapangan. Kami berdua cukup duduk menghadap laptop dan membuka Google Map. Orang Sirkulasi kemudian menginformasikan, melalui telepon, di mana posisi agen tertentu. Tentu saja kami harus membuka peta lokasi yang sama. Apa insight dari perubahan prosedur survey lapangan akibat kemajuan teknologi komunikasi dan pemetaan digital seperti ini? Bahwa pekerjaan kasar, selamanya, akan digulung kemajuan teknologi yang membuat pekerjaan jenis itu menjadi sangat mudah dan murah, sehingga orang tolol pun bisa melakukannya dengan sempurna! Pada akhirnya, memang pekerjaan yang menyertakan kemampuan analisis dan intuisi sajalah yang akan terus bertahan menjadi pekerjaan dengan bayaran yang gemuk. Pesan moralnya jelas: berhentilah mengingkari kemajuan teknologi dan segeralah menajamkan analisis menunggangi semua perkembangan teknologi yang ada. Selamat bekerja dengan cerdas! Volume 12 / No. 1 / April 2014
GEOGRAFIANA
DESA SEDARI, KARAWANG
Oleh: Riyadi dan Tris Eryando
E
nam puluh delapan tahun sudah Indonesia merdeka, namun kemerdekaan sesungguhnya yang dirasakan oleh orang yang biasa tinggal di daerah perkotaan semisal Jakarta dan sekitarnya akan berbeda dengan yang dirasakan oleh mereka yang tinggal di perdesaan. Kemerdekaan yang bukan saja bebas dari penjajah, tatapi juga keinginan untuk dapat menikmati fasilitas dan utilitas yang memadai, seperti listrik, transportasi dan akses kebutuhan dasar seperti kesehatan dan pendidikan.
Pertanyaan klasik dari geograf adalah “apakah jarak hal yang penting?”. Jika kita tarik garis lurus pada peta kabupaten Karawang atau di google maps, jarak desa Sedari itu tidak terlalu jauh dari Jakarta yaitu kurang lebih 70 kilometer, atau jika dibandingkan ke Bandung yaitu 120an kilometer. Jarak tempuh desa Sedari yang diistilahkan “selemparan batu” dari Jakarta ini, ternyata baru menikmati kemerdekaan yang diidamkan masyarakat lain di Indonesia tercinta ini dalam hal akses yang lebih mudah dan cepat ke “pasar”.
Salah satu desa merasa baru menikmati sebagian “kemerdekaannya”, paling tidak ini yang dikatakan kepala desa pada awal tahun 2013, yaitu desa Sedari yang terletak di pesisir utara Kabupaten Karawang. Desa Sedari adalah desa yang dekat dengan lokasi bersejarah dalam kemerdekaan bangsa Indonesia yaitu “Rengasdengklok”, hanya 12 kilometer ke arah pantainya. Desa Sedari adalah salah satu desa binaan FKMUI yang bekerjasama dengan STIKES Kharisma Karawang, dipilih karena masih rendahnya akses ke pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan masyarakatnya, terutama terkait pola hidup bersih dan sehat (PHBS) yang dicanangkan Kemenkes, maupun penunjang PHBS yaitu tersedianya air bersih. Terlepas dari semua permasalahan di atas, ada satu hal yang sangat disyukuri oleh masyarakat desa Sedari yaitu mereka telah lebih mudah berinteraksi dengan “dunia luar”. Bulan November 2013 adalah bulan tepat sudah 2 tahun mereka dapat menikmati akses jalan darat dari dan menuju desa Sedari, dimana sebelumnya masyarakat desa menggunakan perahu sebagai sarana angkutan mereka.
Desa Sedari termasuk bagian dari kecamatan Cibuaya di kabupaten Karawang ini, terletak di koordinat 107015’ BT - 107022’ BT dan 5057’ LS - 6001’ LS. Desa Sedari memiliki luas wilayah 37,87 km2 dengan jumlah penduduk 4163 jiwa1. Wilayah desa Sedari adalah yang paling luas dari 10 desa lainnya di kecamatan Cibuaya. Walaupun wilayahnya paling luas, namun prosentase luas penggunaan tanahnya didominasi oleh tambak dan unsur perairan. Sehingga mata pencaharian utama penduduknya adalah “buruh” tani tambak, petani tambak dan nelayan dengan adanya kampung nelayan dekat dengan kantor desa. Meski penduduk Sedari sulit menjangkau “pasar”, namun “cukong” dengan mudah mencapai sedari dan memiliki tambak udang dan bandeng dengan menggunakan penduduk lokas sebagai “buruh”. Ketertinggalan dan keterasingan yang dirasakan oleh masyarakat desa Sedari tidak berhenti disitu saja, malah masih ada beberapa anak kecil yang pertama kali melihat mobil akibat “terputusnya” hubungan dengan dunia luar tersebut. 1Karawangkab.bps.go.id/publikasi/kecamatan-cibuaya-dalam-angka-2013#/66/zoomed
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Gambar di samping adalah perjalanan yang bisa dilakukan dari Universitas Indonesia menuju ke pusat desa Sedari yaitu kantor desa Sedari. Dengan bantuan googlemaps, akan kita dapatkan petunjuk jarak tempuh yaitu 114 kilometer dan waktu tempuh selama 2 jam 30 menit dengan asumsi perjalanan tanpa macet. Sementara perjalanan yang sudah penulis lakukan dari kampus universitas Indonesia menuju desa Sedari total membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam 30 menit. Menggunakan akses jalan tol dan keluar di pintu tol Karawang Barat, maka perjalanan ke desa Sedari sudah bisa kita lakukan. Adapun sarana transportasi yang digunakan adalah mobil pribadi dan sepeda motor terutama pada musim hujan. Jika dipaksakan menggunakan mobil yang tidak khusus, maka perjalanan akan semakin lama akibat akses jalan desanya tanah. Gambar di samping adalah akses jalan yang dilalui jika kondisi musim hujan. Meskipun menggunakan sepeda motor, kita diharuskan bersabar menunggu giliran lewat karena jalan yang sempit dan kecil. Jika hujan lebih lebat seperti pada Januari 2014, maka harus pandai memilih jalan karena tidak dapat melihat batas jalan, semua tertutup air coklat kehijauan. Gambar di berikutnya yaitu kondisi sehari sebelumnya hujan turun sehingga menyebabkan genangan air pada jalan desa yang masih berupa tanah. Jika kondisi hujan turun terus menerus, maka jalan utama desa tidak akan bisa dilewati. Selain jalan utama desa tidak bisa dilewati jika kondisi hujan terus menerus, akses menuju dusun 05 Jayasari juga akan terputus. Sehingga untuk menuju dusun tersebut, kita harus memutar melalui akses desa lain. Berbicara mengenai kondisi umum jalan desa menuju ke pusat desa yaitu ke kantor desa, maka kita akan mendapati beberapa kondisi jalan yaitu jalan tanah, jalan tanah dan batu serta jalan yang sudah di cor. Sedangkan akses jalan antar dusun selain ada jalan tanah, juga melewati jembatan kayu, atau melalui jalan pasir di tepi pantai.
Dengan kondisi jalan seperti gambar di atas, sangat wajar jika penduduk desa Sedari mengatakan sekarang mereka sudah “merdeka”. Kemerdekaan lain yang sudah dirasakan oleh masyarakat sedari adalah dengan terbantunya mereka akan kebutuhan air bersih untuk diminum atau konsumsi rumah tangga.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Jika sebelumnya untuk kegiatan mencuci pakaian, buang air besar (BAB), mandi dan bahkan masih ada yang mencuci peralatan memasak dan mencuci makanan dari air yang berasal dari aliran sungai menuju ke laut. Gambar di samping adalah salah satu kegiatan penduduk desa Sedari yaitu mencuci pakaian yang dilakukan di pinggir sungai. Dan biasanya di tempat tersebut juga dilakukan aktivitas lainnya. Sumber lain air untuk konsumsi rumah tangga dan mencuci, penduduk mengambil dari sumur air tanah dan tentunya dari aliran sungai ini. Jadi tingkat kerentanan terkena penyakit kulit dan diare sangat mungkin sekali ditemukan di desa Sedari. Jika penduduk desa Sedari sakit, biasanya mereka akan menempuh jarak kurang lebih 10 km dari desa Sedari menuju klinik atau dokter praktek yang berada di desa lain. Sebelum ada jembatan penghubung antar dusun yang baru dua tahun selesai dibangun, maka akses yang ditempuh ke tempat berobat melalui sungai dengan perahu motor yang ada di kampung nelayan. Bertahap dengan adanya pembangunan dua jembatan penghubung antar dusun, di desa Sedari juga sudah memiliki puskesmas pembantu dan menempatkan seorang bidan yang tinggal di desa Sedari. Dengan demikian, sekarang untuk berobat penduduk desa Sedari memiliki opsi lain dan dekat dengan tempat tinggalnya karena letak puskesmas pembantu berada di belakang kantor desa Sedari. Panjang jalan utama desa yaitu sepanjang lebih kurang 8 kilometer dari perbatasan desa Kalindung Jaya jika ditarik garis ukur dari peta. Desa Sedari memiliki enam dusun yaitu dusun 01 Tirtasari, dusun 02 Karangsari, dusun 03 Tanjungsari, dusun 04 Neglasari, dusun 05 Jayasari dan dusun 06 Telarsari. Memiliki 16 rukun tetangga (RT) dan 6 rukun warga (RW), dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.054 dan jumlah penduduk sebanyak 4.163 jiwa berdasarkan data BPS Kabupaten Karawang dalam angka tahun 2012. Dengan banyaknya penduduk yang mendiami desa Sedari maka sudah sewajarnya dan sepatutnya penduduk di desa Sedari menikmati “kemerdekaannya” dan tidak dianaktirikan lagi oleh pemerintah setempat dan perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat baik dalam hal Volume 12 / No. 1 / April 2014
kesejahteraan maupun dalam pembangunan infrastruktur desanya. Aset berharga lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya hutan mangrove yang diresmikan oleh presiden RI ke-2 yaitu Soeharto, sebagai tempat yang dapat dikembangkan untuk penelitian dan wisata minat khusus, jika dapat dikelola dengan baik.
KAMPUSIANA
PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN DI DESA SENANGHATI KECAMATAN MALINGPING KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN Oleh: M. H. Dewi Susilowati, Tuty Handayani, Ratna Saraswati
Latar Belakang Proses pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses yang bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya sendiri dengan menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin. Proses tersebut menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan (people or community centered development). Pemberdayaan masyarakat miskin merupakan upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial”. (Subejo, 2004; Delivery, 2004a). Desa Senanghati merupakan daerah kantong kemiskinan, terletak di Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, yang penduduknya 80,25 % keluarga miskin (dari 653 keluarga) dan daerahnya masih banyak lahan yang belum dimanfaatkan secarara intensif (316,97 ha berupa semak belukar). Jumlah penduduk 2,089 jiwa, menempati luas wilayah 963.03 hektar, sehingga kepadatan penduduk 2 jiwa per hektar. Penduduk yang berusia produktif 1315 jiwa atau beban tanggungan sebesar 59 %. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk laki-laki sebanyak 1,093 jiwa dan perempuan 996 jiwa. Tingkat pendidikan penduduk sebagian besar (79,7 %) adalah SD dan SMP. Mata pencaharian penduduk didominasi oleh petani yaitu 76,82 % dari seluruh penduduk yang bekerja (Susilowati dkk, 2012). Peningkatan produktifitas dan pengembangan produk ditentukan oleh penguasaan, perbaikan dan inovasi teknologi. Perbaikan dan modernisasi teknologi merupakan isu yang sangat krusial yang harus diupayakan secara sungguh-sungguh untuk mendorong proses peningkatan pendapatan. Agar usaha
meningkatkan pendapatan berjalan secara kesinambungan, maka diperlukan kemitraan usaha dengan pihak lain. (Antholt, C.H 2001; CERD 2004; Rustiadi, E. & R. Wafda, 2008, Susilowati dkk, 2009; Susilowati dkk, 2010). Tujuan dan Manfaat Kegiatan
Tujuan Kegiatan Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah pemberdayaan keluarga miskin Desa Senaghati, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, meliputi kegiatan: 1) Memberikan bimbingan/pelatihan cara pemanfaatan lahan pekarangan kepada keluargakeluarga miskin; 2) Membentuk kelompok usaha antar keluarga miskin agar kerjasama usaha bisa berkembang; 3) Menjalin kemitraan usaha dengan pihak lain, seperti pemerintah lokal (Kepala Desa, Dinas Pertanian, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah) untuk menangkap peluang usaha, agar usaha berkembang menjadi besar, sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Metode Kegiatan Untuk meningkatkan ketrampilan dalam usahanya, maka diperlukan bimbingan dan pelatihan kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan maupun manajemen pengembangan usaha dengan kemitraan. Metode kegiatan ini adalah: 1) Metode Focus Group Discussion (FGD); FGD mengenai pemanfaatan lahan pekarangan, untuk melihat tanaman yang paling tepat dan cara pengolahan yang tepat; 2) Metode Ceramah; Ceramah mengenai bagaimana cara pemanfaatan lahan dan pengolahan hasil pekarangan;
Volume 12 / No. 1 / April 2014
3) Metode Diskusi Kelompok; merupakan kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil keputusan. Dalam diskusi dapat timbul berbagai macam pendapat dan akhirnya diambil suatu keputusan yang dapat diterima oleh anggota dalam kelompok; 4) Praktek; masing-masing peserta mempraktekkan bagaimana cara: menanam tanaman buah dan tanaman sayuran, serta mengolah hasil pekarangan (buah-buahan dan sayuran), sehingga mempunyai nilai lebih. Evaluasi terhadap kemampuan peserta pelatihan dilakukan meliputi pemberian pertanyaan (wawancara) terhadap peserta (pre-test), yang dilakukan sebelum diberikan materi yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan pemahaman peserta sebelum diberikan materi tentang pemanfaatan lahan pekarangan. Materi pertanyaan mengenai budidaya tanaman semusim mulai dari persiapan lahan, pengolahan, pembibitan, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, panen. Evaluasi kedua dilakukan setelah diberikan materi dengan ceramah maupun praktek, bertujuan untuk melihat seberapa jauh peningkatan pengetahuan, pemahaman dan
Volume 12 / No. 1 / April 2014
ketrampilan peserta terhadap pemanfaatan lahan pekarangan. Pertanyaan post-test dibuat sama dengan pre-test agar diketahui sejauh mana peningkatan pengetahuan dan pemahaman diukur dengan ukuran yang sama. Penilaian ketrampilan dilakukan dengan menilai proses pratek dan hasil praktek. Peningkatan kemampuan peserta dinilai dari hasil pre-test dan posttest dan diuji dengan metode statistik, menggunakan uji “ A Paired comparisons t Test”. Rumus yang digunakan:
t=đ/σ (Earickson R & John Harlin, 1994), dimana:
đ = ∑ d / n; σ = sd / √n; sd = [∑ d2 - (∑d)2] / [n(n-1)] Proses perhitungan besarnya t digunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) dan dapat diinterpretasikan dari output yang diperoleh. Pembahasan
Pelaksanaan Pelatihan dan Bimbingan Sebelum pelaksanaan pelatihan dimulai, diadakan FGD untuk menentukan tanaman yang akan dikembangkan di Desa Senanghati. Dari hasil FGD disepakati tanaman semusim yang terdiri dari mentimun, terung, cabai, tomat dan buah pisang.
Pelaksanaan pelatihan dilakukan selama 4 hari yaitu pada tanggal 11 hingga 14 Juni 2013. Jumlah peserta 40 orang berasal dari penduduk Desa Senanghati, yang terdiri dari laik-laki 20 orang dan perempuan 20 orang. Pembagian kelompok dipandu oleh tim pengabdi dan Kades. Peserta dibagi menjadi 4 kelompok laki-laki dan 4 kelompok perempuan. Sebelum dilakukan praktek, diberikan contoh benih tomat, cabai, ketimun dan terong, kemudian ada pengembangan dari dinas pertanian agar dibuat kebun contoh Desa Senanghati, namun dalam perjalanan dikembangkan kembali penanaman masing-masing kelompok. Rincian kegiatan pelatihan yang dilakukan selama 4 hari adalah sebagai berikut: • Pada tanggal 11 Juni 2013; FGD dengan penduduk Desa Senanghati: materi FGD meliputi pelaksanaan pelatihan, jenis tanaman yang diinginkan, teknik penanaman dan pengolahan. Pembentukan kelompok kerja/ usaha dipandu oleh tim pengabdi dan dibantu oleh Kades. Jumlah kelompok ada 8, terdiri dari 4 kelompok laki-laki yang mengerjakan pemanfaatan lahan pekarangan dan 4 kelompok perempuan yang mengerjakan pengolahan hasil pekarangan. Ketua kelompok dipilih yang bisa membaca dan menulis. Selanjutnya membersihkan pekarangan yang akan digunakan untuk praktek penanaman, sehingga dapat dikembangkan di pekarangan Desa Senanghati.
dan penduduk sekitarnya, Praktek pemanfaatan lahan dan pengolahan hasil pekarangan dilakukan setelah peserta mendapatkan materi ceramah dari narasumber yang berasal dari Dinas Pertanian maupun Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM).
• Pada tanggal 12 Juni 2013; Ceramah dan diskusi yang disampaikan oleh narasumber dari Dinas Pertanian. Materi yang dijelaskan pada sesi pertama jam 10.00 WIB hingga 12.00 WIB mengenai pemanfaatan lahan pekarangan. Dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab, sekaligus praktek pembibitan dan pembuatan bedengan hingga jam 16.00 WIB. Pada saat ini pula ditampilkan pengemasan hasil pekarangan. • Pada tanggal 13 Juni 2013; Ceramah dan diskusi disampaikan oleh narasumber dari Dinas Koperasi dan UKM dilaksanakan dari jam 10.00 hingga jam 12.00 WIB. Materi yang disampaikan mengenai pembentukan dan pemeliharaan koperasi, bagaimana mengolah hasil pekarangan, bagaimana memasarkan hasil pekarangan, dan bagaimana agar usaha dapat berjalan dan lestari. Waktu yang tersisa digunakan untuk diskusi maupun tanya jawab. • Pada tanggal 14 Juni 2013; Kegiatan praktek yang dipandu oleh narasumber dan tim pengabdi, mulai. pada jam 09.00 WIB hingga 12.00 WIB, melanjutkan membersihkan rumput di sekitar rumah atau lahan pekarangan. Setelah isoma dilanjutkan dengan praktek cara pembuatan bedengan dan pemupukan. Kegiatan pelatihan dengan metode pembelajaran kelompok, yang dipandu oleh narasumber maupun tim pengabdi. Pelaksanaan pelatihan untuk ceramah bertempat di rumah Kades dan untuk praktek penanaman di lahan pekarangan sekitar rumah Kades
Pada musim kemarau mengalami hambatan terhadap pertumbuhan tanaman, sehingga mencari lokasi pengembangan di lokasi yang berdekatan dengan sumber air, namun masih terjangkau dari tempat tinggal, sampai saat ini masih berjalan dengan baik.
Kelompok Usaha Kelompok usaha yang telah terbentuk diharapkan dapat bersaing untuk mengembangkan usaha tanaman yang dikelolanya, namun dalam pelaksanaan tidak terjadi persaingan, tetapi dikerjakan secara bersama, sehingga hasilnya juga dirasakan bersama. Sampai saat ini hasil yang diperoleh masih pada taraf dikunsumsi sendiri oleh penduduk setempat. Pada mulanya pembagian tugas masing-masing kelompok tersebut adalah membuat kebun buah dan sayuran, yang nantinya akan dikerjakan bersama dan pemeliharaan dikerjakan secara bersama. Pada mulanya pemeliharaan dalam minggu pertama dikerjakan oleh kelompok I, kemudian minggu kedua oleh kelompok II, minggu ketiga oleh kelompok III. minggu keempat dikerjakan oleh kelompok IV dan seterusnya hingga bulan berikutnya. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang yang saling bekerjasama dalam pengolahan hasil pekarangan. Pada pertengahan perjalanan sistem pembagian kerja kelompok dirubah menjadi; masingmasing kelompok bertanggung jawab pada area penamanan sendiri, dengan tujuan agar dapat berkompetisi sehingga lebih giat dan maju.
Kemitraan Usaha Dinas Pertanian, Dinas Koperasi dan UKM telah terlibat dalam usaha pemanfaatan lahan dan pengolahan hasil pekarangan dengan peran sebagai narasumber, pelatih maupun pembimbing. Sedangkan Kepala Desa berperan sebagai penggerak atau motivator maupun pendamping dalam proses kegiatan penanaman, pemeliharaan serta pemanenan. Kemitraan usaha ini diharapkan dapat berjalan dan terpelihara dengan baik, sehingga usaha dapat terus berkembang.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Kemampuan Peserta Pelatihan Hasil analisis dari nilai wawancara dengan kuisioner (pre-test) dan penilaian setelah kegiatan pelatihan maupun bimbingan (post test), dapat diketahui bahwa secara umum, pelatihan ini telah mampu memberikan kontribusi positif kepada masyarakat Desa Senanghati yaitu dengan meningkatnya pengetahuan, pemahaman maupun ketrampilan dalam pemanfaatan lahan dan pengolahan hasil pekarangan atau dapat dikatakan pelatihan meningkatkan kualitas peserta dalam memanfaatkan teknlogi pertanian. Apabila dibandingkan antara nilai hasil pelaksanaan pre-test dan post-test maka diperoleh gambaran peningkatan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan peserta. Peningkatan terlihat dari kenaikan nilai peserta dan hasil tanaman yang diperoleh. Sebagai contoh pada saat pre-test, terdapat 13 orang (32.5 %) mendapat nilai ≤ 55, namun setelah mengikuti pelatihan hanya 4 peserta (10 %) yang mendapatkan nilai ≤ 55. Kemudian peserta yang mendapatkan nilai antara 66 – 75, mengalami kenaikan dari 10 orang (25%) menjadi 17 orang (42,5%). Selanjutnya peserta yang mendapatkan nilai antara 76 – 85, juga mengalami kenaikan dari 5 orang (12,5 %) menjadi 12 orang (30 %). Demikian pula peserta pada saat pre test tidak ada yang mendapatkan nilai > 85, setelah mengikuti pelatihan, nilai post-tes terlihat meningkat menjadi 3 orang (7,5 %) yang memperoleh nilai >85. Jika dinilai antar kelompok, maka kelompok III dan IV lebih baik dibandingkan kelompok I dan II, terlihat dari proses penanaman, peliharaan dan pemanenan. Berdasarkan output paired sample test untuk kelompok pemanfaatan lahan pekarangan, terlihat bahwa t hitung sebesar 15.133 dengan probabilitas 0.000, karena probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak, atau kemampuan sebelum dan sesudah bimbingan relatif berbeda. Dengan kata lain, bimbingan tersebut efektif dalam menaikan kemampuan pemanfaatan lahan pekarangan secara nyata. Simpulan dan Saran
Simpulan 1) Telah dilakukan pelatihan maupun bimbingan terhadap keluarga miskin, sehingga pekarangan telah dianfaatkan dengan tanaman mentimun, terung, cabai, tomat dan pisang. Pengembangan tanaman dipindahkan ke lokasi dekat suber air, karena pada musim kemarau terjadi kekeringan;
2) Telah terbentuk kelompok usaha pemanfaatan pekarangan, walaupun tidak semua peserta bisa menulis, membaca, maupun berbahasa Indonesia dengan lancar; 3) Menjalin kerjasama antar kelompok usaha dan pemerintah lokal, agar usaha dapat berkembang dan lestari; 4) Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan dan pemanfatan lahan dan pengolahan hasil pekarangan dari sebelum dan sesudah bimbingan.
Saran 1) Perlu adanya ketersediaan air tanah, sehingga pemanfaatan lahan pekarangan dapat intensif; 2) Perlu adanya pendidikan non formal untuk penduduk Desa Senanghati yang tidak dapat membaca, menulis dan berbahasa Indonesia dengan lancar; DAFTAR PUSTAKA Antholt, C.H. 2001. Agricultural Extension in the Twenty-First Century. In Eicher and Staatz International Agricultural Development. Third Edition. Johns Hopkins. Astuti, Wahyuni April dan Muhammad Musiyam. 2009. Kemiskinan dan Perkembangan Wilayah di Kabupaten Boyolali. Forum Geografi, Jurnal Geografi UMS, vol. 23, No. 1 Juli 2009. Surakarta, Jawa Tengah. BKKBN , 1994. Pembangunan Keluarga Sejahtera di Indonesia Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1992 dan GBHN 1993. Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan/Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Badan Pusat Statistik. 2011. Perhitungan Angka Kemiskinan BPS VS World Bank. Download Center, Sensus Pedusuk 2010, tanggal 26 April 2011, jam 14.58. Jakarta. CERD, (2004). Community Empowerment for Rural Development, http://www.cerd.or.id De Nooy, w, MrVar, and Batagelj, V, 2005. Exploratory Social Network Analysis With Pajek. Cambridge University Press. Danoesastro, Haryono. 1978. Tanaman Pekarangan dalam Usaha Meningkatkan Ketahanan Rakat Pedesaan”. Agro – Ekonomi. Delivery, 2004a. Pemberdayaan Masyarakat, http://www.deliveri.org/guidelines/policy/ pg_3/pg_3_summary.htm Delivery, 2004b, Pemberdayaan Masyarakat dalam Praktek, p1, http://www.deliveri.org/ guidelines/how/hm_7/hm_7_summaryi.htm. Earickson R & John Harlin, 1994. Geographic Measurement and Quantitative Analysis. Macmillan College Publishing Company, New York. Gruber, Denis, 2008. Interduction in social Network analysis. Theoretical Approaches and Empirical Analysis with computer-assisted progammes. State University of St. Petersburg. Faculty of Sociology.DAAD Prawirokusumo, S. 1996. Kebijaksanaan dan Sistem Pendukung Kemitraan, Media Pengkajian Perkoperasian dan Pengusaha Kecil. INFOKOP No. 15 Tahun XII 1995/1996. Rustiadi, E. & R. Wafda. 2008. Urgensi pengembangan lahan pertanian pangan abadi dalam perspektif ketahanan pangan. Dalam Penyelamatan tanah, air dan lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Redaksi Agromedia, 2010. Bertanam Tanaman Buah dan Sayuran. PT Agromedia Pustaka. Subejo dan Iwamoto, Noriaki, 2003. Labor Institutions in Rural Java: A Case Study in Yogyakarta Province, Working Paper Series No. 03-H-01, Department of Agriculture and Resource Economics, The University of Tokyo. Subejo, (2004). Metodologi Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat, Fak Pertanian UGM Sukotjo, W, 1996. Kemitraan Usaha; Suatu Telaah Konsep. Media Pengkajian Perkoperasian dan Pengusaha Kecil. INFOKOP No. 15 Tahun XII 1995/1996. Sumarto, Sudarno, Asep Suryahadi, and Wenefrida Widyanti, 2002. Designs and Implementation of the Indonesian Social Safety Net Programs’ [Desain dan Implementasi Program Jaring Perlindungan Sosial di Indonesia] dalam Developing Economics Susilowati MH.Dewi, dkk, 2009. Model Kemitraan Pemerintah Lokal, Pengusaha, LSM Dalam Rangka Pemberdayaan Pedagang Sayur dan Buah pada Masyarakat Miskin di Kelurahan Jatinegara dan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Hibah PHKI, Universitas Indonesia. Susilowati MH.Dewi, dkk, 2010. Pemberdayaan Pedagang Sayur dan Buah pada Masyarakat Miskin di Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur Melalui Pengelolaan Sisa Dangangan. Hibah PHKI, Universitas Indonesia. Susilowati MH.Dewi, dkk, 2010. Pemberdayaa Masyarakat Desa Ngargorejo. Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah Melalui Pemanfaatan Lahan Pekarangan. Hibah PHKI, Universitas Indonesia. Susilowati MHD, dkk 2012. Pemetaan Kantong Kemiskinan dan Potensi Wilayah Untuk Pemberdayaan Keluarga Miskin di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Hibah Stranas, Universitas Indonesia. Tsang, G. 2005. Lycopene in tomatoes and Prostate Cancer.http://www. healthcastle.com. Warisno & Kres Dahana. 2010. Peluang Usaha Dan Budidaya Cabai.
PROFIL
DR. DJOKO HARMANTYO KETUA DEPARTEMEN GEOGRAFI FMIPA UI (2014-2018)
R
iwayat hidupnya bermula ketika ia dilahirkan di Surakarta, 21 April 1951. Tempat lahirnya, lebih dikenal sebagai Kota Solo, Provinsi Jawa Tengah. Pendidikan Sarjana dimulai di Jurusan Geografi Universitas Indonesia pada tahun 1971. Kemudian studinya dilanjutkan dengan menempuh pendidikan S2 di Fakultas Paska Sarjana Institut Pertanian Bogor (FPS IPB) di bidang studi Agrometeorologi 1981-1983. Belum banyak dosen geografi saat itu yang memiliki gelar Doktor, maka atas rekomendasi Prof. I Made Sandy (alm) pada tahun 1984 -1989 mengikuti program Doktor bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di FPS IPB dan Pak Djoko berhasil meraih gelar tersebut dengan predikat Sangat Memuaskan. Publikasi yang telah dihasilkan Pak Djoko antara lain dibidang iklim “A Preliminary Investigation on Changing temperature maxima-minima Deviation In Indonesia” diterbitkan di Indonesian Journal of Geography. Vol. 43. No. 1. June 2011. p 81-96). Publikasi untuk bidang geografi regional antara lain berjudul ”Ambalat Issues: A
Preliminary Study on the Problem of Indonesia Territorial Boundaries” (Indonesian Journal of Geography, Vol.38 No.2, 2006), kemudian “Area Divergence and Spatial Conflicts. Regional Autonomy Policy Implementation in Indonesia” (Makara UI, vol.11 No.1. April 2007. ISSN 16936671). Pak Djoko juga telah menulis judul “Pendekatan Spatial System dalam Pembangunan Wilayah” diterbitkan pada Jurnal Geografi UN Surabaya, Vol.1 No.2, tahun 2002. Selain sebagai penulis Pak Djoko juga diminta menjadi editor pada buku berjudul “Reading in
Economic Geography. Dynamic Situation In Indonesia. Selected study cases” (Post Graduate Program. Dept. of Geography FMIPA-UI, UI Press, Depok, 2002), dan juga editor di “Majalah Geografi Indonesia” (Accredited journal of Geography. ISSN 0125-1790, Faculty of Geography. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta).
Pak Djoko juga rutin memberikan kontribusi pada seminar dan pertemuan ilmiah, Antara lain: tentang eco-tourisme dan pengelolaan lingkungan dengan judul “Pendidikan Geografi dan Implikasinya di I ndonesia” (IKIP Negeri Singaraja, Bali, 2003), ”Marginalisasi SDA dan Kemiskinan dalam kerangka issue global bidang Geografi” (Undana, Kupang, 2004), “Kerjasama Antar Daerah di bidang Penataan Ruang dan Konservasi Sumberdaya Air Perkotaan” (sebagai penulis ke 2 UMS Solo, 2005), dan “Konflik Sumberdaya Air
dalam perspektif Geografi dan UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air” UMS, Solo, 2005), Judul “Dampak Globalisasi di Negara Kepulauan Tropika” (kampus UI Depok, 2006.), judul “Skenario Alih Teknologi Dalam menghadapi Dmpak perubahan Iklim” (Padang Sumatra Barat, 2008), “A Preliminary Investigation on Climate Change in Indonesia” pada (International Workshop on Vulnerabilty to Climate Change: Adaptation, Conservation and Livelihoods in Indonesia. Depok, 2009.) dan juga “Climate Role in Changing the Face of the Earths” (International Workshop on Climate Information Services in Supporting Mitigarion and Adaptation to Climate Change. Jakarta, 2009). Selain publikasi, sebagai dosen Pak Djoko juga dituntut untuk mengabdi pada masyarakat secara langsung dengan memberi pelatihan/penyuluhan pada Workshop/training Meteorologi, Geofisika dan Klimatologi untuk Media dan Jasa.(BMG, Cisarua-Bogor, 13-14 Juni 2006), Pelatihan Assesor internal Universitas Indonesia sebagai fasilitator maupun pembicara (BPMAUI, 15-18 Nopember 2006 dan 18-19 Desember 2006), Pelatihan Peningkatan Kompetensi Guru Geografi dalam persiapan Sertifikasi Guru (IGI, Bandung 15-18 November 2006), Pelayanan kepada masyarakat sebagai Tim Assesor BAN-PT program studi S1 dan S2 Geografi (Depdiknas, tahun 2004, 2005, 2006, 2008, 2009, 2010,2011,2012).
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Juga menjadi Anggota Tim Supervisi Penilaian Buku Teks bidang Geografi tingkat MA/SMA Badan Nasional Standartisasi Pendidikan (BNSP) tahun 2005/2006. Memberi pelayanan kepada masyarakat sebagai Tim Leader Ahli Geografi Regional pada Dinas Pertanahan dan Pemetaan DKI Jakarta tahun 2004. Kewajiban utama Pak Djoko adalah mengajar pada program sarjana S1 Geografi FMIPA-UI sejak tahun 1979 – 2014, Mengajar pada program pasca sarjana Magister Ilmu Geografi FMIPA–UI dari tahun 1998 – 2014. Pak Djoko juga ikut menjadi pengajar pada program pasca sarjana Magister Ilmu Kelautan FMIPA-UI tahun 2004 untuk mata kuliah Meteorologi Laut, Mengajar pada program Doktor Ilmu Biologi FMIPA-UI tahun 1999 dan 2007 untuk mata kuliah Tata Guna Tanah. Selain mengajar juga menjadi pembimbing untuk tugas akhir skripsi S1 Geografi, bidang peminatan, Geografi Kesehatan, Geografi Politik, Pengembangan Wilayah dan HidroMeteorologi – Klimatologi dan membimbing tesis S2 Geografi dalam peminatan HidroMeteorologi -Klimatologi , Geografi Politik dan Pengembangan
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Wilayah. Termasuk ikut juga menjadi penguji mahasiswa Program Doktor Geografi Fakultas Geografi UGM pada tahun 2013.
Dampak Perubahan Iklim. Studi kasus di Kabupaten Cilacap”
Kegiatan lain adalah sebagai Ketua Tim Pengembangan Program Magister Ilmu Geografi FMIPA-UI 1996/1997, Ketua Tim Pengembangan Program Doktor Ilmu Geografi FMIPA-UI 2004-2008, Ketua Tim Penyusunan Portfolio FMIPA-UI dalam Akreditasi Program Studi BAN-PT di lingkungan FMIPAUI 2006, Ketua Komisi Pengembangan Senat Akademik Fakultas FMIPA-UI 2003-2007, Sekretaris SAF FMIPA-UI 2006-2007, Ketua Senat Akademik Fakultas FMIPA-UI periode 2007-2011, Anggota Majelis Departemen Geografi FMIPA-UI periode 20002004 dan 2004-2008, Anggota Antardep Tim Penyusunan RUU Meteorologi dan Geofisika, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) 2006-2007 dan juga Peserta seminar Kursus Reguler Angkatan XXXVII Lemhanas, 2004.
rain-gauge Sebagai Basis Sistem Penduga Awal Musim Tanam Dalam Mengatasi Dampak Perubahan Iklim. Studi kasus di Kabupaten Banyumas” pendanaan Hibah Riset
Penghargaan yang sudah diraih Pak Djoko antara lain karya Satya Lencana 10 tahun, Karya Satya Lencana 20 tahun dari pemerintah Indonesia, juga dari UI yakni memperoleh penghargaan sebagai penulis buku tahun 2005 dan Penulis Jurnal Internasional dari rektor UI 2008. Saat ini Pak Djoko sedang melakukan riset yang sangat penting bagi penelitian iklim di Indonesia degan mendapatkan Hibah Riset tahun 2013 dengan judul: ”Model Jejaring rain-gauge
Sebagai Basis Sistem Penduga Awal Musim Tanam Dalam Mengatasi
pendanaan Hibah Riset Unggulan BOPTN tahun 2013 dan pada tahun 2014 dengan judul ”Model Jejaring
Unggulan BOPTN 2014. Secara akademik jabatan Pak Djoko masih Lektor Kepala, tetapi pengalaman birokrasi pernah menjadi Ketua Program Studi S2 Geografi UI untuk periode 19982000 dan 2000-2004. Juga menjadi Ketua III Ikatan Geograf Indonesia (IGI) tahun 2006-2010 dan Ketua I IGI untuk periode tahun 2010-2014. Kalau semua proses berjalan lancar (sudah dimulai sejak tahun 2007) maka segera Departemen Geografi kembali memiliki seorang Guru Besar setelah I Made Sandy. Semoga cita-cita Depertemen Geografi segera tercapai. (Redaksi)
GEOGRAFIANA
HEART OF BORNEO PARU-PARU DUNIA DI HAMPARAN NEGARA SERUMPUN Oleh: Alvian Safrizal
S
etelah diluncurkannya inisiatif kerjasama subregional ASEAN, Brunei-Indonesia-MalaysiaPhilippines East ASEAN Growth Area /BIMP EAGA, pada tanggal 24 Maret 1994 di Davao City, Filipina, pemerintah diantara ke-4 negara tersebut terlihat secara serius berusaha meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan negara-negara BIMP-EAGA. Salah satu Cluster yang menjadi fokus kerjasama diantara negara anggota BIMP EAGA, yakni Environment and Natural Resource Development. Kawasan khusus yang menjadi perhatian dalam cluster tersebut, yaitu Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion (SSME) yang melintasi wilayah negara Indonesia, Malaysia, dan Filipina ; serta Heart of Borneo (Heart of Borneo) yang melalui wilayah negara Brunei, Malaysia dan Indonesia. Dari kedua perhatian utama pada cluster Environment and Natural Resource Development BIMP EAGA, kawasan HoB menjadi kawasan yang “sensitif” dalam pengelolaan sumber daya alam dan konservasi bagi ke-3 negara yang dilaluinya. Sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dimana salah satu butir penting peraturan tersebut yakni terdapat 76 Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang memiliki kepentingan ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tinggi, serta pertahanan dan keamanan. Salah satu KSN yang memiliki kepentingan pengelolaan lingkungan hidup, yakni Kawasan “Jantung Kalimantan” atau lebih dikenal Heart of Borneo. Selain dimasukkannya HoB dalam salah satu KSN, kawasan tersebut juga menjadi area “rentan” dalam pembangunan ekonomi di Koridor Kalimantan yang menjadi salah satu koridor ekonomi utama pada Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Sehingga dengan kata lain, pemerintah telah lama memberikan perhatian bagi pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam/ hayati yang terkandung di kawasan tersebut. Untuk itu
tulisan berusaha menjabarkan secara ringkas dan umum terkait dinamika pengelolaan kawasan HoB.
Heart of Borneo: “Paru-Paru” Dunia yang Tersisa Heart of Borneo (HoB) adalah inisiatif tiga negara, yaitu Brunei, Indonesia, dan Malaysia dimana sebagian wilayah negara-negara tersebut (Kecuali Brunei) berada di kawasan “jantung” Pulau Borneo, yang bertujuan untuk mengelola kawasan hutan tropis dataran tinggi yang didasarkan pada prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Nama Borneo mengacu pada keseluruhan wilayah yang terdiri dari Negara Brunei Darusalam, Malaysia Bagian Timur (Sarawak dan Sabah), dan Pulau Kaimantan bagi Indonesia (Provinsi Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, dan Kaltara). Kawasan HoB memiliki kekayaan keanekaragaman hayati dimana sekitar 40-50% jenis flora dan fauna didunia dapat dijumpai di Pulau Kalimantan (Borneo). Kawasan HoB merupakan wilayah hulu 14 sungai dari 20 sungai utama yang mengalir di Pulau Kalimantan, antara lain Sungai Mahakam, Sungai Barito, dan Sungai Kapuas. Program prioritas dalam pengelolaan kawasan HoB, yaitu (i) Pengelolaan kawasan lintas batas negara; (ii) Pengelolaan kawasan lindung; (iii) Pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan; (iv) Pengembangan ekowisata; dan (v) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Luas kawasan HoB di tiga negara (Brunei, Malaysia, dan Indonesia) meliputi areal seluas kurang lebih 23 juta hektar yang secara ekologis saling berhubungan. Wilayah HoB merupakan kawasan pegunungan di tengah pulau Borneo yang memanjang secara diagonal dari barat daya ke timur laut yang didominasi oleh hutan hujan tropis dimana sebagian besar berada di wilayah Indonesia, yakni sekitar 72% wilayah keseluruhan) (Sekretariat Pokjanas HoB, 2013).
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Berikut rincian luas wilayah kawasan Heart of Borneo: Luas Brunei Darussalam
Luas Hektar
%
424.076,66
1,82
16.794.300,78
72,23
Kalimantan Barat
4.892.136,18
21,04
Kalimantan Tengah
3.027.214,72
13,02
Kalimantan Timur+ Kalimantan Utara
8.874.949,88
38,17
Malaysia
6.031.911,67
25,94
Sarawak
2.139.471,04
9,2
Sabah
3.892.440,63
16,74
TOTAL
23.250.289,11
100,00
Indonesia
(Luas Wilayah HoB Di Setiap Negara. Sumber: Sekretariat Pokjanas HoB, 2013)
Fungsi lahan di “Jantung Borneo” terdiri dari kawasan lindung yang hanya meliputi 31% (taman nasional, cagar alam, suaka marga satwa, hutan lindung), serta selebihnya merupakan kawasan budidaya non kehutanan (perkebunan, pertambangan, dan lain-lain). Pada Heart of Borneo yang berada di wilayah Indonesia (Kalimantan), terdapat 4 Taman Nasional, yakni Taman Nasional Betung Kerihun, Taman Nasional Kayan Mentarang, Taman Nasional Danau Sentarum, dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Sebagai salah satu hutan hujan tropis, pegunungan di HoB menjadi habitat bagi jutaan spesies flora dan fauna endemik, unik dan langka. Tingkat keanekaragaman hayati hutan pegunungan HoB sangat tinggi. Setidaknya 40- 50% jenis flora dan fauna Borneo hanya dapat ditemui di kawasan ini. Bahkan dalam 10 tahun terakhir terdapat 361 species baru ditemukan (WWF Indonesia, 2012). Selain fungsinya sebagai kawasan hutan, HoB juga merupakan “rumah” bagi sekitar 50 suku Dayak, dengan bahasa dan budaya yang beragam (Kompas, 2012). Berikut peta dari kawasan Heart of Borneo:
Berdasarkan Peta Status Kawasan Hutan Kementerian Kehutanan RI di overlay-kan dengan batas kawasan HoB (Pokjanas HoB) tahun 2008 serta dengan analisis perhitungan luasan dilakukan dengan metode GIS, berikut penjabaran status hutan di kawasan HoB Indonesia di provinsi yang berada di Pulau Kalimantan: Status Hutan
Kal-Bar
Kal-Teng
Kal-Tim + Kaltara
Hutan Lindung
1.243.930 Ha
611.447 Ha
2.398.152 Ha
Hutan Produksi
359.305 Ha
92.827 Ha
644.034 Ha
Hutan Produksi Konversi
108.153 Ha
34.030 Ha
-
Hutan Produksi Terbatas
1.201.309 Ha
1.960.780 Ha
3.899.666 Ha
Taman Nasional
1.024.163 Ha
125.600 Ha
1.312.243 Ha
18.037 Ha
197.128 Ha
-
1.842 Ha
5.478 Ha
-
890.518 Ha
778 Ha
607.789 Ha
Tubuh Air Taman Wisata Alam Lainnya
(Status Hutan di Wilayah HoB Di Setiap Provinsi. Sumber: Sekretariat Pokjanas HoB, 2013)
Dari data yang ditampilkan diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar fungsi lahan yang berada di kawasan HoB, yakni berupa kawasan konservasi dan sumber air tawar. Rencana Strategis HoB Setelah pertemuan KTT Tingkat Menteri Negara-Negara Kawasan HoB pada tanggal 12 Februari 2007 dimana butir penting yang disepakati dalam pertemuan tersebut, yaitu (i) Kerjasama manajemen sumber daya hutan yang efektif dan konservasi terhadap area yang dilindungi, hutan produktif, dan penggunaan lahan lainnya yang berkelanjutan; (ii) Inisiatif HoB merupakan kerjasama lintas batas yang sukarela dari tiga negara; dan (iii) Kesepakatan untuk bekerjasama berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
(Peta Kawasan HoB. Sumber: Heart of Borneo Initiative Publication, 2013)
(Deklarasi Inisiatif HoB, 12 Februari 2007 Sumber: Bulletin Tata Ruang KemenPU, 2012)
Heart of Borneo merupakan sebuah perwujudan konsep konservasi dan pembangunan berkelanjutan ke dalam program manajemen kawasan di Pulau Borneo. Inisiatif HoB dilatarbelakangi kepedulian terhadap penurunan kualitas lingkungan terutama kualitas hutan di Pulau Borneo, yang ditunjukkan dengan makin rendahnya produktivitas hutan, hilangnya potensi keanekaragaman hayati, serta fragmentasi hutan dari satu kesatuan yang utuh dan saling terhubung (Bulletin Tata Ruang KemenPU, 2012). Degradasi tutupan hutan Pulau Borneo dapat dilihat pada gambar berikut ini:
masing-masing pemerintah negara di Borneo, yang didukung oleh industri dan upaya global yang berkelanjutan. Sedangkan misi pengelolaan kawasan Heart of Borneo adalah sebagai berikut: (i) Pada tahun 2020, 23 juta hektar jejaring kawasan lindung, cadangan lintas batas, dan koridor dikelola secara berkelanjutan dan zona penyangga berfungsi untuk menjamin masa depan semua spesies prioritas dan kawasan HoB endemik didirikan; (ii) Pada tahun 2020, tidak ada konversi hutan yang bernilai konservasi tinggi untuk penggunaan lahan lain di kawasan HoB; dan (iii) Pada tahun 2020,
Strategis dan Aksi Nasional kawasan HoB Indonesia, yaitu: (i) Kerjasama provinsi dan kabupaten; • Penggunaan lahan berkelanjutan ° Menetapkan batas area HoB ° Mendorong terselesaikannya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten/kota guna mewujudkan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di area HoB • Penyempurnaan kebijakan sektor ° Menyusun kriteria dan indikator pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan diseminasi agar terintegrasi dalam kebijakan sektor • Pengembangan kapasitas lembaga
(Peta Tutupan Hutan Pulau Borneo Tahun 1990, 1950, 1965, 2000, , 2005 dan Proyeksi Tahun 2010, 2020. Sumber: WWF, 2010
Dalam inisiatif HoB tahun 2007 tersebut, juga disusun visi dan misi pengelolaan kawasan HoB yang “mengikat” 3 negara (Indonesia, Malaysia, dan Brunei). Visi pengelolaan kawasan HoB, yaitu terwujudnya pengelolaan dan konservasi yang efektif di kawasan hutan hujan ekuator Heart of Borneo yang meliputi 23 juta hektar melalui jejaring kawasan lindung, hutan produksi dan penggunaan lahan yang berkelanjutan, yang memberi manfaat bagi masyarakat dan alam, melalui kerjasama internasional yang dipimpin oleh
mekanisme pembiayaan jangka panjang memberikan manfaat diversifikasi dan adil bagi masyarakat lokal dan pemerintah, dan meningkatkan barang dan jasa ekosistem. Selang dua tahun pasca dikeluarkannya Deklarasi Inisiatif HoB, pemerintah Indonesia mengeluarkan Rencana Strategis dan Aksi Nasional (National Strategic Plan of Action) kawasan Heart of Borneo di wilayah Indonesia tahun 2009-2014. Lingkup rencana strategis dan aksi nasional tersebut, terdiri dari trilateral, nasional, dan kabupaten (daerah). Butir penting yang dituangkan dalam Rencana
° Menyusun kerangka kerja kelembagaan pengelolaan sumber daya alam dalam area HOB ° Menyusun masterplan dan rencana pengelolaan HoB ° Mengembangkan riset dasar dan terapan serta penguatan kerjasama antar lembaga riset sesuai visi dan misi HoB ° Mendorong proses pelibatan, kerjasama, peningkatan kepedulian dan pendidikan dalam pelaksanaan HoB
Volume 12 / No. 1 / April 2014
(ii) Pengelolaan kawasan lindung; • Advokasi kebijakan ° Merekomendasikan upaya penguatan pengelolaan dan/atau (jika dipandang penting) mengusulkan penambahan dan peningkatan status kawasan lindung dan kawasan konservasi di area HoB ° Membangun kebijakan pengembangan dan atau penguatan pengelolaan kawasan konservasi lintas batas • Informasi dan manajemen pengelolaan kawasan lindung ° Membangun standar, sistem, penilaian, publikasi, monitoring dan evaluasi pengelolaan kawasan lindung serta kerjasama kelembagaan antar pengelola kawasan lindung dan pengembangan ekowisata dalam areal HoB • Pemberdayaan masyarakat ° Memperkuat kebijakan dan implementasi kerjasama pengelolaan kawasan lindung, termasuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat • Pelibatan peran serta swasta/BUMN ° Mengembangkan opsi-opsi keterlibatan swasta/BUMN dalam pengelolaan kawasan lindung (iii) Pengelolaan sumber daya alam di luar kawasan lindung; • Penyempurnaan kebijakan sektor ° Mengembangkan pemerataan manfaat pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan ° Memantau dan mengevaluasi kegiatan perekonomian serta mempromosikan area HoB sebagai tujuan ekowisata dan pelaksanaan program REDD+ dibawah payung konvensi perubahan iklim ° Melakukan audit terhadap kegiatan pemanfaatan hutan alam dan tanaman di area HoB ° Mendorong pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan hutan dan lahan yang rusak di area HoB • Penggunaan lahan berkelanjutan ° Inventarisasi dan klasifikasi bentuk-bentuk konflik pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan di areal HoB Volume 12 / No. 1 / April 2014
° Menyusun mekanisme penyelesaian konflik dan melakukan mediasi penyelesaian konflik ° Evaluasi penggunaan ruang • Sistem informasi dan pemantauan ° Mengembangkan basis data sumber daya alam di seluruh areal HoB ° Menyusun kriteria dan indikator untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi sumber daya alam ° Melaksanakan monitoring dan evaluasi sumber daya alam (iv) Penguatan kelembagaan dan pendanaan berkelanjutan; • Penguatan kapasitas lembaga ° Mendorong adanya payung hukum area HoB ° Menetapkan mekanisme hubungan kerja dan prioritas pekerjaan Pokjanas dan Pokjada HoB ° Evaluasi kinerja pemerintah provinsi dan kabupaten dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di area HoB termasuk apabila ada tambahan provinsi atau kabupaten/kota baru akibat pemekaran wilayah • Penyempurnaan kebijakan sektor ° Mendorong realisasi desentralisasi dan devolusi pengelolaan area HoB • Pengembangan pendanaan berkelanjutan ° Menggalang dana dan mobilisasi sumber daya ° Menggali dan menggalang pendanaan kreatif
Green Economy: Sinergi HoB dan Pembangunan Ekonomi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 mempunyai visi “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Adil, dan Makmur”. Dalam penjabaran untuk mewujudkan visi tersebut, MP3EI memiliki inisiatif strategis, strategi utama serta prinsip dasar MP3EI. Inisiatif strategis MP3EI, yaitu (i) Mendorong realisasi investasi skala besar di 22 kegiatan ekonomi utama; (ii) Sinkronisasi rencana aksi nasional untuk merevitalisasi kinerja sektor riil; dan (iii) Pengembangan centre of excellence di setiap koridor ekonomi.
Dalam menunjang pencapain visi serta inisiatif strategis, MP3EI memiliki tiga “pilar” strategi utama untuk menopang pencapaian hal tersebut, yaitu (i) Pengembangan Potensi Ekonomi Melalui Koridor Ekonomi; (ii) Penguatan konektivitas nasional; dan (iii) Penguatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Berikut gambaran dari penjelasan tersebut:
(Gambar Kerangka Desain MP3EI 2011-2025. Sumber: Publikasi MP3EI
Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masingmasing wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Tema pembangunan masing-masing koridor ekonomi dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut: ⇒ Koridor Ekonomi Sumatera memiliki tema pembangunan sebagai “Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional”;
⇒ Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional”.
Lumbung Energi Nasional”; ⇒ Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki tema pembangunan sebagai ‘’ Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan Nasional; ⇒ Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara memiliki tema pembangunan sebagai “Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional’’;
Pengembangan MP3EI berfokus pada 8 program utama, yaitu: pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, telematika, dan pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program utama tersebut terdiri dari 22 kegiatan ekonomi utama yang disesuaikan dengan potensi dan nilai strategisnya masing-masing di koridor yang bersangkutan. Berikut ini adalah pengelompokkan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi utama dari masing-masing koridor:
(Pengelompokkan Kegiatan Ekonomi Utama di Setiap Koridor Ekonomi. Sumber: Publikasi MP3EI, 2013) Kegiatan Ekonomi Utama
No.
Sumatera
Jawa
1.
Besi Baja
2.
Makanan & Minuman
√
3.
Tekstil
√
4.
Peralatan Transportasi
√
5.
Perkapalan
6.
Nikel
7.
Tembaga
8.
Bauksit
9.
Kelapa Sawit
√
Karet
√
10. 11.
Pertanian Pangan
12.
Pariwisata
13.
Telematika
14.
Batu Bara
⇒ Koridor Ekonomi Jawa memiliki tema pembangunan sebagai “Pendorong Industri dan Jasa Nasional”;
15.
Migas
16.
Jabodetabek Area
⇒ Koridor Ekonomi Kalimantan memiliki tema pembangunan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang &
17.
KSN Selat Sunda
18.
Alutsista
19.
Peternakan
√
√
Kalimantan
Sulawesi
Bali-Nusa Tenggara
Papua dan Kep.Maluku
√
√ √
√ √
√ √
√
√ √
√ √
√ √
√
√
√
√ √
20.
Perkayuan
21.
Kakao
√ √
22.
Perikanan
√
Volume 12 / No. 1 / April 2014
√
√
UNEP mendefinisikan green econo-
my as one that results in improved human well-being and social equity, while significantly reducing environmental risks and ecological scarcities. Dengan kata lain prinsip ekonomi hijau menitikbertakan pada rendah karbon, efisiensi sumber daya alam dan inklusifitas sosial.
(Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia. Sumber: Publikasi MP3EI, 2013)
Dalam konsep MP3EI, pemerintah memiliki 4 konsep utama dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya, yakni (i) Pro Poor; (ii) Pro Job; (iii) Pro Growth; dan (iv) Pro Environment. Perpres No 3 Tahun 2012 tentang Tata Ruang Pulau Kalimantan mengisyaratkan sedikitnya 45% dari Pulau Kalimantan harus digunakan sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati dan kawasan hutan lindung bervegetasi basah. Hal itu merupakan upaya mewujudkan komitmen Indonesia untuk menurunkan gas rumah kaca secara sukarela sebesar 26% pada 2020 (Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca/ RAN GRK) serta adanya inisiatif HoB yang telah ditandantangi oleh pemerintah Indonesia bersama Brunei dan Malaysia. Di sisi lain, dalam pengembangan koridor ekonomi MP3EI, Pulau Kalimantan dijadikan sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional. Produk pertambangan terbesar di Pulau Kalimantan, yaitu minyak bumi dan gas alam (migas), batubara, dan bauksit. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan pertambangan di darat selalu “menggangu”
Volume 12 / No. 1 / April 2014
keseimbangan dari kelestarian alam (kawasan konservasi/kehutanan). Tidaklah mudah untuk menyinergikan kepentingan pembangunan ekonomi yang tentunya memerlukan lahan dalam meningkatkan investasi, sementara dalam waktu yang sama langkahlangkah konservasi harus dilakukan. Selama ini pembangunan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, namun tidak diiringi dengan nilai susutnya sumber daya alam (deplesi) dan rusak/tercemarnya lingkungan (degradasi). Oleh karena itu, pemerintah terus berusaha menerapakan pembangunan ekonomi di Pulau Kalimantan sejalan dengan komitmen untuk melestarikan lingkungan (pembangunan berkelanjutan). Memperhatikan tema pembangunan Pulau Kalimantan dalam MP3EI dan dalam rangka membangun pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan diperlukan penerapan konsep pembangunan yang menghasilkan pertumbuhan dan pembangunan yang menjamin kesejahteraan masyarakat dan mencegah terjadinya penurunan fungsi dan kualitasekologis. Konsep ini biasa dikenal dengan pembangunan ekonomi “hijau” (Green Economy).
Beberapa cara yang dapat dilakakukan dalam pengelolaan HoB agar tidak “berbenturan” dengan program pembangunan ekonomi utama di Pulau Kalimantan pada MP3EI, yaitu (i) Memetakan wilayahwilayah yang rentan (Vulnerable Regions) di Pulau Kalimantan dari hasil tampalan antara wilayah utama produksi hasil tambang pada MP3EI dengan wilayah HoB; (ii) Memasifkan penggunaan kelapa sawit ramah lingkungan (Indonesia Sustainable Palm Oil/ISPO); dan Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK). Dalam memetakan vulnerable regions khususnya di wilayah HoB, hal penting yang perlu di tampalkan, yakni sebaran wilayah potensi kandungan hasil tambang yang berada di kawasan HoB, seperti batu bara dan bauksit dengan wilayah keseluruhan HoB. Sehingga akan didapatkan daerah-daerah yang rentan (vulnerable regions) dalam penanganannya. Sehingga daerahdaerah tersebut perlu mendapatkan perhatian “khusus” (kebijakan/ regulasi, land treatment, pembangunan infrastruktur, dll) agar tidak terjadinya tarik ulur antar kepentingan, khususnya beralih fungsinya kawasan konservasi menjadi wilayah pertambangan (degradasi lingkungan).
Sedangkan dalam pemanfaatan ISPO, perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit perlu mendapatkan sertifikasi ISPO yakni berupa penilaian untuk menentukan kriteria kelas kebun. Kebun yang sudah dinilai akan mendapat kriteria kelas I, II,III dan IV sesuai hasil dari pelaksanaan penilaian. Dalam pelaksanaan penilaian usaha perkebunan bukan hanya pada fisik kebun semata, tetapi juga lingkungan, SDM, manajemen usaha, kegiatan ekonomi masyarakat di sekitar. Sedangkan dalam pemanfaatan SVLK, kayu disebut legal jika kebenaran asal kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, administrasi dan dokumentasi angkutan, pengolahan, dan perdagangan atau pemindah tangannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Kemhut, 2013). Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran hasil hutan yang legal. Sistem verifikasi legalitas kayu diterapkan di HoB untuk memastikan agar semua produk kayu yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia/dunia memiliki status legalitas yang meyakinkan. Sertifikasi kayu merupakan salah satu unsur penting untuk mendorong praktik hutan lestari. Sebab, melalui label yang tertera dalam setiap produk akhir akan memudahkan siapa saja memeriksa sumber kayu yang menjadi bahan mentahnya. Sehingga pencegahan pembalakan liar di kawasan HoB akan dapat dicegah sedini mungkin.Sehingga demikian, pembangunan ekonomi di Pulau Kalimantan khususnya serta kelestarian kawasan HoB dapat bersinergis. Prinsip dasar/ prasyarat keberhasilan implementasi ekonomi hijau dalam pengelolaan pembangunan hijau di kawasan HoB, antara lain (WWF, 2013):
•
Transformasi pasar menuju komoditas kehutanan dan perkebunan lestari, serta pertambangan yang bertanggung jawab melalui penerapan perolehan prinsipprinsip Better Management Practices (BMP).
•
Infrastruktur yang tidak menyebabkan irreversible impact terhadap lingkungan.
•
“Green enterpreuneurship” (kewirausahaan yang menerapkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan).
•
Mengarahkan pengembangan perkebunan, HTI dan infrastrukturnya pada kawasan lahan-lahan terlantar.
•
Izin dan perijinan mengacu kepada tata ruang, KLHS dan AMDAL.
•
Panduan dan referensi pengeluaran izin yang berpihak kepada “ekonomi hijau”.
•
Merealisasikan sistem jaringan jalan antara pusat pendukung jasa produksi, pusat produksi, pengembangan wilayah, dan jaringan sistem komunikasi dan informasi yang mengacu pada tata ruang yang berbasis ekosistem.
•
Memastikan pengembangan kawasan produksi baru tidak mengganggu keutuhan ekosistem dan keanekaragaman hayati serta budaya masyarakat setempat.
•
Menghindarkan kawasan-kawasan konservasi dan ekosistem esensial dari konversi, dan dampak pembukaan wilayah.
•
Mematuhi pengalokasian areal yang telah diatur dalam tataruang wilayah.
• •
Melakukan perlindungan kawasan-kawasan sumber air. Memanfaatkan sumber energi terbarukan.
Penutup Adanya Kawasan Heart of Borneo bagi Indonesia dapat mendatangkan “keuntungan” disatu sisi, tetapi juga dapat mangakibatkan “malapetaka” di sisi lainnya. Dilihat dari sisi keuntungan, Indonesia dapat berperan besar dalam mengurangi gas rumah kaca (pemanasan global) baik dalam cakupan nasional maupun internasional dan pelestarian alam (konservasi). Hal ini dikarenakan kawasan HoB merupakan salah satu kawasan “paru-paru” dunia yang terbesar setelah hutan amazon di Brazil. Sedangkan HoB dapat mengakibatkan “malapetaka” bagi Indonesia, jika semua pihak yang berkepentingan di wilayah tersebut tidak dapat mensinergiskan antara pembangunan ekonomi dengan kelestarian alam. Serta tidak dioptimalkannya konsep ekonomi “hijau” dalam memperlakukan kawasan HoB. Berbagai penjelasan umum terkait HoB maupun pengelolaannya yang disampaikan atas, merupakan suatu wujud untuk memahami upaya keberlanjutan lingkungan di Heart of Borneo. “Apabila kita salah dalam perencanaan, berarti kita merencanakan suatu kegagalan, dan sebaliknya, perencanaan yang matang adalah langkah awal keberhasilan”. Referensi Kelompok Kerja Nasional HoB Indonesia. 2009. Rencana Strategis dan Aksi Nasional Heart of Borneo. Jakarta: Sekretatiat HoB Indonesia. Penyelamatan Ekosistem Kalimantan dan Penerapan MP3EI. 2013. Jakarta: WWF Indonesia Publikasi MP3EI. 2013. Jakarta: Kemenko Perekonomian RI http://www.unep.org/greeneconomy/AboutGEI/WhatisGEI/tabid/29784/Default.aspx; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://silk.dephut.go.id/index.php/info/vsvlk/3; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://heartofborneo.or.id/id; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://regional.kompas.com/read/2012/10/24/10560224/ Heart.of.Borneo.Direncanakan.Tahun.2013; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://kalimantan.menlh.go.id/; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://green.kompasiana.com/penghijauan/2012/06/08/heart-of-borneo-jantungkalimantan-terancam-%E2%80%9Cjantungan%E2%80%9D-468327.html; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://www.mongabay.co.id/2013/12/02/pertambangan-di-jantung-borneo-produksibatubara-indonesia/. Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=39; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/12273; Diakses pada tanggal 4 April 2014. http://www.wwf.or.id/?24120/kerjasama-wwf-ugm-kelola-kawasan-heart-of-borneodisepakati; Diakses pada tanggal 4 April 2014
Volume 12 / No. 1 / April 2014
GEOGRAFIANA
SEPENGGAL KISAH: GELIAT PENDIDIKAN DARI TANAH SARUMA, KIE RAHA Oleh: Riangga Sujatmiko Pengajar Muda SD N Indong, Halmahera Selatan T: 081386964036, E:
[email protected] /
[email protected]
AWAN HARAPAN SD N INDONG - “Melayanglah Semakin Tinggi dan Jauh” Ini adalah awan istimewa di SD N Indong, di awan ini lah anak-anakku meletakkan harapan mereka di masa depan. mereka menuliskan harapannya masing-masing di selembar kertas kecil, membacakannya keras-keras, dan meletakkannya di awan harapan. ada yang menuliskan agar dapat lebih rajin mengaji, ada yang ingin menjadi anggota dewan di maluku utara, ada yang berharap bisa menjadi guru, TNI, pemain sepak bola, dan masih banyak lagi. Terakhir aku meletakkan satu harapanku, harapanku sangat sederhana yakni, "Kabulkanlah semua harapan mereka." Akhirnya harapan ku bersama 37 harapan kecil lainnya diterbangkan bersama awan harapan ini. Volume 12 / No. 1 / April 2014
Membuat awan harapan ini mengingatkan ku mengenai sebuah lagu yang dibuat bersama ketika Camp Pelatihan Pengajar Muda waktu itu, seperti ini liriknya:
Nada - nada beriringan Berirama dengan angan Memetik awan harapan Ada rasa di setiap kata Kita berbagi dan bercanda Kita warnai duni bersama Janganlah ragu tuk bermimpi Gantungkan citamu nan tinggi Mari harumkan, INDONESIA “Jadi apa awan harapanmu, Sudah siap menerbangkannya?”
Lebih Baik Menyalakan "Lampu Poci" daripada Mencaci Kegelapan Seperti Biasa, Hampir setiap malam anak SMP ataupun SMK datang ke rumah untuk bertanya mengenai Bahasa Inggris. Malam ini pun sudah 2 malam lampu tidak menyala, hal yang memang sering terjadi jika hujan datang di pulau. Malam itu, beberapa anak SMP datang. "Pak, Belajar Bahasa Inggris.." kata salah satu dari mereka. "Lampu mati nih, So Tarada listrik." sahutku. Bergegas mereka pun mengambil beberapa lampu poci. "Pak, So ada lampu poci nih, Tara gelap". setlah itu langsung kuajak masuk rumah. Tidak ada lampu atau listrik memang bukan halangan belajar untuk mereka. daripada mencaci maki PLN karena tidak ada listrik beberapa malam ini, Lebih baik mari nyalakan lampu poci dan terus belajar. Setelah belajar selesai, hidunghidang kami pun menghitam. bekas asap hitam lampu poci yang menempel di hidung, tak heran karena malam itu kami menggunakan sekitar 4 lampu poci agar lebih terang.
“SSssttttttttt..., Ini Bukan Ulangan Matematika” Hari ini kamis 30 Januari 2013, anakanak kelas V SD N Indong sangat antusias. hari ini "Bukan Ulangan Matametika" kataku sesuai janjiku. Disini ada 3 level permainan. level 1, Level 2, dan Level 3. mereka yang bisa selesai lebih dahulu dari level 3 lah pemenangnya. setiap level mereka harus melalui beragam tantangan. Level 1 masih dapat dikatakan mudah, mereka harus mengubah bentuk pecahan ke bentuk persen dan desimal, serta sebaliknya. dapat terlihat beberapa sudah mulai kewalahan, namun begitu melihat salah satu teman sudah menyelasaikan tantangan di level 1 dan terus melaju ke level 2, semua segera berusaha menyelesaikan tantangan di level 1.
Persaingan semakin terlihat di level 2, beberapa siswa yang sudah berada di level langsung menghadapi tantangan penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian pecahan. level 2 memang harus sedikit lebih sulit. Tengok kanan - tengok kiri pun mulai terjadi, seperti nya mereka khawatir kalau-kalau sudah ada yang mencapai level 3. Nah di level 3 lebih rumit lagi, karena selain operasi matematika untuk pecahan, ternyata juga ada gabungan dengan operasi matematika gabungan antara pecahan dengan desimal dan persen. apalagi sudah banyak siswa yang buku nya sudah hampir penuh dengan corat-coret perhitungan. Di akhir level, bukannya pusing dan lelah mereka masih tetap semangat. Haha begitulah Bukan Ulangan Matematika kali ini. Setelah selesai banyak yang berkata : "Pak, habis ini apa?" aku pun menjawab "sekarang kalian pii main dulu ke muka sana kong" karena aku harus menyiapkan pelajaran berikutnya yakni IPA. dan tiba-tiba ada yang menjawab "Nanti setelah ini Ulangan IPA lagi ya Pak!!!". Kenapa mereka jadi sangat suka ulangan??? Padahal ini kan Bukan Ulangan Matematika. “Jadi, sudah
siap dengan Bukan Ulangan lainnya???”
“Jadi, Apa yang kamu lakukan ketika PLN mati?” Volume 12 / No. 1 / April 2014
GEOGRAFIANA
MINGGU PAGI DI LORONG TUN ISMAIL Oleh: Iqbal Putut Ash Shidiq
M
eminjam judul sebuah film karya anak bangsa, begitulah kira-kira penggambaran sebuah program kerja yang kami (PPI UPM) lakukan pada setiap akhir pekan. Wujud dari program ini adalah sebuah kegiatan yang diberi nama Edukasi untuk Bangsa (EuB), yang dilaksanakan setiap hari Minggu pagi, yang bertempat di Sekolah Indonesia – Kuala Lumpur (SI-KL), Lorong Tun Ismail, Kuala Lumpur. Sebuah kegiatan pendidikan dan pengajaran yang diperuntukan bagi siapa saja warga negara Indonesia, khususnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia. Berangkat dari fakta bahwa TKI di Malaysia merupakan salah satu penyumbang terbanyak jumlah warga negara Indonesia di luar negeri. Namun dari jumlah tersebut sebagian besar belum memiliki kemampuan serta kualitas yang baik untuk bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain. Dibandingkan dengan tenaga kerja asal Filipina misalnya, tenaga kerja asal Indonesia masih kalah dalam hal kemampuan berbahasa Inggris. Kemampuan lain seperti penguasaan komputer juga sangat minim. Hal ini juga yang terkadang menyebabkan buruknya perlakuan terhadap TKI di Malaysia. Kondisi tersebut menjadi dasar terbentuknya sebuah kegiatan pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan TKI di Malaysia. Adalah N. Aulia Badar, Kepala LKBN Antara biro Kuala Lumpur yang mempunyai inisiatif untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut. “Hati saya terpanggil dengan keadaan yang demikian menyedihkan. “Sebagai orang media, saya mengetahui betapa sulitnya kehidupan para TKI di Volume 12 / No. 1 / April 2014
Malaysia yang tidak dibekali dengan kemampuan yang kompetitif!”, ujarnya. Berbekal semangat tersebut, Pelatihan Bahasa Inggris dan Komputer untuk TKI lahir dan dimulai pada bulan Juli 2011, dengan meminjam tempat di salah satu restoran Indonesia di Pasar Seni, Kuala Lumpur (http://www.edukasiuntukbangsa.org/tentang-eub/ cerita-singkat-eub). Sebuah kegiatan sederhana tapi sarat makna. Sebanyak sekitar 34 orang bergabung sebagai peserta pada penyelenggaraan yang pertama dari kegiatan ini. Kegiatan ini berkembang seiring dengan peningkatan kualitas pengajaran dan pengorganisasian di dalamnya. Pada penyelenggaraan yang kedua jumlah peserta bertambah menjadi 58 orang.
Gelombang I II
Nama Kegiatan Pelatihan Bahasa Inggris dan Komputer untuk TKI
III IV V VI
Edukasi untuk Bangsa
Jumlah Peserta
Waktu Pelaksanaan
34
Juli 2011
58
September 2011
(tidak ada data)
November 2012
(tidak ada data)
April 2013
78
September 2013
106
Maret 2014
Lokasi Es Teler 77, Pasar Seni
SIKL
Kegiatan pelatihan tersebut berubah nama menjadi “Edukasi untuk Bangsa” dan berpindah tempat ke SIKL pada September 2011, bersamaan dengan penyelenggaraannya yang ketiga. Tahun 2014 EuB akan membuka kelas ke enam dan jumlah peserta yang telah mendaftar hingga saat ini adalah sebanyak 106 orang. Kegiatan utama yang dilakukan di dalam EuB adalah pendidikan dan pengajaran bahasa Inggris dan Komputer. Untuk menyesuaikan dengan kemampuan peserta EuB, masing-masing kelas mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Kelas bahasa Inggris terdiri dari tiga tingkatan, yaitu pre-beginner, beginner, dan upper beginner, sedangkan kelas komputer hanya memiliki dua tingkatan, yaitu beginner dan upper beginner. Materi yang diberikan pada kelas bahasa Inggris adalah terkait dengan kehidupan sehari-hari seperti tata cara berkomunikasi di telepon, percakapan di sekolah, mengenal namanama benda di lingkungan sekitar, dsb. Sedangkan materi komputer yang diberikan adalah mengenai pengetahuan dasar program seperti Word, Excel, Powerpoint, serta internet. Para pengajar dan tutor yang terlibat dalam kegiatan ini berasal dari berbagai macam latarbelakang, mulai dari ekspatriat, ibu rumah tangga, hingga mahasiswa yang tengah berada di Malaysia. PPI-UPM mulai aktif terlibat dalam kegiatan ini sejak penyelenggaran EuB yang ke-empat. Keterlibatan PPI-UPM dalam EuB adalah sebagai tutor dan koordinator terutama untuk kelas komputer tingkat beginner. Beberapa kampus lain yang juga turut terlibat dalam kegiatan EuB antara lain IIUM, UM, UKM, serta Taylor University.IPA
Volume 12 / No. 1 / April 2014
JALAN-JALAN
BERBURU KULINER DI NEGERI JIRAN Oleh: Adi Wibowo
K
ehidupan para pencari makanan di negeri orang pasti punya ceritanya masing-masing. Jauh dari keluarga, lupa belanja atau alasan kangen Indonesia menjadi alasan klasik pembenaran untuk terpaksa makan di luar rumah daripada masak sendiri. Intinya tetap, makan-makan menjadi kebutuhan untuk sosialisasi atau sekedar melihat sisi lain di negeri orang. Teh Botol Sosro (TBS) rasanya mungkin biasa saja, tetapi di tempat yang jauh dari asalnya, rasanya menjadi otentik khas Indonesia. TBS terkadang dicari-cari sampai ke Chow Kit yakni tempat “kongkownya” orang Indonesia di sekitar Kuala Lumpur. Ternyata di Selangor, tepatnya di Kajang ternyata ada juga restoran asli Indonesia yang menyajikan menu khas makanan Jawa. Namanya restoran Sunan Drajat. Suasana restorannya cukup mengobati rasa kangen Indonesia, selain teh juga ada krupuk. Kalau penikmat kuliner tahu istilah “Ikan P” yang biasanya disajikan terutama di pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pasti para penikmat kuliner tahu betul rasa dari ikan yang satu ini atau lebih dikenal Ikan Pari. Di restoran ini menu ikan tersebut disajikan dalam masakan “Mangut Pari”, selain dimangut ikan ini juga lezat dimasak sup yakni Sup Ikan Pari. Dulu pernah juga menikmati Sup Ikan Pari Kota Pahlawan, Surabaya. Saking besarnya ikan ini satu mangkok yang berisi dua, akhirnya satu ikan bisa dibawa pulang ke rumah, lumayan. Mau makan gado-gado? Jangan khawatir, kita bisa menikmati makanan khas ini di Berjaya Time Square, tepatnya di foodcourt lantai 3. Jika ingin berbenja di Low Yat menggunakan monorail maka, Berjaya Time Square berseberangan dengan Low Yat (tempat membeli perlengkapan computer). Yang menarik gado-gado ini rasanya mirip terutama racikan bumbu kacangnya cukup enak, dengan modifikasi tambahan bukan kerupuk yang disajikan adalah emping melinjo. Selain gado-gado menu Indonesia lainnya cukup banyak tesedia di sini seperti ayam penyet dan pecel lele. Lumayan juga kangen Indonesia bisa terbayar dengan baik.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
Selain makanan khas Indonesia, ada juga makanan lain yang cukup unik Mie Tarik. Ciri khas Mie Tarik ini adalah pemilik dan pembuat Mie Tarik adalah Muslim Keturunan China mainland. Uniknya Mie Tarik adalah orisinil dan langsung dibuat dari adonan tepung. Jadi tanpa pengawet dan pasti sehat. Selain makan di resto ini juga menyajikan minuman cukup unik, ada teh hijau, ada Bao Bao Tea, dan air longan. Rasanya panas atau dingin, tergantung selera pembeli. Harganya juga trejangkau. Selain makanan yang unik, maka proses pembuatan yang alami bisa dilihat dengan mudah, mulai dari masih menajdi gulungan tepung kemudian diputar, dikerjakan sedemikian rupa, sehingga akhirnya terpsiah-pisah menjadi potongan-potongan mie kecil-kecil yang siap dimasak baik dengan kuah (atau disrebus) juga bisa digoreng. Semoga tulisan ini bisa menjadi referensi kuliner yang ada di Kuala Lumpur, Selangor dan sekitarnya dan bisa mengetahui dimana para pendekarpendekar ini mencari kehidupan yang lebih layak dan selalu tegar demi kesejahteraan keluarganya di negara asalnya.
Volume 12 / No. 1 / April 2014
MAJALAH GEOSPASIAL MENGUCAPKAN SELAMAT KEPADA
PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) DEPARTEMEN GEOGRAFI FMIPA UI YANG TELAH MENDAPATKAN AKREDITASI “A” DARI BADAN AKREDITASI NASIONAL PERGURUAN TINGGI (BAN-PT)
Volume 12 / No. 1 / April 2014