BODY IMAGE PADA REMAJA PUTRI MENIKAH DAN MEMILIKI ANAK VILLI JANUAR FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAKSI Fenomena remaja putri yang menikah dan memiliki anak sudah lazim bagi masyarakat Indonesia. Remaja putri, dalam kaitannya dengan masa pertumbuhan masih tengah tumbuh untuk mencapai kematangan fisik dan mental. Namun, bagi remaja putri yang sudah menikah dan memiliki anak tengah dihadapkan pada keadaan yang berbeda. Remaja putri yang memiliki anak, mengalami keadaan yang umumnya terjadi pada perempuan dewasa, seperti tidak lagi perawan, mengandung, melahirkan anak, menyusui, dan mungkin naiknya berat badan pasca melahirkan. Keadaan tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan sikap mental, terutama cara pandang remaja putri terhadap tubuhnya sendiri atau yang biasa disebut dengan body image. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran body image pada remaja putri menikah yang memiliki anak dan faktor-faktor yang merupakan pembentuk body image pada remaja putri menikah yang memiliki anak. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan bentuk studi kasus yang bermaksud mendeskripsikan hasil penelitian dan berusaha menemukan gambaran menyeluruh mengenai suatu keadaan. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah remaja putri berusia 20 tahun dan telah menikah dan memiliki seorang anak. Hasil penelitian menunjukkan gambaran body image yang positif pada subjek, yaitu berdasarkan tiga komponen yang dimiliki subjek, bahwa subjek secara umum tepat mempersepsikan tubuhnya, memiliki sikap puas dan tidak memiliki kecemasan pada tubuhnya, serta tidak menghindari aktivitas yang menunjukkan bentuk tubuhnya. Faktor-faktor pembentuk body image pada subjek adalah life cycle, konsep diri, sosialisasi, peran gender, dan distorsi body image. Kata Kunci: Body Image, Remaja Putri, Menikah.
PENDAHULUAN
Remaja putr i yang m enikah dan
Remaja dalam bahasa Latin adalah
memiliki anak, sebetulnya tidak dapat
adolescence, yang artinya tumbuh untuk
dibedakan dengan remaja putri yang lain.
mencapai kematangan. Istilah adolescence
Remaja putri, baik yang telah memiliki anak
sesungguhnya mempunyai arti yang luas,
atau yang tidak memiliki anak, masih tengah
mencakup kematangan mental, emosional,
tumbuh untuk mencapai kematangan fisik dan
sosial, dan fisik. Pandangan ini didukung oleh
mental. Namun, seiring dengan pertumbuhan
Piaget (dalam Hurlock, 1991) yang
fisik dan mentalnya, remaja putri yang
mengatakan bahwa secara psikologis, remaja
menikah dan memiliki anak dihadapkan pada
adalah suatu usia di mana anak tidak merasa
keadaan yang berbeda. Remaja putri yang
dirinya berada di bawah tingkat orang yang
menikah dan memiliki anak, mengalami
lebih tua, melainkan merasa sama, atau paling
k e d a a n y a n g u m u m n y a t er j a d i p a d a
tidak sejajar.
perempuan dewasa, seperti berhubungan intim, tidak lagi perawan, mengandung, melahirkan
Menurut Mappiare (1982), masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun dan bukan 21 tahun seperti
anak, menyusui, dan mungkin naiknya berat badan pasca melahirkan. Keadaan tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan sikap mental, terutama cara pandang terhadap tubuh sendiri, antara remaja putri yang memilki anak dan remaja putri yang tidak memilki anak.
ketentuan sebelumnya (Hurlock, 1991). Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah.
tubuhnya sendiri dikenal dengan body image.
Undang-undang Pendidikan Nasional tahun 2001 menyebutkan bahwa remaja putri yang berusia antara 16-19 tahun adalah individu
yang
diharuskan
melanjutkan
pendidikannya di sekolah menegah umum. Namun sering kali dapat dijumpai remaja putri yang justru menikah dan memiliki anak. Itu terlihat dari data statistik pernikahan di Indonesia, yaitu sebanyak 34,5% dari sekitar 120.000 pernikahan di Indonesia dilakukan oleh remaja usia dini, mayoritas dari mereka berada dalam rentang usia 12-18 tahun (www.kompas.com/kesehatan).
Cara pandang individu terhadap Orang yang memiliki body image positif mencerminkan tingginya penerimaan jati diri, rasa percaya diri dan kepeduliannya terhadap kondisi badan dan kesehatan sendiri. Kepuasan dan ketidakpuasan body image pada diri individu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu berat badan dan persepsi derajat kegemukan serta kekurusan, budaya, life cycle, masa kehamilan, sosialisasi, konsep diri, peran gender dan distorsi body image (Thompson, 1996). Menurut Honigam dan Castle (2004), body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan
memberikan penilaian atas apa yang dia
yang ada di media merupakan suatu rekaan
pikirkan dan rasakan terhadapa ukuran dan
yang sangat sulit untuk diusahakan di
bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana
kehidupan nyata sehari-hari. Sayangnya hal ini
penilaian orang lain terhadapa dirinya.
seringkali luput dari perhatian banyak wanita.
Sebenarnya, apa yang dipikirkan dan rasakan,
Pada kondisi yang ekstrim, seseorang
belum tentu benar-benar mempresentasikan
dengan body image negatif akan mengalami
keadaan yang aktual, namun lebih merupakan
distorsi dalam menilai realitas. Informasi yang
hasil penilaian diri yang bersifat subjektif.
ada di pikirannya tentang tubuhnya akan jauh
Close dan Giles (2007) menambahkan, pada remaja body image mulai terbentuk seiring dengan per tubuhan fisik dan kematangan mentalnya. Cara pandang remaja terhadap tubuhnya sendiri dipengaruhi antara lain pertumbuhan fisiknya yang masih tengah berubah dan berkembang, tayangan dan tampilan media massa yang menampilkan bentuk tubuh model yang ideal, juga kecenderungan untuk membandingkan bentuk
lebih buruk daripada kenyataan. Dampak psikologisnya adalah perasaan tidak puas yang mendalam sehingga berujung pada ketidakbahagiaan. Kemudian timbul perasaan selalu serba salah menempatkan diri di antara orang lain. Kondisi ini jelas melelahkan karena wanita menjadi tidak bisa menikmati hidupnya, dan juga terhambat dalam memberikan kontribusi produktif bagi diri dan lingkungan (Indri Savitri, 2008).
tubuhnya dengan bentuk tubuh orang lain
Namun jika yang terjadi adalah
seusianya. Jika seorang remaja memiliki cara
sebaliknya, seorang remaja dapat mengalami
pandang yang baik terhadap tubuhnya maka ia
krisis kepercayaan diri, bahkan lebih jauh
akan memiliki kepercayaan diri dan perilaku
mengalami body image dissatisfaction, yaitu
positif terhadap hubungan sosialnya.
suatu keadaan tak puas terhadap tampilan
P er kem ba nga n m edia tidak bisa disalahkan 100% sebagai penyebab munculnya citra ideal tertentu, dan jelas hal ini perlu disikapi secara bijak. Para wanita harus menyadari bahwa abad 21 adalah masa pembentukkan image, sehingga besar kemungkinan yang mereka lihat di media adalah sesuatu yang semu atau ilusi. Sebuah kenyataan bahwa untuk tampil sempurna sebagai model sampul sebuah majalah dibutuhkan hampir satu lusin tim penata rias, penata rambut, penata busana, penata cahaya, dan penata gaya. Intinya, kecantikan sempurna
tubuhnya. Hal ini ditunjukkan oleh hasil studi di Amerika Serikat bahwa 45% perempuan dalam kisaran berat badan yang sehat merasa memiliki kelebihan berat badan. Dan sekitar 20% dari berat badan wanita yang berpikir bahwa m ereka kelebihan berat badan melakukan diet untuk menurunkan berat badan. Studi yang sama juga menjelaskan bahwa 70% subjek
mengungkapkan
keinginan
untuk
mengurangi berat badannya karena merasa kurang langsing, padahal hanya 15% di antara mereka yang menderita overweight. Hasil penelitian tersebut menggambarkan body
ima ge negatif pada per em pua n yang
kepuasan citra tubuh baik secara keseluruhan
sebetulnya memiliki berat badan yang sehat.
maupun untuk tiap dimensi antara kelompok
Berat badan yang sehat sendiri merupakan
wanita dari sampel uji coba dengan kelompok
keseimbangan antara tinggi dan berat badan
wanita pasca melahirkan ditemukan pola yang
dengan membagi berat badan dalam satuan
hampir sama. Susanti & Bonang (2006).
kilogram dengan tinggi badan dalam satuan meter persegi, dan ini tidak berkaitan dengan
Remaja putri, dalam kaitannya dengan
pencitraan tubuh (body image)
masa pertumbuhan masih tengah tumbuh
(http://www.eat-ingdisorders.org.au/article).
untuk mencapai kematangan fisik dan mental, dimana remaja putri tersebut masih sering
Pada remaja putri yang telah menikah dan
berkumpul
dengan
teman-teman
seusia,
memilki anak, body image juga dipengaruhi
menghabiskan waktu untuk bermain. Usia
oleh keadaan-keadaan lain yang tidak lazim
remaja adalah usia yang dihabiskan oleh para
terjadi di usia remaja. Pengalaman
remaja untuk mencari hal-hal yang baru.
mengandung, melahirkan, dan menyusui anak,
Namun, ketika remaja putri itu sudah menikah
dan keadaan pasca melahirkan, yang umumnya
dan memiliki anak, ia dihadapkan pada
adalah pengalaman perempuan dewasa dapat
keadaan yang berbeda. Remaja putri akan
membentuk cara pandang remaja terhadap
mengalami keadaan yang umumnya terjadi
tubuhnya sendiri.
pada perempuan dewasa, seperti tidak lagi
Populasi wanita pasca melahirkan diduga sangat rentan terhadap masalah citra tubuh, selain faktor media massa yang memiliki peran
perawan, mengandung, melahirkan anak, menyusui, dan mungkin naiknya berat badan pasca melahirkan.
besar dalam menanamkan standar
Banyak remaja putri yang sudah
kerampingan wanita pada umumnya. Faktor
memiliki anak, mengeluh tentang keadaan
penyesuaian bentuk tubuh pada masa pasca
fisik tubuh mereka menjadi gemuk setelah
melahirkan dirasakan lebih sulit dibandingkan
melahirkan. Para remaja putri menjadi malu
dengan coping terhadap perubahan pada masa
dengan keadaan tubuh mereka. Hal ini
kehamilan. Mayoritas subyek yang diteliti
berimbas pada kurangnya keterlibatan sosial
mempersepsikan bahwa tubuh mereka
remaja putri dalam komunitas-komunitas
termasuk dalam kategori gemuk, sementara
pergaulann yang sudah dibangun sebelum
data penelitia n m enu njuk kan ba h wa
remaja putri tersebut memiliki anak. Remaja
sebenarnya sebagian besar subyek penelitian
putri yang sudah memiliki anak tersebut
memiliki berat badan dengan kategori normal.
menjadi kurang percaya diri ketika bertemu
Kepuasan citra tubuh mempunyai hubungan
dengan
yang signifikan dengan harga diri, baik pada
dihadapkan dengan keadaan dirinya tersebut,
wanita pasca melahirkan maupun pada wanita
remaja putri cenderung melakukan kegiatan-
yang belum pernah melahirkan. Hasil uji perbedaan rata-rata untuk harga diri dan
teman-teman
seusianya.
Ketika
kegiatan, seperti diet, senam, sauna, dan lain-
menikah dan memiliki anak, peniliti mencoba
lain. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang
kegemukan dan secara langsung akan
mempengaruhi dan bagaimana cara pandang
meningkatkan rasa percaya diri mereka.
remaja putri tersebut terhadap tubuhnya sendiri.
Berdasarkan pemaparan di atas yang menjelaskan keadaan remaja putri yang sudah
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Body Image
Dari berbagai defenisi mengenai body
Menurut Papalia dan Olds (1998), body image merupakan gambaran kepercayaan yang sifatnya evaluatif mengenai penampilan fisik seseorang berupa ukuran tubuh, berat badan dan
bagian-bagian tubuh
lainnya
yang
diorganisasikan dalam suatu skema yang berkembang sepanjang pengalaman tubuh individu.
image, dapat disimpulkan bahwa body image adalah suatu bentuk pengalaman subjektif individu tentang tubuhnya, termasuk di dalamnya penampilan fisik berupa ukuran tubuh, berat badan dan bagian tubuh lainnya diorganisasikan dalam suatu skema yang berkembang sepanjang pengalaman tubuh individu yang dipengaruhi oleh faktor sosial
Atwater (1999), mendefinisikan body
dan budaya.
image sebagai suatu cara pada diri individu dalam memandang dirinya, bukan hanya apa
Komponen-Komponen Body Image
yang tam pak dalam cermin tapi juga
Menurut Thompson dan Altabe
bagaimana kita mempersepsikan apa yang ada
(1990), body image berkaitan dengan tiga
pada tubuh individu. Body Image merupakan
komponen, yaitu:
suatu hal yang sangat penting dalam membentuk persepsi diri. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap body image pada diri individu dipengaruhi oleh faktor sosial dan
a. Komponen Persepsi b. Komponen Sikap (Subjektif) c. Komponen Behavioral
budaya. Defenisi lain diberikan Thompson
Kepuasan dan Ketidakpuasan Body Image
(1996), bahwa body image merupakan
Beberapa tokoh memberikan batasan
gambaran yang dimiliki seseorang mengenai
yang hampir serupa terhadap kepuasan body
tubuhnya dalam bentuk kepuasan dan
image itu. Menurut Hill, Oliver dan Rogers
ketidakpuasan yang merupakan hasil dari
(dalam Atwater, 1999) kepuasan body image
pengalam subjektif individu.
merupakan derajat kepuasan terhadap bagian
tertentu dari tubuh. Batasan lain diberikan oleh
h. Distirsi Body Image
Mintz dan Betz (dalam Miller, 1980) bahwa kepuasan body image adalah derajat kepuasan
Gangguan Body Image
terhadap bagian dan karakteristik tertentu dari
Menurut Thompson dan Altabe (1990),
tubuh seseorang. Jadi dapat disimpulkan
gangguan body image (body image
bahwa kepuasan body image adalah derajat kepuasan individu terhadap karakteristik tubuh
disturbances) merupakan fenomena yang bersifat multidimensional karena melibatkan komponen persepsi, komponen sikap, dan
atau bagian tertentu dari tubuhnya.
komponen tingkah laku. Lebih lanjut lagi, Ketidakpuasan
tubuh
Thompson mengemukakan bahwa body image
bahwa
akan mengalami distorsi saat evaluasi diri
penampilan tidak memenuhi standar
individu terhadap penampilannya berada
pribadinya, sehingga ia menilai rendah
dalam tingkatan yang berhubungan dengan
tubu hn ya. Hal ini le bih lanj ut da pat
fungsi sosial dan atau pekerjaan serta memiliki
menyebabkan individu menjadi rentan
keterkaitan dengan tingkat kecemasan dan
terhadap harga diri yang rendah, depresi,
persepsi pada individu.
merupakan
keyakinan
terhadap individu
kecemasan sosial dan menarik diri dari situasi sosial, serta mengalami disfungsi seksual
Power
dan
Erickson
(1989)
mendefinisikan distorsi atau gangguan body
(Cash dan Grant, dalam Thompson, 1966).
image sebagai pikiran, perasaan dan persepsi
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
individu yang bersifat negatif terhadap
ke ti d ak p u asa n ter ha d ap b o dy i m a ge
tubuhnya yang dapat diikuti oleh sikap yang
merupakan keyakinan individu mengenai
buruk.
penampilannya yang tidak memenuhi standar pribadinya, sehingga ia menilai rendah tubuhnya.
Body image yang bersifat negatif itu akan membawa kepada suatu bentuk perilaku destruktif. Perilaku destruktif tersebut bisa
Kepuasan dan ketidakpuasan body
berupa bigorexia atau adonis complex yang
image pada diri individu dipengaruhi oleh
ditandai dengan bentuk perilaku, antara lain
beberapa faktor (Thompson, 1996), yaitu :
melakukan diet dalam waktu lama, mengalami kelainan makan (eating disorder),
a. Ber at bada n dan per sepsi der ajat kegemukan serta kekurusan
ketergantungan akan latihan atau olahraga (exercise dependence) dan menyalahgunakan
b. Budaya
stereoid (stereoid abuse) yang digunakan
c. Life Cycle
untuk membentuk bagian-bagian tubuh
d. Masa Kehamilan
tertentu.
e. S osialisasi f. Ko nsep Dir i g. Peran Gender
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Body Image Menurut Lighstone (dalam Baron & Byrne, 1994), body image bukan sesuatu yang statis. Body image dapat berubah karena ia peka terhadap perubahan perasaan, lingkungan dan penampilan fisik. Body image juga tidak didapat sejak lahir, karena ia adalah sesuatu yang dipelajari. Lebih lanjut lagi disebutkan bahwa body image berkembang melalui interaksi dengan orang lain dan dunia luar. Atwater (1999), mengatakan bahwa cara
Craig (1992), mengatakan bahwa media massa telah melakukan manipulasi dengan memberikan gambaran yang stereotipe yang menitik beratkan pada pesona daya tarik tanpa memperlihatkan kekurangan-kekurangan yang ada. Hal ini dapat berakibat buruk bagi individu. Peranan Skema Diri dalam Body Image Body image seseorang tidak terlepas dari skema dirinya, oleh karena itu dibawah ini akan dijelaskan mengenai skema diri individu, serta peranannya dalam body imagenya.
seseorang menerima body image yang ia miliki tergantung pada pengaruh sosial dan budaya. Atwater juga mengatakan hal yang sama, bahwa body image seseorang dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya, dengan penjelasan sebagai berikut : a. Kebudayaan Body image dipengaruhi oleh budaya disekitar individu dan cara bagaimana budaya mengkomunikasikan norma yang ada tentang berat badan, ukuran tubuh, bentuk badan dan daya tarik fisik. Pengaruh budaya yang terkadang menjadi sangat kuat, sering menekan individu dalam suatu kondisi yang menyebabkan individu mendapat gambaran khas tentang tipe tubuh yang ideal, yang sering kali bertentangan dengan realita yang ada pada tubuh individu (Thompson, 1996).
Skema (schema) adalah merupakan su at u be n t uk str u kt u r k o gn it if ya n g mempresentasikan pengalaman tentang suatu konsep atau stimulus, termasuk akibatakibatnya dan hubungan antara masa lalu yang terorganisir dan kemudian dapat dipergunakan untuk
menginterpretasikan
pengalaman-
pengalamannya dimasa sekarang. Secara lebih lanjut, skema ini akan mempengaruhi individu dalam melakukan evaluasi diri dan membentuk body image. Oleh karena itu, daya tolak terhadap keyakinan yang dimiliki individu akan menghasilkan proses-proses yang berbeda, yang mempertahankan skema yang dimilikinya tentang citra diri. Dalam skema ini terdapat (1) informasi afektif yang dapat menggugah perasaan, (2) informasi evaluatif yang menimbulkan suatu penilaian, serta (3) informasi perilaku yang menentukan bagaimana suatu perilaku seharusnya dilakukan (Deux dkk, 1993).
b. Faktor Sosial .
Definisi Remaja Menurut Mappiare (1982), masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai
kematangan secara mental, emosi, fisik, dan sosial.
dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 adalah remaja, dan usia 17/18 sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apbila telah mencapai usia 18 tahun dan bukan 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya (Hurlock, 1991). Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah.
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia
Remaja sebenarnya tidak memilki
sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah
tempat yang jelas. Mereka sudah tidak
siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia
termasuk golongan anak – anak, tetapi belum
belum siap menghadapi dunia nyata orang
juga dapat diterima secara penuh untuk masuk
dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan
ke golongan orang dewasa. Remaja berada di
anak - anak lagi. Berbeda dengan balita yang
antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu
perkembangannya dengan jelas dapat diukur,
remaja seringkali dikenal dengan fase mencari
remaja hampir tidak memiliki pola
jati diri. Remaja masih belum mampu
perkembangan yang pasti. Dalam
menguasai dan memfungsikan secara
perkembangannya seringkali mereka menjadi
maksimal fungsi fisik maupun psikisnya.
bingung karena kadang - kadang diperlakukan
N a m u n f as e r e m a j a m er u p a k a n f a s e
sebagai anak - anak tetapi di lain waktu
perkembangan yang berada pada masa amat
mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan
potensial, baik dilihat dari aspek kognitif,
dewasa.
emosi, maupun fisik (Monks dkk. 1989). Memang banyak perubahan pada diri Dari seluruh definisi remaja yang
seseorang sebagai tanda keremajaan, namun
dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa
seringkali perubahan itu hanya merupakan
remaja termasuk dalam kategori usia 12 tahun
suatu tanda - tanda fisik dan bukan sebagai
sampai 22 tahun, berada pada masa transisi
pengesahan
antara masa anak – anak dan masa dewasa
seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik
yang mengalami fase perkembangan menuju
yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks
akan
keremajaan
seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka.
Karakteristik Umum Perkembangan Remaja
Untuk dapat memahami remaja, maka
Masa remaja seringkali dikenal dengan
perlu dilihat berdasarkan perubahan pada
masa mencari jati diri, Erikson (dalam
dimensi - dimensi tersebut.
Bischof,1983) menyebutnya dengan identitas
Tugas – Tugas Perkembangan Masa Remaja
ego (ego identity), ini terjadi karena masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak – anak dan masa kehidupan orang
Adapun tugas - tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1991) adalah berusaha :
dewasa. Menurut Ali & Asrori (2005), ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja, yaitu sebagai berikut :
a. Mampu menerima keadaan fisiknya
1. Kegelisahan
b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
2. Pertentangan
c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis
4. Aktivitas Berkelompok
3. Mengkhayal 5. Keinginan Mencoba Segala Sesuatu
d. Mencapai kemandirian emosional e. Mencapai kemandirian ekonomi f. Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual g. Memahami nilai – nilai orang dewasa dan orang tua h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial i.
Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
j.
Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
Pernikahan di Usia Muda 1. Pengertian Pernikahan Muda Pernikahan merupakan suatu kejadian penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya. Pernikahan itu sendiri memiliki makna yang tinggi baik secara agama maupun kultural, terutama pada masyarakat Indonesia yang sampai saat ini masih menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kebudayaan dan adat istiadat ketimuran. Menurut Duvall dan Miller (dalam
Tugas – tugas perkembangan fase remaja in i ber ka it an d e ng a n per ke m ba n g an kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat mem bantu kemam puan dalam melaksanakan tugas- tugas perkembangan dengan baik (Ali & Asrori, 2005).
Paruntu, 1998) pernikahan adalah hubungan antara seorang pria dan seorang wanita yang diakui secara sosial dan memungkinkan terjadinya hubungan seksual. Hal ini juga diungkapkan oleh Darmidjas (1998), pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan
Sarwono (1984), mengatakan bahwa
Menurut Sampoerno dan Azwar (1987),
pernikahan adalah ikatan dua manusia yang
pernikahan yang terjadi saat usia muda
jenis kelaminnya berbeda dalam usahanya
sampai sekarang ini masih terjadi. Faktor-
untuk mencapai pemenuhan. Orang yang
faktor yang menyebabkan terjadinya
melaksanakan pernikahan berarti memenuhi
pernikahan di usia muda adalah :
prosedur atau tahap-tahap dalam membentuk
a. F aktor Adat
keluarga.
b. Faktor Agama c. Faktor Ekonomi
Latief (1998), berpendapat bahwa pernikahan adalah suatu pintu gerbang kehidupan yang wajar atau biasa dilalui umat manusia, dimana seseorang mencari pasangan hidup dan memperoleh keturunan.
d. Faktor Pendidikan e. Faktor Peran di Hari Depan f. Faktor Hukum dan Peraturan g. Faktor Hukum h. Faktor Larangan Perilaku Seksual
Sedangkan menurut Sampoerno dan
i. Romantis Mengenai Kehidupan Pernikahan
Azwar (1987), pernikahan usia muda ialah
j. Stimulasi Dorongan Seksual
hubungan interaksi secara intim, yang diakui
k. Pendidikan Seks
s ec ar a s o s i a l d a n t er j a d i p a d a m as a pertumbuhan anak menjadi dewasa. Masa terjadinya perkembangan seksual atau masa dalam kehidupan yang dimulai dengan timbulnya sifat seks sekunder yang pertama sampai akhir pertumbuhan somatik.
Dampak dari Pernikahan di Usia Muda Pernikahan muda memiliki dampak negatif maupun dampak positif. Dampak positifnya dari pernikahan di usia muda adalah dapat dicegahnya seks bebas dikalangan remaja dan beban orang tua dari tanggung
Berdasarkan uraian diatas dapat
jawab ekonomi keluarga dapat lebih ringan.
disimpulkan bahwa, pernikahan di usia muda adalah ikatan lahir dan batin antara individu
Sedangkan disisi lain, dampak negatif
pria dan wanita pada usia muda dibawah batas
pernikahan di usia muda adalah dilihat dari sisi
umur minimum untuk menikah, sebagai suami
kesehatannya sangat kurang baik untuk alat-
istri yang sah dengan tujuan membentuk
alat reproduksi manusianya itu sendiri. Di lain
keluarga bahagia, yang diakui secara sosial,
pihak masalah mendapatkan pekerjaan dan
hukum negara dan agama.
pemenuhan kebutuhan ekonomi sangat menjadi sebab utama keretakan hubungan sebuah keluarga yang ditimbulkan dari suatu pernikahan muda. Kesiapan seseorang dalam
tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi kekal dan juga berdasarkan Ketuhanan Yang Pernikahan Muda Maha Esa. menghadapi sebuah pernikahan dan anak-anak sukar memperolah pendidikan dan pengasuhan yang sempurna. penyesuaian diri setelah pernikahan itu berlangsung, sangatlah penting dalam diri
c. Kemungkinan
pengguguran
kandungan
seorang remaja yang sedang mengalami
yang tidak bertanggung jawab dan
pertumbuhan.
membahayakan, serta dapat menyebabkan
Menurut Hurlock (1980), perkawinan dan kedudukan sebagai orang tua sebelum orang muda menyelesaikan pendidikan mereka dan secara ekonomis independen membuat
trauma psikis bagi remaja putri sehingga menyebabkan perasaan berdosa atau perasaan bersalah yang akan mengganggu kesehatan jiwanya.
mereka tidak mempunyai kesempatan untuk
d. Pengalaman seksualitas yang dini pada
mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh
gadis remaja sering memberi akibat di
teman-teman yang tidak menikah atau orang
masa dewasa, antara lain timbulnya perasaan kurang aman, perasaan rendah
yang mandiri sebelum menikah.
diri dan gangguan kehidupan sosial. Pernikahan di Usia Muda pada Remaja Putri Pada usia remaja, seorang remaja putri biasanya memiliki banyak hal yang ia inginkan, contohnya seperti kuliah atau meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pernikahan yang dilakukan di usia muda banyak menghambat remaja putri dalam meneruskan pendidikan.
Body Image pada Remaja Putri Menikah yang Memiliki Anak Body image didefinisikan sebagai suatu cara pada diri individu dalam memandang dirinya, bukan hanya apa yang tampak dalam cermin tapi juga bagaimana individu tersebut mempersepsikan apa yang ada pada tubuhnya. Dalam pembentukkannya, Body Image
Menurut Sampoerno dan Azwar (1987),
seseorang dipengaruhi oleh faktor sosial dan
implikasi dari pernikahan pada remaja putri di
budaya (Atwater, 1999). Pada penjelasan lain
usia muda, yaitu:
Lighstone (dalam Baron & Byrne, 1994),
a. Terputusnya pendidikan dan karir, sehingga kesempatan untuk memperbaiki
mengemukakan Body image tidak didapat sejak lahir, karena body image adalah sesuatu yang dipelajari, berkembang melalui interaksi
status sosial ekonomi berkurang.
dengan orang lain dan dunia luar. b. Karena kebanyakan dari mereka belum matang secara emosional dan sosial, maka besar
kemungkinan
bahwa
Dengan kata lain, setiap individu tidak lahir membawa bakat body image. Namun
perkawinannya tidak lestari. Disamping
demikian setiap individu yang tumbuh
itu dari orang tua yang tidak dewasa,
kembang dan berinteraksi dengan lingkungannya akan memiliki bentuk body
image tertentu. Keunikan body image
muda, antara lain faktor ekonomi, kurangnya
seseorang tergantung seberapa unik situasi
kesempatan belajar, stimulasi dorongan
sosial dan interaksi individu terhadapnya.
seksual pad a r em aja, dan r enda hny a
Kasus menikah dan memiliki anak di usia
pendidikan seks.
remaja adalah satu dari sekian banyak gambaran sosial masyarakat, yang selain unik, juga potensial terhadap pembentukan body image
seseorang.
Terutama
jika
fokus
pengamatan ditujukkan pada remaja putri usia sekolah. Dengan identitasnya sebagai individu yang tengah tumbuh kembang dan dalam usia sekolah, remaja putri menikah yang memiliki anak cukup potensial memiliki body image yang sangat berbeda dengan remaja putri yang tidak menikah dan memiliki anak.
Apapun faktor penyebabnya menikah muda lebih banyak memberikan sejumlah dampak negatif, disamping manfaatnya untuk mencegah perilaku seks bebas. Pengalaman seksualitas yang dini pada gadis remaja sering memberi akibat di masa dewasa, antara lain timbulnya perasaan kurang aman, perasaan rendah diri dan gangguan kehidupan sosial (Sampoerno dan Azwar, 1987). Dampak tersebut terutama lebih rentan terjadi pada remaja putri. Pada usia sekolah yang masih
Di
Indonesia,
Undang-undang
tumbuh kembang secara fisik dan mental,
Perkawinan No. I tahun 1974 memberlakukan
remaja putri menikah yang memiliki anak akan
batasan minimum usia menikah pada remaja
dihadapkan pada sejumlah keadaan, antara lain
putri adalah jika telah mencapai 16 tahun.
hilangnya keperawanan, mengandung dan
Pada usia tersebut, seorang remaja putri
melahirkan, mengasuh anak, bertanggung
umumnya tengah duduk di sekolah menengah
jawab sebagai istri, kemungkinan terjadi
umum (UU Diknas, 2001). Namun dalam
perubahan bentuk badan, hingga terkucilkan
banyak kasus, remaja putri memilih atau
dari pergaulan teman-teman seusianya.
terpaksa menikah dan meninggalkan bangku
Terutama pada masalah berat badan, telah
sekolahnya.
dikenal rumus berat badan ideal dihasilkan
S a m p o er n o d a n A z w ar ( 1 9 8 7 ) , mendefinisikan pernikahan usia muda sebagai hubungan interaksi secara intim, yang diakui s ec ar a s o s i a l d a n t er j a d i p a d a m as a pertumbuhan anak menjadi dewasa. Masa
dari tinggi badan dikurangi 110 (www.wrpdiet.com/focus). Perubahan berat badan dan bentuk tubuh pasca melahirkan dan memiliki anak menjadi salah satu yang ditakuti oleh perempuan yang menikah. Serangkaian
terjadinya perkembangan seksual atau masa
keadaan tersebut tentunya bisa berpengaruh
dalam kehidupan yang dimulai dengan
pada cara pandang remaja tersebut terhadap
timbulnya sifat seks sekunder yang pertama
dirinya, baik pada tampilan fisik maupaun
sampai akhir pertumbuhan somatik. Lebih
persepsi pada tubuhnya yang telah kita kenal
lanjut mereka menjelaskan beberapa faktor
sebagai body image.
yang mendorong terjadinya pernikahan usia
tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan Faktor-faktor yang kekal dan juga berdasarkan Ketuhanan Yang Pernikahan Muda Maha Esa.
Faktor-faktor yang membentuk body
Mempengaruhi
Setelah
mengetahui
faktor-faktor
image pada remaja putri menikah yang
pembentuknya, gambaran body image pada
memiliki anak dapat diketahui dengan
remaja putri menikah yang memiliki anak
mengurai kepuasan dan ketidakpuasan remaja
dapat diketahui dengan mengurai komponen-
putri terhadap tubuhnya. Thompson (1996)
komponen body image-nya, antara lain
mengemukakan kepuasan dan ketidakpuasan
komponen persepsi, komponen sikap,
individu terhadap tubuhnya dipengaruhi oleh
komponen behavioral (Thompson & Altabe,
beberapa faktor, antara lain, persepsi individu
1990). Dengan mengurai ketiga kategaori
pada derajat kegemukan dan kekurusan
komponen tersebut, antara lain dapat diketahui
tubuhnya, faktor budaya, life cycle atau
bagaimana remaja putri tersebut
keinginan kembali pada bentuk ideal di masa
mempersepsikan ketepatan ukuran tubuhnya,
lalu, persepsi tubuh di masa kehamilan,
kepuasan dan perhatian terhadap tubuhnya,
sosialisasi
yang
kecemasan yang mungkin terjadi pada
diterimanya, konsep diri, peran gender, dan
tubuhnya, dan apakah ia menghindari situasi
distorsi body image berupa persepsi tubuh
tidak nyaman yang berkaitan dengan
lebih besar atau lebih kecil dari ukuran
penampilan fisik.
nilai-nilai
penampilan
sebenarnya.
METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan Peneitian Penelitian ini menggunakan pendekatan
Subjek Peneitian
kualitatif dengan bentuk studi kasus yang bermaksud mendeskripsikan hasil penelitian da n ber us a ha m e ne m u ka n ga m bar a n menyeluruh mengenai suatu keadaan. Menurut Stake (dalam Heru Basuki, 2006) Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, Subjek adalah remaja putri berusia 13-21 tahun dan telah menikah dan memiliki seorang anak. Tahap - Tahap Peneitian
studi kasus adalah suatu penelitian (inquiry) atau studi tentang suatu masalah yang
Adapun tahap persiapan dan pelaksanaan
memiliki sifat kekhususan (particularity),
yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
dapat dilakukan baik dengan pendekatan
beberapa tahap, yaitu :
kualitatif maupun kuantitatif, dengan sasaran perorangan (individual) maupun kelompok, bahkan masyarakat luas.
1. Tahap Persiapan Penelitian 2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Ini pun harus menggunakan untuk
Teknik Pengumpulan Data Ada beberapa cara pengumpulan data
merekam sejumlah tingkah laku lain
dengan teknik atau metode kualitatif, dan yang
sampai muncul tingkah laku yang relevan.
digunakan peneliti antara lain adalah observasi dan wawancara.
2. Wawancara Wawancara adalah percakapan dan tanya
1. ObservasiObservasi diartikan sebagai pengamatan
jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan untuk
dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observasi berada bersama objek yang diselidiki, disebut obsevasi langsung. (Sudjana, 1989). Keuntungan dan Kerugian
memperoleh pengetahuan tentang makna makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti upaya melakukan eksplorasi terhadap isi tersebut (Poerwandari, 1998). Jenis - Jenis Wawancara
Observasi
Berikut ini adalah keuntungan dan kerugian dari metode penelitian observasi (Soehartono, 2004).
a. Keuntungan observasi Keabsahan alat ukur dapat diketahui secara langsung. Tingkah laku yang
Poerwandari
juga
membedakan
wawancara pada tiga pendekatan dasar, yaitu: 1. Wawancara konversional yang informal 2. Wawancara dengan pedoman umum 3. Wawancara dengan pedoman standar terbuka
diharapkan mungkin akan muncul atau
Alat Bantu Pengumpul Data Dalam penelitian ini
mungkin juga tidak muncul. Karena
menggunakan alat bantu pengumpul data
tingkah laku dapat dilihat, maka kita dapat
sebagai berikut:
peneliti
segera mengatakan bahwa yang diukur memang sesuatu yang dimaksudkan untuk diukur. b. Kerugian Observasi
1. Pedoman Wawancara 2. Lembar Observasi 3. Alat Bantu Pengumpul Data Keakuratan Peneitian
Untuk memperoleh data yang
Terdapat empat macam triangulasi
diharapkan, maka pengamat harus
tehni k pem er iksaan untu k m enca pai
menunggu dan mengamati sampai tingkah
keakuratan penelitian, yaitu :
laku yang diharapkan terjadi. Jika dana yang tersedia cukup besar, pengamat dapat menggunakan video perekam (video tape).
1. Triangulasi Data 2. Triangulasi Pengamat 3. Triangulasi Teori 4. Triangulasi Metode
tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan Faktor-faktor yang kekal dan juga berdasarkan Ketuhanan Yang Pernikahan Muda Maha Esa.
Mempengaruhi
Adapun proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini akan dianalisa dengan teknik data kualitatif yang diajukan oleh Marshall dan Rossman. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Mengorganisasikan Data 2. Pengelompokkan Berdasarkan Kategori, Tema dan Pola Jawaban 3. Menguji Asumsi atau Permasalahan yang Ada Terhadap Data
HASIL PENELITIAN Pendidikan di dalam keluarga lebih Faktor-faktor apa saja yang merupakan pembentuk body image pada remaja putri menikah yang memiliki anak?
mempengaruhi body image-nya dibandingkan dengan pengaruh media masa. Subjek tidak tertarik dengan tren-tren dan pengaruh televisi
Menurut Thompson (1996), faktor-
atau m ajalah, ia mer asa tidak har us
faktor pembentuk body image pada diri
mengikutinya. Namun di dalam keluarga
individu dipengaruhi oleh beberapa faktor,
subjek mendapatkan pendidikan dari orang
antara lain pengaruh berat badan dan persepsi
tuanya terkait cara berpenampilan. Subjek pun
gemuk/kurus, budaya, life cycle, masa
memang menyukai cara berpenampilan yang
kehamilan, sosiali-sasi, konsep diri, peran
di ajarkan orang tuanya. Selain itu subjek
gender, dan pengaruh distorsi body image pada
sering kali mendapatkan pujian dari
diri individu. Dari hasil penelitian ditemukan
keluarganya, terutama suami. Hal-hal yang
ada beberapa faktor yang mempengaruhi,
terjadi di dalam keluarga tersebut
diantaranya adalah : Life Cycle, Pendidikan di
mempengaruhi penampilannya.
dalam keluarga, Peran gender, distorsi body Pada diri subjek, ada keinginan untuk kembali memiliki bentuk tubuh seperti di masa lalu (Life Cycle), yaitu usia 16-17 tahun. Meski begitu target pencapaiannya tak begitu tepat, hanya sampai 48-49 kg saja, padahal pada usia tersebut berat badannya hanya 4546 kg. Meski begitu subjek tidak obsesif pada keinginannya tersebut.
sikap
subjek
pada
Peran gender mempengaruhi body image-nya. Hal tersebut dapat terlihat dari pilihan subjek yang memilih perannya sebagai
Teknik Analisis Data ibu rum ah tangga. Ia mem ilih untuk
4. Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data 5. Menulis Hasil Penelitian a. Komponen Persepsi Komponen
berkeluarga, mengasuh anak, dan melayani
persepsi
merupakan
suami. Perannya tersebut dipilih di usianya
ketepatan individu dalam mempersepsikan
yang remaja karena subjek sudah merasa
atau memperkirakan ukuran tubuhnya.
memiliki bentuk tubuh seperti layaknya
Ketepatan tersebut diukur berdasarkan ukuran
perempuan yang sudah matang secara fisik,
ideal atau ukuran rata-rata yang dimiliki oleh
yaitu mem iliki ciri- ciri f isik seper ti berpayudara,
berpinggul
besar,
kelamin
perempuan, dan tidak memiliki jakun. Karena sudah memiliki ciri-ciri fisik tersebut subjek tidak memiliki keluhan pada tubuhnya berkaitan
dengan
identitasnya
masyarakat. Pada diri subjek, saat ini subjek menilai tubuhnya kurang ideal, karena berat badannya bertambah setelah melahirkan. Penilaian subjek tersebut tepat karena menurut rumus
sebagai
berat badan ideal (tinggi badan dikurangi 110),
perempuan. Subjek menilai tubuhnya sebagai
untuk tinggi badan 155 cm seperti yang
tubuh perempuan.
dimiliki subjek, tinggi badan idealnya adalah
Ada pengaruh distorsi body image pada pandangan subjek terhadap tubuhnya. Subjek merasa memiliki kekurangan karena pantat dan payudaranya yang dirasanya kurang besar. Namun pada masalah keperawanan subjek tidak menunjukkan adanya distorsi body image. Subjek tak mempersoalkan bahwa ia tak perawan lagi di usia remaja, karena
45 kg. Namun saat ini subjek memiliki berat badan mencapai 58 kg. Dengan berat badan tersebut memang tepat dikategorikan tidak ideal. Berkaitan dengan tinggi badan, dengan tinggi badan 155 cm, subjek sudah merasa tingginya adalah rata-rata kebanyakan perempuan lain. Persepsi subjek tersebut juga
ketidakperawanannya tersebut disebabkan
tidak tepat. Karena tinggi badan rata-rata
pernikahan yang diinginkannya.
(ideal) perempuan Indonesia berada pada
Bagaimana gambaran body image pada remaja putri menikah yang memiliki anak?
rentang 160 hingga 168 cm (Reader’s Digest
Menurut Thompson dan Altabe (1990), body image berkaitan dengan tiga komponen,
Indonesia, 2008). b. Komponen Sikap (Subjektif) Komponen
sikap
(subjektif)
yaitu komponen persepsi, komponen sikap
berhubungan dengan kepuasan individu
(subjektif), dan komponen behavioral. Berikut
terhadap tubuhnya, perhatian individu pada
ini adalah pembahasan gambaran body image
tubuhnya, dan kecemasan individu terhadap
pada subjek berdasarkan uraian komponen-
penampilan tubuhnya.
komponen body image yang dikemukakan oleh Thompson dan Altabe (1990) tersebut.
Pada diri subjek, meski subjek menganggap tubuhnya tidak ideal, subjek tidak merasa tertekan. Ia sudah merasa puas dengan bentuk tubuhnya
tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan Faktor-faktor yang kekal dan juga berdasarkan Ketuhanan Yang Pernikahan Muda Maha Esa.
Mempengaruhi
sekarang dan tidak menyikapi berlebihan kenaikan lengan terbuka. Subjek pun merasa nyaman berat badannya setelah melahirkan. Karenanya
dengan pakaian dan keberadannya di tempat
subjek tidak pernah memiliki kecemasan akan
publik, ia tidak merasa terganggu menjadi
adanya perubahan bentuk tubuhnya, misalnya berat perhatian orang lain. Selain itu subjek juga tak badannya akan bertambah lagi. menghindari makanan-makanan tertentu yang dapat menaikkan berat badannya. Meski ia
c. Komponen Behavioral Komponen ini menitikberatkan pada
tetap mengatur asupan makanannya, namun
sikap menghindar terhadap situasi yang
itu dilakukannya demi kepentingan menyusui
menyebabkan individu mengalami
bayinya.
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan penampilan fisik.
Berdasarkan tiga komponen yang dimiliki subjek tersebut, bahwa subjek secara umum
Pada diri subjek, tidak ada sikap
tepat mempersepsikan tubuhnya (meski ia
yang
tidak tepat mempersepsikan tinggi badannya),
menunjukkan bentuk tubuhnya. Misalnya ia
memiliki sikap puas dan tidak memiliki
tidak menghindari aktivitas berenang, atau
kecemasan pada tubuhnya, serta tidak
berada di tempat publik yang ramai. Subjek
menghindari aktivitas yang menunjukkan
pun tidak menghindari untuk mengenakan
bentuk tubuhnya, maka subjek dapat
pakaian-pakaian yang menunjukkan bentuk
dinyatakan sebagai individu yang memiliki
tubuhnya, seperti mengenakkan daster dengan
body image positif.
menghindar
dari
aktivitas-aktivitas
pencapaiannya tak begitu tepat, hanya
KESIMPULAN DAN SARAN
sampai 48-49 kg saja, padahal pada usia
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis observasi dan wawancara subjek dan significant
tersebut berat badannya hanya 45-46 kg. Pendidikan
keluarga
mempengaruhi
other, maka dalam bab ini dapat diambil
pandangan subjek terhadap tubuhnya.
kesimpulan
faktor-faktor
Subjek terpengaruh cara berpenampilan
pembentuk body image dan gambaran
yang di ajarkan orang tuanya. Selain itu
body image.
subjek sering kali mendapatkan pujian dari
mengenai
1. Faktor-faktor pembentuk body image pada remaja putri menikah dan memiliki anak
keluarganya, terutama suami. Hal-hal yang terjadi di dalam keluarga tersebut mempengaruhi cara berpenampilannya. Karena subjek bukanlah
Subjek memiliki keinginan untuk kembali memiliki bentuk tubuh seperti di masa lalu, yaitu usia 16-17 tahun. Meski begitu target
pribadi
yang
mementingkan
penampilan fisik dalam hidupnya,
Teknik Analisis Data
4. Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data 5. Menulis Hasil Penelitian
dapat diambil kesimpulan bahwa
badan 155 adalah 45 kg, sedangkan berat
konsep diri subjek juga mempengaruhi
badan subjek saat ini mencapai 58 kg.
pandangan terhadap tubuhnya. Hal
Namun subjek tidak memiliki persepsi
tersebut misalnya dapat dilihat dari
yang tepat berkaitan dengan tinggi
tujuan hidup subjek untuk menjadikan
badannya. Dengan tinggi badan 155 cm,
keluarga sebagai hal penting di dalam
subjek sudah merasa memiliki tinggi
hidupnya. Di sisi lain, rasa percaya diri
badan rata-rata (ideal) perempuan
subjek tidak dipengaruhi oleh penampilan tubuhnya, melainkan karena kepribadiannya yang mudah
Pada diri subjek, peran gender mempengaruhi body image -nya. Di usianya yang remaja subjek sudah merasa memiliki bentuk tubuh seperti layaknya perempuan yang sudah matang secara fisik, memiliki
badan rata-rata perempuan di Indonesia sekitar 160-168 cm. Meski subjek menganggap tubuhnya
bersosialisasi.
yaitu
Indonesia pada umumnya, padahal tinggi
ciri-ciri
fisik
seperti
tidak ideal, subjek merasa puas dengan bentuk tubuhnya sekarang dan tidak menyikapi berlebihan kenaikan berat badannya setelah melahirkan. Subjek juga tidak pernah memiliki kecemasan akan adanya perubahan bentuk tubuhnya.
berpayudara, berpinggul besar, kelamin
Subjek juga tidak menunjukkan
perempuan, dan tidak memiliki jakun.
adanya sikap menghindar dari aktivitas-
Karena sudah memiliki ciri-ciri fisik
aktivitas yang menunjukkan bentuk
tersebut subjek tidak memiliki keluhan pada
tubuhnya. Antara lain subjek tidak
tubuhnya berkaitan dengan identitasnya
menghindari aktivitas berenang, tidak
sebagai perempuan.
menghindari tempat publik yang ramai,
Selain itu pada diri subjek ada pengaruh distorsi body image pada pandangan subjek terhadap tubuhnya. Subjek merasa memiliki kekurangan karena pantat dan payudaranya yang dirasanya kurang besar. 2. Gambaran body image pada remaja
tidak menghindar untuk mengenakan pakaian-pakaian yang menunjukkan bentuk tubuhnya, dan tidak menghindari makanan-makanan tertentu yang dapat menaikkan berat badannya. Berdasarkan gambaran body image tersebut, bahwa subjek secara umum tepat
putri menikah dan memiliki anak
mempersepsikan tubuhnya, memiliki sikap
Subjek memandang tubuhnya kurang ideal,
puas dan tidak memiliki kecemasan pada
karena berat badannya bertambah setelah
tubuhnya, serta tidak menghindari aktivitas
melahirkan. Pandangan subjek tersebut tepat karena ukuran ideal untuk tinggi
tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan Faktor-faktor yang kekal dan juga berdasarkan Ketuhanan Yang Pernikahan Muda Maha Esa.
Mempengaruhi
yang menunjukkan bentuk tubuhnya, maka
subjek yang berjenis kelamin pria,
kesimpulan yang dapat diambil adalah
atau dengan menggunakan metode
bahwa subjek memiliki body image yang
penelitian lainnya seperti penelitian
positif.
kuantitatif. Dengan keragaman ini diharapkan hasil yang diperoleh
SARAN
1. Saran pada subjek dalam penelitan ini adalah:
akan lebih mendalam serta dapat digeneralisasikan dalam lingkup yang lebih luas lagi.
a. Kepada subjek, dengan adanya gambaran body image yang telah dikemukakan dalam penelitian ini, subjek disarankan untuk
b. Kepada peneliti selanjutnya juga disarankan
untuk
mengadakan
replikasi penelitia n dengan
mengevaluasi kembali keinginanya
karakteristik subjek penelitian lebih
untuk kembali pada bentuk tubuh
beragam, misalnya remaja putra
seperti di usia 17 tahun.
yang memiliki penyakit kronis. Dengan menggunakan karakteristik
b. Kepada lingkungan terdekat subjek yaitu keluarga dan kerabat, disarankan untuk lebih memberikan dukungan positif kepada subjek agar komponen-komponen body image yang telah dimiliki subjek dapat berguna untuk meningkatkan kualitas hidup, baik bagi subjek maupun lingkungan terdekatnya. 2. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah: a. Kepada
peneliti
selanjutnya
disarankan untuk melakukan penelitian dengan karakteristik subjek yang berbeda, misalnya
subjek yang berbeda diharapkan hasil penelitian akan lebih kaya.
Teknik Analisis Data
4. Mencari Alternatif Penjelasan Bagi Data 5. Menulis Hasil Penelitian
DAFTAR PUSTAKA Ali, M., & Asrori, M. (2005). Psikologi remaja: Perkembangan peserta didik. Jakarta: Bumi Aksara.
http://www.epsikologi.com/remaja/article Kategori : individual
Atwater, E. (1999). Psychology of adjustment personal growth in a changing world. New Jersey, NJ: Prentice Hall, inc.
Hurlock, E. B. (1978). Child development sixth edition. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif: Untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Bischof, L. J. (1983). Interpreting personality theories. New York, NY: Harper & Row.
Latief, H. S. M. N. (1968). Ilmu perkawinan. Jakarta: Widjaya
Burns, R. B. (1993). Konsep diri: Pengukuran, pengembangan dan perilaku. Jakarta: Arcan. Close, J., & Giles. (20 Januari 2008). Majalah dapat mengancam body image. Diakses pada Februari 2009, dari connectique: http://www.connectique.com/getupdate/article Craig, G. J. (1992). Human Development. New Jersey, NJ: Prentice Hall. Darmidjas, E. (1998). Hubungan antara orientasi peran jenis kelamin dan penyesuaian perkawinan dengan komitmen karir pada wanita bekerja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Depok: UI. Deaux, K., Dare, F. C., & Wrightsman, L.S. (1993). Social psychology in the 90’s sixth edition. California: Cole Publishing Company. Gambar Tubuh Wanita. (25 Maret 2010). Diakses pada 19 April 2010, dari situs Go for Your Life: http://www.eatingdisorders.org.au/article Honigman, R., & Castle, D.J (11 Juni 2004). Mencemaskan penampilan. Diakses F ebr uar i 200 9, dar i e- psikol ogi:
Power, P. D., & Erickson, M. T. (1989). Body image in women it’s relationship to self image and body satisfaction. The Journal of Obesity and Weight Regulation, 5(1), 263-268. Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Margono, S. (1999). Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Marina. (1997). Hubungan kesenjangan diri dengan kepuasan citra tubuh pada wanita. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Depok: UI. Marshall, C., & Rossman, G. B. (1995). Designing qualitative research. California: SAGE Publication, Inc. Moleong, L. J. (2004). Metodelogi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Monks, F. J., & Knoers, (2002). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Poerwandari, E. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) UI.
Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan Soekanto, S. (1989). Remaja dan kualitatif dalam penelitian psikologi. permasalahannya. Jakarta: Rajawali. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Sudjana, N. (1989). Penelitian pendidikan. Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. (LPSP3) UI. Papalia, D. E., & Olds, S.W. (1998). Human development. Boston: McGraw-Hill Paruntu, A. S. M. (1998). Hubungan antara komunikasi intim dengan kepuasan perkawinan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Depok: UI. Rukmorini, R. (25 Juni 2009). Banyak remaja menikah dini! Kompas. Diakses dari http://www.kompas.com/kesehatan Sampoerno, D., & Azwar, A. (1987). Perkawinan dan kehamilan pada wanita usia m ud a . Jakar ta. I katan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Susanti, M., & Bonang, E. T. ( 2006). Hubungan Kepuasan Citra Tubuh Dengan Harga Diri Pada Wanita Pasca Melahirkan.Jakarta: Perpustakaan Unika Atma Jaya Soehartono, I. (2004). Metode penelitian sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Thompson, J. K. (1996). Body images, eating disorders and obesity: An integrative guide for assesment and treatment. Washington DC: American Psychology Association.
Sarwono, S. W. (1984). Perkawinan remaja. Jakarta: Sinar Harapan.
Thompson, J.K., & Altabe, M. (1990). Body image changes during early adulthood. International Journal of Eating Disorder, 13, 323-328.
Savitri, I. (28 November 2008). Aku Cinta Diriku. Diakses 27 Juli 2010, dari LPTUI:http://www.lptui.com/artikel.php
Yin, R. K. (1994). Studi kasus: Desain dan metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.