BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata latin adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh (Sudarsono, 2008: 2) bahwa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Hal ini menunjukkan bahwa remaja berada pada posisi diantara status dewasa dan status anak sehingga remaja bukan kategori orang dewasa ataupun kategori anak- anak di bawah umur sepuluh tahun. Remaja merupakan sumber daya manusia yang menjadi modal utama setiap bangsa yang ada di dunia untuk mencapai cita-cita dan masa depan bangsa. Remaja diharapkan dapat belajar dan menimba ilmu dengan baik agar mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas (Tiara, 2013:1). Masa remaja, menurut Stanley Hall, seorang Bapak pelopor psikologi perkembangan remaja (Santrock, 1999:95), dianggap sebagai masa topan badai dan stres (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan dengan baik.
10 Universitas Sumatera Utara
Masa remaja diawali oleh datangnya pubertas, yaitu proses bertahap yang mengubah kondisi fisik dan psikologis seorang anak menjadi seorang dewasa. Pada saat ini terjadi peningkatan dorongan seks sebagai akibat perubahan hormonal. Selain itu, karakteristik seks primer dan sekunder menjadi matang sehingga memampukan seseorang untuk bereproduksi (Steinberg, 2002: 65). Masa remaja terdiri dari masa remaja awal (10 – 14 tahun), masa remaja pertengahan (14 - 17 tahun), dan masa remaja ahir (17 – 19 tahun). Remaja sering kali diharapkan dapat berperilaku seperti orang dewasa, meskipun belum siap dalam psikologi. Pada masa ini sering terjadi konflik, karena remaja ingin mulai bebas mengikuti teman sebaya yang erat kaitannya dengan pencarian identitas. Sedangkan di pihak lain mereka masih tergantung dengan orang tua (Sarwono, 2011: 84). Dr. Sarlito Wirawan Sarwono memberikan batasan usia remaja Indonesia antara 11-24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik). 2. Masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balig, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial). 3. Usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan jiwa seperti tercapainya identitas diri (kriteria psikologis). 4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberikan peluang bagi mereka mempunyai hak-hak yang penuh sebagai orang dewasa. 5. Definisi di atas status perkawinan sangat menentukan. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan dewasa (Sarwono, 2011: 86).
11 Universitas Sumatera Utara
Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Papalia & Olds, 2001: 47). Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Perkembangan fisik Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan keterampilan motorik (Papalia & Olds, 2001: 47). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001: 47). 2. Perkembangan kognitif Menurut Piaget dalam (Santrock, 2001: 57), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka. Informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja kedalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan
ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak
saja
mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati tapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka memunculkan suatu ide baru.
12 Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Ciri-Ciri Umum Remaja Mitos yang sering dipercaya tentang ciri remaja yang sedang berkembang adalah sebagai permunculan tingkah laku yang negatif, seperti suka melawan, gelisah, tidak stabil dan berbagai label buruk lainnya. Remaja memperlihatkan tingkah laku negatif, karena lingkungan yang tidak memperlakukan mereka sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan perkembangan mereka. Kepribadian remaja mempunyai beberapa ciri tertentu, baik yang bersifat spritual maupun badania. Contoh ciri-ciri itu adalah sebagai berikut: 1. Perkembangan fisik yang pesat, sehingga ciri-ciri fisik sebagai laki-laki atau wanita tampak semakin tegas, hal mana secara efektif ditonjolkan oleh para remaja sehingga perhatian terhadap jenis kelamin kian semakin meningkat. Oleh remaja perkembangan fisik yang baik dianggap sebagai salah satu kebanggaan. 2. Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan kalangan yang lebih dewasa atau yang dianggap lebih matang pribadinya. Kadangkadang diharapkan bahwa interaksi sosial itu mengakibatkan masyarakat menganggap remaja sudah dewasa. 3. Keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan diri kalangan dewasa, walaupun mengenai masalah tanggung jawab secara relatif belum matang. 4. Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara sosial, ekonomis, maupun politis. Dengan mengutamakan kebebasan dan pengawasan yang terlalu ketat oleh orang tua atau sekolah. 5. Adanya perkembangan taraf intelektualitas (dalam arti netral) untuk mendapatkan identitas diri.
13 Universitas Sumatera Utara
6. Menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan atau keinginannya yang tidak selalu sama dan sistem kaidah dan nilai yang dianut oleh orang dewasa.
2.2 Perkembangan Moralitas Remaja Moralitas adalah keadaan nilai-nilai moral dalam hubungan dengan kelompok sosial. Moral berasal dari bahasa Latin yang artinya tata cara dalam kehidupan adatistiadat atau kebiasaan. Tingkah laku yang bermoral artinya tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai, tata cara atau adat yang berlaku dalam nilai tercapai pada tahap berpikir abstrak, maka pemikiran terhadap suatu masalah tidak lagi terikat pada waktu, tempat, dan situasi, melainkan menjalar ke tata cara dan hidup mereka. Pemikiran yang diarahkan terhadap moralitas menyebabkan moralitas dijadikan objek. Dengan demikian moralitas yang semula merupakan bagian dari diri mereka, dilepaskan dan dijadikan objek pemikiran mereka. Dilepaskannya moralitas tersebut menjadi pangkal kekosongan, kehampaan, dan hilangnya arah dalam bertingkah laku pada remaja. Perkembangan moral merupakan salah satu segi yang penting dalam membentuk identitas diri, membentuk dan menyusun sifat-sifat yang tetap dalam segala perkembangan dan perubahan. Apabila kita lihat tingkah laku pada umur tertentu, maka akan terlihat: 1.
Pada anak sekolah tingkah lakunya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perbuatannya dikaitkan dengan ancaman hukuman atau hadiah yang diperoleh.
2.
Pada anak yang meningkat remaja ada keinginan untuk menjalankan peraturan yang berlaku dalam kelompok kepadanya.
14 Universitas Sumatera Utara
3.
Pada remaja kecendrungan mereka membentuk prinsip yang otonom. Prinsip yang berlaku pada mereka
sendiri walaupun tidak sesuai dengan
kelompoknya (Gunarsa, 2003: 95). Banyak hal yang mendukung perkembangan moral bagi remaja antara lain adalah proses kemampuan untuk menentukan suatu peran dalam masyarakat. Kemampuan berperan sosial memungkinkan remaja untuk menilai berbagai situasi sosial dari berbagai sudut pandang. Kelompok remaja yang harus menjalankan peran sosialnya di masyarakat yaitu: 1.
Kelompok keluarga.
2.
Kelompok teman sebaya.
3.
Kelompok yang bertalian status ekonomi (Gunarsa, 2003: 96).
Tahap perkembangan moral yang harus dilalui demi moralitas dewasa adalah tahap sikap kritis terhadap tata cara yang pernah diterimanya. Dasar-dasar sistem penilaian yang diterimanya dan berlaku secara umum yang telah diolah dalam pembentukan sistem nilai mereka tidak seluruhnya diambil dari orang tua tetapi diolah dengan penilaian orang dewasa lainnya. Terlihat bagaimana peran orang tua dengan orang dewasa lainnya dalam menyokong serta mendampingi remaja dalam perkembangan moral sebagai dasar hidup di masa yang akan datang. Karena tingkah laku bermoral adalah sesuatu yang diperoleh atau dipelajari dari luar, maka faktor-faktor yang mempengaruhi dan membentuk nilai-nilai moral bisa berupa lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan keagamaan.
15 Universitas Sumatera Utara
2.3 Tanggung Jawab Sebagai Remaja a. Tanggung jawab Pada umumnya, kondisi fisik remaja saat ini sudah mencapai ukuran fisik orang dewasa. Hanya saja terkadang perkembangan fisik tersebut tidak selalu diiringi dengan perkembangan perilaku yang sesuai. Namun sebenarnya banyak remaja yang mampu menampilkan perilaku sosial yang bertanggung jawab. Ia sadar dengan segala tindakannya dan juga memiliki kesadaran untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang baik. Usaha yang dilakukan untuk melaksanakan berbagai tugas dan tanggung jawab menunjukkan kearah kedewasaan. Tanggung jawab adalah kewajiban untuk menyelesaikan tugas yang telah diterimanya secara tuntas dengan ikhlas melalui usaha yang maksimal serta berani menanggung segala akibatnya. Individu yang bertanggung jawab adalah individu yang dapat memenuhi tugas dan kebutuhan dirinya sendiri, serta dapat memenuhi tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya dengan baik. b. Tanggung jawab terhadap diri sendiri. Tanggung jawab terhadap diri sendiri merupakan dasar untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya. Tanggung jawab terhadap diri sendiri berarti kita melaksanakan tugas dan kewajiban sehari-hari untuk kepentingan diri sendiri secara rutin. Orang yang terbiasa melaksanakan tanggung jawab secara suka rela tentunya tidak akan mengalami kesulitan untuk melakukan tanggung jawab yang lain.
16 Universitas Sumatera Utara
c. Tanggung jawab sebagai anggota keluarga. Setiap keluarga memiliki anggota keluarga, masing-masing anggota keluarga perlu untuk melaksanakan tugas dan peran dengan baik agar keteraturan dan keharmonisan dalam keluarga tetap terjaga. d. Tanggung jawab sebagai siswa di sekolah. Seorang siswa yang bertanggung jawab akan menunjukkan kecintaannya pada sekolah dengan selalu berusaha disiplin, baik dalam perkataan maupun tingkah lakunya. Kesemuanya itu akan tercermin dari cara berpakaian, cara berhadapan dengan guru, keseriusan dalam mengikuti pelajaran, serta perilakunya yang jauh dari hal-hal negatif yang membahayakan diri dan lingkungannya. Menjadi siswa yang bertanggung jawab itu menyenangkan dan membanggakan. Prestasi yang diraih serta sopan santun yang terwujud dalam perilaku , tidak hanya membuat siswa menjadi pribadi yang disenangi teman-teman, guru atau orang tua, tetapi juga membuatnya menjadi populer dilingkungan sekolah. Tentunya kesempatan siswa seperti ini untuk terlibat dalam event-event besar dan sangatlah besar. Ternyata pelaksanaan tanggung jawab memberi banyak keuntungan baik orang yang bersangkutan maupun orang lain. e. Tanggung jawab sebagai anggota masyarakat. Masa remaja memang masa penuh tantangan. Akan jauh lebih indah manakala dilalui secara bertanggung jawab. Bisa diwujudkan dalam tertib berlalu lintas, melaksanakan norma dan aturan di masyarakat. Bisa juga diwujudkan dalam bentuk bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan tetangga, aktif dalam kegiatan sosial, dan ikut serta dalam menjaga 17 Universitas Sumatera Utara
keamanan. Misalnya bertegur sapa ketika bertemu tetangga, membantu orang yang tertimpa musibah, membuang sampah di tempat sampah, atau melaporkan tamu yang akan menginap di rumah kita. Seluruh bentuk tanggung jawab tersebut bertujuan untuk menciptakan keteraturan dan keamanan dalam masyarakat. f. Tanggung jawab sebagai umat beragama. Sebagai remaja perlu ikut ambil bagian dalam berbagai kegiatan keagamaan.
2.4
Perilaku Menyimpang Remaja
2.4.1 Pengertian Perilaku Menyimpang Secara umum penyimpangan adalah segala bentuk perilaku yang tidak menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat. Dengan kata lain, penyimpangan adalah tindakan atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang dianut dalam lingkungan baik lingkungan keluarga maupun masyarakat. Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau kelompok tidak mematuhi norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Padahal nilai dan norma menjadi patokan dalam bertingkah laku. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Secara umum perilaku menyimpang dapat diartikan sebagai tingkah laku yang melanggar atau bertentangan dengan aturan normatif dan pengertian normatif maupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. 18 Universitas Sumatera Utara
Menurut Robert M.Z Lawang perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang. Menurut Lemert penyimpangan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Penyimpangan primer adalah suatu bentuk perilaku menyimpang yang bersifat sementara dan tidak dilakukan secara terus menerus sehingga masih dapat ditolerir masyarakat seperti melanggar lalu lintas, buang sampah sembarangan dan lain-lain. Sedangkan penyimpangan sekunder yakni perilaku menyimpang yang tidak mendapat toleransi dari masyarakat dan umumnya dilakukan berulang kali seperti merampok, menjambret, memakai narkoba, menjadi pelacur, tawuran dan lain-lain (Kamanto Sunarto 2004:78). Secara keseluruhan, semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat (norma agama, etika, peraturan sekolah, peraturan keluarga, dan lain-lain) dapat disebut sebagai perilaku menyimpang (Sarwono, 2003: 197).
2.4.2 Perilaku Menyimpang Sebagai Masalah Sosial Perilaku menyimpang ini disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial atau masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma- norma umum, adat istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum. Disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang tejadi ditengah masyarakat itu menjadi “penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya, disebabkan oleh faktor- faktor sosial. 19 Universitas Sumatera Utara
Penyakit sosial disebut pula sebagai disorganisasi sosial karena gejalanya berkembang menjadi akses sosial yang mengganggu keutuhan dan kelancaran berfungsinya organisasi sosial. Selanjutnya dinamakan pula sebagai disintegrasi sosial, karena bagian satu struktur sosial tersebut perkembang tidak seimbang dengan bagian- bagian lain, sehingga prosesnya bisa menggangu, menghambat, atau bahkan merugikan bagian- bagian lain, karena tidak dapat diintegrasikan menjadi satu totalitas yang utuh. ( Kartono, 1998: 4). Tingkah laku individu dalam suatu pergaulan hidup dikendalikan oleh kesediaan mereka yang sadar atau tidak sadar mengakui sejumlah kaidah- kaidah atau normanorma yang terdapat dalam masyarakat. Kaidah- kaidah ini kemudian banyak mempengaruhi bahkan menjadi inti dalam pembentukan dan pertumbuhan di dalam pergaulan hidup manusia. Kaidah- kaidah yang tumbuh dalam pergaulan hidup dan dikehendaki oleh pergaulan hidup dinamakan norma- norma sosial. Jadi, norma- norma sosial adalah apa yang harus dan dilarang dalam masyarakat. Norma- norma tersebut diciptakan dan dibentuk karena individu sebagai anggota masyarakat saling berhubungan dan berinteraksi. Selanjutnya norma tersebut berfungsi untuk mengarahkan, menyalurkan dan membatasi hubungan- hubungan anggota masyarakat pada umumnya.
2.4.3 Teori-Teori Penyimpangan Sosial Para tokoh sosiologi juga menjelaskan cara pandang mereka terhadap perilaku menyimpang berdasarkan teorinya masing – masing. Adapun beberapa teori yang dapat digunakan untuk menganalisis perilaku menyimpang antara lain sebagai berikut (Ritzer, George & J.Goodman, Douglas. 2011: 151).
20 Universitas Sumatera Utara
a. Teori fungsi oleh Durkheim Menurut teori fungsi, bahwa keseragaman dalam kesadaran moral semua warga masyarakat tidak mungkin ada, karena setiap individu berbeda dengan yang lain. Oleh karena itu, orang yang berwatak jahat akan selalu ada di lapisan masyarakat manapun. Bahkan menurut Durkheim kejahatan perlu bagi masyarakat, sebab dengan adanya kejahatan maka moralitas dan hukum akan berkembang secara normal. Dengan demikian perilaku menyimpang memiliki fungsi yang positif. b. Teori merton oleh K. Merton Menurut teori merton, bahwa struktur sosial bukan hanya menghasilkan perilaku yang konformis (sesuai dengan norma) melainkan juga menghasilkan perilaku yang menyimpang. Struktur sosial dapat menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial dan juga menghasilkan anomie yaitu pudarnya kaidah. c. Teori labelling oleh Edwin M. Lement Menurut teori labelling, bahwa seseorang menjadi menyimpang karena proses labelling yang diberikan masyarakat kepada dirinya. Labelling adalah pemberian nama atau konotasi buruk, misalnya si pemabuk, si pembolos, si perokok, sehingga meskipun ia tidak lagi melakukan penyimpangan tetap diberi gelar sebutan pelaku menyimpang. Dari hal tersebut ia akan tetap melakukan penyimpangan karena terlanjur dicap oleh masyarakat. d. Teori konflik oleh Karl Marx Menurut teori konflik, bahwa kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Perilaku menyimpang diciptakan oleh kelompok-kelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan sendiri. Hukum merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa dan sistem peradilan pidana mencerminkan kepentingan mereka. Orang miskin yang melakukan pelanggaran
21 Universitas Sumatera Utara
dihukum sedangkan pengusaha besar yang melakukan pelanggaran tidak dibawa ke pengadilan. Demikian menurut pendapat Karl Marx. e. Teori pergaulan berbeda oleh Edwin H. Sutherland. Menurut teori pergaulan berbeda, bahwa penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan kelompok yang telah menyimpang. Penyimpangan diperoleh melalui proses alih budaya (cultural transmission). Melalui proses tersebut seseorang mempelajari penyimpangan, maka lamakelamaan ia pun akan tertarik dan mengikuti pola perilaku yang menyimpang tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori pergaulan berbeda oleh Edwin H. Sutherland bahwa penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan kelompok yang telah menyimpang. Penyimpangan diperoleh melalui proses alih budaya (cultural
transmission).
Melalui
proses
tersebut
seseorang
mempelajari
penyimpangan, maka lamakelamaan ia pun akan tertarik dan mengikuti pola perilaku yang menyimpang tersebut. Sama halnya remaja di Kampung Kubur yang dipengaruhi oleh salah satu faktor lingkungan serta faktor pergaulan yang sangat bebas. Sehingga remaja Kampung Kubur memiliki perilaku menyimpang, salah satunya penggunaan narkoba, perjudian, dan pekerja seks komersial.
2.4.4 Sifat- Sifat Perilaku Menyimpang a. Penyimpangan positif Penyimpangan positif dalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif karena mengandung unsur inovatif, kreatif dan memperkaya alternatif. Contoh: Seorang ibu rumah tangga dengan terpaksa harus menjadi sopir taksi karena desakan ekonomi.
22 Universitas Sumatera Utara
b. Penyimpangan negatif Penyimpangan negatif adalah penyimpangan yang cenderung bertindak kearah nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan berakibat buruk. Contoh: Pembunuhan dan pemerkosaan.
2.4.5 Bentuk- Bentuk Perilaku Menyimpang 2.4.5.1 Penyimpangan Primer dan Sekunder a. Penyimpangan primer Penyimpangan primer adalah penyimpangan yang bersifat temporer atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan seseorang. Ciri-ciri penyimpangan primer, antar lain: a) Bersifat sementara b) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang. c) Masyarakat masih metolelir atau menerima Contoh: Siswa yang membolos atau menyontek pada saat ujian dan pelanggaran peraturan lalu lintas. b. Penyimpangan sekunder Penyimpangan sekunder adalah perbuatan yang dilakukan secara khas dengan memperlihatkan perilaku menyimpang. Ciri-ciri penyimpangan skunder, antara lain: a) Gaya hidupnya didominasi oleh perilaku menyimpang b) Masyarakat tidak bisa mentolelir perilaku yang menyimpang tersebut. Contoh: Pembunuhan, perjudian, perampokan dan pemerkosaan.
23 Universitas Sumatera Utara
c. Penyimpangan individu Penyimpangan individu adalah penyimpangan yang dilakukan oleh seorang individu dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Contoh: Pekerja seks komersial d. Penyimpangan kelompok Penyimpangan kelompok adalah penyimpangan
yang dilakukan
secara
berkelompok dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari normanorma masyarakat yang berlaku. Contoh: Geng kejahatan atau mafia e. Penyimpangan situasional Penyimpangan situasional adalah suatu penyimpangan yang dipengaruhi bermacam-macam kekuatan atau sosial diluar individu dan memaksa individu tersebut untuk berbuat menyimpang. Contoh: Seorang Ibu terpaksa membiarkan anaknya terjun ke dunia prostitusi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. f. Penyimpangan sistematik Penyimpangan sistematik adalah suatu sistem tingkah laku yang disertai organisasi sosial khusus, status formal, peranan-peranan, nilai-nilai, norma-norma dan moral tertentu yang semuanya berbeda dengan situasi umum. Contoh: Kelompok teroris atau jaringan Alkaida, jaringan ini termasuk kelompok yang melakukan penyimpangan sosial yang terorganisir dan sistematis.
24 Universitas Sumatera Utara
2.4.6 Faktor- Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang Pada Remaja 1. Faktor Internal Yang dimaksud faktor internal adalah faktor yang datangnya dari tubuh manusia itu sendiri tanpa dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Adapun faktor internal yang mempengaruhi perilaku menyimpang adalah : a. Faktor Usia Faktor usia ini mempunyai pengaruh dalam kenakalan anak. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, bahwa anak yang berumur 18-19 tahun paling sering melakukan pencurian. b. Faktor Intelegensi Intelegensi adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi atau memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Mereka ini sering berbuat kenakalan karena tidak dapat memperhitungkan akibat-akibat perbuatannya, lagi tak dapat bersaing sehingga berbuat kenakalan. c. Pandangan atau Keyakinan yang Keliru Banyak remaja yang mempunyai keyakinan yang keliru dan menganggap enteng akan hal-hal yang membahayakan, sehingga mengabaikan pendapat orang lain, mengganggap dirinya pasti dapat mengatasi bahaya itu, atau merasa yakin bahwa pendapatnya sendirilah yang benar, akibatnya mereka dapat terjerumus ke dalam tindakan kenakalan remaja.
2. Faktor Eksternal Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi, yaitu bahwa setiap individu atau anak pasti mempunyai masalah, makin dewasa dan makin bertambahnya pengalaman anak, maka semakin kompleks pula masalah yang dihadapinya, baik ringan maupun
25 Universitas Sumatera Utara
berat. Termasuk masalah tingkat kenakalan anak, hal ini banyak faktor yang mempengaruhi baik faktor internal seperti yang dijelaskan di atas dan faktor eksternal yang akan dibahas di bawah ini. a. Keluarga Tidak adanya keharmonisan dalam keluarga sehingga mencari kesenangan di luar rumah. Misalnya minum obat-obatan terlarang di kalangan remaja. b. Kondisi Sosial Ekonomi Seseorang yang terdesak kebutuhan ekonominya bisa melakukan tindakan menyimpang apabila tidak kuat imannya. Contoh: perbuatan korupsi, mencuri, atau merampok. c. Teman Sebaya Kelompok bermain atau yang sering disebut teman sebaya (peer groups) memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Teman sebaya berfungsi memberikan informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Sebagai contoh: dalam sebuah studi, hubungan teman sebaya yang buruk pada masa kanak-kanak berhubungan dengan di keluarkannya si anak dari sekolah dan perilaku buruk selama masa remaja anak tersebut. Sebaliknya, dalam sebuah studi yang lain hubungan teman sebaya yang harmonis pada masa remaja dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif pada usia paruh baya. Kontribusi sebuah persahabatan pada status teman sebaya memberikan banyak manfaat. Antara lain manfaat pertemanan, dalam persahabatan memberikan anak seorang teman yang akrab yang bersedia untuk menghabiskan waktu dan bergabung dalam aktivitas kolaboratif. Selain itu juga, seorang sahabat dapat memberikan bantuan 26 Universitas Sumatera Utara
kapanpun dibutuhkan, sahabat dapat memberikan dukungan sosial, dapat memberikan suatu hubungan yang hangat, penuh kepercayaan, sehingga timbul rasa nyaman dan adanya keterbukaan untuk berbagi informasi pribadi. Namun ada hal yang perlu diperhatikan perihal yang tidak menguntungkan dari persahabatan teman sebaya. Karena teman sebaya memiliki peran yang dominan, pengaruh apapun baik positif maupun negatif akan direspon anak sebagai bentuk dukungan atas nama solidaritas teman sebaya. Pengaruh inilah yang menyebabkan anak terjerumus melakukan perilaku menyimpang. d. Pengaruh Lingkungan Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang dapat disebabkan karena terpengaruh oleh lingkungan kerjanya atau teman sepermainannya, begitu juga peran media massa sangat berpengaruh terhadap penyimpangan perilaku.
Singgih D. Gunarsa membagi kenakalan remaja itu menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1. Kenakalan yang bersifat amoral dan asosiasi, karena tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum yaitu: a. Membohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan. b. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. c. Kabur, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau menentang keinginan orang tua.
27 Universitas Sumatera Utara
d. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif. e. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk menggunakannya, seperti pisau, silet dan lain-lain. f. Bergaul dengan teman yang mempengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal. g. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (amoral dan asosial). h. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan, tidak senonoh seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari orang dewasa. i. Secara berkelompok makan dirumah makan, tanpa membayar atau naik bis tanpa membeli karcis. j. Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomi maupun tujuan lainnya. k. Berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras sehingga merusak dirinya maupun orang lain. 2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa yaitu: a. Perjudian dan segala macam bentuk perjudian yang mempergunakan uang. b. Pencurian dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan: pencopetan, perampasan, dan pejambretan. c. Penggelapan barang. d. Penipuan dan pemalsuan.
28 Universitas Sumatera Utara
e. Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, serta pemerkosaan. f. Tindakan-tindakan anti sosial, perbuatan yang merugikan milik orang lain. g. Percobaan pembunuhan. h. Pengguguran kandungan (Gunarsa, 2003: 20).
Dalam penelitian ini, kenakalan remaja yang terjadi di Kampung Kubur termasuk kenakalan yang bersifat amoral dan asosiasi, diantaranya bergaul dengan teman yang berpengaruh buruk sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar- benar kriminal. Serta turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomi maupun tujuan lainnya. Tidak hanya itu, kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang- undang dan hukum yang berlaku juga terjadi di Kampung Kubur, diantaranya perjudian dan segala macam bentuk perjudian yang mempergunakan uang.
2.4.7
Dampak Perilaku Menyimpang Remaja
Perilaku menyimpang pada remaja memiliki dampak yang besar bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya. 1. Dampak bagi diri sendiri a. Memberikan pengaruh psikologis atau penderita kejiwaan serta tekanan mental terhadap diri sendiri karena akan dikucilkan dari kehidupan masyarakat atau di jauhi dari pergaulan b. Dapat menghancurkan masa depan pelaku penyimpangan. c. Dapat menjauhkan pelaku dari Tuhan dan dekat dengan perbuatan dosa d. Perbuatan yang dilakukan dapat mencelakakan diri sendiri.
29 Universitas Sumatera Utara
2. Dampak bagi orang lain a. Mengganggu keamanan, ketertiban lalu ketidakharmonisan dalam masyarakat. b. Merusak tatanan nilai, norma, kemudian berbagai pranata sosial yang berlaku di masyarakat. c. Mengundang beban sosial, psikologis, serta ekonomi bagi keluarga. d. Merusak unsur- unsur budaya serta unsur- unsur lain yang mengelola perilaku individu dalam kehidupan masyarakat.
2.5
Kerangka Pemikiran
Masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi memunculkan banyak masalah sosial. Yang berdampak pada perkembangan remaja saat ini. Perkembangan pada masa remaja tidak hanya terjadi pada faktor usia, intelijensia dan pandangan atau keyakinan yang keliru tetapi juga dipengaruhi oleh faktor dari luar, seperti keluarga, kondisi sosial ekonomi, teman sebaya, lingkungan. Hal inilah yang mendasari terjadinya pengaruh pada perkembangan moralitas remaja akan berperilaku negatif. Tingkah laku yang bermoral artinya tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai, tata cara atau adat yang berlaku dalam nilai tercapai pada tahap berpikir abstrak, maka pemikiran terhadap suatu masalah tidak lagi terikat pada waktu, tempat, dan situasi, melainkan menjalar ke tata cara dan hidup mereka. Pemikiran yang diarahkan terhadap moralitas menyebabkan moralitas dijadikan objek. Dengan demikian moralitas yang semula merupakan bagian dari diri mereka, dilepaskan dan dijadikan objek pemikiran mereka. Dilepaskannya moralitas tersebut
30 Universitas Sumatera Utara
menjadi pangkal kekosongan, kehampaan, dan hilangnya arah dalam bertingkah laku pada remaja. Perkembangan moral merupakan salah satu segi yang penting dalam membentuk identitas diri, membentuk dan menyusun sifat-sifat yang tetap dalam segala perkembangan dan perubahan. Banyak hal yang mendukung perkembangan moral bagi remaja antara lain adalah proses kemampuan untuk menentukan suatu peran dalam masyarakat. Kemampuan berperan sosial memungkinkan remaja untuk menilai berbagai situasi sosial dari berbagai sudut pandang. Perkembangan moral yang tidak sempurna maka akan melahirkan sikap atau perilaku yang menyimpang dikalangan remaja. Dampak perilaku menyimpang pada remaja adanya gangguan terhadap psikologis, hancurnya masa depan, dapat mencelakakan dirinya sendiri, jauh dari keimanan, dan dampak perilaku menyimpang bagi orang lain seperti mengganggu keamanan masyarakat, merusak nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat, menjadi beban sosial dalam keluarga, dan merusak unsur- unsur budaya di masyarakat.
31 Universitas Sumatera Utara
Bagan 1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran
Remaja
Faktor-faktor penyebab perilaku menyimpang Faktor Internal: • • •
Faktor Eksternal:
Faktor Usia Intelijensia Pandangan atau Keyakinan yang keliru
• • • •
Keluarga Kondisi sosial ekonomi Teman Sebaya Lingkungan
Dampak perilaku menyimpang • Adanya gangguan terhadap psikologis • Hancurnya masa depan • Dapat mencelakakan dirinya sendiri • Jauh dari keimanan • Mengganggu keamanan masyarakat • Merusak nilai, dan norma yang ada di dalam masyarakat • Menjadi beban sosial dalam keluarga • Merusak unsur- unsur budaya di masyarakat
32 Universitas Sumatera Utara
2.6
Definisi Konsep
Konsep adalah bagian penting dari metodologi penelitian, karena apabila konsep penelitian, dibangun secara asal-asalan maka akan mengacaukan bagian penting lainnya. Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Konsep adalah proses dan upaya penegasan dan pembatas makna konsep dalam suatu penelitian. Cara untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep dalam suatu penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti (Siagian, 2011:136-138). Penelitian ini akan dijelaskan dan dipertegas batasan konsep yang akan dijadikan kata kunci dan sekaligus menghindari kesalahan pemahaman. Diantara konsep yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Remaja adalah seseorang yang berumur 10- 19 tahun. Masa remaja biasanya diidentikan dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial. 2. Perilaku
menyimpang
menyesuaikan
diri
adalah dengan
segala kehendak
bentuk
perilaku
masyarakat.
yang
tidak
Dengan
kata
lain, penyimpangan adalah tindakan atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang dianut dalam lingkungan baik lingkungan keluarga maupun masyarakat. Dalam hal ini perilaku menyimpang yang dilakukan remaja di Kampung Kubur adalah penggunaan narkoba, perjudian dan pekerja seks komersial. 3. Faktor penyebab perilaku menyimpang: 1. Faktor internal Yang dimaksud faktor internal adalah faktor yang datangnya dari tubuh manusia itu sendiri tanpa dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Adapun
33 Universitas Sumatera Utara
faktor internal yang mempengaruhi perilaku menyimpang adalah : faktor usia, faktor intelegensi, pandangan atau keyakinan yang keliru. 2. Faktor eksternal Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi, yaitu bahwa setiap individu atau anak pasti mempunyai masalah, makin dewasa dan makin bertambahnya pengalaman anak, maka semakin komplek pula masalah yang dihadapinya, baik ringan maupun berat. Termasuk masalah tingkat kenakalan anak, hal ini banyak faktor yang mempengaruhi baik faktor eksternal seperti: keluarga, kondisi sosial ekonomi, teman sebaya, pengaruh lingkungan.
4. Dampak perilaku menyimpang 1) Dampak bagi diri sendiri a. Memberikan pengaruh psikologis atau penderita kejiwaan serta tekanan mental terhadap diri sendiri karena akan dikucilkandari kehidupan masyarakat atau dijauhi dari pergaulan b. Dapat menghancurkan masa depan pelaku penyimpangan. c. Dapat menjauhkan pelaku dari Tuhan dan dekat dengan perbuatan dosa d. Perbuatan yang dilakukan dapat mencelakakan diri sendiri. 2) Dampak bagi orang lain a. Menggangu keamanan, ketertiban lalu ketidakharmonisan dalam masyarakat. b. Merusak tatanan nilai, norma, kemudian berbagai pranata sosial yang berlaku di masyarakat.
34 Universitas Sumatera Utara
c. Mengundang beban sosial, psikologis, serta ekonomi bagi keluarga. d. Merusak unsur- unsur budaya serta unsur- unsur lain yang mengelola perilaku individu dalam kehidupan masyarakat.
35 Universitas Sumatera Utara