PENDAHULUAN Latar Belakang Dinamika pembangunan di sektor pertanian, dari waktu ke waktu terus berkembang dengan cepat dan kompleks. Program pembangunan di sektor pertanian dititikberatkan pada agribisnis dan ketahanan pangan. Pengembangan agribisnis tidak mengenal batas–batas administrasi wilayah, sehingga sudah waktunya strategi pengembangan sistem dan usaha agribisnis ditingkatkan menjadi strategi yang mensinergikan pengembangan agribisnis dengan pendekatan wilayah. Diperlukan perhatian yang lebih serius dari semua pihak, baik pemerintah maupun swasta untuk membangun dan mengembangkan sistem pertanian di Indonesia. Salah satunya adalah dengan membentuk kawasan agropolitan di lokasilokasi strategis yang menjadi pusat pertumbuhan bagi kegiatan ekonomi berbasis pertanian (Pantjasilanto,2009). Konsep agropolitan merupakan konsep yang dikembangkan sebagai siasat dalam pengembangan pedesaan. Konsep ini pada dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan pedesaan (Firman, 2007). Agropolitan merupakan sistem manajemen dan tatanan terhadap suatu kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan bagi kegiatan ekonomi berbasis pertanian. Kawasan agropolitan merupakan kawasan di sekitar kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis. Pembangunan
pedesaan
melalui
konsep
agropolitan
merupakan
pengembangan suatu kawasan yang terdiri dari beberapa desa atau kecamatan yang
Universitas Sumatera Utara
mempunyai pusat-pusat merupakan
suatu
pelayanan setara kota. Pengembangan agropolitan
pendekatan
pembangunan
di
pedesaan
melalui
prinsip
pengembangan wilayah (melibatkan penataan ruang, kelembagaan, infrastruktur dan permodalan), keterpaduan dan pemberdayaan masyarakat (Anonimous, 2003). Kawasan agropolitan ini nantinya juga mampu melayani, mendorong, dan menarik kegiatan pembangunan pertanian di wilayah sekitar. Sehingga kawasan agropolitan adalah kawasan pertanian atau kawasan di sekitar kota pertanian yang mempunyai potensi dikembangkan usaha pertanian maupun pasca panen pertanian untuk menyangga kebutuhan pangan kota besar dan sekaligus meningkatkan nilai tambah produk pertanian (Pantjasilanto, 2009). Migrasi penduduk selama ini lebih banyak disebabkan kurangnya sarana penunjang dan infrastruktur yang ada di desa. Melalui konsep agropolitan yang menata desa menjadi suatu pusat kegiatan ekonomi berbasis pertanian dengan memperkuat keterkaitan sistem agribisnis yang didukung dengan pembangunan fasilitas penunjangnya, diharapkan mampu menciptakan suatu “desa kota” yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan khususnya para petani. Dengan demikian petani atau masyarakat desa tidak perlu harus pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran maupun yang berhubungan dengan kebutuhan sosial budaya dan ekonomi setiap hari. Pusat pelayanan dikembangkan
pada setingkat desa, sehingga dekat dengan
Universitas Sumatera Utara
pemukiman petani, sehingga ada peningkatan akses baik pelayanan mengenai teknik budidaya pertanian, informasi pasar, serta kebutuhan penunjang agribisnis lainnya. Sejak tahun 2002 Program Agropolitan telah dicanangkan sebagai model Pembangunan Pertanian di 8 kabupaten di Indonesia yang cepat berkembang menjadi 61 kabupaten/kota pada tahun 2003 dan menjadi sekitar 200 kabupaten/kota pada tahun 2006. Pengembangan kawasan agropolitan merupakan upaya untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi berbasis pertanian dengan memperkuat keterkaitan sektoral antara pertanian, non pertanian dan jasa penunjang serta keterkaitan spasial antara kawasan pedesaan dan perkotaan (Simanjuntak, 2008). Peranan agropolitan adalah antara lain untuk melayani kawasan industri pertanian disekitarnya di mana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran antara lain adalah berupa: input sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, alat–alat pertanian dsb), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik, dsb) dan sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi, dsb). Dengan adanya peningkatan akses kepada faktor–faktor produksi dan pemasaran tersebut maka biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil, sehingga hasil pertanian dapat lebih kompetitif di pasar. Pusat Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB) sudah ditentukan dalam Master Plan Agropolitan Sumatera Utara adalah
Kecamatan
Merek yang berada di Kabupaten Karo. Pusat kawasan ini ditentukan berdasarkan pertimbangan strategisnya lokasi, yaitu berada di pertengahan dari seluruh kawasan
Universitas Sumatera Utara
KADTBB sehingga dapat di akses dari seluruh kabupaten dengan cukup mudah (Bappeda Kabupaten Karo, 2006). Untuk menindak lanjuti implementasi program agropolitan ini pada tingkat kabupaten dan kota wilayah agropolitan Sumatera Utara, maka pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan lokalitas percontohan di kecamatan–kecamatan terpilih di setiap kabupaten, seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 1. Lokalitas Percontohan Agropolitan dan komoditas unggulan yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. No Kabupaten/Kota Kecamatan Desa/Kelurahan Komoditi Unggulan 1 Karo Merek Desa Nagalingga • Kopi
2
3
4
5
6
Dairi
Simalungun
Tapanuli Utara
Toba Samosir
Pakpak Bharat
Sitinjo
Silimakuta
Siborongborong
Lumban Julu
Siempat Rube
•
Kentang
•
Kopi
•
Jeruk
Kelurahan Seribu Dolok Harangan Sidua-dua
•
Kentang
•
Kopi Arabika
Kelurahan Hutabulu
•
Kemenyan
•
Kulit Manis
•
Kentang
•
Kopi Arabika
•
Kemiri
•
Bawang Merah
•
Kentang
•
Cabai
•
Gambir
Kelurahan Dabutar
Panji
Kelurahan Sionggang
Kelurahan Siempat Rube 1
Universitas Sumatera Utara
7
8
Humbang Hasundutan
Samosir
Dolok Sanggul
Harian
Kelurahan Sielang
Kelurahan Partungkot Naginjang
•
Kopi Arabilka
•
Kemenyan
•
Jeruk
•
Mangga
•
Kulit Manis
•
Cengkeh
Sumber : Bappeda Propinsi Sumatera Utara
Program agropolitan di Sumatera Utara telah berjalan walaupun belum secara keseluruhan, di mana petani merupakan salah satu subjek pelaku program agropolitan. Oleh karena itu perlu dikaji bagaimana Sikap Petani di Lokalitas Percontohan Terhadap Program Agropolitan tersebut. Untuk itulah penelitian ini dilakukan di
Desa Nagalingga Kecamatan Merek Kabupaten Karo, yang
menetapkan salah satu lokasi lokalitas percontohan. Identifikasi Masalah Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1) Bagaimana realisasi program agropolitan yang dilaksanakan di lokalitas percontohan? 2) Bagaimana sikap petani di lokalitas percontahan terhadap program agropolitan? 3) Bagaimana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani di lokalitas percontohan dengan sikap petani terhadap program agropolitan?
Universitas Sumatera Utara
Tujuan Penelitian Sesuai dengan
masalah penelitian yang dirumuskan maka penelitian ini
ditujukan untuk: 1) Menjelaskan bagaimana realisasi program agropolitan yang dilaksanakan di lokalitas percontohan. 2) Menjelaskan bagaimana sikap petani di lokalitas percontohan terhadap program agropolitan. 3) Menjelaskan bagaimana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi petani di lokalitas percontohan dengan sikap petani terhadap program agropolitan.
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah : 1) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan pemerintah Kabupaten Karo serta instansi terkait lainnya dalam meningkatkan pembangunan agropolitan di Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Karo. 2) Sebagai referensi atau informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara