PENDAHULUAN
Latar Belakang Problematika umum usaha peternakan di Indonesia dewasa ini yaitu harga pakan yang semakin tinggi dan ketersediaan bahan pakan ternak, baik dari aspek kualitas maupun penyediaan pakan secara berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena adanya peralihan fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman dan industri yang dapat mengurangi peluang penanaman rumput sebagai makanan utama bagi ternak ruminansia. Ketersediaan bahan pakan hijauan ini sangat dipengaruhi oleh faktor musim, dimana pada musim penghujan tersedia dalam jumlah banyak dan berlimpah sedangkan pada musim kemarau ketersediaan sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya peternak memberi pakan sisa-sisa pertanian seperti jerami. Jerami padi dari hasil pemanenan tidak banyak dimakan ternak, kalaupun diberikan pada ternak hanya sedikit yang dimakan karena kurang disukai ternak sehingga setelah pemanenan padi, sebagian besar petani hanya menumpuk dan membiarkan jerami mengering dan bahkan dibakar. Jerami padi belum dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat peternak untuk ternak ruminansianya. Hambatan pemanfaatan jerami padi secara luas untuk pakan ruminansia adalah rendahnya nilai nutrisi bila dibandingkan dengan hijauan pakan. Hal ini disebabkan karena kadar protein kasarnya rendah, kandungan energi yang dapat dimanfaatkan serta kecernaannya rendah (hanya mencapai 37%) dan kadar
1
mineralnya
tidak
serasi
sehingga
komsumsi
bahan
keringnya
terbatas
(Sitorus, 2002), penggunaan jerami secara langsung atau sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi pasokan nutrisi yang dibutuhkan ternak. Selain itu, sulitnya mengumpulkan jerami padi dan pengangkutannya ke sekitar rumah (pemukiman), karena lahan sawah relatif jauh dari rumah. Limbah pertanian yang berlimpah berupa jerami padi dapat digunakan secara luas pada ternak ruminansia dalam mengatasi kendala-kendala penyediaan bahan pakan ternak pada musim kemarau, maka perlu dilakukan suatu upaya peningkatan daya guna dari limbah tersebut melalui suatu teknologi pakan yang tepat guna. Salah satu teknologi pakan tepat guna yang dilakukan dalam pengolahan bahan pakan ternak adalah dengan memberi perlakuan jerami padi seperti perendaman air laut. Permasalahan Keterbatasan penggunaan limbah-limbah pertanian seperti jerami padi disebabkan karena jerami padi bersifat amba dan relatif jauh dari rumah tangga petani yang menyebabkan susah dalam pengangkutan. Masalah ini dapat diatasi dengan pembuatan bal jerami padi yang mudah diangkut dalam jumlah cukup besar dan tidak banyak mengambil ruang dalam pengangkutan. Selain jerami padi bersifat amba,
kadar protein kasarnya rendah, kandungan energi yang dapat
dimanfaatkan serta kecernaannya rendah (hanya mencapai 37%) dan kadar mineralnya tidak serasi sehingga komsumsi bahan keringnya terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan pengolahan jerami padi direndam dalam air laut.
2
Hipotesis Diduga bahwa perendaman jerami padi dalam air laut akan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik jerami padi. Tujuan dan Kegunaan Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya cerna dan nilai nutrisi jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia dan mengetahui pengaruh lama perendaman jerami padi dengan air laut terhadap kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik. Kegunaan dari penelitian ini adalah agar kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami padi dapat ditingkatkan melalui perendaman dengan air laut sebagai pengganti air garam.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak Ruminansia Ternak ruminansia (pemamah biak) meliputi sapi, kerbau, kambing, dan domba mempunyai peranan yang sangat strategis bagi kehidupan ekonomi petani di pedesaan. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan gizi ternak perlu diperhatikan melalui pemberian bahan pakan sesuai kebutuhan hidupnya. Bahan pakan adalah sesuatu yang bisa dimakan, dicerna seluruh/sebagian tubuh dan tidak mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (Yunilas, 2009). Limbah adalah sisa atau hasil ikutan dari produk utama. Limbah pertanian adalah bagian tanaman pertanian di atas tanah atau bagian pucuk, batang yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil utamanya dan merupakan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai pakan, khususnya ruminansia. Beberapa limbah pertanian yang potensial dan belum banyak dimanfaatkan secara optimal berturut-turut antara lain jerami padi, jerami jagung, pucuk tebu, jerami kedele, jerami kacang tanah dan lain-lain (Sitorus, 2002). Penggunaan limbah pertanian seperti jerami padi sebagai pakan pengganti rumput pada sapi merupakan suatu solusi dalam masalah pengembangan ternak ruminansia yang selalu terkendala oleh ketersediaan hijauan. Jerami padi yang jumlahnya cukup banyak di Indonesia (44.2 juta ton/tahun) sampai saat ini pemanfaatannya sebagai pakan masih belum memuaskan (Syamsu, 2006).
4
Beberapa faktor pembatas sehubungan dengan penggunaan limbah pertanian sebagai pakan meliputi penyimpanan, komsumsi pakan yang jelek, kandungan
nutrien
yang
rendah
dan
selanjutnya
penampilan
ternak
yang rendah (Sitorus, 2002). Menurut Febriana dan Liana (2008) beberapa faktor yang menyebabkan peternak tidak menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan adalah : a.
Umumnya petani membakar limbah tanaman pangan terutama jerami padi karena secepatnya akan dilakukan pengolahan tanah.
b.
Limbah tanaman pangan bersifat amba sehingga menyulitkan peternak untuk mengangkut dalam jumlah banyak untuk diberikan kepada ternak, dan umumnya lahan pertanian jauh dari pemukiman peternak sehingga membutuhkan biaya dalam pengangkutan.
c.
Tidak tersedianya tempat penyimpanan limbah tanaman pangan, dan peternak tidak bersedia menyimpan/menumpuk limbah di sekitar rumah/kolong rumah karena takut akan bahaya kebakaran.
d.
Peternak menganggap bahwa ketersediaan hijauan di lahan pekarangan, kebun, sawah masih mencukupi sebagai pakan ternak. Hijauan kering seperti jerami dan hay, jerami hasil ikutan pertanian seperti
padi, jagung, kedelai dan lain-lain berupa batang, daun dan ranting. Jerami merupakan salah satu bahan pakan ternak yang mutunya rendah karena mengandung sellulosa (silika dan lignin) yang sulit ditembus oleh getah pencernaan sehingga menyebabkan kecernaan rendah (Yunilas, 2009).
5
Jerami Padi Jerami padi adalah tanaman padi yang telah diambil buahnya (gabahnya), sehingga tinggal batang dan daunnya yang merupakan limbah pertanian serta belum sepenuhnya dimanfaatkan karena adanya faktor teknis dan ekonomis. Jerami padi selama ini hanya dikenal sebagai hasil ikutan dalam proses produksi padi di sawah. Produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah kering panen (Hanafi, 2008). Jika jerami padi langsung diberikan kepada ternak tanpa melalui proses pengolahan, maka jerami padi ini akan tergolong sebagai makanan ternak yang berkualitas rendah. Jerami padi memiliki kandungan zat gizi yang minim, kandungan protein yang sedikit, dan daya cernanya rendah (Shiddieqy, 2005). Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi dalam satu hektar sawah setiap kali panen mampu menghasilkan sekitar 10-12 ton jerami (berat segar saat panen), meskipun bervariasi tergantung pada lokasi, jenis varietas tanaman padi, cara potong (tinggi pemotongan) dan waktu pemotongan, seperti pada varietas Sintanur dengan tinggi pemotongan 8 cm dari tanah dapat menghasilkan 8-10 ton jerami segar per ha. Jerami padi yang dihasilkan ini dapat digunakan sebagai pakan sapi dewasa sebanyak 2-3 ekor sepanjang tahun sehingga pada lahan yang mampu panen 2 kali setahun akan dapat menunjang kebutuhan pakan tersebut untuk 4-6 ekor (Awaluddin, 2010).
6
Bagian-bagian jerami padi dapat dibedakan menjadi helai daun, pelepah daun dan batang yang dapat dipilah atas ruas dan buku yang proporsinya sangat kecil. Proporsi helai daun, pelepah daun dan ruas adalah 15-27%, 23-30% dan 1537%. Kandungan komponen dinding sel bisa beragam sesuai proporsi bagian tanaman (Sitorus, 2002). Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak di Indonesia baru mencapai 31 - 39 %, sedangkan yang dibakar atau dikembalikan ke tanah sebagai pupuk 3662 %, dan sekitar 7 - 16 % digunakan untuk keperluan industri (Komar, 1984). Faktor penghambat utama dalam penggunaan jerami sebagai makanan ternak adalah rendahnya koefisien cerna dan nilai gizinya (Abdullah, 2008). Kandungan protein yang rendah dengan daya cerna yang hanya 40% menyebabkan rendahnya komsumsi bahan kering (kurang dari 2% berat badan ternak). Hal ini jelas, tanpa penambahan konsentrat tidak mungkin dapat meningkatkan produksi ternak, bahkan mungkin dapat menurunkan produksi. Kendala lain yang mempengaruhi kualitas jerami adalah tingginya kandungan lignin dan silika sehingga menyebabkan daya cerna jadi rendah (Yunilas, 2009). Tabel 1. Komposisi dan Nilai Gizi Zat-Zat Makanan Jerami Padi Kering Komposisi Gizi Nilai Komposisi Gizi Nilai Protein Kasar
3-5 %
Energi
14,1-16,2 %
Serat Kasar
27-40 %
Calsium
0,11-0,58 %
Abu
11-19 %
Phospor
0,14-0,3 %
Dry Matter (DM)
91 %
Selulosa
33 %
DM Hemi Sellulosa
26 %
DM Lignin
7-13 %
Silika
13 % DM
Lemak
1,82 %
BETN
40,38 %
-
-
Sumber : Natalia, 2007
7
Selain kandungan nutrisinya yang rendah, jerami padi juga termasuk pakan hijauan yang sulit dicerna karena kandungan serat kasarnya tinggi sekali. Daya cerna yang rendah itu terutama disebabkan oleh struktur jaringan jerami yang sudah tua. Jaringan-jaringan pada jerami telah mengalami proses
lignifikasi
(pengerasan)
sehingga
terbentuk
ligriselulosa
dan
lignohemiselulosa (Muis A, Dkk, 2008). Selain oleh adanya proses lignifikasi, rendahnya daya cerna ternak terhadap jerami disebabkan oleh tingginya kandungan silikat. Lignifikasi dan silifikasi tersebut
bersama-sama mempengaruhi rendahnya daya cerna jerami
padi. Rendahnya protein kasar dan mineral pada jerami padi juga membawa efek langsung, yaitu jerami padi sulit dicerna kalau hanya diberikan secara tunggal untuk pakan ternak. Rendahnya kandungan nutrisi jerami padi tersebut dan sulitnya daya cerna jerami maka pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia perlu diefektifkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara penambahan suplemen atau bahan tambahan lain agar kelengkapan nilai nutrisinya dapat memenuhi kebutuhan hidup ternak secara lengkap sekaligus meningkatkan daya cerna pakan (Muis A, Dkk, 2008). Pengolahan Jerami Padi Pemanfaatan jerami secara langsung sebagai pakan tunggal tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada ternak. Hal ini dapat menurunkan produktivitas ternak. Pasokan nutrien dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhan dan meningkatkan populasi optimum untuk proses degradasi serat bahan pakan dalam
8
rumen. Untuk mengatasi hal itu perlu dilakukan suatu pengolahan yang sesuai sehingga bahan pakan ligniselulosik memiliki kualitas yang cukup sebagai pakan ternak ruminansia (Yunilas, 2009). Berbagai teknologi pengolahan baik fisik, kimia dan biologi berhasil memperbaiki kualitas limbah tersebut namun aplikasinya belum memberikan hasil yang maksimal. Hal ini memerlukan kajian tentang kecukupan nutrien untuk pertumbuhan mikroba dalam rumen ternak. Teknik pengolahan ini harus dipadukan dengan usaha suplementasi nutrien prekursor pertumbuhan mikroba yang
defisien
seperti
mineral
untuk
menuju
optimalisasi
bioproses
di rumen (Zain dkk, 2008). Pengolahan jerami padi adalah daya upaya untuk meningkatkan kualitas jerami padi yang rendah hingga kualitas jerami potensial menjadi real, terutama untuk meningkatkan efektifitas cerna oleh enzim mikrobia melalui penghancuran ikatan lignin, silika serta meningkatkan kandungan jerami padi (Komar, 1984). Pengolahan jerami padi merupakan upaya untuk meningkatkan nilai mamfaatnya dengan memperkecil faktor pembatasnya. Untuk maksud tersebut diperlukan suatu tekhnologi yang murah dan mudah dipraktekkan oleh peternak. Pengolahan jerami padi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (1). Praktis dan ekonomis bagi usaha skala kecil, (2). Hasil olahan harus lebih murah dan nilai gizinya lebih baik, (3). Tidak memerlukan biaya mahal, (4). Tidak membahayakan ternak dan peternak (Febriana dan Liana, 2008).
9
Secara umum teknologi pengolahan limbah pertanian khususnya jerami padi dilakukan dengan tujuan untuk (Febriana dan Liana, 2008): a.
Memperbaiki nilai nutrisi dan kecernaan, serta meningkatkan fermentasi ruminal dengan menambahkan elemen yang kurang,
b.
Mengoreksi defisiensi jerami dengan menambahkan nitrogen atau mineral,
c.
Meningkatkan konsumsi dengan cara memperbaiki palatabilitas,
d.
Meningkatkan ketersediaan energi, serta
e.
Mengurangi sifat amba dari jerami padi. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa mengingat karakteristik jerami padi,
maka untuk meningkatkan nilai manfaat jerami padi diperlukan upaya yang diarahkan untuk memperkecil faktor pembatas pemanfaatannya, sehingga potensinya yang besar sebagai pakan ternak dapat ditingkatkan, sehingga perlu adanya sentuhan teknologi dalam pengolahan jerami padi. Perlakuan secara kimia umumnya dilakukan terhadap pakan kasar (roughage) yang bertujuan untuk meningkatkan kecernaan dan komsumsi pakan bebas dengan cara memecah komponen-komponen dinding sel atau memecah ikatan lignin dengan senyawa karbohidrat yang terdapat pada sel tanaman. Berbagai perlakuan kimia telah banyak dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan susbstansi selulosa yang dapat dicerna oleh mikroba rumen. Perlakuan kimia dapat menyebabkan pemecahan ikatan lignin-karbohidrat, oksidasi senyawa fenol termasuk lignin dan hidrolisis polisakarida menjadi gula (Murni, dkk, 2008).
10
Jerami Padi
Pengolahan
Fisis
Biologi
Pemotongan Penggilingan Pelleting Pemasakan Dengan tekanan Penyinaran Perendaman
Enzim Jamur
Kimia
Fisis-Kimia
Sodium Hidroksida Kalium Hidroksida Kalsium Hidroksida Amonium Hidroksida Urea Sodium Karbonat Sulfur dioksida Sodium Klorida Alkali
Pellet-NaOH Pellet-Urea Pemanas-Bahan Kimia Temperatur-NaOH
Meningkatkan Kualitas (Daya Cerna) Gambar 1. Berbagai Pengolahan Terhadap Jerami untuk Peningkatan Kualitas.
Bahan kimia yang sering digunakan adalah kaustik soda (NaOH), potas (KOH), kalsium hidroksida (Ca(OH2)), amonian anhydrase (NH3), larutan amonia (NH4OH), sulfur dioksida (SO2), asam sulfat (H2SO4), Asam klorida (HCl) dan natrium klorida (NaCl). Perlakuan dengan alkali di pandang paling efektif dalam meningkatkan kualitas limbah pertanian (Murni, dkk, 2008). Secara
skematis
pada
prinsipnya
kerja
alkali
adalah
sebagai
berikut ( Murni, dkk, 2008): 1. Memutuskan sebagian ikatan antara selulosa dan hemiselulosa dengan lignin dan silika
11
2. Esterifikasi gugus asetil dengan membentuk asam uronat 3. Merombak struktur dinding sel, melalui pengembangan jaringan serat dan memudahkan penetrasi molekul enzim mikroorganisme. Pengolahan pakan serat yang paling populer adalah pengolahan secara alkali, antara lain dengan menggunakan NaOH atau kapur (CaO).
Prinsip kerja
alkali terhadap jerami yaitu : 1) memutuskan sebagian ikatan antara sellulosa dan hemisellulosa dengan lignin dan silika; 2) membentuk struktur dinding sel melalui pengembangan jaringan serat, yang pada gilirannya memudahkan penetrasi molekul enzim mikroorganisme (Komar, 1984). Hasil penelitian Saadullah, dkk (1981) memperlihatkan bahwa dengan perlakuan penambahan kapur (alkali) dapat meningkatkan kecernaan bahan kering jerami padi dari 38% menjadi 49%, dan dengan penambahan 10% molasses dan urea yang mengandung 2% N, meningkatkan daya cerna jerami padi hingga 54 % dan meningkatkan konsumsi bahan kering hingga 71,3 g/kg W0.75. Penelitian Saadullah, dkk (1981) tersebut diatas menggunakan domba betina untuk mengukur konsumsi dan kecernaan jerami padi dengan perlakuan alkali (penambahan air kapur), dengan perlakuan : 1 kg jerami padi direndam selama 48 jam dalam 10 liter air yang telah dicampurkan kapur 40 gram. Jerami kemudian dicuci dengan 5 liter air / kg jerami padi, yang kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Pemberian jerami padi hasil perlakuan ini sebelum diberikan kepada ternak ditambahkan dengan molasses dan urea terlebih dahulu.
12
Perlakuan secara fisik pada bahan pakan berserat tinggi bertujuan untuk merombak struktur fisik bahan dan memecah matriks karbohidrat penyusun dinding sel. Perlakuan secara fisik dapat juga digunakan dalam pengawetan dan atau menghilangkan kandungan antinutrisi bahan. Pengeringan, penggilingan, pemotongan, pengukuran, perendaman dan pembuatan pellet merupakan beberapa contoh
perlakuan
secara
fisik
yang
diterapkan
pada
bahan
pakan
asal limbah (Murni, dkk, 2008). Pengolahan jerami padi secara fisik seperti dipotong-potong, digiling, direndam, direbus, dibuat pellet dan gamma irradiasi. Perlakuan ini akan merombak dinding sel seperti lignin dan memperluas permukaan partikel makanan sehingga mikroorganisme rumen dapat langsung mencerna selulosa. Dengan demikian kecepatan fermentasi akan meningkat, waktu retensi makanan akan menurun dan konsumsi pakan meningkat (Bulo dan Munier, 2008). Air Laut Air laut adalah air dari laut atau samudera. Air laut memiliki kadar garam rata-rata 3,5% artinya dalam 1 liter (1000 ml) air laut terdapat 35 gram garam. Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Yang paling rendah salinitasnya adalah di Timur Teluk Finlandia dan di Utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi (Anonim, 2011a).
13
Gambar 2. Pembagian kandungan air laut
Sumber : http://gadang-e-bookformaterialscience.blogspot.com/2007/12/infokandungan umum-air-laut.html Pada gambar di atas memperlihatkan bahwa air laut terdiri dari 3,5% garam. Di dalam 3,5%wt garam terdiri dari (Anonim, 2007): a.
Senyawa Klorida 55%wt
b.
Senyawa sulfat 7,7%wt
c.
Sodium 30,6%wt
d.
Calcium 1,2%wt
e.
Potassium 1,1%wt
f.
Magnesium 3,7 %wt
g.
Lain-lain 0,7%wt Garam diperlukan domba sebagai perangsang menambah nafsu makan.
Garam juga sebagai unsur yang dibutuhkan sekali dalam kelancaran pekerjaan faali tubuh. Domba membutuhkan garam sebanyak 5-10 gram / ekor / hari (Anonim, 2011b). Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl),
14
dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi sebagai pembatas konsumsi yang berlebihan bagi ternak karena adanya rasa asin (Pardede dan Asmira, 1997 dalam Anonim, 2011b). Kebutuhan mineral untuk ternak ruminansia dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu mineral makro (Ca, Na, Cl, K, P, S, Mg) dan mineral mikro (Cu, I, Fe, Zn,Co, Se,Mn). Fungsi utama mineral makro Na, Cl, dan K adalah sebagai agent elektro-kimia yang berperan dalam proses menjaga keseimbangan asambasa dan mengontrol tekanan osmotik air sehingga didistribusikan ke seluruh tubuh. Sedangkan mineral lain mungkin memiliki fungsi struktural, misalnya Ca dan P adalah komponen esensial pada tulang dan gigi. Selain itu peran mineral S dalam proses sintesis protein mikroba di dalam rumen sangatlah penting. Apabila kita ingin membuat sendiri campuran “Premix”, maka ada 14 mineral makro dan mikro penting yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia. Kebutuhan garam setiap ekor/hari adalah sekitar 200 g /hari tergantung dengan ukuran tubuh ternak. Menurut pengalaman penulis untuk seekor sapi potong dengan bobot hidup sekitar 250 kg hanya memerlukan 125 g premix/ekor/hari tanpa ada gangguan akibat defisiensi mineral (Soetanto, 2002). Garam diperlukan oleh sapi sebagai perangsang menambah nafsu makan. Garam juga sebagai unsur yang dibutuhkan dalam kelancaran pekerjaan faali tubuh. Garam yang dimaksud adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas. Garam mempunyai rumus umum NaCl. Garam merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan
15
menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora dari pada hewan lainnya, hal ini disebabkan hijauan dan butiran mengandung sedikit garam (Anggorodi, 1979). Secara umum
mineral-mineral
berfungsi
sebagai
berikut:
Bahan
pembentukan tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan keras dan kuat, mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh, memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh, aktivator sistem enzim tertentu, komponen dari suatu enzim, mineral mempunyai sifat yang karakteristik terhadap kepekaan otot dan saraf (Tillman, dkk., 1998). Garam dapur ditambahkan sebanyak 5% untuk menurunkan tingkat konsumsi konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25-1,75 Kg/ekor/hari. Semula pengaruhnya terlihat meningkatkan konsumsi kemudian menurunkan sampai jumlah yang dikehendaki (Parakkasi, 1986). Penggunaan toleransi maksimum terhadap pemberian NaCl untuk berbagaispesi es dapat dilihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Toleransi maksimum berbagai spesies terhadap NaCl Spesies Level NaCl dalam Pakan (%) Sapi Beef 4 Dairy 9 Domba 9 Babi 8 Unggas 2 Kuda 3 Kelinci 3 Sumber : Parakkasi, 1986
16
Kecernaan In Vitro Kecernaan adalah zat-zat makanan dari konsumsi pakan yang tidak diekskresikan ke dalam feses, selisih antara zat makanan yang dikonsumsi dengan yang dieksresikan dalam feses merupakan jumlah zat makanan yang dapat dicerna. Jadi kecernaan merupakan pencerminan dari kemampuan suatu bahan pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak. Tinggi rendahnya kecernaan bahan pakan memberikan arti seberapa besar bahan pakan itu mengandung zat-zat makanan
dalam
bentuk
yang
dapat
dicernakan
ke
dalam
saluran
pencernaan (Ismail, 2011). Metode kecernaan in vitro adalah suatu metode pendugaan kecernaan secara tidak langsung yang dilakukan di laboratorium dengan meniru proses yang terjadi didalam saluran pencernaan ruminansia. Arora 1983 dalam Adri (2011) menjelaskan bahwa kelestarian proses fermentasi dalam rumen dipengaruhi oleh kondisi rumen yang anaerob, tekanan osmose pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah, temperatur konstan, pH dipertahankan 6,8 oleh adanya absorbsi asam lemak, amonia serta saliva yang berfungsi sebagai buffer. Menurut Orskov (1992) dalam Adri (2011) pH dalam rumen dapat mempengaruhi keadaan fermentasi, khususnya pakan dengan kandungan pati dan gula terlarut yang tinggi. Teknik in vitro adalah meniru kondisi rumen. Kondisi yang dimodifikasi dalam hal ini antara lain larutan penyangga dan media nutrisi, bejana fermentasi, pengadukan dan fase gas, suhu fermentasi, pH optimum, sumber inokulum, kondisi anaerob, periode fermentasi serta akhir fermentasi. Suhu fermentasi diusahakan sama dengan suhu fermentasi dalam rumen yaitu berkisar 40-420C.
17
Suhu tersebut harus stabil selama proses fermentasi berlangsung, hal ini dimaksud agar mikroba dapat berkembang sesuai dengan kondisi asal. Aktifitas mikroba rumen tetap berlangsung normal bila pH rumen berkisar antara 6,7–7,0. Perubahan pH yang besar dapat dicegah dengan penambahan larutan buffer bikarbonat dan fosfat. Perbedaaan hasil fermentasi secara in vitro dapat disebabkan oleh sumber inokulum (Anonim, 2011c). Teknik in vitro dapat dilakukan dengan penambahan enzim seperti enzim pepsin dan selulosa. Dimana enzim merupakan biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Pepsin adalah enzim yang terdapat dalam perut yang akan mulai mencerna protein dengan memecah protein menjadi bagian–bagian yang lebih kecil. Enzim ini termasuk protease, pepsin disekresi dalam bentuk inaktif, pepsinogen, yang akan diaktifkan oleh asam lambung. Enzim ini diproduksi oleh bagian mukosa dalam perut yang berfungsi untuk mendegradasi protein. Enzim ini memiliki pH optimum 2-4 dan akan inaktif pada pH diatas 6. Pepsin adalah salah satu dari 3 enzim yang berfungsi untuk mendegradasi protein yang lain adalah kemotripsin dan tripsin. (Anonim, 2011d). Selulase adalah nama bagi semua enzim yang memutuskan ikatan glikosidik beta-1,4 di dalam selulosa, sedodekstrin, selobiosa dan turunan selulosa lainnya. Selulase tidak memiliki oleh manusia, karena itu manusia tidak dapat menguraikan selulosa. Tetapi hal ini dapat dilakukan oleh beberapa hewan seperti kambing, sapi, dan insekta seperti rayap karena dalam sistem pencernaannya mengandung bakteri dan protozoa yang menghasilkan enzim selulase yang akan
18
menghidolisis (mengurai) ikatan glikosidik beta 1,4. Oleh karena reaksi yang ditimbulkan selulase saat mengurai selulosa adalah hidrolisis,maka selulase diklasifikasikan ke dalam jenis enzim hidrolase (Rahima, 2010). Keuntungan in vitro adalah waktu lebih singkat dan biaya lebih murah apabila dibandingkan in vivo, pengaruh terhadap ternak sedikit serta dapat dikerjakan dengan menggunakan banyak sampel pakan sekaligus. Metode in vitro bersama dengan analisis kimia saling menunjang dalam membuat evaluasi pakan hijauan (Pell et al., 1993 dalam Andri, 2011). Medium fermentasi harus mengandung sumber energi seperti, gula, dan selulosa. Larutan mineral ditambahkan sebagai pengganti saliva untuk memberikan sistem buffer dalam kecernaan in vitro (Arora, 1995 dalam andri, 2011). Kelebihan teknik in vitro diantaranya adalah degradasi dan fermentasi pakan terjadi di dalam rumen dapat diukur secara cepat dalam waktu relatif singkat, biaya ringan, jumlah sampel yang dievaluasi lebih banyak dan kondisi terkontrol (Church dan Pond, 1988 dalam Siroychery, 2011). Salah satu kelemahan
dari
teknik
in
vitro
diantaranya
tabung fermentor selama masa pengukuran
populasi
bakteri
atau masa inkubasi
dalam sulit
terjaga (Siroychery, 2011). Faktor – faktor yang mempengaruhi in vitro adalah pencampuran pakan, cairan rumen, pengontrolan temperatur, variasi waktu, dan metode analisys. Kelebihan in vitro adalah hasil penelitian dapat diperoleh dalam waktu singkat, beberapa bahan makanan yang tidak dapat diberikan secara tunggal pada hewan, kecernaannya dapat diteliti dengan metode in vivo, tidak diperlukan pengumpulan
19
feses atau sisa makanan, sehingga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Sedangkan kekurangannya adalah menggunakan waktu standar, padahal waktu lamanya bahan makanan berada dalam rumen bervariasi menurut jenis dan bentuk makanan, selain itu tidak terjadi penyerapan zat-zat makanan seperti terjadi pada hewan hidup (Tangdilintin, 1992). Bahan Kering dan Bahan Organik Bahan pakan mengandung zat nutrisi yang terdiri dari air, bahan kering, bahan organik. Bahan organik terdiri dari protein, kabohidrat, lemak dan vitamin. Bahan kering terdiri dari bahan makanan anorganik yaitu mineral yang dbutuhkan tubuh dalam jumlah cukup untuk pembentukan tulang dan berfungsi sebgai bagian dari enzim dari hormon, serta bahan organik yang terdiri dari karbohidrat, protein, vitamin dan lemak (Tillman, dkk., 1998). Bahan organik merupakan bagian terbesar nutrien yang dibutuhkan oleh ternak. Kualitas bahan kering yang dimakan oleh ternak tidak saja tergantung dari mutu bahan makanan yang dimakan, tetapi juga tergantung ukuran ternak yang memakan bahan makanan tersebut (Tillman, dkk., 1998). Bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu, komponen bahan kering bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan asam lemak terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Bahan-bahan organik yang terdapat dalam pakan tersedia dalam bentuk tidak larut, oleh karena itu diperlukan adanya proses pemecahan zat-zat tersebut
20
menjadi zat-zat yang mudah larut. Faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah kandungan serat kasar dan mineral dari bahan pakan. Kecernaan bahan organik erat kaitannya dengan kecernaan bahan kering, karena sebagian dari bahan kering terdiri dari bahan organik. Penurunan kecernaan bahan kering akan mengakibatkan kecernaan bahan organik ikut menurun atau sebaliknya (Ismail, 2011).
21
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari 2012 yang terbagi dalam dua tahap.
Tahap pertama yaitu pembuatan bal jerami padi yang kemudian
direndam air laut di Laboratorium Industri dan Teknologi Pakan, dan tahap kedua analisa kimia dan Laboratotium
daya cerna in vitro bahan kering & bahan organik di
Kimia
Makanan
Ternak
Fakultas
Peternakan
Universitas
Hasanuddin, Makassar. Materi Penelitian Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat bal, timbangan, gelas ukur, tali rapiah, oven, thermometer, plastik volume 120 ml, sumbat karet, neraca analitik, inkubator, gooch crucible, pengaduk, inkubator, tabung, polybag, pengukur pH dan tanur. Bahan-bahan yang digunakan adalah jerami padi, air laut dengan kadar garam 2,71%, sodium carbonat, asam – pepsin, buffer cellulose – carbonat. Metode Penelitian Penilitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gaspersz, 1991) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 5 bal jerami padi dengan berat 10 kg/bal dan perlakuannya sebagai berikut:
22
P0
: bal jerami padi tidak direndam
P1
: bal jerami padi direndam selama 3 hari
P2
: bal jerami padi direndam selama 6 hari
P3
: bal jerami padi direndam selama 9 hari
P4
: bal jerami padi direndam selama 12 hari
Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dirancang untuk mengetahui tingkat kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami padi yang direndam dalam air laut. Penelitian ini diawali dengan pengambilan jerami padi varietas ciliwung yang diperoleh dari area persawahan Bantimurung Kabupaten Maros, kemudian dibuat dalam bentuk bal dengan berat 10 kg/bal yang berjumlah 20 bal selanjutnya dilakukan perendaman dengan waktu yang berbeda-beda. Setelah dilakukan perendaman jerami padi diangin-anginkan yang kemudian digiling, selanjutnya melakukan analisis daya cerna In Vitro di Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Paternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Penelitian daya cerna In Vitro dilakukan dengan menggunakan metode pepsin selulase (Goto, I and Minson, 1977). Tahapan metode In Vitro diawali dengan sampel ditimbang sebanyak ± 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung centrifuge plastic yang volumenya 120 ml. Kemudian ditambahkan 25 ml larutan asam–pepsin ke dalam setiap tabung lalu menutup tabung tersebut dengan sumbat karet dan selanjutnya diinkubasikan selama 72 jam pada temperatur 500C dengan diikuti pengocokan halus sebanyak 6 kali (pengocokan 1 kali dalam skala waktu 12 jam). Setelah itu, sumbat karet dilepaskan dan dimasukkan 1,5 ml sodium
23
carbonat 1 mol melalui dinding tabung dan diikuti dengan penambahan 30 ml buffer cellulose assetat ke dalam tiap tabung. Pada tahapan ini, pH sampel penelitian diperhatikan sehingga pH sampel menjadi 4,5 – 4,7. Jika pH sampel lebih rendah dari angka yang ditentukan, maka ditambahkan sodium carbonat dan jika yang terjadi pH sampel lebih tinggi dari sampel penelitian maka ditambahkan asam asetat lalu tabung tersebut ditutup kembali dan diinkubasi selama 48 jam pada temperatur 500C dan diikuti dengan pengocokan halus sebanyak 4 kali (pengocokan 1 kali dalam skala waktu 12 jam). Selanjutnya, isi tabung disaring melalui gooch crussible yang sudah dikeringkan dan ditimbang sebelumnya. Tahapan yang terakhir adalah crucible yang berisi sampel penelitian ditimbang dan sudah dikeringkan. Untuk menentukan daya cerna bahan organik dilakukan dengan mengabukan sampel selama 3 jam pada suhu 5200C. Perhitungan Daya Cerna
DCBK =
DCBO =
100 − (BSG + Residu Oven – BSG Kosong ) x 100 Berat Sampel Kering Ovem 100 − (BSG + Residu Oven – BSG + Sampel Setelah Tanur ) x 100 Bera t Bahan Organik Sampel Kering
Keterangan : DCBK =
Daya Cerna Bahan Kering
DCBO =
Daya Cerna Bahan Organik
BSG
Berat Sentered Glass
=
24
Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gaspersz, 1991) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Model matematikanya yaitu: Yij = μ + τі + ԑij i = 1, 2, 3, 4, 5 j = 1, 2, 3, 4 Keterangan : Yij = Hasil pengamatan dari peubah perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j μ
= Nilai tengah umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i
ԑij
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diukur, data
yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan dianalisis secara statistik dengan bantuan software SPSS Ver. 16,0. Jika perlakuan memperlihatkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji orthogonal polinomial
(Gaspersz, 1991).
Selanjutnya menggunakan bantuan software microsoft excel 2007 untuk melihat kurva respon.
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya Cerna In Vitro Bahan Kering dan Bahan Organik Rata-rata daya cerna in vitro bahan kering dan bahan organik jerami padi yang direndam air laut dengan lama perendaman yang berbeda yang dianalisis secara statistik dengan bantuan software SPSS Ver.16,0 dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 : Rata-rata daya cerna in vitro bahan kering dan bahan organik jerami padi yang direndam dalam air laut dengan lama perendaman yang berbeda Kecernaan In Vitro (%) Perlakuan Bahan Kering (BK) Bahan Organik (BO) P0
37,30 ± 0,429a
31,89 ± 0,309a
P1
37,86 ± 0,524a
34,94 ± 0,878b
P2
38,70 ± 0,168b
37,11 ± 0,251c
P3
39,27 ± 0,697b
38,80 ± 0,963d
P4
40,74 ± 0,379c
39,96 ± 0,482e
Keterangan =
superskrip
yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05)
Berdasarkan sidik ragam pada Tabel 1, menunjukkan bahwa perendaman jerami dalam air laut berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik Rata-rata nilai kecernaan in vitro bahan kering pada tiap perlakuan adalah P0 (37,30), P1 (37,86), P2 (38,70), P3 (39,27) dan P4 (40,74). Nilai kecernaan in vitro bahan kering tertinggi pada perlakuan P4 dan terendah pada perlakuan P0. Berdasarkan perhitungan sidik ragam terlihat bahwa P0 tidak berbeda nyata
26
dengan P1 tetapi berbeda nyata (P<0,05) dengan P2, P3 dan P4 sedangkan P2 tidak berbeda dengan P3 tetapi berbeda nyata (P<0,05) dengan P0, P1 dan P4 serta P4 berbeda nyata (P<0,05) dengan P0, P1, P2 dan P3. Rata-rata nilai kecernaan in vitro bahan organik pada tiap perlakuan adalah P0 (31,89), P1 (34,94), P2 (37,11), P3 (38,80) dan P4 (39.96). Nilai kecernaan in vitro bahan organik tertinggi pada perlakuan P4 dan terendah pada perlakuan P0. Berdasarkan perhitungan sidik ragam terlihat bahwa P0 berbeda nyata (P<0,05) dengan P1, P2, P3 dan P4 begitupun yang lainnya. Bedasarkan analisis ragam perendaman jerami padi dalam air laut dengan menggunakan uji otogonal polynomial dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perendaman Jerami Padi dalam Air Laut Terhadap Kecernaan In Vitro Bahan Kering dan Bahan Organik Peluang F tabel < F hitung Sidik Ragam Bahan Kering Bahan Organik Perlakuan
< 0.01
< 0.01
Kontras 0 vs 1,2,3,4
< 0.01
< 0.01
Ortogonal Polynomial : -
Linear
< 0.01
< 0.01
-
Kuadratik
> 0.05
< 0.01
-
Kubik
> 0.05
> 0.05
-
Kuartil
> 0.05
> 0.05
Keterangan : Tidak Nyata (P>0.05), Nyata (P<0.05) dan Sangat Nyata (P<0.01).
27
Kecernaan Bahan Kering Pengaruh lama perendaman jerami padi dalam air laut terhadap kencernaan in vitro bahan kering berdasarkan analisis kurva respon dapat dilihat pada gambar 3.
Daya Cerna Bahan Kering
41.00 y = 0.273x + 37.14 R² = 0.965
40.50 40.00 39.50 39.00 38.50
Series1
38.00
Linear
37.50 37.00 36.50 0
3
6
9
12
15
Perlakuan Gambar 3. Kurva Respon Pengaruh Lama Perendaman Jerami Padi dengan Air Laut Terhadap Kecernaan In Vitro Bahan Kering Berdasarkan hasil analisis kurva respon di atas, diketahui bahwa bahan kering memberikan respon yang sifatnya linear terhadap lama perendaman jerami padi dalam air laut. Besarnya hubungan korelasi lama perendaman jerami padi dalam air laut terhadap kecernaan in vitro bahan kering yaitu 96.5%. Artinya 96.5% pengaruh lama perendaman terhadap kenaikan kecernaan in vitro bahan kering jerami padi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. Bahwa rata-rata kecernaan in vitro bahan kering mengalami peningkatan dari tiap perlakuan mulai dari P1 sampai P4.
28
Kecernaan Bahan Organik Pengaruh lama perendaman jerami padi dalam air laut terhadap kencernaan in vitro bahan organik berdasarkan analisis kurva respon dapat dilihat pada gambar 4.
Daya Cerna Bahan Organnik
45.00 40.00 35.00 y = 0.667x + 32.53 R² = 0.968
30.00 25.00 20.00
Series1
15.00
Linear
10.00 5.00 0.00 0
3
6
9
12
15
Perlakuan Gambar 4. Kurva Respon Pengaruh Lama Perendaman Jerami Padi dalam Air Laut Terhadap Kecernaan In Vitro Bahan Organik Berdasarkan hasil analisis kurva respon di atas, diketahui bahwa bahan organik memberikan respon yang sifatnya linear terhadap lama perendaman jerami padi dalam air laut. Besarnya hubungan korelasi lama perndaman jerami padi dalam air laut terhadap kecernaan in vitro bahan kering yaitu 96,8%. Artinya 96,8% pengaruh lama perendaman terhadap kenaikan kecernaan in vitro bahan kering jerami padi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. Bahwa rata-rata kecernaan in vitro bahan kering mengalami peningkatan dari tiap perlakuan mulai dari P1 sampai P4.
29
Kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik jerami padi dilakukan dengan cara meniru proses yang terjadi di dalam saluran pencernaaan ruminansia. Teknik in vitro ini dilakukan dengan penambahan enzim pepsin dan selulosa. Hal ini didukung oleh pendapat (Anonim, 2012d) bahwa teknik in vitro dapat dilakukan dengan penambahan enzim seperti enzim pepsin dan selulosa. Pepsin adalah enzim yang terdapat dalam perut yang akan mulai mencerna protein dengan memecah protein menjadi bagian–bagian yang lebih kecil. Enzim ini termasuk protease, pepsin disekresi dalam bentuk inaktif, pepsinogen, yang akan diaktifkan oleh asam lambung. Selanjutnya dijelaskan oleh Rahima (2010) bahwa selulase adalah nama bagi semua enzim yang memutuskan ikatan glikosidik beta1,4 di dalam selulosa, sedodekstrin, selobiosa dan turunan selulosa lainnya. Selulase tidak dimiliki oleh manusia, karena itu manusia tidak dapat menguraikan selulosa. Terjadinya kenaikan daya cerna in vitro bahan kering dan bahan organik jerami padi hasil perendaman dalam air laut dari hari ke-3 hingga hari ke-12 yaitu pada perlakuan P1 sampai perlakuan P4 menandakan bahwa perendaman dalam air laut merupakan salah satu cara yang dapat meningkatkan daya cerna bahan kering dan bahan organik terbukti pada perlakuan P0 lebih rendah dari perlakuan yang lainnya dan semakin lama waktu perendaman daya cerna bahan kering jerami padi semakin meningkat hal ini disebabkan oleh kandungan NaCl air laut dimana NaCl merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh ternak. Peningkatan daya cerna pada jerami padi tersebut diakibatkan oleh kandungan mineral yang dapat mempengaruhi kondisi rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat
30
Prabowo (1984) yang menyatakan bahwa meningkatnya daya cerna dengan peningkatan proporsi penambahan mineral dapat diterangkan sebagai akibat dipengaruhinya kondisi rumen sehingga degradasi unsur gizi oleh mikroba rumen juga meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun kebutuhan akan mineral sudah terpenuhi, keuntungan dari penambahan mineral masih bisa diperoleh dengan menstimulasi kecernaan unsur gizi di dalam rumen. NaCl merupakan salah satu bahan kimia yan bisa digunakan untuk meningkatkan bahan kering dan bahan organik. Penggunaan Nacl sama halnya menggunakan alkali seperti kapur dimana perlakuan penambahan air kapur dapat meningkatkan kecernaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Saadullah, dkk (1981) memperlihatkan bahwa dengan perlakuan penambahan kapur (alkali) dapat meningkatkan kecernaan bahan kering jerami padi dari 38% menjadi 49%, dan dengan penambahan 10% molasses dan urea yang mengandung 2% N, meningkatkan daya cerna jerami padi hingga 54 % dan meningkatkan konsumsi bahan kering hingga 71,3 g/kg W0.75. Selain adanya perlakuan dengan bahan kimia terjadi pula perlakuan fisik yaitu perendaman dimana perendaman ini diduga mampu merombak lapisan dinding sel seperti lignin sehingga mikroorganisme mampu mencerna selulosa dan hemiselulosa. Hal ini sesuai dengan pendapat Bulo dan Munier (2008) yang menyatakan bahwa pengolahan jerami padi secara fisik seperti dipotong-potong, digiling, direndam, direbus, dibuat pellet dan gamma irradiasi akan memecahkan
31
lapisan dinding sel seperti lignin dan memperluas permukaan partikel makanan sehingga mikroorganisme rumen dapat langsung mencerna selulosa. Dengan demikian kecepatan fermentasi akan meningkat, waktu retensi makanan akan menurun dan konsumsi pakan meningkat. Perendaman jerami padi dengan air laut selama beberapa hari memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Badurdeen et. al (1994) yang menyatakan bahwa membasahi jerami padi dengan air garam (NaCl) secara signifikan tidak mempengaruhi kecernaan atau asupan dari jerami padi.
32
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : Jerami padi yang direndam dalam air laut selama 3-12 hari menghasilkan kecenaan bahan kering dan bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi yang tidak direndam dengan air laut. Lama perendaman dari 0 sampai 12 hari memberikan respon linear pada bahan kering begitupun pada bahan organik memberikan respon linear. Kecernaan bahan kering dan bahan organik tertinggi berdasarkan kurva respon terlihat pada lama perendaman 12 hari. Saran Perendaman selama 12 hari lebih bagus digunakan karena memiliki kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik yang tinggi dibanding yang lainnya dan mengandung kadar garam sebesar 3.66%.
33
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, 2008, Pembuatan Jerami Padi Amoniasi Sebagai Sumber Pakan Ternak Potensial Di Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba, Program penerapan IPTEKS, [Kamis, 20 Oktober 2011]. Adri, 2011, Ilmu Nutrisi Terna, http://andri84.wordpress.com/category/ilmunutrisi-ternak/, [Sabtu, 22 oktober 2011]. Anggorodi, R., 1979, Ilmu Makanan Ternak Umum, Gramedia, Jakarta. Anonim,
2007, Info Kandungan Umum Air Laut, http://gadang-ebookformaterialscience.blogspot.com/2007/12/info-kandunganumum-air-laut.html, [Sabtu, 22 Oktober 2011]. , 2011a, Air Laut, http://id.wikipedia.org/wiki/Air_laut. [Kamis, 20 Oktober 2011]. , 2011b, Kebutuhan Garam pada Ternak, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25180/4/Chapter%20I I.pdf, [Sabtu, 22 Oktober 2011]. , 2011c, In Vitro, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16340/4/Chapter%20I I, [ 3 Desember 2011]. , 2011d, Enzim, www.cyberwoman_health.com . [4 Maret 2012].
Awaluddin, 2010, Sistem Integrasi Padi-Ternak, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan, Makassar, [Kamis, 20 Oktober 2011]. Badurdeen, et.al., 1994, Methods to Improve Utilization of Rice Straw I. Effects of Moistening, Sodium Chloride and Choping on Intake and Digestibility, Departement of Animal Science Universitas of Peradeniya, Sri Lanka, [Minggu, 4 maret 2012]. Bulo, D. dan Munier, F., 2008, Petunjuk Teknis Teknologi Pendukung Pengembangan Agribisnis Di Desa P4mi (Pengolahan Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak), Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sulawesi Tengah. [Kamis, 20 Oktober 2011]. Febriana, D. dan Liana, M., 2008, Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ruminansia pada Peternak Rakyat Di Kecamatan Rengat Barat 34
Kabupaten Indragiri Hulu, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru, [Kamis, 20 Oktober 2011]. Gasperz, V., 1991, Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik dan Biologi, CV. Armico, Bandung. Goto, I. and Minson, 1977, Prediction of the Dry matter digestibility of tropical grasses using a pepsi-cellulase assay, Anin. feed sci. technol.,2:247253 Hanafi, N.D., 2008, Teknologi Pengawetan Pakan Ternak, Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan, [Kamis, 20 Oktober 2011]. Ismail,
R., 2011, Kecernaan In vitro, http://rismanismail2.wordpress.com/2011/05/22/nilai-kecernaan-part4/#more-310, [Kamis, 20 Oktober 2011].
Komar, A., 1984, Teknologi Pengolahan Jerami Padi Sebagai Makanan Ternak, Yayasan Dia Grahita, Jakarta. Muis, A., Khariani, C., Sukarjo, Rahardjo, Y.P., 2008, Petunjuk Teknis Teknologi Pendukung Pengembangan Agribisnis di Desa P4MI, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Sulawesi Tengah, [Kamis, 20 Oktober 2011]. Murni, Suparjo, dan Akmal. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi Natalia, H., Nista, D. dan Taufik, A., 2007, Teknologi Pengolahan Pakan (Ummb, Fermentasi Jerami, Amoniasi Jerami, Silage, Hay), Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Sembawa. [Kamis, 20 Oktober 2011]. Parakkasi, A., 1986, Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Prabowo, 1984, Komsumsi dan Daya Cerna Rumput Gajah Oleh Domba pada Berbagai Tingkat Penambahan Mineral, SR-CRSP/Balai Penelitian Ternak P.O. Box 210, Bogor. Rahima, D., 2010, Optimasi Produksi Enzim Selulase untuk Hidrolisis Jerami Padi. Kementerian Kesehatan R..I. Politeknik
35
Kesehatan Kemenkes., Jurusan Gizi, Palangka Raya, http://www.scribd.com/doc/55253242/enzim-selulase, [Minggu, 4 maret 2012]. Saadullah, M., Haque and F., Dolberq, 1981. Treatment of Rice Straw With Lime, Departement of General Animal Science, Bangladesh Agricultur University Mymrnsingh, Bangladesh, [Minggu, 4 maret 2012]. Shiddieqy,
M.I., 2005, Pakan Ternak http://www.Pikiranrakyat/Pengolahan jerami November 2011].
Jerami Olahan, padi, Diakses [17
Siroychery,
2011, Evaluasi Degradasi Pakan di Dalam Rumen, http://siroychery.blogspot.com/2011/03/pengaruh-fraksi-pelepahsawit-sebagai.html, Diakses [10 November 2011].
Sitorus, T.F., 2002, Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Padi dengan Fermentasi Ragi Isi Rumen, Program Studi Magister Ilmu Ternak Program Pasca Sarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang, [Kamis, 20 Oktober 2011]. Soetanto, H., 2002, Kebutuhan Gizi Ternak Ruminansia Menurut Stadia Fisiologisnya, Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang. Syamsu, J.A., 2006, Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia Di Sulawesi Selatan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor, [Kamis, 20 Oktober 2011]. Tangdilintin, F. K., 1992, Estimasi Daya Cerna Makanan pada Ternak Ruminansia dengan Metode In vitro, BIPP. Vol 1 (3) : 37 – 53. Tillman, A.D., Hartadi, H., Reksohadiprodjo, S., Prawirokusumo, S dan Lebdosoekojo, S., 1998, Ilmu Makanan Ternak Dasar, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Yunilas, 2009, Bioteknologi Jerami Padi Melalui Fermentasi Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia, Departemen Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Sumatera Utara. Medan, [Kamis, 20 Oktober 2011]. Zain, M., Jamarun, N. dan Nurhaita, 2008, Optimalisasi Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai Pakan Ternak Sapi, http://epetani.deptan.go.id/budidaya/optimalisasi-pemanfaatan-jeramipadi-sebagai-pakan-ternak-sapi-1601, [Kamis, 20 Oktober 2011].
36
Lampiran 1. Daya Cerna Bahan Kering
Descriptives
Perlakuan
N
Mean
Std. Deviation
P0
4
37.2950
0.42852
P1
4
37.8600
0.52428
P2
4
38.7025
0.16840
P3
4
39.2650
0.69668
P4
4
40.7350
0.37864
Total
20
38.7715
1.29381
ANOVA
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig
Between Groups
28.458
4
7.115
31.887
.000
Within Groups
3.347
15
0.223
Total
31.805
19
37
Multiple Comparisons
(I) (J) Perlak Perlak uan uan LSD
P0
P2
P3
Sig.
Lower Bound Upper Bound
-.56500
.33400
.111
-1.2769
.1469
P2
-1.40750*
.33400
.001
-2.1194
-.6956
P3
*
.33400
.000
-2.6819
-1.2581
*
.33400
.000
-4.1519
-2.7281
P0
.56500
.33400
.111
-.1469
1.2769
P2
*
.33400
.023
-1.5544
-.1306
P3
-1.40500
*
.33400
.001
-2.1169
-.6931
P4
-2.87500*
.33400
.000
-3.5869
-2.1631
P0
1.40750*
.33400
.001
.6956
2.1194
P1
.84250
*
.33400
.023
.1306
1.5544
P3
-.56250
.33400
.113
-1.2744
.1494
P4
-2.03250*
.33400
.000
-2.7444
-1.3206
P0
*
.33400
.000
1.2581
2.6819
*
.33400
.001
.6931
2.1169
P2
.56250
.33400
.113
-.1494
1.2744
P4
*
.33400
.001
-2.1819
-.7581
P0
3.44000
*
.33400
.000
2.7281
4.1519
P1
2.87500*
.33400
.000
2.1631
3.5869
P2
*
.33400
.000
1.3206
2.7444
.001
.7581
2.1819
P1
P4
95% Confidence Interval
P1
P4 P1
Mean Difference (IJ) Std. Error
-1.97000 -3.44000 -.84250
1.97000 1.40500 -1.47000
2.03250
*
P3 1.47000 .33400 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
38
Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam Daya Cerna In Vitro Bahan Kering Jerami Padi yang direndam air garam dengan perendaman yang berbeda Ulangan 1 2 3 4 Total (Yi) Rata-Rata
P0 36.99 37.77 37.54 36.88 149.18 37.30
Perlakuan P2 38.69 38.90 38.49 38.73 154.81 38.70
P1 37.91 38.34 38.07 37.12 151.44 37.86
P3 39.46 38.26 39.87 39.47 157.06 39.27
P4 40.22 40.89 41.11 40.72 162.94 40.74
DERAJAT BEBAS (DB) Db Total Db Perlakuan Db Galat
: Total Pengamatan – 1 : Total Perlakuan – 1 : Db Total – Db Perlakuan
: 20 – 1 : 5–1 : 19 – 4
= 19 = 4 = 15
FAKTOR KOREKSI (FK) FK =
(Ʃt=1Yij)2 rxt
(775.43)2 =
= 30064.58
20
JUMLAH KUADRAT Jk Total Yij2 – FK JKT = Ʃ ij JKT = (36.99)2 + (37.77)2 + ………. + (40.72)2 – 30064.58 JKT = 30096.36 – 30064.58 JKT = 31.80 Jk Perlakuan Yi2 + ….. + Yj2 - FK r (149.18)2 + ….. + (162.94)2 JKP = 4 JKP =
JKP = 30093.04 – 30064.58 = 28.46 JK Galat JKG = JKT – JKP JKG = 31.80 – 28.46 = 3.35 39
- 30064.58
Total (Yij)
775.43
KUADRAT TENGAH KT Perlakuan KTP =
JKP t-1
=
28.46 4
= 7.11
JK Galat t(r – 1)
=
3.35 15
= 0.22
KT Galat KTP = F. HITUNG F. Hitung = =
KT Perlakuan KT Galat 7.11 0.22
= 31.89
ANOVA F.Tabel SK
DB
JK
KT
Perlakuan
4
28.46
7.12
Galat
15
3.35
0.22
Total
19
31.80
F.Hitung
31.86
40
0.05
0.01
3.06
4.89
UJI ORTOGONAL POLINOMIAL Kontras P0 Vs P1, P2, P3, P4 Koefisien P0 -4
P0 Vs P1……P4
P1 1
P2 1
P3 1
P4 1
{-4(ƩP0) + 1(ƩP1) + 1(ƩP2) + 1(ƩP3) + 1(ƩP4)}2 JK
=
r {(-4)2 + (1)2 + (1)2 + (1)2 + (1)2 {-4(149.18) + 1(151.44) + 1(154.81) + 1(157.06) + 1(162.94)}2
JK
=
4 {16 + 1 + 1 + 1 + 1} {-596.72 + 151.44 + 154.81 + 157.06 + 162.94}2
JK
=
4 {20} 2
{29.53} JK
=
JK
= 10.90
80
Koefisien Ortogonal Polinomial Koefisien Ortogonal Polinomial Derajat Polinomial T1 T2 T3 T4
ƩTi2 T5
Linear
-2
-1
0
1
2
10
Kuadratik
2
-1
-2
-1
2
14
Kubik
-1
2
0
-2
1
10
Kuartik
1
-4
6
-4
1
70
149.18
151.44
154.81
157.06
162.94
Total Perlakuan
41
Jumlah kuadrat untuk masing-masing komponen respon JK linear
{-2(149.18) + (-1)(151.44) + 0(154.81) + 1(157.06) + 2(162.94)}2
=
4(10) {(-298.36) + (-151.44) + 0 + (157.06) + (325.88)}2 =
40
{33.14}2 =
40
=
27.46 {2(149.18)+(-1)(151.44)+(-2)(154.81)+(-1)(157.06)+2(162.94)}2
JK Kuadratik =
=
4(14) {(298.36) + (-151.44) + (-309.62) + (-157.06) + (325.88)}2 56
{6.12}2 = =
56 0.67
{-1(149.18) + (2)(151.44) + 0(154.81) + (-2)(157.06) + 1(162.94)}2 JK Kubik =
=
4(10) {(-149.18) + (302.88) + 0 + (-314.12) + (162.94)}2 40
{2.52}2 = =
40 0.16 {1(149.18) + (-4)(151.44) + 6(154.81) + -4(157.06) + 1(162.94)}2
JK Kuartik =
4(70) {(149.18) + (-605.76) + (928.86) + (-628.24) + (162.94)}2
= =
{6.98}2 280
280 = 0.17
42
Analisis Sidik Ragam
F-Tabel SK
DB
JK
KT
F-Hitung 0.05
0.01
Perlakuan
4
28.46
7.12
31.86
3.06
4.89
Kontras P0 Vs P1….P4
4
10.90
2.73
12.41
3.06
4.89
Linier
1
27.46
27.46
122.94
4.54
8.68
Kuadratik
1
0.67
0.67
2.99
4.54
8.68
Kubik
1
0.16
0.16
0.71
4.54
8.68
Kuartik
1
0.17
0.17
0.78
4.54
8.68
Galat
15
3.35
0.22
Total
19
31.80
Ortogonal Polynomial :
43
Lampiran 3. Daya Cerna Bahan Organik
Descriptives Perlakuan
N
Mean
Std. Deviation
P0 P1 P2 P3 P4 Total
4 4 4 4 4 20
31.8850 34.9400 37.1075 38.8000 39.9600 36.5385
0.30925 0.87776 0.25131 0.96264 0.48194 3.00600
ANOVA
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
165.420 6.265 171.685
4 15 19
41.355 .418
99.021
.000
44
Multiple Comparisons
(I) (J) Mean Perlak Perlak Difference (I- Std. Error uan uan J)
Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
P1
-3.05500*
.45697
.000
-4.0290
-2.0810
P2
*
.45697
.000
-6.1965
-4.2485
P3
-6.91500
*
.45697
.000
-7.8890
-5.9410
P4
-8.07500*
.45697
.000
-9.0490
-7.1010
P0
3.05500*
.45697
.000
2.0810
4.0290
P2
*
.45697
.000
-3.1415
-1.1935
P3
-3.86000
*
.45697
.000
-4.8340
-2.8860
P4
-5.02000*
.45697
.000
-5.9940
-4.0460
P0
*
.45697
.000
4.2485
6.1965
P1
2.16750
*
.45697
.000
1.1935
3.1415
P3
-1.69250*
.45697
.002
-2.6665
-.7185
P4
-2.85250
*
.45697
.000
-3.8265
-1.8785
P0
6.91500
*
.45697
.000
5.9410
7.8890
P1
3.86000*
.45697
.000
2.8860
4.8340
P2
1.69250*
.45697
.002
.7185
2.6665
P4
-1.16000
*
.45697
.023
-2.1340
-.1860
P0
8.07500
*
.45697
.000
7.1010
9.0490
P1
5.02000*
.45697
.000
4.0460
5.9940
P2
*
.45697
.000
1.8785
3.8265
P3 1.16000 .45697 .023 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.1860
2.1340
LSD P0
P1
P2
P3
P4
-5.22250
-2.16750
5.22250
2.85250
*
45
Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Daya Cerna In Vitro Bahan Kering Jerami Padi yang direndam air garam dengan perendaman yang berbeda Ulangan 1 2 3 4 Total (Yi) Rata-Rata
P0 31.56 32.30 31.89 31.79 127.54 31.89
P1 35.07 33.92 36.04 34.73 139.76 34.94
Perlakuan P2 37.26 37.32 36.76 37.09 148.43 37.11
P3 38.38 40.24 38.36 38.22 155.20 38.80
P4 39.26 40.08 40.36 40.14 159.84 39.96
DERAJAT BEBAS (DB) Db Total Db Perlakuan Db Galat
: Total Pengamatan – 1 : Total Perlakuan – 1 : Db Total – Db Perlakuan
: 20 – 1 : 5–1 : 19 – 4
= 19 = 4 = 15
FAKTOR KOREKSI (FK) 2 FK = (Ʃt=1Yij) rxt
=
(730.77)2
= 26701.24
20
JUMLAH KUADRAT Jk Total 2 JKT = Ʃ Yij – FK ij
JKT = (31.56)2 + (32.30)2 + ………. + (40.14)2 – 30064.58 JKT = 26872.92 – 26701.24 JKT = 171.68 Jk Perlakuan Yi2 + ….. + Yj2 JKP = - FK r 2 (127.54) + ….. + (159.84)2 JKP = - 26701.24 4 JKP = 26866.66 – 26701.24 = 165.42 JK Galat JKG = JKT – JKP JKG = 171.68 – 165.42 = 6.26
46
Total (Yij)
730.77
KUADRAT TENGAH KT Perlakuan KTP =
JKP t-1
=
165.42 4
= 41.36
JK Galat t(r – 1)
=
6.26 15
= 0.42
KT Galat KTP = F. HITUNG F. Hitung = =
KT Perlakuan KT Galat 41.36 0.42
= 99.02
ANOVA F.Tabel SK
DB
JK
KT
F.Hitung
Perlakuan
4
165.42
41.36
Galat
15
6.26
0.42
Total
19
171.68
47
99.02
0.05
0.01
3.06
4.89
UJI ORTOGONAL POLINOMIAL Kontras P0 Vs P1, P2, P3, P4 Koefisien P0 P0 Vs P1……P4
P1 -4
P2 1
P3 1
1
P4 1
{-4(ƩP0) + 1(ƩP1) + 1(ƩP2) + 1(ƩP3) + 1(ƩP4)}2 JK
=
r {(-4)2 + (1)2 + (1)2 + (1)2 + (1)2 {-4(127.54) + 1(139.76) + 1(148.43) + 1(155.20) + 1(159.84)}2
JK
=
4 {16 + 1 + 1 + 1 + 1} {-518.16 + 139.76 + 140.43 + 155.20 + 159.84}2
JK
=
4 {20}
{93.07}2 JK
=
JK
= 108.28
80
Koefisien Ortogonal Polinomial Koefisien Ortogonal Polinomial
Derajat
ƩTi2 Polinomial
T1
T2
T3
T4
T5
Linear
-2
-1
0
1
2
10
Kuadratik
2
-1
-2
-1
2
14
Kubik
-1
2
0
-2
1
10
Kuartik
1
-4
6
-4
1
70
127.54
139.76
148.43
155.20
159.84
Total Perlakuan
48
Jumlah kuadrat untuk masing-masing komponen respon JK linear
{-2(127.54) + (-1)(139.76) + 0(148.43) + 1(155.20) + 2(159.84)}2
=
4(10) {(-255.08) + (-139.76) + 0 + (155.20) + (319.68)}2
=
40 2
{80.04} =
40
=
160.16
JK Kuadratik =
= =
{2(127.54)+(-1)(139.76)+(-2)(148.43)+(-1)(155.20)+2(159.84)}2 4(14) {(255.08) + (-139.76) + (-296.86) + (-155.20) + (319.68)}2 56
{-17.06}2
56 = 5.20 {-1(127.54) + (2)(139.76) + 0(148.43) + (-2)(155.20) + 1(159.84)}2 JK Kubik =
4(10) {(-127.54) + (279.52) + 0 + (-310.40) + (159.84)}2
=
40
{1.42}2 = =
40 0.05 {1(127.54) + (-4)(139.76) + 6(148.43) + -4(155.20) + 1(159.84)}2
JK Kuartik =
4(70) {(127.54) + (-559.04) + (890.88) + (-620.80) + (159.84)}2
=
280
{-1.88}2 =
280
= 0.01
49
Analisis Sidik Ragam F-Tabel SK
DB
JK
KT
F-Hitung 0.05
0.01
Perlakuan
4
165.42
41.36
99.02
3.06
4.89
Kontras P0 Vs P1….P4
4
108.28
27.07
64.45
3.06
4.89
Linier
1
160.16
160.16
383.77
4.54
8.68
Kuadratik
1
5.20
5.20
12.45
4.54
8.68
Kubik
1
0.05
0.05
0.12
4.54
8.68
Kuartik
1
0.01
0.01
0.03
4.54
8.68
Galat
15
6.26
0.42
Total
19
171.68
Ortogonal Polynomial
50
HASIL ANALISA BAHAN
51
52
FOTO – FOTO KEGIATAN
Alat bal dan komperssor
Jerami setelah dibal
53
Jerami padi direndam dengan air laut
Jerami padi ditiriskan
54
Penimbangan
Alat penggilingan
55
Setelah penggilingan
Pengambilan sampel
56
RIWAYAT HIDUP
HUSNAENI. Lahir pada tanggal 26 Februari 1990 di Sinjai. Penulis adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan suami istri Jakki dan Hasna. Penulis mulai menempuh pendidikan formal pada Sekolah Dasar di SDN 177 Topisi desa Mattunreng Tellue Kecamatan Sinjai Tengah Kabupaten Sinjai pada tahun 1996 dan tamat tahun 2002. Melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SLTP Negeri 2 Bulupoddo Kabupaten Sinjai tahun 2002 dan lulus tahun 2005. Di tahun yang sama penulis masuk pada Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bulupoddo Kabupaten Sinjai dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima di Universitas Hasanuddin melalui jalur SNMPTN sebagai mahasiswa program Strata 1 (S-1) pada Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
57