BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1.
Supply Chain Management (SCM) Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama
bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir (dalam hal ini konsumen). Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau pengecer, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Pada suatu supply chain biasanya ada tiga macam aliran yang harus dikelola, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau retailer, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang dapat terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya.
7 Informasi tentang persediaan produk yang masih ada di masing-masing supermarket sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang akan menerima. Perusahaan pengapalan harus membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan dapat memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat. Finansial : invoice, temp pembayaran Material : bahan baku, komponen, produk jadi Informasi : kapasitas, status pengiriman, quotation Supplier
Supplier
Tier 2
Tier 1
Manufacturer
Distributor
Ritel / Toko
Finansial
: pembayaran
Material
: retur, recycle, repair
Informasi
: order, ramalan, RFQ / RFP
Gambar 2.1. Simplifikasi Model Supply Chain dan Tiga Macam Aliran yang Dikelola
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.2, supply chain management adalah serangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan supplier secara efisien, manufaktur, gudang dan toko-toko, sehingga barang-barang dapat diproduksi dan didistribusikan dengan jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat, dan waktu yang tepat juga, dengan maksud menimimalkan keseluruhan sistem. Jadi supply chain management
8 tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Kolaborasi dan koordinasi antar perusahaan dibutuhkan karena perusahaan-perusahaan berada pada suatu supply chain yang pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama, mereka harus bekerjasama untuk membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Berdasarkan pendapat Turban, Rainer, Porter (2004, p321), terdapat tiga macam komponen dalam supply chain, yaitu : 1.
Rantai Persediaan Hulu (Upstream Supply Chain) Bagian hulu (upstream) dari supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (dapat berupa manufaktur, assembler, dan atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada para penyalur mereka (penyalur second-tier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya : bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam rantai persediaan hulu (upstream supply chain), aktivitas yang utama adalah pengadaan.
2.
Manajemen Rantai Persediaan Internal (Internal Supply Chain Management) Bagian internal dari supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari hilir ke hulu. Di dalam manajemen rantai persediaan internal, perhatian utamanya antara lain: produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
3.
Rantai Persediaan Hilir (Downstream Supply Chain)
9 Hilir (downstream) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam rantai persediaan hilir, perhatian utamanya diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan pelayanan.
Gambar 2.2. Aliran Barang dan Informasi dalam Supply chain
2.2.
Supply Chain Management dan Logistics Management Menurut perkembangan logistik tradisional, biasanya terbatas pada satu
perusahaan atau organisasi dalam upaya mengkoordinasikan semua kegiatan yang diperlukan dalam pengiriman produk ke pasar. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi pengadaan (procurement), ditribusi (distribution), pemeliharaan (maintenance) dan manajemen (management), seperti yang terlihat pada Tabel 2.1. Berikut penjelasan terperinci mengenai persamaan antara supply chain management dengan logistics management :
Keduanya menyangkut pengelolaan arus barang atau jasa.
Keduanya
menyangkut
pengelolaan
mengenai
pembelian,
pergerakan,
penyimpanan, pengangkutan, administrasi dan penyaluran barang.
Keduanya menyangkut usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan barang.
10 Disamping persamaan-persamaan tersebut, ada beberapa perbedaan mendasar diantara keduanya, antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
Tabel 2.1.
Perbedaan Mendasar Manajemen Logistik dan Manajemen Rantai Persediaan
MANAJEMEN LOGISTIK
MANAJEMEN RANTAI PERSEDIAAN
(Logistics Management)
(Supply chain Management)
Mengutamakan pengelolaan, termasuk arus Mengutamakan arus barang antar perusahaan, barang dalam perusahaan.
dari paling hulu sampai paling hilir.
Berorientasi pada perencanaan dan kerangka Atas dasar kerangka kerja ini, mengusahakan kerja yang menghasilkan rencana tunggal arus hubungan dan koordinasi antar proses dari barang dan informasi diseluruh perusahaan.
perusahaan-perusahaan lain dalam business pipelines, mulai dari supplier sampai kepada pelanggan.
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.3, manajemen logistik secara umum dapat didefinisikan sebagai berikut : Manajemen logistik sebagai proses yang secara strategik mengatur pengadaan bahan (procurement), perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen dan penyimpangan barang jadi (dan informasi terkait) melalui organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara tertentu sehingga keuntungan dapat dimaksimalkan baik untuk jangka waktu sekarang maupun waktu mendatang melalui pemenuhan pesanan dengan biaya yang efektif (Martin Christopher, 1998). Sedangkan definisi manajemen rantai persediaan itu sendiri kurang lebih sebagai berikut : Supply chain management adalah jaringan organisasi yang melibatkan hubungan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas yang berbeda
11 yang memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan (Martin Christopher, 1998). Karena itu, seperti dijelaskan dan digambarkan sebelumnya, maka pada hakikatnya suatu supply chain adalah juga suatu jaringan. Maka, dalam mengembangkan ide ini, supply chain juga dapat didefinisikan sebagai berikut : Supply chain is a network of connected and interdependent organization mutually and cooperatively working together to control, manage and improve the flow of materials and information from suppliers to end user (J. Aitken).
12
Gambar 2.3. Logistics Management (Sumber: The International Center for Competitive Excellence, University of North Florida)
13 2.2.1.
Area Utama pada Supply Chain Berdasarkan pendapat Hugos (Essential of SCM,2003), terdapat banyak
kegiatan umum di sepanjang supply chain. Kegiatan umum ini memungkinkan untuk menhasilkan model dasar yang memungkinkan berbagai jenis supply chain untuk memuaskan tuntutan pasar yang unik dan memenangkannya, hal ini seperti terlihat pada Gambar 2.4. Model dasar ini meliputi pengambilan keputusan berikut daerah-daerah dimana semua unsur dalam supply chain harus membuat keputusan secara individu atau bersama-sama: 1.
Production Tujuannya adalah menghasilkan apa keinginan pasar, pada waktu yang tepat dengan dengan volume produksi yang cukup. Untuk mencapai tujuan, perlu dipertimbangkan keterbatasan yang sesuai seperti kapasitas dan tingkat kualitas yang diinginkan serta memperhitungkan fungsi-fungsi penting lainnya seperti kapasitas beban kerja, pemeliharaan peralatan, dan sebagainya.
2.
Inventory Apa saja level persediaan dari berbagai SKU harus ditebar dalam berbagai tahap di seluruh supply chain? Tingkat persediaan bertindak sebagai buffer dan mengamankan bisnis dari fluktuasi permintaan.
3.
Location Merupakan sepanjang supply chain yang akan menjadi berbagai macam fasilitas. Mengenai pengambilan keputusan penting lainnya akan menjadi lokasi yang
14 optimal untuk berbagai fasilitas, gudang, dan penyimpanan. Keputusan lainnya terkait tentang mendirikan fasilitas baru. 4.
Transportasi Kebutuhan untuk memindahkan inventori dari satu titik ke titik yang lain di seluruh supply chain merupakan salah satu fungsi penting dalam manajemen supply chain yang membutuhkan isu penting lainnya dalam pengambilan keputusan. Pertanyaannya adalah bagaimana barang harus dipindahkan dan jenis transportasi apa yang harus dipilih? Jawabannya dapat berbeda-beda untuk berbagai jenis produk, dan juga jenis pasar (yang terseleksi secara geografis dan berbeda menurut perlengkapan infrastuktur).
5.
Informasi Bagian ini lebih menekankan pada pengambilan keputusan tentang kebutuhkan level dalam pengumpulan data dan pembagian data. Terdapat hal-hal yang baik dalam pembuatan pembagian informasi tetapi juga menghasilkan banyak resiko terkait. Hal ini juga berlaku mengenai pengumpulan data, database yang besar yang mengarah kepada pembuatan keputusan yang lebih tepat tetapi juga dapat menjadi mahal.
15
Gambar 2.4. Lima Faktor Kendali Supply Chain
2.2.2.
Tujuan Supply Chain Management Manajemen rantai pasok bertanggung jawab dalam penyediaan aliran material
dengan kecepatan tinggi dan informasi yang relevan yang membuat supply chain transparan dan efisien untuk menghasilkan produk atau jasa tanpa ada interupsi dan tentu saja pada waktu yang tepat. Di sisi lain, berbagai jenis fluktuasi permintaan mengacaukan proses bisnis yang membuat kekacauan untuk pelaksanaan SCM. Untuk membuat supply chain yang efisien sebagai tujuan utama, SCM bertanggung jawab untuk mengurangi total biaya supply chain. Sebagai biaya holistik dapat menjadi komposisi unsur-unsur berikut :
Biaya akuisisi dan bahan baku
16
Biaya investasi fasilitas
Biaya produksi langsung dan tidak langsung
Biaya distribusi pusat langsung dan tidak langsung
2.2.3.
Ketidakpastian dalam Supply Chain Management Salah satu isu penting yang berdampak pada efektifitas dalam supply chain
adalah ketidakpastian. Ketidakpastian dapat muncul di kedua sisi permintaan dan pemesanan, dan sebagai akibatnya mempengaruhi fungsi produksi dari kedua belah pihak. Pada Gambar 2.5 (supply chain complexity triangle) memberikan penjelasan untuk tentang kesetimbangan perilaku dan memberikan wawasan dalam supply chain. Ketidapastian dalam supply chain maka dapat digambarkan dalam tiga interaksi dengan efek bebas. Efek ini sangat memperkuat ketidakpastian dalam sistem supply chain. Efek ini disebut dengan amplifikasi permintaan (demand amplification), interaksi paralel (parralel interaction), dan kekacauan deterministik (deterministic chaos). Gambar 2.5 menggambarkan efek ketiganya beserta interaksinya.
17
Gambar 2.5. Supply Chain Complexity Triangle
Interaksi paralel (parralel interaction) : disini menekankan pada interaksi yang terjadi antara perusahaan-perusahaan dan aktor-aktor yang bertindak dalam tingkat eselon yang sama. Misalnya supplier tidak hanya mempengaruhi aktivitas pelanggan tetapi identik dengan supplier lain.
2.2.4.
Kekacauan Deterministik dalam Supply Chain Berdasarkan pendapat Kaplan dan Glass (1995, p. 27) serta Abarbanel (1996,
p. 15), kekacauan didefinisikan hal yang tidak periodik (aperiodic), melompat dinamika (bounded) dalam sistem deterministik dengan ketergantungan sensitivitas (sensitivity dependence) pada kondisi awal, dan memiliki struktur dalam fase ruang. Istilah-istilah tersebut diatas didefinisikan sebagai berikut :
Aperiodic : keadaan yang sama, situasi atau kegiatan tidak pernah di ulang dua kali.
18
Bounded : melalui pengulangan keadaan tetap terbatas dan tidak dapat mengadopsi nilai yang tidak terbatas.
Deterministic : kondisi ini termasuk sifat acak dari definisi tersebut, yang berdampak pada lingkungan dinamis.
Sensitivity dependence to initial condition : dua point yang berdekatan yang menemukan jarak sebagai proses waktu
Structure in phase space: Sistem non-linier digambarkan dengan cara vektor multidimensional. Ruang dimana vektor ini terletak disebut dengan ruang fase (phase space). Berdasarkan pendapat (Albabel, 1996), dimensi ruang fase merupakan integer. Para ilmuwan dan peneliti memperhatikan bahwa sistem yang kacau memperlihatkan pola yang jelas dan berbeda. Stacey (1993a, p.228) menekankan hal ini dengan mendefinisikan kekacauan sebagai pola (perilaku acak).
2.2.5.
Kekacauan Dihasilkan dari Pengambilan Keputusan dalam Supply Chain Beer game adalah nama untuk sebuah permainan manajemen yang telah
berkembang sekitar tiga dekade yang lalu untuk menggambarkan perilaku dinamis dalam supply chain. Meskipun permainan terjadi dalam sistem bisnis yang sangat sederhana, hal ini menunjukkan bagaimana putaran umpan balik antara mitra bisnis yang berbeda membawa komplektisitas ke dalam supply chain. Permainan ini biasanya dilakukan dengan empat tim yang masing-masingnya bertindak sebagai mitra usaha mandiri, yang biasanya adalah pengecer, grosir, distributor dan pabrik.
19 2.3.
Bullwhip effect Bullwhip effect adalah pembesaran fluktuasi permintaan, bukan pembesaran
permintaan. Bullwhip effect jelas pada supply chain ketika permintaan meningkat atau menurun. Efeknya adalah bahwa peningkatan atau penurunan berlebihan pada supply chain. Inti dari bullwhip effect adalah pemesan kepada supplier cenderung memiliki varians yang lebih besar daripada penjualan ke pembeli. Semakin mengikat di dalam supply chain, menjadi lebih kompleks masalah tersebut.
2.3.1.
Definisi Bullwhip effect Definisi berdasarkan pendapat Chen et al. dan Le et al. “Bullwhip effect menunjukkan bahwa suatu variasi permintaan meningkat sebagai salah satu pergerakan dalam supply chain”. “Fenomena dimana pemesan ke supplier cenderung untuk memiliki varians yang lebih besar dibandingkan penjual ke pembeli (seperti demand distortion) dan distorsi mempropagasikan hulu dalam bentuk amplifikasi”
2.3.2.
Penyebab Bullwhip effect Ada banyak yang menjadi sebab dari bullwhip effect. Lee at al (1997)
mengidentifikasi adanya empat penyebab utama dari bullwhip effect yaitu pembaharuan ramalan permintaan (demands forecast updating), order batching, fluktuasi harga, dan rationing & shortage gaming.
20 2.3.2.1. Demand Forecast Updating (Forrester effect) Peramalan permintaan dilakukan oleh hampir setiap perusahaan karena tidak ada perusahaan yang dapat mengetahui dengan pasti berapa produk yang akan diminta oleh pelanggan pada suatu periode tertentu. Ramalan yang ini diperlukan untuk membuat keputusan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Tingkat akurasi ramalan biasanya semakin
meningkat mendekati periode yang diramalkan
dikarenakan informasi seperti order dari pelanggan, situasi pasar, dan sebagainya menjadi semakin jelas. Untuk mengakomodasikan informasi dan pengetahuan terbaru ke dalam ramalan, setiap saat perusahaan harus melakukan pembaharuan terhadap ramalan tersebut. Ketika pengecer memesan ke pusat distribusi, ukuran pesanan ditentukan berdasarkan ramalan tersebut. Apabila perusahaan menggunakan kebijakan persediaan reorder point atau order-up-to level (ada batas persediaan maksimum dan minimum), parameter-parameter persediaan seperti pengamanan terhadap persediaan, inventory maximum, reorder point dan sebagainya juga berubah dengan adanya pembaharuan ramalan permintaan. Model ramalan yang digunakan juga dapat berpengaruh terhadap intensitas bullwhip effect. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Chen at al. (1998), menunjukkan bahwa untuk permintaan yang bersifat acak dengan distribusi yang identik (independent identically distributed), bullwhip effect dapat lebih besar jika pengecer menggunakan model peramalan exponential smoothing dibandingkan dengan moving average. Mereka juga mengemukakan bahwa ramalan yang lebih halus dapat mengurangi bullwhip effect. Jadi, kalau misalnya perusahaan menggunakan model peramalan exponential smoothing,
21 koefisien alpha yang lebih kecil (yang berarti bahwa permintaan terkini diberikan bobot yang kecil) dapat mengurangi bullwhip effect.
2.3.2.2. Order Batching (Burbidge Effect) Order batching diperlukan karena proses produksi dan pengiriman produk tidak akan ekonomis dapat dilakukan dalam ukuran kecil. Dengan contoh, pengecer yang menjual rata-rata enam unit suatu produk tertentu tidak akan memesan tiap hari dengan rata-rata enam unit ke pusat distribusi.
2.3.2.3. Fluktuasi Harga (Price Fluktuation) Pada perusahaan, dapat dilihat dalam berbagai macam diskon, seperti: diskon harga, diskon jumlah, kupon atau spesial promosi untuk produk-produk tertentu. Pastilah customer akan membeli lebih banyak dari ukuran pesanan normal. Fenomena seperti ini sangat banyak terjadi. Pengecer atau toko melakukan forward buying (membeli lebih awal) sebagai tanggapan terhadap penurunan harga yang bersifat sementara. Reaksi dari toko–toko dan pengecer ini sering kali mengakibatkan volume penjualan meningkat bahkan tidak jarang melebihi prediksi pusat distribusi. Akibatnya pusat distribusi akan memesan dengan jumlah yang lebih besar ke pabrik. Pabrik merespon kebutuhan ini dengan meningkatkan aktivitas produksi, dapat dengan lembur atau dengan memesan ke sub kontraktor. Pabrik dapat saja tidak memiliki cukup bahan baku untuk mengantisipasi kenaikan secara tiba-tiba ini dan mereka memesan tambahan ke supplier.
22 Apa yang terjadi? Pada saat material akan dikirim dari supplier ke pabrik, penuruan harga sudah berakhir dan pengecer maupun toko-toko sekarang memiliki stok yang cukup banyak. Mereka tidak akan memesan lagi dalam waktu dua sampai tiga bulan karena permintaan konsumen akhir sebenarnya tidak berubah. Pabrik yang sudah melakukan lembur dan supplier yang sudah mengirim bahan baku dengan biaya extra sekarang tidak akan menerima pesanan selama dua atau tiga bulan. Akibatnya stok menumpuk dan ongkos-ongkos produksi meningkat akibat lembur maupun pengiriman cepat.
2.3.2.4. Rationing & Shortage Gaming (Houlihan effect) Seperti yang terlihat pada Gambar 2.6, efek ini dipercaya terkait dengan strategi pemesanan si konsumen ketika diprediksikan akan terjadi kekurangan stok. Jika terjadi kekurangan produk, hal ini mengarah pada pemesanan sejak kosumen ingin tetap berada pada sisi yang aman dan mengamankan diri dari kekurangan yang akan datang. Sesuai dengan distorsi permintaan dan variasi diharapkan pada dua cara. Pertama, peramalan yang dibuat oleh pihak hulu yang didasarkan pada permintaan yang lebih besar. Kedua, kelebihan pesanan menyebabkan lebih banyak kekurangan, sehingga terjadi peningkatan stok sebagai konsekuensinya.
23 Increasing Capacity
Shortage
Demand Distortion
Over Ordering
Increasing Safety Stock
Unreliable Delivery
Gambar 2.6. Houlihan Flows Cara ini akan merusakan informasi pasar pada supply chain. Pemain yang ada di bagian hulu tidak akan pernah mendapatkan informasi pasar yang mendekati kenyataan sebagai akibat dari motif gaming dan spekulatif yang dilakukan oleh pelanggan mereka. Pabrik dan pemain hulu lainnya tidak akan dengan mudah membedakan antara kenaikan pesanan yang bermotif spekulatif dan peningkatan pesanan yang murni merefleksikan peningkatan permintaan dari pelanggan akhir.
2.3.3.
Hasil Bullwhip Pada masa lalu, bullwhip effect dapat diterima sebagai fenomena normal. Dan
pada faktanya, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses order-to-delivery. Namun, efek negatif pada kinerja bisnis sering ditemukan dalam kelebihan persediaan, masalah jumlah, biaya bahan baku yang lebih tinggi, biaya lembur dan biaya pengiriman. Berikut efek-efek yang tidak diinginkan karena berdampak negatif terhadap kinerja operasi.
24
Kenaikan variabilitas jadwal
Kelebihan beban dan / kekurangan kapasitas
Waktu siklus yang panjang
Peningkatan total biaya
Level pelayanan pelanggan yang rendah
Penjualan dan profit yang rendah
2.3.4.
Cara Mengurangi Bullwhip Effect Dalam rangka meperkecil bullwhip effect, langkah pertama penting untuk
memahami renacana apa yang mendorong permintaan pelanggan dan konsumsi persediaan ketika mereka memicu kebutuhan untuk penambahan jumlah pesanan untuk beberapa titik dalam supply chain. Proses yang paling efektif untuk mengurangi osilasi bullwhip effect dikenalkan pengetahuan tentang pelanggan dan supplier dimana mereka dapat memahami apa yang mendorong pola permintaan dan pemesanan serta kelanjutannya, usaha kooperatif dan pembuatan keputusan untuk peningkatan presisi informasi, dan kualitas serta penekanan pada siklus dalam keseluruhan proses. Disamping semua kegiatan yang dapat mengurangi bullwhip effect, dapat diyakini bahwa, ditemukan kesempatan untuk perbaikan dengan menerapkan beberapa atau semua langkah-langkah berikut untuk meminimalkan bullwhip effect dan menigkatkan kinerja proses bisnis : 1.
Mengurangi waktu suatu siklus yang diperlukan untuk menerima permintaan informasi yang actual dan diproyeksikan.
25 2.
Mengenali dan memahami pola permintaan produk di masing-masing dan setiap tahap dalam supply chain.
3.
Meningkatkan frekuensi dan kualitas kerjasama yang dapat dilakukan melalui berbagi informasi terutama informasi mengenai permintaan.
4.
Mengurangi atau menghilangkan antrian informasi yang menyebabkan penundaan arus informasi.
5.
Hilangkan metode pengirisian kembali inventori dan kebijakan yang muncul atas benjolan permintaan pada supply chain.
6.
Hilangkan motivasi bagi pelanggan yang mengarah pada akumulasi permintaan dan pemanggungan pemesanan sebelum permintaan pengisian, misalnya diskon volume transportasi.
7.
Meminimalkan promosi yang menggoda yang menyebabkan pelanggan menunda pesanan dan akibatnya menggangu kelancaran pola arus.
8.
Harga yang konsisten dan wajar untuk meminimalkan lonjakan pembelian yang biasa nya dibuat oleh diskon promosi sementara.
9.
Mengidentifikasi, jika mungkin, menghilangkan semua penyebab yang mengarah kepada pengurangan atau pembatalan pemesanan konsumen.
10.
Menawarkan pelayanan Vendor-Managed Inventory (VMI) oleh perencanaan inventori secara kolaboratif dengan pelanggangan yang disesuaikan dengan proyeksi permintaan end-user kemudian, memantau permintaan actual untuk mensinkronkan dan menyesuaikan tinggkat VMI. (Catatan : VMI dapat meningkatkan penjualan dan laba khususnya
pada
industry dimana pembeli dapat pergi ke sumber alternatif jika distributor sedang berada dalam kondisi stok-out).
26 Bahkan dengan system SCM paling canggih sekalipun, dilengkapi dengan semua lonceng dan atribut, tidak dapat menghentikan bullwhip effect. Ini adalah proses manajemen permintaan dengan semua fiturnya dan aspek-aspek yang luas karena sering meliputi kebijakan, sistem pengukuran, dalam beberapa kasus, dimana setiap ini dari nilai suatu organisasi dan sistem kepercayaan yang telah ada. Namun, tingkat efek berbahanya dapat memiliki penjualan, pangsa pasar, biaya dan pendapat yang membesar.
2.3.5.
Lima Rute Pengetahuan Bullwhip Supply chain menunjukkan bullwhip yang adalah “kekacauan” dalam artian
bahwa masalah yang harus diselesaikan harus diabstrasikan dari situasi dalam pemesanan yang solusinya diajukan (Russell Ackoff , 1999). Sekarang mari memisalkan bahwa telah dimiliki apa yang disebut dengan “kekacauan”, di dunia nyata masalah yang diidentifikasikan memiliki tingkah laku bullwhip. Masalah yang muncul disini adalah bagaimana dan dimana pendekatan agar dapat mempersiapkan solusi alternatif untuk masalah seperti itu. Lima pendekatan ditunjukan oleh Gambar 2.7. 1.
Teori OR (OR Theory) Dalam pendekatan ini, diangkat suatu persamaan dari masalah dan menentukan variabel-variabel. Berdasarkan pendapat (Deziel and Eilon), pada situasi operasi kondisi tertentu cenderung meminimalkan fungsi biaya. Dengan maksud untuk mencoba untuk mempertimbangkan kinerja dinamis dari masalah oleh solusi matematikanya.
27 2.
Teori Penyaringan (Filter Theory) Seperti yang diungkapkan oleh (Towill and Vecchio, 1994), masalahnya dipersiapkan pada frekuensi domain dimana penilaian dibuat pada spektrum dari “pesan”, dan “kebisingan”, atau “gangguan”. Menggunakan kontrol hukum dari 17 solusi seharusnya diperoleh dengan membentuk sistem respon untuk rangkaian persyaratan dari pengguna.
3.
Theori Kontrol (Control Theory) Towill, menjelaskan masalah ini dalam bentuk : fungsi sistem transfer dan berfokus pada struktur sistem, pada awalnya untuk menjamin kestabilan dan kemudian membentuk tanggapan yang diinginkan. Sebuah data dasar yang penting dari kemungkinan supply chain tersedia, terutama dari sistem hardware analog.
Gambar 2.7. Lima Rute Pengurangan Bullwhip (Dari Masalah Real ke Solusi Real)
28 4.
Simulasi “What if” (“What if” Simulation) Berdasarkan pendekatan Lyneis, penggunaan pendekatan ini untuk pemodelan bullwhip effect. Difokuskan pada sifat dinamis dari peristiwa dimana diagram lingkaran adalah simulasi dari dipelajari oleh tes permintaan semaunya (menguji perilaku acak pola permintaan).
5.
Ad-hocacy Disebutkan oleh Mitchell (1923), atau bahkan Devons (1950) serta Sterman (1989), bahwa mungkin bagi seorang manager berpengalaman atau pengamat untuk mendapatkan permikiran yang baik terhadap apa yang menyebabkan kekacauan, pendekatan ini memiliki dasar dalam kenyataan bahwa pengalaman memberikan pengetahuan nyata dan manajer yang sudah veteran atau pengamat dapat membuat keputusan yang tepat dengan hanya mengandalkan apa yang mereka rasakan.
2.4.
Deret Waktu dan Peramalan (Times Series and Forecasting) Pada point ini akan dibahas literatur terkait mengenai deret waktu dan metode
peramalan.
2.4.1.
Peramalan (Forecasting) Untuk tercapainya suatu keputusan yang efisien, memerlukan suatu cara yang
tepat, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu alat yang diperlukan dan merupakan bagian integral dari proses pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan peramalan.
29 Peramalan sebagai alat vital dalam peralatan manajemen. Dengan peramalan, user mencoba untuk mengestimasi bagaimana urutan observasi yang terus berlanjut pada masa mendatang. Peramalan adalah prediksi nilai dari variabel yang didasarkan pada nilai-nilai masa lalu atau variabel terkait lainnya. Peramalan juga didasarkan pada penilaian akhir, yang pada gilirannya didasarkan pada data historis dan pengalaman. Terdapat banyak alat dan metode dalam peramalan, dibagi dalam empat kategori, antara lain : 1.
Metode Penghakiman (Judgement Methods) Metode ini mencoba untuk mengumpulkan data dan menganalisa pendapat ahli secara sistematis dan cara logis seperti metode deplhi. Metode ini adalah teknik terstruktur untuk mencapai sebuah konsensus dengan sebuah panel ahli tanpa mengumpulkan mereka disatu lokasi.
2.
Metode Penelitian Pasar (Market Research Methods) Survei pasar adalah alat yang berguna untuk mengembangkan perkiraan, terutama untuk produksi baru. Saran atau masukan dari pelanggan melalui via telepon, wawancara atau survei tertulis adalah sinyal utama untuk memperkirakan permintaan produk.
3.
Metode Akibat (Casual Methods) Dengan metode ini diasumsikan bahwa variabel yang diinginkan untuk meramalkan korelasi tinggi dengan beberapa bagian data yang lain. Misalnya,
30 perkiraan penjualan untuk satu bulan berikutnya adalah fungsi dari PDB, cuaca, atau laju import. 4.
Metode Deret Waktu (Times Series Methods) Dalam metode deret waktu, digunakan berbagai data masa lalu untuk memperkirakan data masa depan. Ada beberapa teknik dalam metode deret waktu untuk memperkirakan dan meramalkan, sebagian diantaranya adalah sederhana yaitu rata-rata bergerak (moving average), pemulusan eksponensial (exponential smoothing), holt winters dan beberapanya komplek yaitu box & jenkins, kalman filter, dan neural network. Berikut pembahasan lanjut mengenai deret waktu dan peramalan.
2.4.2.
Deret Waktu (Times Series) Dalam statistik, deret waktu adalah titik-titik data, biasanya diukur dalam
selang waktu yang beragam. Times series terdiri dari metode analisis untuk menganalisa data times series untuk mengekstrak statistik bermakna atau karakteristik data lainnya. Peramalan times series dengan menggunakan sebuah model untuk peramalan kejadian masa depan dengan menggunakan kejadian masa lalu, seperti: untuk memprediksikan titik data sebelum diukur. Contoh peramalan deret waktu dalam ekonometrika adalah memprediksi harga saham berdasarkan kinerja masa lalu. Times series yang terbaik digambarkan dalam bentuk scater plot. Nilai seri X digambarkan pada sumbu vertikal dan waktu t pada sumbu horizontal. Waktu disebut dengan variabel bebas (dalam hal ini, kondisi dimana Anda memiliki kontrol).
31
Ada dua jenis data times series, antara lain: 1.
Berkelanjutan (Continoues) Dimana data memiliki sebuah pengamatan di setiap instan waktu, misalnya detektor kebohongan. Dinyatakan dengan menggunakan pengamatan X pada waktu t, X(t).
2.
Diksrit (Discrete) Dimana data memiliki sebuah pengamatan (biasanya secara teratur) spasi interval. Dinyatakan dalam Xt. Times series bervariasi karena adanya komponen-komponen trend, siklis,
musiman dan komponen yang tidak teratur di dalamnya.
2.4.2.1. Komponen Tren (Trend Component) Seperti terlihat pada Gambar 2.8, tren adalah gerakan jangka panjang dalam kurun waktu tertentu. Hal ini mendasari arah (ke atas atau ke bawah kecenderungan) dan laju perubahan dalam suatu kurun waktu, ketika kelonggaran telah dibuat untuk komponen lainnya. Cara sederhana untuk mendeteksi tren dalam data musiman adalah dengan mengambil rata-rata selama jangka waktu tertentu. Jika rata-rata ini berubah seiring dengan waktu, dapat dikatakan bahwa ada bukti dari sebuah tren dalam urutan. Ada juga tes yang lebih formal yang memungkinkan mendeteksi tren dalam suatu jangka waktu tertentu.
32
Gambar 2.8. Grafik Komponen Tren
2.4.2.2. Komponen Siklis (Cycical Component) Salah satu fitur yang mengakibatnya times series bervariasi adalah komponen siklis. Teknik deskritif dapat diperpanjang untuk meramalkan (memprediksi) nilai-nilai masa depan. Dalam data mingguan atau bulanan, komponen siklis menggambarkan fluktuasi regular, seperti yang terlihat pada Gambar 2.9. Ini adalah komponen non-musiman yang bervariasi dalam suatu siklus yang dikenali.
Gambar 2.9. Grafik Komponen Siklis
33 2.4.2.3. Komponen Musiman (Seasonal Component) Fitur lainnya adalah komponen musiman. Dalam data mingguan atau bulanan, komponen musiman, adalah komponen variasi dalam suatu kurun yang tergantung pada waktu dalam tahun. Ini menggambarkan fluktuasi regular dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.10. Sebagai contoh, biaya dari berbagai jenis buah-buahan dan sayuran, angka pengganguran dan curah hujan harian rata-rata, semua menunjukkan variasi musiman.
Gambar 2.10. Grafik Komponen Musiman
2.4.2.4. Komponen Tak Beraturan (Irregular Component) Komponen tak beraturan terjadi ketika komponen-komponen lainnya telah diperhitungkan, contoh : terhambatnya produksi tekstil selama satu bulan karena terbakarnya pabrik. Gambar 2.11 menunjukkan komponen tak beraturan.
34
Gambar 2.11. Grafik Komponen Tak Beraturan
2.4.3.
Metode Peramalan Umum Metode peramalan disini menggunakan deret waktu (times series) sebagai dasar
peramalan.
2.4.3.1. Rata-rata Bergerak (Moving Average) Rata-rata bergerak adalah salah satu metode peramalan umum dan mudah untuk menggunakan alat-alat yang tersedia untuk analisis teknis. Rata-rata bergerak menyediakan metode sederhana untuk pemulusan data masa lalu. Metode ini hanya berguna untuk peramalan ketika tidak terjadi tren. Jika terdapat tren, gunakan estimasi berbeda untuk mempertimbangkannya. Hal ini disebut dengan, “bergerak” karena sebagai data baru yang tersedia, data yang tertua tidak digunakan lagi. Rata-rata bergerak dihitung dengan rumus sebagai berikut : 𝐷𝑡1
=
𝑃 𝑖=1 𝐷𝑡−𝑖
𝑃 (2.1)
35 2.4.3.2. Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing) Metode exponential smoothing ini cocok untuk series yang bergerak acak keatas dan kebawah secara terus menerus bearti tidak ada tren maupun pola musiman. Series pemulusan 𝑦𝑡 terhadap 𝑦𝑡 , dihitung rekursif, dengan: 𝑦𝑡 = 𝛼𝑦𝑡 + (1 − 𝛼)𝑦𝑡−1
(2.2)
Dimana 0 < α < 1 adalah faktor pemulusan. Semakin kecil nilai α, semakin mulus suatu series. Dengan pengulangan subtitusi, dapat dituliskan persamaan rekursif sebagai : 𝑦𝑡 = 𝛼
𝑡−1 𝑠=0(1
− 𝛼)𝑠 𝑦𝑡−𝑠
(2.3)
Ini menunjukkan mengapa metode ini disebut dengan pemulusan eksponential, peramalan terhadap 𝑦𝑡 adalah rata-rata tertimbang dari nilai-nilai masa lalu, dimana penurunan bobot seacara eksponential terhadap waktu. Peramalan dari exponential smoothing adalah konstan untuk semua peramalan masa depan. Konstan diberikan sebagai : 𝑦𝑇+𝑘 = 𝑦𝑇
untuk semua k >0
(2.4)
dimana T adalah estimasi sampel terakhir.
2.4.3.3. Ketepatan Metode Peramalan Makridakis et al. (1999,p57) mengatakan bahwa dalam banyak hal, kata “ketepatan (accuracy)”, menunjuk ke “kebaikan sesuai”, yang pada akhirnya penunjukan seberapa jauh model peramalan tersebut mampu mereproduksi data yang
36 telah diketahui. Dalam permodelan deret berkala, sebagian data yang diketahui dapat digunakan untuk meramalkan sisa data berikutnya, sehingga memungkinkan orang untuk mempelajari ketepatan ramalan secara lebih langsung. Bagi pembuat model, kebaikan sesuai model untuk fakta yang diketahui harus diperhatikan. Jika Xt merupakan data aktual untuk periode t dan Ft merupakan ramalan untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan sebagai : Et = Xt- Ft
(2.5)
Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka akan terdapat n buah galat dan ukuran statistik yang dapat didefinisikan sebagai berikut (Makridakis, 1999, p61): Nilai Tengah Galat Absolut (Mean Absolute Error)
MAE =
1 n et n i 1
(2.6)
Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error) n
MSE =
e i 1
t
2
(2.7)
/n
X t Ft x100% Xt
Galat Persentase (Percentage Error)
PE =
Nilai Tengah Galat Persentase Absolut
MAPE =
1 n PE t n i 1
(2.8)
(2.9)
37 2.5.
Kebijakan Persediaan dan Metode Peramalan pada Bullwhip Effect Point ini menyajikan teori-teori dasar dalam persediaan yang berkaitan dengan
kebijakan metode peramalan, setelah itu mengukur bullwhip effect dan menginvestigasi analisis sensitifitas dari efek tersebut dalam dua tahap dalam supply chain.
2.5.1.
Peranan Persediaan Persediaan dijaga untuk memenuhi permintaan pelanggan yang tidak terduga
selama pengiriman lead time atau untuk mencapai tinggat pelayanan yang diinginkan. Memiliki terlalu banyak persediaan justru menghasilkan biaya persediaan yang tinggi, sementara memiliki persediaan yang terlalu sedikit menyebabkan kekurangan. Jumlah yang tepat dari keseimbangan persediaan dapat meminimalkan total biaya operasional persediaan. Kunci untuk biaya perencanaan yang efektif adalah mengerti tentang ketidakpastian selama permintaan lead-time (lead-time demand). Untuk setiap pengulangan periodik tanpa biaya pemesanan tetap, kebijangan kontrol standar adalah tipe order-up-to-level. Dibawah pengongtrolan, pemesanan dibuat untuk mencapai penentuan posisi persediaan oleh antisipasi dan stok pengamanan. Pengantisipasian stok dijaga untuk terus dapat memenuhi permintaan yang diharapkan selama waktu lead-time dan pengamanan stok dijaga utuk mencapai taksiran tingkat dari resiko stock-out. Ketika terdapat dua stok yang terdapat pada level yang tepat, biaya persediaan dapat diminimalisasikan (Silver, Peterson, dan Pyke 1998; Zipkin 2000).
38 2.5.2.
Kebijakan Persediaan Keputusan tentang persediaan beresiko dan berdampak tinggi dari perspektif
logistik dan operasi supply chain. Pelaksanan persediaan itu beresiko dikarenakan penanaman modal dan potensi untuk usang. Kebijakan persediaan terdiri dari pedoman mengenai pembelian dan produksi, kapan harus harus mengambil tindakan, dan dalam kuantitas. Itu juga masih belum mengenai keputusan dalam posisi persediaan dan penempatannya pada pabrik dan pusat distribusi. Kebijakan tentang persediaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu : 1.
Continuous Review Policy Dimana persediaan ditinjau setiap hari dan keputusan dibuat tentang jenis dan jumlah pesanan.
2.
Periodic Review Policy Dimana tipe ini melakukan kontrol pada setiap interval waktu tertentu dan pasti. Jumlah pemesanan pun dilakukan setiap melakukan kontrol.
2.6.
Mengukur Bullwhip Effect pada Supply Chain Sederhana Bullwhip effect dapat ditentukan dengan persamaan berikut : Bullwhip = Variance of Orders / Varians of Demand = Var(Q)/Var(D)
(2.10)
Sebuah bullwhip yang mempunyai nilai lebih besar dari satu mengindikasikan bahwa terdapat bullwhip effect, sedangkan sebuah bullwhip yang bernilai lebih kecil satu
39 memunjukkan pemulusan skenario, yang berarti pemesanan (kurang bervariasi) lebih halus dibandingkan dengan pola permintaan. Ketika pengecer tidak mengetahui permintaan secara riil, pengecer dapat menggunakan metode sederhana untuk meramalkan permintaan, misalnya exponential smoothing atau moving average. Dengan cara ini perkiraan kebutuhan masa depan akan terus menerus diperbaharui dalam menghadapi realisasi permintaan yang baru. Perkiraan ini kemudian digunakan untuk menentukan urutan berdasarkan kebijakan persediaan.
2.7.
Ekonometrik dan Model Volatile Subbab ini difokuskan pada literatur dari ekonometrika dan teori-teori dasar
yang diperlukan untuk kerangka pada model berikutnya, dan pada akhirnya membandingkan pengaruh berbagai metode peramalan pada bullwhip effect oleh percobaan numerik.
2.7.1.
Definisi Ekonometrika Secara harafiah, ekonometrika dapat diartikan sebagai “pengukuran ekonomi”.
Meskipun pengukuran merupakan salah satu bagian yang penting dalam ekonometrika, tetapi ruang lingkup ekonometrika lebih luas dari pada itu, seperti pendapat beberapa pakar berikut ini. Ekonometrika didefinisikan sebagai “aplikasi matematika statistik untuk data ekonomi untuk memberikan dukungan empiris untuk model-model ekonomi yang dibangun oleh matematika ekonomi dan untuk mendapatkan perkiraan numerik” (Samuelson et al., 1954,pp.141-6).
40 “Ekonometri berkaitan dengan penentuan secara empiris terhadap hukum ekonomi” (H.Theil, 171,p1.).
2.7.2.
Metodologi dalam Ekonometrika Bagaimana para ekonometrikawan dapat memproses analisis mereka terhadap
masalah ekonomi? Yaitu, Apa metodologi mereka ? Untuk mengilustrasikan langkahlangkah metodologi, dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Anatomi Ekonometrika (Src: Gujarati) Sebuah model ekonomi terdiri dari persamaan matematika yang menjelaskan berbagai hubungan. Salah satu metode dasar statistik yang digunakan oleh pakar
41 ekonometrika adalah analisis regresi. Upaya model regresi untuk meminimalkan jarak yang diukur secara vertikal antara titik pengamatan dan model garis (atau kurva). Secara umum, tahapan metodologi terdiri atas 6 (enam) tahapan. Pertama, dengan mengacu kepada teori, mengajukan suatu hipotesis atau pertanyaan. Kedua, untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis yang diajukan pada tahap pertama, mengajukan model ekonometrika yang dapat digunakan untuk melakukan tes terhadap hipotesis. Ketiga, setelah modelnya sudah terbangun, parameter dari model tersebut diestimasi dengan suatu software computer. Keempat, hasil dari estimasi paramater perlu diverifikasi terlebih dahulu apakah hasilnya sesuai dengan model atau tidak. Kelima, jika dari hasil verifikasi mengatakan model yang telah terestimasi sudah layak, maka model tersebut digunakan untuk memprediksi pergerakan atau memprediksi nilai suatu variabel. Keenam, akhirnya, prediksi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan atau suatu kebijakan.
2.7.2.1. Gaussian, Standart, atau Model Klasik Regresi Linier Dalam statistik dan ekonometrik, OLS adalah teknik untuk meramalkan parameter yang tidak diketahui dalam model analisis linier. Metode ini meminimalkan jumlah kuadrat jarak antara tanggapan yang diamati dalam suatu kumpulan data. Teknik metode linier kuadrat terkecil menyediakan ekspresi sederhana untuk mengestimasi parameter dalam analisis OLS, dan dengan demikian untuk nilai-nilai statistik yang terkait seperti kesalahan standar parameter.
42 2.7.2.2. Asumsi Dasar dari Metode OLS 1.
Diasumsikan bahwa terdapat parameter linier, yang berarti model regresi linier di dalam parameter. Dengan kata lain, dapat dinyatakan dalam bentuk : Y = β0 + β1 X + ui , dimana β0 adalah pemotong, β1 adalah kemiringan fungsi, dimana ui
merepresentasikan gangguan yang berisi semua faktor yang mempengaruhi Y selain yang ditentukan oleh variabel independen. 2.
Menjadi suatu keharusan intuitif sampel yang akan dianalisis harus terdiri dari sampel acak dari populasi yang relevan untuk memberi hasil tidak bias.
3.
Diasumsikan kondisi mean adalah nol. Bahwa model linier akan menjadi satu baris yang meminimalkan jumlah dari semua kesalahan rata-rata positif dan negatif. Mengasumsikan bahwa nilai mean ui, tergantung pada xi yang diberikan adalah nol. Hal ini dapat disempurnakan ke dalam asumsi bahwa nilai rata-rata X tidak tergantung pada nilai dari X untuk setiap nilai rata-rata X akan sama dengan nilai rata-rata dari ε dalam keseluruhan populasi, yaitu 0. Secara teknikal, nilai rata-rata kondisional dari ui adalah 0. Secara simbolik, dituangkan dalam : E(ui | x) = E(ui ) = 0 , untuk semua i
4.
(2.11)
Tidak ada autokorelasi antara gangguan. Diberikan dua nilai X, Xi dan Xj (i ≠ j), korelasi antara setiap dua Ui dan Uj (i ≠ j) adalah nol. Disimbolkan, Cov(Ui,Uj|Xi,Xj) = E {[Ui-E(Ui)]| Xi} {[Uj-E(Uj)]| Xj} = E(Ui|Xi)(Uj|Xj)=0
(2.12)
43 Dimana i dan j adalah dua pengamatan yang berbeda dan dimana Cov adalah kovarians. 5.
Mengasumsikan
homocedasticity,
atau
sama
(homo)
yang
tersebar
(scadasticity), atau sama dengan varian, untuk mendapatkan hasil yang konsisten. Asumsi ini menyatakan bahwa nilai varians kesalahan Ui bersyarat pada variabel independen X adalah konstan. Dengan kata lain, pola distribusi error pada setiap nilai X akan menunjukkan distribusi yang sama dengan rata-rata sampel sekitar nya βnX. Disimbolkan,
Var (ui | x) =σ2
(2.13)
Perlu ditekankan, di dalam dunia nyata, lima asumsi yang disebutkan sebelumnya hampir selalu dilanggar. Di dalam supply chain, varians dari pemesanan biasanya lebih besar daripada penjualan. Distorsi ini cenderung meningkat sebagai salah satu pergerakan hulu dari grosir ke pengecer. Konsekuensinya, asumsi heterocedasticity tampak lebih tepat sebagai karakteristik yang berhubungan dengan bullwhip effect. 2.7.3.
Distribusi Probabilitas Asumsi dalam distribusi probabilitas akan sangat berpengaruh dalam
perhitungan ordinary least square untuk error dari model.
44 2.7.3.1. Karakteristik dalam Distribusi Probabilitas Ada beberapa karakteristik dalam distribusi probabilitas, antara lain : a. Nilai Harapan 𝐸 𝑋 =
∞ 𝑥𝑓 −∞
𝑥 𝑑𝑥
(2.14)
Nilai harapan atau mean, merupakan rata-rata dari suatu kumpulan data (Anonim1). b. Varians
Var(x) = 𝜎𝑥2 = E(𝑋 − 𝜇)2
(2.15)
Berdasarkan pendapat Anonim2, varians merupakan ukuran yang menunjukkan dispersi statistik (sejauh mana data tersebar di sekitar rata-rata). c. Konvarians 𝑪𝒐𝒗 𝑿, 𝒀 = 𝑬 𝑿 − 𝝁𝒙 (𝒀 − 𝝁𝒚 )
(2.16)
Kovarians adalah ukuran yang menyatakan seberapa besar dua variabel bervariasi sama (Anonim3). Jika dua variabel bervariasi sama, misalkan ketika kedua nilai variabel berada di atas mean, maka kovarians antara kedua variabel tersebut akan positif, dan begitu sebaliknya.
2.7.3.2. Jenis-jenis Distribusi Berikut merupakan jenis distribusi yang digunakan dalam penulisan ini, antara lain :
45 1.
Distribusi Normal Distribusi normal memiliki fungsi pdf sebagai berikut :
𝒇 𝒙 =
𝟏 𝝈 𝟐𝝅
𝒆𝒙𝒑 −
𝟏 (𝑿−𝝁)𝟐 𝟐
(2.17)
𝝈𝟐
dengan -∞ < x < ∞ Sedangkan fungsi lognya adalah :
𝐥𝐨𝐠𝒇 𝒙
=−
𝟏 𝟐
𝒏 𝒕=𝟏
𝐥𝐨𝐠 𝝈𝟐 +
𝑿𝟐 𝒕 𝝈𝟐 𝒕
+ 𝐥𝐨𝐠 (𝟐𝝅)
(2.18)
Gambar 2.13 merupakan kurva distribusi normal.
Gambar 2.13. Kurva Distribusi Normal
2.
Distribusi T-student Distribusi ini memiliki fungsi pdf sebagai berikut :
𝒇𝒙 𝒙; 𝒗 =
𝚪 (𝒗+𝟏)/𝟐 𝒗𝝅𝚪 𝐯/𝟐 𝟏+𝐱 𝟐 /𝐯
(𝐯+𝟏)/𝟐
Sedangkan fungsi lognya sebagai berikut :
(2.19)
46
𝐥𝐨𝐠 [𝒇𝒙 ] = 𝟏 𝟐
𝐥𝐨𝐠 𝛔𝟐𝐭 −
𝒏 𝒕=𝟏 𝐯+𝟏 𝟐
𝒍𝒐𝒈𝚪
𝐯+𝟏
𝐥𝐨𝐠 𝟏 +
𝟐
− 𝐥𝐨𝐠𝚪
𝐯 𝟐
𝟏
− 𝐥𝐨𝐠 𝛑 𝐯 − 𝟐 𝟐
𝐱 𝟐𝐭 𝛔𝟐𝐭 (𝐯−𝟐
−
(2.20)
Gambar 2.14 merupakan kurva distribusi T-student.
Gambar 2.14. Kurva Distribusi T-student
2.7.3.3. Kurtosis
Kurtosis merupakan ukuran luas dimana data observasi jatuh di sekitar pusat distribusi atau pada ekor. Dapat diukur dengan rumus berikut : 𝑲=
𝟏 𝑵
𝒚𝒊 −𝒚 𝟒 𝑵 𝒊=𝟏 𝝈
(2.21)
dimana 𝝈 berdasarkan penduga bias untuk varians. Kurtosis pada distribusi normal adalah tiga (3) yang disebut juga dengan distribusi mesokurtic. Jika kurtosis lebih besar daripada tiga (3) maka distribusi ini disebut dengan distribusi leptokurtic dimana memiliki puncak yang tinggi, rentang tengah yang sempit dan fat failed. Sedangkan jika kurtosis kurang dari tiga (3) disebut
47 juga dengan distribusi platykurtic dimana distribusi ini memiliki puncak yang rendah dan rentang tengah yang luas. Bentuk dari macam-macam distribusi dapat diliat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15. Variasi Kurtosis
2.7.4.
Auto-Regresive (AR) AR merupakan suatu model peramalan yang memperhitungkan pengamatan
pada masa lalu terhadap variabel dependen. Salah satu contoh AR adalah sebagai berikut:
𝒀𝒕 = 𝜶𝟏 𝒀𝒕−𝟏 + 𝝁𝒕
(2.22)
Model ini menyatakan bahwa peramalan akan nilai Y pada waktu t didapat dari proposi (𝜶𝟏 ) dari nilainya pada waktu (t-1) ditambah dengan sebuah random shock pada waktu t.
48 2.7.5.
Stationer Sebagaimana diketahui bahwa data times series merupakan sekumpulan nilai
suatu variabel yang diambil pada waktu yang berbeda. Setiap data dikumpulkan secara berkala pada interval waltu tertentu. Dalam berbagai studi ekonometrika, data times series sangat banyak digunakan. Namun dibalik begitu pentingnya data tersebut, ternyata data time series „menyimpan‟ berbagai permasalahan. Salah satunya adalah otokorelasi. Otokorelasi sendiri merupakan penyebab yang mengakibatkan data menjadi tidak stasioner, sehingga bila data dapat distasionerkan maka otokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena metode transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner menjadi stasioner sama dengan transformasi data untuk menghilangkan otokorelasi. Sekumpulan data dinyatakan stasioner jika rata-rata dan varian dari data times series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu, atau sebagian ahli menyatakan rata-rata variansnya konstan. Salah satu cara untuk menguji stasioneritas adalah dengan uji unit root. Uji ini merupakan pengujian yang sangat populer, dan dikenalkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller. Untuk memudahkan pengertian mengenai unit root, perhatikan model berikut : Yt = ρYt-1+µt
49 2.7.6.
Model ARCH dan GARCH Model
ARCH/GARCH
mengganggap
variance
yang
tidak
konstan
(heteroskedastisitas) bukan sebagai suatu masalah tetapi justru dapat digunakan untuk modeling dan peramalan (forecasting). Terdapat beberapa alasan mengapa ingin memodelkan dan meramalkan volatilitas. Pertama, mungkin memerlukan volatilitas untuk menganalisis risiko memegang aset dari investasi pilihan. Kedua, meramalkan interval keyakinan mungkin akan time-varying sehingga interval yang lebih tepat dapat diperoleh dengan memodelkan varians error. Ketiga, estimator yang lebih efisien dapat diperoleh bila heterokedastisitas dalam error diperlakukan dengan tepat.
2.7.6.1. ARCH (Auto Regressive Conditional Heterocedasticity) Saat ini semakin fokus pada pentingnya volatilitas, yang diterminasi dan efeknya pada nilai mean. Pemodelan volatilitas dari waktu ke waktu dapat meningkatkan efisiensi dalam estimasi parameter dan keakuratan dalam inteval peramalan. Pemodelan volatilitas dapat dilakukan dalam berbagai macam cara. Robert Engel (1982) menggunakan teknik MA (Moving Average) untuk memodelkan volatilitas yang bervariasi waktu dalam times series dan mengusulkan apa yang disebut dengan Autoregressive Conditional Heterocedasticity atau ARCH. Bentuk umum persamaan regresi univariat sebagai berikut : 𝒚𝒕 = 𝒙𝒕 + 𝜺𝒕
(2.23)
Model conditional heterocedastic yang di usulkan oleh Engle sebagai berikut : 𝜺𝒕 = 𝒗𝒕 𝒉𝒕
(2.24)
50 Dimana :
Rata-rata 𝒗𝒕 adalah nol (E(𝒗𝒕 )=0); variance 𝒗𝒕 adalah satu (𝝈𝒗 𝟐 = 1); dan 𝒗𝒕 mengikuti proses white noise.
𝒉𝒕 merupakan faktor skala. Dalam kesempatan itu, bagaimana set up 𝒉𝒕 menjadi penting dan dapat menghasilkan beberapa kemungkinan yang berbeda. Bentuk umum 𝒉𝒕 sebagai berikut : 𝒉𝒕 = 𝒂𝟎 +
𝒒 𝟐 𝒊=𝟏 𝜶𝒊 𝜺𝒕−𝟏
(2.25)
Hal itu diebut model ARCH (q). Apabila 𝒉𝒕 terbentuk 𝒉𝒕 = 𝜶𝟎 + 𝜶𝟏 𝜺𝟐𝒕−𝟏 Maka bentuk tersebut dikenal dengan model ARCH (1). Dengan model ARCH (1), persamaan (1 ) menjadi : 𝒚𝒕 = 𝜸𝒙𝒕 + 𝒗𝒕 𝜶𝟎 + 𝜶𝟏 𝜺𝟐𝒕−𝟏
(2.26)
Unconditional long run variancedari galat 𝜺𝒕 adalah : 𝜶
Var (𝜺𝒕 ) = E (𝒗𝟐𝒕 ) E (𝒉𝒕 ) = 𝟏− 𝟎𝜶
𝟏
(2.27)
Agar variance menjadi positif (var (𝜺𝒕 ) >0), perlu dibuat restriksi terhadap nilai 𝜶𝟎 dan 𝜶𝟏 , yaitu 𝜶𝟎 > 0 dan 0 < 𝜶𝟏 < 1. Intuisi dibalik model ARCH (1) sebagai berikut. 1.
Error process dapat digunakan untuk memodelkan periode volatilitas dalam kerangka univariate.
51 Conditional shoft run variance (“volatilitas”) dari series merupakan fungsi nilai
2.
masa lalu galar kuadra. Artinya, efek setiap shock baru 𝜺𝒕 tergantung pada ukuran shock masa lalunya. Shock yang besar pada periode t akan meningkatkan pengaruh (terhadap y) pada periode t+1, t+2 dan sebagainya.
2.7.6.2. GARCH (General Auto Regressive Conditional Heterocedasticity) Sejak penemuan metode ARCH pada tahun 1982, model ARCH telah menjadi industri, dengan segala macam variasi modelnya. Salah satunya yang popular adalah model
autoregresif
umum
heteroskedastisitas
(Generalized
Autoregressive
Heterocedasticity atau GARCH), awalnya diusulkan oleh Bollerslev (1986). Yang mengatakan bahwa kondisi varians U pada waktu t bergantung tidak hanya pada kesalahan kuadrat pada waktu sebelumnya tetapi juga pada kondisi varians pada periode waktu sebelumnya. Model ini dapat digeneralisasi ke model GARCH (p,q) dimana terdapat p dari segi error dan q dari segi varians. Dengan error process yang sama dengan persamaan 2 : 𝜺𝒕 = 𝒗𝒕 𝜺𝒕
(2.28)
Rata-rata 𝒗𝒕 adalah nol (E (𝒗𝒕 ) = 0); variance 𝒗𝒕 adalah 1 (𝝈𝒗 𝟐 = 1); dan 𝒗𝒕 mengikuti proses white noise independen dari realisasi masa lalu dari 𝜺𝒕−𝟏 maka conditional means dan unconditional means dari 𝜺𝒕 akan sama dengan nol. 𝜺𝒕 merupakan faktor skala. Bentuk umum 𝒉𝒕 adalah 𝒉𝒕 = 𝒂𝟎 +
𝒒 𝟐 𝒊=𝟏 𝜶𝒊 𝜺𝒕−𝟏
+
𝒑 𝒋=𝟏 𝜷𝒋 𝒉𝒕−𝟏
(2.29)
52 Hal ini yang disebut model GARCH (p,q). Model GARCH (p,q) itu berkemungkinan terdapat komponen autoregressive maupun moving average di dalam heterocedastic variance. Keuntungan model GARCH adalah lebih mudah diestimasi untuk kasus ARCH model dengan ordo tinggi. Karakteristik utama GARCH model adalah bahwa conditional variance dari sequence [yt] membentuk ARCH process.
2.7.6.3. Pengukuran Model Fit Untuk membandingkan keakuratan dan kesesuaian suatu model terhadap data yang dimodelkan, dibutuhkan suatu pengukuran. Pengukuran ini dapat dilakukan dengan banyak cara. Berikut ini akan dijelaskan dua macam contoh cara yang dapat digunakan dan yang akan diterapkan dalam skripsi ini.
a.
Akaike Information Criterion (AIC)
𝑨𝑰𝑪 = 𝒆𝟐𝒌/𝒏
𝒖𝟐𝒊 𝑹𝑺𝑺 = 𝒆𝟐𝒌/𝒏 𝒏 𝒏
dimana k merupakan jumlah dari regressor (termasuk intercept) dan n adalah jumlah dari observasi. Untuk kemudahan dalam penghitungan, biasanya bentuk AIC ditulis sebagai berikut : ln AIC =
𝟐𝒌 𝒏
+ 𝒍𝒏
𝑹𝑺𝑺 𝒏
dimana ln AIC merupakan natural log dari AIC dan 2k/n adalah faktor penalty. Berdasarkan pendapat Gujarati (2003, p537) AIC ini dapat diterapkan pada peramalan in-sample maupun out-of-sample dari sebuah model regresi. Peramalan in-sample menjelaskan bagaimana sebuah model fit dengan data
53 yang ada pada sampel, sedangkan peramalan out-of-sample menyatakan bagaimana sebuah model meramal nilai refressand yang akan datang dengan memasukkan nilai-nilai regressornya. Semakin kecil nilai AIC menyatakan model yang digunakan semakin fit. b. Schwarz Information Criterion (SIC)
𝑺𝑰𝑪 = 𝒏𝒌/𝒏
𝒖𝟐𝒊 𝑹𝑺𝑺 = 𝒏𝒌/𝒏 𝒏 𝒏
dimana k merupakan jumlah dari regressor (termasuk intercept) dan n adalah jumlah dari observasi. Untuk kemudahan dalam penghitungan, biasanya bentuk SIC ditulis sebagai berikut : ln SIC =
𝟐𝒌 𝒏
𝐥𝐧 𝒏 + 𝒍𝒏
𝑹𝑺𝑺 𝒏
dimana ln SIC merupakan natural log dari AIC dan (k/n) ln n adalah faktor penalty. Seperti AIC, Semakin kecil nilai SIC menyatakan model yang digunakan semakin fit. SIC juga dapat digunakan untuk peramalan in-sample maupun outof-sample.
2.8.
Rekayasa Perangkat Lunak Berdasarkan pendapat Presman (2001, p19), rekayasa perangkat lunak adalah
pengembangan dan penggunaan prinsip pengembangan suara untuk memperoleh perangkat lunak secara ekonomis yang terpecaya dan bekerja secara efisien pada mesin nyata.
54 Berdasarkan pendapat Presman (2001, p19), rekayasa perangkat lunak terbagi menjadi tiga lapisan yang mampu mengontrol kualitas perangkat lunak, yaitu : a.
Proses Proses-proses rekayasa perangkat lunak adalah perekat yang menyatukan lapisan-lapisan dan memungkinkan perkembangan perangkat lunak yang tepat waktu dan rasional. Lapisan proses ini membentuk dasar bagi kontrol manajemen proyek perangkat lunak serta membangun konteks dimana metode teknis diaplikasikan, produk usaha (modul, dokumen, data, laporan, form dan lain-lain) dihasilkan, fondasi dibangun, kualitas dijamin, dan perubahan diatur secara rapi.
b.
Metode Metode rekayasa perangkat lunak memberikan teknik untuk membangun perangkat lunak yang mencakup serangkaian tugas yang luas yang menyangkut analisis kebutuhan, konstruksi program, desain, pengujian, dan pemeliharaan.
c.
Alat bantu Alat bantu rekayasa perangkat lunak memberikan topangan yang otomatis ataupun semi-otomatis pada proses-proses dan metode-metode yang ada. Alat bantu ini contohnya adalah CASE (Computer-Aided Software Engineering) dan CAD (Computer-Aided Design). Berdasarkan pendapat Presman (2001, p28), dalam perancangan perangkat lunak, dikenal model sekuensial linier atau yang sering disebut clasic life cycle
55 atau waterfall model. Model ini mengusulkan pendekatan pada pengembangan perengkat lunak yang sistematis dan sekuensial melalui aktivitas-aktivitas seperti yang terlihat pada Gambar 2.16 berikut :
Gambar 2.16. Model Sekuensial Linier a.
Rekayasa dan pemodelan sistem Proses pencarian kebutuhan difokuskan pada software. Untuk mengetahui sifat dari program yang akan dibuat, maka para software engineer harus mengerti tentang domain informasi dari software, misalnya fungsi yang dibutuhkan, user interface dan lain-lain. Dari dua aktivitas tersebut (pencarian kebutuhan sistem dan software) harus didokumentasikan dan ditunjukkan kepada pelanggan.
56 b.
Analisis kebutuhan perangkat lunak Untuk dapat memahami sifat program yang dibangun, perekayasa perangkat lunak harus memahami domain informasi, tingkah laku, cara kerja, dan interface yang dibutuhkan.
c.
Perancangan Perancangan perangkat lunak adalah proses yang berfokus pada empat atribut sebuah program yang berbeda, yaitu struktur data, arsitektur perangkat lunak, representasi tampilan, dan algoritma prosedural. Perancangan menerjemahkan kebutuhan ke dalam suatu representasi perangkat lunak yang dilakukan sebelum pengkodean.
d.
Pengkodean Untuk dapat dimengerti oleh mesin, dalam hal ini adalah komputer, maka desain tadi harus diubah bentuknya menjadi bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman melalui proses coding. Tahap ini merupakan implementasi dari tahap desain yang secara teknis nantinya dikerjakan oleh programmer.
e.
Pengujian Sesuatu yang dibuat haruslah diujicobakan. Demikian juga dengan software. Semua fungsi-fungsi software harus diujicobakan, agar software bebas dari error, dan hasilnya harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya.
57 f.
Pemeliharaan Digunakan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan akibat perubahanperubahan dalam lingkungan eksternalnya atau adanya kebutuhan untuk pengembangan fungsional maupun cara kerja. Diagram alir menggunakan simbol-simbol yang sudah distandarisasikan.
2.8.1.
Diagram Alir (Flowchart) Berdasarkan pendapat Hansen (2005), diagram alir merupakan representasi
grafis dari serangkaian aktifitas operasi, pergerakan, inspeksi, penundaan, keputusan, dan penyimpanan dari sebuah proses. Berikut adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menggambarkan diagram alir : Tabel 2.2.
Simbol-Simbol dalam Diagram Alir Notasi
Arti Notasi Proses
Predefined Proses
Operasi input / output
Decision, berupa pertanyaan penentuan suatu keputusan
atau
58 Terminal, untuk menandai awal dan akhir program Panah, sebagai penghubung komponen dan penunjuk arah
antar
Manual input, input dari pengguna
On-page connector, sebagai penghubung dalam satu halaman
Off-page connector, sebagai penghubung antar halaman yang bersedia
2.8.2.
State Transition Diagram (STD) Berdasarkan pendapat Whitten, et.al. (2004, pp673-674), STD merupakan
diagram yang digunakan untuk menggambarkan urutan dan variasi dari layar yang terjadi ketika pengguna sistem berada di terminal. Ada beberapa notasi yang digunakan dalam memberikut suatu STD, yaitu: a.
Kotak Lambang kotak digunakan untuk mewakili layar tampilan. Lambang ini hanya menggambarkan sesuatu yang mungkin tampil selama dialog.
b.
Panah Panah digunakan untuk mewakili kontrol aliran dan event yang memicu aktifnya sebuah layar. Arah panah mengindikasi tersebut tampil.
urutuan
dimana
layar
59 2.8.3.
Kerangka Pikir Penulisan ini terdiri dari dua bagian, yaitu perancangan program dan analisis.
Perancangan program dimaksudkan untuk membuat sebuah tampilan yang mudah dipakai dibandingkan dengan langsung menggunakan perangkat lunak statistik. Sedangkan analisis dilakukan pada bidang statistik, khususnya dalam perbandingan yang akan dilakukan.
2.9.
United Modelling Language (UML)
2.9.1.
Sejarah UML UML adalah sebuah bahasa yang telah menjadi standar dalam industri untuk
menvisualisasi, menspesifikasi, merancang dan mendokumentasi sistem piranti lunak (Booch et al, 1999, p14). UML memberikan standar penulisan sebuah sistem blue print, yang meliputi konsep bisnis proses, penulisan kelas-kelas dalam bahasa program yang spesifik, skema database, dan komponen-komponen yang diperlukan dalam sistem software. Pendekatan analisa dan rancangan dengan menggunakan model Object Oriented (OO) mulai diperkenalkan sekitar pertengahan 1970 hingga akhir 1980 dikarenakan pada saat itu aplikasi software sudah meningkat dan mulai kompleks. Jumlah yang menggunakaan metode OO mulai diujicobakan dan diaplikasikan antara 1989 hingga 1994, seperti halnya oleh Grady Booch dengan metode yang dikenal dengan OOSE (Object-Oriented Software Engineering), serta James Rumbaugh dari General Electric, dikenal dengan OMT (Object Modelling Technique).
60 Kelemahan saat itu disadari oleh Booch maupun Rumbaugh adalah tidak adanya standar penggunaan model yang berbasis OO, kemudian Booch, Rumbaugh dan Jacobson mulai mendiskusikan untuk mengadopsi masing-masing pendekatan metoda OO untuk membuat suatu model bahasa yang seragam yang disebut UML (Unified Modeling Language) dan dapat digunakan oleh seluruh dunia.
2.9.2.
Bagian UML
2.9.2.1. Class Diagram Class diagram adalah diagram yang menunjukkan sekumpulan dari kelaskelas, interfaces, dan kolaborasi-kolaborasi serta hubungannya (Booch et al, 1999, p107). Class diagram digunakan untuk memvisualisasikan, menspesifikasikan, mendokumentasikan model struktural dan juga membangun sistem yang dapat dieksekusi. Pada class diagram terdapat simbol-simbol : 1.
Simbol “+” untuk menandakan public.
2.
Simbol “-” untuk menandakan private.
3.
Simbol “#” untuk menandakan protected.
Class diagram direpresentasikan dalam bentuk kotak yang terbagi atas tiga bagian yaitu nama class, atribut, dan perilaku (behavior), seperti terlihat pada Gambar 2.17.
61 Class Name Attribute: Type=Initial Value Operation(arg list): return type
Gambar 2.17. Contoh Class Diagram 2.9.2.2. Use Case Diagram Use case diagram menggambarkan sekumpulan use case dan aktor serta hubungannya (Booch et al, 1999, p234). Use Case Diagram memvisualisasikan tingkah laku dari suatu sistem dan menggambarkan interaksi antara aktor dengan sistem. Di bawah ini dijelaskan bagian use case diagram: 1.
Actor Sebuah aktor mewakili sekumpulan peranan yang saling berhubungan di dalam sistem dimana aktor tersebut berinteraksi dengan use case (Booch et al, 1999, p221). Aktor dapat berupa orang ataupun sistem yang otomatis berjalan. Notasi aktor dengan nama aktor tersebut dibawahnya:
Actor 2.
Use Case Sebuah use case
menjelaskan sekumpulan dari sequence, dimana setiap
sequence mewakili interaksi dari hal-hal di luar sistem (aktornya) dengan
62 sistem itu sendiri (Booch et al, 1999, p220). Sehingga sebuah use case menunjukkan sebuah keperluan fungsional dari keseluruhan sistem. Notasi use case :
Untuk menghubungkan antara aktor dengan use case digunakan simbol garis yang disebut sebagai relationship. Suatu use case dapat memiliki deskripsi teknik, yaitu: extends, dan include. Extends berarti memperluas use case dasar dengan menambah behaviorbehavior baru tanpa mengubah use case dasar itu sendiri. Titik di mana use case diperluas disebut sebagai extension point. Sebuah use case dapat menginclude fungsionalitas dari use case lain sebagai bagian dari proses dalam dirinya. Secara umum diasumsikan bahwa use case yang diinclude akan dipanggil setiap kali use case yang menginclude dieksekusi secara normal. Dengan adanya use case diagram maka akan membantu dalam menyusun kebutuhan sebuah sistem dan mengkomunikasikannya dengan klien. 2.9.2.3. Sequence Diagram Sequence diagram menggambarkan sekumpulan objek dan interaksinya, termasuk pesan yang dikirim terhadap urutan waktu (Booch et al, 1999, p245). Sequence diagram menunjukkan sekumpulan objek dan pesan yang dikirim dan diterima oleh objek tersebut. Sequence diagram memiliki dua buah karakteristik yaitu :
63 1.
Setiap objek memiliki lifeline yang digambarkan dengan garis putus-putus vertikal dan garis ini menunjukkan daur hidup dari sebuah objek.
2.
Terdapat fokus kontrol yang digambarkan dengan sebuah persegi panjang yang tipis dan tinggi. Fokus kontrol ini menunjukkan periode waktu selama sebuah objek melakukan sebuah event.
2.9.2.4. Activity Diagram Activity diagram memodelkan aliran dari suatu aktivitas ke aktivitas berikutnya dalam suatu proses (Booch et al, 1999, p258). Komponen utama dalam activity diagram adalah: Table 2.3.
Komponen Utama dalam Activity Diagram Initial state, yaitu menyatakan awal dimulainya suatu aktivitas. Final state, yaitu menyatakan berakhirnya suatu aktivitas.
State, menggambarkan aktivitas yang merepresentasikan kinerja dari suatu operasi. Control Flow, menyatakan relationship diantara 2 state. Control flow mengidentifikansi kontrol yang dikirim dari state pertama ke state kedua setelah aktivitas pada state pertama selesai dijalankan. Decision, menggambarkan kontrol dari aliran yang bersifat kondisional.
Gambar 2.18 merupakan contoh penggunaan Activity Diagram:
64
Gambar 2.18. Contoh Activity Diagram Activity Diagram menekankan aliran kontrol dari suatu aktivitas ke aktivitas yang lain. Sehingga activity diagram dapat digunakan untuk menunjukkan aliran aktivitas sistem yang dirancang dari awal hingga aliran berakhir. 2.9.2.5. Component Diagram Component Diagram menunjukkan organisasi dan hubungan ketergantungan antara satu set komponen dalam sebuah sistem (Booch et al, 1999, p393). Dengan component diagram, dapat digambarkan hubungan statis antara komponen-komponen fisik dan menspesifikasikan detailnya untuk membangun sebuah sistem.