1
PENDAHULUAN Latar Belakang Masa remaja adalah periode waktu yang membentang dari masa pubertas ke awal usia 20-an. Individu mengalami perubahan besar, baik perubahan fisik, kognitif, sosial, dan emosional. Remaja juga mengalami perubahan signifikan dalam hubungan keluarga mereka, lingkungan sekolah, dan afiliasi kelompok sebaya, dan perubahan ini dapat memiliki efek mendalam pada motivasi remaja dan pembelajaran (Schunk 2005). Penjelasan Schunk menegaskan tiga hal utama yang paling berperan bagi perkembangan remaja, yaitu : keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekolah. Keluarga memiliki aspek yang paling berperan dalam perkembangan remaja, yaitu pola interaksi hubungan orangtua-anak yang membentuk sumber daya penting pada aspek sosial emosi yang nantinya akan lebih berkembang melebihi apa yang ada pada masa anak-anak. Keluarga merefleksikan pengaruhnya pada masa remaja terutama dalam tiga hal. Pertama, hubungan kekeluargaan berpengaruh pada implikasi pola hubungan remaja dengan teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya. Keluarga juga berpengaruh pada pembentukan pola hubungan romantis remaja, penampilan/sosialisasi di sekolah, ataupun pada pilihan pekerjaan dan tingkatan kesuksesan. Kedua, hubungan dengan orang tua akan bertransformasi menjadi tahapan interaksi yang kurang hirarkis ketika mencapai usia dewasa. Ketiga, variasi kebudayaan dan kontekstual membentuk pengalaman dan hubungan kekeluargaan remaja yang akan berpengaruh secara signifikan baik pada perkembangan remaja maupun pada pencapaian perkembangan tersebut yang biasanya tercermin pada perilaku (Lerner et al. 2004). Baumrind (1991) dalam Wise (2003) mendefinisikan gaya pengasuhan dan efeknya bagi anak menjadi tiga kategori yang spesifik . Gaya pengasuhan tersebut adalah a) gaya pengasuhan authoritative, (b) gaya pengasuhan authoritarian, dan (c) gaya pengasuhan permissive. Pengkategorian ini berdasarkan tingkat kehangatan dan pengendalian kedisiplinan yang dipraktekkan oleh orangtua. Berdasarkan Baumrind, gaya pengasuhan dimaksudkan untuk menggambarkan variasi cara orangtua ketika bersosialisasi dengan anaknya. Gaya pengasuhan bisa saja penuh dukungan ataupun tidak mendukung anak pada saat bersamaan, kedua
2
aspek dalam gaya pengasuhan tersebut akan memberikan dampak dan konsekuensi pada perkembangan kepribadian anak, yaitu kompetensi anak, pencapaian dan perkembangan sosial. Gaya pengasuhan yang berbeda, memberikan pengalaman yang berbeda – beda pada anak, yang tentu saja akan sangat berperan nantinya dalam pemilihan dan pergaulan anak dengan teman sebaya (Baumrind 1991) dalam Wise (2003) . Orangtua dengan gaya pengasuhan authoritharian dicirikan oleh pembatasan dan pemberian aturan yang ketat, ketaatan yang bersifat tak terbantah, tuntutan orangtua yang tinggi untuk kepatuhan, otoritas orangtua yang kuat, penetapan aturan yang kaku dan tanpa penjelasan. Orangtua dengan gaya pengasuhan otoriter juga memandang disiplin sebagai suatu cara yang harus ditegakkan dalam seluruh aspek hubungan anak dengan dunia luar (Hastuti 2008). Gaya pengasuhan permissive, memperlihatkan ciri kurangnya pemberian aturan atau batasan kepada anak, kurang memberikan pengarahan ataupun penjelasan kepada anak dalam memahami permasalahan kehidupan (Hastuti 2008). Anak-anak yang mendapatkan pengasuhan permissive, akan menjadi anak yang egois dan sulit mengendalikan dirinya (Bornstein 2002). Gaya pengasuhan authorithative, menggabungkan dua pendekatan yaitu dengan menerapkan batasan aturan dan memeiliki otoritas tinggi, namun sekaligus merupakan orangtua yang hangat, penuh kasih sayang, dan memberikan penjelasan serta keterangan yang sesuai dengan pola pikir anak. Orangtua dengan gaya pengasuhan authorithative juga bersikap toleran dan empati kepada anak (Hastuti 2008). Baumrind (1991) dalam Wise (2003) menyatakan , orangtua dengan gaya pengasuhan authorithative, akan lebih mudah mengajarkan kepada anaknya tentang perilaku sosial yang dapat diterima masyarakat sehingga hal ini dapat menjadi dasar ketika anak bergaul dengan teman sebayanya. Temuan dari beberapa peneliti menyatakan bahwa efek positif dari pengasuhan authorithative mencegah anak untuk memiliki perilaku yang tidak diinginkan atau mencegah anak terlibat dengan hal – hal kriminal. Anak – anak dengan pengasuhan authorithative memiliki kecenderungan rendah untuk terlibat dengan perilaku yang bermasalah seperti penggunaan obat – obatan terlarang,
3
konsumsi minuman beralkohol, merokok serta kenakalan di sekolah seperti membolos dan mencontek (Lamborn et al. 1991). Gaya pengasuhan authorithative sangat berperan dalam pembentukan perilaku remaja, Ulasan dari berbagai penelitian tentang hubungan gaya pengasuhan dan konsumsi minuman beralkohol sejak tahun 1996 menunjukkan hasil yang konsisten yaitu risiko konsumsi minuman beralkohol akan menurun jika memiliki orangtua dengan gaya pengasuhan authorithative. Remaja yang memiliki orangtua dengan gaya pengasuhan authorithative , juga berisiko rendah untuk merokok. Sementara remaja yang memiliki orangtua dengan gaya pengasuhan authoritharian dan permissive
memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terlibat dengan konsumsi alkohol dan perilaku merokok (Newman et al.2008). Pemberian teladan adalah satu cara dalam pemberian pengasuhan, terbentuknya suatu perilaku berdasarkan teori social leraning Bandura (1997) merupakan hasil imitasi atau peniruan dari model yang diamati. Begitupun dalam pembentukan
perilaku
merokok,
orangtua
yang
merokok
memberikan
kecenderungan perilaku merokok pada anaknya. Menurut Huver et al (2007) kebiasaan merokok pada orangtua dan sikap
terhadap perilaku merokok
menunjukkan pengaruh yang penting terhadap perilaku merokok remaja. Sikap orangtua terhadap perilaku merokok terbukti menjadi indikator yang lebih baik dalam mencegah terbentuknya perilaku merokok remaja, dibandingkan dengan pengaruh perilaku merokok orangtua terhadap pembentukan perilaku merokok remaja. Orangtua yang menunjukkan ketidaksetujuan akan perilaku merokok kepada remaja, memberikan kecenderungan yang rendah pada remaja untuk merokok. Sebaliknya orangtua dengan perilaku merokok akan memberikan kecenderungan yang lebih tinggi bagi remaja untuk merokok seperti hasil sebuah studi di tujuh negara Eropa, Griesbach et al (2003) menemukan bahwa tingkat perilaku merokok remaja di empat negara lebih tinggi dua kali lipat , jika remaja tersebut setidaknya memiliki satu orangtua perokok. Oleh karena itu orangtua sangat berperan dalam pembentukan perilaku ini. Selain disebabkan oleh orangtua, teman sebaya juga berperan dalam perilaku ini. Selama beberapa tahun, banyak peneliti di Amerika telah
4
menyimpulkan bahwa teman sebaya memberikan pengaruh nyata pada perkembangan remaja. Seorang remaja jauh lebih mungkin untuk merokok jika temannya perokok (Tyas dan Pedersen 1998). Sebagai bukti jumlah perokok meningkat di antara kelompok persahabatan, demikian juga risiko merokok (Morton 2004). Analisis data dari Survei Pemuda di Tennessee menemukan bahwa kemungkinan terjadinya perilaku merokok pada
remaja yang pernah
merokok menjadi dua kali lipat setiap memiliki teman dekat yang merokok (Goodrow et al. 2003). Tidak berbeda dengan perilaku merokok, teman sebaya juga berperan dalam pembentukan perilaku konsumsi minuman beralkohol pada remaja. Menurut Jackson (1997) perilaku konsumsi minuman beralkohol teman sebaya memberikan pengaruh yang lebih kuat dibandingkan pengaruh perilaku konsumsi minuman beralkohol orangtua terhadap pembentukan perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja. Uraian tersebut menunjukkan betapa pentingnya peran orangtua dan pengaruh teman sebaya terhadap perilaku merokok dan perilaku konsumsi minuman beralkohol remaja. Oleh karenanya peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh gaya pengasuhan dan teman sebaya terhadap perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol siswa SMA .
Perumusan Masalah Masa remaja adalah periode kritis dalam perkembangan perilaku dan perkembangan gaya hidup sehat. Penemuan dari berbagai penelitian selama 20 tahun terakhir menyatakan bahwa kualitas hubungan orangtua dan anak remaja memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan atau pencegahan perilaku remaja yang berisiko terhadap kesehatan. Meskipun banyak perilaku yang dapat dikategorikan ke dalam perilaku berisiko, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (The Centers for Disease Control and Prevention / CDC) di Amerika, mengidentifikasi enam perilaku yang berisiko menghambat perkembangan remaja untuk mencapai tahap optimal. Keenam perilaku berisiko tersebut, antara lain a) Penggunaan obat – obatan terlarang, b) Perilaku merokok, c) Perilaku konsumsi minuman beralkohol, d) perilaku seks yang mengakibatkan
5
kehamilan yang tidak diinginkan e) penyakit menular seksual, f) Tidak pernah berolahraga (Eaton 2005). Remaja Indonesia adalah sumber daya manusia yang berpotensi menjadi aset untuk pembangunan bangsa, jika mendapatkan arahan dan bimbingan yang tepat dari lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu, remaja sebagai generasi penerus dan pembangun bangsa diharuskan memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang optimal. Tetapi saat ini, banyak remaja telah terlibat dalam perilakuperilaku yang
masuk dalam kategori berisiko karena dapat mengganggu
perkembangan dan kesehatan, seperti perilaku merokok dan perilaku konsumsi minuman beralkohol. Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang di sekelilingnya. Dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat dan detak jantung semakin cepat (Kendal dan Hammen 1998) selain itu rokok juga dapat menstimulasi kanker, dan berbagai penyakit lain, seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan penyakit bronchitis kronis (Kaplan et al. 1993). Dampak negatif merokok, memang tidak dapat dipungkiri, tetapi meskipun sudah mengetahu dampak negatifnya, perilaku merokok tetap ada, bahkan semakin meningkat dan tahun belakangan menunjukkan merokok cenderung dimulai di usia muda. Konsumsi rokok di Indonesia terus meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2011, data WHO menempatkan Indonesia pada peringkat ke-3 jumlah perokok terbesar di dunia, setelah Cina dan India. Hal ini bukan sesuatu yang mengherankan jika melihat presentase perokok di Indonesia pada tahun 2010 yang tercatat oleh Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar), yaitu mencapai 34,7 persen. Meski jumlah tersebut didominasi oleh usia produktif, yaitu 15-64 tahun, kebiasaan merokok di Indonesia ternyata sudah dimulai pada usia sangat dini. Menurut Riskesdas 2010, persentase usia mulai merokok di Indonesia yaitu pada usia 5-9 tahun sebesar 1,7 persen, pada usia 10-14 tahun sebesar 17,5 persen, pada usia 15-19 tahun sebesar 43,3 persen, pada usia 20-24 tahun sebesar 14,6 persen,
6
pada usia 25-29 tahun sebesar 4,3persen dan pada usia >30 tahun sebesar 3,9 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia paling banyak mulai merokok pada usia remaja. Sementara itu, dari data Riskesdas 2007 dan 2010 terlihat bahwa perilaku merokok dari tahun ke tahun memiliki kecenderungan untuk dimulai pada usia yang semakin muda. Untuk kota Bogor, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah (SUSEDA) Jabar 2002, Kota Bogor memiliki konsumsi rokok tertinggi di Jabar, yaitu 22.51 persen untuk usia lebih dari 10 tahun merokok. Sedangkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2006, yang merupakan dasar diterapkannya penerapan kawasan tanpa rokok di Kota Bogor, menyebutkan pada kelompok 20 persen termiskin di Kota Bogor, belanja rokok/alkohol mencapai 6,9 persen, sementara pengeluaran untuk pendidikan 6,4 persen, dan kesehatan 2 persen.1 Data tersebut semakin didukung oleh hasil survei yang dilakukan Aliansi Masyarakat Anti Rokok, Kota Bogor (Amar) tahun 2011, yaitu Sekitar 52 persen penduduk Kota Bogor adalah perokok aktif.2 Jumlah konsumsi rokok yang semakin tinggi berakibat langsung kepada meningkatnya jumlah produksi rokok setiap tahunnya. Produksi rokok tahun 2010 adalah sejumlah 248,4 miliar batang, dan produksi rokok nasional tahun 2011 naik 3%-4% menjadi 255,8 miliar batang, sementara untuk tahun 2012 diperkirakan bisa tumbuh 3%-4% menjadi 263 miliar batang - 266 miliar batang.3 Kondisi ini sangat tidak mendukung usaha orangtua untuk menghindarkan anak – anak remaja dari perilaku merokok, karena meskipun orangtua memberikan pengasuhan yang tepat dan terbaik, pengaruh dari lingkungan luar dapat menjadi faktor utama terbentuknya perilaku merokok, karena menurut Smet (1994) mulainya perilaku merokok terjadi akibat pengaruh lingkungan sosial. Modelling (meniru perilaku orang lain) menjadi salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok (Sarafino 1994). 1
http://www.republika.co.id/berita/regional/jabodetabek/500-ribu-lebih-penduduk-kota-bogoradalah-perokok-aktif diakses 09 Maret 2012 2 http://www.republika.co.id/berita/regional/jabodetabek/masyarakat-miskin-kota-bogor-sukabakar-uang diakses 09 Maret 2012 3 http://www.indonesiafinancetoday.com/Produksi-Rokok-Diproyeksi-Tumbuh-4-di-2012diakses 04 April 2012
7
Sama halnya dengan perilaku merokok, perilaku konsumsi minuman beralkohol juga dapat menjadi ancaman untuk perkembangan dan kesehatan remaja. Menurut Wresniwiro (1999) konsumsi minuman beralkohol yang sudah mecapai tahap ketergantungan akan menyebabkan gangguan yang bersifat fisik maupun psikologis, seperti kehilangan kesadaran (blackout), berat badan menurun drastis, suka memberontak, melawan orang tua dan tidak mampu bekerja dengan baik. Menurut data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan (2007), prevalensi perilaku konsumsi minuman beralkohol di Indonesia adalah sebesar 4.6 persen. Prevalensi konsumsi minuman alkohol di Jawa Barat adalah 2.6 persen, atau dapat dikatakan masih dibawah angka nasional. Tetapi yang perlu menjadi perhatian dari keseluruhan jumlah penduduk yang mengkonsumsi alkohol, golongan yang mendominasi konsumsi minuman beralkohol yang pertama adalah usia produktif (25-34 tahun), dan yang kedua adalah golongan usia remaja (15-24 tahun). Hal ini mungkin saja disebabkan karena semakin mudahnya akses remaja untuk mendapatkan minuman beralkohol, karena saat ini minuman beralkohol tersedia di minimarket tertentu. Keadaan lingkungan yang tidak kondusif ini, memberikan kesulitan bagi orangtua untuk mewujudkan perkembangan remaja yang optimal. Oleh karena itu dibutuhkan
pola interaksi orang tua-anak yang
tepat untuk mengatasi dan
mencegah perilaku maladaptif, seperti perilaku merokok dan konsumsi minuman beralkohol. Maka akan sangat baik jika anak-anak mendapatkan keseimbangan keintiman dan otonomi dalam praktek pengasuhan kedua orangtuanya, anakanak yang mendapat pengasuhan dengan keseimbangan keintiman dan otonomi atau dengan kata lain seimbang dalam pemberian kasih sayang dan penegakan disiplin, cenderung berprestasi akademis tinggi, dan kecil kemungkinan untuk terlibat dalam
masalah perilaku, menunjukkan sedikit gejala gangguan
psikologis, lebih mandiri, memiliki harga diri tinggi, memiliki kesehatan mental yang lebih baik secara keseluruhan, menunjukkan perkembangan psikososial yang positif, dan tidak mudah dipengaruhi oleh teman sebaya untuk terlibat dalam perilaku kenakalan (O’byrne et al. 2002). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui :
8
1.
Bagaimana perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol siswa SMA di kota Bogor ?
2.
Bagaimana faktor diri ( karakteristik siswa, pengetahuan dan sikap tentang rokok dan minuman beralkohol ) berpengaruh terhadap perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol siswa SMA di kota Bogor?
3.
Bagaimana faktor keluarga (karakteristik keluarga, gaya pengasuhan, perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol orangtua) berpengaruh terhadap perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol siswa SMA di kota Bogor?
4.
Bagaimana faktor luar ( teman sebaya ) berpengaruh terhadap perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol siswa SMA di kota Bogor? Tujuan Penelitian
Tujuan Umum Secara umum
penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh gaya
pengasuhan dan teman sebaya terhadap perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja laki-laki dan perempuan yang merupakan siswa SMA di kota Bogor. Tujuan Khusus 1.
Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik remaja
2.
Mengidentifikasi pengetahuan serta sikap remaja tentang rokok dan minuman beralkohol dan perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol orangtua
3.
Mengidentifikasi gaya pengasuhan, teman sebaya ( keterikatan teman sebaya dan perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol teman sebaya), serta perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja
4.
Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga , karakteristik remaja, pengetahuan serta sikap remaja tentang rokok dan minuman beralkohol, perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol orangtua, gaya pengasuhan, dan teman sebaya (keterikatan
teman sebaya dan perilaku
konsumsi rokok dan minuman beralkohol teman sebaya) dengan perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja
9
5.
Menganalisis
pengaruh
karakteristik
keluarga,
karakteristik
remaja,
pengetahuan serta sikap remaja tentang rokok dan minuman beralkohol, perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol orangtua, gaya pengasuhan, dan teman sebaya (keterikatan
teman sebaya dan perilaku
konsumsi rokok dan minuman beralkohol teman sebaya)terhadap perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja. 6.
Menganalisis perbedaan antara perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol remaja laki-laki dan remaja perempuan.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru yang dapat memperkaya imu pengetahuan terutama di bidang ilmu keluarga dan perkembangan anak baik bagi peneliti maupun untuk masyarakat luas. Khusus bagi orangtua dan sekolah, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan inspirasi untuk menemukan cara terbaik untuk mencegah terciptanya perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol pada usia remaja. Bagi pengembangan bidang keilmuan, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi baru yang dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang sudah ada dan dapat menjadi dasar penelitian berikutnya. Bagi pemerintah hasil diharapkan dapat memberikan informasi baru yang dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi kebijakan untuk kementerian kementerian yang terkait dengan bidang keluarga dan anak, seperti ; Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Urusan Perberdayaan Perempuan, dan Kementerian
Sosial. Rekomendasi kebijakan
tersebut antara lain ; membuat program – program sosialisasi kepada orangtua tentang cara pengasuhan yang tepat untuk anak. Misalnya dapat dilakukan sosialisasi PUHA (Pengarusutamaan Hak Anak) yang dibuat oleh KPPA (Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) yang merupakan bagian dari kementerian urusan pemberdayaan perempuan , sehingga tercipta program yang tepat bagi pihak sekolah dan orangtua tentang bagaimana cara terbaik untuk mencegah perilaku konsumsi rokok dan minuman beralkohol pada remaja.