BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami perubahan dari masa kanak–kanak menuju masa dewasa perubahan ini terjadi diantara usia 13 dan 20 tahun (Perry&Potter.2005). Menurut Rumini (2004) masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak
ke masa dewasa yang mengalami
perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa. Pada masa remaja menuju kedewasaan, remaja akan mengalami masa kritis dimana mereka sedang mencoba dan berusaha untuk menemukan dirinya. Remaja akan banyak mempertanyakan tentang sesuatu yang baru dibuat, sedang diperbuat, dan memikirkan apa yang akan diperbuat. Remaja akan mencoba sampai mereka berhasil (Ronald, 2006). Dalam masa yang labil, remaja mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk berperilaku agresif. Perilaku agresif pada remaja antara lain seperti perkelahian, tawuran, saling mencaci dan bentuk- bentuk perilaku agresif lainnya (Godall dalam Koeswara, 1988) Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah aksi‐aksi kekerasan yang terjadi di kalangan remaja. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Bentuk nyata dari aksi tersebut adalah tawuran pelajar. Pelaku‐pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa‐siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang
individu atau kelompok. Tawuran sering kali dilakukan oleh remaja atau anak yang sedang menuju dewasa.(http://www.e‐psikologi.com/remaja.htm). Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas anak) mencatat jumlah kasus tawuran antarpelajar pada semester pertama tahun 2012 meningkat dibandingkan dengan kurun yang sama tahun lalu.Ketua Umum Komnas Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan sepanjang enam bulan pertama tahun 2012 lembaganya mencatat ada 139 kasus tawuran pelajar, lebih banyak dibanding periode sama tahun lalu yang jumlahnya 128 kasus. Menurut data yang diperoleh dari layanan pengaduan masyarakat Komnas Anak tersebut, dari 139 kasus tawuran yang kebanyakan berupa kekerasan antar pelajar tingkat sekolah menengah pertama. Salah satu contoh dua orang pelajar SMP berinisial SA (14) pelajar kelas 2 SMP D dan RF (15) pelajar kelas 3 SMP G terpaksa berurusan dengan aparat kepolisian. Mereka berdua diamankan petugas saat berkelahi
dengan
kelompok pelajar lainnya. Mereka terlibat tawuran dikarenakan pelajar SMP yang berinisial SA tidak sengaja menginjak kaki RF saat keduanya bersama belasan rekan lain tengah jalan di Jembatan Kelor, Matraman, Jakarta Timur. (Laksono .H 2012). Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok Perilaku agresif adalah setiap tindakan yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai orang lain (Taylor, dkk. 2009). Menurut Baron (dalam Koeswara, 1988), agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Menurut Setiawan (2012) perilaku agresif dilakukan anak atau remaja, baik di rumah, sekolah, bahkan di lingkungan masyarakat luas. Menurut Atkinson (2000) ada beberapa jenis perilaku agresi diantaranya : agresi instrumental ; agresi verbal ; agresi fisik ; agresi emosional ; agresi konseptual.
Agresi instrumental
adalah
agresi yang ditujukan untuk membuat penderitaan
kepada korbannya dengan menggunakan alat-alat baik benda atau pun orang atau ide yang dapat menjadi alat untuk mewujudkan rasa agresinya. Sedangkan agresi verbal adalah agresi yang dilakukan terhadap sumber agresi secara verbal. Lalu agresi fisik adalah agresi yang dilakukan dengan fisik sebagai pelampiasan marah oleh individu yang mengalami agresi tersebut. Agresi emosional adalah agresi yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan marah dan agresi ini sering dialami orang yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan agresi secara terbuka. Terakhir agresi konseptual adalah agresi yang juga bersifat penyaluran agresi yang disebabkan oleh ketidakberdayaan untuk melawan baik verbal maupun fisik. Perilaku agresif bukanlah hal yang asing lagi di kalangan remaja. Ini disebabkan dengan banyaknya model yang kurang baik di lingkungannya, kurangnya pendidikan moral maupun pembinaan mental remaja serta berbagai situasi kekerasan yang marak terjadi di masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap munculnya perilaku agresif, dimana ciri perilakunya suka mendebat, mengeluh, tidak merasakan ketenangan, senang mencuri, mencampuri urusan orang , pencemburu dan kejam (Atkinson, 2000). Perilaku agresif dapat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi remaja. Dimana keluarga adalah lingkungan yang pertama kali menerima kehadiran anak. Keadaan kehidupan keluarga bagi seorang anak dapat dirasakan melalui sikap dari orang yang sangat dekat dan berarti baginya. Dengan kata lain, pola asuh orang tua akan berhubungan dengan perilaku anaknya (Sarlito, 2002)
Pola asuh orang tua merupakan seluruh cara pengasuhan orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak merupakan bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan pengasuh terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua (pengasuh) dengan anak (yang diasuh). Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencakupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Wahyuning, Dkk. 2003). Menurut Baumrind (1996) terdapat empat jenis atau bentuk utama gaya pengasuhan diantaranya : pola asuh otoriter , pola asuh demokratis, pola asuh mengabaikan, dan pola asuh memanjakan. Pola asuh otoritarian bersifat membatasi dan menghukum, mendesak anak untuk mengikuti kata orang tua mereka, harus hormat pada orangtua mereka, memiliki tingkat kekakuan (yang tinggi, dan memiliki intensitas komunikasi yang sedikit. Sedangkan pola asuh demokratis memiliki karakteristik berupa intensitas tinggi akan kasih sayang, keterlibatan orang tua, tingkat kepekaan orangtua terhadap anak, nalar, serta mendorong pada kemandirian. Untuk pola asuh mengabaikan memilik ciri orang tua yang tidak terlibat dalam kehidupan anak karena cenderung lalai. Terakhir pola asuh memanjakan adalah membuat orang tua menjadi sangat terlibat dengan anak-anak mereka. Beberapa perubahan pada masa remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orang tua-remaja adalah penalaran logis yang berkembang pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, pacaran dan pergerakan menuju kebebasan (Santrock,2003). Secara umum, konflik biasanya melibatkan aspek umum dari kehidupan sehari-hari keluaga seperti pulang pada jam
tertentu dan cara berpakaian. Sayangnya keinginan remaja sering kali tidak dibarengin oleh kemampuannya untuk adaptasi dan tanggung jawab yang baik sehingga orang tua sering kali mengintervensi dunianya (Santrock, 2003). Sehingga pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak, keadaan kehidupan keluarga bagi seorang anak dapat dirasakan melalui sikap dari orang yang sangat dekat dan berarti baginya (Sarwono, 2011). Atas dasar inilah peneliti ingin melakukan penelitian tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecenderungan agresivitas remaja awal di Jakarta.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas makan rumusan masalahnya adalah: 1.
Adakah pengaruh pola asuh demokratis
terhadap kecenderungan agresivitas
remaja awal? 2.
Adakah pengaruh pola asuh otoriter terhadap kecenderungan agresivitas remaja awal?
3.
Adakah pengaruh pola asuh mengabaikan terhadap kecenderungan agresivitas remaja awal?
4.
Adakah pengaruh pola asuh memanjakan terhadap kecenderungan agresivitas remaja awal?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh demokratis terhadap kecenderungan agresivitas remaja awal? 2. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh otoriter terhadap terhadap kecenderungan agresivitas remaja awal. 3. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh mengabaikan terhadap terhadap kecenderungan agresivitas remaja awal? 4. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh memanjakan terhadap agresivitas remaja awa
kecenderungan