1
I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Burung puyuh adalah salah satu jenis burung yang hidup secara liar dan
keberadaannya di alam bebas dan terbuka. Burung ini biasanya ditemukan dengan cara diburu di hutan-hutan pedalaman. Puyuh liar biasanya hidup di semak-semak pinggir hutan dan padang rumput. Puyuh ini dapat diburu dengan leluasa karena merupakan burung yang mudah berkembang biak. Hal ini ditandai dengan produksi telurnya yang tinggi dan sifatnya yang pandai mengeram. Pada masa ini burung puyuh memiliki banyak kegunaan bagi masyarakat indonesia, burung puyuh memiliki kegunaan sebagai penyumbang protein hewani dimana telur dan daging burung puyuh dikonsumsi oleh masyrakat. Oleh sebab itu, pada masa kini banyak peternak memelihara burung puyuh baik itu puyuh pedaging maupun puyuh petelur. Seiring dengan perkembangan jaman, burung puyuh telah mengalami domestikasi dan telah diternakkan oleh manusia secara komersil untuk menghasilkan daging dan telurnya. Rasa khas burung ini menjadikan daging puyuh memiliki penggemar tersendiri, begitupula rasa telurnya yang tidak dapat disamakan dengan telur ayam biasa. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin pesat di Indonesia dewasa ini menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan konsumsi makanan. Ternak unggas seperti halnya burung puyuh memegang peranan yang penting di dalam penyediaan protein hewani bagi manusia sehingga pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan terus ditingkatkan. Beberapa usaha yang penting
2
untuk dilakukan adalah seleksi dan pemuliaan puyuh. Tujuan dari seleksi adalah mendapatkan bibit-bibit puyuh yang baik dan unggul yang kelak dapat meningkatkan produksi dari segi kualitas dan kuantitas. Pengetahuan tentang morfologi dan morfometrik, serta sifat kualitatif warna bulu adalah beberapa aspek yang perlu diketahui oleh peternak dan instansi-instansi terkait karena menjadi acuan di dalam melakukan seleksi burung puyuh. Terdapat banyak jenis burung puyuh yang dikembangbiakan diantaranya jenis burung puyuh coturnix-coturnix japonica, namun ada salah satu jenis burung puyuh yang masih jarang untuk dikembangbiakan yaitu burung puyuh liar. Burung puyuh liar di Indonesia terdapat cukup banyak antara lain Coturnix chinensis (Puyuh batu), Genus Arborophilla di Indonesia dikenal dengan Puyuh genggong (Arborophilla javanica), dan puyuh pohon (Arborophilla hyperythra). Selain itiu ada dari jenis turnix yaitu Puyuh tegalan loreng (Turnix suscitator atrogulari). Burung Puyuh tegalan loreng (Turnix suscitator atrogularis) yang berasal dari marga turnix ini merupakan sumber daya hewani asli negara indonesia, Burung puyuh ini dikatakan sudah hampir punah dikarenakan jumlah populasinya belum dapat diketahui dengan jelas dan kurang nya pengetahuan masyarakat akan kegunaan dan manfaat burung puyuh tersebut, baik di gunakan sebagai ternak puyuh petelur maupun ternak puyuh pedaging oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti sifat kualitatif pada burung puyuh Tegalan (Turnix suscitator atrogularis).
3
1.2.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat di identifikasi masalah bagaimana
karakteristik kualitatif puyuh Tegalan Loreng (Turnix suscitator atrogularis) jantan dan betina di daerah, Gunung Tilu.
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat kualitatif Puyuh tegalan
loreng (Turnix suscitator atrogularis) betina dan pejantan di Daerah Gunung Tilu.
1.4.
Kegunaan Penelitian Hasil
penelitian
diharapkan
dapat
memberikan
deskripsi
yang
komprehensif mengenai sifat Kualitatif Burung Puyuh tegalan loreng (Turnix suscitator atrogularis ) meliputi warna bulu keseluruhan, warna bulu bagian tertentu, warna paruh dan warna shank. Serta memberikan informasi ilmiah baru bagi dunia peternakan terutama untuk pelestarian sumberdaya genetik Puyuh Tegalan Loreng (Turnix suscitator atrogularsi).
1.5.
Kerangka Pemikiran Sifat kualitatif adalah suatu sifat dimana individu-individu dapat
diklasifikasikan kedalam suatu kelompok atau lebih dan pengelompokan itu berbeda jelas satu sama lain. Ini berlawanan dengan sifat kuantitatif di mana tidak ada pengelompokan yang jelas. Sifat luar yang terlihat, tidak ada hubungan nya dengan kemampuan produksi. Sifat-sifat seperti warna,bentuk ekor, warna bulu
4
dan bentuk paruh, dsb., di gunakan sebagi trade marks yang menjadi pertimbangan dalam setiap program pemuliaan di lapangan ( Warwick dkk., 1995). Sifat kualitatif seperti warna bulu, shank, maupun warna paruh diatur seluruhnya oleh gen-gen yang tidak banyak dipengaruhi oleh lingkungan (Warwick dkk., 1995). Puyuh dikenal sebagai unggas dari marga turnix, sedangkan turnix termasuk family Turnicidae. Puyuh yang termasuk Turnicidae mempunyai ciri khas yang sangat berbeda dengan puyuh puyuh lain nya yaitu ketiga jari kakiknya menghadap ke depan sedang yang belakang tidak ada. Beberapara contoh dari puyuh turnicidae: •
Puyuh loreng ( Turnix Suscicator ).
•
Puyuh Hitam ( Turnix Maculosa ).
•
Puyuh Kuning ( Turnix Sylvatica ). Umumnya puyuh dikenal sebagai unggas dari Marga Turnix, Coturnix
dan Arborophilla. Arborophilla dan coturnix seperti ayam (gallus) termasuk family Phasianidae, sedang genus turnix termasuk family Turnicidae. Puyuh yang termasuk Turnicidae memiliki ciri jari kaki ketiganya menghadap ke depan sedang yang ke belakang tidak ada. Contoh dari puyuh turnicidae adalah Puyuh tegalan loreng (Turnix suscicator), yang sering ditemui ditegalan-tegalan, Puyuh kuning (Turnix sylvatica), Puyuh hitam (Turnix maculosa). Genus Coturnix yang ada dalam kehidupan liar di Indonesia adalah Coturnix chinensis (Puyuh batu) dan Genus Arborophilla di Indonesia dikenal dengan Puyuh gonggong (Arborophilla javanica) dan puyuh pohon (Arborophilla hyperythra).
5
Sifat kualitatif pada pola warna bulu memiliki pengaruh terhadap performa ternak unggas, termasuk pada burung puyuh tegalan loreng secara teori gen putih resesif sangat efektif dalam menutup atau menghalangi hadirnya Pheomelamin ( Campo, 1997 ). Pheomelamin merupakan pigmen dasar suatu makhluk hidup yang memberi warna merah – coklat dan huff ( kekuning – kuningan ) pada bulu puyuh tegalan loreng dan bagian yang terpisah dari melamin sebagai unsur pembangunan pigmen tubuh ( Smyth, 1993 ). Pigmen melanin berpengaruh terhadap warna bulu pada ternak. Terdapat beberapa tipe pigmen melanin yaitu eumelanin membentuk warna hitam dan biru pada bulu, dan pheomelanin yang membentuk warna merah-cokelat, salmon dan kuning tua ( Brumbaugh dkk., (1968) dikutip oleh Saputra, 2010). Distribusi melanin bulu sekunder akan menimbulkan pola bulu sekunder atau corak bulu. Gen B adalah pembawa corak pada bulu biasa disebut lurik/burik (barred), gen B menghambat deposisi melanin dan akan menimbulkan garis-garis pada warna dasar hitam sehingga bulu terlihat hitam bergaris-garis putih (Hutt,(1949) dikutip oleh Tarigan 2010). Perbedaan warna shank dipengaruhi faktor struktur shank dan pigmen utama yang terkandung dalam shank dan faktor genetic (Lanam, 2013). Warna kuning shank pada unggas disebabkan adanya lemak atau pigmen lipokrom (lypocrome) pada lapisan epidermis. Warna hitam pada shank disebabkan adanya pigmen melamin pada epidermis. Warna putih pada shank, di sebabkan tidak munculnya ke dua pigmen pada epidermis dan dermis. Adanya pigmen lipokrom pada epidermis dan pigmen melanin pada dermis menyebabkan shank berwarna hijau ( Jull. (1951 dikutip
Tarigan, 2010). Pada bagian paruh
dan kaki berwarna hitam diakibatkan oleh tidak adanya pigmen melanic dari gen
6
C+R dan E yang bersifat epistatis kumplit yang menutup gen Y ( Lancaster., (1993) di kutip oleh Suparyanto, (2003). Jaringan tubuh yang mengalami hambatan deposisi karoten yaitu kulit, paruh, paha, dan irismata (Smyth., (1993) di kutip oleh Suparyanto dkk., (2004).
1.6.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian sifat kualitatif ini di laksanakan selama satu Bulan di Daerah Jl.
Kolonel Ahmad Syam Km 21 RT 03 RW 01 Desa Sayang Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang.