BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki berbagai sumberdaya alam yang berlimpah, baik berupa sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) maupun yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources). Berdasarkan data Mineral Commodity Summaries 2015 yang dilansir oleh United Stated Geological Survey (2015), diketahui bahwa jumlah produksi emas Indonesia dari tahun 2013 ke tahun 2014 mengalami kenaikan, meski tidak signifan, yaitu dari 61 ton pada tahun 2013 menjadi 65 ton di tahun 2014. Berdasarkan data tersebut, diketahui pula bahwa Indonesia memiliki cadangan emas yang sama besarnya dengan cadangan emas Amerika Serikat, yaitu sebesar 3.000 ton, atau menduduki peringkat ke-5 di dunia bersama dengan Amerika Serikat. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki cadangan emas yang cukup potensial untuk dikelola adalah Kabupaten Wonogiri, tepatnya di daerah Kecamatan Selogiri. Menurut Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Wonogiri tahun 2013, disebutkan bahwa total bijih yang mengandung emas di Kabupaten Wonogiri yaitu sekitar 1,5 juta ton, dengan kadar antara 40 part per billion (ppb) sampai paling tinggi 2.384 ppb, yang tersebar di beberapa lokasi yaitu Kecamatan Selogiri, Jatiroto, Karangtengah, dan Tirtomoyo. Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk menerbitkan izin pertambangan, salah satunya pada kegiatan tambang emas rakyat untuk komoditas mineral logam. Peraturan tersebut, seharusnya semakin memperkuat posisi pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah daerah untuk mengelola sektor pertambangan yang dimilikinya. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa hingga saat ini, pengelolaan dan pemanfaatan cadangan emas, khususnya di Kecamatan Selogiri, sebagian besar masih dikelola secara tradisional yaitu berupa Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). 1
Sejauh ini, industri pertambangan merupakan salah satu dari sejumlah industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk menghasilkan devisa. Selain itu, kegiatan ini juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatkan peluang kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan harga jual tanah masyarakat di sekitar lokasi tambang serta memicu percepatan perkembangan suatu wilayah. Demikian halnya di Kabupaten Wonogiri, bahan galian logam emas yang terdapat di Desa Jendi dan Keloran Kecamatan Selogiri dengan sebaran seluas 100 hektar, juga berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, jika dikelola secara optimal dan dilaksanakan serta diawasi dengan baik. Di sisi lain, selain menimbulkan dampak positif, kegiatan penambangan juga berpotensi menimbulkan dampak negatif, yaitu pada penurunan kualitas lingkungan hidup. Kegiatan pengolahan bijih emas secara tradisional, yang umumnya melakukan proses pemisahan bijih emas dengan bantuan amalgam atau merkuri (Hg), atau lebih dikenal dengan metode amalgamasi, menimbulkan dampak negatif berupa tingginya risiko pencemaran lingkungan. Hal tersebut dapat terjadi karena tidak dilakukannya proses pengelolaan terhadap limbah buangan sisa produksinya. Merujuk pada data yang dirilis oleh US-EPA (1995) yang dikutip oleh Pusat Pengembangan dan Penerapan Amdal Bapedal (2001) dalam buku “Aspek Lingkungan Amdal Bidang Pertambangan”, diketahui bahwa kegiatan pertambangan bertanggungjawab atas kasus pencemaran air permukaan, yaitu sebesar 70%. Hal yang sama juga dikatakan oleh SGAB-Prodeminca (1998) yang dikutip oleh Miserendino dan Bergquist (2013), menyatakan
bahwa
dampak
lingkungan
primer
terkait
dengan
kegiatan
pertambangan emas tradional dan pertambangan emas skala kecil yaitu terkait dengan penurunan kualitas air dan ekosistem perairan. Kegiatan tersebut menurunkan kualitas air melalui 4 (empat) cara yaitu: (a). kontaminasi akibat air larian (run-off) dari limbah tambang, baik dalam bentuk padatan maupun cairan dari tailing pond; (b). polusi yang disebabkan oleh pembuangan limbah tanpa izin ke dalam sungai, saluran air maupun sistem perairan lainnya (saluran drainase); (c). sumber pencemar dari tempat pengelolaan yang mengalami kebocoran; dan (d). peningkatan dalam tanah yang terbawa oleh erosi yang berhubungan dengan 2
penggunaan lahan (land-use change). Demikian halnya kasus yang terjadi di daerah penambangan emas skala kecil atau tambang emas rakyat di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Pengolahan dilakukan dengan proses amalgamasi, yang menggunakan merkuri (Hg) sebagai media pengikat bijih emas . Menurut Rhani (2012), pada proses amalgamasi yang dilakukan oleh para pelaku pengolahan emas rakyat di Desa Jendi berisiko menyebabkan terlepasnya merkuri ke lingkungan, yaitu pada tahap pencucian dan penggarangan (penguapan merkuri). Pada proses pencucian, limbah yang umumnya masih mengandung merkuri dibuang langsung ke badan air atau ke permukaan tanah. Hal ini disebabkan merkuri tersebut tercampur/terpecah menjadi butiran-butiran halus yang sifatnya sukar dipisahkan, pada proses penggilingan yang dilakukan bersamaan dengan proses amalgamasi. Selanjutnya, dalam proses pencucian, merkuri terbawa dalam limbah (tailing). Material yang tercecer pada proses penggilingan tersebut, ditampung dalam bak penampung untuk diolah kembali, sampai diperkirakan tidak mengandung emas. Setelah material dianggap sudah tidak mengandung emas, tetapi masih mengandung merkuri, oleh para penambang dibuang langsung ke parit atau saluran air yang bermuara pada sungai terdekat. 1.2. Perumusan Masalah Menurut Rianto (2010), penambangan emas di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri adalah kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Kegiatan penambangan emas tersebut dilakukan dengan cara tradisional, tanpa teknik perencanaan yang baik dan menggunakan peralatan seadanya, yaitu dengan sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan dan sumur mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas tinggi. Kegiatan penambangan emas
tersebut terbagi atas beberapa kelompok, dimana masing-
masing kelompok dapat menghasilkan emas per hari sangat bervariasi dengan ratarata antara 1 - 2 gram. Pada Gambar 1.1. berikut akan disajikan gambar kondisi lokasi pertambangan emas di wilayah kajian.
3
Gambar 1.1. Kondisi Pit Penambangan di Lokasi Penelitian Sumber: Dokumentasi Penulis (2015)
Pada umumnya, para pelaku PETI ini memiliki sejumlah kendala, antara lain seperti ketersediaan modal yang terbatas, kemampuan teknis penambangan yang rendah, kurangnya pemahaman terkait dengan standar pengelolaan lingkungan yang baik serta penggunaan peralatan yang tradisional dan sederhana. Dengan demikian, maka para penambang memilih untuk melakukan proses ektraksi hasil tambangnya di sekitar pemukimannya ataupun di sepanjang badan air terdekat. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh mudahnya untuk mendapatkan akses terhadap sumber air yang akan digunakan dalam melakukan proses pengolahan emas dengan sistem amalgamasi, sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1.2. Selanjutnya, untuk mewujudkan Kawasan Budidaya untuk kegiatan pertambangan, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri Nomor 9 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonogiri Tahun 2011-2031 pasal 53, ayat (12) butir (d), maka Pemerintah Kabupaten Wonogiri melakukan upaya penertiban kegiatan pertambangan liar, termasuk kegiatan PETI di wilayahnya, yang salah satunya berada di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri. Kegiatan
4
yang berlangsung di sekitar Kali Jendi tersebut diprediksi akan menimbulkan dampak degradasi kualitas lingkungan perairan di lokasi kegiatan. Meski Pemerintah Daerah, dalam hal ini Kantor Lingkungan Hidup Wonogiri, telah menyediakan lebih dari 10 (sepuluh) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk meminimalisir potensi pencemaran lingkungan, baik itu pada air dan tanah, akibat kegiatan pertambangan tersebut, namun sebagian besar dari penambang diduga masih melakukan pembuangan limbah dari proses amalgamasi baik itu ke tanah maupun ke badan air terdekat.
Sumber: Data Primer, 2015
Gambar 1.2. Kegiatan Pengolahan Emas metode Amalgamasi
di Sekitar Kali Jendi Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: (1)
Bagaimana kondisi kualitas lingkungan perairan Kali Jendi?
(2)
Faktor apakah yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran lingkungan di perairan Kali Jendi?; dan
(3)
Bagaimanakah strategi pengelolaan lingkungan perairan Kali Jendi untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan perairan Kali Jendi? 5
Untuk mengungkap permasalahan seperti telah dirumuskan di atas, maka penting untuk dilakukan penelitian secara mendetil tentang: “Kajian Pencemaran Lingkungan Perairan Kali Jendi akibat Kegiatan Pengolahan Emas Tradisional di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri.
1.3. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Kajian Kerusakan Lingkungan Perairan akibat Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin ini, memiliki berbagai perbedaan dan persamaan engan penelitian yang pernah ada. Perbedaan dan persamaan yang dimaksud, yaitu dari segi paramater penelitian maupun metode penelitian, baik metode pengambilan sampel, metode analisis ataupun metode penentuan strategi pengelolaan lingkungan. Penelitian ini mengambil tempat di Kali Jendi, Desa Jendi tepatnya di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Provinsi jawa Tengah. Adapun metode pengambilan sampel terbagi kedalam 3 (tiga) kategori, yaitu komponen abiotik, biotik dan kultural. Sampel komponen biotik dalam penelitian ini adalah air Kali Jendi yang diambil pada bagian hulu, tengah dan hilir sungai, yang kemudian akan ditentukan kualitasnya dengan menggunakan metode Indeks Pencemar (IP) berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Pujian terhadap limbah dari outlet pengolahan emas metode amalgamasi
juga diambil sebagai
kontrol terhadap kualitas limbah, untuk dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Permen LH Nomor 202 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga. Sementara itu untuk analisis komponen biotik, akan mengambil dilakukan dengan mengamati kondisi sempadan sungai, flora di sekitar sungai dan keberadaan ikan di Kali Jendi yang dilakukan melalui pengamatan visual, pemotretan dan wawancara dengan warga asli yang bermukim di sekitar Kali Jendi untuk mengathui kondisi lampau dan kondisi eksisting perairan dari aspek ekologi. Selanjutnya, pengambilan sampel kultural akan dilakukan dengan metode survai, dengan bantuan kuisoner untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai 6
fungsi dan manfaat sungai, pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan limbah pengolahan emas metode almagamasi, persepsi masyarakat terkait proses pengolahan emas secara almagamasi, persepsi masyarakat mengenai dampak pencemaran sungai terhadap kesehatan serta pengetahuan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan limbah pengolahan emas. Sementara itu, untuk wawancara mendalam (dept interview) kepada stakeholder terkait pengendalian pencemaran air juga akan dilakukan untuk mendukung proses penentuan strategi pengelolaan lingkungan. Adapun proses penentuan stategi pengelolaan lingkungan dalam penelitian ini akan menggunakan bantuan metode SWOT, yang merupakan akronim dari Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang) dan Treaths (tantangan). Lebih lanjut terkait perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dapat dilihat pada Tabel 1.1.
7
Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu No.
Peneliti, Tahun, Judul
Tujuan
Metode
1.
Diringer et al. (2015), River Transport of Mercury from Artisanal and small-scale Gold Mining and Risk for Dietary Mercury Exposure in Madre de Dios, Peru
Untuk mengetahui sebaran merkuri dari kegiatan emas tradisional beserta bahayanya jika termakan oleh manusia
Purposive Sampling
2.
Mudyazhezha dan Kanhukamwe (2014) , Environemntal Monitoring of the Effects of Conventional and Artisanal Gold Mining on Water Quality in Ngwabalozi River, Southern Zimbabwe
Untuk menilai dampak dari penggunaan Sianida dan Merkuri dalam proses penambangan emas secara tradisional terhadap kualitas air Sungai Ngwabalozi
Purposive Sampling
Emmanual (2013), Impact of Illegal Mining on Water Resources for Domestic and Irrigation Purposes
Untuk mengetahui dampak kegiatan pertambangan emas ilegal terhadap sumberdaya air dan lingkungan
Observation and Interview
3.
Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal ribuan kilometer dari hilir Sungai tempat berlangsungnya kegiatan penambangan emas tradisional memiliki potensi terpapar oleh senyawa mekuri yaitu dengan menkonsumsi ikan yang telah mengalami bioakumulasi senyawa merkuri di hulu dan hilir Sungai di daerha Madre de Rios, Peru. Kegiatan pertambangan emas tradisional menyebabkan tingginya tingkat kekeruhan di Sungai Ngwabalozi. Selain itu efek penggunaan merkuri dan Sulfat menyebabkan kelompok invertebrata berubah dari sangat sensitif menjadi sangat toleran terhadap pencemaran.
Kegiatan pertambangan emas ilegal menyebabkan badan air tercemar sehingga menyebabkan penduduk sekitar kesulitan untuk mendapatkan air bersih untuk keperluan domestik dan pertanian. Selain itu hutan, sawah dan ladang juga turut terdampak oleh kegiatan pertambangan emas ilegal.
Penelitian yang akan Dilakukan Perbedaan Persamaan Objek kajian biotik Metode adalah ikan, sementara pengambilan objek penelitian sampel air secara komponen biotik purposive penelitian yang akan dilakukan adalah plankton.
Pengambilan sampel air dilakuakan secara purposive dengan penentuan parameter kajian berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga Metode penelitan bersifat observasi dan interview
-
-
Metode pengambilan sampel air secara purposive Salah satu objek kajian adalah kegiatan pertambangan dengan proses pengolahan bijih emas metode amalgamasi
Objek penelitian adalah kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin
8
4
Miserendino (2013), Challenges to Measuring, Monitoring, and Addressing the Cumulative Impacts of Artisanal and SmallScale Gold Mining in Ecuador
Untuk melakukan penilaian, pemantauan dan menentukan dampak akumulasi dari kegiatan pertambangan emas tradional dan pertambangan emas skala kecil di Ecuador
Observation and Literature Study
5.
Cobbina dan Michael (2013), Small Scale Gold Mining and Heavy Metal Pollution : Assessment of Drinking Water Sources in Datuku In The Talensi-Nabdam District Saputro (2013), Kajian Kerusakan Lingkungan Perairan Akibat Aktivitas Penambangan Timah Putih (Sn) di Sekitar Sungai Jeletik Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Untuk menilai dampak dari kegiatan pertambangan emas skala kecil terhadap terhadap kualitas sumber air minum
Purposive Sampling
- Mengkaji pengaruh aktivitas penambangan timah putih terhadap kerusakan lingkungan perairan ditinjau dari kualitas air Sungai Jeletik - Mengkaji pengaruh aktivitas penambangan timah putih terhadap kerusakan sempadan Sungai Jeletik - Menganalisis kondisi kualitas air sungai Blukar - Menghitung beban
Purposive Sampling
6.
7.
Dyah (2012), Kajian Kualitas Air Sungai Belukar Kabupaten Kendal dalam Upaya
- Purpossive Sampling - Analitycal Hierarchy Process (AHP) untuk
Dampak kumulatif dari kegiatan pertambangan tidak hanya disebabkan oleh kegiatan pertambangan saja, namun juga disebabkan oleh faktor sosial yang kompleks, yang tidak hanya disebabkan oleh faktor kemiskinan, kurangnya kesempatan kerja, solusi yang holistik, regulasi yang sistematis serta perubahan sosial dibandingkan dengan alat kebijakan yang bersifat tradisional. Dengan demikian diperlukan komitmen stakeholder, mekanisme pendanaan yang berkelanjutan dan pengetahuan yang cukup akan dampak dari kegiatan pertambangan emas tradisional dan penambagan emas kecil. Kualitas Air Minum di atas standar minimum yang ditetapkan oleh WHO, khususnya untuk parameter As, Cd, Fe dan Mn. - Kualitas air Sungai Jeletik telah mengalami penurunan akibat aktivitas penambangan di sekitarnya - Aktivitas penambangan juga mengakibatkan kerusakan sempadan sungai di bagian tengah dan hilir sungai jeletik dengan luasan masing-masing 1,983 ha di bagian tengah dan 1,663 ha di bagian hilir - Nilai indeks pencemaran sungai Blukar berkisar antara 0,49 sampai 3,28. Status mutu
Penelitian melibatkan tiga komponen lingkungan, yaitu komponen abiotik, biotik dan kulutral
Salah satu objek kajian terdiri dari komponen kultural terkait pengelolaan tambang emas tradisional
Objek penelitian adalah kegiatan pertambangan emas saja, tidak termasuk logam berat lain.
Metode pengambilan sampel air secara purposive.
Parameter kajian ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga
Sampling kualitas air lakukan dengan metode purposive sampling
Perumusan strategi pengelolaan dilakukan dengan
- Sampling kualitas air lakukan dengan metode purposive
9
Pengendalian Pencemaran Air Sungai
pencemaran yang berasal dari aktivitas permukiman, pertanian dan industri - Menganalisis kegiatan masyarakat yang menyebabkan penurunan kualitas air sungai - Memberikan rekomendasi strategi pengendalian pencemaran air sungai.
Pengambilan Keputusan pengelolaan lingkungan
8.
Effendi (2012), Kajian Pencemaran Sungai Cileungsi oleh Limbah Industri dan Strategi Pengelolaannya di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat
- Mengetahui distribusi kualitas air Sungai Cileungsi dari hulu sampai ke hilir sungai - Mengetahui status mutu air Sungai Cileungsi dari hulu sampai ke hilir sungai - Mengetahui pengaruh limbah cair industri di daerah aliran Sungai Cileungsi terhadap kualitas air Sungai Cileungsi
Purposive sampling
9.
Rianto (2010), Analisis FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Keracunan Merkuri pada Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri, Provinsi
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan merkuri pada pekerja tambang emas di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Kabupaten
Explanatory Research dengan menggunakan pendekatan cross sectional.
air sungai Blukar telah tercemar dengan status cemar ringan. - Aktivitas permukiman merupakan penyumbang tertinggi beban pencemaran ke sungai Blukar. - Aktivitas masyarakat yang menggunakan air Sungai Blukar memberikan masukan beban pencemar organik ke sungai - Strategi pengendalian pencemaran air sungai difokuskan pada peningkatan peran serta pengelolaan limbah industri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin ke hilir, konsentrasi parameter TSS, BOD, COD, P dan Pb cenderung semakin meningkat berbanding terbalik dengan konsentrasi DO cenderung semakin menurun. Parameter lain seperti suhu, TDS, pH, NO2, NO3, F dan Cd masih berada di bawah baku mutu. Sementara itu parameter Zn dan Cl bebeas hanya terdeteksi dibeberapa titik sampling saja. Untuk fitoplankton menunjukkan bahwa sungai Cileungsi termasuk pada kategori perairan yang mengalami gangguan. Sebagian besar responden mengalami keracunan merkuri karena melebihi nilai ambang batas WHO. Faktor risiko yang berperan terhadap keracunan merkuri pada penambang emas
menggunakan metode SWOT
Kegiatan penyebab dampak degradasi lingkungan perairan adalah kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan
sampling - Penentuan status mutu air untuk mentukan tingkat pencemaran lingkungan menggunakan metode Indeks Pencemaran berdasarkan Kepmen LH No. 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air (Lampiran II) - Sampling kualitas air lakukan dengan metode purposive sampling - Penentuan status mutu air untuk mentukan tingkat pencemaran lingkungan menggunakan metode Indeks Pencemaran berdasarkan Kepmen LH No. 115 tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air Lokasi penelitian dan objek penelitian adalah kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin di Desa Jendi Kecamatan
10
10.
Jawa Tengah
Wonogiri
Subandri (2008), Kajian Beban Pencemaran Merkuri (Hg) Terhadap Air Sungai Menyuke dan Gangguan Kesehatan pada Penambang Sebagai Akibat Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kecamatan Menyuke Kabupaten Landak Kalimantan Barat
Mengetahui beban dan dampak yang diakibatkan oleh pencemaran limbah merkuri (Hg) terhadap petambang dan masyarakat serta kadar Hg air Sungai di lingkungan disekitar aliran Sungai Menyuke
Analitycal survey dengan menggunakan pendekatan cross sectional
tardisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri adalah jumlah hari kerja dalam seminggu dan jam kerja dalam sehari. Kegiatan pertambangan memberikan dampak negatif terhdap kesehatan masyarakat di lokasi kegiatan. Adanya hubungan yang signifikan antara jarak dengan kadar Hg dalam air. Nilai korelasi tersebut negatif, artinya semakin jauh jarak semakin kecil kadar Hg dalam air.
Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga
Selogiri, Kabupaten Wonogiri
Parameter penelitian tidak hanya Merkuri (Hg) saja. Pemilihan parameter kajian ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 202 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga
Objek penelitian adalah kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
Sumber: Telaah Pustaka (2015)
11
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan lingkup kajian, maka tujuan penelitian ini adalah: (1)
mengkaji kondisi kualitas lingkungan perairan Kali Jendi;
(2)
mengkaji faktor penyebab pencemaran lingkungan perairan Kali Jendi; dan
(2)
merumuskan strategi pengelolaan lingkungan Perairan di Kali Jendi.
1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian mengenai kajian kerusakan lingkungan perairan akibat kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin di Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: (1) Bagi ilmu pengetahuan, sebagai sumber informasi ilmiah yang dapat digunakan oleh peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya untuk penelitian terkait dengan kajian daya dukung lingkungan khususnya untuk kegiatan penambangan emas; (2) Bagi masyarakat, sebagai bahan pengetahuan praktis, khususnya untuk masyarakat yang yang tinggal di wilayah Kabupaten Wonogiri sehingga dapat menikmati kehidupan yang ramah lingkungan; dan (3) Bagi pemerintah, sebagai bahan masukan terhadap kerangka berfikir pemerintah
daerah
maupun
pemerintah
propinsi,
khususnya
dalam
pengambilan kebijakan terkait dengan upaya pengembangan industri emas di wilayah kerjanya.
12